perkerasan jalan 2
Post on 02-Dec-2015
357 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PERKERASAN JALANPengertian
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah
dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi,
dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar
perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat,
pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia
Sukirman, 2003).
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas
tanpa menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian lapisan
perkerasan ini memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan
tersebut. Dalam perencanaannya, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan tersebut, diantaranya fungsi jalan,
kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan, sifat dasar
tanah, kondisi lingkungan, sifat dan material tersedia di lokasi yang akan digunakan untuk
perkerasan, dan bentuk geometrik lapisan perkerasan.
Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
a. Memakai bahan pengikat aspal.
b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke
tanah dasar.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur
roda).
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti
tanah dasar).
Gambar Komponen Perkerasan Lentur
2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC).
b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu lintas.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retak-retak pada permukaan
jalan.
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, bersifat sebagai balok di atas
permukaan.
Gambar Komponen Perkerasan Kaku
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement)
a. Kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur.
b. Perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.
Gambar Komponen Perkerasan Komposit
Fungsi Lapis Perkerasan
Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap
ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai
lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis
pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (Suprapto, 2004).
1) Lapis Permukaan (LP)
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan
dapat meliputi:
a. Struktural :
Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik
beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang
dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.
b. Non Struktural, dalam hal ini mencakup :
Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di
bawahnya.
Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan
memperoleh kenyamanan yang cukup.
Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid
resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas.
Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi
dengan yang baru.
Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu:
1. Lapis Aus (Wearing Course)
Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di
atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah (Nono, 2007) :
a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air.
b) Menyediakan permukaan yang halus.
c) Menyediakan permukaan yang kesat.
2. Lapis Antara (Binder Course)
Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di
antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi
dari lapis antara adalah (Nono, 2007) :
a) Mengurangi tegangan.
b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai
kekuatan yang cukup.
2) Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah.
Fungsi lapis ini adalah :
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
b. Pemikul beban horizontal dan vertikal.
c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
3) Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :
a. Penyebar beban roda.
b. Lapis peresapan.
c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.
d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
4) Tanah Dasar (TD) atau Subgrade
Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau
permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Bahan Penyusun Perkerasan Lentur
Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri atas bahan ikat
dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu pecah/ agregat dan lain-lain.
Sedang untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis perkerasan
jalan yang akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/ bitumen, portland cement, atau kapur/
lime.
Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk
dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai
bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan
memberikan kekuatan masing-masing agregat (Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan
ikat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri. Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal akan
mencair jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika
temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan
jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat
campuran, atau 10-15% berdasarkan volume
campuran (Silvia Sukirman, 2003).
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal
alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana
diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan
residu pengilangan minyak bumi.
Bahan Penyusun Perkerasan Kaku
Beton Aspal
Beton aspal adalah tipe campuran pada lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang
mempunyai nilai struktural dengan kualitas yang tinggi, terdiri atas agregat yang berkualitas
yang dicampur dengan aspal sebagai bahan pengikatnya. Material-material pembentuk beton
aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi,
dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal apa yang
akan digunakan. Dalam pencampuran aspal harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat
kecairan (viskositas) yang tinggi agar dapat mendapatkan mutu campuran yang baik dan
kemudahan dalam pelaksanaan. Pemilihan jenis aspal yang akan digunakan ditentukan atas
dasar iklim, kepadatan lalu lintas dan jenis konstruksi yang akan digunakan.
Jenis Beton Aspal
Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, campuran beraspal
(beton aspal) dapat dibedakan atas:
1. Beton aspal campuran panas (hot mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya
dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140o C.
2. Beton aspal campuran sedang (warm mix) adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60o C.
3. Beton aspal campuran dingin (cold mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya
di campur pada suhu pencampuran sekitar 25o C.
Sedangkan berdasarkan fungsinya beton aspal dapat dibedakan atas:
1. Beton aspal untuk lapisan aus/ wearing course (WC), adalah lapisan perkerasan yang
berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan
terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.
2. Beton aspal untuk lapisan pondasi/ binder course (BC), adalah lapisan perkerasan yang
tetletak di bawah lapisan aus.tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu
stabilisasi untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang pada
umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown.
(Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003)
Perbedaan Antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
Gambar Skema Pembagian Beban Pada Perkerasan Jalan Raya
Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah
dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu
lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh
tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari
daya dukung tanah dasar. sebagai:
Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi :
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara
aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca,
mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.
Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur Jalan
Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan oleh:
a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.
b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik dan naiknya
air akibat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu
sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik.
d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi,
yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh system pelaksanaan
yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang
kurang bagus.
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi
dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan. Sebagai contoh, retak pinggir,
pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya
retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan
antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang disamping dan
melemahkan daya dukung lapisan dibawahnya.
Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga. Jenis Kerusakan Perkerasan
Lentur dapat dibedakan atas:
1. Retak (cracking)
2. Distorsi (distortion)
3. Cacat permukaan (disintegration)
4. Pengausan ( polished aggegate)
5. Kegemukan (bleeding / flushing)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas
Perkerasan Kaku
Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang
menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu jenis
perkerasan jalan yang digunakn selain dari perkerasan lentur (asphalt). Perkerasan ini
umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup padat dan memiliki
distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas antar provinsi, jembatan layang (fly
over), jalan tol, maupun pada persimpangan bersinyal. Jalan-jalan tersebut umumnya
menggunakan beton sebagai bahan perkerasannya, namun untuk meningkatkan kenyamanan
biasanya diatas permukaan perkerasan dilapisi asphalt. Keunggulan dari perkerasan kaku
sendiri disbanding perkerasan lentur (asphalt) adalah bagaimana distribusi beban disalurkan ke
subgrade. Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan dan stiffnes, akan mendistribusikan
beban pada daerah yangg relatif luas pada subgrade, beton sendiri bagian utama yangg
menanggung beban struktural. Sedangkan pada perkerasan lentur karena dibuat dari material
yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan tidak sebaik pada beton. Sehingga
memerlukan ketebalan yang lebih besar.
Pada konstruksi perkerasan kaku, perkerasan tidak dibuat menerus sepanjang jalan
seperti halnya yang dilakukan pada perkerasan lentur. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya pemuaian yang besar pada permukaan perkerasn sehingga dapat menyebabkan
retaknya perkerasan, selain itu konstruksi seperti ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya
retak menerus pada perkerasan jika terjadi keretakan pada suatu titik pada perkerasan. Salah
satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya hal diatas adalah dengan cara membuat
konstruksi segmen pada perkerasan kaku dengan sistem joint untuk menghubungkan tiap
segmennya.
Gambar : Potongan melintang jenis konstruksi perkerasan
Gambar : Distribusi beban pada perkerasan kaku dan perkerasan lentur
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
POKOK BAHASAN :
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR (MAK BM)
MATERI KULIAH :
Pendahuluan Metoda perencanaan, contoh soal
1. PENDAHULUAN
Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkerasan lentur dengan 2 lapis permukaan yang
sejenis dan dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu yang ditetapkan dalam proses
desain.
Pekerjaan lapis desain ke 2, dikerjakan pada saat kondisi perkerasan pertama masih stabil.
Inilah yang membedakan dengan pekerjaan peningkatan jalan, yang biasanya dikerjakan bila
perkerasan mencapai titik kritis/runtuh.
Terdapat beberapa pertimbangan mengenai manfaat, yang mendasari keputusan untuk membuat
suatu konstruksi perkerasan bertahap yaitu:
Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki kelemahan-
kelemahan setempat struktur yang dijumpai pada waktu antara tahap I dan II
Jika perkiraan pertumbuhan lalu lintas tidak dapat diperkirakan dengan pasti (perkotaan
dengan perkembangan cepat), maka penyesuaian desain dapat dilakukan pada tahap II
Jika terdapat kesalahan desain/konstruksi/material, maka koreksi dapat dilakukan dengan
biaya lebih murah, walaupun dari integritas struktur hal ini sebaiknya dihindari.
Struktur perkerasan dapat didesain lebih efektif sebagai konsekwensi manfaat dari 2 hal
diatas
Dapat dilakukan bila pendanaan pembangunan juga harus disediakan secara bertahap.
2. METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
Yang dimaksud perkerasan lentur (flexible pavement) dalam perencanaan ini adalah perkerasan
yang umumnya meng gunakan bahan campuran beraspal sebagailapis permukaan serta bahan
berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Interprestasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang
akan dikembangkan dari hasil penetapan ini, harus juga memperhitungkan penerapannya
secara ekonomis, sesuai dengan kondisi setempat, tingkat lainnya, sehingga konstruksi jalan
yang direncanakan itu adalah optimal.
Gambar : Susunan Lapisan Perkerasan
Sumber : SNI 1732-1989-F. Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode
Analisa Komponen. 1989.
3. PARAMETER-PARAMETER PERENCANAAN
Parameter-parameter Pendukung dalam perencanaan perkerasan lentur terdiri dari parameter
Lalu lintas dan daya dukung tanah dasar.
1. Lalu Lintas
Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang
manampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah
jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini :
Tabel : Pedoman Penentuan Jumlah Jalur
Sumber : SNI 1732-1989-F.
Beban satu Sumbu tunggal dalam Kg
Beban satu Sumbu ganda dalam Kg
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :
4
= ........................................ 1 8160
4
.............................. 2 = 0,086 x
8160
Lalu lintas Harian Rata-rata dan rumus-rumus Lintas Ekivalen.
1. lalu lintas Harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal
rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing
arah pada jalan denga median.
2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
............................................... 3
Catatan : j = Jenis Kendaraan
Tabel : Koefisien Distribusi ke Lajur Rencana (C)
Sumber : SNI 1732-1989-F .
Angka EkivalenSumbu tunggal
Beban satu Sumbu tunggal dalam KgBeban satu Sumbu tunggal dalam Kg
Angka EkivalenSumbu ganda
Beban satu Sumbu tunggal dalam Kg
3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
LEA .......................... ............................................................................4
Catatan : i = perkembangan lalu lintas
j = Jenis Kendaraan
4. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
...................................................................................5
5. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
LER = LET x FP ...................................................................................6
Faktor penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :
FP = UR/10 .................................................................................................7
2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Yang dimaksud
dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium.
CBR laboratorium ini biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Sementara
ini dianjurkan untuk mendasarkan data dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai
CBR. Cara-cara ini hanya digunakan bila telah disertai dat-data yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Grafik : Korelasi antara nilai CBR dan DDT Sumber : SNI 1732-1989-F
3. Faktor Regional (FR)
Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinemen
serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 13 ton, kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan
iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun.
Tabel : Faktor Regional
Sumber : SNI 1732-1989-F
4. Indeks Permukaan
Indeks Permukaan ini menyatakan daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun
beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
5. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test
(untuk bahan dengan Aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilkan dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan pondasi bawah).
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan beraspal bisa diukur
dengan cara lain seperti hveem Test, Hubbart Field, dan Smith Triaxial.Tabel : Koef. Kekuatan Relatif (a)
6. Tahap Perhitungan Perencanaan Perkerasan
Pada tahap perhitungan perencanaan ini hal-hal yang dilakukan adalah analisa komponen
perkerasan dan metoda konstruksi bertahap.
7. Analisa Komponen Perkerasan
Perhitungan perencanaan ini didasrkan pada kekuatan relatip masing-masing lapisan
perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP (Indeks
Tabel Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
a1,a2,a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan
D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan.
Angka 1,2, dan 3 : masing-masing untuk permukaan lapis pondasi dan lapis
pondasi bawah.
Tabel : Tebal Minimum Lapisan Permukaan
Tabel : Tebal Minimum Lapisan Pondasi
8. Metode Konstruksi Bertahap
Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa umur”. Perkerasan
berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan “masa fatique”.
Untuk itu tahap diterapkan bila jumlah kerusakan (cumulative damage) pada tahap pertama
mencapai k.l. 60 %.
Untuk demikian ketentuan diatas maka dipilih waktu tahap pertama antara 25 % -50 % dari
waktu keseluruhan. Misalnya ; UR = 20 tahun. Maka tahap I antara 5 -10 tahun.
Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique, misalnya timbul
retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar
LER1.
Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.l. 40 % maka
pekerjaan tahap I perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER1.
Dengan anggapan sisa umur linier dengan sisa lalu lintas, maka :
x LER1 = LER1 + 40 % x LER1
(tahap I plus) (tahap I) (sisa tahap I)
diperoleh x = 1,67
Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan tahap II didapat
dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER2.
Tebal perkerasan tahap I + II dengan memasukkan lalu lintas sebesar y LER 2.
karena 60 % y LER 2 sudah dipakai pada tahap I, maka :
x LER2 = 60 % y LER1 + 40 % x LER1
(tahap I + II) (tahap I) (sisa tahap I)
diperoleh y = 2.5
Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan tahap I + II
(lalu lintas y LER 2) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x LER1).
Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus :
ITP2 = ITP – ITP1
ITP dapat dari nomogram dengan LER = 2,5 LER2
ITP1 didapat dari nomogram dengan LER = 1,67 LER1.
9. CONTOH SOAL
Rencanakan tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun 1981 seperti di bawah
ini, dan umur rencana
a. 5+15 tahun
b. 7+13 tahun
Jalan dibuka tahun 1985 (i selama masa pelaksanaan 5%/th).
Perkembangan lalu lintas untuk UR 20 tahun = 6%. Data lalu lintas dan bahan sebagai berikut:
Penyelesaian:
HR pada awal umur rencana, (1985), 5%, n = 4
LHR pada tahun ke 5 dan tahun ke 20
LHR tahun ke 7
Menentukan E masing-masing kendaraan
Lintas ekivalen permulaan (LEP) LHRj x Cj xEj
Lintas ekivalen akhir (LEA) = LHRj (1+i)UR x Cj x Ej
Lintas ekivalen tengah (LET) = (LEP + LEA)/2
LET5 = (88,643 +118,6)/2
= 104
LET15 = (118,6 + 248,297)/2
= 183
LET7 = (88,643 +133,253)/2
= 110
LET20 = (133,258 + 248,297)/2= 191
Lintas ekivalen rencana (LER) = LET x(UR/10)
LER5 = 104 x (5/10)
= 52
LER15 = 183 x (15/10)
= 191
LER7 = 110 x (7/10)
= 77
LER13 = 191 x (13/10)
= 248
1,67 x LER7 = 129
2,5 x LER13 = 620
Menentukan ITP:
CBR subgrade = 3,4%; 1) DDT =( 4,3 log 3,4 )+1,7 4
JPt 2,0 ; Ipo = 3,9-3,5; FR 1,0
Berdasar data tersebut, didapat nomogram no. 4. Di SNI-1732-1989-F
untuk menentukan ITP.
1,67 x LER5 = 87 ITP5 = 7,0
2,5 x LER.15 = 688 ITP5+15 = 9,7
1,67 x LER7 = 129 ITP7 = 7,5
2,5 x LER13 = 620 ITP7+13 = 9,6
top related