peran ilmu hidrogeologi dan aplikasinya pada manajemen serta pekerjaan pengelolaan air, m.sadiqul...
Post on 27-Jul-2015
1.414 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERAN ILMU HIDROGEOLOGI DAN APLIKASINYA PADA
MANAJEMEN SERTA PEKERJAAN PENGELOLAAN AIR
OLEH :
M.SADIQUL IMAN H1E108059
PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2009
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Peran Ilmu Hidrogeologi dan Aplikasinya pada
Manajemen Serta Pekerjaan Pengelolaan Air ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hidrologi dan Geohidrologi. Penyusunan makalah ini berdasarkan format
yang telah diberikan. Namun demikian, penulis menyadari keterbatasan yang
dimiliki dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Noordiah Helda, M.sc
selaku dosen pengajar dan pembimbing dalam penyusunan makalah ini. Penulis
mengharapkan agar makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan juga
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Banjarbaru, September 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 1
BAB II METODE PENULISAN................................................................ 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3
3.1Daur Hidrologi................................................................................. 3
3.2 Infiltrasi............................................................................................ 4
3.3Hidrogeologi dan Air Tanah........................................................... 6
3.2.1. Terjadinya Air Tanah..................................................... 10
3.2.2. Gerakan Air Tanah........................................................ 12
3.4Aplikasi Pekerjaan Pengelolaan Air............................................... 13
BAB IV PENUTUP....................................................................................... 17
4.1Kesimpulan....................................................................................... 17
4.2Saran................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daur Hidrologi.......................................................................... 4
Gambar 2. Kurva infiltrasi dan curah hujan untuk menghitung air
larian........................................................................................................... 6
Gambar 3. Peta sebaran cekungan air tanah sebanyak 224 cekungan di Indonesia
(A) dan kondisi musim hujan di bulan Januari (B) dan musim kemarau di bulan
Juli (C)………………………………………………… 9
Gambar 4. Model ideal tipologi sistem akifer di Indonesia........................ 9
Gambar 5. Penampang lintang skematis yang memperlihatkan terjadinya air
tanah....................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya yang sampai saat ini tidak dapat tergantikan
dalam memberikan dukungan dan manfaat demi kehidupan bagi seluruh makhluk
hidup di bumi ini. Sehingga keberadaan dan kualitasnya haruslah dijadikan
prioritas utama dalam upaya pelestarian fungsinya untuk memberikan kehidupan
bagi seluruh makhluk hidup.
Seperti telah dicantumkan dalam ayat (3) pasal 33 Undang Undang Dasar
1945, bahwa "Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat",
maka keberadaan sumber daya air di bumi Indonesia ini juga harus dimanfaatkan
untuk memenuhi berbagai kebutuhan akan air, bagi kemakmuran seluruh
masyarakat. Namun dalam praktik penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air
selama ini, tujuan tersebut masih jauh dari tercapai.
Dalam menjaga keberadaan dan kualitas air tersebut tentunya daur
hidrologi sangat berperan penting dalam mencapai semua tujuan tersebut.
Adanya daur hidrologi yang berperan dalam pertukaran air di muka bumi ini tak
lepas juga dengan keberadaan air tanah.
Dengan mengetahui konsep daur hidrogeologi yaitu penyebaran dan
pergerakan air tanah secara luas, maka kita dapat menggunakan istilah daur
hidrogeologi tersebut dalam penggunaan konsep kerja untuk analisis dari berbagai
permasalahan, misalnya dalam manajemen serta pekerjaan pengelolan air.
1.2 Tujuan
Sesuai dengan judul dari makalah ini, terdapat dua permasalahan yang
ingin disampaikan dalam makalah ini, yaitu pemahaman tentang prinsip-prinsip
dasar ilmu hidrogeologi yang didasari juga dengan ilmu hidrologi serta
menerapkan prinsip-pinsip tersebut pada manajemen dan pekerjaan pengelolaan
air.
BAB II
METODE PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode
kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur dan
jurnal penelitian yang bersangkutan dengan Peran Ilmu Hidrogeologi dan
Aplikasinya pada Manajemen Serta Pekerjaan Pegelolaan Air. Selain itu
pengumpulan data juga di dapat dari pencarian informasi-informasi dari internet.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Daur Hidrologi
Daur hidrologi secara alamiah yaitu menunjukkan gerakan air di
permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari
permukaan laut ke atmofer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke
laut yang tidak pernah habis tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di
sungai, danau/waduk, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia
atau makhluk lain.
Dalam daur hidrologi, energi panas matahari menyebabkan terjadinya
proses evaporasi di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air tersebut akan
terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila
keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan turun
menjadi hujan.
Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tersebut akan tertahan oleh
tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan
tajuk/daun selama proes pembasahan tajuk,dan sebagian lainnya akan jatuh ke
atas permukan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah
melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian kecil air hujan tidak akan
pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer
(dari tajuk) selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception).
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
(terserap) ke dalam tanah (infilltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap
ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan
tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas pemukaan ke tempat
yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan
tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk
kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka
air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral
(horisontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan
tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air
hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang
lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut,
terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau
tempat penampungan air alamiah lainnya.
Tidak semua air infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau danau,
melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian
atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan
tanah (evaporation) dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration)
(Asdak,1995).
Gambar 1. Daur Hidrologi (Sumber: Asdak,1995)
Terdapat perbedaan yang cukup besar antara air tanah dengan air
permukaan. Hal ini disebabkan oleh kandungan berbagai zat, baik yang terlarut
maupun yang tersuspensi dalam perjalanan menuju ke laut. Air permukaan yang
terkumpul dalam danau atau waduk mengandung nutrisi penting untuk
pertumbuhan ganggang. Air permukaan yang mengandung bahan organik mudah
terurai dalam konsentrasi tinggi secara normal akan mengandung bakteri dalam
jumlah tinggi pula yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kualitas air
permukaan (Achmad,2004).
3.2 Infiltrasi
Infiltrasi adalah perjalanan air masuk ke dalam tanah. Perkolasi
merupakan proses kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam.
Dengan kata lain, infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah
vertikal). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses
evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai di
sekitarnya. Meningkatkan kecepatan dan luas wilayah infiltrasi dapat
memperbesar debit aliran selama musim kemarau yang adalah penting untuk
memasok kebutuhan air pada saat kritis tersebut, untuk pengenceran kadar
pencemaran air sungai, dan berbagai keperluan lainnya.
Proses infiltrasi, dengan demikian, melibatkan tiga proses yang saling
tidak tergantung :
a. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
b. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
c. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas).
Meskipun tidak saling tergantung, ketiga proses tersebut diatas saling
terkait. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa besarnya laju infiltrasi pada
tanah tidak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas hujan. Untuk
wilayah berhutan, besarnya laju infiltrasi tidak akan pernah melebihi laju
intensitas curah hujan efektif.
Proses infiltrasi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain, tekstur dan
struktur tanah, persediaan awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur
organik, jenis dan kedalaman seresah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup
tanah lainnya. Tanah remah akan memberikan kapasitas infiltrasi lebih besar
daripada tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih
kecil dibandingkan tanah dalam keadaan kering. Sementara sistem perakaran
vegetasi dan seresah yang dihasilkan dapat membantu menaikkan permeabilitas
tanah, dan dengan demikian, meningkatkan laju infiltrasi. Secara teoritis, bila
kapasitas infiltrasi tanah diketahui, volume air larian dari suatu curah hujan dapat
dihitung dengan cara mengurangi besarnya curah hujan dengan air infiltrasi
ditambah dengan air oleh cekungan permukaan tanah (surface detention) dan air
intersepsi.
Laju infiltrasi ditentukan oleh :
a. Jumlah air yang tersedia di permukaan tanah.
b. Sifat permukaan tanah.
c. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah.
Dari ketiga unsur tersebut diatas, ketersediaan air (kelembaban tanah)
adalah yang terpenting karena ia akan menentukan besarnya tekanan potensial
pada permukaan tanah.
Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi, yakni :
a. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan.
b. Menggunakan alat infiltrometer.
c. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data alian air hujan (Asdak,1995).
Gambar 2. Kurva infiltrasi dan curah hujan untuk menghitung air larian (Asdak,1995).
3.4 Hidrogeologi dan Air Tanah
Hidrogeologi (hidro- berarti air, dan -geologi berarti ilmu mengenai
batuan) merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari penyebaran dan
pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak Bumi (umumnya dalam
akuifer). Istilah geohidrologi sering digunakan secara bertukaran. Beberapa
kalangan membuat sedikit perbedaan antara seorang ahli hidrogeologi atau ahli
rekayasa yang mengabdikan dirinya dalam geologi (geohidrologi), dan ahli
geologi yang mengabdikan dirinya pada hidrologi (hidrogeologi) (Anonim,2009).
Hidrologi air tanah adalah pengetahuan mengenai tejadinya distribusi dan
gerakan air tanah di bawah pemukaan tanah. Geohidrologi mempunyai konotasi
identik dengan hidrologi air tanah, sedangkan hidrogeologi lebih banyak
mempunyai penekanan pada geologinya.
Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang menempati rongga-
rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan
air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh
terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya
berisi air dan udara. Karena air tersebut meliputi kelembaban tanah (soil moisture)
dalam daerah perakaran (root zone), maka air mempunyai arti yang sangat penting
bagi pertanian, botani dan ilmu tanah. Antara daerah jenuh dan daerah tidak jenuh
tidak ada garis batas yang tegas , karena keduanya mempunyai batas
interdependen, di mana air dari kedua daerah tersebut dapat bergerak ke daerah
yang lain atau sebaliknya (Soemarto,1995).
Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di planet bumi ini
lebih dari 97 % terdiri atas air tanah. Air tanah dapat di jumpai di hampir semua
tempat di bumi. Ia dapat di temukan di bawah gurun pasir yang paling kering
sekalipun, demikian juga di bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan
salju atau es. Sumbangan terbesar air tanah berasal dari daerah arid dan semi-arid
serta daerah lain yang mempunyai formasi geologi paling sesuai untuk
penampungan air tanah. Dengan semakin berkembangnya industri (agro dan non-
agro industri) serta pemukiman dengan segala fasilitasnya seperti lapangan golf,
kolam renang, maka ketergantungan aktivitas manusia pada air tanah menjadi
semakin terasakan. Namun demikian, patut disayangkan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan air tanah yang semakin meningkat tersebut, cara pengambilan air tanah
seringkali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidrologi yang baik sehingga
seringkali menimbulkan dampak negatif yang serius terhadap kelangsungan dan
kualitas sumber daya air tanah.
Dalam membahas air tanah, selain permukaan tanah yang ikut
mempengaruhi proses terbentuknya air tanah, ada faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi proses terbentuknya air tanah. Faktor tersebut
adalah formasi geologi dan oleh karenanya penting untuk dipelajari
karakteristiknya. Formasi geologi adalah formasi batuan atau material lain yang
berfungsi menyimpan air tanah dalam jumlah besar. Dalam membicarakan proses
1
1
pembentukan air tanah, formasi geologi tersebut dikenal sebagai akifer (aquifer).
Dengan demikian, akifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam
tanah.
Dalam menentukan kesesuaian formasi geologi untuk tujuan pengisian air
tanah, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, terutama tipe akifer,
karakteristik zona tanah tidak jenuh, dan juga kaakteristik zona tanah jenuh.
Untuk studi kelayakan atau penelitian yang menekankan poentingnya proses dan
mekanisme pengisian air tanah, karakteistik formasi geologi atau akifer yang
relevan untuk dipelajari adalah :
a. Tipe formasi batuan, karena jenis batuan akan menetukan tingkat
permeabilitas akifer.
b. Kondisi tekanan hidrolik dalam tanah, yakni untuk menetukan apakah air
tanah berada di zona bebas atau zona terkekang.
c. Kedalaman permukaan potensiometrik di bawah permukaan tanah,
terutama di sekitar daerah pelepasan atau pengambilan air (Asdak,1995).
Di Indonesia, potensi air tanah tersebar pada 224 cekungan air tanah
(groundwater basin), sebagaimana disajikan pada Gambar 3. (A), dengan potensi
cadangan sebesar 4,7 milyar m3/tahun. Air hujan menjadi faktor penting sebagai
imbuhan air tanah. Karakteristik Indonesia yang beriklim tropis memiliki keadaan
musim hujan dan musim kemarau yang telah diteliti oleh Oldeman dan Frere
(1982) sebagaimana pada Gambar 3. (B) dan 3.(C). Suatu cekungan air tanah
dicirikan oleh kondisi geologi dan hidrologi tertentu, membentuk berbagai
tipologi sistem akifer berikut ini (Gambar 4.(1) – 4.(4)): (1) sistem akifer endapan
gunung api; (2) sistem akifer batuan sedimen terlipat; (3) sistem akifer endapan
aluvial sungai; dan (4) sistem akifer batuan kristalin. Suatu sistem akifer dapat
mempunyai bentuk tubuh air berupa mata air yang kehadirannya dikendalikan
oleh topografi, jenis litologi, struktur perlapisan, dan struktur patahan
sebagaimana klasifikasi penamaan mata air oleh Fetter (1994) (Gambar 4. (5));
dan dapat pula air tanah berada pada akifer bebas atau akifer tertekan (Puradimaja,
2006).
1
1
Gambar 3. Peta sebaran cekungan air tanah sebanyak 224 cekungan di Indonesia (A) dan
kondisi musim hujan di bulan Januari (B) dan musim kemarau di bulan Juli (C)
(Puradimaja, 2006).
A
B
C
1
1
2
34
Gambar 4. Model ideal tipologi sistem akifer di Indonesia (1) sistem akifer endapan
gunung api; (2) sistem akifer batuan sedimen terlipat; (3) sistem akifer endapan aluvial
sungai; (4) sistem akifer batuan kristalin; (5) Beberapa tipe mata air yang didasarkan
pada kontrol geologi (baik struktur maupun litologi) dan topografi (Puradimaja, 2006).
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai terjadinya air tanah,
hubungan air-tanah serta gerakan air tanah tersebut.
3.3.1 Terjadinya Air Tanah
Untuk menguraikan terjadinya air tanah di perlukan peninjauan kembali
bagaimana dan di mana air tanah tersebut berada. Distribusinya di bawah
permukaan tanah dalam arah vertikal dan horisontal harus dimasukkan dalam
pertimbangan. Zona geologi yang sangat mempengaruhi air tanah, dan strukturnya
dalam arti kemampuannya untuk menyimpan dan menghasilkan air harus
diidentifikasikan. Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air
kepada zona bawah tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan
distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah, sehingga peranan geologi
terhadap air tanah akan diabaikan.
Hampir semua air tanah dapat dianggap sebagai bagian dari daur
hidrologi, termasuk air permukaan dan air atmosfer. Sejumlah kecil air tanah yang
berasal dari sumber lain dapat pula masuk ke dalam daur tersebut. Air connate
adalah air yang terperangkap dalam rongga-rongga batuan sedimen pada saat
diendapkan. Air tersebut dapat berasal dari air laut atau air tawar, dan bermineral
tinggi. Air yang berasal dari magma gunung berapi atau kosmik yang bercampur
5
dengan air terestik dinamakan air juvenil. Dilihat menurut sumbernya, air juvenil
dapat disebut air magma, air vulkanik atau air kosmik (Soemarto,1995).
Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukaan , yang
meresap (infiltration) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan
kemudian meresap makin dalam (percolation) hingga mencapai zona jenuh (zone
of saturation) dan menjadi air tanah. Tergantung pada kedudukannya terhadap
muka tanah setempat, air tanah dapat dikatakan air tanah dangkal ataupun air
tanah dalam. Air tanah dangkal terletak dekat permukaan, sementara air tanah
dalam terletak jauh di bawah permukaan. Dangkal dapat diartikan pada
kedudukan kurang dari 40 m (angka ini tergantung kesepakatan) di bawah muka
tanah setempat, sedangkan kedudukan dalam lebih dari angka tersebut
(Soetrisno,2002) Di daerah yang dapat di jangkau oleh akar tumbuh-tumbuhan, yang
berkisar antara 30 kaki (10 m) di bawah permukaan tanah, terdapat air tanih (soil
water), yang berfluktuasi karena tumbuh-tumbuhan menghabiskan kelembaban di
antara tenggang hujan. Di atas muka air tanah (water table), kelembaban akan
naik akibat kapilaritas ke dalam jumbai kapiler (capillary fringe), yang rentangan
vertikalnya mungkin mencapai beberapa inci sampai beberapa kaki tergantung
pada ukuran pori-pori bahan yang ada dalam tanah. Bila muka air tanahnya dekat
dengan permukaan tanah, jumbai kapiler dan daerah kelembaban -tanah mungkin
saling tumpang tindih, tetapi bila muka air tanahnya dalam, maka terdapat suatu
daerah peralihan (intermediate) di mana kadar kelembabannya konstan pada
kapasitas lapangan dari tanah dan batuan daerah itu (Linsley,1989).
Gambar 5. Penampang lintang skematis yang memperlihatkan terjadinya air tanah
(Linsley,1989).
3.3.2 Gerakan Air Tanah
Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua titik/lokasi
dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak
dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi
kelembaban yang lebih rendah. Selanjutnya air akan bergerak mengikuti lapisan
(lempengan) formasi geologi sesuai dengan arah kemiringan lapisan formasi
geologi tersebut. Kelembaban tanah tidak selalu mengakibatkan gerakan air dari
tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke daerah
basah seperti terjadi pada proses perkolasi air tanah. Oleh pengaruh energi panas
matahari, air juga dapat bergerak kearah permukaan tanah, sampai tiba gilirannya
menguap ke udara (proses evaporasi) (Asdak,1995).
Gerakan air tanah sendiri dikuasai oleh prinsip-prinsip hidrolika yang telah
tersusun baik. Terhadap aliran air tanah lewat akifer, yang pada umumnya
merupakan media tiris, dapat diberlakukan hukum DARCY yang sangat terkenal.
Permeabilitas, yang merupakan ukuran kemudahan aliran lewat media tersebut,
merupakan kanstanta penting dalam persamaan aliran. Penentuan besarnya
permeabilitas secara langsung dapat dilakukan melalui pengukuran-pengukuran di
lapangan atau di laboratorium. Informasi mengenai gerakan air tanah dapat
diperoleh dengan memberikan suatu zat ke dalam aliran yang kemudian dirumus
dalam ruang dan waktu. Dari hukum DARCY dan persamaan kontinuitas
persamaan umum aliran air tanah dapat dicari (Soemarto,1995).
Pada tahun 1856, DARCY menegaskan kemamputerapan prinsip-prinsip
aliran fluida dalam tabung kapiler, yang telah dikembangkan beberapa tahun
sebelumnya oleh Hagen dan Poiseuille, pada aliran air dalam media permeabel.
Hukum DARCY adalah :
V = KS
Dimana V adalah kecepatan aliran, S kelandaian gradien hidrolik, dan K adalah
suatu koefisien yang mempunyai satuan V (kaki per hari atau meter per hari)
(Linsley,1989).
Kombinasi gaya gravitasi bumi (Z) dengan tekanan potensial (P) lazim
disebut tinggi-energi hidrolik (hydraulic head). Perbedaan tinggi-energi hidrolik
H antara dua tempat sering ditulis sebagai dH. Apabila nilai perbedaan tersebut
diwujudkan dalam satuan panjang, maka ia akan ditulis dH/L dan disebut
gradient-hidrolik (hydraulic gradient). Gradien-hidrolik merupakan tenaga
pendorong gerakan air dalam tanah. Oleh adanya hujan yang terputus, evaporasi,
dan buangan air di lapangan, maka akan selalu ada tenaga pendorong gerakan air
tanah. Untuk dapat memprakirakan laju gerakan air dalam tanah, diperlukan
tambahan informasi luas penampang melintang (A) daerah yang akan dilalui air
tanah serta faktor konduktivitas-hidrolik (K) yang merupakan karakteristik tanah.
Menurut hukum DARCY :
Kecepatan Air (V) = (permeabilitas) x (tenaga pendorong)
V = K (dH/L)
K adalah konduktivitas hidrolik (L/T). Bila kedua sisi persamaan diatas masing-
masing dikalikan luas penampang melintang A, maka volume per satuan waktu (q)
menjadi :
q = AV = AK (dH/L)
satuan q adalah L3/T dan persamaan diatas berlaku untuk tanah jenuh. Hukum
DARCY juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya aliran air dalam tanah
tidak jenuh. Proses perhitungan aliran air pada tanah tidak jenuh lebih rumit
karena nilai K tidak hanya tergantung pada ukuran pori-pori tanah, tapi juga pada
keadaan kelembaban tanah (0V). Untuk keadaan tanah tidak jenuh, persaman
tersebut diatas menjadi :
q = AK (0V) (dH/L)
Nilai K (0V) bervariasi dari 50 cm/hari pada tanah basah sampai 0,001 cm/hari
pada keadaan Permanent Wilting Point (PWP) (Asdak,1995).
3.4 Aplikasi Pekerjaan Pengelolaan Air Tanah
Dalam merencanakan pengelolaan air tanah, perlu persiapan yang meliputi
teknik pengambilan air tanah yang bagaimana yang akan dilakukan, informasi
hidrogeologi, peta dan laporan-laporan geologi, peta topografi, data meteorologi
dan hidrologi di daerah yang akan dimanfaatkan air tanahnya. Selain data
sekunder tersebut di atas, perlu juga dilakukan pengamatan lapangan, terutama
pada akhir musim kemarau, untuk mendapatkan informasi tentang penyebaran
akifer, lokasi sumber atau mata air, kedalaman tinggi permukaan air tanah, debit
air tanah, dan kualitas air tanah di daerah kajian. Adakalanya, dimungkinkan
untuk menyiapkan peta hidrogeologi berdasarkan pengamatan pertumbuhan
vegetasi dan keadaan sumber air yang ada di daerah kajian. Pada kasus lain,
diperlukan alat bor tanah. Hal yang terakhir ini umumnya diperlukan apabila di
daerah tersebut direncanakan eksploitasi air akifer dalam skala besar. Untuk itu
pengetahuan tentang permeabilitas hidrolik dan karakteristik kapasitas simpan air
tanah menjadi penting untuk diketahui (Asdak,1995).
Pengelolaan air tanah menjadi penting dalam beberapa tahun terakhir ini
sehubungan dengan telah terjadi kesulitan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air
pada musim kemarau yang melebihi empat bulan per tahun yang diharapkan
sebagai alternatif untuk pemenuhan kebutuhan air bagi kebutuhan sehari-hari,
pertanian dan industri. Rasio kebutuhan air di setiap provinsi dibandingkan
dengan ketersediaan air permukaan khususnya air sungai telah diteliti oleh Dirjen
Pengairan (1990) dalam P3WK LPITB (1994). Provinsi yang memiliki kebutuhan
air melebihi ketersediaan aliran rata-rata (rasio lebih dari 1) adalah Jawa Barat
(1,2), Jawa Tengah (1,3), Jawa Timur (1,6), dan Bali (1,3). Keadaan ini menjadi
tantangan untuk pemenuhan kebutuhan air yang berasal dari air tanah.
Sampai saat ini pengelolaan air tanah di Indonesia masih menggunakan
paradigma lama yang bersifat konvensional yaitu pengelolaan air tanah hanya
berdasarkan pengelolaan sumur produksi (well management) tanpa
memperhatikan akifer secara rinci. Walaupun demikian, ada indikasi dimulainya
pengelolaan air tanah berbasis cekungan tetapi masih bersifat administratif.
Pendekatan konvensional well management ini memiliki banyak kelemahan yang
mendasar antara lain:
a) tidak mengetahui potensi nyata setiap akifer yang dieksploitasi,
b) tidak dapat mengoptimumkan eksploitasi airtanah setiap akifer,
c) tidak dapat melakukan pengendalian kualitas airtanah pada sumur produksi,
d) tidak dapat mengendalikan perubahan lingkungan bawah permukaan
misalnya pencemaran airtanah, amblesan tanah, dan eksploitasi airtanah
yang berlebih.
Paradigma baru pengelolaan air tanah berbasis akifer (aquifer based
management) yaitu bahwa pengelolaan airtanah harus spesifik berbasis akifer dan
pengelolaan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud adalah kawasan imbuhan
(recharge area) dan kawasan keluaran (discharge area). Dengan demikian
pengelolaan, proteksi, konservasi dan pengendalian air tanah dapat dilakukan
secara sistemik, spesifik pada sistem akifer tertentu, terukur serta sesuai fungsi
kebutuhan dan waktu dengan prinsip nir aliran permukaan buatan atau
mempertahankan besaran infiltrasi / imbuhan alami. Selanjutnya, Implementasi
paradigma baru memerlukan kepatuhan terhadap urutan lima tahap kegiatan yang
harus dilaksanakan secara berkesinambungan, yaitu:
(1) Tahap Eksplorasi
Meliputi kegiatan identifikasi akifer untuk mengetahui jenis dan sistem
akifer beserta parameter hidrolik akifer, potensi dan sifat tata aliran air
tanah;
(2) Tahap Investigasi
Meliputi kegiatan evaluasi potensi nyata air tanah yang dapat diekploitasi
dari setiap akifer dalam suatu sistim cekungan hidrogeologi, kerentanan
terhadap polusi, disain dan material konstruksi sumur bor/bangunan air
yang dibutuhkan, debit rekomendasi yang diijinkan dan kendalanya, siklus
periode pengambilan air tanah setiap hari, jenis pompa dan sistim
pengendalian yang diperlukan, atau jenis penurapan air bila berupa mata
air, serta mampu mengkaji tata aliran air pada suatu akifer, seperti
dijelaskan pada ;
(3) Tahap Konservasi
Upaya konservasi memiliki tujuan untuk mempertahankan besaran dan
kualitas imbuhan ke setiap akifer yang diambil airnya melalui rekayasa
teknis atau kombinasi dengan rekayasa vegetatif. Pada tahapan ini fokus
perhatian kepada kawasan imbuhan (recharge area) air tanah dan
pengendalian bagi kawasan pengambilan (discharge area) sesuai sifat
imbuhan tata airnya. Dengan demikian meresapkan air harus kedalam
akifer yang dituju. Metoda simulasi aliran air tanah sangat membantu pada
tahap ini.
(4) Tahap Optimasi
Meliputi kegiatan evaluasi besaran debit eksploitasi yang
direkomendasikan dan dampak terhadap sumur bor yang ada disekitarnya
baik terhadap sumur eksploitasi yang telah ada maupun sumur eksploitasi
yang diperkirakan akan ada di masa mendatang.
(5) Tahap Eksploitasi
Meliputi kegiatan eksploitasi air tanah dengan menggunakan teknologi
yang tepat, sesuai rencana kebutuhan, dan distribusi air tanah mengacu
kepada hasil tahap investigasi, tahap perancangan konservasi dan tahap
optimasi. (Puradimaja, 2006).
Keutuhan lima tahapan berikut urutannya sebagaimana disajikan di atas
belum pernah dilakukan di Indonesia
Aplikasi lainnya yaitu pada Waduk persediaan air. Dimana waduk ini
menyimpan air dalam periode berlebih untuk digunakan pada saat periode
kekurangan. Airnya mungkin digunakan bagi keperluan persedian air kota, irigasi,
pembangkit listrik tenaga air, atau penggunaan lain. Untuk semua keperluan
tersebut, pendekatan hidrologi dan hidrogeologi yang dipakai pada hakikatnya
adalah sama saja, perbedaannya hanya terletak pada perkiraan atas jumlah
persediaan air yang dipelukan. Analisisnya dapat dilakukan dengan menentukan
hasil tetap atau hasil rata-rata atau keandalannya di mana dengan hal tersebut
suatu kebutuhan spesifik dapat dicapai. Hasil tetap (firm yield) adalah hasil
minimum selama umur waduk. Hasil rata-rata (average yield) adalah nilai rata-
rata aritmatik dari hasil yang tersedia pada tiap tahun umur proyek.
Langkah pertama dalam analisis suatu waduk adalah penentuan kurva
elevasi-luas dan kurva elevasi-volume untuk lokasi yang bersangkutan. Dalam
menggunakan peta-peta, harus diperhatikan tentang skala dan interval konturnya,
sehingga memadai bagi penentuan luas dan kapasitas waduk secara akurat. Juga
perlu untuk mendapatkan suatu perkiraan tentang hasil yang dibutuhkan guna
mencapai tujuan waduk yang bersangkutan.. Yang terakhir, biasanya penting
untuk memperkirakan simpanan yang dapat dipakai (usable storage). Faktor lain
kadang juga berpengaruh (Linsley,1989).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Daur hidrologi secara alamiah yaitu menunjukkan gerakan air di
permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari
permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke
laut yang tidak pernah habis tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di
sungai, danau/waduk, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia
atau makhluk lain.
Hidrologi air tanah adalah pengetahuan mengenai tejadinya distribusi dan
gerakan air tanah di bawah pemukaan tanah. Geohidrologi mempunyai konotasi
identik dengan hidrologi air tanah, sedangkan hidrogeologi lebih banyak
mempunyai penekanan pada geologinya.
Dalam membahas air tanah, selain permukaan tanah yang ikut
mempengaruhi proses terbentuknya air tanah, ada faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi proses terbentuknya air tanah. Faktor tersebut
adalah formasi geologi yaitu formasi batuan atau material lain yang berfungsi
menyimpan air tanah dalam jumlah besar. Dalam membicarakan proses
pembentukan air tanah, formasi geologi tersebut dikenal sebagai akifer (aquifer).
Dalam merencanakan pengelolaan air tanah, perlu persiapan yang
meliputi teknik pengambilan air tanah yang bagaimana yang akan dilakukan,
informasi hidrogeologi, peta dan laporan-laporan geologi, peta topografi, data
meteorologi dan hidrologi di daerah yang akan dimanfaatkan air tanahnya.
4.2 Saran
Dalam pengelolan air tanah, hendaknya kita harus memperhatikan keadaan
geologi daerah tempat pengelolaan air tersebut, serta informasi hidrogeologi, peta
dan laporan-laporan geologi, peta topografi, data meteorologi dan hidrologi di
daerah yang akan dimanfaatkan air tanahnya. Hal ini penting kita ketahui agar
dalam pengelolaan air tanah tersebut tidak merusak struktur geologi yang ada
serta tidak merusak lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Anonim. 2009. Bidang-Bidang Ilmu Geografi.
http://bimocb914.blogspot.com/2009/08/bidang-bidang-ilmu geografi.html
diakses tanggal 18 september 2009
Asdak,Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Linsley, R.K., Kohler, M.A. & Paulhus, Joseph.1982. Hidrologi untuk Insinyur.
Terjemahan oleh Yandi Hermawan. 1989. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Puradimaja, Deny Juanda. 2006. Hidrogeologi Kawasan Gunung api dan Karst
di Indonesia.
http://blog.fitb.itb.ac.id/denyjuanda/wp-
content/uploads/2009/09/buku-pidato-guru-besar-deny-jp.pdf
diakses tanggal 30 september 2009
Soemarto,C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soetrisno. 2002. Aspek Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan Air Tanah dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
http://74.125.153.132/search?
q=cache:jFN1UDLoKKEJ:www.geocities.com/Eureka/Gold/1577/hukum
_at_otda.pdf+pdf,peran+ilmu+hidrogeologi+pada+manajemen+air&cd=9
&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
diakses tanggal 25 september 2009
top related