peran dan ketersediaan teknologi pengolahan...
Post on 19-Jan-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 277
PERAN DAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI
PENGOLAHAN PANGAN BERBASIS
ANEKA KACANG PADA ERA PANDEMI COVID-19
Sri Widowati1, Heny Herawati1, Juniawati1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16111
Korespondensi penulis: swidowati59@gmail.com; herawati_heny@yahoo.com
PENDAHULUAN
Pandemi Covid 19 menjadikan masyarakat semakin kritis dalam
memilih dan memilah produk makanan sehat yang memiliki jaminan
nilai gizi makro dan mikro yang mencukupi. Komponen gizi makro
antara lain karbohidrat sebagai sumber energi, protein sebagai zat
pembangun, dan lemak sebagai cadangan serta pelarut vitamin
menjadi kunci untuk penyediaan komponen utama tubuh. Imunitas
yang baik sangat dibutuhkan untuk menjaga stamina dan membantu
meningkatkan antibodi tubuh untuk melawan virus dan berbagai
penyakit yang mungkin timbul.
Dampak pandemi tersebut memengaruhi kondisi ekonomi dan
perubahan pola konsumsi pangan masyarakat, serta membuka
peluang lebar untuk pengembangan penjualan secara daring (online).
Sirclo.com (2020) menunjukkan bahwa penjualan produk makanan dan
minuman di berbagai platform e-commerce terus meningkat selama
masa pandemi Covid-19. Terjadinya perubahan pola konsumsi dan
peningkatan preferensi konsumen akan pangan sehat, memicu adanya
perubahan sistem produksi yang terintegrasi dengan sistem
pemasaran. Kombinasi makanan sehat dan pasar daring memacu
untuk mengoptimalkan potensi pengolahan makanan siap saji, sehat,
dan awet untuk dapat didistribusikan dalam jangkauan pasar secara
daring. Fenomena tersebut membuka peluang untuk peningkatan nilai
tambah melalui implementasi teknologi pengolahan pangan yang
1 Kontributor utama
278 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
tepat. Hal ini tentunya diharapkan juga dapat menurunkan kehilangan
(losses) pangan dan sekaligus mendongkrak nilai ekonomi produk
pertanian baik dari hulu maupun hilir.
Makanan berprotein tinggi merupakan makanan yang dibutuhkan
pada masa pandemi karena dapat meningkatkan imunitas tubuh.
Protein sebagai zat imunonutrisi memiliki pengaruh terhadap
parameter imunologik dan inflamasi yang telah terbukti secara klinis
dan laboratorik (Krenitsky 2006). Konsumsi sumber protein nabati di
Indonesia sampai saat ini masih didominasi komoditas kedelai, yang
sebagian besar masih impor, meskipun varietas kedelai unggul telah
dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan) (Ginting dan Widowati 2009) dan lembaga litbang
lainnya. Aneka jenis kacang lokal seperti kacang hijau, kacang merah,
kacang kecipir, kacang tunggak, kacang jogo, kacang komak, dan koro-
koroan masih belum dimanfaatkan secara optimal (Ekafitri dan Isworo
2014). Keunggulan komoditas aneka kacang antara lain yaitu sumber
protein nabati (20‒25 g/100 g), dan sumber zat gizi mikro potensial
untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, yaitu vitamin B (thiamin,
riboflavin, niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg, dan lain-
lain), dan serat (Dostalova 2009). Selain kedelai, jenis kacang lain yang
prospektif dikembangkan yaitu kacang hijau dan kacang tanah.
Teknologi pengolahan pangan memiliki peran penting untuk
meningkatkan nilai tambah produk, baik dari aspek karakteristik, nilai
fungsional, meningkatkan umur simpan, sosial, dan ekonomi produk
yang dihasilkan. Teknologi pangan dapat diimplementasikan sesuai
dengan tujuan proses dan produk yang akan dihasilkan. Hal ini
tentunya juga menyangkut dalam beberapa ruang lingkup termasuk
dalam penyediaan dan penanganan bahan baku hingga proses
pengemasan dan distribusi sampai produk siap dikonsumsi oleh
masyarakat. Nilai tambah produk menjadi suatu daya dorong strategis
untuk produsen dan memudahkan para konsumen.
Peran penting pangan aneka kacang dalam pola konsumsi pangan
masyarakat seperti diuraikan sebelumnya, menarik untuk ditelaah.
Peran tersebut menjadi lebih menonjol lagi pada masa pandemi yang
memerlukan peningkatan daya tahan dan imunitas tubuh, di mana
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 279
pangan aneka kacang memberikan sumbangan besar sebagai asupan
protein nabati dan zat gizi lainnya. Sehubungan dengan itu, tujuan
penulisan naskah untuk menelaah peran teknologi pangan guna
meningkatkan nilai tambah komoditas aneka kacang dalam
mengatasi dampak pandemi Covid-19.
METODE
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan
naskah ini meliputi penghimpunan publikasi, studi pustaka, dan
kompilasi data sekunder. Hasil kompilasi informasi dan data sekunder,
kemudian ditelaah dan dianalisis secara deskriptif. Studi pustaka dan
penghimpunan data sekunder dilakukan dengan penelusuran melalui
internet dari situs terkait. Hasil yang diperoleh kemudian disajikan
dalam bentuk tabel dan pembahasan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek yang disajikan dalam pembahasan ini meliputi empat hal,
yaitu teknologi pengolahan, karakteristik dan nilai fungsional, nilai
tambah proses dan produk, dan peluang pengembangan produk
lebih lanjut. Pembahasan tentang keempat aspek tersebut disajikan
berikut ini.
Teknologi Pengolahan Pangan
Teknologi pengolahan pangan sangat bervariasi, tergantung pada
tujuan untuk menghasilkan produk akhirnya. Beberapa teknologi
pengolahan aneka kacang di antaranya yaitu perkecambahan,
fermentasi, formulasi, instanisasi, dan ekstraksi.
Teknologi Perkecambahan
Perkecambahan merupakan teknologi yang cukup efektif untuk
meningkatkan kualitas aneka kacang. Perkecambahan dapat
meningkatkan rendemen (Anita 2009), memperbaiki kandungan
280 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
nutrisi, meningkatkan nilai fungsional (Wisaniyasa et al. 2015), dan
menurunkan komponen antinutrisi (Damayanti et al. 2019).
Proses perkecambahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya ketersediaan air, suhu, kondisi media, oksigen, dan cahaya
(Ai dan Ballo 2010). Ketersediaan air dicukupi dengan cara penyiraman
biji setiap empat jam sekali. Kontrol suhu pada 35,5 °C (suhu kamar),
yang merupakan suhu terbaik selama perkecambahan (Aminah dan
Hersoelistyorini 2012). Lapisi wadah dengan kapas steril, agar media
terkondisikan tetap lembab dan terhidar dari mikroba yang tidak
menguntungkan. Penutupan wadah dengan kain yang agak gelap
diperlukan agar kondisi oksigen dan cahaya tetap stabil. Hindari
penggunaan kain yang terlalu rapat untuk menutup media
perkecambahan, tujuannya agar oksigen di dalamnya terpenuhi.
Secara umum proses pembuatan kecambah diawali dengan
penyortiran bahan baku, dilanjutkan dengan pencucian dan
perendaman menggunakan air hangat selama 36 jam dan air
rendaman diganti setiap empat jam. Selanjutnya, dilakukan penirisan,
dan penyimpanan pada wadah untuk dikecambahkan. Proses
perkecambahan dilakukan selama 48 jam. Semakin lama waktu
perkecambahan, produksi vitamin E pada kacang hijau akan semakin
meningkat (Anggrahini 2007).
Teknologi Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses yang melibatkan mikroorganisme
seperti bakteri, yeast, dan fungi untuk menghasilkan produk tertentu
(Nurhadianty et al. 2018). Teknologi fermentasi banyak digunakan
pada industri pangan maupun nonpangan. Beberapa produk pangan
yang dihasilkan melalui proses fermentasi, antara lain produk olahan
susu (yoghurt, kefir, keju), produk olahan dari buah (vinegar), dan
produk olahan aneka kacang (tempe, kecap, tauco) (Widowati 2007).
Tempe merupakan pangan tradisional Indonesia yang dihasilkan
melalui proses fermentasi kacang kedelai oleh kapang Rhizopus
oligosporus. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan baku, tetapi
masyarakat umumnya mengenal tempe yang terbuat dari kacang
kedelai. Bahan baku lain yang dapat digunakan untuk produksi
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 281
tempe di antaranya kacang koro pedang (Widaningrum et al. 2015),
kacang hijau (Maryam 2015), kacang merah, dan kacang bogor
(Radiati dan Sumarto 2016). Penelitian yang dilakukan oleh
Widaningrum et al. (2015) menunjukkan bahwa tempe koro pedang
memiliki karakteristik sensori yang setara dengan tempe kedelai.
Bahan baku berupa kedelai dan koro pedang serta produk olahan
tempenya sebagaimana tertera pada Gambar 1.
Fermentasi kacang menjadi tempe oleh R. oligosporus terjadi pada
kondisi anaerob. Dengan adanya fermentasi, dapat menyebabkan
beberapa perubahan sifat kacang. Selama proses fermentasi, terjadi (1)
penguraian senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana sehingga akan mudah diserap oleh tubuh, (2) penurunan
atau penghilangan senyawa antigizi dan senyawa beracun yang
berbahaya bagi tubuh, (3) peningkatan kadar zat-zat gizi tertentu, dan
(4) pembentukan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan
(Astawan et al. 2013; Astawan et al. 2017).
Proses pembuatan tempe tergantung pada tiga hal, yaitu bahan
baku, mikroorganisme, dan lingkungan (suhu, pH, dan kelembaban).
Proses pembuatan tempe secara umum melalui beberapa tahapan,
yaitu persiapan bahan baku dan sortasi, dilanjutkan dengan
Gambar 1. Bahan baku dan produk tempe: A) kedelai, B) koro pedang
A
B
282 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
perebusan kacang selama satu hingga dua jam, perendaman kacang
selama 18‒24 jam, pemisahan kulit ari, perebusan kedua selama 30
menit, dan penirisan hingga kacang cukup dingin, serta penambahan
ragi. Tahap terakhir adalah pengemasan dan fermentasi selama dua
hari. Pada akhir fermentasi, kacang akan terikat kompak dengan
lapisan putih di permukaan. Tempe yang berbentuk padat dan terikat
miselium, dan bila diiris terlihat berwarna putih dan tampak keping
kedelainya, merupakan tampilan dari tempe yang baik (Lestari 2005;
Astawan et al. 2013). Fermentasi tempe memerlukan lingkungan yang
higienis agar tempe dapat berhasil terbentuk dengan baik. Beberapa
faktor yang menyebabkan kegagalan dalam pembuatan tempe, antara
lain tempe tetap basah, tempe berbau busuk, ada bercak hitam
dipermukaan tempe, jamur tumbuh kurang baik, dan jamur hanya
tumbuh baik di salah satu tempat (Hidayat 2008).
Produk fermentasi lainnya yang dapat dibuat dari bahan baku
aneka kacang yaitu soygurt. Soygurt adalah produk pangan hasil
fermentasi susu kedelai. Proses fermentasi bakteri asam laktat
memberikan beberapa manfaat pada soygurt, di antaranya
menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker, menyeimbangkan
sistem pencernaan, serta mengatasi infeksi jamur dan bakteri
(Hendriani et al. 2009). Berbeda dengan yoghurt, proses fermentasi
susu kedelai menjadi soygurt memerlukan waktu yang lebih lama. Hal
tersebut dikarenakan proses penguraian karbohidrat (oligosakarida)
pada susu kedelai oleh bakteri lebih rumit, sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama (Sari 2007). Faktor yang memengaruhi proses
pembentukan komponen bioaktif peptida soygurt adalah kombinasi
antara jenis starter dan waktu fermentasi susu kedelai menjadi soygurt.
Proses pembuatan soygurt secara umum sama dengan proses
pembuatan yoghurt berbahan baku susu sapi. Perbedaannya hanya
pada persiapan bahan baku. Dalam pembuatan soygurt, bahan baku
yang digunakan adalah susu kedelai yang dihasilkan melalui proses
perendaman kedelai, pemblansingan, penggilingan, penyaringan,
perebusan (Nirmagustina dan Wirawati 2014). Untuk menghasilkan
soygurt, susu kedelai yang telah dihasilkan tersebut kemudian
dipasteurisasi, didiinginkan (hingga suhu 370C), dan difermentasi
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 283
(menggunakan bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus) selama 24 jam.
Teknologi Formulasi
Teknologi formulasi merupakan teknik penggunaan jenis bahan,
konsentrasi, dan kombinasi tahapan yang tepat sehingga dihasilkan
produk yang optimal. Salah satu metode untuk meningkatkan nilai
fungsional dari produk yang dihasilkan dengan menggunakan
teknologi formulasi yang tepat. Hal ini sebagaimana yang dilakukan
oleh Herawati et al. (2019), meningkatkan kadar protein dari berasan
ubi kayu dengan cara menambahkan tepung kacang tanah.
Penambahan tepung kacang tanah sebesar 15% dapat meningkatkan
kadar protein berasan ubi kayu dari 0,78% (kontrol) menjadi 5,29%,
dan lemak dari 0,42% (kontrol) menjadi 5,14%. Tepung kacang tanah
diketahui kaya akan sumber protein dan lemak. Teknologi formulasi
dapat dipergunakan dalam rangka untuk meningkatkan kadar
komponen gizi tertentu sesuai dengan potensi dari bahan yang
ditambahkan.
Dalam teknologi formulasi harus diperhitungkan adanya
karakteristik fisiko kimia dan daya terima produk oleh konsumen.
Adanya penambahan tepung kacang tanah sebesar 15%
mempengaruhi kualitas berasan yang dihasilkan kurang diminati
serta mudah tengik, karena adanya lemak yang cukup tinggi pada
berasan yang dihasilkan. Untuk mengombinasikan kualitas serta
daya terima unsur organoleptik, Herawati et al. (2019) menyarankan
untuk menggunakan tepung kacang tanah dengan konsentrasi antara
5‒10%. Berdasarkan hasil tersebut, ketepatan formulasi dan
kombinasi nilai fungsional serta preferensi konsumen, menjadi
orientasi dalam pengembangan produk hasil pengolahan lebih lanjut.
Teknologi Instanisasi
Makanan instan adalah jenis makanan dengan waktu
preparasi/pemasakan yang singkat. Waktu yang dibutuhkan mulai
dari preparasi hingga makanan siap dikonsumsi tidak lebih dari lima
284 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
menit (Bhattacharya 2015). Perkembangan produk instan semakin
meningkat seiring dengan gaya hidup masyarakat pada era modern.
Mi instan merupakan produk instan pertama yang dikembangkan di
Jepang. Saat ini, berbagai produk instan telah tersedia di pasar dan
cukup diminati. Pada masa pandemi, permintaan terhadap produk
instan meningkat, di antaranya permintaan mi instan sebesar 159%
(Harahap 2020).
Dalam produk instan, sifat porositas bahan berpengaruh terhadap
karakteristik produk yang dihasilkan. Variasi porositas dan ukuran
rata-rata pori-pori memiliki efek yang signifikan pada mekanis,
tekstur, dan karakteristik kualitas bahan kering (Rodriguez-Ramirez
et al. 2012, Widowati et al. 2020). Oleh karena itu, dalam pembuatan
produk instan diperlukan metode yang dapat meningkatkan
porositas bahan. Salah satu cara untuk meningkatkan porositas
adalah bahan direndam dengan menggunakan bahan dalam suhu
dan waktu tertentu, serta tahap pembekuan.
Salah satu produk instan yang telah dikembangkan oleh
Balitangtan adalah kacang hijau instan. Prinsip dari proses
pembuatan kacang hijau instan yaitu perendaman biji kacang hijau
dalam natrium sitrat 5%, pemasakan dalam panci bertekanan selama
beberapa menit hingga terjadi gelatinisasi irreversible. Selanjutnya,
proses pembekuan selama beberapa jam dan diakhiri dengan proses
pengeringan pada suhu 50 OC selama tujuh jam hingga kadar air
kurang dari 10% (Sukasih et al. 2020).
Teknologi Ekstraksi
Produk olahan aneka kacang, terutama kedelai yang menerapkan
prinsip dasar ekstraksi, yaitu tahu, sari (atau lebih dikenal dengan susu
nabati), dan kembang tahu (yuba). Tiga jenis produk ini dapat
dihasilkan dalam satu alur proses. Prinsip proses utamanya yaitu
ekstraksi protein kedelai atau jenis kacang lainnya. Caranya adalah
rendam biji kacang, kemudian kupas, cuci, dan giling menggunakan air
panas dengan perbandingan kacang:air = 1:10 hingga menjadi bubur
lalu disaring. Setelah itu, pisahkan ampas hasil penyaringan dan
diperoleh ekstrak kasar protein. Untuk membuat tahu, ekstrak protein
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 285
digumpalkan dengan asam cuka encer, batu tahu, atau penggumpal
lain sesuai jenis tahu yang akan dihasilkan, kemudian dicetak dan pres.
Untuk susu nabati, proses selanjutnya setelah mendapatkan
ekstrak protein, yaitu penambahan air panas dua sampai tiga kali
volume ekstrak, dipanaskan dengan api sedang hingga mendidih,
ditambahkan gula 5% atau sesuai kebutuhan, lalu dikemas. Untuk
meningkatkan selera, bisa ditambah perisa cokelat, stroberi, ekstrak
jahe, atau kayu manis. Kembang tahu diproses dengan cara
pemanasan lanjut ekstrak protein dengan suhu sekitar 80 oC hingga
terbentuk langit-langit (layer). Angkat langit-langit protein tersebut,
lalu dikeringanginkan, menjadi lembaran kembang tahu (Widowati
2007; Ginting dan Widowati 2009). Tempe dapat diolah menjadi
beberapa aneka produk olahan serat, dikemas dalam wadah yang
menarik, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan umur
Tempe kedelai lokal Keripik tempe
Cookies tempe Olahan tempe dalam kaleng
Gambar 2. Aneka produk olahan tempe kedelai, keripik tempe,
cookies tempe dan tempe dalam kaleng
286 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
simpan produk. Beberapa aneka olahan tempe dan kemasannya, di
antaranya dapat dilihat pada Gambar 2.
Karakteristik dan Nilai Fungsional
Karakteristik kacang-kacangan sangat dipengaruhi oleh sumber
dan jenis produk hasil olahannya, seperti disajikan dalam Tabel 1.
Adanya proses pengolahan tepung memengaruhi kadar proksimat
dari produk.
Tabel 1. Komposisi nilai gizi kacang-kacangan dan tepungnya
No. Produk Kadar Sumber
Air Abu protein Lemak Karbohidrat
1. Kacang tolo 12,5 1,13 18,32 1,57 66,48 Aminah dan
Hersoelistyorini
(2012)
2. Kacang hijau 11,42 2,36 21,04 1,64 63,55 Aminah dan
Hersoelistyorini
(2012)
3. Kacang
kedelai
10,77 3,49 31,43 16,12 38,19 Aminah dan
Hersoelistyorini
(2012)
4. Tepung
kedelai
8,46 4,43 37,58 17,30 32,24 Ekaftri dan
Isworo (2014)
5. Tepung
kacang tanah
9,01 3,02 23,25 2,61 62,11 Ekaftri dan
Isworo (2014)
6. Tepung koro 7,20 2,07 31,40 4,66 54,66 Ekaftri dan
Isworo (2014)
7. Tepung
kecipir
6,62 3,36 41,57 18,73 29.72 Ekaftri dan
Isworo (2014)
Komponen protein yang terdapat pada kacang segar maupun
tepung cukup tinggi. Sebagaimana tertera dalam Tabel 1, kadar
protein kacang kedelai dalam bentuk segar sebesar 31,43%,
sedangkan dalam bentuk tepung sebesar 37,58%. Adanya proses
pengolahan memengaruhi kadar proksimat dan protein dari kacang
kedelai.
Kacang-kacangan pada umumnya mengandung komponen protein
yang cukup tinggi. Beberapa komponen aktif lainnya juga banyak
terdapat pada produk aneka kacang dan hasil olahannya. Komponen
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 287
fungsional tersebut juga berbeda terkait dengan adanya proses dan
perubahan yang diakibatkan oleh adanya proses pengolahan.
Karakteristik komponen yang diakibatkan oleh faktor pengolahan
yang terjadi pada kacang-kacangan sebagaimana tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi komponen aktif dan pengaruh proses pengolahan
No. Jenis produk Vitamin C
(mg%)
Vitamin E
(mg%)
Serat
(%)
Total fenol
(ppm)
1. Kacang kedelai kukus 29,93 447,776 25,54 4245,24
2. Kacang kedelai rebus 27,94 525,053 30,04 2505,16
3. Kacang kedelai sangrai 27,94 793,009 25,3 3143,65
4. Kacang hijau kukus 30,92 438,595 16,59 1722,62
5. Kacang hijau rebus 15,97 425,315 12,31 984,52
6. Kacang hijau sangrai 23,78 451,026 18,54 1496,83
7. Kacang tolo kukus 15,96 442,018 13,54 1026,98
8. Kacang tolo rebus 15,93 451,461 13,51 838,49
9. Kacang tolo sangrai 15,85 427,301 14,21 1006,15
Sumber: Aminah dan Hersoelistyorini (2012)
Nilai Tambah Proses dan Produk
Nilai tambah proses dari aspek teknologi pangan dapat dilihat dari
kualitas atau nilai fungsional produk yang dihasilkan. Herawati
(2020) menyampaikan bahwa adanya perbedaan teknologi dalam
pengolahan kedelai akan menghasilkan tempe dan tahu dengan
kadar komposisi yang berbeda. Tempe memiliki kadar kalori lebih
tinggi, yaitu 140 kal/100gram, sedangkan tahu sebesar 80
kal/100gram. Kadar protein tempe lebih besar dibandingkan dengan
tahu. Tempe juga memiliki kadar serat, natrium, kalsium, dan fosfor
yang lebih tinggi dibandingkan tahu. Pada pemilihan produk olah
aneka kacang, beberapa pertimbangan dapat menjadi acuan, baik oleh
produsen maupun konsumen, selain nilai fungsional produk.
Produk aneka kacang merupakan produk sumber protein murah
dari bahan nabati. Keunggulan produk olahan aneka kacang, antara
lain sebagai protein nabati yang dapat dikonsumsi oleh semua
288 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
golongan masyarakat, sangat sesuai untuk para penderita lactose
intolerance (alergi laktosa/susu), secara umum dapat diproduksi skala
rumah tangga, dan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan
sumber protein hewani. Nilai tambah ekonomi dari produk olahan
dapat diperhitungkan berupa tambahan pendapatan dari setiap
satuan produk yang dihasilkan. Beberapa peneliti melakukan analisis
nilai tambah ekonomi yang diperoleh dengan melakukan beberapa
implementasi teknologi pengolahan (Tabel 3).
Tabel 3. Nilai tambah ekonomi pengolahan aneka produk kacang-
kacangan
No. Jenis produk Nilai tambah
(Rp/kg) Sumber
1. Kacang oven 1.597 Yanuasari et al. (2015)
2. Tahu kedelai 8.455 Masduki dan Sa’diyah
(2012)
3. Tempe kedelai 5.136 Lestari et al. (2019)
4. Kerupuk tempe kedelai 1.742 Husniah et al. (2019)
5. Susu kedelai 22.612 Aminah (2013)
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa dengan menerapkan
aneka teknologi pengolahan pangan dapat meningkatkan nilai
tambah ekonomi produk. Sesama produk yang diolah dari bahan
baku kedelai, produk dalam bentuk susu kedelai memiliki nilai
tambah ekonomi sebesar Rp22.612/kg, lebih besar dibandingkan
dengan produk olahan kedelai lainnya.
Husniah et al. (2019) menyampaikan bahwa skala produksi
memengaruhi nilai tambah ekonomi produk yang dihasilkan.
Kapasitas produksi yang semakin besar akan meningkatkan nilai
tambah ekonomi produk yang dihasilkan. Nilai tambah ekonomi/kg
usaha kerupuk tempe berbeda menurut skala usaha. Sebagai contoh,
nilai tambah ekonomi dari agroindustri kerupuk tempe di Kecamatan
Puger, Kabupaten Jember pada skala usaha menengah sebesar
Rp1.742, pada skala usaha kecil Rp1.652, dan pada skala usaha rumah
tangga Rp1.403. Adanya pengolahan dan pemanfaatan aneka produk
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 289
samping pengolahan tahu seperti pengolahan nuget dan brownies dari
ampas tahu, meningkatkan nilai tambah dari produk olahan tahu
yang dihasilkan (Septifani dan Umam 2017).
Selain nilai tambah, kombinasi antara nilai fungsional dan
preferensi pasar serta kemungkinan daya simpan yang panjang
menjadi orientasi dalam pengembangan produk lebih lanjut. Adanya
inovasi baru dalam pengembangan produk, juga membuat preferensi
konsumen menjadi lebih besar. Tren kekinian seperti burger tempe,
smoothies tempe, cokelat tempe, meat analog dari bahan sumber protein
nabati dan variasi produk yang beraneka ragam serta dapat
mengikuti tren generasi milenial, seringkali menjadi pemicu
timbulnya segmentasi pasar dan peningkatan nilai tambah melalui
segmentasi pasar secara lebih modern.
Pengolahan Pangan Mengantisipasi Dampak Pandemi Covid-19
Pola konsumsi pangan masyarakat pada masa pandemi Covid-19
mengalami pergeseran. Hal ini dipicu oleh situasi dan kondisi
keterbatasan ruang gerak masyarakat, distribusi, penurunan
pendapatan, dan daya beli. Namun, masyarakat tetap harus menjaga
imunitas tubuh, sehingga perlu asupan pangan sehat. Produk pangan
yang semakin diminati adalah produk yang memiliki sifat fungsional
yang dapat meningkatkan imunitas tubuh, memiliki umur simpan
yang cukup panjang, siap saji, dan kekinian. Keterbatasan ruang
gerak telah mengubah pola belanja masyarakat dari sistem
manual/tradisional ke sistem online semakin meningkat.
Beberapa strategi dan peluang pemasaran produk hasil
pengolahan aneka kacang sangat dibutuhkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan pasar tersebut. Perlu dipertimbangkan pula faktor-faktor
penyebabkan perubahan produk pangan untuk dijadikan dasar
dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis tersebut
didasarkan pada faktor utama yang sangat sensitif yang
menyebabkan perubahan mutu produk selama distribusi,
penyimpanan, hingga siap dikonsumsi (Herawati 2008).
Selain memperpanjang umur simpan, pengolahan produk pangan,
dapat juga mempengaruhi bahan yang terkandung di dalam produk
290 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
pangan tersebut. Perubahan mutu produk pangan dapat disebabkan
oleh proses penanganan produk seperti perlakuan panas tinggi,
pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan
(Herawati 2008). Beberapa teknologi pengolahan yang dapat
diimplementasikan, di antaranya yaitu dengan menyimpan pada
kondisi dingin untuk minuman susu kedelai atau dengan teknik ultra
high temperature (UHT) untuk memperpanjang umur simpan. Teknik
instanisasi, selain memperpanjang umur simpan juga menghasilkan
produk siap saji atau siap konsumsi dalam waktu singkat
(Sasmitaloka et al. 2019; Sukasih et al. 2020). Teknik penggorengan
tempe juga dapat diimplementasikan untuk memperpanjang umur
simpan produk, sekaligus juga dapat dipergunakan untuk snack
kekinian yang sangat digemari oleh generasi milenial.
Herawati (2008) menyatakan bahwa kemasan memegang peranan
penting untuk membantu memperpanjang umur simpan produk
pangan. Umur simpan produk pangan juga sangat tergantung pada
bahan yang digunakan dan permeabilitas film kemasan yang
dipergunakan. Kombinasi teknologi pengolahan dan jenis kemasan
yang tepat akan membantu memperpanjang umur simpan produk.
Hal ini tentunya juga membantu dalam peningkatan cakupan jarak
dan menekan tingkat kerusakan yang dapat diakibatkan oleh adanya
proses delay yang diakibatkan oleh kondisi pandemi Covid-19. Jenis
kemasan dan umur simpan yang panjang juga dapat membantu
dalam memperluas jaringan pemasaran berbasis sistem daring.
Beberapa permasalahan terkait dengan adanya kondisi pandemi
Covid-19, peluang adanya segmentasi pasar secara khusus, dan
semakin terbukanya pasar daring dapat dimanfaatkan dengan
beberapa cara terkait dengan teknologi pengolahan pada produk aneka
kacang, sebagaimana yang tertera pada skema bagan seperti disajikan
dalam Gambar 3. Antisipasi kegiatan yang dapat diimplementasikan
dalam mengoptimalkan kinerja tersebut di antaranya, yaitu teknik
pengolahan, optimasi nilai tambah, analisis karakteristik produk,
kombinasi pengemasan produk, memperpanjang umur simpan
produk, penanganan distribusi produk yang terhubung dengan
ketersediaan sistem jaringan pemasaran.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 291
Gambar 3. Mekanisme integrasi peran teknologi pengolahan dan
jaringan pemasaran olahan kedelai pada masa pandemi
Covid-19
Rekomendasi terkait dengan skema pada Gambar 3 sangat penting
dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja impementasi teknologi
pangan dalam rangka untuk membantu mengembangkan produk
aneka kacang pada era pandemi Covid-19. Hal ini tentunya terkait
dengan aspek pengembangan sistem pemasaran yang semakin
berkembang dengan basis daring dan e-marketing. Segmentasi
pemasaran melalui pasar tradisional, retail, dan pasar swalayan
masih tetap beroperasi, namun sangat terdampak dengan adanya
kebijakan PSBB yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.
Pengembangan sistem pemasaran berbasis daring, sebagaimana
skema konsep di atas, yang sudah mulai berkembang dengan pesat di
masyarakat dapat dimanfaatkan dengan baik.
Strategi penjualan daring untuk produk pangan sehat sudah mulai
diinisiasi oleh berbagai perusahaan pangan olahan bekerja sama
dengan platform e-commerce, seperti Lemonilo.com, Bukalapak.com,
dan Tokopedia.com. Seperti halnya dalam sistem pemasaran produk
segar tempe, yang biasanya dijual di pasar tradisional, sudah mulai
Era Covid-19
Segmentasi pangan
fungsional pasar daring
Teknik pengolahan
Nilai tambah
Karakteristik produk
Pengemasan produk
Umur simpan
Distribusi produk
Jaringan pemasaran
Rekomendasi optimal
Retail swalayan besar dan kecil
https://www.tokopedia.com/searc
h?st=product&q=keripik%20tempe
Retail swalayan besar dan kecil
Jaringan pemasaran
Pasar tradisional, retail, swalayan
https://www.tokopedia.com/searc
h?st=product&q=tempe%20segar
https://www.tokopedia.com/searc
h?st=product&q=susu%20kedelai
Keripik
Minuman
Pangan segar
292 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
dipasarkan melalui sistem daring melalui link sebagaimana yang
tercantum pada Gambar 3.
Untuk produk segar, ada hal yang harus diantisipasi, di antaranya
yaitu mengenai umur simpan produk, yang biasanya lebih pendek
dibandingkan dengan produk hasil pengolahan. Salah satu alternatif
pengembangan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan
implementasi teknologi pengolahan keripik tempe yang
dikombinasikan dengan pengemasan aluminium foil sehingga bisa
masuk ke pasar retail swalayan besar dan kecil serta memiliki umur
simpan yang lebih lama. Hal ini juga terdapat produk minuman susu
kedelai yang tidak tahan lama, diimplementasi dengan teknologi
UHT dan kemasan tetra pack untuk memperpanjang umur simpan,
sehingga bisa masuk ke segmentasi pasar swalayan dan daring.
Sistem pemasaran untuk produk aneka kacang juga masih
mendominasi pasar retail maupun pasar tradisional untuk
segmentasi pangan segar. Namun demikian, di beberapa wilayah
juga sudah mulai marak dilakukan pelatihan para pengrajin keripik
tempe untuk mulai dapat memasarkan produknya melalui penjualan
sistem daring. Sistem penjualan keripik tempe dan produk olahan
aneka kacang, saat ini juga sudah mulai dikembangkan oleh berbagai
toko daring (online shop). Pelatihan strategi pemasaran keripik tempe
di tingkat usaha industri kecil menengah (IKM) dengan
menggunakan aplikasi e-marketing sebagaimana dilakukan oleh
Siswanto et al. (2020) akan membantu usaha pangan olahan skala
kecil tersebut untuk memperluas pasar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Teknologi pengolahan pangan sangat bervariasi, tergantung pada
tujuan untuk menghasilkan produk akhirnya. Pemilihan teknologi
pengolahan yang tepat dapat diterapkan untuk produk olahan aneka
kacang. Berbagai cara pengolahan berbasis aneka kacang, antara lain
melalui perkecambahan, fermentasi, instanisasi, formulasi, dan
ekstraksi, dapat meningkatkan nilai tambah pemanfaatan, sosial, dan
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 293
ekonomi. Jenis produk pangan yang diolah dan dikemas dengan
selera kekinian dapat menarik minat generasi milenial untuk
mengonsumsi produk pangan lokal produksi domestik. Adanya
pandemi Covid-19 memberikan dampak terhadap pola pemenuhan
kebutuhan pangan, antara lain meningkatnya preferensi konsumen
terhadap produk pangan sehat, memiliki umur simpan cukup
panjang, dan dapat diperoleh secara daring, baik itu melalui online
shop ataupun media sosial.
Saran
Berbagai teknologi pengolahan pangan berbasis aneka kacang yang
telah dihasilkan Balitbangtan layak dikembangkan dan didiseminasi-
kan. Hal tersebut ditujukan untuk meningkatkan kemampuan usaha
IKM pengolahan pangan, meningkatkan volume produksi, dan
memperluas pasar. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan
dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dukungan
tersebut dapat berupa penderasan diseminasi teknologi pengolahan
pangan kepada usaha IKM pengolahan pangan dan peningkatan
kemampuan para pelaku usaha untuk melakukan pemasaran secara
daring. Pada era pandemi Covid-19, strategi pengembangan sistem
pemasaran berbasis daring dapat dioptimalkan. Dengan demikian,
produk layak dikomersilkan sehingga memberikan manfaat bagi
petani, pelaku usaha, maupun konsumen yang menginginkan produk
sehat berbasis aneka kacang yang bermutu tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ai NS dan Ballo M. 2010. Peranan air dalam perkecambahan biji. J Ilm Sains.
10(2):190-195
Aminah NML. 2013. Analisis nilai tambah dalam pengolahan susu kedelai
pada skala industri rumah tangga di Kota Medan [Skripsi]. [Medan (ID)]:
Universitas Sumatera Utara.
Aminah S, Hersoelistyorini W. 2012. Karakteristik kimia tepung kecambah
serealia dan kacang-kacangan dengan variasi blanching. Dalam: Seminar
Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS 2012. Semarang (ID): Universitas
Muhammadiyah Semarang. hlm. 209-217. ISBN: 978-602-18809-0-6.
294 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
Anggrahini S. 2007. Pengaruh lama pengecambahan terhadap kandungan α-
tokoferol dan senyawa proksimat kecambah kacang hijau (Phaseolus
radiates L.). J Agritech. 27(4):152-157.
Anita S. 2009. Studi sifat fisikokimia sifat fungsional karbohidrat dan aktivitas
antioksidan tepung kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L) sweet)
[Skripsi]. [Bogor (ID)]: Institut Pertanian Bogor.
Astawan M, Wresdiati T, Maknun L. 2017. Tempe: sumber zat gizi dan
komponen aktif untuk kesehatan. Bogor (ID): IPB Press.
Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintari SH, Ichsani N. 2013.
Karakteristik fisikokimia dan sifat fungsional tempe yang dihasilkan dari
berbagai varietas kedelai. J Pangan. 22(3):241-252.
Bhattacharya S. 2015. Conventional and advanced food processing
technologies. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Ltd.
Damayanti IDA, Wisaniyasa NW, Widarta IWR. 2019. Studi sifat fisik, kimia,
fungsional dan kadar asam sianida tepung kecambah kacang koro
pedang. J Ilm Teknol Pangan. 8(3):238-247
Dostalova PK. 2009. The changes of - galaktosidase during germination and
high pressure treament of legume seeds. Czech J Food Sci. 27(Special
Issue):S76-S79.
Ekafitri R, Isworo R. 2014. Pemanfaatan kacang-kacangan sebagai bahan baku
sumber protein untuk pangan darurat. J Pangan. 23(2):134-145.
Ginting E, Widowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku
industri pangan. J Penelit Pengemb Pertan. 28(3):79-87.
Harahap DA. 2020 Apr 14. Pembatasan sosial berskala besar menangani
pandemi covid 2019 dan tren pembelian online. Radar Bandung. Ceuk
Warga:9 (kol. 1-7).
Hendriani R, Rostinawati T, Kusuma SAF. 2009. Penelusuran antibakteri
bakteriosin dari bakteri asam laktat dalam yoghurt asal kabupaten
Bandung Barat terhadap Staphylococus aureus dan Escherichi coli. Laporan
Akhir LITMUD Unpad. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. J Penelit
Pengemb Pertan. 27(4):124-130.
Herawati H. 2020. Peranan teknologi pascapanen dalam pengembangan
produk pangan fungsional. Makalah disampaikan pada Webinar
Nasional Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian; 2020 Jul 25.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 295
Herawati H, Kamsiati E, Abubakar. 2019. Influence of peanut flour addition
on rasi process production. 2nd International Conference on Agriculture
Postharvest Handling and Processing. IOP Conf Ser: Earth Environ Sci.
309:012044. https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/309/1/
012044 doi:10.1088/1755-1315/309/1/012044.
Hidayat N. 2008. Fermentasi tempe. Materi kuliah Mikrobiologi Industri
[Internet]. [diunduh 2020 Okt 20]. Tersedia dari:
https://ptp2007.files.wordpress.com/2008/03/fermentasi-tempe.pdf
Husniah FA, Hapsari TD, Agustina T. 2019. Analisis nilai tambah
agroindustri kerupuk tempe di Kecamatan Puger Kabupaten Jember. J
Ekon Pertan Agribis. 3(1):195-203.
Krenitsky J. 2006. Immunonutrition – fact, fancy or folly?. Dalam: Parish CR,
editor. Nutrition issues in gastroenterology. Series #38. Practical
Gasenterology:47-68.
Lestari E. 2005. Pengaruh penambahan bekatul sebagai bahan pengisi tempe
terhadap kadar protein tempe kedelai [Skripsi]. [Surakarta (ID)]:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lestari W, Sumarjono D, Ekowati T. 2019. Analisis nilai tambah kedelai
sebagai bahan baku tempe di Desa Angkatan Lor, Kecamatan
Tambakromo, Kabupaten Pati. SOCA: J Sos Ekon Pertan. 13(3):409-419.
Maryam S. 2015. Potensi tempe kacang hijau (Vigna Radiata L) hasil fermentasi
menggunakan inokulum tradisional sebagai pangan fungsional. J Sains
Teknol. 4(2):635-641
Masduki MS, Sa’diyah AA. 2012. Performansi nilai tambah kedelai menjadi
tahu di Kabupaten Sambas. J Buana Sains. 12(1):99-103.
Nirmagustina DE, Wirawati CU. 2014. Potensi susu kedelai asam (soygurt)
kaya bioaktif peptida sebagai antimikroba. J Penelit Pertan Terap.
14(3):158-166.
Nurhadianty V, Cahyani C, Nirwana WAC, Dewi LK. 2018. Pengantar
Teknologi Fermentasi Skala Industri. Malang (ID): UB Press.
Radiati A, Sumarto. 2016. Analisis sifat fisik, sifat organoleptik, dan
kandungan gizi produk tempe dari kacang non kedelai. J Apl Teknol
Pangan. 5(1):16-22.
Rodriguez-Ramirez J, Mendez-Lagunas L, Lopez-Ortiz A, Torres SS. True
density and apparent density during the drying process for vegetables and
fruits: a review. Food Sci. 77(12):146-154.
296 Peran dan Ketersediaan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis
Aneka Kacang pada Era Pandemi Covid-19
Sari NK. 2007. Pengembangan produk minuman fermentasi susu kedelai
(soygurt) dengan penambahan ekstrak teh hijau (Camelia sinensis) di PT.
Fajar Taurus Jakarta Timur [Skripsi]. [Bogor (ID)]: Institut Pertanian
Bogor.
Sasmitaloka KS, Widowati S, Sukasih E. 2019. Effect of freezing temperature
and duration on physicochemical characteristics of instant rice. IOP Conf
Ser: Earth Environ Sci. 309:012043. doi:10.1088/1755-1315/309/1/012043.
Septifani R, Umam K. 2017. Pemanfaatan ampas kedelai sebagai produk
pangan dengan nilai tambah ekonomis di UKM susu kedelai Kota Batu. J
Innov Appl Technol. 4(2):784-788.
Siswanto E, Kusumajanto DD, Afwan Hariri A, Murdiono A. 2020. E-
marketing untuk IKM Sanan Malang. J Graha Pengabdi. 2(2):103-113.
Sukasih E, Sasamitaloka KS, Widowati S. 2020. Optimasi produksi kacang
hijau instan dan karakteristik fisiko kimia produk yang dihasilkan. J
Penelit Pascapanen Pertan. 17(1): 37-47
Widaningrum, Sukasih E, Purwani EY. 2015. Introductory study on
processing of fermented jack bean (Canavalia ensiformis). J Penelit
Pascapanen Pertan. 12(3):129-136.
Widowati S. 2007. Teknologi pengolahan kedelai. Dalam: Sumarno, Suyamto,
Widjono A, Hermanto, Kasim H, editors. Kedelai: teknik produksi dan
pengembangan. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan. hlm. 491-521.
Widowati S, Sasamitaloka KS, Banurea IR. 2020. Karakterisasi fisikokimia dan
fungsional nasi instan. J Pangan. 29(2):87-104
Wisaniyasa NW, Suter K, Marsono Y, Putra INK. 2015. Germination effect on
functional properties and antitrypsin activities of pigeon pea (Cajanus
cajan (L.) Millsp.) sprout flour. J Food Sci Qual Manage. 43:79-83.
Yanuasari KI, Hartadi R, Raharto S. 2015. Analisis pendapatan dan nilai
tambah serta strategi pengembangan agroindustri kacang oven pada CV.
TDS Mitra Garuda di Kabupaten Jember. Agritrop J Ilm Pertan. 13(2):126-
136.
top related