perbedaan tekanan darah sebelum dan...
Post on 06-Feb-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SURYA 51 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
INFUSUM BELIMBING WULUH PADA PENDERITA HIPERTENSI
DI DUSUN BLUNGKAN DESA SENDANGREJO KECAMATAN
LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN
Angga Fridian Hari Pradana *, Farida Juanita**
…………......……….…… …… . .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena sifatnya asimtomatik sehingga hipertensi
menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis. Masalah penelitian ini
adalah masih tingginya angka penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
adanya perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian infusum belimbing wuluh pada
penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa Sendabgrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten
Lamongan.
Desain penelitian menggunakan pra-experiment one group pretest-posttest design. Populasi adalah
seluruh penderita hipertensi usia 41-50 tahun di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan
Lamongan Kabupaten Lamongan pada bulan Februari 2014. Besar sampel sebanyak 23 responden.
Teknik sampling menggunakan Accidental Sampling. Variabel penelitian tekanan darah, perlakuan
dengan pemberian 3 buah belimbing wuluh dicampur dengan 1 sendok makan gula pasir. Data
dikumpulkan melalui wawancara dan lembar observasi dan dianalisa menggunakan uji Paired t-test
dengan taraf signifikansi α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemberian infusum
belimbing wuluh adalah 171 mmHg, rata-rata tekanan darah sistolik sesudah pemberian infusum
belimbing wuluh adalah 152 mmHg, terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah
mengkonsumsi infusum belimbing wuluh. Hasil uji Paired t-test didapatkan nilai p = 0,000.
Melihat hasil penelitian, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang belimbing wuluh untuk
dapat lebih bermanfaat bagi penderita hipertensi.
Kata Kunci : Hipertensi, Tekanan Darah, Belimbing Wuluh.
PENDAHULUAN. …… . … … .
Hipertensi sering disebut sebagai silent
killer karena sifatnya asimtomatik sehingga
hipertensi sebagai penyebab kematian nomor
tiga setelah stroke dan tuberkulosis.
Hipertensi bahkan sering terabaikan karena
tidak ada keluhan dan bila sudah mengeluh
biasanya terlambat. Hipertensi merupakan
faktor resiko primer yang menyebabkan
penyakit jantung dan stroke. Pada umumnya
penderita hipertensi hampir tidak merasa
dirinya sakit, namun hipertensi merupakan
penyakit yang berbahaya karena organ tubuh
terganggu di satu bidang yang amat penting
yaitu peredaran darah (Dekker, 2005).
Hipertensi merupakan peningkatan
tekanan darah sistolik atau diastolik, yaitu
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi
dibagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi
esensial atau primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi esensial paling sering terjadi pada
masyarakat dan tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi esensial biasanya dimulai secara
berangsur- angsur tanpa keluhan dan gejala
sebagai penyakit benigna yang secara
perlahan- lahan berlanjut sebagai maligna.
Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan
oleh penyakit renal atau penyebab lain yang
dapat diidentifikasi (Kowalak Jenifer P,
2011).
Menurut WHO dan the Internasional
Society of Hypertension atau ISH, saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi
diseluruh dunia, dan 3 juta diantaranya
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 52 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari 10
penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat (Rahajeng
Ekowati, 2009). Di Indonesia banyaknya
penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta
orang tetapi hanya 4% yang merupakan
hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak
menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi
hipertensi berat karena tidak menghindari
dan tidak mengetahui faktor resikonya, dan
90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini
penyakit degeneratif dan kardiovaskuler
sudah merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Prevalansi terbanyak berkisar antara 6
sampai dengan 15% tetapi angka-angka
ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa
Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan
Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang
Sumatera Barat 17,8%. Diperkirakan sekitar
80% kenaikan kasus hipertensi terutama di
negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025
(Amiruddin Ridwan, 2007). Pada tahun 2010
data jumlah penderita hipertensi yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur terdapat 275.000 jiwa penderita
hipertensi.
Berdasarkan hasil survei awal di
Dusun Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
pada tanggal 06 November 2013, dari 10
orang yang dilakukan pemeriksaan tekanan
darah terdapat 4 orang atau 40% yang
mengalami hipertensi. Rata-rata tekanan
darah mereka berkisar antara : tekanan
sistolik 140-180 mmHg dan tekanan diastolik
90-100 mmHg dengan usia rata- rata yaitu
40- 55 tahun dan kebanyakan dari mereka
mengalami kekambuhan dari penyakit
hipertensinya. Dari data tersebut, masalah
penelitian ini adalah penderita hipertensi
yang masih tergolong tinggi.
Banyak faktor yang berperan untuk
terjadinya hipertensi meliputi faktor resiko
yang tidak dapat dikendalikan atau faktor
mayor dan faktor resiko yang dapat
dikendalikan atau faktor minor. Faktor resiko
yang tidak dapat dikendalikan atau faktor
mayor seperti keturunan, jenis kelamin, ras
dan usia. Sedangkan faktor resiko yang dapat
dikendalikan atau faktor minor yaitu obesitas
sindroma resistensi insulin atau sindroma
metabolik, kurang gerak, merokok,
sensitivitas natrium, kadar kalium rendah,
alkoholisme, stress (Yulianti Sufrida, 2006).
Dampak dari hipertensi meliputi krisis
hipertensi, penyakit arteri perifer, aneurisma
aorta dissecting, PJK, angina, infark
miokard, gagal jantung, aritmia, kematian
mendadak, serangan iskemik sepintas atau
transient ischemic attack, stroke, retinopati,
ansefalopati hipertensi, serta gagal ginjal
(Kowalak Jenifer P, 2011).
Pengobatan hipertensi terdiri dari
terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis. Jenis-jenis obat antihipertensi
untuk terapi farmakologis meliputi diuretika,
beta blocker, calsium channel blocker atau
calsium antagonis, angiotensin converting
enzyme inhibitor, angiotensin II receptor
bloker atau AT, reseptor antagonist atau
blocker atau ARB. Obat antihipertensi untuk
terapi nonfarmakogis meliputi menghentikan
merokok, menurunkan berat badan berlebih,
menurunkan konsumsi alkohol berlebih,
latihan fisik, menurunkan asupan garam,
meningkatkan konsumsi buah dan sayur,
menurunkan asupan lemak, serta dapat
menggunakan pengobatan herbal (Sudoyo
Aru W, 2006).
Beberapa tanaman herbal yang dapat
digunakan untuk menurunkan hipertensi
meliputi buah kesemek, alpukat, pisang,
semangka, mentimun, kiwi, serta buah
belimbing wuluh (Novik Kurnianti, 2013).
Dari banyaknya terapi tersebut, maka peneliti
membatasi pada faktor belimbing wuluh.
Belimbing wuluh merupakan salah satu
tumbuhan yang mengandung kalium sitrat
yaitu, yang mana mineral kalium sitrat dapat
berfungsi sebagai diuretik sehingga
pengeluaran natrium cairan meningkat, hal
tersebut dapat membantu menurunkan
tekanan darah.
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 53 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
METODOLOGI .PENELITIAN
Desain penelitian yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah pra- experiment
one group pretest- postest design, yaitu
dengan mengobservasi suatu kelompok
kemudian memberinya perlakuan, dan
hasilnya diobservasi agar diketahui
keakuratan perlakuan (Sugiyono, 2010).
Populasi adalah seluruh penderita
hipertensi di Dusun Blungkan Desa
Sendangrejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan pada bulan Februari
2014 sebesar 23 penderita. Sampel yang akan
diambil pada penelitian ini adalah sebagian
penderita hipertensi di Dusun Blungkan Desa
Sendangrejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan pada bulan Februari
2014 yang memenuhi kriteria inklusi sebesar
23 penderita. Cara pengambilan sampel
dengan menggunakan Accidental Sampling.
Yaitu dengan mengambil kasus atau
responden yang kebetulan ada atau tersedia
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002).
Kriteria inklusi dari penelitian ini
adalah :
1. Kelompok usia 40-50 tahun dan yang
bersedia menjadi responden
2. Menandatangani lembar informed
consent.
Kriteria eksklusi dari penelitian ini
adalah :
1. Penderita dengan gastritis karena
merupakan kontraindikasi
2. Penderita yang mengkonsumsi obat
penurun hipertensi lainnya
Data diolah menggunakan uji statistik
Paired t-test
HASIL .PENELITIAN …
1. Data Umum
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan
Usia Di Dusun Blungkan Desa
Sendangrejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berusia antara 46-50 tahun yaitu
sebanyak 14 responden atau 60,9%.
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin Di Dusun Blungkan
Desa Sendangrejo Kecamatan
Lamongan Kabupaten Lamongan
Tahun 2014
Berdasarkan tabel 2 tersebut di atas
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 13 responden atau 56,5%.
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan
Pekerjaan Di Dusun Blungkan Desa
Sendangrejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 3 tersebut di atas
menunjukkan bahwa hampir setengah
responden sebagai petani yaitu sebanyak 9
responden atau 39,1%, dan sebagian kecil
responden sebagai PNS dan wiraswasta
masing-masing sebanyak 4 responden atau
17,4%.
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan
Pendidikan Di Dusun Blungkan
Desa Sendangrejo Kecamatan
Lamongan Kabupaten Lamongan
Tahun 2014.
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 54 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Berdasarkan tabel 4 tersebut di atas
menunjukkan bahwa hampir setengah
responden berpendidikan SMA yaitu
sebanyak 11 responden atau 47,8%, dan
sebagian kecil responden berpendidikan SD
yaitu sebanyak 2 responden atau 8,7%.
2. Data Khusus
1) Tekanan darah pada penderita hipertensi
sebelum pemberian infusum belimbing
wuluh atau Averhoa bilimbi L.
Tabel 5 Tekanan darah pada penderita
hipertensi sebelum pemberian
infusum belimbing wuluh di
Dusun Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten
Lamongan tahun 2014
Berdasarkan tabel 5 tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa hampir setengah
responden bertekanan darah sistolik 160
mmHg yaitu sebanyak 7 responden atau
30,4% dan sebagian kecil responden
bertekanan darah sistolik 165 mmHg dan 175
mmHg yaitu masing-masing sebanyak 2
responden atau 8,7%.
2) Tekanan darah pada penderita hipertensi
sesudah pemberian infusum belimbing
wuluh atau Averhoa bilimbi L.
Tabel 6 Tekanan darah pada penderita
hipertensi sesudah pemberian
infusum belimbing wuluh di Dusun
Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten
Lamongan tahun 2014.
Berdasarkan tabel 6 tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa hampir setengah
responden bertekanan darah sistolik 160
mmHg yaitu sebanyak 8 responden atau
34,8% dan sebagian kecil responden
bertekanan darah sistolik 155 mmHg yaitu
sebanyak 1 responden atau 4,3%.
3) Perbedaan tekanan darah pada penderita
hipertensi sebelum dan sesudah
pemberian infusum belimbing wuluh
atau Averhoa bilimbi L.
Gambar 1 Tekanan darah pada penderita
hipertensi sebelum dan sesudah
pemberian infusum belimbing
wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
Pada gambar diatas dapat dilihat
bahwa tekanan darah sistolik pada penderita
hipertensi yang diberikan infusum belimbing
wuluh lebih rendah daripada sebelum
diberikan belimbing wuluh. Kesimpulannya
terdapat perbedaan tekanan darah sebelum
dan sesudah diberikan perlakuan infusum
belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 55 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Tabel 7 Tekanan darah pada penderita
hipertensi sebelum dan sesudah
pemberian infusum belimbing
wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
rata-rata tekanan darah sistolik pada
penderita hipertensi sebelum diberikan
perlakuan infusum belimbing wuluh adalah
171 mmHg dan rata-rata tekanan darah
sistolik pada penderita hipertensi sesudah
diberikan perlakuan infusum belimbing
wuluh adalah 152 mmHg dengan rata-rata
penurunan 19,5 mmHg. Kesimpulannya
terdapat perbedaan tekanan darah sebelum
dan sesudah diberikan perlakuan infusum
belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi L.
PEMBAHASAN .… .…
Tekanan Darah Sebelum Pemberian
Infusum Belimbing Wuluh pada
Penderita Hipertensi di Dusun Blungkan
Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan
Berdasarkan tabel 7, rata-rata penderita
hipertensi bertekanan darah sistolik 171
mmHg. Hal ini kemungkinan dapat
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan
pekerjaan.
Dari fakta diatas, sebagian besar dari
penderita hipertensi berusia 46-50 tahun. Dan
dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 13 responden atau
56,5%.
Perempuan yang usianya menuju pada
menopause, resiko terjadinya hipertensi
meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh faktor hormonal. Pada wanita
premenopause cenderung sensitif akibat
perubahan bentuk pola tubuh dan penurunan
hormon estrogen. Menurut Wexler (2002),
penurunan estrogen pada perempuan akan
mengalami peningkatan tekanan darah,
karena hormon estrogen juga bisa mengatur
sebagian pembuluh darah bagian tubuh.
Teori diatas juga berhubungan dengan
teori Yulianti Sufrida (2006), bahwa
penambahan usia dapat meningkatkan resiko
terjangkitnya penyakit hipertensi. Walaupun
penyakit hipertensi biasa terjadi pada segala
usia, tetapi paling sering menyerang orang
dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih.
Meningkatnya tekanan darah seiring dengan
bertambahnya usia memang sangat wajar.
Hal ini disebabkan adanya perubahan alami
pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.
Namun, jika perubahan ini disertai dengan
faktor resiko lain bisa memicu terjadinya
hipertensi.
Jika dilihat dari segi pekerjaan,
sebagian besar atau 39,1 % penderita
hipertensi di Dusun Blungkan adalah petani,
kemungkinan disebabkan oleh tingkat beban
kerja yang berat. Bertani adalah pekerjaan
musiman yang hasil alamnya terkadang tidak
sesuai dengan yang diharapkan sehingga
penghasilan yang didapatkan tidak menentu.
Hal tersebut akan memberikan dampak yang
negatif terhadap pikiran penderita sehingga
akan mengalami stress dan kecemasan yang
akan mencetuskan salah satu faktor
munculnya hipertensi. Menurut Susalit
(2001), stress yang tinggi akan merangsang
adrenalin sehingga katekolamin akan
maningkat dan mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah.
Tekanan Darah Sesudah Pemberian
Infusum Belimbing Wuluh pada Penderita
Hipertensi di Dusun Blungkan Desa
Sendangrejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan
Berdasarkan tabel 7, rata-rata penderita
hipertensi bertekanan darah sistolik 152
mmHg. Hal tersebut kemungkinan dapat
dipengaruhi oleh pendidikan.
Dari fakta di atas, jika dilihat dari segi
pendidikan, sebagian besar penderita
hipertensi berpendidikan SMA yaitu 47,8%
penderita, hal ini kemungkinan menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi
mempunyai wawasan pengetahuan dan cara
berfikir yang matang sehingga lebih mudah
untuk menerima informasi dan mencari
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 56 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
alternatif dalam penanganan hipertensi secara
cepat dan tepat, dikarenakan hipertensi akan
mengganggu aktifitas sehari-hari. Menurut
Wahid Iqbal (2007), pendidikan berarti
bimbingan yang diberikan seseorang pada
orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka
dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak
pula pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang
baru diperkenalkan.
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan
Sesudah Pemberian Infusum Belimbing
Wuluh pada Penderita Hipertensi di
Dusun Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten
Lamongan
Dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov
yang dilakukan untuk mengetahui distribusi
normalitas data, didapatkan hasil bahwa
distribusi data adalah normal, selanjutnya
data dari hasil analisa paired t-test,
didapatkan nilai p adalah (0.000) dimana p <
0.05, sehingga H0 ditolak yang artinya
terdapat perbedaan antara tekanan darah
sebelum dan sesudah pemberian infusum
belimbing wuluh pada penderita hipertensi di
Dusun Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten
Lamongan.
Selain kaya akan vitamin dan mineral,
belimbing juga merupakan obat yang murah
bagi penderita hipertensi karena buah ini
mengandung zat yang dapat menurunkan
tekanan darah. Buah yang menyegarkan ini
juga merupakan unggulan di kota Demak,
Jawa Tengah. Selain itu, buah ini juga
merupakan penyedia serat yang sangat
penting bagi pencernaan. Jika tiap orang
memakan sebuah belimbing yang beratnya
300 gram per hari secara rutin, dijamin
kesehatannya akan terpelihara (Purwaningsih
Eko, 2007).
Menurut Eko Purwaningsih (2007),
belimbing wuluh merupakan tanaman
multiguna yang memiliki sifat kimiawi dan
efek farmakologis. Kandungan kimia yang
terdapat dalam buah belimbing wuluh yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan darah
yaitu kalium sitrat, yang mana mineral
kalium sitrat dapat berfungsi sebagai diuretik
sehingga pengeluaran natrium cairan
meningkat, hal tersebut dapat membantu
menurunkan tekanan darah. Maka, 3 buah
belimbing wuluh ditambah dengan 1 sendok
makan gula pasir yang direbus dapat
menurunkan tekanan darah.
Dari penelitian yang sebelumnya
dilakukan oleh Lukman Efendi (2013),
dengan menggunakan rebusan daun alpukat
atau Persea Americana Mill menunjukkan
terjadinya penurunan tekanan darah sistolik
pada penderita hipertensi, dimana daun
alpukat memiliki kandungan kimia yaitu
Senyawa flavonoid yang bersifat diuretik,
salah satu kerjanya yaitu dengan
mengeluarkan sejumlah cairan dan elektrolit
maupun zat-zat yang bersifat toksik. Dengan
berkurangnya jumlah air dan garam dalam
tubuh maka pembuluh darah akan longgar
sehingga tekanan darah perlahan-lahan
mengalami penurunan.
Kesimpulannya, walaupun keberadaan
belimbing wuluh tergantung pada musimnya,
akan tetapi belimbing wuluh sangat
bermanfaat untuk terapi herbal yang dapat
dijadikan alternatif pengobatan hipertensi
terutama dalam menurunkan tekanan darah
dengan kandungan kalium sitrat yang
terdapat di dalamnya, tanpa perlu
dikhawatirkan keracunan atau toksikasi
asalkan tidak dikonsumsi secara berlebihan
walaupun tubuh masih mempunyai batas
kadar toksikasi tertentu.
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo
Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
pada bulan Februari hingga Maret 2014
dengan menggunakan sampel penderita
hipertensi usia 41-50 tahun yang diperiksa
tekanan darah sistoliknya yang berjumlah 23
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 57 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
responden didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Rata-rata penderita hipertensi di Dusun
Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan
Lamongan, tekanan darah sistoliknya
171 mmHg sebelum pemberian infusum
belimbing wuluh.
2. Rata-rata penderita hipertensi di Dusun
Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan
Lamongan tekanan darah sistoliknya
152 mmHg sesudah pemberian infusum
belimbing wuluh.
3. Terdapat perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah pemberian
infusum belimbing wuluh pada
penderita hipertensi di Dusun Blungkan
Desa Sendangrejo Kecamatan
Lamongan Kabupaten Lamongan.
2. Saran
Bagi Akademik
Merupakan sumbangan ilmu bagi
pengetahuan khususnya dalam hal manfaat
pemberian infusum belimbing wuluh atau
Averrhoa bilimbi L. bagi penderita hipertensi
dan sebagai sarana pembanding bagi ilmu
pengetahuan dalam memperkaya solusi dan
informasi masalah tersebut.
Bagi Praktisi
1) Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menambah
wawasan baru dan informasi tentang manfaat
infusum belimbing wuluh dalam menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi.
2) Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat
memberikan masukan bagi profesi
keperawatan dalam mengembangkan
intervensi dan terapi alami pemberian
infusum belimbing wuluh atau Averrhoa
bilimbi L. bagi penderita hipertensi.
3) Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai
pengaruh pemberian infusum belimbing
wuluh atau Averrhoa bilimbi L. terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi serta menambah kemampuan
penulis dalam membuat suatu karya tulis
ilmiah.
4) Bagi Penderita
Agar selalu mengembangkan
pengetahuan dan wawasan dalam
pemanfaatan tanaman yang terdapat di
sekitar seperti belimbing wuluh yang hanya
umum digunakan sebagai penambah rasa
asam pada masakan, dan supaya tidak ragu
mencoba hal baru dalam pengobatan alami
yang tentunya telah dipelajari dan terbukti
memiliki manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin Ridwan. 2007. Hipertensi dan
Faktor Resikonya dalam Kajian
Epidemiologi.
http://www.ridwanamirudin.wordperss
.com. Diakses tanggal 05 November
2013 jam 13.22
Deker. 2005. Hipertensi.
http.//www.secured.Indonet.co.id.
Diakses tanggal 04 Novermber 2013
jam 14.35
Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku Ajar
Patofiologi. Jakarta : EGC
Lukman Efendi. 2013. Pengaruh pemberian
rebusan daun alpukat (persea
americana mill) terhadap penurunan
tekanan darah pada
penderitahipertensi usia 45-59 tahun
di desa gampangsejati Kec. Laren
lamongan. Skripsi Stikes
Muhammadiyah Lamongan.
Novik, Kurnianti. 2013. Ramuan Obat
Tradisional untuk Menurunkan
Hipertansi.
http//www.herbal.tanijogonegoro.com.
diakses tanggal 14 November 2013
jam 13.30
Purwaningsih, Eko. 2007. Multiguna
Belimbing Wuluh. Jakarta : Ganeca
Exact
Rahajeng, Ekowati. 2009. Prevalensi
Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia.
http://www.repository.unhas.ac.id.
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusum Belimbing Wuluh Pada Penderita
Hipertensi Di Dusun Blungkan Desa Sendangrejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
SURYA 58 Vol.02, No.XVIII, Juni 2014
Diakses tanggal 14 November 2013
jam 13.00
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT
Rineka Cipta
Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I, edisi IV.
Jakarta : FKUI
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung : Alfabeta
Susalit. 2001. Hipertensi Primer Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Wahid Iqbal. 2007. Promosi Kesehatan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Wexler. 2002. Hipertension Encyclopedia of
Nursing and Alied Health.
http://www.findarticles.com Diakses
tanggal 7 Mei 2014 jam 18.00
Yulianti, Sufrida. 2006. 30 Ramuan Penakluk
Hipertensi. Jakarta : Agromedia
Pustaka
top related