pengaruh gaya pengasuhan, pola komunikasi … · untuk dikonsumsi sebagai hasil dari proses...
Post on 06-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH GAYA PENGASUHAN, POLA KOMUNIKASI
KELUARGA, MEDIA DAN TEMAN TERHADAP PEMILIHAN
MAKANAN PADA MAHASISWA PPKU IPB
LARAS AULIA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Gaya
Pengasuhan, Pola Komunikasi Keluarga, Media dan Teman terhadap Pemilihan
Makanan pada Mahasiswa PPKU IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Laras Aulia
NIM I24120068
_______________________
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
LARAS AULIA. Pengaruh Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi Keluarga, Media
dan Teman terhadap Pemilihan Makanan pada Mahasiswa PPKU IPB. Dibimbing
oleh LILIK NOOR YULIATI.
Pemilihan makanan adalah proses dalam memilih makanan khususnya sayur
untuk dikonsumsi sebagai hasil dari proses adaptasi dengan lingkungan fisik dan
sosial dengan mempertimbangkan alasan kesehatan, suasana hati, kemudahan,
sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga, pengendalian berat badan,
familiaritas, dan masalah etika. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh sosialisasi melalui gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media
dan teman terhadap pemilihan makanan. Metode dalam penelitian ini
menggunakan survei mengenai persepsi remaja terhadap sosialisasi orang tua di
masa lalu. Data dikumpulkan secara self administered yaitu kuesioner diisi sendiri
oleh responden yang melibatkan 288 mahasiswa PPKU IPB yang dipilih dengan
teknik cluster random sampling. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif,
uji beda independent sample t-tes, uji korelasi, dan uji regresi linear berganda.
Hasil uji korelasi menerangkan bahwa jenis kelamin, asal daerah, uang saku, dan
usia ibu memiliki hubungan dengan alasan pemilihan makan sayur. Hasil uji
regresi linear berganda menunjukan bahwa pemilihan makanan khususnya sayur
pada mahasiswa dipengaruhi oleh gaya pengasuhan otoritatif dan media. Selain
itu, variabel lain yang mempengaruhi pemilihan makanan adalah jenis kelamin.
Mahasiswa laki-laki cenderung memilih makan sayur dibandingkan mahasiswa
perempuan karena alasan harga murah dan terjangkau. Hasil uji regresi ini
menjelaskan sebesar 26.4 persen variabel-variabel penelitian berpengaruh
terhadap pemilihan makanan.
Kata kunci: gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, sosialisasi, pemilihan
makanan.
ABSTRACT
LARAS AULIA. The Influence of Parenting Style, Family Communication
Pattern, Media and Friends toward Food Choice on Students of PPKU IPB.
Supervised by LILIK NOOR YULIATI.
Food choice is a process in choosing foods especially vegetables for
consumption as a result of the process of adaptation to the physics and social
environment that is influenced by reasons of health, mood, convenience, sensory
appeal, natural content, price, weight control, familiarity, and ethical concern.
This study aimed to analyze the influence of socialization through parenting style,
family communication pattern, media and friends on college student’s food choice
specifically vegetables. Method of this study was using survey on the perceptions
of adolescents towards the socialization of parents in the past. Data were collected
by self-administered questionnaires filled in by the respondents of 288 PPKU IPB
students selected by cluster random sampling technique. The data analyze used
descriptive, different test independent sample t-tes, correlation test, and multiple
linear regression test. The results of this study showed that gender, regional
origin, allowance, and mother’s age have a relationship to the reason for
vegetables food choice. Multiple linear regression test showed that authoritative
parenting style and media have a significant effect on vegetables food choice. In
addition, other variables that influence the food choice is the difference between
the sexes. Male students tend to choose to eat vegetables more than female
students because of cheap and affordable prices. The explanatory of the factor was
26.4 percent these were statistically significant.
Key words: parenting style, family communication pattern, socialization, food
choice
PENGARUH GAYA PENGASUHAN, POLA KOMUNIKASI
KELUARGA, MEDIA DAN TEMAN TERHADAP PEMILIHAN
MAKANAN PADA MAHASISWA PPKU IPB
LARAS AULIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi: Pengaruh Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi Keluarga, Media
dan Teman terhadap Pemilihan Makanan pada Mahasiswa PPKU
IPB
Nama : Laras Aulia
NRP : I24120068
Disetujui oleh
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.FSA
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya
Pengasuhan, Pola Komunikasi Keluarga, Media dan Teman terhadap Pemilihan
Makanan pada Mahasiswa PPKU IPB”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana sains di Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan
kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Lilik Noor Yuliati, M.FSA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan
saran selama penulisan skripsi.
2. Ir. M. D. Djamaludin, M.Sc dan Alfiasari Sp, M.Si selaku dosen penguji
yang telah bersedia menguji dan memberikan saran kepada penulis untuk
menyempurnakan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen yang telah memberikan arahan dan
masukan mengenai instrumen gaya pengasuhan.
4. Dr. Megawati Simanjuntak S.P., M.Si selaku dosen pemandu seminar, serta
saudari Sukwanti Triani Karsad dan Hasyyati Khairi selaku pembahas
seminar atas saran dan masukan yang diberikan.
5. Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, M.S selaku Direktur PPKU IPB yang telah
memberikan izin dalam melakukan penelitian ini.
6. Aidha Syah, Hilda Fauziah, Mutiara Purnamawati dan Tri Diana Rochima
sebagai teman satu penelitian. Terima kasih atas kerjasama dan dukungan
yang diberikan selama menyusun skripsi.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan
dan keterbatasan. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang terkait bagi peneliti maupun
pembaca.
Bogor, Agustus 2016
Laras Aulia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
Pemilihan Makanan 5
Sosialisasi Konsumen 6
Hubungan Karakteristik Responden dengan Gaya Pengasuhan 8
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Gaya Pengasuhan 8
Hubungan Karakteristik Responden dengan Pola Komunikasi
Keluarga 9
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Komunikasi
Keluarga 9
Hubungan Gaya Pengasuhan dengan Pemilihan Makanan 9
Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Pemilihan Makanan 9
Hubungan Media dan Teman dengan Pemilihan Makanan 10
KERANGKA PEMIKIRAN 10
METODE PENELITIAN 11
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 11
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 12
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 12
Pengolahan dan Analisis Data 13
Definisi Operasional 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Karakteristik Mahasiswa 16
Karakteristik Keluarga 17
Kebiasaan Makan Sayur 17
Gaya Pengasuhan 18
Pola Komunikasi Keluarga 19
Media dan Teman 20
Pemilihan Makanan 20
Hubungan Karakteristik Mahasiswa dengan Gaya Pengasuhan 22
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Gaya Pengasuhan 23
Hubungan Karakteristik Mahasiswa dengan Pola Komunikasi
Keluarga 23
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Komunikasi
Keluarga 24
Hubungan Karakteristik Mahasiswa dan Karakteristik Keluarga
dengan Alasan Pemilihan Makanan 25
Hubungan Gaya Pengasuhan dengan Alasan Pemilihan Makanan 25
Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Alasan Pemilihan
Makanan 26
Hubungan Media dan Teman dengan Alasan Pemilihan Makanan 26
Pengaruh Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi Keluarga, Media dan
Teman terhadap Pemilihan Makanan 26
Pembahasan 29
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 39
RIWAYAT HIDUP 47
9
DAFTAR TABEL
1 Variabel, dimensi variabel, definisi operasional, dan referensi 15
2 Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah, frekuensi, dan jenis sayur
yang dikonsumsi sebelum dan setelah masuk IPB 18
3 Sebaran gaya pengasuhan mahasiswa berdasarkan jenis kelamin 19
4 Sebaran pola komunikasi keluarga mahasiswa berdasarkan jenis
kelamin 19
5 Sebaran indeks capaian paparan informasi berdasarkan jenis kelamin 20
6 Sebaran indeks capaian alasan pemilihan makanan berdasarkan jenis
kelamin 21
7 Koefisien korelasi antara karakteristik mahasiswa dan karakteristik
keluarga dengan gaya pengasuhan 23
8 Koefisien korelasi antara karakteristik mahasiswa, karakteristik
keluarga, dan pola komunikasi keluarga 24
9 Hasil analisis regresi berganda antara karakteristik mahasiswa,
karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, pola komunikasi, media
dan teman terhadap pemilihan makan 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji asumsi klasik 41
2 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin 43
3 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah 43
4 Sebaran mahasiswa berdasarkan total uang saku setiap bulan 43
5 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga 43
6 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua 44
7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 44
8 Sebaran mahasiswa berdasarkan status pekerjaan orang tua 44
9 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan keluarga 45
10 Koefisien korelasi antara karakteristik mahasiswa dan karakteristik
keluarga dengan pemilihan makanan 46
11 Koefisien korelasi gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga,
media dan teman dengan pemilihan makanan 46
10
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masa remaja (11-21 tahun) adalah salah satu periode terbesar dalam
pertumbuhan yang ditandai dengan perubahan hormonal dan fisik serta perubahan
besar dalam perkembangan kognitif, peran dan hubungan sosial. Masa remaja
merupakan saat seseorang mulai berinteraksi lebih banyak dengan lingkungan dan
mengalami pembentukan perilaku. Mahasiswa merupakan sekelompok individu
yang termasuk dalam kategori tahap remaja. Tahap ini merupakan tahap pertama
seseorang untuk membuat pilihan makanan sendiri (Perera dan Madhujith 2012).
Perilaku makan pada remaja sangat berkaitan dengan pemilihan makanan (Fradjia
2008). Pemilihan makanan merupakan salah satu komponen penting yang
menentukan kualitas hidup seseorang. Pemilihan makanan dapat dipengaruhi oleh
pengaruh psikologi, sosial, status ekonomi, dan kesehatan individu.
Beberapa penelitian mengenai pemilihan makanan pada remaja yaitu hasil
penelitian Lyte et al. (2000) menyatakan bahwa terdapat perubahan dalam
pemilihan makanan pada masa anak-anak ke remaja seperti penurunan konsumsi
sayur dan buah serta peningkatan konsumsi makanan instan. Hasil penelitian Ree
et al. (2008) menunjukan bahwa sekitar 70 persen remaja melakukan pemilihan
makanan tanpa memperhatikan masalah kesehatan, sebaliknya cenderung
memperhatikan alasan pengendalian berat badan. Menurut Septiani dan Herawati
(2014) remaja Yogyakarta di perkotaan dan pedesaan mengalami obesitas dan
cenderung suka mengonsumsi makanan siap saji. Jenis makanan siap saji yang
sering dikonsumsi remaja pada waktu sore hari adalah fried chicken, pizza,
spaghetti, dan burger (Hadi 2005).
Hasil penelitian Suyatno (2009) menyatakan bahwa pada masa remaja
terjadi perubahan gaya hidup, perilaku, dan kebiasaan makan. Perubahan tersebut
dapat menyebabkan para remaja rentan terhadap konsumsi makanan yang tidak
sehat. Perilaku mengonsumsi makanan tidak sehat dapat diubah dengan pengaruh
lingkungan keluarga yang mendukung (Kelly et al. 2007). Robert dan Williams
(2000) mengungkapkan bahwa kebiasaan makan dan pilihan makanan di kalangan
remaja lebih kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti fisik, sosial,
lingkungan budaya, pengaruh lingkungan sekitar (keluarga, teman, dan media)
serta faktor psikososial.
Tahap remaja merupakan tahapan seseorang mencari jati diri dan salah
satunya pada pemilihan makanan yang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan di rumah
dan lingkungan sekolah (Greenwood dan Richardson 1979). Orang tua dan teman
merupakan peran sosial yang penting dalam perilaku makan remaja. Orang tua
memiliki peran yang kuat terhadap pemilihan makan remaja selama berada di
lingkungan rumah dengan ketersediaan makanan di rumah (Kremes 2003).
Keluarga merupakan salah satu kelompok sosial yang sangat mempengaruhi
perilaku konsumen. Pemilihan makanan merupakan hasil dari proses adaptasi
seseorang dengan lingkungannya. Keluarga memiliki peran utama dalam proses
sosialisasi konsumen yang muncul sebagai badan utama yang mampu
mengajarkan nilai-nilai dan model konsumsi untuk anak. Beberapa penelitian
menunjukan keterkaitan antara orang tua terhadap berat badan anak. Menurut
2
Raiha et al. (2006) orang tua memiliki pengaruh positif dalam pembentukan pola
makan anak. Keterlibatan orang tua merupakan komponen penting dalam
pengendalian berat badan anak (Epstein et al. 1994). Selain proses sosialisasi, di
dalam keluarga juga berlangsung proses pembentukan kepribadian dan proses
pengasuhan.
Baumrind (1972) mengategorikan gaya pengasuhan menjadi tiga yaitu gaya
pengasuhan otoriter, permisif, dan otoritatif. Pengategorian ini berdasarkan
tingkat kehangatan dan kontrol kedisiplinan yang dipraktekan oleh orang tua.
Gaya pengasuhan bertujuan untuk menggambarkan perbedaan cara orang tua
dalam bersosialisasi dengan anak. Gaya pengasuhan bisa berupa dukungan penuh
ataupun tidak mendukung, serta gaya pengasuhan akan memberikan dampak pada
perkembangan kompetensi, pencapaian, dan perkembangan sosial anak. Orang tua
dengan gaya pengasuhan otoriter yaitu orang tua yang memberikan batasan dan
pemberian aturan yang ketat, ketaatan yang bersifat tidak membantah dan
peraturan yang kaku. Orang tua dengan gaya pengasuhan otoriter memandang
disiplin sebagai cara yang harus ditegakkan dalam seluruh aspek hubungan anak
dengan dunia luar (Hastuti 2008).
Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif adalah orang tua yang kurang
memberikan aturan atau batasan, membiarkan anak, dan kurang memberikan
pengarahan serta kehangatan pada anak. Orang tua dengan gaya pengasuhan
otoritatif adalah orang tua yang memberikan batasan, aturan dan memiliki otoritas
tinggi namun juga memberikan kehangatan, kasih sayang, toleran, memberikan
penjelasan dan keterangan pada anak, serta empati kepada anak.
Beberapa penelitian menggunakan tipe gaya pengasuhan untuk mendeteksi
dampak pengasuhan terhadap perilaku makan anak. Menurut Kremes et al.
(2003), gaya pengasuhan otoritatif cenderung berdampak pada anak yang
mengonsumsi buah lebih banyak dibandingkan dengan gaya pengasuhan lainnya.
Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan permisif cenderung membiarkan
anak makan apa yang mereka inginkan (Nicklas et al. 2001). Sedangkan orang tua
otoriter cenderung mengontrol asupan makan anak dan praktik makan anak.
Komunikasi dalam keluarga berperan sangat penting sebagai alat untuk
mentransfer nilai-nilai yang dianut dalam keluarga. Komunikasi berjalan secara
bergantian dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua. McLeod dan
Chaffe (1972) membagi dua kategori pola komunikasi dalam keluarga yaitu
conversation orientation dan conformity orientation. Pola komunikasi
conversation orientation dicirikan setiap anggota keluarga saling terbuka dalam
mengemukakan pendapat, ide, pengalaman, serta perasaan dalam keluarga. Pola
conformity orientation dicirikan dengan kepatuhan anak terhadap orang tua dan
pengambilan keputusan berada pada orang tua. Hasil penelitian John (1999)
menemukan bahwa komunikasi orang tua dan anak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap sosialisasi anak sebagai konsumen. Orang tua yang memenuhi
keinginan anak akan mendorong anak untuk perhatian terhadap iklan, sedangkan
orang tua yang mendiskusikan permintaan anak akan mendorong anak untuk
mengembangkan keterampilan dalam memilih dan menginterpretasi informasi
mengenai produk (Ward et al. 1990).
Selain pengaruh orang tua, teman dan media juga berperan dalam pemilihan
makan remaja. Hal ini dikarenakan remaja cenderung beraktifitas di luar rumah
dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman. Teman merupakan sumber
3
referensi bagi individu dalam proses pengambilan keputusan termasuk dalam
memilih makanan, sedangkan media merupakan sumber informasi bagi konsumen
dalam membandingkan produk dan membantu mempercepat proses pengambilan
keputusan.
Latar belakang ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh sosialisasi orang tua, teman, dan media terhadap pemilihan
makanan khususnya sayur pada mahasiswa.
Rumusan Masalah
Konsumsi menjadi salah satu identitas dan cara bersosialisasi dikalangan
anak muda pada saat ini. Praktik konsumsi memungkinkan seseorang beradaptasi
dengan budaya dan lingkungan tempat tinggal. Pemilihan makanan yang
dikonsumsi tidak hanya didasari oleh kriteria yang terkait dengan makanan, tetapi
juga dipengaruhi oleh sosial. Pada saat ini, padatnya aktivitas dan kesibukan
menyebabkan perubahan pola makan seseorang menjadi cenderung mengonsumsi
makanan siap saji dan makanan yang tidak menyehatkan.
Mahasiswa merupakan kelompok yang cukup tinggi terpapar kebiasaan
makan yang tidak sehat (Huang et al. 2003). Mahasiswa berada pada tahap remaja
dan dewasa akhir yaitu masa seseorang membuat pilihan makanan sendiri (Perera
dan Mudhujith 2012). Mahasiswa memiliki karakteristik dan berasal dari berbagai
daerah sehingga memiliki perilaku serta kebiasaan yang berbeda. Mahasiswa
tingkat pertama berada pada tahap adaptasi untuk mengadopsi perilaku makan
sehat ataupun tidak sehat (Sareen et al. 2012).
Makanan sehat adalah jenis makanan yang seimbang sehingga dapat
memenuhi seluruh kebutuhan gizi bagi tubuh dan mampu dirasakan secara fisik
dan mental. Perilaku makan sehat merupakan perilaku mengonsumsi berbagai
jenis kelompok makanan, salah satunya sayur. Sayur merupakan menu yang
hampir selalu terdapat dalam hidangan sehari-hari keluarga Indonesia, baik sayur
dalam bentuk mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam
bentuk masakan. Konsumsi sayur secara teratur dapat bermanfaat untuk
melindungi tubuh dari berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan kanker (British Dietetic Association 2011).
Data BKPD Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 menunjukan bahwa
Indonesia berada pada tingkat konsumsi sayur di bawah standar FAO untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Standar konsumsi sayur di Indonesia
minimal 200 gr/orang/hari, sedangkan anjuran konsumsi sayur menurut WHO
setiap orang mengonsumsi buah dan sayur sebanyak 400 gr/hari setara dengan 2-4
porsi buah dan 3-5 porsi sayur. Namun, konsumsi buah dan sayur masyarakat
Indonesia berkisar 2.5 porsi per hari. Menurut hasil Riskesdes 2007 (Depkes RI
2008) sebanyak 93.8 persen remaja usia 15-24 tahun kurang mengonsumsi sayur.
Hasil tersebut menunjukan bahwa mayoritas remaja kurang mengonsumsi sayur
yang dibutuhkan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pola perilaku mengonsumsi makanan tidak sehat dapat diubah dengan
pengaruh lingkungan keluarga yang mendukung (Kelly et al. 2007). Pemilihan
makanan dapat dipengaruhi melalui sosialisasi. Agen sosialisasi diantaranya orang
tua, teman, dan media. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam
sosialisasi makanan (Benton 2004) dan memberikan pengalaman pertama
4
mengenai makanan pada anak (Scaglioni et al. 2008). Orang tua menurunkan
perilaku makan kepada anak melalui beberapa cara yaitu gaya pengasuhan dan
komunikasi dalam keluarga. Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan
otoritatif dan pola komunikasi conversation orientation cenderung menghasilkan
anak yang mengonsumsi makanan sehat (Daniloski 2012).
Media massa memiliki pengaruh untuk mengembangkan motivasi sosial dan
keinginan mengonsumsi suatu produk dan preferensi suatu merek. Anak yang
banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi cenderung akan
mengonsumsi makanan yang tidak sehat karena iklan yang ditampilkan mayoritas
mengenai makanan yang tidak sesuai dengan pola makan sehat atau junk food.
Menurut penelitian Moschis dan Churchill (1978) dalam Tarabashkina (2013),
remaja yang menghabiskan waktu menonton TV cenderung memperlihatkan
motivasi sosial yang tinggi terhadap konsumsi, menggambarkan pengetahuan
tentang produk, dan simbol sosial. Teman memberikan preferensi mengenai suatu
produk makanan dan seseorang yang menghabiskan waktu bersama teman akan
cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana kebiasaan makan sayur pada mahasiswa sebelum dan setelah
masuk IPB berdasarkan jenis kelamin ?
2. Bagaimana karakteristik mahasiswa, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan,
pola komunikasi keluarga, media dan teman, serta pemilihan makanan
khususnya sayur ?
3. Bagaimana hubungan gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan
teman terhadap alasan mahasiswa dalam pemilihan makanan khususnya sayur
?
4. Bagaimana pengaruh gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan
teman terhadap pemilihan makanan khususnya sayur ?
Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
sosialisasi melalui gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan teman
terhadap pemilihan makanan khususnya sayur pada mahasiswa.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui kebiasaan makan sayur pada mahasiswa sebelum dan setelah
masuk IPB berdasarkan jenis kelamin.
2. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa, karakteristik keluarga, gaya
pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan teman, serta pemilihan
makanan khususnya sayur.
3. Menganalisis hubungan gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media
dan teman dengan alasan mahasiswa dalam pemilihan makanan khususnya
sayur.
4. Menganalisis pengaruh gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media
dan teman terhadap pemilihan makanan khususnya sayur.
5
Manfaat Penelitian
Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan teman dalam
pemilihan makanan khususnya sayur pada mahasiswa.
1. Mahasiswa: menambah wawasan dan pembelajaran mengenai bidang ilmu
yang dipelajari pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, yaitu
mengenai gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan teman
terhadap pemilihan makanan.
2. Orang tua: memberikan informasi mengenai gaya pengasuhan dan pola
komunikasi keluarga yang baik sehingga dapat mendorong agar mahasiswa
meningkatkan pola konsumsi sayur.
3. Institut Pertanian Bogor: memberikan sumbangan pemikiran di bidang
akademik khususnya di bidang Ilmu Keluarga dan Konsumen.
4. Pemerintah: memberikan gambaran mengenai konsumsi sayur pada
mahasiswa.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemilihan Makanan
Food Standard Agency (FSA) dalam Anggraini (2012) menyatakan bahwa
pemilihan makanan adalah proses dalam memilih makanan untuk dikonsumsi
sebagai hasil dari pengaruh persaingan, penguatan, dan interaksi berbagai faktor.
Menurut Steptoe et al. (1995) alasan dalam pemilihan makanan terdiri dari
kesehatan, suasana hati, kemudahan, sensorik, kandungan alami dalam pangan,
harga, pengendalian berat badan, familiaritas, dan masalah etika.
Shepherd (1985) dalam Roinien (2001) mengembangkan model mencakup
tiga faktor yang berhubungan dengan pemilihan makanan yaitu (1) makanan,
terkait dengan sifat fisik dan kandungan gizinya, (2) individu, berkaitan
pengalaman sebelumnya dengan makanan yang melibatkan nilai-nilai dan
kebiasaan, dan (3) lingkungan sosial-ekonomi, berkaitan dengan sikap terhadap
makanan. Individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan,
keterampilan memasak, status kesehatan), makanan (rasa, warna, tekstur, harga,
tipe makanan, bentuk makanan, bumbu, kombinasi makanan), dan lingkungan
(musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, keluarga, tingkat sosial
masyarakat) merupakan tiga faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan (Sommer et al. 2012)
adalah faktor biologi, psikologi, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan. Faktor
biologi merupakan faktor yang signifikan terhadap proses seleksi makanan. Selain
perspektif biologi, terdapat beberapa faktor lain seperti kebutuhan energi dan
preferensi terhadap rasa. Faktor psikologi terdiri dari emosi, motivasi dan sikap
merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilihan makan (Gedrich 2003).
Faktor sosial budaya merupakan pengaruh yang kuat dalam perilaku pemilihan
makan. Latar belakang budaya merupakan indikator yang baik untuk preferensi
makanan. Model sosial memiliki peran yang penting seperti keluarga, teman, dan
media. Faktor ekonomi dan lingkungan terdiri dari harga makanan, pendapatan,
6
pengetahuan, dan waktu. Salah satu pengembangan model pemilihan makanan
menurut Ogden (2010) adalah pembelajaran sosial yang mengeksplorasi
pemilihan makanan berdasarkan peran teman sebaya, orangtua, dan media.
Orang tua memiliki peran yang kuat terhadap pemilihan makanan remaja
selama berada di lingkungan rumah dengan sumber daya makanan yang tersedia
dirumah, biasanya menu makanan ditentukan oleh orang tua (Kremers et al.
2003). Selain itu, faktor ekonomi juga memiliki pengaruh penting terhadap
pemilihan makanan. Menurut Berg dan Bergstrom (1995) keluarga yang
mempunyai pendapatan tinggi akan mempengaruhi pemilihan makanan remaja
dalam aspek ekonomi. Uang saku yang tinggi akan mengakibatkan remaja sering
jajan diluar rumah untuk mengikuti makanan yang sedang trend. Faktor lain yang
memiliki pengaruh penting terhadap pemilihan makanan adalah persepsi individu
yang didasari oleh tingkat pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki konsumen
dapat meningkatkan kemampuan untuk mengerti suatu pesan dan membantu
mengamati logika yang salah sehingga dapat terhindar dari penafsiran yang tidak
benar (Engel 1995).
Pengetahuan merupakan salah satu pertimbangan seseorang dalam memilih
dan mengonsumsi makanan sebagai hasil dari proses sosialisasi dari agen
sosialisasi. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin
memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Pengetahuan
yang baik tentang makanan akan berpengaruh pada pemilihan makanan yang
sesuai dengan kebutuhan untuk kesehatan (Parmenter dan Wardle 1999). Tingkat
pengetahuan yang kurang akan berakibat remaja memilih pola makan yang kurang
tepat karena pada masa remaja rentan sekali terpengaruh oleh lingkungan sekitar.
Sosialisasi Konsumen
Sosialisasi adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan, keahlian, dan
hubungan sosial agar mampu berpartisipasi sebagai anggota masyarakat
(Sumarwan 2011). Sosialisasi konsumen menurut Ward (1974) adalah proses
ketika orang muda memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
relevan dengan fungsi mereka sebagai konsumen di pasar. Menurut Hawkins et al.
(2002) sosialisasi konsumen adalah proses orang muda (dari lahir hingga 18
tahun) belajar untuk menjadi konsumen. Sosialisasi konsumen menghasilkan
pengetahuan tentang barang dan jasa serta pengetahuan konsumsi dan pencarian
informasi serta keterampilan untuk menawar barang dan jasa. Menurut Mowen
dan Minor (1998) sosialisasi konsumen terdiri dari tiga unsur utama yaitu faktor
latar belakang, yang melakukan sosialisasi, dan proses belajar. Sumarwan (2011)
menyatakan bahwa faktor latar belakang terdiri dari karakteristik konsumen
seperti status sosial ekonomi, jenis kelamin, usia, kelas sosial, dan agama. Faktor
yang melakukan sosialisasi adalah seseorang yang secara langsung berhubungan
dengan konsumen dan memiliki pengaruh terhadap konsumen, seperti orang tua,
saudara, teman, guru, dan media massa. Selanjutnya, faktor yang melakukan
sosialisasi tersebut akan mempengaruhi proses belajar konsumen melalui proses
belajar modeling, penguatan, dan kognitif.
Proses sosialisasi anak menjadi konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya umur yang merupakan indikator penting dalam perkembangan fisik
dan kognitif anak. Menurut Hawkins et al. (2002) sosialisasi konsumen
7
dipengaruhi oleh perkembangan kognitif mengenai tahapan berpikir anak sebagai
interaksi antara kematangan diri secara biologis dan pengalaman dengan
lingkungan. Terdapat tiga tahapan sosialisasi konsumen berdasarkan
perkembangan usia anak yang dikemukakan oleh John (1999) yaitu:
1. Tahap Persepsi
Tahap ini terjadi pada usia 3-7 tahun yang menunjukan anak belum
mengetahui tentang merek atau suatu tempat yang umumnya ditandai dengan
hal-hal yang mudah diamati secara langsung. Namun, belum sampai pada
tahap mengerti untuk mengorganisasikan informasi tersebut.
2. Tahap Analisis
Tahap ini terjadi pada usia 7-11 tahun ditandai adanya perubahan besar baik
secara kognitif maupun sosial. Pada tahap ini anak memiliki perkembangan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengolah dan memahami informasi.
Misalnya dalam hal atribut anak dapat memahami rasa manis yang
merupakan atribut menarik pada produk permen, serta dapat bernegosiasi
untuk barang-barang yang diinginkan.
3. Tahap Reflektif
Tahap ini terjadi pada usia 11-16 tahun yang ditandai dengan pengetahuan
yang lebih kompleks mengenai konsep pasar seperti merek dan harga. Usia
remaja mencerminkan cara berpikir dan penalaran yang berfokus pada makna
sosial dengan lebih memperhatikan aspek-aspek untuk menjadi seorang
konsumen seperti mengonsumsi dan memilih merek, serta membuat
keputusan tergantung pada situasi.
Proses sosialisasi konsumen berlangsung ketika anak dan orang dewasa
berinteraksi dengan agen sosialisasi (Hota dan McGuiggan 2005). Keluarga
terutama orang tua merupakan salah satu faktor yang berperan dalam proses
sosialisasi. Keluarga memiliki fungsi utama untuk mengembangkan kualitas
sumber daya manusia bagi semua anggotanya, termasuk fungsi untuk menjadikan
anak sebagai seorang konsumen (Sumarwan 2011). Agen sosialisasi konsumen
seperti orang tua, teman, dan media massa merupakan pengaruh eksternal bagi
anak dan remaja untuk belajar menjadi konsumen (John 1999). Orang tua adalah
agen sosialisasi yang penting untuk membantu remaja dalam membuat pilihan di
masa yang akan datang (Steinberg 2001 dalam Daniloski 2011). Orang tua
merupakan pengaruh paling utama dan paling efektif dalam menanamkan
kepercayaan dan kebiasaan anak (Hota dan McGuiggan 2005). Anak yang lebih
kecil belajar keterampilan menjadi konsumen melalui proses belajar secara tidak
sengaja, dan ketika mendekati masa remaja anak belajar keterampilan menjadi
konsumen secara sengaja melalui observasi (Ward et al. 1977). Sosialisasi
konsumen mengajarkan anak mengenai harga, pengetahuan tentang produk,
motivasi sosial, nilai ekonomi untuk konsumsi, peran konsumen, dan preferensi di
antara merek dan barang alternatif. Hota dan McGuiggan (2005) menyatakan
bahwa tingkat pengaruh dari sosialisasi konsumen yaitu orangtua, media
(televisi/iklan) dan teman sebaya.
Media massa memiliki pengaruh dalam proses sosialisasi untuk
mengembangkan motivasi sosial dan keinginan mengonsumsi suatu produk dan
preferensi suatu merek. Menurut penelitian Moschis dan Churchill (1978) dalam
Tarabashkina (2013) mengemukakan bahwa nilai konsumen akan mengalami
perubahan pada anak-anak dan remaja melalui program TV dan iklan. Remaja
8
yang menghabiskan waktu menonton TV cenderung memperlihatkan sosial
motivasi yang tinggi terhadap konsumsi, menggambarkan pengetahuan tentang
produk, dan simbol sosial.
Hubungan Karakteristik Responden dengan Gaya Pengasuhan
Pengasuhan adalah proses menumbuhkembangkan dan mendidik anak dari
kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Menurut Berns 1997 dalam
Hastuti (2014), pengasuhan mengacu kepada upaya untuk mensosialisasikan hal-
hal yang berlaku di dalam suatu masyarakat agar anak dapat berperan secara
efektif dalam masyarakat. Gaya pengasuhan adalah bentuk-bentuk yang
diterapkan dalam rangka merawat, memelihara, membimbing dan melatih, dan
memberikan pengaruh pada anak. Gaya pengasuhan dibagi menjadi dua dimensi
(Baumrind 1996 dalam Hastuti 2014) yaitu responsiveness dan demandingnes.
Responsiveness adalah kecenderungan bersikap hangat, menerima, dan keinginan
untuk menerima permintaan dan perasaan anak. Demandingness adalah
kecenderungan untuk menetapkan peraturan secara ketat, kontrol yang kuat agar
anak berlaku matang dan dewasa.
Berdasarkan dua dimensi tersebut gaya pengasuhan dibagi menjadi tiga tipe
yaitu gaya pengasuhan otoritatif, otoriter, dan permissif (Baumrind 1972) yaitu :
1. Gaya pengasuhan otoritatif adalah orang tua yang memberikan batasan aturan
dan memiliki otoritas tinggi, namun juga memberikan kehangatan, kasih
sayang, memberikan penjelasan dan keterangan pada anak, toleran, dan
empati pada anak.
2. Gaya pengasuhan otoriter adalah orang tua yang memberikan batasan dan
pemberian aturan yang ketat, ketaatan yang bersifat tidak membantah, dan
peraturan yang kaku tanpa penjelasan.
3. Gaya pengasuhan permissif adalah orang tua yang kurang memberikan aturan
atau batasan, membiarkan, dan kurang memberikan pengarahan serta
penjelasan pada anak.
Hasil penelitian Elmanora et al. (2012) menyebutkan bahwa perempuan
cenderung diasuh oleh gaya pengasuhan otoritatif dibandingkan laki-laki.
Anak yang lebih kecil cenderung diasuh dengan gaya pengasuhan otoritatif
dibandingkan anak yang berusia lebih dewasa. Pasaribu (2013) menyatakan
bahwa anak yang berasal dari Jawa Barat cenderung diasuh dengan gaya
pengasuhan permisif.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Gaya Pengasuhan
Hasil penelitian Elmanora et al. (2012) menunjukan bahwa tingkat
pendidikan ibu memiliki pengaruh terhadap perbedaan gaya pengasuhan yang
diterapkan. Lama pendidikan ayah dan besar keluarga memiliki hubungan negatif
terhadap gaya pengasuhan otoritatif (Prabandari dan Yuliati 2016). Menurut
Pasaribu (2013) pendapatan keluarga memiliki hubungan terhadap gaya
pengasuhan permissif.
9
Hubungan Karakteristik Responden dengan Pola Komunikasi Keluarga
Komunikasi keluarga adalah interaksi yang terjalin antara orang tua dan
anak yang bersifat dua arah disertai dengan pemahaman terhadap sesuatu hal yang
disampaikan berupa pendapat, pikiran, dan informasi. Menurut McLeod dan
Chafee (1972) terdapat dua pola komunikasi dalam keluarga, yaitu conversation
orientation dan conformity orientation. Koerner dan Fitzpatrick (2002)
menyatakan bahwa conversation orientation adalah suatu pola komunikasi dalam
keluarga ketika anggota keluarga dapat terlibat dalam interaksi atau topik yang
luas, anggota keluarga bebas dan terbuka untuk saling berinteraksi, serta saling
berbagi tentang pendapat, ide, pengalaman, dan perasaan satu sama lain.
Conformity orientation adalah komunikasi dalam keluarga yang ditandai dengan
kepatuhan terhadap orang tua dan pengambilan keputusan berada pada orang tua.
Hasil penelitian Krisnatuti dan Putri (2012) menunjukan bahwa laki-laki dan
perempuan cenderung menerapkan pola komunikasi conversation orientation.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Komunikasi Keluarga
Hasil penelitian Krisnatuti dan Putri (2012) menunjukan bahwa pendidikan
ayah dan pendapatan perkapita dalam keluarga memiliki hubungan positif dengan
pola komunikasi conversation orientation, dan usia ayah memiliki hubungan
negatif dengan pola komunikasi conformity orientation.
Hubungan Gaya Pengasuhan dengan Pemilihan Makanan
Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara gaya
pengasuhan orang tua terhadap sikap remaja dalam pemilihan makanan melalui
praktik pengasuhan (Daniloski 2011). Gaya pengasuhan orang tua memiliki
pengaruh langsung terhadap hasil sosialisasi anak melalui praktik pengasuhan
(Kim et al. 2015). Vereecken et al. (2004) menemukan bahwa pengasuhan orang
tua memiliki dampak tehadap pemilihan makanan pada remaja. Hasil penelitian
Horst et al. (2003) dalam Daniloski (2011) menyatakan bahwa orang tua otoritatif
berhubungan dengan penurunan konsumsi minuman manis pada remaja. Menurut
Darling dan Steinberg (1993) bahwa remaja dengan gaya pengasuhan otoritatif
akan lebih terdorong untuk bertindak sesuai dengan gaya pengasuhan orang tua.
Hal ini dapat terjadi karena orang tua otoritatif memiliki kontrol yang cukup untuk
mendorong anak mematuhi aturan dan memiliki kehangatan yang baik untuk
mendorong anak terbuka terhadap pengaruh orang tua.
Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Pemilihan Makanan
Hasil penelitian John (1999) menyatakan bahwa komunikasi orang tua dan
anak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sosialisasi anak sebagai
konsumen. Orang tua yang memenuhi keinginan anak akan mendorong anak
untuk perhatian terhadap iklan, sedangkan orang tua yang mendiskusikan
permintaan anak akan mendorong anak untuk mengembangkan keterampilan
dalam memilih dan menginterpretasi informasi mengenai produk (Ward et al.
1986).
10
Hubungan Media dan Teman dengan Pemilihan Makanan
Media dan teman yang berada di sekitar konsumen memiliki pengaruh
terhadap konsumen. Media umumnya berisi informasi yang dibutuhkan konsumen
sehingga konsumen dapat membandingkan beberapa produk dan membantu
mempercepat proses pengambilan keputusan. Teman berfungsi sebagai referensi
bagi individu dalam membuat keputusan. Hasil penelitian Hartup (1983) dalam
Santrock (2003) menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya yang memiliki
kesamaan usia memainkan peranan unik pada masyarakat Amerika Serikat, dan
salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk berbagi informasi mengenai dunia di
luar keluarga.
KERANGKA PEMIKIRAN
Anak merupakan salah satu konsumen namun belum dapat mengambil
keputusan sendiri. Keluarga memiliki kewajiban untuk menjadikan anak sebagai
konsumen yang dapat mengambil keputusan. Cara yang dapat dilakukan oleh
orang tua agar dapat menjadikan anak sebagai konsumen yaitu melalui sosialisasi
yang terjadi sejak anak lahir hingga dewasa. Sosialisasi yang dilakukan orang tua
sejak kecil akan berdampak pada perilaku anak di masa yang akan datang,
termasuk perilaku pemilihan makanan khususnya sayur. Agen-agen sosialisasi
yang mempengaruhi proses sosialisasi yaitu orang tua, teman, dan media. Orang
tua menerapkan sosialisasi melalui gaya pengasuhan dan pola komunikasi
keluarga yang terjadi sejak anak dilahirkan.
Keluarga memiliki praktik gaya pengasuhan yang berbeda-beda menurut
dimensinya. Baumrind (1972) membagi gaya pengasuhan menjadi tiga tipe yaitu
gaya pengasuhan otoritatif, otoriter, dan permissif. Gaya pengasuhan orang tua
didasarkan pada karakteristik anak dan karakteristik keluarga. Lama pendidikan
ayah dan besar keluarga memiliki hubungan negatif dengan gaya pengasuhan
otoritatif (Prabandari dan Yuliati 2016). Menurut Pasaribu (2013) pendapatan
keluarga memiliki hubungan dengan gaya pengasuhan permissif.
Menurut Koerner dan Fitzpatrick (2002) gaya komunikasi keluarga
dibedakan menjadi dua dimensi yaitu conversation orientation dan conformity
orientation. Komunikasi dalam keluarga tidak terlepas dari karakteristik anak dan
karakteristik keluarga. Hasil penelitian Krisnatuti dan Putri (2012) menunjukan
bahwa pendidikan ayah dan pendapatan perkapita dalam keluarga memiliki
hubungan positif dengan pola komunikasi conversation orientation, dan usia ayah
memiliki hubungan negatif dengan pola komunikasi conformity orientation.
Kerangka penelitian yang mendasari penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.
H1: terdapat hubungan signifikan antara karakteristik mahasiswa (jenis kelamin,
asal daerah, uang saku) dengan gaya pengasuhan.
H2: terdapat hubungan signifikan antara karakteristik keluarga (besar keluarga,
usia orang tua, pendidikan orang tua, status pekerjaan dan pendapatan
keluarga) dengan gaya pengasuhan.
H3: terdapat hubungan signifikan antara karakteristik mahasiswa (jenis kelamin,
asal daerah, uang saku) dengan pola komunikasi keluarga.
11
H4: terdapat hubungan signifikan antara karakteristik keluarga (besar keluarga,
usia orang tua, pendidikan orang tua, status pekerjaan dan pendapatan
keluarga) dengan pola komunikasi keluarga.
H5: terdapat pengaruh signifikan antara gaya pengasuhan terhadap pemilihan
makanan.
H6: terdapat pengaruh signifikan antara pola komunikasi keluarga terhadap
pemilihan makanan.
H7: terdapat pengaruh signifikan antara paparan informasi media dan teman
terhadap pemilihan makanan.
H1
H2 H3 H4
H1 H2
H5 H6 H7
H3
Gambar 1 Kerangka pemikiran
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian
yang dilakukan pada satu waktu dengan menggunakan metode survey kuantitatif.
Lokasi penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor kampus IPB Dramaga.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena mahasiswa PPKU IPB
merupakan mahasiswa tingkat pertama yang masih dalam tahap beradaptasi
Karakteristik mahasiswa :
Jenis kelamin
Asal daerah
Uang saku
Karakteristik keluarga :
Besar keluarga
Usia orang tua
Pendidikan orang tua
Status pekerjaan orang tua
Pendapatan keluarga
Gaya pengasuhan :
Otoritatif
Otoriter
Permissif
Pola komunikasi keluarga :
Conversation orientation
Conformity orientation
Paparan informasi:
Teman
Media massa
Pemilihan Makanan
(Sayur)
12
dengan lingkungan asrama dan perilaku makan kemungkinan masih dipengaruhi
oleh kebiasaan makan ketika bersama orang tua. Penelitian dilakukan pada bulan
Februari hingga Juli 2016 yang terdiri dari persiapan, pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Pendidikan
Kompetensi Umum (PPKU) IPB Tahun 2015/2016 yang berjumlah 3 573 orang
dan terdiri dari 33 kelas. Selanjutnya dipilih secara cluster random sampling
terpilih tiga kelas yaitu P09, Q03, dan R02. Penelitian ini melibatkan 288
mahasiswa yang memenuhi kriteria diasuh oleh orang tua hingga berusia 16
tahun. Alasan pemilihan responden karena mahasiswa berada pada kategori
remaja akhir dan dewasa awal yaitu berusia 17-21 tahun dan berasal dari berbagai
daerah di Indonesia dengan berbagai latar belakang ekonomi. Oleh karena itu,
mahasiswa PPKU IPB dianggap mewakili remaja dari perguruan tinggi di
Indonesia.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer merupakan data yang diperoleh langsung dari mahasiswa yang meliputi
karakteristik mahasiswa (jenis kelamin, asal daerah, dan uang saku setiap bulan),
karakteristik keluarga (besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga), gaya pengasuhan yang diterapkan
oleh orang tua (otoritatif, otoriter, dan permissif), pola komunikasi dalam keluarga
(conversation orientation dan conformity orientation), paparan informasi melalui
media dan teman, dan pemilihan makanan. Data dikumpulkan dengan cara self
administered menggunakan kuesioner yaitu mahasiswa mengisi sendiri kuesioner
yang telah dibagikan, namun sebelumnya telah diberikan arahan mengenai cara
pengisian yang bertujuan agar mahasiswa memahami makna yang terkandung
dalam kuesioner tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data
sekunder untuk menentukan jumlah mahasiswa. Data sekunder meliputi jumlah
mahasiswa PPKU IPB, jumlah kelas, dan kelompok kelas yang diperoleh dari
Sekretariat PPKU IPB.
Instrumen gaya pengasuhan menggunakan gaya pengasuhan Baumrind
(Otoritatif, Otoriter, dan Permissif) diadopsi dari Robinson et al. (1995).
Instrumen yang digunakan telah dimodifikasi berdasarkan persepsi mahasiswa
terhadap gaya pengasuhan orang tua. Instrumen ini terdiri dari 30 pernyataan
dengan Cronbach’s Alpha 0.701 dengan nilai 0.175-0.688.
Pola komunikasi keluarga menggunakan instrumen Family Communication
Pattern diadopsi dari Chaffe et al. (1972). Instrumen yang digunakan telah
dimodifikasi sesuai dengan topik dalam penelitian ini yaitu mengenai sayur. Pola
komunikasi dibagi menjadi dua dimensi yaitu conversation orientation dan
conformity orientation. Instrumen ini terdiri dari 26 pernyataan dengan nilai
Cronbach’s Alpha 0.660 dengan 0.210 hingga 0.664.
Instrumen media dan teman diadopsi dari Yuliati et al. (2012). Nilai
cronbach alpha instrumen media adalah 0.829 dengan nilai 0.736 hingga 0.808
13
yang terdiri dari lima pernyataan. Nilai Cronbach’s Alpha instrumen teman adalah
0.882 yang terdiri dari lima pernyataan dengan nilai 0.787 hingga 0.868.
Pemilihan makanan menggunakan instrumen Food Choice Questionnaire
diadopsi dari Steptoe et al. (1995) yang terdiri dari 26 pernyataan dengan nilai
Cronbach’s Alpha 0.948 dengan nilai 0.410 hingga 0.742. Instrumen ini terdiri
dari alasan kesehatan, suasana hati, kemudahan, sensorik, kandungan alami dalam
pangan, harga, pengendalian berat badan, familiaritas, dan masalah etika.
Frekuensi makan sayur diukur menggunakan instrumen Food Frequency
Questionnaire dari Eertmans (2006) yang terdiri dari empat pernyataan terbuka
dan tertutup. Variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala
Likert 1 sampai 5 yang menjelaskan bahwa 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju,
3=netral, 4=setuju, dan 5=sangat setuju.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis dengan
menggunakan Microsoft Excel dan Statistic Program for Sosial Science (SPSS).
Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul mencakup penyuntingan data
(editing), pemberian kode (coding), pemberian nilai (scoring), entry data,
cleaning data dan analisis data. Dimensi persepsi gaya pengasuhan diukur melalui
skor indeks tertinggi yang mencerminkan kecenderungan gaya pengasuhan yang
dilakukan orang tua menurut persepsi mahasiswa. Dimensi pola komunikasi
keluarga juga diukur melalui skor indeks tertinggi dari dua pola komunikasi yang
mencerminkan kecenderungan komunikasi dalam keluarga yaitu conversation
orientation dan conformity orientation. Media dan teman diukur melalui rata-rata
indeks skor tertinggi paparan informasi mahasiswa antara laki-laki dan
perempuan. Skor indeks memiliki skala 1 hingga 100 yang didapatkan melalui
rumus berikut:
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan inerensia. Analisis
deskriptif dilakukan untuk menganalisis karakteristik mahasiswa (jenis kelamin,
asal daerah, dan uang saku), karakteristik keluarga (besar keluarga, usia orang tua,
pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan keluarga), gaya
pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua (otoriter, otoritatif, dan permisif), pola
komunikasi keluarga (conversation orientation dan conformity orientation), media
dan teman, dan pemilihan makanan (sayur). Analisis inferensia yang dilakukan
meliputi uji hubungan, uji beda, dan uji regresi linear berganda. Uji hubungan
digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel karakteristik mahasiswa,
karakteristik, gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, serta media dan teman
dengan alasan mahasiswa dalam pemilihan makanan, uji beda digunakan untuk
menganalisis perbedaan antara mahasiswa berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Uji beda yang digunakan adalah independent sample T-test, uji
hubungan yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Uji pengaruh digunakan
untuk melihat pengaruh jenis kelamin, asal daerah, uang saku, besar keluarga, usia
orang tua, pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua,
Indeks=nilai yang diperoleh-nilai minimum
nilai maksimum-nilai minimum ×100
14
gaya pengasuhan, pola komuikasi keluarga, serta media dan teman terhadap
pemilihan makanan mahasiswa.
Sebelum melakukan uji regresi linear berganda ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi yaitu melakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas,
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan uji korelasi. Uji normalitas dapat dilihat
jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogram maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal
atau model regresi memenuhi asumsi normalitas. Uji multikolinearitas dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas yang diteliti.
Variabel dikatakan terdapat multikolinearitas apabila memiliki tolerance value di
atas 0.1 dan Variance Inflation Factors (VIF) di bawah 10. Uji heteroskedastisitas
digunakan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi
dikatakan terjadi heteroskedastisitas apabila memiliki nilai signifikan di bawah
0.05 dan pada grafik scatterplot titik-titik tidak menyebar di atas maupun di
bawah angka nol pada sumbu Y. Pada uji autokorelasi dapat dilihat jika Durbin-
Watson mendekati 2 maka model regresi tidak memiliki autokorelasi. Hasil uji
asumsi klasik dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda digunakan untuk
menganalisis pengaruh variabel independen terhadap pemilihan makanan (sayur)
pada mahasiswa. Terdapat beberapa variabel yang berpotensi multikolinear
sehingga hanya beberapa variabel yang dimasukan ke dalam model regresi. Uji
regresi diformulasikan sebagai berikut :
Keterangan :
Y = Pemilihan makanan
α = Konstanta regresi
β1,β2,.....,β12 = Koefisien regresi
D1 = Jenis kelamin
X2 = Uang saku
X3 = Usia ayah
X4 = Usia ibu
X5 = Pendidikan ibu
X6 = Gaya pengasuhan otoritatif
X7 = Gaya pengasuhan otoriter
X8 = Gaya pengasuhan permissif
X9 = Conversation orientation
X10 = Conformity orientation
X11 = Media
X12 = Teman
ε = Galat
Y = α + β1D1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9D9
+ β10D10 + β11X11 + β12D12 + ε
15
Definisi Operasional
Pemilihan makanan pada penelitian ini dikhususkan pada makanan sayur.
Sayur adalah makanan yang berasal dari tanaman yang dapat dikonsumsi dalam
bentuk mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai bentuk
masakan dengan cara ditumis maupun berkuah. Tabel 1 menunjukan definisi
operasional dan indikator pembentuk variabel yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 1 Variabel, dimensi variabel, definisi operasional, dan referensi
Variabel Dimensi
Variabel Definisi operasional Referensi
Gaya
pengasuhan
Proses menumbuhkembangkan dan
mendidik anak dari kelahiran anak
hingga anak memasuki usia dewasa.
Baumrind
(1997)
Otoritatif Orang tua memberikan batasan aturan
dan memiliki otoritas tinggi namun juga
memberikan kehangatan, kasih sayang,
memberikan penjelasan dan keterangan,
toleran dan empati pada anak.
Otoriter Orang tua memberikan batasan dan
pemberian aturan yang ketat, ketaatan
yang bersifat tidak membantah, dan
peraturan yang kaku tanpa penjelasan.
Permisif
Orang tua kurang memberikan aturan
atau batasan, membiarkan dan kurang
memberikan pengarahan serta
penjelasan pada anak.
Pola
komunikasi
keluarga
Interaksi antara orang tua dan anak yang
disertai dengan pemahaman terhadap
sesuatu yang disampaikan melalui
pendapat, pikiran, dan informasi.
Koerner
dan
Fitzpatrick
(2002)
Conversation
orientation
Keluarga bebas dan terbuka untuk
mengemukakan pendapat, ide, perasaan,
dan pengalaman satu sama lain dan
keputusan keluarga diputuskan secara
bersama-sama.
Conformity
orientation
Anak patuh terhadap orang tua,
pengambilan keputusan ada pada orang
tua.
Media Paparan informasi yang dirasakan
mahasiswa dalam proses pemilihan
makanan yang berasal dari alat atau
sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari sumber
kepada khalayak dengan menggunakan
alat-alat komunikasi mekanis, seperti
surat kabar, radio, dan televisi.
Diadopsi
dari Yuliati
et al.
(2012)
16
Tabel 1 Variabel, dimensi variabel, definisi operasional, dan referensi (Lanjutan)
Variabel Dimensi
Variabel
Definisi operasional Referensi
Teman Paparan informasi yang dirasakan
mahasiswa dalam proses pemilihan
makanan khususnya sayur yang berasal
dari teman sebaya.
Diadopsi
dari Yuliati
et al.
(2012)
Pemilihan
makanan
Cara seseorang mempertimbangkan
memilih makanan khususnya sayur
untuk dikonsumsi yang terdiri dari
sembilan dimensi berupa alasan
kesehatan, suasana hati, kemudahan,
sensorik, kandungan alami dalam
pangan, harga, pengendalian berat
badan, familiaritas, dan masalah etika.
Steptoe et
al. (1995)
Kesehatan Alasan kandungan vitamin, mineral,
menjaga kesehatan, bergizi, baik untuk
pencernaan, dan tinggi serat.
Suasana hati Alasan dapat meredakan stress,
menyadarkan pola hidup sehat, rileks,
bahagia, dan merasa lebih baik.
Kemudahan Alasan mudah disiapkan, dimasak, dapat
dibeli di warung atau kantin sekitar
asrama dan kampus.
Sensorik Alasan aroma enak, terlihat menarik,
tekstur lembut, dan rasa yang enak.
Kandungan
alami dalam
pangan
Alasan kandungan bahan alami dan
tidak mengandung bahan kimia buatan
yang berbahaya.
Harga Alasan murah dan terjangkau.
Pengendalian
berat badan
Alasan rendah kalori, dapat membantu
mengontrol berat badan, dan rendah
lemak.
Familiaritas Alasan tidak asing dan biasa dimakan
dari sejak kecil.
Masalah
etika
Alasan berasal dari petani Indonesia,
memiliki label asal negara, dan kemasan
ramah lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Mahasiswa
Pada penelitian ini, lebih dari setengah mahasiswa (58%) adalah
perempuan dan sebanyak 42 persen adalah laki-laki (Lampiran 2). Hal ini sesuai
dengan proporsi mahasiswa IPB yang memiliki jumlah mahasiswa perempuan
lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki. Jumlah mahasiswa program
pendidikan Sarjana IPB adalah 16 080 mahasiswa, dengan proporsi laki-laki
sebanyak 6 631 mahasiswa dan perempuan sebanyak 9 449 mahasiswa. Institut
17
Pertanian Bogor merupakan salah satu perguruan tinggi dengan mahasiswa yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Namun, sebagian besar mahasiswa
berasal dari Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 44
persen mahasiswa berasal dari Jawa Barat dan sebanyak 66 persen berasal dari
luar Jawa Barat (Lampiran 3). Uang saku bulanan mahasiswa berasal dari orang
tua, beasiswa, dan bekerja. Mayoritas uang saku bulanan mahasiswa berasal dari
orang tua yang sebagian besar bekerja sebagai PNS, swasta, dan wirausaha.
Proporsi terbesar uang saku (56.6%) berada pada kisaran Rp600 000 sampai Rp1
000 000 dengan rata-rata uang saku sebesar Rp1 120 000 per bulan (Lampiran 4).
Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) uang saku antara mahasiswa laki-laki dan
perempuan yaitu perempuan memiliki uang saku lebih besar dibandingkan laki-
laki.
Karakteristik Keluarga
Hasil Pendataan Keluarga tahun 2013 menunjukan bahwa setiap keluarga
memiliki anggota keluarga sekitar tiga hingga empat orang menurut BKKBN
(2014). Namun, lebih dari separuh mahasiswa (52.1%) berada pada kategori
keluarga sedang yaitu jumlah anggota keluarga sebanyak lima hingga tujuh orang
(Lampiran 5). Pemahaman mengenai usia konsumen penting dilakukan karena
perbedaan usia akan menyebabkan seseorang mengonsumsi produk dan jasa yang
berbeda (Sumarwan 2011). Usia dibagi menjadi lima kategori yaitu dewasa awal
(19-24 tahun), dewasa madya (25-35 tahun), separuh baya (36-50 tahun), tua (51-
65 tahun), dan lanjut usia (>65 tahun). Proporsi terbesar usia ayah (56%)
mahasiswa laki-laki berada pada kategori usia tua, sedangkan usia ayah pada
mahasiswa perempuan (53.5%) berada pada kategori separuh baya. Lebih dari tiga
perempat usia ibu mahasiswa (78.4%) berada pada kategori usia separuh baya
dengan rata-rata 46.6 tahun (Lampiran 6).
Tingkat pendidikan orang tua sebanyak 33.7 persen telah menempuh
pendidikan sampai jenjang SMA. Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) tingkat
pendidikan ayah antara mahasiswa laki-laki dan perempuan (Lampiran 7). Status
pekerjaan ayah sebanyak 95.6 persen adalah bekerja dan sebagian besar ayah
mahasiswa bekerja sebagai PNS, swasta, dan wirausaha. Sedangkan lebih dari
setengah (53.2%) ibu mahasiswa berstatus tidak bekerja (Lampiran 8).
Pendapatan orang tua berada pada rentang Rp0 sampai Rp44 000 000 dengan rata-
rata sebesar Rp5 740 000 per bulan. Lebih dari separuh (58%) pendapatan orang
tua berada pada kisaran Rp1 000 000 sampai Rp5 000 000 per bulan (Lampiran
9). Lebih dari tiga perempat (87.15 %) mahasiswa berada pada kategori keluarga
tidak miskin karena berada di atas batas garis kemiskinan yaitu Rp313 328
perkapita per bulan menurut garis kemiskinan BPS (2015).
Kebiasaan Makan Sayur
Kebiasaan makan adalah pola perilaku konsumsi pangan yang terjadi secara
berulang. Tabel 2 menunjukan bahwa terdapat perubahan kebiasaan makan
mahasiswa sebelum dan sesudah masuk IPB. Sebelum masuk IPB mahasiswa
laki-laki (48.8%) cenderung makan sayur dengan porsi setengah mangkok,
sedangkan pada mahasiswa perempuan (46.7%) makan sayur dengan porsi satu
mangkok. Namun setelah masuk IPB, mahasiswa laki-laki (67.8%) dan
18
perempuan (73.1%) terbiasa makan sayur dengan porsi setengah mangkok.
Frekuensi makan sayur pada mahasiswa laki-laki (52.1%) dan perempuan (60.5%)
sebelum masuk IPB adalah lebih dari dua kali setiap hari, namun setelah masuk
IPB pada mahasiswa laki-laki (38.0%) dan perempuan (37.2%) terbiasa makan
sayur sebanyak satu kali setiap hari. Jenis sayur yang dikonsumsi oleh mahasiswa
laki-laki dan perempuan tidak mengalami perubahan antara sebelum dan setelah
masuk IPB. Hal ini dapat dilihat bahwa mahasiswa cenderung terbiasa
mengonsumsi sayur yang ditumis.
Tabel 2 Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah, frekuensi, dan jenis sayur yang
dikonsumsi sebelum dan setelah masuk IPB
Perubahan jumlah dan frekuensi makan sayur pada mahasiswa terjadi
karena kurangnya jenis sayur yang disediakan oleh kantin di sekitar asrama dan
jenis sayur yang tersedia tidak biasa dikonsumsi oleh mahasiswa. Selain itu, rasa
yang tidak sesuai dengan sayur yang dikonsumsi di rumah dapat menjadi
penyebab perubahan kebiasaan makan sayur. Harga yang relatif mahal juga dapat
memicu perubahan kebiasaan makan sehingga mahasiswa cenderung memilih
mengonsumsi makanan lain seperti tahu, tempe, atau telur.
Gaya Pengasuhan
Baumrind (1972) membagi gaya pengasuhan menjadi tiga kategori yaitu
otoritatif, otoriter, dan permissif. Gaya pengasuhan otoriter adalah gaya
pengasuhan yang menekankan pada aturan dan batasan kepada anak. Orang tua
dengan gaya pengasuhan otoriter kemungkinan akan memaksa anak mengonsumsi
sayur tanpa mendiskusikan pendapat anak terhadap makanan. Gaya pengasuhan
permisif adalah pengasuhan yang menerapkan sedikit pembatasan dan cenderung
memberikan kebebasan. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif cenderung
membiarkan anak mengonsumsi makanan yang diinginkan. Gaya pengasuhan
otoritatif adalah pengasuhan yang menggabungkan dua pendekatan, yaitu orang
tua yang memberikan batasan aturan dan memiliki otoritas tinggi, namun juga
merupakan orang tua yang hangat, penuh kasih sayang, memberikan penjelasan
dan keterangan yang sesuai dengan pola pikir anak, toleran, dan empati kepada
Kategori
Sebelum masuk IPB Setelah masuk IPB
Laki-laki
(%)
Perempuan
(%)
Laki-laki
(%)
Perempuan
(%)
Jumlah konsumsi
½ mangkok 48.8 36.5 67.8 73.1
1 mangkok 40.5 46.7 25.6 23.4
≥1 ½ mangkok 10.7 16.8 6.6 3.6
Frekuensi/hari
Jarang/ tidak pernah 9.9 13.8 24.8 38.3
1 kali 38.0 25.7 38.0 40.7
≥ 2 kali 52.1 60.5 37.2 21.0
Jenis sayur
Sayur yang ditumis 56.2 56.3 60.0 55.1
Sayur mentah 9.1 7.2 11.7 9.0
Sayur berkuah 34.7 36.5 28.3 35.9
19
anak. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas (93.8%) gaya pengasuhan
yang diterapkan oleh orang tua mahasiswa laki-laki dan perempuan adalah gaya
pengasuhan otoritatif. Sebanyak 4.8 persen mahasiswa diasuh dengan gaya
pengasuhan otoriter, dan hanya 1.4 persen mahasiswa diasuh dengan gaya
pengasuhan permisif. Tidak terdapat perbedaan signifikan gaya pengasuhan antara
mahasiswa laki-laki dan perempuan (Tabel 3). Hal ini menjelaskan bahwa
mayoritas orang tua mahasiswa menerapkan gaya pengasuhan otoritatif dan tidak
membedakan gaya pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan.
Tabel 3 Sebaran gaya pengasuhan mahasiswa berdasarkan jenis kelamin
Gaya pengasuhan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Otoritatif 111 91.7 159 95.2 270 93.8
Otoriter 8 6.6 6 3.6 14 4.8
Permissif 2 1,7 2 1.2 4 1.4
Total 121 100 167 100 288 100
Uji beda (p- value) 0.589
Pola Komunikasi Keluarga
McLeod dan Chafee (1972) membagi dua pola komunikasi dalam keluarga
yaitu conversation orientation dan conformity orientation. Koerner dan
Fitzpatrick (2002) menyatakan bahwa conversation orientation adalah
komunikasi dalam keluarga yang ditandai dengan setiap anggota keluarga bebas
dan terbuka dalam mengemukakan pendapat dan ide, serta keputusan dalam
keluarga diputuskan secara bersama. Conformity orientation adalah komunikasi
dalam keluarga yang ditandai dengan kepatuhan anak terhadap orang tua dan
pengambilan keputusan berada pada orang tua.
Tabel 4 Sebaran capaian dimensi pola komunikasi dalam keluarga berdasarkan
jenis kelamin
Gaya Komunikasi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Conversation 96 79.33 142 85.03 238 82.64
Conformity 25 20.67 25 14.97 50 17.36
Total 121 100 167 100 288 100
Uji beda (p- value) 0.028* Keterangan : *=signifikan pada level 0.05
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 82.6 persen mahasiswa
laki-laki dan perempuan merupakan tipe pola komunikasi conversation
orientation dan hanya 17.4 persen mahasiswa dengan pola komunikasi conformity
orientation (Tabel 4). Terdapat perbedaan nyata (p<0.05) pola komunikasi
keluarga antara mahasiswa laki-laki dan perempuan.
20
Media dan Teman
Media yang dimaksud berupa media massa, baik cetak maupun elektronik.
Sepuluh pernyataan diberikan kepada mahasiswa untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh media dan teman yang dirasakan mahasiswa dalam pemilihan
makanan khususnya sayur. Tabel 5 menunjukan bahwa mahasiswa laki-laki dan
perempuan cenderung terpapar informasi melalui media dibandingkan oleh teman.
Tidak terdapat perbedaan paparan informasi melalui media dan teman antara laki-
laki dan perempuan (p= 0.619). Iklan makanan memiliki potensi untuk
menyampaikan pengaruh yang kuat dalam konsumsi makanan. Pesan yang
ditampilkan melalui media elektronik maupun cetak sering mempengaruhi
konsumsi makanan. Mahasiswa yang banyak menghabiskan waktu menonton TV
cenderung akan memperlihatkan sosial motivasi yang tinggi terhadap konsumsi,
dan memiliki pengetahuan tentang produk suatu makanan.
Tabel 5 Rataan capaian indeks paparan informasi berdasarkan jenis kelamin
Paparan informasi Rata-rata indeks p-value
Laki-laki Perempuan Total
Media 60.0 ± 15.3 61.0 ± 16.8 60.6 ± 16.2 0.619
Teman 41.1± 16.6 40.8 ± 20.1 41.0± 18.7 0.890
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan paparan
informasi melalui teman antara laki-laki dan perempuan (p=0.890). Artinya laki-
laki dan perempuan memiliki kesamaan paparan informasi melalui teman. Teman
memiliki pengaruh terhadap pemilihan makanan yang berakhir pada konsumsi
makanan. Hal ini terjadi karena mahasiswa menghabiskan sebagian besar
waktunya bersama teman dan makan merupakan bagian penting dalam proses
sosialisasi (Cutler et al. 2011). Makanan merupakan simbol dari penerimaan,
kehangatan, dan pertemanan dalam hubungan sosial. Kurangnya pengaruh teman
dalam pemilihan makan sayur pada mahasiswa bisa terjadi karena karakteristik
mahasiswa yang berusia 17 hingga 21 tahun sudah terbiasa untuk menentukan
makanan sendiri.
Pemilihan Makanan
Alasan dalam pemilihan makanan terdiri dari kesehatan, suasana hati,
kemudahan, sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga, pengendalian berat
badan, familiaritas, dan masalah etika. Tabel 6 menunjukan bahwa terdapat tiga
alasan utama dalam pemilihan makanan khususnya sayur pada mahasiswa yaitu
kesehatan, suasana hati, dan pengendalian berat badan. Pertama, mahasiswa
memilih makan sayur dengan alasan kesehatan karena mengandung vitamin dan
mineral, dapat menjaga kesehatan tubuh, bergizi, baik untuk pencernaan, dan
tinggi serat. Mahasiswa laki-laki dan perempuan mementingkan alasan kesehatan
dengan mempertimbangkan kesadaran terhadap perilaku kesehatan dan
dampaknya di masa yang akan datang. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa
sadar pada status kesehatan yang rendah sehingga berusaha untuk makan secara
sehat dengan mengonsumsi sayur. Seseorang yang mementingkan alasan
kesehatan dalam pemilihan makanan berhubungan dengan kebiasaan makan sehat
21
(Steptoe et al. 1998). Manfaat yang ingin diperoleh dalam mengonsumsi makanan
yang sehat adalah agar dapat menjaga kesehatan, mencegah penyakit, mengontrol
berat badan, dan meningkatkan kualitas hidup.
Kedua, mahasiswa laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan
mementingkan alasan suasana hati dengan pertimbangan dapat menjadikan tubuh
lebih sehat, menyadarkan tentang pola hidup sehat, dapat meredakan stress, dan
membuat tubuh merasa lebih baik. Seseorang cenderung mengalami stress apabila
kelebihan makan dan sebaliknya stress dapat mendorong seseorang untuk
kelebihan makan. Kebiasaan makan yang tidak sehat pada mahasiswa disebabkan
karena perubahan lingkungan sebelum dan setelah masuk IPB yang dapat
menyebabkan makan berlebih sehingga berdampak pada penambahan berat badan
pada tahun pertama. Namun, kebiasaan makan sayur tidak akan berdampak pada
pertambahan berat badan sehingga tidak menimbulkan stress.
Tabel 6 Rataan capaian indeks alasan pemilihan makanan berdasarkan jenis
kelamin
Alasan pemilihan makanan Rata-rata indeks
p-value Laki-laki Perempuan Total
Kesehatan 74.5±17.4 75.4±17.8 75.0±17.6 0.651
Suasana hati 66.6±18.0 66.3±17.8 66.4±17.9 0.871
Kemudahan 56.5±14.0 55.1±15.3 55.7±14.7 0.412
Sensorik 59.7±18.3 58.3±19.6 58.9±19.0 0.546
Kandungan alami dalam pangan 57.6±22.4 56.0±23.5 56.7±23.0 0.573
Harga 62.0±20.1 56.7±20.7 58.9±20.6 0.029*
Pengendalian berat badan 64.5±18.5 67.1±19.1 66.0±18.8 0.252
Familiaritas 64.2±19.6 64.5±20.4 64.4±20.1 0.896
Masalah etika 61.6±17.3 59.0±16.9 60.1±17.1 0.203
Keterangan : *=signifikan pada level 0.05
Ketiga, alasan pengendalian berat badan dengan pertimbangan rendah
kalori, dapat membantu mengontrol berat badan, dan rendah lemak. Laki-laki dan
perempuan memiliki kecenderungan mementingkan alasan pengendalian berat
badan karena memiliki hubungan dengan perhatian terhadap kesehatan dalam
mengonsumsi makanan.
Selain tiga alasan di atas, terdapat beberapa alasan dalam pemilihan
makanan yaitu kemudahan, sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga,
familiaritas, dan masalah etika. Alasan kemudahan meliputi mudah dalam
menyiapkan makanan (sayur), mudah dimasak, dapat dibeli di warung makan
sekitar asrama, dan banyak tersedia di warung makan sekitar kampus. Laki-laki
dan perempuan cukup mementingkan alasan kemudahan karena dapat diperoleh
dengan mudah di warung-warung sekitar kampus dan asrama.
Alasan sensorik dengan mempertimbangkan aroma yang enak, terlihat
menarik, tekstur yang lembut, dan rasa yang enak. Pada mahasiswa lak-laki dan
perempuan alasan ini cukup penting karena makanan yang memiliki aroma enak
dan tampilan menarik akan mendorong seseorang untuk mencoba dan
mengonsumsi makanan khususnya sayur.
Alasan kandungan alami dalam pangan dengan mempertimbangkan
komposisi makanan yang terdiri dari olahan sayur yang mengandung bahan alami
22
dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya, serta tidak mengandung bahan
buatan. Hasil menunjukan bahwa mahasiswa cukup mementingkan alasan ini
dalam pemilihan makanan. Mahasiswa yang memperhatikan kandungan alami
dalam pangan cenderung menerapkan konsumsi makan sehat seperti sayur.
Alasan harga dalam pemilihan makanan terdiri dari pertimbangan murah
dan harga yang terjangkau. Harga sayur di warung makan sekitar kampus dijual
dengan harga Rp2 000 hingga Rp4 000 per porsi setara dengan setengah
mangkok. Harga tersebut dapat dijangkau oleh mahasiswa dengan uang saku rata-
rata Rp1 120 000 setiap bulan. Terdapat perbedaan nyata alasan harga dalam
pemilihan makanan khususnya sayur antara laki-laki dan perempuan (p<0.05).
Laki-laki lebih mementingkan alasan harga dalam memilih makanan dengan
mempertimbangkan harga murah dan terjangkau dibandingkan perempuan.
Alasan familiaritas meliputi makanan yang sering di konsumsi pada waktu
kecil, makanan yang tidak asing bagi mahasiswa, dan biasa dikonsumsi.
Kebiasaan mengonsumsi makanan didorong oleh ketersediaan makanan yang
disiapkan oleh orang tua di rumah. Pada alasan ini, mahasiswa laki-laki dan
perempuan memiliki kecenderungan mementingkan alasan familiaritas dalam
memilih makanan. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa laki-laki dan
perempuan cenderung memilih dan mengonsumsi makanan yang biasa
dikonsumsi sejak kecil.
Alasan etika dalam pemilihan makanan meliputi sayur yang berasal dari
petani Indonesia dan dikemas dengan ramah lingkungan. Laki-laki lebih
mementingkan alasan ini dibandingkan perempuan. Hal ini menunjukan bahwa
laki-laki lebih memahami dan peduli terhadap makanan yang ramah lingkungan
dan berasal dari petani lokal.
Hubungan Karakteristik Mahasiswa dengan Gaya Pengasuhan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan
positif dengan gaya pengasuhan otoritatif (r=0.145; p<0.05) dan memiliki
hubungan negatif gaya pengasuhan otoriter (r=-0.120; p<0.05). Artinya
mahasiswa perempuan cenderung diasuh dengan gaya pengasuhan otoritatif
sebaliknya mahasiswa laki-laki cenderung diasuh dengan gaya pengasuhan
otoriter (Tabel 7). Asal daerah memiliki hubungan positif dengan gaya
pengasuhan permisif (r=0.156; p<0.05). Artinya mahasiswa yang berasal dari
Jawa Barat cenderung diasuh dengan gaya pengasuhan permisif.
Hipotesis pertama (H1) menyebutkan bahwa terdapat hubungan
karakteristik mahasiswa dengan gaya pengasuhan. Hipotesis ini diterima karena
pada penelitian ini terdapat hubungan antara jenis kelamin dan asal daerah dengan
gaya pengasuhan. Hal ini menunjukan bahwa perempuan cenderung diasuh
dengan gaya pengasuhan otoritatif sedangkan laki-laki cenderung diasuh dengan
gaya pengasuhan otoriter. Hal tersebut dikarenakan perempuan lebih terbuka
dalam mengungkapkan pendapat termasuk dalam pemilihan makanan sehingga
orang tua cenderung mendiskusikan kepada anak perempuan mengenai pilihan
makanan yang akan dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elmanora
et al. (2012) yang menyatakan bahwa perempuan cenderung diasuh orang tua
dengan gaya pengasuhan otoritatif dibandingkan laki-laki. Mahasiswa yang
berasal dari Jawa Barat cenderung diasuh dengan gaya pengasuhan permisif. Hal
23
ini bisa saja terjadi karena mayoritas orang tua terutama ayah berstatus bekerja
sehingga memiliki waktu yang terbatas untuk anak. Menurut Pasaribu et al.
(2013) remaja di Bogor yang diasuh oleh ayah dengan gaya pengasuhan permisif
menunjukan adanya beban kerja ayah yang tinggi sehingga waktu dan tenaga ayah
banyak tersita untuk pekerjaan. Hal tersebut mengakibatkan ayah tidak terlalu
memperhatikan pengasuhan anaknya.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Gaya Pengasuhan
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa usia ayah memiliki hubungan negatif
dengan gaya pengasuhan otoritatif (r=-0.128; p<0.05), artinya semakin tua usia
ayah maka semakin rendah gaya pengasuhan otoritatif yang diterapkan pada anak
(Tabel 7).
Tabel 7 Koefisien korelasi antara karakteristik mahasiswa dan karakteristik
keluarga dengan gaya pengasuhan
Variabel Tipe Gaya Pengasuhan
Otoritatif Otoriter Permissif
Jenis kelamin (0= laki-laki; 1=perempuan) 0.145* -0.120* -0.052
Asal daerah (0=luar Jawa Barat; 1= Jawa
Barat) -0.047 0.046 0.156**
Uang saku 0.046 0.000 -0.023
Besar keluarga 0.004 0.090 0.034
Usia ayah -0.128* -0.083 0.011
Usia ibu -0.081 -0.065 0.027
Pendidikan ayah -0.038 -0.105 -0.023
Pendidikan ibu -0.037 -0.071 -0.057
Status pekerjaan ayah (0=tidak bekerja,
1=bekerja) -0.029 -0.033 -0.034
Status pekerjaan ibu (0=tidak bekerja,
1=bekerja) 0.013 -0.060 0.053
Pendapatan keluarga 0.057 -0.106 -0.052
Keterangan : Keterangan : *=signifikan pada level 0.05; **=signifikan pada level 0.01
Hipotesis kedua (H2) menyebutkan bahwa terdapat hubungan karakteristik
keluarga dengan gaya pengasuhan. Hipotesis ini diterima karena dalam penelitian
ini terdapat hubungan negatif antara usia ayah dengan gaya pengasuhan otoritatif.
Artinya ayah yang berada pada kategori tua (51-65 tahun) dan lanjut usia (>65
tahun) cenderung tidak menerapkan gaya pengasuhan otoritatif.
Hubungan Karakteristik Mahasiswa dengan Pola Komunikasi Keluarga
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan
positif (r=0.207; p<0.01) dengan pola conversation orientation (Tabel 8). Artinya
mahasiswa perempuan cenderung menerapkan pola komunikasi conversation
orientation.
24
Hipotesis ketiga (H3) menyebutkan bahwa terdapat hubungan karakteristik
mahasiswa dengan pola komunikasi keluarga. Hipotesis ini diterima karena pada
penelitian ini terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pola komunikasi
keluarga. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa perempuan cenderung memiliki
pola komunikasi conversation orientation. Hal ini disebabkan karena perempuan
cenderung dapat mengungkapkan perasaan dan pendapat terhadap keluarga
dibandingkan laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Krisnatuti dan
Putri (2012) yang menyatakan bahwa ayah dan remaja baik laki-laki ataupun
perempuan memiliki pola komunikasi conversation orientation.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Komunikasi Keluarga
Tabel 8 menunjukan bahwa usia ayah (r=-0.199; p<0.01) dan usia ibu (r=-
0.168; p<0.01) memiliki hubungan negatif dengan pola conversation orientation.
Artinya semakin tua usia ayah dan ibu maka semakin rendah pola conversation
orientation yang diterapkan. Pendidikan ibu memiliki hubungan negatif terhadap
pola conformity orientation (r=-0.118; p<0.05). Artinya semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin rendah pola conformity orientation dalam keluarga.
Tabel 8 Koefisien korelasi antara karakteristik mahasiswa, karakteristik keluarga,
dan pola komunikasi keluarga
Variabel Tipe Gaya Komunikasi
Conversation Conformity
Jenis kelamin (0= laki-laki; 1=perempuan) 0.207** -0.087
Asal daerah (0=luar Jawa Barat; 1= Jawa Barat) -0.044 0.023
Uang saku 0.100 -0.076
Besar keluarga 0.029 -0.019
Usia ayah -0.199** 0.028
Usia ibu -0.168** 0.032
Pendidikan ayah -0.079 -0.070
Pendidikan ibu -0.071 -0.118*
Status pekerjaan ayah (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 0.050 0.011
Status pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 0.057 -0.048
Pendapatan keluarga 0.041 -0.069
Keterangan : *-signifikan pada level 0.05; **=signifikan pada level 0.01;
Hipotesis keempat (H4) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
karakteristik keluarga dengan pola komunikasi dalam keluarga. Hipotesis ini
diterima karena pada penelitian ini terdapat hubungan negatif antara usia orang
tua dengan pola komunikasi conversation orientation dan hubungan negatif antara
pendidikan ibu dengan pola komunikasi conformity orientation. Orang tua yang
berada pada kategori tua (51-65 tahun) dan lanjut usia (>65 tahun) cenderung
kurang menerapkan pola komunikasi conversation orientation dibandingkan
orang tua yang berusia lebih muda. Semakin tinggi pendidikan ibu maka akan
cenderung tidak menerapkan pola komunikasi conformity orientation. Hal ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian Krisnatuti dan Putri (2012) yang menyatakan
25
bahwa pendidikan ibu tidak memiliki hubungan dengan pola komunikasi
keluarga, sebaliknya pendidikan ayah yang memiliki hubungan dengan pola
komunikasi conversation orientation dan usia ayah yang berada pada kategori tua
akan semakin menurunkan pola komunikasi conformity orientation.
Hubungan Karakteristik Mahasiswa dan Karakteristik Keluarga
dengan Alasan Pemilihan Makanan
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa variabel karakteristik mahasiswa,
karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan
teman memiliki hubungan dengan pemilihan makanan sehat. Jenis kelamin
memiliki hubungan negatif dengan alasan harga (r=-0.128, p<0.05). Hal ini
menjelaskan bahwa mahasiswa laki-laki cenderung memilih makan sayur dengan
alasan harga yang lebih murah dan terjangkau. Asal daerah memiliki hubungan
positif signifikan dengan alasan familiaritas (r=0.121, p<0.05). Artinya mahasiswa
yang berasal dari Jawa Barat cenderung memilih makan sayur karena alasan
familiaritas yaitu tidak asing dan sering dikonsumsi sejak kecil. Uang saku
memiliki hubungan negatif signifikan (r=-0.152, p<0.01) dengan alasan harga.
Hal ini menerangkan bahwa mahasiswa yang memiliki uang saku di atas rata-rata
cenderung memiliki kemampuan daya beli yang tinggi sehingga tidak
mementingkan alasan harga dalam pemilihan makanan. Usia ibu memiliki
hubungan positif (r=0.124, p<0.05) dengan alasan harga dan alasan masalah etika
(r=0.148, p<0.05) dalam pemilihan makan. Hal ini menjelaskan bahwa ibu yang
berada pada kategori tua (51-65 tahun) dan lanjut usia (>65 tahun) cenderung
memilih makanan dengan mempertimbangkan harga yang murah dan terjangkau,
berasal dari petani lokal, dan dikemas dengan ramah lingkungan (Lampiran 10).
Hubungan Gaya Pengasuhan dengan Alasan Pemilihan Makanan
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa gaya pengasuhan otoritatif memiliki
hubungan positif signifikan dengan alasan kesehatan (r=0.373, p<0.01), suasana
hati (r=0.232, p<0.01), sensorik (r=0.173, p<0.01), kandungan alami dalam
pangan (r=0.201, p<0.01), pengendalian berat badan (r=0.153, p<0.01),
familiaritas (r=0.303, p<0.01), dan masalah etika (r=0.255, p<0.01). Hal ini
menerangkan bahwa mahasiswa dengan gaya pengasuhan otoritatif cenderung
memilih makan sayur dengan mempertimbangkan kandungan vitamin, mineral,
serat, bergizi dan dapat menjaga kesehatan tubuh, makanan yang dapat membantu
hidup menjadi lebih sehat, aroma dan rasa yang enak, tidak mengandung bahan
kimia berbahaya, rendah kalori dan lemak, dapat mengontrol berat badan,
makanan yang biasa dikonsumsi, dan berasal dari petani lokal (Lampiran 11).
Gaya pengasuhan otoriter memiliki hubungan positif signifikan dengan
alasan kebiasaan (r=0.118, p<0.05). Hal ini menerangkan bahwa mahasiswa yang
diasuh dengan gaya pengasuhan otoriter cenderung memilih makan sayur dengan
pertimbangan tidak asing bagi mahasiswa dan sering dikonsumsi sejak kecil.
Gaya pengasuhan permissif memiliki hubungan negatif signifikan dengan
alasan kesehatan (r= -0.135, p<0.05), pengendalian berat badan (r= -0.136,
p<0.05), dan alasan familiaritas (r= -0.143, p<0.05). Hal ini menjelaskan bahwa
mahasiswa dengan gaya pengasuhan permisif memilih makanan tanpa
mempertimbangkan kandungan vitamin, mineral, serat, bergizi dan dapat menjaga
26
kesehatan tubuh, makanan yang dapat membantu hidup menjadi lebih sehat, dapat
mengontrol berat badan, dan makanan yang biasa dikonsumsi.
Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Alasan Pemilihan Makanan
Komunikasi conversation orientation memiliki hubungan positif signifikan
dengan alasan kesehatan (r=0.270, p<0.01), suasana hati (r=0.180, p<0.01),
sensorik (r=0.156, p<0.01), kandungan alami dalam pangan (r=0.154, p<0.01),
pengendalian berat badan (r=0.158, p<0.01), familiaritas (r=0.166, p<0.01), dan
masalah etika (r=0.175, p<0.01). Hal ini menerangkan bahwa mahasiswa dengan
pola komunikasi conversation orientation cenderung memilih makanan dengan
mementingkan alasan kandungan vitamin, mineral, serat, bergizi dan dapat
menjaga kesehatan tubuh, makanan yang dapat membantu hidup menjadi lebih
sehat, aroma dan rasa yang enak, tidak mengandung bahan kimia berbahaya,
rendah kalori dan lemak, dapat mengontrol berat badan, makanan yang biasa
dikonsumsi, dan berasal dari petani lokal (Lampiran 11).
Sebaliknya pola komunikasi conformity orientation memiliki hubungan
negatif signifikan dengan alasan kesehatan (r= -0.2118, p<0.05). Hal ini
menerangkan bahwa mahasiswa dengan pola komunikasi conformity orientation
memilih makanan tanpa mempertimbangkan kandungan vitamin, mineral, serat,
bergizi dan dapat menjaga kesehatan tubuh, makanan yang dapat membantu hidup
menjadi lebih sehat.
Hubungan Media dan Teman dengan Alasan Pemilihan Makanan
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa media memiliki hubungan positif
dengan semua alasan dalam pemilihan makanan seperti (r=0.442, p<0.01),
suasana hati (r=0.441, p<0.01), kemudahan (r=0.318, p<0.01), sensorik (r=0.365,
p<0.01), kandungan alami dalam pangan (r=0.154, p<0.01), harga (r=0.160,
p<0.01), pengendalian berat badan (r=0.276, p<0.01), familiaritas (r=0.407,
p<0.01), dan masalah etika (r=0.272, p<0.01). Artinya semakin tinggi interaksi
dan paparan media (elektronik dan cetak) maka mahasiswa akan semakin
mempertimbangkan alasan tersebut dalam memilih makanan. Hal ini
menerangkan bahwa mahasiswa yang terpapar informasi mengenai sayur melalui
media cenderung memilih makanan dengan mempertimbangkan alasan kesehatan,
suasana hati, kemudahan, sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga,
pengendalian berat badan, familiaritas, dan masalah etika (Lampiran 11).
Teman memiliki hubungan positif dengan alasan sensori dalam pemilihan
makanan (r=0.181, p<0.01). Artinya semakin tinggi interaksi mahasiswa dengan
teman maka mahasiswa akan semakin mempertimbangkan alasan sensorik dalam
pemilihan makanan khususnya sayur seperti aroma yang enak, tampilan menarik
tekstur yang lembut, dan rasa yang enak.
Pengaruh Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi Keluarga, Media dan Teman
terhadap Pemilihan Makanan
Data dalam penelitian ini telah memenuhi syarat uji asumsi klasik
(Lampiran 1). Hasil uji normalitas menunjukan bahwa data penelitian tersebar di
seluruh diagram dan mengikuti model regresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
27
data terdistribusi normal sehingga uji normalitas terpenuhi. Uji multikolinearitas
dalam penelitian ini menunjukan bahwa nilai toleransi di atas nilai 0.1 dan VIF
dari variabel bebas kurang dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa semua data
bebas dari multikolinearitas. Hasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini
menunjukan bahwa variabel bebas dari heteroskedastisitas ditandai dengan titik
pada plot menyebar di atas dan di bawah sumbu Y. Selanjutnya, uji autokorelasi
menunjukan bahwa data tidak memiliki autorkorelasi karena nilai Durbin-Watson
dalam penelitian ini adalah 1.744.
Tabel 9 Hasil analisis regresi berganda antara karakteristik mahasiswa,
karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, pola komunikasi, media dan
teman terhadap pemilihan makan
Keterangan : *= signifikan pada level 0.05; **=signifikan pada level 0.01
Hasil analisis regresi linear berganda menerangkan bahwa variabel
independen (jenis kelamin, uang saku, usia ayah dan ibu, pendidikan ibu, gaya
pengasuhan otoritatif, otoriter, permissif, pola komunikasi conversation
orientatin, conformity orientation, media dan teman) memiliki pengaruh terhadap
pemilihan makanan sehat sebesar 26.4 persen (Tabel 9) dan sisanya sebesar 73.6
persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Jenis kelamin memiliki
pengaruh negatif signifikan terhadap pemilihan makanan sebesar 29.64 persen (β=
-2.964; p<0.05). Mahasiswa laki-laki cenderung lebih memilih makan sayur
dibandingkan perempuan. Gaya pengasuhan otoritatif memiliki pengaruh positif
sangat signifikan terhadap pemilihan makanan sebesar 22.7 persen (β= 0.227; p <
0.01). Media memiliki pengaruh positif sangat signifikan terhadap pemilihan
makanan sehat sebesar 34 persen (β= 0.340; p < 0.01). Variabel lain tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap pemilihan makanan khususnya sayur.
Uang saku mahasiswa tidak memiliki pengaruh terhadap pemilihan
makanan. Hal ini bisa terjadi karena lebih dari separuh mahasiswa (56.6%)
memiliki uang saku antara Rp600 000 hingga Rp1 000 000 yang berada di atas
Variabel Pemilihan makanan
𝛽 𝛽 Sig.
Konstanta 16.441 0.110
Jenis kelamin (0=laki-laki; 1=perempuan) -2.964 1.462 0.044*
Uang saku (rupiah/bulan) -0.010 -0.040 0.456
Usia ayah (tahun) -0.016 0.166 0.921
Usia ibu (tahun) 0.335 0.179 0.063
Pendidikan ibu 0.260 0.493 0.599
Otoritatif 0.227 0.077 0.003**
Otoriter -0.027 0.085 0.749
Permissif -0.035 0.052 0.502
Conversation 0.011 0.085 0.898
Conformity 0.010 0.067 0.877
Media 0.340 0.047 0.000**
Teman -0.003 0.041 0.950
𝑅2 0.300
𝐴𝑑𝑗 𝑅2 0.264
F 8.331
Sig. 0.000
28
rata-rata beasiswa yang diterima mahasiswa setiap bulan dan hanya 3.5 persen
mahasiswa yang memiliki uang saku dibawah Rp600 000. Hal ini menunjukan
bahwa mahasiswa memiliki daya beli untuk mengonsumsi sayur sehingga uang
saku tidak berpengaruh dalam proses pemilihan makanan. Usia orang tua tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap pemilihan makanan karena sebanyak 78.4
persen orang tua mahasiswa berada pada kategori separuh baya dan hanya 0.4
persen yang berada pada kategori lanjut usia sehingga usia orang tua kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap pemilihan makanan sayur pada mahasiswa.
Pendidikan ibu tidak memiliki pengaruh terhadap pemilihan makanan karena
sebaran terbesar tingkat pendidikan ibu berada pada tingkat pendidikan SMA.
Gaya pengasuhan otoriter dan permisif tidak memiliki pengaruh terhadap
pemilihan makanan karena hanya sebagian kecil mahasiswa diasuh dengan gaya
pengasuhan ini sehingga kurang memperlihatkan pengaruhnya terhadap pemilihan
makanan. Paparan informasi melalui teman tidak memiliki pengaruh terhadap
pemilihan makanan karena sebagian besar informasi mengenai sayur diperoleh
mahasiswa melalui media.
Berdasarkan hasil uji regresi pengaruh variabel independen terhadap
pemilihan makanan sayur pada mahasiswa maka dapat diformulasikan sebagai
berikut :
Keterangan :
Y = Pemilihan makanan
α = Konstanta regresi
β1,β2,.....,β12 = Koefisien regresi
D1 = Jenis kelamin
X2 = Uang saku
X3 = Usia ayah
X4 = Usia ibu
X5 = Pendidikan ibu
X6 = Gaya pengasuhan otoritatif
X7 = Gaya pengasuhan otoriter
X8 = Gaya pengasuhan permissif
X9 = Conversation orientation
X10 = Conformity orientation
X11 = Media
X12 = Teman
ε = Galat
Hipotesis kelima (H5) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh gaya
pengasuhan terhadap pemilihan makanan. Hipotesis ini diterima karena pada
penelitian ini terdapat pengaruh signifikan antara gaya pengasuhan otoritatif
terhadap pemilihan makanan khususnya sayur. Artinya mahasiswa yang diasuh
dengan gaya pengasuhan otoritatif cenderung akan memilih makan sayur. Hal ini
terjadi karena orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan otoritatif akan
memberikan batasan, aturan, dan penjelasan serta arahan kepada anak mengenai
Y = 16.441 - 2.964D1 - 0.010X2 - 0.016X3 + 0.335X4 + 0.260X5 + 0.227X6 -
0.027X7 - 0.035X8 + 0.011D9 + 0.010D10 + 0.340X11 - 0.003D12 + ε
29
makanan yang akan dipilih. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Patrick et al.
(2005) yang menjelaskan bahwa anak dengan gaya pengasuhan otoritatif akan
lebih memperlihatkan peningkatan konsumsi sayur karena orang tua menyediakan
buah dan sayur di rumah.
Hipotesis keenam (H6) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh pola
komunikasi keluarga terhadap pemilihan makanan. Hipotesis ini ditolak karena
pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh pola komunikasi conversation
orientation dan conformity orientation terhadap pemilihan makanan khusunya
sayur. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Daniloski (2012) yang
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh pola komunikasi conversation orientation
terhadap pemilihan makan sayur.
Hipotesis ketujuh (H7) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh media dan
teman terhadap pemilihan makanan. Hipotesis ini diterima karena terdapat
pengaruh sangat signifikan paparan informasi melalui media terhadap pemilihan
makanan khususnya sayur. Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa yang banyak
terpapar informasi mengenai sayur melalui media akan cenderung memilih makan
sayur daripada mahasiswa yang kurang terpapar informasi melalui media. Hal ini
terjadi karena media memberikan informasi yang lebih jelas mengenai produk
makanan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nadya (2012) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh media terhadap konsumsi buah dan
sayur. Pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh teman terhadap pemilihan
makanan artinya mahasiswa yang terpapar informasi melalui teman cenderung
kurang memilih makan sayur. Hal ini terjadi karena karakteristik mahasiswa yang
berusia 17 hingga 21 tahun telah terbiasa untuk menentukan makanan sendiri.
Pembahasan
Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat perubahan kebiasaan makan
sayur pada mahasiswa PPKU sebelum dan setelah masuk IPB. Mahasiswa
sebelum masuk IPB terbiasa mengonsumsi sayur dengan jumlah satu mangkok
setiap hari, namun setelah masuk IPB berubah menjadi setengah mangkok.
Frekuensi konsumsi sayur mengalami perubahan yaitu sebelum masuk IPB
mengonsumsi sayur lebih dari dua kali dalam sehari, namun setelah masuk IPB
mengalami penurunan menjadi satu kali dalam sehari. Jenis sayur yang biasa
dikonsumsi oleh mahasiswa sebelum dan sesudah masuk IPB adalah jenis sayur
yang ditumis. Perubahan kebiasaan makan pada mahasiswa terjadi karena jenis
sayur yang disediakan oleh kantin di asrama tidak biasa dikonsumsi oleh
mahasiswa. Selain itu, harga yang relatif mahal dengan kisaran harga Rp2 000
hingga Rp4 000 per porsi juga dapat memicu perubahan dalam mengonsumsi
sayur sehingga mahasiswa cenderung memilih mengonsumsi makanan lain seperti
tahu, tempe, atau telur.
Hasil uji korelasi menerangkan bahwa jenis kelamin, asal daerah, dan usia
ayah memiliki hubungan dengan gaya pengasuhan. Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa mahasiswa perempuan cenderung diasuh dengan gaya
pengasuhan otoritatif, sebaliknya mahasiswa laki-laki cenderung diasuh dengan
gaya pengasuhan otoriter. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian
Elamanora et al. (2012) yang menyatakan bahwa perempuan cenderung diasuh
dengan gaya pengasuhan otoritatif dibandingkan laki-laki. Mahasiswa yang
30
berasal dari Jawa Barat cenderung diasuh dengan gaya pengasuhan permisif
dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari luar Jawa Barat. Hal ini
diperkuat dengan hasil penelitian Pasaribu et al. (2013) yang menjelaskan bahwa
remaja di Bogor cenderung diasuh oleh ayah dengan gaya pengasuhan permisif
karena adanya beban kerja ayah yang tinggi sehingga waktu dan tenaga ayah
banyak tersita untuk pekerjaan. Ayah yang berada pada kategori tua dan lanjut
usia cenderung kurang menerapkan gaya pengasuhan otoritatif.
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa jenis kelamin, usia orang tua, dan
pendidikan ibu memiliki hubungan dengan pola komunikasi keluarga. Mahasiswa
perempuan cenderung menerapkan pola komunikasi conversation orientation
dibandingkan laki-laki. Usia orang tua yang berada pada kategori tua dan lanjut
usia cenderung kurang menerapkan pola komunikasi conversation orientation. Ibu
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan cenderung kurang menerapkan pola
komunikasi conformity orientation. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
Krisnatuti dan Putri (2013) yang menjelaskan bahwa pendidikan ayah memiliki
hubungan pola komunikasi conversation orientation.
Hasil penelitian ini menunjukan tiga alasan utama dalam pemilihan
makanan yaitu kesehatan, suasana hati, dan pengendalian berat badan. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Sun (2008) bahwa alasan utama pemilihan
makanan dengan rata-rata usia 21 tahun adalah harga, sensorik, dan suasana hati.
Menurut Steptoe et al. (1995) alasan sensorik, harga dan kesehatan menjadi alasan
utama dalam pemilihan pangan pada usia 17-89 tahun.
Mahasiswa laki-laki cenderung memilih makan sayur karena alasan harga
murah dan terjangkau. Hasil ini sejalan dengan penelitian Missagia et al. (2012)
bahwa laki-laki lebih memilih makanan dengan harga murah namun tidak
bersedia menghabiskan waktu untuk membandingkan harga produk makanan,
sebaliknya perempuan lebih banyak menghabiskan waktu untuk membandingkan
harga sebelum membeli produk makanan.
Mahasiswa yang berasal dari Jawa Barat cenderung memilih makanan yang
tidak asing baginya dan sering dikonsumsi sejak kecil. Pola kebudayaan suatu
kelompok masyarakat memiliki pengaruh kuat dalam perilaku makan yang
meliputi jenis, waktu dan cara dalam mengonsumsi makanan. Seseorang akan
cenderung memilih makanan yang sudah biasa dimakan dibandingkan mengambil
resiko untuk mencoba makanan yang baru (Steptoe et al. 1995).
Uang saku bulanan memiliki hubungan positif sangat signifikan dengan
alasan harga dalam pemilihan makanan. Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa
yang memiliki uang saku setiap bulan di atas rata-rata cenderung tidak
memperhatikan harga yang murah dan terjangkau dalam memilih makan sayur.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Biloukha (2000) bahwa harga makanan
merupakan bagian paling penting dalam pemilihan makanan bagi seseorang
dengan pendapatan rendah. Seseorang dengan keadaan ekonomi baik, cenderung
mengesampingkan harga dalam pemilihan makanan karena adanya pertimbangan
rasa dan kemudahan dalam penyiapan makanan. Wrieden (1996) menyatakan
bahwa anak dari latar belakang sosial ekonomi tinggi mengonsumsi sayur dan
kentang (bukan keripik kentang) lebih banyak dibandingkan anak dari latar
belakang tidak makmur. Benjamin et al. (2004) menyatakan bahwa uang saku
sangat menentukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan. Uang saku yang
31
besar akan mendorong seseorang untuk memilih makanan yang modern dengan
pertimbangan prestice dan harapan akan diterima oleh teman.
Usia ibu berhubungan positif signifikan dengan alasan harga dalam
pemilihan makanan. Hal ini menunjukan bahwa ibu dengan kategori usia tua (51-
65 tahun) dan lanjut usia (>65 tahun) cenderung memilih makanan dengan
mempertimbangan harga murah dan terjangkau, serta berasal dari petani lokal dan
dikemas dengan ramah lingkungan. Hal ini didorong oleh pemahaman ibu
mengenai jenis sayur serta asal sayur tersebut.
Mayoritas mahasiswa dalam penelitian ini diasuh dengan gaya pengasuhan
otoritatif dan tidak terdapat perbedaan signifikan penerapan gaya pengasuhan
antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Alfiasari et
al. (2011) yang menyatakan bahwa orang tua tidak membedakan gaya pengasuhan
berdasarkan jenis kelamin. Gaya pengasuhan memiliki hubungan positif
signifikan terhadap alasan dalam pemilihan makanan khususnya sayur. Hal ini
didukung oleh Darling dan Steinberg (1993) yang menyatakan bahwa remaja
dengan gaya pengasuhan otoritatif akan lebih terdorong untuk bertindak sesuai
dengan gaya pengasuhan orang tua, karena orang tua otoritatif memiliki kontrol
yang cukup untuk mendorong anak mematuhi aturan dan memiliki kehangatan
yang baik agar anak terbuka terhadap pengaruh orang tua.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemilihan makanan khususnya sayur
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu gaya pengasuhan otoritatif dan paparan
informasi melalui media. Gaya pengasuhan otoritatif memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap pemilihan makanan. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa
dengan gaya pengasuhan otoritatif lebih memilih makan sayur dibandingkan
mahasiswa dengan gaya pengasuhan otoriter dan permisif. Hal ini dibuktikan
dengan hasil uji korelasi yang menerangkan bahwa mahasiswa yang diasuh
dengan gaya pengasuhan otoritatif memilih makan sayur dengan
mempertimbangkan alasan kesehatan, suasana hati, daya tarik sensorik,
kandungan alami dalam pangan, pengendalian berat badan, familiaritas, dan
alasan masalah etika. Hal ini sejalan dengan penelitian Golan dan Gagak (2004)
bahwa pengasuhan otoritatif lebih menghasilkan anak memilih makanan sehat dan
anak dengan aktivitas yang banyak. Menurut Kremes et al. (2003) anak dengan
gaya pengasuhan otoritatif cenderung lebih banyak mengonsumsi sayur dan buah
dibanding anak dengan pengasuhan yang lainnya. Hasil penelitian Patrick et al.
(2005) menyatakan bahwa anak dengan gaya pengasuhan otoritatif lebih
memperlihatkan peningkatan konsumsi harian dan konsumsi sayur karena orang
tua lebih menyediakan buah-buahan dan sayur di rumah, serta lebih berupaya
untuk memberikan buah dan sayur pada anak mereka.
Media memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap pemilihan makanan
khususnya sayur. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa yang terpapar informasi
melalui media akan cenderung memilih makan sayur karena memiliki
pengetahuan mengenai sayur. Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa yang banyak
terpapar informasi melalui media lebih memilih makan sayur karena
mempertimbangkan berbagai alasan. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji korelasi
yang menerangkan bahwa paparan informasi melalui media akan mendorong
mahasiswa untuk mempertimbangkan alasan kesehatan, suasana hati, kemudahan,
daya tarik sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga, pengendalian berat
badan, familiaritas, dan alasan masalah etika. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
32
penelitian (Nadya 2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
media dengan konsumsi buah dan sayur. Hal tersebut dikarenakan adanya
ketidaksesuaian antara iklan-iklan makanan yang ditampilkan dengan pola makan
sehat terutama tidak adanya iklan buah dan sayur.
Variabel lain yang mempengaruhi pemilihan makanan adalah jenis kelamin.
Jenis kelamin memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap pemilihan makanan
khususnya sayur. Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa laki-laki cenderung lebih
memilih makan sayur dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini dikarenakan
mahasiswa laki-laki cenderung memilih makanan karena mempertimbangkan
alasan harga yang murah dan terjangkau. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
Sobal (2005) dalam Anggraini (2012) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih
memilih mengonsumsi daging, sedangkan perempuan cenderung memilih sayur,
buah, dan susu.
Pemilihan makanan khususnya sayur dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor personal, faktor lingkungan, dan faktor makanan. Faktor lingkungan
mempengaruhi seseorang melalui interaksi secara langsung maupun melalui
pemodelan. Interaksi dengan lingkungan sosial akan memberikan dampak
pengetahuan mengenai suatu produk makanan. Menurut Hota dan McGuiggan
(2005) tingkatan agen sosialisasi yang mempengaruhi sosialisasi konsumen yaitu
orang tua, media (televisi/iklan), dan teman. Media massa mempengaruhi
seseorang untuk mengembangkan pengetahuan dan motivasi untuk mengonsumsi
makanan. Orang tua mempengaruhi praktek makan anak melalui menyediakan
makanan untuk dikonsumsi oleh anak. Orang tua dapat berfungsi sebagai panutan
untuk perilaku makan anak, sikap terhadap makanan, dan preferensi makan
(Rozin et al. 1984). Hal ini menunjukan bahwa pemilihan makanan setelah
dewasa terus dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang dimulai pada masa kanak-
kanak dan orang tua sangat berperan dalam proses tersebut.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu pertama, tidak menguji
variabel pengetahuan yang memiki pengaruh langsung terhadap pemilihan
makanan seseorang. Pengetahuan merupakan variabel penghubung yang menjadi
hasil dari proses sosialisasi dalam pemilihan makanan. Kedua, tidak mengukur
konsumsi sayur pada waktu dan situasi tertentu seperti konsumsi di saat pagi,
siang, atau malam maupun saat bersama teman atau sendiri. Ketiga, penelitian ini
hanya menerangkan persepsi gaya pengasuhan dan pola komunikasi keluarga
menurut mahasiswa dan tidak meneliti persepsi dari orang tua karena
kemungkinan terdapat perbedaan persepsi antara orang tua dan anak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perubahan jumlah dan
frekuensi konsumsi sayur pada mahasiswa sebelum dan setelah masuk IPB.
Sebelum masuk IPB mahasiswa terbiasa mengonsumsi sayur satu mangkok
dengan frekuensi lebih dari dua kali dalam sehari. Namun setelah masuk IPB
berubah menjadi setengah mangkok dengan frekuensi satu kali dalam sehari.
33
Lebih dari separuh mahasiswa adalah perempuan, lebih dari separuh
mahasiswa berasal dari luar Jawa Barat, dan memiliki uang saku antara Rp600
000 sampai Rp1 000 000 setiap bulan. Lebih dari separuh mahasiswa berada pada
kategori keluarga sedang dengan jumlah keluarga lima hingga tujuh orang. Usia
ayah berada pada kategori tua dan separuh baya, sedangkan usia ibu berada pada
kategori separuh baya. Mayoritas status pekerjaan ayah adalah bekerja, dan ibu
berstatus tidak bekerja. Tingkat pendidikan ayah dan ibu telah menempuh jenjang
pendidikan SMA. Pendapatan keluarga berada pada kisaran Rp1 000 000 hingga
Rp5 000 000 setiap bulan. Mayoritas mahasiswa diasuh dengan gaya pengasuhan
otoritatif dan pola komunikasi conversation orientation. Sebagian besar sosialisasi
dipengaruhi oleh media dibandingkan oleh teman.
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa variabel independen (karakteristik
mahasiswa, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, pola komunikasi, dan
sosialisasi) yang memiliki hubungan dengan pemilihan makanan khususnya sayur
adalah jenis kelamin, asal daerah, uang saku bulanan, usia ibu, gaya pengasuhan
otoritatif, otoriter, permissif, conversation orientation, conformity orientation,
media dan teman.
Hasil uji regresi menjelaskan bahwa pengaruh variabel independen
(karakteristik mahasiswa, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, pola
komunikasi, media dan teman) terhadap pemilihan makanan khususnya sayur
yaitu sebesar 26.4 persen. Terdapat dua variabel independen yang memiliki
pengaruh positif signifikan tehadap pemilihan makanan (sayur) yaitu gaya
pengasuhan otoritatif dan media. Selain itu, variabel lain yang berpengaruh
terhadap pemilihan makanan adalah perbedaan jenis kelamin. Hal ini menjelaskan
bahwa mahasiswa yang diasuh dengan gaya pengasuhan otoritatif, sering
menghabiskan waktu untuk berinteraksi dan terpapar informasi melalui media
akan cenderung memilih makanan khususnya sayur. Mahasiswa laki-laki
cenderung memilih makanan (sayur) dibandingkan mahasiswa perempuan.
Saran
Pada penelitian ditemukan hubungan antara jenis kelamin, gaya pengasuhan
otoritatif dan media dengan pemilihan makanan khususnya sayur pada mahasiswa.
Bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian lanjutan diharapkan dapat
menganalisis variabel pengetahuan terhadap pemilihan makanan, mengukur
konsumsi sayur pada waktu dan situasi tertentu, serta mengukur pemilihan
makanan berdasarkan faktor atribut makanan. Bagi orang tua sebagai peran
penting dalam proses sosialisasi konsumen hendaknya dapat memberikan
pengetahuan dan informasi mengenai pemilihan makanan khususnya sayur
dengan menerapkan gaya pengasuhan otoritatif yang memberikan pengetahuan
dan informasi terkait manfaat mengonsumsi makanan sehat sejak dini. Bagi
institusi pendidikan hendaknya menyediakan kantin yang memiliki berbagai menu
sayur sehingga dapat memberikan keleluasaan bagi mahasiswa untuk memilih
sayur yang biasa mahasiswa konsumsi ketika di rumah. Bagi Pemerintah
khususnya Departemen Kesehatan sebaiknya meningkatkan kepedulian terhadap
konsumsi sayur pada remaja melalui berbagai program konsumsi sayur agar dapat
meningkatkan kesehatan remaja di masa yang akan datang.
34
DAFTAR PUSTAKA
Aggraini S. 2012. Faktor lingkungan dan faktor individu hubungannya dengan
konsumsi makanan pada mahasiswa asrama Universitas Indonesia Depok
tahun 2012. [Skripsi]. Universitas Indonesia: Depok.
Alfiasari, Latifah, M, Wulandari A. 2011. Pengasuhan otoriter berpotensi
menurunkan kecerdasan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik remaja.
Jur. Ilm. Kel. & Kons. 4 (1): 46-56.
Baumrind D. 1972. An exploratory study of socialization effects on Black
children: Some Black-White comparisons. Child Development. 43: 261-
267.
Benton D. 2004. Role of parents in the determination of the food preferences of
children and the development of obesity. International Journal of Obesity.
28: 858-869.
British Dietetic Association. 2014. Food and Facts. [Internet]. [diunduh pada 15
Mei 2016]. Tersedia pada :
http:///www.bda.uk.com/foodfacts/vegetarianfoodfacts.pdf.
Berg L, Bergstrom R. 1995. Housing and financial wealth, financial deregulation
and consumption - the Swedish case. 97 (3): 421-439.
Biloukha, Oleg O, Utermohlen V. 2000. Correlates of food consumtion and
perception of food in an educated urban population in Ukraine. Food quality
and preference: 11: 475-485.
BKPD. 2015. Kontribusi sayur dalam pola pangan harapan keluarga Indonesia.
[internet]. [diunduh pada 28 April 2016]. Tersedia pada:
http://bkpd.jabarprov.go.id/kontribusi-sayur-dalam-pola-pangan-harapan-
keluarga-indonesia/.
Cutler GJ, Flood A, Hannan PJ, Slavin JL, Neumark-Sztainer D. 2011.
Association between major patterns of dietary intake and weight status in
adolescents. British Journal of Nutrition. 13: 1–8.
Daniloski K.M. 2011. Adolescent Food Choice: Developing and Evaluating a
Model of Parental Influence [disertasi]. University of. Faculty of Virginia.
Darling N, Steinberg S. 1993. Parenting style as context: An integrative model.
Psychological Bulletin. 113 (3): 487-496.
Elmanora, Muflikhati I, Alfiasari. 2012. Gaya pengasuhan dan perkembangan
sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis. Jurnal
Ilmu Keluarga dan Konsumen. 5(2): 128-137.
Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1995. Consumer Behaviour. Ed ke- 8.
Forth Worth, Texas: The Dryden Press
Epstein LH, Wisniewski L, Weng R. 1994. Child and parent psychological
problem influence child weight control. 2(6): 509-515.
Eertmans A. 2006. Sensory-affective and other determinant of food choice: their
relative importance and variability across individualsand snd situations.
[disertasi] Leuven: Chatolic University of Leuven.
Fradjia NP. 2008. Hubungan antara citra raga dengan perilaku makan pada remaja
putri [skripsi]. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Gedrich K. 2003. Deterinants of nutritional behaviour: A multitude of levers for
sucessful intervention?. 41 (3): 231-238.
35
Gropper S, Simmons KP, Connell LJ, Ulrick PV. 2012. Changes in Body weight,
Composition and Shape: 4 Year Study of College Students. 37: 1118-1123.
Hadi H. 2005. Beban ganda masalah kebijakan gizi dan implikasinya terhadap
pembangunan kesehatan nasional.
Hastuti D. 2014. Pengasuhan: Teori, Prinsip, dan Aplikasinya di Indonesia. IPB
Press.
Hawkins DI, Best RJ, Coney KA. 2002. Consumer Behaviour: Building
Marketing Strategy. New York: Tata McGraw Hill Companies. 212-215.
Hota M, McGuiggan R. 2005. The Relative Influence of Consumer Socialization
Agents on Children and Adolescents – Examining the Past and Modeling
the Future. [internet] diakses pada tanggal 15 Januari 2016
http://www.acrwebsite.org/volumes/13831/eacr/vol7/E-07.
Huang T, Harris KJ, Lee R, Kaur H. 2003. Assesing Overweight, Obesity and
Physical Activity in College Student. Journal of American College Health.
52 (2): 83-86.
John DR. 1999. Consumer Socialization of Children: a retrospective look at
twenty-five years of research. Journal of Consumer Research. 26 (3): 183-
213.
Koerner AF, Fitzpatrick MA. 2002. Understanding family communication
patterns and family functioning: The roles of conversation orientation and
conformity orientation. 26: 37–68.
Kremes SPJ, Bru J, Vries de H, Engels RCME. 2003. Parenting style and
adolescents fruit consumtion. 43-50.
Krisnatuti D, Putri HA. 2012. Gaya pengasuhan orang tua, interaksi serta
kelekatan ayah-remaja, dan kepuasan ayah. JIKK. 5(2): 101-109.
Lyte LA, Seifert S, Greenstein J, McGovern P. 2000. How do children’s eating
patterns and food choices change over time? Results from a cohort study.
American Journal of Health Promotion 14: 222–228.
Rozin P, Fallon A, Mandell R. 1984. Family resembalnce in attitude to foods.
Developmental Psychology. 20: 309-314.
McLeod, J. M. & Chaffee, S. H. (1972). The construction of social reality. In J.
Tedeschi. The social influence process. 50-59.
Missagia SV, Oliveira de R, Rezende de DC. 2012. Food choice motives and
healthy eating: Assessing gender differences. 22-26.
Moschis GP, Churchill GA. 1978. Consumer socialization: A theoritical and
empirical analysis. Journal of Marketing Research. 15(4): 599-609.
Mowen JC., Minor M. 1998. Consumer Behaviour. Ed ke-5. New Jersey: Prentice
Hall.
Nicklas TA, Baranowski T, Baranowski JC, Cullen K, Rittenberry L, Olvera N.
2001. Family and child-care provider influences on preschool children’s
fruit, juice, and vegetable consumption. 59: 224–235.
Ogden J. 2010. The Phsychology of Eating: From Healthy to Disordered
Behavior 2nd. Ed ke- 2. Blackwell Publishing.
Parmenter K, Wardle J. 1999. Development of a general nutrition knowledge
questionnaire for adults. Eur. J. Clin. Nutr. 53: 298-308.
Pasaribu RM, Hastuti D, Alfiasari. 2013. Gaya pengasuhan permisif dan
rendahnya sosialisasi nilai dalam keluarga beresiko terhadap penurunan
karakter remaja. Jur. Ilm. Kel. & Kons. 6 (3): 163-171.
36
Patrick, Heather, Theresa A. Nicklas, Sheryl OH, Miriam M. 2005. The Benefits
of Authoritative Feeding Style: Caregiver Feeding Styles and Children's
Food Consumption Patterns. 44 (2): 243-49.
Perera T, Madhujith T. 2012. The Pattern of Consumption of Fruits and
Vegetables by Undergraduate Students: A Case Study. 23 (3): 261–271.
Pollard TM, Steptoe A, Wardle J. 1998. Motives underlying healthy eating: using
teh food choice questionnaire to explain variation in dietary intake. J Biosoc
Sci. 30: 165-179.
Prabandari K, Yuliati LN. 2016. The influence of social media use and parenting
style on teenager’s academic motivation and academic achievement.
Journal of Child Development Studies. 1(1): 40
Raiha T, Tossavainen K, Turunen H, Enkenberg J, Halonen P. 2006. Adolescent’s
nutrition health issues: opinion of Finnish seventh-graders. Health
Education. 106 (2): 114-132.
Randall E, Sanjur D. 1981. Food preferences-their conceptualization and
relationship to cunsumtion. Ecology of Food and Nutrition. 11: 151-161.
Ree M, Riedger N, Moghadasian MH. 2008. Factors affecting food selection in
Canadian Population. Eur J Clin Nutr. 62(1):1255-1262.
Robinson C, Mandleco B, Olsen SF, Hart CH. 1995. Authoritative, authoritarian,
and permissive parenting practices: development of a new measure.
Psychological Report. 77: 819-830.
Roinien K. 2001. Evaluation of food choice behavior development and validation
of health and taste attitude scales. [Disertasi]. Helenski: University of
Helenski.
Scaglioni S, Salvioni M, Galimberti C. 2008. Influence of parental attitudes in the
development of children eating behavior. British Journal of Nutrition. 99:
22-25.
Septiani IAP, Herawati. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan
makanan pada siswa sekolah menengah atas di kota Yogyakarta. [tesis].
UGM: Yogyakarta.
Shepherd, R. 1985. Dietary salt intake. Nutr. Food Sci. 96: 10–11.
Sommer I, MacKenzie H, Venter C, Dean T. 2012. Factor influencing food
choices of food-allergic consumers: findings from focus groups. 67: 1319-
1322.
Steinberg, Laurence. 2001. We know some things: Parent-adolescent relationships
in retrospect and prospect. Journal of Research on Adolescence. 11(1): 1–
19.
Steptoe A, Pollard TM, Wardle J. 1995. Development of a measure of the motives
underlying the selection of food: the food choice questionnaire. 25: 267-
284.
Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Ed ke-2. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Sun YC. 2008. Health concern, food choice motives, and atitudes toward healthy
eating: the mediating role of food choice motives. 51(1):42-49.
Suswanti I. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan makanan
cepat saji pada mahasiswa fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah: Jakarta.
37
Suyatno. 2009. Gizi daur hidup: remaja. [internet] diakses pada tanggal 28 April
2016 http://www.Suyatno.blog.undip.ac.id/files/200912/gizi-remaja.pdf.
Tarabashkina L. 2013. Children’s food consumer socialization: The impact of
food advertising, parents, peers, and social norms on children’s food
preferences, food consumtion, and obesity. [disertasi]. Universitas Adelaide.
Veerecken CA, Keukelier E, Maes L. 2004. Influence of Mother’s Educational
Level on Food Parenting Practice and Food Habit of Young Children.
Journal of Appetite. 43 (1): 93-103.
Ward S. 1974. Consumer socialization. Journal of Consumer Research. 1: 1-14.
Ward S, Donna MK, Daniel BW. 1990. Consumer socialization reserach: Content
analysis of post-1980 studies, and some implications for future work.
Advances in Consumer Research. 17: 798-803
Wrieden W. 1996. Fruit and vegetable consumption of 10–11 year old children in
a region of Scotland. Health Education Journal. 14: 185–19.
Yuliati LN, Retnaningsih, Aprilia D. 2012. Pengaruh kelompok acuan terhadap
kesadaran dan konsumsi beras merah (Oryza nivara). Jur. Ilmu Keluarga
dan Konsumen. 5(2): 166-174.
38
39
LAMPIRAN
40
41
Lampiran 1 Uji Asumsi Klasik
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .401a .300 .264 16.441 1.744
42
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 30.000 6.288 4.771 .000
INDEX_PAR1 .248 .077 .234 3.235 .001 .503 1.988
INDEX_PAR2 -.023 .084 -.016 -.280 .780 .779 1.283
INDEX_PAR3 -.044 .050 -.047 -.876 .382 .912 1.097
INDEX_COM1 -.073 .081 -.065 -.906 .365 .513 1.948
INDEX_COM2 .016 .066 .014 .236 .814 .779 1.284
INDEX_SOS1 .344 .046 .424 7.529 .000 .828 1.207
INDEX_SOS2 .015 .039 .022 .393 .695 .870 1.149
a. Dependent Variable: IDX_TOTFCQ
43
Lampiran 2 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin n %
Laki-laki 121 42
Perempuan 167 58
Total 288 100
Lampiran 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah
Asal Daerah Laki-laki Perempuan Total
N % n % n %
Jawa Barat 44 36.4 54 32.3 98 34.0
Luar Jawa Barat 77 63.6 113 67.7 190 66.0
Total 121 100 167 100 288 100
Uji beda (p- value) 0.478
Lampiran 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku
Uang saku (Rupiah/ bulan) Laki-Laki Perempuan Total
N % n % n %
≤600 000 6 4.96 4 2.40 10 3.5
600 001-1 000 000 75 61.98 88 53.69 163 56.6
>1 000 000 40 33.06 75 44.91 115 39.9
Total 121 100 167 100 288 100
Nilai Minimum 450 000
Nilai Maksimum 2 000 000
Rataan ± Sd 1 050 000 ± 900
534.1
1 180 000 ± 394
933.1
1 120 000 ± 396
961.5
Uji beda (p- value) 0.011
Lampiran 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga Laki-laki Perempuan Total
N % n % n %
Keluarga kecil (≤4 orang) 48 39.7 79 47.3 127 44.1
Keluarga sedang (5-7orang) 66 54.5 84 50.3 150 52.1
Keluarga besar (≥ 8 orang) 7 5.8 4 2.4 11 3.8
Total 121 100 167 100 288 100
Nilai minimun 2 2
Nilai maksimum 9 10
Rataan ± Sd 4.91 ± 1.335 4.74 ±1.157 4.81 ± 1.236
Uji beda (p- value) 0.243
44
Lampiran 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua
Usia orang tua Ayah* Ibu**
Laki-laki
(%)
Perempuan
(%)
Total
(%)
Laki-laki
(%)
Perempuan
(%)
Total
(%)
Dewasa awal 0 0 0 0 0 0
Dewasa madya 0 0 0 0.8 0.6 0.7
Separuh baya 44.0 53.5 49.5 75.6 80.4 78.4
Tua 56.0 45.2 49.8 23.6 18.4 20.6
Lanjut usia 0 1.3 0.7 0 0.6 0.4
Total 100 100 100 100 100 100
Nilai minimum 39 39
Nilai maksimum 65 71
Rataan ± Sd 51.4±5.6 50.5±6.0 50.9±5.9 46.9±5.3 46.3±.44 46.6±5.4
Uji beda 0.198 0.325
Keterangan : *15 orang ayah mahasiswa meninggal; **6 orang ibu mahasiswa meninggal
Lampiran 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Tingkat
pendidikan
Ayah Ibu
Laki-laki
(%)
Perempuan
(%)
Total
(%)
Laki-laki
(%)
Perempuan
(%)
Total
(%)
Tidak Sekolah 0.9 0 0.4 1.7 0.0 0.7
SD 7.7 10.2 9.2 9.2 11.0 10.3
SMP 5.2 15.3 11.0 8.4 14.7 12.1
SMA 33.6 33.1 33.3 34.5 33.1 33.7
D1/D3 7.8 7.7 7.7 8.4 9.8 9.2
S1 33.6 28.0 30.4 31.1 27.6 29.1
S2/S3 11.2 5.7 8.0 6.7 3.7 5.0
Total 100 100 100 100 100 100
Uji beda (p-
value)
0.025* 0.261
Keterangan : *=signifikan pada level 0.05
Lampiran 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan status pekerjaan orang tua
Status pekerjaan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Ayah
Bekerja 113 97.4 148 94.6 261 95.6
Tidak bekerja 3 2.6 9 5.4 12 4.4
Total 116 100 157 100 273 100
Uji beda (p - value) 0.251
Ibu
Bekerja 52 42.0 80 46.6 132 46.8
Tidak bekerja 69 58.0 87 53.4 156 53.2
Total 119 100 163 100 282 100
Uji beda (p - value) 0.716
45
Lampiran 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan orang tua
Pendapatan orang tua Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
≤1 000 000 10 8.26 9 5.4 19 6.6
1 000 001 - 5 000 000 63 52.06 104 62.2 167 58.0
6 000 000 - 10 000 000 37 30.6 38 22.8 75 26,0
>10 000 000 11 9.1 16 9.6 27 9.4
Total 121 100 167 100 288 100
Nilai minimun 0 0 0
Nilai maksimum 27 500 000 44 000 000 44 000 000
Rataan ± sd
5 900 000 ± 5
476 100
5 630 000 ± 6 711
000
5 740 000 ± 6
213 300
Uji beda (p- value) 0.720
46
Lampiran 10 Koefisien korelasi antara karakteristik mahasiswa dan karakteristik keluarga dengan pemilihan makanan
Kategori Pemilihan Makanan
FCQ1 FCQ2 FCQ3 FCQ4 FCQ5 FCQ6 FCQ7 FCQ8 FCQ9
Karakteristik responden
Jenis kelamin 0.029 -0.008 -0.048 -0.036 -0.035 -0.128* 0.069 0.007 -0.075
Asal daerah -0.040 -0.060 -0.031 -0.049 0.003 0.029 -0.017 -0.121* -0.033
Uang saku -0.011 -0.004 -0.034 -0.037 0.034 -0.152** -0.045 -0.068 -0.061
Karakteristik keluarga
Besar keluarga -0.069 -0.047 -0.076 -0.045 -0.020 -0.107 -0.022 -0.047 -0.061
Usia ayah 0.029 0.068 0.030 0.072 0.009 0.046 0.083 0.081 0.101
Usia ibu 0.025 0.072 0.058 0.080 0.079 0.124* 0.086 0.050 0.148*
Pendidikan ayah -0.008 -0.012 0.009 -0.054 0.067 0.015 0.004 -0.052 -0.073
Pendidikan ibu -0.034 -0.025 0.015 -0.006 0.025 -0.054 -0.025 -0.035 -0.046
Status pekerjaan ayah 0.050 -0.032 -0.030 -0.028 -0.023 -0.014 0.035 0.089 0.008
Status pekerjaan ibu 0.021 0.059 -0.052 -0.040 0.097 -0.026 0.018 -0.068 0.013
Pendapatan orang tua 0.045 -0.008 -0.042 -0.032 0.070 -0.093 0.000 -0.039 -0.044
Keterangan: FCQ1= kesehatan; FCQ2= suasana hati; FCQ3= kemudahan; FCQ4= sensorik; FCQ5= kandungan alami dalam pangan; FCQ6= harga; FCQ7= pengendalian berat badan; FCQ8=
familiaritas; FCQ9= masalah etika
Lampiran 11 Koefisien korelasi gaya pengasuhan, pola komunikasi keluarga, media dan teman terhadap pemilihan makan
Keterangan: FCQ1= kesehatan; FCQ2= suasana hati; FCQ3= kemudahan; FCQ4= sensorik; FCQ5= kandungan alami dalam pangan; FCQ6= harga; FCQ7= pengendalian berat badan; FCQ8= familiaritas; FCQ9= masalah etika
Kategori Pemilihan Makanan
FCQ1 FCQ2 FCQ3 FCQ4 FCQ5 FCQ6 FCQ7 FCQ8 FCQ9
Gaya pengasuhan
Otoritatif 0.373** 0.232** 0.101 0.173** 0.201** 0.006 0.153** 0.303** 0.255**
Otoriter 0.077 0.060 0.082 0.082 0.003 0.013 0.036 0.118* 0.038
Permissif -0.135* -0.052 0.003 -0.062 -0.059 -0.033 -0.136* -0.143* -0.051
Gaya komunikasi
Conversation 0.270** 0.180** 0.067 0.156** 0.154** -0.055 0.158** 0.166** 0.175**
Conformity -0.118* -0.079 0.011 0.005 -0.034 0.149 -0.021 -0.045 0.003
Media 0.442** 0.441** 0.318** 0.365** 0.134** 0.160** 0.276** 0.407** 0.272**
Teman 0.000 0.082 0.181** 0.171** 0.077 0.119* 0.045 0.002 0.175**
46
47
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jambi pada tanggal 9 Desember 1993 dari ayah Ali Akbar
Abduh dan ibu Kartika Fentiyenie. Penulis adalah putri kedua dari tiga
bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di TK Bhayangkari pada tahun 1999, setelah
itu pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 210 Kota Jambi.
Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Kota Jambi pada tahun 2006
dan lulus pada tahun 2009, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA
Negeri 4 Kota Jambi dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis lulus
selekasi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama kuliah penulis pernah mengikuti beberapa organisasi dan
kepanitiaan. Penulis berperan sebagai anggota Departemen Pengembangan Usaha
Desa di LK Bina Desa BEM KM IPB tahun 2014; International Schoolarship and
Education Expo (ISEE) sebagai sekretaris Divisi Workshop dan TOEFL dan
IELTS Prediction Test. Penulis mengikuti kepanitiaan Family and Consumer Day
tahun 2013 dan 2015. Penulis menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik
(PPA) tahun 2014-2015.
top related