per bai kanku
Post on 17-Feb-2016
233 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan bagi hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan sebagaiman dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut
kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya
telah terjadi perubahan orientasi baik dari segi nilai maupun pemikiran terutama
dalam pemecahan masalah kesehatan (Depkes RI, 2005).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya penyelenggara sendiri atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Salah satu ukuran pelayanan
kesehatan yang berkualitas yaitu yang mencangkup penilaian terhadap kepuasan
pasien mengenai kinerja perawat di rumah sakit, secra umum disebutkan bahwa
1
semakin efektif pelayanan yang diberikan semakin tinggi pula kualitas pelayanan
tersebut (Depkes RI, 2005).
Bentuk pelayanan yang bermutu antara konsumen dan pemberi pelayanan
disadari sering terjadi perbedaan persepsi, konsumen mengartikan pelayanan yang
berkualitas jika pelayanan nyaman, perawatnya ramah, sehingga secara
keseluruhan memberi kesan kepuasan kepada pasien, sedang memberi pelayanan
mengartikan pelayanan itu bermutu jika sesuai standar ( Azwar, 2006).
Mutu pelayanan rumah sakit dapat pula dilihat dari segi aspek yang
berpengaruh. Aspek berarti termasuk hal-hal yang secara langsung atau tidak
berpengaruh terhadap peniain, aspek itu adalah aspek klinis yaitu menyangkut
pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis dan keperawatan,
pemanfaatan dan efektifitas yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada
diagnosis terapi yang berlebihan, keamanan pasien yaitu upaya perlindungan
terhadap pasien, kepuasan pasien yaitu yang berhubungan dengan jaminan
kenyamanan, keramahan dan kecepatan serta kualitas pelayanan (servqual)
perawatan yang lebih terkait pada dimensi reliability (kehandalan), emphaty
(perhatian), responsiveness (ketanggapan), insurance (jaminan), tangibles (bukti
fisik) perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien (Azwar, 2006).
Rumah sakit dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan secara
komprehensif, khususnya milik pemerintah sedang dikembangkan agar setara
dengan pelayanan rumah sakit lain skala nasional maupun mancanegara,
tantangan yang dihadapi penyelenggara kesehatan rumah sakit di Indonesia saat
2
ini makin berat, terkait hal itu mutu pelayanan medik dan keperawatan harus
ditingkatkan untuk memberi kepuasan serta harapan sembuh bagi pasien disertai
peningkatkan pemanfaatan dan produktivitas manajemen untuk mewujudkan
layanan kesehatan secara optimal (Priyambodo, 2011).
Penilaian data merupakan salah satu bukti yang tangible untuk mutu suatu
Rumah Sakit skala nasional yaitu di Indonesia berdasarkan stratifikasi rumah sakit
tipe A keadaan yang terpantau oleh Departemen Kesehatan didapatkan Lenght Of
Stay (LOS) 9 hari, Net Death Rate (NDR) 2,5 % Gross Death Rate (GDR) 4 %,
rumah sakit tipe B yaitu Length Of Stay (LOS) 6 hari, Net Death Rate (NDR) 2.6
%, Gross Death Rate (GDR) 4 % dan untuk rumah sakit tipe C yaitu Length Of
Stay (LOS) 5 hari, Net Death Rate (NDR) 2,5 % dan Gross Death Rate (GDR)
rata-rata 4 % (Priyambodo, 2011).
Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara secara umum, mutu
pelayanan dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu pada tahun 2007
berdasarkan angka rata-rata lama perawatan atau Lenght Of Stay (LOS) 6 hari,
dan angka kematian pasien dalam 48 jam keatas setelah dirawat atau Net Death
Rate (NDR) 2,45 %, Gross Death Rate (GDR) 3,65 % pada tahun 2008
berdasarkan Lenght Of Stay (LOS) 6 hari, dan Net Death Rate (NDR) 2,34 %,
Gross Death Rate (GDR) 3,80 % serta pada tahun 2009 berdasarkan Longht Of
Stay (LOS) 5,4 % hari dan Net Death Rate (NDR) 2,36 %, Gross Death Rate
(GDR) 4,07 %. Dari beberapa data indikator mutu pelayanan Rumah Sakit Umum
Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun terakhir LOS menurun menjadi 5,4 hari,
3
dengnan angka ideal yaitu 6 hari, namun NDR mengalami paningkatan kasus tiap
tahun rata-rata menacapai 2,21 %, serta GDR juga pada tahun 2009 melebihi
angka standar yaitu 4,07 % ( Profil RSU Provinsi Sulawesi Tenggara).
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau dapat dilihat dari indikator
mutu pelayanan pada tahun 2008 berdasarkan angka Lenght Of Stay (LOS dan
Gross Death) yaitu 4 hari, Net Death Rate (NDR) yaitu 2,24 % dan Gross Death
Rate (GDR) yaitu 4,68 % pada tahun 2009 berdasarkan Lenght Of Stay (LOS)
yaitu 4,3 hari, Net Death Rate (NDR) yaitu 2,6 % dan Gross Death (GDR) yaitu
6.05 %, dan pada tahun 2010 angka Lenght Of Stay (LOS) yaitu 3 hari, Net Death
Rate (NDR) yaitu 3,4 % dan Gross Death Rate (GDR) yaitu 5,92 %. Dari data
indikator mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau tersebut
setiap tahun mengalami penurunan dibawah angka rata-rata standar dimana LOS
kurang dari 6 hari dan NDR yang meningkat ditahun 2010 yaitu 3,4 % lebih dari
nikai ideal 2,5 % serta GDR pada tahun 2008 mencapai 6,05 %, jauh dari nilai
standar yaitu > 4,5 % (Profil RSUD Kota Bau-Bau).
Berdasarkan data angka kunjungan perawatan pasien Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bau-Bau Khususnya di instansi ruang perawatan bedah, jumlah
kunjungan pasien rawat inap tahun 2008 sebanyak 792, tahun 2009 sebanyak 772
dan tahun 2010 sebanyak 625, dengan rata-rata kunjungan pasien perbulan di
ruang perawatan bedah sebanyak 54 pasien, dengan kapasitas tempat tidur 22
yang didukung 1 dokter spesialis bedah, 1 dokter umum, 10 tenaga ahli
keperawatan dan 5 perawat senior. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau
4
adalah Rumah Sakit tipe C sebagai rumah sakit pusat rujukan diwiliyah Kota Bau-
Bau, dituntut agar dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal, oleh karena
itu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit perlu dievaluasi secara terus
menerus untuk mencapai pelayanan yang lebih bermutu dan berkualitas. (Profil
Kesehatan RSUD Kota Bau-Bau).
Adapun bentuk kecenderungan nilai mutu pelayanan kesehatan yang ada di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau khususnya di ruang Perawatan bedah
yaitu tahun 2008, terutama Lenght of Stay (LOS) 4,0 hari dan Net Death Rate
(NDR) 2,6 % dan Gross Death Rate (GDR) 3,46 %. Pada tahun 2009 yaitu angka
Lenght Of Stay (LOS) 3,8 hari dan Net Death Rate (NDR) 2,6 % dan Gross Death
Rate (GDR) 3,56 % dan pada tahun 2010 angka Lenght Of Stay (LOS) 3,5 hari,
Net Death Rate (NDR) 2,7 % dan Gross Death Rate (GDR) 3,88 %. Indikator
tersebut menunjukkan rendahnya mutu pelayanan di ruang Perawatan Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau, diman terjadi penurunan nilai LOS
setiap tahun rata-rata 4 hari, masih berada dibawah angka nilai standar nasional
sebuah rumah sakit tipe C dengan nilai rata-rata 2,6 %, diatas nilai standar
nasional serta peningkatan angka GDR setiap tahun yaitu rata-rata 3,6 %. (Profil
Kesehatan RSUD Kota Bau-Bau 2010).
Survei awal yang dilakukan selama 2 hari di ruang Perawatan Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau tanggal 23-24 Mei 2011, dari 9 orang
pasien yang sementara menjalani perawatan, ditemukan 7 orang pasien (77,78 %),
mengemukakan beberapa keluhan yang berkaitan dengan dimensi mutu pelayanan
5
antara lain dari segi kehandalan pelayanan perawat yang kurang tepat waktu
dalam memberikan informasi jadwal pemeriksaan, sikap perawat yang tidak
ramah dalam memberikan pelayanan baik kepada pasien maupun keluarga pasien,
perawat kurang perhatian dengan pemintaan pasien, sikap perawat yang kurang
tanggap pada setiap keluhan pasien yaitu tidak tepatnya waktu pemeriksaan dan
perawat tidak pernah memberikan penjelasan terhadap tindakan yang telah
diberikan pada pasien dan penampilan alat dan ruang perawatan yang tidak
lengkap. Hal ini menunjukkan bahwa dari dimensi mutu Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bau-Bau dari faktor petugas keperawatan baik responsiveness,
reliability, empaty dan insurance terdapat indikasi masih kurang.
Berdasarkan data dan informasi tersebut nampak bahwa kualitas pelayanan
kesehatan di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-
Bau, masih sangat kurang, dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul, ‘’ Studi Tentang Mutu Pelayanan Keperawatan
Berdasarkan Persepsi Pasien Rawat Inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota
Bau-Bau Tahun 2011.’’
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka, yang menjadi rumusan masalah
pokok pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran mutu pelayanan keperawatan berdasarkan persepsi
pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Bau-Bau menurut
6
dimensi kehandalan (reliability) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan ?
2. Bagaimana gambaran mutu pelayanan keperawatan berdasarkan persepsi
pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Bau-Bau menurut
dimensi perhatian (empaty) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan ?
3. Bagaimana gambaran mutu pelayanan keperawatan berdasarkan persepsi
pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Bau-Bau menurut
dimensi ketanggapan (responsiveness) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan ?
4. Bagaimana gambaran mutu pelayanan keperawatan berdasarkan persepsi
pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Bau-Bau menurut
dimensi jaminan (insurance) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan ?
5. Bagaimana gambaran mutu pelayanan keperawatan berdasarkan persepsi
pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Bau-Bau menurut
dimensi bukti fisik (tangibles) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan ?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran Mutu Pelayanan Keperawatan Berdasarkan
Persepsi Pasien Rawat Inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Bau-Bau
Tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
2.1 Diketahuinya gambaran mutu pelayanan keperawatan menurut dimensi
kehandalan (reliability) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan berdasarkan persepsi pasien rawat inap di Ruang Perawatan
Bedah RSUD Kota Bau-Bau Tahun 2011.
2.2 Diketahuinya gambaran mutu pelayanan keperawatan menurut dimensi
perhatian (emphaty) perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
berdasarkan persepsi pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD
Kota Bau-Bau Tahun 2011.
2.3 Diketahuinya gambaran mutu pelayanan keperawatan menurut dimensi
ketanggapan (responsiveness) perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan berdasarkan persepsi pasien rawat inap di Ruang Perawatan
Bedah RSUD Kota Bau-Bau Tahun 2011.
2.4 Diketahuinya gambaran mutu pelayanan keperawatan menurut dimensi
jaminan (insurance) perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
8
berdasarkan persepsi pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD
Kota Bau-Bau Tahun 2011.
2.5 Diketahuinya gambaran mutu pelayanan keperawatan menurut dimensi
bukti fisik (tangibles) perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
berdasarkan persepsi pasien rawat inap di Ruang Perawatan Bedah RSUD
Kota Bau-Bau Tahun 2011.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat praktis
Penelititan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi instansi terkait
dalam menetapkan kebijakan terutama di bidang pelayanan keperawatan.
2. Manfaat ilmiah
Diharapkan dapat menambah dan memperluas khasanah ilmu pengetahuan dan
merupakan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
3. Manfaat peneliti
Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam
pengembangan peneliti
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah
memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Hubungan sensasi
dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun
begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi,
tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori (Desiderato, 1976 dalam
Jalaludin, 2005 : 51).
Pengertian lain tentang persepsi dijelaskan oleh Atkinson, (2005 : 201)
yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi
dan menafsirkan pola stimulus ini dalam lingkungan. Tidak seperti peristiwa
sensori sederhana, fenomena persepsi dianggap tergantung pada proses yang
lebih tinggi peringkatnya. Menurut Robbins (1996) pernyataan persepsi adalah
proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan impressi
sensorinya supaya dapat memberi arti pada lingkungan sekitarnya. Perbedaan
tanggapan terhadap rangsangan yang sama, karena tiga proses yang berkenaan
dengan persepsi adalah penerimaan rangsangan secara selektif, perubahan
makna informasi secara selektif dan mengingat suatu secara selektif. Walgito
10
(2005, 54) menyatakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasi terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang
integreted dalam diri individu. Karena merupakan aktivitas yang integreted
maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu aktif berperan
dalam persepsi itu.
Schereer (dalam Walgito, 2005: 16) memberikan uraian persepsi adalah
suatu representasi fenomena tentang obyek distal sebagai hasil
pengorganisasian obyek itu sendiri mendium dan rangsang proksimal. Persepsi
merupakan proses kategorisasi, dimana organisme dirangsang oleh masukan
tertentu (obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, dan lain-lain) dan organisme
merespon dengan menghubungkan masukan tesebutdengan salah satu kategori
(golongan) obyek atau peristiwa. Proses ini berjalan aktif sehingga seseorang
dapat mengenali atau memberikan arti pada masukan itu. Persepsi demikian
bersifat inferensial serta bervariasi.
Hamner dan Organ (Indawijaya, 2006: 47) mengungkapkan bahwa
persepsi sangat bersifat pribadi dan usaha sungguh-sungguh memahami
persepsi orang merupakan bagian penting dari studi perilaku organisasi. Dalam
kehidupan berorganisasi, sering sekali kita dihadapkan pada perbedaan
interpretasi yang menyebabkan perbedaan pilihan tindakan dan perilaku
terhadap obyek yang sama. Menurt Widyatun (2005: 110) persepsi atau
tanggapan adalah proses mental yang terjadi kepada diri manusia yang akan
11
menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, serta
meraba (kerja indra) sekitar kita.
James (2005) menjelaskan persepsi adalah suatu pengalaman yang
terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indra, hasil pengolahan otak
dan ingatan proses dihayati melalui ilusi atau mispersepsi atau trick atau tipuan
dan juga bukan salah tanggapan.
Menurut Siangian (2007: 99) mengatakan bahwa apabila seseorang
berbicara tentang persepsi, yang dimaksud ialah bahwa yang dilihat seseorang
belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya. Keinginan seseorang itulah
yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat atau mengalami hal yang
sama memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihat atau
dialaminya.
2. Tahap-tahap dalam proses persepsi
Menurut pareek proses tersebut terdiri dari proses menerima, menyeleksi,
mengorganisasikan, menyaji dan memberikan reaksi pada rangsangan panca
indra.
a. Proses menerima
Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsang atau data
dari berbagi sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indra,
sehingga proses ini sering disebut dengan pengindaraan, proses ini sering
disebut sensasi. Menurut Desiderago (Walgito, 2005: 20) menurut
pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian
12
secara verbal, simbolis, atau koseptual, dan terutama selalu berhubungan
denga panca indra.
Schereer (Walgito 2005: 21) mengemukakan bahwa rangsangan itu
terdiri dari tiga macam sesuai dengan elemen dari proses penginderaan.
Pertama, rangsang merupakan obyek, ialah obyek dalam bentuk fisiknya
atau rangsang distal. Kedua, rangsang sebagai keseluruhan yang terbesar
dalam lapangan progsimal, ini belum menyangkut proses sistem syaraf.
Ketiga, rangsang sebagai representasi fenomena atau gejala yang
dikesankan dari obyek-obyek yang ada diluar. Branca, 1965; Woodworth
dan Marquis, 1957 (dalam Walgito, 2005: 53) mengungkapkan bahwa
proses pengindraan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu
menerima stimulus melalui alat inderanya, melalui reseptornya. Alat indera
merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.
b. Proses Menyeleksi Rangsang
Michell (dalam Walgito, 2005: 18) menyatakan persepsi adalah suatu
proses yang didalamnya mengandung proses seleksi ataupun sebuah
mekanisme. Setelah menerima rangsang atau data seleksi. Anderson
(Walgito, 2005: 22) mengemukakan bahwa perhatian adalah proses mental,
ketika rangsang atau rangkaian rangsang menjadi menonjol dalam keadaan
pada saat yang lainnya melemah.
Menurut Robbinds (2005: 126) obyek-obyek yang berdekatan satu
sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama bukannya secara
13
terpisah. Sebagai akibat kedekatan fisik atau waktu, sering kita menggabung
bersama-sama obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan.
Makin besar kemiripan itu, makin besar kemiripan, makin besar
kemungkinan kita cenderung mempersepsikan mereka sebagai suatu
kelompok bersama.
c. Proses Pengorganisasian
Data atau rangsang yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam
suatu bentuk. Pengorganisasian sebagai proses seleksi atau screening berarti
beberapa informasi akan diproses dan yang lain tidak. Sebagaimana
mekanisme pengorganisasian, berarti bahwa informasi-informasi yang
diproses akan digolong-golongkan dan dikategorikan dengan beberapa cara.
Hal ini akan memberikan arah untuk mengartikan sesuatu stimulus.
Ketegorisasi tersebut mungkin terjadi secara terperinci, yang terpenting
adalah mengkategorikan informasi yang kompleks dalam bentuk yang
sederhana.
d. Proses Pengambilan Keputusan dan Pengecekan
Menurut Robbins (2006: 134) bagaimana individu-individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas pilihan akhir mereka, sebagian
besar dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka. Menurut Burner ada
beberapa klasifikasi dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1) Kategori primitif, dimana obyek atau peristiwa yang diamati diselesaikan
dan ditandai berdasarkan ciri-ciri tersebut.
14
2) Mencari tanda (Cue Search), pengamat secara cepat memeriksa
(scranning) lingkungan untuk mencari tambahan informasi untuk
mengadakan kategorisasi yang tepat.
3) Konfirmasi, terjadi setelah obyek mendapat penggolongan sementara.
Pada tahap ini pengamat tidak lagi terbuka untuk sembarangan masukan,
melainkan hanya menerima informasi yang memperkuat
(mengkonfirmasi) keputusannya, masukan yang tidak relevan dihindari.
Menurut Rakhmad (2005) proses terjadinya Persepsi pertama karena
adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera
(obyek tersebut perhatian panca indra, kemudian obyek/stimulus perhatian
tadi dibawah ke otak dari otak terjadinya adanya kesan atau jawaban
(response) stimulus berupa kesan/respon yang dibalikkan kembali berupa
tanggapan atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman
pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena dan yang
terpenting fenomena dari persepsi ini adalah perhatian/attantion. Pengetian
perhatian itu sendiri adalah suatu proses yang diberikan pada proses persepsi
yang menseleksi input-input tertentu intuk diikutsertakan dalam suatu
pengalaman yang kita sadari/kenal dalam suatu waktu tertentu.
Proses persepsi lainnya dikemukakan oleh Walgito (1997, 54) yang
menjelaskan terjadinya proses persepsi yaitu objek menimbulkan stimulis,
dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan
proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan
15
oleh syaraf sensori ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis.
Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat
menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari
stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat
kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian taraf
terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang
diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses ini merupakan proses
terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi yang sebenarnya. Respon
sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai
macam bentuk.
3. faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Siangian (2005: 99), persepsi seseorang tidak timbul begitu saja.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat
sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihat
itu. Persepsi secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor.
a. Dari orang yang bersangkutan
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan
interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik
individu yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat,
pendidikan, harapan, dan pengalaman.
Robbins (2006: 124-125) menyatakan bila seseorang individu
memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang
16
dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengruhi oleh karakteristik-karakteristik
pribadi dari perilaku persepsi individual itu. Diantara karakteristik individu
yang lebih relevan yang mempengruhi persepsi adalah sikap, motif,
kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan harapan (ekspektasi).
Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan merangsang individu-individu
dan dapat menggunakan suatu pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.
b. Sasaran persepsi tersebut
Sasaran itu mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat
sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang lain yang
melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk, dan
ciri-ciri lain dari sasaran persepsi turut menentukan cara pandangan orang
yang melihatnya.
Mempersepsi seseorang, individu yang dipersepsi itu mempunyai
kemampuan-kemampuan, perasaan, harapan, walaupun kadarnya berbeda
seperti halnya pada individu yang mempersepsi. Orang yang dipersepsi
dapat berbuat sesuatu terhadap orang yang mempersepsi, sehingga kadang-
kadang justru sering hasil persepsi tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Orang yang dipersepsi dapat menjadi teman, namun sebaliknya
juga dapat menjadi lawan dari individu yang mempersepsi. Hal tersebut
tidak akan dijumpai bila yang dipersepsi itu bukan manusia atau orang
(Tagiuri dan Petrullo, 1958 dalam Walgito, 2005: 56).
17
c. Faktor situasi
Persepsi harus dilihat secara kontektual yang berarti dalam situasi
mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan
faktor yang turut berperan dalam menumbuhkan persepsi seseorang.
Menurut Walgito (2005: 57) menyatakan bahwa situasi sosial yang
melatarbelakangi stimulus person juga akan ikut berperan dalam hal
mempersepsi seseorang. Bila situasi sosial yang melatarbelakangi berbeda,
hal tersebut akan dapat membawakan perbedaan hasil persepsi seseorang.
Orang yang biasa besikap keras, karena situasi sosialnya tidak
memungkinkan untuk menunjukkan kekerasannya, hal tersebut akan
mempengaruhi dalam seseorang berperan sebagai stimulus person. Keadaan
tersebut dapat mempengaruhi orang yang mempersepsinya. Karena itu
situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus person mempunyai peran yang
penting dalam persepsi khususnya persepsi sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Walgito (2006:
22 terdapat dua yaitu ekstern dan intern.
d. Faktor eksterns
Kebanyakan dari pembicaraan masalah ini ditunjukan untuk persepsi
visual terhadap barang-barang, tetapi menurut Pareek (Walgito, 2005: 22)
faktor ini juga digunakan untuk persepsi atas orang dan keadaan. Intensitas
rangsang, kekuatan rangsang akan turut menentukan, disadari atau tidaknya
rangsang itu. Pada umumnya rangsang yang kuat lebih menguntungkan
18
dalam kemungkinan direspon bila dibandingkan dengan rangsang yang
lemah. Sehubungan dengan itu, dalam hal komunikasi, maka isi komunikasi
merupakan obyek, sedangkan lama waktu dan frekwensi dalam komunikasi
merupakan intensitas rangsangan.
Pada umumnya ukuran rangsang yang lebih besar lebih
menguntungkan dalam menarik perhatian dibandingkan dengan ukuran yang
kecil. Perubahan rangsang, dimana rangsang yang menonton kurang
mengutungkan dan karena itu perlu adanya perubahan dari rangsang itu
untuk dapat menarik perhatian. Gerakan rangsang akan lebih menarik
perhatian seseorang. Rangsang yang tidak diulang-ulang pada dasarnya
lebih menarik perhatian daripada rangsang yang diulang. Pertentangan atau
kontras dari rangsang-rangsang yang bertentangan atau kontras dengan
sekitarnya akan lebih menarik perhatian seseorang. Hal ini disebabkan
karena rangsang tersebut lain dari yang biasa dilihat dan akan cepat menarik
perhatian (Walgito, 2005).
Robbins (2006) menyatakan faktor perhatian luar terdiri dari pengaruh
luar seperti intensitas ukuran, kotras, repitisi, gerakan, keterbaruan, dan
keterbiasaan.
e. Faktor intern yang mempengaruhi persepsi
Menurut Walgito (2005), faktor intern yang mempengaruhi persepsi
adalah berkaitan dengan kebutuhan psikologis, luar belakang pendidikan,
kepribadian dan penerimaan diri serta keadaan individu pada suatu waktu
19
tertentu. Ada individu yang suka memperhatikan sesuatu sekalipun kecil
atau tidak berarti, tetapi sebaliknya ada individu yang acuh tak acuh
terhadap keadaan sekitarnya.
Kenurut Sartain (Walgito, 2005) faktor personal yang mempengaruhi
persepsi ialah, pertama motivasi, emosi, dan sikap seseorang, kedua frame
of reference (kerangka acuan perilaku) seseorang, ketiga kemampuan
penilaian dan pengevaluasian seseorang. Menurt Krech dan Kruchfield
(Walgito, 2005) faktor personal itu meliputi kebutuhan (need), suasana hati
(mood), pengalaman masa lalu, dan sifat-sifat individu lain.
Faktor perhatian dalam menurut Robbins (2005) didasarkan pada
masalah psikologis individu yang bersifat kompleks. Manusia akan memilih
stimulus atau situasi lingkungan yang dianggap menarik dan bersesuaian
dengan proses belajar, dan kepribadian.
Pikiran, perasaan, kerangka acuan, pengalaman-pengalaman, atau
dengan kata lain keadaan pribadi orang yang mempersepsi akan
berpengaruh dalam seseorang mempersepsi orang lain. Hal tersebut
disebabkan karena persepsi merupakan aktivitas yang integreted
(Moskowitz dan Orgel, 1969 dalm Walgito, 2005 : 67). Menurut Walgito
(2005 : 97) bila orang dipersepsi atas dasar pengalaman merupakan
seseorang yang menyenangkan bagi orang yang mempersepsi, akan lain
hasil persepsinya bila orang yang dipersepsi itu memberikan pengalaman
20
yang sebaliknya. Demikian pula dengan aspek-aspek lain yang terdapat
dalam diri orang yang mempersepsi.
4. Jalan pintas menilai orang lain
Menurut Robbins (2006 : 128-131) menyatakan bahwa dalam menilai
orang lain, sering individu menggunakan jalan pintas. Mempersepsikan dan
menafsirkan apa yang dilakukan orang lain merupakan suatu beban.
Akibatynya, individu-individu mengembangkan tekhnik-tekhnik untuk
membuat tugas itu lebih mudah dikelola. Tekhnik-tekhnik tersebut yaitu ;
a. Persepsi selektif
Orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap. Setiap
karakteristik yang membuat seseorang, suatu objek, atau peristiwa
menyolok akan meningkatkan kemungkinan bahwa itu akan dipersepsikan.
Karena mustahil bagi kita untuk mengasimilasikan semua yang kita lihat,
hanya rangsangan-rangsangan tertentu yang dapat dicerna.
b. Efek halo
Individu menarik suatu kesan umum mengenai seorang individu
berdasarkkan karakteristik tunggal, seperti misalnya kecerdasan, dapatnya
bergaul, atau penampilan, berlangsunglah disinisuatu efek halo. Contohnya
seorang dosen dapat dinilai sebagai pendiam, bersifat pasif, banyak
pengetahuan, dan sangat memenuhi syarat, tetapi jika gayanya kurang
semangat, ia akan dinilai lebih rendah mengenai sejumlah karakteristik lain.
21
c. Efek kontras
Evaluasi dari karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi
oleh pembandingan-pembandingan dengan orang-orang lain yang baru saja
dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik-
karakteristik yang sama. Efek kontrak dapat menditorsikan persepsi.
d. Proyeksi
Kecenderungan untuk menghubungkan karakteristik-karakteristiknya
sendiri kepada orang-orang lain. Orang-orang yang berproyeksi cenderung
mempersepsikan orang-orang lain menurut apa yang mereka sendiri serupa
bukannya menurut apa yang orang yang diamati itu sebenarnya mirip siapa.
Proyeksi dapat mendistorsi persepsi.
e. Bersteriotipe
Bila kita melihat seseorang atas dasar persepsi kita terhadap kelompok
diri seseorang tersebut.
B. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Keperawatan
1. Pengertian Pelayanan Keperawatan
Menurut Handersoan (2005) pelayanan keperawatan (nursing services)
adalah upaya untuk membantu individu baik sakit maupun sehat dari lahir
sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat secara optimal
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri (Ali, 2006: 51).
22
WHO Expert Committeeon Nrsing Practrice, 1996 (dalam Tjandra,
2006:64) menyatakan bahwa keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus.
Disebutkan bahwa pelayanan keperawatan bertugas membantu individu,
keluarga dan kelompok untuk mencapai potensi optimalnya di bidang fisik,
mental dan sosial, dalam ruang lingkungan kehidupan dan pekerjaannya.
Perawat harus mampu untuk melakukan upaya promosi dan pemelihara
kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit. Keperawatan juga meliputi
kegiatan perencanaan dan pemberian perawatan pada saat sakit, masa
rehabilitasi dan menjaga tingkat kesehatan fisik, mental dan penyakit,
kecacatan dan kematian.
Pelayanan keperawatan diberikan dalam bentuk usaha keperawatan
melalui proses pengkajian terhadap penyebab utama tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan
tindakan, pelaksanaan tindakan, dan pengevaluasian. Seluruh proses diatas
disebut proses keperawatan (Ali, 2005: 51).
Sasaran pelayanan keperawatan menurut Mitchel dalam Ali (2005)
membantu individu bereaksi secara positif dalam menghadapi kondisi yang
berhubungan dengan penyakit.
2. Tugas Keperawatan
23
Griffith dalam buku The Well Manager Community Hospital, 1987 yang
diikuti oleh Tjandra Yoga Aditama (2006:67) menyatakan bahwa pelayanan
keperawatan mempunyai lima tugas, yaitu:
a. Melakukan kegiatan promosi kesehatan, termasuk untuk kesehatan
emosional dan sosial.
b. Melakukan upaya pencegahan penyakit dan kecacatan.
c. Menciptakan keadaan lingkungan, fisik, kognitif dan emosional sedemikian
rupa yang dapat membantu penyembuhan penyakit.
d. Berupaya meminimalisasi akibat buruk dari penyakit.
e. Mengupayakan kegiatan rehabilitas.
Menurut James, 1990 (dalam Tjandra 2006: 70) menyebutkan bahwa
Nursing Departement di rumah sakit mempunyai beberapa tugas, seperti: (1)
memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, baik untuk kesembuhan
ataupun pemulihan status fisik dan mentalnya, (2) memberikan pelayanan lain
bagi kenyamanan dan keamanan pasien, seperti pemetaan tempat tidur dll., (3)
melakukan tugas-tugas administrasi, (4) menyelenggarakan pendidikan
keperawatan berkelanjutan, (5) melakukan berbagai penelitian/riset untuk
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, (6) berpartisipasi aktif
dalam program pendidikan bagi para calon perawat.
3. Standar keperawatan
24
Berdasarkan surat keputusan DPP PPNI Nomor: 03/DPP/SK/I/1996,
maka standart keperawatan di Indonesia dikategorikan menjadi 4 jenis standart,
yaitu standart pelayanan keperawatan, standart praktik keperawatan, standart
pendidikan keperawatan, dan standart pendidikan berkelanjutan bagi
perawat.standart pelayanan keperawatan terdiri dari; 10 Standart 1: divisi
keperawatan mempunyai falsafah dan struktur yang menjamin usuhan
keperawatan yang bermutu tinggi dan merupakan sarana untuk menyelesaikan
berbagai persoalan praktik keperawatan di seluruh institusi asuhan
keperawatan, 2) Standart 2: divisi keperawatan dipimpin oleh seorang perawat
eksesutif yang memenuhi persyaratan dan anggota direksi, 3) Standart 3:
kebijaksanaan dan prakti divisi keperawatan menjamin pelayanan keperawatan
merata diantara klien/pasien di institusi pelayanan kesehatan, 4) Standart 4:
divisi keperawatan menjamin bahwa proses keperawatan digunakan untuk
merancang dan memberikan usuhan untuk memenuhi kebutuhan individu
klien/pasien dalam konteks keluarga, 5) Standart 5: divisi keperawatan
menciptakan lingkungan yang menjamin efektifitas praktik keperawatan, 6)
Standart 6: divisi keperawatan menjamin pengembangan berbagai program
pendidikan untuk menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan yang bermutu
tinggi, 7) Standart 7: divisi keperawatan memprakarsai, memanfaatkan, dan
berperan serta dalam telah atau berbagai proyek penelitian untuk peningkatan
asuhan klien/pasien (Nursalam, 2007: 85).
4. Kegiatan keperawatan
25
John Griffith (dalam Tjandra, 2006 : 71) menyatakan kegiatan
keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan
manajemen keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari:
pelayanan keperawatan personal (personal nursing care ), yang antara lain
berupa pelayanan keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh
tertentu, pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat
dan lain-lain.; berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik,
mengingat perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga
merupakan petugas yang seyogyanya paling tahu tentang keadaan paisien;
berbagai hal tentang keadaan pasien ini perlu dikomunikasikan dengan dokter
atau petugas lain; menjalin hubungan dengan hubungan dengan kelurga pasien
pasien. Komunikasi yang baik dengan keluarga/kerabat pasien akan membantu
proses penyembuhan pasien itu sendiri. Keluarga perlu mendapat kejelasan
(sampai batas waktu) tentang keadaan si pasien, dan berpartisifasi aktif dalam
proses penyembuhan; menjaga lingkungan bangsal tempat perawat. Dalam hal
ini perlu diingatkan bahwa Florence Nightingale dan teman-temannya secara
langsung mengepel dan menyikat lantai bangsal perawatan tempat mereka
bekerja. Kini situasinya telah berubah, tetapi perawat tetap bertanggungjawab
terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan fisik,
mikrobiologik, keamanan dll.; melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya
pencegahan penyakit. Program ini dapat dilakukan pada pasien dengan materi
spesifik sesuai penyakit yang dideritanya. Tetapi, dapat juga diberikan pada
26
pengunjung rumah sakit secara umumnya, bahkan masyarakat di luar dinding
rumah sakit sekalipun. Dalam hal manajemen keperawata di rumah sakit, tugas
yang harus dilakukan adalah penanganan administrasi, antara lain dapat berupa
pengurusan masuknya pasien ke rumah sakit (patient admission), pengawasan
pengisian dokumen catatan medik dengan baik, membuat penjadwalan proses
pemeriksaan/pengobatan pasien dll.; membuat penggolongan pasien sesuai
berat-ringannya penyakit, dan kemudian mengatur kerja perawatan secara
optimal pada setiap pasien sesuai kebutuhannya masing-masing; memonitor
mutu pelayanan pada pasien, baik pelayanan keperawatan secara khusus
maupun pelayanan lain secara umumnya; manajemen ketenangan dan logistik
keperawatan, kegiatan ini meliputi staffing, schedulling, assignment dan
budgeting.
Menurut Ali (2005) dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat
harus bekerja sama dengan anggota keperawatan lain, dengan pasien/keluarga
dan petugas kesehatan lainnya. Perawat harus berprinsip senyum, salam, sopan
santun, sabar dan syukur. Selain itu dalam memberikan pelayanan, perawat
harus melaksanakannya dengan : 1) yang telah dikuasai, 2) Inovatif; perawat
harus berwawasan luas dan harus mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahaun dan teknologi (IPTEK) berdasarkan iman dan
takwa (IMTAQ), 3) Rasional; perawat harus berfikir dan bertindak, 4)
Integrated; perawat harus mampu bekerja sama dengan sesama profesi, tim
kesehatan lain,pasien atau keluarga pasien berdasarkan azas kemitraan, 5)
27
Mampu dan mandiri; perawat harus mampu mandiri serta kompoten, 6) Ugem;
perawat harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan bertindak dengan
sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan berhasil.
Stevens, at. Al. (2006) menyatakan bahwa sebenarnya tidak boleh
sebagai perawat membeda-bedakan pasien-pasien yang ada. Dalam praktik
memang akan ada perbedaan antara sikap profesional yang ditunjukkan pada
berbagai pasien yang berbeda.
5. Aspek pelayanan
Menurut Azwar, 2005 (dalam Ali, 2005: 57-58) membagi pelayanan
keperawatan ke dalam 6 aspek penanganan, yaitu :
a. Jumlah tenaga pelaksana
1) Pelayanan keperawatan tunggal (solo practile) yang dilaksanakan oleh
perorangan
2) Pelayanan keperawatan berkelompok (group practile) yang dilaksanakan
perkelompok.
b. Keahlian tenaga pelaksana
1) Pelayanan keperawatan umum (general nursing services) dilaksanakan
oleh perawat umum.
2) Pelayanan keperawatan spesialis (specialist nursing sevice) dilaksanakan
oleh tenaga spesialis.
6. Hubungan pelayanan dengan rumah sakit
28
a. Pelayanan keperawatan di dalam rumah sakit (hospital based nursing
services).
b. Pelayanan keperawatan di luar rumah sakit (community based nursing
services).
7. Kondisi klien
a. Pelayanan keperawatan klien individual (individual nursing services).
b. Pelayanan keperawatan klien sehat (healthy nursing services).
8. Jumlah klien
a. Pelayanan keperawatan individual (individual nursing services).
b. Pelayanan keperawatan keluarga (family nursing services).
c. Pelayana keperawatan kelompok (community nursing services).
9. Orientasi pelayanan
a. Pelayanan keperawatan medis (medical nursing services)
b. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (public helath nursing).
C. Tinjauan Umum Tentang Mutu
1. Pengertian
Banyak pakar dan organisasi yang mencoba mendefinisikan kualitas
berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Namun demikian beberapa
pandangan mengenai kualitas. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas
yang diterima secara universal, dari definisi-definisi tersebut diatas terdapat
beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :
29
1 Kualitas meliputi usaha memenuhi harapan pelanggan.
2 Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3 Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas
pada masa mendatang).
Dengan berdasarkan beberapa persamaan elemen-elemen tersebut diatas,
Goetsch dan Davis (2006) membuat definisi mengenai kualitas yang
cakupannya lebih luas, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Definisi kualitas menurut Kotler (2006) adalah keseluruhan ciri serta sifat
dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Kebutuhan rahasia dimana pelanggan ingin dipandang sebagai konsumen
cerdas yang berorientasi pada nilai.
Azwar (2008) mengatakan beberapa pengertian tentang kualitas
pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1 Kualitas adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu yang sedang
diamati.
2 Kualitas adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
30
3 Kualitas adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang jasa.yang
didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan
kebutuhan para pengguna.
Kualitas adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby,
2005).
2. Dimensi kualitas
Menurut Tjiptono (2006), pengertian kualitas jasa yang dikembangkan
oleh Garvin dalam (Lovelock, 2005;Pepar dan Rowlard, 2005) ada 8 (delapan)
dimensi kualitas yaitu :
1 Kinerja (performance) karateristik operasi pokok dari produk inti, misalnya
kecepatan, kemudahan, kenyamanan dan sebagainya.
2 Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap misalnya kelengkapan interior, AC dan lain-lain.
3 Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan
atau gagal dipakai.
4 Kesesuaian dengan spesifikasi yaitu desain dan operasi memenuhi standar
yang telah ditetapkan.
5 Daya tahan (dirability) berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat
terus digunakan.
6 Serviceability meliputi kecepatan,kompetensi,kenyamanan,mudah direparasi
serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7 Estetika yaitu daya tarik produk terhadap pancaindera.
31
8 Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Parasuraman, Zeithalm, dan Berry (2005) seperti dikutip
oleh Tjiptono (2005) merumuskan model kualitas jasa yang menyoroti
persyaratan-persyaratan utama untuk memberikan kulitas jasa yang diharapkan,
yang dikenal dengan istilah gap analysis.
Gap analysis dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
perkembangan yang telah dicapai pemerintah serta untuk mengidentifikasi
sektor-sektor yang memerlukan perhatian pemerintah.Terdapat beberapa
indikator yang perlu diperhatikan dalam gap analysis yaitu:
2.1 Kehandalan(realibility)
Mengacu pada kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan
segera,akurat,dan memuaskan. Pelayanan dapat dilihat dari kualitas pelayanan
dari sisi kemampuan dan kehandalan dalam menyediakan layanan yang
terpercaya.
Menurut Gibson (2006) kehandalan merupakan motifasi yang ada pada
diri individu dan kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan.
Kehandalan tersebut dapat dilihat dari keahlian pendidikan pengalaman
individu (Ilyas, 2007).
Kehandalan menurut As’ad (2007) adalah non motivasional tang
merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Jadi kehandalan ditentukan
oleh beberapa faktor meliputi pengetahuan yang diperoleh melalui formal,
32
keterampilan ditentukan oleh bakat, pengalaman kerja dan pelatihan yang
pernah diikuti.
Kehandalan adalah kemampuan perawat dalam memberikan informasi
tentang pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada pasien sesuai dengan
penyakit yang diderita, dan informai tersebut dapat dipercaya oleh pasien
sehingga pasien dapat mentaati setiap anjuran yang harus diikuti sesuai dengan
penyakit yang dideritanya.
2.2 Daya Tanggap (responsiveness)
Mengacu pada keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan layanan dengan tanggap, dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keterlibatan petugas dalam proses pelayana terhadap pelanggan.
Daya tanggap menurut Notoatmodjo (2008), adalah reaksi atau respon
dari seseorang terhadap suatu stimulus secar nyata menunjukkan adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang nyata emosional terhadap stimulus social.
Menurut Mar’at (2005), daya tanggap adalah kemampuan dan kecepatan
tanggap perawat terhadap masalah-masalah yang dihadapi pasien selama
menjalani perawatan medis di Rumah Sakit dan juga merupakan keinginan dan
kesediaan pemberi pelayanan tepat waktu. Dalam memberikan pelayanan
kesehatan perawat juga memberikan respon segera pada kondisi yang terjadi
pada pasien yang sedang membutuhkan pertolongan. Dengan demikian dalam
memberikan pelayanan kesehatan di instansi rawat inap penyakit dalam,
33
ketanggapan sangat dibutuhkan khususnya kesabaran dan keuletan yang baik
dalam menghadapi pasien.
2.3 Jaminan (assurance)
Merupakan kualitas pelayanan dilihat dari sisi kemampuan petugas dalam
meyakinkan kepercayaan pelanggan. Indikatornya mencangkup pengetahuan,
kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, risiko atau keragu-raguan serta kepuasan kepada pelanggan.
2.4 Empati (empathy)
Merupakan kualitas pelayanan yang diberikan berupa sikap tegas tetapi
penuh perhatian terhadap mayarakat. Indikatornya meliputi kemudahan dalam
menjalani relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, pemahaman atas
kebutuhan individual para pelanggan dan bantuan khusus petugas selama
proses pelayanan berlangsung.
2.5 Bukti fisik (tangible)
Mengacu pada perfoma petugas, keadaan saran dan prasarana serta
output yang dihasilkan. Pelayanan dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang
malalui saran fisik yang kasat mata. Indikator-indikator yang digunakan
biasanya dalah sarana parker, ruang tunggu, jumlah pegawai, media informasi
pengurus, media informasi keluhan dan jarak ke tempat layanan (Tjiptono,
2007).
D. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit
34
1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan. No.983/Menkes/SK/XI/1992.
Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesifik dan sub
spesifik didasarkan pada kemampuan pelayanan yang disediakan berdasarkan
yaitu rumah sakit tipe A, tipe B, tipe C, tipe D dan tipe E. (Depkes RI, 2006).
Menurut World Health Organization 1957, Rumah Sakit adalah suatu
bagian yang menyeluruh dari organisasi sosial dan medis, berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik
kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanannya menjangkau keluarga dan
lingkungannya, juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta untuk
penelitian biososial. (Ilyas, 2006).
Rumah Sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan
memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan
kesehatan dan pelayanan administrasi, pelayanan kesehatan mencakup
pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan pelayanan keperawatan.
( Muninjaya, 2005).
2. Jenis Rumah Sakit
Di Indonesia dikenal 3 (tiga) jenis Rumah Sakit yaitu :
1. Berdasarkan kepemilikannya ; Rumah Sakit Pemerintah, Rumah sakit
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / ABRI, dan Rumah Sakit Swasta.
2. Berdasarkan jenis pelayanan Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus
(Paru, Kusta, Jantung, dsb).
35
3. Berdasarkan kelasnya, Rumah Sakit Kelas A, Kelas B, Kelas C dan Kelas
D. dan Kelas E ( Ilyas, 2006).
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Azwar A. (2006), Rumah Sakit di Indonesia dibedakan atas 5
Tipe yaitu :
1. Rumah Sakit tipe A. Rumah Sakit ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan sub spesialis yang luas, serta tempat pelayanan
rujukan tertinggi.
2. Rumah Sakit tipe B. Rumah Sakit ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan sub spesialis terbatas, direncanakan rumah sakit
ini didirikan disetiap Ibukota Propinsi yang menampung pelayanan
rujukan dari Rumah Sakit kabupaten.
3. Rumah Sakit tipe C. Rumah Sakit ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas, ada empat pelayanan spesialis yaitu penyakit
dalam, bedah, kesehatan anak, serta kebidanan dan kandungan.
4. Rumah Sakit tipe D. Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu
saat akan ditingkatkan menjadi Rumah sakit kelas tipe C.
5. Rumah Sakit tipe E. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit khusus
yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja.
Misalnya Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Paru, Rumah Sakit Kusta, dsb.
D. Kerangka Pikir Penelitian
36
Persepsi merupakan pengalaman mengenai obyek, peristiwa-peristiwa
kemudian ditafsirkan oleh individu dalam proses berfikir mereka kemudian
diterjemahkan ke dalam tindakan-tindakan sesuai dengan apa yang
dipirkannya. Persepsi sangat tergantung dari individu itu sendiri. Tindakan
keperawatanyang dilakukan oleh perawat akan diperhatikan oleh pasien
sehingga pasien akan mempersepsikan sesuai dengan pengetahauan yang
diperolehnya. Pelayanan keperawatan yang tidak sesuai dengan harapan pasien
akan dipersepsikan bahwa pelayanan keperawatan yang dilakukan perawat
adalah buruk. Hal tersebut akan membuat pasien tidak puas terhadap pelayanan
yang diberikan perawat. Pasien yang tidak puas akan mempersepsikan buruk
kepada perawat dan akan menyebabkan pasien kurang kooperatif terhadap
tindakan keperawatan yang dilakukan perawat.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas yang berkaitan dengan persepsi
pasien terhadap pelayanan keperawatan, maka dapat digambarkan bahwa
kerangka konseptual penelitian ini yaitu :
37
Reliability / Kehandalan Perawat
Gambar 1. Gambaran kerangka pemikiran penelitian yaitu dimensi mutu jasa pelayanan perawat di ruang rawat bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau berdasarkan konsep teori dari Parasuraman dalam Lupiyoadi, 2006: 148.
Keterangan :
: Variabel Penelitian
BAB III
38
Mutu Pelayanan
Keperawatan
Menurut Persepsi
Pasien
Responseveness / Ketanggapan
Perawat
Emphaty / Perhatian Perawat
Assurance / Jaminan Perawat
Tangible / Bukti fisik Perawat
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif, untuk mengetahui
gambaran persepsi pasien tentang mutu pelayanan keperawatan berdasarkan
dimensi mutu pelayanan di ruang perawatan bedah Rumah Sakit umum Daerah
Kota Bau-Bau tahun 2011.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 4 sampai dengan 28 Juli 2011
bertempat di ruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut
masalah yang diteliti (Nursalam dan Pariani, 2006). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh pasien rawat inap di ruang perawatan bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Bau-Bau yang dirawat inap dengan jumlah rata-rata
perbulan 50-60 pasien.
2. Sampel
39
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Metode
pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik insidental sampling yaitu
diambil dari seluruh pasien rawat inap di ruang perawatan bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Bau-Bau selama penelitian berlangsung. Sesuai pendapat
Arikunto, (2006) menyatakan bahwa bila jumlah populasi kurang dari 100
dan belum pasti jumlahnya. Sedangkan kriteria sampel yang ditetapkan
(kriteria inklusi) yaitu :
1 Telah dirawat inap selama 2 × 24 jam atau lebih.
2 Responden mampu menjawab pertanyaan
3 Bersedia menandatangani pernyataan (Informed Concent) dan mau
diwawancarai.
4 Dapat berkomunikasi dengan baik, bila tidak dapat, maka pendamping dari
keluarganya yang diwawancarai.
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
1.1 Data Primer.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode survey dari
wawancara langsung dengan responden dan menggunakan daftar
pertanyaan yang disusun dalam bentuk kuesioner.
1.2 Data Sekunder.
40
Data sekunder diperoleh melalaui metode review dari bagian pelayanan
dan pencatatan medik baik laporan tahunan, laporan bulanan yang
berkaitan dengan penelitian selama periode bulan penelitian berjalan.
2. Cara Pengumpulan Data.
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk
ceklist.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa rangkaian pertanyaan
yang disusun dalam daftar pertanyaan berbentuk (kuesioner) yang masing-
masing variable terdiri dari 10 pertanyaan .
F. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan komputer
(Microsof Exel) untuk menghitung persentase data yang telah diolah dalam
bentuk tabel, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk memberikan
gambaran tentang persepsi pasien rawat inap terhadap mutu pelayanan
keperawatan di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-
Bau disertai dengan interpretasi. Adapun langkah-langkah pengolahan datanya
dilakukan sebagai berikut:
41
1. Tahap Editing. Pada tahap ini dilakukan dengan, memperhatikan kelengkapan
daftar kuesioner, tujuannya agar data yang diperoleh merupakan informasi
yang benar.
2. Pengkodean. Pengkodean dimaksudkan untruk menyingkat data yang
diperoleh agar mudah mengolah dan menganalisis data dengan memberi kode
dalam bentuk angka.
3. Tabulasi. Pada tahap ini dilakukan pembuatan master tabel dan pemindahan
hasil koding ke daftar koding.
G. Penyajian Data
Data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan dideskripsikan dalam bentuk narasi.
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Kritria Objektif
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Mutu pelayanan keperawatan adalah hasil dari suatu pelayanan
kesehatan berdasarkan kualitas pelayanan yang diterima. Secara operasional,
variabel perlu didefenisikan yang bertujuan untuk menjelaskan makna
variabel penelitian. Singarimbun (2005) memberikan pengertian tentang
definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk
bagaimana variabel itu diukur, meliputi dimensi, Kehandalan (Reliability),
42
Empati (Emphaty), Daya tanggap (Responseveness), Jaminan (Assurance)
dan Bukti fisik (Tangible). Yaitu :
1.1 Kehandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk
melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut:
1. Kesesuaian pelayanan pada rumah sakit dengan pelayanan yang
diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas
pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan.
2. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian
pasien terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien.
3. Kehandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian
pasien terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
4. Kesesuaian pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan
adalah penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan
pelayananan.
5. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan
adalah penilaian pasien terhadap ketepatan staf rumah sakit dalam hal
administrasi/pencatatan.
1.2 Jaminan (Assurance), adalah pengetahuan dan keramahan staf rumah sakit
yang dapat menimbulkan kepercayaan dari pasien terhadap rumah sakit,
meliputi hal-hal berikut ini.
43
1. Kepercayaan yang diberikan staf rumah sakit dalam memberikan
pelayanan adalah penilaian pasien terhadap kemampuan staf rumah
sakit dalam memberikan pelayanan.
2. Rasa aman yang diberikan pada saat mendapat pelayanan dari staf
rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap rasa aman yang
diberikan staf rumah sakit dalam memberikan layanan.
3. Keramahan dan sopan santun staf rumah sakit dalam memberikan
pelayanan adalah penilaian pasien terhadap kesabaran dan keramahan
staf rumah sakit dalam memberikan layanan.
4. Dukungan dari lembaga kapada staf rumah sakit dalam melaksanakan
tugasnya adalah penilaian pasien terhadap dukungan yang diberikan
rumah sakit terhadap pelaksanaan tugas dari staf rumah sakit.
1.3 Empati (Emphaty), adalah ketersediaan rumah sakit untuk peduli,
memberikan perhatian pribadi kepada pasiennya dan kenyamanan,
meliputi hal-hal berikut ini :
1. Perhatian personal oleh staf rumah sakit terhadap pasien adalah
penilaian pasien terhadap perhatian yang diberikan oleh staf rumah
sakit.
2. Kepedulian staf rumah sakit terhadap kebutuhan pasien adalah
penilaian pasien terhadap kepedulian yang diberikan oleh staf rumah
sakit terhadap kebutuhan pasien.
44
3. Pemahaman staf rumah sakit atas kebutuhan pasien adalah penilaian
pasien terhadap pemahaman dari staf rumah sakit akan kebutuhan /
perasaan pasien.
4. Kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien
adalah penilaian pasien terhadap kesungguhan yang diberikan oleh
rumah sakit terhadap kepentingan pasien.
5. Kesesuaian waktu pelayanan pada rumah sakit untuk semua pelayanan
yang diberikan adalah penilaian pasien terhadap kecocokan waktu
pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
1.4 Ketanggapan (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk
menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan
pasien meliputi hal-hal berikut ini.
1. Kepastian rumah sakit dalam memberikan informasi waktu pelayanan
adalah penilaian pasien terhadap kemampuan rumah sakit dalam
memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti.
2. Kemampuan staf rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang tepat
dan cepat bagi pasien yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian
pasien terhadap kemampuan staf rumah sakit dalam memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat.
3. Kesiapan staf rumah sakit untuk membantu pasien yang membutuhkan
bantuannya adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit
dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
45
4. Kesediaan staf rumah sakit dalam menanggapi permintaan konsumen
adalah penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam
menanggapi permintaan dari pasien.
1.5 Bukti fisik (Tangible), adalah penampilan fisik seperti bangunan fisik,
kelengkapan fasilitas, kebersihan ruangan, dan penampilan pegawai di
rumah sakit yang dapat dilihat langsung oleh pasien, meliputi :
1. Peralatan kedokteran yang dimiliki rumah sakit adalah penilaian
pasien terhadap kelengkapan/peralatan yang dimiliki rumah sakit
dilihat dari teknologi yang digunakan dalam melakukan pelayanan.
2. Penampilan fasilitas fisik (bangunan) rumah sakit adalah penilaian
pasien terhadap tempat aktivitas sehari-hari bagi rumah sakit.
3. Penampilan staf dalam rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap
penampilan staf rumah sakit.
4. Kesesuaian peralatan yang dimiliki rumah sakit dengan pelayanan
yang diberikan adalah penilaian pasien terhadap kelengkapan /
peralatan yang dimiliki rumah sakit dilihat dari fasilitas penunjang,
alat-alat pendukung dan jasa implisit bagi pasien untuk mendapatkan
pelayanan.
2. Kriteria Obyektif
Kriteria/cara pengukuran dalam penelitian ini dengan menggunakan
skala Guttman (Sugiyono, 2005). Berdasarkan skalanya dalam penilaian ini
artinya bersifat mutlak yaitu bila jawaban “ya” diberi nilai 1 dan bila
46
jawaban “tidak” diberi nilai 0. Untuk menentukan persentase dari kriteria
tersebut digunakan rumus interval kelas yang diuraikan sebagai berikut :
Skor 1 : jika Ya
Skor 0 : jika Tidak
Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertingi
=10 × 1 =10 (100 %)
Skor terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah
= 10 × 0 = 0 (0 %)
Skor antara/Range = skor tertinggi- skor terendah
=100 % - 0 %
=100 %
Kriteria obyektif sebanyak 2 kategori : baik dan kurang
Rumus : I = R / K
Dimana : I = Interval.
R= Range/kisaran = skor tertinggi – skor terendah.
K = Jumlah kategori. (Riduwan, 2006).
Interval = R / K
= 100 %/2
=50 %
Skor standar = 100 % - 50 %
Berdasarkan hal tersebut diketahui interval kelasnya adalah 50%.
47
Sehingga kriterianya dari variabel Kehandalan / Reliability, Perhatian /
Empathy, Ketanggapan / Responsiveness , Jaminan / Assurance, dan, Bukti
fisik / Tangible sebagai berikut:
Baik : Jika jawaban responden > 50%
Kurang : Jika jawaban responden < 50 %. (Riduwan, 2006).
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapatkan rekomendasi izin
penelitian dari Institusi Pendidikan STIK Avicenna Kendari. Setelah mendapatkan
persetujuan/rekomendasi kemudian melakukan penelitian dengan menekankan
masalah etika yang meliputi :
1. Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi criteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian,
bila responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan akan tetap
menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkam nama
responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
48
49
50
top related