percobaan 1 tpc (repaired) insya allah fix
Post on 21-Dec-2015
24 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PRAKTIKUM I
PENENTUAN ANGKA TOTAL PLATE COUNT
PADA PRODUK FERMENTASI IKAN
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MIKROBIOLOGI PANGAN
OLEH :
NAMA : MUHAMMAD FERDI FAHDILA
NIM : J0B113204
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : RIDHAYANTI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
PROGRAM STUDI DIII ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
BANJARBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan angka total plate count dari
masing-masing produk fermentasi berbasis ikan.
1.2 Dasar Teori
Mikroba yang ditemukan di suatu lingkungan ditemukan dalam populasi
campuran, sangat jarang sekali yang ditemukan sebagai satu spesies tunggal.
Penelitian mengenai mikroorganisme biasanya memerlukan teknik untuk
memisahkan populasi campuran pada permulaanya, atau biakan campuran, menjadi
spesies-spesies yang berbeda-beda sebagai biakan murni. Biakan murni terdiri dari
suatu populasi sel yang berasal dari satu sel induk (Prescott, 2003).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemeliharaan kemurnian isolat selama
penyimpanan, agar produk atau metabolisme suatu mikroba termasuk kapang tetap
terjaga. Pengetahuan akan nutrisi pertumbuhan akan membantu di dalam
mengkultivasi, mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba, karena mikroba memiliki
karakteristik dan ciri yang berbeda-beda di dalam persyaratan pertumbuhannya
(Rahman, 1992).
Fermentasi merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan
tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi.
Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan
tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam
butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam
fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol
lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak
memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi
yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat
inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot (Sasmitamihardja,
1996).
Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada
organisme purba sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti
saat ini, sehingga fermentasi merupakan bentuk purba dari produksi energi sel.
Glikolisis aerobik adalah metode yang dilakukan oleh sel otot untuk memproduksi
energi intensitas rendah selama periode di mana oksigen berlimpah. Pada keadaan
rendah oksigen, makhluk bertulang belakang (vertebrata) menggunakan glikolisis
anaerobik yang lebih cepat tetapi kurang effisisen untuk menghasilkan ATP.
Kecepatan menghasilkan ATP-nya 100 kali lebih cepat daripada oxidative
phosphorylation. Walaupun fermentasi sangat membantu dalam waktu pendek dan
intensitas tinggi untuk bekerja, ia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama pada
organisme aerobik yang kompleks. Sebagai contoh, pada manusia, fermentasi asam
laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit. Tahap
akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini
tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini
meregenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk
glikolisis. Ia diperlukan untuk fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-
satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik (Lim, 1998).
Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh
tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor
elektron lainnya (yang lebih highly-oxidized) sehingga cenderung dianggap produk
sampah (buangan). Konsekwensinya adalah bahwa produksi ATP dari fermentasi
menjadi kurang effisien dibandingkan oxidative phosphorylation, di mana pirufat
teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida. Fermentasi menghasilkan dua molekul
ATP per molekul glukosa bila dibandingkan dengan 36 ATP yang dihasilkan
respirasi aerobik (Rosida & Susiloningsih, 2007).
Fermentasi Ikan adalah salah satu cara dalam mengawetkan ikan dan produk
ikan secara tradisional. Fermentasi umum dilakukan diberbagai tempat jauh sebelum
adanya metode pendinginan dan pengalengan ikan. Fermentasi meningkatkan
keasaman dari boga bahari hingga ke titik di mana bakteri berhenti berkembang biak.
Metode modern dalam meningkatkan keasaman tanpa melalui fermentasi adalah
dengan penambahan senyawa yang bersifat anti bakteri dengan pH rendah, seperti
asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, dan peptida tertentu. Namun ikan yang
difermentasi memiliki rasa dan aroma yang khas karena proses yang dialami oleh
produk tersebut (Rahman, 1992).
Proses fermentasi membawa dampak pengawetan bahan pangan disamping
peningkatan mutu. Makanan fermentasi umumnya lebih tahan disimpan, mutu lebih
unggul, dan adanya senyawa baru yang menentukan rasa. Mikrobia yang terlibat
dalam proses fermentasi meliputi kumpulan fungi, yeast, dan bakteri. Akan tetapi
berdasarkan produk akhir yang dibentuk, mikrobia fermenter dibagi menjadi
mikrobia homofermentatif dan mikrobia heterofermentatif. Organisme yang
memfermentasi bahan pangan yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam
laktat, bakteri pembentuk asam asetat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol.
(Pelczar, 1988).
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 5 Maret 2015, pukul 08.00-11.00
WITA bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah beaker glass 250 mL,
cawan petri (petridish), colony counter, Erlenmeyer, inkubator, tabung reaksi,
laminar air flow, neraca analitik, mixer atau blender, otoklaf, orbital shaker, pipet
volumetrik 1,0 dan 10 mL, mikropipet 1000 µL dan tip pipet.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah produk fermentasi
berbasis ikan (pakasam dan terasi), media Standar Plate Count Agar (SPCA) dan
Plate Count Agar (PCA), NaCl 0,85% dan pepton 0,1%.
2.3 Prosedur Kerja
1. Sebanyak 10 gram bahan ditimbang dengan neraca analitik.
2. Masing-masing bahan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi
larutan pengencer 90 mL (NaCl 0,85% + pepton 0,1%).
3. Digoyang selama 30 menit dengan orbital shaker.
4. Sebanyak 1,0 mL dipipet secara aseptik dari masing-masing larutan
bahan.
5. Pengenceran dilakukan dengan serangkaian dari 10-1 – 10-6.
6. Di dalam cawan petri sebanyak 1,0 mL diinokulasikan dari pengenceran
10-3 - 10-6 (duplo).
7. Diinkubasi selama 24 - 48 jam pada suhu 35 ± 1oC.
8. Dihitung total koloni yang tumbuh pada media SPCA/PCA dengan colony
counter.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Isolasi Mikroba Pada Pakasam
No. Sampel
Jumlah Koloni per Faktor
Pengenceran SPC Gambar
10-3 10-4 10-5 10-6
1. Pakasam
54 50 92 13
1,95 × 107
CFU/gr
79 78 70 26
Tabel 2. Hasil Isolasi Mikroba Pada Terasi
No Sampel
Jumlah Koloni per Faktor
Pengenceran SPC Gambar
10-3 10-4 10-5 10-6
1. Terasi2 Null Null Null 0,5 × 106
CFU/gr
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini berjudul “Penentuan Angka Total Plate Count Pada Produk
Fermentasi Ikan”. Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan angka total plate
count dari masing-masing produk fermentasi berbasis ikan. Sampel produk pangan
yang diuji dalam praktikum ini adalah fermentasi ikan pakasam dan terasi. Praktikum
ini dilakukan perhitungan atau mengenai kuantitas mikroba dilakukan dengan cara
perhitungan tidak langsung yaitu dengan hitungan cawan (TPC). Metode ini
digunakan atas dasar kemudahan untuk melihat pertumbuhan mikroorganismenya.
Sebelum memulai praktikum hendaknya terlebih dahulu melakukan aseptis diri,
lingkungan dan alat yang akan dilakukan selama praktikum, untuk mencegah adanya
kontaminasi selama praktikum.
Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni, jadi jumlah koloni yang muncul
pada cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang
terkandung dalam sampel. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jumlah
mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, mikroba tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan
cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba. Metode hitungan cawan
ini dapat menghitung jumlah sel, karena prinsip dari metode hitungan cawan sendiri
adalah menghitung jumlah koloni mikroba yang telah dibiakkan yang bisa dilakukan
tanpa bantuan mikroskop. Dalam metode ini hanya sel yang masih hidup saja yang
dapat dihitung, beberapa jenis mikroba juga dapat dihitung sekaligus serta dapat
digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni yang terbentuk
mungkin berasal dari suatu mikroba yang mempunyai penampakan pertumbuhan
secara spesifik. Namun hasil perhitungan tidak selalu menunjukkan jumlah sel yang
sebenarnya, karena sel yang berdekatan kemungkinan membentuk koloni.
Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan pangan. Metode hitungan cawan
(TPC) merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam analisa, karena
koloni dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.
Kelebihan metode TPC adalah beberapa jenis koloni mikroba dapat dihitung
sekaligus baik yang hidup maupun yang mati, dapat digunakan untuk isolasi dan
identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel
mikroba dengan penambahan spesifik. Kekurangan dari metode TPC adalah mikroba
yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni
yang kompak dan jelas, tidak menyebar, serta medium dan kondisi yang bebeda
mungkin menghasilkan nilai yang berbeda. Dalam percobaan yang dilakukan
dibutuhkan teknik pengenceran sampel yang harus dikuasai dengan baik, setelah itu
memasukkan hasil penegenceran ke dalam cawan petri. Perhitungan dengan
menggunakan metode cawan hitung langkah awalnya yaitu dilakukan serangkaian
proses pengenceran yang berbeda yaitu 10-1-10-6, tetapi untuk proses selanjutnya
yaitu proses memasukkan sampel ke dalam cawan petri hanya menggunakan
pegenceran 10-3,10-4, 10-5, dan 10-6.
Pakasam merupakan menu masakan khas dari Suku Banjar, provinsi
Kalimantan Selatan. Makanan ini adalah produk bahan makanan yang berasal dari
fermentasi ikan air tawar yang rasanya masam. Pakasam terutama dikenal di
Kalimantan Selatan. Bahan makanan ini biasanya dibumbui lagi dengan cabai dan
gula, sebelum disajikan sebagai lauk-pauk. Di beberapa daerah ada yang
menyebutnya Pekasam atau Iwak Samu. Pakasam terkenal sebagai masakan khas ada
di Hulu Sungai Tengah (HST). Sentra pembuatan Pakasam yang terkenal adalah desa
Mahang Sungai Hanyar, kecamatan Pandawan. Karena itu, Pakasam dari HST sering
pula disebut Pakasam Mahang, merujuk pada nama daerah penghasilnya. Pakasam
berbahan dasar ikan yang diasinkan melalui proses permentasi dengan garam. Ikan
yang diperam, dicampur dengan taburan beras ketan yang telah digoreng. Ikan yang
akan dijadikan Pakasam bisa jenis apa saja. Namun yang paling diminati adalah
Pakasam anakan ikan dan Pakasam Papuyu. Salah satu jenis ikan yang biasa dibuat
pakasam adalah ikan sepat rawa.
Hasil yang didapat dari perhitungan cawan pada pakasam didapatkan nilai rata-
rata 19,5 dengan Standar Plate Count (SPC) 1,95 x 107 CFU/gram. Hasil tersebut
sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi faktor pengenceran, maka semakin sedikit
pula jumlah koloni yang didapat.
Terasi merupakan bumbu penting di kawasan asia tenggara dan china selatan.
Terasi memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal
terasi, tapi juga ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia. Terasi
merupakan bumbu masak yang dibuat dari ikan dan/atau udang rebon yang
difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta dan berwarna merah
kecoklatan. Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan terasi adalah garam, tepung
tapioka, tepung beras, atau tepung lainnya. Bahan-bahan inilah yang selanjutnya
menentukan mutu dan citarasa terasi yang dihasilkan. Fungsi tapioka dalam
pembuatan terasiadalah sebagai substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme dan
untuk menambah volume terasi. Garam dalam pembuatan terasi mempunyai peranan
utama sebagai pemberi rasa asin dan sebagai pengawet. Dalam pembuatan produk-
produk fermentasi ikan/udang lainnya juga ditambahkan garam dalam jumlah yang
optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Oleh karena itu,
fermentasi dalam ikan/udang seringkali merupakan gabungan antara fermentasi
garam dengan fermentasi asam laktat. Pada fermentasi asam laktat terjadi proses
otolisis atau enzimatis dengan adanya aktivitas bakteri halofilik atau halotoleran.
Fermentasi asam laktat berlangsung secara anaerobik oleh mikrobia anaerob atau
obligat anaerob.
Hasil yang didapat dari perhitungan cawan pada terasi didapatkan dengan nilai
rata-rata 0,5 dan didapatkan Standar Plate Count (SPC) sebesar 0,5 x 106 CFU/gram.
Perbedaan ini mungkin diakibatkan karena ketidakcermatan saat melakukan
pengenceran juga pada saat menginokulasikan ke dalam cawan sehingga terjadi
kontaminasi.
Media adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang
disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Media kultur berasarkan konsistensinya
dibedakan atas tiga macam, yaitu media cair, media semi padat, dan media padat.
Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menghitung jumlah mikroba dalam bahan pangan. Metode hitungan cawan (TPC)
merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam analisa, karena koloni dapat
dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Untuk menghitung
total bakteri dengan metode cawan digunakan SPCA. Media adalah suatu substrat
untuk menumbuhkan bakteri yang menjadi padat dan tetap tembus pandang pada
suhu inkubasi. Fungsi Utama dari media adalah suatu bahan nutrisi tempat
menubuhkan bakteri di laboratorium.
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pour plate kultur
dicampurkan ketika media masih cair (belum memadat). Kelebihan teknik ini adalah
mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata pada bagian permukaan agar.
Metode cawan tuang adalah untuk memperoleh koloni murni dari populasi campuran
mikroorganisme adalah dengan mengencerkan spesimen dalam medium agar yang
telah dicairkan dan didinginkan ( ±50 oC ) yang kemudian dicawankan. Karena
konsentrasi sel-sel mikroba di dalam spesimen pada umunya tidak diketahui
sebelumnya, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang-
kurangnya satu di antara cawan tersebut mengandung koloni terpisah di atas
permukaan ataupun di dalam agar. Metode ini memboroskan bahan dan waktu
namun tidak memerlukan keterampilan yang tinggi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil yang didapat dari perhitungan cawan pada pakasam didapatkan Standar
Plate Count (SPC) 1,95 x 107 CFU/gram.
2. Hasil yang didapat dari perhitungan cawan pada terasi didapatkan Standar Plate
Count (SPC) sebesar 0,5 x 106 CFU/gram.
4.2 Saran
Praktikan harus memperhatikan segala prosedur yang harus dikerjakan pada
saat praktikum dan sebelum memulai praktikum hendaknya terlebih dahulu
melakukan aseptis diri, lingkungan dan alat yang akan dilakukan selama praktikum,
untuk mencegah adanya kontaminasi selama praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M.W. & Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. Akademika Pressindo. Bogor.
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw-Hill Book. New York.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. UI-Press.
Jakarta.
Rahman, A., 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Rosida & E. K. B. Susiloningsih. 2007. Pengaruh Konsentrasi Starter Lactobacillus
plantarum dan Lama Fermentasi terhadap Kualitas dan Kerusakan Produk
Terasi. Junal Protein.Vol.15 N0.2.
Sasmitamihardja, D. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bandung.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. Pakasam
Perhitungan :
Diketahui : Faktor pengenceran = 10-6
Jumlah koloni cawan IA 10-6 = 13
Jumlah koloni cawan IIA 10-6 = 26
Ditanya : Jumlah koloni (CFU/gram) ?
Jawab :
Jumlah koloni rata-rata = = 19,5
Jumlah koloni (CFU/gram) = x ∑ koloni
= 1/10-6 x 19,5
= 19,5 x 106 CFU/gram
= 1,95 x 107 CFU/gram
2. Terasi
Perhitungan :
Diketahui : Faktor pengenceran = 10-6
Jumlah koloni cawan IA 10-6 = 0
Jumlah koloni cawan IIA 10-6 = 1
Ditanya : Jumlah koloni (CFU/gram) ?
Jawab :
Jumlah koloni rata-rata = = 0,5
Jumlah koloni (CFU/gram) = x ∑ koloni
= 1/10-6 x 0,5
= 0,5 x 106 CFU/gram
13+26 2
1 FP
0 + 1
2
1
FP
top related