penyusunan renstra
Post on 04-Jul-2015
164 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Kedua
(COREMAP-II) dari Pemerintah Indonesia dilaksanakan oleh Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP)melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K). Proyekini terdiri dari dua komponen, yakni
yang dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk wilayah
Indonesia Bagian Barat dan Bank Dunia (WB) dan GEF untuk wilayah
Indonesia Bagian Timur. Coremap II ini diharapkan sebagai fase
‘percepatan’ yang didasarkan dan dikembangkan dari pengalaman pada
fase inisiasi
Coremap I pada tahun 1998 – 2004. Tujuan dari fase II ini adalah untuk
mengembangkan suatu sistem pengelolaan terumbu karang yang handal
pada 6
prioritas Kabupaten Peserta melalui suatu program yang dibiayai secara
berkelanjutan dengan koordinasi secara nasional tetapi implementasi
secara desentralisasi, agar memberdayakan dan menyokong masyarakat
pesisir secara berkelanjutan dalam pemanfaatan terumbu karang dan
sumberdaya ekosistem terkait.
Dengan demikian kerusakan ekosistem terumbu karang dapat
direhabilitasi dandikonservasi yang pada gilirannya kehidupan
masyarakat pesisir dapat ditingkatkan. Hal ini berarti akan terjadi
perubahan perilaku masyarakat pesisir dari kebiasaan merusak terumbu
karang tanpa rasa bersalah menjadi kesadaran memanfaatkannya dengan
menjaga kelestarian terumbu karang. Untuk mencapai tujuan
pengembangan Coremap II, aktifitas proyek difokuskan untuk mencapai 3
grup keluaran kunci, masing-masing disertai dengan beberapa indikator.
Ketiga keluaran tersebut adalah: (i) meningkatkan kesadaran,
pemberdayaan dan pengelolaan berkelanjutan dari ekosistem terumbu
karang di lokasi program (disertai inidikator pengelolaan dan
pemberdayaan); (ii) memperbaiki kondisi ekosistem terumbu karang
termasuk pengayaan kembali ikan karang dan invertebrate di lokasi
program (disertai indikator biofisik); dan (iii) peningkatan keperluan hidup
masyarakat pesisir (seperti pengembangan komunitas dan 2 diversifikasi
ekonomi) di lokasi proyek (dengan indikator sosial ekonomi maupun
kemiskinan). Indikator kunci untuk mengukur keberhasilan aktifitas
Coremap II dalam mencapai ketiga grup keluaran kunci ini adalah:
(a) indikator pengelolaan dan pemberdayaan:
terbentuknya Daerah Perlindungan Laut (DPL) dan mencakup 10 % luas
terumbu karang kabupaten target
keberlanjutan dukungan dana bagi akitifitas pengelolaan terumbu
karang
yang sedang berjalan pada akhir Fase II
peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya terumbu karang pada
program kabupaten
(b) indikator biofisik
peningkatan cakupan karang hidup
peningkatan CPUE yakni upaya per unit usaha penangakapan ikan dari
ikan
karang kunci dan invertebrate dibandingkan kondisi awal
(c) indikator sosial ekonomi dan kemiskinan
standar pendapatan dan kehidupan pada masyarakat pesisir target lebih
besar
dari masyarakat yang tidak ikut program dan sebelum adanya program
persepsi dari nelayan ataupun masyarakat target di lokasi program
terhadap
kondisi keperluan hidup dan ekonomi
Komponen proyek yang dibiayai WB – GEF terdiri dari tiga komponen
utama: (i)
Penguatan Kelembagaan dengan tujuan untuk meningkatkan sikap
tanggap lembaga pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat pesisir,
dalam rangka mendukung kerjasama manajemen terumbu karang dan
wilayah perlindungan laut; (ii) Kerjasama Manajemen Berbasis Masyarakat
untuk memberdayakan masyarakat dan lembaga pesisir di seluruh
kabupaten program agar secara bersama-sama mengelola terumbu
karang dan ekosistem terkait untuk meningkatkan pendapatan yang akan
meningkat kan kesejahteraan masyarakat; dan (iii) Penyadaran
Masyarakat, Pendidikan dan Kemitraan Bahari. Komponen pertama ini
untuk memasyarakatkan kesadaran tentang manfaat pelestarian
ekosistem terumbu karang dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara
berkelanjutan guna mengubah perilaku masyarakat 3 Coremap II dengan
pendanaan WB ini dilaksanakan di 7 Kabupaten yang termasuk dalam 4
propinsi di Indonesia bagian Timur: (1) Pangkep dan (2) Selayar di Propinsi
Sulaesi Selatan; (3) Buton dan (4) Wakatobi di Propinsi Sulawesi
Tenggara; (5) Sikka di Propinsi Nusa Tenggara Timur; (6) Raja Ampat di
Propinsi Papua Barat; dan (Biak) di Propinsi Biak. Proyek ini juga memberi
dukungan untuk Dukungan Taman Laut di: (1) TNL Wakatobi di Kabupaten
Wakatobi; (2) TNL Takabonerata di Kabupaten selayar; (3) KSDA Raja
Ampat di Kabupaten Raja Ampat; (4) KSDA Padaido Biak di Kabupaten
Biak; (5) KSDA Kapoposang di Kabupaten Pangkep dan (6) KSDA Maumere
di Kabupaten Sikka. Kegiatan fase II di Indonesia timur ini juga didukung
LIPI terutama dalam dukungan penyelenggaraan Pusat Informasi dan
Pelatihan Terumbu Karang Nasional (National Coral Reef Information and
Training Center – CRITC) yang membantu daerah dalam penyediaan
informasi dasar tentang kondisi karang dan sumberdaya ikan karang.
Salah satu kegiatan Subkomponen B4 Manajemen Wilayah Konservasi
Kelautan
yakni Aktifitas B4.3 Mengembangkan Rencana Strategis Sumberdaya
Kelautan Kabupaten dan Menyelenggarakan Jaringan MCA menyediakan
dukungan untuk
pembuatan Rencana Strategis Terumbu Karang (RENSTRA) Kabupaten
peserta.
Untuk membantu kabupaten peserta menyusun Renstra Terumbu Karang,
maka
diperlukan pedoman umum.
1.2. Maksud dan Tujuan Pedoman Umum
Maksud dari Pedoman Umum ini adalah menyediakan Pedoman Umum
yang dapat
digunakan di setiap kabupaten peserta Coremap II ini sebagai penuntun
dalam menyusun Renstra Terumbu Karang Kabupaten peserta sehingga
sararan dan tujuan penyusunan Renstra dapat dicapai. Tujuan dari
Pedomana Umum ini adalah:
Menyediakan informasi tentang prinsip-prinsip pengelolaan terumbu
karang sehingga sebagai landasan dalam menyusun Renstra Terumbu
Karang Kabupaten
4Memberikan tahapan dan proses dalam menyusun Renstra Terumbu
Karang
Kabupaten
Menyediakan panduan tentang isi yang termuat dalam Renstra Terumbu
Karang
Kabupaten
5
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
2.1. Prinsip Dasar
Dasar penyusunan RENSTRA adalah Kep. 38/Men/2004 tentang Pedoman
Umum
Pengelolaan Terumbu Karang yang diterbitkan Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Walaupun payung hukum acuan penyusunan Kep. 38/Men/2004 tersebut
sudah diubah (UU
9/1985 tentang Perikanan; UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
UU 25/200 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
sebagai Daerah
Otonom), namun isi Kepmen tersebut masih dapat digunakan karena
bersifat universal, netral dan bersumber pada ilmu pengetahuan.
Penyusunan Renstra juga
mengacu kepada UU 31/2004 tentang Perikanan, UU 32/2004 tentang
pemerintah
daerah dan UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil.
Merujuk pada Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang tersebut,
kebijakan
nasional pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan 8 prinsip
dasar, yakni:
(1) Keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu
karang
(2) Pengelolaan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat lokal dan
ekonomi nasional.
(3) Kepastian hukum melalui pelaksanaan peraturan perundang-undangan
untuk
mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang yang
optimal.
(4) Pengelolaan terumbu karang yang berkeadilan dan
berkesinambungan.
(5) Pendekatan pengelolaan terumbu karang secara kooperatif antara
semua
pihak terkait.
(6) Pengelolaan terumbu karang berdasarkan data ilmiah yang tersedia
dan
kemampuan daya dukung lingkungan.
(7) Pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat
adat
tentang pengelolaan terumbu karang.
(8) Pengelolaan terumbu karang sesuai dengan semangat otonomi
daerah.
6
2.2 Kebijakan Nasional
Kebijakan umum Pengelolaan Terumbu Karang juga telah dituangkan
dalam
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP. 38/MEN/2004:
Kebijakan
Umum Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia, yakni “Mengelola
ekosistem
terumbu karang berdasarkan keseimbangan antara pemanfaatan dan
kelestarian
yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh
Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, masyarakat, swasta,
perguruan tinggi,
serta non pemerintah”.
Kebijakan umum tersebut dijabarkan dalam 7 (tujuh) kebijakan
operasional, yakni :
(1) Mengupayakan pelestarian, perlindungan, dan peningkatan kondisi
terumbu
karang dan ekosistemnya, terutama bagi kepentingan masyarakat yang
kelangsungan hidupnya sangat bergantung pada pemanfaatan terumbu
karang
dan ekosistem tersebut, berdasarkan pada kesadaran hukum dan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta mengacu kepada standar-
standar
nasional dan internasional dalam pengelolaan sumberdaya alam.
(2) Mengembangkan kapasitas dan kapabilitas Pemerintah, Pemerintah
Provinsi,
dan Pemerintah Kabupaten, dengan meningkatkan hubungan kerjasama
antar
institusi untuk dapat menyusun dan melaksanakan program-program
pengelolaan pemanfaatan terumbu karang dan ekosistemnya
berdasarkan
prinsip keseimbangan antara pemanfaatan sumberdaya alam yang sesuai
dengan nilai-nilai kearifan masyarakat dan karakteristik biofisik dan
kebutuhan pembangunan wilayah.
(3) Menyusun rencana tata ruang pengelolaan wilayah pesisir dan laut
untuk
mempertahankan kelestarian ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan
laut
secara nasional serta mampu menjamin kelestarian fungsi ekologis dari
ekosistem yang ada dan pertumbuhan ekonomi kawasan.
(4) Meningkatkan kerjasama, koordinasi dan kemitraan antara
Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah/Kota, serta masyarakat dalam
pengambilan
keputusan mengenai pengelolaan pemanfaatan terumbu karang dan
ekosistemnya yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan,
evaluasi, pengawasan dan penegakan hukum.
7
(5) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui
pengembangan
kegiatan ekonomi kerakyatan, dengan mempertimbangkan sosial budaya
masyarakat setempat dan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem
terumbu karang dan lingkungan sekitar.
(6) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian, sistem
informasi, pendidikan dan pelatihan dalam pengelolaan pemanfaatan
terumbu karang dan ekosistemnya dengan meningkatkan peran sektor
swasta
dan kerjasama internasional.
(7) Menggali dan meningkatkan pendanaan untuk pengelolaan terumbu
karang
dan ekosistemnya.
2.3. Strategi dan Program Nasional
Dengan mengacu pada kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang,
maka
pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan pemanfaatan terumbu
karang
dijabarkan dalam 9 (sembilan) strategi, yakni :
(1) Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung maupun
tidak
langsung bergantung pada pengelolaan pemanfaatan terumbu karang
dan
ekosistemnya.
(2) Mengurangi laju degradasi terumbu karang dan ekosistemnya.
(3) Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik terumbu karang
dan
ekosistemnya, potensi, tata ruang wilayah, pemanfaatan, status hukum
dan
kearifan masyarakat pesisir.
(4) Merumuskan dan mengkoordinasikan program-program instansi
Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, pihak swasta, dan
masyarakat
yang diperlukan dalam pengelolaan pemanfaatan terumbu karang dan
ekosistemnya berbasis masyarakat.
(5) Menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas
pihakpihak
pelaksana pengelola pemanfaatan terumbu karang dan ekosistemnya.
(6) Mengembangkan, menjaga serta meningkatkan dukungan masyarakat
luas
dalam upaya-upaya pengelolaan pemanfaatan terumbu karang dan
ekosistemnya secara nasional dengan meningkatkan kesadaran seluruh
8
lapisan masyarakat mengenai arti penting nilai ekonomis dan ekologis
dari
terumbu karang dan ekosistemnya.
(7) Menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan serta
mendefinisikan kembali kriteria keberhasilan pembangunan suatu wilayah
agar lebih relevan dengan upaya pelestarian lingkungan terumbu karang
dan
ekosistemnya.
(8) Meningkatkan dan memperluas kemitraan antara Pemerintah,
Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten, swasta, lembaga swadaya masyarakat,
dan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang ramah
lingkungan dalam rangka pemanfaatan terumbu karang dan
ekosistemnya
secara berkelanjutan.
(9) Meningkatkan dan mempertegas komitmen Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan masyarakat serta mencari dukungan
lembaga dalam dan luar negeri dalam penyediaan dana untuk mengelola
terumbu karang dan ekosistemnya.
2.4. Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang
Berdasarkan kebijakan dan strategi pengelolaan terumbu karang,
perencanaan
pengelolaan terumbu karang dilakukan dengan memperhatikan arahan
berikut :
(1) Perencanaan pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan
prinsip
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Good
governance dalam pengelolaan pemanfaatan terumbu karang adalah
upaya
pengelolaan yang didasarkan pada aspirasi masyarakat dengan cara
meningkatkan kemampuan masyarakat agar mampu melakukan
pengelolaan
berbasis masyarakat demi tercapainya pengelolaan pemanfaatan
terumbu
karang secara berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan.
(2) Perencanaan pengelolaan pemanfaatan terumbu karang disusun
dengan
menggunakan pendekatan partisipatif dalam kerangka pengelolaan
adaptif
dan kolaboratif.
(3) Dalam rangka pengelolaan terumbu karang, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten menyusun rencana strategis (renstra) pengelolaan
9
terumbu karang berdasarkan kebijakan, strategi dan program nasional
pengelolaan terumbu karang.
(4) Rencana strategis (renstra) pengelolaan terumbu karang disusun
dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah serta aspirasi para
pemangku kepentingan dan selanjutnya dijabarkan dalam bentuk rencana
tahunan.
(5) Rencana strategis (renstra) pengelolaan pemanfaatan terumbu karang
memuat antara lain tujuan, pendekatan, proses penyusunan, isi, dan
masa
berlakunya rencana strategis.
(6) Perencanaan pengelolaan pemanfaatan terumbu karang diarahkan
untuk
mendukung peningkatan taraf hidup nelayan setempat.
(7) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten
menyusun
pola pemanfaatan terumbu karang secara lestari, dengan melibatkan
partisipasi aktif para pemangku kepentingan.
10
BAB III
PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS
PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Pengelolaan Terumbu Karang, yang disajikan
pada Bab
2, Bab 3 ini memberikan pedoman umum proses dan prosedur
perencanaan
penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis
Masyarakat.
3.1. Ketentuan Umum dalam Proses Perencanaan Penyusunan
Renstra
Terumbu Karang
(1) Proses pengembangan Rencana Strategis Terumbu Karang harus
berbasis
masyarakat, dengan memperhatikan ketentuan berikut:
Pendekatan partisipatif
Proses konsultatif
Dialog yang transparan dan terbuka
Harus berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
(2) Proses perencanaan sama pentingnya dengan isi dari rencana
tersebut.
Proses perencanaan yang melibatkan pemangku kepentingan di
Kabupaten
merupakan ramuan penting untuk mencapai keberlangsungan aksi
masyarakat untuk jangka waktu lebih panjang, walaupun setelah struktur
proyek COREMAP dilepas dan pendanaan proyek selesai. Dengan
demikian, pemangku kepentingan harus merasa memilikinya bukan hanya
sekedar pelaksana proyek pemerintah.
(3) Secara substantif Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang
harus
dikembangkan dengan mencerminkan aspirasi dari para pemangku
kepentingan termasuk kebutuhan masyarakat daerah, di dalam kerangka
kebijakan, strategi dan program nasional.
(4) Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang harus didasarkan
pada
spesifik lokal terumbu karang dan ekosistemnya di daerah. Oleh karena
itu,
informasi dasar yang memadai tentang terumbu karang dan
ekosistemnya
harus tersedia
11
(5) Degradasi terumbu karang merupakan sebuah masalah multi-aspek
yang
mempunyai dimemsi sosial-ekonomi, teknologi dan institusi.
Tantangannya adalah mendefinisikan elemen-elemen ini untuk mengenali
bagaimana elemen tersebut berkontribusi terhadap masalah, dan secara
kolektif merencanakan pemecahan dimana masyarakat bersedia dan mau
melakukannya.
(6) Perusakan terumbu karang dan ekosistemnya memiliki pengaruh
antarregional
demikian pula pengaruh lintas-perbatasan antar-negara. Akibatnya
pengaturan kegiatan-kegiatan perusakan melalui penegakan hukum dan
pematuhan terhadap standar-standar lingkungan merupakan suatu
legitimasi
kepedulian tidak hanya pemerintah daerah tetapi kebijakan nasional dan
kesepakatan-kesepakatan internasional.
(7) Rencana Strategis Pengelolaan Pemanfaatan Terumbu Karang harus
didasarkan pada identifikasi indikator kinerja sehingga dapat mengukur
tingkat keberhasilan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(8) Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang di tingkat kabupaten
harus
memuat visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi yang telah disepakati
bersama dari pihak terkait dan memberikan landasan yang konsisten
untuk
penyusunan rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana
aksi
(9) Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang memfasisilitasi
pemerintah provinsi, dan kabupaten dalam mencapai tujuan-tujuan
pengelolaan wilayah pesisir sebagaimana tercantum dalam Program
Pembangunan Daerah (PROPEDA)
(10) Rencana Strategis Pengelolaan Pemanfaatan Terumbu Karang
berlaku
selama 15 (lima belas) tahun dan dapat ditinjau setiap lima tahun
3.2. Prosedur Perencanaan
(1) Tatacara Penyusunan Renstra Terumbu Karang Daerah
Proses yang menggambarkan diagram tatacara dalam penyusunan
Renstra
Terumbu Karang Daerah merupakan langkah awal yang menjadi acuan
untuk proses keberhasilan dalam proses berikutnya. Contoh proses
perencanaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Masukan utama adalah data
12
dan informasi dasar yang diperoleh dari suatu survei lapangan yang
didasarkan dari suatu kerangka acuan. Hasil akhir adalah Peraturan
Bupati
yang mengatur berlakunya Renstra. Dengan demikian Peraturan Bupati
yang dilampirkan dengan Renstra merukapan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
(2) Penyebaran publik
Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui bahwa proses
pengembangan perencanaan sedang dilaksanakan. Proses ini harus
transparan dan terbuka bagi masukan-masukan dari masyarakat.
Penyusunan suatu draft kebijakan dan rencana strategi pengelolaan
terumbu karang daerah harus melalui proses konsultatif. Seperti terlihat
dalam Lampiran 1. dalam proses penyusunan RENSTRA ini penyebaran
publik akan terpogram dalam Focus Group Discussion (FGD) yang
sangat
berperan dalam 3 proses yakni: (1) Perumusan Isu Strategis, (2)
Pembuatan
Rancangan Awal Renstra dan (3) Rancangan Akhir Renstra. Dengan
demikian, pertemuam konsultatif FGD ditujukan untuk: (i)
mengembangkan sebuah rencana spesifik lokasi jangka menengah untuk
rehabilitasi dan perlindungan terumbu karang yang dapat digunakan
sebagai suatu model atau pedoman penyusunan rencana bagi lokasi
proyek
lainnya; (ii) mengkaji isu-isu dan faktor-faktor yang mempengaruhi
degradasi terumbu karang dan merekomendasikan seperangkat tindakan
realistis “yang dapat dikerjakan” sebagai masukan bagi rencana tersebut.
Untuk itu FGD perlu dihadiri oleh stakeholders terumbu karang selengkap
mungkin. Sebagai contoh, FGD perlu melibatkan peserta-peserta antara
lain seperti yang disajikan pada Lampiran 2.
(3) Pendekatan Parsipatori
Pendekatan partisipatori telah divisikan, untuk menempatkan para
pemangku kepentingan di pusat proses perencanaan bukan sebagai
“penerima manfaat” atau “penerima proyek-proyek pengembangan”
tetapi
sebagai “pelaksana atau agen pengubah diri-mereka sendiri”.
Sebelum
diskusi, para partisipan telah diinformasikan bahwa FGD merupakan salah
satu proses perencanaan partisipatori yang digerakkan stakeholder
13
ketimbang digerakkan dari pemerintah pusat. Proses ini juga
“mengalihkan locus pembuat-keputusan tentang sifat dan
cakupan
intervensi proyek, dari pemerintah pusat kepada warga
masyarakat
daerah setempat, dengan mempertimbangkan bahwa locus ini
adalah
anggota masyarakat itu sendiri yang tahu lebih baik apa masalah
mereka dan sejauh mana mereka dapat menangani masalah
tersebut”.
Perencanaan partisipatori memberikan perasaan kepemilikan kepada
pemangku kepentingan terhadap proyek ini; memotivasi mereka untuk
bertanggung jawab dan akuntabilitas terhadap kesuksesan proyek
katimbang tergantung pada sumberdaya pemerintah. Hal ini juga
membantu membuat kemampuan analisis, pemecahan-masalah, dan
kepempimpinan dalam masyarakat yang dapat diaplikasikan kepada
aspek
lain dalam kehidupan masyarakat.
(4) Penetapan Kerangka Acuan
Kerangka Acuan bagi Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang
harus disusun sebelum proses penyusunan Renstra dimulai. Kerangka
Acuan ini harus memuat tujuan, sasaran, jangkauan, substansi, ruang
lingkup dan metodologi. Dalam bab metodologi, harus jelas diuraikan
bagaimana proses pengumpulan dan pengolahan maupun analisi
informasi
dan data dilakukan. Selain itu, hal yang penting yang harus diuraikan juga
dalam bab ini adalah metode yang digunakan dalam hal pelibatan
stakeholder
yang tergabung dalam Focus Group Discussion (FGD) dalam
merumuskan isu-isu dan penyusunan draf awal dan draf akhir dari Renstra
Terumbu Karang Daerah.
(5) Penyediaan Data Dasar
Data dasar dan informasi dibutuhkan sebagai masukan utama untuk
pengembangan rencana pengelolaan. Pengumpulan data dan informasi ini
dilakukan dalam suatu studi dengan mengacu kepada Kerangka Acuan
seperti diuraikan pada butir (2) diatas. Data dasar yang diperlukan paling
sedikit mencakup data dasar fisik, bio-ekologi, sosial-ekonomi, serta
kebijakan yang telah dan sedang diberlakukan.
(6) Penyusunan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
14
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, sebaiknya disusun melalui kesepakatan
forum pemangku kepentingan di tingkat kabupaten. Penetapan Visi, Misi
dan Tujuan akan menjadi dasar penentuan Kebijakan, Strategi dan
Program
Pengelolaan Terumbu Karang. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran dapat
dievaluasi ulang setelah proses identifikasi, definisi masalah dan isu
(seperti diuraikan pada proses berikut ini) selesai dilakukan, dimana
penyesuaian dapat dilakukan.
(7) Indentifikasi dan pendefinisian masalah dan isu.
Pencarian isu dan masalah yang berkaitan dengan pengelolaan terumbu
karang dapat dilakukan melalui konsultasi dengan stakeholder kunci di
tingkat kabupaten. Masalah dan isu tersebut harus dijelaskan melalui
sejumlah pertemuan FGD atau Diskusi Kelompok Terfokus, seperti
diuraikan sebelumnya. Contoh topik diskusi dapat dilihat pada Lampiran
3.
(8) Perumusan kebijakan
Kebijakan dirumuskan berdasarkan isu (masalah, tantangan serta
peluang)
dalam pengelolaan terumbu karang. Dari seluruh isu yang terkumpul,
dilakukan penyaringan untuk mendapatkan isu-isu strategis. Pemecahan,
penanggulangan ataupun antisipasi terhadap isu strategis tersebut
dirumuskan sebagai suatau kebijakan. Petunjuk daftar data dan informasi
lainnya dapat dilihat contohnya pada Lampiran 4.
(9) Perumusan Rencana Strategis
Rencana strategis disusun berdasarkan Tujuan dan Kebijakan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Analisis SWOT dapat digunakan untuk
menetapkan strategi-strategi yang tepat untuk mencapai tujuan. Analisis
SWOT dilaksanakan dengan prinsip memanfaatkan kekuatan (Strength)
yang ada dengan mengatasi kelemahan (Weakness) untuk menggapai
kesempatan (Opportunity) sekaligus menghilangkan ancaman (Treat).
(10) Perumusan Program Aksi
Program aksi dipilih untuk dirumuskan di dalam suatu Diskusi Kelompok
Terfokus (FGD), dengan menggunakan matriks yang dicontohkan pada
Lampiran 5.
15
(11) Penentuan Prioritas Program Aksi
Keterbatasan dana dan waktu serta SDM pelaksana program,
menyebabkan
perlu adanya urutan prioritas implementasi program. Penyusunan muatan
prioritas dapat dilaksanakan dalam Diskusi Kelompok Terfokus (FGD),
ataupun melalui expert survey dengan menggunakan Analytical Hierarchy
Process (AHP).
(12) Pemantauan dan Evaluasi
Setiap kegiatan memerlukan suatu sistem evaluasi untuk menilai
keberhasilan kegiatan tersebut. Untuk itu kegiatan pemantauan perlu
dilaksanakan secara sistematis dan terukur.
16
BAB IV
PEDOMAN CAKUPAN RENSTRA TERUMBU KARANG DAERAH
4.1 Cakupan Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang
Secara garis besar, suatu Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu
Karang
mencakup atau memuat paling sedikit bab-bab berikut:
(1) Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
kegiatan, hasil yang diharapkan, keluaran, proses perencanaan dll.
(2) Metodologi
Bab ini menguraikan pendekatan studi, lokasi studi, metode untuk
pengumpulan, alat dan analisis dan jenis data
(3) Profil Wilayah Pesisir
Bab ini menguraikan keadaan umum, potensi wilayah perairan, jasa,
keadaan masyarakat, sarana dan prasarana dan dampak pembangunan
terhadap potensi dan ekosistem perairan
(4) Analisis and Identifikasi Isu
Bab ini berisi hasil berbagai analisis, peraturan dan kelembagaan, isu-isu
pengelelolaan terumbu karang dan ekosistemnya. Isu-isu ini diperoleh dari
hasil dengar pendapat dengan masyarakat yang menjadi permasalahan
atau
kendala dalam pengelolaan terumbu karang di lokasi mereka.
(5) Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang
Bab ini berisi visi, misi, tujuan, sasaran, isu-isu, strategi, program dan
indikator keberhasilan.
(6) Proses Implementasi
Bab ini berisi rencana implementasi program Renstra yang dapat disajikan
dalam sebuah Tabel Proses Implementasi.
(7) Proses Kaji Ulang dan Evaluasi
Bab ini mejelaskan bahwa Renstra ini harus dikaji ulang dan dievaluasi
pada periode wakrt tertentu.
17
4.2 Data dan Informasi Dasar
Data dan informasi dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan rencana
pengelolaan, termasuk di antaranya adalah :
(1) Deleniasi daerah perencanaan
(2) Rencana regional yang ada
(i) Kebijakan Pembangunan Provinsi atau Kabupaten
Strategi
Rencana Tata Ruang
Peraturan Provinsi atau Kabupaten
Kebijakan lainnya
(ii) Status terumbu karang di pusat pengembangan di daerah tersebut
(3) Gambaran fisik
(4) Gambaran terumbu karang
(5) Faktor-faktor ancaman lokal
(6) Alokasi ruang
(7) Infrastruktur
(8) Gambaran ekonomi
(9) Gambaran sosial-budaya
(10) Lembaga-lembaga terkait dengan terumbu karang
Penyajian data dan informasi dasar ini tentang potensi sumberdaya
terumbu karang
dan ekosistemnya tidak berhenti pada deskripsi atau sajian data dan
informasi dalam
bentuk tabulasi, diagram, grafik, tetapi harus dilengkapi dengan uraian
yang
menjelaskan: (i) seberapa besar nilai (value)nya, (ii) seberapa penting dan
(iii)
bagaimana perlunya sumberdaya ini untuk menjaga keberlanjutannya.
4.3 Visi
Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut kemana
lembaga/pengelolaan harus dibawa dan diarahkan agar dapat berhasil
secara
konsisten, tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif.
Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan
yang berisikan
cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh lembaga/pengelolaan.
Rumusan visi hendaknya :
18
(1) Mencerminkan apa yang ingin dicapai sebuah organisasi.
(2) Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas.
(3) Mampu menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis
yang
terdapat dalam sebuah organisasi.
(4) Memiliki orientasi terhadap masa depan sehingga segenap jajaran
harus
berperan dalam mendefinisikan dan membentuk masa depan
organisasinya.
(5) Mampu menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan
organisasi.
(6) Mampu menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi.
Sebagai ilustrasi, berikut ini disajikan contoh –contoh visi yang dikutip dari
dokumen
RENSTRA:
VISI:
‘Terciptanya pengelolaan sumbedaya terumbu karang dan
ekosistemnya yang
berkesinambungan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat pesisir pada
tahun ……… di Kabupaten …………’
‘Pengelolaan terumbu karang secara terpadu yang berkelanjutan
(memanfaatkan
dan menjaga kelestarian) berbasis masyarakat di Kabupaten
………….. dalam
rangka menunjang perekonomian masyarakat’
4.4 Misi
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh suatu
lembaga,
sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi
diharapkan
seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat
mengetahui dan
mengenal keberadaan dan peran lembaga dalam penyelenggaraan
pengelolaan. Misi
suatu lembaga harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Misi
juga
terkait dengan kewenangan yang dimiliki lembaga dari peraturan
perundangan atau
kemampuan penguasaan teknologi sesuai dengan strategi yang telah
dipilih.
Perumusan misi lembaga harus memperhatikan masukan pihak-pihak
yang
berkepentingan (stakeholders), dan memberikan peluang untuk
perubahan/penyesuaian sesuai dengan tuntutan perkembangan
lingkungan strategis.
Rumusan misi hendaknya mampu :
(1) Melingkup semua pesan yang terdapat dalam visi.
19
(2) Memberikan petunjuk terhadap tujuan yang akan dicapai.
(3) Memberikan petunjuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani oleh
instansi pemerintah.
(4) Memperhitungkan berbagai masukan dari stakeholders.
Sebagai ilustrasi, berikut ini disajikan contoh –contoh misi yang dikutip
dari
dokumen RENSTRA:
MISI:
‘ Mengembangkan sistem pengelolaan Sumberdaya Terumbu
Karang terpadu
yang berkelajutan melalui perencanaan strategis, terkoordinasi
dan terintegrasi
badi seluruh stakeholder dalam mewujudkan masyarakat
sejahtera di Kabupaten
………………..’
‘Mendukung program nasional pusat untuk merehabilitasi
pengelolaan terumbu
karang Nasional. Memberi dan meningkatkan wawasan
masyarakat akan
peranan penting terumbu karang dalam menjaga kesinambungan
perekonomian
masyarakat nelayan. Memotivasi masyarakat secara aktif untuk
menjaga
kelestarian terumbu karang. Meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia baik
dinas kelautan dan perikanan maupun aparat penegak hokum.
Menegakkan
Peraturan dan Perundang-undangan dalam pemanfaatan terumbu
karang.
4.5 Tujuan Pengelolaan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima) tahunan. Tujuan ditetapkan dengan mengacu
kepada
pernyataan visi dan misi serta didasarkan pada isu-isu dan analisis
strategis. Tujuan
tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat
menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang.
Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program dan
kegiatan
dalam rangka merealisasikan misi.
4.6 Sasaran
Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi
pemerintah dalam
rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih
pendek dari
tujuan. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran. Yang dimaksud
dengan
indikator sasaran adalah ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran
untuk
20
diwujudkan pada tahun bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai
dengan
rencana tingkat capaiannya (targetnya) masing-masing.
Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu
tertentu/tahunan secara
berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana
strategis.
4.7 Isu-isu
Identifikasi atapun penjaringan isu-isu yang berkembang di masyarakat
yang
berkaitan dengan pengelolaan sumberday terumbu karang dan
ekosistemnya sangat
penting untuk dikumpulkan. Dari kumpulan isu-isu ini akan ditelaah lebih
lanjut
sehingga diperoleh kesepakatan untuk menetapkan isu-isu pokok yang
disepakati
stake-holder yang seterusnya akan ditentukan strategi dan langkah-
langkah untuk
mengatasinya.
Berikut ini akan disajikan contoh-contoh isu-isu yang dikutip dari dokumen
RENSTRA untuk dapat dipergunakan sebagai ilustrasi:
ISU-ISU:
Kualitas Sumberdaya Manusia yang rendah
Penataan ruang yang belum ada
Degragasi terumbu karang dan ekosistemnya
Lemahnya penegakan hukum
Potensi dan Objek wisata belum dikembangkan secara optimal
Pemanfaatan terumbu karang untuk bahan bangunan
Penggunaan bom dan racun
Konflik penggunaan alat tangkap
Pencemaran laut
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sumberdaya
terumbu karang
Terbatasnya mata pencaharian altertatif
4.8 Strategi
Strategi adalah cara mencapai tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke
dalam
kebijakan-kebijakan dan program-program. Seperti diuraikan sebelumnya,
setiap isuisu
pokok yang telah disepakati stake holder, akan diatasi dengan berbagai
strategi.
21
4.9 Program dan Indikator Keberhasilan Program
Program adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk
mendapatkan
hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah
ataupun dalam
rangka kerjasama dengan masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu.
Untuk
setiapstrategi dari salah satu isu pokok akan dijabarkan berbagai program
atau
kegiatan untuk menjbarkan strategi tersebut dalam rangka meyelesaikan
isu
pokoknya.
Indikator keberhasilan program menjelaskan bagaimana cara untuk
mengukur
maupun menyatakan bahwa sesuatu program telah berhasil dilaksanakan,
tujuannya
terpenuhi dan sasarannya tercapai. Pada masing–masing program, akan
disertakan
juga inidikator keberhasilan program tersebut
4.10 Rencana Implementasi
Rencana implementasi menggambarkan proses implementasi Renstra
pengelolaan
terumbu karang yang merupakan penggalian yang mendalam dari setiap
kebijakan,
wewenang dan tanggung jawab yang telah dan dapat diemban oleh
masing-masing
lembaga yang dipercayakan. Rencana implemetasi ini akan disajikan
dalam matriks
suatu matriks yang berisi isu pokok, berbagai strategi untuk mengatasi isu
pokok,
berbagai program untuk setiap strategi, Indikatro, setiap program,
prioritas setiap
program, lembaga terkait yang melaksanakan program dan jangka waktu
pelaksanaan
program. Contoh matriks rencana implementasi untuk dapat digunakan
sebagai
ilustrasi disajikan pada Lampiran 6.
4.11 Pemantauan dan Evaluasi
(1) Sebuah kerangka kerja logis bagi tiap program aksi perlu dibuat untuk
menghasilkan suatu pemantauan dan kegiatan evaluasi yang baik. Tujuan
dan
sasaran dari program-program ini harus didefinisikan secara hati-hati dan
jelas,
melalui proses-proses partisipatori masyarakat.
(2) Indikator-indikator yang dapat diukur untuk keluaran harus disediakan
dan
disetujui oleh pemangku kepentingan, dan disebarkan dengan baik.
(3) Input yang dibutuhkan untuk program-program tersebut harus
disepakati oleh
pemangku kepentingan, dan dikelola secara transparan untuk
meminimalkan
ketidakefisienan.
22
(4) Kerangka kerja logis yang disediakan bagi tiap Program Aksi akan
membantu
dalam proses pemantauan dan evaluasi. Contoh dari sebuah kerangka
kerja logis
untuk suatu program aksi disajikan pada Tabel 1.
(5) Evaluasi periodik terhadap perkembangan pelaksanaan tiap program
akan
dibutuhkan, menindaklanjuti kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh
proyek.
Evaluator eksternal juga dapat dilibatkan, termasuk wakil-wakil
masyarakat.
23
Tabel 1. Contoh kerangka kerja logis untuk program aksi: ‘Penyediaan
Mata
Pencaharian Alternatif bagi Nelayan Terumbu Karang’
Indikator yang dapat
Diukur
Alat Verifikasi Asumsi
Tujuan:
Mengurangi
tekanan
penangkapan
ikan terhadap
terumbu karang
Hasil tangkapan
Upaya
Laporan Statistik
MCS yang
efektif
Sasaran:
20% penurunan
jumlah nelayan
terumbu karang
Jumlah nelayan
yang terlibat
Jumlah ijin
Survei lapangan
Tidak ada
penangkapan
ikan ilegal
Keluaran
Mata pencaharian
yang terpilih
Nelayan yang
dilatih dan terpilih
X unit penangkapan
ikan pelagis
X usaha ijin
penangkapan ikan
Survei
lapangan
Laporan
Dokumen
pembelian
Dokumen
penyerahan
Dokumen
ijin
Masukan/
Kegiatan
Konsultan
X juta rupiah
Indentifikasi mata
pencaharian
alternatif
Studi kelayakan
Desain unit penangkapan
ikan
Seleksi nelayan
Pelatihan
Pembelian unit
penangkapan
TOR
Usulan
Teknis
Dokumen
kontrak
Pencarian
dana
24
BAB V
PENUTUP
(1) Pedoman ini merupakan panduan umum dalam proses penyusunan
Rencana
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Daerah. Tidak tertutup
kemungkinan
ada bagian dari proses yang tidak perlu dilakukan di daerah tertentu,
mengingat ketersediaan data dasar yang tidak seragam.
(2) Situasi dan kondisi birokrasi serta politik juga sangat mempengaruhi
proses
penyusunan rencana strategis, yang dapat menjadi penentu kelancaran
proses, sehingga panduan ini perlu disesuaikan dengan kondisi spesifik
lokal.
(3) Kondisi sosial ekonomi, persepsi masyarakat dan tingkat kemampuan
SDM
daerah merupakan faktor penentu dalam proses penyusunan rencana
strategis. Dengan demikian dalam mengimplementasikan Pedoman
Umum
ini dimungkinkan melakukan modifikasi tertentu.
25
DAFTAR PUSTAKA
Castillo M.R. and Monintja D.R. 2005. National Policy on Coral Reef
Management
: A Review and Assessment. Document No. 11-01-PPS-(31/X/05) – FR.
PMC-COREMAP II. 24 pp. Jakarta
Direktorat Jenderal KP3K. 2005. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu
Karang.
DKP. Jakarta. 35 hal.
Departemen Dalam Negeri. 2005. Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP
Daerah dan
PPJM Daerah. Depdagri. Jakarta. Hal 1-17.
Lembaga Administrasi Negara. 2003. Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAN. Jakarta. 36 hal.
Monintja D.R., Castillo M.R. 2005. Policy and Strategy Planning Process For
Coral
Reef Management : Kota Batam. Document NO. 11-01-PPSD-(13/XII/05) –
FR. PMC-COREMAP II. Jakarta. 20 pp
Monintja, D. R., 2006. Pedoman Penyusunan Rencana Strategis
Pengelelaan
Terumbu Karang Daerah. COREMAP II – KP3K, Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 25 hal.
26
Lampiran 1. Diagram Tatacara Penyusunan Rencana Strategis
Pengelolaan
Terumbu Karang Di Daerah
Mulai
DATA/INFORMASI DASAR
Potensi, Sebaran dan
kondisi Terumbu karang
Kondisi Sosial-Ekonomi
Masyarakat
Persepsi Masyarakat
terhadap Terumbu karang
PERUMUSAN
ISU STRATEGIS
VISI, MISI
Pengelolaan Terumbu
Karang Nasional
RANCANGAN AWAL
Rencana Strategi
Pengelolaan Terumbu
Karang Daerah
Visi, Misi
Strategi
Program
RANCANGAN AKHIR
Rencana Strategi
Pengelolaan Terumbu
Karang Daerah
Visi, Misi
Strategi
Program
Pedoman Pelaksanaan
RENSTRA
Pengelolaan Terumbu
Karang Daerah
PER
BUPATI
Selesai
VISI, MISI
Pengelolaan
Terumbu Karang
Kabupaten
Focus
Group
Discussion
27
Lampiran 2. Daftar Peserta yang Diharapkan Hadir dalam
Diskusi
Kelompok Terfokus
No. Institusi
1. Bappeda
2. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
3. Ketua PMU/KPA, PPK COREMAP-II
4. Anggota DPRD
5. Dinas KimPrasWil
6. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
7. Bapedalda
8. Camat
9. Kepala Desa
10. Tokoh masyarakat /nelayan
11. LSM
12. Badan Komunikasi dan Informasi
13. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Koperasi dan UKM
14. Dinas Pendidikan Nasional
15. Dinas Perhubungan
16. Dinas Kehutanan
17. Dinas Perindag
18. HNSI
19. Sat Polair
20. NCU – Asdir Kebijakan & Kelembagaan
21. Regional Advisor, NCU-PMC
22. Live Reef Fish Trade Specialist, NCU-PMC
23. Legal Advisor, NCU-PMC
24. Marine Protected Area Management Advisor
25. Koordinator CBM, PMU
26. Koodinator PA, PMU
27. Koordinator CRITC, PMU
28. Koordinator MONEV, PMU
28
Lampiran 3. Topik Diskusi Perencanaan Diskusi Kelompok
Terfokus Daerah
1. Tujuan dan Ruang Lingkup Rencana Pengelolaan Terumbu Karang
2. Konteks ekonomi, sosial dan institusional yang berkaitan dengan
degradasi
terumbu karang di daerah.
Mengungkapkan status kerusakan terumbu karang di daerah pesisir.
Mengidentifikasi sumber/penyebab degradasi terumbu karang, termasuk
pencemaran industri.
Pertimbangkan apakah ada dan bagaimana penyebab atau sumber
tekanan
terhadap sumberdaya terumbu karang terkait dengan faktor-faktor
ekonomi seperti
kemiskinan, kekurangan lapangan kerja dan peluang mata pencaharian,
keterbatasan
akses terhadap pendidikan dan informasi tentang dampak ekologi dari
kegiatan
destruktif dan sebagainya.
Pertimbangkan dan ungkapkan kemungkinan pengaruh dari kelemahan
institusional terhadap kegiatan-kegiatan destruktif, seperti kesenjangan
peraturan
daerah yang mengatur pemanfaatan sumberdaya perikanan dan
sumberdaya pesisir
atau adakah peraturan yang bertentangan? Kelemahan dalam peraturan?
Kesenjangan dalam kemampuan perencanaan dan pengelolaan staf
pemda terhadap
isu-isu terumbu karang? Kesenjangan prioritas dari pemda terkait dalam
degradasi
terumbu karang? Kesenjangan perhatian dari pihak pimpinan masyarakat
untuk
menangani masalah terumbu karang? Dan sebagainya.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi konservasi terumbu karang di
daerah,
termasuk kemungkinan adanya kesenjangan teknologi? Atau kelemahan
dalam
kebijakan dan organisasi dari struktur pemerintah di tingkat nasional?
3. Sumberdaya, Kelembagaan dan Pengaturan untuk mengembangkan
dan
implementasi aktivitas pengelolaan terumbu karang di daerah
Struktur organisasi terkini (organigram) dan fungsi-fungsi dari unit
pemerintah
daerah; tenaga kerja; mekanisme anggaran; identifikasi proyek dan
proses
persetujuan.
Organisasi nelayan yang ada, LSM, dan organisasi-organisasi yang terlibat
dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir; pengalaman dan potensi untuk
implementasi atau mengelola kegiatan dan proyek-proyek pengelolaan
terumbu
karang oleh mereka sendiri.
Implikasi dari desentralisasi dalam pengaturan organisasi.
Sumber dana lainnya untuk membiayai kegiatan-kegiatan masyarakat di
luar
pemerintah daerah.
4. Program Aksi
Seperangkat tindakan atau aksi untuk menangani masalah dan
kesenjangan yang
teridentifikasi dalam pengelolaan terumbu karang, termasuk usulan
pengaturan
kelembagaan dan pembiayaan.
Usulan tindakan-tindakan perbaikan, identifikasi lembaga/organisasi mana
yang
dapat menjadi ujung tombak untuk setiap aksi (lembaga penanggung
jawab) dan bila
29
ada yang lain, yang seyogyanya memiliki peran dalam implementasi; apa
yang
menjadi sasaran spesifik dari alur waktu untuk setiap aksi; perkiraan
jumlah biaya
yang diperlukan bila ada, serta sumber dana potensial; indikator-indikator
sederhana
apa yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan dari setiap
kelompok
aktivitas.
Usulan rancangan kelembagaan untuk mengelola dan memantau
implementasi
dari Rencana, mendileniasi bidang-bidang tanggung jawab dan
mendefinisikan butirbutir
interface (tumpang tindih), serta menegaskan lokus akuntabilitas dari
implementasi Rencana.
Tindakan yang diusulkan untuk menangani perencanaan partisipatori dan
isu-isu
pemantauan.
Rekomendasi-rekomendasi kebijakan.
30
Lampiran 4. Petunjuk daftar data dan informasi lainnya yang
diperlukan
untuk mendukung perencanaan berbasis masyarakat yang
spesifik lokasi untuk daerah, dalam konteks tujuan dan
prioritas pembangunan nasional :
1. Data yang dikumpulkan oleh COREMAP I dan atau COREMAP II yang
menunjukkan status dari terumbu karang di daerah
2. Sumber-sumber tekanan utama terhadap ekosistem terumbu karang
3. Sumberdaya alam, penduduk dan sebaran umur, gender dan sumber
pendapatan
(bila tersedia), indeks kemiskinan? Indeks pendidikan? Mata pencaharian
utama,
industri-industri utama.
4. Kapasitas kelembagaan dan tatanannya :
Struktur organisasi dan hubungan-hubungan fungsional dari pemerintah
daerah dari tingkat kabupaten sampai ke desa
Sumberdaya pemerintah daerah – tenaga manusia, keterampilan,
pendapatan, anggaran
ORNOP – Siapa? Jenis pelayanan masyarakat apa yang dilakukan?
Organisasi nelayan lokal, kelompok lingkungan? Kelompok perempuan?
Kelompok industri/asosiasi?
Proyek-proyek lain di lokasi yang terlibat dalam peningkatan kapasitas
kelembagaan atau perbaikan sumberdaya pantai?
Sumber-sumber dana lokal (misalnya perbankan, pelepas uang informal,
lain-lain?)
5. Usulan usaha-mikro.
6. Usulan MMA untuk terumbu karang.
7. Inventarisasi dan deskripsi peraturan-peraturan daerah tingkat
kabupaten dan
infrastruktur (organisasi, sumberdaya) penegakan hukum di tingkat
kabupaten/kota.
8. Tujuan pembangunan nasional, prioritas, kebijakan yang
mempengaruhi
ekosistem terumbu karang dan masyarakat di tingkat lokal, sebagaimana
tercantum dalam rencana pembangunan sosial ekonomi nasional.
9. Kalau ada, kebijakan pengelolaan terumbu karang nasional yang
disusun dibawah
COREMAP I.
10. Tuntunan pengelolaan terumbu karang Ditjen KP3K.
31
Lampiran 5. Matriks Perencanaan Pengelolaan Terumbu Karang
Daerah
Masalah/Isu Kebijakan Strategi
Usulan
Rencana
Aksi
Lembaga
Penanggung Jawab
Kerangka
Waktu*
Utama Pendukung
A. Masalah
terkait
dengan isu
sosialekonomi
B. Masalah
terkait
dengan
teknik dan
manajemen
Terumbu
Karang
berwawasan
lingkungan
C. Masalah
terkait
dengan
kelembagaan
/isu
pengorganisa
sian
D. Perencanaan
Partisipatori
dan isu-isu
pemantauan
E. Isu-isu
lainnya
* Diisi dengan Tahun ke…
32
Lampiran 6. Contoh Matriks Rencana Implementasi Program
Renstra Terumbu Karang
Indikator Prioritas Lembaga Terkait Jangka Waktu
Strategi 1 Program:
Tersusunnya 1 Bappeda 1 - 2 tahun
Rencana zonasi Dinas Kelautan Perikanan
LSM
HNSI
Tokoh Masyarakat
dll
2. Menenatapkan aturan penangkapan Adanya aturan 2 Dinas Kelautan Perikanan 2 tahun
Ikan lestari LSM
HNSI
Tokoh Masyarakat
Bappeda
dll
3. …….. ……… ……. …………. ………..
………….
Isu 1: Degradasi Terumbu Karang
1. Menyususun Melindungi Rencana zonasi
terumbu
karang dan
ekosistemnya
top related