pengelolaan sungai 2
Post on 01-Jul-2015
341 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pengelolaan sungai adalah pembinaan sungai yang meliputi usaha pemanfaatan adalah penggunaan dan pengembangan dan konservasi berupa perlindungan dan pengendalian sungai yang merupakan bagian dari pengelolaan sungai, yang mana tujuannya dari pengelolaan sungai adalah untuk memperoleh tata pengaturan air agar dapat memberikan suatu manfaat yang maksimal untuk memenuhi berbagai kepentingan bagi kesejahteraan masyarakat.Adapun faktor-faktor yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat adalah : alur sungai, debit sungai dan elevasi muka air sungai. Pengaturan alur sungai suatu pekerjaan yang tidak mudah bahkan ada kekurangannya dan ketidak berhasilan yang antara lain karena keterbatasan pengetahuan kita pada bidang teknik sungai serta pengenalan sifat-sifat sungai. Pengaturan alur sungai sungai harus dilakukan dengan hati-hati di dasari oleh ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui perubahan berangsur-angsur pada bangunan maupun sungainya.Pengaturan alur sungai berupa pengendalian dasar sungai (stream bed control) dan pengaturan alur sungai (alignmen control). Pekerjaan pengaturan arah alur sungai dan penstabilan alur sungai pekerjaan ini dapat dilakukan dengan membuat bangunan serta pemantauan diantaranya dengan pembuatan bangunan pengendali dasar sungai, penggalian ambal alam, pembuatan pengaruh arus.a. Pembetulan dan penstabilan alur sungai
Untuk memperbaiki alur sungai, dengan mengatur penampang dan kedalaman alur untuk tujuan pengandalian dan kebutuhan navigasi. Pengaturan arah alur ( alignment control), perencanaan pengaturan arah alur sungai yang lurus dengan penampang yang beraturan (seragam) adalah tidak stabil bila sedikit saja mengalami gangguanakan terjadi pembelokan (meander) dari alur bawahnya, terbentuk gosong-gosong endapan sediment.
b. pengaturan dasar sungaiBerubahnya debit aliran sungai dan elevasi yang telah di sebabkan oleh adanya pergerakan material dasar sungai alluvial. Perubahan ini cenderung menyebabkan mengarah terjadinya agradasi dan degradasi pada jangka panjang, maka di buat pengendalian dasar sungai. Kesetimbangan dasar sungai pada penampang memanjang ditentukan oleh kesetimbangan antara besarnya sediment dengan kapasitas angkutan sungai terhadap sediment.Degradasi dasar sungai dapat dipengaruhi oleh :
Sungai Deli yang membelah Kota Medan menanggung beban yang sangat berat
karena masih dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan
industri.
“Beban Sungai Deli terus bertambah. Upaya pengendalian sangat kecil
dibanding tingkat degradasi,” kata Kepala Bidang Bina Tata Lingkungan dan
Amdal Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara, Rosdiana
Simarmata kepada ANTARA di Medan, Minggu.
Menurut dia, sekitar 75 persen pencemaran Sungai Deli disebabkan limbah
domestik, sementara sisanya limbah industri.
Beban yang ditanggung Sungai Deli kian berat karena sampai saat ini belum
tampak adanya kesadaran masyarakat yang mendiami kawasan daerah aliran
sungai (DAS). Warga masih menganggap sungai sebagai tempat pembuangan
sampah.
“Alhasil Sungai Deli kini lebih tampak sebagai tempat pembuangan limbah
raksasa,” tegasnya.
Sungai Deli memiliki panjang 72 kilometer dan berhulu di Kabupaten Tanah
Karo. Sungai itu melintasi Kabupaten Deliserdang, membelah Kota Medan dan
berakhir di Muara Belawan.
Ada ratusan anak sungai yang bermuara di sepanjang aliran sungai itu.
Menurut Rosdiana, pihaknya telah menyusun rencana pengelolaan DAS Deli
terpadu baik jalur hijau sungai dan daerah tangkapan. Pengelolaan sungai Deli
harus dilakukan multi sektor karena ada tiga daerah yang harus terlibat di
dalamnya, yaitu Pemko Medan, Pemkab Deliserdang dan Pemkab Karo.
Namun, menurut dia, yang menjadi tantangan berat di era otonomi adalah ego
sektoral. Idealnya konsep setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus
berwawasan lingkungan.
“Pengelolaan Sungai Deli juga tidak terlepas dari membangun kesadaran
masyarakat bahwa sungai bukanlah tempat sampah tapi sumber kehidupan,”
katanya.
BLH Sumut juga telah mewacanakan septic tank komunal, sehingga ke depan
tidak ada lagi warga yang membuang tinja dan cairan yang mengandung
detergen ke saluran air yang pada akhirnya mengalir ke Sungai Deli. (Ant/m)
TIDAK kurang dari 50 industri yang berada di sepanjang aliran Sungai Deli, Sumatra Utara, langsung membuang limbah mereka ke sungai itu. Akibatnya, air sungai tercemar sangat parah. Selain itu, juga terdapat 58 titik tumpukan sampah sepanjang aliran Sungai Deli mulai dari hulu hingga hilir. Ini menyebabkan sedimentasi di dasar Sungai Deli juga tenis bertambah.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut Wan Hidayati mengatakan limbah-limbah ini yang menyebabkan air Sungai Deli tercemar mulai hulu sampai ke hilir. Dalam air itu ditemukan zat-zat logam, seperti CU dan amoniak. Termasuk juga limbah-lim-bah organik yang diduga berasal dari limbah domestik dan hotel yang berada di sepanjang aliran Sungai Deli. Di hilir su-ngai, ditemukan limbah TSP akibat proses erosi.
Bagi perusahaan yang membuang limbah tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Kita terus berusaha menanggulangi pencemaran Sungai Deli. Saat ini ki ta beru paya membentuk UPT khusus Sungai Deli dan Belawan agar lebih fokus menangani sungai itu," ujarnya, kemarin.
Pengelolaan Sungai Deli dan Belawan harus mengacu ke prinsip tivo river one management sehingga penyelesaiannya bisa dilakukan dengan satu tindakan. "Misalnya, untuk pendangkalan air sungai diperlukan alat-alat berat dari Dinas PU. Nantinya, kita akan bekerja sama dengan PU," katanya.
Untuk pengolahan sampah.pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemko Medan untuk membangunn sanitary landfill di tempat pembuangan sampah akhir Narno Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. "Kita akan meminta agar sampah dipisahkan. Tapi Karena tidak adanya pengolahan, sampah yang sudah dipisahkan akhirnya tercampur lagi," ujarnya.
Sementara itu, ribuan warga yang bermukim di sekitar areal pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan mengalami kesulitan
air bersih setelah tercemarnya sungai dan sumur warga. Menurut informasi, ribuan warga yang bermukim di daerah penghasil batu bara di Kabu paten Tapin mengeluhkan kondisi tercemarnya air sungai dan sumur warga. (YN/DY/N-2)
50 Industri Buang Limbah ke Sungai Deli. TIDAK kurang dari 50 industri yang berada di sepanjang aliran Sungai Deli, Sumatra Utara, langsung membuang limbah mereka ke sungai itu. Termasuk juga limbah-lim-bah organik yang diduga berasal dari limbah domestik dan hotel yang berada di sepanjang aliran Sungai Deli. Sementara itu, ribuan warga yang bermukim di sekitar areal pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan mengalami kesulitan air bersih setelah tercemarnya sungai dan sumur warga.
MEDAN- Kualitas air Sungai Deli dan Sungai Belawan kian memburuk
dan masuk kategori Klas III. Sementara berdasarkan peraturan
Gubernur No 21/2008 tentang klasifikasi pengelolaan air sungai
menjadi air baku disebutkan, air baku yang layak dikunsumsi harus
mengacu pada Klas I yakni dengan angka maksimal kandungan BOD 2
mg per liter.
Sementara hasil penelitian Laboratorium Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Sumut, kualitas air di Kota Medan yang bersumber dari air
Sungai Deli dan Sungai Belawan yakni di hulu Sungai Belawan masuk
dalam Klas In sedangkan untuk di hilir seperti di kawasan Hamparan
Perak masuk Klas III.
Sedangkan untuk kawasan Delitua masuk dalam Klas I dan di wilayah
Medan Deli masuk Klas III. “Bisa saja kualitasnya terus menurun, bila
kegiatan industri di sekitar bantaran sungai
terus mempengaruhi air sungai,” kata Kepala Laboratorium Bapedalda
Sumut, Dr Wan Hidayati MSi, kemarin (15/4).
Disebutkannya, di wilayah hilir masuk dalam Klas III karena ada
sebanyak 50 kegiatan industri dan 27 kegiatan industri di Sungai
Belawan. Bila dikaitkan kepada limbah domestik cair ada 44 juta ton
per hari masuk ke Sungai Deli dan 6,5 juta ton per hari masuk ke
Sungai Belawan.
Wakil Ketua DPRD Medan, Ikrimah Hamidy menegaskan berdasarkan
Perda No 14/2009 tentang pengelolaan air bawah tanah, ada
disebutkan dalam satu pasalnya setiap pengelola air bawah tanah dan
kegiatan industri yang berada di bantaran sungai diharuskan
melakukan konservasi. “Hal ini untuk mempertahankan sumber daya
air yang ada di Kota Medan,”tegasnya.
Menurutnya, untuk penyelamatan kualitas air dan krisis air pada masa
yang akan datang. Harusnya, pengelola dan penyalur air di Kota
Medan ini melakukan pembenahan dari sisi penyalurannya. Pasalnya,
sekarang ini distribusi air sangat lemah kualitasnya, terbukti seringnya
air mati pada salah satu kawasan. (ril)
Frekuensi banjir di sungai Deli semakin sering terjadi dan bertambah.
Banjir kiriman maupun banjir karena curah hujan tinggi, membuat
masyarakat tidak nyaman, terutama masyarakat yang bermukim di
kawasan jalur hijau atau garis sepadan sungai. Banjir menimbulkan
dampak psikologis/ moril dan kerugian harta/ materil pada
masyarakat. Kampung Aur merupakan potret banjir Kota Medan, setiap
kali hujan lebat turun dan banjir kiriman datang wilayah ini akan
kebanjiran, karena kawasan ini merupakan dataran rendah Kota Medan
sepanjang Hulu ke Hilir Mencermati persoalan serius di DAS Deli ini,
perlu dilakukan penelitian sehingga analisis, hasil, kesimpulan dan
saran menjadi langkah dan upaya untuk mengelola RTH di kawasan
jalur hijau sungai. Penelitian dilakukan dengan metodologi kualitatif,
teknik penentuam sampel dilakukan secara Purposive sampling
dengan 25 orang warga masyarakat di lingkungan 2, 3 dan 4. dan
untuk mengetahui persoalan DAS Deli secara konfrehensif maka
peneliti juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang
mengundang Wakil Kepala Dinas Pengairan Sumatera Utar, Akademisi,
WALHI, dan Media. Dari kedua pendekatan pengambilan data
penelitian ini sangat berarti untuk mengambil langkah dan solusi
terhadap pengelolaan DAS Deli. Setelah mengetahui permasalahan
diseputar pengelolaan RTH di DAS Deli khususnya Kampung Aur dan
data faktual dari masyarakat dan stockholder. Seandainya kondisi di
biarkan begitu saja maka dampak yang dirasakan masyarakat akan
semangkin parah, oleh karenya optimalisasi pengelolaan RTH di jalur
hijau DAS Deli tidak bisa ditawar-tawar, langkah awal pengosongan
pemukiman dari kawasan jalur hijau sungai harus dilakukan, bersinergi
dengan program Pemerintah merelokasi pemukiman di jalur hijau atau
pemukiman ilegal dengan membangun tempat pemukiman yang lebih
ramah lingkungan, tidak selalu trauma dengan banjir berupa
pemukiman sehat atau rumah susun sederhana tampa memberatkan
warga, konfensasi yang wajar dan terajangkau tidak sulit untuk
mengajak masyarakat memulai hidup menuju lingkungan yang ramah
dan sehat.
Medan, Kompas - Badan Lingkungan Hidup Kota Medan memeriksa 90 industri, hotel, dan rumah sakit bulan ini. Pemeriksaan ini dilakukan BLH karena mereka diduga sebagai penyebab pencemaran di Sungai Deli. Tim pemeriksa akan membawa pencemar lingkungan ke wilayah hukum.”Kami sengaja menghadapkan mereka (pencemar) pada aturan hukum. Silakan berhadapan dengan hukum jika tidak mempunyai sarana instalasi pengolah air limbah (IPAL),” tutur Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan Purnama Dewi, Kamis (9/7), ditemui di ruang kerjanya, di Medan.Dewi mengatakan, penegakan hukum lingkungan ini merupakan kelanjutan program tahun 2008. Saat itu BLH menemukan 30 rumah sakit dari 59 yang ada di Kota Medan tidak memiliki IPAL.”Setelah kami bawa ke persoalan hukum. Saat ini hanya tinggal 10 rumah sakit yang belum memiliki IPAL. Mereka sedang mengurus pembuatan IPAL,” katanya.Indikasi pencemaran di Sungai Deli, tuturnya, berasal dari hasil pengamatan petugas di lapangan. Di hulu dan tengah sungai ini kualitas air pada kondisi tercemar sedang. Adapun kualitas air di hulu sungai dalam kondisi tercemar berat. ”Ini menunjukkan ada yang salah dengan pengelolaan air sungai,” katanya.Adapun pemeriksaan di hotel, industri, dan rumah sakit karena dalam operasionalnya tempat- tempat itu menghasilkan limbah cair. Tempat-tempat ini bisa menjadi sumber pencemar yang berat menghasilkan limbah fosfat dan amoniak (NH3). Apalagi aliran limbahnya menuju sungai. BLH Medan, tuturnya, ingin mengembalikan fungsi sungai ke fungsi sebenarnya. ”Kami tidak ingin limbah cair ini merusak lingkungan di sekitar aliran sungai,” katanya.SasaranAdapun sasaran penertiban ini meliputi hotel, rumah sakit, dan industri yang dekat dengan aliran sungai. Untuk sektor industri, tim sengaja menertibkan industri di luar Kawasan Industri Medan (KIM). Industri di KIM, katanya, sudah mempunyai sarana pengolah limbah terpadu. Pengolahan limbah di kawasan ini, katanya, sudah diperiksa oleh tim BLH Sumut.”Justru industri di luar KIM yang jarang terpantau,” katanya. Sebagian besar, terutama industri kecil menengah, belum mempunyai sarana pengolah air limbah. Sejumlah kawasan industri kecil menengah yang akan menjadi sasaran pemeriksaan di antaranya di sepanjang jalur Medan menuju Belawan dan kawasan Johor, Medan.Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumut Syahrul Isman Sagala merespons positif langkah BLH Medan. Langkah ini, katanya harus terus diteruskan. Namun, dia meragukan jika sanksi hukum kepada para pencemar hanya sebatas sanksi administratif. ”Sanksi kepada mereka mesti pidana karena sudah ada ketentuan hukum yang mengatur,” tutur Syahrul.Ketentuan hukum yang dimaksud ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam ketentuan ini, diatur tentang ancaman hukuman pidana bagi pencemar lingkungan di Bab 9 Ketentuan Pidana Pasal 41 sampai 48.Dari data BLH Medan, Sungai Deli merupakan satu dari sembilan sungai paling tercemar di Indonesia. Saat ini daya dukung lingkungan sungai lemah seperti yang diulas oleh Gindo Maraganti Hasibuan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, dalam disertasinya pada program perencanaan wilayah Universitas Sumatera Utara. Dia menyebut, luas hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) ini tinggal 7,59 persen atau 6.655 hektar dari 48.162 hektar luas DAS.Tiga bulan mendatang, BLH Medan akan membangun proyek percontohan berupa pembuatan sarana IPAL di sentra pabrik tahu yang berada di kawasan Medan Labuhan. (NDY)Share on Facebook
top related