perbandingan model cox proportional...
Post on 17-Aug-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN MODEL COX PROPORTIONAL HAZARD
DAN MODEL PARAMETRIK BERDASARKAN ANALISIS RESIDUAL
(Studi Kasus pada Data Kanker Paru-Paru yang Diperoleh dari Contoh Data
pada Software S-Plus 2000 dan Simulasi untuk Distribusi Eksponensial dan
Weibull )
Muthmainnah
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007 M/1428 H
PERBANDINGAN MODEL COX PROPORTIONAL HAZARD
DAN MODEL PARAMETRIK BERDASARKAN ANALISIS RESIDUAL
(Studi Kasus pada Data Kanker Paru-Paru yang Diperoleh dari Contoh Data
pada Software S-Plus 2000 dan Simulasi untuk Distribusi Eksponensial dan
Weibull )
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
MUTHMAINNAH
103094029740
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007 M/1428 H
PERBANDINGAN MODEL COX PROPORTIONAL HAZARD
DAN MODEL PARAMETRIK BERDASARKAN ANALISIS RESIDUAL
(Studi Kasus pada Data Kanker Paru-Paru yang Diperoleh dari Contoh Data pada
Software S-Plus 2000 dan Simulasi untuk Distribusi Eksponensial dan Weibull )
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Muthmainnah
103094029740
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Sarini Abdullah, M.Stats Suma’inna, M.Si
Mengetahui,
Ketua Program Studi Matematika
Nur Inayah, M.Si
NIP. 150 326 911
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :
Nama : Muthmainnah
NIM : 103094029740
Program Studi : Matematika
Judul Skripsi : Perbandingan Model Cox Proportional Hazard dan Model
Parametrik Berdasarkan Analisis Residual
(Studi Kasus pada Data Kanker Paru-Paru yang Diperoleh dari
Contoh Data pada Software S-Plus 2000 dan Simulasi untuk
Distribusi Eksponensial dan Weibull )
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Agustus 2007
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Sarini Abdullah, M.Stats Suma’inna, M.Si
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Matematika
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis Nur Inayah, M.Si
NIP. 150 317 956 NIP. 150 326 911
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Perbandingan Model Cox Proportional Hazard dan Model
Parametrik Berdasarkan Analisis Residual (Studi Kasus pada Data Kanker Paru-
Paru yang Diperoleh dari Contoh Data pada Software S-Plus 2000 dan Simulasi
untuk Distribusi Eksponensial dan Weibull )” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam
sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 29 Agustus 2007. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Program
Studi Matematika.
Jakarta, Agustus 2007
Tim Penguji,
Penguji I Penguji II
Hermawan Setiawan, M.Si Nur Inayah, M.Si
NIP. 250 000 505 NIP. 150 326 911
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis
NIP. 150 317 956
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2007
Muthmainnah
103094029740
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
(Ali Imran : 190)
ABSTRACT
Muthmainnah, Comparation Of Cox Propotional Hazard Model and Parametric Model Based On Residual Analyzes (Case Study : Lungs cancer data from S-Plus 2000 software example data and simulation for exponensial and weibull distribution) (Supervised by Sarini Abdullah, M.Stats dan Suma’inna, M.Si) The Cox Propotional Hazard Model widely used in survival analyzes. It has more advantage than parametric model because it doesn’t need functional form specification from baseline hazard function, and assumptions checked about distribution form that must be done in parametric model. Even tough it has easiness like mention above, but it doesn’t mean that The Cox Proportional Hazard Model always better than parametric model. If the survival time’s distributions are known, than parametric model gives better result. It happens because from parametric model’s result some quantity calculation can be done, such as hazard or survival value for some observation with some characteristics. In this Final Project, Cox Proportional Hazard Model was compared with parametric model based on Cox-Snell, Martingale, deviance, normal deviate and log-odds residual types. Both models was compared using lungs cancer data that processed by S-Plus 2000 software. Simulation was used because getting conclusion can’t be done using just one data set. Generally, if the distributions are known, than parametric model gives better result. For residual analyzes, normal-deviate and log-odds residual can be used to choosing matched model for some data. Key Words : Cox Proportional Hazard Model, Parametric Model, Residual
ABSTRAK
Muthmainnah, Perbandingan Model Cox Proportional Hazard dan Model Parametrik Berdasarkan Analisis Residual (Studi Kasus pada Data Kanker Paru-Paru yang Diperoleh dari Contoh Data pada Software S-Plus 2000 dan Simulasi untuk Distribusi Eksponensial dan Weibull) (Dibawah bimbingan Sarini Abdullah, M.Stats dan Suma’innah M.si)
Model Cox proportional hazard dipergunakan secara luas dalam analisis survival. Model Cox proportional hazard ini mempunyai keuntungan lebih dari model parametrik karena tidak memerlukan spesifikasi bentuk fungsional dari fungsi baseline hazard dan juga tidak memerlukan pengecekan asumsi-asumsi mengenai kelayakan bentuk distribusi yang diharuskan pada model parametrik. Walaupun memiliki beberapa kemudahan seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi model Cox proportional hazard tidak selalu lebih baik daripada model parametrik. Jika distribusi dari survival time diketahui, maka model parametrik memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini karena dari hasil model parametrik dapat dilakukan perhitungan-perhitungan kuantitas tertentu, misalnya nilai hazard maupun survival untuk suatu observasi dengan karakteristik tertentu. Dalam Skripsi ini dilakukan perbandingan antara model Cox proportional hazard dan model parametrik berdasarkan beberapa tipe residual (Cox-Snell, Martingale, dan deviance), serta dua residual baru yaitu, normal-deviate dan log-odds. Perbandingan kedua model dilakukan dengan menggunakan data kanker paru-paru yang diolah dengan menggunakan software S-Plus 2000. Karena pengambilan kesimpulan tidak cukup hanya dengan menggunakan satu set data, maka dalam skripsi ini dilakukan simulasi. Secara umum, jika distribusinya diketahui maka model parametrik memberikan hasil yang lebih baik. Untuk analisis residualnya, residual normal-deviate dan residual log-odds odds dapat digunakan untuk pemilihan model yang cocok untuk suatu data.
Kata kunci: Model Cox proportional hazard, model parametrik, residual
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perbandingan Model Cox Proportional Hazard dan Model
Parametrik Berdasarkan Analisis Residual (Studi Kasus pada Data Kanker Paru-
Paru yang Diperoleh dari Contoh Data pada Software S-Plus 2000 dan Simulasi
untuk Distribusi Eksponensial dan Weibull)” dengan baik.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan memperoleh gelar
Sarjana Sains di Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Ibu Nur Inayah, M.Si, Ketua Program Studi Matematika. Terima kasih atas nasehat
dan bimbingan selama penulis kuliah di Fakultas Sains dan Teknologi Program
Studi Matematika.
3. Ibu Sarini Abdullah, M.Stats selaku pembimbing I dan ibu Suma’inna, M.Si selaku
pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan, pengertian, ilmu yang sangat
bermanfaat dan waktu yang telah disisihkan demi selesainya skripsi ini.
4. Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
5. Bapak dan mama tercinta yang tak henti-hentinya memberikan doa dan semangat.
Mas Ruri dan adik-adikku ( Arif dan Khatim ), Mbah kakung dan Mbah putri,
Yayuk Susun, semua Om dan Tente. Sahabat-sahabatku yang paling setia dalam
suka dan duka (cewek-cewek dan cowok-cowok centil: Dini Anggraini, Rina
Yuanita, Yosy witasary, Zulfa Saida, Dennis Sugianto, Muhammad Iqbal, Rochdian
Sandhi). “Kake” (Aji Kalimasada) yang selalu setia mendengarkan keluh kesah
penulis. Teman-teman kos-kosan: (Mba Yenny, Mba Fahrah, Farrah, Dila, Ai, Gina,
Rara, Nurul dan Arma). Teman-teman seperjuangan: (Citra anisa, Farida Yasmin,
Mahmud Dzuldzalali, Muhammad Riyadi, Retno Rondiyahwati, Suparno, dan
Zamzamiah). Teman-teman mahasiswa Matematika angkatan 2002, 2004-2006,
serta seluruh pihak yang telah membantu terselesainya panulisan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih selalu ada langit di atas langit, dan begitu juga
dengan skripsi ini yang penulis yakin masih bisa untuk disempurnakan dan
dikembangkan lagi. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang
membangun. Dan akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini memberikan
manfaat bagi kita semua. Amin!
Jakarta, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Pembatasan Masalah ................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 5
2.1 Definisi Survival Time ............................................................... 5
2.2 Jenis Data pada Analisis Survival .............................................. 8
2.2.1 Data Tersensor .................................................................. 8
2.2.2 Data Terpancung .............................................................. 9
2.3 Model Cox proportional hazard ................................................ 10
2.4 Model Parametrik ...................................................................... 12
2.4.1 Distribusi Eksponensial .................................................... 13
2.4.2 Distribusi Weibull ............................................................ 15
2.5 Residual ..................................................................................... 16
2.5.1 Residual Cox-Snell )( Cir .................................................. 16
2.5.2 Residual Martingale )( Mir ............................................... 19
2.5.3 Residual Deviance )( Dir ................................................... 20
2.5.4 Residual Baru ................................................................... 20
BAB III METODOLOGI ............................................................................... 28
3.1 Pengumpulan Data ..................................................................... 28
3.2 Pengolahan Data ........................................................................ 28
3.3 Analisis Data ............................................................................. 29
BAB IV ANALISIS HASIL ........................................................................... 31
4.1 Data Kanker Paru-Paru .............................................................. 31
4.2 Simulasi ..................................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 48
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 48
5.2 Saran .......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50
LAMPIRAN ................................................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Tahapan Pengolahan Data ................................................... 28
Gambar 3.2 Tahapan Simulasi ................................................................ 29
Gambar 4.1 Plot Residual Cox-Snell dan Residual Martingale Data Kanker
Paru-Paru untuk Model Cox proportional hazard ................
...............................................................................................31
Gambar 4.2 Plot Residual Deviance, Normal-deviate, dan Log-odds Data
Kanker Paru-Paru untuk Model Cox proportional hazard ...
...............................................................................................32
Gambar 4.3 Histogram Residual Cox-Snell dan Martingale Data Kanker
Paru-Paru untuk Model Cox proportional hazard ................
...............................................................................................33
Gambar 4.4 Histogram Residual Deviance, Normal-deviate, dan Log-odds
Data Kanker Paru-Paru untuk Model Cox proportional hazard
...............................................................................................
...............................................................................................34
Gambar 4.5 Plot Residual Cox-Snell, Martingale dan Deviance Data Kanker
Paru-Paru untuk Model Parametrik ......................................
...............................................................................................35
Gambar 4.6 Plot Residual Log-odds dan Normal-deviante Data Kanker Paru-
Paru untuk Model Parametrik................................................
...............................................................................................36
Gambar 4.7 Histogram Residual Cox-Snell Model Eksponensial (atas) dan
Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru .................
...............................................................................................37
Gambar 4.8 Histogram Residual Martingale Model Eksponensial (bawah)
dan Model Weibull (atas) Data Kanker Paru-Paru ...............
...............................................................................................38
Gambar 4.9 Histogram Residual Deviance Model Eksponensial (atas) dan
Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru .................
...............................................................................................39
Gambar 4.10 Histogram Residual Normal-deviate Model Eksponensial (atas)
dan Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru ...........
...............................................................................................40
Gambar 4.11 Histogram Residual Log-odds Model Eksponensial (atas) dan
Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru .................
...............................................................................................41
Gambar 4.12 Histogram dan QQ-Plot Residual Normal-deviate (atas) dan
Residual Log-odds (bawah) Model Cox Proportional hazard dari
Data yang Berdistribusi Eksponensial ..................................
...............................................................................................44
Gambar 4.13 Histogram dan QQ-Plot Residual Normal-deviate Model
Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) dari Data yang
Berdistribusi Eksponensial ...................................................
...............................................................................................45
Gambar 4.14 Histogram dan QQ-Plot Residual Log-odds Model Eksponensial
(atas) dan Model Weibull (bawah) dari Data yang Berdistribusi
Eksponensial .........................................................................
...............................................................................................46
Gambar 4.15 Histogram Model Eksponensial dan Model Weibull dari Data
yang Berdistribusi Weibull dengan 40% Data Tersensor Kanan
...............................................................................................
...............................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Model Cox proportional hazard digunakan secara luas dalam analisis survival.
Model Cox proportional hazard ini mempunyai keuntungan lebih dari model
parametrik karena tidak memerlukan spesifikasi bentuk fungsional dari fungsi
baseline hazard dan juga tidak memerlukan pengecekan asumsi-asumsi mengenai
kelayakan bentuk distribusi yang diharuskan pada model parametrik.
Walaupun memiliki beberapa kemudahan seperti yang disebutkan di atas, akan
tetapi model Cox proportional hazard tidak selalu lebih baik daripada model
parametrik. Jika distribusi dari survival time diketahui, maka model parametrik
memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini karena dari hasil model parametrik dapat
dilakukan perhitungan-perhitungan kuantitas tertentu, misalnya nilai hazard maupun
survival untuk suatu observasi dengan karakteristik tertentu.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka muncul suatu pertanyaan yaitu, model
mana yang lebih baik (Cox proportional hazard dan parametrik) digunakan untuk
memodelkan suatu data tertentu. Oleh karena itu pada skripsi ini akan dilakukan
perbandingan model Cox proportional hazard dengan model parametrik.
Perbandingan dilakukan pada suatu contoh data untuk melihat pada kondisi
atau tipe data seperti apa model Cox proportional hazard lebih baik daripada model
parametrik, dan sebaliknya.
Pengecekan residual sangat penting dalam penentuan ketepatan kecocokan
model. Oleh karena itu, pada skripsi ini akan dibahas beberapa tipe residual untuk
perbandingan. Dalam hal ini digunakan residual Cox-Snell, Martingale, deviance
dan perhitungan residualnya. Selain itu akan digunakan residual baru yang
diperkenalkan oleh Nardi dan Schemper, yaitu residual log-odds dan residual
normal-deviate.
Untuk menentukan residual yang terbaik dalam penentuan kecocokan model,
maka beberapa tipe residual tersebut akan diterapkan pada suatu data. Akan tetapi
satu set data tidak cukup untuk membuat kesimpulan atau menggeneralisasi hasil
perbandingan model Cox proportional hazard dengan model parametrik. Hal ini
karena setiap set data bergantung pada sifat dasar penelitian yang dilakukan. Oleh
karena itu, diperlukan suatu simulasi dengan menggunakan data yang dihasilkan
dari pembangkit angka acak pada Software S-plus 2000 dan dilakukan perbandingan
model untuk angka acak tersebut. Harapan dari simulasi ini adalah kejelasan
perbedaan antara model Cox proportional hazard dan model parametrik dapat
tercapai.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Bagaimana perbandingan antara model Cox proportional hazard dengan
model parametrik?
b. Bagaimana simulasi dalam pembentukan model Cox proportional hazard dan
parametrik?
c. Residual apa yang terbaik dalam menentukan model yang cocok untuk suatu
data?
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam skripsi ini model yang dianalisis adalah model Cox proportional
hazard dan model parametrik. Untuk model parametrik dibatasi, yaitu hanya model
eksponensial dan model Weibull.
Jenis data pada skripsi ini pun dibatasi, yaitu hanya data tersensor tipe I (data
tersensor kanan).
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
a. Membandingkan model Cox proportional hazard dengan model parametrik
berdasarkan beberapa jenis residual (residual Cox-Snell, Martingale, deviance,
normal-deviate, dan log-odds).
b. Melakukan simulasi dalam pembentukan model Cox proportional hazard dan
parametrik.
c. Menentukan jenis residual yang terbaik dalam menentukan model yang cocok
untuk suatu data berdasarkan hasil simulasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Survival Time
Survival time adalah waktu untuk kejadian pada suatu peristiwa yang telah
dirumuskan dengan baik [1]. Metode ini adalah dasar pengembangan dalam ilmu-
ilmu kedokteran dan biologi. Metode ini juga digunakan secara luas dalam ilmu-
ilmu sosial dan ekonomi. Selain itu metode ini juga dapat diterapkan dengan baik
dalam bidang teknik (analisis reliability dan failure time).
Secara umum, aplikasi survival time dalam suatu pengamatan dapat dijelaskan
melalui disrtibusi dari survival time.
Misalkan T > 0 adalah peubah acak yang menggambarkan survival time, dan t
menggambarkan suatu titik waktu dalam range T, maka ada beberapa cara untuk
menentukan distribusi peluang dari T. Di antaranya yang berguna dalam aplikasi
survival time adalah :
a. Fungsi Kepadatan Peluang ( pdf )
Fungsi f disebut fungsi kepadatan peluang bagi peubah acak kontinu X
bila memenuhi sifat-sifat berikut ini:
1) 0)( ≥xf untuk semua Rx∈
2) ∫∞
∞−
= 1)( dxxf
3) ∫=<<b
a
dxxfbxap )()( .
Sedangkan fungsi distribusi kumulatif dari T adalah:
∫=≤=t
duuft0
)()P(TF(T) , untuk T peubah acak.
b. Fungsi Survival
Fungsi survival S(t) didefinisikan sebagai berikut :
)()( tTPtS >= . (2.1)
Fungsi ini menyatakan bahwa suatu pengamatan dilakukan terhadap individu
yang masih bertahan hingga waktu t [11].
Berdasarkan definisi (2.1) dan juga bahwa
)()( tTPtF ≤= , (2.2)
maka didapat hubungan
)(1)(1)( tFtTPtS −=≤−= . (2.3)
Selain itu dapat diperoleh hubungan
)(')()( tSdt
tdStf −=−
= . (2.4)
Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut :
ttTPttTP
ttFttF
dttdFtf
tt Δ≤−Δ+≤
=Δ
−Δ+==
→Δ→Δ
)()(lim)()(lim)()(00
ttSttS
ttSttS
tt Δ−Δ+−
=Δ
−−Δ+−=
→Δ→Δ
)]()([lim)](1[)](1[lim00
)(')( tSdt
tdS−=
−= . (2.5)
c. Fungsi Hazard
Fungsi Hazard h(t) didefinisikan sebagai :
)(th = t
tTttTtPt Δ
≥Δ+<≤+→Δ
)|(lim0
=t
tTttTtPt Δ
≥Δ+<≤+→Δ
),(lim0
. )(
1tTP ≥
= )(
1tS
t
ttTtPt Δ
Δ+<≤+→Δ
)(lim0
= )(
1tS dt
tdF )(
= )()(
tStf . (2.6)
Berdasarkan (2.5) dan (2.6) diperoleh hubungan sebagai berikut:
dttSd
tStSth ))(log()(
)(')( −=
−= . (2.7)
Fungsi hazard kumulatif didefinisikan sebagai:
)(log))(log()()(00
tSdudu
uSdduuhtHtt
−=−
== ∫∫ .
Dengan demikian diperoleh
)(log()( tStH =− .
Jika kedua ruas dijadikan dalam bentuk eksponensial, maka
))(exp(log())(exp( tStH =− .
Sehingga diperoleh
))(exp()( tHtS −= (2.8)
2.2 Jenis Data pada Analisis Survival
Ada dua jenis data pada analisis survival, yaitu censoring data (data tersensor)
dan truncation data (data terpancung).
2.2.1 Data Tersensor
Data tersensor adalah data yang telah mengalami penyensoran.
Penyensoran terjadi jika tidak dapat diketahui secara pasti waktu terjadinya
suatu kejadian. Ada beberapa hal yang menyebabkan penyensoran terjadi,
antara lain jika kejadian yang hendak diamati tersebut belum berlangsung
hingga batas waktu pengamatan berakhir.
Data tersensor terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Data Tersensor Tipe I
Data tersensor tipe I ini disebut juga data tersensor kanan karena
failure time ke kanan missing.
Data tersensor kanan adalah tipe data yang umum dalam analisis
survival. Penyensoran dilakukan ketika hanya diketahui bahwa survival
time melebihi sebuah nilai tertentu [11]. Sebagai contoh, penelitian
kematian karena kanker selama lima tahun. Survival time akan melakukan
penyensoran kanan pada pasien yang:
• Masih hidup pada akhir periode lima tahun.
• Mengalami penurunan atau menjadi hilang untuk tindakan selanjutnya
selama penelitian.
• Meninggal karena beberapa penyebab lain selama penelitian.
b. Data Tersensor Tipe II
Data tersensor tipe II ini disebut juga data tersensor kiri . Data
tersensor kiri adalah data yang mengalami penyensoran pada waktu
sekarang ketika kejadian yang diamati telah terjadi pada saat seseorang
masuk dalam penelitian [11]. Karena itu hanya diketahui bahwa waktu
kejadian adalah kurang dari suatu nilai tertentu. Sebagai contoh, pada
penelitian balita yang mampu berjalan pada usia satu tahun. Maka balita
yang telah mampu berjalan sebelum usia satu tahunlah yang masuk dalam
penelitian.
2.2.2 Data Terpancung
Data tepancung adalah data yang telah mengalami pemancungan.
Pemancungan merupakan suatu cara dalam menentukan apakah seseorang
akan diikutsertakan atau tidak dalam pengamatan.
Data terpancung terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Data Terpancung kiri
Pada data terpancung kiri, pemancungan terjadi ketika seseorang
yang belum mengalami kejadian yang diamati termasuk dalam penelitian
(atau secara bersamaan, ketika seseorang yang telah mengalami kejadian
telah keluar pada awal penelitian) [11].
Sebagai contoh, pada suatu penelitian angka kematian berdasarkan
observasi pada suatu populasi dengan batas waktu tertentu. Hanya orang-
orang yang hidup pada awal penelitianlah yang masuk dalam penelitian,
karena penelitian angka kematian bergantung pada peserta yang masih
hidup pada awal penelitian.
b. Data Terpancung kanan
Pada data terpancung kanan, pemancungan terjadi ketika seseorang
yang telah mengalami kejadian yang diamati masuk dalam penelitian (atau
secara bersamaan, ketika seseorang yang belum mengalami kejadian telah
keluar dengan berakhirnya penelitian) [11].
Sebagai contoh, pada penelitian angka kematian berdasarkan riwayat
kematian. Hanya orang-orang yang meninggal, dengan berakhirnya
penelitian yang akan masuk.
Dari beberapa jenis data yang ada pada analisis survival di atas, dalam skripsi
ini data yang digunakan adalah data tersensor tipe I (penyensoran kanan) karena tipe
ini yang paling sederhana dan tidak rumit.
2.3 Model Cox proportional hazard
Model Cox proportional hazard digunakan secara luas dalam analisis survival.
Model Cox proportional hazard ini mempunyai keuntungan lebih dari model
parametrik karena tidak memerlukan spesifikasi bentuk fungsional dari fungsi
baseline hazard dan juga tidak memerlukan pengecekan asumsi-asumsi mengenai
kelayakan bentuk distribusi yang diharuskan pada model parametrik.
Model proportional hazard dapat ditulis:
pp XXXX ethethXth ββββ +++== ...00
_2211
'_
)()(),( (2.9)
dengan ),...,,( 21
_
pXXXX = adalah vektor yang berisi p kovariat.
),...,,( 21 pββββ = adalah vektor pada parameter regresi.
h0(t) adalah sebuah peubah baseline hazard yang menggambarkan model hazard
ketika semua kovariatnya nol.
Model Cox dikatakan proporsional karena tidak bergantung pada waktu, hanya
bergantung pada kovariat-kovariatnya.
Berdasarkan persamaan (2.8), maka fungsi survival dari model Cox
proportional hazard adalah:
)),(exp(),( xtHxtS −= (2.10)
dengan
∫=t
duuhxtH0
)(),( ,
maka
))'exp()(exp(),(0
_
0∫−=t
duxuhxtS β . (2.11)
Berdasarkan persamaan (2.6), maka :
),(),(),( xtSxthxtf = . (2.12)
Fungsi survival dapat digambarkan dalam cara yang lain. Berdasarkan
persamaan (2.11), karena variabelnya adalah u maka )'exp( βx dapat dikeluarkan.
Sehingga menjadi :
S(t,x) = exp)'exp(
00
00
_
_
)(exp)()'exp(β
βxtt
duuhduuhx ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∫∫ (2.13)
dengan
∫=t
duuhxtS0
00 )(exp),( ,
maka
)'exp(0
_
),(),( βxxtSxtS = (2.14)
dengan S 0 (t,x) adalah sebuah fungsi survival saat semua kovariat bernilai nol.
2.4 Model Parametrik
Walaupun model parametrik tidak mempunyai kemudahan seperti pada model
Cox proportional hazard karena memerlukan pengecekan terhadap asumsi-asumsi,
akan tetapi hasil yang diperoleh dari model paremetrik lebih baik.
Pada beberapa keadaan, Efron dan Oakes menunjukan bahwa nilai parameter
pada model parametrik lebih tepatguna daripada hasil model Cox proportional
hazard [6].
Dalam skripsi ini dilakukan perbandingan antara model Cox proportional
hazard dengan dua model parametrik, yaitu model eksponensial dan model
Weibull..
2.4.1 Distribusi Eksponensial
Dalam teori peluang dan statistik, distribusi eksponensial termasuk
distribusi yang kontinu. Distribusi eksponensial sering digunakan untuk model
waktu antara kejadian-kejadian bebas yang terjadi pada nilai rata-rata konstan
[10].
Distribusi eksponensial mempunyai satu parameter λ dan fungsi
hazardnya selalu konstan.
λλ λ 1lim
0
2 −⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡= ∫ −
∞→
ut
udtet
.1
110lim
1lim
lim
1lim
0
0
0
0
λ
λλ
λ
λλλ
λ
λλ
λλ
λλ
=
−−=
−−=
+−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+
−=
−
∞→
−−
∞→
−−
∞→
−−
∞→
∫
∫
ee
ete
dtete
dteet
u
u
utt
u
utt
u
utt
u
Fungsi kepadatan peluang (pdf) dari distribusi eksponensial adalah:
0,0,)( >≥= − λλ λ tetf t . (2.15)
Sifat-sifat distribusi eksponensial:
1) E(T) = ∫ =−
∞→
ut
udtet
0
1limλ
λ λ .
Bukti:
dtetdtetTE tu u
u
t
u
λλ λλ −
∞→
−
∞→ ∫ ∫==0 0
limlim)(
2) Var(T) = E(T 2 ) – (E(T)) 2 = 2
1λ
.
Bukti:
∫ −=−=∞→
ut
udtetTETETVar
02
222 1lim))(()()(λ
λ λ
λλλλ λλ 121lim
0
2
−⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−= ∫ −−
∞→
utt
utdteet
λλλ 12lim
0
2 −⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−= ∫ −−
∞→
utt
udtteet
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡−= −
∞→
u
tt
ue λ
λλ 1lim
u
tt
ue λ−
∞→−= lim
tu
uee λλ −−
∞→+−= lim
te λ−=
)()()()(
tTPtSee
e tt
tt
Δ>=Δ=== Δ−−
Δ+−λ
λ
λ
.1120
12lim
222
222
λλλ
λλλ
=−+=
−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−= −
∞→
t
uet
3) tu
t
t
uedtetS λλλ −−
∞→== ∫lim)( .
Bukti:
dtedtetSu
t
t
u
u
t
t
u ∫∫ −
∞→
−
∞→== λλ λλ limlim)(
.
4) λλλ
λ
=== −
−
t
t
ee
tStfth)()()( , nilai hazard konstan.
5) P(T > t + )()| tTPtTt Δ>=>Δ , sifat ini disebut “memoryless property”.
Bukti:
P(T>t+)(
)()(
)()(
),()|tS
ttStTP
ttTPtTP
tTttTPtTt Δ+=
>Δ+>
=>
>Δ+>=>Δ
.
2.4.2 Distribusi Weibull
Distribusi Weibull adalah generalisasi dari distribusi eksponensial. Pada
distribusi eksponensial nilai hazardnya adalah konstan. Hal ini sering kali
tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Akan tetapi pada distribusi Weibull
nilai hazardnya tidak konstan. Oleh karena itu distribusi Weibull lebih
mendekati pada keadaan sebenarnya.
Distribusi Weibull mempunyai dua parameter, yaitu λ dan γ . Fungsi
kepadatan peluang (pdf) dari distribusi Weibull adalah:
λ=)(tf γ ( ])(exp[) 1 γγ λλ tt −− ; ,0,0,0 >>> γλt (2.16)
dan fungsi survival dari distribusi Weibull adalah:
])(exp[)( γλttS −= . (2.17)
Fungsi hazard dari distribusi Weibull adalah:
1)()( −= γλλγ tth . (2.18)
Jika 1>γ maka )(th monoton naik, 1=γ maka )(th konstan dan jika 1<γ
maka )(th monoton turun. Kondisi ini menjelaskan bahwa hazard akan
meningkat ketika 1>γ , konstan seperti halnya pada distribusi eksponensial
jika 1=γ , dan menurun pada 1<γ .
2.5 Residual
Residual adalah jarak antara nilai sebenarnya dengan garis model taksiran [2].
Ada beberapa jenis residual. Pada skripsi ini akan dibahas lima jenis residual, yaitu
residual Cox-Snell, Martingale, deviance, log-odds dan normal-deviate.
2.5.1 Residual Cox-Snell )( Cir
Residual Cox-Snell didefinisikan sebagai nilai kumulatif hazard ( )(^
ii tH )
dari suatu model,
)()'exp( 0^^
ii tHxβ=
)(^
iiCi tHr = . (2.19)
Residual ini sangat luas penggunaannya dalam analisis data survival.
Residual Cox-Snell mempunyai beberapa sifat, yaitu :
a. Tidak simetri.
b. berdistribusi mendekati nol.
c. tidak bernilai negatif.
d. Mempunyai distribusi dengan kemiringan yang tinggi, karena residual
Cox-snell berdistribusi eksponensial ketika pencocokan model benar dan
juga mean dan variansnya satu.
Misalkan dibentuk fungsi hazard dengan subjek i, i=1, 2,…,n seperti di
bawah ini:
^^'exp()( β=thi xi) )(0
^th (2.20)
dengan
^'β ix =
^
1β +ix1
^
2β +ix2 …^
pβ pix ,
dan hazard kumulatif :
∫∫∫ ===ttt
iii duuhxduuhxduuhtH0
0
^
1
^
0
^
10
^
0
^^)()'exp()()'exp()()( ββ
. (2.21)
Berdasarkan (2.19) dan (2.20) diperoleh residual Cox-Snell pada model Cox
Proportional hazard untuk subjek ke-i dan waktu it adalah :
exp=Cir^'(β xi) )(0
^
itH (2.22)
dengan )(0
^
itH adalah estimasi dari baseline fungsi hazard kumulatif pada
waktu it .
Pada analisis parametrik, model failure time lebih dikenal sebagai
“accelerated model”. Accelerated model untuk iT adalah:
ipipiii xxxT σεαααμ +++++= ...log 2211 ; ni ,...,2,1= , (2.23)
dengan
n = jumlah data
iε = peubah acak dengan distribusi probabilitas yang sama
iTlog = variabel dependen
σμ, , jα = parameter tidak diketahui dengan pj ,...,2,1= Tpiii xxx ),...,( 1= =
variabel penjelas.
Untuk model parametrik, residual Cox-Snell didefinisikan sama dengan
residual Cox-snell pada model Cox proportional hazard, yaitu:
)(log)(^^
iiiiCi tStHr −== , (2.24)
dengan
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛ −−+−−== ^
^
2
^
21
^
1
^^^^ ...log
)()(σ
αααμεε
pipiiisiii
xxxtSrStS .
Keterangan:
)(εεiS = fungsi survival dari iε pada model parametrik
^
jα = koefisien estimasi dari jix
^^,σμ = nilai estimasi dari μ dan σ .
Pada model Weibull, fungsi survival adalah :
)exp()()( si
i
rsii erStS −== ε . (2.25)
Untuk model eksponensial, fungsi survival sama seperti pada model
Weibull dengan skala parameter σ ditentukan 1.
Jika model yang digunakan sesuai dengan data, maka residual Cox-
Snell akan berdistribusi eksponensial dengan mean satu. Dengan demikian,
maka residual Cox-Snell dapat digunakan untuk mengecek keberhasilan model
dengan memeriksa plot dari Cir dengan hazard kumulatif dari Cir . Jika model
yang digunakan sesuai, maka plot akan menjadi garis lurus melewati titik asal
serta melandai.
2.5.2 Residual Martingale )( Mir
Residual Martingale didefinisikan sebagai:
CiiMi rr −= δ , (2.26)
dengan
⎩⎨⎧
=tersensordatauntuk
tersensortidakdatauntuki 0
1δ
ni ,....,2,1= dan Cir adalah residual Cox-Snell.
Range residual Martingale antara ∞− dan satu, dan negatif pada data
yang tersensor. Residual Martingale dapat menjadi gambaran mengenai
perbedaan antara hasil pengamatan )( iδ dengan angka prediksi pada kejadian-
kejadian )( Cir . Ketika perbedaan antara hasil pengamatan dengan angka
prediksi untuk subjek ke-i cukup besar, itu menunjukan bahwa subjek ke-i
tidak akan cocok dengan model dan mengakibatkan suatu nilai yang besar
pada Mir . Karena range dari Cir adalah (0, ∞ ), dan iδ hanya bernilai 0 atau 1,
itu menerangkan bahwa residual Martingale bernilai ( )1,∞− dan kesimetrisan
dari distribusi residual martingale mendekati nol.
Sifat-sifat residual Martingale adalah:
1) 0)( =MirE .
2) Cov 0),( =MjMi rr pada sampel besar.
2.5.3 Residual Deviance )( Dir
Residual deviance adalah modifikasi dari residual Martingale. Residual
deviance didefinisiskan sebagai berikut :
{ }[ ]21
)log(2)sgn( MiiiMiMiDi rrrr −+−= δδ , (2.27)
dengan )sgn( Mir adalah tanda dari residual Martingale dan iδ adalah variabel
indicator.
Residual Martingale dikenal sebagai suatu usaha untuk mendapatkan
residual Martingale yang simetris mendekati nol dengan menyusutkan residual
Martingale kedalam range )0,(−∞ terhadap nol dan memperluasnya kedalam
range (0, 1) terhadap ∞+ .
2.5.4 Residual Baru
Menurut Nardi dan Schemper, prediksi survival model cox pada subjek i
= 1,2,…,n dikatakan sempurna jika 5,0)(^
=ii tS dan terprediksi benar jika
m
ii tt^
≈ , dengan it adalah pengamatan failuire time dan m
it^
sebuah estimasi
median survival time [5]. Untuk mengukur residual dapat dilakukan dengan
salah satu cara berikut:
a) Menghitung perbedaan antara it dan m
it^
. Tetapi ini tidak dapat dilakukan
pada kasus pengamatan yang tersensor karena pengamatan survival time it
tidak dapat dihitung.
b) Bandingkan )(^
ii tS dengan 0,5.
Oleh karena itu, hitung pusat residual pada median survival time m
it^
,
apakah pada m
it^
subjek ke-i akan gagal atau tidak. Jika survival melebihi
m
it^
dapat dianggap sebagai variabel biner dan juga berdistribusi binomial
dengan parameter ))(,1(^
ii tS . Dengan transformasi logit atau probit, dapat
didefinisikan dua tipe residual yaitu, residual log-odds dan residual normal-
deviate.
Residual log-odds dan residual normal-deviate mempunyai sifat yang
serupa dengan sifat-sifat residual pada umumnya, seperti :
a) Residual akan menjadi nol untuk prediksi yang sempurna, jika )(^
ii tS =0,5
maka )( ii tL dan )( ii tN bernilai nol.
b) Permulaan dari prediksi sempurna akan menunjukkan residual menjadi
lebih besar pada nilai mutlak. Ini benar untuk )( ii tL dan )( ii tN yang
mendekati )( ii tL , ∞ ketika 1)(^
≈ii tS dan ∞− ketika 0)(^
≈ii tS .
1) Residual Log-odds )( iL
Residual log-odds didefinisikan sebagai :
)(1)(
log)(ii
iiii tS
tStL
−= ………………… (2.28)
Anggap fungsi survival )(tS diketahui benar, iL diperkirakan
berdistribusi logistik dengan mean nol dan varians 3
2π .
Bukti:
Jika T peubah acak kontinu, maka )(1)( TStF −= akan berdistribusi
uniform pada interval (0, 1)
Jika dimisalkan
UTF =)( ,
maka
⎩⎨⎧ <<
=lainnya
uuf
,010,1
)(
menjadi pdf dari U.
Jika dimisalkan
VTS =)( ,
maka
UV −= 1 .
Jika dimisalkan }10{ <<= uA ruang sampel dari U, dan
}10{ <<= uB ruang sampel V, maka diperoleh fungsi distribusi V, yaitu
:
)1()1()()( UvPvUPvVPvG ≤−=≤−=≤=
10,)1(1)1(1 <<=−−=−≤−= vvvFvUP U
dan didapat :
⎪⎩
⎪⎨
⎧
≥<<
≤=
1,110,
0,0)(
vvv
vvG ,
sehingga diketahui bahwa )(TSV = adalah berdistribusi uniform pada (0,
1).
Untuk mendapatkan distribusi dari iL , digunakan cara yang sama
seperti sebelumnya, yaitu:
Jika dimisalkan }10{ <<= iSA ruang sampel iS , dan
}{ ∞<<−∞= iLB ruang sampel )(1
)(log)(
ii
iiii tS
tStL
−= , maka diperoleh
fungsi distribusi iL , yaitu :
,1
111
1 11
0 +==⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
+= −
+
− ∫−
l
e
lS eds
eG
l ∞<<∞− L
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+≤=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
≤=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛≤⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−=≤= − 1
11
11
log)1()( ll
l
eSP
eeSP
SSPLPlF
, (2.29)
jika diketahui bahwa pdf dari iL adalah:
( )l
l
ee
dldFlf −
−
+==
1)1()( , ∞<<∞− L
Bentuk umum pdf dari distribusi logistik ),( βμ adalah:
0,,,
1
1),|( 2 >∞<∞−∞<<∞−
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡+
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −−
βμβ
βμβμ
βμ
x
e
exfx
x
(2.30)
dengan mean
μ=][XE
dan varians
3][
22βπ=XVar .
Jadi, diketahui bahwa iL berdistribusi logistik dengan mean nol dan
variansi 3
2π .
Pada kasus tersensor, salah satu )(^
ii tS dapat diganti dengan nilai
median atau mean. Jika digunakan median 2
)(^
cii tS
maka iL mempunyai
bentuk :
)(2
)(log ^
^
cii
ciim
i
tS
tSl
−= . (2.31)
Jika digunakan mean, maka iL berbentuk :
( )ei
ei
ei
ll
lc
ie
i ee
ell ++
−= 1log1 . (2.32)
Bentuk mean didapatkan dengan penjelasan sebagai berikut:
( )( ) ( )
( )ci
x
y
y
lciii lF
dye
eyllLxLP
ci∫
∞−−
−
∞−+
=≤≤2, 1
)(| ,
maka
( ) ( ) ( ) ( ) ( )∫∞−
−
−
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
+−+
=+
=≤=ci
ci
ci
cil
ll
lcic
ix
x
ci
ciii
ci e
eel
lFdx
eex
lFlLLEl 1log
11
11| 2
( )ci
ci
ci
ll
lci e
eel +
+−= 1log1 .
2) Residual Normal-deviate )( iN
Residual normal-deviate didefinisikan sebagai :
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧Φ= − )(
^1
iii tSN , (2.33)
dengan Φ adalah standar distribusi normal kumulatif.
Anggap fungsi survival )(TS benar, iN diperkirakan sebuah standar
distribusi normal.
Bukti :
Jika dimisalkan }10{ <<= sA ruang sampel )(TS , }{ ∞<<−∞= NB
ruang sampel N, maka diperoleh fungsi distribusi dari N adalah:
))(()()( 1 nsPnNPnG ≤Φ=≤= −
∫Φ
Φ==Φ≤=)(
0
)(1))((n
ndsnsP . (2.34)
Pada kasus tersensor, salah satu )(^
ii tS dapat digantikan dengan
pengandaian nilai median atau mean.
Jika digunakan pengandaian median 2
)(^
ii tS, maka iN berbentuk:
2^
21
)(2
1en
cii
ei e
tSn
−−=
π. (2.35)
Bentuk di atas didapatkan dengan penjelasan sebagai berikut :
( ) ( )( )
( )∫ ∫∞− ∞−
−
∞−
≤=≤≤=≤≤
x x
cii
y
nciii
ciii nNP
dyeyldxnNxNfnNxNP
ci
2,
2
21)(
|| π
( ) ( )∫∞−
−
∞−Φ=
x y
nci
dyeyln
ci
2,
2
21)(1π
Misalkan
( )( ) ( ) ( )c
in
x
cii
ciii
nNN nxle
nNfnNNf
xf ci
ciii Φ
=≤≤
=∞−
−
≤
1)(21,
)(,
2|
2
π;
maka,
( ) ( )∫ ∫∞
∞− ∞−
−
≤ Φ==≤=
ci
ciii
nx
ci
nNNciii
ci dxe
nxdxxxfnNNEn 2
|
2
21)(|
π
( )2
^2
2
)(2
12
1 ci
ci n
cii
n
ci
etS
en
−− −=Φ
−=ππ
BAB III
METODOLOGI
3.1 Pengumpulan Data
Dalam skripsi ini digunakan satu set data, yaitu data mengenai penderita
kanker paru-paru yang diambil dari contoh data pada software S-plus 2000. Data
tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.
3.2 Pengolahan Data
Pengolahan data pada skripsi ini menggunakan software S-Plus 2000. Adapun
tahapan pengolahan datanya adalah seperti pada gambar 3.1 dan tahapan
simulasinya dapat dilihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.1 Tahapan Pengolahan Data
Cox- PHEksponensialWeibull
Model
Evaluasi Model
Plot Histogram
Model terbaik
Data
Gambar 3.2 Tahapan Simulasi
3.3 Analisis Data
Berdasarkan survival study dilakukan pencocokan antara model Cox
proportional hazard dengan model parametrik (eksponensial dan Weibull) dengan
menggunakan suatu set data yang telah diambil (data kanker paru-paru). Setelah itu
dilakukan evaluasi model dengan beberapa residual, yaitu Cox-Snell, Martingale,
deviance dan dua tipe residual baru, residual log-odds dan normal-deviate.
Membangkitkan angka acak yang berdistribusi eksponensial dan Weibull
Model Model
Cox- PH Cox- PH Eksponensial Eksponensial Weibull Weibull
Evaluasi Model
Plot Histogram
Model Terbaik
Residual terbaik untuk pengecekan model
Angka acak yang berdistribusi eksponensial
Angka acak yang berdistribusi Weibull dengan 40% tersensor
Pengecekan residual ini sangat penting dalam menentukan ketepatan pada
pencocokan model.
Suatu model dikatakan cocok untuk suatu data dan jenis residual mana yang
terbaik, jika distribusi dari suatu residualnya tertutup pada distribusi modelnya.
Satu set data yang digunakan tidak cukup untuk membuat kesimpulan atau
menggeneralisasi hasil perbandingan model Cox proportional hazard dan model
parametrik, karena setiap set data bergantung pada sifat dasar hasil yang ingin
didapat dari suatu penelitian. Karena itu dicoba melakukan simulasi dengan sampel
random dari distribusi eksponensial dan weibull. Setelah itu model yang dibentuk
dari sampel random tersebut dibandingkan, dan diharapkan diperoleh perbedaan
yang jelas antara model Cox proportional hazard dan model parametrik.
BAB IV
ANALISIS HASIL
4.1 Data Kanker Paru-paru
Data yang digunakan adalah data kanker paru-paru, yang terdiri dari 228
pengamatan. Ada 19 pengamatan dengan missing value dan 209 pengamatan tanpa
missing value. Pengamatan tanpa missing value inilah yang digunakan dalam
analisis. Dari 209 pengamatan terdapat 62,7% tersensor kanan. Terdapat 6 variabel
untuk membentuk model Cox proportional hazard dari data kanker paru-paru, yaitu
ph.ecog (perkiraan para dokter mengenai nilai pemeriksaan ECOG), sex (umur), inst
(kode untuk lembaga yang merawat pasien), wt.loss (Berkurangnya berat badan
pada 6 bulan terakhir), ph.karno (perkiraan para dokter mengenai nilai Karnofsky),
pat.karno (perkiraan pasien mengenai nilai Karnofskynya).
Gambar 4.1 Plot Residual Cox-Snell dan Residual Martingale Data Kanker Paru-Paru untuk Model Cox proportional hazard
Pada plot-plot pembentukan model Cox proportional hazard dengan
menggunakan 6 variabel yang telah disebutkan di atas, terlihat bahwa pada gambar
4.1 residual Cox-Snell dan Martingale menunjukan hasil yang tidak bagus.
Seharusnya jika model yang digunakan sesuai dengan data, maka plot residual Cox-
Snell akan menjadi garis lurus melewati titik asal serta melandai, sedangkan pada
gambar 4.1 tidak demikian. Begitupun untuk residual Martingale, seharusnya
residual Martingale bernilai ( )1,∞− dan kesimetrisan dari distribusi residual
martingale mendekati nol, namun pada gambar 4.1 tidak demikian.
Gambar 4.2 Plot Residual Deviance, Normal-deviate, dan Log-odds Data Kanker Paru-Paru untuk Model Cox Proportional hazard
Pada gambar 4.2, residual normal-deviate dan residual log-odds menunjukkan
hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan penyebaran plot yang tidak berpola
dan memusat sekitar nol, walaupun terlihat ada outlier.
Gambar 4.3 Histogram Residual Cox-Snell dan Martingale Data Kanker Paru-Paru untuk Model Cox Proportional hazard
Kurva tebal pada histogram menunjukan density secara teori. Sedangkan kurva
halus menunjukan density dari hasil pengamatan (data kenker paru-paru). Pada
gambar 4.3 kedua kurva pada residual Cox-Snell dan Martingale tidak berimpit, ini
menunjukan bahwa model tidak cocok sama seperti hasil dari plot.
Gambar 4.4 Histogram Residual Deviance, Normal-deviate dan Log-odds Data Kanker Paru-Paru untuk Model Cox Proportional hazard
Dari gambar 4.4 semakin memperkuat hasil dari plot, bahwa untuk data kanker
paru-paru cocok menggunakan model Cox proportional hazard dengan analisis
residual menggunakan residual log-odds dan normal-deviate. Kedua kurva pada
histogram residual log-odds dan normal-deviate saling berimpit, namun residual
log-odds lah yang lebih berimpit.
Seperti halnya dalam pembentukan model Cox proportional hazard untuk
data kenker paru-paru, pembentukkan model parametrik untuk data kanker paru-
paru juga dilakukan dengan menggunakan 6 variabel.
Gambar 4.5 Plot Residual Cox-Snell, Martingale dan Deviance Data Kanker
Paru-Paru unruk Model Parametrik
Dari gambar 4.5, sulit ditentukan mana yang lebih baik antara model
eksponensial atau model Weibull, karena hasil plot hampir sama.
Gambar 4.6 Plot Residual Log-odds dan Normal-deviante Data Kanker Paru-Paru unruk Model Parametrik
Gambar 4.6 pun sama seperti gambar 4.5, yaitu sulit untuk menentukan model
mana yang lebih baik. Namun pada histogram lebih bisa terlihat perbedaannya,
seperti yang akan dijelaskan pada gambar 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, dan 4.11.
Gambar 4.7 Histogram Residual Cox-Snell Model Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru
Pada gambar 4.7 terlihat bahwa, untuk residual Cox-Snell hasil yang diperoleh
tidak baik. Namun jika dibandingkan antara model eksponensial dan model Weibull,
maka model eksponensial yang lebih baik karena kedua kurva pada model
eksponensial yang lebih berimpit.
Gambar 4.8 Histogram Residual Martingale Model Eksponensial (bawah) dan Model Weibull (atas) Data Kanker Paru-Paru
Pada gambar 4.8 terlihat bahwa, untuk residual Martingale hasil yang
diperoleh juga tidak baik. Namun jika dibandingkan antara model eksponensial dan
model Weibull, maka model Weibull yang lebih baik karena kedua kurva pada
model Weibull yang lebih berimpit.
Gambar 4.9 Histogram Residual Deviance Model Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru
Sama seperti pada residual Cox-Snell dan Martingale, gambar 4.9 menunjukan
bahwa hasil yang diperoleh dari residual deviance tidak terlalu baik. Namun jika
dibandingkan antara model eksponensial dan model Weibul, maka model
eksponensial yang lebih baik karena kedua kurva pada model eksponensial yang
lebih berimpit.
Gambar 4.10 Histogram Residual Normal-deviante Model Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru
Pada gambar 4.10, jika dibandingkan antara model eksponensial dengan model
weibull, maka model eksponensial yang lebih baik. Tetapi ini masih belum
menunjukan hasil yang baik
Gambar 4.11 Histogram Residual Log-odds Model Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) Data Kanker Paru-Paru
Pada gambar 4.10, residual log-odds model Weibul sudah menunjukan hasil
yang baik. Namun hasil yang diperoleh tidak sebaik hasil dari model Cox
Proportional hazard.
Hasil dari Cox proportional hazard dan model parametrik terangkum pada
tabel 4.1. Dari tabel terlihat bahwa dari keenam variabel yang digunakan pada
pembentukan model Cox proportional hazard semua variabelnya signifikan, pada
model eksponensial tidak ada satupun variabel yang signifikan dan pada model
Weibull hanya log (scale) yang signifikan.
Kesignifikanan z-value pada log (scale) dalam model Weibull menunjukkan
bahwa model eksponensial diperbaiki oleh model Weibull. Tetapi hasil yang
diperoleh dari kedua model parametrik tersebut tidak terlalu berbeda, dan
berdasarkan prinsip parsimony “pilih model yang lebih sederhana“ maka pilihannya
adalah model eksponensial.
Tabel 4.1 Analisis Data Kanker Paru-Paru
Cox-PH Eksponensial Weibull Faktor z-value
(p-value) rr z-value (p-value)
Estimate Accelerations
z-value (p-value)
Estimate Accelerations
ph.ecog 3.76 (0.00017)* 2.22 -3.12
(0.090) -0.64 -3.91 (0.061 ) -0.55
sex -3.38 (0.00073 )* 0.55 3.02
(0.127) 0.53 3.34 (0.155) 0.41
inst -2.12 (0.03400)* 0.98 1.93
(0.717) 0.02 2.13 (0.452) 0.01
wt.loss -2.04 (0.04100)* 0.99 1.63
(0.382) 0.01 2.03 (0.572) 0.01
ph.karno 2.00 (0.04600)* 1.02 -1.45
(0.537) -0.01 -2.19 (0.390) -0.01
pat.karno -1.98 (0.04800)* 0.99 1.52
(0.475) 0.01 2.03 (0.572) 0.01
log(scale) -5.83 (0.007)* -0.38
rr : relative risk
Dari hasil tersebut, terlihat bahwa model Cox proportional hazard jauh lebih
baik digunakan untuk memodelkan data kanker paru-paru dibandingkan dengan
model parametrik.
4.2 Simulasi
Satu set data yang digunakan seperti analisis di atas tidak cukup untuk
menggeneralisasi pengujian sifat-sifat residual, karena setiap set data bergantung
pada sifat dasar penelitian yang dilakukan. Selain itu kita juga tidak dapat
mengontrol setiap kasus dengan missing value atau penelitian dengan angka
penyensoran yang besar.
Oleh karena itu, kita hasilkan sampel random dari distribusi eksponensial dan
distribusi Weibull untuk pembentukan model Cox proportional hazard dan model
accelerated failure time. Residual normal-deviate dan residual log-odds
dibandingkan antar model untuk menghasilkan model yang terbaik.
Sampel dengan ukuran 200 dihasilkan menggunakan pembangkit angka acak
pada software S-plus. Sebuah kovariat dan grup diasumsikan mengikuti distribusi
binomial dengan peluang ½ untuk grup 1 atau grup 0. Rata-rata dari subjek yang
dimasukkan dalam penelitian adalah konstan dengan waktu diasumsikan mengikuti
distribusi uniform pada interval (0,1).
Untuk distribusi eksponensial survival time T dibangkitkan dengan hazard h(t |
grup = 0) = 1 dan h(t | grup = 1) = 1/2. Sampel random tanpa penyensoran yang
dihasilkan digunakan dalam analisis.
Untuk distribusi Weibull survival time T dibangkitkan dengan parameter shape
(λ) = 2 dan scale (γ) = 0,5 untuk grup 0 dan shape (λ) = 2 dan scale (γ) = 2
untuk grup 1. Sampel random dengan 40% penyensoran kanan yang dihasilkan
digunakan dalam analisis.
Setelah pembentukan model Cox proportional hazard dan model parametrik
(eksponensial dan Weibull), residual normal-deviate dan residual log-odds
dibandingkan. Hanya kedua jenis residual ini yang digunakan karena pada hasil dari
data kanker paru-paru, kedua jenis residual inilah yang dapat mengidentifikasikan
kecocokan model dengan baik. Hal ini diperoleh dari hasil analisis statistik yang
biasa digunakan untuk melihat kecocokan mode, yaitu uji parsial parameter dalam
model. Hasil dari penelitian tanpa penyensoran yang tadi telah diperoleh
ditunjukkan seperti gambar 4.5 dan 4.6 dan 4.7.
Gambar 4.12 Histogram dan QQ-Plot Residual Normal-deviate (atas) dan Residual Log-odds (bawah) Model Cox proportional hazard dari Data yang Berdistribusi Eksponensial
Dari gambar 4.12 terlihat bahwa berdasarkan residual normal-deviate dan
residual log-odds, model Cox proportional hazard cukup baik untuk diterapkan
pada data. Hal ini ditunjukkan dari berimpitnya kurva density yang diperoleh dari
model Cox proportional hazard dengan kurva density yang seharusnya (distribusi
normal untuk residual normal-deviate dan distribusi logistik untuk residual log-
odds).
Gambar 4.13 Histogram dan QQ-Plot Residual Normal-deviate Model Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) dari Data yang Berdistribusi Eksponensial
Akan tetapi, berdasarkan gambar 4.13 density dari residual normal-deviate
untuk model eksponensial lebih berimpit dengan density secara teoritis.
Gambar 4.14 Histogram dan QQ-Plot Residual Log-odds Model Eksponensial (atas) dan Model Weibull (bawah) dari Data yang Berdistribusi Eksponensial
Gambar 4.14 pun memberikan indikasi yang serupa, walaupun tidak terlalu
jelas perbedaan antara hasil dari model eksponensial dan model Weibull. Model
eksponensial lebih bagus dibandingkan dengan model Weibull, sesuai dengan yang
diharapkan.
Gambar 4.15 Histogram Model Eksponensial dan Model Weibul dari Data yang Berdistribusi Weibull dengan 40% Data Tersensor Kanan
Dari gambar 4.8 terlihat bahwa density dari residual normal-deviate model
Weibull yang lebih mendekati density secara teoritis dibandingkan model
eksponensial. Namun hasil yang diperoleh tidak terlalu bagus. Hal ini disebabkan
karena sebanyak 40% data tersensor kanan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Dari hasil contoh data kanker paru-paru dapat disimpulkan, jika distribusi dari
survival time tidak diketahui, maka model Cox proportional hazard lebih baik
dibandingkan dengan model parametrik.
2) Dari hasil simulasi :
a. Jika distribusi diketahui maka model parametrik (dengan distribusi yang
sesuai) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan model Cox
proportional hazard.
b. Walaupun tidak lebih baik daripada model parametrik, tetapi model Cox
proportional hazard tetap cocok untuk memodelkan data.
c. Untuk data yang tersensor sama seperti pada poin a dan b di atas, namun
hasil yang diperoleh tidak terlalu baik.
3) Residual normal deviate dan log-odds dapat digunakan untuk pemilihan model
yang cocok untuk suatu data.
5.2 Saran
Model Cox proportional hazard lebih baik diterapkan jika tidak diketahui
dengan pasti distribusi dari survival time. Akan tetapi ini hanya berdasarkan satu set
data (yaitu data penderita kanker paru-paru) dan simulasi pada dua distribusi
(eksponensial dan Weibull). Untuk data dengan distribusi lainnya belum diperiksa.
Selain itu simulasi untuk data yang berdistribusi eksponensial hanya dicoba dengan
1=λ untuk grup 1 dan 21
=λ untuk grup 2. Sedangkan untuk data yang berdistribusi
Weibull hanya dicoba dengan 2=λ , 21
=γ untuk grup 1 dan 2=λ , 2=γ untuk
grup 2. Untuk nilai yang lain belum dicoba oleh karena itu cobalah untuk penelitian
lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Abdullah, Sarini, New residuals and Their Application in Model Selection,
Thesis The University of New South Wales Departement of Statistics, New
South Wales, 2004.
[2] Hanke, John E., Business Forcasting, Prentice Hall, New Jersey, 1998
[3] Kalbfleisch, J. D. dan Prentice, R. L. The Statistical analysis of Failure Time
Data, John Wiley and Sons, 1980.
[4] Klein, John P., Moeschberger, Melvin L. Survival Analysis Techniques for
Censored and Truncated Data, Spinger, New York, 1997.
[5] Nardi, A. dan Schemper, M., New Residual for Cox Regression and Their
Application to Outlier screening, Biometrics,1999.
[6] Nardi, A. dan Schemper, M., Comparing Cox and Parametric Models in
Clinical Studies, Springer: New York, 2000.
[7] Therneau, T. M. dan Grambsch, P. M., Modelling Survival Data. Extending
The Cox Model, Spinger:New York, 2000.
[8] Walpole, R. E., Pengantar Statistik,. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1995.
[9] Weibull, W., A statistical distribution function of wide applicability, J.
Appl.Mech.-Trans. ASME 18(3), 293-297, 1951.
[10] http://en.wikipedia.org/wiki/Exponential Distribution, 27 Maret 2007
[11] http://en.wikipedia.org/wiki/Survival Analysis, 31 Maret 2007
[12] http://en.wikipedia.org/wiki/Probability_density_function, 2 April 2007
[13] http://en.wikipedia.org/wiki/Survival or Failure Time, 11 April 2007
[14] http://en.wikipedia.org/wiki/Weibull_distribution, 11 April 2007
LAMPIRAN
1. Data Penderita Kanker Paru-Paru
1 inst sex ph.ecog ph.karno pat,karno wt.loss2 3.00 1.00 1.00 90.00 100.00 NA
3 3.00 1.00 0.00 90.00 90.00 15.00 4 3.00 1.00 0.00 90.00 90.00 15.00 5 5.00 1.00 1.00 90.00 60.00 11.00 6 1.00 1.00 0.00 100.00 90.00 0.00 7 12.00 1.00 1.00 50.00 80.00 0.00 8 7.00 2.00 2.00 70.00 60.00 10.00 9 11.00 2.00 2.00 60.00 80.00 1.00
10 1.00 1.00 1.00 70.00 80.00 16.00 11 7.00 1.00 2.00 70.00 70.00 34.00 12 6.00 1.00 1.00 80.00 80.00 27.00 13 16.00 2.00 2.00 70.00 70.00 23.00 14 11.00 2.00 1.00 90.00 90.00 5.00 15 21.00 1.00 NA 60.00 70.00 32.00 16 12.00 1.00 1.00 80.00 70.00 60.00 17 1.00 1.00 1.00 80.00 90.00 15.00 18 22.00 1.00 1.00 90.00 100.00 -5.00 19 16.00 1.00 2.00 50.00 70.00 22.00 20 1.00 2.00 2.00 60.00 60.00 10.00 21 21.00 1.00 1.00 90.00 80.00 NA 22 11.00 1.00 1.00 80.00 80.00 17.00 23 6.00 2.00 0.00 100.00 70.00 -8.00 24 11.00 1.00 1.00 70.00 80.00 16.00 25 15.00 1.00 0.00 90.00 100.00 13.00 26 12.00 1.00 0.00 90.00 80.00 0.00 27 12.00 2.00 1.00 90.00 80.00 6.00 28 4.00 1.00 0.00 100.00 100.00 -13.00 29 13.00 1.00 3.00 60.00 70.00 20.00 30 13.00 1.00 1.00 80.00 70.00 -7.00 31 1.00 1.00 2.00 70.00 50.00 20.00 32 12.00 2.00 1.00 90.00 90.00 -1.00 33 1.00 1.00 2.00 60.00 70.00 20.00 34 7.00 1.00 2.00 60.00 80.00 -11.00 35 16.00 2.00 2.00 50.00 60.00 -15.00 36 12.00 1.00 2.00 70.00 100.00 10.00 37 1.00 2.00 2.00 50.00 50.00 NA 38 22.00 1.00 2.00 70.00 60.00 28.00 39 15.00 2.00 1.00 70.00 90.00 4.00 40 1.00 1.00 2.00 50.00 40.00 24.00
Data Penderita Kanker Paru-Paru (Lanjutan)
41 1.00 2.00 1.00 80.00 100.00 15.00 42 5.00 1.00 1.00 80.00 60.00 10.00
43 11.00 2.00 2.00 60.00 70.00 11.00 44 10.00 2.00 0.00 90.00 90.00 27.00 45 12.00 2.00 2.00 70.00 60.00 NA 46 7.00 1.00 1.00 60.00 70.00 7.00 47 7.00 2.00 2.00 60.00 60.00 -24.00 48 1.00 1.00 0.00 90.00 70.00 30.00 49 3.00 1.00 1.00 80.00 70.00 10.00 50 13.00 1.00 0.00 90.00 90.00 2.00 51 22.00 2.00 1.00 90.00 100.00 4.00 52 3.00 2.00 1.00 90.00 90.00 9.00 53 12.00 1.00 0.00 80.00 70.00 0.00 54 21.00 1.00 0.00 90.00 100.00 0.00 55 1.00 1.00 0.00 100.00 90.00 7.00 56 6.00 1.00 1.00 90.00 80.00 15.00 57 1.00 1.00 0.00 90.00 80.00 NA 58 5.00 2.00 0.00 100.00 80.00 5.00 59 22.00 1.00 2.00 70.00 60.00 18.00 60 3.00 2.00 1.00 80.00 80.00 10.00 61 1.00 2.00 1.00 90.00 80.00 -3.00 62 22.00 2.00 2.00 70.00 70.00 8.00 63 12.00 1.00 1.00 90.00 80.00 68.00 64 21.00 1.00 1.00 80.00 100.00 NA 65 11.00 2.00 1.00 90.00 80.00 0.00 66 3.00 1.00 1.00 80.00 60.00 0.00 67 3.00 1.00 2.00 70.00 50.00 8.00 68 16.00 2.00 2.00 70.00 NA 2.00 69 5.00 2.00 0.00 90.00 70.00 3.00 70 22.00 1.00 0.00 100.00 80.00 0.00 71 6.00 1.00 1.00 80.00 100.00 23.00 72 13.00 1.00 0.00 90.00 90.00 -1.00 73 3.00 2.00 1.00 80.00 90.00 29.00 74 5.00 1.00 2.00 70.00 100.00 0.00 75 2.00 1.00 1.00 80.00 80.00 3.00 76 21.00 2.00 1.00 90.00 80.00 3.00 77 12.00 2.00 1.00 90.00 90.00 19.00 78 1.00 2.00 0.00 100.00 80.00 0.00 79 6.00 2.00 1.00 80.00 70.00 -2.00 80 3.00 1.00 0.00 90.00 NA 15.00 81 1.00 1.00 0.00 90.00 70.00 30.00 82 4.00 1.00 0.00 100.00 80.00 5.00 83 13.00 1.00 1.00 70.00 90.00 15.00 84 11.00 1.00 1.00 80.00 80.00 8.00 85 21.00 2.00 1.00 80.00 90.00 -1.00
Data Penderita Kanker Paru-Paru (Lanjutan)
86 16.00 1.00 1.00 80.00 80.00 1.00 87 6.00 1.00 1.00 80.00 90.00 14.00
88 22.00 2.00 1.00 80.00 80.00 1.00 89 21.00 1.00 0.00 100.00 90.00 4.00 90 13.00 2.00 1.00 90.00 80.00 39.00 91 1.00 1.00 2.00 70.00 70.00 2.00 92 11.00 1.00 0.00 100.00 90.00 -1.00 93 22.00 1.00 1.00 80.00 100.00 23.00 94 5.00 1.00 1.00 90.00 80.00 8.00 95 10.00 2.00 1.00 80.00 60.00 14.00 96 1.00 2.00 0.00 100.00 90.00 13.00 97 12.00 1.00 2.00 80.00 60.00 7.00 98 3.00 1.00 1.00 80.00 80.00 25.00 99 12.00 1.00 1.00 90.00 100.00 0.00
100 11.00 1.00 1.00 90.00 100.00 0.00 101 3.00 2.00 0.00 90.00 70.00 10.00 102 1.00 2.00 0.00 100.00 100.00 15.00 103 6.00 2.00 1.00 80.00 90.00 3.00 104 13.00 1.00 1.00 70.00 80.00 4.00 105 6.00 1.00 1.00 90.00 70.00 0.00 106 13.00 1.00 2.00 50.00 NA 32.00 107 12.00 1.00 1.00 80.00 90.00 14.00 108 26.00 2.00 1.00 80.00 100.00 -3.00 109 1.00 1.00 1.00 90.00 90.00 NA 110 21.00 1.00 1.00 100.00 80.00 5.00 111 3.00 2.00 2.00 60.00 50.00 11.00 112 13.00 1.00 0.00 90.00 70.00 10.00 113 1.00 1.00 1.00 80.00 90.00 5.00 114 10.00 1.00 1.00 80.00 100.00 6.00 115 3.00 2.00 0.00 90.00 100.00 1.00 116 6.00 2.00 1.00 80.00 100.00 15.00 117 1.00 1.00 2.00 70.00 70.00 20.00 118 3.00 1.00 2.00 70.00 60.00 20.00 119 1.00 1.00 2.00 60.00 70.00 30.00 120 16.00 1.00 2.00 70.00 60.00 24.00 121 15.00 1.00 1.00 80.00 90.00 11.00 122 22.00 1.00 0.00 90.00 90.00 0.00 123 26.00 2.00 2.00 70.00 80.00 10.00 124 3.00 2.00 1.00 70.00 80.00 0.00 125 11.00 1.00 2.00 60.00 60.00 -3.00 126 1.00 1.00 0.00 90.00 90.00 17.00 127 22.00 1.00 1.00 80.00 80.00 20.00 128 7.00 1.00 1.00 80.00 60.00 13.00 129 12.00 1.00 1.00 80.00 90.00 0.00 130 16.00 2.00 2.00 80.00 60.00 28.00 131 12.00 2.00 0.00 90.00 60.00 4.00
Data Penderita Kanker Paru-Paru (Lanjutan)
132 4.00 2.00 1.00 80.00 80.00 52.00 133 16.00 1.00 1.00 80.00 80.00 20.00
134 6.00 1.00 0.00 100.00 90.00 5.00 135 13.00 2.00 1.00 80.00 70.00 49.00 136 1.00 1.00 0.00 90.00 70.00 6.00 137 22.00 2.00 2.00 60.00 40.00 37.00 138 12.00 2.00 1.00 80.00 70.00 0.00 139 13.00 1.00 2.00 80.00 60.00 NA 140 1.00 1.00 1.00 90.00 90.00 -5.00 141 5.00 1.00 0.00 100.00 100.00 15.00 142 21.00 2.00 2.00 70.00 60.00 -16.00 143 3.00 1.00 1.00 80.00 70.00 38.00 144 26.00 1.00 2.00 70.00 70.00 8.00 145 1.00 2.00 1.00 80.00 90.00 0.00 146 11.00 1.00 1.00 80.00 100.00 30.00 147 26.00 2.00 1.00 90.00 90.00 2.00 148 16.00 1.00 0.00 100.00 80.00 2.00 149 16.00 1.00 1.00 90.00 80.00 13.00 150 12.00 1.00 0.00 100.00 90.00 27.00 151 13.00 2.00 0.00 100.00 90.00 0.00 152 13.00 1.00 1.00 70.00 60.00 -2.00 153 22.00 1.00 0.00 90.00 100.00 7.00 154 5.00 2.00 0.00 90.00 90.00 0.00 155 16.00 2.00 1.00 80.00 60.00 4.00 156 32.00 1.00 2.00 70.00 30.00 10.00 157 NA 1.00 2.00 70.00 80.00 20.00 158 26.00 2.00 1.00 90.00 90.00 7.00 159 4.00 1.00 2.00 70.00 60.00 27.00 160 12.00 1.00 1.00 80.00 70.00 -2.00 161 1.00 2.00 1.00 80.00 90.00 17.00 162 32.00 2.00 0.00 90.00 90.00 8.00 163 10.00 2.00 1.00 90.00 100.00 2.00 164 11.00 1.00 2.00 60.00 70.00 36.00 165 6.00 1.00 1.00 90.00 80.00 2.00 166 7.00 1.00 1.00 80.00 70.00 16.00 167 16.00 2.00 0.00 90.00 90.00 3.00 168 11.00 2.00 1.00 80.00 60.00 33.00 169 21.00 1.00 0.00 100.00 100.00 4.00 170 6.00 1.00 1.00 90.00 90.00 0.00 171 12.00 1.00 0.00 100.00 90.00 0.00 172 13.00 1.00 1.00 90.00 100.00 2.00 173 2.00 2.00 0.00 90.00 80.00 10.00 174 2.00 1.00 1.00 90.00 60.00 37.00 175 16.00 2.00 0.00 100.00 90.00 6.00 176 1.00 1.00 1.00 90.00 80.00 12.00 177 13.00 2.00 1.00 80.00 100.00 0.00
Data Penderita Kanker Paru-Paru (Lanjutan)
178 1.00 1.00 2.00 60.00 80.00 -2.00 179 13.00 2.00 1.00 80.00 70.00 NA
180 1.00 2.00 1.00 80.00 90.00 13.00 181 7.00 2.00 0.00 100.00 100.00 0.00 182 13.00 1.00 0.00 100.00 100.00 5.00 183 1.00 1.00 0.00 100.00 90.00 -5.00 184 16.00 2.00 0.00 90.00 100.00 NA 185 32.00 2.00 1.00 80.00 90.00 -1.00 186 12.00 2.00 0.00 90.00 80.00 0.00 187 12.00 2.00 0.00 90.00 100.00 5.00 188 2.00 2.00 2.00 70.00 90.00 20.00 189 3.00 1.00 0.00 90.00 80.00 8.00 190 15.00 1.00 1.00 80.00 60.00 12.00 191 22.00 1.00 0.00 90.00 90.00 8.00 192 16.00 1.00 1.00 80.00 90.00 14.00 193 16.00 1.00 2.00 60.00 70.00 NA 194 12.00 1.00 1.00 90.00 80.00 NA 195 1.00 1.00 1.00 90.00 80.00 33.00 196 22.00 1.00 1.00 90.00 90.00 -2.00 197 12.00 1.00 0.00 100.00 100.00 6.00 198 32.00 2.00 1.00 80.00 90.00 0.00 199 21.00 1.00 1.00 90.00 90.00 4.00 200 1.00 2.00 0.00 100.00 80.00 0.00 201 32.00 1.00 1.00 90.00 70.00 0.00 202 15.00 2.00 1.00 90.00 90.00 37.00 203 22.00 1.00 1.00 60.00 60.00 5.00 204 32.00 2.00 0.00 90.00 100.00 0.00 205 3.00 2.00 0.00 100.00 100.00 1.00 206 26.00 2.00 0.00 100.00 90.00 0.00 207 33.00 1.00 2.00 NA 70.00 NA 208 5.00 2.00 0.00 80.00 90.00 23.00 209 13.00 2.00 2.00 60.00 60.00 -3.00 210 21.00 1.00 1.00 80.00 70.00 NA 211 33.00 2.00 1.00 90.00 80.00 10.00 212 1.00 2.00 0.00 100.00 90.00 -2.00 213 6.00 1.00 1.00 80.00 70.00 23.00 214 15.00 1.00 1.00 90.00 70.00 0.00 215 11.00 2.00 2.00 70.00 100.00 31.00 216 11.00 1.00 1.00 80.00 90.00 10.00 217 11.00 1.00 1.00 90.00 70.00 18.00 218 13.00 2.00 1.00 90.00 80.00 -10.00 219 21.00 1.00 2.00 80.00 60.00 7.00 220 11.00 2.00 2.00 70.00 30.00 3.00 221 2.00 2.00 0.00 80.00 80.00 11.00 222 22.00 1.00 1.00 80.00 90.00 2.00 223 11.00 2.00 1.00 80.00 90.00 0.00
Data Penderita Kanker Paru-Paru (Lanjutan)
224 1.00 1.00 1.00 80.00 80.00 0.00 225 1.00 1.00 1.00 80.00 60.00 3.00
226 13.00 1.00 0.00 90.00 90.00 -5.00 227 32.00 2.00 2.00 60.00 70.00 5.00 228 6.00 1.00 1.00 90.00 100.00 1.00 229 22.00 2.00 1.00 80.00 90.00 0.00
2. Program S-Plus 2000 Model Cox Proportional Hazard Data Penderita Kanker Paru-
Paru #Cox-Ph model untuk data kanker paru #Status=indikator kematian (2) atau pensensoran (1)
#Mencocokkan model Cox-Ph dan mendapatkan model cox-Ph terbaik inst<-lung$v1 time<-lung$v2 status<-lung$v3 age<-lung$v4 sex<-lung$v5 ph.ecog<-lung$v6 ph.karno<-lung$v7 pat.karno<-lung$v8 meal.cal<-lung$v9 wt.loss<-lung$v10 #Model akhir untuk model cox-ph lung.cox<-
coxph(Surv(time,status)~ph.ecog+sex+inst+wt.loss+ph.karno+pat.karno,na.action=na.exclude,data=lung)
summary(lung.cox) ldata<-lung[,c(1,2,3,5,6,7,8,10)] inds<-is.na(apply(ldata,1,sum)) lung1<-ldata[!inds,] dim(lung1) #Model cox-ph attach(lung1) inst1<-lung1$inst time1<-lung1$time status1<-lung1$status sex1<-lung1$sex ph.ecog1<-lung1$ph.ecog ph.karno1<-lung1$ph.karno pat.karno1<-lung1$pat.karno wt.loss1<-lung1$wt.loss status1<-lung1$status-1 id<-(1:209) ph1<-
coxph(Surv(time1,status1)~ph.ecog1+sex1+inst1+wt.loss1+ph.karno1+pat.karno1,na.action=na.exclude,data=lung1)
lp.ph1<-ph1$linear.predictors x<-cbind(ph.ecog1,sex1,inst1,wt.loss1,ph.karno1,pat.karno1) xbar<-apply(x,2,mean) xbartb<-sum(xbar*coef(ph1)) # base.avg<-survfit(ph1) base.zero<-
survfit(ph1,data.frame(ph.ecog1=0,sex1=0,inst1=0,wt.loss1=0,ph.karno1=0,pat.karno1=0))
jump.times<-base.zero$time jump.surv<-base.zero$surv numd<-base.zero$n.event numr<-base.zero$n.risk nrep<--diff(c(numr,0)) base.savg<-rep(base.avg$surv,nrep)
base.havg<--log(base.savg) base.s0<-rep(jump.surv,nrep) base.h0<--log(base.s0) #Residual Cox-Snell x<-cbind(ph.ecog1,sex1,inst1,wt.loss1,ph.karno1,pat.karno1) tx<-cbind(id,time1,status1,x) ords<-order(time1) ord.tx<-tx[ords,] ord.txh<-cbind(ord.tx,base.h0) ord.xtb<-ord.txh[,4:9]%*%coef(ph1) ord.extb<-exp(ord.xtb) ord.rci<-ord.extb*ord.txh[,10] rci<-ord.rci[order(ord.txh[,1])] rci1<-status1-resid(ph1) xtb<-ord.xtb[order(ord.txh[,1])] #Modifikasi residual Cox-Snell rci.mod<-1-status+rci1 #Residual Martingale rmi<-status1-rci1 rmi1<-resid(ph1) mu<-mean(rmi1) #Residual deviance rdi<-sign(rmi1)*sqrt(-2*(rmi1+status1*log(status1-rmi1))) rdi1<-resid(ph1,type="deviance") #Residual Normal deviate shat<-(base.s0[order(ord.txh[,1])])^(exp(xtb)) shat1<-exp(-rci) ni<-qnorm(shat) nmi<-ni nmi[status1==0]<-qnorm(shat[status1==0]/2) nei<-ni nei[status1==0]<--exp(-(ni[status1==0]^2)/2)/(sqrt(2*pi)*shat[status1==0]) #residual Log-odds li<-log(shat/(1-shat)) lmi<-li lmi[status1==0]<-log(shat[status1==0]/(2-shat[status1==0])) lei<-li lei[status1==0]<-li[status1==0]-
(1+exp(li[status1==0]))*log(1+exp(li[status1==0]))/exp(li[status1==0]) par(mfrow=c(2,2)) plot(xtb[status1==1],rci1[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(xtb),max(xtb)),ylim=c(min(rci1),max(rci1)),xlab="linear
predictor",ylab="residual") points(xtb[status1==0],rci1[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Cox-Snell Model Cox-PH",cex=.6) plot(xtb[status1==1],rmi1[status1==1],type="p",pch=".",
xlim=c(min(xtb),max(xtb)),ylim=c(min(rmi1),max(rmi1)),xlab="linear predictor",ylab="residual")
points(xtb[status1==0],rmi1[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Martingale Model Cox-PH",cex=.6) abline(mu) mu2<-mean(rdi1) plot(xtb[status1==1],rdi1[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(xtb),max(xtb)),ylim=c(min(rdi1),max(rdi1)),xlab="linear
predictor",ylab="residual") points(xtb[status1==0],rdi1[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Deviance Model Cox-PH",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) abline(mu2) mu3<-mean(ni) plot(xtb[status1==1],ni[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(xtb),max(xtb)),ylim=c(min(ni),max(ni)),xlab="linear
predictor",ylab="residual") points(xtb[status1==0],ni[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Normal Deviate Model Cox-PH",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) abline(mu3) mu4<-mean(lmi) plot(xtb[status1==1],lmi[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(xtb),max(xtb)),ylim=c(min(lmi),max(lmi)),xlab="linear
predictor",ylab="residual") points(xtb[status1==0],lmi[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Log-Odds Model Cox-PH",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) abline(mu4) #Histogram Residual Cox-Snell hist(rci1,xlab="Residual Cox-Snell Model Cox-PH") den.rci1<-density(rci1) den.rci1<-density(rci1,width=1.5) den.rci1$y<-den.rci1$y*length(rci1)*0.5 lines(den.rci1,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rci1)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rci1) qqline(rci1) #Histogram Residual Martingale hist(rmi1,xlab="Residual Martingale Model Cox-PH") den.rmi1<-density(rmi1) den.rmi1<-density(rmi1,width=1.5) den.rmi1$y<-den.rmi1$y*length(rmi1)*0.5 lines(den.rmi1,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rmi1)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rmi1)
qqline(rmi1) #Histogram Residual Deviance hist(rdi1,xlab="Residual Deviance Model Cox-PH") den.rdi1<-density(rdi1) den.rdi1<-density(rdi1,width=1.5) den.rdi1$y<-den.rdi1$y*length(rdi1)*0.5 lines(den.rdi1,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rdi1)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rdi1) qqline(rdi1) #Histogram Residual Normal Deviate hist(ni,xlab="Residual Normal Deviate Model Cox-PH") den.ni<-density(ni) den.ni<-density(ni,width=1.5) den.ni$y<-den.ni$y*length(ni)*0.5 lines(den.ni,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(ni)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(ni) qqline(ni) #Histogram Residual Log-Odds hist(lmi,xlab="Residual Log-Odds Model Cox-PH") den.lmi<-density(lmi) den.lmi<-density(lmi,width=3) den.lmi$y<-den.lmi$y*length(lmi)*1 lines(den.lmi,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(lmi)*1 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") plot(qlogis(ppoints(lmi)),sort(lmi)) #logistic qqplot abline(lm(sort(lmi)~qlogis(ppoints(lmi))))
3. Program S-Plus 2000 Model Parametrik Data Penderita Kanker Paru-Paru inst<-lung$v1 time<-lung$v2 status<-lung$v3
age<-lung$v4 sex<-lung$v5 ph.ecog<-lung$v6 ph.karno<-lung$v7 pat.karno<-lung$v8 meal.cal<-lung$v9 wt.loss<-lung$v10 ldata<-lung[,c(1,2,3,5,6,7,8,10)] inds<-is.na(apply(ldata,1,sum)) lung1<-ldata[!inds,] dim(lung1) attach(lung1) inst1<-lung1$inst time1<-lung1$time status1<-lung1$status sex1<-lung1$sex ph.ecog1<-lung1$ph.ecog ph.karno1<-lung1$ph.karno pat.karno1<-lung1$pat.karno wt.loss1<-lung1$wt.loss #Model parametrik exp.lung1<-
survReg(Surv(time1,status1)~ph.ecog1+sex1+inst1+wt.loss1+ph.karno1+pat.karno1,data=lung1,na.action=na.exclude,dist="exp")
summary(exp.lung1) weib.lung1<-
survReg(Surv(time1,status1)~ph.ecog1+sex1+inst1+wt.loss1+ph.karno1+pat.karno1,data=lung1,na.action=na.exclude,dist="weib")
summary(weib.lung1) #Standarisasi residual intcp<-rep(1,209) pre.exp<-
cbind(intcp,ph.ecog1,sex1,inst1,wt.loss1,ph.karno1,pat.karno1)%*%coef(exp.lung1)
pre.weib<-cbind(intcp,ph.ecog1,sex1,+inst1,wt.loss1,ph.karno1,pat.karno1)%*%coef(weib.lung1)
#Model parametrik scale.weib<-.614 rsi.exp<-log(time1)-pre.exp rsi.weib<-(log(time1)-pre.weib)/scale.weib #Cox-Snell Residual rci.exp<-exp(rsi.exp) rci.weib<-exp(rsi.weib) #fungsi survival residual (Si) Si.exp<-exp(-rci.exp) Si.weib<-exp(-rci.weib) #Modifikasi residual Cox-snell
rcimod.exp<-1-status1+rci.exp rcimod.weib<-1-status1+rci.weib #Residual Martingale rmi.exp<-status1-rci.exp rmi1.exp<-resid(exp.lung1) rmi.weib<-status1-rci.weib rmi1.weib<-resid(weib.lung1) #Residual Deviance rdi.exp<-sign(rmi1.exp)*sqrt(-2*(rmi1.exp+status1*log(status1-rmi1.exp))) rdi1.exp<-resid(exp.lung1,type="deviance") rdi.weib<-sign(rmi1.weib)*sqrt(-2*(rmi1.weib+status1*log(status1-rmi1.weib))) rdi1.weib<-resid(weib.lung1,type="deviance") #Residual Normal Deviate shat.exp<-exp(-rci.exp) ni.exp<-qnorm(shat.exp) nmi.exp<-ni.exp nmi.exp[status1==0]<-qnorm(shat.exp[status1==0]/2) nei.exp<-ni.exp nei.exp[status1==0]<--exp(-
(ni.exp[status1==0]^2)/2)/(sqrt(2*pi)*shat.exp[status1==0]) shat.weib<-exp(-rci.weib) ni.weib<-qnorm(shat.weib) nmi.weib<-ni.weib nmi.weib[status1==0]<-qnorm(shat.weib[status1==0]/2) nei.weib<-ni.weib nei.weib[status1==0]<--exp(-
(ni.weib[status1==0]^2)/2)/(sqrt(2*pi)*shat.weib[status1==0]) #Residual Log-Odds li.exp<-log(shat.exp/(1-shat.exp)) lmi.exp<-li.exp lmi.exp[status1==0]<-log(shat.exp[status1==0]/(2-shat.exp[status1==0])) lei.exp<-li.exp lei.exp[status1==0]<-li.exp[status1==0]-
(1+exp(li.exp[status1==0]))*log(1+exp(li.exp[status1==0]))/exp(li.exp[status1==0])
li.weib<-log(shat.weib/(1-shat.weib)) lmi.weib<-li.weib lmi.weib[status1==0]<-log(shat.weib[status1==0]/(2-shat.weib[status1==0])) lei.weib<-li.weib lei.weib[status1==0]<-li.weib[status1==0]-
(1+exp(li.exp[status1==0]))*log(1+exp(li.exp[status1==0]))/exp(li.exp[status1==0])
par(mfrow=c(2,2)) plot(pre.exp[status1==1],rci.exp[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.exp),max(pre.exp)),ylim=c(min(rci.exp),max(rci.exp)),xlab="line
ar predictor",ylab="residual") points(pre.exp[status1==0],rci.exp[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Cox-Snell Model Eksponensial",cex=.6) plot(pre.weib[status1==1],rci.weib[status1==1],type="p",pch=".",
xlim=c(min(pre.weib),max(pre.weib)),ylim=c(min(rci.weib),max(rci.weib)),xlab="linear predictor",ylab="residual")
points(pre.weib[status1==0],rci.weib[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Cox-Snell Model Weibull",cex=.6) plot(pre.exp[status1==1],rmi1.exp[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.exp),max(pre.exp)),ylim=c(min(rmi1.exp),max(rmi1.exp)),xlab="li
near predictor",ylab="residual") points(pre.exp[status1==0],rmi1.exp[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Martingale Model Eksponensial ",cex=.6) plot(pre.weib[status1==1],rmi1.weib[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.weib),max(pre.weib)),ylim=c(min(rmi1.weib),max(rmi1.weib)),xlab
="linear predictor",ylab="residual") points(pre.weib[status1==0],rmi1.weib[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Martingale Model Weibull ",cex=.6) plot(pre.exp[status1==1],rdi1.exp[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.exp),max(pre.exp)),ylim=c(min(rdi1.exp),max(rdi1.exp)),xlab="li
near predictor",ylab="residual") points(pre.exp[status1==0],rdi1[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Deviance model Eksponensial",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) plot(pre.weib[status1==1],rdi1.weib[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.weib),max(pre.weib)),ylim=c(min(rdi1.weib),max(rdi1.weib)),xlab
="linear predictor",ylab="residual") points(pre.weib[status1==0],rdi1[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residuals Deviance Model Weibull",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) plot(pre.exp[status1==1],nmi.exp[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.exp),max(pre.exp)),ylim=c(min(nmi.exp),max(nmi.exp)),xlab="line
ar predictor",ylab="residual") points(pre.exp[status1==0],nmi.exp[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Normal Deviate Model Eksponensial",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) plot(pre.weib[status1==1],nmi.weib[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.weib),max(pre.weib)),ylim=c(min(nmi.weib),max(nmi.weib)),xlab="
linear predictor",ylab="residual") points(pre.weib[status1==0],nmi.weib[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Normal Deviate Model Weibull",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) plot(pre.exp[status1==1],lmi.exp[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.exp),max(pre.exp)),ylim=c(min(lmi.exp),max(lmi.exp)),xlab="line
ar predictor",ylab="residual") points(pre.exp[status1==0],lmi.exp[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Log-Odds Model Eksponensial",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) plot(pre.weib[status1==1],lmi.weib[status1==1],type="p",pch=".", xlim=c(min(pre.weib),max(pre.weib)),ylim=c(min(lmi.weib),max(lmi.weib)),xlab="
linear predictor",ylab="residual") points(pre.weib[status1==0],lmi.weib[status1==0],type="p",pch="*") title(main="Residual Log-Odds Model Weibull",cex=.6) abline(h=c(qnorm(0.025),qnorm(0.975)),lty=2) #Histogram Residual Cox-Snell Model Eksponensial hist(rci.exp,xlab="Residual Cox-Snell Model Eksponensial")
den.rci.exp<-density(rci.exp) den.rci.exp<-density(rci.exp,width=1.5) den.rci.exp$y<-den.rci.exp$y*length(rci.exp)*0.5 lines(den.rci.exp,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rci.exp)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rci.exp) qqline(rci.exp) #Histogram Residual Cox-Snell Model Weibull hist(rci.weib,xlab="Residual Cox-Snell Model Weibull") den.rci.weib<-density(rci.weib) den.rci.weib<-density(rci.weib,width=1.5) den.rci.weib$y<-den.rci.weib$y*length(rci.weib)*0.5 lines(den.rci.weib,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rci.weib)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rci.weib) qqline(rci.weib) #Histogram Residual Martingale Model Eksponensial hist(rmi1.exp,xlab="Residual Martingale Model Eksponensial") den.rmi1.exp<-density(rmi1.exp) den.rmi1.exp<-density(rmi1.exp,width=1.5) den.rmi1.exp$y<-den.rmi1.exp$y*length(rmi1.exp)*0.5 lines(den.rmi1.exp,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rmi1.exp)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rmi1.exp) qqline(rmi1.exp) #Histogram Residual Martingale Model Weibull hist(rmi1.weib,xlab="Residual Martingale Model Weibull") den.rmi1.weib<-density(rmi1.weib) den.rmi1.weib<-density(rmi1.weib,width=1.5) den.rmi1.weib$y<-den.rmi1.weib$y*length(rmi1.weib)*0.5 lines(den.rmi1.weib,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rmi1.weib)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rmi1.weib) qqline(rmi1.weib) #Histogram Residual Deviance Model Eksponensial
hist(rdi1.exp,xlab="Residual Deviance Model Eksponensial") den.rdi1.exp<-density(rdi1.exp) den.rdi1.exp<-density(rdi1.exp,width=1.5) den.rdi1.exp$y<-den.rdi1.exp$y*length(rdi1.exp)*0.5 lines(den.rdi1.exp,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rdi1.exp)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rdi1.exp) qqline(rdi1.exp) #Histogram Residual Deviance Model Weibull hist(rdi1.weib,xlab="Residual Deviance Model Weibull") den.rdi1.weib<-density(rdi1.weib) den.rdi1.weib<-density(rdi1.weib,width=1.5) den.rdi1.weib$y<-den.rdi1.weib$y*length(rdi1.weib)*0.5 lines(den.rdi1.weib,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(rdi1.weib)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(rdi1.weib) qqline(rdi1.weib) #Histogram Residual Normal Deviate Model Eksponensial hist(nmi.exp,xlab="Residual Normal Deviate Model Eksponensial") den.nmi.exp<-density(nmi.exp) den.nmi.exp<-density(nmi.exp,width=1.5) den.nmi.exp$y<-den.nmi.exp$y*length(nmi.exp)*0.5 lines(den.nmi.exp,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(nmi.exp)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(nmi.exp) qqline(nmi.exp) #Histogram Residual Normal Deviate Model Weibull hist(nmi.weib,xlab="Residual Normal Deviate Model Weibull") den.nmi.weib<-density(nmi.weib) den.nmi.weib<-density(nmi.weib,width=1.5) den.nmi.weib$y<-den.nmi.weib$y*length(nmi.weib)*0.5 lines(den.nmi.weib,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(nmi.weib)*0.5 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") qqnorm(nmi.weib)
qqline(nmi.weib) #Histogram Residual Log-Odds Model Eksponensial hist(lmi.exp,xlab="Residual Log-Odds Model Eksponensial") den.lmi.exp<-density(lmi.exp) den.lmi.exp<-density(lmi.exp,width=3) den.lmi.exp$y<-den.lmi.exp$y*length(lmi.exp)*1 lines(den.lmi.exp,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(lmi.exp)*1 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") plot(qlogis(ppoints(lmi.exp)),sort(lmi.exp)) #logistic qqplot abline(lm(sort(lmi.exp)~qlogis(ppoints(lmi.exp)))) #Histogram Residual Log-Odds Model Weibull hist(lmi.weib,xlab="Residual Log-Odds Model Weibull") den.lmi.weib<-density(lmi.weib) den.lmi.weib<-density(lmi.weib,width=3) den.lmi.weib$y<-den.lmi.weib$y*length(lmi.weib)*1 lines(den.lmi.weib,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(lmi.weib)*1 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") plot(qlogis(ppoints(lmi.weib)),sort(lmi.weib)) #logistic qqplot abline(lm(sort(lmi.weib)~qlogis(ppoints(lmi.weib))))
4. Program S-Plus 2000 Untuk Simulasi set.seed(373) npat<-100 rate1<-1 rmult<-1/2 stimes1<-rexp(npat,rate=rate1) #menghasilkan sampel random pada survival time
berukuran 100 dari distribusi eksponensial stimes2<-rexp(npat,rate=rmult)
stimes<-c(stimes1,stimes2) stimes group<-rep(0:1,rep(npat,2)) #menghasilkan laporan grup kovariat group etimes<-runif(npat*2) etimes quantile(etimes+stimes,probs=seq(0,1,.10),na.rm=F) #sensor pada x tahun #gunakan max(stimes) (tanpa pensensoran) x<-max(stimes)+1 event<-rep(1,npat*2) event[(etimes+stimes)>x]<-0 stimes[(etimes+stimes)>x]<-x-etimes[(etimes+stimes)>x] ph1<-coxph(Surv(stimes,event)~group,method="breslow") ph1z<-cox.zph(ph1) #plot(ph1z) base.avg<-survfit(ph1) base.zero<-survfit(ph1,data.frame(group=0)) jump.times<-base.zero$time jump.surv<-base.zero$surv numd<-base.zero$n.event numr<-base.zero$n.risk nrep<--diff(c(numr,0)) base.savg<-rep(base.avg$surv,nrep) base.havg<--log(base.savg) base.s0<-rep(jump.surv,nrep) base.h0<--log(base.s0) #Residual Cox-Snell rci<-event-resid(ph1) #rci #Modifikasi Residual Cox-Snell rci.mod<-1-event+rci #Residual Martingale rmi<-resid(ph1) #Residual Deviance rdi<-resid(ph1,type="deviance") #Residual Normal Deviate Shat<-exp(-rci) ni<-qnorm(Shat) #Residual Log-Odds li<-log(Shat/(1-Shat)) #HISTOGRAM par(mfrow=c(2,2)) hist(ni)
den.ni<-density(ni) den.ni<-density(ni,width=1.5) den.ni$y<-den.ni$y*length(ni)*0.5 lines(den.ni,lwd=2) xs<-seq(-3,8,.05) xs ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(ni)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) qqnorm(ni) qqline(ni) hist(li) den.li<-density(li) den.li<-density(li,width=3) den.li$y<-den.li$y*length(li)*1 lines(den.li,lwd=2) xs<-seq(-6,6,.1) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(li)*1 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) plot(qlogis(ppoints(li)),sort(li)) abline(lm(sort(li)~qlogis(ppoints(li)))) #Residual Normal Deviate pada Model Parametrik expfit<-survReg(Surv(stimes,event)~group,dist="exponential") expfit2<-survReg(Surv(stimes,event)~group,dist="weibull") ests1<-coef(expfit) ests2<-coef(expfit2) #Nilai skala yang dihasilkan dari expfit1--expfit2 scale1<-1 scale2<-0.9471844 rsi1<-(log(stimes)-(ests1[1]+ests1[2]*group))/scale1 rsi2<-(log(stimes)-(ests2[1]+ests2[2]*group))/scale2 Shat1<-exp(-exp(rsi1)) Shat2<-exp(-exp(rsi2)) ni1<-qnorm(Shat1) ni2<-qnorm(Shat2) #Residual Log-Odds pada Model Parametrik li1<-log(Shat1/(1-Shat1)) li2<-log(Shat2/(1-Shat2)) par(mfrow=c(2,2)) hist(ni1) den.ni1<-density(ni1) den.ni1<-density(ni1,width=1.5) den.ni1$y<-den.ni1$y*length(ni1)*0.5 lines(den.ni1,lwd=2)
xs<-seq(-3,3,.1) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(ni1)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) qqnorm(ni1) qqline(ni1) hist(ni2) den.ni2<-density(ni2) den.ni2<-density(ni2,width=1.5) den.ni2$y<-den.ni2$y*length(ni2)*0.5 lines(den.ni2,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.1) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(ni2)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) qqnorm(ni2) qqline(ni2) par(mfrow=c(2,2)) hist(li1) den.li1<-density(li1) den.li1<-density(li1,width=1.5) den.li1$y<-den.li1$y*length(li1)*0.5 lines(den.li1,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.1) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(li1)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) plot(qlogis(ppoints(li1)),sort(li1)) abline(lm(sort(li1)~qlogis(ppoints(li1)))) hist(li2) den.li2<-density(li2) den.li2<-density(li2,width=1.5) den.li2$y<-den.li2$y*length(li2)*0.5 lines(den.li2,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.1) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(li2)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) plot(qlogis(ppoints(li2)),sort(li2)) abline(lm(sort(li2)~qlogis(ppoints(li2)))) #Distribusi Weibull set.seed(373) n<-100 shap1<-2 shap2<-2 scal1<-.5 scal2<-2 stims1<-rweibull(n,shap1,scall) stims2<-rweibull(n,shap2,scal2) stims<-c(stims1,stims2) group<-rep(0:1,rep(n,2))
etims<-runif(n*2) quantile(etims+stims,probs=seq(0,1,.10),na.rm=F) x<-1.5247752 evnt<-rep(1,n*2) evnt[(etims+stims)>x]<-0 stims[(etims+stims)>x]<-x-etims[(etims+stims)>x] fit1<-survReg(Surv(stims,evnt)~group,dist="Eksponensial") fit2<-survReg(Surv(stims,evnt)~group,dist="Weibull") ests<-coef(fit1) lhat1<-exp(-ests[1]) lhat2<-exp(-sum(ests)) times<-seq(0,max(stims),.1) Shat1<-exp(-exp(log(times)-ests[1])) Shat2<-exp(-exp(log(times)-sum(ests))) par(mfrow=c(2,2)) km1<-survfit(Surv(stims,evnt)~group) plot(km1,lty=c(1,4)) plot(km[1],conf.int="n",xlim=c(0,max(stims))) lines(tims,Shat1,lty=4) plot(km1[2],conf.int="n",xlim=c(0,max(stims))) lines(tims,Shat2,lty=4) ph1<-coxph(Surv(stims,evnt)~group,method="breslow") ph1z<-cox.zph(ph1) plot(ph1z) 1p.ph1<-ph1$linear.predictors #Perhitungan Estimasi Nelson-Aalen pada baseline Hazard base.avg<-survfit(ph1) base.zero<-survfit(ph1,data.frame(group=0)) jump.time<-base.zero$time jump.surv<-base.zero$surv numd<-base.zero$n.event numr<-base.zero$n.risk nrep<--diff(c(numr,0)) base.savg<-rep(base.avg$surv,nrep) base.havg<--log(base.savg) base.s0<-rep(jump.surv,nrep) base.h0<--log(base.s0) #Residual Cox-Snell rci<-evnt-resid(ph1) #Modifikasi Residual Cox-Snell rci.mod<-1-evnt+rci #Residual Martingale rmi<-resid(ph1) #Residual Deviance rdi<-resid(ph1,type="deviance")
#Residual Normal Deviate Scap<-exp(-rci) ni<-qnorm(Scap) #Residual Log-Odds li<-log(Scap/(1-Scap)) lmi<-li lmi[event==0]<-log(Scap[event==0]/(2-Scap[event==0])) #HISTOGRAM par(mfrow=c(2,2)) hist(nimpmean,xlab="Residual Normal Deviate") den.nimpmean<-density(nimpmean) den.nimpmean<-density(nimpmean,width=1.5) den.nimpmean$y<-den.nimpmean$y*length(nimpmean)*0.5 lines(den.nimpmean,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(nimpmean)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) qqnorm(nimpmean) qqline(nimpmean) hist(lmi,xlab="Residual Log-Odds") den.lmi<-density(lmi) den.lmi<-density(lmi,width=3) den.lmi$y<-den.lmi$y*length(lmi)*1 lines(den.lmi,lwd=2) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(lmi)*0.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) plot(qlogis(ppoints(lmi1)),sort(lmi1)) abline(lm(sort(lmi1)~qlogis(ppoints(lmi1)))) #Residual Normal Deviate pada Model Parametrik fit1<-survReg(Surv(stims,evnt)~group,dist="Eksponensial") fit2<-survReg(Surv(stims,evnt)~group,dist="Weibull") ests1<-coef(fit1) ests2<-coef(fit2) #Nilai skala yang dihasilkan dari expfit1--expfit2 scale<-1 scale2<-.660931 rs1<-(log(stims)-(ests[1]+ests[2]*group))/scale1 rs2<-(log(stims)-(ests[1]+ests[2]*group))/scale2 Scap1<-exp(-exp(rs1)) Scap2<-exp(-exp(rs2)) ni1<-qnorm(Scap1) ni2<-qnorm(Scap2)
#Residual Log-Odds pada Model Parametrik li1<-log(Scap1/(1-Scap1)) li2<-log(Scap2/(1-Scap2)) lmi1<-li1 lmi1[evnt==0]<-log(Scap1[evnt==0]/(2-Scap1[evnt==0])) lmi2<-li2 lmi2[evnt==0]<-log(Scap2[evnt==0]/(2-Scap2[evnt==0])) den.nimp1<-density(nimp1) den.nimp2-density(nimp2) hist(nimp2,xlab="Residual Normal Deviate") den.nimp2<-density(nimp2) den.nimp2<-density(nimp2,width=1.5) den.nimp2$y<-den.nimp2$y*length(nimp2)*0.5 lines(den.nimp1,lwd=2,lty=1,col=1) lines(den.nimp2lwd=2,lty=1,col=1) xs<-seq(-3,3,.01) ys<-dnorm(xs) ys<-ys*length(nimp1)*.5 lines(xs,ys,type="o",lwd=2) legend(0,40,c("Eksponensial","Weibull"),lty=1:2) qqnorm(nimp2) qqline(nimp2) den.lmi1<-density(lmi1,width=3) den.lmi2-density(lmi2width=3) hist(lmi2,xlab="Residual Log-Odds") den.lmi2<-density(lmi2) den.lmi2<-density(lmi2,width=1.5) den.lmi2$y<-den.lmi2$y*length(lmi2)*1 lines(den.lmi1,lwd=2,lty=1,col=1) lines(den.lmi2lwd=2,lty=1,col=1) xs<-seq(-6,6,.05) ys<-dlogis(xs) ys<-ys*length(lmi2)*1 lines(xs,ys,lwd=2,type="o") legend(2,70,c("Eksponensial","Weibull"),lty=1:2)
top related