pengaruh kombinasi pupuk urea, za, dan tsp …digilib.unila.ac.id/22387/15/skripsi tanpa bab...
Post on 21-May-2018
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH KOMBINASI PUPUK UREA, ZA, DAN TSP TERHADAP
LAJU PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN POLISAKARIDA
EKSTRASELULER Porphyridium sp.
(Skripsi)
Oleh
Lutfi Kurniati Barokah
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
EFFECT OF COMBINATIONS OF UREA, ZA, AND TSP ON
THE GROWTH RATE AND EXTRACELLULAR POLYSACCHARIDE
CONTENT OF Porphyridium sp.
By
Lutfi Kurniati Barokah
The purpose of this study was to determine the provision of combinations of urea,
ZA, and TSP to the growth rate and extracellular polysaccharide content of
Porphyridium sp. The study was conducted using a completely randomized design
(CRD) with combination treatment of fertilizer: A (25 mg / l of urea: 30 mg / l
ZA: 10 mg / l TSP); B (50 mg / l of urea: 30 mg / l ZA: 10 mg / l TSP); and C (75
mg / l of urea: 30 mg / l ZA: 10 mg / l TSP). Control treatment in the study carried
out by using fertilizers conwy and apart from the design above. The parameters
observed were the density of population, growth rate, and the content of
extracellular polysaccharides. The data were analyzed using ANOVA at α = 5%.
The results of data analysis showed that the combination treatment of fertilizer
significantly affected the rate of growth, population density, and the content of
extracellular polysaccharide Porphyridium sp. Growth rate, population density,
and the content of extracellular polysaccharide Porphyridium sp., sequentially
obtained from a fertilizer with a combination treatment of urea concentration 75
mg / l, 50 mg / l and 25 mg / l.
Keywords: Porphyridium sp., growth rate, and poplation density
ABSTRAK
PENGARUH KOMBINASI PUPUK UREA, ZA, DAN TSP TERHADAP
LAJU PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN POLISAKARIDA
EKSTRASELULER Porphyridium sp.
Oleh
Lutfi Kurniati Barokah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian kombinasi pupuk urea, ZA,
dan TSP terhadap laju pertumbuhan dan kandungan polisakarida ekstraselular
Porphyridium sp. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan kombinasi pupuk: A (25 mg/l Urea : 30 mg/l ZA : 10
mg/l TSP); B (50 mg/l Urea : 30 mg/l ZA : 10 mg/l TSP); dan C (75 mg/l Urea :
30 mg/l ZA : 10 mg/l TSP). Perlakuan kontrol dalam penelitian dilakukan dengan
menggunakan pupuk conwy dan terpisah dari rancangan di atas. Parameter yang
diamati yaitu kepadatan populasi, laju pertumbuhan, dan kandungan polisakarida
ekstraseluler. Data hasil penelitian dianalisis ragam pada α = 5%. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pupuk berpengaruh nyata terhadap
laju pertumbuhan, kepadatan populasi, dan kandungan polisakarida ekstraseluler
Porphyridium sp. Laju pertumbuhan, kepadatan populasi, dan kandungan
polisakarida ekstraseluler Porphyridium sp., secara berurutan diperoleh dari
perlakuan kombinasi pupuk dengan konsentrasi urea 75 mg/l, 50 mg/l, dan
25 mg/l.
Kata Kunci: Porphyridium sp, laju pertumbuhan, dan polisakarida ekstraseluler
PENGARUH KOMBINASI PUPUK UREA, ZA, DAN TSP TERHADAP LAJU
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN POLISAKARIDA EKSTRASELULER
Porphyridium sp.
Oleh
Lutfi Kurniati Barokah
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lutfi Kurniati Barokah dilahirkan
pada 05 September 1994 di Sudimoro, Kecamatan
Semaka, Kabupaten Tanggamus. Anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Suhudiyono dan
Ibu Manisih. Pendidikan dasar penulis diselesaikan
pada tahun 2006 di SD N 1 Srikuncoro,
kemudian melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SMP N 2 Bandar Negeri
Semuong diselesaikan pada tahun 2009. Pendidikan tingkat atas dilanjutkan di
SMA N 1 Kotaagung selesai pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis terdaftar
sebagai mahasiswi Biologi FMIPA melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tertulis.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa
Biologi (HIMBIO), Rohani Islam, NATURAL Lembaga Pers mahasiswa FMIPA
Unila, dan Ikatan Mahasiswa Tanggamus (IMAMTA). Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Planktonologi, Algalogi, Ekologi,
Genetika, dan Limnologi di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, dan Biologi Umum di Jurusan Kehutanan dan Agroteknologi
vii
Fakultas Pertanian. Pada bulan Desember 2014- Februari 2015 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Pekonmon, Kecamatan Ngambur,
Kabupaten Pesisir Barat. Selanjutnya pada bulan Juli- Agustus 2015 penulis
melaksanakan Kerja Praktik di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung.
8
MOTO
Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa (Ibnu Majah)
Tidak ada yang mudah, tetapi tidak ada yang tidak mungkin
(Napoleon Bonaparte)
“Orang- orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Dan orang- orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik
masa depan” (Mario Teguh)
Jadilah seperti karang di lautan yang tetap kokoh diterjang ombak
walaupun demikian air laut tetap masuk ke dalam pori-porinya
9
Penuh rasa syukur kepada Allah raja semesta alam, Saya persembahkan karya ini untuk orang- orang yang saya cintai
dan saya sayangi karena Allah SWT
Bapak dan Ibu Terima kasih atas keikhlasan, cinta dan cita yang telah diberikan
Adikku Zahra Fitri Nurmalisa Terima kasih segala dukungannya
Bapak- Ibu Dosen dan Bapak- Ibu Guru
Terima kasih atas ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang telah membuat saya mandiri serta dewasa
Sahabat- sahabatku serta yang akan menjadi pendamping hidupku
kelak yang senantiasa menjadi penyemangat, selalu membantu, tempat berbagi cerita baik suka dan duka, susah maupun senang.
Dan
Almamater saya Universitas Lampung
Terima Kasih
ii
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “ Pengaruh Kombinasi Pupuk Urea, ZA, dan TSP Terhadap Laju
Pertumbuhan dan Kandungan Polisakarida Ekstraseluler Porphyridium sp.
Penulis menyadari bahwa banyak bantuan berupa doa, semangat dan bimbingan
dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua Orang tuaku tercinta, Ayahanda Suhudiyono dan Ibunda Manisih
yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, terimakasih atas
dukungan moral, material dan sspiritual serta doa tulus yang selalu
mengiringi langkah penulis.
2. Ibu Dra. Sri Murwani, M.Sc. selaku Pembimbing 1 yang telah membimbing,
memberi saran dan masukan dengan sabar sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Rochmah Agustrina, Ph.D., selaku Pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran, serta ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis selama menyelesaikan skripsi.
xi
4. Bapak Drs. Tugiyono, M.Si., Ph.D., selaku pembahas yang telah memberikan
masukan, kritik, nasihat, dan koreksi pada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.
5. Ibu Nismah Nukmal, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi, arahan, semangat dan nasihat kepada penulis dalam
menempuh pendidikan di Jurusan Biologi..
6. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Unila yang telah memberikan arahan, bimbingan, dukungan, dan motivasi
selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.
7. Prof. Warsito, S. Si., DEA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika
danIlmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak Ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila terimakasih atas bimbingan
dan ilmu yang telah diberikan selama penulis melaksanakan studi di Jurusan
Biologi.
9. Karyawan dan staff serta laboran di Jurusan Biologi yang telah membantu
penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.
10. Adikku Zahra Fitri Nurmalisa yang selalu memberikan doa, dukungan, cinta,
dan kasih sayang kepada penulis.
11. Terima kasih kepada sahabat- sahabat terbaikku Nora Rukmana, Resti Sulsia
Ningsih, Henny Indah Pertiwi, Erika Oktavia Gindhi, Icsni Poppy Resta,
Khorik Istiana, Mustika Dwihandayani yang senantiasa tidak pernah lelah
memberi kebahagiaan kepada penulis atas kebersamaan, cinta kasih, suka
duka, canda tawa, semangat dan motivasi
xii
12. Sahabat seperjuangan dalam satu bimbingan, Amanda Amalia Putri S.Si. dan
Agung Munandar yang selalu bersedia berbagi ilmu, motivasi, semangat dan
dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Seseorang yang selalu membuat hari-hariku berwarna, Muhammad Johan,
terimakasih atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya.
14. Terimakasih kepada keluarga Biologi 2012, Huda, Jevica, Dwi, Emilia,
Welmi, Sabrina, Lulu, Asri, Catur, Nike, Indy, Aska, Niken, Imamah, Naomi,
Minggar, Marli, Kadek, Abdi, Apri, Afrisa, Agus, Amalia, Ambar, Arum,
Nisa, Olin, Dewi, Fai, Aida, Kasmita, Lia, Linda, Luna, Reni, Meri, Nindya,
Bebi, Pepti, Propalia, Putri Rahayu, Puty, Dela, Rahma, Ria Aulia, Riza,
Wina, Sayu, Sheila, Laras, Yelbi, terimaksih atas kebersamaan, cinta kasih,
canda tawa selama ini.
15. Alamamater tercinta Universitas Lampung .
Semoga Allah SWT membalas kasih sayang kepada semua pihak yang telah
membantu penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan jauh dari kesempurnaan. Demikian
skripsi ini disusun, semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Mei 2016
Penulis
Lutfi Kurniati Barokah
1
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT............................................................................................. i
ABSTRAK............................................................................................... ii
COVER.................................................................................................... iii
LEMBAR MENYETUJUI....................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................... v
RIWAYAT HIDUP.................................................................................. vi
MOTTO.................................................................................................... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN................................................................... ix
SANWACANA......................................................................................... x
DAFTAR ISI............................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian.......................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian........................................................................ 4
D. Kerangka Penelitian...................................................................... 4
E. Hipotesis....................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Plankton ....................................................................................... 6
B. Mikroalga Porphyridium sp.......................................................... 7
C. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Plankton..................... 9
D. Pola Pertumbuhan Plankton.......................................................... 11
E. Pupuk Urea.................................................................................... 13
F. Polisakarida................................................................................... 14
III. METODE KERJA
A. Waktu dan Tempat......................................................................... 16
B. Alat dan Bahan............................................................................... 16
C. Rancangan Percobaan..................................................................... 17
xiv
D. Pelaksanaan..................................................................................... 18
E. Pengamatan..................................................................................... 20
F. Analisis Data................................................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan.......................................................................... 23
B. Pembahasan................................................................................... 27
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan................................................................................... 32
B. Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 33
LAMPIRAN.............................................................................................. 38
Tabel 1-9 .................................................................................................. 39
Gambar 6-19............................................................................................ 48
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian..................................... 16
2. Bahan- Bahan yang Digunakan dalam Penelitian............................ 17
3. Komposisi Pupuk Pertanian pada Media Kultur Porphyridium sp... 18
4. Kepadatan Populasi Porphyridium sp. pada Berbagai Perlakuan
Umur 0- 8 Hari Setelah Kultur............................................................ 24
5. Rataan Laju Pertumbuhan Porphyridium sp. .................................. 25
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Sel Porphyridium sp pada Mikroskop............................................... 8
2. Kurva Perkembangbiakan fitoplankton............................................. 11
3. Polisakarida Porphyridium cruentum................................................. 15
4. Kepadatan Populasi Porphyridium sp. dari umur kultur 0 s/d 8 hari.. 25
5. Kandungan Polisakarida Ekstraseluler Porphyridium sp................... 26
6. Grafik Korelasi Kepadatan Populasi Porphyridium sp. terhadap
Kandungan Polisakarida Ekstraseluler Porphyridium sp................... 26
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroalga Porphyridium sp. merupakan salah satu pakan alami dalam
budidaya ikan sebagai pangan fungsional (Rahman, 2011). Pangan fungsional
adalah pangan yang tidak hanya digunakan sebagai sumber energi dan gizi,
tetapi juga dapat memberikan peningkatan sistem kekebalan tubuh pada
organisme yang mengalami kekurangan energi karena penurunan nutrisi
(Reberfoid, 2000). Porphyridium sebagai fitoplankton mempunyai kandungan
DHA (Docosahexaenoic Acid) lebih tinggi dibanding dengan Spirulina
platesis, Botryococcus braunii, dan Chlorella aureus (Hadi, 2012), dan dapat
menghasilkan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri (Kusmiyati dan
Agustini, 2007).
Selain sebagai pakan alami pada budidaya ikan, mikroalgae Porphyridium
sp.berpotensi untuk dikembangkan menjadi biodiesel. Keunggulan
pengembangan mikroalgae sebagai sumber biodiesel ini antara lain (1)
kecepatan pertumbuhan mikroalgae yang tinggi memungkinkan waktu panen
yang cepat, (2) kandungan asam lemak mikroalgae mencapai 40%, (3) hasil
2
biodesel yang diperoleh dari mikroalgae + 30 kali lipat palm oil, (4) budidaya
mikroalgae ramah lingkungan dan biodegradable, (5) produksi mikroalgae
bersifat dapat terbarukan (renewable), dan (6) dapat dikembangkan di
sepanjang wilayah pantai Indonesia (Andersen, 2005).
Porphyridium merupakan mikroalga yang juga menghasilkan polisakarida
ekstraseluler yang diekskresikan oleh sel melalui badan golgi ke dalam media
kultur. Polisakarida tersebut merupakan hasil metabolit sekunder, yaitu
senyawa yang tidak dibutuhkan sel untuk pertumbuhannya (Kusumawarni
1998). Metabolit sekunder biasanya disintesis pada akhir siklus
pertumbuhannya, dan merupakan cadangan makanan untuk bertahan hidup.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Lee (2008) bahwa polisakarida yang
diproduksi pada fase stasioner bersifat untuk melindungi sel dari kondisi yang
tidak menguntungkan.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga yaitu kandungan nutrisi
dalam media kultur. Bila kandungan nutrisi pada media kultur menurun, laju
kematian sel akan lebih tinggi dibanding dengan laju pertumbuhan sel (Vey,
1995). Salah satu sumber nutrisi penting untuk pertumbuhan mikroalga adalah
nitrogen. Kandungan nitrogen pada pupuk urea mencapai + 40 % .
Terbatasnya jumlah nitrogen dalam media kultur dapat mempengaruhi proses
fotosintesis.
3
Hakim et al (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan fitoplankton dapat
ditingkatkan dengan penggunaan dosis pupuk yang tepat. Sumber hara yang
dapat digunakan untuk kultur Porphyridium sp. antara lain pupuk pertanian:
urea, ZA, dan TSP. Nitrogen terkandung dalam pupuk urea dan ZA serta fosfat
terkandung dalam pupuk TSP berfungsi untuk meningkatkan kecepatan
pertumbuhan mikroalgae. Penambahan nitrogen dan amonium pada media
kultur juga dapat meningkatkan biomassa polisakarisa ekstraseluler pada
kultur Porphyridium cruentum (Rahman, 2011).
Berbagai penelitian untuk meningkatkan laju pertumbuhan Porphyridium telah
banyak dilakukan. Dosis ZA yang paling baik dalam meningkatkan
pertumbuhan Porphyridium adalah 30 mg/l dan TSP 10 mg/l. Sedangkan dosis
urea yang paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan mikroalgae
Porphyridium adalah 50 mg/l (Afriza, 2015). Sedangkan Vonshak (1988)
menyatakan bahwa mikroalgae Porphyridium dapat menggunakan KNO3 dan
ammonium sebagai sumber nitrogen dalam pertumbuhannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
penggunaan kombinasi pupuk urea, ZA, dan TSP terhadap laju
pertumbuhan.dan kandungan polisakarida ekstraseluler Porphyridium sp.
4
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pemberian kombinasi pupuk urea, ZA, dan TSP terhadap laju
pertumbuhan dan kandungan polisakarida sel Porphyridium sp.
2. Mengetahui kombinasi pupuk urea, ZA, dan TSP yang optimal untuk
pertumbuhan dan kandungan polisakarida ekstraseluler Porphyridium sp.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian adalah informasi ilmiah mengenai kombinasi pupuk
urea, ZA, dan TSP yang optimal untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan
kandungan polisakarida ekstraseluler Porphyridium sp.
D. Kerangka Penelitian
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroalga Porphyridium sp.
memiliki kandungan DHA yang tinggi dan dapat menghasilkan senyawa
antibakteri serta berpotensi untuk sumber biodesel. Porphyridium merupakan
mikroalga yang juga menghasilkan metabolit sekunder berupa polisakarida
ekstraseluler yang tidak dibutuhkan sel untuk pertumbuhannya. Polisakarida
diproduksi pada fase stasioner dan bersifat untuk melindungi sel saat sumber
hara dalam media kultur menurun. Terbatasnya sumber hara nitrogen pada
media kultur Porphyridium sp. dapat menghambat proses fotosintesis sehingga
menurunkan laju pertumbuhan Porphyridium sp.
5
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dosis ZA, TSP, dan urea yang cukup
baik untuk pertumbuhan Porphyridium sp adalah 30 mg/l, 10 mg/l, dan 50
mg/l. Untuk itu pada penelitian ini, akan diuji penggunaan pupuk urea, ZA,
dan TSP untuk memenuhi kebutuhan nitrogen pada media kultur Porphyridium
sp. Nitrogen diperlukan pada media kultur karena merupakan unsur penyusun
protein sel. Penggunaan kombinasi pupuk urea, ZA, dan TSP pada penelitian
ini dimaksudkan untuk mendapatkan komposisi yang optimum untuk
pertumbuhan Porphyridium sp. dan kandungan polisakaridanya.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kombinasi pupuk urea 75
mg/l, ZA 30mg/l, dan TSP 10 mg/l dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan
kandungan polisakarida sel Porphyridium sp.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Plankton
Plankton adalah organisme berukuran mikro yang hidup mengapung atau
melayang di air dan memiliki kemampuan gerak terbatas (Nontji, A. 2008).
Pada perairan tercemar, plankton dapat berperan sebagai bioindikator.
Berdasarkan sistem metabolismenya, plankton dibagi menjadi dua golongan
yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton yaitu organisme plankton
yang bersifat autotrof dan zooplankton yaitu plankton yang bersifat heterotrof
(Reynols, 2006).
Fitoplankton mempunyai sifat autotrof karena mampu merubah bahan
anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat
diperlukan bagi kehidupan makhluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya,
sedangkan zooplankton bersifat heterotrof karena tidak dapat memproduksi
zat-zat organik dari zat-zat anorganik (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
Menurut Rostini (2007), fitoplankton merupakan jenis alga yang termasuk ke
dalam sub filum Thallophyta sehingga dapat disebut mikroalga. Fitoplankton
atau mikroalga merupakan sumber produsen primer di seluruh dunia, karena
7
kapasitas fotosintesis dari semua fitoplankton yang ada di laut lebih besar
daripada kapasitas fotosintesis seluruh flora yang ada di daratan, sehingga
dapat menyediakan sumber makanan untuk fauna lebih banyak daripada
seluruh flora yang ada di daratan.
Hasil fotosintesis fitoplankton atau mikroalga pada ekosistem perairan
merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang
berperan sebagai konsumen primer, sekunder, tersier dan seterusnya dalam
jaring- jaring makanan (Barus, 2004). Selain sebagai produsen primer,
fitoplankton di laut berperan sebagai penyumbang oksigen terbesar di perairan
mencapai 80 % (Manza, 2010).
B. Mikroalga Porphyridium sp.
Menurut Sasmita (2004) mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran
renik berupa thalus yang memiliki klorofil. Klorofil digunakan untuk
menangkap dan memanfaatkan energi matahari dalam proses fotosintesis.
Hampir semua mikroalga merupakan organisme akuatik. Pertumbuhan
mikroalga dapat ditandai dengan adanya penambahan ukuran sel serta jumlah
sel. Salah satu alga yang banyak ditemukan di laut adalah alga merah seperti
Porphyridium sp. Alga merah terdiri dari banyak spesies yang hampir
semuanya sebagai tumbuhan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
8
Klasifikasi Porphyridium sp. menurut Vonshak (1988) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Protista
Divisi : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Sub Class : Bangiophycidae
Ordo : Porphyridiale
Famili : Porphyridiaceae
Genus : Porphyridium
Spesies : Porphyridium sp.
Gambar 1. Porphyridium sp.
(Sumber: Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) Porphyridium sp merupakan alga
merah karena sebagian besar pigmennya didominasi oleh fikobillin yang
mengandung pigmen r-fikoeritri, r-fikosianin dan alllofikosianin (Gambar 1).
Jenis klorofil yang terdapat pada Porphyridium adalah klorofil a dan klorofil d
9
namun tidak memiliki klorofil b. Pigmen merah yang lebih dominan menutupi
warna pigmen fotosintesis lainnya. Fikobillin merupakan pigmen penerima
cahaya hanya pada fotosistem II (PSII) di dalam phycobillisome.
Habitat asli Porphyridium sp. adalah laut, Porphyridium sp. dapat hidup
dengan baik pada media air dengan salinitas 30- 34 ppt. Porphyridium sp.
dapat hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa
mucilago diekskresikan secara berkelanjutan oleh sel Porphyridium sp. untuk
membentuk sebuah kapsul yang mengelilingi sel. Mucilago merupakan
polisakarida sulfat yang bersifat larut dalam air (Vonshak, 1988).
Diameter Porphyridium sp. berkisar antara 4- 9 µm dengan struktur sel terdiri
dari nukleus (inti), kloroplas, badan golgi, mitokondria, lendir, pati dan vesikel
(Lee, 2008). Sel Porphyridium sp. tidak dilindungi oleh dinding sehingga
materi ekstraplasmanya tidak memiliki komponen rangka atau serat mikro
(Lee, 2008). Porphyridium mengandung protein 28-39%, karbohidrat 40-57%,
lipid 9-14% pada biomassa kering (Spolaore et al, 2006).
C. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Porphyridium sp.
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sangat erat
kaitannya dengan ketersediaan unsur hara sebagai faktor pembatas seperti pH,
suhu, nutrien dan cahaya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
10
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton / mikroalga. Suhu optimal untuk pertumbuhan mikroalga
antara 23 – 25o C, bergantung pada komposisi medium kultur, spesies dan
tempat budidaya. Apabila suhu lebih rendah dari 16o C akan memperlambat
pertumbuhan, sedangkan suhu yang lebih tinggi dari 35o C menyebabkan
kematian bagi sejumlah spesies (Balai Budidaya Laut, 2002).
Fitoplankton merupakan organisme autotrof yang dapat mensintesis sumber
makanan sendiri dengan cara merubah energi matahari menjadi energi kimia
melalui proses fotosintesis dan proses asimilasi. Fotosintesis dapat
terhambat karena intensitas cahaya yang terlalu tinggi. Pada kultur skala
laboratorium cahaya didapat dari cahaya lampu TL dengan kapasitas sebesar
1450 lux. Mikroalga dapat berkembang baik dengan intensitas cahaya
berkisar antara 100- 10000 lux (Balai Budidaya Laut, 2002).
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen
dalam suatu larutan. Penyerapan nutrien oleh sel dipengaruhi derajat
keasaman (pH). Rentang pH untuk kultur alga adalah antara 7 – 9,
sedangkan rentang optimumnya antara 8,2 - 8,7 (Lavens dan Sorgeloos,
1996). Proses fotosintesis dan pertumbuhan mikroalga dapat terhambat
karena perubahan nilai pH yang signifikan saat pH turun hingga 5
(Gunawan, 2012).
11
Unsur hara di dalam perairan tawar dan perairan laut yang cukup lengkap
dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi mikroalga. Unsur hara tersebut dibagi
menjadi unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro meliputi nitrat dan
posfat ( Taw, 1990), kalium, sulfur, natrium, silikat, dan calsium sedangkan
unsur mikro meliputi boron, besi, mangan, tembaga, seng, molibdenum, dan
klorin (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut Reynolds (2006)
keterbatasan unsur hara pada media kultur mikroalga dapat menurunkan laju
pertumbuhan dan biomassa mikroalga.
D. Pola Pertumbuhan Plankton
Sumber nutrisi yang mencukupi dapat mempercepat penggandaan sel
fitoplankton (Barsanti and Gualtieri, 2006). Adanya pertumbuhan dalam kultur
fitoplankton ditandai dengan bertambahnya ukuran dan jumlah sel
fitoplankton. Menurt Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) terdapat lima fase
pertumbuhan fitoplankton yang secara berurutan adalah terdiri dari fase
istirahat (lag), fase logaritmik, fase deklinasi, fase stasioner, dan fase kematian.
Secara skematis pola perkembangbiakan fitoplankton dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Perkembangbiakan fitoplankton
(Sumber : Creswell, 2010)
12
Fase pertumbuhan lag merupakan fase adaptasi metabolisme sel
Porphyridium terhadap lingkungan media tumbuhnya. Diantaranya
metabolisme untuk peningkatan kandungan enzim dan metabolit yang
diperlukan untuk proses fiksasi karbon dan pembelahan sel. Pada fase lag,
kultur fitoplankton mengalami sedikit peningkatan densitas sel (Madigan et
al., 2010).
Pada fase logaritmik terjadi pembelahan sel dengan laju pembelahan yang
tinggi sekali dan laju pertumbuhan mikroalga (plankton) meningkat secara
drastis. Bila kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan fitoplankton
pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995).
Fogg (1975) mengatakan bahwa pada fase deklinasi pembelahan sel
fitoplankton tetap terjadi, namun tidak secepat pada fase logaritmik,
sehingga laju pertumbuhan juga mengalami pelambatan dibandingkan
dengan fase logaritmik. Pelambatan laju pertumbuhan disebabkan oleh
adanya penambahan populasi sel yang tidak diikuti dengan penambahan
nutrisi, sementara pemanfaatan nutrisi oleh mikroalga terus berlanjut
akibatnya terjadi persaingan sel untuk mendapatkan nutrisi yang semakin
berkurang.
Pada fase stasioner, kurva pertumbuhan mulai berubah dari kurva
eksponensial menjadi linier. Pada fase ini tidak terjadi peningkatan ukuran
13
populasi. Laju pertumbuhan seimbang dengan laju kematian sehingga
jumlah sel cenderung konstan (Fogg, 1975).
Fase kematian merupakan fase akhir pertumbuhan alga dalam media kultur
yang ditandai dengan penurunan produksi biomassa karena terjadinya
kematian sel. Menurut Fogg (1975) pada fase ini laju kematian lebih cepat
dibanding laju pertumbuhan.
E. Pupuk Urea
Pupuk urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar
tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan
fitoplankton. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan
rumus kimia NH2 CONH2,merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan
sifatnya sangat mudah menghisap air (higroskopis). Unsur hara N yang berasal
dari Urea dan ZA merupakan hara makro utama bagi sumber N pengatur
tumbuh tanaman selain sumber P dan K dan seringkali menjadi faktor
pembatas dalam produksi tanaman. Kandungan nitrogen pada pupuk urea
lebih tinggi dari pupuk ZA. Pupuk ZA (Zwavelzuur Amonia) memiliki
kandungan nitrogen sekitar 20% dan sulfur sekitar 24% (George dan Sussot
1971), sedangkan pupuk urea mengandung unsur hara N sebesar 46%
(Buckman and Brady, 1982).
Sebagai sumber hara penyusun asam amino dan protein, nitrogen merupakan
salah satu unsur yang terpenting pada pertumbuhan fitoplankton (Suminto,
14
2009). Kandungan protein yang tinggi pada fitoplankton dipengaruhi oleh
kandungan nitrogen dalam NaNO3 pada media tumbuh fitoplanktoni (Suminto,
2009). Apabila fitoplankton mengalami kekurangan nitrogen dalam NaNO3
akan mengakibatkan rendahnya jumlah protein. Pada proses sintesis asam
amino nitrogen diperlukan sebagai penyusun protein dalam sel (Suminto,
2009).
F. Polisakarida
Polisakarida adalah polimer beberapa monosakarida yang berikatan satu sama
lain. Polisakarida dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
homopolisakarida dan heteropolisakarida. Homopolisakarida adalah
polisakarida yang tersusun dari satu jenis monosakarida, sedangkan
heteropolisakarida adalah polisakarida yang terdiri dari dua atau lebih
monosakarida (Roswiem 2006). Porphyridium cruentum merupakan salah satu
mikroalga penghasil polisakarida ekstraseluler dalam jumlah besar yang
berpotensi sebagai antikanker. Polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan
terdiri dari D-xylose, D-glucose, D-galactose, L-galactose, 3-O-methylxylose,
3-O-metylgalactose, dan D-glucuronic acid (Percival dan Foyle 1979).
Sel-sel mikroalga merah dibungkus oleh polisakarida sulfat dalam bentuk gel.
Dalam kultur mikroalga, viskositas medium akan meningkat selama
pertumbuhan mikroalga dalam media cair karena mikroalga mengekskresikan
polisakarida dari permukaan sel ke dalam medium. Kapsul polisakarida paling
15
tipis selama fase pertumbuhan dan paling tebal selama fase stasioner ( Arad
dan Richmond 2004).
Gambar 3. Polisakarida Porphyridium cruentum
(Arad dan Richmond 2004)
Fungsi biologi dari polisakarida pada Porphyridium cruentum, yaitu
melindungi sel, pertukaran atau penampungan ion, membentuk penghalang
yang sulit ditembus oleh gas dan air, serta sebagai tempat vitamin dan hormon.
(Vonshak, 1988).
16
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada November 2015- Januari 2016 di Laboratorium
Akuatik dan Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Fungsi
1 Botol kultur 1 liter Untuk wadah kultur
2 Aerator Untuk aerasi pada kultur
3 Batu aerasi dan selang aerasi Perlengkapan aerasi
4 Kertas label Untuk menandai tiap perlakuan
5 Plankton-net dan corong Alat bantu untuk menyaring air tawar
dan air laut
6 Alumunium foil Untuk penutup/ pembungkus
7 Ultraviolet water sterillizer Untuk sterilisasi air
8 Timbangan digital Untuk menimbang bahan
9 Refraktometer Untuk mengukur salinitas air
10 Pipet tetes Untuk mengambil sampel/larutan
untuk dipindahkan
11 Mikroskop Untuk membantu mengidentifikasi
mikroalga
17
12 Haemocytometer Untuk membantu menghitung
kepadatan sel fitoplankton
13 Gelas ukur Untuk wadah penampung larutan
pupuk
14 Cover glass Untuk penutup haemocytometer
15 Botol kaca gelap Untuk wadah stok larutan pupuk
16 Kertas saring Untuk menyaring supernatan
17 Oven Untuk mengeringkan hasil kultur
Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan- Bahan yang Digunakan dalam Penelitian.
No Nama Bahan Fungsi
1 Inokulum Porphyridium sp.
stok murni di BBPBL
Lampung
Mikroalga yang akan dikultur
2 Aquades Bahan campuran pembuatan media
pupuk/ pelarut pupuk
3 Alkohol 70% Untuk sterilisasi alat
4 Kalsium hipoclorit (kaporit) Untuk sterilisasi alat
5 Tissu Untuk sterilisasi alat
6 Air laut Untuk media kultur
7 Air tawar Untuk mencuci peralatan kultur
8 Media pupuk pertanian
(Urea, ZA, dan TSP)
Bahan untuk membuat media pupuk
9 Sabun cuci piring Untuk mencuci alat kultur
10 Etanol teknis 96% Untuk memisahkan polisakarida
C. Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental
menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3
perlakuan, masing- masing diulang sebanyak 6 kali. Perlakuan dilakukan
berdasarkan perbedaan kombinasi pupuk urea, ZA, dan TSP pada media kultur
Porphyridium sp. dapat dilihat pada Tabel 3. Kontrol dalam penelitian ini
dikultur terpisah yaitu kultur dengan sumber nutrisi menggunakan pupuk
conwy.
18
Tabel 3. Komposisi Pupuk Pertanian pada Media Kultur Porphyridium sp.
Perlakuan Komposisi Pupuk Pertanian Pupuk
conwy Urea (mg/L) ZA (mg/L) TSP (mg/L)
Kontrol - - - 1ml/l
A 25 30 10 -
B 50 30 10 -
C 75 30 10 -
Catatan: kontrol tidak dianalisis dengan Anova.
D. Pelaksanaan
1. Sterilisasi Alat
Peralatan kultur fitoplankton disterilisasi dengan cara direndam air tawar
yang dicampur kaporit 100 ppm selama 1 hari. Setelah itu dicuci
menggunakan sabun sampai bersih. Peralatan kultur setelah dicuci
dikeringkan kemudian disemprot dengan alkohol 70% dan dikeringkan
kembali.
2. Sterilisasi Bahan
Media kultur fitoplankton skala laboratorium menggunakan air laut yang
sudah disterilkan dengan uv sterilizer. Air kemudian direbus dengan suhu
100- 150 OC sebanyak 2 kali perebusan masing-masing 15-30 menit.
3. Pembuatan Larutan Pupuk
Bahan- bahan yang digunakan untuk membuat media pupuk (Urea, ZA, dan
TSP) disiapkan, kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik, lalu
19
dibungkus dengan alumunium foil. Bahan- bahan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam botol steril, kemudian ditambahkan aquades
sebanyak 200 ml ke dalam botol lalu diaduk. Perlakuan A, B, dan C urea
yang dilarutkan dalam aquades 1000 ml sebanyak 25 mg, 50 mg, dan 75
mg. ZA dan TSP yang dilarutkan dalam aquades 1000 ml yaitu 30 mg dan
10 mg. Pupuk yang telah dilarutkan diambil sebanyak 1 ml untuk 1 liter
media air laut. Sebagai perlakuan kontrol digunakan pupuk conwy, namun
perlakuan kontrol tidak dianalisis ragam tetapi hanya sebagai pembanding
karena perlakuan kontrol dikultur terpisah dengan waktu yang berbeda .
4. Kultur Porphyridium sp.
Kultur fitoplankton menggunakan botol kultur berukuran 1 L dengan
kepadatan awal kultur 150 x 106 sel/ml. Bibit yang digunakan untuk kultur
diamati terlebih dahulu untuk melihat kondisi dan kemungkinan
kontaminasi. Bibit dengan kondisi bagus disaring dengan menggunakan
tissu. Volume inokulum yang akan dimasukkan ke dalam toples dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Keterangan:
V1 = volume inokulum (ml)
V2 = volume media kultur yang digunakan(ml)
N1 = jumlah inokulum stok murni (sel/ml)
N2 = kepadatan awal yang diinginkan (sel/ml) (Villegas, 1986).
20
Volume air laut yang telah diketahui kemudian dimasukkan ke dalam toples
beserta inokulum Porphyridium sp. yang telah disiapkan. Kemudian diberi
pupuk dengan dosis yang telah ditentukan. Selanjutnya diletakkan di tempat
yang telah disediakan dan diberi perlengkapan aerasi. Toples diberi label
sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Kultur dilakukan selama 8
hari.
E. Pengamatan
1. Kepadatan Populasi
Kultur Porphyridium sp. diamati dengan menghitung jumlah sel selama
proses kultur sampai terjadi penurunan jumlah sel. Pengamatan kepadatan
sel Porphyridium sp. dengan menggunakan mikroskop perbesaran 10 x 10.
Alat yang digunakan untuk menghitung kepadatan fitoplankton yaitu
haemocytometer. Haemocytometer dan pipet tetes yang digunakan untuk
menghitung kepadatan fitoplankton disemprot alkohol 70% lalu dilap
dengan tissu sampai kering. Sampel fitoplankton diambil dari wadah kultur
dengan menggunakan pipet tetes kemudian diteteskan ke parit melintang
pada haemocytometer secara berhati- hati agar tidak ada ruang udara.
Mikroskop diatur perbesarannya dari perbesaran kecil ke perbesaran yang
lebih besar, haemocytometer diletakkan dimeja preparat kemudian diamati
pada 25 kotak dengan setiap kotak ada 16 kotak kecil. Fitoplankton
dihitung dengan bantuan handcounter. Perhitungan fitoplankton
21
membutuhkan ketelitian yang tinggi karena ukuran sel yang sangat kecil.
Menurut Mudjiman (2007) kepadatan Porphyridium sp. setiap ml dihitung
dengan menggunakan rumus :
∑Sel/ ml = N X 104
Keterangan: N = Jumlah rata-rata sel
∑Sel/ ml = Kepadatan Porphyridium sp
2. Laju Pertumbuhan
Menurut Kurniastuty dan Julinasari (1995) laju pertumbuhan harian
fitoplankton dihitung dengan rumus :
g = Ln Wt – Ln W0
t
Keterangan :
g = Laju pertumbuhan harian (sel/mL/hari)
t = Waktu (hari) atau waktu dari W0 ke Wt (sel/mL)
W0 = Kepadatan awal (sel/mL)
Wt = kepadatan akhir (sel/mL)
3. Polisakarida Ekstraseluler Porphyridium sp
Sebanyak 10 mL sampel pada setiap umur kultur selama 8 hari disentrifuse
kemudian supernatannya ditambahkan dengan etanol teknis 96% dengan
perbandingan 1:1. Hasil campuran ini didiamkan dan disimpan dalam
22
freezer selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas
saring untuk memisahkan polisakarida dan larutannya. Kertas saring
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 45 oC selama 6 jam. Hasil
pengeringan ini kemudian ditimbang. Berat polisakarida didapat dari selisih
antara kertas saring kering kosong dan kertas saring yang mengandung
polisakarida. Umur panen ditentukan pada bobot polisakarida tertinggi
(Rahman, 2011).
F. Analisis Data
Data kepadatan populasi Porphyridium sp. disajikan dalam bentuk grafik
kepadatan populasi (Ind/L) terhadap waktu (hari). Data perbedaan laju
pertumbuhan Porphyridium sp. dianalisis dengan menggunakan analisis sidik
ragam (ANOVA), jika terdapat hasil yang berbeda nyata, maka akan
dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil pengamatan jumlah polisakarida
ekstraseluler disajikan dalam bentuk grafik dan dijelaskan secara deskriptif.
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kepadatan populasi Porphyridium sp. pada perlakuan kombinasi pupuk
urea 75 mg/l, ZA 30 mg/l, dan TSP 10 mg/l tidak berbeda nyata dengan
kontrol menggunakan conwy.
2. Kecepatan tercapainya fase eksponensial pada kultur Porphyridium sp.
tertinggi dicapai perlakuan A dengan konsentrasi urea 25 mg/l, tetapi
periode eksponensialnya paling singkat.
3. Kepadatan populasi dan laju pertumbuhan Porphyridium sp. tertinggi
dicapai pada perlakuan C dengan konsentrasi urea 75mg/l.
4. Kandungan polisakarida ekstraseluler tertinggi dalam kultur Porphyridium
sp. dicapai pada perlakuan A dengan konsentrasi urea 25mg/l.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang diajukan adalah
perlu dilakukan penelitian dengan konsentrasi urea yang berbeda pada kultur
mikroalga lain.
38
DAFTAR PUSTAKA
Afriza, Zahira. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Dengan Dosis berbeda
Terhadap Kepadatan Sel Dan Laju Pertumbuhan Porphyridium sp. Pada
Kultur Fitoplankton Skala Laboratorium. [Skripsi]. Universitas Sriwijaya.
Afriza, Zahira, Gusti Diansyah, dan Ida Sunaryo Purwiyanto. 2015. Pengaruh
Pemberian Pupuk Urea Dengan Dosis berbeda Terhadap Kepadatan Sel Dan
Laju Pertumbuhan Porphyridium sp. Pada Kultur Fitoplankton Skala
Laboratorium. Jurnal Maspari. Vol 7 (2): 33-40.
Alhad, A. 2008. Pengaruh Pemberian Chaetoceros sp., Isochrysis sp., Nitzchia
sp., Terhadap Pertumbuhan Populasi Kopepoda Acartia sp. Pada Skala
Laboratorium. Skripsi. Indralaya.
Andersen, Robert.A. 2005. Algal Culturing Techniques. Elsevier Academic Press.
UK.
Arad, Shoshana Malis and A. Richmond. 2004. Industrial Production of
Microalgal Cell-mass and Secondary Products–Species of High Potential
Porphyridium sp. Dalam Richmond A, editor. Handbook of Microalgal
Culture: Biotechnology and Applied Phycology. United Kingdom:
Blackwell Publishing Company.
Arad, Shoshana Malis, Friedman O, and Rotem A. 1988. Effect of nitrogen on
polysaccharide production in a Porphyridium sp. Applied and
Environmental Microbiology 54(10): 2411-2414.
Balai Budidaya Laut. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Direktorat
Jendral Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 9: 7-8.
Barsanti, Laura. and Paolo Gualtieri. 2006. Algae : Anatomy, Biochemistry, and
Biotechnology. CRC Press. United States of America.
Barus, Ternala. Alexander. 2004. Faktor- faktor Lingkungan Abiotik dan
Keanekaragaman Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba.
Jurnal Manusia dan Lingkungan.
35
Becker, E. W. 1994. Microalgae Biotechnology And Microbiology. Cambridge
University Press. Great Britain E ngland.
Borowitzka, M.A. 1988. Vitamins and Fine Chemical from Microalgae. Dalam
Borowitzka MA dan Borowitzka MJ, editor. Microalgal Biotechnology.
New York: Cambridge University Press.
Buckman, H. O., and Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara.Jakarta.
Creswell, Leroy. 2010. Phytoplankton Culture for Aquaculture Feed. Southern
Regional Aquaculture Center Publication, No. 5004.
Djarijah, Abbas.Siregar. 1996. Pakan Alami Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Fogg, GE. 1975. Alga Culture and Phytoplankton (Edisi ke-4). Mc. Graw-Hill
Book co. New York.
Frandy, Yuki Hana Eka. 2009. Dinamika Komunitas Plankton dan Potensinya
Sebagai Pakan Alami di Kolam Pemeliharaan Lava Ikan Nilem. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Gunawan. 2012. Pengaruh Perbedaan pH pada Pertumbuhan Mikroalga Klas
Chlorophyta. Jurnal Bioscientiae, 9 (2): 62 – 65.
Hadi, Khoirul. 2012. Kandungan DHA, EPA dan AA dalam Mikroalga Laut dari
Spesies Spirulina platensis, Botryococcus braunii, Chlorella aureus dan
Porphyridium cruentum yang Dikultivasi Secara Heterotrof [Skripsi].
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Depok.
Hakim, N., Y. Nyakpa, M. Lubis, S.G. Nugroho, A. Dika, dan H.H. Bailey, 1986.
Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton, Pakan Alam Untuk Pembenihan Organisme Laut.
Kanisius.Yogyakarta.
Kadhary, M. 1995. Pengaruh Penggunaan Berbagai Dosis Pupuk anorganik
“BARATA” Terhadap Komunitas fitoplankton Pada Petak-Petak Percobaan
di Tambak Percontohan Karanganyar Kodya Semarang. Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Koesoebiono. 1979. Dasar-Dasar Ekologi Umum. Bag. IV Ekologi Perairan. PSL
Sekolah Pasacasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kurniastuty dan Julinasari. 1995 Pertumbuhan Alga Dunaleilla sp. Pada Media
Kultur Yang Berbeda dalam Skala Masal (Semi Out door) dalam Buletin
Budidaya Laut No 9 .BBL Lampung.
36
Kusmiyati dan Ni Wayan Sri. Agustini. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri
dari Mikroalga Porphyridium cruentum. Jurnal Biodiversitas. Vol. 8 (1):
48-53.
Kusumawarni, E. 1998. Mempelajari Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap
Pertumbuhan Sel, Produksi Polisakarida, dan Pigmen dari Mikroalga
Porphyridium cruentum. [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instituit Pertanian Bogor.
Lavens, P and Sorgeloos Patrick. 1996. Manual on the production and Use Of Life
Food Aquaculture, FAO. Fisheries Technical Paper No. 361. University of
Ghent. Ghent, Belgum.
Lee, Robert Edward. 2008. Phycology. Cambridge University Press. New York.
Li, Rong-hua., Pei-guo Guo, Baum Michael, Grando Stefania, and Ceccarelli
Salvatore. 2006. Evaluation of Chlorophyll Content and Fluorescence
Parameters as Indicators of Drought Tolerance in Barley. Agricultural
Sciences in China 5 (10): 751-757.
Madigan, M. 2010. Brock Biology Of Microorganism. Englewood Cliff: Prentice
Hall.
Manza, H. 2010. Penghasil Oksigen Terbesar. http://www.huteri.com/715/
penghasil-oksigen-terbesar. Diakses tanggal 04 September 2015.
Martosudarmo dan Wulani (1990), Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan
Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang Situbondo.
Situbondo.
Mudjiman, A., 2007. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press: Jakarta.
Percival, E. and R.A.J. Foyle. 1979. The extracellular polysaccharides of
Porphyridium cruentum and Porphyridium aerugineum. Carbohydrate
Research 72: 165-176.
Purwoko,T. 2007. Fisiologi Mikroba. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta.
Rahman, Dwi Abdia. 2011. Aktivitas Antihiperglikemik dari Biomassa dan
Polisakarida Ekstraseluler Porphyridium cruentum sebagai Inhibitor alfa-
glukosidase [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Reynolds, Colin S. 2006. Ecology of Phytoplankton. Cambridge University Press.
New York.
37
Roberfroid, Marcel B. 2000. An European consensus of scientific concepts of
functional foods.Nutrition, 16 : 689– 691.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Penerbit Djambatan.
Jakarta.
Rostini, I. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) pada
Skala Laboratorium. FPIK Universitas Padjadjaran. Jatinangor
Roswiem, Anna Priangani. 2006. Karbohidrat. Dalam Roswiem et al., editor.
Biokimia Umum Jilid 1. Bogor : Departemen Biokimia FMIPA IPB.
Salisbury, Frank B., dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Jilid 1
Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryo. ITB, Bandung.
Sasmita. 2004. Pengembangan Teknik Ultrafiltrasi untuk Pemekatan Mikroalga
[Seminar]. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang.
Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai
Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Litbang
Pertanian.
Spolaore P, C. Joannis, E. Duran, and A. Isambert. 2006. Comercial applications
of microalgae. Jounal Bioscience and Bioengineering 101 (2): 87–96.
Suminto. 2009. Penggunaan Jenis Media Kultur Teknis Terhadap Produksi dan
Kandungan Nutrisi Sel Spirulina platensis. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 4
(2): 53-61.
Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Di
dalam : Proyek Pengembangan Udang. United Nations Development
Programme: Food and Agriculture Organizations of the United Nations.
Van der Mescht, J.A. de Ronde, and F.T Rossouw. 1999. Chlorophyll
Flurenscence and Clorophyll Content as A Measure of Drought Tolerance in
Potato. South African Journal of Science 95: 407-412.
Vey, James P., 1995. CRC Handbook of Mariculture Vol 1 Crustacean
Aquaculture, CRC Series in Marine Science. In Moore, J. P. (Eds). Boca
Raton: CRC. Press Inc.
Villegas, Cesar T. 1982. Culture and Screening of Food Organism as Potential
Larva Food for Finfish and Shelfish. Report of the Training Course on
Growing Food Organism for Fish Hatchery. FAO-SEAFDEC. I1oilo.
Vonshak, A. 1988. Porphyridium. Di dalam: Borowitzka MA dan Borowitzka MJ,
editor. Microalga Biotechnology. Cambridge University Press. New York.
top related