laporan kebijakan subsidi pertanian - · pdf fileharga pokok penjualan pupuk. 18. jenis...

134
LAPORAN KAJIAN STRATEGIS KEBIJAKAN SUBSIDI PERTANIAN YANG EFEKTIF, EFISIEN DAN BERKEADILAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 2011

Upload: haliem

Post on 05-Feb-2018

240 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

LAPORAN KAJIAN STRATEGIS KEBIJAKAN SUBSIDI PERTANIAN

YANG EFEKTIF, EFISIEN DAN BERKEADILAN

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 2011

Page 2: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

A. Pendahuluan

1. Ketahanan pangan sangat diperlukan untuk meningkatkan ketahanan nasional. Karena itu, kebijakan ketahanan pangan di Indonesia telah berjalan lebih dari 50 tahun dengan berbagai prestasi. Salah satu instrumen kebijakan yang diterapkan adalah pemberian subsidi pertanian dengan utama untuk peningkatan produksi pangan dan akses masyarakat terhadap pangan. Yang dimaksudkan dengan subsidi adalah bagian harga suatu barang atau jasa yang ditanggung oleh pemerintah dari harga yang seharusnya dibayar oleh masyarakat pengguna barang atau jasa tersebut.

2. Dalam hal ini, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dalam bentuk subsidi harga input (pupuk dan benih) dan subsidi harga pangan yang dilaksanakan secara terus-menerus untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Kebijakan subsidi pertanian tersebut mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan keadaan, dimana yang jumlah lokasi anggaran subsidi cenderung meningkat. Namun efektifitas kebijakan subsidi mulai dipertanyakan oleh berbagai kalangan karena berbagai masalah yang timbul dalam implementasinya.

3. Kajian subsidi pertanian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan kebijakan subsidi

pertanian yang telah dan sedang berjalan (existing); (2) Mengevaluasi implementasi kebijakan subsidi pertanian yang sudah dan menganalisis dampak kebijakan subsidi pertanian; dan (3) Merumuskan usulan perbaikan kebijakan pemberian subsidi pertanian ke depan yang dapat meningkatkan produksi pertanian (khususnya beras) dan meningkatkan pendapatan petani padi.

B. Pendekatan Kajian

4. Untuk dapat menjawab tujuan kajian ini digunakan kerangka pemikiran berdasarkan teori ekonomi mikro tentang produksi dan konsumsi hasil pertanian sebagai berikut. Untuk produksi pertanian adalah: (a) Subsidi harga input (pupuk dan benih) yang menyebabkan harga input lebih murah daripada harga pasar akan menyebabkan penggunaan input tersebut makin besar yang selanjutnya akan meningkatkan produksi dan laba usahatani per ha berdasarkan tingkat teknologi produksi yang ada; (b) Subsidi harga input juga bisa memberikan insentif kepada petani untuk mengadopsi teknologi produksi yang lebih baik sehingga produksi dan laba usahatani per ha menjadi lebih tinggi lagi; (c) Dampak positif tehadap produksi dan laba akan lebih besar lagi jika harga output juga meningkat karena kebijakan harga output yang meningkatkan harga pembelian pemeirntah (HPP, khususnya untuk padi). Untuk konsumsi hasil pertanian adalah bahwa subsidi harga output (beras) yang menyebabkan harga beras lebih murah dibandingkan harga pasar akan meningkatkan konsumsi beras per kapita, yang berarti akan meningkatkan akses pangan bagi rumah tangga, utamanya rumah tangga yang kurang mampu .

5. Analisis untuk melakukan evaluasi kebijakan subsidi menggunakan 2 pendekatan, yaitu pendekatan deskriptif-kualitatif dan Pendekatan kuantitatif/ekonometrik. Pendekatan pertama digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan yang menyangkut mekanisme/prosedur dan penyimpangan yang terjadi berikut faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Sementara pendekatan kedua digunakan untuk mengukur dampak

Page 3: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

2

perubahan harga input bersubsidi (benih dan pupuk) dan harga output (gabah) terhadap: (a) Penggunaan input bersubsidi, (b) Produksi padi, (c) Biaya usahatani, penerimaan dan laba usahatani, (d) Biaya subsidi input, dan (e) Surplus ekonomi (selisih antara tambahan nilai produksi dan tambahan biaya subsidi). Dai hasil analisis kuantitatif akan dapat dipilih scenario kebijakan yang dapat meningkatkan produksi dan laba usahatani per ha, yang keduanya merupakan tujuan utama subsidi pertanian.

6. Kajian ini diawali dengan identifikasi isu dan permasalahan yang ada melalui desk study dan rangkaian diskusi yang melibatkan berbagai unsur terkait. Untuk memperkuat hasil-hasil identifikasi yang sudah ada, dilakukan survei lapangan untuk mendapatkan data dan informasi (primer dan sekunder) yang terkait dengan pelaksanaan subsidi di lapangan/daerah. Survei dilaksanakan dalam bentuk FGD atau wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait di daerah. Untuk analisis kuantitatif/ekonometrik digunakan data usahatani padi sawah tahun 2011 di delapan provinsi sentra produksi padi sawah, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

C. Konsep Kebijakan dan Rancangan Pelaksanaannya

Kebijakan Subsidi Pupuk

7. Subsidi pupuk adalah alokasi anggaran pemerintah untuk menanggung subsidi harga pupuk, yaitu selisih antara harga subsidi dan harga non subsidi. Yang dimaksudkan dengan harga subsidi adalah harga eceran tertinggi (HET), sementara harga non-subsidi adalah harga pokok penjualan (HPP) pupuk. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan petani untuk membeli pupuk dalam jumlah yang sesuai dengan dosis anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi sehingga produksi pangan (beras) dan laba usahatani meningkat.

8. Sasaran penerima subsidi adalah petani, pekebun, dan peternak, yang mengusahakan

lahan garapan paling luas 2 ha setiap musim tanam per keluarga petani dan pembudidaya ikan dan/atau udang paling luas 1 ha. Dengan demikian, pupuk bersubsidi tidak diperuntukkan bagi perusahaan berbadan hukum yang bergerak di bidang produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan budidaya.

9. Dalam pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk, UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang ABPN

Tahun 2010 (Pasal 9, Ayat (1)a) dan UU Nomor UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun 2011 (Pasal 10, Ayat (1) sampai dengan (4) merupakan dasar pelaksanaan subsidi pupuk masing-masing pada tahun 2010 dan 2011.

10. Kebijakan subsidi pupuk melibatkan beberapa Kementerian di bawah kooordinasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN. Selain itu juga melibatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), dan Pemerintah Daerah. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda namun saling mendukung. Untuk menjamin agar penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran, serta penggunaan dan harga pupuk bersubsidi telah sesuai, maka dibentuk Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) yang melakukan pemantauan dan pengawasan

Page 4: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

3

sesuai dengan wilayah pengawasannya (provinsi/kabupaten/kota) dan menyusun laporan pengawasan yang disampaikan kepada Bupati/Gubernur/Menteri. Untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya, KP3 dibantu oleh penyuluh pertanian.

11. Proses penyaluran pupuk bersubsidi diawali dengan usulan dari kelompok tani, yaitu

membuat usulan kebutuhan pupuk para petani anggotanya yang dituangkan dalam RDKK (Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok). RDKK tersebut dikirimkan kepada Penyalur (Kios) atau Gapoktan yang bertindak sebagai pengecer resmi (Lini-IV), dan selanjutnya rekapitulasi usulan kebutuhan pupuk tersebut dikirimkan kepada Distributor (Lini-III). Rekapitulasi kebutuhan pupuk dari distributor dikirimkan kepada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, dan selanjutnya secara berjenjang diserahkan kepada Dinas Pertanian Provinsi dan Kementerian Pertanian.

12. Berdasarkan Permentan yang mengatur tentang alokasi pupuk bersubsidi, alokasi pupuk

bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan alokasi anggaran subsidi pupuk. Aokasi pupuk bersubsidi secara nasional tersebut dirinci menurut provinsi, jenis, jumlah, sub-sektor, dan sebaran bulanan, dan selanjutnya dirinci menurut kabupaten/kota (ditetapkan dengan Peraturan Gubernur paling lambat pada awal bulan Maret) dan menurut kecamatan (ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota paling lambat akhir Maret). Saluran distribusi pupuk bersubsidi adalah: Produsen (Lini-I/II) Distributor (Lini-III) Penyalur (Lini-IV)

Kelompok Tani/Petani.

13. Untuk menjamin agar pupuk bersubsidi tersedia bagi petani pada saat terjadi kekurangan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah provinsi dan kabupaten/ kota, maka kekurangan dapat dipenuhi melalui realokasi antar wilayah, waktu dan subsektor sebagai berikut: (a) Realokasi antar provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh Kementerian Pertanian, realokasi antar kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur, dan realokasi antar kecamatan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan untuk memenuhi kebutuhan petani, realokasi tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu sebelum penetapan dari Gubernur dan/atau Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat; dan (b) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di suatu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi, produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah bersangkutan dari sisa alokasi bulan-bulan sebelumnya dan/atau dari alokasi bulan berikutnya sepanjang tidak melampaui alokasi 1 (satu) tahun.

14. Dalam rangka efisiensi penyaluran pupuk bersubsidi, produsen pupuk telah berupaya

menekan biaya sampai ke tingkat petani melalui terobosan baru untuk meningkatkan pelayanan kepada petani dalam pengadaan pupuk bersubsidi yaitu pengembangan Kios Pupuk Lengkap (KPL) sebanyk 52.112 unit di seluruh wilayah Indonesia. Terhitung mulai dari 1 Desember 2010, semua kios resmi menjual pupuk lengkap dan tidak ada lagi yang hanya menjual satu jenis pupuk saja, sehingga semua jenis pupuk tersedia lengkap di tiap Kios. Selain mengupayakan adanya kemudahan dan memotong jalur birokrasi penebusan pupuk, produsen pupuk juga memberikan kemungkinan bagi Distributor (Lini-III) untuk menebus pupuk kapan saja. Proyek percontohan penebusan pupuk 24 jam sehari ini baru diujicobakan di beberapa wilayah Indonesia.

Page 5: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

4

15. Karena pupuk bersubsidi merupakan komoditas yang berada di dalam pengawasan, maka Pemerintah telah menyiapkan berbagai mekanisme pengawasan untuk menekan penyimpangan, baik dari sisi penganggaran maupun pelaksanaan di lapangan. Pada sisi pelaksanaan di lapangan, dalam rangka pengawasan distribusi pupuk, produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini-I sampai dengan Lini-IV. Sementara itu, pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi dilakukan oleh Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3). KP3 Provinsi/Kabupaten adalah wadah koordinasi instansi lintas sektor yang dibentuk oleh Keputusan Gubernur/ Bupati untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran, penggunan dan harga pupuk bersubsidi di wilayah Provinsi/Kabupaten. KP3 Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh penyuluh pertanian.

16. Menyangkut mutu pupuk bersubsidi, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM)

melakukan pengawasan mutu (quality control) terhadap produk pupuk bersubsidi yang akan beredar di masyarakat. Sementara itu, DPR RI (Komisi IV) mempunyai peran sebagai berikut: (1) Mengawasi kinerja pemerintah dalam pelaksanaan program pupuk bersubsidi; (2) Menyerap aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan program pupuk bersubsidi; dan (3) Melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk meminta keterangan, melakukan penilaian kinerja dan memberi masukan perbaikan kepada pemerintah mengenai program pupuk bersubsidi.

17. Dalam penghitungan alokasi anggaran subsidi pupuk, beberapa variabel utama yang

digunakan adalah: (a) Jumlah pupuk, yang dihitung berdasarkan luas tanam dan anjuran dosis pupuk berimbang; (b) Jenis pupuk; (c) Harga Eceran Tertinggi (HET; dan (d) Harga Pokok Penjualan pupuk.

18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis-

jenis pupuk tersebut yang diproduksi oleh BUMN pupuk. Penugasan kepada BUMN dalam rangka pelaksanaan subsidi pupuk mempunyai keuntungan yaitu walaupun anggaran pemerintah (APBN) belum cair, pupuk sudah bisa disalurkan kepada petani mulai tanggal 1 Januari setiap tahun. Sementara itu, untuk mengurus administrasi yang terkait dengan penyaluran pupuk tidak cuckup 2 bulan. Dalam hal ini, pemerintah melakukan pembayaran belakangan setelah pupuk disalurkan, dan bahkan pembayaran selengkapnya baru dilakukan setelah ada hasil auditing atas jumlah pupuk yang telah disalurkan dan HPP final.

19. HET pupuk selama 2006-2009 tidak berubah, yaitu Rp 1.200 untuk Urea, Rp 1.050

untuk ZA, Rp 1.550 untuk SP18/SP36 dan Rp 1.750 untuk NPK, yang mengindikasikan bahwa jumlah subsidi per kg pupuk yang ditanggung pemerintah sangat besar dan terus meningkat karena HPP pupuk terus meningkat. HET pupuk baru dinaikkan pada tahun 2010 yaitu menjadi Rp 1.600 untuk Urea (naik 33,3%); Rp 1.400 untuk ZA (naik 33,3%); Rp 2.000 untuk SP36 (naik 29,0%); dan Rp 2.300 untuk NPK Phonska (naik 31,4%). Kenaikan HET diperlukan karena HPP pupuk cenderung meningkat, sedangkan anggaran pemerintah yang tersedia untuk subsidi terbatas. Pada tahun 2011, HET pupuk telah direncanakan akan dinaikkan, tetapi kemudian dibatalkan dan tetap menggunakan HET tahun 2010, dan khusus untuk pupuk organik kembali pada posisi tahun 2009 yaitu Rp 500/kg. Tidak naiknya HET dilandasi oleh pertimbangan untuk meringankan beban petani seandainya terjadi kegagalan tanam karena kebanjiran sebagai akibat dari

Page 6: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

5

kondisi iklim yang ekstrim basah. Tidak naiknya HET selama 2006-2009 dan 2011 mencerminkan bahwa kebijakan subsidi pupuk tetap berpihak kepada petani.

20. Target penyaluran pupuk tunggal (Urea, SP218/SP36 dan ZA), terus meningkat selama 2006-2009 tetapi kemudian menurun pada tahun 2010, sedangkan untuk pupuk majemuk (NPK) terus meningkat selama 2006-2010. Target penyaluran yang menurun pada jenis pupuk tunggal dan meningkat pada jenis pupuk majemuk (NPK) dilandasi oleh keinginan pemerintah agar petani meningkatkan menggunakan pupuk majemuk (dan pupuk organik) dan mengurangi penggunaan pupuk tunggal dengan tujuan agar produktivitas meningkat melalui penggunaan pupuk berimbang (dan pupuk organik). Anggaran subsidi pupuk terus meningkat secara cepat dari Rp 6.797 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp 14.921,8 milyar pada tahun 2008, kemudian naik lagi menjadi Rp 17.441 milyar pada tahun 2009 dan naik lagi menjadi Rp 18.711 milyar pada tahun 2010 tetapi kemudian turun menjadi sekitar Rp 16.400 milyar pada tahun 2011.

21. Dalam upaya mencari alternatif kebijakan subsidi pupuk yang lebih efektif, efisien dan

berkeadilan, pemerintah cq Kementerian Pertanian telah melakukan dua uji coba, yaitu Kartu Pintar (Smart Card) dan Subsidi Pupuk Langsung ke Petani (SPL). Uji coba Kartu Pintar telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2007. Kartu ini dilengkapi dengan fasilitas elektronik (semacam kartu ATM). Dalam kartu tersebut terdapat nama, nomor kartu dan jatah pupuk menurut jenisnya sesuai dengan RDKK masing-masing petani. Mesin transaksi pembelian pupuk (semacam mesin ATM) ditempatkan di kios penyalur (Lini-IV). Sementara itu, uji coba subsidi pupuk langsung ke petani (SPL) telah dilakukan di dua kecamatan di Kabupaten Karawang pada musim tanam Oktober–Desember 2010. Namun keduanya kurang berhasil karena banyak permasalahan teknis, ekonomi dan sosial di lapangan yang sulit diatasi.

Kebijakan Subsidi Benih

22. Subsidi benih adalah penggantian biaya produksi benih bersertifikat yang harus dibayar

oleh pemerintah apabila benih tersebut sudah terjual. Tujuannya adalah: (a) Membantu meringankan beban para petani tanaman pangan agar dapat membeli benih sebar bersertifikat dengan harga terjangkau; (b) Meningkatkan penggunaan benih bermutu varietas unggul; dan (c) Stabilisasi harga benih unggul bermutu. Semua tujuan tersebut berujung pada peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan berkualitas.

23. Besaran subsidi adalah selisih antara Harga Pokok Penjualan (HPP) benih dengan Harga Penyerahan (HP) benih. Dalam hal ini, HPP benih adalah semua biaya yang timbul baik langsung maupun tidak langsung dari proses produksi sampai dengan benih siap jual dalam 1 (satu) periode usaha. Sementara itu, HP benih adalah harga jual benih rata-rata dalam 1 (satu) tahun di tingkat penyalur.

24. Benih bersubsidi yang dimaksud adalah benih padi (non hibrida), jagung komposit,

jagung hibrida dan kedelai bersertifikat yang diproduksi oleh PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero). Dalam hal ini, benih Varietas Unggul Bermutu (VUB) adalah benih yang berasal dari varietas unggul yang telah dilepas yang mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Benih padi, jagung hibrida, jagung komposit dan kedelai adalah benih bersertifikat kelas Benih Sebar (Extension Seed/ES). Sebagai penerima manfaat utama dari subsidi benih adalah petani tanaman pangan, namun hanya terbatas

Page 7: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

6

pada petani padi non-hibrida, petani jagung komposit, petani jagung hibrida, dan petani kedelai.

25. Dalam pelaksanaan kebijakan subsidi benih, UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN

Tahun 2011 (Pasal 11), merupakan dasar pelaksanaan subsidi benih tahun 2011. Menurut UU tersebut, subsidi benih tahun 2011 dianggarkan sebesar Rp 120.322.880.000. Pada tahun-tahun sebelumnya, UU APBN belum mencantumkan alokasi anggaran untuk subsidi benih.

26. Total anggaran subsidi harga benih telah mengalami kenaikan dari Rp 341,9 milyar

pada tahun 2007 menjadi Rp 985,2 milyar pada tahun 2008, dan naik lagi menjadi Rp 1.315,4 milyar pada tahun 2009 tetapi kemudian menurun sangat drastis menjadi hanya Rp 104,6 milyar pada tahun 2010. Sesudah itu, anggaran subsidi benih sedikit naik menjadi Rp 120,3 milyar pada tahun 2011. Anjloknya jumlah subsidi benih pada tahun 2010 disebabkan oleh daya serap benih bersubsidi sebagai akibat dari: (a) Terlalu mahalnya harga subsidi dan tidak signifikannya perbedaan antara harga subsidi dan harga non-subsidi; (b) Adanya program BLBU dengan volume benih yang sangat besar; dan (c) Adanya sumber-sumber benih diluar PSO yang harganya lebih murah tetapi mutunya tidak jauh berbeda dari benih bersubsidi.

27. Dalam penyaluran benih bersubsidi, BUMN produsen benih yang ditunjuk pemerintah,

yaitu PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero), diberi tugas memproduksi benih sesuai dengan kebutuhan. Benih tersebut didistribusikan melalui kios-kios yang ada, dan petani atau kelompok tani dapat membeli sesuai dengan harga penyerahan (HP). Volume benih yang disalurkan oleh BUMN ke kios-kios diperiksa dan diawasi oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT) setempat. Untuk memudahkan proses distribusi benih bersubsidi, benih tersebut diharapkan dapat diproduksi di daerah tersebut dengan melibatkan penangkar benih yang ada di lokasi setempat.

28. Harga benih bersubsidi yang dikenal sebagai Harga Penyerahan (HP) benih per kg pada

tahun 2011 adalah Rp 5.306 untuk benih padi non-hibrida, Rp Rp 29.145 untuk benih jagung hibrida, Rp 7.607 untuk benih jagung komposit dan Rp 9.945 untuk benih kedelai. Harga-harga subsidi benih tersebut diatas hanya sedikit lebih murah dibanding harga non-subsidi, yaitu 95,40% untuk benih padi non-hibrida; 95,72% untuk benih jagung komposit; 94,81% untuk benih kedelai; dan bahkan 99.60% untuk jagung hibrida (hampir sama dengan harga subsidi). Kecilnya perbedaan antara harga subsidi dan harga non subsidi disebabkan pemerintah hanya memberikan subsidi untuk biaya angkutan saja (sampai ke titik bagi).

29. Target penyaluran benih padi (non hibrida) meningkat pada tahun 2007 dibanding 2006

tetapi kemudian turun drastis pada tahun 2008, dan pada tahun 2010 menurun lagi. Untuk benih jagung hibrida, target tahun 2007 turun dibanding 2006 tetapi kemudian cenderung naik selama 2008-2010. Sementara untuk benih jagung komposit, target penyaluran turun pada tahun 2007 dibanding 2006, tetapi kemudian naik, turun dan naik lagi secara bergantian selama 2008-2010. Target penyaluran benih kedelai naik pada tahun 2007 tetapi kemudian turun drastis pada tahun 2008 dan tidak beurbah sampai 2010.

Page 8: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

7

Kebijakan Harga Gabah/Beras

30. Kebijakan yang terkait dengan harga gabah/beras adalah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yaitu harga pembelian gabah/beras, baik di tingkat petani maupun di tingkat penggilingan, oleh Pemerintah berdasarkan peraturan yang terkait dengan kebijakan perberasan nasional. Tujuan kebijakan HPP adalah untuk melindungi petani dari kejatuhan harga gabah pada saat panen raya sekaligus menjadi insentif bagi petani untuk tetap memproduksi bahan pangan (khususnya beras) di dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional. Penerapan kebijakan HPP diharapkan juga dapat mendorong dan memfasilitasi petani di dalam penggunaan benih padi unggul bersertifikat, pupuk anorganik dan organik secara berimbang, serta teknologi pascapanen padi yang lebih tepat. Kebijakan HPP diarahkan sepenuhnya bagi petani produsen gabah/beras, sehingga diharapkan penerima manfaat utama dari pelaksanaan kebijakan HPP adalah petani padi.

31. Kebijakan HPP dilaksanakan dengan melakukan pembelian gabah/beras produksi dalam negeri oleh perum Bulog untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam Program Beras untuk Masyarakat Miskin (Program Raskin) dan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Meskipun pengadaan gabah/beras dapat dilakukan melalui impor dari luar negeri, pengadaan dari dalam negeri tetap diutamakan. Dalam pengadaan beras/gabah dalam negeri, Perum Bulog diharuskan menyerap beras dari petani dengan tingkat harga tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, yang disebut dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)..

32. Dalam pelaksanaan kebijakan subsidi pangan, UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun 2011 (Pasal 9), merupakan dasar pelaksanaan subsidi pangan tahun 2011. Menurut UU tersebut, subsidi pangan untuk tahun 2011 dianggarkan sebesar Rp 15.267.030.111.000. Pada tahun-tahun sebelumnya, UU APBN belum mencantumkan alokasi anggaran untuk subsidi pangan. Selama tahun 2004-2011 telah terjadi sebanyak 8 kali perubahan kebijakan perberasan yang ditetapkan melalui berbagai Inpres yang dibuat berdasarkan kondisi tertentu, yang semuanya bertujuan untuk melindungi petani padi dari turunnya harga output dan turunnya pendapatan usahatani padi. Inpres terakhir yang terbit pada tahun 2011 adalah Inpres No. 8/2011 tentang Kebijakan Pengamanan Cadangan yang dikelola oleh Pemerintah dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim, yang didasari oleh kesulitan Bulog dalam melaksanakan pengadaan beras dari dalam negeri karena harga gabah/beras berada yang jauh di atas HPP sehingga cadangan beras pemerintah terlalu rendah. Inpres tersebut menginstruksikan antara lain: (a) Pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog harus memperhatikan HPP; dan (b) Dalam hal harga pasar gabah/beras lebih tinggi daripada HPP, pembelian gabah/beras dapat dilakukan oleh Perum Bulog pada harga yang lebih tinggi daripada HPP dengan memperhatikan harga pasar yang dicatat oleh BPS.

33. Berdasarkan Inpres No. 7/2009 tentang Kebijakan Perberasan, lembaga yang terkait dengan kebijakan perberasan nasional secara umum dan pelaksanaan kebijakan HPP di dalam pengadaan beras dan Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin) secara khusus adalah: (a) Kementerian/Lembaga di tingkat pusat seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Keuangan; (b) Gubernur, Bupati, dan Walikota di tingkat daerah; dan (c) BUMN, khususnya Perum Bulog. Di dalam pelaksanaannya, Perum Bulog bertugas sebagai: (a) Pelaksana pembelian gabah/beras secara nasional; (b) Pelaksana penyediaan dan penyaluran beras

Page 9: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

8

bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta penyediaan dan penyaluran beras untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana, dan rawan pangan; dan (c) Pelaksana pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah.

34. Dalam pengadaan beras dari dalam negeri, Bulog bekerjasama dengan Mitra Kerja. Salah satu Mitra Kerja tersebut adalah Usaha Penggilingan Padi, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) Mempunyai lantai jemur sendiri; (b) Mempunyai izin usaha lengkap; (c) Mempunyai tempat penggilingan dan gudang; (d) Memberikan jaminan pengadaan dan karung; dan (e) Menyimpan uang di Bulog sebagai jaminan kontrak kerja pengadaan gabah beras. Besarnya jaminan uang di Bulog adalah 98,5% dari nilai setoran gabah pertama ke Bulog (1,5% diberikan ke Mitra). Setelah itu, pada transaksi berikutnya, kedua ketiga dan seterusnya, 100% nilai setoran gabah diberikan kepada Mitra, dan tidak dipotong lagi. Setelah kontrak putus atau berakhir, uang jaminan dikembalikan.

35. Berdasarkan Permenkeu Nomor 125/PMK.02/2010 tentang Subsidi Beras Bagi

Masyarakat Berpendapatan Rendah, mulai tahun 2011 Bulog diijinkan Pemerintah untuk mencairkan dana Public Service Obligation (PSO) sebesar 50% dari pagu di awal tahun untuk pembelian Raskin selama 6 bulan pertama. Untuk tahun 2011, dengan pagu anggaran Raskin Rp 15 triliun, Bulog dapat mencairkan lebih dahulu sebesar Rp 7.5 triliun. Dengan kebijakan baru ini, Bulog tidak perlu meminjam dana perbankan untuk pangadaan Raskin, sehingga ada potensi penghematan biaya bunga sebesar Rp 500 milyar.

36. Di dalam pelaksanaan pengadaannya, Perum Bulog telah menyediakan tiga saluran,

dimana dua saluran yaitu Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) dan Satgas merupakan unit di bawah Perum Bulog. Kedua saluran tersebut lebih diintensifkan di dalam pembelian gabah/beras dari petani ketika: (a) Harga di tingkat petani sangat rendah, sehingga dengan adanya pembelian dari Bulog dapat mendorong meningkatnya harga, atau (b) Ketika Perum Bulog sangat kesulitan di dalam melakukan pengadaan. Saluran ketiga adalah mitra kerja yang merupakan pihak swasta di luar Perum Bulog, baik dalam bentuk koperasi maupun perusahaan dagang yang berbadan hukum. Namun pada saat ini sedang dijajagi untuk menjadikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai mitra kerja pula. Pengadaan beras/gabah melalui mitra kerja mempunyai peranan penting karena pengadaan melalui saluran tersebut mencapai 70-80%. Untuk mendapatkan kepastian pengadaan melalui mitra kerja, Perum Bulog menyusun kontrak parsial, yang biasanya berlaku selama satu bulan.

37. Variabel utama yang menentukan HPP gabah adalah biaya produksi gabah/beras dan

perkiraan keuntungan bagi petani (misalnya 30% dari total biaya usahatani). Sementara untuk HPP beras ditentukan oleh biaya produksi (harga pembelian dan biaya pengadaan per kg setara beras), biaya overhead per kg beras (pembelian karung pembungkus, biaya penyimpanan & perawatan, biaya movement & insentif angkutan, biaya rebagging dan distribusi), dan biaya umum & administrasi per kg setara beras (biaya manajemen, administrasi bank, dan bunga bank jika Bulog pinjam bank). Kriteria gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), dan beras yang diserap dengan HPP adalah jenis gabah dan beras yang memenuhi kriteria: (a) GKP dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10%; (b) GKG dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3%; dan (c) Beras

Page 10: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

9

dengan kualitas kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimum 95%.

38. HPP gabah dan beras berdasarkan Inpres No.7/2009 sebagai berikut: (a) HPP Gabah

Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 3,300 dan di gudang Bulog Rp 3,345 per kg; dan (b) HPP beras dengan kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 20%, butir menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimal 95% adalah Rp 5,060 per kg di gudang Bulog. Kriteria tersebut merupakan prasyarat agar beras yang dibeli Bulog dapat disimpan dalam jangka waktu lama, yaitu berkisar enam bulan. Besaran HPP gabah dan beras untuk tahun 2010 dan 2011 dengan ketentuan kualitas sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai berikut: (1) HPP GKP dalam negeri Rp 2,640 per kg di petani, atau Rp 2,685 per kg di penggilingan; (2) HPP GKG dalam negeri adalah Rp 3,300 per kg di penggilingan, atau Rp 3,345 per kg di gudang Bulog; dan (3) HPP beras dalam negeri adalah Rp 5,060 per kg di gudang Bulog. Pada tahun 2011 pemerintah tidak menaikkan HPP karena khawatir kebijakan demikian akan meningkatkan harga beras yang selanjunya akan meningkatkan inflasi dan jumlah orang miskin di Indonesia.

D. Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Kebijakan Subsidi Pupuk 39. Dasar hukum dan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan program subsidi

pupuk sudah ada dan pada umumnya sudah memadai, namun pelaksanaannya di lapangan masih belum selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku tersebut. Penyimpangan yang masih terjadi (walaupun tidak seintensif pada tahun-tahun sebelumnya karena sejak tahun 2009 telah menggunakan sistem penyaluran pupuk bersubsidi secara tertutup yaitu penerapan RDKK), bersumber dari kombinasi perilaku yang kurang bertanggungjawab dari para pengguna, para pelaku distribusi, dan lemahnya sistem pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi, disamping masih adanya kelemahan yang terkandung di dalam ketentuan itu sendiri.

40. Ketentuan tentang kelompok sasaran (target group) penerima subsidi pupuk dengan luasan maksimum 2 ha/KK sangat sulit dilaksanakan di lapangan karena semua petani membutuhkan pupuk, termasuk petani luas.

41. RDKK yang merupakan hasil akhir penghitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi

kelompok tani belum disusun secara obyektif karena: (a) Ada mark-up luas lahan garapan, lahan ganda, dan fiktif; (b) Masih ada petani yang tidak masuk sebagai anggota kelompok tani padahal memerlukan pupuk bersubsidi; (c) Kemampuan kelompok tani dalam pendataan luas garapan dan kebutuhan pupuk anggotanya masih lemah sehingga seringkali RDKK sibuat oleh pihak lain (kios, dll); dan (d) Tidak ada`sanksi hukum terhadap kelompok tani yang RDKK-nya tidak benar. Disamping itu, di wilayah-wilayah yang belum ada PPL yang bertugas atau ditempatkan, penyerahan RDKK terlambat sehingga pengajuan kebutuhan pupuknya juga terlambat.

42. Dalam penyaluran pupuk bersubsidi masih ada permasalahan, baik di tingkat petani,

pengecer, distributor, dan produsen. Di tingkat petani, masalah utamanya adalah rendahnya kemampuan mayoritas petani membeli pupuk secara tunai sehingga harus membayar diatas HET. Sementara di tingkat pengecer, masalah utamanya adalah pengenaan harga pupuk diatas HET karena kurangnya fee walaupun petani menerima

Page 11: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

10

pupuk di pintu pengecer dan membayar secara tunai. Distributor (Lini-III) masih belum sepenuhnya mampu menyalurkan pupuk secara tepat jumlah, lokasi dan waktu karena kurangnya fasilitas gudang dan alat angkut, dan ada juga yang tidak sesuai dengan DO. Demikian pula, produsen pupuk belum mampu melakukan penyaluran secara tepat waktu jumlah, lokasi dan waktu karena masalah pangangkutan. Kalaupun produsen yang demikian dikenakan sanksi misalnya berupa penundaan dan pembatalan pembayaran subsidi oleh Menteri Keuangan, ancaman tersebut tidak mempunyai kekuatan karena sanksi tersebut harus berdasarkan pada rekomendasi KP3, padahal lembaga pengawas ini tidak menjalankan fungsinya secara memadai.

43. Di tingkat wilayah terjadi kelebihan pupuk, sedangkan di wilayah lain lain kekurangan.

Kebijakan realokasi pupuk bersubsidi untuk mengatasi masalah tersebut sudah dilakukan tetapi keluarnya SK tentang realokasi tersebut sering terlambat. Terjadi juga penggantian karung pupuk bersubsidi dengan karung pupuk non subsidi, dan ada`pula perembesan pupuk bersubsidi antar wilayah, serta penyelundupan pupuk ke negara lain. Semuanya itu perpangkal dari kurang berfungsinya KP3 terutama karena sangat terbatas atau tidak adanya anggaran untuk pengawasan.

44. Hasil audit BPK atas jumlah penyaluran dan HPP pupuk bersubsidi tahun 2009

menunjukkan hanya terjadi sedikit penyimpangan, yaitu -0.05% untuk total volume penyaluran, yang berarti total volume penyaluran yang dilaporkan lebih kcil dari hasil audit, dan -1.23% untuk total nilai HPP yang berarti biaya HPP yang dilaporkan produsen pupuk kelebihan 1.23%.

Kebijakan Subsidi Benih 45. Dasar hukum dan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan program subsidi

benih sudah ada dan pada umumnya sudah memadai, namun pelaksanaannya di lapangan masih belum optimal.

46. Kemampuan PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani sebagai BUMN yang diberi tugas oleh pemerintah untuk memproduksi benih bersubsidi masih sangat terbatas, baik untuk padi (non hibrida), jagung (hibrida dan komposit) maupun kedelai. Persaingan yang tajam dengan produsen benih swasta dan penangkar benih dalam pemasaran benih unggul menyebabkan kedua BUMN perbenihan tersebut menemui kesulitan dalam mengembangkan usahanya.

47. Harga benih bersubsidi hanya sedikit lebih rendah dibanding harga benih non-subsidi,

sedangkan mutu/kapasitas benih bersubsidi tidak berbeda secara signifikan dari benih non-subsidi. Hal ini menyebabkan petani pada umumnya belum tertarik untuk membeli benih bersubsidi.

Kebijakan Harga Gabah/Beras 48. Dasar hukum dan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan kebijakan HPP

gabah/beras dan sistem pengadaan beras dalam negeri sudah ada dan pada umumnya sudah memadai, walaupun ada ketentuan yang belum, utamanya dalam Inpres No.8/2011.

Page 12: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

11

49. Namun kemampuan Bulog selama ini dalam pengadaan beras masih terbatas karena: (a)

Bulog harus menggunakan dana pinjaman bank dengan bunga komersial untuk melakukan pembelian beras dari produksi dalam negeri; dan (b) Akhir-akhir ini harga gabah jauh diatas HPP dan pada tahun 2011 terbit Inpres No. 8/2011 yang dianggap Bulog mengganggu pengadaan dari dalam negeri.

50. Baru-baru ini kebijakan pemerintah yang mengijinkan Bulog untuk menggunakan dana

pemerintah guna membeli gabah/beras terlebih dahulu di awal tahun akan sangat mendukung program perlindungan harga gabah petani, disamping Bulog sendiri akan menjadi lebih efisien karena tidak harus membayar bunga bank komersial yang cukup besar sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya yaitu sekitar Rp 1 triliun per tahun.

51. Kebijakan HPP GKP selama 2009-2011 secara efektif mampu menyangga harga gabah

di tingkat petani, dimana harga aktual GKP makin jauh dari HPP. Karena itu, pendapatan usahatani padi juga makin tinggi. Pada tahun 2011, dengan harga aktual GKP laba usahatani mencapai diatas 100% dari HPP, dan dengan HPP GKP saja laba mencapai 65% dari total biaya usahatani.

52. Saat ini, rasio antara HPP Beras dan HPP GKG terlalu rendah sehingga tidak memberikan insentif bagi usaha penggilingan padi (rice miller) untuk meningkatkan mutu beras sesuai dengan ketentuan HPP. Bahkan akhir-akhir ini cukup banyak usaha penggilingan padi mitra Bulog yang tutup karena tidak mampu menutup biaya penggilingan.

53. Hadirnya Inpres No.8 Tahun 2011 terkesan tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan

pengadaan cadangan beras yang dikelola oleh Pemerintah/Bulog. Bahkan Inpres tersebut cenderung memicu akselerasi peningkatan harga aktual gabah.

Kebijakan Subsidi Terpadu 54. Tidak ada skenario kebijakan yang dapat mencapai semua tujuan secara simultan, yaitu

meningkatkan produksi untuk penguatan ketahanan pangan, meningkatkan laba usahatani untuk meningkatkan kesejahteraan petani, mengurangi biaya subsidi untuk sustainabilitas fiskal, dan meningkakan surplus ekonomi secara makro. Karena itu, maka pilihan skenario kebijakan harus difokuskan pada tujuan utama kebijakan subsidi input dan HPP, yaitu penguatan ketahanan pangan, dan kalau bisa meningkatkan laba usahatani untuk perbaikan kesejahteraan petani.

55. Skenario kebijakan subsidi yang dapat meningkatkan produksi dan laba usahatani per hektar adalah: (a) HET pupuk tetap, HPP GKP naik 5%; dan (b) HET Urea naik 10%, HP benih naik 5% dan HPP GKP naik 5%. Namun kenaikan kebijakan (a) lebih besar dibanding kebijakan (b).

Page 13: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

12

D. Rekomendasi Kebijakan Subsidi Pupuk 56. Keinginan pemerintah untuk melanjutkan kebijakan subsidi pupuk perlu didukung

karena jumlah petani kecil yang lemah modalnya terus bertambah dan makin dominan. Diperkirakan bahwa kecenderungan peningkatan jumlah petani kecil masih akan terus berlanjut di masa datang karena terjadinya fragmentasi lahan sebagai akibat dari sistem pewarisan lahan, disamping konversi lahan pertanian ke non pertanian yang berlangsung secara terus-menerus.

57. Agar kebijakan subsidi pupuk menjadi lebih efektif, maka: (a) Produsen pupuk dan kementerian terkait perlu melakukan pembinaan dan sosialiasi secara intensif kepada distributor, pengecer dan kelompok tani tentang ketentuan mengenai pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk; dan (2) Kementerian terkait, terutama Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, perlu melakukan koordinasi secara intensif dalam melakukan evaluasi terhadap kelemahan sistem pendataan RDKK, penyaluran dan pengawasan.

58. Sasaran penerima subsidi pupuk bersubsidi sebaiknya tidak dibatasi pada petani yang

luas garapannya 2 ha atau kurang, tetapi juga mencakup petani yang areal garapannya lebih luas lada dasarnya karena petani luas yang mempunyai kapasitas untuk memacu pertumbuhan produksi beras dan surplus produksi yang dapat dijual ke pasar (marketable surplus) dalam upaya penguatan ketahanan pangan nasional.

59. Dalam mekanisme pelaksanaan program subsidi pupuk perlu dikembangkan model

akuntabilitas yang lebih partisipatif, transparan dan hasilnya dapat diakses oleh publik, sehingga anggaran pemerintah untuk subsidi pemerintah menjadi lebih efisien.

60. Produsen pupuk harus tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Ekspor dapat dilakukan jika memang terdapat stok pupuk yang berlebihan di gudang milik pabrik yang dapat menyebabkan biaya penyimpanan meningkat dan kerusakan pupuk (terutama Urea) serta menghambat penyimpanan pupuk yang baru diproduksi atau diimpor, disampiing ekspor pupuk harus sudah mendapatkan ijin dari Kementerian Pertanian.

61. Pemerintah daerah perlu menganggarkan sebagian APBD-nya untuk membiayai kegiatan KP3 guna melaksanakan tupoksinya secara optimal. Dalam hal ini, Dinas Pertanian tingkat Kabupaten/Kota harus berani mengajukan anggaran KP3 kepada Bupati/Walikota. Tanpa anggaran yang cukup, maka berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penyaluran pupuk bersubsidi tidak akan pernah bisa diatasi dan akan selalu muncul pada tahun-tahun yang akan datang.

Kebijakan Subsidi Benih 62. BUMN produsen benih bersubsidi sebaiknya membatasi pasarnya hanya pada pasar

yang sudah jelas (captive markets), yaitu di wilayah-wilayah yang petaninya sudah fanatik terhadap benih unggul bersubsidi. Hal ini dipandang penting karena harga benih bersubsidi masih terlalu tinggi dan hanya petani-petani yang sudah maju yang mau membeli benih unggul bersubsidi.

Page 14: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

13

63. Jika BUMN perbenihan ingin memperluas pasarnya, maka harga benih harus

diturunkan sampai titik kesanggupan petani membeli (willingness to pay) jika kualitas benihnya tidak meningkat secara signifikan. Disamping itu, BUMN perbenihan perlu tetap melakukan sosialisasi kepada petani secara lebih luas tentang keunggulan benih bersubsidi produksi BUMN, baik dari segi kapasitas produksi, resistensi terhadap gangguan hama/penyakit, kebanjiran atau kekeringan, harga outputnya dan khusus beras adalah rasa nasinya.

64. Alternatifnya, BUMN perbenihan cukup berkonsentrasi dalam pengadaan benih untuk

program BLBU yang kebutuhan benihnya sangat besar. Terkait dengan hal ini, maka subsidi sebaiknya diberikan kepada para penangkar benih agar mereka dapat membantu penyediaan benih, baik dalam rangka program BLBU maupun lainnya.

65. Pengawasan oleh institusi yang berwenang, baik terhadap mutu benih bersubsidi

maupun benih untuk BLBU, perlu ditingkatkan agar benih bersubsidi mendapatkan kepercayaan yang makin luas dari masyarakat petani.

Kebijkaan Harga Gabah/Beras 66. Kebijakan pemerintah tahun 2011 yang mengijinkan Bulog untuk menggunakan dana

pemerintah untuk membeli gabah lebih dahulu perlu dihargai dan diddukung oleh semua phak terkait karena akan sangat mendukung program perlindungan harga gabah petani, disamping Bulog snediri akan menanggung biaya yang lebih sedikit karena tidak perlu lagi membayar bunga bank komersial yang jumlahnya cukup memberatkan selama ini.

67. Inpres No. 8/2011 dalam perspektif hukum seharusnya hanya diterapkan pada situasi iklim ekstrim saja. Karena itu, Inpres tersebut perlu dicabut dan diganti dengan Inpres tentang perberasan yang memberikan fleksibilitas kepada Bulog untuk bergerak dalam pembelian gabah/beras.

68. Perlu transparansi dalam penentuan rafaksi terhadap gabah petani agar harga gabah

petani sesuai dengan kondisi obyektif gabahnya. Selain itu, HPP beras perlu disesuaikan (dinaikkan) agar tidak terjadi penekanan terhadap harga gabah petani, namun jangan sampai terlalu tinggi sehingga kenaikan harga beras tidak menyebabkan naiknya angka inflasi secara signifikan yang dapat mengganggu kegiatan investasi.

69. Impor beras sejauh mungkin dihindari, kecuali dalam keadaan sangat mendesak dimana

cadangan beras nasional sudah tidak mencukupi lagi untuk waktu tertentu. Hal ini perlu ditekankan karena impor beras, apalagi jika jumlahnya sangat besar, mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mencapai swasembada beras dalam rangka ketahanan pangan. Disamping itu, impor beras sebenarnya juga melanggar UU Nomor 10 tahun 2010 tentang APBN, yang didalamnya disebutkan bahwa pemerintah harus menciptakan swasembada pangan di dalam negeri.

Page 15: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

14

Kebijakan Subsidi Terpadu

70. Hanya dua skenario kebijakan yang layak untuk dipilih, yaitu B (HET pupuk tetap, HPP GKP naik 5%) atau E (HET Urea naik 10%, HET jenis pupuk lain tetap, HP benih naik 5%, dan HPP GKP naik 5%). Namun Skenario B lebih unggul karena dapat meningkatkan produksi gabah dan laba usahatani lebih besar. Dengan skenario B, produksi gabah akan naik 100 kg/ha/musim, laba usahatani akan naik Rp 1.2 juta/ha/musim, tetapi biaya subsidi benih dan pupuk (Urea, NPK dan SP36) akan naik Rp 25.151/ha/musim, dan surplus ekonomi makro (perbedaan antara perubahan nilai produksi dan perubahan nilai subsidi pupuk dan benih) akan turun sebesar Rp 7.414/ha/musim.

71. Untuk selanjutnya, disarankan agar kebijakan yang akan diambil pemerintah di masa datang jangan sampai menurunkan laba usahatani padi, minimal tetap seperti pada tahun 2011, dimana harga aktual GKP petani adalah sekitar Rp 3,550/kg. Jika demikian, maka HPP GKP yang dikenakan minimal adalah sebesar: 0.914 X Rp 3,550 = Rp 3,245/kg. Ini berarti terjadi kenaikan sebesar 22.91% dari HPP GKP sebelumnya (Rp 2,640/kg)1.

72. Kenaikan HPP GKP sebesar 22.91% tersebut berpotensi meningkatkan harga beras sebesar 20.91%. Kenaikan harga beras ini dapat memicu inflasi karena harga beras mempunyai kontribusi cukup signifikan terhadap inflasi nasional. Jika demikian, maka diperlukan kebijakan lain yang dapat menghambat laju inflasi, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi biaya produksi di berbagai sektor dalam perekonomian nasional. Untuk mengetahui dampak kenaikan harga beras terhadap inflasi secara akurat perlu dilakukan kajian tersendiri secara mendalam dengan menggunakan metode analisis yang valid.

1 Angka 0.914 adalah elastisitas harga aktual GKP terhadap HPP GKP.

Page 16: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

15

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan aspek penting dalam ketahanan nasional dan kedaulatan berbangsa dan bernegara. Indonesia telah menerapkan kebijakan ketahanan pangan lebih dari 50 tahun dengan berbagai prestasi. Instrumen kebijakan yang diterapkan bersifat dan didasarkan atas berbagai studi tentang subsidi. Subsidi untuk kebijakan ketahanan pangan ditetapkan sesuai dengan perkembangan keadaan, namun tetap ditujukan untuk peningkatan produksi pangan dan akses masyarakat terhadap pangan. Oleh Karena itu, semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, sejak awal selalu menempatkan peningkatan produksi pangan sebagai fokus prioritas pembangunan nasionalnya. Demikian pula dengan Indonesia yang menempatkan ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional.

Dalam kaitan dengan pemeliharaan ketahanan pangan nasional, diperlukan sinergi antara peran masyarakat dan peran pemerintah. Masyarakat produsen berperan sebagai pihak yang melaksanakan proses penumbuhan ekonomi secara langsung, misalnya sebagai pengusaha yang menyediakan sarana produksi, proses produksi, pengolahan hasil, serta distribusi dan pemasaran hasil pangan dan pertanian. Peran pemerintah yang pokok dalam pembangunan pertanian adalah penyediaan layanan pemerintah yang bersifat publik seperti penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menyediakan teknologi, penyuluhan dan pemberdayaan petani, penerapan standar mutu hasil pertanian, sistem perlindungan pertanian termasuk perkarantinaan, penyediaan infrastruktur pertanian termasuk jaringan irigasi, jalan usahatani, serta regulasi pendukung yang diperlukan.

Disamping memberikan dukungan secara umum dalam bentuk layanan yang bersifat publik, pemerintah juga memberikan dukungan bagi pembangunan pertanian dalam bentuk pemberian subsidi. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dalam bentuk subsidi harga input (pupuk dan benih) dan subsidi harga pangan. Untuk mendorong peningkatan produksi, subsidi pangan diberikan sebagai instrumen dalam penerapan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) guna menjamin stabilitas harga gabah/beras pada tingkat produsen agar petani padi terlindungi dari penurunan harga yang berlebihan. Untuk menjaga akses pangan bagi keluarga miskin, pemerintah menyediakan beras bersubsidi untuk masyarakat miskin (Raskin).

Pemberian berbagai bentuk subsidi di sektor pertanian tersebut merupakan kebijakan

penting yang dilaksanakan secara terus-menerus untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Jumlah anggaran untuk subsidi input (pupuk dan benih) dan subsidi pangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun terus meningkat. Subsidi pupuk misalnya, nilai subsidinya pada tahun 2007 merupakan tujuh kali lipat dibandingkan dengan tahun 2004. Demikian pula, nilai subsidi benih pada tahun 2003 hanya Rp 60,8 milyar tetapi pada tahun 2010 menjadi Rp 1,56 triliun. Kecenderungan membesarnya nilai subsidi beberapa tahun terakhir ini memberikan sinyal akan membesarnya kebutuhan subsidi di masa mendatang, yang akan berdampak pada makin besarnya beban anggaran pemerintah untuk subsidi.

Selain itu, efektifitas pemberian subsidi itu sendiri juga mulai dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Mekanisme pemberian subsidi melalui produsen dikritisi karena dianggap hanya menguntungkan pihak produsen, bukan petani sebagai kelompok sasarannya. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan kajian untuk mengevaluasi kebijakan subsidi pertanian.

Page 17: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

16

1.2. Tujuan

Kajian subsidi pertanian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan kebijakan subsidi pertanian yang telah dan sedang berjalan (existing); (2) Mengevaluasi implementasi kebijakan subsidi pertanian yang sudah dan menganalisis dampak kebijakan subsidi pertanian; dan (3) Merumuskan usulan perbaikan kebijakan pemberian subsidi pertanian ke depan yang dapat meningkatkan produksi pertanian (khususnya beras) dan meningkatkan pendapatan petani padi.

1.3. Sistematika Laporan

Laporan ini merupakan kristalisasi pemikiran yang terkait dengan rekomendasi kebijakan subsidi pertanian yang lebih terarah dan lebih terpadu yang dirumuskan dari hasil kegiatan kajian yang telah dilaksanakan pada tahun 2011. Ada tiga butir utama yang menjadi fokus perhatian dalam laporan ini, yaitu: (1) Arah kebijakan subsidi yang lebih efisien untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian (output) dalam rangka penguatan ketahanan pangan nasional dan perbaikan pendapatan petani; (2) Mekanisme penyampaian subsidi (delivery mechanism) yang lebih efektif dan berkeadilan; dan (3) Kelompok sasaran penerima subsidi tersebut yang lebih tepat.

Laporan ini terbagi menjadi lima bab, yaitu: (1) Penduhuluan yang memuat tentang

latar belakang, tujuan, dan sistematika laporan; (2) Pendekatan kajian yang menyajikan kerangka kebijakan subsidi pertanian, metode evaluasi termasuk metode analisis kuantitatif/ ekonometrik, dan teknik pengumpulan data; (3) Konsep kebijakan yang mendasari pelaksanaan subsidi pertanian dan rancangan pelaksanaannya; (4) Evaluasi pelaksanaan subsidi pertanian yang mencakup capaian target dan permasalahannya, serta analisis perkiraan dampak skenario kebijkaan; dan (5) Kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil evaluasi/analisis kebijakan dari kajian ini.

Page 18: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

17

II. PENDEKATAN KAJIAN

2.1. Kerangka Kebijakan Subsidi Pertanian 2.1.1. Pengertian Umum dan Tujuan Subsidi Pertanian

Subsidi adalah bagian harga suatu barang atau jasa yang ditanggung oleh pemerintah

dari harga yang seharusnya dibayar oleh masyarakat pengguna barang atau jasa tersebut. Untuk subsidi pertanian, ada dua jenis masyarakat pengguna, yaitu masyarakat produsen hasil pertanian, dan masyarakat konsumen hasil pertanian. Bagi masyarakat produsen hasil pertanian, subsidi diberikan untuk harga sarana produksi, misalnya pupuk dan benih. Sementara bagi masyarakat konsumen hasil pertanian, subsidi diberikan untuk harga pangan pokok, khususnya beras.

Rumus besaran subsidi harga per kg produk yang disubsidi secara sederhana dapat

dituliskan seperti pasda rumus (2.1) sebagai berikut:

SiNSiHi HHS −= ……………………………………………………………………. (2.1)

dimana: SHi = Subsidi harga produk ke-i per kg; HNSi = Harga non-subsidi produk ke-i per kg; dan HSi = Harga subsidi produk ke-i per kg. Dalam hal ini, SHi adalah subsidi harga yang ditanggung oleh pemerintah, dan HSi

adalah harga yang dibayar oleh masyarakat penerima subsidi. Pengertian yang lebih spesifik untuk masing-masing jenis subsidi (pupuk, benih dan HPP gabah) akan dibahas pada bagian lain dalam laporan ini.

Masing-masing jenis subsidi, sebagaimana disebutkan di atas, mempunyai tujuan. Subsidi harga sarana produksi bagi masyarakat produsen hasil pertanian bertujuan untuk meningkatkan daya beli petani yang kurang mampu agar dapat membeli sarana produksi dalam jumlah yang cukup untuk meningkatkan atau mempertahankan produktivitas dan pendapatan usahataninya. Dengan harga sarana produksi yang lebih murah, masyarakat produsen pertanian juga didorong untuk menerapkan teknologi yang lebih maju sehingga produktivitasnya meningkat. Sementara subsidi harga pangan pokok (beras) bagi masyarakat konsumen hasil pertanian bertujuan untuk meringankan beban hidup sekaligus mencukupi kebutuhan pangan pokok (beras) minimum dalam rangka penguatan ketahanan pangan masyarakat miskin.

2.1.2. Dampak Subsidi Pertanian

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ada`dua kelompok subsidi pertanian, yaitu: (1) Subsidi harga sarana produksi bagi masyarakat petani produsen hasil pertanian; dan (2) Subsidi harga pangan pokok (beras) bagi masyarakat konsumen hasil pertanian. Dampak subsidi dapat dijelaskan sebagai berikut. 2.1.2.1. Dampak Subsidi Harga Input dan Kenaikan Harga Output

Dampak subsidi harga sarana produksi pertanian (misalnya pupuk) terhadap produksi

pertanian dapat diilustrasikan melalui Gambar 2.1. Berdasarkan fungsi permintaan pupuk

Page 19: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

18

Y5

DF, jika harga pupuk (misalnya Urea) tidak disubsidi, yang berarti harga pupuk adalah PF1, maka jumlah permintaan/penggunaan pupuk per ha adalah QF1 dan pada teknologi produksi yang ada yang tercermin pada kurve produksi Y=f(F;Z), dimana F adalah pupuk dan Z adalah input lain, diperoleh produksi per ha sebesar Y1. Jika harga pupuk disubsidi sehingga harga yang dibayar petani turun menjadi PF2 maka penggunaan pupuk per ha akan naik menjadi QF2 dan pada teknologi produksi yang ada akan diperoleh produksi sebesar Y2.

Gambar 2.1. Dampak Subsidi Harga Pupuk terhadap Jumlah Konsumsi

Pupuk dan Produktivitas Pertanian.

Apabila subsidi harga input dapat mendorong petani untuk menerapkan teknologi yang lebih maju (misalnya penggunaan benih yang lebih unggul lagi) yang tercermin pada kurve produksi Y’=f(F;Z) yang posisinya lebih daripada kurve produksi Y=f(F;Z), maka dengan penggunaan pupuk yang sama sebesar QF2 produksi dapat dicapai Y3 dimana Y3 > Y1. Jika teknologi tetap tidak berubah tetapi subsidi terlalu besar sehingga harga pupuk yang dibayar petani menjadi sangat murah misalnya PF3, maka produksi malahan akan turun menjadi Y4. Turunnya produksi ini disebabkan sifat produksi pertanian tunduk pada hukum

DF = f(PF)

Y4

QF3

PF3

Produksi Gabah (kg/ha)

Harga Pupuk (Rp/kg)

Y3

PF2

Y2

Konsumsi Pupuk/Ha 0

Y1

Konsumsi Pupuk/Ha QF2QF1 0

PF1

Y = f(F;Z)

Y = f’(F;Z)

Page 20: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

19

QF1 QF20

π1

π2 Y1 Y2 PL”=(PX/PY)”

PL’=(PX/PY)’

Y=f(X;Z)

Produksi Gabah/ha

Penggunaan Pupuk/ha

π3 Y3

PL”=(PX/PY)”

Y’=f(X;Z)

pertambahan hasil yang berkurang (the law of diminishing marginal return), dimana kelebihan penggunaan pupuk akan menyebabkan keracunan pada tanaman yang kemudian berdampak menurunkan produksi.

Pada kondisi dimana produksi per ha sudah berada di bawah titik maksimum karena

kelebihan pemakaian pupuk, maka untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi dapat ditempuh dengan 2 alternatif. Alternatif pertama adalah bahwa pada tingkat teknologi yang ada (teknologi tidak berubah), harga subsidi pupuk dinaikkan menjadi PF2 sehingga penggunaan pupuk turun menjadi QF2 dan produksi naik menjadi Y2. Hal ini berdampak meningkatkan efisiensi biaya pupuk, baik bagi petani sebagai pengguna pupuk maupun pemerintah sebagai penyedia anggaran subsidi pupuk. Alternatif kedua adalah pemberian subsidi benih unggul bermutu yang lebih responsif terhadap penggunaan pupuk yang dapat meningkatkan kapasitas produksi tanaman sehingga penggunaan pupuk pada QF3 akan tetap mampu mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi yaitu Y5 pada kurve produksi bergeser ke atas.

Rasio antara harga input terhadap harga output secara teoritis dapat mempengaruhi

penggunaan input yang pada akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas dan laba usahatani. Penurunan rasio harga, yang berarti harga input menjadi relatif makin murah terhadap harga output, akan mendorong petani menggunakan input lebih banyak yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi dan laba usahatani. Sebaliknya, peningkatan rasio harga, yang berarti harga input menjadi relatif makin mahal terhadap harga output, akan mendorong petani menggunakan input lebih sedikit yang selanjutnya dapat menurunkan produksi dan laba usahatani. Hubungan antara rasio harga pupuk terhadap harga gabah dengan dosis penggunaan pupuk dan produksi pada tingkat teknologi yang ada dapat dijelaskan dengan teori efisiensi alokatif (allocative efficiency) melalui Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Hubungan antara Rasio Harga Input-Output dan

Penggunaan Input (Pupuk), Produksi dan Laba Usahatani

Page 21: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

20

Pada tingkat teknnologi yang ada, yang tercermin pada kurve produksi Y=f(X;Z), dengan kondisi dimana rasio antara harga pupuk terhadap harga gabah ditunjukkan oleh kemiringan (slope) garis harga PL’ dan petani bersifat rasional secara ekonomi yaitu memaksimumkan laba (profit maximizing), sehingga garis harga PL’ bersinggungan dengan kurve produksi Y=f(X’Z), maka jumlah kebutuhan pupuk optimum per hectare adalah sebesar QF1. Pada kondisi ini, produksi optimum yang dapat dicapai adalah Y1 dan laba maksimum adalah π1. Karena π1 dalam satuan fisik (kg/ha), maka nilai laba maksimum dalam rupiah adalah sebesar π1 dikalikan dengan harga jual gabah petani.

Jika rasio harga tersebut menurun, baik karena harga pupuk tetap (akibat HET tetap)

dan harga gabah naik (akibat HPP naik), atau karena persentase kenaikan HET lebih kecil dibanding persentase kenaikan HPP gabah, maka garis harga menjadi lebih landai yang ditunjukkan oleh garis PL”. Pada kondisi ini, kebutuhan pupuk optimum per hectare meningkat menjadi QF2, yang akan meningkatkan produksi optimum menjadi Y2 dan laba maksiumm menjadi π2.

Jika pemerintah hanya memberikan subsidi harga pupuk (bukan gratis, yang berarti

petani tetap mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk) dan petani bersifat rasional secara ekonomi, yaitu memaksimumkan laba berdasarkan tingkat teknologi yang ada, maka secara teoritis mereka tidak ingin mencapai produksi maksimum karena produksi maksimum tidak menyebabkan laba maksimum. Produksi maksimum dapat dicapai hanya apabila harga pupuk bagi petani adalah nol (gratis) sehingga garis harga menjadi datar yang bersinggungan dengan kurve produksi di titik puncaknya.

Solusi terbaik untuk meningkatkan produksi dan laba petani sebenarnya adalah

perbaikan teknologi (misalnya penggunaan benih unggul bermutu), yang dapat menggeser kurve produksi keatas menjadi Y’=f(X;Z). Dengan cara ini, penggunaan dosis pupuk yang sama yaitu QF2 dapat meningkatkan produksi menjadi Y3 dan laba maksimum menjadi π3. Karena itu, upaya penurunan rasio harga input terhadap harga output (melalui persentase peningkatan HPP gabah yang lebih besar dibanding persentase peningkatan HET pupuk) yang dikombinasikan dengan pemberian subsidi harga benih unggul bermutu (dan perbaikan jaringan irigasi) akan memberikan dampak positif lebih besar, baik pada produktivitas maupun laba usahatani padi, dibanding jika hanya mengandalkan instrumen rasio harga pada teknologi yang ada yang mempunyai ruang gerak sangat terbatas (peningkatan produksi hanya terjadi di sepanjang kurve produksi yang ada).

2.1.2.2. Dampak Subsidi Harga Beras

Bagi kelompok masyarakat konsumen hasil pertanian, dampak subsidi harga beras dapat diilustrasikan melalui Gambar 2.3. Dalam ilustrasi ini, sebuah rumah tangga diasumsikan menggunakan pendapatannya (disposable income) sebesar X hanya untuk membeli 2 macam barang konsumsi yaitu beras dan non-beras. Jika seluruh pendapatan tersebut digunakan hanya untuk membeli beras dengan harga pasar (non subsidi), maka akan mendapatkan beras sejumlah B1, dan jika seluruh pendapatan tersebut digunakan hanya untuk membeli barang non-beras maka akan mendapatkan barang non-beras sebesar A. Garis AB1 yang disebut sebagai garis anggaran (budget line) dan merupakan pembatas anggaran (budget constraint) menunjukkan kombinasi jumlah beras dan non-beras untuk jumlah pendapatan yang sama.

Page 22: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

21

Konsumen mempunyai kurve indiferensi (Indifference Curve) IC1, yang menunjukkan tempat kedudukan yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi konsumen untuk kombinasi jumlah konsumsi beras dan jumlah konsumsi non-beras. Keseimbangan tercapai pada titik singgung kurve IC1 dengan garis harga AB1 yaitu E1, yang menunjukkan kombinasi konsumsi barang yang sesuai dengan jumlah pendapatan rumah tangga, yaitu QB1 untuk beras dan QA untuk barang non-beras. Dengan demikian, maka subsidi harga beras bagi konsumen dapat meningkatkan konsumsi beras untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok minimum tanpa mengurangi konsumsi non-beras.

Gambar 2.3. Dampak Subsidi Harga Beras terhadap Jumlah Konsumsi Beras

Dunia nyata tidak sederhana seperti yang digambarkan diatas. Jenis pupuk yang

digunakan petani tidak hanya satu macam. Demikian pula barang konsumsi non-beras sangat beraneka ragam jenis dan harganya. Namun model yang sederhana tersebut diatas minimal dapat memberikan kemungkinan untuk dapat memahami filosofi kebijakan subsidi harga secara lebih mudah, baik untuk sarana produksi maupun hasil pertanian (gabah/beras).

2.2. Metode Analisis dan Pengumpulan Data 2.2.1. Metode Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Pertanian

Dari hasil desk study dan FGD yang diperoleh, selanjutnya dievaluasi untuk

mendapatkan alternatif rekomendasi kebijakan. Ada tiga kebijakan yang dievaluasi yaitu: (1) Kebijakan Subsidi Pupuk; (2) Kebijakan Subsidi Benih; dan (3) Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah/beras.

Dalam evaluasi dilakukan analisis yang menggunakan beberapa metode dan kaidah

statistik sederhana/deskriptif. Hasil analisis dipadukan dengan masukan yang diperoleh dari pihak-pihak terkait melalui forum diskusi dan seminar. Aspek-aspek yang dievaluasi, metode evaluasi dan penarikan kesimpulan untuk masing-masing jenis kebijakan diperlihatkan pada Tabel 2.1. Cakupan analisis di antara tiga jenis kebijakan tersebut tidak bisa disamakan karena kompleksitas permasalahannya berbeda. Analissi kebijakan subsidi pupuk adalah yang

Konsumsi Non Beras

Konsumsi Beras B2 B1QB2 QB1 0

QA

A

E1 E2

IC1 IC2

Page 23: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

22

paling kompleks permasalahannya, kemudian disusul kebijakan subsidi benih dan yang terakhir adalah kebijakan HPP gabah/beras.

Tabel 2.1. Aspek yang Dievaluasi, Metode Evaluasi dan Penarikan Kesimpulan Kajian

Kebijakan Subsidi Pertanian.

Jenis Kebijakan Aspek yang Dievaluasi Metode Evaluasi Penarikan Kesimpulan

Subsidi Pupuk Relevansi kebijakan Studi literature (analisis ekonometrik) dan menjaring pendapat para stakeholder

Dampak positif signifikan atau tidak, apakah subsidi tetap, dikurangi secara bertahap, atau dicabut

Penyusunan RDKK Menguji validitas data dalam RDKK

Data luas lahan obyektif atau tidak

Mekanisme penyaluran

Mengidentifikasi permasalahan

Mekanisme penyaluran efektif atau tidak dan apa factor penyebabnya

Pengawasan pelaksanaan

Mengidentifikasi permasalahan

Pengawasan efektif atau tidak dan apa faktor penyebabnya

Realisasi HET Membandingkan HET versus harga beli aktual petani

Harga beli petani jauh menyimpang dari HET atau tidak dan apa faktor penyebab

Realisasi penyaluran Membandingkan realisasi versus target penyaluran, apakah memenuhi criteria 6 tepat.

Penyaluran sesuai dengan target atau tidak dan apa faktor penyebab

Akuntabilitas volume penyaluran dan harga pokok penjualan pupuk

Membandingkan volume sesudah versus sebelum audit BPK

Berapa besar penyimpangannya

Upaya perbaikan mekanisme pemberian subsidi

Mengidentifikasi permasalahan

Upaya berhasil atau tidak ada apa factor penyebabnya.

Subsidi Benih Realisasi penyaluran Membandingkan realisasi versus target penyaluran

Penyaluran sesuai dengan target atau tidak dan apa faktor penyebab

Efektifitas kebijakan Mengidentifikasi permasalahan

Kebijakan efektif atau tidak dan apa faktor penyebabnya

Kontribusi benih bersubsidi dalam pemenuhan kebutuhan benih unggul nasional

Persentase pemenuhan Dudah mempu memenuhi atau belum dan apa faktor penyebabnya.

HPP Gabah/Beras Efektifitas HPP HPP versus harga jual actual petani (metode deskriptif dan ekonometrik)

HPP meningkatkan harga jual aktual petani atau tidak dan apa factor penyebabnya

Realisasi pengadaan beras oleh Bulog

Melihat perkembangan volume pengadaan dalam negeri dan mengidentifikasi permasalahannya

Penyerapan gabah oleh Bulog sudah cukup atau belum dan apa faktor penyebabnya

Page 24: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

23

2.2.2. Metode Analisis Kuantitatif dan Simulasi Kebijakan

2.2.2.1. Skenario Kebijakan

Kebijakan pemerintah untuk melindungi pertanian pangan, sebagaimana telah dibahas dimuka adalah subsidi pupuk, subsidi benih dan harga pembelian pemerintah untuk gabah (HPP GKP). Dalam analisis berikut ingin diketahui dampak perubahan kebijakan harga pupuk bersubsidi, harga benih bersubsidi dan HPP GKP. Ada lima skenario kebijakan yang dianalisis dampaknya terhadap permintaan pupuk dan benih dan selanjutnya terhadap produkstivitas padi dan kemudian terhadap laba usahatani padi sawah, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut.

Tabel 2.2. Skenario Kebijakan Subsidi Harga Input dan HPP GKP (%)

Jenis Input

A B C D E HET Input

HPP GKP

HET Input

HPP GKP

HET Input

HPP GKP

HET Input

HPP GKP

HET Input

HPP GKP

Benih +5 0 0 +5 +5 +5 +5 +5 +5 +5 Urea +5 0 0 +5 +5 +5 +10 +5 +5 +5 SP36 +5 0 0 +5 +5 +5 +5 +5 0 +5 NPK +5 0 0 +5 +5 +5 +5 +5 0 +5

Skenario A : Harga input bersubsidi (benih, Urea, NPK dan SP36) naik 5%, sementara harga input non-subsidi (tenaga kerja, obat, dll) tetap, dan HPP GKP tetap. Tujuan skenario ini adalah untuk menganalisis dampak kenaikan harga input bersubsidi (yang berarti pengurangan subsidi harga) terhadap penggunaan input bersubsidi, yang selanjutnya berdampak pada produksi padi dan kemudian berdampak pada laba usahatani padi sawah.

Skenario B : HPP GKP naik 5%, sedangkan harga input bersubsidi (benih, Urea, NPK dan SP36) dan harga input non-subsidi (tenaga kerja, obat, dll) tetap. Skenario ini bertujuan untuk menganalisis dampak peningkatan HPP GKP terhadap penggunaan input bersubsidi, yang selanjutnya berdampak pada produksi dan kemudian berdampak pada laba usahatani padi sawah.

Skenario C : Harga input bersubsidi (benih, Urea, NPK dan SP36) dan HPP GKP sama-sama naik 5%, sedangkan harga input non-subsidi (tenaga kerja, obat, dll) tetap. Tujuan skenario ini adalah untuk menganalisis dampak peningkatan harga input bersubsidi dan HPP GKP secara simultan terhadap penggunaan input bersubsidi, yang selanjutnya berdampak pada produksi dan kemudian berdampak pada laba usahatani padi sawah.

Skenario D : Harga Urea naik 10%, harga input lain yang disubsidi (benih, NPK dan SP36) naik 5%, HPP GKP naik 5%, harga input non-subsidi (tenaga kerja, obat, dan lain-lain) tetap. Latar belakang skenario ini adalah bahwa rata-rata penggunaan pupuk/ha sudah melewati jumlah yang direkomendasikan sehingga penggunaannya perlu didorong untuk

Page 25: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

24

berkurang dengan menaikkan harga subsidi Urea lebih cepat dibanding jenis-jenis input bersubsidi lainnya. Tujuan skenario ini adalah untuk menganalisis dampak peningkatan harga Urea yang lebih cepat terhadap penggunaan input bersubsidi, yang selanjutnya berdampak pada produksi dan kemudian berdampak pada laba usahatani padi sawah.

Skenario E : Harga benih dan Urea naik 5%, HPP GKP naik 5%, harga NPK dan SP36 tetap, dan harga input non-subsidi (tenaga kerja, obat, dan lain-lain) tetap. Skenario ini dilatarbekangi oleh kondisi, dimana penggunaan pupuk majemuk yaitu NPK, dan pupuk tunggal non-Urea yaitu SP36, masih dibawah dosis rekomendasi, sehingga penggunaan kedua jenis pupuk ini perlu didorong untuk meningkat dengan menjaga harganya tidak naik. Skenario ini bertujuan untuk menganalisis dampak tidak naiknya harga NPK dan SP36, sementara harga Urea dan benih serta HPP GKP sama-sama naik 5% terhadap penggunaan input bersubsidi, yang selanjutnya berdampak pada produksi dan kemudian berdampak pada laba usahatani padi sawah.

2.2.2.2. Metode Analisis Kuantitatif/Ekonometrik

Analisis simulasi kebijakan mengikuti pendekatan analisis yang telah dikemukakan dalam Butir 2.1 di muka. Pertama-tama, dilakukan estimasi fungsi produksi padi sesuai dengan kerangka analisis di muka (Gambar 2.1) dengan spesifikasi fungsi Cobb Douglas seperti pada persamaan (2.2) sebagai berikut:

36543210 lnlnlnlnlnlnln SPNPKUreaSLY QQQQQQ ββββββ +++++= ……...…. (2.2)

dimana: QY = Produksi GKP/ha; QL = Jumlah tenaga kerja prapanen/ha; QS = Jumlah benih/ha; QUrea = Jumlah pupuk Urea/ha; QNPK = Jumlah pupuk NPK/ha; QSP36 = Jumlah pupuk SP36/ha; dan β1, β2, β3, β4 dan β5 = Elastisitas produksi padi terhadap penggunaan input tenaga kerja, benih, Urea, NPK dan SP36. Dalam analisis fungsi produksi ini, tenaga kerja yang dimasukkan hanya tenaga untuk

kegiatan pra-panen saja (pembibitan, pengolahan tanah, tanam dan pemeliharaan), sementara tenaga kerja panen dikeluarkan karena tidak mempengaruhi produktivitas padi. Demikian pula jenis pupuk ZA, KCl dan organik, walaupun digunakan petani, tidak dimasukkan dalam persamaan tersebut diatas karena hanya sedikit petani yang menggunakannya dan dalam dosis yang kecil.

Selanjutnya, dilakukan analisis permintaan akan benih dan pupuk bersubsidi sesuai

dengan kerangka analisis di muka (Gambar 2.2) dengan menggunakan persamaan (2.3) dibawah ini:

YXX PPQ lnlnlnln 210 δδδ ++= ………………………………..…………...……. (2.3)

dimana: QX = Jumlah penggunaan jenis input bersubsidi ke-x per; PX = Harga jenis input bersubsidi ke-x per kg; PY = Harga jual aktual GKP petani per kg; dan X = Jenis input bersubsidi (benih padi, Urea, NPK dan SP36).

Page 26: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

25

Dalam persamaan (2.3) tersebut diatas, hanya variabel harga input sendiri dan harga jual aktual GKP petani yang dimasukkan karena dalam kenyataannya tidak terjadi efek substitusi atau efek komplementer antar variabel jenis input, sementara variabel harga jual aktual GKP petani dimasukkan karena sesuai dengan kerangka teori yang disampaikan dalam Butir 2.1 (Gambar 2.2).

Harga jual aktual GKP petani (PY) sendiri pada persamaan (2.3) sebenarnya

dipengaruhi oleh HPP GKP (HPPY). Untuk mengestimasi pengaruh tersebut digunakan persamaan (2.4) sebagai berikut:

YtYt HPPP lnlnln 10 αα += ………………………………………………………… (2.4)

dimana: PYt = Harga jual aktual GKP petani tahun t; HPPYt = HPP GKP tahun t; dan α1 = Elastisitas transmisi HPP GKP ke harga jual aktual GKP petani. Persentase perubahan jumlah penggunaan input bersubsidi sebagai akibat dari

perubahan harga input bersubsidi yang bersangkutan dan perubahan HPP GKP diukur dengan rumus (2.5):

YXX dPdPdQ %**%*% 121 αδδ += ………………………………………..…….. (2.5)

dimana: %dQX = Persentase perubahan penggunaan input ke-x; δ1 = Elastisitas permintaan input ke-x terhadap harganya sendiri (dari persamaan 2.2); %dPX = Persentase perubahan harga input ke-x; δ2 = Elastisitas permintaan input ke-x terhadap harga jual aktual GKP petani (dari peesamaan 2.2); α1 = Elastisitas transmisi HPP GKP ke harga jual aktual GKP petani (dari persamaan 2.3). Perubahan jumlah penggunaan input bersubsidi sebagai akibat dari perubahan harga

input bersubsidi yang bersangkutan dan perubahan HPP GKP dihitung dengan rumus (2.6):

)100/%*1 XXX dQQdQ = ……………………………………………………..…... (2.6) dimana: dQx = Perubahan jumlah penggunaan input bersubsidi ke-x (kg/ha); QX1 = Jumlah penggunaan input bersubsidi ke-x awal; dan %dQX = Persentase perubahan penggunaan input ke-x (dari persamaan 2.5). Jumlah penggunaan input bersubsidi sebagai akibat dari perubahan harga input

bersubsidi yang bersangkutan dan perubahan HPP GKP (QX2) dihitung dengan rumus (2.7):

XXX dQQQ += 12 …………………………………………………………..…….... (2.7) Persentase perubahan penggunaan input bersubsidi tersebut selanjutnya berpengaruh

terhadap produktivitas padi per ha, yang dapat dihitung dengan rumus (2.8) dibawah ini:

{ }∑ +++= 365432 %**%%*%*% SPNPKUreaSY dQdQdQdQdQ ββββ ……….…. (2.8) dimana: %dQY = Persentase perubahan produksi padi/ha; β2, β3, β4 dan β5 = Elastisitas produksi padi terhadap penggunaan input bersubsidi (benih, Urea, NPK dan SP36) yang dihitung dengan persamaan 2.1); dQS, dQUrea, dQNPK dan dQSP36 = Perubahan jumlah penggunaan input/ha (benih, Urea, NPK, SP36).

Page 27: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

26

Perubahan produksi/ha sebagai akibat perubahan penggunaan input bersubsidi dapat

dihitung dengan rumus (2.9):

YYY dQQdQ %*1= …………………………………………………………...…….. (2.9) dimana: dQY = Perubahan produksi GKP/ha; QY1 = Produksi GKP/ha awal; dan %dQY = Persentase perubahan produksi padi/ha Produksi padi/ha sesudah perubahan penggunaan input sebagai akibat perubahan harga

benih dan pupuk bersubsidi serta HPP GKP dapat dihitung dengan rumus (2.10) sebagai berikut:

YYY dQQQ += 12 …………………………………………….………………....… (2.10)

dimana QY2 = Produksi GKP sesudah perubahan (kg/ha); QY1 = Produksi GKP awal (kg/ha); dan dQY = Perubahan produksi GKP (kg/ha). Dampak perubahan dalam jumlah penggunaan input bersubsidi, harga input bersubsidi

dan produksi padi tersebut dapat dihitung dampaknya terhadap biaya usahatani, penerimaan kotor, laba usahatani padi, biaya subsidi dan surplus ekonpmi berdasarkan lima skenario perubahan harga input bersubsidi (benih, Urea, NPK dan SP36) dan HPP GKP tersebut diatas.

Dampak terhadap biaya, pendapatan kotor, laba usahatani dan surplus ekonomi dapat

dihitung masing-masing dengan rumus (2.11), (2.12), (2.13), (2.14) dan (2.15) sebagai berikut:

( ){ } ( ){ }∑∑ −−−=Δ 222111 ** FCPQFCPQTC XXXX …….………….………… (2.11)

2211 ** YYYY PQPQTR −=Δ ……………………………………………………..... (2.12)

TCTR Δ−Δ=Δπ …………………………………………………………….…... (2.13)

( ){ }[ ] ( ){ }[ ]∑∑ −−−=Δ 1122 ** XXXXXX HETHPPQHETHPPQTNS ………..… (2.14)

( ) TNSPQPQTSE YYYY Δ−−=Δ 1122 ** ……………………..……………………. (2.15)

dimana:

∆TC = Perubahan total biaya usahatani (Rp/ha) QX1 = Jumlah penggunaan input ke-x awal (kg/ha) PX1 = Harga input ke-x awal (Rp/kg) FC1 = Total biaya tetap awal (Rp/ha) QX2 = Jumlah penggunaan input ke-x seudah perubahan (kg/ha) PX2 = Harga input ke-x sesudah perubahan (Rp/kg) FC2 = Total biaya tetap sesudah perubahan (Rp/ha) ∆TR = Perubahan penerimaan kotor usahatani (Rp/ha) QY1 = Produksi gabah awal (kg/ha) QY2 = Produksi gabaj sesudah perubahan (kg/ha) PY1 = Harga gabah awal (Rp/kg) PY2 = Harga gabah sesudah perubahan (Rp/kg)

Page 28: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

27

∆π = Perubahan laba usahatani (Rp/ha) ∆TNS = Perubahan total nilai subsidi input (Rp/ha) HPPX = Harga pokok penjualan input bersubsidi (Rp/kg) HETX1 = Harga eceran tertinggi awal input bersubsidi (Rp/kg) HETX2 = Harga eceran tertinggi awal input bersubsidi (Rp/kg) ∆TSE = Perubahan total surplus ekonomi (Rp/ha) X = Jenis input bersubsidi (benih, Urea, NPK dan SP36) Y = Jenis output (GKP)

2.2.3. Teknik Pengumpulan Data

Kajian ini diawali dengan identifikasi isu dan permasalahan yang ada melalui desk study dan rangkaian diskusi yang melibatkan unsur pemerintah, asosiasi, sektor swasta, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan petani. Untuk memperkuat hasil-hasil identifikasi yang sudah ada, dilakukan survei lapangan untuk mendapatkan data dan informasi (primer dan sekunder) yang terkait dengan pelaksanaan subsidi di lapangan/daerah. Survei dilaksanakan dalam bentuk FGD atau wawancara langsung dengan pihak pemerintah provinsi dan kabupaten, produsen input, penyalur input (distributor dan kios), kelompok tani, asosiasi petani (HKTI) dan divre Bulog.

Untuk analisis kuantitatif/ekonometrik digunakan data usahatani padi sawah tahun

2011 di delapan provinsi sentra produksi padi sawah, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

2.3. Pelaksana Kajian

Pelaksanaan kajian ini melibatkan sebuah Tim yang terdiri dari 1 orang pengarah,1

orang Penanggung-jawab, masing-masing 1 orang sebagai Ketua dan Wakil Ketua, 31 orang Anggota dan 5 orang Tenaga Pendukung kegiatan. Kegiatan ini juga melibatkan 3 orang Nara Sumber tetap dengan bidang keahlian yang terkait dengan salah satu bidang yang dibutuhkan (fiskal, industri, perdagangan, pertanian, dan sosial-ekonomi). Narasumber tetap selain memberikan informasi dan masukan, juga membantu tim kajian dalam menyusun rekomendasi kebijakan. Selain itu, di dalam seminar/konsinyasi juga diundang narasumber lain yang dapat memberikan informasi dan masukan yang terkait dengan topik kajian.

Page 29: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

28

III. KONSEP KEBIJAKAN DAN RANCANGAN PELAKSANAANNYA

3.1. Kebijakan Subsidi Pupuk

3.1.1. Konsep Kebijakan

3.1.1.1. Definisi dan Tujuan Subsidi

Pemerintah terus berupaya dalam meningkatkan produksi pertanian, khususnya dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Peningkatan produksi tersebut dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu perluasan areal tanam atau areal panen dan peningkatan produktivitas per satuan luas areal. Peningkatan produktivitas dapat dicapai antara lain melalui penggunaan benih unggul bermutu dan pemupukan berimbang dalam jumlah yang memadai. Namun karena sebagian besar produsen pertanian di Indonesia adalah petani berskala kecil yang modalnya terbatas, Pemerintah terdorong untuk memberikan subsidi pupuk agar petani mempunyai kemampuan dan aksesibilitas yang lebih tinggi terhadap input produksi tersebut sesuai dengan kebutuhannya.

Subsidi pupuk diartikan sebagai alokasi anggaran pemerintah untuk menanggung

subsidi harga pupuk, yaitu selisih antara harga subsidi dan harga non subsidi. Yang dimaksudkan dengan harga subsidi adalah harga eceran tertinggi (HET), sementara harga non-subsidi adalah harga pokok penjualan (HPP) pupuk.

Kebijakan subsidi pupuk diarahkan untuk mencapai Tujuan Antara dan Tujuan Akhir.

Yang dimaksudkan dengan Tujuan Antara adalah meningkatkan kemampuan petani untuk membeli pupuk dalam jumlah yang sesuai dengan dosis anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi. Sementara Tujuan Akhir adalah meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Di beberapa negara, khususnya di negara berkembang seperti Malaysia, Filipina,

India, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, dan China, subsidi pupuk sudah lazim diberikan oleh pemerintah kepada petani. Pemerintah Malaysia memberikan subsidi pupuk secara langsung dalam bentuk fisik dengan persentase tertentu. Pemerintah Filipina juga memberikan subsidi pupuk secara langsung kepada petani padi tetapi melalui sistem kupon diskon harga untuk pembelian pupuk Urea, ZA dan K. Sementara di Sri Lanka, India dan China, Pemerintah negara tersebut memberikan subsidi pupuk secara tidak langsung, yaitu melalui industri pupuk. Mekanisme lainnya ditempuh oleh Pemerintah Bangladesh dan Pakistan yang menerapkan subsidi harga pupuk karena sebagian besar pupuk berasal dari impor yang harganya mahal.

3.1.1.2. Evolusi Kebijakan Subsidi Pupuk di Indonesia

Di Indonesia, kebijakan subsidi pupuk telah dicetuskaan dan diimplementasikan sejak awal decade 1970an. Walaupun kebijakan tersebut telah mengalami reorientasi pada tahun 2003, konsep dasarnya sebenarnya tidak jauh berbeda dari konsep awal yang dibangun pada awal dekade 1970an tersebut. Sejarah perkembangan kebijakan subsidi pupuk dapat dibagi

Page 30: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

29

berdasarkan sistem subsidi dan sumber pembiayaannya dan berdasarkan mekanisme distribusinya.

Berdasarkan sistem subsidi dan sumber pembiayaannya, sejarah kebijakan subsidi

pupuk dapat dibagi ke dalam empat periode. Periode pertama, yaitu tahun 1970-1998, yang menerapkan sistem subsidi harga dengan sumber pembiayaan dari APBN. Selama periode tersebut, terdapat dua jenis subsidi yaitu: (1) Subsidi dari PLN dan pupuk impor (1970-1973); dan (2) Subsidi harga pupuk yang berasal dari impor dan produksi dalam negeri (1973-1998).

Pada periode kedua, yaitu tahun 1999-2001, dimana sejak tahun 1998 subsidi harga

pupuk dicabut karena harga non-subsidi terlalu mahal sebagai akibat dari menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat terjadinya krisis ekonomi. Pemerintah memberikan subsidi harga bahan baku (gas) untuk pembuatan pupuk berupa Insentif Gas Domestik (IGD) kepada perusahaan produsen pupuk dengan harga gas US$ 1,3/MMBTU. Dalam hal ini, selisih antara harga gas yang dipasok ke produsen pupuk dan harga gas di pasaran ditanggung oleh pemerintah. Sumber pembiayaan subsidi berasal dari APBN dan dana talangan PNBP Migas, dimana PNBP Migas berasal dari bagi-hasil migas antara pemerintah dan perusahaan kontraktor migas yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas di dalam negeri.

Selanjutnya, pada periode ketiga yaitu tahun 2003-2005, subsidi pupuk diberikan

melalui kombinasi antara subsidi gas untuk pupuk Urea dan subsidi harga untuk pupuk non-Urea. Kebijakan ini dilakukan karena untuk memproduksi pupuk Urea diperlukan amoniak yang direaksikan dengan gas methane (CH4) yang berasal dari gas bumi. Subsidi gas dilakukan dengan memberlakukan ketentuan harga gas sebesar US$ 1,0/MMBTU untuk perusahaan produsen pupuk, sedangkan selisih harganya dengan harga di pasaran ditanggung/disubsidi oleh Pemerintah. Sementara itu, subsidi harga pupuk non-Urea dihitung dengan formula pengurangan dari komponen Harga Pokok Produksi plus Biaya Distribusi dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Sumber pembiayaan subsidi berasal dari APBN.

Pada periode keempat, yaitu dari tahun 2006 sampai dengan kajian ini dilaksanakan

(2011), subsidi pupuk diberikan dalam bentuk subsidi harga, dengan sumber pembiayaan yang berasal dari APBN. Subsidi harga dihitung dengan formula pengurangan komponen Harga Pokok Produksi plus Biaya Distribusi dengan komponen HET.

Sementara itu, berdasarkan sistem dan mekanisme distribusinya, sejarah kebijakan

subsidi pupuk dapat dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama, yaitu tahun 1970-1978, dimana sistem distribusi menggunakan rayonisasi antara importir dan produsen (Badan Usaha Milik Negara/BUMN dan swasta). Satu provinsi/kabupaten dilayani oleh lebih dari satu importir/produsen. Selama periode ini, importir sekaligus bertindak sebagai distributor.

Pada periode kedua, yaitu tahun 1979-2001, menggunakan sistem distribusi tunggal

yaitu oleh PT Pupuk Sriwijaya (PT Pusri), yang menjadi penanggungjawab tunggal yang dilengkapi dengan sarana distribusi seperti kapal, unit pengantongan, gerbong kereta api, dan gudang. Sebagai distributor tunggal, PT Pusri juga dapat melakukan subsidi silang (relokasi).

Sementara pada periode ketiga, yaitu dari tahun 2002 sampai dengan kajian ini

dilaksanakan (2011), sistem distribusi menggunakan rayonisasi antar produsen dalam negeri (BUMN) dan tiap produsen bertanggungjawab atas wilayah/rayonnya masing-masing. Untuk keperluan distribusi, produsen menunjuk distributor dan pengecer di wilayah tanggungjawabnya. Dengan sistem ini, produsen juga dapat melakukan relokasi (subsidi

Page 31: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

30

silang). Mulai tahun 2009 diberlakukan sistem RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), dimana rencana kebutuhan pupuk dari tiap-tiap wilayah dibuat terlebih dahulu untuk memudahkan pembuatan perkiraan kebutuhan volume pupuk dan kebutuhan biaya. Dengan sistem RDKK, kasus penyimpangan distribusi pupuk dapat dicegah atau dikurangi.

3.1.1.3. Sasaran Penerima Subsidi

Pada saat kajian ini dilaksanakan (tahun 2011), subsidi pupuk kepada petani diberikan secara tidak langsung melalui lima BUMN produsen pupuk yaitu PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kalimantan Timur. Namun sebagai sasaran penerima manfaat utama dari kebijakan subsidi pupuk ini adalah petani, pekebun, dan peternak, yang mengusahakan lahan garapan paling luas 2 ha setiap musim tanam per keluarga petani dan pembudidaya ikan dan/atau udang paling luas 1 ha. Dengan demikian, pupuk bersubsidi tidak diperuntukkan bagi perusahaan berbadan hukum yang bergerak di bidang budidaya/produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan budidaya.

3.1.2. Rancangan Pelaksanaan Kebijakan

3.1.2.1. Dasar Pelaksanaan Kebijakan Subsidi

Dalam pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk, UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang ABPN Tahun 2010 (Pasal 9, Ayat (1)a) dan UU Nomor UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun 2011 (Pasal 10, Ayat (1) sampai dengan (4) merupakan dasar pelaksanaan subsidi pupuk masing-masing pada tahun 2010 dan 2011. Alokasi anggaran untuk subsidi pupuk untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp 14.757.259.000.000, sedangkan untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp 16.377.000.000.000.

Selain mengatur tentang pengalokasian anggaran, UU Nomor 47/2009 dan Nomor

10/2010 tersebut juga memuat beberapa kebijakan, yaitu: (1) Pemerintah mengutamakan kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan oleh perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara dari penjualan gas; (2) Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pertanian, terutama pupuk pada masa yang akan datang, Pemerintah menjamin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan harga domestik; dan (3) Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Pada tahun-tahun sebelumnya, UU APBN belum mencantumkan alokasi anggaran untuk subsidi pupuk. 3.1.2.2. Insitusi Pembuat/Pelaksana Kebijakan Subsidi

Kebijakan subsidi pupuk melibatkan beberapa Kementerian di bawah kooordinasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu: (1) Kementerian Pertanian, (2) Kementerian Keuangan, (3) Kementerian Perdagangan, dan (4) Kementerian BUMN. Selain itu juga melibatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), dan Pemerintah Daerah.

Kementerian Pertanian sebagai pelaku utama di dalam pelaksanaan kebijakan subsidi

pupuk berperan penting di dalam: (1) Penetapan alokasi kebutuhan pupuk dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk (HET) bersubsidi per tahunnya; (2) Penetapan produsen pupuk bersubsidi (bersama kementerian BUMN) dan menilai kebenaran data/dokumen pembayaran subsidi

Page 32: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

31

pupuk yang diajukan oleh produsen; dan (3) Penyaluran dana subsidi kepada produsen pupuk. Sementara itu, di dalam distribusi pupuk, Kementerian Perdagangan sangat berperan di dalam menetapkan mekanisme pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi, serta melakukan pengawasan di dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.

Untuk menjamin agar penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran, serta penggunaan

dan harga pupuk bersubsidi telah sesuai, maka dibentuk Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3). Komisi tersebut melakukan pemantauan dan pengawasan sesuai dengan wilayah pengawasannya (provinsi/kabupaten/kota) dan menyusun laporan pengawasan yang disampaikan kepada Bupati/Gubernur/Menteri. Sementara itu, untuk memudahkan tugas KP3, maka di dalam pelaksanaan tugasnya Komisi tersebut dibantu oleh penyuluh pertanian.

Selanjutnya, terdapat tiga bagian utama yang terkait dengan pupuk bersubsidi yang

diatur secara terpisah namun tetap menjadi satu kesatuan. Pertama, penentuan kebutuhan pupuk bersubsidi diatur di dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang selalu disesuaikan setiap tahunnya. Adapun Permentan terbaru yang menjadi dasar penentuan kebutuhan pupuk bersubsidi pada tahun 2011 adalah Nomor 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang Kebutuhan dan Harga Ecerean Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011. Kedua, penentuan Harga Pokok Penjualan (HPP) pupuk bersubsidi yang diatur melalui Peraturan Menteri BUMN, dan telah terbit Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-183/MBU/2003 tentang Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi. Ketiga, untuk menjamin distribusi pupuk bersubsidi, maka Pemerintah telah menetapkan komoditas tersebut berada di dalam pengawasan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan. Selanjutnya, peraturan tersebut dijabarkan di dalam Peraturan Menteri Perdagangan, dan telah terbit Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 dan perubahannya melalui Permendag Nomor 07/M-DAG/PER/2/ 2009 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang mengatur tentang mekanisme pengadaan pupuk bersubsidi dan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi.

3.1.2.3. Mekanisme Penganggaran dan Pembayaran Subsidi Mekanisme penganggaran dan pembayaran subsidi pupuk mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, produsen pupuk mengajukan tagihan pembayaran subsidi pupuk kepada Kementerian Pertanian selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) subsidi pupuk dengan menyertakan dokumen pendukung seperti data penyaluran pupuk pada Lini- IV. Selanjutnya, sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan, Kementerian Pertanian melakukan verifikasi terhadap validitas data/dokumen tagihan pembayaran subsidi pupuk tersebut, dan selanjutnya dilakukan pembayaran apabila data/dokumen tersebut dinyatakan benar. Namun demikian, apabila terdapat anggaran subsidi pupuk yang belum dapat dibayarkan sampai dengan akhir Desember tahun berjalan sebagai akibat dari belum dapat dilakukannya verifikasi atas dokumen tagihan subsidi pupuk, ditempatkan pada Rekening Cadangan Subsidi/Public Service Obligation (PSO) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penempatan dana pada rekening PSO paling tinggi sebesar sisa pagu DIPA untuk belanja subsidi pupuk.

3.1.2.4. Mekanisme Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Proses penyaluran pupuk bersubsidi diawali dengan usulan dari kelompok tani. Kelompok tani membuat usulan kebutuhan pupuk para petani anggotanya yang dituangkan

Page 33: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

32

dalam RDKK (Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok). RDKK tersebut dikirimkan kepada Penyalur (Kios) atau Gapoktan yang bertindak sebagai pengecer resmi (Lini-IV), dan selanjutnya rekapitulasi usulan kebutuhan pupuk tersebut dikirimkan kepada Distributor (Lini-III). Rekapitulasi kebutuhan pupuk yang telah disusun oleh distributor kemudian dikirimkan kepada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, dan selanjutnya secara berjenjang diserahkan kepada Dinas Pertanian Provinsi dan Kementerian Pertanian.

Sesuai dengan Permentan Nomor 06/Permentan/SR.130/2/2011 yang mengatur

tentang alokasi pupuk bersubsidi, dijelaskan bahwa alokasi pupuk bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, serta alokasi anggaran subsidi pupuk tahun 2011. Alokasi pupuk bersubsidi secara nasional tersebut dirinci menurut provinsi, jenis, jumlah, sub sektor, dan sebaran bulanan. Selanjutnya, dirinci menurut kabupaten/kota (ditetapkan dengan Peraturan Gubernur paling lambat pada awal bulan Maret 2011) dan menurut kecamatan (ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota paling lambat akhir Maret 2011).

Adapun sistem penyaluran pupuk terdiri dari usulan, alokasi dan penyaluran pupuk

bersubsidi, yang secara lengkap dijelaskan di dalam Gambar 3.1. Tahap selanjutnya adalah pendistribusian pupuk bersubsidi, dimana dari Gambar 3.1, dapat diambil dan disederhanakan sebagaimana ditunjukkan di dalam Gambar 3.2. Pupuk diproduksi oleh perusahaan di Lini-I, yaitu lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-masing produsen atau di wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor. Dari Lini-I, pupuk dikirim ke lokasi gudang produsen di wilayah ibukota provinsi dan atau Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar pelabuhan (Lini-II).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keterangan: 

 

Gambar 3.1. Mekanisme Usulan, Alokasi dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi (Sumber: Direktorat Sarana Produksi, 2011)

PSO

Usulan Kebutuhan 

Pupuk 

Laporan

Usulan Kebutuhan 

Pupuk

Permentan

Distribusi

Usulan Kebutuhan 

Pupuk RDKK RDKK Pergub 

Perbub/WK 

Distribusi 

RDKK RDKK RDKK

Proses Administratif

Aliran Fisik Pupuk 

KEMENTAN  PRODUSEN (LINI‐I/II)

DIPERTA PROVINSI 

DIPERTA KAB/KOTA 

DISTRIBUTOR (LINI‐III)

PENYALUR (LINI‐IV) 

GAPOKTAN (LINI‐IV

KT/ PETANI

Page 34: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

33

Gambar 3.2. Penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Lini-I Sampai Petani (Sumber: Direktorat Sarana Produksi, 2011)

Setelah pupuk dikemas di dalam kantong, kemudian dikirim ke lokasi gudang

produsen dan/atau distributor di wilayah Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen (Lini-III). Distributor adalah perusahaan perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang ditunjuk oleh produsen pupuk untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan pupuk bersubsidi dalam partai besar di wilayah tanggungjawabnya. Dari distributor, pupuk kemudian dijual kepada petani dan/atau kelompok tani melalui pengecer resmi yang ditunjuk (Lini-IV). Pengecer resmi adalah perseorangan, kelompok tani, dan badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang berkedudukan di Kecamatan dan/atau Desa yang ditunjuk oleh Distributor dengan kegiatan pokok melakukan penjualan Pupuk Bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya secara langsung kepada Petani dan/atau Kelompok Tani.

Untuk menjamin agar pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk sesuai dengan ketentuan

yang ada, maka terdapat beberapa prinsip dan ketentuan dasar di dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:

Produsen pupuk wajib mengutamakan pengadaan pupuk bersubsidi untuk pemenuhan

kebutuhan sektor pertanian dalam negeri. Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya berdasarkan rencana kebutuhan dalam Permentan dan peraturan pelaksanaannya dari Gubernur/Bupati/ Walikota.

Tanggungjawab dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilaksanakan sesuai

dengan prinsip/azas enam tepat yaitu tepat dalam jenis, jumlah, tempat, waktu, mutu dan harga. Tanggungjawab tersebut dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas dan kewajiban masing-masing, yaitu: (1) Produsen pupuk wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya dari Lini-I sampai dengan Lini-III di wilayah tanggungjawabnya; (2) Distributor wajib melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya dari Lini-III sampai dengan Lini-IV di wilayah tanggung jawabnya; dan (3) Pengecer wajib melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani dan/atau kelompok tani di Lini-IV di wilayah tanggung-jawabnya berdasarkan RDKK yang jumlahnya sesuai dengan peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota.

Terkait dengan harga pupuk bersubsidi, berlaku ketentuan bahwa: (1) Produsen pupuk

wajib menyalurkan pupuk bersubsidi kepada Distributor di Gudang Lini-III dengan harga tebus yang memperhitungkan HET; (2) Distributor menyalurkan pupuk kepada Pengecer (Lini-IV) dengan harga tebus yang memperhitungkan HET dan melaksanakan pengangkutan sampai dengan gudang Pengecer; dan (3) Pengecer wajib menyalurkan

LINI I  LINI II LINI IIII LINI IV PETANI

Page 35: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

34

pupuk kepada petani/kelompok tani di gudang Lini-IV berdasarkan RDKK dengan harga yang tidak melampaui HET.

Dalam melaksanakan pengangkutan pupuk bersubsidi, Distributor wajib menggunakan

sarana angkutan yang terdaftar khusus sebagai angkutan pupuk bersubsidi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penyelundupan dan penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi.

Terkait dengan stok pupuk minimal, Produsen pupuk wajib menjamin persediaan minimal

pupuk di Lini-III untuk kebutuhan selama 2 (dua) minggu ke depan sesuai dengan rencana kebutuhan yang ditetapkan Menteri Pertanian. Kecuali untuk puncak musim tanam (November sampai dengan Januari), persediaan minimal untuk kebutuhan 3 (tiga) minggu ke depan.

Distributor dan Pengecer dilarang memperjualbelikan pupuk bersubsidi di luar peruntukannya dan/atau di luar wilayah tanggungjawabnya. Pihak lain selain Produsen, Distributor dan Pengecer resmi dilarang memperjualbelikan pupuk bersubsidi dengan maksud dan tujuan apapun.

Apabila terjadi peningkatan kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah kabupaten/kota,

Produsen dapat menambah alokasi kebutuhan sebesar maksimal 20% dari alokasi wilayah yang bersangkutan, sepanjang tidak melebih alokasi kebutuhan pupuk secara nasional dari Produsen yang bersangkutan. Pelaksanaan alokasi kebutuhan tersebut dilaporkan kepada Dirjen Tanaman Pangan, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.

Apabila penyaluran pupuk bersubsidi oleh distributor dan/atau pengecer tidak berjalan lancar, produsen wajib melakukan penyaluran langsung kepada petani dan/atau kelompok tani di Lini-IV setelah berkoordinasi dengan Bupati/Walikota setempat (cq. Kepala Dinas Pertanian).

Apabila Pengecer tidak dapat melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi, maka Distributor (dengan berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi pertanian setempat) untuk jangka waktu tertentu dapat melakukan penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada petani dan/atau kelompok tani di wilayah tanggungjawabnya berdasarkan RDKK dengan harga tidak melampaui HET.

Dalam rangka program khusus pertanian, produsen dapat menunjuk Distributor untuk melakukan penjualan langsung kepada petani dan/atau kelompok tani yang mengikuti program tersebut.

Selanjutnya, untuk tetap menjamin agar pupuk bersubsidi tersedia bagi petani, maka

apabila terjadi kekurangan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah provinsi dan kabupaten/kota, maka dapat dipenuhi melalui realokasi antar wilayah, waktu dan subsektor sebagai berikut:

Realokasi antar provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh Kementerian Pertanian, realokasi

antar kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur, dan realokasi antar kecamatan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Untuk memenuhi kebutuhan petani, realokasi tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu sebelum penetapan dari Gubernur dan/atau Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat.

Page 36: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

35

Apabila alokasi pupuk bersubsidi di suatu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi, produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah bersangkutan dari sisa alokasi bulan-bulan sebelumnya dan/atau dari alokasi bulan berikutnya sepanjang tidak melampaui alokasi 1 (satu) tahun.

Dalam rangka efisiensi penyaluran pupuk bersubsidi, Produsen pupuk selama ini telah

berupaya menekan biaya sampai ke tingkat petani melalui terobosan baru untuk meningkatkan pelayanan kepada petani dalam pengadaan pupuk bersubsidi yaitu pengembangan Kios Pupuk Lengkap (KPL) di seluruh wilayah Indonesia. Terhitung mulai dari 1 Desember 2010, semua kios resmi menjual pupuk lengkap dan tidak ada lagi yang hanya menjual satu jenis pupuk saja, sehingga semua jenis pupuk tersedia lengkap di tiap Kios. PT Pusri sebagai holding company membentuk KPL sebanyak 52.112 unit di seluruh wilayah Indonesia untuk mewujudkan sinergi antar anak perusahaan sehingga dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan tertib administrasi perusahaan. Dengan adanya KPL, petani cukup datang di satu kios untuk memenuhi seluruh kebutuhan pupuknya sehingga biaya transportasi dan waktu untuk mencari pupuk bisa dihemat. Selain mengupayakan adanya kemudahan dan memotong jalur birokrasi penebusan pupuk, produsen pupuk juga memberikan kemungkinan bagi Distributor (Lini-III) untuk menebus pupuk kapan saja. Proyek percontohan penebusan pupuk 24 jam sehari ini baru diujicobakan di beberapa wilayah Indonesia.

3.1.2.5. Mekanisme Pengawasan Pelaksanaan Subsidi

Karena pupuk bersubsidi merupakan komoditas yang berada di dalam pengawasan,

maka Pemerintah telah menyiapkan berbagai mekanisme pengawasan untuk menekan penyimpangan, baik dari sisi penganggaran maupun pelaksanaan di lapangan. Mekanisme pengawasan diperlihatkan pada Gambar 3.3.

Pada sisi pelaksanaan di lapangan, maka dalam rangka pengawasan distribusi pupuk,

produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini-I sampai dengan Lini-IV sebagaimana diatur dalam Permendag tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku. Sementara itu, pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi dilakukan oleh Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3). KP3 Provinsi/Kabupaten adalah wadah koordinasi instansi lintas sektor yang dibentuk oleh Keputusan Gubernur/ Bupati untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran, penggunan dan harga pupuk bersubsidi di wilayah Provinsi/Kabupaten. KP3 Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh penyuluh pertanian.

Mekanisme penyampaian laporan pengawasan, sebagaimana diatur dalam Permentan

Nomor 06 Tahun 2011, adalah sebagai berikut: (1) KP3 di kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati/Walikota; (2) Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur; (3) KP3 di provinsi wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur; dan (4) Gubernur menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Menteri Pertanian.

Sementara itu, sesuai dengan Permendag Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 Pasal 16,

pengawasan distribusi pupuk diatur sebagai berikut. Pertama, pengawasan terhadap

Page 37: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

36

pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi meliputi jenis, jumlah, mutu, harga eceran tertinggi Pupuk Bersubsidi serta waktu pengadaan dan penyaluran.

Gambar 3.3. Skema Mekanisme Pengawasan Penyaluran Pupuk dan Pestisida. (Sumber: Direktorat Sarana Produksi, 2011)

Kedua, pelaksanaan pengawasan yang dilakukan dengan menggunakan prosedur

sebagai berikut:

Produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini-I sampai dengan Lini-IV sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu di masing-masing wilayah tanggung jawabnya.

Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam pengawasan atas pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah administrasi pemerintahannya.

Menteri Pertanian

Tim Pengawas Pupuk & Komisi Pestisida

Gubernur

KP3 Provinsi

Bupati/Walikota

KP3 Kab/Kota

Pengawas Pupuk Bersubsidi & Pestisida

Pusat

Pengawas Pupuk Bersubsidi & Pestisida

Provinsi

Pengawas Pupuk Bersubsidi & Pestisida

Kab/Kota

Petani Produsen, Distributor,

Kios

PPL, KTNA, HKTI, LSM

PPN Penyidikan

Garis pembinaan Garis koordinasi Garis pengawasan Garis pelaporan

Page 38: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

37

KP3 di tingkat Propinsi yang ditetapkan oleh Gubernur, wajib melakukan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya serta melaporkannya kepada Gubernur dengan tembusan kepada produsen penanggung jawab wilayah.

KP3 di tingkat Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota, wajib melakukan

pemantauan dan pengawasan pelaksanaan penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya dan melaporkannya kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Produsen penanggungjawab wilayah.

Guna menghindari terjadinya kelangkaan pupuk, Gubernur dan Bupati/Walikota melalui

KP3 berkewajiban membantu kelancaran pelaksanaan pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi di wilayah kerjanya.

Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Lini-I sampai dengan Lini-IV serta melaporkannya kepada Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian.

Apabila dianggap perlu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri atau Pejabat yang ditunjuknya

dapat melakukan pengawasan langsung atas pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.

Dari sisi penganggaran, sebagaimana diatur di dalam Pasal 13 hingga Pasal 17

Permenkeu Nomor 120/PMK.02/2010, mekanisme pertanggung-jawaban, pelaporan dan audit subsidi pupuk untuk tahun 2011 dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kementerian Pertanian selaku KPA bertanggungjawab sepenuhnya atas penyaluran dana subsidi pupuk kepada Produsen pupuk; (2) Produsen pupuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran subsidi pupuk kepada Kementerian Pertanian, dimana laporan tersebut setidaknya mancakup tentang target dan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi; (3) Subsidi pupuk diaudit oleh Auditor yang berwenang sesuai dengan ketentuan paraturan perundang-undangan; dan (4) Apabila terdapat selisih kurang pembayaran subsidi pupuk antara yang telah dibayar kepada produsen pupuk dengan hasil audit, maka jumlah selisih kurang tersebut dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya. Sebaliknya, apabila berdasarkan laporan audit dinyatakan bahwa jumlah dana subsidi pupuk yang ditanggung pemerintah lebih kecil dari yang telah dibayarkan Pemerintah pada satu tahun anggaran, maka kelebihan pembayaran tersebut harus disetor ke Kas Negara oleh Produsen pupuk.

Menyangkut kualitas pupuk bersubsidi, Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(POM) melakukan pengawasan kualitas (quality control) terhadap produk pupuk bersubsidi yang akan beredar di masyarakat. Sementara itu, DPR RI (Komisi IV) mempunyai peran sebagai berikut: (1) Mengawasi kinerja pemerintah dalam pelaksanaan program pupuk bersubsidi; (2) Menyerap aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan program pupuk bersubsidi; dan (3) Melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk meminta keterangan, melakukan penilaian kinerja dan memberi masukan perbaikan kepada pemerintah mengenai program pupuk bersubsidi.

Page 39: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

38

3.1.2.6. Penghitungan Besaran Subsidi Dalam penghitungan alokasi anggaran subsidi pupuk, beberapa variabel utama yang

digunakan adalah: (1) Jumlah pupuk, yang dihitung berdasarkan luas tanam dan anjuran dosis pupuk berimbang; (2) Jenis pupuk; (3) Harga Eceran Tertinggi (HET; dan (4) Harga Pokok Penjualan pupuk. Formula Nilai Subsidi Pupuk adalah sebagai berikut:

( )∑=

−=n

iipupukipupukipupuk HETHPPQNSP

1)()()( * ………………………..………….. (3.1)

dimana: NSP = Nilai subsidi pupuk; Qpupuk(i) = Jumlah jenis pupuk ke-i yang disubsidi; HPPpupuk(i) = Harga pokok penjualan jenis pupuk ke-i yang disubsidi; HETpupuk(i) = Harga Eceran jenis Pupuk ke-i yang disubsidi; n = jumlah jenis pupuk yang disubsidi (5); dan i adalah jenis pupuk yang disubsidi yaitu Urea, SP36, ZA, NPK dan organik.

Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis-jenis pupuk tersebut yang diproduksi oleh BUMN pupuk. Penugasan kepada BUMN dalam rangka pelaksanaan subsidi pupuk mempunyai keuntungan yaitu walaupun anggaran pemerintah (APBN) belum cair, pupuk sudah bisa disalurkan kepada petani mulai tanggal 1 Januari setiap tahun. Sementara itu, untuk mengurus administrasi yang terkait dengan penyaluran pupuk tidak cuckup 2 bulan. Dalam hal ini, pemerintah melakukan pembayaran belakangan setelah pupuk disalurkan, dan bahkan pembayaran selengkapnya baru dilakukan setelah ada hasil auditing atas jumlah pupuk yang telah disalurkan dan HPP final.

Harga Pokok Penjualan (HPP) pupuk adalah biaya pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi oleh Produsen pupuk dengan komponen biaya sebagaimana ditetapkan oleh Menteri BUMN (sebelumnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian). Komponen biaya yang dimaksud adalah biaya produksi dan biaya distribusi sampai ke Lini-IV. Formula penghitungan HPP per kg untuk kasus pupuk Urea adalah sebagai berikut:

TPPPPnTBDTBDMPTBPHPP IVIII ++++

= …………………………………… (3.2)

dimana: HPP = Harga pokok penjualan; TBP = Total biaya produksi (terdiri dari biaya gas, bahan baku lainnya, air, bahan penolong, gaji & kesejahteraan, pemeliharaan & suku cadang, asuransi & jasa, overhead, administrasi & umum, penyusutan & amortisasi, bunga bank, kantong & pengantongan, dan handling curah); MP = Marjin laba produsen (10%); TBDIII = Total biaya distribusi pupuk sampai dengan Lini-III (terdiri dari biaya keuangan, kapal curah, kantong & pengantongan, kapal kantong, asuransi, susut, survey, bongkar-muat di Lini-II, sewa gudang, angkutan Lini-II ke Lini-III, bongkar-muat di Lini-III, sewa/staple gudang di Lini-III, overhead, administrasi & umum, dan jasa penyaluran); TBDIV = Total biaya distribusi Lini-III ke Lini-IV; PPn = Pajak penjualan (10%); dan TPP = Total penyaluran pupuk per tahun.

Sementera Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga eceran tertinggi pupuk di

Lini-IV sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Pertanian. HET pupuk bersubsidi ditetapkan oleh Menteri Pertanian bersamaan dengan penetapan kebutuhan pupuk bersubsidi setiap tahunnya dengan memperhatikan tingkat marjin keuntungan tertentu bagi petani (30% dari

Page 40: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

39

total biaya usahatani). Adapun HET tersebut ditetapkan untuk jenis pupuk bersubsidi yaitu Urea, SP36, ZA, NPK, dan Pupuk Organik.

Dalam penentuan HET pupuk, pemerintah juga memperhatikan HPP gabah yang

ditetapkan untuk petani. Secara teoritis, sebagaimana telah diutarakan di muka, dengan makin rendahnya rasio antara HET pupuk dan HPP gabah (artinya harga pupuk relatif makin murah dibanding harga gabah), maka diharapkan petani terdorong untuk menggunakan pupuk secara lebih optimal. Karena itu, sejak era reformasi, pemerintah mengumumkan HPP gabah pada awal musim tanam (Oktober) dan mengumumkan HET pupuk pada awal tahun berikutnya. Dengan cara ini, maka petani dapat membuat kalkulasi tentang jumlah dan komposisi pupuk yang akan digunakan untuk menghasilkan output yang lebih memadai.

3.1.2.7. Besaran HPP dan HET Pupuk Bersubsidi

Perkembangan HPP dan HET pupuk selama 2006-2011 diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Selama tahun 2006-2009, harga pupuk bersubsidi (HET) tidak berubah, yaitu Rp 1.200 untuk Urea, Rp 1.050 untuk ZA, Rp 1.550 untuk SP18/SP36 dan Rp 1.750 untuk NPK. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah subsidi per kg pupuk yang ditanggung pemerintah sangat besar (baik nilai absolute maupun persentase) dan terus meningkat karena HPP pupuk terus meningkat.

Tabel 3.1. HPP, HET dan Subsidi Pupuk Bersubsidi, 2006-2011 (Rp/kg).

Uraian Jenis Pupuk 2006 2007 2008 2009 2010 2011

HPP Urea 1.352 1.803 2.153 2.183 3.207 3.132 SP36 1.654 2.432 2.655 2.879 2.892 3.139 ZA 1.182 1.815 3.573 3.657 2.307 2.422 NPK 2.227 3.104 5.134 5.179 4.847 5.100 Organik - - 1.582 1.582 1.617 1.663

HET Urea 1.200 1.200 1.200 1.200 1.600 1.800 SP36 1.550 1.550 1.550 1.550 2.000 2.200 ZA 1.050 1.050 1.050 1.050 1.400 1.650 NPK 1.750 1.750 1.750 1.750 2.300 2.450 Organik - - 1.000 500 700 500

Subsidi Urea 152  603  953  983  1,607  1,332  SP36 104  882  1,105  1,329  892  939  ZA 132  765  2,523  2,607  907  772  NPK 477  1,354  3,384  3,429  2,547  2,650  Organik - - 582  1,082  917  963 

% Subsidi* Urea 11,24  33,44  44,26  45,03  50,11  42,53  SP36 6,29  36,27  41,62  46,16  30,84  29,91 

ZA 11,17  42,15  70,61  71,29  39,32  31,87  NPK 21,42  43,62  65,91  66,21  52,55  51,96  Organik - - 36,79  68,39  56,71  69,93 

Keterangan: * Persentase subsidi harga terhadap HPP

Page 41: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

40

HET pupuk baru dinaikkan pada tahun 2010 yaitu menjadi Rp 1.600 untuk Urea (naik 33,3%); Rp 1.400 untuk ZA (naik 33,3%); Rp 2.000 untuk SP36 (naik 29,0%); dan Rp 2.300 untuk NPK Phonska (naik 31,4%). Kenaikan HET diperlukan karena HPP pupuk cenderung meningkat, sedangkan anggaran pemerintah yang tersedia untuk subsidi terbatas. Lebih besarnya persentase kenaikan HET Urea dibanding SP36 dan NPK diharapkan dapat mengurangi dosis pemakaian pupuk tunggal, utamanya Urea, yang saat ini masih cukup besar (di beberapa lokasi terjadi kelebihan dosis) sekaligus meningkatkan penggunaan pupuk majemuk (NPK). Dengan berkurangnya dosis pemakaian pupuk tunggal, utamanya Urea, dan bertambahnya dosis pemakaian NPK, terlebih-lebih jika disertai juga dengan pemakaian pupuk organik dalam jumlah yang cukup, diharapkan struktur tanah bisa menjadi lebih kondusif bagi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sehingga produktivitas per hektare menjadi lebih tinggi.

Pada tahun 2011, HET pupuk telah direncanakan akan dinaikkan, tetapi kemudian

dibatalkan dan tetap menggunakan HET tahun 2010, dan khusus untuk pupuk organik kembali pada posisi tahun 2009 yaitu Rp 500/kg. Tidak naiknya HET dilandasi oleh pertimbangan untuk meringankan beban petani seandainya terjadi kegagalan tanam karena kebanjiran sebagai akibat dari kondisi iklim yang ekstrim basah. Tidak naiknya HET selama 2006-2009 dan 2011 mencerminkan bahwa kebijakan subsidi pupuk tetap berpihak kepada petani.

3.1.2.8. Target Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Target penyaluran pupuk bersubsidi selama 2006-2010 diperlihatkan pada Tabel 3.2.

Target penyaluran pupuk tunggal yaitu Urea, SP218/SP36 dan ZA, terus meningkat selama 2006-2009 tetapi kemudian menurun pada tahun 2010. Sementara untuk pupuk majemuk NPK target penyalurannya terus meningkat selama 2006-2010. Target penyaluran pupuk tunggal yang menurun pada jenis pupuk tunggal dan meningkat pada jenis pupuk majemuk (NPK) dilandasi oleh keinginan pemerintah agar petani meningkatkan menggunakan pupuk majemuk (dan pupuk organik) dan mengurangi penggunaan pupuk tunggal dengan tujuan agar produktivitas meningkat melalui penggunaan pupuk berimbang (dan pupuk organik).

Tabel 3.2. Target Penyaluran Pupuk Bersubsidi, 2006-2010 (ton)

Tahun Urea SP16/SP36 ZA NPK Organik 2006 4.300.000 700.000 600.000 400.000 0 2007 4.300.000 800.000 700.000 700.000 0 2008 4.800.000 811.400 750.350 962.680 345,000 2009 5.500.000 1.000.000 923.000 1.500.000 450,000 2010 4.931.000 850.000 849.749 2.100.000 750,000

Sumber: Kementerian Pertanian.

Anggaran subsidi pupuk terus meningkat secara cepat dari Rp 6.797 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp 14.921,8 milyar pada tahun 2008, kemudian naik lagi menjadi Rp 17.441 milyar pada tahun 2009 dan naik lagi menjadi Rp 18.711 milyar pada tahun 2010 tetapi kemudian turun menjadi sekitar Rp 16.400 milyar pada tahun 2011.

Page 42: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

41

3.1.2.9. Upaya Perbaikan Mekanisme Penyaluran Pupuk Subsidi Dalam upaya mencari alternatif kebijakan subsidi pupuk yang lebih efektif, efisien

dan berkeadilan, pemerintah cq Kementerian Pertanian telah melakukan dua uji coba, yaitu Kartu Pintar (Smart Card) dan Subsidi Pupuk Langsung ke Petani (SPL). Uji coba Kartu Pintar telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2007. Kartu ini dilengkapi dengan fasilitas elektronik (semacam kartu ATM). Dalam kartu tersebut terdapat nama, nomor kartu dan jatah pupuk menurut jenisnya sesuai dengan RDKK masing-masing petani. Mesin transaksi pembelian pupuk (semacam mesin ATM) ditempatkan di kios penyalur (Lini-IV).

Sementara itu, uji coba subsidi pupuk langsung ke petani (SPL) telah dilakukan di

dua kecamatan di Kabupaten Karawang pada musim tanam Oktober–Desember 2010, yaitu Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Cikampek. Uji coba ini dilandasi oleh Inpres Nomor 1 tanggal 19 Februari 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Inpres tersebut menyebutkan ada 10 prioritas, yang salah satunya adalah Ketahanan Pangan yang menjadi prioritas ke-5. Dalam prioritas Ketahanan Pangan tersebut, salah satu tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian Pertanian adalah melakukan Uji Coba Pengalihan Subsidi Pupuk Langsung ke Petani yang keluarannya adalah rancang-bangun subsidi pupuk langsung ke petani.

Dalam kebijakan subsidi berjalan, dana subsidi harga pupuk diserahkan kepada

BUMN produsen pupuk dan petani tinggal membeli dengan HET. Sementara dalam kebijakan SPL, petani menerima dana subsidi pupuk secara langsung dalam bentuk uang tunai atas pupuk yang telah ditebusnya. Besarnya dana subsidi pupuk yang menjadi hak petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

( )[ ]∑ −= fsfnsf PPQTS * ……………………………………………………….. (3.3)

dimana: TS = jumlah dana subsidi yang diterima petani; Qf = jumlah jenis pupuk ke-f yang dibeli petani; Pfns = harga non-subsidi jenis pupuk ke-f; Pfs = harga subsidi jenis pupuk ke-f; dan f = jenis pupuk yang disubsidi (Urea, ZA, SP36, NPK dan organik).

Untuk kelancaran pelaksanaan ujicoba SPL, RDKK yang mencantumkan nama Kelompok Tani, luas lahan garapan, jenis komoditas dan kebutuhan pupuk per bulan dijaga agar benar-benar akurat. Untuk itu diperlukan kerjasama antara petani, kelompok tani, dan petugas pertanian setempat. Untuk dapat mentransfer dana subsidi pupuk kepada petani, masing-masing Kelompok Tani perlu membuka rekening di bank BRI setempat. Dana subsidi tersebut ditransfer satu bulan sebelum masa tanam dengan jumlah seperti yang tercantum dalam Permentan tentang SPL sehingga petani tidak kekurangan modal untuk menebus pupuk. Namun untuk dapat mencairkan dana subsidi oleh pengurus Kelompok Tani, petani anggota kelompok harus sudah menebus pupuk terlebih dahulu dengan harga non-subsidi dan menunjukkan nota penebusan tersebut. Formulir pencairan dana subsidi oleh pengurus Kelompok Tani harus diketahui/ditandatangani terlebih dulu oleh Kepala UPTD Pertanian tingkat kecamatan setempat sebagai tanda bukti persetujuan. Pengurus Kelompok Tani kemudian membagikan dana subsidi kepada petani masing-masing anggotanya sesuai dengan nota penebusan pupuknya.

Page 43: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

42

3.2. Kebijakan Subsidi Benih

3.2.1. Konsep Kebijakan 3.2.1.1. Definisi dan Tujuan Subsidi

Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, penggunaan teknologi produksi, di antaranya pupuk dan benih unggul bermutu, sangat dibutuhkan. Dengan penggunaan benih unggul bermutu diharapkan dapat meningkatkan potensi produktivitas pertanian secara signifikan. Pada sisi lain, di dalam memproduksi benih unggul bermutu dibutuhkan penelitian, pengembangan, dan investasi yang sangat besar sehingga biaya produksi benih sangat tinggi. Karena itu diperlukan intervensi Pemerintah, di antaranya melalui subsidi benih.

Dalam hal ini, kebijakan Subsidi Harga Benih merupakan salah satu dari tiga

kebijakan perbenihan dalam upaya peningkatan ketersediaan dan penggunaan benih bermutu varietas unggul. Dua kebijakan perbenihan lainnya adalah Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU). Ketiga kebijakan perbenihan termasuk ke dalam kategori Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation).

Secara umum, subsidi benih diartikan sebagai penggantian biaya produksi benih

bersertifikat yang harus dibayar oleh Pemerintah apabila benih tersebut sudah terjual. Adapun besaran subsidi adalah selisih antara Harga Pokok Penjualan (HPP) dengan Harga Penyerahan (HP). Dalam hal ini, HPP benih adalah semua biaya yang timbul baik langsung maupun tidak langsung dari proses produksi sampai dengan benih siap jual dalam 1 (satu) periode usaha. Sementara itu, HP benih adalah harga jual benih rata-rata dalam 1 (satu) tahun di tingkat penyalur.

Subsidi benih bertujuan untuk: (1) Membantu meringankan beban para petani

tanaman pangan agar dapat membeli benih sebar bersertifikat dengan harga terjangkau; (2) Meningkatkan penggunaan benih bermutu varietas unggul; dan (3) Stabilisasi harga benih unggul bermutu. Sementara tujuan akhir yang hendak dicapai dari subsidi benih adalah untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan berkualitas.

3.2.1.2. Sasaran Penerima Subsidi Benih bersubsidi yang dimaksud adalah benih padi, jagung komposit, jagung hibrida dan kedelai bersertifikat yang diproduksi oleh PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero). Dalam hal ini, benih Varietas Unggul Bermutu (VUB) adalah benih yang berasal dari varietas unggul yang telah dilepas yang mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Benih padi, jagung hibrida, jagung komposit dan kedelai adalah benih bersertifikat kelas Benih Sebar (Extension Seed/ES). Label (Sertifikat Benih) adalah keterangan tertulis atau bergambar tentang benih yang ditempelkan atau disertakan secara jelas pada sejumlah benih dalam bulk atau suatu wadah. Dengan demikian, meskipun diberikan melalui BUMN produsen benih, diharapkan sebagai penerima manfaat utama dari subsidi benih adalah petani tanaman pangan, namun hanya terbatas pada petani padi non-hibrida, petani jagung komposit, petani jagung hibrida, dan petani kedelai.

Page 44: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

43

Pemberitahuan Pagu Anggaran (1)

Usulan Anggaran (2)

SP-SAPSK (3)

DIPA (4)

SK (5)

Dokumen Tagihan (6)

SK (7)

Verifikasi Dokumen Tagihan, dll (8)

SPP (9)SPM (10)

Pembayaran Subsidi & Profit Margin (11)

3.2.2. Rancangan Pelaksanaan Kebijakan

3.2.2.1. Dasar Pelaksanaan Kebijakan Subsidi

Dalam pelaksanaan kebijakan subsidi benih, UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun 2011 (Pasal 11), merupakan dasar pelaksanaan subsidi benih tahun 2011. Menurut UU tersebut, subsidi benih tahun 2011 dianggarkan sebesar Rp 120.322.880.000. Pada tahun-tahun sebelumnya, UU APBN belum mencantumkan alokasi anggaran untuk subsidi benih.

3.2.2.2. Mekanisme Penganggaran dan Pembayaran Subsidi

Alur mekanisme penganggaran dan pembayaran subsidi benih secara garis besar disampaikan pada Gambar 3.4 yang dilengkapi dengan nomor urut kegiatan yang jelas. Sebagai penanggungjawab keuangan dan pelaksanaan adalah Kementerian Pertanian. Dalam hal ini, Harga Pokok Penjualan (HPP) benih dan Harga Penyerahan (HP) benih ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Sementara itu, dalam pelaksanaan kebijakan subsidi benih, Pemerintah menunjuk PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani sebagai pelaksana program/pemasok benih. Benih tersebut didistribusikan kepada Kios, dan selanjutnya dibeli oleh kelompok tani. Untuk mengantisipasi kondisi alam yang ekstrim seperti kekeringan, banjir dan bencana alam lainnya, Pemerintah menunjuk PT Sang Hyang Seri sebagai pelaksana program Cadangan Benih Nasional (CBN). Alokasi anggaran subsidi benih ditentukan berdasarkan margin harga penyerahan dengan harga pasar.

Gambar 3.4. Alur Mekanisme Penganggaran dan Pembayaran Subsidi Benih

(Sumber: Diskemakan dari Permenkeu No.129/PMK.02/2010)

DITJEN ANGGARAN

DITJEN TP (KPA)

DITJEN PERBENDAHARAAN

PP-SPM

BUMN BENIH

PPK

TIM VERFIKASI

KPPN

Page 45: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

44

Rekap Laporan Penyaluran

Rencana Penyaluran

Pengawasan/ Monitoring

Penyaluran

Penyaluran Laporan

Laporan PembinaanRekap Laporan Penyaluran

Laporan Penyaluran

Total anggaran subsidi harga benih telah mengalami kenaikan dari Rp 341,9 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp 985,2 milyar pada tahun 2008, dan naik lagi menjadi Rp 1.315,4 milyar pada tahun 2009 tetapi kemudian menurun sangat drastis menjadi hanya Rp 104,6 milyar pada tahun 2010. Sesudah itu, anggaran subsidi benih sedikit naik menjadi Rp 120,3 milyar pada tahun 2011.

Anjloknya jumlah subsidi benih pada tahun 2010 disebabkan oleh daya serap benih

bersubsidi sebagai akibat dari: (1) Terlalu mahalnya harga subsidi dan tidak signifikannya perbedaan antara harga subsidi dan harga non-subsidi; (2) Adanya program BLBU dengan volume benih yang sangat besar; dan (3) Adanya sumber-sumber benih diluar PSO yang harganya lebih murah tetapi mutunya tidak jauh berbeda dari benih bersubsidi.

3.2.2.3. Mekanisme Penyaluran Benih Bersubsidi

Mekanisme penyaluran (termasuk pengawasan dan pelaporan) benih bersubsidi selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 3.5. BUMN produsen (pabrik) benih yang ditunjuk pemerintah, yaitu PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero), diberi tugas memproduksi benih sesuai dengan kebutuhan. Benih tersebut didistribusikan melalui kios-kios yang ada, dan petani atau kelompok tani dapat membeli sesuai dengan harga penyerahan (HP). Volume benih yang disalurkan oleh BUMN ke kios-kios diperiksa dan diawasi oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT) setempat. Untuk memudahkan proses distribusi benih bersubsidi, benih tersebut diharapkan dapat diproduksi di daerah tersebut dengan melibatkan penangkar benih yang ada di lokasi setempat.

Gambar 3.5. Mekanisme Penyaluran dan Pengawasan Benih Bersubsidi

(Sumber: Direktorat Perbenihan, 2011) 3.2.2.4. Mekanisme Pengawasan Pelaksanaan Subsidi

Mekanisme pengawasan pelaksanaan subsidi benih diperlihatkan pada Gambar 3.5

tersebut diatas. Ruang lingkup pengawasan penyaluran benih bersubsidi meliputi jenis benih, volume benih dan mutu benih. Jenis benih yang diawasi adalah benih padi on-hibrida, benih

DIPERTA PROV DITJEN TP

BPSB TPH

PBT KAB/KOTA

BUMN BENIH

KIOS BENIH

PETANI

Page 46: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

45

jagung hibrida, benih jagung komposit dan benih kedelai bersubsidi yang diproduksi/ disalurkan oleh PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani. Sementara itu, volume benih yang diawasi adalah kesesuaian jumlah benih bersubsidi yang disalurkan oleh kedua BUMN perbenihan tersebut ke kios, dengan dokumen Surat Pengantar Angkutan Benih (SPA). Mutu benih yang diawasi meliputi kondisi fisik benih, kemasan benih serta label (sertifikat benih). Kondisi fisik benih serta kemasan benih dapat mencerminkan mutu benih. Label (sertifikat) benih memuat data mutu benih antara lain yaitu Kadar Air, Daya Tumbuh, Campuran Varietas Lain, Kotoran Benih dan Masa Kadaluwarsa Benih. Disamping itu perlu dilakukan pengecekan terhadap keaslian label (sertifikat).

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Balai Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih

(BPSB)/Dinas Pertanian Provinsi bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengawasan peredaran benih. Oleh karena itu BPSB berwenang dan berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran benih bersubsidi, baik benih bersubsidi yang diproduksi di dalam provinsi maupun yang didatangkan dari provinsi lain. Dinas Pertanian Provinsi berfungsi untuk mengkoordinasikan monitoring pelaksanaan penyaluran benih bersubsidi pada tingkat Provinsi. Sementara itu, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota berfungsi untuk memonitor pelaksanaan penyaluran benih bersubsidi pada tingkat kabupaten/kota.

Guna memperjelas bahwa Pemerintah memberi subsidi benih untuk petani, maka pada

kantong/kemasan benih bersubsidi ditulis/diberi label “Benih Bersubsidi”. Dinas Pertanian Provinsi/Kepala UPTD Balai Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih (BPSB) mengundang perwakilan PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani di provinsi setempat untuk memaparkan/ mempresentasikan rencana penyaluran benih bersubsidi setiap musim tanam di provinsi tersebut. Dalam Pemaparan rencana penyaluran benih bersubsidi tersebut agar dihadiri oleh Kasubdin/Kepala Bidang yang menangani Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi, Kepala UPTD Balai Benih Provinsi, para Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota serta Pengawas Benih Tanaman (PBT) provinsi setempat. Kepala UPTD BPSB menjelaskan mekanisme pengawasan penyaluran benih bersubsidi kepada perwakilan BUMN produsen benih bersubsidi provinsi setempat serta kepada para Pengawas Benih Tanaman (PBT) seluruh kabupaten/kota provinsi setempat.

Mekanisme pelaksanaan pengawasan penyaluran benih bersubsidi dapat dijelaskan sebagai berikut: BUMN produsen benih bersubsidi memberitahukan rencana penyaluran benih bersubsidi

kepada BPSB Dinas Pertanian Provinsi dengan formulir tertentu. Rencana penyaluran benih bersubsidi disampaikan ke PBT yang berada di kabupaten setiap akan dilakukan penyaluran. BPSB, Dinas Provinsi dan PBT di kabupaten setelah menerima pemberitahuan dari produsen akan melakukan koordinasi dilakukan dengan persiapan PBT akan melakukan pengecekan ke kios.

BUMN produsen benih bersubsidi menyalurkan benih bersubsidi tersebut ke kios dengan jumlah sesuai pemberitahuan ke BPSB/Dinas Provinsi dan PBT yang berada di kabupaten. Bukti penyaluran benih oleh produsen benih berupa Surat Pengantar Angkutan Benih (SPA) dengan menggunakan formulir tertentu. SPA yang sudah ditandatangani oleh kios, produsen dan pengangkut disampaikan kepada PBT sebagai dasar bagi PBT untuk melakukan pengecekan di lapangan.

Page 47: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

46

PBT melakukan pengecekan ke kios, yang meliputi: (1) Jenis benih, dengan cara melakukan pengecekan terhadap jenis benih yaitu benih padi, benih jagung hibrida, benih jagung komposit dan benih kedelai yang disalurkan; (2) Volume benih, dengan cara mencocokkan benih yang disalurkan dengan dokumen SPA; dan (3) Mutu benih, dengan cara memeriksa kondisi fisik benih, kemasan benih dan keaslian label/sertifikat benih, masa berlaku benih dan asal benih. Hasil pemeriksaan ke kios oleh PBT diserahkan ke BPSB di Provinsi berupa SPA yang telah diparaf/ditandatangani oleh PBT beserta catatan lainnya.

BPSB Provinsi merekapitulasi hasil pengawasan berisi data kios pengecer, jenis benih,

volume benih yang disalurkan, nomor SPA, asal benih, kondisi benih dan masa berlaku label. Hasil rekapitulasi pengawasan ditandatangani oleh Kepala BPSB dan BUMN produsen benih bersubsidi dengan formulir tertentu.

Hasil rekapitulasi pengawasan penyaluran disampaikan ke Kementerian Pertanian

melalui surat atas nama surat Kepala Dinas Pertanian Provinsi.

Hasil pengawasan benih bersubsidi akan digunakan oleh Kementerian Pertanian untuk meneruskan dokumen tersebut kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Penyaluran Dana Subsidi Benih, Cadangan Benih dan Bantuan Langsung Benih Unggul Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai salah satu dokumen untuk dasar pembayaran subsidi/penggantian biaya produksi kepada BUMN produsen benih bersubsidi.

Apabila didalam pemeriksaan penyaluran subsidi ditemukan ketidak sesuaian jenis, volume atau mutu benih sesuai rencana penyaluran, maka BPT/BPSB/Dinas Pertanian Provinsi wajib menegur BUMN produsen benih bersubsidi untuk mengganti benih tersebut sesuai persyaratan.

Kebenaran dokumen dan fisik penyaluran benih bersubsidi adalah tanggung jawab

BUMN produsen benih bersubsidi. Terdapat dua jenis laporan yang disiapkan di dalam pelaksanaan subsidi benih, yaitu

Laporan Bulanan yang merupakan laporan hasil pengawasan penyaluran benih bersubsidi dan Laporan Tahunan merupakan laporan kegiatan pengawasan penyaluran benih bersubsidi:

Laporan Bulanan merupakan laporan hasil pengawasan penyaluran benih bersubsidi yang

disusun oleh BPSB dan disampaikan ke Direktur Jenderal Tanaman Pangan cq Direktur Perbenihan melalui Kepala Dinas Pertanian Provinsi. Penyampaian laporan hasil pengawasan sesuai dengan realisasi penyaluran benih bersubsidi oleh BUMN produsen benih bersubsidi setiap bulan paling lambat tanggal 10.

Laporan Tahunan kegiatan pengawasan penyaluran benih bersubsidi merupakan laporan seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan penyaluran benih bersubsidi dari BUMN produsen benih bersubsidi yang meliputi: rencana dan realisasi penyaluran, pemanfaatan dan permasalahan subsidi benih, yang disusun bersama-sama oleh Dinas Pertanian Provinsi, Kabupaten/Kota dan BPSB. Isi laporan tahunan meliputi : Kata Pengantar, Daftar Isi, Pendahuluan, Maksud dan Tujuan, Sasaran, Rencana dan Realisasi Penyaluran, Masalah dan Pemecahan Masalah, Saran Masukan dan Penutup.

Page 48: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

47

3.2.2.5. Penghitungan Besaran Subsidi Benih

Dalam penghitungan alokasi Subsidi Benih ada beberapa variabel utama yang dipertimbangkan, yaitu: (1) Volume benih; (2) Jenis benih; (3) Harga Penyerahan; dan (4) Harga Pokok Penjualan benih. Formula Nilai Subsidi Benih adalah sebagai berikut:

( )∑=

−=n

iibenihibenihibenih HPHPPQNSB

1)()()( * ………………………………………. (3.4)

dimana: NSB = Nilai subsidi benih; Qbenih(i) = Jumlah benih ke-i yang disubsidi; HPPbenih(i) = Harga Pokok Penjualan Benih ke-i yang disubsidi; HPbenih(i) = Harga Penyerahan benih ke-i yang disubsidi; n = jumlah jenis benih yang disubsidi (4); dan i adalah jenis benih yang disubsidi (padi non-hibrida, jagung komposit, jagung hibrida dan kedelai).

3.2.2.6. Ketentuan Harga Benih Bersubsidi

Harga benih bersubsidi yang dikenal sebagai Harga Penyerahan (HP) benih per kg pada tahun 2011 adalah Rp 5.306 untuk benih padi non-hibrida, Rp Rp 29.145 untuk benih jagung hibrida, Rp 7.607 untuk benih jagung komposit dan Rp 9.945 untuk benih kedelai. Selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Harga Benih Bersubsidi Menurut Sumbernya Tahun

2011 (Rp/kg).

Komoditas Non PSO PSO Subsidi CBN BLBU

1. Padi Non-Hibrida Hibrida 50.595 - - - Non Hibrida 5.562 5.306 5.548 6.425

2. Jagung: Hibrida 29.262 29.145 33.469 33.469 Komposit 7.947 7.607 - -

3. Kedelai 10.489 9.945 10.051 11.255 Sumber: Komunikasi langsung dengan Direktur Litbang PT Sang Hyang Seri,

6 Mei 2011.

Harga-harga subsidi benih tersebut diatas hanya sedikit lebih murah dibanding harga non-subsidi, yaitu 95,40% untuk benih padi non-hibrida; 95,72% untuk benih jagung komposit; 94,81% untuk benih kedelai; dan bahkan 99.60% untuk jagung hibrida (hampir sama dengan harga subsidi). Kecilnya perbedaan antara harga subsidi dan harga non subsidi disebabkan pemerintah hanya memberikan subsidi untuk biaya angkutan saja (sampai ke titik bagi). Untuk benih padi hibrida, pada tahun 2011 pemerintah tidak lagi memberikan subsidi. Harga benih CBN (Cadangan Benih Nasional) untuk padi non-hibrida dan kedelai sedikit lebih mahal dibanding harga subsidi tetapi sedikit lebih murah dibanding harga non-subsidi, sedangkan untuk jagung hibrida lebih mahal dibanding benih non-subsidi. Untuk benih BLBU, harga semua jenis benih padi non-hibrida, jagung hibrida, jagung komposit dan kedelai lebih mahal dibanding harga non-subsidinya.

Page 49: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

48

3.2.2.7. Target Penyaluran Benih Bersubsidi Target penyaluran benih bersubsidi selama 2006-2010 diperlihatkan pada Tabel 3.4.

Target penyaluran benih padi (non hibrida) meningkat pada tahun 2007 dibanding 2006 tetapi kemudian turun drastis pada tahun 2008, dan pada tahun 2010 menurun lagi. Untuk benih jagung hibrida, target tahun 2007 turun dibanding 2006 tetapi kemudian cenderung naik selama 2008-2010. Sementara untuk benih jagung komposit, target penyaluran turun pada tahun 2007 dibanding 2006, tetapi kemudian naik, turun dan naik lagi secara bergantian selama 2008-2010. Target penyaluran benih kedelai naik pada tahun 2007 tetapi kemudian turun drastis pada tahun 2008 dan tidak beurbah sampai 2010.

Tabel 3.4. Target Penyaluran Benih Bersubsidi 2006-2010 (ton)

Tahun Padi Non Hibrida

Jagung Hibrida

Jagung Komposit Kedelai

2006 110.500 2.800 1.600 5.455 2007 130.053 2.400 1.347 6.000 2008 95.000 2.500 1.948 2.000 2009 95.000 2.500 1.766 2.000 2010 62.500 3.000 2.000 2.000

Sumber: Kementerian Pertanian.

Rincian target penyaluran tahun 2010 menurut produsen benih adalah sebagai berikut: (1) PT Sang Hyang Seri: padi non-hibrida 37.500 ton, jagung hibrida 1.800 ton, jagung komposit 1.200 ton dan kedelai 1.200 ton; dan (2) PT Pertani: padi non-hibrida 25.000 ton, jagung hibrida 1.200 ton, jagung komposit 800 ton dan kedelai 800 ton. Ini berarti bahwa PT Pertani mendapatkan kuota penyediaan benih lebih besar dibanding PT Pertani. Pembagian kuota tersebut logis karena PT Sang Hyang Seri sudah lebih dahulu berkiprah dalam subsidi benih dan industri benih merupakan bisnis intinya (core business).

3.3. Kebijakan Harga Gabah/Beras

3.3.1. Konsep Kebijakan 3.3.1.1. Definisi dan Tujuan Kebijakan

Produksi padi nasional terus meningkat, khususnya selama sepuluh tahun terakhir.

Selama periode 2000-2010, produksi padi meningkat rata-rata 2,61% per tahun, sehingga pada akhir tahun 2010 total produksi padi nasional mencapai 66,4 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) yang setara dengan 41,67 juta ton beras.

Namun tingginya produksi yang diikuti dengan meningkatnya jumlah suplai di pasar

dalam negeri telah memunculkan potensi jatuhnya harga gabah di tingkat petani. Setiap tahun, harga gabah petani jatuh pada saat panen raya. Untuk melindungi petani dari kejatuhan harga gabah tersebut, Pemerintah telah mengambil kebijakan dengan menyediakan pasar alternatif (alternative market) bagi gabah petani.

Kebijakan pasar alternatif tersebut konsisten dengan kebijakan pengadaan gabah/beras,

dimana Pemerintah menugaskan Perum Bulog selaku pelaksana dari kebijakan tersebut.

Page 50: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

49

Dewasa ini, kebijakan pengadaan tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam Program Beras untuk Masyarakat Miskin (Program Raskin) dan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Meskipun pengadaan gabah/beras dapat dilakukan melalui impor dari luar negeri, pengadaan dari dalam negeri tetap diutamakan. Dalam pengadaan beras/gabah dalam negeri, Perum Bulog diharuskan menyerap beras dari petani dengan tingkat harga tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, yang disebut dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Secara singkat, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dapat didefinisikan sebagai harga pembelian gabah/beras, baik di tingkat petani maupun di tingkat penggilingan, oleh Pemerintah berdasarkan peraturan yang terkait dengan kebijakan perberasan nasional.

Kebijakan HPP tersebut diharapkan dapat melindungi petani untuk tetap mendapatkan

tingkat harga yang menguntungkan. Lebih lanjut, keberadaan HPP diharapkan dapat menjadi insentif bagi petani untuk tetap memproduksi bahan pangan (khususnya beras) di dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional. Sementara itu, secara tidak langsung penerapan kebijakan HPP dapat mendorong dan memfasilitasi petani di dalam penggunaan benih padi unggul bersertifikat, pupuk anorganik dan organik secara berimbang, serta teknologi pascapanen padi yang lebih tepat. Kebijakan HPP diarahkan sepenuhnya bagi petani produsen gabah/beras, sehingga diharapkan penerima manfaat utama dari pelaksanaan kebijakan HPP adalah petani padi.

Karena pelaksanaan kebijakan HPP sangat terkait dengan kebijakan pengadaan beras

untuk memenuhi kebutuhan Program Raskin, maka kebijakan HPP dapat pula dipandang sebagai instrumen kebijakan subsidi pangan. Sebagai bagian dari kebijakan subsidi, HPP dapat dilihat sebagai instrumen yang mempunyai dua tujuan, yaitu: (1) Pemberian insentif penggunaan teknologi yang lebih baik; dan (2) peningkatan kesejahteraan masyarakat petani.

Subsidi dilihat sebagai instrumen untuk memberikan insentif kepada petani agar

menggunakan input teknologi yang berdampak meningkatkan produktivitas. Dalam hal ini, ukuran keberhasilan dari kebijakan pemberian subsidi adalah meningkatnya produktivitas dan produksi padi nasional secara lebih efisien yang berarti tercapainya azas efisiensi. Subsidi dilihat sebagai instrumen untuk mendistribusikan kompensasi kesejahteraan kepada petani, yang sebagian besar masih berpendapatan rendah tetapi berkontribusi di dalam menghasilkan bahan pangan pokok bagi masyarakat luas. Argumentasi pemberian subsidi yang kedua ini didasarkan pada azas pemerataan (equity) kesejahteraan. Karena itu dasar pertimbangan dari cukup atau tidaknya alokasi subsidi yang diberikan adalah dari perspektif kesejahteraan dan keadilan. 3.3.1.2. Evolusi Kebijakan Subsidi Pangan

Pemerintah Indonesia secara formal mulai ikut menangani pangan pada zaman penjajahan Belanda ketika didirikannya Voedings Middelen Fonds (VMF) yang bertugas membeli, menjual, dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa penjajahan Jepang, VMF dibekukan dan dibentuk lembaga baru yaitu Nanyo Kohatsu Kaisha. Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan RI, terjadi dualisme dalam penanganan masalah pangan. Di daerah Kekuasaan Republik Indonesia, pemasaran beras dilakukan oleh Kementerian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR), Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (PPBM). Sementara itu, di daerah-daerah yang diduduki Belanda, VMF dihidupkan kembali. Situasi

Page 51: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

50

demikian terus berjalan sampai VMF dibubarkan dan didirikan Yayasan Bahan Makanan (Bama).

Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perubahan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Yayasan Bama yang berada di bawah Kementerian Pertanian masuk kedalam Kementerian Perekonomian dan kemudian diubah menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM). Sementara itu, pelaksanaan pembelian padi dilakukan oleh Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP) yang dibentuk di daerah-daerah dan diketuai oleh Gubernur.

Berdasarkan Peraturan Presiden No.3 Tahun 1964, Dewan Bahan Makanan (DBM) dibentuk. Sejalan dengan itu dibentuk juga Badan Pelaksana Urusan Pangan (BPUP) yang merupakan peleburan dari YUBM dan YBPP-YBPP. Yayasan BPUP mempunyai tujuan antara lain: (1) Mengurus bahan pangan; (2) Mengurus pengangkutan dan pengolahannya; dan (3) Menyimpan dan menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan (DBM). Dengan terbentuknya BPUP, maka penanganan bahan pangan kembali berada dalam satu tangan.

Memasuki Era Orde Baru setelah ditumpasnya pemberontakan G30S, penanganan pengendalian operasional bahan pokok kebutuhan hidup dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (Kolognas) yang dibentuk dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 87 Tahun 1966. Namun peranannya tidak berjalan lama karena pada tanggal 10 Mei 1967, lembaga tersebut dibubarkan dan dibentuk Badan Urusan Logistik (Bulog) berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967.

Kehadiran Bulog sebagai lembaga stabilisasi harga pangan mempunyai arti khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru hingga tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Menjelang Repelita I (1 April 1969), struktur organisasi Bulog diubah dengan Keppres RI Nomor 11/1969 tanggal 22 Januari 1969, sesuai dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan produksi pangan menjadi buffer stock holder dan distribusi untuk golongan anggaran. Berdasarkan Keppres Nomor 39/1978 tanggal 5 Nopember 1978, Bulog mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga, baik bagi produsen maupun konsumen, sesuai dengan kebijakan umum Pemerintah.

Dalam Kabinet Pembangunan VI, Bulog sempat disatukan dengan lembaga baru yaitu Menteri Negara Urusan Pangan. Organisasinya juga disesuaikan dengan keluarnya Keppres RI Nomor 103/1993. Namun hal itu tidak berjalan lama karena dengan Keppres No.61/M tahun 1995, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dipisahkan dengan Bulog dan Wakabulog pada saat itu diangkat menjadi Kabulog. Pemisahan Menteri Negara Urusan Pangan dari Bulog mengharuskan Bulog menyesuaikan organisasinya dengan Keppres Nomor 50 tahun 1995 tanggal 12 Juli 1995. Status kepegawaiannya juga terhitung mulai tanggal 1 April 1995 berubah menjadi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Keppres Nomor 51 tahun 1995 tanggal 12 Juli 1995.

Memasuki Era Reformasi, beberapa lembaga Pemerintah mengalami revitalisasi dan reformasi termasuk Bulog. Melalui Keppres RI Nomor 45 tahun 1997, tugas pokok Bulog dibatasi hanya untuk komoditi beras dan gula pasir. Cakupan tugas ini kemudian dipersempit lagi dengan Keppres RI Nomor 19 tahun 1998 dimana peran Bulog hanya mengelola komoditi beras saja.

Page 52: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

51

Mengawali Milenium III, sesuai dengan Keppres Nomor 29 tahun 2000 tanggal 26 Februari 2000, Bulog diharapkan lebih mandiri dalam usahanya. Bulog baru dengan fungsi utama manajemen logistik ini diharapkan lebih berhasil dalam mengelola persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras serta usaha jasa logistik. Setelah sempat diberlakukan Keppres RI Nomor 106 tahun 2000 dan Keppres RI Nomor 178/2000, Bulog saat ini beroperasi berdasarkan Keppres Nomor 103/2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 3/2002 tanggal 7 Januari 2002 serta Keppres Nomor 110/2001 tanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I LPND sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 5/2002 tanggal 7 Januari 2002. Pada Rakortas Kabinet tanggal 13 Januari 2003, Presiden memutuskan menyetujui penetapan RPP menjadi PP dan ditetapkanlah PP Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Pendirian Perum Bulog tanggal 20 Januari 2003 (Lembaran Negara Nomor 8 tahun 2003).

Dalam kaitannya dengan perlindungan harga gabah petani, telah terjadi perubahan dari Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah. Perubahan dari HDG menjadi HPP mempunyai alasan sekaligus implikasi sangat penting. Produksi padi pada panen raya seringkali menghadapi masalah karena produksi jauh di atas kebutuhan konsumsi domestik, sedangkan pada panen bulan-bulan lainnya (Setember sampai Januari) terjadi defisiti. Surplus pada musim panen raya diperkirakan sebesar 5,4 juta ton, sementara kemampuan pengelolaan stok oleh Bulog terbatas. Diperkirakan kapasitas gudang penyimpanan milik Bulog adalah 3 juta ton beras dengan iron stock sebesar 1 juta ton, sehingga sisa kemampuan gudang Bulog untuk menyimpan beras adalah sebesar 2 juta ton. Sementara itu, kemampuan gudang swasta diperkirakan 1,5 juta ton, sehingga total kapasitas simpan menjadi 3,5 juta ton. Yang menjadi masalah adalah mencari gudang tempat penyimpanan sisa surplus beras sebesar 1,9 juta ton dari surplus 5,4 juta ton pada musim panen raya. Faktor ini menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan HPP, tidak lagi HDG. Kebijakan HDG lebih mahal dua kali lipat dan mempunyai risiko politik lebih besar karena petani dapat menuntut apabila pemerintah gagal menjaga harga pasar gabah di atas HDG.

Kebijakan HDG pada masa lalu dipandang tidak efektif untuk menjamin harga minimum yang telah ditetapkan karena instrumen pendukungnya, yaitu pembatasan impor dan kemampuan pembelian gabah oleh Bulog pada saat panen raya, tidak memadai. Pembatasan impor yang hanya melalui pengenaan tarif selama ini sering tidak efektif karena anjloknya harga beras dunia, dan terbatasnya kemampuan Bulog karena statusnya telah berubah menjadi Perum. Akibatnya HDG yang telah ditetapkan oleh pemerintah terus menggantung (price overhang). Dengan kondisi demikian, maka pada tahun 2001 pemerintah melalui Inpres No. 9 tahun 2001 mengganti kebijakan HDG menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP), dan selanjutnya diubah lagi menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) melalui Inpres No. 2 tahun 2005. Tujuan langsung dari kebijakan HPP adalah meningkatkan harga gabah yang diterima petani. Oleh karena itu, manfaat langsung dari HPP ditentukan oleh sejauh mana harga gabah yang diterima petani lebih tinggi dari harga gabah yang seharusnya terjadi bila tidak ada kebijakan harga (harga paritas impor).

Kebijakan HPP berbeda dari kebijakan HDG, walaupun keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu menyangga harga gabah supaya tidak anjlok, utamanya pada musim panen raya melalui intervensi peningkatan permintaan dengan pembelian gabah. Sementara perbedaannya adalah bahwa kebijakan HPP tidak menjamin agar harga gabah di pasar berada`di atas HPP yang telah ditetapkan pemerintah, utamanya pada panen raya, Sebaliknya, kebijakan HDG menjamin harga pasar gabah di atas HDG. Secara lebih rinci perbedaan kedua kebijakan tersebut disajikan dalam Tabel 3.5.

Page 53: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

52

Tabel 3.5. Kebijakan HDG versus Kebijakan HPP Gabah

Uraian Kebijakan HDG Kebijakan HPP Tujuan Menyangga harga gabah

minimum pada tingkat harga tertentu (HDG) sepanjang tahun

Membantu menyangga harga gabah, utamanya pada saat surplus, supaya tidak anjlok

Instrumen Utama Melakukan pembelian gabah sesuai dengan HDG sampai harga pasar gabah di atas HDG (tanpa dibatasi volume pembelian)

Melakukan pembelian gabah sesuai dengan HPP dan volume tertentu yang sudah ditetapkan, tanpa mandat untuk menjaga agar harga pasar gabah di atas HPP

Instrumen Pendukung Tarif, pembatasan dan pengaturan waktu dan pelabuhan impor

Tarif, pembatasan dan pengaturan waktu dan pelabuhan impor

Efektifitas Efektivitasnya dijamin mampu menyangga harga pasar gabah di atas HDG yang telah ditetapkan

Efektif pada saat terjadi defisit produksi, tetapi tidak mampu menyangga harga gabah di pasar sesuai dengan HPP yang telah ditetapkan, utamanya pada periode dimana surplus meningkat di atas yang diperkirakan

Biaya Dua kali lipat dibanding HPP karena untuk menjaga harga pasar gabah di atas HDG diperlukan pembelian sekitar 4 juta ton beras pada musim panen raya

Saat ini pembelian gabah hanya sebanyak 2 juta ton

Risiko Politik Apabila gagal menjamin HDG, petani berhak menuntut pemerintah

Petani tidak bisa menuntut pemerintah walaupun harga gabah di bawah HPP setelah pemerintah melakukan pembelian sesuai dengan volume dan HPP yang telah ditetapkan

Keuntungan Politik Kredibilitas pemerintah di mata petani meningkat

Kredibilitas pemerintah di mata petani tidak dijamin

Volume pembelian pada kebijakan HDG tidak ditentukan, tetapi disesuaikan dengan kondisi surplus pasokan di pasar. Kebijakan HDG menjamin pembelian gabah petani sesuai dengan HDG yang ditetapkan, misalnya setara dengan Rp 5.060/kg beras sampai harga pasar gabah berada di atas HDG. Dengan demikian, maka kebijakan HDG menjamin bahwa harga pasar gabah di atas HDG yang telah ditetapkan. Sementara itu, volume pembelian dan harga gabah pada kebijakan HPP telah ditentukan sesuai dengan kemampuan managemen pemerintah (misalnya 2 juta ton beras dengan harga Rp 5.060/kg), sehingga diharapkan dengan jumlah pembelian sebesar itu, tekanan terhadap harga gabah pada musim panen raya dapat dikurangi. Namun kebijakan HPP tidak menjamin bahwa harga gabah di pasar harus berada di atas HPP yang telah ditetapkan pemerintah, utamanya pada panen raya

3.3.2. Rancangan Pelaksanaan Kebijakan 3.3.2.1. Dasar Pelaksanaan Kebijakan Subsidi

Dalam pelaksanaan kebijakan subsidi pangan, UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun 2011 (Pasal 9), merupakan dasar pelaksanaan subsidi pangan tahun 2011.

Page 54: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

53

Menurut UU tersebut, subsidi pangan untuk tahun 2011 dianggarkan sebesar Rp 15.267.030.111.000. Pada tahun-tahun sebelumnya, UU APBN belum mencantumkan alokasi anggaran untuk subsidi pangan.

Selama tahun 2004-2011 telah terjadi sebanyak 8 kali perubahan kebijakan perberasan

yang ditetapkan melalui berbagai Inpres. Nomor-nomor Inpres dan masing-masing alasan diterbitkannya Inpres tersebut adalah sebagai berikut:

Inpres No. 2/2005 yang diterbitkan pada bulan April 2005 dilatarbelakangi oleh adanya

kebijakan penyesuaian harga BBM (terutama solar) yang berpengaruh cukup kuat terhadap kinerja sektor pertanian.

Inpres No. 13/2005 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2006 bertujuan untuk mempertahankan profitabilitas usahatani padi sebesar 30%, sejalan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM 124%.

Inpres No. 3/2007 dimaksudkan untuk menanggulangi ketidakstabilan harga gabah/beras

pada akhir tahun 2006 sampai 2007.

Inpres No. 1/2008 bertujuan untuk mengantisipasi tingginya harga beras dunia sebagai akibat dari berbagai masalah di negara-negara produsen beras seperti bencana alam, disamping tingginya harga minyak mentah dunia.

Inpres No. 8/2008 diterbitkan karena harga gabah/beras sudah berada jauh di atas HPP

yang menyebabkan Bulog menemui kesulitan dalam melakukan pengadaan beras dari dalam negeri.

Inpres No. 7/2009 (kenaikan HPP) dilatarbelakangi oleh kondisi dimana alokasi APBN

untuk subsidi pupuk turun.

Inpres No. 8/2011 tentang Kebijakan Pengamanan Cadangan yang dikelola oleh Pemerintah dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim, didasari oleh kesulitan Bulog dalam melaksanakan pengadaan beras dari dalam negeri karena harga gabah/beras berada yang jauh di atas HPP sehingga cadangan beras pemerintah terlalu rendah.

3.3.2.2. Institusi Pelaksana Kebijakan

Berdasarkan peraturan yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yaitu Inpres No. 7/2009 tentang Kebijakan Perberasan, lembaga yang terkait dengan kebijakan perberasan nasional secara umum dan pelaksanaan kebijakan HPP di dalam pengadaan beras dan Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin) secara khusus adalah: (1) Kementerian/Lembaga di tingkat pusat seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Keuangan; (2) Gubernur, Bupati, dan Walikota di tingkat daerah; dan (3) BUMN, khususnya Perum Bulog.

Di dalam pelaksanaannya, Perum Bulog bertugas sebagai: (1) Pelaksana pembelian gabah/beras secara nasional; (2) Pelaksana penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta penyediaan dan penyaluran beras untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana, dan rawan pangan; dan (3) Pelaksana pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah. Namun demikian, pembelian

Page 55: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

54

gabah/beras oleh Pemerintah di daerah, selain dilakukan oleh Perum Bulog, dapat pula dilakukan oleh Badan Pemerintah atau Badan Usaha di bidang pangan. Demikian pula untuk pengadaan dan pengelolaan cadangan beras oleh Pemerintah di daerah dapat dilakukan oleh Badan Pemerintah atau Badan Usaha di bidang pangan.

Dalam pengadaan beras dari dalam negeri, Bulog bekerjasama dengan Mitra Kerja.

Salah satu Mitra Kerja tersebut adalah Usaha Penggilingan Padi. Persyaratan sebuah usaha penggilingan padi untuk menjadi mitra Bulog adalah: (1) Mempunyai lantai jemur sendiri; (2) Mempunyai izin usaha lengkap; (3) Mempunyai tempat penggilingan dan gudang; (4) Memberikan jaminan pengadaan dan karung; dan (5) Menyimpan uang di Bulog sebagai jaminan kontrak kerja pengadaan gabah beras. Besarnya jaminan uang di Bulog adalah 98,5% dari nilai setoran gabah pertama ke Bulog (1,5% diberikan ke Mitra). Setelah itu, pada transaksi berikutnya, kedua ketiga dan seterusnya, 100% nilai setoran gabah diberikan kepada Mitra, dan tidak dipotong lagi. Setelah kontrak putus atau berakhir, uang jaminan dikembalikan.

Sesuai dengan Pedoman Umum Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2009 di Lingkungan Perusahaan Umum (Perum) Bulog dinyatakan bahwa pengadaan gabah dan beras pada wilayah kerja, yang dalam hal ini adalah Sub Divisi Regional (Divre) Perum Bulog Maros (Sulawesi Selatan), dilakukan melalui tiga saluran yaitu: (1) Mitra kerja pengadaan gabah dan beras dala negeri yang terdiri dari koperasi, non koperasi dan lembaga petani yang berbadan hukum; (2) Unit pengelolaan gabah beras (UPGB); dan (3) Satuan Tugas pengadaan gabah dalam negeri (Satgas ADA DN). Para mitra kerja ini dalam memenuhi kuota penyetoran gabah ke gudang Dolog yang telah disepakati dengan pihak Dolog diharuskan memenuhi kualitas gabah sesuai dengan Inpres Perberasan No. 7/2009 yaitu : kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kadar kotoran maksimum 3%. Harga yang berlaku juga hanya satu yaitu Rp 3.345/kg GKG. Di luar kualitas tersebut, pihak Dolog tidak menerima setoran gabah dari mitra kerja. Demikian pula dengan penyetoran beras yang harus sesuai dengan ketentuan Inpres Perberasan.

Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) adalah unit usaha yang mendukung kegiatan pelayanan publik dan pengembangan usaha Perum Bulog. UPGB melakukan pembelian gabah langsung ke petani atau ke pedagang dengan menggunakan patokan harga pasar yang berlaku pada saat transaksi. Jadi pembelian gabah oleh UPGB tidak terikat Inpres Perberasan. Dalam melaksanakan kegiatannya, UPGB dibekali dengan fasilitas pengeringan dan mesin penggilingan gabah-beras sehingga dapat meningkatkan kualitas gabah yang dibeli dari petani. Setelah gabah memenuhi kualitas sesuai dengan ketentuan dalam Inpres Perberasan, UPGB melakukan penjualan gabah (GKG) ke Dolog dan menerima harga juga sesuai ketentuan Inpres.

Satuan Tugas Pengadaan Beras Dalam Negeri (Satgas ADA DN) dapat dibentuk oleh Kepala Divisi Regional (Kadivre) atau Kepala Sub Divisi Regional (Kasubdivre) dalam rangka pengamanan harga di tingkat petani dan pencapaian prognosa pengadaan dalam negeri dengan mempertimbangkan kondisi obyektif di masing-masing wilayah kerja. Jadi Satgas ADA DN (Satgas Sub Divre) ini tidak selalu ada pada tiap musim panen, tergantung pada kebutuhan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Sub Divre melakukan pembelian gabah langsung ke petani. Harga beli gabah petani oleh Satgas Sub Divre sesuai dengan kualitas gabah dan berpedoman pada Tabel Rafaksi yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. Satgas Sub Divre ini kemudian melakukan penyesuaian kualitas gabah agar sesuai kualitas penjualan ke gudang Dolog. Usaha yang dilakukan Satgas biasanya adalah melakukan penyewaan lantai jemur untuk melakukan penjemuran, atau dapat menyewa blower, atau

Page 56: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

55

mesin pengering lainnya. Satgas Sub Divre tidak dibekali fasilitas pengeringan gabah sehingga harus bekerjasama dengan pihak pengusaha penggilingan gabah-beras. Selain gabah, Satgas Sub Divre juga dapat membeli beras dari pedagang. Setelah memenuhi kualitas gabah Dolog, Satgas dapat melakukan penjualan ke gudang Dolog seperti pedagang rekanan.

Kontrak mitra dengan Bulog dalam penyetoran gabah dapat terdiri dari 2 jenis yaitu kontrak terikat dan kontrak lepas. Kontrak terikat adalah mitra menyetor gabah sesuai persyaratan ke Bulog dan kemudian seterusnya bertanggungjawab menggiling gabahnya menjadi beras dengan rendemen 63,5%. Dalam prakteknya, rendemen bisa mencapai 67-69%. Jika rendemen melebihi angka tersebut maka kelebihannya menjadi keuntungan mitra atau sebagai ongkos giling. Sementara pada kontrak lepas, mitra hanya menyetor gabah tanpa dibebani tanggungjawab menggiling gabah menjadi beras. Selain itu, ada juga kontrak giling dengan mitra, dimana mitra hanya dibebani tanggungjawab menggiling gabah dari gudang Bulog tetapi tidak menyetorkan gabah ke Bulog (disebut sebagai Unit Pengolahan Gabah Beras/UPGB Bulog).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa mitra kerja Bulog dapat membeli gabah tanpa ketentuan apapun (bebas) dengan harga berapapun dan kualitas apapun. Sementara penyaluran ke Bulog harus memenuhi ketentuan pemerintah secara ketat mengenai harga dan kualitas gabah dan beras. Perlu dicermati bahwa mesin-mesin pengering dan penggilingan mempunyai kemampuan untuk mengubah gabah dengan berbagai kualitas untuk mencapai persyaratan kualitas beras untuk penyetoran ke gudang Bulog.

Penentuan kualitas gabah yang ditransaksikan oleh petani dan pedagang pada umumnya diukur secara visual tanpa menggunakan alat. Dengan adanya perbedaan kualitas berdasarkan persepsi petani dan pedagang, terkesan ada komunikasi yang tidak simetris dalam bertransaksi yang cenderung merugikan petani.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.05/Permentan/PP.200/2/2011 tentang pedoman HPP untuk gabah dan beras di luar kualitas yang disyaratkan, Bulog dapat membeli gabah dan beras yang kualitasnya berbeda dari peraturan sebelumnya (kualitas HPP). Gabah dapat dibeli hingga kategori diluar kualitas 3 yang berkadar air 26-30% dengan harga tertentu. Dengan kata lain, Bulog dapat membeli gabah dengan kualitas gabah kering panen di sawah karena gabah ini mempuyai kadar air tersebut. Demikian pula dengan beras, Bulog dapat membeli beras berkualitas rendah yang harganya lebih rendah daripada beras berkualitas medium (HPP). Selain itu, Bulog juga dapat membeli beras berkualitas premium atau di atas kualitas beras medium. Di Kabupaten Maros misalnya, penyerapan gabah dan beras di luar kualitas ini sudah dilakukan walaupun jumlahnya masih sangat sedikit.

Inpres No. 8/2011 tanggal 15 April tentang Kebijakan Pengamanan Cadangan Beras yang Dikelola oleh Pemerintah dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim menginstruksikan antara lain: (1) Pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog harus memperhatikan HPP; dan (2) Dalam hal harga pasar gabah/beras lebih tinggi daripada HPP, pembelian gabah/beras dapat dilakukan oleh Perum Bulog pada harga yang lebih tinggi daripada HPP dengan memperhatikan harga pasar yang dicatat oleh BPS.

3.3.2.3. Mekanisme Penganggaran Subsidi Sementara itu, di dalam skema penganggaran di dalam pelaksanaana kebijakan HPP

(dalam hal ini adalah pengadaan beras dalam negeri), anggaran disediakan langsung oleh

Page 57: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

56

HPP

Harga Tebus

Raskin

Perum Bulog. Selain itu, Perum Bulog juga menanggung biaya operasional pendukung untuk sarana dan prasarana, dan biaya pengadaan seperti untuk opslag gabah/beras dan biaya pemeriksaan kualitas gabah/beras. Untuk keperluan tersebut, selama ini Perum Bulog menggunakan dana pinjaman dari perbankan dengan bunga komersial yang dijamin oleh Pemerintah.

Namun berdasarkan Permenkeu Nomor 125/PMK.02/2010 tentang Subsidi Beras

Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, mulai tahun 2011 Bulog diijinkan Pemerintah untuk mencairkan dana Public Service Obligation (PSO) sebesar 50% dari pagu di awal tahun untuk pembelian Raskin selama 6 bulan pertama. Untuk tahun 2011, dengan pagu anggaran Raskin Rp 15 triliun, Bulog dapat mencairkan lebih dahulu sebesar Rp 7.5 triliun. Dengan kebijakan baru ini, Bulog tidak perlu meminjam dana perbankan untuk pangadaan Raskin, sehingga ada potensi penghematan biaya bunga sebesar Rp 500 milyar. Jika sisa pagu Raskin dibayar per kuartal, maka potensi penghematan itu bisa lebih besar lagi yaitu Rp 1 triliun. Dengan adanya kebijakan baru tersebut, Bulog mempunyai peluang besar untuk menaikkan HPP beras, menambah kuota Raskin, dan mengurangi beban anggaran subsidi Raskin dalam APBN.

3.3.2.4. Mekanisme Pengadaan dan Penyaluran Beras Bersubsidi Mekanisme pengadaan beras dan penyaluran anggaran subsidi ditunjukkan pada

Gambar 3.5. Pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk melakukan pengadaan beras dalam negeri. Dengan adanya penugasan dari Pemerintah tersebut, Perum Bulog melakukan pembelian gabah, baik langsung dari petani dengan harga HPP maupun melalui Mitra Kerjanya. Selanjutnya Perum Bulog melakukan penyaluran beras untuk masyarakat miskin (Raskin) dengan Harga Tebus Raskin.

Pengadaan beras dari dalam negeri dilaksanakan berdasarkan prognosa pengadaan

pada tahun berjalan. Prognosa tersebut didasarkan pada hasil penghitungan kebutuhan Perum Bulog terhadap stok beras untuk keperluan penyaluran serta stok akhir yang diperlukan. Dalam proses penyusunannya, prognosa dibuat secara berjenjang dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi obyektif daerah masing-masing. Namun apabila terjadi perubahan di lapangan, prognosa tersebut dapat direvisi.

Gambar 3.5. Skema Pengadaan dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah/Perum Bulog

PEMERINTAH

PERUM BULOG

MITRA BULOG

PETANI

RASKIN CBP

Page 58: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

57

Di dalam pelaksanaan pengadaannya, Perum Bulog telah menyediakan tiga saluran, dimana dua saluran yaitu Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) dan Satgas merupakan unit di bawah Perum Bulog. Kedua saluran tersebut lebih diintensifkan di dalam pembelian gabah/beras dari petani ketika: (i) harga di tingkat petani sangat rendah, sehingga dengan adanya pembelian dari Bulog dapat mendorong meningkatnya harga, atau (ii) ketika Perum Bulog sangat kesulitan di dalam melakukan pengadaan.

Saluran ketiga adalah mitra kerja yang merupakan pihak swasta di luar Perum Bulog,

baik dalam bentuk koperasi maupun perusahaan dagang yang berbadan hukum. Namun pada saat ini sedang dijajagi untuk menjadikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai mitra kerja pula. Pengadaan beras/gabah melalui mitra kerja mempunyai peranan penting karena pengadaan melalui saluran tersebut mencapai 70-80%.

Untuk mendapatkan kepastian pengadaan melalui mitra kerja, Perum Bulog

menyusun kontrak parsial, yang biasanya berlaku selama satu bulan. Jenis kontrak tersebut lebih disukai karena mitra kerja biasanya belum dapat memastikan volume beras/gabah yang dapat dibeli dari petani untuk selanjutnya disalurkan kepada Perum Bulog. Namun untuk mengantisipasi terjadinya keterlambatan pencapaian target pengiriman dari mitra kerja, Perum Bulog memberikan perpanjangan kontrak yang telah ada selama satu minggu. Bagi mitra kerja, Perum Bulog merupakan pasar yang cukup menguntungkan, karena proses pembelian yang relatif singkat dan mudah, dimana pembayaran dilakukan pada saat gabah/beras diserahkan kepada Perum Bulog.

3.3.2.5. Penghitungan Besaran Subsidi Beras

Variabel utama yang menentukan HPP gabah adalah biaya produksi gabah/beras dan perkiraan keuntungan bagi petani. Volume dan pengeluaran untuk pembelian pupuk merupakan komponen utama yang menjadi pertimbangan di dalam penentuan besaran HPP, sehingga harga pupuk akan sangat berkaitan erat dengan kebijakan penentuan HPP. Kebijakan harga dasar gabah pada masa lalu secara eksplisit memformulasikan komponen-komponen pembentuk formula yang dikenal dengan rumus tani dan kemudian berkembang menjadi IBCR (Incremental Benefit Cost Ratio). Formula yang digunakan dalam kebijakan HPP gabah adalah sebagai berikut:

( )ϖ+= 1*GBHGBH TCUHPP …………………………………………………….. (3.5)

( )Y

XXGBH Q

FCPQTCU ∑ +

=*

………………………………………..…………. (3.6)

dimana: HPPGBH = Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah; TCUGBH = Total biaya produksi per kg gabah (GKP); � = target tingkat laba bersih usahatani padi (30% dari TCUGBH); QX = Jumlah input variabel per ha (x = benih, pupuk, obat, tenaga kerja); PX = harga input variabel per satuan; FC = total biaya tetap per ha (sewa lahan, PBB, iuran, dll); QY = Produksi gabah per ha; dan ∑ = tanda penjumlahan .

Sementara itu, formula untuk menghitung HPP per kg beras adalah sebagai berikut:

UAOHPBRS CCCHPP ++= ……………………………………………………… (3.7)

Page 59: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

58

dimana: HPPBRS = HPP beras/kg; CP = Biaya produksi (harga pembelian dan biaya pengadaan per kg setara beras); COH = Biaya overhead/kg beras (pembelian karung pembungkus, biaya penyimpanan & perawatan, biaya movement & insentif angkutan, biaya rebagging dan distribusi); dan CUA = Biaya umum & administrasi/kg setara beras (biaya manajemen, administrasi bank, dan bunga bank jika Bulog pinjam bank). Kriteria gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), dan beras yang

diserap dengan HPP adalah jenis gabah dan beras yang memenuhi kriteria: (1) GKP dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10%; (2) GKG dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3%; dan (3) Beras dengan kualitas kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimum 95%.

Besaran subsidi per kg Raskin dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

BRSBRSBRS HPHPPS −= ………………………………………………………….... (3.8) dimana: SBRS = Besaran subsidi harga beras per kg; HPPBRS = HPP beras per kg di tingkat Perum Bulog; dan HPBRS = Harga penyerahan beras per kg kepada rumah tangga miskin.

Dengan demikian, berarti bahwa anggaran negara (APBN) untuk kebijakan HPP

untuk perlindungan terhadap harga gabah petani dialokasikan secara tidak langsung, yaitu melalui subsidi Raskin. 3.3.2.6. Ketentuan HPP Gabah dan Beras

HPP gabah dan beras ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres). Untuk tahun

2009 adalah Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Berdasarkan Inpres tersebut, HPP Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan ditetapkan sebesar Rp 3,300 dan di gudang Bulog sebesar Rp 3,345 per kg. Sementara untuk beras dengan kualitas kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 20%, butir menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimal 95%, HPP ditetapkan sebesar Rp 5,060 per kg di gudang Bulog. Kriteria tersebut merupakan prasyarat agar beras yang dibeli Bulog dapat disimpan dalam jangka waktu lama, yaitu berkisar enam bulan.

Besaran HPP gabah dan beras untuk tahun 2010 dan 2011 dengan ketentuan kualitas

sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai berikut: (1) HPP GKP dalam negeri Rp 2,640 per kg di petani, atau Rp 2,685 per kg di penggilingan; (2) HPP GKG dalam negeri adalah Rp 3,300 per kg di penggilingan, atau Rp 3,345 per kg di gudang Bulog; dan (3) HPP beras dalam negeri adalah Rp 5,060 per kg di gudang Bulog. Pada tahun 2011 pemerintah tidak menaikkan HPP karena khawatir kebijakan demikian akan meningkatkan inflasi dan jumlah orang miskin di Indonesia.

Page 60: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

59

IV. EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN

4.1. Kebijakan Subsidi Pupuk 4.1.1. Relevansi Kebijakan Subsidi Pupuk

Keinginan pemerintah untuk melanjutkan kebijakan subsidi pupuk perlu didukung karena jumlah petani kecil yang lemah modalnya terus bertambah dan makin dominan. Data Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003 (dalam Hadi dan Susilowati, 2010) menunjukkan peningkatan jumlah petani tanaman pangan berlahan sempit (luas garapan sampai dengan 0,5 ha/KK) meningkat dari 6,4 juta KK pada tahun 1983 menjadi 10,6 juta KK pada tahun 1993 (naik 65,8%), dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2003 menjadi 14,0 juta KK (naik 32,0%). Kenaikan jumlah petani kecil yang cepat tersebut menyebabkan petani kelas ini makin dominan, yaitu dari 52,3% pada tahun 1983, naik menjadi 64,1% pada tahun 1993 dan naik lagi menjadi 65,5% pada tahun 2003. Diperkirakan bahwa kecenderungan peningkatan jumlah petani kecil masih akan terus berlanjut di masa datang karena terjadinya fragmentasi lahan sebagai akibat dari sistem pewarisan lahan, disamping konversi lahan pertanian ke non pertanian yang berlangsung secara terus-menerus.

Namun hasil analisis World Bank (2009) tentang subsidi pupuk di Indonesia dengan menggunakan data tahun 2003 dan 2007 memberikan kesimpulan yang kurang mendukung keberlanjutan subsidi pupuk. Beberapa kesimpulan dari analisis tersebut adalah sebagai berikut:

1) Mayoritas petani padi mendapatkan manfaat dari pupuk bersubsidi (Urea dan SP36), baik

petani yang berlahan sempit maupun yang berlahan luas. Namun pembagian manfaat tersebut tidak adil, dimana petani berlahan sempit yang jumlahnya 60% hanya menikmati manfaat subsidi Urea sebesar 40%, sedangkan petani berlahan luas yang jumlahnya hanya 40% menikmati manfaat subsidi Urea sebesar 60%, yang berarti tidak adil.

2) Kebijakan pembatasan petani penerima subsidi yang diterapkan pada tahun 2008, yaitu hanya petani berlahan garapan 2 ha atau kurang yang berhak mendapatkan subsidi pupuk, ternyata hanya sedikit menurunkan jumlah pemakaian pupuk bersubsidi pada petani padi. Namun jika subsidi hanya diberikan kepada petani berlahan sempit yang berjumlah 60%, maka akan meningkatkan penghematan anggaran subsidi pupuk secara signifikan.

3) Pupuk mempunyai dampak positif signifikan terhadap produktivitas padi jika digunakan

dalam jumlah yang cukup, tetapi akan menurunkan produktivitas jika penggunaannya berlebihan (berarti hubungan antara penggunaan pupuk dan produktivitas padi berbentuk U terbalik).

4) Subsidi pupuk dapat menaikkan permintaan akan pupuk, yang berarti sesuai dengan teori

permintaan sebagaimana telah disampaikan dalam Bab II di muka.

5) Total nilai manfaat peningkatan produksi padi lebih kecil dibanding biaya subsidi pupuk, baik dari segi fiskal maupun ekonomi.

Berdasarkan temuan-temuannya tersebut, World Bank menyarankan bahwa subsidi pupuk

perlu dikurangi secara bertahap dan penghematan anggaran subsidi dapat digunakan untuk penguatan litbang, penyuluhan pertanian dan pembangunan/rehabilitasi infrastruktur

Page 61: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

60

pertanian dan pedesaan, yang merupakan sumber-sumber penting bagi peningkatan produktivitas.

Lebih besarnya manfaat subsidi yang dinikmati oleh petani berlahan luas

kemungkinan besar disebabkan petani luas secara finansial lebih akses ke sumber pupuk bersubsidi karena kepemilikan modal yang kuat. Sebaliknya, petani berlahan sempit tidak mempunyai modal cukup tetapi harus membayar harga pupuk lebih mahal karena terpaksa membeli secara “yarnen” (membayar setelah panen) sehingga kemampuan membeli pupuk lebih terbatas. Disamping itu, petani berlahan sangat sempit (0.2 ha atau kurang) banyak yang mengusahakan lahan sawahnya secara sambilan karena mereka bekerja di sektor non-pertanian di daerah perkotaan sebagai kuli bangunan, pedagang K5, dan lain-lain, yang penghasilan sehari-harinya bisa lebih besar dibanding usahatani padinya. Di wilayah-wilayah yang kondisi infrastruktur perhubungannya bagus (jalan dan angkutan umum), mereka bekerja di kota sebagai komuter (pergi-pulang setiap hari) atau menginap selama beberapa minggu dan kemudian kembali ke desa menjelang panen.

Analisis kuantitatif (ekonometrik) tentang dampak harga pupuk terhadap permintaan

pupuk dan produktivitas tanaman pangan telah banyak dilakukan, baik menjelang tercapainya swasembada beras pada tahun 1984, maupun pasca tercapainya swasembada beras tersebut, dengan fokus pada tanaman pangan utama (padi, jagung, kedelai). Penelitian menjelang tercapainya swasembada beras antara lain adalah Sugianto (1982), Suryana et al (1982a; 1982b), Sudaryanto et al (1982), Soekartawi (1984), dan Nataatmadja et al (1984). Sementara penelitian pasca tercapainya swasembada beras antara lain adalah Santoso dan Ariani (1990), PSE (1990), Hadi (1990), Santoso et al (1992), Rachmat et al (1993), Asahari et al (1995), Hadi et al (1997), Adnyana et al (2000), Nurmanaf et al (2003), dan Rachbini (2006). Dari penelitian-penelitian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa permintaan pupuk dipengaruhi secara negatif oleh tiga faktor yaitu harga pupuk yang bersangkutan, harga obat pertanian, dan jarak tempat membeli pupuk, tetapi dipengaruhi secara positif oleh delapan faktor yaitu harga jenis pupuk lain, harga output, ketersediaan pupuk, ketersediaan kredit usahatani, fasilitas irigasi, areal intensifikasi, varietas unggul, frekuensi penyuluhan dan wilayah. Karena itu, faktor-faktor tersebut diatas perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam perumusan kebijakan pupuk di masa datang.

4.1.2. Kelompok Sasaran Penerima Subsidi Kelompok sasaran (target group) penerima subsidi pupuk sebagaimana ditetapkan dalam Permentan adalah rumah tangga petani yang mempunyai luas garapan tidak lebih dari 2 ha/KK. Namun di lapangan ketentuan ini sangat sulit dilaksanakan karena beberapa alasan krusial, yaitu: (1) Tidak ada kios atau pihak manapun yang menjual pupuk non-subsidi, utamanya Urea, padahal semua petani membutuhkan pupuk, sehingga petani luas tidak bisa mendapatkan pupuk Urea walaupun mereka mampu membayar dengan harga non-subsidi; dan (2) Petani berlahan luas sebagai sesama anak bangsa merasa dianakitirikan jika tidak diperbolehkan untuk mendapatkan subsidi, sehingga kelompok tani yang dibantu PPL dalam menyusun RDKK terpaksa harus memasukkan petani luas tersebut. Untuk kebijakan ke depan, disamping kedua alasan tersebut di atas, ada alasan lain yang sangat mendasar dikaitkan dengan potensi penciptaan marketable surplus produksi beras petani dalam rangka penguatan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi beras di dalam negeri. Jika yang mendapatkan subsidi pupuk adalah petani sempit saja, maka surplus produksi yang dapat dijual ke pasar adalah kecil karena sebagian besar atau seluruh

Page 62: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

61

produksi dikonsumsi oleh petani sendiri. Kecilnya surplus produksi dapat disebabkan oleh akses petani terhadap sumber pupuk sangat rendah sehingga produktvitasnya sulit ditingkatkan. Sebaliknya, petani luas mampu membeli pupuk dengan dosis yang cukup karena kemampuan modalnya yang besar sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Dengan areal panen yang luas, maka surplus produksi menjadi besar sehingga pasokan di pasar juga besar, yang berarti mendukung pembangunan pertanian yang “pro growth”2.

Oleh karena itu, pemberian subsidi pupuk untuk tanaman pangan, utamanya padi, yang terkait erat dengan ketahanan pangan nasional, sebaiknya tidak perlu ada pembatasan luas garapan. Namun demikian pemberian subsidi pupuk perlu tetap memperhatikan status petani, yaitu bahwa petani yang berhak mendapatkan subsidi adalah yang termasuk ke dalam kategori sebagai berikut: (1) Petani pemilik-penggarap (owner operator), yaitu petani yang menggarap/mengusahakan lahan miliknya sendiri, termasuk petani yang dalam menggarap lahannya hanya menggunakan tenaga kerja/buruh upahan saja; (2) Petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil (share cropper); dan (3) Petani yang menggarap lahan milik orang dengan cara menyewa (land renter).

4.1.3. Penyusunan RDKK

RDKK merupakan hasil akhir penghitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi

yang disusun oleh kelompok tani berdasarkan luasan areal usahatani yang diusahakan. RDKK disusun oleh kelompok tani dan disahkan oleh dinas setempat yang membidangi pertanian. Beberapa kelemahan yang masih dijumpai dalam penyusunan RDKK antara lain adalah sebagai berikut:

1) Dalam beberapa kasus terjadi mark-up luas lahan oleh oknum tertentu sehingga ada

petani yang mempunyai luas lahan garapan lebih dari 2 hektar yang kebutuhan pupuknya masuk ke dalam RDKK. Akibatnya, jumlah alokasi pupuk bersubsidi untuk wilayah yang bersangkutan melebihi jatah yang sesungguhnya. Hal ini selanjutnya menyebabkan penyaluran pupuk bersubsidi berpotensi terjadinya penyimpangan.

2) Masih ada petani yang tidak masuk sebagai anggota kelompok tani, dan bahkan ada

petani yang tidak mengajukan kebutuhan pupuk dan tidak mengisi RDKK tetapi bisa membeli pupuk bersubsidi di kios resmi tertentu. Akibatnya, ketersediaan pupuk bagi petani yang menjadi anggota kelompok tani yang bersangkutan tentu saja terganggu. Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi.

3) Dalam RDKK terjadi luasan ganda, fiktif dan bahkan ada data lama (tidak di update),

karena tidak ada pendataan ulang, dan dinas yang membidangi pertanian selaku pihak yang mengesahkan RDKK tidak melakukan pengecekan terhadap data yang tercantum dalam RDKK tersebut.

4) Di wilayah-wilayah yang belum ada penyuluh pertanian yang bertugas atau

ditempatkan, penyerahan RDKK terlambat sehingga pengajuan kebutuhan pupuknya juga terlambat (misalnya di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada tahun 2011).

2 Produsen pupuk, seperti PT Petro Kimia Gresik, juga melayani petani yang luas garapannya lebih dari 2 ha

(mengikuti Peraturan Bupati). Namun atas tindakan ini kemudian produsen pupuk tersebut diberi teguran oleh BPK agar tidak mengulangi lagi hal yang sama.

Page 63: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

62

5) Mengenai sanksi, Permendag Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 dan perubahannya dalam Permendag Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009 hanya mengatur sanksi kepada Pengecer yang dalam menjual pupuk bersubsidi tidak didasarkan pada RDKK. Sementara sanksi yang terkait dengan ketidaksesuaian data RDKK berdasarkan ketentuan tidak diatur dalam Permendag tersebut.

6) Kemampuan kelompok tani sebagai institusi sosial masyarakat yang paling dekat

dengan petani penerima pupuk bersubsidi masih lemah sehingga belum dapat melakukan pendataan RDKK secara akurat. Disamping itu, PPL juga belum optimal dalam melakukan pendampingan dan pembinaan kelompok tani dalam penyusunan RDKK.

4.1.4. Mekanisme Penyaluran dan Penggunaan Pupuk Bersubsidi

Sampai dengan saat kajian ini dilaksanakan (tahun 2011), masih ada beberapa kelemahan atau penyimpangan yang ditemui di dalam penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Di tingkat Pengecer: (a) Ada pengecer yang menjual pupuk bersubsidi di Lini-IV

dengan harga lebih tinggi dari HET walaupun petani menerima pupuk di gudang kios dan membayar secara tunai, karena pengecer merasa bahwa fee yang diterimanya terlalu kecil; (b) Pengecer tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi pengadaan, penyaluran dan persediaan pupuk bersubsidi secara berkala ke dinas setempat yang membidangi pertanian; (c) Ada pengecer yang menjual pupuk bersubsidi tidak memasang papan nama dan menunjukkan daftar HET; (d) Ada pengecer tidak resmi yang menjual pupuk bersubsidi, dimana pupuk tersebut berasal dari distributor yang kurang disiplin dan petani yang menjual sebagian pupuknya untuk mendapatkan keuntungan; dan (e) Terjadi kasus penimbunan pupuk bersubsidi pada oknum pengecer tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar pada saat pasokan pupuk di wilayahnya langka. Penyimpangan di tingkat pengecer tersebut merupakan salah satu akibat dari kurangnya penyuluhan atau pembinaan distributor kepada pengecer yang menjadi tanggungjawabnya dan kurangnya pengawasan oleh KP3.

2) Di tingkat Petani: (a) Kurangnya sosialisasi kepada masyakarat petani tentang arti

subsidi dan HET pupuk menyebabkan petani tidak memahami arti dan tujuan subsidi dan HET pupuk sehingga harga penebusan pupuk bersubsidi jauh diatas HET; dan (b) Ada petani yang menebus pupuk sesuai dengan jatahnya, tetapi kemudian sebagian dijual dengan harga lebih mahal dari harga tebus dengan tujuan untuk menutup kebutuhan atau untuk mendapat keuntungan dari kelebihan harga jual.

3) Di tingkat Produsen pupuk: (a) Ada produsen pupuk bersubsidi (BUMN) yang

menyalurkan pupuk bersubsidi tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu jumlahnya melebihi rekomendasi dinas yang membidangi pertanian dan tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang alokasi kebutuhan pupuk; dan (b) Ada produsen pupuk yang melakukan penyaluran pupuk bersubsidi ke pengecer yang tidak sesuai dengan dokumen Delivery Order (DO). Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada produsen pupuk yang tidak disiplin dalam menyalurkan pupuk bersubsidi dan memberikan contoh yang tidak baik bagi masyarakat.

Page 64: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

63

4) Dalam beberapa kasus ada pupuk bersubsidi yang dijual bebas, sehingga petani yang tidak terdaftar dalam RDKK dapat membeli pupuk bersubsidi. Hal ini terjadi antara lain karena: (a) Ada petani yang tidak menebus seluruh jatah pupuk bersubsidinya dengan alasan tidak mampunyai modal cukup, pupuk datang terlambat, dan lain-lain; (b) Pengecer tidak disiplin dalam melaksanakan peraturan; dan (c) Kurangnya pengawasan oleh pihak KP3.

5) Di daerah-daerah tertentu kuota pupuk bersubsidi melebihi kebutuhan petani, yang

disebabkan antara lain oleh: (a) Adanya areal fiktif yang masuk RDKK karena RDKK tidak dibuat oleh kelompok tani tetapi oleh pihak lain, misalnya kios pengecer resmi; dan (b) Petani tidak menebus seluruh jatah pupuknya karena tidak cukup modalnya, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh faktor ketidakdisiplinan pihak distributor atau pengcer, dan lemahnya pengawasan oleh KP3. Kebijakan realokasi pupuk bersubsidi untuk mengatasi masalah tersebut sudah dilakukan tetapi keluarnya SK tentang realokasi tersebut sering terlambat.

6) Kasus penipuan: Ada kasus penggantian kemasan pupuk bersubsidi menjadi kemasan

pupuk non-bersubsidi dan dijual dengan harga non-subsidi oleh pihak tertentu. Di daerah Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara) pada tahun 2011 telah tertangkap tangan oleh Unit Reskrim Polres setempat bidang ekonomi adanya penukaran karung pupuk Urea bersubsidi dengan karung pupuk non-subsidi sebanyak 300 karung (15 ton) yang akan diangkut ke daerah lain (wilayah perkebunan). Dalam 3 buah truk yang akan mengangkut pupuk tersebut terdapat 300 karung kosong bekas pupuk Urea bermerk Pusri. Menurut informasi, modus operandinya adalah mengumpulkan pupuk bersubsidi dari kios pupuk, dimana sebagian pupuk yang telah diterima dari distributor dan dibayar secara tunai tidak ditebus oleh petani. Untuk menghindari tejadinya kerugian, pupuk yang tidak ditebus petani tersebut dijual kepada pihak lain. Diperoleh informasi juga bahwa terdapat pencampuran pupuk, yaitu Urea dengan garam yodium oleh pihak kios.

7) Kasus kios pupuk ditentukan oleh kleompok tani: Ada kasus kios penyalur tidak

ditetapkan oleh distributor tetapi dipilih oleh Kelompok Tani. Hal ini terjadi di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara), Hal ini sudah berjalan selama 3 tahun terakhir (2009-2011) yang diawali dengan terjadinya kelangkaan pupuk pada tahun 2008 yang menyebabkan petani melakukan demonstrasi di gedung DPRD setempat. Dari hasil unjuk rasa tersebut, kemudian pihak DPRD mengambil keputusan bahwa kelompok tani diberi kebebasan untuk menentukan kios mana yang mereka percaya sebagai kios resmi yang menyalurkan pupuk bersubsidi bagi mereka. Untuk menjaga hubungan baik antara kios dan kelompok tani, maka kios harus membuat surat pernyataan yang berisikan antara lain sebagai berikut:

a) Membuat dan menandatangani surat pernyataan sanggup menjadi kios resmi pengecer pupuk Urea bersubsidi dengan masa kontrak satu tahun dan ditandatangani diatas meterai. Selain itu juga harus menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) antara distributor dan kios pengecer resmi, dan segera memasang papan nama dan memasang harga HET yang berlaku sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI No: 21/2008 dan 07/2009.

b) Hanya menyalurkan pupuk Urea bersubsidi kepada petani/kelompok tani sesuai dengan wilayah kerja yang telah ditentukan, dan apabila terjadi pelanggaran/ penyimpangan dalam penyaluran pupuk Urea bersubsidi maka kios siap

Page 65: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

64

bertanggungjawab dan bersedia izin usaha perusahaan/kios sebagai kios pengecer dicabut.

c) Apabila kelompok tani tidak menyukai kios tertentu untuk mendistribusikan pupuk Urea bersubsidi, maka kelompok tani dapat berpindah ke kios yang lain dengan mekanisme membuat surat pernyataan yang berisikan ketidakpuasan dan tidak terlaksananya pendistribusian. Surat pernyataan itu kemudian diteruskan ke distributor dan distributor akan membuat surat penunjukan kios yang diinginkan kelompok tani dan surat penunjukan itu diketahui oleh penanggungjawab PT Pusri di Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam surat penunjukan itu juga diberi persyaratan bahwa kios tersebut harus membuat surat pernyataan kesediaan menjadi kios resmi sebagai penyalur pupuk urea bersubsidi.

Adanya perubahan penunjukan kios yang awalnya dari distributor ke kelompok tani bagi kios tidak terlalu mempersoalkan, karena selama ini layanan yang sebelumnya dilakukan untuk distributor sekarang berganti ke ketua kelompok tani. Tetapi perubahan ini menimbulkan akibat negatif antara lain adalah petani dengan mudah berpindah-pindah kios sesuai dengan keinginannya. Akibatnya tak jarang petani yang menunggak pembayaran pupuk bersubsidi. Kondisi ini menyebabkan kios harus meluangkan waktu lebih untuk menagih hutang ke petani tersebut. Walaupun disetujui oleh DPRD, cara tersebut sebenarnya bertentangan dengan Permendag yang telah mengatur jalur pendistribusian pupuk bersubsidi mulai dari Produsen pupuk (Lini-I) sampai dengan Kios Pengecer Resmi (Lini-IV).

8) Ada kasus perembesan pupuk bersubsidi antar wilayah dan penyelundupan pupuk bersubsidi keluar negeri. Perembesan pupuk bersubsidi antar wilayah terjadi, dimana pupuk untuk tanaman pangan digunakan untuk tanaman perkebunan. Rembesan ini rawan terjadi di kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan yang banyak terdapat tanaman perkebunan rakyat. Di Kabupaten Serdang Bedagai, misalnya, dari 17 kecamatan di wilayah ini sebanyak 7 kecamatan di antaranya adalah rawan rembesan pupuk bersubsidi, yaitu Teluk Mengkudu, Sei Rampah, Perbaungan, Pantai Cermin, Pegajahan, Dolok Masihul dan Bintang Bayu. Telah tertangkap perembesan pupuk NPK sebanyak 8 karung di Asahan. Pupuk hasil sitaan trsebut dilelang dan uang hasil lelang masuk ke aks negara.

9) Penyelundupan pupuk bersubsidi sering terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai garis pantai yang panjang dan terdapat pelabuhan-pelabuhan kecil yang tidak terawasi, misalnya Tanjung Balai. Menurut pihak kepolisian Serdang Bedagai, secara hukum memang belum terbukti secara sah terjadi penyelundupan, tetapi ada informasi bahwa ada pupuk bersubidi yang diekspor ke Malaysia.

12) Dari sisi efektifitas pelaksanaan ketentuan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi, banyak peraturan yang tidak ditepati di lapangan, yang sebagian besar terkait dengan penjualan pupuk bersubsidi dengan harga di atas HET. Ketentuan HET yang merupakan harga dari pengecer ke petani langsung banyak tidak dipatuhi oleh Pengecer, yang salah satu penyebabnya adalah masih ada Pengecer yang dibebani oleh Distributor atas biaya pengangkutan pupuk dari Distributor ke Pengecer. Kadang-kadang Pengecer harus mengambil sendiri pupuk yang ditebus dari Distributor ke gudang distributor dengan biaya sendiri. Selain itu, Pengecer kadang-kadang juga masih harus membayar sejumlah uang untuk mengganti biaya bongkar pupuk dari truk ke dalam gudangnya sendiri. Penambahan biaya-biaya tersebut menjadi alasan Pengecer untuk menaikkan HET,

Page 66: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

65

padahal dalam SPJB (Surat Perjanjian Jual Beli) dari Produsen ke semua Distributor telah diatur secara jelas mengenai margin Distributor, harga jual Distributor ke Pengecer, biaya sewa gudang, ongkos angkut dan margin Pengecer. Ada juga Pengecer yang menaikkan HET karena alasan marjin yang diterima terlalu kecil. Dalam hal ini, tugas Produsen dan Distributor dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan penilaian kinerja Pengecer dalam melaksanakan penjualan pupuk bersubsidi ke petani tidak dilakukan secara maksimal. Malahan distributor sendiri lebih banyak membebani Pengecer, sehingga keadaan ini memaksa Pengecer melanggar ketentuan HET demi mendapatkan margin yang cukup dari penjualan pupuk bersubsidi.

10) Keterlambatan distribusi yang bisa juga menyebabkan kelangkaan pupuk, disebabkan

oleh kelalaian Produsen sehingga Distributor tidak mampu melaksanakan peranan pentingnya dalam menjaga pasokan pupuk bersubsidi dan bertanggungjawab untuk melakukan penyaluran pupuk sesuai dengan prinsip 6 tepat, yang salah satunya adalah tepat waktu (sesuai dengan waktu pupuk dibutuhkan petani). Akibat dari kelalaian tersebut adalah terjadinya kelangkaan pupuk hingga musim tanam puncak tiba (misalnya di kabupaten Lombok Barat, NTB). Dengan demikian, maka peran Produsen dalam menjaga persediaan (stok) pupuk tidak dijalankan secara baik. Namun jika ingin dikenakan sanksi yang berat kepada Produsen misalnya berupa penundaan dan pembatalan pembayaran subsidi oleh Menteri Keuangan, ancaman tersebut tidak mempunyai kekuatan karena sanksi tersebut harus berdasarkan pada rekomendasi KP3 yang tidak menjalankan fungsinya secara memadai.

11) Akses masyarakat terhadap informasi mengenai mekanisme penyaluran pupuk

bersubsidi dari Produsen hingga Pengecer masih terbatas, meskipun dalam mekanisme penyaluran pupuk aspek informasi kepada masyarakat telah diatur seperti ketentuan kemasan pupuk harus bertuliskan pupuk bersubsidi, dan truk pengangkut pupuk harus bertuliskan truk angkutan pupuk bersubsidi. Aspek informasi publik lain yang telah diatur adalah mengenai kewajiban Distributor dan Pengecer resmi untuk memasang papan nama Distributor/Pengecer resmi untuk menghindari adanya Distributor/Pengecer tidak resmi. Informasi publik lainnya yang telah diatur adalah adanya kewajiban Pengecer untuk memasang daftar harga pupuk sesuai dengan HET di kios masing-masing agar dapat dilihat secara langsung oleh petani. Namun, masih ada juga Pengecer yang tidak mematuhi ketentuan tersebut, dan petani yang mengetahui pelanggaran itu cenderung membiarkannya karena masih minimnya pengetahuan mereka mengenai ketentuan yang berlaku. Seharusnya, pengurus kelompok tani dan PPL memainkan peran besar dalam sosialisasi ketentuan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pengawasan di lapangan.

4.1.5. Penetapan Besaran HET dan Marjin Penyalur

Penetapan HET pupuk yang disertai dengan penetapan HPP gabah, dimana HPP gabah diumumkan sebelum waktu tanam dan HET diumumkan belakangan, dapat dipandang baik. Dengan cara ini, petani mempunyai kesempatan untuk melakukan perencanaan penggunaan pupuk secara lebih tepat untuk mencapai produksi atau laba usahatani yang diinginkannya.

HET pupuk untuk tahun 2011 dalam Permentan No.06/SR.130/2/2011 sebenarnya

lebih rendah daripada yang tertera dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2011, yaitu Rp 1,800

Page 67: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

66

untuk Urea; Rp 2,200 untuk SP36; Rp 1,650 untuk ZA; dan Rp 2,450 untuk NPK. Karena HET tidak naik dan nilai subsidi tetap Rp 16.4 triliun, maka volume pupuk bersubsidi diturunkan.

Alasan pemerintah tidak menaikkan HET untuk tahun 2011 didasarkan atas

pertimbangan sebagai berikut. Pertama, turunnya realisasi penyerapan pupuk tunggal pada tahun 2010 dibanding 2009, yaitu sebesar 7.44% untuk Urea; 8.78% untuk SP36; dan 19.65% untuk ZA; sementara penyerapan pupuk majemuk NPK naik 3.92%. Kedua, realisasi penyerapan pupuk tahun 2010 yang tidak mencapai 100%, yaitu 86.8% untuk Urea; 75.9% untuk SP36; 84.0% untuk ZA; dan 70.2% untuk NPK; atau 81.5% secara keseluruhan. Ketiga, adanya pemikiran bahwa: (a) Penyaluran subsidi pupuk dengan sistem RDKK sudah lebih efektif dibanding sebelumnya; (b) Meningkatnya pemakaian pupuk organik yang berdampak menurunkan penggunaan pupuk kimia tunggal; dan (c) Penghematan subsidi pupuk tersebut dapat dialihkan untuk penguatan litbang, penyuluhan dan infrastruktur pertanian dan pedesaan (saluran irigasi, jalan pertanian, dll) yang merupakan sumber-sumber penting pertumbuhan produktivitas pertanian, disamping untuk menjaga sustainabilitas fiskal pemerintah.

Menurut PT Petro Kimia Gresik, harga pokok penjualan (HPP) pupuk di masa datang

akan cenderung naik karena harga bahan baku (gas, fosfat alam dan KCl) akan naik. Jika HET tidak naik, maka anggaran subsidi yang ditanggung pemerintah akan membengkak; dan jika volume pupuk bersubsidi dikurangi untuk mencegah pembengkakan anggaran subsidi, maka produktivitas pertanian akan turun. Karena itu, menurut produsen pupuk tersebut, HET pupuk di masa datang perlu dinaikkan karena HPP pupuk akan terus naik. Kenaikan HET tersebut diperlukan untuk menutup biaya angkut dan lain-lain yang makin mahal.

Khusus untuk pupuk organik, Pemerintah Pusat selama ini tidak konsisten dalam

penetapan HET jenis pupuk ini, yaitu dari semula Rp 500 pada athun 2010, dinaikkan menjadi Rp 700 pada tahun 2011 tetapi kemudian diturunkan lagi menjadi Rp 500 pada tahun 2011. Kedepan, disarankan agar pemerintah dalam menjalankan kebijakan subsidi pupuk organik seharusnya juga mempertimbangankan pupuk organik yang dibuat oleh petani setempat. HET pupuk organik tersebut dinilai oleh PT Petrokimia Gresik terlalu murah sehingga petani enggan untuk memproduksinya sendiri karena harganya tidak kompetitif.

Marjin bagi Distributor dan Pengecer per kg menurut jenis pupuk diperlihatkan pada

Tabel 4.1. Dapat diketahui bahwa marjin per kg untuk Distributor lebih besar dibanding marjin Pengecer yaitu masing-masing Rp 90 – 100 dan Rp 45 – 75.

Tabel 4.1. Marjin Distributor dan Pengecer Pupuk Bersubsidi Tahun 2011 (Rp/kg)

Jenis Pupuk

Gudang Penyangga Produsen

(FOT)

Gudang Pengecer

Resmi Maksimum

HET di Pengecer

Resmi kepada Petani/KT

Marjin

Distributor Pengecer

Urea 1.460 1.555 1.600 95 45 ZA 1.255 1.355 1.400 100 45 SP36 1.855 1.955 2.000 100 45 NPK Phonska 2.155 2.245 2.300 90 55 Petroganik 325 425 500 100 75 Sumber: FGD di Jawa Timur, Agustus 2011

Page 68: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

67

4.1.6. Penebusan Pupuk Bersubsidi oleh Petani

Pupuk bersubsidi yang telah diusulkan melalui RDKK, pada kenyataannya tidak seluruhnya ditebus oleh petani. Hal ini terjadi karena RDKK disusun untuk setahun dan per musim, sementara penebusan oleh petani sangat tergantung pada kondisi tanaman saat membutuhkan pupuk dan keadaan keuangan petani saat penebusan. Hal ini menyebabkan penyerapan pupuk bersubsidi tidak mencapai 100% dari RDKK dan membuka peluang terjadinya perembesan pupuk bersubsidi ke pengguna pupuk non subsidi. Selain itu, adanya program Bantuan Langsung Pupuk (BLP) yang secara gratis diberikan kepada petani peserta Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) dapat berdampak mengurangi jumlah penebusan pupuk bersubsidi. Penggantian jenis pupuk kimia bersubsidi dengan bahan lain oleh petani seperti tetes dan pupuk organic juga berdampak menurunkan jumlah penebusan jenis pupuk kimia bersubsidi.

Sementara itu, pembelian pupuk dengan sistem “yarnen” oleh petani dari Pengecer

sangat menolong petani yang modalnya terbatas. Sistem ini sebenarnya menyebabkan harga beli pupuk yang dibayar petani lebih tinggi daripada HET yang telah ditetapkan pemerintah, namun petani bisa mendapatkan pupuk bersubsidi dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan aktual mereka (walaupun tidak selalu sesuai dengan dosis berimbang rekomendasi). Yang masih menjadi masalah adalah bahwa pihak Distributor membebankan biaya angkutan pupuk dari gudang distributor ke gudang Kios kepada Lini-IV, disamping pihak Lini-IV menetapkan fee yang lebih besar dari ketentuan pemerintah. Perilaku penyalur demikian bisa terjadi karena mereka beranggapan bahwa fee yang mereka terima terlalu kecil yang tidak dapat menutup biaya angkutan dan tenaga kerja yang cenderung meningkat. Karena itu, walaupun petani membeli pupuk secara tunai dengan kemasan 40-50 kg/karung di pintu Kios, harga yang dibayar petani tetap diatas HET (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Harga Beli Pupuk Aktual Petani Contoh dan Persentasenya terhadap HET di Tiga Daerah Sentra Padi Sawah, 2008/2009.

Uraian

Jawa Barat Jawa Timur Sulawesi Selatan Harga Aktual (Rp/kg)

% dari HET

Harga aktual

(Rp/kg)

% dari HET

Harga aktual

(Rp/kg)

% dari HET

Musim Hujan: Urea SP18/SP36 NPK Phonska NPK Kujang*)

1.277 1.809 1.989 1.881

106,4 116,7 113,7 118,6

1.357 1.713 1.906

-

113,1 110,5 108,9

-

1.306 1.819 1.964

-

108,9 117,3 112,2

- Musim Kemarau:

Urea SP18/SP36 NPK Phonska NPK Kujang *)

1.267 1.794 1.936 1.893

105,6 115,7 110,6 119,4

1.347 1.726 1.905

-

112,2 111,4 108,9

-

1.305 1.814 1.957

-

108,8 117,1 111,9

- Sumber: Hadi et al (2009); *) Di Jatim dan Sulsel tidak ada pupuk NPK Kujang.

Hasil kajian Hadi et al (2009) memberikan informasi bahwa untuk pupuk Urea,

deviasi harga di Jawa Barat paling rendah, sedangkan di Jawa Timur paling tinggi. Hal ini disebabkan Jawa Barat lebih dekat dengan pabrik pupuk PT Kujang yang berada di Cikampek (Jawa Barat), yang memproduksi pupuk Urea dalam jumlah besar, dan bahkan dipasok juga

Page 69: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

68

oleh PT Pusri untuk wilayah Selatan (Majalengka, Garut, Ciamis, Tasikmalaya dan Banjar). Sementara itu, pupuk Urea di Sulawesi Selatan dipasok oleh PT Pupuk Kaltim yang memproduksi Urea dalam jumlah besar.

4.1.7. Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Realisasi penyaluran semua jenis pupuk bersubsidi, yaitu Urea, SP36, ZA dan NPK selama 2006-2009 semuanya terus meningkat, sedangkan pada tahun 2010, kecuali NPK, turun (Tabel 4.3). Mulai tahun 2008, anggaran subsidi pupuk meningkat tajam dan mendominasi anggaran pembangunan pertanian. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan realisasi jumlah penyaluran pupuk selama 2006-2009 (yang mencerminkan peningkatan jumlah permintaan pupuk aktual) adalah tidak naiknya HET pupuk, yang berarti harga riil pupuk makin murah. Sementara itu, salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab turunnya jumlah penyaluran pupuk tunggal (Urea, SP36 dan ZA) pada tahun 2010 dibanding 2009 adalah naiknya HET pupuk tersebut secara signifikan. Faktor penyebab lain adalah terjadinya subsitusi pupuk tunggal oleh pupuk majemuk (NPK) dan pupuk organik.

Tabel 4.3. Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi, 2006-2010.

Tahun

Pupuk Tunggal Pupuk Majemuk (NPK) Pupuk Organik

Urea SP18/SP36 ZA

Jumlah (ton) %* Jumlah

(ton) %* Jumlah (ton) %* Jumlah

(ton) %* Jumlah (ton) %*

2006 3.962.404 92,15 711.081 101,58 600.972 100,16 399.970 99,99 0 0 2007 4.249.409 98,82 764.821 95,60 701.647 100,24 637.456 91,07 0 0 2008 4.534.656 94,47 582.102 71,74 751.321 100,13 939.002 97,54 68.400 19,83 2009 4.623.889 84,07 706.937 70,69 888.607 96,27 1.417.703 94,51 236.451 52,54 2010 4.279.901 86,80 644.858 75,87 713.765 84,00 1.473.345 70,16 246.130 32,82

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, diolah. Keterangan: * Persentase jumlah realisasi terhadap jumlah rencana penyaluran.

Turunnya jumlah penyaluran pupuk tunggal (Urea, SP18/SP36, ZA) pada tahun 2010

dibanding 2009 yang disertai dengan meningkatnya jumlah penyaluran pupuk majemuk (NPK) merupakan perkembangan yang sangat baik. Meningkatnya penyaluran NPK ditengah-tengah naiknya HET jenis pupuk ini membuktikan bahwa petani makin sadar akan manfaat pupuk majemuk tersebut bagi tanaman yang diusahakannya. Jika dikombinasikan dengan pemakaian pupuk organik dalam jumlah yang cukup, maka masalah soil sickness dapat diperkecil, struktur tanah menjadi lebih baik dan kandungan hara dalam tanah menjadi lebih seimbang, sehingga produktivitas dan produksi tanaman pangan diharapkan akan meningkat.

4.1.8. Akuntabilitas Volume Penyaluran dan Penghitungan HPP upuk Bersubsidi

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan terhadap volume penyaluran dan penghitungan HPP pupuk bersubsidi. Hasil pemeriksaan volume penyaluran pupuk bersubsidi TA 2009 pada BUMN produsen pupuk yang dilakukan terhadap dokumen Delivery Order (DO), Laporan Bulanan Distributor dan Laporan Bulanan Pengecer, ditemukan adanya penyimpangan, seperti diperlihatkan pada Tabel 4.4.

Page 70: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

69

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa koreksi terjadi pada semua jenis pupuk subsidi, tetapi ada yang negatif dan ada yang positif. Koreksi negatif yang terjadi pada penyaluran pupuk Urea dan organik pada umumnya disebabkan oleh: (1) Adanya Delivery Order (DO) outstanding penjualan tahun 2009 yang belum disalurkan ke Pengecer yang diperhitungkan sebagai jumlah penyaluran pupuk Urea tahun 2009; dan (2) Masih adanya saldo akhir persediaan pupuk bersubsidi yang terdapat pada PPD yang belum diperhitungkan sebagai pengurang penyaluran pupuk bersubsidi pada tahun 2009.

Tabel 4.4. Akuntabiltas Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Berdasarkan Hasil Audit BPK Tahun 2009.

Jenis Pupuk Jumlah (ton) Koreksi

Sebelum Diaudit

Setelah Diaudit Ton %

Urea1) 4,634,103.1 4,640,622.8 -6,519.7 -0.14 ZA2) 878,415.1 878,178.2 236.9 0.03 SP362) 697,250.1 695,592.2 1,657.9 0.24 NPK2) 1,297,642.5 1,296,797.6 844.9 0.07 Organik3) 230,914.7 231,160.7 -246.0 -0.11 Total 7,738,325.5 7,742,351.5 -4,026.0 -0.05

Keterangan: 1) Disalurkan oleh semua (5) produsen pupuk; 2) Hanya disalurkan oleh PT Petrokimia Gresik; 3) Hanya disalurkan oleh PT Petrokimia Gresik, PT Pusri dan PT Pupuk Kujang

Sementara koreksi positif yang terjadi pada volume penyaluran jenis pupuk lainnya

disebabkan oleh: (1) Perbedaan pencatatan volume penyaluran pupuk bersubsidi antara perusahaan induk dan kantor pemasarannya (perusahaan mencatat lebih kecil dari KP-nya); (2) Penambahan volume penyaluran yang belum dicatat sebagai volume penyaluran tahun berjalan; dan (3) Ada sisa saldo pupuk bersubsidi tahun lalu yang ikut tersalurkan tetapi tidak tercatat sebagai penyaluran tahun 2009.

Dari sisi regulasi, masalah tersebut sebenarnya telah diantisipasi dengan adanya

aturan yang mengharuskan Pengecer untuk membuat laporan. Ketentuan tersebut ditetapkan dalam Permendag Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 Pasal 15 ayat (5). Dalam pelaksanaannya, ketentuan tersebut seringkali diabaikan oleh Pengecer. Hal ini disebabkan beberapa Pengecer belum memahami kewajibannya dalam membuat laporan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Selain itu, Produsen pupuk yang seharusnya melakukan pembinaan terhadap Pengecer belum menjalankan fungsinya secara optimal. Karena itu, produsen pupuk perlu membuat program berkelanjutan dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan sosialiasi pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.

Akses masyarakat terhadap informasi volume penyaluran pupuk bersubsidi juga

masih sangat kurang. Volume penyaluran pupuk bersubsidi seolah-olah hanya menjadi domain Pengecer dan Distributor, padahal seharusnya petani (minimal melalui kelompok tani) mengetahui berapa volume pupuk bersubsidi yang telah tersalurkan dari keseluruhan kuota pupuk bagi wilayah setempat. Dengan demikian, masyarakat secara aktif dapat mengontrol jalannya program pupuk bersubsidi untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

Page 71: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

70

Sementara untuk HPP pupuk, penghitungan besaran subsidi pupuk untuk masing-masing jenis pupuk dihitung dari selisih antara Harga Pokok Penjualan (HPP) dikurangi Harga Eceran Tertinggi (HET) dikalikan dengan Volume Penyaluran Pupuk. Karena itu, sebelum menghitung besaran subsidi pupuk harus dihitung dahulu besaran HPP dan volume penyaluran pupuk bersubsidi. Dari hasil pemeriksaan BPK, terdapat selisih penghitungan HPP pada tiap Produsen pupuk, baik berupa koreksi negatif maupun koreksi positif (Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Akuntabilitas Total Harga Pokok Penjualan Pupuk Urea

Berdasarkan Hasil Audit BPK Menurut Produsen Pupuk Tahun 2009.

Produsen Pupuk

Jumlah (Rp’ juta) Koreksi Sebelum

Audit Sesudah

Audit Rp’ juta %

PT PIM 301,474.9 295,632.9 -5,842.0 -1.98 PT PUSRI 4,418,682.3 4,183,044.2 -235,638.1 -5.63 PT PK 2,031,990.9 1,913,482.7 -118,508.3 -6.19 PT PG 781,008.5 774,907.3 -6,101.3 -0.79 PT PKT 4,178,721.9 4,402,430.7 223,708.8 5.08

Total 11,711,878.6 11,569,497.8 -142,380.8 -1.23 Sumber: Abdullah et al (2011). Dari lima Produsen pupuk, hanya satu yang mempunyai koreksi positif yaitu PT

Pupuk Kalimantan Timur (PKT), sedangkan lainnya mempunyai koreksi negatif, sehingga koreksi angka totalnya tetap ngeatif. Selisih tersebut sebagian besar disebabkan oleh koreksi atas DO penjualan, volume penyaluran pupuk bersubsidi, biaya-biaya yang tidak layak diganti oleh pemerintah dalam penghitungan subsidi (non-deductable cost), biaya-biaya yang tidak berkaitan dengan produksi pupuk bersubsidi, koreksi fiskal dan akuntansi pelaporan. Koreksi terhadap HPP dan volume penyaluran pupuk bersubsidi, otomatis akan mengoreksi jumlah besaran subsidi pupuk yang harus dibayar Pemerintah kepada Produsen pupuk.

Dari sisi regulasi, komponen-komponen biaya yang termasuk dalam HPP sebenarnya

telah diatur dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-183/MBU/2003. Namun aturan tersebut dianggap belum cukup karena belum ada ketentuan yang mengatur mengenai biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan dalam penghitungan subsidi pupuk. Karena itu, BPK dalam melakukan audit terhadap besaran subsidi pupuk tersebut menggunakan aturan fiskal (pengertian biaya menurut Undang-Undang Perpajakan) untuk menentukan biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan dalam perhitungan subsidi pupuk.

Kurang lengkapnya regulasi yang mengatur mekanisme penghitungan subsidi tersebut

menyebabkan pelaksanaan penghitungan pupuk selalu mengalami koreksi dalam setiap audit. Ketiadaan aturan negative list telah membuka peluang membengkaknya hasil penghitungan HPP yang menyebabkan besaran subsidi pupuk yang harus dibayarkan Pemerintah kepada Produsen pupuk menjadi terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pemborosan anggaran negara untuk subsidi pupuk.

Selain itu, akses masyarakat dalam penghitungan subsidi juga sangat terbatas.

Penghitungan subsidi selama ini hanya menjadi domain Produsen pupuk dan Pemerintah saja.

Page 72: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

71

Meskipun penghitungan subsidi menjadi domain pemeriksaan BPK, hasil audit dan perhitungan subsidi tersebut seharusnya disosialisaikan kepada publik agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam melakukan kontrol. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan pemantauan anggaran, sebaiknya juga mulai memberikan kritik terhadap mekanisme penghitungan subsidi pupuk.

4.1.9. Pengawasan Pelaksanaan Subsidi Pupuk Fungsi pengawasan terhadap pengadaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi berada pada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dibentuk di tingkat Provinsi dan Kabupaten berdasarkan SK Gubernur atau Bupati/Walikota di wilayah setempat. Beberapa kelemahan yang ditemukan antara lain adalah bahwa KP3 tidak menjalankan fungsinya secara baik, yaitu tidak melakukan pengawasan, tidak membuat laporan hasil pengawasan kepada Bupati/Walikota. KP3 bekerja hanya jika ada keluhan dari warga. Tidak berjalannya KP3 juga dikeluhkan karena anggotanya kurang memahami tentang kebijakan pupuk bersubsidi, kecuali Dinas Pertanian setempat. Disamping itu, KP3 juga tidak mempunyai dana operasional yang cukup untuk menjalankan fungsinya. Komisi tersebut bekerja hanya berdasarkan anggaran teknis di Dinas terkait, sehingga diusulkan agar ada dana pendamping dari APBD. Banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program subsidi pupuk disebabkan oleh sangat kurangnya pengawasan. Secara regulasi, ketentuan tentang pengawasan secara jelas telah diatur dalam Permendag Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 Pasal 16. Namun dalam pelaksanaannya, banyak pihak yang seharusnya menjadi pengawas terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi tidak menjalankan tugasnya secara baik, misalnya tidak melakukan pengecekan lapangan dan tidak membuat laporan pengawasan. Salah satu penyebabnya adalah mereka mengeluh kurangnya dana operasional untuk melakukan pengawasan, sehingga beberapa daerah menyarankan untuk adanya alokasi dana dampingan APBD agar pengawasan berjalan optimal.

Selain itu, akses masyarakat terhadap kinerja pengawasan juga tidak bagus. Laporan hasil pengawasan tidak disosialiasikan atau dipublikasikan, sehingga masyarakat tidak tahu keberadaan lembaga pengawas tersebut. Kalaupun mereka tahu ada lembaga tersebut, mereka tidak tahu harus mengadukan permasalahannya kemana jika terjadi pelanggaran karena masyarakat seringkali tidak mengetahui siapa saja yang menjadi anggota lembaga pengawas tersebut. Untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan, seharusnya lembaga pengawas tersebut membuat mekanisme pengaduan masyarakat sehingga minat masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan juga berjalan optimal.

Khususnya di wilayah Sumatera Utara, ada tiga permasalahan yang dijumpai, yaitu

yang terkait dengan kelembagaan, pendanaan, dan laporan pelaksanaan tugas KP3. Upaya untuk perbaikan telah dilakukan oleh instansi terkait, misalnya Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Untuk solusi masalah kelembagaan, semua Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah provinsi tersebut telah diminta untuk memfungsikan kembali lembaga KP3 yang ada di wilayahnya. Tujuannya adalah agar KP3 bisa mengawasi pendistribusian/penyaluran pupuk bersubsidi dari distributor ke kios-kios dan petani (Surat Dinas Nomor 521.4/6600/ PLA/IV/2010 tanggal 16 April 2010). Selain itu perlu juga dibuat laporan berkala mengenai kegiatan KP3 setiap bulannya dan dikirim ke KP3 provinsi. Surat kelembagaan ini kemudian dipertegas lagi dengan surat Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (Nomor:

Page 73: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

72

521.4./267.19/PLA.S/I/ 2011 tanggal 27 Januari 2011) bahwa laporan KP3 harus menyampaikan beberapa data mengenai petugas yang masih aktif, dukungan anggaran dari Tugas Pembantuan dan APBD, serta data kelembagaan tingkat kabupaten/kota. Untuk kondisi sekarang hampir semua kabupaten/kota di wilayah Sumatera Utara sudah mempunyai KP3.

4.1.10. Upaya Peningkatan Efisiensi Subsidi Pupuk

Pengembangan Kios Pupuk Lengkap (KPL) oleh produsen pupuk dipandang baik karena mempermudah petani untuk mendapatkan berbagai jenis pupuk tanpa harus menggunakan waktu dan biaya yang tidak perlu (efisiensi biaya angkutan dan waktu untuk pembelian pupuk). Namun masih ada kelemahannya, yaitu bahwa komposisi N, P dan K dalam pupuk majemuk NPK tidak selalu cocok untuk wilayah tertentu, sehingga masih diperlukan sejumlah pupuk tunggal untuk melengkapinya.

Kegiatan uji coba penggunaan Kartu Pintar pada tahun 2006-2007 kurang berhasil

karena adanya beberapa permasalahan, antara lain (Hadi et al, 2009): (1) Sebagian penjaga Kios pupuk kurang paham tentang cara melakukan transaksi elektronik karena mereka tidak selalu manajer/pemilik Kios; (2) Petani merasakan lebih repot/kurang praktis; (3) Di lokasi-lokasi tertentu tidak ada sinyal satelit komunikasi sehingga transaksi pembelian pupuk tidak bisa dilakukan; dan (4) Tidak ada monitoring terhadap masalah penggunaan mesin transaksi karena pekerjaan dikontrakkan ke pihak swasta (hanya pemasangan saja).

Dari hasil uji coba Subsidi Pupuk Langsung ke Petani (SPL) di Kabupaten Karawang dapat diketahui kelebihan dan kekurangan SPL (Hadi et al, 2011). Kelebihannya adalah sebagai berikut. Pertama, tidak ada lagi disparitas harga pupuk sehingga tidak ada lagi aliran pupuk dari sektor yang mendapatkan subsidi ke sektor yang tidak mendapatkan subsidi. Karena itu, maka kekurangan pasokan pupuk di sektor yang tidak mendapatkan subsidi dapat dihindari, sehingga pemupukan dapat dilakukan secara tepat jumlah, mutu dan waktu, sehingga produktivitas tanaman tidak terganggu, kecuali ada gangguan-gangguan lain yang terjadi di luar subsidi pupuk langsung. Kedua, Penyalur pupuk (Lini-IV) dan Distributor pupuk (Lini-III) tidak bisa lagi melakukan penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi karena masing-masing Penyalur telah terdaftar dalam SK Bupati dan mempunyai tanggungjawab untuk menyalurkan pupuk ke pihak-pihak yang harus dilayani. Distributor menyalurkan pupuk kepada Penyalur/Kios yang menjadi tanggungjawabnya, dan Penyalur/Kios menyalurkan pupuk ke petani-petani yang menjadi tanggungjawabnya.

Sementara itu, kekurangan SPL adalah sebagai berikut. Pertama, petani tidak mempunyai modal cukup untuk membeli pupuk terlebih dahulu dengan harga non-subsidi. Selama ini, dengan harga subsidi (HET) mayoritas petani juga tidak mampu membeli pupuk secara tunai tetapi dengan cara “yarnen” (membayar setelah panen). Hal ini terjadi karena mayoritas petani adalah pemilik-penggarap dan penggarap berlahan garapan sempit dengan kemampuan modal yang sangat terbatas. Namun dengan pembayaran dengan cara “yarnen” yang berarti tidak tunai, petani dikenakan harga yang lebih tinggi daripada HET (ada semacam bunga pinjaman). Kedua, penyalur pupuk (Lini-IV) yang modalnya terbatas juga tidak mampu membeli pupuk dari Distributor (Lini-III) secara tunai dengan harga non-subsidi yang jauh diatas HET, apalagi banyak petani yang membayar secara “yarnen”. Demikian pula, pihak Distributor bersedia memenuhi pesanan penyalur jika penyalur telah membayar pupuk terlebih dahulu secara tunai. Ketiga, diperlukan sistem administrasi yang

Page 74: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

73

akurat, cukup rumit dan mahal. Nama-nama seluruh Kelompok Tani yang jumlahnya sangat banyak harus masuk ke dalam Peraturan Menteri Pertanian agar pemberian dana subsidi tidak salah alamat. Semua transaksi pembelian pupuk harus dibukukan dan dilegalisasi oleh petugas pertanian setempat yang cukup menyita waktu petani dan petugas. Penggunaan dana subsidi yang disimpan di rekening Kelompok Tani juga sulit dikontrol dan cenderung terjadi penyimpangan. Karena banyaknya permasalahan mendasar tersebut, maka subsidi pupuk langsung (SPL) ke petani sebagai alternatif mekanisme subsidi pupuk sedang berjalan belum dapat diterapkan.

Dengan demikian, maka sistem subsidi pupuk tidak langsung yang sedang berjalan

dapat dilanjutkan namun dengan beberapa catatan sebagai berikut: (1) Kelompok sasaran (target group) yang sudah ditetapkan dalam Permentan harus dipertegas lagi kelompok sasaran dan kebutuhan pupuk yang diajukan dalam RDKK harus benar-benar dibuat secara obyektif; (2) Agar tepat sasaran, mungkin setiap petani yang memenuhi syarat sebagai penerima subsidi pupuk diberikan Kartu Subsidi Pupuk (KSP) yang memuat informasi tentang luas garapan lahan dan kebutuhan pupuk menurut jenisnya dan hanya petani pemegang kartu KSP yang boleh membeli pupuk bersubsidi; dan (3) Peningkatan anggaran untuk pengawasan peredaran pupuk bersubsidi, yang menyangkut lokasi distribusi, waktu, harga, mutu (tidak ada yang palsu atau dicampur) dan pembelinya.

4.2. Kebijakan Subsidi Benih 4.2.1. Realisasi Penyaluran Benih Bersubsidi

Target penyaluran benih bersubsidi selama 2006-2010 cenderung menurun untuk padi dan kedelai, tetapi cenderung meningkat untuk jagung hibrida dan jagung komposit (Tabel 4.6). Walaupun target menurun, realisasi umumnya masih dibawah 100%. Pada tahun 2010, realisasi penyaluran benih padi hanya 80,24% dan kedelai 70,95%. Untuk jagung, baik hibrida maupun komposit, realisasinya juga rendah, bahkan untuk tahun 2010 masing-masing hanya mencapai 21,13% dan 39,45%. Pada tahun 2011, target penyaluran benih bersubsidi adalah 62.500 ton untuk padi, 3.450 ton untuk jagung hibrida, 1.250 ton untuk jagung komposit dan 1.306 ton untuk kedelai.

Tabel 4.6. Realisasi Penyaluran Benih Bersubsidi, 2006-2010.

Tahun

Padi Non Hibrida

Jagung Hibrida

Jagung Non Hibrida Kedelai

Jumlah (ton) %* Jumlah

(ton) %* Jumlah (ton) %* Jumlah

(ton) %*

2006 96.210 87,07 857 30,61 2.881 180,06 4.719 86,512007 88.881 68,34 780 32,50 2.260 167,78 4.930 82,172008 77.743 81,83 480 19,20 1.162 59,65 2.497 124,852009 67.771 71,34 1.093 43,72 959 54,30 1.949 97,452010 50.153 80,24 634 21,13 789 39,45 1.419 70,95

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan (2011), diolah. Keterangan: * Persentase jumlah realisasi terhadap target penyaluran.

Menurunnya target dan rendahnya realisasi penyaluran benih tersebut mencerminkan

bahwa penyaluran benih bersubsidi kurang efektif. Hal ini disebabkan penangkar dan produsen benih swasta telah berkembang dan sebagian besar petani telah mengenal benih

Page 75: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

74

varietas unggul bermutu. Berkembangnya produsen benih tersebut telah menciptakan persaingan yang sehat antar produsen benih sehingga harga benih berada pada kondisi normal (tidak pernah ada lonjakan harga). Bahkan harga benih produksi penangkar/produsen swasta bisa lebih murah dibanding harga benih bersubsidi.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah bahwa penyebaran benih bersubsidi kurang

merata karena penyalurannya hanya melalui kios-kios benih yang ditunjuk oleh PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, yang kemasan benihnya mempunyai reputasi bagus. Namun di daerah-daerah yang tidak ada kios benih yang ditunjuk oleh kedua BUMN benih tersebut tidak tersedia benih bersubsidi, tetapi tersedia benih produksi swasta (non subsidi). Faktor lain yang ikut mengganggu penyerapan benih bersubsidi adalah adanya Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) yang diberikan Pemerintah kepada petani secara gratis untuk meningkatkan ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bermutu. Program yang dimulai pada tahun 2007 ini pada tahun 2010 sudah terlaksana di 21 provinsi yang mencakup 261 kabupaten dengan target anggaran sekitar Rp 1.7 triliun. Walaupun realisasinya hanya mencapai sekitar 57% dan dalam banyak hal bermasalah, program pemberian bantuan benih secara gratis ini mengurangi penggunaan benih bersubsidi.

4.2.2. Efektifitas Kebijakan Subsidi

Efektivitas pemberian subsidi benih masih rendah (Pusat Kebijakan APBN, 2010). PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani sebagai produsen benih penerima subsidi belum mampu meningkatkan angka penjualan benih bersubsidinya karena penggunaan benih bersertifikat masih lebih rendah dari kebutuhan benih per musim tanam per hektare lahan. Pemberian subsidi benih juga tidak terlalu bermanfaat di tingkat petani karena harga jual benih padi oleh kedua produsen benih BUMN (PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani) masih terlalu tinggi. Di salah satu Kios pengecer benih padi bersubsidi di Kabupaten Jombang (Jawa Timur) misalnya, harga jual benih bersubsidi pada bulan Agustus 2011 adalah sebagai berikut: Ciherang Rp 8,500; IR64 (SS) Rp 7,400; IR64 (ES) Rp 6,500; Mekongga Rp 8,500; Situ Bagendit Rp 7,400; Way Apu Rp 6,500; dan Inpari 1 Rp 6,100. Alasan BUMN produsen benih bersubsidi menentukan harga subsidi yang tidak jauh berbeda dari harga di pasar adalah agar para petani penangkar benih padi tetap kompetitif. Karena itu, petani padi enggan untuk membeli benih bersubsidi karena modal yang diperlukan cukup besar yaitu sekitar Rp 140.000 – 210.00/ha (kebutuhan benih rata-rata 20-30 kg/ha untuk padi). Sementara itu, petani dapat menghasilkan benih padi yang hampir sama mutunya yaitu dari hasil panen sendiri sebelumnya atau membeli dari penangkar/petani lain. Selain itu, orientasi petani tanaman pangan adalah lebih pada minimalisasi biaya produksi, bukan maksimalisasi keuntungan usahatani.

Ada beberapa masalah yang terkait dengan benih bersubsidi, antara lain adalah

adanya benih palsu, benih kedaluwarsa dan mutu benih dalam kantong yang tidak sesuai dengan warna label. Hal ini terjadi karena pengawasan terhadap peredaran benih sebar bersubsidi (Extension Seeds/ES) masih terbatas. Masalah lainnya adalah petani membeli benih stok (Stock Seeds/SS) berlabel ungu, dengan alasan: (1) Mutu benih SS lebih bagus dibanding benih ES utamanya dari segi daya tumbuh, kesuburan daun, dan jumlah anakan; dan (2) Hasil panennya dapat digunakan untuk benih setelah dilakukan seleksi dan yang hasil panennya juga masih bagus3. Sementara itu, benih SS seharusnya tidak digunakan sebagai ES karena masih ada sifat benih yang belum stabil. Terkait dengan permasalahan tersebut perlu

3 Hasil pengamatan di Kabupaten Lamongan, 3 Mei 2011.

Page 76: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

75

dilakukan pengawasan terhadap benih bersubsidi, baik dalam distribusinya maupun mutu benih yang beredar (isi sesuai dengan warna label).

4.2.3. Kontribusi Benih Bersubsidi dalam Pemenuhan Kebutuhan Benih Unggul

Nasional Benih yang digunakan oleh petani, baik padi, jagung maupun kedelai, berasal dari PSO (pemerintah) dan non-PSO (sumber non pemerintah). PSO terdiri dari subsidi, BLBU dan CBN. Pada tahun 2010, kontribusi masing-masing sumber dalam pemenuhan kebutuhan benih ketiga jenis komoditas pangan tersebut diperlihatkan pada Tabel 4.7.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa benih bersubsidi hanya memberikan kontribusi sangat kecil dalam pemenuhan kebutuhan benih nasional, yaitu 23,58% untuk padi, bahkan untuk jagung dan kedelai masing-masing hanya 2,28% dan 5,08% pada tahun 2010. Kebutuhan benih untuk padi lebih banyak dipenuhi dari BLBU dan non-PSO, untuk jagung lebih banyak dari non-PSO, sedangkan untuk kedelai lebih banyak dari BLBU.

4.3. Kebijakan Harga Gabah/Beras 4.3.1. Efektifitas HPP Gabah/Beras

Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan dalam Inpres No. 7/2009 dinilai banyak kalangan terlalu rendah. Dengan penghitungan teknis, Machfoed (Kompas, 2010) menjelaskan bahwa rendemen adalah rasio teknis antara beras yang dihasilkan dari gabah sebagai bahan bakunya dalam proses penggilingan. Inpres No 7/2009 tersebut menyiratkan bahwa beras yang HPP-nya Rp 5,060 per kg, sebenarnya nilainya setara dengan harga 1.5127 kg GKG dengan HPP Rp 3,345 per kg. Kesetaraan tersebut menunjukkan bahwa proporsi HPP dianggap tidak realistis ketika proses penggilingan mempunyai rendemen 66% dan tanpa ongkos giling. Dua hal ini tidak mungkin terjadi pada proses penggilingan beras berkualitas medium yang dicirikan oleh 20% beras patah. Rendemen 66% mustahil tercapai, apalagi jika ditambah dengan ongkos giling sekitar Rp 200-400 per kg. Kesetaraan HPP beras Rp 5,060 per kg dengan sejumlah gabah dengan nilai yang sama hanya dapat terjadi pada rendemen 68%, sesuatu yang sulit dicapai untuk beras kualitas medium.

Kementerian Pertanian (2008) telah menghitung bahwa rendemen beras maksimal

adalah 64.67% dengan konfigurasi gilingan lima tahap yaitu “Cleaner-Husker-Separator-Polisher-Grader”, yang canggih dan berbiaya mahal. HPP beras Rp 5,060 per kg dinilai terlalu rendah karena berdasarkan rasionalitas rendemen dan biaya giling, untuk GKG Rp 3,345 per kg, seharusnya HPP beras adalah Rp 6,000 per kg.

Selain dinilai terlalu rendah dibandingkan dengan hasil penghitungan teknis yang

semestinya, HPP beras yang ditetapkan dalam Inpres Nomor 7/2009 juga selalu lebih rendah

Tabel 4.7. Penggunaan Benih Padi, Jagung dan Kedelai Menurut Sumber, 2010 (%).

Uraian Padi Jagung Kedelai PSO:

Subsidi 23.58 2.28 5.08BLBU 36.92 22.71 77.22CBN 3.04 4.92 9.85Total PSO 63.54 29.92 92.14

Non PSO 36.46 70.08 7.86 Total 100 100 100 Sumber: Ditjen Tanaman Pangan (2011b), diolah.

Page 77: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

76

daripada harga keseimbangan pasar yang terbentuk. Hal ini menyulitkan Bulog dalam mendapatkan pasokan beras kualitas medium untuk pengadaan DN. Karena itu, Bulog kemungkinan besar hanya mendapatkan pengadaan beras DN dengan kualitas lebih rendah dari kualitas beras medium.

Terjadinya pengurangan rasio antara harga beras dengan harga gabah dari 2,26 pada

tahun 2001 menjadi 1,92 pada tahun 2010, merupakan disinsentif bagi usaha penggilingan padi karena berkurangnya marjin usaha. Hal ini menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas beras yang beredar dan dampak dari berkurangnya marjin antara harga beras dan GKP adalah: (1) Usaha penggilingan padi makin tidak mendapatkan insentif untuk mengolah gabah menjadi beras berkualitas baik; (2) Untuk mendapatkan beras yang sesuai dengan standar pengadaan, maka unit penggilingan apdi tidak akan bersedia mengurangi marjin dan labanya tetapi menurunkan harga pembelian gabahnya sehingga akan makin menekan harga gabah di tingkat petani; dan (3) Bagi unit pengilingan apdi yang tidak bisa menyesuaikan dirinya dengan biaya pengolahan akan keluar dari industri perberasan, yang menurut Perpadi sekitar 20-30% usaha penggilingan padi telah keluar dari industri dalam beberapa tahun terakhir.

Jika Bulog benar-benar menurunkan kualitas beras dalam pengadaan DN, maka

tujuan HPP sebagai instrumen insentif penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tidak akan pernah tercapai. Disamping itu, masyarakat penerima RTS-PM (Rumah Tangga Sasaran – Petani Miskin) juga dirugikan dengan menerima beras yang kemungkinan kualitasnya lebih rendah daripada kualitas beras yang ditetapkan dan dibayar oleh pemerintah. Karena itu, perlu adanya lembaga pengawas Bulog dalam menjalankan kebijakan HPP yang saat ini belum ada.

Dilihat dari fungsi perlindungannya terhadap jatuhnya harga gabah petani, maka HPP

gabah kering panen (GKP) yang ditetapkan pemerintah (yaitu Rp 2,200 untuk tahun 2008, Rp 2,400 untuk tahun 2009 dan Rp 2,640 untuk tahun 2010 dan 2011) secara umum telah mampu melindungi petani dari jatuhnya harga gabah (Tabel 4.8).

Tabel 4.8. Perkembangan HPP dan Harga Aktual GKP Petani, 2008-2010

Bulan Harga Aktual GKP (Rp/kg) % Harga Aktual terhadap HPP 2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011

Januari 2,635 2,742 3,475 3,918 119.77 114.25 131.63 148.41Febuari 2,469 3,129 3,200 3,417 112.23 130.38 121.21 129.43Maret 2,152 2,541 2,841 3,049 97.82 105.88 107.62 115.49April 2,157 2,587 3,107 3,178 98.05 107.79 117.68 120.38Mei 2,425 2,667 2,735 3,219 110.23 111.13 103.58 121.93Juni 2,551 2,673 2,710 3,297 115.95 111.38 102.65 124.89Juli 2,513 2,638 2,467 3,565 114.23 109.92 93.43 135.04Agustus 2,513 2,666 2,983 3,754 114.23 111.08 113.01 142.20September 2,567 2,736 3,150 3,773 116.68 114.00 119.32 142.92Oktober 2,582 2,786 3,300 3,938 117.36 116.08 125.00 149.17November 2,581 2,814 3,281 3,946 117.32 117.25 124.29 149.47Desember 2,645 2,900 3,281 t.a.d 120.23 120.83 124.29 t.a.dRata-rata 2,483 2,740 3,044 3,550 112.84 114.16 115.31 134.48

Sumber: Tahun 2008-2009: Statistik Harga Produsen (BPS); Tahun 2010 dan 2011: Harga GKP tingkat produsen (Kementerian Pertanian, website).

Page 78: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

77

Hanya pada bulan Maret dan April 2008 dan Juli 2010, harga jual GKP petani berada di bawah HPP-nya. Secara rata-rata, harga jual gabah petani makin jauh diatas HPP, yaitu 112.84% tahun 2008; 114.16% tahun 2009; 115.31% tahun 2010; dan bahkan pada tahun 2011 sangat jauh diatas HPP yaitu 134.48%. Kenaikan harga aktual GKP yang cepat selama 2010-2011 disebabkan oleh faktor-faktor di luar HPP itu sendiri, antara lain adalah penurunan pertumbuhan produksi padi di dalam negeri, kenaikan harga beras di pasar internasional, menipisnya pasokan beras dunia sebagai akibat dari perubahan iklim dan banjir di wilayah-wilayah pemasok beras dunia.

Perkembangan HPP GKP, harga jual aktual GKP (HAGKP) dan harga aktual beras

(HABRS) tahunan selama 1989-2011 diperlihatkan pada Gambar 4.1. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa jarak antara HAGKP dan HPP GKP makin lebar, utamanya sejak tahun 2006. Demikian pula jarak antara HAGKP dan harga aktual beras (HABRS) makin jauh sejak krisis ekonomi tahun 1998.

Hasil analisis regresi 4 dengan menggunakan data tahunan tersebut menunjukkan

bahwa: (1) Setiap kenaikan HPP GKP 10%, HAGKP naik 9,14% (elastisitas transmisi HPP ke HAGKP sebesar 0.914); dan (2) Setiap kenaikan HAGKP 10%, HABRS naik 9,997% atau hampir 10% (elastisitas transmisi HAGKP ke HABRS sebesar 0.9997). Hal ini membuktikan bahwa hubungan antara HAGKP dan HABRS sangat kuat atau hampir sempurna (elastisitas nyaris sebesar 1), sedangkan hubungan antara HPP GKP dan HAGKP lebih lemah (elastisitas < 1). Dari hasil regresi tersebut dapat dihitung bahwa setiap kenaikan HPP GKP sebesar 10%, maka HABRS naik 9,13% yaitu 9,14*9,997%. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan HPP GKP berdampak positif dan signifikan terhadap jual aktual GKP petani dan harga beras rata-rata per tahun.

Gambar 4.1. Perkembangan HPP GKP, HAGKP dan HABRS

Tahunan, 1989-2011 (Rp/kg) Namun dari perspektif ekonomi makro, perlu diperhatikan bahwa kenaikan HPP GKP

jangan sampai terlalu tinggi karena akan berdampak meningkatkan harga beras, dimana kenaikan harga beras mempunyai kontribusi terhadap laju inflasi. Selama ini, harga pangan, utamanya beras, mempunyai kontribusi yang cukup signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia. Laju inflasi yang tinggi akan dapat menghambat investasi dan penciptaan lapangan 4 Menggunakan persamaan (2.4) dalam Bab II.

Page 79: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

78

kerja, serta menurunkan daya beli masyarakat (termasuk juga petani) atas barang-barang konsumsi.

Pada dasarnya, HPP GKP dan beras merupakan instrumen yang digunakan Bulog

dalam membeli gabah dan beras. Namun kenyataan di lapang menunjukkan bahwa harga aktual gabah dan beras pada tahun 2011 sudah jauh lebih tinggi dari HPP-nya, Karena itu, Bulog saat ini menghadapi kesulitan dalam membeli gabah/beras sehingga terpaksa membuka keran impor untuk mencukupi cadangan beras pemerintah (CBP). Dengan demikian, maka HPP gabah dan beras perlu disesuaikan seiring dengan perkembangan harga aktualnya.

4.3.2. Realisasi Pengadaan Beras

Dalam rangka pengadaan beras, Bulog melakukan pembelian dari dalam dan luar negeri. Kecuali pada tahun 2002 dan 2007, pengadaan beras dari dalam negeri selama 2000-2010 berada diatas 80% dari total pengadaan, bahkan pada tahun 2009 mencapai 100% dan pada tahun 2001, 2004 dan 2008 hampir mencapai 100%. Pada tahun 2010, pengadaan dari dalam negeri turun menjadi hanya sekitar 80%, dimana total pengadaan dalam dan luar negeri masih mencapai 2.4 juta ton (Tabel 4.9). Turunnya pengadaan dalam negeri yang cukup drastis dari 3.6 juta ton pada tahun 2009 menjadi 1.9 juta ton pada tahun 2010 disebabkan antara lain harga aktual GKP yang lebih tinggi dibanding HPP. Pada tahun 2011, pengadaan dari dalam neegri sampai awal bulan Desember hanya mencapai 1,549,843 ton, yang hanya merupakan sekitar 62% dari target pengadaan 2.5 juta ton beras. Dewasa ini, dengan makin majunya teknologi komunikasi, petani dapat mengakses informasi tentang harga hasil pertanian termasuk HPP GKP, sehingga setelah mengetahui HPP GKP dari pemerintah, mereka lalu menetapkan harga jual GKP diatas HPP. Sementara itu, menurut ketentuan, Bulog tidak boleh memberli gabah jika harganya melebihi HPP.

Tabel 4.9. Perkembangan Pengadaan Beras Bulog dari Dalam dan Luar

Negeri, 2000-2010 (ton).

Tahun Dalam Negeri Luar Negeri

Total Jumlah (ton) % Jumlah

(ton) %

2000 2,174,807 80.37 531,140 19.63 2,705,947 2001 2,010,792 96.69 68,737 3.31 2,079,529 2002 2,131,607 68.05 1,000,586 31.95 3,132,193 2003 2,008,954 75.41 655,126 24.59 2,664,080 2004 2,096,609 98.62 29,350 1.38 2,125,959 2005 1,529,718 95.70 68,800 4.30 1,598,518 2006 1,434,128 83.09 291,872 16.91 1,726,000 2007 1,765,987 57.71 1,293,980 42.29 3,059,967 2008 3,205,952 99.07 30,200 0.93 3,236,152 2009 3,624,777 100.00 0 0.00 3,624,777 2010 1,896,252 80.22 467,700 19.78 2,363,952

Sumber: Bulog (2011), diolah.

Distribusi bulanan pengadaan beras dari dalam negeri rata-rata per tahun pada periode 2000-2005, periode 2006-2010 dan periode 2000-2006 secara nasional memperlihatkan bahwa secara konsisten pengadaan beras dalam jumlah besar dimulai pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan April-Mei, dan sesudah itu terus menurun hingga Desember dan

Page 80: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

79

Januari (Gambar 4.2). Hal ini sesuai dengan pola produksi padi di Indonesia, dimana panen besar dimulai pada bulan Maret, dan mencapai puncaknya pada bulan April-Mei.

Dalam pengadaan beras, Bulog bekerjasama dengan mitra kerjanya. Salah satu mitra kerjanya adalah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Namun saat ini masih banyak Gapoktan yang kinerjanya belum optimal, antara lain karena tidak memenuhi beberapa kriteria seperti harus memiliki lantai jemur dan gudang. Di masa datang, Gapoktan yang diarahkan menjadi mitra Bulog harus memenuhi syarat, antara lain: (1) Telah menerima bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP); atau (2) Yang direkomendasikan oleh Badan Pelaksana Penyuluh (Bapeluh) Kabupaten/kota setempat. Sementara itu, Gapoktan yang dinilai belum layak untuk menjadi mitra Bulog tetap diberikan kesempatan dengan cara menjalin kerja-sama antar Gapoktan atau menghubungi satgas Bulog Divre setempat untuk pendapatkan penjelasan/penyuluhan tentang cara menjadi mitra kerja Bulog.

Gambar 4.2. Distribusi Pengadaan Beras dari Dalam Negeri oleh

Bulog (Sumber: Bulog 2011, diolah) Secara umum, pengadaan beras oleh Perum Bulog pada tahun 2009 cukup baik, yaitu

mampu menyerap beras dalam negeri sebesar 3.63 juta ton atau sekitar 8.97% dari total produksi gabah nasional 64.4 juta ton GKP (setara 40.40 juta ton beras). Pada tahun 2010, penyerapan beras dalam negeri oleh Perum Bulog turun menjadi 1.90 juta ton setara beras atau sekitar 4.55% dari total produksi gabah sebesar 66.41 juta ton GKG (setara 41.67 juta ton beras). Sementara itu, pada awal tahun 2011, harga gabah di tingkat petani yang jauh lebih tinggi di atas HPP, sebagaimana telah dijelaskan di muka, menyebabkan pengadaan beras di dalam negeri menjadi relatif kecil dari target yang telah ditentukan.

Namun perubahan iklim telah menyebabkan kualitas gabah/produksi petani cenderung

menurun. Kondisi ini menyebabkan Perum Bulog menemui kesulitan dalam mendapatkan gabah/beras dengan kualitas yang baik (medium) sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Selain itu, dengan makin terbukanya pasar bagi petani dan infrastruktur distribusi yang makin baik, petani cenderung memilih pasar yang dapat memberikan harga yang paling menguntungkan dan dengan biaya yang paling murah. Hal ini menyebabkan petani menjual gabah/beras kepada pihak di luar Perum Bulog karena dengan persyaratan yang tidak begitu ketat, misalnya dengan kadar air di atas 14%, petani dapat menjual dengan tingkat harga yang

Page 81: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

80

lebih tinggi daripada HPP. Sementara itu, petani tidak tertarik untuk menjual kepada Perum Bulog karena diharuskan untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, padahal harga yang diberikan kepada petani (HPP) lebih rendah daripada harga pasar.

Kondisi ini menjadi permasalahan bagi Perum Bulog. Harga gabah di tingkat petani dan penggilingan yang lebih tinggi daripada HPP dalam beberapa tahun terakhir, mendorong petani untuk tidak menjual gabah/berasnya kepada Perum Bulog. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah diterbitkan Inpres Nomor 8 Tahun 2011 yang memberikan kesempatan bagi Perum Bulog untuk membeli gabah/beras dari petani dengan harga di atas HPP. Atas dasar Inpres tersebut, Perum Bulog memberikan insentif tambahan harga di dalam pembelian gabah kepada petani.

4.3.3. Penyaluran Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran

Dalam pembagian Raskin kepada rumah tangga sasaran, yang mendapat bagian tidak hanya rumah tangga miskin saja, tetapi juga rumah tangga yang tidak miskin. Hal ini menyebabkan bagian yang diterima rumah tangga sasaran menjadi jauh lebih kecil dari yang seharusnya. Ada semacam kesepakatan bersama di antara masyarakat di suatu wilayah (desa) bahwa kuota Raskin harus dibagi rata untuk semua rumah tangga yang ada di wilayah tersebut. Ini berarti bahwa kebijakan subsidi pangan (beras) belum tepat sasaran.

4.4. Hasil Analisis Simulasi Kebijakan Subsidi Pertanian

4.4.1. Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Tahun 2011

Kondisi biaya dan pendapatan usahatani padi sawah pada MH 2010/2011 (existing) diperlihatkan pada Tabel 4.10. Total biaya input bersubsidi (benih dan pupuk) hanya sekitar 15% dari total biaya usahatani padi sebesar Rp 9.47 juta/ha, sedangkan sisanya sekitar 85% untuk biaya tenaga kerja, sewa lahan, obat-obatan, pajak, bunga bank, dan lain-lain, utamanya untuk tenaga kerja dan sewa lahan. Sementara itu, produktivitas mencapai sekitar 5,392 kg/ha.

Tabel 4.10. Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah per Hektare MH 2010/2011a)

Uraian Volume (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Harga Aktual GKP HPP GKP Nilai (Rp) % Nilai (Rp) %

Biaya: Benih 31.92 6,783 216,501 2.29 216,501 2.29Urea 218.07 1,837 400,661 4.23 400,661 4.23NPK 136.50 2,482 338,748 3.58 338,748 3.58SP36 78.90 2,322 183,180 1.93 183,180 1.93Pupuk organik 389.00 605 235,345 2.49 235,345 2.49Lain-lainb) 8,094,573 85.48 8,094,573 85.48Total biaya 9,469,007 100.00 9,469,007 100.00

Penerimaan 5,392 3,537 19,068,764 201.38 14,234,176 150.32Laba 9,599,756 101.38 6,139,603 64.84Keterangan: a) Lokasi: Sumbar, Lampung, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kalbar, Kalsel, NTB; b) Terdiri dari tenaga kerja, sewa lahan, pajak, bunga bank, dan lain-lain

Page 82: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

81

Pada harga aktual GKP di tingkat petani sebesar Rp 3,537/kg, maka laba usahatani padi mencapai hampir Rp 9.6 juta/ha/musim (4 bulan) atau 101.4% dari total biaya usahatani. Dengan harga HPP GKP sebesar Rp 2,640/kg, laba usahatani masih mencapai Rp 14.2 juta/ha/musim (4 bulan), yang merupakaan 64.8% dari total biaya usahatani. Ini berarti bahwa tanpa kenaikan HPP GKP, sebenarnya petani sudah mendapat tingkat keuntungan yang wajar yaitu diatas 30% dari total biaya produksi (profitabilitas usahatani sebesar 30% adalah target Inpres No. 13/2005).

4.4.2. Fungsi Produksi, Elastisitas Permintaan Input dan Elastisitas Transmisi Harga

Sebelum dilakukan analisis simulasi kebijakan subsidi input (benih dan pupuk) dan HPP GKP perlu dilakukan analisis fungsi produksi padi sawah untuk mengetahui pengaruh masing-masing jenis input bersubsidi terhadap produksi GKP. Dengan menggunakan metode analisis yang telah dijelaskan pada Bab II, hasil analisis fungsi produksi dan pemintaan input bersubsidi diperlihatkan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Fungsi Produksi dan Elastsitas Permintaan Input Bersubsidi pada Usahatani Padi Sawah di Daerah Sentra Produksiaa).

Jenis Input b) Fungsi Produksi Fungsi Permintaan Input

Bersubsidi Parameter

(βi) Nilai

Thd Harga Sendiri (δ1)

Thd Harga GKP (δ2)

Tenaga Kerja β1 0.15746 - - Benih β2 0.00062 -0.3189 0.2523 Pupuk Urea β3 0.31764 -0.4934 0.9355 Pupuk NPK β4 0.15397 -1.5603 0.5783 Pupuk SP36 β5 0.02270 -0.0147 0.9092

Keterangan: a) Provinsi Sumbar, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Kalbar, Kalsel, NTB. b) Pupuk organik tidak dimasukkan karena sangat sedikit jumlah

responden yang menggunakannya.

Dari hasil estimasi fungsi produksi dapat diketahui bahwa untuk input bersubsidi, pupuk Urea mempunyai parameter elastisitas paling besar (β3), disusul pupuk NPK (β4), pupuk SP36 (β4) dan yang paling kecil adalah benih (β2). Nilai positif parameter elastisitas tersebut menunjukkan ranking pengaruh positif masing-masing jenis input terhadap produksi padi.

Untuk fungsi permintaan input bersubsidi, nilai negatif elastisitas permintaan terhadap

harga sendiri (δ1) yang paling besar adalah pupuk NPK, disusul pupuk Urea, benih dan yang paling rendah adalah pupuk SP36. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan untuk persentase yang sama pada harga input, akan menyebabkan persentase penurunan yang paling besar akan terjadi pada permintaan akan pupuk NPK. Sementara nilai positif elastisitas permintaan input terhadap harga aktual GKP (δ2) yang paling kuat adalah untuk pupuk SP36 disusul pupuk Urea, pupuk NPK dan yang paling kecil adalah benih.

Sementara itu, elastisitas transmisi HPP GKP ke harga jual aktual GKP adalah sebesar

0.914 sebagaimana telah ditunjukkan pada Sub-bab 4.3 di muka. Untuk harga pupuk,

Page 83: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

82

diasumsikan bahwa kenaikan HET pupuk akan ditransmisikan seluruhnya ke harga aktual pupuk yang dibayar petani (misalnya HET pupuk naik 10%, maka harga aktual pupuk yang dibayar petani juga naik 10%).

4.4.3. Hasil Simulasi Kebijakan

Hasil simulasi lima skenario kebijakan subsidi input dan HPP GKP dapat

diringkaskan pada Tabel 4.12 (hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 1 untuk koefisien teknis dan Lampiran 2 untuk koefisien ekonomi), dan Tabel 4.13 untuk persentase perubahan penggunaan input bersubsidi, produksi dan laba usahatani.

Tabel 4.12. Hasil Simulasi Skenario Kebijakan Subsidi Input dan HPP Gabah

Uraian Existing Skenario Kebijakan A B C D E

Penggunaan Input: Benih (kg/ha) 31.92 31.41 32.28 31.78 31.78 31.78 Urea (kg/ha) 218.07 212.69 227.39 222.01 216.63 222.01 NPK (kg/ha) 136.50 125.85 140.11 129.46 129.46 140.11SP36 (kg/ha) 78.90 78.84 82.18 82.12 82.12 82.18 Total pupuk (kg/ha) 465.39 448.79 481.96 465.37 459.99 476.08

Perubahan: ∆Benih (kg/ha) -0.51 0.37 -0.14 -0.14 -0.14 ∆Urea (kg/ha) -5.38 9.32 3.94 -1.44 3.94 ∆NPK (kg/ha) -10.65 3.61 -7.04 -7.04 3.61∆SP36 (kg/ha) -0.06 3.28 3.22 3.22 3.28 ∆Total pupuk (kg/ha) -16.09 16.21 0.12 -5.26 10.83

Pendapatan: Produksi (kg/ha) 5,392 5,285 5,492 5,385 5,343 5,450 Laba (Rp/ha) 9,599,756 9,244,061 10,753,447 10,378,890 10,228,283 10,594,182

Perubahan: ∆Produksi (kg/ha) -107 100 -7 -49 58∆Laba usahatani (Rp/ha) -355,695 1,153,691 779,134 628,526 994,425

Perubahan Nilai Subsidi: ∆Benih (Rp/ha) -130 94 -36 -36 -36 ∆Urea (Rp/ha) -7,166 12,418 5,252 -1,913 5,252 ∆NPK (Rp/ha) -28,220 9,560 -18,660 -18,660 9,560 ∆SP36 (Rp/ha) -54 3,078 3,024 3,024 3,078 ∆Total nilai subsidi (Rp/ha) -35,571 25,151 -10,420 -17,586 17,855

Harga GKP (Rp/kg): 3,537 3,537 3,714 3,714 3,714 3,714 ∆ Harga GKP (Rp/kg): 0 177 177 177 177 ∆ Nilai Produksi (Rp/ha) 0 17,733 -1,216 -8,687 10,253 ∆ Surplus Ekonomi (Rp/ha)* 35,571 -7,417 9,204 8,898 -7,602

Keterangan: Subsidi harga per kg tahun 2011: Benih Rp 256; Urea Rp 1.332; NPK Rp 2,650; dan SP36 Rp 939 (lihat uraian pada Bab III di muka); * ∆Nilai Prod dikurangi ∆ Total Nilai Subsidi

Dari kedua tabel tersebut dapat diperoleh gambaran sebagai berikut: (1) Skenario

yang dapat meningkatkan penggunaan benih per ha adalah B, sedangkan empat skenario lainnya menurunkan penggunaan benih; (2) Skenario B, C dan E, terutama B, dapat meningkatkan total penggunaan pupuk per ha, sedangkan 2 skenario lainnya menurunkan total penggunaan pupuk; (3) Hanya skenario B dan E yang dapat meningkatkan produksi gabah per ha, terutama B, sedangkan 3 skenario lainnya menurunkan produksi; (4) Hanya skenario A yang dapat menurunkan laba usahatani per ha, sedangkan empat skenario lainnya dapat meningkatkan laba, utamanya B; (5) Hanya skenario B dan E yang dapat meningkatkan biaya subsidi input per ha, utamanya B, sedangkan 3 skenario lainnya dapat menurunkan

Page 84: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

83

biaya subsidi input, utamanya A; (6) Hanya skenario B dan E yang dapat meningkatkan produksi gabah dan laba usahatani per ha secara simultan, utamanya skenario B; dan (7) Tidak ada skenario yang dapat meningkatkan produksi dan laba serta menurunkan biaya subsidi secara simultan.

Tabel 4.13. Persentase Perubahan Penggunaan Input Bersubsidi,

Produksi dan Laba Usahatani Padi Berdasarkan Skenario Kebijakan HET Pupuk dan HPP Gabah (%).

Uraian Skenario Kebijakan A B C D E

Penggunaan Input: Benih -1.60 1.13 -0.44 -0.44 -0.44 Urea -2.47 4.27 1.81 -0.66 1.81 NPK -7.80 2.64 -5.16 -5.16 2.64 SP36 -0.08 4.16 4.08 4.08 4.16 Total pupuk -3.57 3.56 0.00 -1.16 2.30

Pendapatan: Produksi -1.98 1.85 -0.13 -0.91 1.08 Laba -3.71 12.02 8.12 6.55 10.36

Sumber: Diolah dari Tabel 4.12. Skenario B dan E dapat meningkatkan produksi gabah dan laba usahatani tetapi secara

makro menimbulkan defisit ekonomi (selisih antara tambahan nilai produksi dan tambahan biaya subsidi). Sementara itu, tiga skenario lainnya yaitu A, C dan D dapat menurunkan produksi gabah dan laba usahatani tetapi secara makro menciptakan surplus ekonomi (selisih antara tambahan nilai produksi dan tambahan biaya subsidi). Karena tidak ada skenario kebijakan yang dapat mencapai semua tujuan secara simultan, yaitu meningkatkan produksi untuk penguatan ketahanan pangan, meningkatkan laba usahatani untuk meningkatkan kesejahteraan petani, mengurangi biaya subsidi untuk sustainabilitas fiskal, dan meningkatkan surplus ekonomi secara makro, maka pilihan skenario kebijakan harus difokuskan pada tujuan utama kebijakan subsidi input dan HPP, yaitu penguatan ketahanan pangan, dan kalau bisa meningkatkan laba usahatani untuk perbaikan kesejahteraan petani atau minimal mempertahankan tingkat profitabilitas usahatani yang pada tahun 2011 sudah sangat tinggi.

Jika demikian, maka hanya dua skenario kebijakan yang layak untuk dipilih, yaitu B atau E. Skenario B lebih unggul karena dapat meningkatkan produksi gabah dan laba usahatani lebih besar. Dalam hal ini, tidak ada kenaikan HET pupuk, tetapi HPP gabah naik 5%. Dengan skenario ini, produksi gabah akan naik 100 kg/ha/musim, laba usahatani akan naik Rp 1.2 juta/ha/musim, tetapi kebutuhan benih dan pupuk lebih besar, dan biaya subsidi benih dan pupuk (Urea, NPK dan SP36) akan naik Rp 25.151/ha/musim, dan surplus ekonomi makro akan turun Rp 7.414/ha/musim. Namun karena HPP pupuk akan terus meningkat (karena naiknya harga gas dan harga bahan baku lainnya) yang akan meningkatkan tekanan terhadap anggaran/fiskal, maka HET pupuk perlu dinaikkan namun sebaiknya hanya Urea saja, sedangkan NPK dan SP36 tetap (skenario E). Dengan skenario E, produksi gabah akan naik 58 kg/ha/musim, laba usahatani akan naik Rp 0.99 juta/ha/musim, kebutuhan benih dan pupuk akan naik, dan biaya subsidi benih dan pupuk akan naik Rp 17.855/ha/musim, dan surplus ekonomi makro akan turun Rp 7.602/ha/musim.

Page 85: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

84

Kenaikan HPP GKP sebesar 5%, baik pada scenario berpotensi dapat meningkatkan harga beras. Berdasarkan hasil penghitungan elastisitas transmisi HPP GKP ke harga beras sebesar 0.913 sebagaimana telah disebutkan di muka, maka kenaikan HPP GKP sebesar 5% akan meningkatkan harga beras sebesar 4.6%. Kenaikan harga beras ini berpotensi meningkatkan inflasi karena sumbangan harga beras terhadap inflasi cukup signifikan. Jika demikian, maka diperlukan kebijakan lain yang dapat menghambat laju inflasi, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi biaya produksi berbagai sektor dalam perekonomian nasional.

Page 86: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

85

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan 5.1.1. Kebijakan Subsidi Pupuk 1. Dasar hukum dan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan program subsidi

pupuk sudah ada dan pada umumnya sudah memadai, namun pelaksanaannya di lapangan masih belum selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku tersebut. Penyimpangan yang masih terjadi (walaupun tidak seintensif pada tahun-tahun sebelumnya karena sejak tahun 2009 telah menggunakan sistem penyaluran pupuk bersubsidi secara tertutup yaitu penerapan RDKK), bersumber dari kombinasi perilaku yang kurang bertanggungjawab dari para pengguna, para pelaku distribusi, dan lemahnya sistem pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi, disamping masih adanya kelemahan yang terkandung di dalam ketentuan itu sendiri.

2. Ketentuan tentang kelompok sasaran (target group) penerima subsidi pupuk dengan luasan maksimum 2 ha/KK sangat sulit dilaksanakan di lapangan karena semua petani membutuhkan pupuk, termasuk petani luas.

3. RDKK yang merupakan hasil akhir penghitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi

kelompok tani belum disusun secara obyektif karena: (a) Ada mark-up luas lahan garapan, lahan ganda, dan fiktif; (b) Masih ada petani yang tidak masuk sebagai anggota kelompok tani padahal memerlukan pupuk bersubsidi; (c) Kemampuan kelompok tani dalam pendataan luas garapan dan kebutuhan pupuk anggotanya masih lemah sehingga seringkali RDKK sibuat oleh pihak lain (kios, dll); dan (d) Tidak ada`sanksi hukum terhadap kelompok tani yang RDKK-nya tidak benar. Disamping itu, di wilayah-wilayah yang belum ada PPL yang bertugas atau ditempatkan, penyerahan RDKK terlambat sehingga pengajuan kebutuhan pupuknya juga terlambat.

4. Dalam penyaluran pupuk bersubsidi masih ada permasalahan, baik di tingkat petani,

pengecer, distributor, dan produsen. Di tingkat petani, masalah utamanya adalah rendahnya kemampuan mayoritas petani membeli pupuk secara tunai sehingga harus membayar diatas HET. Sementara di tingkat pengecer, masalah utamanya adalah pengenaan harga pupuk diatas HET karena kurangnya fee walaupun petani menerima pupuk di pintu pengecer dan membayar secara tunai. Distributor (Lini-III) masih belum sepenuhnya mampu menyalurkan pupuk secara tepat jumlah, lokasi dan waktu karena kurangnya fasilitas gudang dan alat angkut, dan ada juga yang tidak sesuai dengan DO. Demikian pula, produsen pupuk belum mampu melakukan penyaluran secara tepat waktu jumlah, lokasi dan waktu karena masalah pangangkutan. Kalaupun produsen yang demikian dikenakan sanksi misalnya berupa penundaan dan pembatalan pembayaran subsidi oleh Menteri Keuangan, ancaman tersebut tidak mempunyai kekuatan karena sanksi tersebut harus berdasarkan pada rekomendasi KP3, padahal lembaga pengawas ini tidak menjalankan fungsinya secara memadai.

5. Di tingkat wilayah terjadi kelebihan pupuk, sedangkan di wilayah lain lain kekurangan.

Kebijakan realokasi pupuk bersubsidi untuk mengatasi masalah tersebut sudah dilakukan tetapi keluarnya SK tentang realokasi tersebut sering terlambat. Terjadi juga penggantian karung pupuk bersubsidi dengan karung pupuk non subsidi, dan ada`pula perembesan pupuk bersubsidi antar wilayah, serta penyelundupan pupuk ke negara lain.

Page 87: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

86

Semuanya itu perpangkal dari kurang berfungsinya KP3 terutama karena sangat terbatas atau tidak adanya anggaran untuk pengawasan.

6. Hasil audit BPK atas jumlah penyaluran dan HPP pupuk bersubsidi tahun 2009

menunjukkan hanya terjadi sedikit penyimpangan, yaitu -0.05% untuk total volume penyaluran, yang berarti total volume penyaluran yang dilaporkan lebih kcil dari hasil audit, dan -1.23% untuk total nilai HPP yang berarti biaya HPP yang dilaporkan produsen pupuk kelebihan 1.23%/

5.1.2. Kebijakan Subsidi Benih 7. Dasar hukum dan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan program subsidi

benih sudah ada dan pada umumnya sudah memadai, namun pelaksanaannya di lapangan masih belum optimal.

8. Kemampuan PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani sebagai BUMN yang diberi tugas oleh pemerintah untuk memproduksi benih bersubsidi masih sangat terbatas, baik untuk padi (non hibrida), jagung (hibrida dan komposit) maupun kedelai. Persaingan yang tajam dengan produsen benih swasta dan penangkar benih dalam pemasaran benih unggul menyebabkan kedua BUMN perbenihan tersebut menemui kesulitan dalam mengembangkan usahanya.

9. Harga benih bersubsidi hanya sedikit lebih rendah dibanding harga benih non-subsidi,

sedangkan mutu/kapasitas benih bersubsidi tidak berbeda secara signifikan dari benih non-subsidi. Hal ini menyebabkan petani pada umumnya belum tertarik untuk membeli benih bersubsidi.

5.1.3. Kebijakan HPP Gabah/Beras 10. Dasar hukum dan regulasi yang mengatur mekanisme pelaksanaan kebijakan HPP

gabah/beras dan sistem pengadaan beras dalam negeri sudah ada dan pada umumnya sudah memadai, walaupun ada ketentuan yang belum, utamanya dalam Inpres No.8/2011.

11. Namun kemampuan Bulog selama ini dalam pengadaan beras masih terbatas karena: (a)

Bulog harus menggunakan dana pinjaman bank dengan bunga komersial untuk melakukan pembelian beras dari produksi dalam negeri; dan (b) Akhir-akhir ini harga gabah jauh diatas HPP dan pada tahun 2011 terbit Inpres No. 8/2011 yang dianggap Bulog mengganggu pengadaan dari dalam negeri.

12. Baru-baru ini kebijakan pemerintah yang mengijinkan Bulog untuk menggunakan dana

pemerintah guna membeli gabah/beras terlebih dahulu di awal tahun akan sangat mendukung program perlindungan harga gabah petani, disamping Bulog sendiri akan menjadi lebih efisien karena tidak harus membayar bunga bank komersial yang cukup besar sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya yaitu sekitar Rp 1 triliun per tahun.

13. Kebijakan HPP GKP selama 2009-2011 secara efektif mampu menyangga harga gabah

di tingkat petani, dimana harga aktual GKP makin jauh dari HPP. Karena itu,

Page 88: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

87

pendapatan usahatani padi juga makin tinggi. Pada tahun 2011, dengan harga aktual GKP laba usahatani mencapai diatas 100% dari HPP, dan dengan HPP GKP saja laba mencapai 65% dari total biaya usahatani.

14. Saat ini, rasio antara HPP Beras dan HPP GKG terlalu rendah sehingga tidak memberikan insentif bagi usaha penggilingan padi (rice miller) untuk meningkatkan mutu beras sesuai dengan ketentuan HPP. Bahkan akhir-akhir ini cukup banyak usaha penggilingan padi mitra Bulog yang tutup karena tidak mampu menutup biaya penggilingan.

15. Hadirnya Inpres No.8 Tahun 2011 terkesan tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan

pengadaan cadangan beras yang dikelola oleh Pemerintah/Bulog. Bahkan Inpres tersebut cenderung memicu akselerasi peningkatan harga aktual gabah.

5.1.4. Kebijakan Subsidi Terpadu 16. Tidak ada skenario kebijakan yang dapat mencapai semua tujuan secara simultan, yaitu

meningkatkan produksi untuk penguatan ketahanan pangan, meningkatkan laba usahatani untuk meningkatkan kesejahteraan petani, mengurangi biaya subsidi untuk sustainabilitas fiskal, dan meningkakan surplus ekonomi secara makro. Karena itu, maka pilihan skenario kebijakan harus difokuskan pada tujuan utama kebijakan subsidi input dan HPP, yaitu penguatan ketahanan pangan, dan kalau bisa meningkatkan laba usahatani untuk perbaikan kesejahteraan petani.

17. Skenario kebijakan subsidi yang dapat meningkatkan produksi dan laba usahatani per hektar adalah: (a) HET pupuk tetap, HPP GKP naik 5%; dan (b) HET Urea naik 10%, HP benih naik 5% dan HPP GKP naik 5%. Namun kenaikan kebijakan (a) lebih besar disbanding kebijakan (b).

5.2. Rekomendasi 5.2.1. Kebijakan Subsidi Pupuk 1. Keinginan pemerintah untuk melanjutkan kebijakan subsidi pupuk perlu didukung

karena jumlah petani kecil yang lemah modalnya terus bertambah dan makin dominan. Diperkirakan bahwa kecenderungan peningkatan jumlah petani kecil masih akan terus berlanjut di masa datang karena terjadinya fragmentasi lahan sebagai akibat dari sistem pewarisan lahan, disamping konversi lahan pertanian ke non pertanian yang berlangsung secara terus-menerus.

2. Agar kebijakan subsidi pupuk menjadi lebih efektif, maka: (a) Produsen pupuk dan kementerian terkait perlu melakukan pembinaan dan sosialiasi secara intensif kepada distributor, pengecer dan kelompok tani tentang ketentuan mengenai pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk; dan (2) Kementerian terkait, terutama Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, perlu melakukan koordinasi secara intensif dalam melakukan evaluasi terhadap kelemahan sistem pendataan RDKK, penyaluran dan pengawasan.

Page 89: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

88

3. Sasaran penerima subsidi pupuk bersubsidi sebaiknya tidak dibatasi pada petani yang luas garapannya 2 ha atau kurang, tetapi juga mencakup petani yang areal garapannya lebih luas lada dasarnya karena petani luas yang mempunyai kapasitas untuk memacu pertumbuhan produksi beras dan surplus produksi yang dapat dijual ke pasar (marketable surplus) dalam upaya penguatan ketahanan pangan nasional.

4. Dalam mekanisme pelaksanaan program subsidi pupuk perlu dikembangkan model

akuntabilitas yang lebih partisipatif, transparan dan hasilnya dapat diakses oleh publik, sehingga anggaran pemerintah untuk subsidi pemerintah menjadi lebih efisien.

5. Produsen pupuk harus tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Ekspor dapat dilakukan jika memang terdapat stok pupuk yang berlebihan di gudang milik pabrik yang dapat menyebabkan biaya penyimpanan meningkat dan kerusakan pupuk (terutama Urea) serta menghambat penyimpanan pupuk yang baru diproduksi atau diimpor, disampiing ekspor pupuk harus sudah mendapatkan ijin dari Kementerian Pertanian.

6. Pemerintah daerah perlu menganggarkan sebagian APBD-nya untuk membiayai kegiatan KP3 guna melaksanakan tupoksinya secara optimal. Dalam hal ini, Dinas Pertanian tingkat Kabupaten/Kota harus berani mengajukan anggaran KP3 kepada Bupati/Walikota. Tanpa anggaran yang cukup, maka berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penyaluran pupuk bersubsidi tidak akan pernah bisa diatasi dan akan selalu muncul pada tahun-tahun yang akan datang.

5.2.2. Kebijakan Subsidi Benih 7. BUMN produsen benih bersubsidi sebaiknya membatasi pasarnya hanya pada pasar

yang sudah jelas (captive markets), yaitu di wilayah-wilayah yang petaninya sudah fanatik terhadap benih unggul bersubsidi. Hal ini dipandang penting karena harga benih bersubsidi masih terlalu tinggi dan hanya petani-petani yang sudah maju yang mau membeli benih unggul bersubsidi.

8. Jika BUMN perbenihan ingin memperluas pasarnya, maka harga benih harus diturunkan sampai titik kesanggupan petani membeli (willingness to pay) jika kualitas benihnya tidak meningkat secara signifikan. Disamping itu, BUMN perbenihan perlu tetap melakukan sosialisasi kepada petani secara lebih luas tentang keunggulan benih bersubsidi produksi BUMN, baik dari segi kapasitas produksi, resistensi terhadap gangguan hama/penyakit, kebanjiran atau kekeringan, harga outputnya dan khusus beras adalah rasa nasinya.

9. Alternatifnya, BUMN perbenihan cukup berkonsentrasi dalam pengadaan benih untuk

program BLBU yang kebutuhan benihnya sangat besar. Terkait dengan hal ini, maka subsidi sebaiknya diberikan kepada para penangkar benih agar mereka dapat membantu penyediaan benih, baik dalam rangka program BLBU maupun lainnya.

10. Pengawasan oleh institusi yang berwenang, baik terhadap mutu benih bersubsidi

maupun benih untuk BLBU, perlu ditingkatkan agar benih bersubsidi mendapatkan kepercayaan yang makin luas dari masyarakat petani.

Page 90: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

89

5.2.3. Kebijkaan Harga Gabah/Beras

11. Kebijakan pemerintah tahun 2011 yang mengijinkan Bulog untuk menggunakan dana pemerintah untuk membeli gabah lebih dahulu perlu dihargai dan diddukung oleh semua phak terkait karena akan sangat mendukung program perlindungan harga gabah petani, disamping Bulog snediri akan menanggung biaya yang lebih sedikit karena tidak perlu lagi membayar bunga bank komersial yang jumlahnya cukup memberatkan selama ini.

12. Inpres No. 8/2011 dalam perspektif hukum seharusnya hanya diterapkan pada situasi iklim ekstrim saja. Karena itu, Inpres tersebut perlu dicabut dan diganti dengan Inpres tentang perberasan yang memberikan fleksibilitas kepada Bulog untuk bergerak dalam pembelian gabah/beras.

13. Perlu transparansi dalam penentuan rafaksi terhadap gabah petani agar harga gabah

petani sesuai dengan kondisi obyektif gabahnya. Selain itu, HPP beras perlu disesuaikan (dinaikkan) agar tidak terjadi penekanan terhadap harga gabah petani, namun jangan sampai terlalu tinggi sehingga kenaikan harga beras tidak menyebabkan naiknya angka inflasi secara signifikan yang dapat mengganggu kegiatan investasi.

14. Impor beras sejauh mungkin dihindari, kecuali dalam keadaan sangat mendesak dimana

cadangan beras nasional sudah tidak mencukupi lagi untuk waktu tertentu. Hal ini perlu ditekankan karena impor beras, apalagi jika jumlahnya sangat besar, mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mencapai swasembada beras dalam rangka ketahanan pangan. Disamping itu, impor beras sebenarnya juga melanggar UU Nomor 10 tahun 2010 tentang APBN, yang didalamnya disebutkan bahwa pemerintah harus menciptakan swasembada pangan di dalam negeri.

5.2.4. Kebijakan Subsidi Terpadu

15. Hanya dua skenario kebijakan yang layak untuk dipilih, yaitu B (HET pupuk tetap, HPP

GKP naik 5%) atau E (HET Urea naik 10%, HET jenis pupuk lain tetap, HP benih naik 5%, dan HPP GKP naik 5%). Namun Skenario B lebih unggul karena dapat meningkatkan produksi gabah dan laba usahatani lebih besar. Dengan skenario B, produksi gabah akan naik 100 kg/ha/musim, laba usahatani akan naik Rp 1.2 juta/ha/musim, tetapi biaya subsidi benih dan pupuk (Urea, NPK dan SP36) akan naik Rp 25.151/ha/musim, dan surplus ekonomi makro (perbedaan antara perubahan nilai produksi dan perubahan nilai subsidi pupuk dan benih) akan turun sebesar Rp 7.414/ha/musim.

16. Untuk selanjutnya, disarankan agar kebijakan yang akan diambil pemerintah di masa datang jangan sampai menurunkan laba usahatani padi, minimal tetap seperti pada tahun 2011, dimana harga aktual GKP petani adalah sekitar Rp 3,550/kg. Jika demikian, maka HPP GKP yang dikenakan minimal adalah sebesar: 0.914 X Rp 3,550 = Rp 3,245/kg. Ini berarti terjadi kenaikan sebesar 22.91% dari HPP GKP sebelumnya (Rp 2,640/kg)5.

5 Angka 0.914 adalah elastisitas harga aktual GKP terhadap HPP GKP.

Page 91: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

90

17. Kenaikan HPP GKP sebesar 22.91% tersebut berpotensi meningkatkan harga beras sebesar 20.91%. Kenaikan harga beras ini dapat memicu inflasi karena harga beras mempunyai kontribusi cukup signifikan terhadap inflasi nasional. Jika demikian, maka diperlukan kebijakan lain yang dapat menghambat laju inflasi, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi biaya produksi di berbagai sektor dalam perekonomian nasional. Untuk mengetahui dampak kenaikan harga beras terhadap inflasi secara akurat perlu dilakukan kajian tersendiri secara mendalam dengan menggunakan metode analisis yang valid.

Page 92: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

91

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., L. Hakim dan E. Ardiyanti. 2011. “Laporan Penelitian Permasalahan Program

Pupuk Bersubsidi di Indonesia” PATTIRO. US-AID. Jakarta.

Adnyana, M.O., A. Djulin, K. Kariyasa, S.K. Dermoredjo, dan V. Darwis. 2000. “Perumusan Kebijaksanaan Harga Gabah dan Pupuk dalam Era Pasar Bebas”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Asahari, D., B. Santoso dan R. Hendayana. 1995. “Penggunaan Pupuk SP36”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan PT. Petro Kimia Gresik. Bogor.

Badan Kebijakan Fiskal. 2008. Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung. Kementerian Keuangan RI. http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/edef-konten-view.asp?id= (diunduh tanggal 21 November 2011).

Deptan. 2007a. “Pelaksanaan Subsidi Pupuk tahun 2006 dan Rencana Kebijakan Tahun 2007”. Makalah disampaikan pada Pertemuan Pokja Pertanian Komisi VI DPR RI dengan Direktur Jenderal Tanaman Pangan di Jakarta tanggal 18 januari 2007.

Deptan. 2007b. “Upaya Peningkatan Produksi Beras Nasional”. Departemen Pertanian. Jakarta.

Ditjen Tanaman Pangan. 2011a. “Evaluasi Pelaksanaan Subsidi Harga Benih dan Cadangan Benih Nasional (CBN) Tahun 2006-2010”. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.

Ditjen Tanaman Pangan. 2011b. “Kebijakan Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan”. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.

Fardaniah, N. 2006. “Ancaman Kelangkaan Pupuk Akan Terus Berulang”. Internet 19 April 2006.

Hadi, P.U. 1990. "Microeconomic Behaviour of Rice Farmers in Outer Java, Indonesia”. A Master Thesis, University of New England, Armidale, Australia.

Hadi, P.U., Hendiarto, I.W. Sudana, A. Pramono, dan I. Utomo. 1997. “Analisis Kemampuan Petani Membeli Pupuk”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan PT. Petro Kimia Gresik. Bogor.

Hadi, P.U., DKS Swastika, D. Hidayat, M. Maulana, FBM Dabukke, dan N.K. Agustin. 2007. “Analisis Penawaran Dan Permintaan Pupuk Di Indonesia 2007-2012”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor

Page 93: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

92

Hadi, P.U., S. H. Susilowati, B. Rachman, H.J. Purba, T.B. Purwantini. 2009. “Perumusan Model Subsidi Pertanian Untuk Meningkatkan Produksi Pangan dan Pendapatan Petani”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Hadi, P.U. dan S.H. Susilowati. 2010. “Prospek, Masalah Dan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pangan”. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Era Baru Pembangunan Pertanian: Strategi Mengatasi Masalah Pangan, Bio-energi dan Perubahan Iklim. Bogor, 25 November 2010. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Hadi, P.U., M. Rachmat, Sri H. Susilowati dan Supriyati. 2011. “Laporan Uji Coba Subsidi Pupuk Langsung ke Petani di Kabupaten Karawang, 2010”. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Kementan. 2010. “Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014”. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Nurmanaf, A.R., I.W. Rusastra, V. Darwis, Y. Marisa dan J. Situmorang. 2003. “Evaluasi Sistem Distribusi Benih dan Pupuk dalam Mendukung Ketersediaan dan Stabilitas Harga di Tingkat Petani”. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Nataatmadja, H., S. Tjakrawerdaya dan Erwidodo. 1984. “Permintaan terhadap Pupuk dan Kebijaksanaan Harga”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

PSE. 1990. “Prospek Pemasaran Pupuk ZA dan TSP di Indonesia”. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama PT. Petrokimia Gresik dengan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

PSEKP. 2006. “Kebijakan Mengatasi Kelangkaan Pupuk : Perspektif Jangka Pendek”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

PSEKP. 2008. “Analisis Kebijakan Penanggulangan Kelangkaan Pupuk”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rachbini, W. 2006. “Dampak Liberalisasi Perdagangan Pupuk terhadap Kinerja Perdagangan Pupuk dan Sektor Pertanian di Indonesia”. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pusat Kebijakan APBN. 2010. “Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung”.

Rachman, B. 2003. “Evaluasi Kebijakan Subsidi Pupuk”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rachman, B., A. Agustian dan M. Maulana. 2008. “Dampak Penyesuaian HET Pupuk terhadap Penggunaan Pupuk dan Laba Usahatani Padi, Jagung dan Kedele”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rachman, B. dan T. Sudaryanto. 2009. “Kebijakan Penyesuaian HET Pupuk dan HPP Gabah Tahun 2010”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Page 94: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

93

Rachmat, M., Saptana dan Erwidodo. 1993. “Studi Kebijakan Harga dan Subsidi Pupuk di Indonesia”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Santoso, B., D.A. Darmawan, dan R. Hendayana. 1992. “Faktor-faktor Dominan yang Mempengaruhi Penyaluran dan Penyerapan Pupuk Bersubsidi”. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama PT. Petrokimia Gresik dengan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Santoso, B., dan M. Ariani. 1990. “Implikasi Pengurangan Subsidi Pertanian terhadap Pertumbuhan Produksi Subsektor Tanaman Pangan”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Sudaryanto, T., A. Suryana, dan B. Santso. 1982. “Analisis Permintaan Pupuk Urea dan TSP di Tingkat Petani pada Usahatani Padi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

Sugianto, T. 1982. “The Relative Economic Efficiency of Irrigated Farms, West Java, Indonesia”. A Ph.D Dissertation, University of Illinois at Urbana-Champaign, USA.

Suryana, A., B. Santoso, dan T. Sudaryanto. 1982a. “Analisis Permintaan Pupuk Urea dan TSP di Tingkat Petani pada Usahatani Sayuran Dataran Tinggi di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

Suryana, A., B. Santoso, dan T. Sudaryanto. 1982b. “Analisis Permintaan Pupuk Urea dan TSP di Tingkat Petani pada Usahatani Jagung di Malang dan Kediri, Jawa Timur”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

Syafaat, N. 2006. “Analisis Besaran Subsidi Pupuk dan Pola Distribusinya”. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

World Bank. 2008. “Indonesia Agriculture Public Spending and Growth”.

World Bank. 2009. “Fertilizer Subsidies in Indonesia”. Policy Notes. Indonesia Agriculture Public Expenditure Review, September 2009.

Page 95: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

94

Lampiran 1: Hasil Simulasi Kebijakan Subsidi Benih, Subsidi Pupuk dan HPP GKP

SIMULASI - A

Jenis Input βx δ1 δ2 α1 %dPX %dPY %dQX QX1 (kg/ha)

dQX (kg/ha)

QX2 (kg/ha) %dQY dQY

(kg/ha) Benih 0.00062 -0.3189 0.2523 0.914 5 0 -1.59 31.92 -0.51 31.41 -0.001 -0.05 Urea 0.31764 -0.4934 0.9355 0.914 5 0 -2.47 218.07 -5.38 212.69 -0.784 -42.25 NPK 0.15397 -1.5603 0.5783 0.914 5 0 -7.80 136.50 -10.65 125.85 -1.201 -64.77 SP36 0.02270 -0.0147 0.9092 0.914 5 0 -0.07 78.90 -0.06 78.84 -0.002 -0.09 Produksi awal 5,392 Total 465.38 -16.60 448.79 -107.16 (-3.57%) (-1.99%)

SIMULASI - B

Jenis Input βx δ1 δ2 α1 %dPX %dPY %dQX QX1 (kg/ha)

dQX (kg/ha)

QX2 (kg/ha) %dQY dQY

(kg/ha) Benih 0.00062 -0.3189 0.2523 0.914 0 5 1.15 31.92 0.37 32.28 0.001 0.04 Urea 0.31764 -0.4934 0.9355 0.914 0 5 4.28 218.07 9.32 227.39 1.358 73.22 NPK 0.15397 -1.5603 0.5783 0.914 0 5 2.64 136.50 3.61 140.11 0.407 21.94 SP36 0.02270 -0.0147 0.9092 0.914 0 5 4.16 78.90 3.28 82.18 0.094 5.08 Produksi awal 5,392 Total 465.38 16.58 481.96 100.28 (+3.56%) (+1.86%)

SIMULASI - C

Jenis Input βx δ1 δ2 α1 %dPX %dPY %dQX QX1 (kg/ha)

dQX (kg/ha)

QX2 (kg/ha) %dQY dQY

(kg/ha) Benih 0.00062 -0.3189 0.2523 0.914 5 5 -0.44 31.92 -0.14 31.78 0.000 -0.01Urea 0.31764 -0.4934 0.9355 0.914 5 5 1.81 218.07 3.94 222.01 0.574 30.97NPK 0.15397 -1.5603 0.5783 0.914 5 5 -5.16 136.50 -7.04 129.46 -0.794 -42.83 SP36 0.02270 -0.0147 0.9092 0.914 5 5 4.08 78.90 3.22 82.12 0.093 5.00 Produksi awal 5,392 Total 465.38 -0.02 465.36 -6.88 (-0.004%) (-0.13%)

Page 96: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

95

SIMULASI - D

Jenis Input βx δ1 δ2 α1 %dPX %dPY %dQX QX1 (kg/ha)

dQX (kg/ha)

QX2 (kg/ha) %dQY dQY

(kg/ha)Benih 0.00062 -0.3189 0.2523 0.914 5 5 -0.44 31.92 -0.14 31.78 0.000 -0.01 Urea 0.31764 -0.4934 0.9355 0.914 10 5 -0.66 218.07 -1.44 216.63 -0.209 -11.28 NPK 0.15397 -1.5603 0.5783 0.914 5 5 -5.16 136.50 -7.04 129.46 -0.794 -42.83 SP36 0.02270 -0.0147 0.9092 0.914 5 5 4.08 78.90 3.22 82.12 0.093 5.00 Produksi awal 5,392 Total 465.38 -5.40 459.98 -49.13 (-1.16%) (-0.91%)

SIMULASI - E

Jenis Input βx δ1 δ2 α1 %dPX %dPY %dQX QX1 (kg/ha)

dQX (kg/ha)

QX2 (kg/ha) %dQY dQY

(kg/ha) Benih 0.00062 -0.3189 0.2523 0.914 +5 +5 ‐0.44  31.92 ‐0.14 31.78 0.000 ‐0.01Urea 0.31764 -0.4934 0.9355 0.914 +5 +5 1.81  218.07 3.94 222.01 0.574 30.97NPK 0.15397 -1.5603 0.5783 0.914 0 +5 2.64  136.50 3.61 140.11 0.407 21.94SP36 0.02270 -0.0147 0.9092 0.914 0 5 4.16 78.90 3.28 82.18 0.094 5.08 Produksi awal 5,392 Total 465.38 10.69 476.07 57.98 (+2.30%) (+1.08%)

Page 97: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

96

Lampiran 2. Usahatani Padi Sawah Existing dan Dampak Skenario Kebijakan Subsidi Input dan HPP per Hektare

Uraian Existing Skenario A Skenario B Jumlah Harga Nilai Jumlah Harga Nilai Jumlah Harga Nilai

Biaya: Benih 31.92  6,783 216,501 31.41  7,123  223,702  32.28  6,783  218,997 Urea 218.07  1,837 400,661 212.69 1,929 410,316 227.39  1,837  417,791NPK 136.50  2,482 338,748 125.85 2,606 327,936 140.11  2,482  347,700SP36 78.90  2,322 183,180 78.84  2,438  192,197  82.18  2,322  190,791 Pupuk org 389 605 235,345 389  605  235,345  389  605  235,345 Obat 414,840     414,840      414,840 TK pra panen 81 38,933 3,171,355 81  38,933  3,171,355  81  38,933  3,171,355 TK panen 1,906,876 1,868,977     2,039,460Sewa lahan 1,979,165 1,979,165     1,979,165Biaya lain 436,670     436,670      436,670 Bunga bank 185,667     185,210      189,042 Total biaya 9,469,007     9,445,713      9,641,156 Produksi 5,392 3,537 19,068,764 5,285  3,537  18,689,774  5,492  3,714  20,394,604 Laba 9,599,756 9,244,061     10,753,447% Laba (101.38%)     (97.87%)      (111.54%)  Lanjutan Lampiran 2:

Uraian Skenario C Skenario D Skenario E Jumlah Harga Nilai Jumlah Harga Nilai Jumlah Harga Nilai

Biaya: Benih 31.78  7,123  226,323  31.78  7,123  226,323  31.78  7,123  226,323 Urea 222.01  1,929  428,301  216.63  2,021  437,824  222.01  1,929  428,301 NPK 129.46  2,606  337,336 129.46 2,606 337,336 140.11  2,482  347,700SP36 82.12  2,438  200,189 82.12 2,438 200,189 82.18  2,322  190,791Pupuk org 389  605  235,345  389  605  235,345  389  605  235,345 Obat     414,840      414,840      414,840 TK pra panen 81  38,933  3,171,355  81  38,933  3,171,355  81  38,933  3,171,355 TK panen     1,999,666      1,983,977      2,023,751 Sewa lahan     1,979,165 1,979,165     1,979,165Biaya lain     436,670 436,670     436,670Bunga bank     188,584      188,460      189,085 Total biaya     9,617,775      9,611,484      9,643,326 Produksi 5,385  3,714  19,996,665 5,343 3,714 19,839,767 5,450  3,714  20,237,507Laba     10,378,890      10,228,283      10,594,182 % Laba     (107.91%)      (106.42%)      (109.86%) 

Page 98: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

97

LAMPIRAN LAPORAN KUNJUNGAN DAERAH

Page 99: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

98

CATATAN SURVEY LAPANG SUBSIDI PERTANIAN Di Jawa Timur, 10 – 13 Agustus 2011

Tim Survey:

Prajogo U. Hadi, Valeriana Darwis, Anwar Sunari dan Noor Avianto

 

FGD dilakukan di Surabaya, Jombang dan Gresik. FGD di Surabaya dilakukan di

kantor Bappeda Provinsi Jawa Timur, yang dihadiri oleh Tim dari Bappenas, staf Bappeda

Provinsi Jawa Timur, perwakilan dari Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, PT Petrokimia

Gresik, dan HKTI. Di Jombang, FGD dilakukan di kantor Dinas Pertanian yang dihadiri oleh

Kepala Dinas Pertanian beserta staf, dan di kantor Distributor Pupuk yang dihadiri oleh

manajer distributor pupuk yang bersangkutan, manajer kios pupuk (4 kios), dan ketua

kelompok tani (5 kelompok tani). Pencatatan data benih dilakukan di Kios Benih di Jombang.

Pendalaman data pupuk dilakukan di kantor produsen pupuk PT Petrokimia Gresik di

Gresik. Hasil FGD yang menyangkut subsidi pupuk, subsidi benih dan HPP dapat dilaporkan

sebagai berikut.

A. SUBSIDI PUPUK

1. Hasil FGD di Kantor Bappeda Jawa Timur:

a) Pemda Jawa Timur mengharapkan agar pemerintah pusat bisa mengontrol subsidi

pupuk sehingga menjadi lebih tepat guna dan tepat sasaran. Subsidi puuk yang

berlebihan akan menyebabkan petani tetap mempunyai ketergantungan yang sangat

tinggi pada subsidi pemerintah.

b) Sasaran penerima manfaat subsidi pupuk yang telah ditetapkan pemerintah adalah

petani yang mempunyai lahan pertanian maksimal 2 ha atau tambak maksimal 1 ha

per KK. Kalau mau diganti kriterianya, maka harus mempertimbangkan tujuannya,

yaitu apakah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin (pro poor) atau

untuk meningkatkan produktivitas pertanian (pro growth). Jika pro poor, maka petani

sasaran adalah yang berlahan garapan 2 ha atau kurang. Sebaliknya jika pro growth,

maka petani sasaran adalah yang berlahan garapan luas (diatas 2 ha). Jika

pembatasan luas lahan maksimal 2 ha ditujukan untuk peningkatan produksi, maka

kebijakan tersebut salah sasaran. Seharusnya, justeru petani luas yang difasilitas

karena mereka yang mempunyai modal cukup, dan stok beras nasional hanya dapat

dibangun oleh petani luas karena marketable surplusnya besar. Sebaliknya, petani

kecil tidak bisa diandalkan untuk peningkatan produksi karena modalnya kurang (cari

Page 100: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

99

utangan untuk membeli pupuk yang harganya sudah disubsidi) dan marketable

surplusnya tidak ada atau sangat kecil. Selama ini, PT Petrokimia Gresik juga

melayani petani yang luas garapannya lebih dari 2 ha karena mengikuti Peraturan

Bupati (Perbub).

c) Apabila pemerintah serius tetap mempertahankan subsidi pupuk, maka diharapkan

pemerintah membuat simulasi di beberapa tempat. Produsen pupuk (PT Petrokimia

Gresik) sudah sering melakukan percobaan/simulasi dosis pupuk sesuai dengan

kondisi tanah. Namun produsen pupuk tidak mempunyai kekuatan dalam menyikapi

keputusan pemerintah dalam subsidi pupuk, karena hanya diperintahkan untuk

menyediakan pupuk bersubsidi.

d) Menurut produsen pupuk PT Petrokimia Gresik, HET pupuk bersubsidi akan

cenderung naik karena harga bahan baku (gas dan fosfat) naik. Jika HET tidak naik,

maka anggaran subsidi akan membengkak; dan jika volume pupuk bersubsidi

dikurangi untuk mencegah pembengkakan anggaran subsidi, maka produktivitas

pertanian akan turun. Menurut produsen pupuk PT Petrokimia Gresik, HET pupuk di

masa datang perlu dinaikkan karena harga bahan baku pembuatan pupuk yaitu gas,

fosfat alam (rock phosphate), KCl dan lain-lain meningkat. Kenaikan HET tersebut

diperlukan untuk menutup biaya angkut dan lain-lain yang makin mahal.

e) Serapan Urea tahun 2010 lebih rendah dari target, menurut produsen pupuk diduga

disebabkan oleh RDKK yang tidak tepat. Bagi produsen pupuk, serapan pupuk yang

rendah tidak menjadi masalah karena pupuk yang tidak terserap dapat diekspor.

Subsidi pupuk naik setiap tahun karena naiknya harga bahan baku pembuatan

pupuk.

f) Perwakilan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur sepakat

bahwa penyusunan RDKK di tingkat petani masih bermasalah, yaitu penentuan

kebutuhan pupuk tidak sesuai dengan luas areal lahan yang digarap. Masih ada

petani yang tidak masuk sebagai anggota kelompok tani, dan bahkan ada petani

yang tidak mengajukan kebutuhan pupuk dan tidak mengisi RDKK tetapi dapat

membeli pupuk bersubsidi di kios resmi tertentu. Permasalahan juga ditemukan di

kios pengecer, yaitu ada paksaan dari distributor untuk menjual jenis pupuk tertentu

yang sebenarnya tidak laku karena petani tidak menyukainya. .

g) Pemerintah Pusat tidak konsisten dalam penetapan HET pupuk organik, yaitu dari

semula Rp 500 dinaikkan menjadi Rp 700 dan sekarang turun lagi menjadi Rp. 500

per kg. Kedepan, disarankan agar pemerintah dalam menjalankan kebijakan subsidi

pupuk organik seharusnya juga mempertimbangankan pupuk organik yang dibuat

Page 101: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

100

oleh petani setempat. Harga pupuk organic tersebut dinilai oleh PT Petrokimia Gresik

terlalu murah sehingga petani enggan untuk memproduksinya (tidak kompetitif).

h) Perwakilan HKTI Jawa Timur menilai bahwa subsidi pupuk tidak efektif dan

menyarankan agar subsidi pupuk dihapus dan dana subsidi dialihkan untuk membeli

gabah petani melalui LUEP. Gudang-gudang Bulog sekarang banyak yang

menganggur dan perlu dimafaatkan untuk menyimpan gabah. Dampak positif dari

pengalihan ini adalah berkembangnya RMU.

i) Ada pemikiran tentang perlunya pembatasan subsidi pupuk, yaitu yang disubsidi

hanya pupuk NPK dan organic saja. Potensi dampak positif dari pembatasan subsidi

pupuk demikian antara lain adalah meningkatnya penggunaan NPK, sedangkan

penggunaan Urea menurun. Selama ini pemakaian Urea paling tinggi dan NPK

paling rendah karena harga Urea paling murah dan harga NPK paling mahal.

Dampak ikutannya adalah kesuburan tanah membaik dan hasil per ha akan lebih

tinggi. Dengan demikian maka tujuan peningkatan produksi dalam rangka penguatan

ketahanan pangan akan tercapai. Situasi ini sesuai dengan perilaku produsen pupuk

yaitu berlomba-lomba membatasi penyaluran pupuk Urea sehingga ekspor Urea

naik.

2. Hasil Diskusi dengan Distributor Pupuk CV. Kembar Jaya di Jombang:

a) Pupuk bersubsidi yang dijual oleh distributor berasal dari produsen pupuk PT Pupuk

Kalimantan Timur dengaan jenis pupuk Urea, NPK Pelangi dan Zeoorganik dan dari

produsen pupuk PT Petrokimia Gresik dengan jenis pupuk ZA, Sp36, NPk Phonska

dan Petroganik. Peraturan terakhir yang diacu oleh distributor ini adalah Permentan

No 17 M-DAG/Per/6/2011 yang berisi tentang sistem penyaluran pupuk bersubsidi.

Pihak distributor tidak mempunyai masalah dalam melaksanakan Permentan

tersebut.

b) Dalam melaksanakan penyaluran pupuk berdasarkan kriteria 6 tepat, distributor

hanya satu saja yang tidak memenuhinya, yaitu tepat waktu. Keterlambatan tersebut

hanya berlangsung 1-2 hari saja, yang disebabkan oleh masalah teknis yaitu

ketersediaan dan transportasi sebagai akibat pengajuan pupuk ke produsen hanya

1-2 hari sebelum dibutuhkan. Namun keterlambatan ini tidak sampai mengganggu

atau menyebabkan terjadinya pergeseran waktu tanam.

c) Tanggungjawab distributor adalah menyediakan pupuk berdasarkan RDKK yang

nantinya akan disalurkan ke 84 kios pengecer. Dalam pelaksanaannya, pada tahun

2010 ada 3 kios yang menjual pupuk ke petani yang tidak masuk kelompok tani atau

Page 102: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

101

tidak ada di RDKK. Pupuk tersebut dijual dengan harga Rp 50/kg lebih mahal dari

HET. Akibatnya, produsen pupuk mengenakan penalti kepada 3 kios tersebut dalam

bentuk tidak menyediakan pupuk bersubsidi untuk didistribusikan selama 3 bulan.

Kebutuhan petani yang seharusnya mendapatkan pupuk bersubidi akan dipenuhi

oleh kios lain yang berada di sekitar kios yang bermasalah tersebut. Harga jual

pupuk ke kios per kg adalah sebagai berikut: Urea Rp 1.540; SP36 Rp 1.955 ; ZA Rp

1.355; NPK Rp 2.250; dan pupuk organik granul Rp 425.

d) Selama pendistribusian pupuk bersubsidi pada tahun 2010, distributor pernah

mengalami kelebihan stok pupuk. Penyebabnya adalah pergeseran musim tanam

karena curah hujan yang berlebih (gejala La Nina). Langkah strategis yang dilakukan

adalah mengurangi penebusan pupuk ke produsen, dimana pengurangan ini terlebih

dahulu dikonsultasikan dan disetujui oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan

setempat.

e) Fee yang diperoleh distributor per kg masing-masing jenis pupuk adalah sebagai

berikut: Rp 85 untuk Urea; Rp 100 untuk ZA, SP36 dan pupuk organik; dan Rp 95

untuk NPK. Distributor menyarankan agar di masa datang besaran fee tersebut

disamakan saja menjadi Rp 100 per kg untuk semua jenis pupuk bersubsidi dengan

tujuan untuk mempermudah pembukuan. Disarankan juga agar pemerintah

mengganti tambahan biaya dalam bentuk biaya administrasi pengambilan pupuk ke

gudang penyangga produsen yaitu Rp 20.000 dan ongkos tenaga bongkar-muat Rp

16.000 per satu kali angkut (8 ton), dan biaya transportasi Rp 20 per kg pupuk ke

pengecer.

f) Salah satu jenis addendum Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) pupuk bersubsidi ke

kios Toko Barokah Tani adalah seperti tabel di bawah ini:

Jenis Pupuk Bersubsidi

Harga Jual Distributor

Ke Kios (FOT) Maksimum

Harga Jual Kios Ke Petani (HET)

Urea 1.540 1.600 NPK Pelangi 2.230 2.300 Zeorganik 435 500 ZA 1.355 1.400 SP36 1.955 2.000 NPK Phonska 2.250 2.300 Petroganik 425 500

3. Hasil Diskusi dengan Kios Pupuk (Toko Muda Tani) di Jombang:

Page 103: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

102

a) Jenis pupuk bersubsidi yang dijual kios adalah: Urea, ZA, NPK Phonska, SP36, NPK

Pelangi dan Petroganik. Selain menjual pupuk bersubsidi, kios tersebut juga menjual

pupuk non subsidi yaitu Bokasi yang dibuat oleh industri kecil lokal dan NPK Mutiara

dari PT Merauke Tetap jaya Medan untuk komoditas hortikultura. Alasan menjual

pupuk ini adalah ada titipan dari produsen Bokasi dan ada permintaan dari petani

untuk NPK Mutiara. Disamping itu, kios juga melakukan strategi berjaga-jaga apabila

pupuk bersubsidi terlambat datang, tetapi dalam prakteknya pupuk jenis ini lama

lakunya. Jenis saprodi lain yang dijual adalah obat-obatan (pestisida) dan bibit padi

dan jagung.

b) Peraturan yang diketahui kios adalah peraturan pemerintah (Permentan) tentang

teknis penjualan pupuk bersubsidi dari kios ke petani dengan harga HET. Informasi

tentang peraturan tersebut diperoleh dari distributor terkait. Pendistribusian pupuk

bersubsidi haus memenuhi kriteria 6 tepat, dan kios hanya mengalami keterlambatan

satu hari saja sehingga kebutuhan pupuk petani tetap tercukupi. Keterlambatan ini

disebabkan oleh pengajuan pupuk secara mendadak (dalam waktu yang terlalu

dekat), sementara ketersediaan angkutan distributor terbatas.

c) Kios ini menyalurkan 0,45% dari total pupuk bersubsidi yang disalurkan oleh 84 kios.

Jumlah pupuk yang disalurkan adalah: Urea 41 ton; SP36 1,4 ton; ZA 35,5 ton; NPK

Phonska 15 ton; dan pupuk organik granul 4 ton. Adapun harga jual per kg masing-

masing jenis pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan HET yaitu: Urea Rp 1.600; ZA

Rp 1.400; SP36 Rp 2.000; NPK Phonska Rp 2.300; dan pupuk organik granul Rp

500.

d) Dalam mendistribusikan pupuk bersubsidi, kios pernah mengalami kelebihan stok.

Kelebihan stok ini disebabkan oleh penyerapan pupuk yang berkurang karena petani

mengganti dengan pupuk lain (tetes) dan pupuk organik. Untuk mengatasi kelebihan

ketersediaan pupuk, kios menjualnya ke petani-petani yang tergabung dalam satu

kelompok.

e) Sistem KPL (Kios Pupuk Lengkap) sudah diterapkan oleh kios walaupun kios

tersebut belum memahami KPL. Selama ini tidak ada masalah dalam penerapan

KPL.

f) Fee per kg pupuk bersubsidi yang diterima kios adalah: Urea Rp 60; ZA Rp 45; SP36

Rp 45; NPK Phonska Rp 50; dan pupuk organik granul Rp 75. Fee tersebut menurut

kios sudah memadai, tetapi di masa datang HET sebaiknya tidak dinaikkan lagi.

Selama ini tidak ada biaya yang seharusnya ditanggung oleh distributor dibebankan

kepada kios.

Page 104: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

103

4. Hasil Diskusi dengan Produsen Pupuk PT Petrokimia Gresik

a) Diskusi lebih menceritakan sebaiknya pemerintah menerapkan bantuan pupuk atau

pemberian subsidi pupuk berdasarkan dosis spesifik lokasi. Hal ini pernah dilakukan

oleh Petro dengan melakukan demplot dibeberapa daerah dengan memperhatikan

kondisi tanah setempat. Adapun tujuannya agar pupuk yang diberikan lebih tepat

guna dan tepat sasaran. Pemberian pupuk dari Petro sesuai dengan RDKK yang

sudah disiapkan oleh petani melalui dinas setempat. Dalam pengajuan RDKK tidak

semua petani yang membutuhkan pupuk sesuai dengan kriteria penerima yaitu

minimal 2 ha, karena dalam kenyataannya masih adapetani yang mempunyai lahan

lebih dari 2 ha juga mengajukan RDKK. Akibatnya petro dapat teguran dari BPK dan

memberi peringatan agar kedepannya tidak memenuhi permintaan pupuk bersubsidi

untuk petani yang mempunyai lahan lebih dari 2 ha.

b) Petro mendukung adanya program BLP hal ini didasari pemakaian urea dipetani

sudah melebihi batas ambang yang direkomendasikan. Petro juga menyarankan

kalau bisa subsidi pupuk dicabut saja karena selama ini petani sudah terbiasa

membeli pupuk dan sekarang dibuat program yang memberikan pupuk secara gratis,

kalau ini diteruskan akan menyebabkan petani akan memiliki sifat ketergantungan

yang tinggi dan mengharap banyak akan bantuan dari pemerintah. Untuk itu

kedepannya subsidi dicabut secara perlahan-lahan dan dimulai dari pencabutan

subsidi pupuk urea.

c) Harga penebusan pupuk oleh distributor di gudang penyangga produsen pupuk,

harga penebusan oleh kios resmi dari distributor dan HET di kios tahun 2011

diperlihatkan pada tabel di bawah ini:

Harga Penebusan Pupuk Bersubsidi oleh Distributor, Kios dan Petani, Tahun 2011 (Rp/kg)

Jenis Pupuk

Gudang Penyangga Produsen

(FOT)

Gudang Pengecer

Resmi Maksimum

HET di Pengecer

Resmi kepada

Petani/KT

Selisih Harga

(1) (2) (3) (4) = (2)-(1) (5) = (3)-(2)

Urea 1.460 1.555 1.600 95 45 ZA 1.255 1.355 1.400 100 45 SP36 1.855 1.955 2.000 100 45 NPK Phonska 2.155 2.245 2.300 90 55 Petroganik 325 425 500 100 75

5. Hasil Diskusi dengan Kelompok Tani (4 Kelompok) di Jombang:

Page 105: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

104

a) Petani dulu menanam padi, jagung dan kedelai dengan mengatur pola tanam, tetapi

sekarang tidka lagi menanam kedelai karena rugi (varietas Wilis).

b) Menurut petani, mereka sudah menerapkan pemupukan berimbang yang dianjurkan

pemerintah. Untuk padi, ada dua paket dosis pupuk anjuran per ha, yaitu: (1) Paket

A yang terdiri dari Urea 200 kg dan NPK 300 kg; dan (2) Paket B yang terdiri dari

Urea 300 kg, SP36 100 kg, dan ZA 100 kg. Dosis anjuran pupuk organik tidak ada,

tetapi jenis pupuk ini dapat digunakan sebanyak mungkin. Informasi tentang dosis

anjuran tersebut diperoleh dari petugas pertanian setempat.

c) Petani membeli pupuk hanya dari kios resmi dengan pembayaran secara tunai.

Modal yang digunakan untuk membeli pupuk secara tunai adalah hasil panen

sebelumnya. Semua jenis pupuk tersedia di kios sesuai dengan kebutuhan petani

karena sudah dibuat jadual per kabupaten, kemudian per kecamatan dan akhirnya

per kelompok tani.

d) Petani mengetahui arti subsidi pupuk dan arti HET pupuk. Petani mengetahui

besaran HET pupuk di papan tulis yang ada di kios. HET tahun 2011 adalah: Urea

Rp 1.600; ZA Rp 1.400, SP36 Rp 2.000, NPK Phonska Rp 2.300, dan pupuk organic

granul Rp 500. Petani membayar pupuk di kios sesuai dengan HET tersebut.

Dengan adanya subsidi tersebut, petani merasa terbantu karena harga pupuk lebih

murah dari yang seharusnya (harga pasar).

e) Naiknya HPP gabah dan tidak naiknya HET pupuk pada tahun 2011 disambut baik

oleh petani. Namun petani mengeluhkan upah tenaga kerja yang naik. Menurut

petani, upah huruh ikut naik dengan naiknya HPP gabah. Pada musim panen MH

2010/2011, HPP gabah adalah Rp 2.640, dan harga gabah aktual adalah sekitar Rp

2.300 sampai Rp 2.500 dengan kadar air 30%. Jika kadar air gabah menurut criteria

HPP GKP adalah 25%, maka harga jual gabah petani tersebut sebenarnya sudah

jauh diatas HPP GKP, yaitu antara Rp 2.760 sampai Rp 3.000 per kg ekivalen GKP

berkadar air 25%.

j) Dalam penyusunan RDKK, kelompok tani melakukan sendiri dengan dibantu oleh

PPL dnegan mekanisme sebagai berikut: (1) Pendataan luas lahan garapan, jenis

tanaman, jadual tanam dan kebutuhan pupuk masing-maisng petani anggota

kelompok; (2) RDKK tersebut diserahkan kepada PPL setempat, kemudian

dierahkan kepada Kios untuk dilakukan rekapituasi; (3) Hasil rekapitulasi kios

diserahkan kepada distributor untuk selanjutnya dibuat rekapitulasi; dan (4) Hasil

rekapitulasi distributor kemudian diserahkan kepada produsen pupuk. Untuk

mengetahui luas lahan garapan secara obyektif, pengurus kelompok tani

Page 106: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

105

menanyakan ke petani anggotanya dan melihat jumlah iuran air yang dibayar oleh

petani tersebut. Status petani sebagian besar adalah petani pemilik-penggarap

(owner-operator) yaitu sekitar 60-90% atau rata-rata 80%. Selebihnya adalah petani

penggarap yang terdiri dari penyakap/bagi hasil (share cropper) dan penyewa (land

renter). Selama ini, produsen pupuk PT Petrokimia Gresik sudah mempunyai

database kios pupuk, sehingga penyaluran pupuk oleh produsen pupuk tersebut

sesuai dengan RDKK.

f) Produktivitas padi (GKP) rata-rata di Kabupaten Jombang pada tahun 2007 adalah

5.806 kg dan pada tahun 2010 naik menjadi 6.293 kg/ha atau naik 487 kg/ha

(8.39%). Ini adalah perbaikan produktivitas yang cukup baik selama 3 tahun (rata-

rata 2.8%/tahun). Namun tidak diketahui secara pasti apakah kenaikan produktivitas

tersebut bersumber dari subsidi pupuk atau faktor-faktor lainnya.

g) Dari hasil analisis usahatani per ha padi sawah MH 2010/2011, total biaya pupuk

adalah Rp 1.790.819, yang merupakan 16.22% dari total biaya usahatani Rp

11.038.069. Sementara untuk jagung hibrida MK 2010, total biaya pupuk adalah Rp

2.128.000, yang merupakan 20.66% dari total biaya usahatani Rp 10.301.708. Ini

berarti bahwa biaya pupuk hanya merupakan bagian yang kecil dari total biaya

usahatani. Dengan jumlah penerimaan kotor padi dan jagung masing-masing

sebesar Rp 14.000.000 dan Rp 14.233.333, maka jumlah laba usahatani padi dan

jagung masing-masing adalah Rp 2.961.931 (26.83%) dan Rp 3.931.626 (38.16%).

Produktivitas padi dan jagung terlalu tinggi yaitu masing-masing 5.600 kg GKP dan

5.272 kg jagung pipil kering per ha. Harga jagung ternyata lebih mahal disbanding

GKP (kadar air 30%) yaitu masing-masing Rp 2.700 dan Rp 2.500 per kg. Data

usahatani padi dan jagung selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 1 dan Lampiran

2.

B. SUBSIDI BENIH

1. Hasil FGD di Kantor Bappeda Provinsi Jawa Timur:

a) Alokasi benih bersubsidi cenderung turun. Subsidi benih secara gradual sebaiknya

dihilangkan saja karena perbedaan harga benih bersubsidi dan benih non-subsidi

tidak signifikan (maksimal 5%). Disamping itu, tingkat keberhasilan benih bersubsidi

diragukan, sementara petani bisa membuat benih padi sendiri dengan mutu yang

tidak jauh berbeda dari benih bersubsidi. Pangsa biaya benih dari total biaya

usahatani juga kecil, karena benih yang dibutuhkan hanya 25 kg per ha dan harga

yang berlaku untuk benih padi adalah sekitar Rp 6.500 sampai Rp 8.000 per kg.

Page 107: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

106

Menurut produsen benih (PT Pertani), harga subsidi yang tidak berbeda jauh dari

harga pasar tersebut bertujuan untuk melindungi para penangkar benih.

b) Petani ingin menanam benih Stock Seeds (SS) yang berlabel ungu, padahal

seharusnya adalah Extension Seeds (ES) yang berlabel biru, kecuali di Madura. Ini

disebabkan mutu SS`lebih baik dibanding ES. Walaupun harga benih SS lebih mahal

disbanding ES, tingkat keberhasilan benih SS lebih tinggi disbanding benih ES.

2. Hasil Diskusi dengan Kelompok Tani (4 Kelompok) di Jombang:

a) Tidak pernah ada benih bersubsidi di wilayah kelompok tani yang menjadi responden

dalam FGD, baik padi, jagung maupun kedelai. Ini menunjukkan bahwa jangkauan

wilayah benih bersubsidi sangat terbatas.

3. Hasil Diskusi dengan Kios Benih Bersubsidi (Toko Topsindo) di Jombang:

a) Kios benih ini merupakan kepanjangan tangan dari produsen benih PT. Pertani.

Jenis benih padi bersubsidi yang dijual adalah varietas Ciherang, Membramo, Inpari

1, IR 64, Situ Bangendit dan Mekongga. Kios tidak menjual benih non subsidi. Selain

menjual benih padi, kios juga menjual pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan benih

sayuran dan hortikultura. Toko ini baru beroperasi selama 5 bulan dan selama lima

bulan tersebut jumlah dan harga benih yang dijual adalah sebagai berikut:

Jenis Benih Harga Jual (Rp/kg)

Jumlah Terjual (kg)

Ciherang 8.500 680 IR 64 (SS) 7.400 200 IR 64 (ES) 6.500 130 Mekongga 8.500 400 Situ Bagendit 7.400 200 Way Apu 6.500 200 Inpari 1 6.100 150

C. HPP GABAH/BERAS

1. Hasil FGD di kantor Bappeda Provinsi Jawa Timur:

a) Pemda Jawa Timur mengharapkan agar pemerintah pusat tidak berlebihan dalam

mengucurkan program bantuan kemiskinan karena akan menjadikan rumah tangga

penerima bantuan tetap malas untuk berusaha.

Page 108: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

107

b) Rendahya harga gabah petani pada saat panen raya sepertinya tidak bisa diatasi

oleh pemerintah. Peranan Bulog yang harusnya menyangga atau mempertahankan

harga beras dianggap gagal. Peranan Bulog bertambah menjadi pedagang gabah

atau beras. Dari beberapa jenjang pedagang Bulog, termasuk pedagang kecil, Bulog

tidak mampu membeli gabah petani diatas HPP. Masalah ketidakseriusan

pemerintah dalam membantu petani sendiri juga terlihat dalam menentukan HPP,

dimana waktu pengumuman secara resmi tentang HPP dilaksanakan pada saat

petani sudah panen. Artinya kebijakan HPP ini tidak membuat dampak positif bagi

petani, karena gabah yang ada sudah berpindah tangan ke pihak kedua (pedagang,

RMU, dll). Dengan alasan ini maka disarankan agar pemerintah lebih baik

mengalihkan subsidi pupuk yang ada untuk pembelian gabah petani. Dengan harga

yang menarik atau adanya jaminan pasar, petani akan lebih profesional dalam

mengusahakan lahannya dan harga pupuk yang tidak disubsidi tidak akan menjadi

masalah bagi petani.

c) Menurut perwakilan HKTI Jawa Timur, selama 3 musim tanam terakhir ini terjadi

penurunan produktivitas padi sebesar 30-40% karena serangan hama wereng.

Karena itu, berdasarkan fakta di lapangan, maka HKTI tidak yakin bahwa Indonesia

sudah mencapai swasembada beras. Karena itu, peranan pemerintah untuk

meningkatkan produktivitas melalui pengendalian hama/penyakit perlu lebih

ditingkatkan.

Page 109: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

108

Lampiran 1. Usahatani Padi Sawah per Ha di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, MH 2010/2011

Uraian Satuan Jumlah Harga (Rp/satuan)

Nilai (Rp)

Biaya 11,038,0691. Benih Kg 49.00 7750 3797502. Pupuk Urea Kg 245.00 1,605 393,225 SP36 Kg 52.50 2,000 105,000 ZA Kg 253.75 1,405 356,519 NPK Kg 315.00 2,305 726,075 Petroganik Kg 420.00 500 210,0002. Obat-obatan 131,2503. Herbisida 26,2504. Tenaga kerja Traktor 673,750 Mencangkul Hok 28.00 25,000 700,000 Cabut bibit 385,000 Tanam 770,000 Menyiang 700,000 Memupuk Hok 4.00 25,000 100,000 Pengendalian OPT 131,250 Panen (tebas) *) 06. Sewa lahan 5,250,000Penerimaan 14,000,000Laba 2,961,931

(26.83%)*) Ditebaskan, sehingga biaya panen ditanggung penebas

Page 110: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

109

Lampiran 2. Usahatani Jagung Hibrida per Ha di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, MK 2010.

Uraian Satuan Jumlah Harga (Rp/satuan)

Nilai (Rp)

Biaya 10,301,7081. Benih Kg 24.50 49,335 1,208,7082. Pupuk Urea Kg 350.00 1,605 561,750 ZA Kg 350.00 1,405 491,750 NPK Kg 233.33 2,305 537,833 Petroganik Kg 373.33 500 186,667 Kandang Kg 700.00 500 350,0002. Obat-obatan 105,0003. Herbisida 116,6674. Tenaga kerja Traktor 233,333 Tanam Pria Hok 14.00 35,000 490,000 Tanam Wanita Hok 28.00 15,000 420,000 Memupuk Hok 14.00 25,000 350,000 Panen (tebas) *) 06. Sewa lahan 5,250,000Penerimaan 14,233,333Laba 3,931,626

(38.16%)*) Ditebaskan, sehingga biaya panen ditanggung penebas

Page 111: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

110

CATATAN SURVEY LAPANG SUBSIDI PERTANIAN Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

10 – 13 Agustus 2011

Tim Survey: Benny Rachman, Jarot, M. Maulana, dan Dian

Evaluasi subsidi Pertanian di Sulawesi Selatan diawali dengan kegiatan FGD

(focus group discussion) yang dilaksanakan di Bappeda Provinsi, dengan melibatkan

instansi pemerintah dan swasta terkait : Bappeda, Dinas Pertanian, Bulog/Dolog,

Perguruan Tinggi, PT. PKT, PT. SHS, PT. Pertani. Di tingkat kabupaten (Maros),

FGD dilakukan dengan melibatkan stakeholders : Dinas Pertanian, Distributor

Pupuk, Perwakilan PT. SHS dan PT. Pertani. Selanjutnya, di tingkat Petani, FGD

dilakukan dengan Pengurus/anggota Kelompok Tani dan Kios resmi pupuk. Dari

hasil FGD tersebut mengemuka beberapa isu penting yang terkait dengan subsidi

pertanian sebagai berikut :

Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) 1. Penyusunan RDKK di Sulawesi Selatan secara umum berjalan dengan baik.

Namun demikian, masih ada beberapa kelemahan : (a) Keterlambatan dalam

penyerahan RDKK, khususnya di wilayah yang belum ada penyuluh yang

bertugas atau ditempatkan, sehingga hal ini menghambat proses penyusunan

RDKK; (b) Masih terdapat petani yang tidak ikut dalam kelompok tani dengan

persentase sekitar 10-15% dari total petani, sehingga para petani tersebut tidak

terdaftar untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Namun, karena kebutuhan akan

pupuk bersubsidi, maka para petani tersebut dapat mengganggu alokasi pupuk

bersubsidi yang digulirkan ke kelompok tani melalui RDKK.

2. Dalam penyusunan RDKK, kelompok tani dapat bebas memilih Lini IV sebagai

penyalur pupuknya. Namun tentunya dengan pertimbangan ekonomis terkait

jarak dan atau kemudahan memperoleh pupuk bersubsidi, misalnya bisa bayar

setelah panen.

Subsidi Pupuk 3. Sangat penting bagi kios Lini IV untuk menjual berbagai macam input pada satu

kios tersebut, atau dapat dikatakan sebagai Kios Pupuk Lengkap (KPL). Hal ini

terkait dengan keberlangsungan usaha kios tersebut karena jika mengandalkan

keuntungan dari pupuk bersubsidi saja, sangat sulit mempertahankan

Page 112: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

111

kelangsungan usaha. Kasus kios di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, KPL

memperoleh keuntungan dari : (a) keuntungan pupuk yang dijual; (b) tambahan

biaya jika petani membayar setelah panen (yarnen), besarnya tambahan biaya

dapat mencapai 10-20 persen; (c) jika memiliki penggilingan padi sekaligus,

dapat dimanfaatkan dengan perjanjian pembayaran pupuk setelah panen

melalui gabah atau beras yang digiling. Dengan upaya perolehan keuntungan

tersebut maka kios relatif berkembang dalam berusaha penjualan input dan

hasil.

4. Keuntungan kios dari penjualan Urea bersubsidi adalah Rp. 60/kg. Sedangkan

keuntungan dari pupuk bersubsidi lainnya mencapai Rp. 45/kg. Perputaran

penjualan pupuk bersubsidi lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan input

lainnya sehingga keuntungan KPL lebih banyak dari penjualan pupuk bersubsidi.

5. Pupuk bersubsidi yang telah diusulkan melalui RDKK, pada kenyataannya tidak

seluruhnya ditebus oleh petani. Hal ini terjadi karena RDKK disusun untuk

setahun dan per musim, sementara dalam penebusannya oleh petani sangat

tergantung kondisi tanaman saat membutuhkan pupuk dan keadaan keuangan

petani saat penebusan. Hal ini menyebabkan penyerapan pupuk bersubsidi tidak

100%. Keadaan ini membuka peluang terjadinya perembesan pupuk bersubsidi

ke penggunaan non subsidi.

6. Kasus di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, rata-rata penebusan pupuk

bersubsidi dari kuota dalam RDKK hanya mencapai 80-90 persen, sisanya 10-

20 persen tidak ditebus petani dengan berbagai alasan seperti kondisi tanaman

dan kurang modal saat penebusan. Kurangnya modal juga menyebabkan 50-70

persen petani menebus pupuk bersubsidi dengan cara membayar setelah panen

yang sudah tentu diberikan bunga atau tambahan biaya (Tabel 2 dan Tabel 3).

7. Diperlukan dukungan dana untuk pelaksanaan tugas KP3 di tingkat kabupaten

dan provinsi. Pada tahun 2010, tidak ada alokasi dana pelaksanaan tugas KP3

baik di kabupaten maupun di provinsi. Sementara untuk tahun 2011, dana

pelaksanaan tugas KP3 sudah dialokasikan untuk tingkat kabupaten sementara

untuk tingkat provinsi tidak ada alokasi dana. Oleh sebab itu, untuk

memperlancar pelaksanaan tugas KP3 kabupaten dan provinsi, perlu difasilitasi

dana pelaksanaan tugas di kabupaten dan provinsi.

Page 113: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

112

8. Petani memperoleh pupuk bersubsidi dari Lini IV sesuai HET apabila : (a) petani

mengambil atau menebus pupuk bersubsidi sendiri di kios Lini I;, (b) membeli

secara tunai; dan (c) membeli dalam bentuk karungan/sak. Namun, petani

seringkali meminta pemilik kios untuk mengantarkan pupuk bersubsidi ke sawah

atau ke rumah sehingga ada pembebanan ongkos transport tambahan. Selain

itu, banyak petani yang membeli dengan sistem bayar kemudian atau bayar

setelah panen, sehingga ada pembebanan bunga atau biaya tambahan.

9. Dari sisi ketepatan waktu tersedianya pupuk saat dibutuhkan petani, hampir

seluruh jenis pupuk tersedia ketika petani akan melakukan pemupukan. Kecuali

jenis pupuk bersubsidi SP-36 yang pada tahun 2011 ini mengalami

keterlambatan. Keterlambatan penyediaan pupuk SP-36 ini terjadi karena

memang tidak tersedia di gudang Lini III. Untuk mengatasi keterlambatan ini,

para petani menggunakan pupuk bersubsidi lain sebagai penggantinya. Petani

menggunakan NPK atau pupuk organik sebagai penggantinya.

10. Dari sisi ketepatan jumlah, seringkali pupuk bersubsidi tersedia namun

jumlahnya tidak mencukupi kuota dalam RDKK. Karena RDKK dibuat tiap musim

tanam, maka jika tidak ditebus musim ini, maka dapat ditebus pada musim

tanam berikutnya. Jika tidak juga tersedia, maka jumlah tidak tertebus dalam

kuota tersebut dianggap hilang/hangus. RDKK di Kabupaten Maros dibuat pada

musim hujan Oktober-Maret dan musim kemarau April-September setiap tahun.

11. Pada Lini III pendistribusian pupuk bersubsidi, distributor pupuk seringkali

mendapatkan persetujuan penyaluran pupuk bersubsidi kurang dari jumlah

kuota pada RDKK. Namun, jumlah yang kurang ini, pada satu musim misalnya,

dipenuhi pada musim berikutnya. Walaupun demikian, tetap saja kekurangan

kuota ini mempunyai dampak terutama pada usahatani padi petani karena tidak

sesuai dengan waktu penggunaan, tidak tepat waktu.

12. Jumlah distributor pupuk bersubsidi di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 80

distributor, sedangkan jumlah pengecer mencapai 874 pengecer. Terkait jarak

hantaran, digunakan subsidi silang antara ongkos jarak hantaran yang jauh dan

yang dekat, karena beban ongkos hantaran bersifat flat sebesar Rp. 45/kg.

Penyerapan pupuk bersubsidi oleh petani, walaupun sudah ada kuota pada

RDKK, beberapa musim terakhir ini semakin berkurang jumlah penebusannya

Page 114: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

113

dibandingkan kuota RDKK. Penyebabnya adalah semakin meningkatnya

Bantuan Langsung Pupuk (BLP) yang diberikan oleh pemerintah (Tabel 2 dan

Tabel 3).

Subsidi Benih

13. Terkait kesiapan penyediaan benih padi dari BPSB, realisasi penangkaran benih

di Sulawesi Selatan mencapai 5.500 hektar dengan produktivitas 4 ton per

hektar sehingga secara total tersedia benih sebanyak 22.000 ton. Sementara

pada tahun 2011, rencana tambahan penangkaran adalah 1.500 hektar, dengan

jumlah tambahan benih 6.000 ton. Jadi total ketersediaan benih padi mencapai

28.000 ton (22.000 + 6.000 ton). Jika kebutuhan benih padi di Sulawesi Selatan

untuk luas tanam padi sebesar 900.000 ha adalah 25.000 ton, maka terdapat

surplus 3.000 ton. Namun, pada kenyataannya alokasi 28.000 ton benih

tersebut tidak hanya untuk mencukupi Sulawesi Selatan tapi disalurkan juga ke

daerah lain sehingga kebutuhan benih padi di Sulawesi Selatan tidak dapat

dipenuhi dari penangkaran. Petani banyak yang menggunakan benih

penangkaran sendiri atau bertukar dengan petani lain.

14. Program lain yang terkait dengan subsidi pupuk dan benih adalah program

Bantuan Lansung Benih Unggul (BLBU) berupa hibah yang bertujuan untuk

meningkatkan produktivitas tanaman di daerah-daerah yang tingkat pemakaian

benih unggul yang masih terbatas. Namun dalam penyaluran BLBU terdapat

beberapa permasalahan. Pertama, calon petani calon lokasi (CPCL) penerima

BLBU belum sepenuhnya sesuai dengan persyaratan yang dianjurkan, dan

penetapannya terkesan tidak direncanakan dengan baik. Kedua, pasokan benih

bantuan seringkali terlambat (petani sudah terlanjur tanam). Hal ini terjadi karena

keterlambatan perintah atau surat penugasan dari pemerintah (Ditjen Tanaman

Pangan), Ketiga, kualitas benih tergolong rendah dan tanpa pengawasan

optimal dari BPSB setempat. Keempat, varietas benih kurang sesuai dengan

keinginan petani dan kondisi setempat. Hal ini dapat terjadi karena pendeknya

waktu pengajuan jenis varietas benih BLBU dari petani dengan waktu tanam

Page 115: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

114

petani sehingga pemenuhan jenis varietas benih sering tidak sesuai. Kelima,

benih hibrida membutuhkan jumlah pupuk lebih banyak tetapi di beberapa daerah

pupuk yang tersedia hanya untuk dosis pupuk benih non-hibrida, sehingga

pertumbuhan tanaman dan produksi yang dicapai tidak optimal. Keenam, karena

alasan sosial, BLBU yang disalurkan kepada kelompok tani umumnya dibagi

secara merata kepada seluruh anggota kelompok tani, sehingga dosis anjuran

menggunakan benih 25 kg/ha dengan varietas yang sama menjadi tidak

terpenuhi.

15. Benih yang digunakan petani dapat berasal dari Bantuan Langsung Benih

Unggul (BLBU) (10% dari total penggunaan benih), membeli benih unggul

bersubsidi yang dijual PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani (20-30%), dan dari

pertukaran gabah petani dengan benih dari penangkar atau petani lainnya

(70%). Petani menggunakan benih pada usahatani padi sebanyak 25-30 kg per

hektar seharga Rp. 6500/kg – Rp. 7000/kg (Tabel 1).

16. PT. Pertani menyalurkan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU). Selain itu,

PT Pertani juga menjual benih bersubsidi. PT. Pertani menyalurkan BLBU

langsung ke kelompok tani penerima bantuan. Sementara penjualan benih

bersubsidi dilakukan melalui kios binaan PT. Pertani yang tersebar di Provinsi

Sulawesi Selatan. Selain itu, PT. Pertani juga menjual benih non subsidi atau

benih komersial dengan nama Prima.

17. Kapasitas PT. Pertani menyalurkan benih mencapai 5.000 ton per tahun.

Besaran subsidi untuk benih bersubsidi adalah Rp. 670/kg. Sementara harga

jual benih bersubsidi sebesar Rp. 5.000/kg. Target pemasaran benih bersubsidi

produksi PT. Pertani diatur oleh kantor pusat PT. Pertani untuk masing-masing

wilayah provinsi. Untuk pemasaran per kabupaten diserahkan penyalurannya

melalui cabang PT. Pertani di provinsi bersangkutan. PT. Pertani juga merangkul

penangkar benih lokal perorangan, namun karena adanya BLBU, penyaluran

benih bersubsidi dan benih komersial murni semakin sulit. Produksi benih PT.

Pertani dilakukan di Kabupaten Pangkep dan Sidrap, dan bekerja sama dengan

BPSB untuk sertifikasi benih sebelum disalurkan ke kios-kios.

Page 116: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

115

18. Potensi pasar benih demikian besar, tetapi PT. Pertani belum dapat

memanfaatkan peluang pasar tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya

kemampuan sumber daya manusia PT. Pertani dalam pemasaran.

19. PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) menyalurkan BLBU, menjual benih bersubsidi

dan benih non subsidi. Benih bersubsidi adalah benih komoditas padi non

hibrida, padi hibrida dan jagung komposit. Khusus untuk benih padi non hibrida

dapat dihasilkan hingga 1.500 ton per tahun. Harga jual benih bersubsidi padi

non hibrida tahun 2010 adalah Rp. 4.900/kg, kemudian meningkat menjadi Rp.

5.300/kg pada tahun 2011. Pemasaran benih bersubsidi pada 2011 disalurkan

ke Kabupaten Sinjai dan Bulukumba, sementara benih non subsidi ke

Kabupaten Takalar dan Maros. Dalam menentukan jenis varietas benih

bersubsidi yang dihasilkan dan kemudian dipasarkan, PT. SHS menggunakan

informasi hasil penjualan dari kios-kios binaan. Demikian pula dengan jumlah

benih yang dipasarkan di tiap-tiap wilayah, berdasarkan permintaan dari tiap-tiap

kios.

20. Khusus di Kabupaten Maros, PT. SHS baru dapat memenuhi sekitar 20-30

persen kebutuhan benih petani, terdiri dari 10 persen BLBU dan 20-30 persen

benih bersubsidi. Sedangkan sekitar 70 persen benih petani lainnya dipenuhi

oleh petani sendiri dengan cara bertukar dengan petani lainnya atau membeli

dari penangkar lokal perorangan.

21. Benih yang dipasarkan PT. SHS diproduksi dalam jumlah besar di wilayah

Kabupaten Sidrap dan Maros. PT. SHS memiliki 6 cabang unit produksi yang

memproduksi benih dalam jumlah kecil yaitu di wilayah Papua, Palu, Gorontalo,

Manado, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur. Hasil produksi benih dari

Cabang Maros dipasarkan ke wilayah Sulawesi bagian selatan, Maluku dan

Maluku Utara.

22. Dalam memproduksi benih, PT. SHS bekerjasama dengan petani. Kerja sama

tersebut dapat berupa mitra kerja atau sistem okupasi. Yang banyak dilakukan

adalah sistem mitra kerja dengan petani dengan pertimbangan bahwa dengan

sistem ini mutu benih lebih mudah diawasi. Di Kabupaten Maros, luasan lahan

kerjasama PT. SHS dan petani mencapai 1.300 ha.

Page 117: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

116

23. Terkait benih kedele bersubsidi, kadaluarsa benih bersubsidi kedele adalah

selama 3 bulan. Permasalahan yang terjadi adalah masa produksi benih kedele

hingga siap disalurkan mencapai 2 bulan sementara perjalanan penyaluran bisa

mencapai setengah hingga 1 bulan, sehingga ketika benih kedele tersebut

sampai ke petani jelas daya tumbuhnya semakin berkurang. Oleh sebab itu,

masa kadaluarsa benih kedele hendaknya diperpanjang lebih dari 3 bulan.

24. Berhubungan dengan mutu benih bersubsidi dan BLBU, PT. SHS bekerjasama

dengan BPSB dalam sertifikasi mutu benih. Namun, pengawasan BPSB dalam

produksi dan terutama dalam pendistribusian belum optimal. Dalam produksi

benih, dengan berbagai fasilitas yang dimiliki oleh PT. SHS, mutu benih dapat

terjamin. Sementara dalam pendistribusian, peran BPSB hanya mengawasi di

awal pengiriman saja.

25. Terkait harga jual benih bersubsidi, dapat berbeda-beda antar wilayah

pemasaran, walaupun jumlah subsidi per kg adalah tetap sebesar Rp. 670/kg.

Hal ini dapat terjadi karena biaya produksi benih di masing-masing lokasi

produksi tidak sama, sehingga penetapan harga jual benih bersubsidi juga

berbeda-beda mengikuti perbedaan biaya produksi.

26. Kedepan, disarankan untuk penentuan varietas benih bersubsidi tidak terkait

permintaan petani CPCL, tetapi hanya dihasilkan varietas unggul saja sehingga

penyalurannya bisa lebih mudah dan tepat waktu sampai di petani saat

dibutuhkan.

27. Selain itu, disarankan bahwa penugasan dari pemerintah pusat terkait

penyaluran benih bersubsidi sebaiknya tidak dilakukan pada waktu yang sama,

namun disesuaikan dengan musim tanam masing-masing wilayah (t-1),

sehingga penyaluran benih bersubsidi bisa tepat waktu dilakukan, tidak harus

menunggu penugasan.

28. Sehubungan dengan kadaluarsa benih kedele, disarankan agar masa

kadaluarsa benih kedele diperpanjang waktunya sehingga distributor benih mau

dan tertarik untuk memproduksi dan tidak terbebani dengan pendeknya masa

kadaluarsa yang berakibat tidak baiknya kualitas benih sampai di petani.

Subsidi Harga

Page 118: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

117

29. Subsidi harga output yang diberikan pemerintah adalah melalui Harga

Pembelian Pemerintah (HPP), yang dalam aturannya diterapkan untuk transaksi

di gudang Bulog/Sub Divre. Namun dalam prakteknya, subsidi harga tersebut

(HPP) belum secar efektif menyentuh petani. Mengingat dominannya transaksi

antara petani dengan pedagang dilakukan di sawah, maka sebaiknya HPP

gabah tidak untuk transaksi di gudang Bulog, melainkan pada transaksi antara

petani dengan pedagang di sawah, terutama untuk HPP GKP. Selain itu, ada

pengaruh biaya transportasi gabah ke gudang Bulog yang dibebankan ke petani

sehingga harga GKP di tingkat petani tertekan. Sebagai ilustrasi, di Sulawesi

Selatan, dominan wilayah penghasil gabah adalah Kabupaten Sidrap, Pinrang

dan Luwu Timur. Pedagang rekanan Bulog yang mendapatkan gabah di

Kabupaten Luwu Timur akan sangat jauh menyampaikan gabah ke gudang

Bulog sehingga membutuhkan biaya transportasi yang cukup besar. Dengan

asumsi petani dapat menjual gabah sesuai dengan kualitas GKP di gudang

Bulog yang seharusnya mendapat harga Rp. 2.640/kg sesuai kualitas, tidak bisa

mendapatkan harga tersebut karena pedagang pasti memotong harga tersebut

untuk biaya transportasi sampai di gudang Bulog. Maka, disarankan

menetapkan HPP GKP di tingkat Petani, bukan digudang Bulog.

30. Pada hakekatnya, HPP gabah dan beras merupakan instrumen yang dimiliki

Bulog dalam membeli gabah dan beras. Namun kenyataan di lapang

menunjukkan bahwa harga aktual gabah dan beras sudah jauh lebih tinggi dari

HPP, sehingga Bulog kesulitan membeli dan terpaksa membuka keran impor

untuk menyukupi cadangan beras pemerintah (CBP). Oleh karena itu, HPP

gabah dan beras perlu disesuaikan seiring dengan perkembangan harga

aktualnya.

31. Persyaratan sebuah usaha penggilingan padi untuk jadi mitra Bulog : (a) harus

mempunyai lantai jemur sendiri; (b) mempunyai izin usaha lengkap; (c)

mempunyai tempat penggilingan dan gudang; (d) harus memberikan jaminan

pengadaan dan karung; dan (e) menyimpan uang di Bulog sebagai jaminan

kontrak kerja pengadaan gabah beras. Besarnya jaminan uang di Bulog adalah

98,5% dari nilai setoran gabah pertama ke Bulog (1,5% diberikan ke mitra).

Setelah itu, pada transaksi berikutnya, kedua ketiga dan seterusnya, 100% nilai

Page 119: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

118

setoran gabah diberikan ke mitra, tidak dipotong lagi. Setelah kontrak putus atau

berakhir, uang jaminan dikembalikan.

32. Sesuai dengan Pedoman Umum Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun

2009 di Lingkungan Perusahaan Umum (Perum) Bulog dinyatakan bahwa

pengadaan gabah dan beras pada wilayah kerja, dalam hal ini, sub divisi

regional (divre) Perum Bulog Maros, dilakukan melalui tiga saluran yaitu : (1)

mitra kerja pengadaan gabah dan beras yang dapat terdiri dari koperasi, non

koperasi dan lembaga petani yang memiliki badan hukum; (2) unit pengelolaan

gabah beras (UPGB); (3) Satuan Tugas pengadaan gabah dalam negeri (satgas

ADA DN). Mitra kerja pengadaan gabah dalam negeri terdiri dari koperasi, non

koperasi, lembaga petani yang memiliki badan hukum. Para mitra kerja ini dalam

memenuhi kuota penyetoran gabah ke gudang Dolog yang telah disepakati

dengan pihak Dolog diharuskan memenuhi kualitas gabah sesuai dengan Inpres

Perberasan No. 7/2009 yaitu : kadar air maksimum 14 persen dan kadar

hampa/kadar kotoran maksimum 3 persen. Harga yang berlaku juga hanya satu

yaitu Rp. 3.345/kg GKG. Diluar kualitas tersebut, pihak Dolog tidak menerima

setoran gabah dari mitra kerja. Demikian pula dengan penyetoran beras yang

harus sesuai dengan ketentuan Inpres Perberasan.

33. Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) adalah unit usaha yang mendukung

kegiatan pelayanan publik dan pengembangan usaha Perum Bulog. UPGB

melakukan pembelian gabah langsung ke petani atau ke pedagang dengan

menggunakan patokan harga pasar yang berlaku saat transaksi. Jadi pembelian

gabah oleh UPGB tidak terikat Inpres Perberasan. Dalam melaksanakan

kegiatannya, UPGB dibekali dengan fasilitas pengeringan dan mesin

penggilingan gabah-beras, sehingga dapat meningkatkan kualitas gabah yang

dibeli dari petani. Setelah gabah memenuhi kualitas sesuai dengan ketentuan

dalam Inpres Perberasan, UPGB melakukan penjualan gabah (GKG) ke Dolog

dan menerima harga juga sesuai ketentuan Inpres.

Page 120: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

119

34. Satuan Tugas Pengadaan Beras Dalam Negeri (Satgas ADA DN) dapat

dibentuk oleh Kepala Divisi Regional (Kadivre) atau Kepala Sub Divisi Regional

(Kasubdivre) dalam rangka pengamanan harga di tingkat petani dan pencapaian

prognosa pengadaan dalam negeri dengan mempertimbangkan kondisi obyektif

di masing-masing wilayah kerja. Jadi Satgas ADA DN (Satgas Sub Divre) ini

tidak selalu ada pada tiap musim panen, tergantung kebutuhan. Dalam

pelaksanaan tugasnya, Satgas Sub Divre melakukan pembelian gabah langsung

ke petani. Harga beli gabah petani oleh Satgas Sub Divre sesuai dengan

kualitas gabah dan berpedoman pada Tabel Rafaksi yang diterbitkan oleh

Kementerian Pertanian. Satgas Sub Divre ini kemudian melakukan penyesuaian

kualitas gabah agar sesuai kualitas penjualan ke gudang Dolog. Usaha yang

dilakukan Satgas biasanya adalah melakukan penyewaan lantai jemur untuk

melakukan penjemuran, atau dapat menyewa blower, atau mesin pengering

lainnya. Satgas Sub Divre tidak dibekali fasilitas pengeringan gabah sehingga

harus bekerjasama dengan pihak pengusaha penggilingan gabah-beras. Selain

gabah, Satgas Sub Divre juga dapat membeli beras dari pedagang. Setelah

memenuhi kualitas gabah Dolog, Satgas dapat melakukan penjualan ke gudang

Dolog seperti pedagang rekanan.

35. Kontrak mitra dengan Bulog dalam penyetoran gabah dapat terdiri dari 2 jenis

yaitu kontrak terikat dan kontrak lepas. Kontrak terikat adalah mitra menyetor

gabah sesuai persyaratan ke Bulog dan kemudian seterusnya

bertanggungjawab menggiling gabahnya menjadi beras dengan rendemen

63,5%. Dalam prakteknya, rendemen bisa mencapai 67-69%. Jika rendemen

melebihi angka tersebut maka kelebihannya adalah keuntungan mitra atau dapat

dikatakan ongkos giling.. Sedangkan kontrak lepas adalah mitra hanya menyetor

gabah tanpa dibebani tanggungjawab menggiling gabah tersebut jadi beras.

Selain itu, ada yang dinamakan kontrak giling dengan mitra. Maksudnya, mitra

hanya dibebani tanggungjawab menggiling gabah dari gudang Bulog dan tidak

menyetor gabah ke Bulog (biasa disebut Unit Pengolahan Gabah Beras/UPGB

Bulog).

36. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa mitra kerja Bulog dapat membeli gabah

tanpa ketentuan apapun (bebas), dengan harga berapapun dan kualitas apapun.

Page 121: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

120

Sementara penyalurannya ke Bulog, harus memenuhi ketentuan pemerintah

secara ketat mengenai harga dan kualitas gabah dan beras. Patut dicermati

bahwa mesin-mesin pengering dan penggilingan mempunyai kemampuan untuk

mengubah gabah berbagai kualitas untuk mencapai persyaratan kualitas beras

untuk penyetoran ke gudang Bulog dibandingkan kualitas bahan baku (gabah).

37. Penentuan kualitas gabah yang ditransaksikan oleh petani dan pedagang

dominan diukur berdasarkan visual, tanpa menggunakan alat. Dengan

perbedaan kualitas berdasarkan persepsi petani dan pedagang, terkesan

adanya komunikasi yang tidak simetris dalam bertransaksi dan cenderung

merugikan petani.

38. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/PP.200/2/2011

tentang pedoman harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras di luar

kualitas, maka Bulog dapat membeli gabah dan beras yang kualitasnya berbeda

dengan peraturan sebelumnya (kualitas HPP). Gabah dapat dibeli hingga

kategori luar kualitas 3 yang berkadar air 26-30 persen dengan harga tertentu,

atau dapat dikatakan Bulog dapat membeli gabah yang kualitasnya adalah

kualitas gabah kering panen disawah, karena gabah kering panen disawah

memiliki kadar air tersebut. Demikian pula dengan beras, Bulog dapat membeli

beras kualitas rendah yang kualitas dan harganya lebih rendah dari beras

kualitas medium (HPP). Selain itu, Bulog juga dapat membeli beras kualitas

premium atau kualitas diatas kualitas beras medium. Di Kabupaten Maros,

penyerapan gabah dan beras di luar kualitas ini sudah dilakukan walaupun

jumlahnya masih sangat sedikit.

Laba Usahatani

39. Berdasarkan analisa usahatani padi di Kabupaten Maros, terlihat bahwa

produksi gabah di musim kemarau lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas

dibandingkan musim hujan. Hal ini diindikasikan dengan tingginya rata-rata

harga GKP di petani pada masa panen musim kemarau. Harga GKP rata-rata

pada musim kemarau berada diatas HPP (Tabel 1).

40. Dalam memperoleh input, terutama pupuk bersubsidi, petani masih banyak yang

kekurangan modal usahatani, sehingga para petani memanfaatkan fasilitas

Page 122: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

121

kredit atau bayar panen (yarnen) yang disediakan pemilik kios. Di satu sisi hal ini

sangat membantu petani namun disisi lain sangat berpengaruh terhadap

efektifitas HET pupuk bersubsidi (Tabel 1).

41. Jika semua penggunaan tenaga kerja (tenaga kerja dalam keluarga maupun

tenaga kerja luar keluarga) dihitung sebagai biaya produksi, maka porsi biaya ini

adalah yang terbesar. Namun, minimisasi biaya dilakukan petani untuk menekan

tingginya biaya tenaga kerja dengan melakukannya sendiri, dibantu dengan

anggota keluarga, atau melakukan kegiatan usahatani secara berkelompok dan

bergilir (Tabel 1).

42. Usahatani padi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada musim hujan (MH)

dan musim kemarau (MK) menguntungkan dengan B/C rasio pada MK

mencapai 0,38 sedangkan pada MK meningkat menjadi 0,59. Dengan

memperhitungkan tenaga kerja luar keluarga dan sewa lahan sebagai biaya,

maka Laba usahatani padi pada MH mencapai Rp. 3,78 juta per hektar.

Sementara itu, pada MK Laba usahatani meningkat menjadi Rp. 5,92 juta per

hektar (Tabel 1). Jika mencermati kebutuhan biaya untuk menghasilkan 1 kg

gabah kering panen (GKP) pada musim hujan dan musim kemarau, berturut-

turut adalah sebesar Rp. 1.444/kg dan Rp. 1.518/kg (Tabel 1).

Page 123: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

122

Tabel 1. Analisa Usahatani Padi Per Hektar Pada Musim Hujan dan Kemarau 2011 di

Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

No Uraian SatuanMusim Hujan Musim Kemarau

Jumlah Harga Nilai Jumlah Harga Nilai

A Biaya 1 Benih Varietas Ciherang kg 30 7,000 210,000 30 7,000 210,0002 Pupuk Kimia

Urea kg 250 1,800 450,000 200 1,800 360,000SP-36 kg 125 2,200 275,000 100 2,200 220,000ZA kg 65 1,600 104,000 50 1,600 80,000

3 Pupuk Organik Padat/Granul kg 200 750 150,000 200 750 150,000

4 Obat Pembasmi HPT kg 8 22,000 176,000 8 22,000 176,0005 Tenaga Kerja

Traktor Rp 700,000 700,000Pembibitan HOK 3 60,000 180,000 3 60,000 180,000Mencangkul HOK 2 60,000 120,000 2 60,000 120,000Cabut Benih HOK 5 60,000 300,000 5 60,000 300,000Menanam HOK 10 60,000 600,000 10 60,000 600,000

Menyiang HOK 6 60,000 360,000 6 60,000 360,000Pemupukan HOK 8 60,000 480,000 8 60,000 480,000Pengendalian OPT HOK 1 60,000 60,000 1 60,000 60,000

Panen kg 1,360 2,500 3,400,000 1,450 2,800 4,060,000Penjemuran Gabah HOK 2 60,000 120,000 2 60,000 120,000

6 Pajak Rp 60,000 60,000

7 Iuran, dll kg 30 2,500 75,000 30 2,800 84,0008 Sewa Lahan Rp 2,000,000 2,000,000

Total Biaya Rp 9,820,000 10,320,000B Produksi GKP kg 5,440 2,500 13,600,000 5,800 2,800 16,240,000C Keuntungan Rp 3,780,000 5,920,000D B/C Rasio 0.38 0.57

E Biaya Menghasilkan 1 kg Gabah 1,444 1,518Sumber : Data Primer, 2011. Catatan : Sudah memperhitungkan sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga.

Page 124: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

123

Tabel 3. Rencana dan Realisasi Distribusi Pupuk Bersubsidi di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros 2010.

No Jenis Pupuk Sulawesi Selatan Kabupaten Maros

Rencana Realisasi % Rencana Realisasi %

1 Urea 318,850 262,097 82.20 12,476 12,428 99.62

2 ZA 60,000 45,295 75.49 2,200 1,753 79.68

3 SP-36 43,000 26,466 61.55 1,475 1,796 121.76

4 NPK 85,000 50,103 58.95 2,554 1,393 54.55

5 Organik 25,000 6,690 26.76 909 728 80.09Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, 2011.

Page 125: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

124

Tabel 3. Rencana dan Realisasi Distribusi Pupuk Bersubsidi di Sulawesi Selatan 2011 (Sampai

Dengan Bulan Juni 2011).

No

Kabupaten/ Kota

ALOKASI ( TON )

UREA ZA SP – 36 NPK ORGANIK RENCAN

REALISASI

% RENCAN

REALISASI

% RENCAN

REALISASI

% RENCANA

REALISASI

% RENCAN

REALISASI

% 1 SELAYAR 1,226 973 79.

36246 - - 295 5 1.6

9122 15 12.

30129 10 7.7

52 BULUKUMBA

13,879

10,136 73.03

2,358 1,167 49.49

1,059 833 78.66

3,867 682 17.64

667 55 8.253 BANTAE

NG9,987 5,376 53.

831,693 1,273 75.

16627 43 6.7

82,157 187 8.6

7432 15 3.4

74 JENEPONTO

16,220

9,284 57.24

2,376 2,365 99.54

809 60 7.42

1,368 208 15.20

1,034 50 4.845 TAKALAR 10,47

37,157 68.

341,504 2,040 135

64275 200 72.

731,838 517 28.

10437 105 24.

036 GOWA 20,654

15,454 74.82

2,637 1,665 63.14

615 350 56.91

2,136 413 19.34

384 26 6.777 SINJAI 8,374 3,524 42.

081,396 770 55.

16925 200 21.

621,470 185 12.

59535 155 28.

978 BONE 35,336

18,751 53.06

7,545 6,308 83.60

5,355 3,241 60.52

13,722

6,322 46.07

2,638 889 33.709 MAROS 12,47

56,949 55.

702,149 585 27.

22844 877 103

912,565 300 11.

681,156 50 4.3

310

PANGKEP 8,574 5,691 66.38

2,042 380 18.61

1,616 576 35.64

4,710 525 11.15

4,061 50 1.231

1BARRU 5,007 3,479 69.

48982 645 65.

68660 274 41.

521,414 343 24.

26310 50 16.

1312

SOPPENG

15,659

8,920 56.96

5,633 1,996 35.43

1,449 315 21.74

4,353 451 10.36

379 130 34.301

3WAJO 23,66

316,500 69.

734,193 1,860 44.

362,793 620 22.

205,580 2,179 39.

051,154 234 20.

2814

SIDRAP 23,370

13,471 57.64

3,256 1,222 37.53

2,242 979 43.67

5,439 1,133 20.83

2,973 - - 15

PINRANG 25,467

13,050 51.24

2,366 1,440 60.86

2,236 1,092 48.84

5,952 1,250 21.00

1,343 340 25.321

6ENREKANG

11,021

4,584 41.59

2,689 1,344 49.98

792 609 76.89

2,536 1,196 47.17

817 165 20.201

7TANA TORAJA

4,466 642 14.38

919 433 47.12

281 256 91.10

852 423 49.65

174 8 4.601

8TORAJA UTARA

4,235 781 18.44

1,006 220 21.87

587 250 42.59

981 375 38.23

280 8 2.861

9LUWU 13,73

05,432 39.

561,800 1,373 76.

25939 685 72.

955,487 1,861 33.

911,570 380 24.

2020

LUWU UTARA

23,548

10,089 42.84

5,210 2,003 38.44

2,303 890 38.65

7,933 2,833 35.71

2,601 755 29.032

1LUWU TIMUR

21,287

4,475 21.02

4,280 775 18.11

1,602 1,575 98.31

7,504 3,081 41.06

2,338 851 36.402

2MAKASSAR

982 680 69.25

514 184 35.70

179 65 36.31

1,620 38 2.31

197 25 12.692

3PARE-PARE

200 150 75.00

28 10 35.71

12 10 83.33

79 10 12.66

124 10 8.062

4PALOPO 8,167 633 7.7

53,178 25 0.7

91,219 15 1.2

33,315 74 2.2

32,037 - -

JUMLAH 318,000

166,181

52.26

60,000

30,081

50.13

29,714

14,020

47.18

87,000

24,599

28.27

27,770

4,361 157

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, 2011.

Page 126: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

125

10 s/d 13 November 2011 

LAPORAN PERJALANAN KAJIAN SUBSIDI PERTANIAN DI SUMATERA UTARA

Oleh:

Prajogo U. Hadi dan Valeriana Darwis

I. PENDAHULUAN

Dalam rangka melengkapi laporan hasil kajian subsidi pertanian yang sudah ada, telah dilakukan survey lapangan di Sumatera Utara, yang sesuai dengan rencana semula difokuskan pada identifikasi terjadinya perembesan pupuk bersubsidi dari daerah tanaman pangan (khususnya sentra padi sawah) ke daerah sentra perkebunan besar. Terkait dengan pemasalahan perembesan pupuk bersubsidi tersebut, maka lokasi yang dipilih untuk kajian ini adalah Kabupaten Serdang Bedagai, yang merupakan salah satu sentra produksi padi dan perkebunan kelapa sawit. Perjalalanan untuk pelaksanaan kajian adalah tanggal 10 dampai dengan 13 November 2011. Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Tim adalah sebagai berikut:

1. Diskusi dengan Kepala Dinas beserta staf terkait Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara di Medan.

2. Diskusi dengan Kepala Dinas dan staf terkait Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Diskusi dengan Kepala Unit Reserse dan Kriminal Bidang Ekonomi, Polres Kabupaten Serdang Bedagai dan Polres Deli Serdang, termasuk Penyidik terkait.

4. Diskusi Manajer beserta staf Distributor Pupuk di Kabupaten Serdang Bedagai.

5. Diskusi dengan pemillik kios pupuk bersubsidi dan pemilik kios pupuk non-subsidi di Kabupaten Serdang Bedagai.

II. HASIL KAJIAN

2.1. Subsidi Pupuk

Diskusi dengan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

1. Dalam pelaksanaan subsidi pupuk, ada beberapa permasalahan yang dijumpai. Pertama, program bantuan langsung pupuk (BLP) yang dilaksanakan oleh pemerintah mengganggu program subsidi pupuk. Dengan adanya pupuk BLP, dimana pupuk diberikan kepada petani secara gratis, maka dosis pupuk bersubsidi yang biasa digunakan petani berdasarkan pengalaman sebelumnya menjadi berkurang. Kedua, daya beli petani masih rendah, sehingga walaupun semua petani sudah masuk dalam kelompok tani dan kebutuhan pupuknya sudah masuk RDKK, tidak semua petani mampu menebus seluruh jatah pupuknya. Ketiga, pengisian RDKK belum optimal, yaitu belum sesuai dengan mekanisme yang ada, bahkan ada petani yang belum masuk menjaid anggota kelompok tani. Selama ini, pembuatan RDKK dilakukan oleh petugas lapang atau kios tani, yang

Page 127: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

126

mungkin saja tidak mengetahui luas lahan garapan petani secara tepat. Ketiga permasalahan tersebut menyebabkan alokasi pupuk tidak seluruhnya terserap oleh petani.

2. Dalam mensukseskan program subsidi pupuk, Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara merasakan kinerja Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisada (KP3) belum optimal sehingga harus ditingkatkan lagi. Berdasarkan tupoksinya, KP3 melakukan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penyimpanan serta penggunaan pupuk dan pestisida. Namun dalam pelaksanaannya, ada tiga permasalahan yang harus dipecahkan, yaitu yang terkait dengan kelembagaan, pendanaan dan laporan pelaksanaan tugas KP3. Solusi untuk masalah kelembagaan adalah Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara meminta kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memfungsikan kembali lembaga KP3 yang ada di wilayahnya. Tujuannya adalah agar KP3 bisa mengawasi pendistribusian/penyaluran pupuk bersubsidi dari distributor ke kios-kios dan petani (Surat Dinas Nomor 521.4/6600/PLA/IV/2010 tanggal 16 April 2010). Selain itu perlu juga dibuat laporan berkala mengenai kegiatan KP3 setiap bulannya dan dikirim ke KP3 provinsi. Surat kelembagaan ini kemudian dipertegas lagi dengan surat Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (Nomor: 521.4./267.19/PLA.S/I/ 2011 tanggal 27 Januari 2011) bahwa laporan KP3 harus menyampaikan beberapa data mengenai petugas yang masih aktif, dukungan anggaran dari Tugas Pembantuan dan APBD, serta data kelembagaan tingkat kabupaten/kota. Untuk kondisi sekarang hampir semua kabupaten/kota sudah mempunyai KP3, sebagaimana diperlihatkan pada Lampiran 1.

Diskusi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai

1. Luas lahan baku di Kabupaten Serdang Bedagai setiap tahun menurun. Pada tahun 2009 luas baku sawah berpengairan adalah 35.688 ha, turun menjadi 35.393 ha pada tahun 2011. Penurunan luas baku juga terjadi pada lahan tidak berpengairan, yaitu dari 6.293 ha pada tahun 2009 menjadi 5.205 ha pada tahun 2010. Secara keseluruhan, luas baku sawah turun dari 41.981 ha pada tahun 2009 menjadi 40.598 ha pada tahun 2011 atau menurun 1.383 ha (1,38%).

Tabel 1. Luas Baku Lahan Sawah di Kabupaten Serdang Bedagai, 2009-2011 (ha)

Tahun Berpengairan Tidak Berpengairan

Total 1 2 3 4 Jumlah 5 6 7 8 Jumlah

2009 2.998 19.371 4.435 8.884 35.688 5.993 - 280 20 6.293 41.9812010 3.318 19.437 4.345 8.531 35.631 5.306 - 100 20 5.426 41.0572011 3.318 19.190 4.345 8.540 35.393 5.160 - 25 20 5.205 40.598

Keterangan: 1 = irigasi teknis; 2 = irigasi ½ teknis; 3 = irigasi sederhana; 4 = irigasi desa non PU; 5 = tadah hujan; 6 = pasang surut; 7 = lebak; 8 = lainnya  

2. Selama enam tahun terakhir (2006-2011), alokasi pupuk bersubsidi setiap tahunnya tidak mencukupi seluruh kebutuhan pupuk tanaman pangan (Tabel 2). Kekurangan masih mencapai 38% untuk Urea, 78% untuk SP36, 61% untuk ZA dan 57% untuk NPK. Kekurangan pupuk diupayakan untuk ditutup melalui kebijakan realokasi pupuk bersubsidi dari kabupaten-kabupaten lain, tetapi masih juga belum dapat memenuhi kebutuhan. Untuk tahun 2011, realokasi pupuk bersubsidi yang ditetapkan oleh Bupati Serdang Bedagai adalah penambahan Urea 2.000 ton, SP36 1.000 ton, ZA 2.600 ton dan NPK 1.000 ton. Dengan penambahan ini, kekurangan pupuk Urea bersubsidi yang semula 56,3% menjadi 48,9%; untuk SP36 dari 92,3% menjadi 86,4%; untuk ZA dari 83,7% menjadi 59,8%; dan untuk NPK dari 78,6% menjadi 69,4%.

Page 128: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

127

Tabel 2. Kebutuhan dan Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, 2006-2011

Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Urea

Kebutuhan (t) 18,326 18,326 20,613 25,742 27,052 27,052 Realisasi (t) 14,425 13,151 14,223 13,498 14,761 11,817 Kekurangan (%) 21.29 28.24 31.00 47.56 45.43 56.32

SP36 Kebutuhan (t) 8,500 8,500 9,780 15,645 16,845 16,845 Realisasi (t) 1,872 3,298 1,156 4,401 3,876 1,289 Kekurangan (%) 77.98 61.20 88.18 71.87 76.99 92.35

ZA Kebutuhan (t) 8,163 8,163 9,445 10,113 10,893 10,893 Realisasi (t) 2,002 4,284 1,560 7,525 5,543 1,774 Kekurangan (%) 75.47 47.52 83.48 25.59 49.11 83.71

NPK Kebutuhan (t) 6,800 6,800 7,707 10,113 10,893 10,893 Realisasi (t) 208 2,855 1,334 9,911 7,985 2,331 Kekurangan (%) 96.94 58.01 82.69 2.00 26.70 78.60

3. Luas areal sawah di Kabupaten Serdang Bedagai yang mendapatkan pupuk bersubsidi pada tahun 2011 adalah 40.958 ha. Masing-masing anggota kelompok tani mendapatkan pupuk Urea bersubsidi rata-rata 100 kg/ha, sementara anjuran pemakaian pupuk berimbang untuk lokasi ini adalah 200-250kg/ha. Jumlah kelompok tani yang mendapatkan subsidi pupuk adalah 784 kelompok yang tersebar di 17 kecamatan dengan jumlah kios resmi yang mendistribusikannya sebanyak 211 kios. Kelompok tani dan kios paling banyak terdapat di Kecamatan Sei Bamban, yaitu 112 kelompok tani dan 35 kios pengecer (Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah kios resmi, kelompok tani dan areal sawah tahun 2011

No Kecamatan Kios (buah)

Kelompok Tani (klp)

Luas Baku Sawah (ha)

1 Kotarih 2 8 188 2 Dolok Masihul 8 55 2.410 3 Sipispis 2 5 368 4 Dolok Merawan 2 1 15 5 Tebing Tinggi 14 58 2.483 6 Bandar Khalipah 9 64 3.775 7 Tanjung Beringin 21 61 4.394 8 Teluk Mengkudu 26 69 3.166 9 Sei Rampah 19 70 3.144 10 Perbaungan 30 98 5.953 11 Pantai Cermin 22 80 4.013 12 Silinda 4 11 386

Page 129: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

128

13 Bintang Bayu 2 9 406 14 Serba Jadi 4 23 1.194 15 Tebing Syahbandar 5 31 917 16 Sei Bamban 35 112 6.803 17 Pegajahan 6 29 1.472

Jumlah 211 784 41.057

4. Beberapa permasalahan yang masih dijumpai dalam pelaksanaan subsidi pupuk di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut:

a) Secara hukum belum terbukti secara sah, tetapi ada informasi bahwa ada pupuk bersubidi yang dicampur dengan garam yodium dan produk tersebut kemudian diekspor ke Malaysia. Ini menunjukkan bahwa ada rembesan pupuk bersubsidi keluar negeri. Rembesan pupuk bersubsidi ke Malaysia disinyalir banyak terjadi melalui pelabuhan kecil dengan jenis kapal kayu/tongkang seperti …………..

b) Pupuk untuk tanaman pangan digunakan untuk tanaman perkebunan. Rembesan ini rawan terjadi di kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan yang banyak terdapat tanaman perkebunan rakyat. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai, sebanyak 7 kecamatan di antaranya rawan rembesan pupuk bersubsidi, yaitu: Teluk Mengkudu, Sei Rampah, Perbaungan, Pantai Cermin, Pegajahan, Dolok Masihul dan Bintang Bayu.

c) Penyaluran pupuk tahun 2011 terlambat satu bulan, yaitu seharusnya sudah ada pada bulan Maret tetapi baru tersedia pada bulan April. Hal ini merupakan salah satu factor penyebab petani tidak menebus atau mengurangi jumlah penebusan pupuknya.

d) Pendistribusian pupuk bersubsidi oleh distributor di akhir tahun dilaporkan selalu mencapai 100%, tetapi menurut Dinas Pertanian dan Peternakan setempat pendistribusian tersebut tidak pernah mencapai 100%.

e) Khusus pupuk produksi PT. Petrokimia Gresik ditemukan penjualan pupuk bersubsidi secara paket (Urea dan NPK Phonska). Tujuan pemerintah menggunakan sistem paket sebenarnya baik, yaitu agar petani menggunakan pupuk kimia secara lebih berimbang untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas gabah petani, namun hal ini tidak selalu sejalan dengan keinginan petani yang masih Urea minded.

f) Pemilihan kios pengecer pupuk ditentukan oleh kelompok tani dan hal ini sudah berjalan selama 3 tahun terakhir (2009-2011). Menurut informasi, pemilihan kios oleh kelompok tani dengan cara ini adalah berdasarkan rekomendasi anggota DPRD setempat. Namun cara ini sebenarnya bertentangan dengan Permendag yang telah mengatur jalur pendistribusian pupuk bersubsidi mulai dari Produsen pupuk (Lini-I) sampai dengan Kios Pengecer Resmi (Lini-IV). Terjadinya pergeseran ini disebabkan oleh adanya Kios yang tidak disukai oleh petani karena tidak memenuhi kewajibannya secara baik (“nakal”).

g) Harga pupuk melebihi HET yang ditetapkan oleh pemerintah (Permentan). Sebagai contoh, HET Urea adalah Rp 1.600, tetapi Kios menjual ke petani dengan harga sekitar Rp 2.000 sampai Rp 2.500/kg.

h) Permasalahan berdasarkan laporan KP3 antara lain adalah: pembayaran petani tidak selamanya tunai (75% tunai dan 25% yarnen), penyerapan pupuk organik tidak maksimal, dan petani akan ribut kalau pupuk kiia bersubsidi terlambat datang.

Page 130: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

129

Diskusi dengan Unit Reserse dan Kriminal Kabupaten Serdang Bedagai

1. Untuk membuktikan bahwa seseorang terlibat dalam perbuatan yang melanggar hukum dalam penyaluran pupuk bersubsidi sangat sulit, karena harus ada barang/alat bukti yang kuat. Selain itu, terbatasnya dana operasional menyebabkan pihak kepolisian akan bertindak hanya apabila ada laporan dari masyarakat atau secara kebetulan pelakunya tertangkap tangan. Pada tahun 2011, jumlah kasus pupuk bersubidi yang ditangani kepolisian setempat hanya 1 kasus yaitu pergantian karung dari subsidi ke non subsidi dengan barang bukti berupa 300 karung pupuk Urea bersubsidi beserta 300 karung plastik kosong merek PUSRI dan 3 buah truk pengangkut pupuk tersebut (dari laporan pihak penyidik Polres Kabupaten Serdang Bedagai) 6 . Modus operandinya adalah membeli pupuk bersubsidi di kios resmi yang tidak ditebus oleh petani dan/atau sebagian dari pupuk yang telah ditebus petani dijual dengan harga lebih mahal dari harga tebusnya, dan pupuk tersebut kemudian dikumpulkan dan selanjutnya ditukar karungnya yang bertuliskan Pupuk Bersubsidi dengan karung lain bertuliskan Pupuk Non Subsidi.

2. Permasalahan lain yang pernah terdengar adalah masalah harga pupuk yang melebihi HET, dan pupuk oplosan yaitu pupuk Urea bersubsidi dicampur dengan garam yodium. Untuk penyimpangan ini, pihak kepolisian belum melakukan tindakan hukum terhadap pelakunya.

3. Kedepan, pihak kepolisian menyarankan agar ada peningkatan kerjasama antar instansi terkait, peningkatan pengawasan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi berdasarkan wilayah kerja, tersedianya alat canggih yang mampu mendeteksi adanya pupuk oplosan, dan kerjasama dari perusahaan pupuk untuk menyediakan karyawannya sebagai saksi ahli.

Diskusi dengan Kios UD Asni br Ginting (Kios Resmi Pupuk Bersubsidi)

1. Terjadinya kelangkaan pupuk pada tahun 2008 menyebabkan petani melakukan demonstrasi di gedung DPRD setempat. Dari hasil unjuk rasa tersebut, kemudian pihak DPRD mengambil keputusan bahwa kelompok tani diberi kebebasan untuk menentukan kios mana yang mereka percaya sebagai kios resmi yang menyalurkan pupuk bersubsidi bagi mereka. Untuk menjaga hubungan baik antara kios dan kelompok tani, maka kios harus membuat surat pernyataan yang berisikan antara lain sebagai berikut:

a) Membuat dan menandatangani surat pernyataan sanggup menjadi kios resmi pengecer pupuk Urea bersubsidi dengan masa kontrak satu tahun dan ditandatangani diatas meterai.

b) Menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) antara distributor dan kios pengecer resmi.

c) Segera memasang papan nama dan memasang harga HET yang berlaku sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI nomor : 21/2008 dan 07/2009

d) Hanya menyalurkan pupuk Urea bersubsidi kepada petani/kelompok tani sesuai dengan wilayah kerja yang telah ditentukan

e) Apabila terjadi pelanggaran/penyimpangan dalam penyaluran pupuk Urea bersubsidi maka kios siap bertanggungjawab dan bersedia izin usaha perusahaan/kios sebagai kios pengecer dicabut.

6 Selain itu ditemukan juga barang-barang illegal lainnya seperti: 1 buah mesin jahit, 3 buah STNK, 2 gulungan benang, dan 1 buah bola lampu yang telah tersambung dengan kabel.

Page 131: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

130

2. Apabila kelompok tani tidak menyukai kios tertentu untuk mendistribusikan pupuk urea bersubsidi, maka kelompok tani dapat berpindah ke kios yang lain dengan mekanisme membuat surat pernyataan yang berisikan ketidakpuasan dan tidak terlaksananya pendistribusian. Surat pernyataan itu kemudian diteruskan ke distributor dan distributor akan membuat surat penunjukan kios yang diinginkan kelompok tani dan surat penunjukan itu diketahui oleh penanggungjawab PT Pusri di Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam surat penunjukan itu juga diberi persyaratan bahwa kios tersebut harus membuat surat pernyataan kesediaan menjadi kios resmi sebagai penyalur pupuk urea bersubsidi.

3. Adanya perubahan penunjukan kios yang awal dari distributor ke kelompok tani bagi kios tidak terlalu mempersoalkan, karena selama ini servis yang sebelumnya dilakukan untuk distributor sekarang berganti ke ketua kelompok tani. Perubahan ini menimbulkan akibat negatif antara lain adalah petani dengan mudah berpindah-pindah kios sesuai dengan keinginannya. Akibatnya tak jarang petani yang menunggak pembayaran pupuk bersubsidi. Kondisi ini menyebabkan kios harus meluangkan waktu lebih untuk menagih hutang ke petani tersebut.

4. Kedepannya disarankan pemilihan kios lebih baik ditentukan oleh dinas pertanian, karena dinas lebih mengetahui keberadaan dan kemampuan kios. Kalau bisa administrasi di distributor lebih mudah sehingga pengiriman pupuk bisa lebih cepat, karena sekarang pengiriman pupuk biasanya telat 1 sampai 2 minggu. Siran Sitepu KCD Kec. Perbaungan (081375947813 )

Diskusi dengan UD Kontak Tani, Kios Pengecer Pupuk Non Subsidi Sugeng ( 0852 7066 1873 )

Menurut pemilik kios, lebih aman menjual pupuk non subsidi daripada pupuk subsidi. Hal ini disebabkan kios bisa bebas menentukan jumlah pupuk yang akan dijual dan bebas juga menentukan siapa pembelinya. Selain itu bebas juga dari pertanyaan-pertanyaan atau tekanan dari pihak wartawan, LSM atau aktivis lainnya yang selalu menanyakan tentang pelaksanaan kegiatan pupuk bersubsidi. Sumber pupuk non subsidi adalah pabrik pupuk BUMN, swasta dan importir, bukan kios resmi pupuk bersubsidi dan petani.

Diskusi dengan Distributor Pupuk Bersubsidi CV Tani Mulia

Perusahaan ini sudah berdiri sejak tahun 2005 sebagai penyalur pupuk bersubsidi dan sampai sekarang sudah melayani 54 kios resmi pengecer pupuk bersubsidi. Hubungan antara distributor dengan kios direpresentasikan oleh Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) Pupuk Bersubsidi. SPJB berisikan tentang identitas perusahaan, jenis dan harga pupuk, jumlah pupuk, ketentuan penyaluran, pelaporan dan sangsi-sangsi bagi yang melanggar kesepakatan.

Akhir-akhir ini penunjukan kios pengecer berdasarkan pilihan kelompok tani. Menurut distributor tersebut, cara demikian kurang tepat, karena beberapa kios tidak memiliki keuangan yang kuat. Ada kios yang harus memenuhi kebutuhan 5 kelompok tani, tetapi kios tersebut tidak mempunyai biaya penebusan pupuk. Akibatnya pupuk yang diinginkan petani tidak dapat dipenuhi sesuai dengan waktu pemakaiannya. Untuk itu kedepan disarankan agar pemilihan kios pengecer dikembalikan ke distributor, karena distributor lebih mengetahui kios mana yang layak dari segi pendanaan, sumber daya manusia dan fasilitas pendukung lainnya seperti kendaraan dan gudang penyimpanan.

Pengalaman selama ini distributor menemukan beberapa petani yang nakal, yaitu tidak membayar pupuk sesuai dengan perjanjian. Kios pengecer yang ditunjuk oleh kelompok tani jarang yang menebus pupuk dari distributor secara tunai. Selain itu, ada juga masalah

Page 132: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

131

lainnya yaitu data RDKK tidak valid, yang terlihat dari tidak optimalnya pemakaian pupuk, baik dari segi jumlah serapan maupun peruntukannya. Tidak optimalnya pemakaian pupuk terlihat dari serapan yang rendah, karena masih ada pupuk bersubsidi yang tidak ditebus oleh petani. Sementara itu, dari peruntukannya terlihat dari saat penebusan pupuk, dimana petani sendiri sebenarnya sudah melewati masa pemupukan tanaman padi. Akibatnya, pupuk tersebut bisa digunakan untuk komoditas lainnya seperti jagung, ubi atau rumput gajah.

Saran dari distributor antara lain : pengawasan penyaluran pupuk jangan terlalu ketat, administrasi realokasi pupuk dipermudah, sosialisasi pengisian RDKK lebih ditingkatkan, dan peningkatan pengawasan oleh KP3.

Kontak Person : Sahrianto ( 0812 6542 2050 )

2.2. Subsidi Benih

Subsidi benih yang dijalankan sekarang tidak optimal atau kebijakan setengah hati. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya pengawalan terhadap kebijakan tersebut dengan peraturan-peraturan. Mestinya kebijakan ini tidak sepenuhnya diserahkan ke daerah, tetapi pusat juga harus menyediakan anggaran dalam melaksanakannya. Dalam penyalurannya, jangan semua benih didrop langsung dari pusat tetapi ada juga aturan main yang membolehkan penangkar lokal bisa memenuhi kebutuhan benih untuk petani lokal.

Beberapa kelemahan dalam subsidi benih antara lain adalah keterlambatan datangnya benih. Meskinya untuk musm tanam I benih datang pada bulan Januari, dalam kenyataannya benih datang pada bulan April. Kondisi ini menyebabkan benih yang diterima tidak bisa digunakan petani (sudah lewat). Kualitas benih yang rendah juga merupakan permasalahan lainnya. Hal ini bisa terjadi karena benih didatangkan dari Jawa, sehingga ada resiko waktu dan perjalanan. Benih yang diterima terkadang tidak disukai oleh petani lokal.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, benih merupakan faktor penentu dari produktivitas. Kontribusi benih terhadap produktivitas adalah 30%, pupuk 30-40% dan sisanya 30% adalah ketersedian air dan gangguan hama penyakit. Karena demikian pentingnya masalah benih, kebijakan yang diambil oleh Kepala Dinas Pertanian tersebut adalah menambah kegiatan sosialisasi dan membuat program “Mandiri Benih” yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2012. Untuk mensukseskan kegiatan tersebut telah dilakukan beberapa persiapan antara lain :

a) Menyiapkan gedung untuk laboratorium pengujian mutu benih, pupuk dan pestisida.

b) Mengirim karyawan untuk ikut dalam pelatihan perbenihan selama 2 bulan di Balai Besar Padi Sukamandi (3 Februari 2011)

c) Mengikut-sertakan satu kelompok tani sebagai calon penangkar benih padi pada kegiatan sekolah lapang benih padi terpadu (14 Febuari 2011)

d) Mengikut-sertakan penangkar benih yang belum pernah mengikuti pelatihan di 15 kabupaten dalam kegiatan peningkatan penangkaran bebih padi di UPT. Balai Benih Induk Murni Tanjung Morawa (8 Maret 2011)

e) Mengikut-sertakan penangkar padi di 10 kabupaten/kota dalam kegiatan pelatihan penangkar benih tanaman pangan, program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan. (28 Maret 2011).

Page 133: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

132

f) Mengikuti kegiatan pemberdayaan dan pengembangan SDM di Balai Benih Induk Murni Tanjung Morawa (31 Maret 2011)

g) Mengirim satu orang staf untuk menghadiri seminar hybrid rice di China (8 Juli 2011)

Staf yang menangani benih : Sabar Sinaga (0811 640 212)

Lampiran 1. Kabupaten dan Kota yang Telah Membentuk KP3

No Kabupaten/kota Keputusan Nomor Tanggal 1 Provinsi Sumatera Utara Gubernur 188.44/545/KPTS/2010 16-9-2010 2 Padang Lawas Bupati 521.33/62.KPTS/2010 17-2-2010 3 Padang Lawas Utara Bupati 521/123/K/2011 19-4-2011 4 Tapanuli Selatan Bupati 520/112/K/2006 22-5-2006 5 Tapanuli Utara Bupati 196 TAHUN 2010 9-6-2010 6 Tapanuli Tengah Bupati 111/DISTANAK/2010 12-3-2010 7 Batubara Bupati 63/DISTAN/2011 25-3-2011 8 Binjai Walikota 521.33-133/K/2011 25-4-2011 9 Tebing Tinggi Walikota 521.3/404 TAHUN 2011 13-5-201110 Labuhan Batu Bupati 521/1328/EKON/2005 19-12-200511 Nias Selatan Bupati 520/104/K/2009 28-4-2009 12 Mandailing Natal Bupati 521/011/SK/2009 5-1-2009 13 Dairi Bupati 418 TAHUN 2002 26-7-2002 14 Gunung Sitoli Walikota 520/81/K/2011 21-4-2011 15 Langkat Bupati 511.1-37/K/2009 13-7-2009 16 Humbang Hasundutan Bupati 32 TAHUN 2005 28-4-2005 17 Samosir Bupati 141 TAHUN 2011 13-6-2011 18 Karo Bupati 521.33/08/EK/2011 12-1-2011 19 Medan Walikota 521/363 K 29-3-2010 20 Deli Serdang Bupati 1.604 TAHUN 2008 4-10-2008 21 Tanjung Balai Walikota 500/140/K/2011 13-6-2011 22 Pematang Siantar Walikota 521.33-1194/WK/2009 6-7-2009 23 Simalungun Bupati 188.45/2140/ADKOMSDA/2011 20-4-2011 24 Pakpak Barat Bupati 90 TAHUN 2011 23-3-2011 25 Toba Samosir Bupati 102 TAHUN 2011 27-4-2011 26 Padang Sidempuan Walikota 48/KPTS/2010 2-3-2010 27 Labuhan Batu Selatan Bupati 67 TAHUN 2011 4-3-2011 28 Serdang Bedagai Bupati 32/500/TAHUN 2011 17-1-2011 29 Karo Bupati 521.33/08/EK/2011 12-1-2011 30 Asahan Bupati 298-TANI/2011 25-8-2011 31 Nias Barat Bupati 521.33/075/K/2011 20-5-2011 32 Nias Utara Bupati 521/91/K/2011 23-6-2011 33 Nias Bupati 521.33/123/K/2011 19-5-2011

Staf yang menangani pupuk : Anita Juli Friska (0812 8104 377)

Page 134: Laporan Kebijakan Subsidi Pertanian -   · PDF fileHarga Pokok Penjualan pupuk. 18. Jenis pupuk yang disubsidi terdiri dari Urea, SP36, ZA, NPK dan organik karena jenis

133