pigmen likopen klmpk 5
Post on 02-Jan-2016
138 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Makalah
Mikrobiologi Industri
Produksi Pigmen Likopen dari Blakeslea
trispora
Disusun Oleh:
1. Aulia Hanafi H0909014
2. Dani Riskiani H0909016
3. Fathinatullabibah H0909024
4. Nining Kristina F H0909052
5. Puji Pawestri R H0909056
Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
2012
Produksi Pigmen Likopen dari Blakeslea
trisporaA. PENDAHULUAN
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah
digunakan sejak dahulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna
sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai
jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil (Gaol, 2011). Beberapa contoh
zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan yaitu
Karoten menghasilkan warna jingga sampai merah, Biksin memberikan warna
kuning seperti mentega, Karamel berwarna coklat gelap, Klorofil menghasilkan
warna hijau, Antosianin penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru dan
Kurkumin pemberi warna kuning (Hidayat, 2006).
Karotenoid sendiri ada berbagai jenis yaitu beta-karoten, likopen, lutein
dan zeaxantin. Likopen adalah salah satu zat pigmen kuning tua sampai merah
tua yang termasuk kelompok karotenoid yang bertanggungjawab terhadap
warna merah pada tomat. Likopen secara alami ada dalam buah atau sayuran
yang berwarna merah. Likopen dapat berfungsi sebagai antioksidan dan sangat
bagus untuk kesehatan. Selain pada buah dan sayur, likopen juga dapat
dihasilkan dari mikroba seperti Blakeslea trispora. Likopen dari Blakeslea
trispora diekstrak dari biomassa yang dihasilkan oleh proses fermentasi
menggunakan dua jenis kawin seksual (+) dan (-) dari jamur Blakeslea trispora
(EFSA, 2005).
B. ISI
1. Pengertian pigmen likopen
Nama likopen diambil dari spesies tomat, yaitu Solanum
Lycopersicum. Lycopene atau yang sering disebut sebagai α-carotene
adalah suatu karotenoid pigmen merah terang, suatu fitokimia yang banyak
ditemukan dalam buah tomat dan buah-buahan lain yang berwarna merah
(Maulida dan Naufal, 2010). Likopen merupakan pigmen yang disintesis
oleh tumbuhan dan mikroorganisme tetapi tidak disintesis hewan. Likopen
menjadi salah satu karotenoid yang memiliki sifat kontras diantara
karotenoid yang ada dialam seperti beta karoten, xantin, lutein, dll, karena
tidak memiliki aktivitas vitamin A (Janji Samosir, 2009).
Secara struktural, lycopene terbentuk dari delapan unit isoprena.
Banyaknya ikatan ganda pada lycopene menyebabkan elektron untuk
menuju ke transisi yang lebih tinggi membutuhkan banyak energi sehingga
lycopene dapat menyerap sinar yang memiliki panjang gelombang tinggi
(sinar tampak). Hal tersebut yang menyebabkan likopen dapat
menghasilkan warna merah.
Likopen merupakan karotenoid dengan formula C40H56. Berat
molekulnya 536,85 dalton, dan dapat larut dalam lemak dan pelarut organik
tertentu, tetapi hampir tidak larut dalam air, methanol, dan etanol (EFSA,
2005). Likopen sensitif terhadap oksigen dan cahaya. Likopen stabil paling
tidak selama enam bulan di bawah kondisi yang telah ditentukan (EFSA,
2008).
Kegunaan secara komersil yang utama dari likopen adalah melawan
penyakit kardiovaskuler dan kanker prostat, di mana β-karoten dilaporkan
menjadi obat anti kanker, melawan serta sebagai sumber provitamin A,
pewarna makanan dan agen pelindung foto (Takahashi dan Carvalho,
2010).
a. Sifat Fisis Lycopene
Nama : Lycopene
Nama IUPAC : (6E,8E,10E,12E,14E,16E,18E,20E,22E,24E,26E)-
2,6,10,14,19,23,27,31-Octamethyldotriaconta
2,6,8,10,12,14,16,18,20,22,24,26,30- tridecaene
Rumus molekul : C40H56
Berat molekul : 536,873 gram/mol
Warna : merah terang
Bentuk : Kristal
Titik leleh : 172-173 ºC
Titik didih : terdekomposisi
Kelarutan Air : tidak larut
Larut dalam n-Hexane dan hidrokarbon suku rendah lain,
methylene chloride, dan ester suku rendah yang terbentuk dari
alkohol dan asam karboksilat . (sumber : wikipedia.org, 2007).
b. Sifat Kimia Lycopene
Dalam larutannya, akan mengendap dengan kehadiran ion Ca2+
Bereaksi dengan oksigen bebas
Reaksi : C40H56 + n On → (n+1) R-C-O
2. Sumber Pigmen Likopen
Likopen sebagai pigmen dapat menghasikan warna merah karena
setiap ikatan ganda pada strukturnya mereduksi jumlah energi yang
diperlukan untuk electron bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi,
sehingga molekul dapat menyerap sinar tampak pada gelombang yang
lebih panjang. Warna merah ini dapat tereduksi bila likopen teroksidasi
akibat proses atau reaksi dengan asam (Samosir, 2009).
Tomat berupa buah dengan kandungan likopen tertinggi sekitar
56,6 persen dari total karotenoidnya. Bahkan, beberapa jenis tomat tertentu
ada yang mengandung likopen 82 persen dari total karotenoidnya.
Kandungan pada tomat tergantung jenis, kematangan, dan lingkungan di
mana ia tumbuh. Rata-rata 100 gram buah tomat mentah mengandung 3-5
likopen. Selain pada tomat, likopen juga banyak ditemukan pada jambu biji
merah, anggur merah, papaya, wortel, ubi merah, apel, aprikot, semangka,
stroberi, jeruk bali merah, dan delima merah (Samosir, 2009).
Produk olahan tomat seperti jus, kecap, pasta, saus, dan sop, juga
merupakan sumber likopen. Produk tomat tersebut telah menjadi sumber
likopen lebih dari 85 persen dari konsumsi likopen di Amerika Utara
(Agarwal dan Rao, 2000). Kadar likopen pada bahan makanan olahan lebih
tinggi daripada bahan makanan segar.
Likopen yang digunakan dalam pangan dihasilkan secara sintetik
kimia. Agular, dkk (2008) membuat likopen sintetik dengan berbagai
formulasi yang biasanya mengandung sekitar 5 - 10% dari likopen sintetis.
Senyawa lain yang digunakan dalam formulasi ini adalah bahan makanan
umum atau makanan tambahan seperti tepung jagung, gelatin dan
stabilisator seperti ascorbil palmitat dan α-tokoferol.
Likopen juga bisa didapatkan dari mikroorganisme.
Mikroorganisme penghasil likopen salah satunya adalah fungi Blakeslea
trispora. Likopen ini diproduksi oleh fermentasi dari B. trispora (+) dan B.
trispora (-). Likopen tersebut diekstrak dari biomassa dari kultur dan
dijernihkan dengan cara kristalisasi dan filtrasi (Olempska, 2006). Selain
Blaskelea trispora, mikroorganisme yang dapat memproduksi pigmen
likopen adalah Fusarium sporotrichiodes. Namun penelitian yang
menggunakan Fusarium sp. ini belum banyak digunakan (Venil, 2006).
3. Cara memproduksi likopen
Diekstrak dari biomassa fungi dan dijernihkan dengan cara
kristalisasi dan filtrasi (FSA, 2011). Diekstrak dari biomassa fungi yang
diproduksi dari proses fermentasi menggunakan dua jenis kelamin (+) dan
(-) dari fungi Blakeslea trispora. Di industri, produksi terdiri dari dua fase
yaitu fermentasi dan isolasi produk biosintetik via ekstraksi (EFSA, 2008).
Stimulator kimia seperti piridin, imidazol, dan metilhepton menstimulasi
pembentukan likopen pada Blakeslea trispora (Takahashi dan Carvalho,
2010).
Sumber: Dwiari, 2008.
4. Isolasi Pigmen Likopen
Likopen diproduksi dengan cara ko-fermentasi dua strain jamur B.
trispora. Dua jenis jamur tersebut (plus dan minus) dipilih dengan teknik
strain klasik sehingga dapat meningkatkan efisiensi (yaitu, peningkatan
produksi likopen) yang terjadi secara alami strain B. trispora. Kedua strain
kultur stabil dan dipelihara dalam kondisi konsisten dengan Good
Manufacturing Practices. Strain dianggap nontoxic dan nonphatogenic
berdasarkan studi pemberian makanan selama 28-hari yang dilakukan
dengan biomassa.
Menurut Schaap (2004), berikut adalah langkah-langkah isolasi
likopen dari Blakslea trispora. Sesuai aspek aplikasi yang lebih lanjut,
disediakan proses isolasi langsung, di mana proses untuk preparasi
senyawa karotenoid kristal, terdiri dari beberapa langkah berikut ini:
a. Mengacaukan sel yang mengandung karotenoid, khususnya dari
sumber mikrobia
Kultur fermentasi berisi sel mikrobia dan cairan fermentasi
dapat digunakan untuk isolasi kristal karotenoid. Alternatifnya, sel
mikrobia dapat dipisahkan terlebih dahulu dari cairan fermentasi
dengan metode filtrasi atau sentrifugasi. Sel mikroba yang
mengandung karotenoid dibuka dengan penghancuran dinding sel
secara mekanis, kimiawi, dan atau perlakuan enzimatis. Untuk lebih
cepatnya, sel dapat dihomogenisasi, sonikasi, autolysis, osmolisis, dan
atau plasmolisis, boleh dengan penambahan agen detergen, asam,
basa, enzim, zat peningkat autolysis, agen osmolisis seperti garam, dan
atau agen plasmolisis. Dalam cara ini, sel yang mengandung
karotenois kristal dibebaskan dari selnya.
b. Mencuci campuran sel karotenoid kristal yang dihancurkan dengan
pelarut yang susuai untuk menghilangkan lemak, khususnya etil asetat,
lebih bagus lagi n-butanol, dan memisahkan penghubung yang
mengandung karotenoid
Sel berisi campuran karotenoid kristal yang telah dirusak tadi
kemudan dijernihkan. Untuk meningkatkan proses pengambilan hasil,
sel yang telah dirusak dicuci dengan pelarut untuk menghilangkan
lemak, lebih baik pelarut organik, tidak larut air di mana karotenoid
kristal memiliki kelarutan yang rendah. Pelarut ditambahkan sebanyak
1-100% dari jumlah suspensi karotenoid kristal, lebih baik 10-40%
atau 20-30%. Perlu dicatat bahwa jumlah pelarut yang penting untuk
penghilangan lemak adalah lebih sedikit daripada jumlah pelarut untuk
ekstraksi karotenoid dari biomassa mikrobia. Solvent yang disukai
adalah yang tidak larut dalam air seperti etil asetat, heksana. Pelarut
lainnya adalah alkohol misalnya isopropanol atau n-butanol.
Pencucian termasuk proses pembuatan suspensi atau pengadukan
(stirring) bahan yang akan dicuci dalam sejumlah pelarut yang dipilih
dan langkah dekantasi atau sentrifugasi dan pengambilan lapisan yang
tepat.
c. Memberi perlakuan terhadap karotenoid kristal yang tepat pada
langkah (b) dengan alkali pada pH 9-12 dan suhu 10-95°C, umumnya
30-85°C, lebih bagus jika 50-75°C, atau boleh juga dengan sedikit
alkohol
Langkah penjernihan selanjutnya terdiri dari perlakuan lapisan
karotenoid yang tepat yang diperoleh pada langkah sebelumnya
dengan alkali. Perlakuan dengan alkali yaitu dengan penambahan
larutan alkali encer yang pH-nya 9-12 pada lapisan karotenoid dan
kemudian inkubasi, lebih baik dibawah pengadukan (stirring), salama
waktu yang tepat pada suhu 10-95°C, atau antara 30-85°C, lebih baik
lagi 50-75°C. Perbandingan larutan alkali pada lapisan karotenoid
dapat bervariasi sesuai kesukaan sekitar 5:1 hingga 1:1 (w/). Durasi
perlakuan alkali akan tergantung pada pH dan suhu, di mana pH dan
suhu yang lebih rendah maka durasinya akan lebih lama. Untuk
cepatnya, perlakuan alkali dilakukan selama 2 jam pada pH 12 dan
suhu 75°C atau 8 jam pada pH 10 dan suhu 50 °C. secara opsional,
perlakuan alkali bisa dilakukan dengan adanya alkohol.
d. Dapat ditambahkan garam kepada suspensi karotenoid kristal yang
direaksikan dengan alkali
e. Dapat dengan memisahkan suspensi karotenoid kristal dari fase cair
f. Dapat dengan mencuci suspensi karotenoid kristal dengan garam yang
mengandung larutan encer
Langkah (d), (e), dan (f): setelah perlakuan alkali, garam larut
air seperti NaCl atau sodium asetat dapat secara opsional ditambahkan
kepada lapisan karotenoid kristal yang diberi berlakuan alkali tadi.
Lapisan karotenoid kristal bisa dipisahkan dari fase cair dan bisa
secara opsional dicuci dengan garam yang mengandung larutan encer.
Pemisahan lapisan karotenoid kristal bisa dengan metode filtrasi,
sentrifugasi, atau pendinginan. Sebelum dilakukan langkah
penjernihan selanjutnya, lapisan karotenoid krstal dicuci sekali atau
lebih dengan air.
g. Dapat dengan mencuci suspensi karotenoid kristal dengan larutan
asam encer; pH larutan pencuci lebih baik 1-5, atau antara 2-4, atau
boleh juga dengan sedikit alkohol. Perbandingan alkohol dengan air
dalam alkohol atau campuran air lebih baik antara 5:1 dan 1:5, atau
lebih baik lagi 1:1 dan 1:2.
Secara opsional, kristal karotenoid kasar dapat dijernihkan
lebih lanjut dengan menerapkan prosedur pencucian kedua yaitu
mencuci kristal sekali atau lebih dengan air atau campuran alkohol dan
air. pH larutan pencuci 1-5, lebih baik lagi jika antara 2-4. Air bisa
diasamkan dengan asam yang sesuai, misalnya asam sulfurat atau
asam hidroklorat atau dengan larutan buffer asam seperti asam
borat/hidroklorat atau asam sitrat/buffer asam asetat. Perbandingan
alkohol dalam air/campuran air 5:1 dan 1:5, atau 1:1 dan 1:2. Kristal
lalu dipisahkan dari fase cair dengan metode yang sesuai, misalnya
filtrasi atau sentrifugasi.
h. Mencuci suspensi karotenoid kristal pada prosedur pencucian pertama
dengan alkohol, di mana urutan langkah (b)-(e) dan (f) berubah-ubah
i. Mencuci kristal karotenoid kasar yang dihasilkan dari proses (a)-(f)
dalam pencucian kedua dengan air atau dengan campuran alkohol dan
air.
Penjelasan ini untuk langkah (h) dan (i) sekaligus. Lapisan
karotenoid kristal diberi perlakuan prosedur karotenoid kasar.
Prosedur pencucian pertama dapat diulang sekali atau lebih. Secara
khas, langkah pencucian diperagakan sesuai aplikasi termasuk
mengaduk lapisan karotenoid kristal atau kristal karotenoid (kasar)
dengan cairan pencuci dan kemudian memisahkan lapisan karotenoid
kristal atau kristal dari fese cair. Terutama, langkah proses (a)-(g)
seperti yang dijelaskan di atas adalah peragaan yang lain dari (a), (b),
(c), (d), (e), (f), (g). Lebih disukai jika langkah proses (a)-(g)
diperagakan seperti (a), (g), (b), (c), (d), (e), (f). seluruh aplikasi ini,
alkohol ditentukan sebagai (C1-6) alkohol, untuk methanol instan,
ethanol, 1- propanol, 2- propanol dan 1- butanol. Alkohol yang
digunakan dalam aplikasi ini bisa berupa campuran dua atau lebih
alkohol. Lebih baik jika adalah ethanol, 1- butanol atau campuran 1-
butanol dan ethanol.
j. Mencuci kristal dengan pelarut fresh,
Sekarang, kristal dicuci sekali lagi dengan pelarut fresh.
Pelarut tersebut adalah alkohol, contohnya etil asetat. Akan lebih baik
jika pelarutnya aman untuk bahan pangan. Lebih baik jika alkohol
yang digunakan dalam prosedur pencucian kedua pertama karotenoid
kristal dan pelarut fresh yang digunakan dalam pencucian terakhir
kristal adalah pelarut yang sama.
k. Mengeringkan kristal
Pada langkah yang terakhir, kristal dikeringkan. Keuntungan
terpenting dari aplikasi yang membandingkan ekstraksi
konvensional/proses kristalisasi untuk isolasi karotenoid kristal adalah
terhindarnya dari penggunaan pelarut organik. Akibatnya, pada
hakekatnya tidak ada pelarut yang digabungkan dalam molekul kristal
senyawa karotenoid yag terbentuk. Pada aspek yang lain, cara ini akan
meningkatkan jumlah karotenoid dalam suspensi kasar karotenoid
kristal.
Setelah Kristal karotenoid didapat, dilakukan cara isolasi
likopen dengan berbagai cara sebagai berikut :
Produksi Likopen dalam Labu Kocok
Media jagung-kedelai (corn-soya), diketahui cocok untuk
produksi betakaroten, digunakan untuk produksi likopen dengan B.
trispora strain lyc 26 (-), dalam kultur bersama dengan B. trispora
strain (+) yang cocok. Dalam contoh ini, strain VKPM F-820 dan
VKPM F-821 digunakan sebagai strain (+). Strain (+) dan (-)
ditumbuhkan secara terpisah pada agar miring pada 28°C selama 20
jam dalam kegelapan, dan selanjutnya selama 8-12 hari di bawah
penerangan lampu pada siang hari pada 22°C. Untuk mendapatkan
bahan benih, miselium aerial dan spora dicuci dari permukaan agar
dengan air suling. Suspensi yang diperoleh lalu digunakan untuk
menyemai benih 750 ml Erlenmeyer yang berisi 50 ml media cair
seperti berikut,
Strain (+) dan (-) ditumbuhkan secara terpisah pada rotary
shaker (250 rpm) selama 48 jam pada 26-27 °C. Suspensi kultur yang
diperoleh tersebut digunakan untuk menginokulasikan 750 ml labu
produksi berisi 50 ml media produksi (1) dengan komposisi sebagai
berikut,
Untuk inokulasi, 10 ml kultur strain (-) dan 1 ml kultur strain (+)
digunakan. Kemudian, labu produksi diinkubasi di rotary shaker (250
rpm) selama 5 hari pada 26-27 °C. Setelah 5 hari, 0.5 ml sampel dari
kultur broth dilarutkan dengan 1 ml air, dan disentrifus. Pellet
disuspensikan lagi dalam 1 ml etanol 96%, dan disentrifus. Pellet
dikumpulkan dan homogenisasi dilanjutkan di tabung Potter dengan
kloroform. Kloroform diambil dan dilanjutkan dengan homogenisasi
dengan kloroform fresh. Ini diulang hingga warnanya tidak lagi hilang
oleh fraksi kloroform. Kloroform yang diambil dikumpulkan, dan
volume total diatur hingga 10 ml dengan kloroform. Tingkat produksi
betakaroten dan likopen ditentukan dengan HPLC (tabel 5). Sampel
untuk analisis disiapkan dengan melarutkan 0.5 ml ekstrak kloroform
dengan 95 ml aseton. Pada Contoh ini, betakaroten dan likopen yang
Nampak dihitung, sedangakn karotenoid minor lainnya tidak dihitung
seperti Contoh 6. Jumlah likopen yang terhitung di kolom terakhir
tabel 5 memperlihatkan perbandingan jumlah likopen dengan jumlah
likopen dan betakaroten.
Jelas bahwa mutan lyc 26 (-) menghasilkan likopen sebagai
produk karotenoid utama, produksi likopennya 4-5 kali lebih tinggi
daripada produksi betakarotennya, tanpa ada hubungan dengan strain
(+) yang digunakan untuk kultur kawin. Selain itu, tingkat mutlak
produksi karotenoid oleh mutan tergantung lebih pada interaksinya
dengan strain (+) yang cocok, dan strain (-) yang berbeda akan
memberi lebih banyak atau lebih sedikit hasil yang menguntungkan.
Produksi Likopen dalam Improved Medium
Preparasi kultur benih (+) dan (-) yang terpisah diperagakan di
cara sebelumnya, menggunakan strain yang sama. Tetapi, prekultur
strain (+) diinkubasi selama 24 jam saja. Suspensi (-) dan (+)
digunakan untuk menginokulasi medium (2) dengan komposisi
berikut,
Kondisi inkubasi dari produksi kultur dan prosedur analitik
terdapat pada cara sebelumnya. Hasil diberikan di tabel 7. Pada contoh
ini, keberadaan betakaroten dan likopen diukur. Keberadaan
karotenoid minor tidak diukur seperti yang dilakukan di cara
sebelumnya. Jumlah likopen seperti yang dihitung di kolom terakhir
tabel 7 memperlihatkan perbandingan antara jumlah likopen yang
dihasilkan dengan betakaroten.
Medium produksi (2) sangat mendukung tingkat produksi
likopen oleh mutan daripada medium produksi (1) (bandingkan tabel 5
dan 7). Medium produksi (2) juga lebih baik daripada (1) karena
perbandingan likopen dan betakarotennya (bandingkan tabel 5 dan 7).
Pada contoh ini, strain VKPM F- 820 yang digunakan untuk kawin
memberikan hasil likopen yang lebih banyak daripada VKPM F- 821.
Pada cara sebelumnya, strain (+) VKPM F- 821 memproduksi hasil
yang paling menguntungkan karena konsentrasinya. Ini kemungkinan
dikarenakan masalah yang diketahui dalam optimasi perbandingan
strain (+) dan (-): strain berbeda dapat memiliki tingkat pertumbuhan
yang berbeda pada media yang berbeda, di mana dapat diduga untuk
memastikan perbedaan dalam jumlah biomassa yang sebenarnya dari
tiap strain yang terlihat di fase produksi dan perbedaan hasil likopen.
Ini tidak lebih dari kompetisi biasa dari yang mampu untuk
mengoptimasi perbandingan strain yang dikawinkan pada kondisi
percobaan yang lain, misalnya medium sudah dipilih. Medium yang
meningkat ini sangat cocok untuk produksi likopen oleh mutan lyc 26.
Preparasi kultur benih untuk strain (+) dan (-) ditunjukkan di
cara sebelumnya, kecuali 2000 ml labu yang digunakan, diisi 200 ml
medium seperti yang ditentukan di bawah. Labu jamak digunakan
untuk memperoleh material inokulasi yang cukup untuk kultur
fermenter. Medium produksi sesuai cara sebelumnya, tetapi dengan
beberapa modifikasi, menggunakan bahan baku yang tersedia di
industri untuk memberikan skala yang mudah hingga volume terbesar
seperti yang tertera di Tabel 8.
Kultur produksi ditunjukkan dalam 10 liter fermenter dengan isi
medium awal 4 kg pada suhu 32°C, kecepatan agitasi 200 rpm, dan
aerasi 6 liter permenit. Agen anti-busa Basildon (Basildon Chemical
Co., Abingdon, UK) ditambahkan ketika diperlukan dan oksigen yang
selalu di atas 25% jenuh. Medium diinokulasi dengan labu yang berisi
campuran 1000 g kultur benih yang matang dari strain (+) dan (-), 500
g kultur benih dari strain (+) dan (-) dan 120 g minyak kedelai steril.
Setelah inokulasi, suhu kultur dijaga pada 32°C selama 48 jam. Setelah
penyesuaian suhu hingga 22°C, kultur diperpanjang untuk 72 hingga
120 jam. pH kultur tidak dikendalikan. Nilai awal adalah 6.2, dan
sesudah itu pH memerah mencapai 6.8 pada akhir fermentasi.
Sampel diambil pada interval waktu yang teratur untuk analisis.
Sebagian sampel digunakan langsung untuk analisis spektrofotometri
likopen dan untuk isi bahan kering dari medium (broth). Bagian lain
dari sampel dihomogenisasi, dibekukan pada -20 °C untuk digunkan
kemudian di analisis detail spektrum karotenoid, seperti yang
dielaskan di Contoh 6. Untuk analisi spektrofotometri, 0.5 ml broth
dilarutkan dengan 3 volume air, dan disentrifus. Fraksi butir
disuspensikan kembali dengan 1.5 ml etanol 96 %, dan disentrifus.
Butiran dipindahkan ke tabung Potter, dan direaksikan dengan
kloroform hingga semua warnanya terekstrak ke dalam fraksi
kloroform. Fraksi kloroform difiltrasi untuk menghilangkan partiketl
bahan. Sebagian ekstrak dilarutkan dengan aseton untuk pengukuran
absorbs pada 507 nm melawan blanko aseton. Setelah 5 hari
fermentasi, level likopen ditemukan 1.36 dan 1.60 g/l dalam pegukuran
duplo. Isi bahan kering dari broth 42 g/kg. jadi isi likopen dari
biomassa adalah rata-rata 3.5% .
Isolasi Likopen Langsung
2 liter broth fermentasi, dihasilkan dalam 10 liter fermenter
sesuai cara sebelumnya, dihomogenisasi dengan 3 bagian pada 500 bar
melalui APV Lab60 homogenizer. Ke dalam broth homogeny ini, 0.3
volume 1-butanol ditambahkan, dan campuran disentrifus selama 5
menit pada 5000 rpm. Kondisi sentrifugasi yang sama juga digunakan
untuk semua langkah sentrifugasi berikutnya. Fraksi yang
berhubungan dikumpulkan, dan dicuci dengan 100 volume 1-butanol.
Campuran disentrifus, dan fraksi butiran dikumpulkan. Campuran
disiapkan terdiri atas butiran (pellet), 1-butanol dan air pada
perbandingan volume 1:2:10. pH datur hingga 11.5-12.6 dengan
NaOH, dan campuran diinkubasi selama 2 jam pada 80 °C. Sodium
asetat ditambahkan ke konsentrasi akhir 50 g/l, dan campuran
disentrifus. Berikutnya, 10 volume air ditambahkan hingga lapisan
atas, pH lapisan atas diatur hingga 3-5 dengan HCl, dan campuran
diinkubasi selama 45 menit pada suhu lingkungan. Lalu, 0.1 voleme 1-
butanol ditambahkan, dan keseluruhan caampuran disentrifus. Yang
berhubungan dikumpulkan, dan 10 volume etanol ditambahkan.
Campuran disentrifus, dan fraksi pellet dikumpulkan. Fraksi ini dicuci
dengan 10 bagian etanol, disentrifus, dan dikeringkan selama 145
menit pada 40 °C di bawah tekanan vakum. Kristal yang dihasilkan
tersebut mengandung 80% trans-likopen, 1 cis-likopen, dan 3.5%
betakaroten.
C. PENUTUP
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Beberapa contoh zat
pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan yaitu karoten,
biksin, klorofil, antosianin dan kurkumin. Karotenoid sendiri ada berbagai
jenis yaitu beta-karoten, likopen, lutein dan zeaxantin. Nama likopen diambil
dari spesies tomat, yaitu Solanum Lycopersicum. Lycopene atau yang sering
disebut sebagai α-carotene adalah suatu karotenoid pigmen merah terang,
suatu fitokimia yang banyak ditemukan dalam buah tomat dan buah-buahan
lain yang berwarna merah. Banyaknya ikatan ganda pada lycopene
menyebabkan elektron untuk menuju ke transisi yang lebih tinggi
membutuhkan banyak energi sehingga lycopene dapat menyerap sinar yang
memiliki panjang gelombang tinggi (sinar tampak) yang menyebabkan
likopen berwarna merah.
Likopen banyak terdapat pada tomat dan banyak juga ditemukan pada
jambu biji merah, anggur merah, papaya, wortel, ubi merah, apel, aprikot,
semangka, stroberi, jeruk bali merah, dan delima merah. Produk olahan tomat
seperti jus, kecap, pasta, saus, dan sop, juga merupakan sumber likopen.
Likopen yang digunakan dalam pangan dihasilkan secara sintetik kimia atau
diproduksi oleh fermentasi fungi Blakeslea trispora. Likopen diproduksi
dengan cara diekstrak dari biomassa fungi yang diproduksi dari proses
fermentasi menggunakan dua jenis kelamin (+) dan (-) dari fungi Blakeslea
trispora. Cara yang digunakan untuk mengisolasi pigmen likopen dari B.
trispora awalnya dilakukan dengan preparasi kristal karotenoid, kemudian
untuk isolasi likopen dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan proses
isolasi langsung, produksi likopen dalam labu kocok, dan produksi likopen
dalam medium yang meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Agular, Fernando, dkk. 2008. Use of likopen as a food colour. The EFSA Journal
(2008) 674, 1-66
Dwiari, Sri Rini. 2008. Teknologi Pangan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah
menengah Kejurusan.
EFSA. 2005. Opinion of The Scientific Panel on Food Additives, Flavourings,
Processing Aids and Materials in Contact with Food on A Request from The
Commission Related to An Application on The Use of Α-Tocopherol
Containing Oil Suspensions and Cold Water Dispersible Forms of Lycopene
from Blakeslea Trispora as A Food Colour. European Food Safety Authority
Journal 275, 1-17. penggunaan likopen dari B. trispora untuk
meningkatkan konsumsi harian likopen daripada konsumsi langsung dari
sumber pangan natural, tidak ada indikasi toksisitas, aman dikonsumsi.
EFSA. 2008. Scientific Opinion of The Panel on Food Additives, Flavourings,
Processing Aids and Materials in Contact with Food on A Request from The
Commission on The Safety in Use of Lycopene as A Food Colour. European
Food Safety Authority Journal 674, 1-12.
FSA. 2011. The Food Additives (England) (Amandment) (No. 2) Regulations 2011.
Food Standards Agency Concultation. London.
Gaol, L. 2011. Zat Warna Klorofil. http://repository.usu.ac.id.
Hidayat, Nur. Elfi anis. 2006. Membuat Pewarna Alami. Trubus Agrisarana.
Jones, James D, Thomas M. Hohn, Timothy D. Leathers. 2004. Fusarium
sporotrichiodes Stains for Production of Lycopene. Unites State Patent No.
US 6.696.282 B2. memproduksi likopen secara biosintesis genetic
Maulida, Dewi. Naufal Zulkarnaen. 2010. Skripsi: Ekstraksi Antioksidan (Likopen)
Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n-Heksana,
Aseton, Dan Etanol.
Samosir, Janji. 2009. Isolasi dan Isomerisasi Likopen dari Saus Tomat. USU
Repository. Medan.
Schaap, Albert. 2004. Blakeslea Trispora Producing High Yield of Lycopene in A
Suitable Medium in The Absence of An Exogenous Carotenogenesis Inhibitor.
European Patent Specification.
Takahashi, J. A. dan S. A. Carvalho. 2010. Nutritional Potential of Biomass and
Metabolites from Filamentous Fungi. FORMATEX Journal. Brazil.
Venil, Chidambaram Kulandaisamy, et. al. 2006. An Insightful Overview on
Microbial Pigment, Prodigiosin. Electronic Journal of Biology, 2009, Vol.
5(3): 49-61.
top related