pengertian kesehatan dan keselamatan kerja
Post on 15-Apr-2016
18 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya yang
bertujuan, agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi
baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya risiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat
sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah manusia.
2. Bersifat medis.
Sedangkan keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
2. Bersifat teknik
B. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya
melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
b. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
a. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
b. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
c. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial
d. Proses produksi
e. Karakteristik dan sifat pekerjaan
f. Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan
hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung jawab
atas keberhasilan usaha hyperkes.
C. Bahaya di Tempat Kerja
a. Bahaya fisik dan mekanik
Bahaya fisik adalah sumber utama dari kecelakaan di banyak industri.Bahaya
tersebut mungkin tidak bisa dihindari dalam banyak industri
seperti konstruksi dan pertambangan, namun seiring berjalannya waktu, manusia
mengembangkan metode dan prosedur keamanan untuk mengatur risiko
tersebut. Buruh anak menghadapi masalah yang lebi spesifik dibandingkan pekerja
dewasa. Jatuh adalah kecelakaan kerja dan penyebab kematian di tempat kerja yang
paling utama, terutama di konstruksi, ekstraksi, transportasi, dan perawatan bangunan.
Permesinan adalah komponen utama di berbagai industri
seperti manufaktur, pertambangan,konstruksi, dan pertanian, dan bisa membahayakan
pekerja. Banyak permesinan yang melibatkan pemindahan komponen dengan
kecepatan tinggi, memiliki ujung yang tajam, permukaan yang panas, dan bahaya
lainnya yang berpotensi meremukkan, membakar, memotong, menusuk, dan
memberikan benturan dan melukai pekerja jika tidak digunakan dengan aman.
b. Bahaya kimiawi dan biologis
i. Bahaya biologis
1) Bakteri
2) Virus
3) Fungi
4) Patogen bawaan darah
5) Tuberculosis
ii. Chemical hazards
1) Asam
2) Basa
3) Logam berat
4) Pelarut
5) Partikulat
6) Asap
7) Bahan kimia reaktif
8) Api, bahan yang mudah terbakar
c. Masalah psikologis dan sosial
a. Stres akibat jam kerja terlalu tinggi atau tidak sesuai waktunya
b. Kekerasan di dalam organisasi
c. Bullying
d. Pelecehan seksual
e. Keberadaan bahan candu yang tidak menyenangkan dalam lingkungan kerja,
seperti rokok dan alkohol
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
a. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan
bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi
oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease &
Work Related Diseases).
E. Penyebab Kecelakaan Kerja
a. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
b. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat
terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
c. Takdir/nasib
F. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan
faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia
(pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat
kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara
mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada
kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan
pasien, gawat darurat, karantina dll.)
G. Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar;
sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb.,
dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya
mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan
pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam upaya
pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya, perawat tidak dapat
bekerja secara individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lintas
profesi maupun lintas sektor.
H. Peran Perawat dalam Meningkatkan K3
Fungsi seorang perawat hyperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan
perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga
kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan.
Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry, beberapa
fungsi spesifik dari perawat hyperkes adalah :
1. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan atau industri dalam membuat
program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan memberikan
pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada tenaga kerja.
2. Memberikan atau menyediakan primary nursing care untuk penyakit-penyakit atau
korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja bedasarkan
petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.
3. Mengawasi pengangkutan pekerja yang sakit korban kecelakaan ke rumah sakit,
klinik atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan atau pengobatan lebih
lanjut.
4. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan follow up
dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada.
5. Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan
keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan.
6. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan.
7. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-data
keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan referral yang
tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif.
8. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj perantara
untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun personal.
9. Mengajar karyawan praktik kesehatan keselamatan kerja yang baik, dan memberikan
motivasi untuk memperbaiki praktik-praktik kesehatan.
10. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif dan
menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration.
11. Kerjasama dengan tim hyperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan bagaimana
untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan pengawasan kesehatan
yang terus menerus terhadap karyawan yang terpapar dengan bahan-bahan yang dapat
membahayakan kesehatannya.
12. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan kerja yang
ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan dalam bidang
hiperkes ini.
13. Secara periodik untuk meninjau kembali program-program perawatan dan aktifitas
perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan serta efisiensi.
14. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan paramedic
hiperkes, dan sebagainya.
15. Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting adalah
mengikuti kemajuan dan perkembangan professional (continues education).
Secara sistimatis, tugas-tugas paramedis hiperkes sebagai berikut :
1. Tugas medis teknis yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan.
Perawatan dan pengobatan penyakit umum, meliputi:
i. Menurut petunjuk dokter perusahaan
ii. Menurut pedoman tertulis (standing orders)
iii. Rujukan pasien ke rumah sakit
iv. Mengawasi pasien sakit hingga sembuh
v. Menyelenggarakan rehabilitasi
2. Perawatan dan pengobatan pada kecelakaan dan penyakit jabatan
3. Menjalankan pencegahan penyakit menular (vaksinasi, dll)
4. Pemeriksaan kesehatan:
a. Sebelum bekerja (pre-employment)
b. Berkala
c. Pemeriksaan khusus
5. Tugas administratif mengenai dinas kesehatan perusahaan
a. Memelihara administrasi (dinas kesehatan)
b. Mendidik dan mengamati pekerjaan bawahannya
c. Memelihara catatan-catatan dan membuat
Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup
pekerjaan perawat hiperkes adalah :
1. Health promotion / Protection
Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja akan
paparan zat toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan perilaku yang
berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.
2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance
Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis pekerjaannya.
3. Workplace Surveillance and Hazard Detection
Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja. Bekerjasama dengan tenaga profesional lain dalam penilaian dan pengawasan
terhadap bahaya.
4. Primary Care
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan kecelakaan pada
tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan, pengobatan, rujukan dan perawatan
emergensi.
5. Konseling
Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan membantu
untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis.
6. Management and Administration
Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab pada progran
perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan manajemen.
7. Research
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, mengenali faktor
– faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.
8. Legal-Ethical Monitoring
Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan kesehatan
pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga kerahasiaan dokumen
kesehatan tenaga kerja.
9. Community Organization
Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga kerja.
Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan perawatan tenaga kerja
haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan atau dokter yang
ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar pengetahuan prinsip perawatan dan prosedur
untuk merawat orang sakit dan korban kecelakaan adalah merupakan pegangan yang
utama dalam proses perawatan yang berdasarkan nursing assessment, nursing
diagnosis, nursing intervention dan nursing evaluation adalah mempertinggi efisiensi
pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya. Perawat hiperkes mempunyai
kesempatan yang besar untuk menerapkan praktek-praktek standar perawatan secara
leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui program pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan hendaknya selalu membantu karyawan / tenaga kerja untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal.
I. Fungsi dan Tugas Perawat dalam Usaha K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy,
Nasrul, 1998) :
1. Fungsi
a. Mengkaji masalah kesehatan
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
c. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
d. Penilaian
2. Tugas
a. Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
d. Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
e. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah
kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
f. Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja
g. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
h. Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan
keluarga pekerja.
i. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
j. Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
J. Kebijakan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global
a. Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen; departemen Kesehatan dan departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit:
1) Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.
2) Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir
3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit:
1) Kasubdit Kesehatan tenaga kerja
2) Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja
3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes.
Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang
kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll).
b. Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
i. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
ii. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
iii. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
iv. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja.
v. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes
Bagi Dokter Perusahaan.
vi. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene
Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
vii. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan
Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
c. Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan
tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
i. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
ii. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair,
Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI.
iii. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di
UGM, UNDIP, UI, Unair.
iv. Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan
Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata
kuliah yang khusus mempelajari K3
K. Pelaksanaan K3 dan Jamsostek di Indonesia
Dalam praktik di lapangan, pelaksanaan program Jamsostek belum berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang
datang dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), anggota lembaga
legislatif, serta elemen masyarakat lainnya yang dialamatkan kepada pengusaha, PT
Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Secara luas, berita-berita
mengenai fakta tersebut dapat dengan mudah diakses melalui media cetak dan media
elektronik, baik nasional maupun daerah, namun nampaknya belum juga ada perubahan
signifikan yang menjadikan penyelenggaraan Jamsostek lebih baik.
L. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Di Tempat Kerja
PHBS di Tempat Kerja adalah upaya untuk member-dayakan para pekerja agar tahu,
mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
mewujudkan Tempat Kerja Sehat.
Tujuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja:
1. Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja
2. Meningkatkan produktivitas kerja.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
4. Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
5. Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.
6. Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masyarakat.
Sasaran PHBS Tatanan Tempat Kerja
1. Seluruh karyawan kantor / tempat kerja
2. Seluruh pengunjung
3. Lingkungan yang berada disekitar kantor
Indikator PHBS di tempat kerja
1. Perilaku
a. Menggunakan alat pelindung
Helm
Masker
Scort (baju pelindung)
Apron (baju pelindung radiasi)
Sepatu bot
Kacamata
Sungkup/sumbatan telinga
Sarung tangan dan lain-lain
b. Tidak merokok / ada kebijakan di larang merokok
c. Olahraga teratur
d. Bebas Napza
e. Kebersihan
f. Ada Asuransi kesehatan
2. Lingkungan
a. Ada jamban
b. Ada air bersih
c. Ada tempat sampah
d. Ada SPAL
e. Ventilasi
f. Pencahayaan
g. Ada k3 ( Kesehatan Keselamatan Kerja )
h. Ada kantin
i. Terbebas dari bahan berbahaya
Manfaat PHBS di tempat kerja
Setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, Produktivitas pekerja
meningkat yang berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga,
Pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk peningkatan taraf hidup bukan untuk
biaya pengobatan.
Bagi Masyarakat:
Tetap mempunyai lingkungan yang sehat walaupun berada di sekitar tempat kerja, Dapat
mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh tempat kerja setempat.
Bagi Tempat Kerja :
Meningkatnya produktivitas kerja pekerja yang berdampak positif terhadap pencapaian target
dan tujuan, Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan, Meningkatnya citra tempat
kerja yang positif.
Bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota :
Peningkatan Tempat Kerja Sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota yang baik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dialihkan untuk
peningkatan kesehatan bukan untuk menanggulangi masalah kesehatan, Dapat dijadikan
pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
M. ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK KHUSUS PEKERJA
a. Pengkajian
i. Biologis :
1) Karakteristik usia : pekerja rata-rata berusia diatas 21 tahun dan 2 dari jumlah
pekerjanya sudah berusia lanjut.
2) Jenis kelamin : 8 pekerja wanita dan 1 pekerja laki-laki.
3) Masalah kesehatan : tidak ada.
4) Fungsi fisik : pekerja libur di hari Minggu, terkadang libur di hari kerja
(Senin-Sabtu) apabila ada keperluan keluarga.
ii. Potensial hazard
1) Hazard fisik : Pekerja rentan mengalami gangguan kulit yang disebabkan baik
oleh faktor cuaca panas dan jarak tempat duduk ketika membatik dengan
malam (lilin) yang mudah meleleh.
2) Hazard biologi : lingkungan di sekitar tempat kerja berpotensi mengalami
kerusakan yang parah karena limbah yang dihasilkan.
3) Hazard kimia : Limbah yang dihasilkan mengandung bahan-bahan kimia yang
berbahaya yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan.
4) Hazard ergonomi : perilaku pekerja ketika melakukan pengecapan
(mengecap) berdiri dan pekerja yang membatik melakuan tugasnya dengan
duduk.
5) Hazard psikososial : -
iii. Gaya hidup
1) Konsumsi makanan : para pekerja tidak mempunyai jatah makanan, mereka
makan di rumah masing-masing apabila sudah memasuki jam istirahat.
2) Aktivitas dan istirahat : para pekerja mulai istirahat saat dzuhur sekitar pukul
12:00 – 13:00.
3) Penampilan : para pekerja memakai pakaian biasa saja karena tidak ada
tuntutan dari pekerjaan yang dijalani.
4) Penggunaan alat pelindung diri : tidak ada alat pelindung diri yang
digunakan akan tetapi beberapa bulan kemarin ada bantuan dari pemerintah
Jerman yang memberikan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan,
celemek, sepatu boot, dan penyediaan fasilitas seperti ember untuk
menampung cairan pewarna batik yang sudah digunakan.
iv. Sistem Kesehatan
Tidak ada alat pelindung diri yang digunakan pekerja karena sejak dulu pekerja
tidak pernah menggunakan alat pelindung diri dan pekerja beranggapan sampai
sekarang pekerja masih merasa aman-aman saja. Sejauh ini tidak ada kecelakaan
yang terjadi pada pekerja.
b. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit karena tidak ada alat pelindung diri
yang digunakan.
b. Resiko terhadap gangguan pada sistem pernapasan karena para pekerja sering
menghirup malam yang terlalu sering.
c. Resiko yang tinggi terhadap pencemaran lingkungan baik di tempat kerja maupun
lingkungan di sekitar tempat kerja tersebut.
c. Intervensi
a. Memberikan pendidikan kesehatan terhadap pentingnya menggunakan alat
pelindung diri terutama sarung tangan untuk mencegah terkena kanker kulit.
b. Memberikan penkes terhadap pentingnya alat pelindung diri seperti masker agar
tidak tehirup asap malam (lilin) ketika membatik
c. Memberikan bimbingan dan penkes mengenai kesehatan lingkungan dalam
pembuangan limbah batik.
d. Implementasi
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan yang sifatnya:
a. Bantuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah.
b. Mendidik komunitasi tentang perilaku sehat.
Sebagai advokat komunitas, untuk sekaligus menfasilitasi terpenuhinya kebutuhan
komunitas
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan konsep evaluasi struktur, proses, hasil.
Fokus:
a. Relevansi antara kenyataan dengan target
b. Perkembangan/ kemajuan proses, kesesuaian dg perencanaan, peran pelaksana,
fasilitas dan jumlah peserta.
c. Efisiensi biaya, bagaimana mencari sumber dana
d. Efisiensi kerja, apakah tujuan tercapai, apakah masyarakat puas.
Proses Evaluasi:
a. Menilai respon verbal dan nonverbal
b. Mencatat adanya kasus baru yg dirujuk ke Rumah Sakit
DAFTAR PUSTAKA
1. Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta.
Fitramaya.
2. Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga
Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.
3. Rahman R. 2013. Pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan
PT. Ceria Utama Abadi Cabang Palembang. Skripsi: Universitas Sriwijaya.
4. Ramdayana. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat
terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. Skripsi diterbitkan (Online),
5. Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
top related