preskas - dm tipe 2, hipertensi, hiperurisemia
Post on 28-Dec-2015
49 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
(American Diabetes Assocation (ADA) tahun 2010).1 Prevalensi diabetes pada orang kulit
putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasa. Indonesia sendiri pada tahun 1995 menempati
urutan ke-10 penduduk yang mengidap diabetes terbanyak di dunia yaitu sekitar + 4,5 juta
penduduk dan diprediksi mencapai 12,4 juta penduduk dan menempati peringkat ke-5 di
dunia pada tahun 2025. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti faktor
demografis (jumlah penduduk meningkat, penduduk usia lanjut bertambah, urbanisasi tidak
terkendali), gaya hidup yang sedentary (restoran siap saji, aktivitas fisik berkurang, teknologi
canggih), berkurangnya penyakit infeksi dan malnutrisi, meningkatnya pelayanan kesehatan
sehingga usia pasien diabetes menjadi lebih panjang.2
Klasifikasi DM1,2
Terdapat 4 tipe klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA tahun 2005 antara lain:
- Diabetes Mellitus Tipe 1
Dapat disebabkan karena dekstruksi sel beta sehingga menyebabkan defisiensi insulin
absolut; dapat dikarenakan melalui proses imunologik atau idiopatik.
- Diabetes Mellitus Tipe 2
Dapat disebabkan karena adanya resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai
predominan gangguan sekresi insulin, atau adanya defek sekresi insulin disertai
dengan resistensi insulin.
- Diabetes Mellitus Tipe Lain
Dapat disebabkan karena terdapat defek genetik fungsi sel beta (kelainan kromosom
atau DNA mitokondria), defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, obat-obatan atau zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindroma genetik
lain.
- Diabetes Kehamilan
Diabetes yang timbul selama kehamilan yang meliputi 2-5% dari seluruh diabetes.
Diagnosis DM
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.2 Kecurigaan adanya
DM dapat dipikirkan jika didapatkan adanya keluhan klasik DM seperti poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Pada DM dapat pula terdapat
keluhan lain seperti badan lemas, kesemutan, penglihatan kabur, gatal pada kemaluan pada
wanita atau disfungsi ereksi pada pria.
Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM
Kriteria Diagnosis DM
Gejala klasik DM dengan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Gejala klasik DM dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa (8 jam) > 126 mg/dL (7
mmol/L)
Kadar glukosa darah plasma 2 jam pada pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) >
200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% (jika sarana laboratorium telah terstandarisasi dengan baik)
Tatalaksana1,2
Langkah pertama dalam penatalaksanaan DM
dimulai dengan perencanaan non
farmakologis yaitu berupa perencanaan
makan atau terapi nutrisi medis, kegiatan
jasmani dan penurunan berat badan bila
didapatkan berat badan berlebih atau obesitas.
Bila dengan langkah-langkah tersebut belum
dapat mengendalikan kadar gula darah maka
diperlukan intervensi farmakologis.
Obat Antihiperglikemik Oral
Insulin sensitizing
Biguanid, paling banyak digunakan
adalah metfotmin. Bekerja dengan
meningkatkan penggunaan glukosa
perifer yang dipengaruhi AMP
activated protein kinase (AMPK)
yang merupakan regulator selular utama metabolisme lipid dan glukosa. Metformin
juga menurunkan produksi gula di hati dan diduga menghambat absorbsi glukosa di
usus sesudah makan.
Glitazon, golongan thiazolidinedione yang merupakan agonis peroxisome
proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang terdapat di jaringan target kerja
insulin seperti jaringan adiposa, skelet dan hati sehingga memperbaiki sensitivitas
insulin. Contoh obatnya adalah pioglitazon dan rosiglitazon.
Insulin Sekretagok
Sulfonilurea, menutup kanal K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas
sehingga terjadi depolarisasi yang menyebabkan pembukaan kanal Ca dan
peningkatan ion Ca intrasel sehingga terjadi eksositosis granul yang mengandung
insulin. Golongan obat ini tidak dapat digunakan pada diabetes tipe 1. Obat ini dapat
enyebabkan hipoglikemia dan sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan
gagguan fungsi ginjal dan hati. Contoh obat ini adalah glibenclamid, glipizid,
glimepirid, gliklazid, glikuidon.
Glinid, kerjanya melalui reseptor SUR. Contoh obat ini adalah repaglinid dan
nateglinid.
Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase pada dinding enterosit pada
proksimal usus halus sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postprandial. Contoh obat ini adalah acarbose.
Insulin
Insulin diberikan pada keadaan seperti gagal dengan pengobatan kombinasi OHO dosis
optimal, penurunan berat badan yang cepat, ketoasidosis diabetik, hyperglicemic
hyperosmolar state (HHS), hiperglikemia disertai ketosis, stres berat seperti infeksi, operasi
besar, infark miokard, stroke, kehamilan dengan DM, gangguan fungsi ginjal dan/atau hati
yang berat, kontraindikasi atau alergi terhadap pengobatan OHO.
Komplikasi
Komplikasi DM dapat berupa komplikasi akut ataupun kronik. Komplikasi akut DM dapat
berupa:
- KAD (ketoasidosis diabetik), kadar glukosa tinggi (300-600 mg/dL), plasma keton
(+), peningkatan osmolaritas plasma, peningkatan anion gap, dan terdapat tanda dan
gejala asidosis.
- HHS, kadar glukosa sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tidak ada gejala asidosis,
osmolaritas plasma meningkat, anion gap normal atau sedikit meningkat, keton (+/-)
- Hipoglikemia, kadar glukosa <60 mg/dL terutama akibat pengobatan.
Komplikasi kronik DM dapat berupa
- Makroangiopati, seperti penyakit arteri perifer (claudicatio intermitten), pembuluh
darah otak (stroke), pembuluh darah jantung (infark miokard)
- Mikroangiopati, seperti neuropati, nefropati, dan retinopati.
Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi dimana didapatkan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Berdasarkan JNC 7 klasifikasi hipertensi adalah:
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi3
Terdapat hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi
esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor risiko tertentu seperti diet, asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetik,
tonus simpatis, variasi diurnal, sistem renin-angiotensin-aldosteron. Hipertensi sekunder
adalah hipertensi akibat penyebab yang sudah diketahui. Penyebab hipertensi dapat
dikarenakan penyakit ginjal kronik, coarctatio aorta, sindroma Cushing, akibat penggunaan
obat, uropati obstruktif, feokromositoma, aldosteronisme primer, hipertensi renovaskular,
sleep apnea, penyakit tiroid atau paratiroid.4
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko mayor terjadinya penyakit
kardiovaskular seperti hipertrofi ventrikel kiri, angina, infark miokard, gagal jantung, serta
gangguan organ target lain seperti stroke atau demensia pada otak, gagal ginjal kronik,
penyakit arteri perifer, retinopati.3 Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ dapat dikarenakan kenaikan tekanan darah pada organ atau efek tidak
langsung seperti adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif,
down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain.4
Tatalaksana
Tujuan pada pengobatan pasien hipertensi adalah tekanan darah dibawah 140/90 mmHg dan
untuk individu yang berisiko tinggi seperti DM atau gagal ginjal kronik (CKD) adalah
dibawah 130/80 mmHg. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi non farmakologis termasuk:
- Berhenti merokok
- Menurunkan berat badan berlebih
- Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
- Aktivitas fisik
- Menurunkan konsumsi garam
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur
- Menurunkan asupan lemak
Tabel 3. Modifikasi gaya hidup3
Terapi farmakologis pada hipertensi dapat berupa obat golonga diuretika, penghambat beta
(beta blocker), penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker (CCB)), angiotensin
converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor), angiotensin II receptor blocker (ARB).
Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan hipertensi3
Bila terdapat indikasi yang memaksa (compelling indication) terhadap pengobata hipertensi
terkait dengan kondisi penyakit yang dimiliki pasien terdapat pilihan obat yang berkaitan
dengan compelling indication tertentu.
Tabel 3. Obat hipertensi pada compelling indication3
Hiperurisemia5
Hiperurisemia merupakan keadaan dimana terjadinya peningkatan kadar asam urat di
darah yang melebihi batas normal. Hiperurisemia dapat disebabkan karena produksi
berlebihan atau peningkatan metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat, atau
gabungan keduanya. Asam urat merupakan bahan normal dalam tubuh dan merupakan hasil
akhir dari metabolisme purine, yaitu hasil degradasi dari purine nucleotide yang merupaka
bahan penting dalam tubuh sebagai komponen dari asam nukleat dan penghasil energi dalam
inti sel. Hiperurisemua yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout atau pirai, namun
tidak semua hiperurisemia menyebabkan gout. Gout atau pirai merupakan penyakit yang
disebabkan oleh penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan akibat peningkatan
kadar asam urat. Penyakit gout terdiri dari kelainan artritis pirai atau artritis gout,
pembentukan tofus, kelainan ginjal seperti nefropati urat, dan pembentukan batu urat pada
saluran kemih.
Penyebab Hiperurisemia
Penyebab hiperurisemia dibedakan menjadi hiperurisemia primer, sekunder, atau
idiopatik. Penyebab primer merupakan hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit
atau penyebab lain. Penyebab sekunder merupakan hiperurisemia dan gout yang disebabkan
oleh adanya penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia idiopatik adalah hiperurisemia yang
tidak jelas penyebabnya kelainan primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau
anatomi yang jelas.
Daftar Pustaka
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. 2011.
2. Gustaviani R. Diabetes dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III edisi IV. Jakarta: Interna Publishing; 2006. Hal. 1879-81.
3. National High Blood pressure Education Program. JNC 7 Express prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
4. Yogiantoro M. Hipertensi esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2010. Hal. 1079-85.
5. Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta: Interna
Publishing; 2006. Hal. 1213-17.
top related