proposal bermain terapeutik usia prasekolah
Post on 16-Jan-2016
184 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PROPOSAL KEGIATAN BERMAIN TERAUPETIK
MELIPAT, MENGGUNTING DAN MENEMPEL KERTAS PADA ANAK
USIA PRASEKOLAH DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
ANSIETAS DI RUANG II IBU DAN ANAK RS. DR. REKSODIWIRYO
PADANG
KELOMPOK A :
1. Achmad Damyati 133110191
2. Afrilita Putri Yuza 133110192
3. Angelia Yolanda 133110193
4. Ayu Andira 133110194
5. Dayu Desriani 133110195
6. Desi Ratna Sari 133110196
7. Dian Agusti Tanjung 133110197
8. Dzariyat Irwan 133110198
9. Enggli Aswadeya 133110199
10. Fatimah Purnama Sari 133110200
PRAKTEK KEPERAWATAN ANAK II
POLTEKKES KEMENES PADANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL BERMAIN TERAUPETIK DI RUANG II IBU DAN ANAK
RS. DR. RESODIWIRYO PADANG
KELOMPOK A
PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK
( ) ( )
PRAKTEK KEPERAWATAN ANAK
POLTEKKES KEMENES RI PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal kegiatan bermain
teraupetik yang berjudul “Bermain Teraupetik Melipat Dan Menempel Kertas Pada
Anak Usia Prasekolah Dengan Masalah Keperawatan Ansietas Di Ruang II Ibu Dan
Anak Rs. Dr. Reksodiwiryo Padang” yang dilaksanakan sebagai salah satu tugas
keperawatan anak II pada program studi D-III Keperawatan Poltekkes KemenkeS
Padang.
Dalam melaksanakan kegiatan ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
yang terhormat CI klinik di Ruang II RS Dr. Reksodiwiryo Padang dan dosen
pembimbing Poltekkes Kemenkes Padang.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan kegiatan ini masih jauh dari
kesempurnaan, dengan rendah hati penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan proposal ini. Akhirnya untuk semua yang telah
diberikan , penulis hanya bisa berdoa sebagai budi baiknya dibalas Allah SWT. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bermain merupakan aktivitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya
stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dan bermain pada anak di rumah sakit
sebagai media bagi anak untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi
perasaan yang tidak nyaman (Supartini, 2004).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak
karena menghadapi stresor yang ada di lingkungan rumah sakit. Dalam penelitiannya
Halstroom & Elander (1997), Brewis (1995) & Brennam (1994) membuktikan bahwa
hospitalisasi anak dapat menjadi suatu permasalahan yang menimbulkan trauma baik
pada anak maupun orang tua sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat
berdampak pada kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah
sakit. Lingkungan rumah sakit merupakan penyebab stres bagi anak dan orang tuanya,
baik lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat, alat-alat, bau yang
khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien
anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri (Supartini, 2004).
Menurut Supartini (2004), terapi bermain merupakan terapi pada anak yang
menjalani hospitalisasi. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami
berbagai perasaan tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri.
Dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stres yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan.
Bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena bermain sangat
diperlukan untuk perkembangan anak. Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab
stres baik pada anak maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri (Nursalam, 2003).
Dalam penelitian Axline (1998) menunjukkan bahwa, terapi bermain merupakan
terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit. Karena pada saat dirawat di rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti
cemas. Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan
takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004).
Dari hasil survey yang dilakukan oleh mahasiswa/i POLTEKKES
KEMENKES PADANG di RUANG II IBU DAN ANAK RS. DR.
REKSODIWIRYO PADANG didapatkan bahwa rata-rata anak usia
praasekolah yang dirawat mengalami stress dan kecemasan
hospitalisasi baik secara fisik maupun psikologis seperti cemas setiap
melihat petugas yang memakai baju putih-putih, cemas dengan jarum
suntik dan alat-alat medis lainnya dan cemas karena akan lama
dirawat dirumah sakit dan tidak dapat bersekolah dan bermain
dengan anak seusianya.
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum yang dialami oleh pasien
anak yang dirawat di rumah sakit. Kecemasan merupakan emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan
dan rasa takut, yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda
(Atkinson, 1999). Untuk itu, dengan melakukan permainan akan terlepas dari
kecemasan yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainan dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan.
Dinamika secara psikologis menggambarkan bahwa selama
anak bermain melipat dan menempel kertas menjadi suatu bentuk
yang cocok sebagai visualisasi dari imajinasinya. Motorik halus yang
sudah terlatih akan terlatih lagi saat melipat kertas dan menempel
kertas dengan rapi dan bersih. Oleh karena sangat pentingnya
kegiatan bermain terhadap tumbuh kembang anak dan untuk
mengurangi kecemasan akibat hospitalisai, maka akan dilaksanakan
terapi bermain pada anak usia sekolah dengan jenis terapi bermain
melipat dan menempel kertas . Diantara intervensi keperawatan anak
terapi bermain sangat efektif karena dapat mengetahui
perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosial anak sebagai
wadah pembinaan hubungan interpersonal antara klien, keluarga dan
perawat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pemainan, diharapkan pada anak dapat mengembangkan
kreativitas dan kesabaran melalui pengalaman, dapat beradaptasi efektif
terhadap stress dan kecemasan karena penyakit dan di rawat di rumah
sakit. Serta dapat meningkatkan optimis pada dirinya untuk sembuh agar
pengobatan dapat berjalan dengan baik.
2. Tujuan Khusus
Setelah bermain diharapkan anak :
a. Dapat berinteraksi dengan sesama pasien dan perawat
b. Dapat mengembangkan motorik halus, motorik kasar , personal
sosial dan bahasa
c. Dapat meningkatkan kreatifitasnya
d. Mengungkapkan kegembiraan atau rasa senang
e. Terlihat lebih rileks
f. Kooperatif terhadap perawatan dan pengobatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN TERAPI BERMAIN
Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti: Plato, Aristoteles, Frobel,
Hurlock dan Spencer (dalam Satya, 2006) bermain adalah suatu upaya anak untuk
mencari kepuasan, melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala
keinginannya yang tidak dapat tersalurkan, seperti : keinginan untuk menjadi presiden,
raja, permaisuri dan lain-lain. Bermain sebagai kegiatan mempunyai nilai praktis.
Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan tertentu pada anak. Sedangkan menurut Hurlock, bermain adalah setiap
kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan. Di samping itu bermain bagi anak adalah
upaya yang menyalurkan energi yang berlebihan dan dapat menghindari hal-hal negatif
yang diakibatkan dari tenaga yang berlebihan, salah-satu contoh akibat dari kelebihan
tenaga ini adalah timbulnya perkelahian antar pelajar.
Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak sangat gemar bermain.
Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan
mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan menentukan cara
yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan
aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan
mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang lain dengan
cara mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai
pekerjaan secara bersama-sama. Bermain mematangkan perkembangan anak-anak
dalam semua area; intelektual, sosial ekonomi dan fisik.
Terapi bermain adalah media komunikasi antara anak dengan orang lain,
termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit (Supartini, 2004).
Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi non verbal yang
ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak
dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya. Sedangkan menurut Wilson,
Kendrick & Ryan (1997) terapi bermain merupakan terapi untuk mengembangkan
mental anak dan untuk mengobati anak yang sedang dalam perawatan.
Sedangkan menurut Campbell & Glaser (1995), bermain sama dengan bekerja
pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta
merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak, dan
penting untuk kesejahteraan metal dan emosional anak. Menurut Alimul (2005),
bermain adalah suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif mempersiapkan
diri untuk berperan dan berperilaku dewasa.
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan
fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan anak dapat
beradaptasi secara lebih efektif terhadap stres. Dalam penelitian Axline (1998) terapi
bermain merupakan terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit
B. Fungsi Bermain
Hardjadinata (2009) menyatakan bermain bermanfaat untuk menstimulasi
kemampuan sensori-motorik, kognitif, sosial-emosional dan bahasa anak. Bermain juga
memberikan kesempatan pada anak untuk belajar, terutama dalam hal penguasaan
tubuh, pemecahan masalah dan kreativitas.
Perkembangan sensoris-motorik sangat penting untuk perkembangan fungsi
otot. Pada usia bayi, sebagian besar waktu terjaga bayi diserap dalam permainan
sensorimotor. Pada usia 6 bulan sampai 1 tahun, permainan keterampilan sensori
motorik seperti “cilukba”, tepuk tangan, pengulangan verbal dan imitasi gestur
sederhana. Pada usia toodler, anak mulai belajar bagaimana berjalan sendiri,
memahami bahasa dan merespons disiplin, seperti berbicara dengan mainan, menguji
kekuatan dan ketahanannya. Sedangkan pada anak prasekolah, aktivitas pertumbuhan
fisik dan penghalusan keterampilan motorik mencakup melompat, berlari, memanjat,
dan berenang. Hal ini dapat mengajarkan keamanan serta perkembangan dan
koordinasi otot (Wong, et al, 2008).
Fungsi bermain selama hospitalisasi menurut Wong (2004) yaitu :
1. Fasilitasi penguasaan situasi yang tidak familiar
2. Beri kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
3. Bantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4. Beri kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh,
fungsinya, dan penyakit/kecacatan sendiri
5. Perbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
6. Beri peralihan dan relaksasi
7. Bantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing
8. Beri cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan
perasaan
9. Anjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap yang positif
terhadap orang lain
10. Beri cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11. Beri cara untuk mencapai tujuan-tujuan terapeutik
C. PRINSIP TERAPI BERMAIN
Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap
harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada beberapa prinsip permainan pada
anak di rumah sakit.
Pertama, permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di
tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
Kedua, permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan
sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan (Supartini, 2004).
Ketiga, permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil
perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka
yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam
hari (Wong, et al, 2008). Melibatkan orang tua. Satu hal yang harus diingat bahwa
orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-
kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit termasuk dalam aktivitas
bermain anak. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan
diiniasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai
dari awal permainan sampai menevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan
orang tua anak lainnya (Wong, et al, 2008).
D. Klasifikasi Bermain
Menurut Wong, et al (2008), bermain dapat dikategorikan berdasarkan isi dan
karakteristik sosial.
1. Berdasarkan Isi Permainan
Berdasarkan isi permainan, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan sebagai
berikut.
a. Bermain afektif sosial (social affective play), merupakan permainan
yang menunjukan adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan
kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan
orang tuanya atau dengan orang lain.
b. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ci luk ba”, berbicara dan
memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa
(Wong, et al, 2008).
c. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play), permainan ini
menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak yang
diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa, bau, dan tekstur.
Kesenangan timbul karena seringnya memegang alat permainan (air,
pasir, makanan). Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin
lama semakin asyik bermain sehingga sukar dihentikan (Erfandi, 2009).
d. Permainan keterampilan (skill play) akan meningkatkan keterampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus, seperti memegang,
memanipulasi, dan melatih untuk mengulangi kegiatan permainan
tersebut berkali-kali (Wong, et al, 2008).
e. Permainan (games) adalah jenis permaianan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini biasa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern.
Misalnya, ular tangga, congklak, puzle, dan lain-lain (Supartini, 2004).
f. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour),
dimana anak pada saat tertentu sering terlihat mondar-mandir,
tersenyum, tertawa, bungku-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa
saja yang ada di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat
permainan (Supartini, 2004).
g. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play), Pada permainan ini
anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak
berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru,
ibunya, ayahnya atau kakaknya. Apabila anak bermain dengan
temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang orang yang
mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap
peran orang tertentu (Wong, et al, 2008).
2. Berdasarkan Karakteristik Sosial
Berdasarkan karakteristik sosial, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan
sebagai berikut.
Supartini (2004) menyebutkan beberapa jenis permainan yang
menggambarkan karakteristik sosial, diantaranya onlooker play dan solitary
play.
a. Onlooker play merupakan permainan dimana anak hanya mengamati
temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi
ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.
b. Sedangkan pada solitary play, anak tampak berada dalam kelompok
permainannya, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
digunakan temannya, tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan
teman sepermainannya.
Selain itu Wong, et al (2008), membagi permainan berdasarkan karakteristik sosial
menjadi parallel play dan associative play.
a. Pada parallel play, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama
lain sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan
ini dilakukan oleh anak usia toddler.
b. Sedangkan, pada associative play sudah terjadi komunikasi antara satu
anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin
atau yang memimpin dengan tujuan permainan tidak jelas. Contoh,
bermain boneka, bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
c. Terdapat juga, cooperative play, dimana aturan permainan dalam
kelompok tampak lebih jelas. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan
tersebut. Misalnya pada permainan sepak bola, ada anak yang
memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan
mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan
permainan dengan memastikan bola ke gawang lawan mainnya (Erfandi,
2009).
E. BERMAIN MELIPAT , MENGGUNTING DAN MENEMPEL KERTAS
1. Deskripsi Permainan
Metode terapi bermain yang digunakan adalah individu
dimana sejumlah anak usia prasekolah dikumpulkan dalam satu
permainan melipat , mengguntting dan melipat kertas. Dalam permainan ini
seorang anak diharapkan bermain secara individu dalam bentuk
perlombaan. Tujuannya seorang anak dapat berperan individu dalam
sebuah permainan dan beradaptasi dengan stress dan kecemasan
yang dialami dan lingkungan. Selain itu diharapkan pada anak
dapat mengasah daya kreatifitas kesabaran antara sesama melalui permainan
melipat kertas, menggunting dan menempel kertas .
Origami adalah seni melipat kertas yang berasal dari Jepang. Origami
sendiri berasal dari oru yang artinya melipat, dan kami yang artinya kertas.
Ketika dua kata itu bergabung menjadi origami yang artinya melipat kertas.
Origami bermanfaat untuk melatih motorik halus, serta menumbuhkan motivasi,
kreativitas, ketrampilan serta ketekunan. Latihan origami dapat membantu anak-
anak memahami ukuran yang relatif lebih lengkap dengan menggunakan strategi
yang lebih efektif untuk perbandingan ukuran.
Proses bermain melipat,menggunting dan menempel kertas
a. Tahap pra interaksi
- Mempersiapkan tempat dan alat permainan yang akan
dilakukan.
- Mengkaji kondisi anak dan statusnya
b. Tahap orientasi
- Cek tanda-tanda vital anak
- Sapa anak dengan ramah dengan menyebut nama
panggilannya, jangan memaksa anak
- Membuat kontrak (tempat, waktu dan jenis permainan
yang akan dilakukan oleh anak)
- Menjelaskan tujuan permaianan dan prosedur permainan
kepada orang tuan dan anak
c. Tahap kerja
- Tim terapis masing-masing memperkenalkan diri
- Anak juga memperkenalkan diri
- Membinan Ham seperti menonton film singkat atau
bernyanyi bersama
- Memberi petunjuk pada anak tentang cara dan aturan
bermain (melipat,menggunting dan menempel kertas)
- Mempersiapkan anak untuk melakukan permainan
- Membantu anak yang kesulitan melipat,menggunting dan
menempel kertas
- Memberi pujian pada anak bila dapat melakukan
melipat,menggunting dan menempel kertas dengan rapi
- Mengobservasi emosi hubungan interpersonal psikomotor
anak saat bermain
d. Tahap terminasi
- Melakukan evaluasi sesuai tujuan
- Menanyakan atau melihat perasaan dan pendapat
keluarga tentang permainan
- Memberitahu keluarga tentang kondisi perkembangan
anak
- Memberi masukan kepada keluarga tentang kondisi
perkembangan anak
- Menanyakan dan melihat perasaan anak setelah bermain
- Mengakhiri permainan
- Mencatat respon pasien serta keluarga didalam catatan
keperawatan dan kemampuan hasil bermain
F. RENCANA KEGIATAN
1. Jenis Terapi Bermain
Melipat , menggunting dan menempel kertas
2. Hari/Tanggal
Hari : Jumat
Tanggal : 27 Maret 2015
3. Sasaran
Anak prausia sekolah ( 3-5 tahun ) dengan kriteria :
a. Tidak mempunyai keterbatasan ( fisik atau akibat terapi lain ) yang dapat
menghalangi proses terapi bermain.
b. Kooperatif dan mampu mengikuti proses kegiatan sampai selesai.
c. Anak yang mau berpartisipasi dalam terapi bermain melipat dan menempel
kertas .
4. Tempat Pelaksanaan
Di Ruang II Ibu dan Anak RS. Dr. Reksodiwiryo Padang
5. Calon Peserta
No Nama Jenis Kelamin Umur Dx Medik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
M.Ridwan Laki-Laki 5 tahun
GEA
6. Jumlah Terapis : 10 orang
7. Alokasi Waktu : 35 menit
a. Pembukaan ( 5 menit )
b. Kegiataan Inti ( 20 menit )
c. Penutup ( 10 menit )
8. Pengorganisasian Tim Terapis
Leader : Desi Ratna Sari
Co- Leader : Afrilita Putri Yuza
Observer : Achmad Damyati
Angelia Yolanda
Enggli Aswadeya
Fasilitator : 1. Ayu Andira
2. Dayu Desriani
3. Dian Agusti Tanjung
4. Dzariyat Irwan
5. Fatimah Purnama Sari
9. Pembagian Peran Tim Terapis
Leader : Desi Ratna Sari
Tugas :
a. Memimpin jalannya kegiatan terapi bermain
b. Membuka acara, memperkenalkan nama – nama terapis.
c. Menjelaskan tujuan terapi bermain.
d. Menutup kegiatan terapi bermain
Co- Leader : Afrilita Putri Yuza
Tugas :
a. Membantu leader dalam mengorganisir kegiatan.
b. Menjelaskan pelaksaan dan mendemonstrasikan aturan dan cara
bermain dalam terapi
c. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader dan
sebaliknya.
Observer : Achmad Damyati
Angelia Yolanda
Enggli Aswadeya
Tugas :
a. Mencatat dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan terapi bermain
dan tumbuh kembang anak
Fasilitator : 1. Ayu Andira
2. Dayu Desriani
3. Dian Agusti Tanjung
4. Dzariyat Irwan
5. Fatimah Purnama Sari
Tugas :
a. Mempersiapkan alat dan tempat permainan
b. Mendampingi dan mengarahkan setiap peserta dalam terapi
bermain
c. Memotivasi peserta agar mengikuti kegiatan
d. Sebagai role model selama kegiatan
10. Alat yang Digunakan
a. Kertas Origami
b. Lem Kertas
c. Gunting
d. Kertas karton
11. Proses Terapi Bermain
WAKTU KEGIATAN KEGIATAN
PERAWAT
RESPON ANAK
5 menit Pembukaan 1. Membuka kegiatan
dengan mengucapkan
salam
2. Memperkenalkan diri
3. Anak juga
memperkenalkan diri
4. Menjelaskan tujuan
dari terapi bermain
1. Menjawab salam
2. Mendengarkan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan
20 menit Kegiatan Inti 1. Membinan Ham
seperti
menonton film
1. Memperahtikan
2. Bertanya
3. Antusias saat
singkat atau
bernyanyi
bersama
2. Menjelaskan aturan
dan tata cara
pelaksanaan bermain
melipat, mengguting
dan menempel kertas
kepada
3. Memberikan
kesempatan kepada
anak untuk bertanya
jika belum jelas
4. Membagikan kertas,
lem, gunting dan
kertas karton kepada
anak
5. Fasilitator
mendampingi anak
dan memberikan
motivasi kepada anak
6. Menanyakan kepada
anak apakah telah
selesai melipat,
menggunting dan
menempel kertas
7. Memberitahu anak
bahwa waktu yang di
berikan telah selesai
8. Menjelaskan kepada
anak tentang hasil
yang dikerjakannya
menerima
peralatan
4. Memulai untuk
mewarnai gambar
5. Menjawab
pertanyaan
6. Mendengarkan
7. memperhatikan
Meja / lantai
9. Memberikan pujian
terhadap anak yang
mampu
menyelesaikan
melipat, menggunting
dan melipat kertas
10 menit Penutup 1. Memotivasi anak
untuk menyebutkan
hasil susunan yang
dikerjakannya
2. Membagikan reward
kepada seluruh
peserta
3. Memberikan motivasi
dan pujian kepada
seluruh anak yang
telah mengikuti
program terapi
bermain
4. Menjelaskan kepada
orang tua tentang
perkembangan anak
5. Mengucapkan terima
kasih kepada anak
dan orang tua
6. Mengucapkan salam
penutup
1. Memperhatikan
2. Gembira
3. Mendengarkan
4. Menjawab salam
12. Setting Tempat
Keterangan :
: meja/ lantai : klien
: fasilisator : Leader
: Co Leader
: observer
: orang tua
13. Evaluasi
1. Evaluasi struktur :
a. Mahasiswa dan pasien berada pada posisi yang sudah
direncanaan
b. Peralatan atau media yang digunakan dalam terapi tersedia
sesuai rencana
c. Anggota terapi hadir lengkap
d. Peran dan tugas berjalan sesuai rencana
e. 75% audiance menghadiri terapi bermain
2. Evaluasi proses
a. Pelaksanaan kegiatan berlangsung sesuai dengan waktu yang
telah dutentukan
b. Peran dan tugas mahasiswa sesuai perencanaan
c. 90% pasien mengikuti kegiatan bermain melipat,
menggunting dan menempel kertas sampai selesai
d. 90% pasien berperan aktif selama kegiatan berjalan
e. Pasien dapat melipat, menggunting dan menempel kertas
yang telah disediakan sesuai dengan yang diiniginkan sesuai
dengan yang dicontohkan oleh leader.
3. Evaluai hasil
a. Minimal 90 % pasien yang dipilih mau mengikuti terapi
bermain yang dilakukan
b. Minimal 90 % anak berinteraksi dengan sesama pasien dan
perawat
c. Minimal 90 % motorik halus, motorik kasar , personal sosial
dan bahasa anak sesuai usia
d. Minimal 90 % anak mengungkapkan kegembiraan atau rasa
senang
e. Minimal 90% anak terlihat lebih rileks
f. Minimal 90% anak kooperatif terhadap perawatan dan
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Anggani Sudono. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan Untuk Pendidikan
Usia Dini . Jakarta : Grasindo
Hurlock, E B. 1991. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga
L . Wong , Donna. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik Edisi 4 . Jakarta :
EGC
Markum, dkk. 1990. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
Mayke Sugianto T. (1995). Bermain, Mainan dan Permainan . Jakarta Depdiknas
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
top related