peran lptk dalam mewujudkan merdeka belajar dan … aloysius mering - seminar... · yang paling...
Post on 15-Oct-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
PERAN LPTK DALAM MEWUJUDKAN MERDEKA
BELAJAR DAN GURU PENGGERAK
Dr. Aloysius Mering
Disampaikan pada Seminar Yudisium II FKIP UNTAN
Januari 2020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
1
PERAN LPTK DALAM MEWUJUDKAN MERDEKA BELAJAR DAN
GURU PENGGERAK
Dr. Aloysius Mering1
Ada tiga teori yang perlu dijelaskan pada judul tulisan ini, yakni (1) merdeka
belajar, (2) guru penggerak, dan (3) peran LPTK.
A. Merdeka Belajar
Sejumlah masyarakat Indonesia “mengira” bahwa teori “merdeka belajar” yang
dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Nadiem Anwar
Makarim) adalah teori baru. Ternyata jika ditelusuri dalam internet maka
ditemukan jutaan istilah yang sama, seperti “freedom to learn” (Carl Rogers,
1969), dan “freedom in learning” (David Gribble, sekitar tahun 1998). Walaupun
secara harfiah istilah “merdeka belajar” dengan “freedom to learn” sama, namun
oleh pengguna teori ternyata dimaksudkan untuk hal yang berbeda. Secara umum
perbedaannya adalah “merdeka belajar” menurut Mendikbud Nadiem lebih
ditekankan pada kebebasan guru atau sekolah dalam pengelolaan pembelajaran
(USBN, UN, RPP, dan Zonasi PPDB atau Penerimaan Siswa Baru)—teorinya
sejauh yang penulis pahami adalah “kemerdekaan berpikir pada guru”, sedangkan
“freedom to learn” berhubungan dengan proses belajar siswa.
1. Freedom to learn (merdeka belajar menurut Carl Rogers)
Teori freedom to learn (Buku Carl Rogers: Freedom To Learn) diperkenalkan
Rogers tahun 1969. Beberapa penulis menggambarkan bahwa belajar, khususnya
masa TK sampai dengan Sekolah Menengah adalah proses yang membosankan.
Sebab dari rasa bosan itu disebutkan adanya kegiatan tanya jawab (cenderung
investigasi), latihan-latihan, mencatat, membaca, mengikuti tes (pilihan ganda),
1 Aloysus Mering, tulisan disampaikan pada seminar dalam rangka yudisum FKIP UNTAN
Periode II Tahun Akademik 2019/2020
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
2
dan sebagainya. Atas semua kebosanan ini muncul harapan akan lahirnya
pembelajaran yang lebih menyenangkan, menarik, dan inovatif. Namun, sampai
saat ini (menurut penulis) pendekatan belajar dan mengajar tersebut tidak lebih
dari pengulangan pengalaman, sistem, dan pendekatan yang masih tetap
“membosankan”. Menurut Carl Rogers (disebutkan sebagai salah seorang pendiri
psikologi humanistik) freedom to learn (merdeka belajar) adalah kebebasan
belajar, yang didasari keingintahuan seseorang untuk membuat sesuatu yang baru.
Keingintahuan tersebut tidak dipaksakan dari luar dan guru harus “menjadi
pribadi bagi siswanya”, bukan sebagai wajah kurikulum dan saluran pewarisan
pengetahuan dari generasi ke generasi. Menurut Rogers, belajar itu berdasarkan
prinsip-prinsip;
a. Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang berarti bilamana pelajaran relevan dengan tujuan pribadi siswa.
c. Belajar dimudahkan bilamana siswa ikut bertanggungjawab dalam proses
belajar.
d. Dasar dari terwujudnya kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam
belajar adalah sikap kritis terhadap diri sendiri (auto-kritik) dan evaluasi diri,
sedangkan evaluasi dari orang lain merupakan hal yang kedua.
e. Yang paling bermakna dalam hal belajar di kehidupan sosial yang modern
adalah belajar tentang proses belajar itu sendiri (learning how to learn),
keterbukaan (kejujuran) terhadap pengalaman dan seseorang itu menyatu
dengan proses perubahan.
f. Belajar yang didasari oleh inisiatif diri yang melibatkan keseluruhan perasaan
seorang pebelajar dan juga inteleknya akan meresap dan bertahan lama.
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
3
g. Belajar yang lebih bermakna diperoleh melalui praktik (acquire through
doing).
Bagan Freedom to Learn dari Rogers adalah sebagai berikut:
Tugas sistem sekolah (elemen-elemen sekolah: guru, dll) adalah membantu siswa
(pebelajar) untuk mengembangkan keterampilan “bagaimana belajar” bukan “apa
yang dipelajari” (learning how to learn not what to learn). Contoh berlajar
bermakna disimpulkan dari Carl Roger (1969) sebagai berikut.
Roger membuat catatan terhadap catatan informal Barbara J. Shiel, seorang guru, yang
keluar dari keputus-asaan dan frustrasi memutuskan mencoba melakukan eksperimen
yang tegas untuk meningkatkan pengalaman belajar pada kelas VI yang diajarnya. Pada
eksperimen tersebut guru Shiel mengenalkan konsep “kontrak tugas” (work contracts).
Kontrak tugas (kontrak kegiatan belajar) yang sama ini terdiri dari daftar dari
keseluruhan bahan ajar kelas VI yang akan dipelajari. Dalam masing-masing daftar
bahan ajar tersebut dituliskan saran-saran untuk dipelajari dan ruang untuk untuk
masing-masing siswa menulis rencana di setiap area. “Disebabkan guru Shiel tidak
bebas untuk membuang jadwal kurikulum nasional, ia membuat blok jadwal perminggu
untuk siswa—hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk perencanaan kegiatan para
siswa. Shiel dan siswanya mendiskusikan sekuen belajar, khususnya matematika,
ketuntasan keterampilan sebelum melanjutkan ke level belajar berikutnya. Mereka
menentukan syarat keterampilan awal, menunjukkan keterampilan, dan menentukan
latihan-latihan yang diperlukan untuk tuntas pada keterampilan yang ditentukan dan tes
untuk menguji pencapaian siswa. Bilamana siswa merasa siap untuk melanjutkan
kegiatan (belajar), mereka bebas untuk membuat keputusan untuk melanjutkan. Siswa
menetukan langkah mereka sendiri, melanjutkan pada tingkatan mereka sendiri, dan
melanjutkan sejauh yang mereka mampu atau mendorong diri sendiri untuk
melanjutkan.
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
4
2. Merdeka belajar (gagasan Mendikbud Nadiem Makarim)
Menurut Nadiem Makarim (Diskusi Standard Nasional Pendidikan, di Hotel
Century Park, Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019). Merdeka Belajar
adalah “kemerdekaan berpikir dan esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di
guru dulu—tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi pada murid.
Implementasi dari konsep merdeka belajar dari Mendikbud Nadiem adalah
program (1) USBN diganti ujian (asesmen), (2) 2021 UN diganti, (3) RPP
dipersingkat, (4) Zonasi PPDB lebih fleksibel.
Pelaksanaan dari kemerdekaan berpikir pada sekolah dimulai dari:
a. Mengembalikan penilaian Ujian Sekolah Berbasis Nasional ke sekolah.
Menurut Nadiem USBN telah membatasi penerapan semangat UU Sisdiknas
yang memberikan keleluasaan kepada sekolah dan guru untuk menentukan
kelulusan siswa. Karena itu tahun 2020 USBN akan diganti dengan ujian
(asesmen) yang diselenggarakan oleh sekolah sendiri.
Konsep yang ditawarkan adalah;
1) Ujian atau asesmen tersebut dilaksanakan dalam bentuk tes tertulis atau
penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio, penugasan
(kelompok, karya tulis, dsb.). Merdeka belajar dalam pengertian ini adalah
kemerdekaan pada sekolah dan guru untuk menilai hasil belajar siswanya.
2) USBN dimaksudkan juga untuk menilai kapasitas guru dan sekolah dalam
meneningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dipersingkat.
RPP adalah merupakan terjemahan dari penerjemahan kompetensi dasar oleh
guru melalui proses interpretasi, refleksi, dan proses pemikiran secara
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
5
mandiri, termasuk bagaimana menilai kompetensinya. Dengan terjadinya
proses refleksi dan meta kognitif guru, maka barulah terjadi proses refleksi
murid dan meta koginitif siswa. "Ini adalah proses wajib dilaksanakan semua
guru." Nadiem mengatakan, semua guru harus berpikir secara mandiri.
Menurutnya, pembelajaran tidak akan terjadi jika hanya administrasi
pendidikan yang dibereskan. Refleksi terhadap RPP ini dilakukan karena
selama ini RPP diarahkan untuk mengikuti format RPP yang kaku, terlalu
banyak komponen, dan sangat rinci. Konsep yang ditawarkan adalah (1) Guru
bebas memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP dan
(2) RPP dipersingkat hanya 1 halaman, hanya berisi tujuan pembelajaran, kegiatan
pembelajaran dan asesmen.
c. 2021 UN diganti,
UN masuk dalam program merdeka belajar, sebab Mendikbud Nadiem
berpendapat:
1) materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji
penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran.
2) UN dianggap jadi beban siswa, guru, dan orang tua karena menjadi indikator
keberhasilan siswa sebagai individu.
3) UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
4) Konsep Baru UN dan USBN tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau
penguasaan materi kurikulum seperti yang diterapkan dalam ujian nasional
selama ini, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum
siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi.
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
6
5) Asesmen ini dilakukan pada siswa di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4,
8, 11).
Inti rasionalitas UN sebagai sebab penghambat merdeka belajar adalah bahwa (a)
UN mengikat siswa dan guru dalam penguasaan konten yang terlalu padat dan (b)
UN dijadikan indikator keberhasilan siswa sebagai individu, sebab itu siswa dan
guru menjadi terikat pada indikator tersebut.
d. Zonasi PPDB lebih fleksibel.
Merdeka belajar dan sistem zonasi dikaitkan dengan kebebasan masyarakat untuk
mendapatkan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Sistem zonasi
yang dimaksudkan Mendikbud Nadiem adalah sistem zonasi yang lebih fleksibel
untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas diberbagai daerah.
Komposisi PPDB jalur zonasi yang digagas adalah (1) jalur zonasi dapat
menerima siswa minimal 50 persen, (2) jalur afirmasi minimal 15 persen, dan (3)
jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen
lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Namun demikian, menurut Nadiem,
"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi".
Jika ditarik benang merah antara “freedom to learn” dan “merdeka belajar”,
keterkaitannya pada kewenangan guru untuk merancang pembelajaran agar siswa
memiliki kebebasan untuk mencapai tujuan belajarnya. Guru harus kreatif,
interpretatif, dan reflektif dalam merancang proses belajar siswa sehingga siswa
belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dan bukan lagi apa yang
dipelajari (what to learn). Untuk merancang pembelajaran guru hanya disarankan
membuat RPP yang singkat (1 halaman) agar guru lebih banyak waktu untuk
mengadakan evaluasi proses pembelajaran, bukan menghabiskan waktu untuk
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
7
kegiatan administratif. Salah satu contoh hasil eksperimen yang dapat
meningkatkan partisipasi dan kebebasan siswa dalam melakukan proses belajar
adalah pembahasan kontrak belajar atau kontrak tugas (work contracts) oleh guru
dan siswa pada awal pertemuan.
B. Guru Penggerak
Konsep guru penggerak juga sudah dikenal pada teori Teacher as Activator of
Learning (activator teachers) yang dikemukakan dalam buku Gayle Gregory
(2016). Besaran pengaruh “guru penggerak” dan “guru sebagai fasilitator” diteliti
oleh John Hattie (Scholarship of Teaching and Learning in Psychology, 2015,
Vol. 1, No. 1, 79-91, https://www.philippinesbasiceducation.us/2017/08/teachers-
collective-efficacy-and.html). Hattie menganggap perbedaan antara pengaruh guru
penggerak (guru aktivator) dengan guru fasilitator bermanfaat jika menggunakan
metode atau perlakuan tertentu, seperti tertera pada effect sizes (ES) dari metode
atau perlakuan berikut ini.
Data ES tersebut tidak dapat disimpulkan atau dipercayai berlaku general untuk
semua situasi belajar. Dari penelitian dan pendekatan yang dikemukakan tentang
teori Gayle Gregory dan John Hattie maka dapat kita simpulkan bahwa guru
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
8
penggerak adalah guru yang dapat mempengaruhi siswa untuk melakukan proses
belajar melalui pendekatan tertentu (teacher as Activator of Learning).
Beberapa strategi pembelajaran yang disebutkan dalam tabel di atas dijelaskan
secara ringkas, sebagai berikut:
1. Meta-cognition, strategi yang digunakan untuk menyusun sistem berpikir
dalam mengendalikan diri mempelajari sesuatu, bagaimana ia harus belajar,
dan mengevaluasi tindakannya untuk mencapai sesuatu yang dibutuhkannya.
2. Self-verbalization, adalah ungkapan-ungkapan verbal guru untuk menciptakan
respon atau motivasi positif pada siswa—agar mereka terdorong untuk
melakukan perubahan atau peningkatan.
3. Reciprocal teaching, secara singkat diartikan Leo Sutrisno (2020) sebagai
pemodelan dan praktik terbimbing. Langkah-langkah yang ditempuh (1)
bertanya, (2) perangkuman, (3) klarifikasi, (4) prediksi.
4. Feedback, adalah respon guru atas apa yang dilakukan siswa. Kinerja siswa
diberi masukan (positif) oleh guru agar dilakukan perbaikan terhadap yang
keliru atau pengayaan terhadap yang benar.
Guru penggerak: Mendikbud Nadiem Anwar Makarim
Menurut Nadiem, guru penggerak adalah guru yang dengan sadar dan atas inisiatif
sendiri mau dan mampu melakukan perubahan-perubahan tanpa menunggu
komando (perintah). Setidaknya terdapat lima perubahan kecil yang bisa dimulai
para guru di dalam kelas yakni (a) mengajak murid berdiskusi bukan hanya
mendengar, (b) memberikan kesempatan kepada murid mengajar di kelas, (c)
mencetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan semua kelas, (d) menemukan
bakat pada diri murid yang kurang percaya diri, dan (e) menawarkan bantuan pada
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
9
guru lain yang sedang mengalami kesulitan. Lembaga pendidikan Indonesia
membutuhkan guru penggerak. Mendikbud sama sekali tidak menyinggung guru
profesional atau guru berkualitas, seperti yang diharapkan selama ini. Artinya,
Mendikbud menyadari bahwa yang kurang pada pendidikan Indonesia adalah
guru yang dapat menggerakan diri, menggerakkan siswa, menggerakkan
lingkungan, dan termasuk orang tua untuk memikirkan dan melakukan yang
terbaik untuk siswa. “Mungkin” Indonesia sudah memiliki cukup banyak guru
profesional dan guru yang berkualitas. Tetapi mereka belum mampu secara sadar
tanpa pamrih menggerakkan lingkungannya untuk kemajuan dan kebaikkan
siswanya. Guru penggerak harus “militan”, sebab pengaruh lingkungan, perilaku
konformitas sekolah yang negatif dapat meruntuhkan idealisme mereka.
C. Peran LPTK mewujudkan merdeka belajar dan guru penggerak
LPTK adalah instrumen utama dan sekaligus partner pemerintah dalam
melahirkan guru. Sebagai instrumen utama, LPTK sengaja dididirikan pemerintah
untuk mencetak tenaga guru yang “diinginkan”. Sebagai partner, LPTK telah
mewujudkan diri menjelma menjadi lembaga independen (semi-independen) yang
melahirkan guru. Daya kontrol pemerintah lebih bersifat administratif (pendanaan,
fasilitas, dan manajemen sumber daya). Hal ini disebabkan LPTK tidak
sepenuhnya dibiayai (dana masyarakat yang dikelola oleh negara). Isinya,
terutama kurikulumnya dalam praktik “sebagian besar” ditentukan oleh LPTK.
Jadi, tidak heran jika masing-masing LPTK muncul dengan wajahnya sendiri-
sendiri. Untuk melahirkan dosen penggerak di lingkungan LPTK pun masih
banyak hal yang memasung dosen (guru). Pemasungan tersebut disebabkan
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
10
pemerintah “punya hobi” membuat aturan yang “disangka” akan meningkatkan
kualitas pendidikan, contohnya;
1. Peraturan tentang administrasi pembelajaran yang kaku (RPS).
2. Peraturan studi linieritas.
3. Peraturan studi berjarak (untuk dapat izin belajar, minimal 60 km).
4. Syarat kenaikan pangkat yang semakin rumit (terlalu administratif).
5. Mata kuliah yang terlalu banyak dengan sks yang rata-rata kecil (perlu banyak
ruang, perlu banyak dosen, perlu banyak fasilitas, perlu banyak, dsb).
6. Persepsi tentang penyediaan dana, perbaikan kurikulum, dan instruksi-instruksi
(peraturan-kebijakan) yang dikira dapat membuat reformasi pendidikan.
Persepsi tentang upaya melahirkan guru berkualitas versi Belmawa (Dirjen
Belmawa, Intan Ahmad dalam acara Penandatanganan Kontrak dengan 20 LPTK
penyelenggara PPG, tanggal 23 Februari 2016 di Jakarta), yakni (1) dengan
pendanaan yang memadai, perbaikan pendidikan yang dimulai dengan kualitas
dan profesionalisme guru, peningkatan kualitas LPTK, perbaikan sarana dan
prasarana belajar, kesejahteraan guru, sampai dengan penyediaan buku pelajaran
murah/terjangkau terus diupayakan oleh pemerintah, (2) untuk menghasilkan guru
yang berkualitas, LPTK harus direvitalisasi, (3) seleksi terhadap calon guru (bibit
unggul), (4) dibuat program PPG seperti kedokteran, (5) disiapkan 150
orang student mobility, dan (6) melakukan kerjasama dengan negara lain.
Mengacu pada dua program program Mendikbud, yakni “merdeka belajar” dan
“guru penggerak” maka LPTK seharusnya fokus pada empat kompetensi guru,
yakni (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi pedagogik, (3) kompetensi
SEMINAR PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
WISUDA PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2019/2020
11
sosial, dan (4) kompetensi profesional. Selama ini, dosen sibuk dan berkutat
dengan materinya sendiri. Hal-hal yang harus difokuskan dosen antara lain.
a. Kompetensi pedagogik: mengenalkan dan melatih keterampilan calon guru
menjadi guru aktivator yang mampu melaksanakan pembelajaran yang
merangsang siswa berinisiatif belajar mandiri. Misalnya strategi pembelajaran
resiprokal (reciprocal teaching), umpan balik (feedback), pembelajaran self-
verbalization, meta-cognition, direct intruction, mastery learning, goals-
challenging, frequent/effects of testing, dan behavioral organizers, dan strategi
lain untuk guru fasilitator.
b. Kompetensi kepribadian: melatih calon guru menjadi guru penggerak,
mandiri, kreatif, inovatif, empati pada tugas, terbuka pada perubahan, dan
merdeka berpikir.
c. Kompetensi profesional: melatih calon guru menguasai ilmu pengetahuan/
bidang studi dan keterampilan dalam bidang evaluasi agar merdeka dalam
meng-asesmen siswa dan dirinya secara komprehensif. Keterampilan ini di
LPTK sangat tidak memadai diberikan.
d. Kompetensi sosial: melatih calon guru untuk terbuka pada perubahan dan
menjadi bagian, menjadi agen perubahan itu sendiri atau menjadi penggerak
atas perubahan itu. Ilmu dan latihan yang sangat diperlukan adalah bidang
psikologi.
top related