pengalaman anak sulung terhadap harapan … · sikap tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh...
Post on 12-Mar-2019
253 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN
ORANG TUA DAN STRATEGI KOPINGNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Uli Yunistra Rosari Silaen
109114149
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBARPERSETVJUAN
SKRIPSI
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN ORANG TVA
DANSTRATEGIKOPINGNYA
Diajukan Vntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh:
Vii Yunistra Rosari Silaen
109114149
Telah disetujui oleh :
Dosen pembimbing skripsi
( Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si)
11
'1 ? MAY 2016Yogyakarta, .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN ORANG TVA
DANSTRATEGIKOPINGNYA
Studi Kualitatif
Telah dipersiapkan dan ditulis oleh:
VIi Yunistra Rosari Silaen
109114149
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji
pada...~~.. f.~~:.~~~...~.Ol'"dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Penguji 1 :
Penguji 2 :
Penguji 3 :
Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si
Debri Pristinella, M.Si.
Dra. L. Pratidarmanastiti, MS.
25 MAY :r'FYogyakarta, J
Fakultas Psikologi
1Il
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang
ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan,
yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang
penuh harapan.”
(Yeremia 29:11)
“Believe in all that can be, A miracle starts whenever you dream,
Believe and sing your heart you’ll see, Your song will hold the key.”
(OST “Barbie And The Diamond Castle”)
SSaayyaa ppeerrsseemmbbaahhkkaann kkaarryyaa iinnii uunnttuukk::
TTuuhhaann YYeessuuss,,
MMaammaa ddaann BBaappaakk,,
SSyyllvvii –– SShheerrllyy –– IIttaa,,
SSeemmuuaa oorraanngg yyaanngg sseellaalluu mmeemmbbeerrii ddeennggaann kkaassiihh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Mei 2016
Penulis
~~VIi Yunistra Rosari Silaen
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN ORANG TUA
DAN STRATEGI KOPINGNYA
Uli Yunistra Rosari Silaen
ABSTRAK
Studi kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengalaman yang dialami anak
sulung terhadap harapan orang tua serta bagaimana strategi koping mereka terhadap dampak yang
muncul. Penelitian dilakukan pada tiga orang anak sulung. Teknik pemilihan dengan operational
construct sampling, yaitu dipilih dengan kriteria berdasarkan teori tertentu. Informan berusia 18-25
tahun, yang memiliki saudara kandung minimal dua orang. Pengambilan data dilakukan
menggunakan wawancara dengan pedoman umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengalaman yang dialami informan terhadap harapan orang tua adalah pengalaman merespon
harapan orang tua serta dampak positif maupun negatif yang dirasakan. Pengalaman mersepon
yang dialami anak sulung adalah secara asertif menolak dan bernegosiasi terkait harapan orang tua
yang berbeda. Sikap tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh orang tua, sehingga mereka
memilih bersikap pasif. Namun adanya kesadaran diri mengenai perannya sebagai anak sulung,
mendorong ketiga informan untuk mewujudkan harapan orang tua meskipun mereka menunda
mewujudkan pelaksanannya. Dampak positif yang dirasakan adalah melatih kepekaan,
kedewasaan, dan tanggung jawab, serta merasa tertantang untuk memenuhi harapan orang tua.
Dampak negatif juga dirasakan oleh anak sulung akibat dari harapan orang tua yaitu merasa
tertekan. Cara mengatasi dampak negatif tersebut dengan melakukan represi dan bercerita kepada
orang lain. Keduanya termasuk dalam strategi koping jenis emotion-focused coping. Selain itu,
win-win solution menjadi salah satu cara yang dilakukan informan dalam menghadapi perbedaan
harapan dengan orang tua.
Kata kunci : Pengalaman anak sulung, anak sulung, harapan orang tua, strategi koping, dampak
positif, dampak negatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
A FIRSTBORN’ EXPERIENCES TOWARDS PARENT’ EXPECTATION
AND COPING STRATEGIES
Uli Yunistra Rosari Silaen
ABSTRACT
This qualitative study aimed to reveal a description of experiences that faced by a firstborn
towards parents’ expectations and their coping strategies used for the negative impacts that
appeared. This study was done for three firstborns. The researcher used Operational Construct
Sampling technique, meaning the informants were chosen based on the specific theories. The
informants were 18 to 25-year-old people who had at least 2 younger siblings. The data
acquisition was done by using a general method interview. The result of this study showed some
experiences that faced by the informants towards parents’ expectations is experiencing to respond
the parents’ expectations and the positive or negative impacts that were faced. That informants
refused and assertively tried to negotiate concerning to the parents’ expectations. The parents did
not really show a positive respond for their opinion, so the informants chose to be passive.
However, they were aware of being a firstborn, and that situation pushed them to actualise the
parents’ expectations although they postponed it. The positive impacts are training the sensitivity,
maturity, and responsibility. Then, sense the challenge to fulfill the parents’ expectations. The
negative impacts were also felt by the firstborns. The felt stressful. They overcame the impacts by
repression and sharing with others, which include as emotion-focused coping. The informants also
used win-win solution to solved the difference expectation.
Keywords: Firstborn’ experiences, firstborns, parent’ expectations, coping strategies, positive
impacts, negative impacts
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN PERSETVJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:
Nama
NIM'
: Uli Yunistra Rosari Silaen
: 109114149
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul:
PENGALAMAN ANAK SULUNG TERHADAP HARAPAN ORANG TVA
DANSTRATEGIKOPINGNYA
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyirnpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, dan
mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa
perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Dengan demikian ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada 25 Mei 2016
Yang menyatakan,
~#(Uli Yunistra Rosari Silaen)
V III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas kasih-Nya sehingga berkat dan
penyertaan-Nya tercurah kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini
dengan baik. Peneliti menyadari bahwa pengalaman dan perenungan akan hidup
memberi sumbangan bagi penelitian ini. Penelitian berjudul “Pengalaman dan
Strategi Koping Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua” diajukan untuk
mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan
sebagai bentuk kepedulian terhadap fenomena harapan orang tua terhadap anak
sulung.
Penelitian ini telah menemukan bagaiamana gambaran pengalaman anak
sulung terhadap harapan-harapan dari orang tua dan cara-cara mengatasi dampak
yang timbul dari harapan orang tua. Penelitian ini ditujukan kepada pembaca yang
memiliki pengalaman serupa maupun tidak, sehingga diharapkan dapat membantu
untuk lebih peduli dan menyadari keberadaan keluarga, orang tua, adik maupun
kakak.
Proses penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang dengan
tulus memberikan bantuan, dukungan serta doa. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terimakasih kepada
1. Tuhan Yesus Kristus atas kasih, penyertaan, talenta dan penyelenggaraan
hidup yang ajaib sehingga peneliti dapat menyelesaikan proses penelitian
dan perkuliahan S1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
2. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan sebagai dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan dan kepercayaan penuh kepada peneliti sehingga peneliti
menjadi lebih kreatif selama proses penyelesaian penelitian ini.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi yang telah
menerapkan pengajaran baik selama proses kuliah.
4. Ibu P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A selaku Wakil Kepala Program Studi
dan sebagai dosen pembimbing akademik atas keramahan, perhatian,
dukungan, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing peneliti selama
proses penelitian dan perkuliahan.
5. Dosen penguji…
6. Ibu Monica Eviandaru M. M. App., Psych. Selaku dosen pembimbing
akademik terdahulu atas ajaran, ide, sebagai inspirasi peneliti untuk lebih
tekun, untuk literature dan waktu luang yang diberikan untuk mengoreksi
penelitian ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas
pengenalan ilmu serta berbagi pengalaman kepada peneliti.
8. Staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gik, Mas Muji dan
Mas Doni. Terima kasih sudah membantu dalam segala keperluan penulis
dalam menyelesaikan studi.
9. TT, AA, dan AJ sebagai informan penelitian atas kesediaannya berbagi
pengalaman kehidupannya sebagai anak sulung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
10. Fiona Damanik atas ketulusannya membantu sebagai inter-rater dalam
mengolah data.
11. Bapak, Holant Tumbur Silaen, dan Mama, Yuni Astutik, orang tua yang
mendidik dan menegur dengan kasih, selalu mendukung peneliti untuk
berkembang, dan ajaran untuk bersyukur serta berpengharapan kepada
Tuhan.
12. Sylvia Martha Aprilia Silaen (Silpup), Sherly Tania Natalie Silaen (Dek
Sur), dan Ita Sondang Permata Puteri Silaen (Itakun), adik-adik yang
dengan karakternya masing-masing mewarnai keluarga.
13. Untuk teman, sahabat, saudaraku KEPOMPI: Owe, Disti, Sheila, Cintem,
Mega, dan Aning atas kebersamaan saling mendengarkan dan didengarkan,
untuk dukungan dan teguran, serta kejutan-kejutannya setiap hari.
14. Untuk Louis Rony Aditya, partner yang dengan sabar mendukung dan
mendampingi dengan penuh kasih dan ketulusan.
15. Teman-teman Psikologi 2010: Suster Petra, Kak Ria, Esri, Suster Marcell,
Opah, Tyas, Irma, Nani, Tirza, Monik, dan semuanya atas proses
pertemanan dan perkuliahan yang menyenangkan bersama kalian.
16. Keluargaku di Paduan Suara Mahasiswa Cantus Firmus: Pak Mbong, Kak
Ichak, Rijang, Nitnot, Mas Yogis, Pewl, Kimcil, Satya, Satriyo, Susi, Adit,
Detha, Kuntil, Kepi, Tamara, Yose, Dion, Lintang, Ayuk, semuanya yang
tidak bisa disebutkan satu per satu. Bersyukur dapat berproses dan dibentuk
menjadi pribadi yang kaya akan kasih dan kerja keras.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
17. Kakak dan saudaraku di XPECTA: Mbak Elsa, Ully, Gita, Elga, Kak Oliv
untuk kesempatan bermimpi dan mewujudkan mimipi kita bersama,
terimakasih atas dukungan dan pengertiannya.
18. Gita Indriya SD Negeri Ungaran Yogyakarta, yang memberi kesempatan
saya untuk berkembang dalam mengajar, membimbing dan bersosialisasi
dengan para murid.
19. Untuk Ratri Kepsii, Leo, dan Paul telah mau berbagi kisah hidup yang luar
biasa dalam mengambil keputusan. Saya salut dengan kalian!
20. Semua orang hebat dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-per
satu yang mendukung, menyemangati, menegur, mengingatkan dengan doa
dan perhatian baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga saya
dapat menyelesaikan karya ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf apabila terdap hal-hal yang kurang berkenan. Penulis
menerima segala masukan yang membangun demi perbaikan penelitian
selanjutnya. Semoga karya ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak. Terimakasih.
Yogyakarta,
Penulis,
Uli Yunistra Rosari Silaen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ........................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 10
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 11
1. Manfaat Teoretis ................................................................................... 11
2. Manfaat Praktis ..................................................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
A. Anak Sulung ................................................................................................ 13
1. Pengertian Anak Sulung .......................................................................... 13
2. Karakteristik Anak Sulung ...................................................................... 13
3. Review Penelitian Terdahulu tentang Anak Sulung dan Urutan kelahiran 18
B. Harapan Orang Tua ..................................................................................... 23
1. Pengertian Harapan Orang Tua ............................................................... 23
2. Jenis-jenis Harapan Orang Tua ............................................................... 24
3. Harapan Orang Tua terhadap Anak Sulung Dalam Tinjauan Mendetail 26
a. Faktor yang mempengaruhi ................................................................. 26
b. Macam-macam harapan orang tua ...................................................... 27
c. Dampak harapan orang tua .................................................................. 30
C. Strategi Koping............................................................................................ 31
1. Pengertian Strategi Koping .................................................................... 31
2. Fungsi dan jenis Koping......................................................................... 32
3. Review penelitian Terdahulu tentang Strategi Koping pada Anak Sulung 37
D. Kerangka Penelitian .................................................................................... 40
E. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 42
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 42
B. Fokus Penelitian .......................................................................................... 43
C. Informan Penelitian ..................................................................................... 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
D. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 44
E. Prosedur Analisis Data ................................................................................ 49
F. Keabsahan Data ........................................................................................... 51
1. Kredibilitas Penelitian ............................................................................. 52
2. Dependabilitas ......................................................................................... 56
3. Transferabilitas ........................................................................................ 59
4. Konfirmabilitas ........................................................................................ 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 61
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 61
1. Persiapan Penelitian ................................................................................ 61
2. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 62
3. Jadwal Pengambilan Data ....................................................................... 63
4. Proses Analisis Data ................................................................................ 67
B. Profil Informan dan Deskripsi Harapan Orang Tua .................................... 69
1. Informan 1 (TT)....................................................................................... 69
2. Informan 2 (AA) ...................................................................................... 71
3. Informan 3 (AJ) ....................................................................................... 74
C. Hasil Penelitian ............................................................................................ 76
1. Informan 1 ............................................................................................... 76
2. Informan 2 ............................................................................................... 86
3. Informan 3 ............................................................................................... 97
4. Rumusan Tema Utama Tiga Informan .................................................... 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
a. Pengalaman Anak Sulung Terhadap Harapan Orang Tua .................. 109
1) Gambaran Pengalaman Merespon Harapan Orang Tua .................. 109
2) Gambaran Pengalaman Terkait Dampak Harapan Orang tua ......... 114
b. Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua ..................... 117
D. Pembahasan ................................................................................................ 121
1. Pengalaman Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua ........................ 121
a. Gambaran Pengalaman Merespon Harapan Orang Tua...................... 121
b. Gambaran Pengalaman terkait Dampak Harapan Orang Tua............. 127
2. Strategi Koping Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua .................. 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 137
A. Kesimpulan ................................................................................................. 137
B. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 138
C. Saran ......................................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 141
LAMPIRAN ................................................................................................... 147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Panduan Wawancara........................................................................ 46
Tabel 2 Tabel Identitas Informan ................................................................. 63
Tabel 3 Jadwal Wawancara Informan 1 (TT) ............................................... 64
Tabel 4 Jadwal Wawancara Informan 2 (AA) ............................................. 65
Tabel 5 Jadwal Wawancara Informan 3 (AJ) .............................................. 66
Tabel 6 Tema Utama: Pengalaman terhadap Harapan Orang tua................. 119
Tabel 7 Tema Utama: Strategi koping terhadap Dampak Harapan
Orang Tua ........................................................................................ 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SKEMA
Skema 1 Kerangka Penelitian ...................................................................... 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tema Utama Informan 1 (TT) .................................................. 148
Lampiran 2 Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 1 (TT) .............. 149
Lampiran 3 Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 1 (TT) ........................................................................ 151
Lampiran 4 Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 1 (TT) .............. 177
Lampiran 5 Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 1 (TT) ........................................................................ 179
Lampiran 6 Tema Utama Informan 2 (AA) ................................................. 195
Lampiran 7 Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 2 (AA) ............. 197
Lampiran 8 Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 2 (AA) ....................................................................... 199
Lampiran 9 Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 2 (AA) ............. 231
Lampiran 10 Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 2 (AA) ....................................................................... 233
Lampiran 11 Tema Utama Informan 3 (AJ) .................................................. 261
Lampiran 12 Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 3 (AJ) .............. 262
Lampiran 13 Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 3 (AJ) ........................................................................ 264
Lampiran 14 Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 3 (AJ) .............. 299
Lampiran 15 Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 3 (AJ) ........................................................................ 301
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
Lampiran 16 Protokol Wawancara ................................................................ 331
Lampiran 17 Informed Consent ..................................................................... 334
Lampiran 18 Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara ............................... 336
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjadi anak sulung merupakan peran yang harus dijalani
dengan kuat dan tahan banting. Kurniawan (komunikasi pribadi, 19 Mei,
2013), menuliskan keluh kesah kehidupan perannya sebagai anak sulung
dalam blog pribadi.
“Saat ini saya sedang merasa lelah mengemban peran sebagai anak
sulung. ingin rasanya titel „anak sulung-harapan semua pihak‟ yang
saya emban untuk dicopot sementara lalu saya bergerak bebas
menikmati apa yang ingin saya nikmati. Tapi kenyataan bilang kalau
sebagai anak sulung harus dibawa selama hayat dikandung
badan,……..Sebagai anak sulung saya merasa begitu „dibebani‟
banyak harapan dari berbagai pihak termasuk orang tua, tapi saya
jarang meminta reward kepada sebagai balasan atas tercapainya
beberapa harapan,……….Apakah memang anak sulung memang
diberikan peran untuk jadi yang paling kuat, paling tahan banting dan
terkesan sebagai superhero bagi adik-adiknya dan seluruh anggota
keluarga? Apakah semua anak sulung diwajibkan harus mendapatkan
pencapaian yang membanggakan orang tua dan sebagus
mungkin…..? Saya rasa anak sulung memang sudah diprogram untuk
memiliki kepatuhan di atas rata-rata, sehingga mereka jarang
mengungkapkan tuntutan/ keinginan mereka sendiri. Anak sulung
sepertinya diciptakan sebagai individu yang selalu mengutamakan
kepentingan keluarga di atas kepentingan pribadinya.” (Kurniawan,
komunikasi pribadi, 19 Mei, 2013)
Tulisan tersebut ingin mengungkapkan pengalaman seorang
anak sulung yang merasa lelah dan terbebani menyandang status sebagai
anak sulung. Pengalaman diatas mengungkapkan begitu banyak harapan
yang dititipkan kepadanya, baik orang tua maupun sanak saudara. Orang tua
berharap agar kuliahnya berhasil dan diusahakan mendapatkan IP 4,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sehingga dapat menjadi teladan bagi adik-adiknya. Selain itu, diharapkan
mampu meringankan beban orang tua untuk menyekolahkan adik-adiknya.
Ia diwajibkan mendapatkan pencapaian yang membanggakan orang tua.
Oleh karena itu, ia merasa bahwa menjadi anak sulung memang sudah di
program untuk memiliki kepatuhan di atas rata-rata, sehingga terkesan
seperti superhero bagi adik dan seluruh anggota keluarga.
Tulisan di atas ingin mengungkapkan bahwa begitu banyak
harapan orang tua terhadap anak sulung, sehingga dirasakan menjadi beban
bagi diri anak tersebut. Martin (dalam Palmer, 1966) mengatakan bahwa
sebagian besar anak pertama merupakan korban tuntutan, harapan, serta
ambisi orang tua yang berlebihan. Orang tua memiliki tuntutan dan
menentukan standar yang tinggi terhadap anak yang lahir pertama kali
dibandingkan dengan anak yang lahir berikutnya. Mereka memberikan lebih
banyak tekanan untuk berhasil dan bertanggung jawab serta ikut campur
dalam kegiatan-kegiatannya (Rothbart dalam Santrock, 2002; 2007).
Faktor yang mempengaruhi tingginya harapan orang tua
terhadap anak sulung adalah urutan kelahiran. Orang tua menaruh harapan
yang lebih tinggi pada anak-anak yang lahir duluan daripada anak-anak
yang lahir kemudian (Santrock, 2002). Individu yang lahir pertama kali
langsung menjadi sorotan orang tua serta harapan-harapan mereka, tanpa
adanya perantaraan saudara kandung. Oleh karena itu, orang tua cenderung
memiliki harapan yang tinggi kepada anak yang lahir duluan (Palmer,
1966). Urutan kelahiran akan mempengaruhi cara orang tua memperlakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
anak (Agustina, 2014). Misalnya, memberikan perhatian dan perlindungan
yang berlebihan (Hurlock dalam Susanti, 2004). Dampaknya orang tua lebih
cerewet serta menuntut lebih banyak terhadap anak sulung (Vitamind,
2002). Sebuah penelitian mengatakan bahwa banyak orang tua memberi
perlakuan lebih keras dalam mendidik anak pertama. Hasil positifnya adalah
statistik tingkat kecerdasan anak sulung lebih tinggi dibandingkan anak
bungsu. Menurut V. Joseph Host, ketua penelitian, bukan urutan kelahiran
yang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, akan tetapi lebih kepada
bagaimana pola asuh disiplin yang diterapkan orang tua pada masing-
masing anak (Agustina, 2014).
Harapan orang tua yang tinggi ditekankan lebih besar terhadap
prestasi dan tanggung jawab kepada anak sulung (Sumiyati dalam Andre,
2010). Pertama, terhadap tanggung jawab, Santrock (2002) menyatakan,
saudara yang paling tua diharapkan berlatih mengendalikan diri dan
memperlihatkan tanggung jawab dalam berinteraksi dengan adik-adiknya.
Mereka diharapkan lebih dominan, kompeten dan berkuasa daripada
saudaranya yang lebih muda. Selain itu, orang tua juga mengharapkan anak
sulung untuk mampu mengajari dan membantu adik-adiknya. Ditambahkan
oleh Sujanto (1986), orang tua menyerahkan tanggungjawab kepada anak
sulung terkait kehidupan, keselamatan, dan kebahagiaan saudara-
saudaranya. Penyerahan tanggung jawab ini sudah dilatih sejak kecil, yaitu
mengasuh adik-adiknya, menjaga, mengajak bermain, memberikan makan,
mencucikan pakaian, memandikan, dan lain sebagainya. Anak sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
diharapkan dapat berbuat seperti yang diperbuat orang tuanya. Hal ini
menyebabkan anak sulung yang paling mungkin mengambil posisi
kepemimpinan, karena pada umumnya mereka bertindak sebagai pemimpin
saudara-saudaranya dalam keluarga (Whitbourne, 2013).
Penelitian terkait dilakukan Herrera et al (2003) mengenai
keyakinan tentang urutan kelahiran. Terdapat empat penelitian yang
dilakukan. Salah satu penelitiannya menghasilkan kesimpulan terkait anak
sulung, bahwa anak sulung diyakini yang paling cerdas, bertanggung jawab,
taat, stabil dan sedikit emosional. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nyman (dalam Herrera et al, 2003) bahwa anak pertama
dipercayai lebih bertanggung jawab.
Kedua, anak sulung diharapkan oleh orang tua memiliki
pencapaian prestasi yang baik. Kurniawan (komunikasi pribadi, 19 Mei,
2013) : “Nak, kuliahmu harus berhasil agar adik-adikmu termotivasi.
Bayangkan jika kuliahmu gagal lalu adik-adikmu dihantui bayang-bayang
kegagalanmu saat mereka kuliah nanti.” Ini merupakan salah satu contoh
bahwa orang tua memiliki harapan besar agar anak sulung memiliki prestasi
yang baik. Adler (1957:126) mengatakan: “You are the larger, the stronger,
the older, and therefore you must also be cleverer than the others.” Karena
anak pertama dianggap yang paling besar, maka ia dituntut orang tua untuk
lebih pandai dibandingkan saudara-saudaranya. Anak sulung harus siap
memberikan passing grade yang tinggi agar adik-adiknya bisa mendapatkan
nilai standar bahkan nilai yang lebih untuk mendapatkan jurusan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
perguruan tinggi yang dia inginkan. Anak sulung harus bisa menjadi
patokan untuk adik-adiknya. Hal ini dikarenakan ia akan dijadikan contoh
dan perbandingan. Oleh karena itu, diharapkan anak sulung bisa
memberikan upaya terbaiknya untuk dapat menjadi teladan bagi adik-
adiknya (Efranda, komunikasi pribadi, 6 April, 2014).
Sebuah penelitian terkait prestasi dilakukan oleh Kristensen &
Tor Bjerkedel (dalam Pincott 2011) mengenai urutan kelahiran dan
kecerdasan yang dilakukan pada lebih dari 240.000 sampel bersaudara dari
kalangan militer. Hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak tertua
memiliki IQ hampir tiga poin rata-rata lebih tinggi daripada anak kedua dan
empat poin lebih tinggi dari anak ketiga. Melalui penelitian ini, terlihat anak
sulung memiliki kemampuan IQ yang baik. Hal ini menyebabkan anak
sulung unggul dalam kemampuan akademik (Santrock, 2007).
Kontras dengan anak sulung, hampir kebanyakan anak bungsu
memiliki motivasi berprestasi yang relatif lemah. Mereka tidak ditekan oleh
orang tua untuk mencapai sesuatu, seperti prestasi. Selain itu, anak bungsu
cenderung dimanja oleh saudara-saudaranya dan orang tua, sehingga
memungkinkan adanya sedikit tekanan bagi anak bungsu. Begitu juga
dengan anak tengah yang memiliki pencapaian kurang dalam hidup dan
secara akademis dibandingkan dengan anak sulung. Penyebabnya adalah
kurangnya harapan-harapan orang tua dan kurangnya tekanan untuk
berprestasi, serta sedikitnya tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua
kepada anak tengah (Hurlock, 1974; 1980; 1992). Oleh karena itu, harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
serta tekanan lebih banyak ditujukan kepada anak sulung dibandingkan anak
tengah maupun bungsu. Hal inilah yang mendasari penelitian ini.
Harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepada anak sulung
memberikan dampak tersendiri bagi anak sulung. Beberapa fakta
mengungkapkan pengaruh harapan orang tua terhadap anak sulung, baik
secara positif maupun negatif. Beberapa dampak positif adalah anak sulung
memiliki kepuasan pribadi yang diperoleh akibat dari perannya sebagai
teladan bagi adik-adiknya. Mereka juga lebih bersikap dewasa dan memiliki
karir akademik yang professional dan memuaskan akibat dari tuntutan orang
tua dan standar tinggi (Hurlock, 1980; Santrock, 2002). Selain itu, harapan
orang tua memberikan dampak positif bagi anak sulung yaitu memiliki
ambisi menjadi orang yang sukses. Studi yang dilakukan terhadap 1.500
keluarga di Inggris menunjukkan bahwa anak sulung baik perempuan
maupun lelaki sama-sama berambisi untuk meneruskan pendidikan hingga
ke perguruan tinggi atau jenjang universitas yang lebih tinggi. Salah satu
penyebabnya adalah harapan yang besar orang tua pada anak sulungnya agar
menjadi figur yang dibanggakan. Orangtua berharap agar anak sulung akan
menjadi orang besar dan hebat (Liwun, komunikasi pribadi, 4 Mei, 2014).
Pada kenyataannya harapan-harapan orang tua juga memberikan
dampak negatif bagi anak sulung. Seperti telah dipaparkan pada awal
paragraf (Kurniawan, komunikasi pribadi, 19 Mei, 2013), bahwa perannya
sebagai anak sulung dirasakan sebagai beban. Dampak negatif lainnya
bahwa anak sulung menganggap harapan merupakan tekanan, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
mereka membenci tekanan-tekanan dari orang tua untuk hidup sesuai
dengan harapan mereka. Hal ini dikarenakan anak sulung merasa benci
karena harus berlaku sebagai teladan bagi adik-adiknya (Hurlock, 1980).
Disisi lain, tekanan-tekanan yang dikenakan kepada anak sulung untuk
dapat berprestasi tinggi memberikan beberapa dampak seperti rasa bersalah
yang tinggi, cemas, serta kesulitan dalam mengatasi situasi yang tidak
menyenangkan (Santrock, 2002). Bahkan harapan orang tua dapat menjadi
faktor penyebab seorang anak bunuh diri. Pada kasus anak sulung yang
diteliti Huang dan Ying (dalam Santrock 2002) mengungkapkan bahwa
seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun yang merupakan anak sulung,
memiliki kecenderungan depresi dan bunuh diri. Hal ini dikarenakan orang
tuanya memiliki tuntutan terhadapnya untuk menjadi dokter. Akibat depresi
yang di derita, ia gagal dalam beberapa mata pelajaran dan berkali-kali
absen serta terlambat masuk sekolah. Hal ini membuat orang tuanya marah
dan merasa frustasi oleh kegagalan akademis remaja tersebut
Menurut psikolog dari YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia dalam Solahudin, 2011), harapan dari orang tua akan
mempengaruhi sikap dan kepribadian si sulung. Biasanya anak sulung
cenderung lebih tenang, kontrol diri lebih kuat, lebih bijaksana, dan tidak
terlalu ekspresif dalam memperlihatkan emosinya. Hal ini dikarenakan
adanya tuntutan peran untuk lebih bersikap rasional. Sebaliknya, anak
sulung justru menjadi temperamental, terutama ketika tuntutan orang tua
tidak sesuai dengan dirinya, sehingga merasakannya sebagai beban. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
mengakibatkan manifestasi berupa pemberontakan. Contohnya ketika orang
tua menyuruh anak sulung melakukan sesuatu, mereka cenderung melawan
atau menolaknya. Meskipun demikian, anak sulung akan tetap berusaha
mengerjakan harapan-harapan tersebut dengan sempurna. Ia akan merasa
sangat patah hati jika ada harapan yang tidak terpenuhi. Jika mendapat kritik
akibat kesalahan yang diperbuat, dapat menimbulkan kesedihan yang luar
biasa (Vitamind, 2002).
Berdasarkan informasi di atas, diketahui bahwa orang tua
memiliki harapan terhadap anak sulung yang dipengaruhi faktor urutan
kelahiran. Orang tua memberi harapan terhadap anak sulung terkait rasa
tanggung jawab serta berprestasi. Hal ini memberikan berbagai dampak,
baik positif dan negatif. Berkaitan dengan dampak negatif yang
ditimbulkan, anak sulung perlu melakukan sesuatu untuk mengatasinya
supaya mereka tetap memberikan yang terbaik bagi orang tua, keluarga, dan
terpenting bagi diri sendiri. Hal tersebut adalah koping. Koping adalah
suatu proses ketika individu mencoba mengelola jarak yang ada dalam
tuntutan-tuntutan (baik tuntutan yang berasal dari individu maupun berasal
dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang digunakan seseorang
dalam menghadapi situasi menekan (Lazarus & Folkman dalam Smet,
1994). Dalam mengelola tuntutan dengan daya tersebut, diperlukan tindakan
nyata yang disebut strategi koping. Strategi koping secara konseptual
didefinisikan sebagai tingkah laku yang digunakan untuk menyelesaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
tuntutan yang dibuat oleh stressor (McCubbin & McCubbin dalam Plunkett
et al, 2000).
Sebuah penelitian terkait strategi koping dan urutan kelahiran
dilakukan oleh Farah (2013). Responden dalam penelitian tersebut
merupakan anak sulung, tengah, dan bungsu berusia remaja akhir. Hasil
penelitian adalah tidak ada perbedaan dalam strategi koping jenis Emotional
Focused Coping pada urutan kelahiran. Akan tetapi, ada perbedaan yang
nyata dalam startegi koping jenis Problem Focused Coping pada urutan
kelahiran. Anak sulung memiliki Problem Focused Coping yang lebih
tinggi daripada anak tengah dan anak bungsu. Oleh karena itu, penelitian
tersebut menyimpulkan ada perbedaan nyata dalam strategi koping secara
total, yaitu anak sulung memiliki strategi koping yang lebih tinggi daripada
anak tengah dan anak bungsu.
Kebanyakan penelitian sebelumnya membandingkan anak
sulung dengan anak bungsu dalam hal perbedaan kecerdasan emosional
(Susanti, 2004) atau membandingkan secara umum urutan kelahiran dengan
kecerdasan emosional (Wulanningrum, 2011) dan kemandirian pada remaja
(Rini, 2012), penyesuaian sosial (Herdiana, 2009) dan perbedaan harga diri
(Septiani, 2011), serta penelitian yang terfokus pada kecemasan neurotik
pada anak sulung (Saulina, 2009). Penelitian-penelitian sebelumnya kurang
membahas secara pribadi mengenai pengalaman anak sulung itu sendiri
terhadap harapan orang tua serta kurang mengeksplorasi cara mengatasi
dampak-dampak dari harapan orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Adanya harapan dan tekanan yang ditujukan lebih besar bagi
anak sulung dibandingkan anak tengah maupun bungsu, pengalaman anak
sulung terkait harapan orang tua yang memberikan dampak positif maupun
dampak negatif, serta penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
mengenai strategi koping pada anak sulung, membuat peneliti tertarik untuk
mengungkapkan lebih detail tentang bagaimana sebenarnya pengalaman
anak sulung terhadap harapan orang tua dan bagaimana strategi kopingnya.
Peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif yang mampu
mendeskripsikan serta memahami gambaran pengalaman anak sulung
terhadap harapan orang tua dan strategi kopingnya. Melalui pendekatan
kualitatif ini, diharapkan dapat mengungkapkan kedalaman secara detail
dari fokus permasalahan yang diangkat (Poerwandari, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengalaman dan strategi
koping anak sulung terhadap harapan orang tua?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pengalaman anak sulung terhadap harapan orang tua. Selain itu, mengetahui
strategi koping anak sulung terhadap harapan orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
dibidang psikologi khususnya psikologi perkembangan, psikologi klinis,
dan psikologi keluarga dalam memberikan gambaran mengenai
pengalaman dan strategi koping anak sulung terhadap dampak dari
harapan orang tua. Diharapkan penelitian ini mampu menambah
pemahaman mendalam mengenai gambaran pengalaman anak sulung
terkait yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan mengenai harapan orang
tua. Selain itu, memberi gambaran mengenai strategi koping anak sulung
secara khusus terhadap dampak dari harapan orang tua, sehingga
menjadi informasi dalam menentukan sikap yang tepat terhadap realitas
yang dialami anak sulung.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi anak sulung untuk lebih menyadari proses
dari pengalamannya sebagai anak sulung terhadap harapan orang tua
serta dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Penelitian ini
diharapkan mampu menyadarkan dan memberi pemahaman mengenai
pentingnya mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dengan strategi-
strategi koping. Hal ini dilakukan demi tercapainya harapan orang tua,
keluarga, serta anak sulung itu sendiri. Selain itu, penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi orang tua dalam hal
mendidik dan memberikan tuntutan pada anak sulung dengan tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
melihat kualitas dan realitas anak tanpa memaksakan kehendak orang
tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Sulung
1. Pengertian Anak Sulung
Anak sulung merupakan anak yang paling tua atau anak pertama
yang lahir dari suatu keluarga. Ia sering dikenal sebagai “experimental
child”, karena orang tua belum memiliki pengalaman dalam merawat
serta mendidik anak (Gunarsa, 2003). Sebelum adiknya lahir, anak
sulung adalah anak tunggal yang menjadi pusat perhatian orang tuanya
(Vitamind, 2002). Ia adalah satu-satunya yang tidak harus berbagi kasih
sayang dan sentuhan orang tua dengan saudara kandung lainnya hingga
adik-adiknya lahir (Santrock, 2002).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa anak sulung adalah anak yang lahir pertama kali sehingga
dianggap istimewa oleh orang tua dan dikenal sebagai “experimental
child”.
2. Karakteristik Anak Sulung
Sejarah mengakui bahwa anak tertua memiliki posisi yang
menguntungkan. Hal ini memberikan kelebihan bagi perkembangan
kehidupan psikisnya (Adler, 1957). Ia menempati posisi yang unik,
yaitu sempat menjadi anak tunggal selama beberapa waktu (Feist, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Orang tua mencurahkan lebih banyak waktu dan perhatian kepadanya.
Hal ini membuat anak pertama merasakan kegembiraan dan lebih merasa
aman hingga kelahiran anak berikutnya Ketika adiknya lahir, anak
sulung merasa dalam kondisi “turun tahta”, yaitu ketika orang tua tidak
lagi mencurahkan perhatian utuh padanya. Tak ada yang menduga
mengenai pergantian “tahta” ini memberikan rasa sakit bagi anak sulung
dan posisi yang tidak mampu melawan (Hidayat, 2011). Anak sulung
akan memberikan reaksi atas kedatangan adiknya seperti mencari-cari
perhatian dengan cara yang aneh (Gunarsa, 1981). Pengalaman ini
memberikan pengaruh terhadap tingkah laku bagi anak sulung (Hall &
Lindzey, 1993). Berikut akan dipaparkan beberapa karakteristik anak
sulung yang dikemukakan oleh para ahli.
Ada beberapa ciri-ciri umum anak sulung yang dikemukakan
oleh Vitamind (2002), antara lain berperilaku secara matang dikarenakan
ia berhubungan dengan orang dewasa, mempunyai perasaan kurang aman
dan tidak menyukai peristiwa lahirnya adik kandung yang akan menjadi
pusat perhatian, benci terhadap perannya sebagai teladan dan pengasuh
bagi adik-adiknya, cenderung mengikuti kehendak dan tekanan
kelompok, mudah dipengaruhi untuk mengikuti kehendak orang tua, dan
mengembangkan kemampuan memimpin sebagai akibat dari peran
memikul tanggung jawab di rumah serta mencapai sukses tinggi dalam
bidang yang ditekuninya. Selain itu, anak sulung memiliki sikap yang
tegas, memiliki keinginan kuat untuk maju, suka bekerja keras dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
memasang tujuan dan target yang tinggi untuk dicapai. Terkait dengan
peran anak sulung sebagai pengasuh bagi adik-adiknya, akan membuat
anak sulung lebih matang secara intelektual untuk memiliki tingkat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan adik-adiknya (Hidayat, 2011).
Selain itu, beberapa sifat yang terlihat pada anak sulung
dikemukakan oleh Gunarsa (1981), antara lain: bertanggung jawab
terhadap adik-adik, disertai perasaan berkuasa terhadap adiknya; adanya
pandangan ke depan, yaitu pengertian tentang kehidupan dan proses-
prosesnya; senang mengajar orang lain, karena terbiasa mengajar adik;
berpikir secara mendalam, sungguh-sungguh, lebih matang dan kurang
bersikap humor; selalu merasa diri tidak aman dan cemas yang
cenderung diabaikan; dan mencari kedudukan pemimpin.
Menurut ahli lain, anak sulung lebih berorientasi pada
kedewasaan, suka menolong, dapat menyesuaikan diri, kecemasan tinggi,
rasa bersalah tinggi, dan lebih dapat mengendalikan diri dibandingkan
saudara kandungnya (Santrock, 2002/ 2007). Selain itu, Adler (dalam
Hidayat, 2011) mengatakan bahwa anak sulung juga memiliki orientasi
hidup ke masa lalu. Ia terfokus pada nostalgia sehingga sering kali
menjadi pesimis dengan masa depan. Anak sulung juga memiliki minat
yang tidak biasa dalam hal keteraturan dan otoritas. Ia dapat menjadi
organizer yang baik, penuh hati-hati dan cermat dalam hal-hal yang
detail.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Hurlock (1974) dalam sebuah studi mengungkapkan beberapa
kecenderungan anak sulung antara lain penurut, mandiri, lebih
membutuhkan teman (afiliasi) terutama dalam situasi stres, rentan
terhadap tekanan kelompok, introvert, kurang memiliki toleransi serta
rentan terhadap amarah yang meledak-ledak, takut dalam situasi yang
menyakitkan dan menakutkan serta lebih sering mengalami kecemasan
karena takut tidak mampu memenuhi harapan orang tua.
Beberapa sisi buruk anak sulung diungkapkan oleh Vitamind
(2002) antara lain sering bersikap murung, kurang berperasaan, kadang
bertindak dengan mengintimidasi, mendorong orang lain bekerja keras
dan jarang ada yang berani menolak, kurang mempercayai orang lain
dalam mendelegasikan tugas, dan cenderung bersikap bossy.
Ditambahkan oleh Adler (dalam Feist & Feist, 2010) bahwa anak sulung
memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat serta
kecenderungan overprotektif.
Pada tahap perkembangannya, karakteristik yang khas
berdasarkan urutan kelahiran seperti temperamen, sifat, kebiasaan, selera,
kebutuhan, keinginan, dan minat akan menjadi kepribadian yang relatif
menetap dan tidak berubah. Ini akan menjadi ciri khas seseorang. Semua
ini terbentuk akibat perlakuan dan pembelajaran yang diterima anak
sehingga menjadi pengalaman psikologis dalam kehidupannya dari
orang-orang terdekat, seperti keluarga (Vitamind, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa ciri khusus anak
sulung, yaitu:
a. Berorientasi dewasa dan lebih matang, karena sering berhubungan
dengan orang dewasa dan tugas mengasuh adik.
b. Berjiwa pemimpin, penolong dan bertanggung jawab. Hal ini sebagai
akibat dari perannya memikul tanggung jawab di rumah, terutama
dengan adik-adiknya.
c. Memiliki sifat dominasi dan berkuasa, yang merupakan akibat dari
kepemimpinannya terhadap adik-adik. Hal ini menyebabkan anak
sulung lebih overprotektif, bossy, dan kurang memberi kepercayaan
kepada orang lain.
d. Menuruti kehendak orang tua serta kelompok-kelompok. Ketika
mereka tidak mampu memenuhi harapan-harapan tersebut dapat
menyebabkan anak sulung sering merasa cemas, rasa bersalah tinggi
dan tidak aman.
e. Kompeten, intelektualitas tinggi, kooperatif dan detail dalam
melakukan sesuatu.
f. Memiliki pengendalian diri yang baik dibandingkan saudaranya,
namun terkadang menunjukkan emosi yang meledak-ledak dan kurang
berperasaan.
g. Memiliki keinginan kuat untuk maju dan pandangan tentang masa
depan terkait prosesnya, karena memiliki target yang tinggi.
h. Introvert dan orientasi hidup ke masa lalu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
3. Review Penelitian Terdahulu Tentang Anak Sulung dan Urutan
Kelahiran
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
anak sulung. Beberapa penelitian berfokus pada kecemasan yang dialami
anak sulung. Salah satu penelitian dilakukan oleh Taganing (2006)
mengenai kecemasan pada anak sulung yang menganggur (belum
mendapat pekerjaan). Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
kecemasan anak sulung yang menganggur dan beberapa alasan maupun
penyebab terjadinya kecemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat empat karakteristik kecemasan yang dialami, antara lain;
manifestasi kognitif yang menyebabkan sulit berkonsentrasi, insomnia,
dan sulit mengambil keputusan; manifestasi motorik yang menyebabkan
subjek melakukan gerakan-gerakan tidak beraturan dan tidak terarah
tanpa disadari; manifestasi somatik yang menyebabkan gangguan fisik;
dan manifestasi afeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan, rasa
terancam, dan cemas berkepanjangan. Selain hasil di atas, hasil lain
menyebutkan bahwa terdapat faktor eksternal yaitu tuntutan dari orang
tua yang berlebihan sehingga mengakibatkan konflik dalam diri anak
sulung.
Penelitian serupa terkait kecemasan pada anak sulung dilakukan
oleh Saulina (2009) yang ingin mengetahui sejauh apa kondisi
kecemasan neurotik yang di alami anak sulung serta dinamika kecemasan
neurotik pada anak sulung berdasarkan psikoanalisis. Penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
menggunakan pendekatan fenomenologis dengan subjek sebanyak tiga
orang anak sulung berusia antara 20 – 30 tahun. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
kecemasan neurotik pada anak sulung berdasarkan psikoanalisis, antara
lain; pola asuh yaitu permisif pada salah satu subjek dan otoriter pada
kedua subjek lainnya; modeling lingkungan yaitu modeling dari orang
tuanya sendiri; trauma atau konflik yang belum selesai dengan orang tua;
dan penggunaan mekanisme pertahanan ego yang maladaptif. Salah satu
bentuk pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua adalah memberikan
tuntutan berprestasi dan tanggungjawab terhadap adik-adiknya. Masing-
masing subjek mengalami kesulitan dalam meletakkan kecemasannya ke
dalam kesadaran atau ketidaksadaran, atau bagaimana cara merespon
sesuatu sebagai yang memotivasi atau menjadikannya maladaptif. Selain
itu, mekanisme pertahanan ego tidak memberi penyelesaian masalah,
justru semakin membuat beban karena lingkungan yang terus menuntut.
Dari penelitian di atas terkait kecemasan pada anak sulung,
peneliti mendapat gambaran bahwa terdapat faktor eksternal yang
memberikan kontribusi terhadap kecemasan anak sulung yaitu tuntutan
orang tua. Orang tua menuntut terkait prestasi, tanggungjawab, dan
pekerjaan yang dapat menimbulkan konflik dalam diri anak sulung.
Penelitian berikutnya terkait urutan kelahiran dan kecerdasan
emosional yang dilakukan oleh Wulanningrum (2011). Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara urutan kelahiran dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
keluarga dengan kecerdasan emosional pada remaja. Metodologi
penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif korelatif, yang ditujukan pada
remaja SMA sebanyak 340 siswa. Hasil penelitian mengatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna (signifikan) urutan kelahiran dalam
keluarga dengan kecerdasan emosional.
Penelitian lain dilakukan oleh Whiteman, McHale, & Crouter
(2003) tentang anak sulung sebagai first draft (rancangan pertama) bagi
orang tua. Tujuan penelitian ini adalah mencari bukti pengalaman
pengasuhan orang tua pada anak pertama remaja yang akan
meningkatkan interaksi orang tua dalam mengasuh anak berikutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal mengenai hubungan
dalam keluarga. Setengah dari subjek penelitian difokuskan pada
keluarga yang memiliki anak remaja (tahun pertama penelitian) dan
setengah lainnya fokus pada keluarga yang memilki anak usia kanak-
kanak. Secara spesifik jumlah subjek adalah 192 keluarga dengan 2
saudara kandung berusia remaja dan 200 keluarga dengan dua saudara
kandung berusia kanak-kanak. Desain penelitian ini adalah ikut terlibat
selama tiga tahun dalam semua keluarga yang memiliki anak remaja dan
ikut terlibat selama enam tahun pada keluarga yang memiliki anak usia
kanak-kanak. Desain tersebut diikuti dengan tiga perbandingan; pertama,
fokus pada kohort anak usia kanak-kanak (anak pertama dengan anak
berikutnya pada keluarga yang sama); kedua, fokus pada kohort anak
usia remaja (anak pertama dengan anak berikutnya pada keluarga yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
sama); ketiga, membandingkan pengalaman antara anak pertama dan
anak yang lahir berikutnya pada keluarga yang berbeda.
Penelitian ini mengukur dua hal. Pertama, tentang konflik orang
tua dengan anak remaja yang diukur menggunakan item-item yang telah
diadaptasi. Kedua, mengukur pengetahuan orang tua tentang aktivitas
anak remajanya dengan cara mengukur keefektifan orang tua dalam
memantau aktivitas anak remajanya setiap hari. Masing-masing akan
dilihat dalam dua sudut pandang, yaitu di dalam keluarga dan
membandingkan antar keluarga.
Hasil penelitian mengenai konflik orang tua dengan anak
remajanya jika dilihat dalam satu keluarga memperoleh hasil bahwa anak
pertama memiliki konflik lebih banyak dengan orang tua dibandingkan
anak kedua setelah mereka memasuki usia remaja. Hasil berikutnya
mengenai konflik orang tua dengan anak remaja jika membandingkan
antar keluarga, memperoleh hasil yang kongruen dengan sebelumnya,
bahwa konflik anak pertama dengan orang tua lebih besar dibandingkan
anak kedua. Selain itu, hasil penemuan tersebut tidak berpengaruh pada
partisipan yang terlibat di dalam penelitian longitudinal ini. Hasil kedua
terkait pengetahuan orang tua tentang aktivitas anak remajanya jika
dilihat dalam satu keluarga memperoleh hasil bahwa orang tua lebih
mempelajari tentang aktivitas-aktivitas anak keduanya dibandingkan
anak pertamanya, ketika mereka dalam satu umur yang sama. Analisis
tersebut tidak memberikan bukti mengenai pengaruh interaksi urutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kelahiran dengan komposisi gender pada saudara kandung. Kedua,
pengetahuan orang tua jika dilihat antara keluarga memperoleh hasil
bahwa pengaruh hasil sebelumnya (orang tua lebih mempelajari
aktivitas-aktivitas anak keduanya) tidak mempengaruhi partisipan yang
terlibat dalam penelitian ini. Secara keseluruhan hasil penelitian
menyimpulkan bahwa orang tua belajar dari pengalaman sebelumnya
dalam membesarkan anak sampai usia remaja. Hal ini menunjukkan
strategi parenting yang lebih efektif (dibuktikan dengan hasil:
pengetahuan yang lebih luas tentang pengalaman sehari-hari anak kedua).
Kesimpulan kedua yaitu orang tua mencapai hubungan yang lebih
harmonis (dibuktikan dengan konflik orang tua yang semakin rendah).
Oleh karena itu, penelitian longitudinal ini membuktikan bahwa anak
sulung memang merupakan first experience bagi orang tua dalam
mengasuh anak.
Dari penelitian-penelitian di atas dapat diperoleh gambaran
mengenai kecemasan yang dialami anak sulung dan penyebabnya,
kecerdasan emosional yang memiliki hubungan dengan urutan kelahiran
dan anak sulung sebagai pengalaman pembelajaran bagi orang tua dalam
mengasuh anak berikutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
B. Harapan Orang Tua
1. Pengertian Harapan Orang Tua
Definisi „harapan‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sesuatu yang (dapat) diharapkan, orang yang diharapkan atau dipercaya.
Menurut Kreitner (2005), harapan merupakan keyakinan individu dengan
melakukan usaha tertentu untuk memperoleh tingkat prestasi tertentu.
Siagian (1989) menyatakan bahwa harapan merupakan kuatnya
kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada
kekuatan harapan tersebut dan akan diikuti oleh hasil tertentu.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
harapan merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang berusaha dan
bertindak untuk mencapai hasil tertentu.
Orang tua adalah orang terdekat yang paling besar peranannya
pada perkembangan anak. Orang tua sangat berperan dalam merawat dan
membesarkan anak, memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis,
membimbing dan mengarahkan, memberikan contoh dan teladan yang
baik, memberikan afeksi atau kasih sayang yang menimbulkan
kehangatan, rasa aman dan perlindungan yang diperlukan anak (Gunarsa,
2001).
Beberapa ahli memberikan pendapatnya mengenai pengertian
harapan orang tua. Christenson, Rounds, & Gorney (1992)
mendefinisikan harapan orang tua (parent expectations) sebagai aspirasi
masa depan atau harapan saat ini terhadap kegiatan akademik anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Poerwadarminta (1996), menyatakan bahwa harapan orang tua adalah
keinginan, kehendak orang tua terhadap anak untuk mendapatkan sesuatu
yang maksimal. Setiawan & Tjahjono (1997) mendefinisikan harapan
orang tua merupakan suatu keinginan orang tua akan pencapaian prestasi
anak. Menurut Hadawi (2001), orang tua harus mengambil sikap agar
anak dapat berkembang secara optimal. Anak dipandang sebagai orang
yang memiliki kemampuan tertentu. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya
membimbing dan membantu anak, sehingga mereka dapat
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
harapan orang tua adalah semua usaha, keinginan dan kehendak orang
tua terhadap anak agar mendapatkan sesuatu yang maksimal.
2. Jenis-jenis Harapan Orang Tua
Secara umum, ada dua macam harapan orang tua menurut
Gunarsa (1995), yaitu:
a. Harapan dalam arti spiritual
Harapan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang diberikan
orang tua sebaiknya selalu diingat dan dilakukan oleh anak dalam
pergaulan hidup sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
b. Harapan untuk penyalur energi dalam setiap kegiatan
Harapan ini merupakan harapan yang jelas dan konkrit karena orang
tua mengatur dan menentukan kegiatan anak. Orang tua
mengharapkan agar anaknya mengerjakan apa saja yang dipandang
baik oleh orang tua. Harapan ini meliputi suksesnya belajar, berhasil
dalam pekerjaan ataupun terpenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
keluarga.
Menurut Conger (1997) harapan orang tua terdiri dari dua hal.
Pertama, orang tua mengharapkan anak melakukan sesuatu secara
mandiri. Orang tua hanya memberikan nasihat dan memberikan
bimbingan berupa alternatif pemecahan masalah bagi anak. Kedua, orang
tua mengharapkan anak berprestasi, sehingga anak yang berhasil akan
diberi ganjaran dan anak yang tidak berhasil mendapatkan hukuman.
Hadawi (2001) memaparkan beberapa ciri dari harapan orang
tua, antara lain:
1. Komunikasi terus menerus dengan anak
2. Visi keberhasilan masa depan
3. Pandangan bahwa kerja keras merupakan kunci dari keberhasilan
4. Membangun tanggung jawab pada anak
Berdasarkan uraian di atas, secara umum orang tua memiliki
harapan yang ditujukan kepada anak. Harapan-harapan tersebut meliputi
harapan secara spiritual, harapan melakukan kegiatan yang dikehendaki
orang tua, bersikap mandiri, dan berprestasi. Selain itu, ada beberapa ciri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang menunjukkan harapan orang tua, seperti komunikasi intensif,
pandangan tentang masa depan dan kerja keras, serta memberikan
tanggung jawab pada anak.
3. Harapan Orang Tua Terhadap Anak Sulung dalam Tinjauan
Mendetail
a. Faktor yang mempengaruhi
Orang tua menaruh harapan yang lebih tinggi pada anak-anak
yang lahir duluan daripada anak-anak yang lahir berikutnya (Santrock,
2002). Selain itu, orang tua akan langsung menyoroti anak yang
pertama kali lahir dengan harapan-harapan mereka, tanpa ada
perantaraan saudara kandung (Palmer, 1966). Oleh karena itu,
peneliti menyimpulkan bahwa satu-satunya faktor yang
mempengaruhi harapan orang tua terhadap anak sulung adalah urutan
kelahiran.
Beberapa sumber menyebutkan tentang definisi urutan
kelahiran. Krohn (2000) menyebutkan bahwa urutan kelahiran sebagai
urutan seseorang dari sebuah rangkaian kelahiran antar saudara
kandung. Adler (dalam Vitamind, 2002) menyimpulkan ada empat
kelompok posisi urutan kelahiran, yaitu anak tunggal, anak sulung,
anak tengah, dan anak bungsu.
Urutan kelahiran akan mempengaruhi cara orang tua
memperlakukan anak (Agustina, 2014). Di dalam keluarga, meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
seorang anak diasuh dengan cara yang sama, maka tidak akan ada
anak yang memiliki sifat yang sama. Hal ini juga berlaku pada anak
kembar. Sifat terbentuk dari pengalaman psikologis mereka, sebagai
penafsiran si anak terhadap posisi dirinya di dalam keluarga, serta
bagaimana anak membiasakan diri berperilaku dalam peran tersebut.
Misalnya, orang tua memperlakukan anak sulung dengan lebih
cerewet dan banyak menuntut (Vitamind, 2002). Selain itu, orang tua
memberikan perhatian dan perlindungan yang berlebihan kepada anak
sulung (Hurlock dalam Susanti 2004).
Menurut Vitamind (2002), konsep urutan kelahiran tidak
didasarkan pada nomor urutan kelahiran dalam keluarga saja, akan
tetapi lebih berdasarkan persepsi psikologis yang terbentuk dari
pengalaman psikologis seseorang semasa kecil (terutama usia 2-5
tahun). Kepribadian yang terbentuk menurut urutan kelahiran
kemungkinan tidak berubah dan memberi dampak bagi setiap sisi
kehidupan.
b. Macam-macam harapan orang tua
Secara khusus, penelitian ini lebih membahas harapan orang
tua yang ditujukan kepada anak sulung. Sebagian besar anak pertama
merupakan korban tuntutan serta ambisi orang tua yang berlebihan
(Martin (dalam Palmer, 1966). Orang tua memiliki tuntutan dan
menentukan standar yang tinggi terhadap anak yang lahir pertama kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dibandingkan dengan anak yang lahir berikutnya. Mereka
memberikan lebih banyak tekanan untuk berhasil dan
bertanggungjawab serta ikut campur dalam kegiatan-kegiatannya
(Rothbart dalam Santrock, 2002/ 2007). Berikut akan dipaparkan
macam-macam harapan orang tua yang ditujukan kepada anak sulung.
Menurut Gunarsa (1981), pada kelahiran anak pertama, orang
tua cenderung terlalu cemas dan terlalu melindungi anak sulung.
Ketika anak sulung bertambah besar, disamping sikap orang tua yang
terlalu sayang dan sangat melindungi, orang tua juga terlalu
membebani anak dengan tanggung jawab yang berlebihan. Orang tua
kadang-kadang mengharapkan anak menerima tanggung jawab
melebihi kesediaan psikis untuk melaksanakannya. Kesanggupan
untuk melakukan tugas tersebut belum berarti anak bersedia menerima
dan melaksanakannya Perasaan tanggung jawab adalah kemampuan
untuk menyingkirkan semua godaan, gangguan dan menyadari
keuntungan dari pelaksanaan tugas yang memuaskan.
Harapan orang tua yang tinggi terlihat pada penekanan yang
lebih besar terhadap prestasi dan tanggung jawab kepada anak sulung
(Sumiyati dalam Andre, 2010). Hadawi (2001) mengatakan bahwa
harapan tersebut misalnya agar dapat belajar sehingga berhasil
menyelesaikan studinya. Seperti yang disampaikan Adler (1957:126):
“You are the larger, the stronger, the older, and therefore you must
also be cleverer than the others.” Karena anak pertama dianggap yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
paling besar, maka ia dituntut orang tua untuk lebih pandai
dibandingkan saudara-saudaranya
Selain itu, Vitamind (2002) mengatakan bahwa anak sulung
dilatih dan diberi tugas oleh orang tua terkait kepemimpinan, misalnya
membimbing adik atau memberitahu adik atas apa yang harus
dilakukan. Selain itu, anak sulung diharapkan mampu mengatasi
masalah mereka sendiri secara mandiri, seperti yang dilakukan orang
dewasa. Anak sulung merasa bahwa orang tua terlalu banyak
membebani dengan berbagai tanggung jawab. Dalam
pertumbuhannya, bila anak sulung diberi tanggung jawab penuh maka
ia akan menjadi penggerak dan reformis yang agresif.
Terkait posisinya sebagai saudara yang paling tua, Santrock
(2002) mengatakan bahwa orang tua mengharapkan anak sulung
berlatih mengendalikan diri dan memperlihatkan tanggung jawab
dalam berinteraksi dengan saudara-saudara yang lebih muda. Selain
itu, mereka diharapkan untuk membantu dan mengajari saudara yang
lebih muda, lebih dominan, kompeten dan berkuasa daripada
saudaranya yang lebih muda. Sujanto (1986) menambahkan, orang tua
menyerahkan tanggungjawab kepada anak sulung terkait kehidupan,
keselamatan dan kebahagiaan saudara-saudaranya. Penyerahan
tanggungjawab ini sudah dilatih sejak kecil, yaitu mengasuh adik-
adiknya, menjaga, mengajak bermain, memberikan makan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
mencucikan pakaian, memandikan dan lain sebagainya. Tanggung
jawab mengurusi adik-adik diserahkan padanya.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa harapan orang tua
yang ditujukan kepada anak sulung terkait dua hal, yaitu prestasi dan
tanggungjawab. Prestasi yang dimaksud adalah prestasi akademik.
Sedangkan tanggung jawab meliputi tanggungjawab terhadap diri
sendiri dan tanggungjawab terhadap adik-adiknya.
c. Dampak harapan orang tua
Harapan dan standar tinggi yang ditetapkan bagi anak sulung
memberikan beberapa dampak positif, seperti memiliki karir
akademik yang memuaskan. Namun, tekanan untuk berprestasi tinggi
juga menjadi sebab mengapa anak sulung memilki rasa bersalah
tinggi, cemas, dan kesulitan mengatasi situasi yang kurang
menyenangkan (Santrock, 2002). Selain itu, anak sulung mendapat
kepuasan pribadi akibat perannya sebagai teladan bagi adik-adiknya.
Disisi lain, juga timbul perasaan benci akibat tekanan-tekanan orang
tua untuk hidup sesuai harapan mereka harus berlaku sebagai teladan
bagi adik-adiknya (Hurlock, 1980).
Anak sulung berusaha mengerjakan harapan tersebut dengan
sempurna (Solahudin, 2011). Ketika mereka tidak dapat memenuhi
harapan tersebut, ia akan sangat patah hati. Kegagalan ini dapat
menimbulkan kritik dari orang-orang terdekat, sehingga dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
menimbulkan kesedihan yang luar biasa (Vitamind, 2002). Seperti
yang diungkapkan Hurlock (1992) bahwa anak yang gagal memenuhi
harapan orang tua akan menyebabkan anak sering mendapat kritik,
dimarahi, dan dihukum.
C. Strategi Koping
1. Pengertian Strategi Koping
Koping berasal dari kata coping yang bermakna harafiah
pengatasan/ penanggulangan (to cope with = mengatasi, menanggulangi).
Koping sering disamakan dengan adjustment (penyesuaian diri). Koping
juga sering dimaknai sebagai cara untuk memecahkan masalah (problem
solving). Oleh karena itu, dapat dimaknai bahwa koping merupakan
rekasi seseorang ketika menghadapi tekanan (Siswanto, 2007).
Pengertian lain menurut Papalia (2009), koping adalah cara
berpikir atau perilaku adaptif yang bertujuan mengurangi atau
menghilangkan stress yang timbul dari kondisi berbahaya, mengancam,
atau menantang. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994),
koping didefinisikan sebagai suatu proses di mana individu mengelola
jarak antar tuntutan-tuntutan (berasal dari individu maupun lingkungan)
dengan sumber-sumber daya yang digunakan dalam menghadapi situasi
stressful. Selain itu, menurut Sarafino (2008) koping merupakan proses
seseorang mencoba mengelola apa yang dirasakan antara tuntutan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
sumber daya dalam menilai situasi stressful. Kata kunci penting dalam
koping adalah “manage” atau mengelola.
Berdasarkan pengertian-pengertian koping menurut para ahli,
peneliti menyimpulkan bahwa koping mengarah pada cara seseorang
mengatasi/ mengelola tuntutan dari kondisi yang menekan.
Sebuah strategi koping (penanggulangan) diperlukan dalam
mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar maupun kecil.
Kata “strategi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005)
didefinisikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Istilah strategi koping itu sendiri memiliki
pengertian yaitu cara yang dilakukan dalam mengubah situasi atau
menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Farah,
2013). Selain itu secara konseptual, strategi koping didefinisikan sebagai
tingkah laku yang digunakan untuk menyelesaikan tuntutan yang dibuat
oleh stressor (McCubbin & McCubbin dalam Plunkett, Radmacher, &
Donna, 2000).
Oleh karena itu, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
strategi koping adalah rencana untuk mencapai sasaran khusus yaitu cara/
tingkah laku untuk menyelesaikan tuntutan.
2. Fungsi dan Jenis Koping
Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2008),mengungkapkan
bahwa secara umum koping memiliki dua fungsi utama yaitu koping
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
yang bisa mengatur emosi dalam menanggapi masalah (emotion-focused
coping) dan koping yang mengubah masalah penyebab stress (problem-
focused coping). Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai keduanya.
a. Koping yang terfokus pada emosi (emotion-focused coping)
Koping jenis ini bertujuan mengatur respon emosional
terhadap situasi stress. Seseorang dapat meregulasi/ mengatur respon
emosi mereka dengan pendekatan kognitif dan perilaku. Contoh
untuk pendekatan perilaku yaitu seseorang pengguna alkohol akan
mencari dukungan emosional secara sosial dari teman atau kerabat
serta ikut terlibat dalam aktivitas seperti olahraga, yang dapat
mengalihkan perhatian dari masalah.
Pada pendekatan kognitif, misalnya ketika seseorang berpikir
tentang situasi stress. Dalam pendekatan ini, seseorang
mendefinisikan kembali situasi untuk mengambil hal-hal yang baik
dalam situasi bermasalah tersebut, seperti mencatat hal-hal terburuk,
membuat perbandingan dengan orang lain yang kurang baik, atau
melihat sesuatu yang baik akan muncul dari masalah ini. Seseorang
yang mendefinisikan kembali situasi stresnya akan menemukan jalan
keluar, karena selalu ada aspek dari salah satu kehidupan yang dapat
dilihat secara positif.
Strategi lain dalam pendekatan kognitif adalah yang disebut
Freud “mekanisme pertahanan diri”, yang melibatkan distorsi realitas
atau ingatan dalam beberapa cara. Sebagai contoh, ketika seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
merasakan sesuatu terlalu menyakitkan untuk dihadapi, maka ia akan
menyangkalnya. Mekanisme pertahanan diri ini disebut denial.
Dalam kasus lain, misalkan ketika seseorang didiagnosa menderita
penyakit mematikan, mereka akan menggunakan strategi dan
menolak untuk percaya bahwa mereka benar-benar sakit. Hal ini
adalah salah satu cara seseorang mengatasi situasi dengan cara
menghindari (avoidance). Strategi ini mungkin akan membantu
dalam jangka waktu singkat, akan tetapi menjadi awal dari
pengalaman tertekan yang berkepanjangan.
Seseorang cenderung menggunakan pendekatan ini ketika
mereka percaya dapat melakukan perubahan kecil untuk kondisi yang
menekan tersebut. Selain itu menurut Papalia (2008), koping ini
digunakan untuk meringankan pengaruh fisik dan psikologisnya.
b. Koping yang terfokus pada masalah (problem-focused coping)
Koping jenis ini bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari
situasi yang menimbulkan stres dan mengembangkan sumber daya
untuk mengatasi situasi tersebut. Seseorang cenderung menggunakan
problem-focused coping ketika mereka yakin bahwa sumber daya
yang digunakan atau tuntutan-tuntutan tersebut dapat diubah.
Hardjana (1994) menambahkan bahwa koping jenis ini menggunakan
metode tindakan langsung. Artinya, mengatasi stress dengan tindakan
nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Selain fungsi dan jenis koping di atas, penelitian menyatakan
bahwa strategi koping lebih bervariasi, Taylor (dalam Smet, 1994)
mengemukakan delapan strategi koping yang berbeda yaitu konfrontasi,
mencari dukungan sosial, dan merencanakan pemecahan masalah.
Strategi-strategi di atas dapat dikaitkan dengan „problem-focused
coping‟. Kemudian strategi-strategi yang lain lebih memfokuskan pada
pengaturan emosi (emotional-focused coping) antara lain kontrol diri,
membuat jarak, penilaian kembali secara positif (positive reappraisal),
menerima tanggung jawab dan menghindari (avoidance).
Menurut Hardjana (1994) koping merupakan cara-cara positif
yang dilakukan seseorang untuk menghadapi stress. Ia menyebut koping
sebagai cara positif. Hal ini dikarenakan bahwa koping tidak
mengandung makna menghindari konflik, namun lebih berupa tindakan
menghadapi konflik. Berikut akan dipaparkan lima strategi koping positif
menurut Hardjana (1994):
a. Tindakan langsung (direct action)
Tindakan langsung merupakan perbuatan nyata secara khusus
dan langsung untuk mengatasi situasi stres. Misalnya seperti
mempelajari ilmu atau kecakapan baru, minta nasihat, mencari
kemungkinan lain, atau menghadapi sumber stres. Meskipun tidak
langsung berhubungan dengan sumber ancaman, namun bermanfaat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
dalam mengatur keadaan emosi sehingga dapat melupakan
masalahnya.
b. Mencari informasi (seeking information)
Mencari informasi dalam usaha mengatasi stres bertujuan
untuk mengetahui dan memahami situasi stres yang dialami.
Pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan untuk mengatasi atau
mengubah perasaan terhadap sumber menekan yang dihadapi.
c. Berpaling pada orang lain (turning to others)
Ketika situasi menekan datang, seseorang mengatasinya
dengan cara datang kepada orang lain seperti orang tua, saudara,
sahabat atau pembimbing, dalam rangka mencari pertolongan. Hal-hal
yang di dapat dapat berupa pertolongan emosional yaitu dukungan,
penerimaan, atau pemahaman yang dapat meringankan perasaan berat
terhadap tekanan.
d. Penerimaan dengan pasrah (resigned acceptance)
Situasi stres yang menimpa seseorang mungkin saja sulit
untuk di atasi. Pada situasi ini, seseorang hanya dapat mengubah
perasaan dan pemahaman. Misalnya ketika dihadapkan dalam situasi
tidak lulus ujian. Cara mengatasi situasi ini dengan berusaha
menerima peristiwa tersebut. Selain itu, dapat melepaskan emosi dan
mengurangi ketegangan dalam bentuk menangis, berteriak, bercanda,
melompat, menendang, memukul, atau menikmati keindahan alam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
e. Proses intrapsikis (phsycis processes)
Strategi koping ini memanfaatkan strategi kognitif, yaitu
usaha pemahaman untuk menilai kembali situasi menekan yang
dialami. Cara ini berguna untuk mengatur dan mengendalikan
perasaan serta emosi. Bentuk proses intrapsikis ini dapat berupa
strategi merumuskan kembali secara kognitif (cognitive redefinition),
yaitu dengan melihat sisi baik dari situasi menekan tersebut.
Sarafino (2008) menegaskan bahwa proses koping melibatkan
interaksi dengan lingkungan terus-menerus. Proses koping di evaluasi
mana yang terbaik, melalui serangkaian proses penilaian dan menilai
kembali yang menyesuaikan hubungan antara seseorang dengan
lingkungan. Oleh sebab itu, proses koping tidak terjadi dalam peristiwa
tunggal. Rutter (dalam Smet, 1994) menambahkan bahwa tidak ada satu
pun metode yang dapat digunakan untuk semua jenis situasi stress. Selain
itu, tidak ada strategi koping yang paling berhasil. Strategi yang paling
efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis situasi dan stresnya.
3. Review Penelitian Terdahulu Tentang Strategi Koping Pada Anak
Sulung
Penelitian mengenai strategi koping pada anak sulung belum
menjadi topik yang banyak diteliti. Namun terdapat beberapa penelitian
yang terkait. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Farah (2013)
untuk menguji hubungan kelompok teman sebaya, strategi koping dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
urutan kelahiran dengan kecerdasan sosial pada mahasiswa. Peneliti lebih
fokus membahas tentang tujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
strategi koping dan urutan kelahiran. Metode penelitian yang digunakan
menggunakan desain cross-sectional dengan metode survey dan
kuesioner sebagai alat pengumpul data. Secara keseluruhan, jumlah
responden 99 orang terdiri atas 33 anak sulung, 33 anak tengah, dan 33
anak bungsu yang berusia remaja akhir (18-21 tahun).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan
dalam strategi koping jenis emotional-focused coping pada urutan
kelahiran. Akan tetapi, ada perbedaan yang nyata dalam startegi koping
jenis problem-focused coping pada urutan kelahiran. Anak sulung
memiliki problem-focused coping yang lebih tinggi daripada anak tengah
dan anak bungsu. Oleh karena itu, penelitian tersebut menyimpulkan ada
perbedaan nyata dalam strategi koping secara total, yaitu anak sulung
memiliki strategi koping yang lebih tinggi daripada anak tengah dan anak
bungsu.
Penelitian serupa dilakukan oleh Rusli (2008) untuk melihat
coping stress pada dewasa awal berdasarkan urutan kelahiran yaitu anak
sulung, tengah, dan bungsu. Latar belakang yang mendasari penelitian ini
adalah tuntutan dewasa awal untuk menyesuaikan diri dengan dunia
orang dewasa, seperti mandiri dalam hal ekonomi maupun kelompok
sosial, sehingga rawan terhadap stres. Oleh karena itu, dibutuhkan coping
stress untuk menghadapi dampak tersebut. Subjek sebanyak 192 orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
dengan rincian 65 orang anak sulung, 65 orang anak tengah, dan 62
orang anak bungsu. Subjek berusia dewasa awal (22-28 tahun) dan
memiliki 3 saudara kandung. Hasil penelitian menolak hipotesis, bahwa
tidak ada perbedaan penggunaan koping jenis problem-focused coping
dan jenis emotional-focused coping pada anak sulung, tengah, dan
bungsu. Namun, anak sulung, tengah, dan bungsu cenderung
menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi permasalahan
terkait tugas perkembangan dewasa awal. Hal ini dikarenakan masalah
yang dihadapi cenderung dapat dikontrol seperti permasalahan
perkuliahan, pekerjaan, hubungan dengan orang lain (sahabat, rekan
kerja, saudara, dan orang tua).
Selain itu, penelitian terkait strategi koping pada anak sulung
dilakukan oleh Charles (dalam Farah, 2013). Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui jenis koping stress pada remaja awal yang mengalamai
konflik interpersonal dengan orang tua berdasarkan urutan kelahiran.
Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada jenis problem-focused coping dan emotion-focused coping pada
anak pertama, tengah, maupung bungsu.
Ketiga penelitian tersebut mengatakan bahwa anak sulung
menggunakan dua jenis stratgei koping, yaitu problem-focused coping
dan emotion-focused coping. Namun penelitian yang dilakukan oleh
Farah (2013) dan Rusli (2008) memberikan hasil yang berbeda dalam
membahas problem-focused coping, bahwa hasil penelitian Farah (2013)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
menyatakan bahwa anak sulung memiliki problem-focused coping yang
lebih tinggi daripada anak tengah dan bungsu, sedangkan penelitian Rusli
(2008) menyatakan bahwa baik anak sulung, tengah, maupun bungsu
memiliki problem-focused coping yang tinggi. Oleh karena itu dapat
disimpulkan dari penelitian Farah (2013) dan Rusli (2008) bahwa anak
sulung cenderung menggunakan problem-focused coping dalam
mengatasi berbagai tekanan. Hal ini dikarenakan menurut Smet (1994)
metode strategi koping yang digunakan tergantung pada situasi dan jenis
stress yang dihadapi.
D. Kerangka Penelitian
Skema 1. Kerangka Penelitian Pengalaman dan Stratgei Koping Anak
Sulung terhadap Harapan Orang Tua
Harapan orang tua terhadap
anak sulung
Pengalaman anak sulung terhadap harapan orang
tua: apa yang dialami, dipikirkan dan dirasakan serta
dampak yang ditimbulkan dari harapan orang tua
Diperlukan strategi koping
untuk mengatasi dampak negatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Menurut bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa orang tua
memiliki harapan secara langsung terhadap anak sulung. Faktor yang
mempengaruhi harapan tersebut adalah urutan kelahiran. Hal ini
dikarenakan, anak sulung lahir pertama kali dan langsung menjadi sorotan
orang tua. Harapan orang tua memberikan pengalaman, baik yang dialami,
dipikirkan dan dirasakan oleh anak sulung. Dampak juga akan muncul dari
pengalaman tersebut, baik positif maupun negatif. Anak sulung perlu
menanggulangi dampak negatif yang muncul, maka diperlukan strategi
koping. Diharapkan anak sulung mampu mengatasi dampak negatif yang
muncul, supaya tidak menimbulkan hal-hal buruk yang berkelanjutan, serta
harapan-harapan baik dari orang tua maupun anak sulung itu sendiri dapat
terpenuhi.
E. Pertanyaan Penelitian
Dalam sebuah penelitian kualitatif, pertanyaan penelitian
merupakan hal mendasar. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengalaman anak sulung terhadap harapan-harapan orang tua?
2. Bagaimana strategi koping anak sulung mengatasi dampak akibat dari
harapan orang tua?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Tujuan penting
penelitian kualitatif adalah memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh
tentang fenomena yang diteliti (Poerwandari, 2005). Karena metode kualitatif
mampu mengeksplorasi dan memberikan pemahaman mendetail terkait isu
serta menggali fenomena secara personal pada informan penelitian, maka
peneliti beranggapan bahwa metode ini dapat mengeksplorasi tujuan
penelitian. Melalui metode penelitian kualitatif, peneliti dapat lebih
memahami konteks atau setting dari fenomena secara alami tanpa adanya
manipulasi (Cresswell, 2007).
Pertimbangan lain peneliti memilih metode kualitatif dikarenakan
peneliti kualitatif biasanya berada dalam paradigma interpretatif/
fenomenologis (Poerwandari, 2005). Tujuan dari paradigma tersebut adalah
mengeksplorasi secara terperinci bagaimana informan penelitian memahami
dan memaknai dunia personal dan dunia sosial mereka (Smith, 2013).
Menurut Poerwandari (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif, seperti
transkrip wawancara, catatan observasi, gambar, foto, rekaman video dan lain
sebagainya. Penelitian akan memperoleh data dari hasil wawancara. Hasil
wawancara tersebut akan diubah ke dalam bentuk transkrip. Transkrip
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
wawancara ini merupakan sumber utama untuk mengungkap data dari
perspektif informan yang diteliti untuk memenuhi tujuan penelitian.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada dua hal. Pertama, mengenai bagaimana
pengalaman anak sulung terhadap harapan orang tua. Pengalaman yang ingin
digali terkait apa dialami, dipikirkan dan dirasakan oleh anak sulung terhadap
harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepadanya, serta tentang apa saja
dampak yang muncul dari harapan-harapan orang tua. Setelah mengetahui
pengalaman serta dampak dari harapan orang tua, hal yang menjadi fokus
kedua adalah bagaimana strategi anak sulung dalam mengatasi dampak
negatif yang ditimbulkan dari harapan orang tua.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah anak sulung yang berjumlah 3
orang. Ketiga informan ini ditentukan dengan menggunakan teknik
Operational Construct Sampling, yang dipilih dengan kriteria tertentu
berdasarkan teori atau operasional konstrak sesuai dengan tujuan penelitian.
Melalui teknik pemilihan ini, diharapkan agar sampel penelitian mampu
mewakili/ representatif terhadap fenomena yang dipelajari (Poerwandari,
2005). Beberapa kriteria telah ditentukan. Pertama, batasan usia informan
antara 18 – 25 tahun, yang masih termasuk dalam usia dewasa awal (Hurlock,
1980). Alasan penulis memilih batasan usia ini dikarenakan pada tahap usia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
perkembangan tersebut merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-
pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial yang baru, seperti
mendapatkan suatu pekerjaan, memilih pasangan hidup, serta bergabung
dalam kelompok sosial yang cocok. Kriteria kedua, informan adalah anak
sulung yang memiliki jumlah saudara kandung 2 – 5 orang. Peneliti
berasumsi bahwa jumlah saudara kandung mempengaruhi besarnya tanggung
jawab yang diberikan oleh orang tua kepada anak sulung. Menurut Hurlock
(1980), didalam keluarga sedang akan lebih sering terjadi pertentangan
daripada keluarga kecil ataupun keluarga besar.
D. Metode Pengumpulan Data
Data merupakan material kasar yang dikumpulkan peneliti mengenai
apa yang sedang mereka teliti. Data adalah bagian khusus yang membentuk
dasar-dasar analisis (Emzir, 2012). Untuk memperoleh data, penelitian ini
menggunakan metode wawancara sebagai sumber data utama. Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu antara dua pihak, yaitu pihak yang
mengajukan pertanyaan yang disebut interviewer dan pihak yang memberikan
jawaban yang disebut interviewee (Moleong, 2006). Menurut Patton (dalam
Emzir, 2012) wawancara merupakan salah satu jenis data dalam penelitian
kualitatif. Ia menjelaskan bahwa wawancara merupakan bentuk pertanyaan
terbuka dan teliti serta hasil tanggapan mendalam tentang pengalaman,
persepsi, pendapat, perasaan, dan pengetahuan seseorang. Data terdiri dari
kutipan yang sama persis dengan konteks untuk dapat diinterpretasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Wawancara kualitatif dilakukan ketika peneliti ingin memperoleh
pengetahuan tentang makna subjektif yang dipahami individu sesuai dengan
topik penelitian, serta bermaksud mengeksplorasi isu tersebut (Banister et al,
dalam Poerwandari 2005).
Teknik wawancara yang akan digunakan adalah wawancara dengan
pedoman umum. Menurut Poerwandari (2005), teknik ini merupakan
wawancara dengan kerangka dan garis besar pedoman wawancara yang
sangat umum, dengan mencantumkan isu-isu tanpa menentukan urutan
pertanyaan. Dalam pedoman wawancara hanya mencantumkan pokok-pokok
yang telah dirumuskan dan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Tujuan
penggunaan pedoman wawancara adalah untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek
(checklist) pertanyaan yang harus ditanyakan. Metode ini bersifat fleksibel/
lebih luwes, sehingga memberi keuntungan bagi peneliti untuk dapat
mengembangkan pertanyaan sesuai dengan respon informan penelitian, serta
menggali lebih lanjut hal-hal menarik secara lebih detail yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Peneliti membuat daftar pertanyaan sebagai acuan selama
proses wawancara berlangsung. Tujuannya supaya peneliti tetap fokus dengan
hal yang menjadi tujuan penelitian. Bentuk pertanyaan bersifat terbuka agar
peneliti tidak menuntun informan pada arah jawaban tertentu. Berikut adalah
panduan pertanyaan wawancara:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Tabel 1
Panduan Wawancara
No. Fokus Contoh Pertanyaan
1. Pengalaman anak sulung
terhadap harapan orang tua
(yang dialami, dipikirkan
dan dirasakan, dampak)
Bisa diceritakan bagaimana kehidupan
Anda sebagai anak sulung?
Dapatkah Anda ceritakan apa yang
Anda rasakan selama ini sebagai anak
sulung?
Dapatkan Anda ceritakan yang muncul
dipikiran Anda sebagai anak sulung?
Bagaimana hubungan Anda dengan
orang tua?
Adakah harapan orang tua terhadap diri
Anda? Bisa diceritakan lebih lanjut?
Bagaimana pandangan Anda mengenai
harapan-harapan tersebut?
Dapatkah Anda ceritakan apa yang
Anda rasakan terhadap harapan-harapan
orang tua yang ditujukan kepada Anda?
Dapatkah Anda ceritakan apa yang
Anda pikirkan mengenai harapan-
harapan orang tua yang ditujukan
kepada Anda?
Bagaimana Anda mewujudkan harapan
orang tua tersebut?
Dampak seperti apa yang muncul akibat
harapan-harapan orang tua terhadap
Anda?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Apakah ada perubahan pada diri Anda
akibat dari harapan-harapan orang tua
yang ditujukan kepada Anda? (Bisakah
Anda ceritakan bagaimana perubahan
itu terjadi?)
3. Strategi koping anak sulung
mengatasi dampak akibat
dari harapan orang tua
Bagaimana cara mengatasi dampak
negatif yang muncul akibat dari harapan
orang tua terhadap Anda?
Apakah cara tersebut efektif bagi Anda
untuk mengatasi dampak negatif yang
muncul?
Proses pengambilan data meliputi beberapa tahap. Berikut adalah
tahap-tahap melakukan wawancara:
1. Mencari informan penelitian sesuai dengan kriteria yang sudah
ditentukan sebelumnya dan bersedia untuk berpartisipasi menjadi
informan penelitian.
2. Membangun rapport, yaitu hubungan baik dengan orang yang
diwawancara (Patton, dalam Poerwandari 2005). Pokok dalam
rapport adalah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
kerahasiaan identitas informan, menjelaskan peran informan
dalam penelitian, dan meminta ijin pada subjek untuk merekam
keseluruhan pembicaraan saat proses wawancara berlangsung.
Peneliti juga melakukan informed concent, yaitu informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
menyatakan persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian,
setelah ia memperoleh informasi yang benar mengenai penelitian
(Kvale dan Neuman, dalam Poerwandari 2005). Peneliti juga
menyampaikan mengenai jaminan kerahasiaan data.
3. Menyusun jadwal wawancara berdasarkan kesepakatan antara
peneliti dan informan penelitian.
4. Menyusun panduan wawancara (bersifat semi-terstruktur).
5. Melakukan wawancara.
Selanjutnya, keseluruhan data wawancara akan direkam menggunakan
digital recorder serta peneliti mencatat poin-poin penting dari isi wawancara
dalam lembaran kertas. Kemudian, data wawancara akan disalin dalam
bentuk transkrip verbatim.
Selain wawancara yang merupakan sumber data utama, peneliti
menggunakan catatan lapangan sebagai sumber data sekunder. Seperti
dijelaskan oleh Emzir (2012), selain transkrip wawancara, catatan lapangan
observasi merupakan data yang dicatat peneliti secara aktif pada saat proses
penelitian berlangsung. Catatan lapangan adalah uraian tertulis mengenai apa
yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan peneliti selama pengumpulan
dan refleksi data dalam studi kualitatif.
Terdapat dua jenis materi didalamnya. Pertama adalah catatan
lapangan deskriptif. Pada bagian ini peneliti akan menggambarkan deskripsi
tentang orang, latar, objek, tempat, peristiwa, aktivitas, dan percakapan. Pada
bagian kedua adalah catatan lapangan reflektif. Peneliti akan merekam ide-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
ide, kerangka pikiran strategi, refleksi, dan dugaan, serta pola-pola yang
muncul. Manfaat peneliti menggunakan catatan lapangan ini adalah peneliti
akan memiliki data mengenai makna dan konteks wawancara yang lebih
lengkap pada setiap wawancara yang tidak dapat ditangkap oleh voice
recorder. Selain itu, catatan lapangan dapat membantu peneliti untuk
mengikuti perkembangan proyek penelitiannya, memperoleh gambaran
mengenai rencana penelitian, dan membuat peneliti tetap sadar bagaimana ia
dapat dipengaruhi oleh data.
E. Prosedur Analisis Data
Penelitian kualitatif tidak memiliki rumusan atau aturan absolut untuk
mengolah dan menganalisis data. Namun yang sebaiknya selalu diingat
peneliti adalah bagaimanapun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor
dan melaporkan proses dan prosedur-prosedur analisisnya secara jujur dan
lengkap (Patton, dalam Poerwandari 2005).
Berikut merupakan langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini:
1. Organisasi Data
Peneliti wajib mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis dan
selengkap mungkin. Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2005)
mengatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan
peneliti memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan
analisis yang dilakukan serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan
dalam penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Hal pertama yang dilakukan adalah memindahkan data mentah
(rekaman hasil wawancara) ke dalam bentuk tulisan/ transkrip verbatim.
Sebaiknya, transkrip verbatim dibuat ke dalam bentuk kolom dengan
tambahan beberapa kolom yang ada disamping baris verbatim. Hal ini
memudahkan untuk melakukan pencatatan tertentu (Smith, dalam
Poerwandari 2005). Pemindahan rekaman wawancara ke dalam bentuk
transkrip verbatim dilakukan segera setelah proses wawancara.
2. Pengkodean (coding)
Setelah memindahkan data mentah menjadi transkrip verbatim,
peneliti melakukan coding, yaitu penomoran pada setiap baris transkrip
verbatim secara urut dari satu baris ke baris lain. Langkah selanjutnya,
diharapkan peneliti membaca transkrip berulang-ulang untuk
mendapatkan pemahaman tentang masalah. Kemudian dengan
menggunakan satu kolom lain, peneliti menuliskan tema-tema yang
muncul maupun kata kunci yang dapat menangkap esensi data dari
transkrip yang dibaca. Menurut Poerwandari (2005) kata-kata kunci
dapat diambil dari istilah yang dipakai oleh responden itu sendiri, atau
yang dianggap benar-benar tepat dan mampu mewakili fenomena yang
dijelaskan. Audifax (2008) mengatakan tentang aturan melakukan coding
adalah dengan tidak mengubah esensi kalimat. Pada tahap ini, peneliti
belum boleh melakukan interpretasi. Hal yang boleh dilakukan adalah
sebatas menggunakan kata-kata kunci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
3. Analisis dan Interpretasi
Setelah mendapatkan kata-kata kunci yang muncul dari data
verbatim, peneliti melakukan analisis tematik, dengan cara mencari dan
menemukan tema dari daftar kata kunci yang diperoleh. Kata kunci yang
memiliki kesamaan atau kemiripan dapat dijadikan ke dalam satu tema
atau diurutkan berdasarkan tema-tema tertentu. Tema-tema yang muncul
merupakan suatu “bacaan” mengenai fenomena yang sedang diteliti.
Diharapkan tema-tema tersebut mampu mendeskripsikan tujuan
penelitian dan dapat digunakan dalam membunyikan data atau
menginterpretasikan data hasil penelitian. Pada proses ini, peneliti
mencoba melihat apa yang telah didapatnya sebagai objek yang harus
dijelaskan keberadaannya (Audifax, 2008). Tahap interpretasi adalah
upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam.
Peneliti beranjak melampaui yang dikatakan responden (Poerwandari,
2005).
4. Rangkuman Temuan Penelitian
Setelah peneliti melakukan analisis tematik dan interpretasi,
peneliti membuat rangkuman penelitian. Bentuk rangkuman dibuat ke
dalam kolom, agar mudah dibaca dan dipahami.
F. Keabsahan Data
Menurut Marshall dan Rossman (dalam Poerwandari, 2005) peneliti
kualitatif sebaiknya memberikan perhatian besar terhadap kualitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
penelitiannya. Hal ini dikarenakan, peneliti perlu mengambil langkah-langkah
untuk keabsahan hasil penelitiannya. Kriteria dalam menguji keabsahan
penelitian kualitatif adalah kredibilitas, dependabilitas, transferabilitas dan
konfirmabilitas (Poerwandari, 2005).
1. Kredibilitas Penelitian
Kredibilitas menjadi istilah yang paling sering digunakan untuk
mengganti konsep validitas dalam menguji kualitas penelitian kualitatif.
Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya
mengeksplorasi masalah atau deskripsi setting, proses, kelompok sosial
atau pola interaksi yang kompleks. Salah satu ukuran kredibilitas
penelitian kualitatif adalah deskripsi mendalam mengenai aspek-aspek
dan interaksi aspek-aspek tersebut yang dijelaskan secara kompleks
(Poerwandari, 2005).
Berikut merupakan cara-cara untuk mencapai kredibilitas
penelitian:
a. Validitas komunikatif
Sebuah penelitian dapat mencapai validitas ini dengan cara
mengkonfirmasikan kembali data dan hasil penelitian kepada
informan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mengkonfirmasi
kembali beberapa data yang masih rancu pemaknaannya. Hal ini
dilakukan agar data yang telah dikumpulkan tidak mengandung unsur
subjektivitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
b. Validitas argumentatif
Penelitian dikatakan memiliki validitas ini jika hasil penelitian dan
kesimpulannya dapat diikuti dengan baik kerasionalannya, serta
mampu membuktikan kembali hasil temuan dan kesimpulan ke dalam
data mentah. Cara mencapai validitas ini, peneliti mendiskusikan hasil
penelitian kepada dosen pembimbing dan seorang rekan (a peer
debriefer). Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian dapat dirasakan
oleh orang lain, selain peneliti itu sendiri (Cresswell, 2009).
c. Validitas kumulatif
Validitas ini dapat dicapai ketika sebuah penelitian jika dibandingkan
dengan penelitian-penelitian lain dengan topik yang sama akan
menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa. Langkah peneliti
mencapai validitas ini dengan melakukan kajian pustaka dari berbagai
sumber penelitian yang memiliki topik yang sama. Peneliti
membandingkan hasil temuannya untuk melihat perasamaan dan
perbedaannya.
d. Validitas ekologis
Validitas ini dicapai dengan melakukan pengambilan data pada
kondisi alamiah dari subjek penelitian, serta kehidupan sehari-hari
menjadi konteks yang penting dari penelitian. Cara peneliti
menerapkan kondisi alamiah dengan mengambil data pada setting
yang sesuai dengan kehidupan informan tanpa adanya perlakuan
khusus. Selain itu, dalam proses pengumpulan data, peneliti berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
menggunakan pertanyaan terbuka tanpa mengarahkan pada suatu hal
yang lebih khusus.
Selain cara-cara diatas, demi tercapainya kredibilitas alat
pengumpul data, peneliti melakukan diskusi mengenai panduan
wawancara dan melakukan pengecekan panduan wawancara dengan
dosen pembimbing terkait contoh pertanyaan yang akan ditanyakan pada
subjek saat wawancara. Kemudian, peneliti mengujicobakan pertanyaan
tersebut kepada dua orang diluar subjek penelitian, yaitu orang
mempelajari bidang psikologi dan orang awam. Hal ini dilakukan untuk
menguji isi pertanyaan apakah pertanyaan mudah dimengerti dan
pemahaman mengenai pertanyaan sesuai dengan yang dipahami peneliti.
Kemudian selama analisis data, peneliti melaporkan dan mendiskusikan
kepada dosen pembimbing, sehingga peneliti mendapatkan feedback
selama proses pengolahan data.
Penelitian yang kredibel juga sebaiknya lepas dari bias pribadi saat
peneliti mengolah data. Salah satu metode yang digunakan adalah
refleksi, yaitu upaya peneliti melakukan refleksi diri secara terbuka dan
jujur untuk mengklarifikasi kemungkinan munculnya bias pribadi.
Pengalaman serta latar belakang peneliti mampu memunculkan bias dan
prasangka dalam proses pengambilan data maupun interpretasi. Oleh
karena itu, peneliti membuat refleksi diri sebagai pengingat terkait
pertimbangan tertentu selama proses pengambilan data, analisis serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
interpretasi. Refleksivitas dianggap sebagai salah satu karakteristik kunci
dalam penelitian kualitatif (Creswell, 2009).
Pengalaman peneliti terkait strategi koping anak sulung terhadap
harapan orang tua merupakan pengalaman secara pribadi yang pernah
dialami oleh peneliti. Besarnya harapan dan tanggung jawab yang
diberikan orang tua membuat peneliti merasa harus mampu
mewujudkannya. Namun disisi lain, perasaan kesal, lelah terhadap
tuntutan-tuntutan tersebut dan merasa mendapatkan perlakukan yang
berbeda dari saudara lainnya, juga dirasakan. Namun, peneliti mencoba
melihat sisi positif dari pengalaman tersebut dan berusaha mengatasi hal-
hal negatif yang muncul.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti berbincang-bincang dengan
beberapa teman yang merupakan anak sulung. Kondisi yang sama juga
dirasakan oleh mereka. Peneliti bertanya mengenai pengalaman mereka
sebagai anak sulung. Salah seorang mengatakan bahwa orang tua
menginginkan dirinya untuk segera lulus kuliah, lalu bekerja dan segera
berkeluarga. Namun, ia ingin melanjutkan S2 terlebih dahulu. Seorang
yang lain mengatakan bahwa mereka harus menjadi teladan bagi adik-
adiknya dan bisa menjadi orang tua kedua bagi adik-adiknya. Mereka
mengungkapkan perasaan kesal, sedih, dan tertekan. Kemudian peneliti
menanyakan bagaimana cara mereka mengatasi perasaan-perasaan tidak
menyenangkan yang muncul. Kebanyakan dari mereka tetap berusaha
fokus dengan apa yang diharapakan orang tua serta berbagi cerita dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
teman atau sahabat. Selain itu, tidak jarang mereka melakukan hobi untuk
mengalihkan kekesalan akibat beberapa tanggung jawab yang diemban.
Berangkat dari pengalaman ini, peneliti memiliki ketertarikan mengenai
usaha-usaha apa saja yang dilakukan anak-anak sulung mengatasi
dampak-dampak negatif dari harapan orang tua, mengingat bahwa setiap
orang tua memiliki tujuan yang baik dari harapan-harapan tersebut.
Pengalaman peneliti terkait topik penelitian tidak mempengaruhi proses
pengambilan maupun pengolahan data. Hal ini dikarenakan peneliti
berusaha melihat dari sudut pandang informan dalam melihat masalah.
Caranya dengan membaca secara berulang transkrip verbatim dan
mendengarkan rekaman wawancara milik informan. Selain itu, peneliti
tetap fokus kepada tujuan yang hendak dicapai.
2. Dependabilitas
Pada penelitian kualitatif, reliabilitas disebut dependabilitas.
Namun, konsep reliabilitas yang dianut mengenai keajegan sangat
berbeda. Peneliti kualitatif tidak sepakat dengan usaha meningatkan
reliabilitas dengan cara pengendalian atau manipulasi. Peneliti kuantitatif
berasumsi bahwa dunia adalah sesuatu yang statis/ tidak berubah,
sehingga dapat direplikasi dengan serangkaian manipulasi. Sedangkan
peneliti kualitatif berasumsi bahwa dunia sosial bersifat dinamis/ selalu
berubah. Oleh karena asumsi tersebut, para peneliti kualitatif diharapkan
menyadari kompleksitas konteks yang sedang dihadapi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
menggunakan desain penelitian yang luwes. Hal tersebut menjadi alasan
bahwa peneliti kualitatif menolak pengendalian atau manipulasi
penelitian.
Melalui dependabilitas, peneliti memperhitungkan perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi terkait fenomena yang diteliti. Selain itu,
juga kemungkinan terjadi perubahan dalam desain peneitian dari hasil
pemahaman yang lebih mendalam terkait fenomena. Untuk mencapai hal
tersebut, peneliti melakukan pencatatan rinci terkait fenomena yang
diteliti, data, desain penelitian serta keputusan-keputusan yang diambil.
Ketika data mentah dikumpulkan secara lengkap dan terorganisasi dengan
baik, memungkinkan pihak lain untuk mempelajari data, mengajukan
pertanyaan dan melakukan analisis kembali.
Dependabilitas dalam penelitian ini dapat dicapai dengan beberapa
cara, yaitu (Sarantakos, dalam Poerwandari, 2005):
a. Koherensi
Koherensi merupakan kesesuaian metode yang digunakan
untuk mencapai tujuan penelitian. Untuk mencapai hal ini,
peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dan
wawancara sebagai metode mengumpulan data. Metode ini
dianggap koheren dengan tujuan penelitian karena mampu
memperoleh pemahaman pengalaman menyeluruh terkait
fenomena yang diteliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
b. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan sejauh mana peneliti terbuka terhadap
metode yang berbeda dalam mencapai tujuan. Untuk mencapai
hal ini, peneliti bersikap luwes dan fleksibel akan
kemungkinan-kemungkinan yang muncul ketika proses
pengambilan data.
c. Diskursus
Diskursus merupakan sejauh mana peneliti mendiskusikan
temuan dan analisis dengan orang yang dianggap sebagai ahli.
Dalam hal ini, peneliti mendiskusikan data kepada dosen
pembimbing. Selain itu, peneliti juga melibatkan seorang rekan
peneliti dalam melakukan analisis. Hal ini dilakukan untuk
menjamin kualitas penelitian.
Peneliti juga memperhitungkan perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi terkait fenomena yang diteliti, juga perubahan terhadap
desain setelah peneliti melakukan pemahaman berulang tentang setting
yang diteliti. Hal ini menyadarkan peneliti bahwa penelitian kualitatif
membutuhkan strategi dan penelitian yang luwes. Oleh karena itu, hal
yang dilakukan peneliti adalah menghindari pengendalian yang tidak
alami, mencatat secara rinci fenomena yang diteliti serta desain
penelitian, dan mendiskusikan dengan pihak-pihak yang dianggap ahli
yaitu dosen pembimbing (Poerwandari, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
3. Transferabilitas
Istilah transferabilitas mengacu kepada sejauh mana hasil
penelitian yang dilakukan pada suatu kelompok tertentu dapat
diaplikasikan pada kelompok yang lain. Yang perlu diperhatikan adalah
relevansi antara setting atau konteks hasil penelitian dan konteks
penerapannya. Dengan kata lain, ada kesamaan konteks antara hasil
penelitian dan penerapannya (Poerwandari, 2005). Transferabilitas
merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Supaya orang
lain mampu memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada
kemungkinan orang lain mampu menerapkannya kepada situasi lain,
peneliti perlu memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan dapat
dipercaya dalam menyusun laporan (Sugiyono, 2012).
4. Konfirmabilitas
Pada penelitian kualitatif, konfirmabilitas menggantikan aspek
objektivitas. Konfirmabilitas menekankan bahwa temuan penelitian dapat
dikonfirmasikan dengan cara mengevaluasi secara objektif terhadap data
yang diperoleh (Lincoln dan Guba, dalam Poerwandari 2005). Hal ini
dapat dikatakan bahwa menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil
penelitian (Sugiyono, 2012).
Objektivitas dalam penelitian kualitatif berarti penelitian yang
dapat dikonfirmasi dan tidak diartikan bahwa jarak antara peneliti dan
informan dapat menjamin objektivitas (Patton, dalam Poerwandari 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Namun, objektif dalam penelitian kualitatif dipahami dengan kesamaan
pandangan atau analisis terhadap topik yang diteliti. Dengan demikian,
objektivitas merupakan sejauh mana diperoleh kesetujuan antara peneliti-
peneliti mengenai aspek yang dibahas (Sarantakos, dalam Poerwandari
2005). Untuk memenuhi kriteria keabsahan data ini, peneliti melakukan
diskusi dengan dosen pembimbing dan rekan peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Proses persiapan diawali dengan mencari informan penelitian yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu: anak sulung, berusia
18 – 25 tahun, dan memiliki saudara kandung minimal dua orang.
Informasi tentang informan diperoleh dengan bantuan teman. Kemudian,
peneliti melakukan rapport pada informan melalui pesan singkat dan
bertemu secara langsung. Peneliti memastikan bahwa informan benar-
benar bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian melalui pesan
singkat. Selanjutnya, waktu dan pemilihan lokasi wawancara ditentukan
secara sepakat antara peneliti dan informan, disesuaikan dengan kondisi
informan dan situasi yang mendukung dilangsungkan wawancara.
Peneliti mempersiapkan panduan wawancara yang akan digunakan
sebagai acuan selama proses wawancara berlangsung. Selain itu, peneliti
juga mempersiapkan digital voice recorder atau handphone sebagai alat
pengumpul data serta baterai cadangan untuk mengantisipasi apabila alat
perekam mati saat proses wawancara. Peneliti juga mempersiapkan buku
catatan sebagai catatan lapangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
2. Pelaksanaan Penelitian
Peneliti melakukan wawancara dengan informan sesuai dengan
jadwal wawancara yang sudah disepakati sebelumnya. Peneliti
melakukan rapport dengan memaparkan tujuan wawancara, menjelaskan
peran informan dalam penelitian, dan meminta ijin untuk merekam
keseluruhan pembicaraan wawancara. Selanjutnya, peneliti melakukan
informed concent dengan meminta informan untuk membaca surat
pernyataan persetujuan wawancara serta menandatanginya. Surat tersebut
sebagai tanda bahwa informan benar-benar bersedia terlibat dalam proses
penelitian. Setelah informan benar-benar bersedia menjadi partisipan
dalam penelitian, peneliti mencatat data diri informan. Peneliti juga
menyampaikan jaminan kerahasiaan data dan identitas informan.
Setelah semua proses analisis data selesai dilakukan, peneliti
bertemu dengan informan. Peneliti menunjukkan hasil verbatim
wawancara yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memastikan
apakah data wawancara sudah benar-benar sesuai dengan realita
kehidupan yang dialami oleh informan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Berikut akan diuraikan data diri informan:
Tabel 2
Tabel Identitas Informan
INFORMAN 1 INFORMAN 2 INFORMAN 3
Inisial TT AA AJ
Jenis kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki
Usia 23 tahun 20 tahun 22 tahun
Agama Katolik Katolik Katolik
Suku bangsa Jawa Jawa Batak
Pekerjaan Fresh graduate Pelajar/ mahasiswi Mahasiswa
Jumlah
saudara
kandung
3 orang
(perempuan 20
tahun, laki-laki 17
tahun, laki-laki 13
tahun
2 orang (laki-laki
17 tahun, laki-laki
14 tahun)
3 orang (laki-
laki 21 tahun,
perempuan 19
tahun, laki-laki
17 tahun)
Kegiatan saat
ini
Persiapan diri
untuk bekerja/
sekolah
Kuliah Revisi skripsi,
kursus Bahasa
Inggris
3. Jadwal Pengambilan Data
Berikut ini adalah jadwal wawancara yang dilakukan dengan
keempat informan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Tabel 3
Jadwal Wawancara dengan Informan 1 (TT)
Hari Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
Jumat 20
Februari
2015
10.15 – 11.30 Kamar kos
informan
- Memastikan kembali
kesediaan TT menjadi
informan penelitian.
- Meminta TT untuk
membaca dan
menandatangani surat
pernyataan persetujuan
wawancara.
- Menanyakan identitas
pribadi TT.
- Menanyakan
pengalaman sebagai
anak sulung dan
strategi koping.
- Selesai proses
wawancara, informan
menceritakan
mengenai rencana
kehidupannya setelah
lulus S1.
Kamis 9 April
2015
11.15 – 11.50 Ruang baca
perpustakaan
USD, Mrican
- Melengkapi data
mengenai pengalaman
sebagai anak sulung,
perasaan tertekan yang
dialami, strategi
koping atas
pengalaman tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Tabel 4
Jadwal Wawancara dengan Informan 2 (AA)
Hari Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
Kamis 26
Februari
2015
15.30 – 17.00 Kamar kos
informan
- Memastikan kembali
kesediaan AA menjadi
informan penelitian.
- Meminta AA untuk
membaca dan
menandatangani surat
pernyataan persetujuan
wawancara.
- Menanyakan identitas
pribadi AA.
- Menanyakan
pengalaman sebagai
anak sulung dan
strategi koping.
Kamis 23 April
2015
15.00 – 15.50 Kamar Kos
Informan
- Melengkapi informasi
mengenai pengalaman
sebagai anak sulung,
perasaan sebel dan
dipaksa apa yang
disuruh orang tua,
strategi koping atas
pengalaman tersebut.
- Setelah selesai proses
wawancara, AA
menunjukkan gambar
desain rancangannya
dan menceritakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
rencananya dimasa
depan terkait gambar
tersebut.
Tabel 5
Jadwal Wawancara dengan Informan 3 (AJ)
Hari Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
Rabu 4 Maret
2015
10.30 – 12.00 Ruang
Diskusi,
Perpustakaan
USD,
Paingan
- Meminta kesediaan
AJ untuk menjadi
informan penelitian.
- Meminta AJ untuk
membaca dan
menandatangani surat
pernyataan
persetujuan
wawancara.
- Menanyakan identitas
pribadi AJ.
- Menanyakan
pengalaman sebagai
anak sulung dan
strategi koping.
- AJ menceritakan
dirinya sebagai anak
laki-laki pertama
orang Batak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Jumat 8 Mei
2015
10.00 – 11.10 Ruang
Diskusi,
Perpustakaan
Sanata
Dharma,
Paingan
- Menggali informasi
terkait pengalaman
harapan orang tua
terhadap informan,
perasaan-perasaan
yang muncul terkait
harapan orang tua,
serta pengalaman
ketika papa mengajak
bersaing.
- Menggali strategi
koping informan
terkait perasaan yang
muncul akibat
harapan orang tua.
- Menggali cara
informan mengolah
pikiran dan perasaan
terkait harapan orang
tua.
4. Proses Analisis Data
Proses analisis data meliputi pencarian tema, pengelompokan tema,
dan menghubungkan tema antarinforman. Pada tahap pencarian tema,
peneliti memindahkan hasil rekaman wawancara ke dalam bentuk
transkip wawancara setelah wawancara selesai dilakukan.
Transkrip verbatim dibuat dalam bentuk kolom yang terdiri dari
empat kolom, yaitu kolom nomor setiap baris, kolom hasil wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
(verbatim), koding awal, dan analisis. Pada kolom nomor berisi
penomoran untuk setiap baris verbatim. Pada kolom hasil wawancara
berisi verbatim hasil wawancara informan. Pada kolom koding awal dan
kolom analisis berisi analisis tema-tema yang muncul. Selanjutnya,
peneliti membaca transkrip wawancara dari setiap informan secara teliti
dan berulang. Kemudian peneliti memberi garis bawah pada kalimat
yang relevan dengan fokus penelitian. Kalimat tersebut kemudian
dituliskan kembali secara ringkas ke dalam kolom koding awal dengan
tidak mengubah makna kalimat. Pada kolom berikutnya, peneliti
mencoba membuat analisis atau menarik kesimpulan dari hasil koding
untuk menemukan tema yang muncul.
Dalam melakukan analisis, peneliti dibantu oleh seorang rekan
sebagai inter-rater. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir pengaruh
subjektivitas peneliti terhadap hasil analisis data. Proses ini dilakukan
dengan memberikan transkrip verbatim kepada rekan peneliti.
Selanjutnya peneliti dan seorang rekan bertemu sesuai jadwal yang sudah
ditentukan untuk saling berdiskusi tentang hasil tema masing-masing.
Tema-tema yang dirumuskan adalah tema yang sesuai dengan
kesepakatan bersama, dengan tetap mengacu pada esensi kalimat.
Peneliti selanjutnya memindahkan seluruh tema dari kolom koding
awal ke lembar kerja baru. Kemudian peneliti mengelompokkan tema-
tema yang mirip dan berhubungan sehingga menjadi tema yang lebih
ringkas. Kemudian selanjutnya peneliti mencari tema utama dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
membuat pengerucutan tema sesuai kronologi pengalaman anak sulung
serta strategi koping terhadap harapan orang tua. Setelah itu, tema utama
diurutkan ke dalam bentuk tabel dan diberikan keterangan nomor
verbatim. Selain itu, peneliti membuat skema dari tema utama yang
muncul agar memudahkan pembaca memahami hasilnya.
B. Profil Informan dan Deskripsi Harapan Orang Tua
1. Informan 1 (TT)
a. Deskripsi Informan
Informan pertama berinisal TT, adalah seorang perempuan
berusia 23 tahun yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah. TT
memiliki tiga orang adik kandung. Adik yang pertama adalah
seorang perempuan, berusia 20 tahun. Sedangkan adik yang kedua
dan ketiga adalah laki-laki, yang berusia 17 tahun dan 13 tahun.
Orang tua TT bekerja sebagai pegawai negeri. TT sudah
menyelesaikan pendidikan sarjananya di sebuah universitas swasta di
Yogyakarta. Saat ini, TT sudah bekerja sebagai guru SMA swasta di
Kota Bandung.
Orang tua TT menanamkan nilai kemandirian kepada anak-
anaknya, terutama TT sebagai anak sulung. Akan tetapi, ia merasa
bahwa orang tua, terkhusus ibunya, justru memberikan perilaku yang
kurang mendukung AA untuk mandiri. Hal ini dirasakan TT yang
cenderung lebih sering diarahkan oleh orang tua. Ketika kuliah di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Jogja dan ingin pulang ke Magelang, orang tua juga mengantar dan
menjemput. Menurut TT, hal ini menjadi salah satu penyebab dirinya
menjadi tidak mandiri.
Dari ketiga adiknya, TT lebih dekat dengan adik kedua dan
ketiga. Sedangkan dengan adik yang pertama tidak dekat. Bahkan
kontak pin BBM adiknya, TT tidak punya. Hubungan yang tidak
dekat ini diperkirakan suatu peristiwa TT menegur status adiknya
yang kurang baik. Dari situ, adiknya lebih menutup diri terhadap TT.
TT terbiasa menuruti perkataan orang tuanya. Sikap ini
dianggap bahwa ia memahami orang tua dan bersikap mencari aman
agar tidak menimbulkan suasana perdebatan. Namun suatu ketika,
TT mengeluarkan segala yang dirasakan kepada ibunya sehingga
menjadi bom waktu baginya. TT menyadari perbuatannya adalah
durhaka, sehingga ia memutuskan untuk tidak mengulanginya dan
memilih kembali untuk bersikap diam.
b. Deskripsi Harapan Orang Tua
Orang tua TT memiliki harapan kepada TT dalam bidang
pendidikan, yaitu segera meneruskan pendidikan S2 setelah lulus
sarjana. TT memahami bahwa pendidikan adalah prioritas orang tua
bagi anak. Hal ini dikarenakan, menurut orang tua, pendidikan dapat
menjadi bekal untuk menunjang kesuksesannya dimasa depan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Harapan tersebut dipengaruhi oleh pandangan orang tua
bahwa sebaiknya anak mencapai kesuksesan melebihi orang tua
yang tercermin melalui kualitas pendidikan lebih tinggi dari orang
tua. Seperti yang secara implisit disampaikan oleh orang tua, yaitu
membandingkan pencapaian level pendidikan yang telah dicapai di
keluarga besar. Dari cerita-cerita yang terjadi secara kebetulan
tersebut, TT menyimpulkan apa yang diinginkan oleh orang tua
terhadap dirinya.
Selain harapan dalam hal pendidikan, orang tua juga
memiliki harapan terhadap TT agar menjadi teladan bagi adik-
adiknya. Keteladanan ini dapat dicerminkan dalam hal pendidikan,
gaya hidup, serta kehidupan sosial. Sebagai anak sulung perempuan,
TT juga diharapkan oleh orang tua mampu menangani pekerjaan
rumah tangga dengan cekatan dan dikerjakan hingga tuntas.
2. Informan 2
a. Deskripsi Informan
Informan berinisial AA, saat ini berusia 20 tahun. AA masih
menyelesaikan pendidikan sarjana pendidikan bahasa inggrisnya di
sebuah universitas swasta di Yogyakarta. Dua orang adik laki-
lakinya berusia 17 dan 14 tahun.
Sejak SMA, AA dan kedua adiknya sudah bersekolah di luar
kota. Hal ini dikarenakan prinsip orang tua yang menginginkan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
mandiri sejak dini. Saat SMA, AA berada di asrama, begitu juga
adik-adiknya yang tinggal di kos. Sebagai anak sulung, AA
merasakan diberi kebebasan oleh orang tua dalam menentukan
pilihannya, misalnya les, memakai pakaian ketika ke gereja, atau
ekstrakulikuler yang dipilih. Orang tua menekankan kebebasan yang
tetap bertanggung jawab terhadap AA.
Kedua orang tua AA adalah guru. Oleh karena itu ia sudah
terbiasa dan mengetahui gambaran jelas mengenai lingkungan guru.
Terkait perkuliahannya, AA juga sering menanyakan bagaimana cara
membuat RPP kepada orang tuanya.
Sejak kecil, AA sudah terbiasa mengurusi adik-adiknya. Hal
ini dikarenakan ketika SMP, ayah AA pernah jatuh sakit. Hal ini
menyebabkan AA dan adik-adiknya harus menginap di rumah
tantenya, sehingga AA diandalkan ibunya untuk membantu tante dan
mengurusi kebutuhan adik-adiknya.
b. Deskripsi Harapan Orang Tua
Orang tua memiliki harapan yang begitu besar kepada AA
untuk menjadi guru. Orang tua berpandangan bahwa dengan menjadi
guru, AA akan tetap memiliki waktu bersama dengan keluarga.
Orang tua khawatir jika AA terlalu berfokus pada pekerjaan dan
tidak memperhatikan keluarga. Selain itu, orang tua menganggap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
bahwa menjadi guru sesuai dengan ilmu yang sedang dipelajari oleh
AA saat ini.
Dalam hal pendidikan, AA diharapkan orang tua mampu
menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Orang tua sudah
memperhitungkan waktu kelulusan AA dengan adik-adiknya yang
akan menyusul. Selain itu, orang tua mengharapkan AA menjadi
orang yang terencana dan mampu menyelesaikan masalah secara
dewasa.
Sebagai anak sulung, orang tua mengharapkan agar AA
mampu menjadi teladan bagi adik-adiknya. Keteladan ini disadari
oleh AA terutama menjadi teladan dalam bidang pendidikan. Orang
tua berharap agar AA menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Orang
tua memotivasi adik-adik dengan memberikan nilai-nilai AA selama
kuliah kepada adik. Harapannya agar nilai-nilai tersebut dapat
menjadi standar pencapaian adik. Selain pendidikan, orang tua
berharap agar AA menjadi contoh dalam pengembangan minat serta
bakat.
Orang tua juga berharap bahwa AA dapat membantu serta
membimbing adik-adik. AA menyadari bahwa ia sedang
dipersiapkan orang tua dalam membimbing adik-adiknya nanti. Hal
ini dikarenakan bahwa orang tua berhararp agar AA mampu
berperan sebagai pengganti orang tua. Hal ini terutama ketika
keluarga sedang mengalami kesulitan, AA dapat diandalkan. Ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
ayah AA masuk rumah sakit dan mengharuskan AA beserta adik-
adiknya menginap di rumah saudara, AA menggantikan peran orang
tua bagi adik. Selain itu, orang tua mengandalkan AA untuk
memantau adik-adiknya yang berada di kota yang berbeda melalui
telepon. Harapan tersebut dipengaruhi oleh orang tua yang
menganggap AA sebagai partner, sehingga diperlakukan setara
dengan peran orang tua. AA juga dianggap lebih dewasa, sehingga
dapat diandalkan menjadi perantara komunikasi orang tua dengan
adik. Selain itu, orang tua mengharapkan AA menjadi orang yang
mampu menyelesaikan masalah secara dewasa serta memiliki
rencana ke depan.
3. Informan 3
a. Deskripsi informan
Informan berinisial AJ saat ini berusia 22 tahun berjenis
kelamin laki-laki. AJ memiliki tiga orang saudara kandung yaitu dua
laki-laki dan satu perempuan. Saat ini, AJ sudah menyelesaikan
pendidikan S1 dan sedang dalam masa pencarian pekerjaan.
Dulu, informan memiliki hubungan yang kurang akrab
dengan ayah karena kurangnya komunikasi yang intensif. Namun
saat ini, informan menyadari membutuhkan sosok ayah, sehingga
informan mencoba memulai hubungan yang lebih baik dengan cara
berdiskusi. Biasanya topik yang didiskusikan terkait dengan hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
praktis, seperti pekerjaan. Sedangkan hubungan dengan ibu lebih
merupakan ikatan emosional anak dan ibu. Informan sering curhat
dengan ibu atau bertukar pikiran terkait emosi.
Hubungan informan dengan adiknya cukup dekat. Informan
sering berkelahi dengan adiknya yang laki-laki. AJ menyadari bahwa
sikap ini sebagai bentuk diri yang ingin menunjukkan otoritasnya
sebagai anak sulung. AJ sadar bahwa sikap otoriter ini sama seperti
ayahnya yang juga selalu bersikap sama dengan informan. Sebagai
bentuk kesadarannya untuk berubah, informan mencoba menjadi
penghubung antara adik dan orang tua. Ia membujuk orang tua
ketika adiknya membutuhkan sesuatu. AJ sadar bahwa kepercayaan
orang tua terhadap AJ lebih besar dibandingkan kepada adiknya.
Sedangkan hubungan AJ dengan adik perempuannya tidak terlalu
dekat. AJ merasa bahwa adik perempuannya kurang bersikap
terbuka.
Ayah AJ selalu mengajar tentang “simpan sebanyak-
banyaknya dan keluarkan sebanyak-banyaknya”. Maksud ajaran ini
adalah agar informan mempelajari sesuatu secara totalitas, sehingga
dapat diterapkan jika sudah waktunya ilmu tersebut digunakan. AJ
menerapkan ajaran ayahnya tersebut dalam hal beroganisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
b. Deskripsi harapan orang tua
Orang tua berharap agar informan lulus kuliah dalam kurun
waktu 4 tahun. Selama masa pengerjaan skripsi, orang tua selalu
memantau prosesnya setiap hari. Dalam sehari, ayah AJ dapat
menelponnya lebih dari satu kali. Hal ini dilakukan ayah AJ untuk
memantau perkembangan skripsi informan. Ketika menelpon, ayah
AJ cenderung memerintah agar AJ mengerjakan saat itu juga. AJ
selalu mengiyakan apa yang diperintah ayahnya, meskipun belum
dikerjakan. Hal ini merupakan hasil analisis AJ terhadap apa yang
diinginkan ayahnya.
Ayah AJ berharap agar AJ menjadi dosen. Ia selalu
mengungkapkan kelebihan-kelebihan menjadi dosen. AJ merasa
bahwa ayahnya terlau memaksakan kehendaknya. Selain itu, orang
tua juga berharap agar informan mampu sukses melebihi pencapaian
orang tua. Ayah selalu menantang AJ untuk dapat mengalahkannya.
AJ melihat bahwa standar dirinya dianggap berhasil ditentukan oleh
ayahnya, yaitu mampu melebihi pencapaian yang telah diraih oleh
ayahnya.
C. HASIL PENELITIAN
1. Informan 1
Sebagai anak sulung, TT menyadari bahwa anak sulung menjadi
sorotan di dalam keluarga. Ia merasa memiliki tanggung jawab terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
segala sesuatu yang terjadi pada adik-adik dan orang tua. TT menyadari
bahwa hal tersebut merupakan naluri sebagai anak sulung.
“Ya kalau ee gimana ya, kalau pada umumnya sih, mungkin nanti
itu akan secara otomatis anak sulung kan, apalagi kalau adiknya
banyak kayak gitu kan, ee nanti kalau udah mentas berarti nantinya
kan bobotnya untuk sampai dia ke depannya untuk jangka
panjangnya kan dia juga akan bertanggung jawab dengan, dengan
adik-adiknya. Terutama yang paling, nanti yang paling bontot.
Kalau misalnya bapak ibunya udah semakin tua kan akhirnya yang,
yang sulung yang….he-eh, bertanggung jawab. misalnya ada apa-
apa juga kan tetep nanti yang, yang disorot yang dituju kan tetep
anak pertama.” (TT/W2/182-200)
“Kayaknya tapi mungkin udah bisa dibilang udah naluri nggak sih,
kalau kayak gitu tuh,” (TT/W2/208-210)
Orang tua memiliki harapan kepada TT untuk melanjutkan
pendidikan magister segera setelah lulus sarjana. TT menanggapi harapan
orang tua tersebut dengan bersikap terbuka. Sikap terbuka ini
ditunjukkan TT dengan mencari informasi mengenai proses perkuliahan
S2 dan hal-hal terkait harapan orang tua tersebut dari teman-teman.
Informasi tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan.
“Contohnya kayak misalnya, saya itu untuk sekarang harus
langsung S2, misalnya. Ee untuk pendidikan misalnya. Itu saya
misalnya harus langsung S2. Nah padahal saya kan juga
mempertimbangkan beberapa hal, gitu lho. Maksudnya ee saya
mencari info juga dari teman-teman S2, bahwa bagaimana sih
perkuliahan S2, bagaimana sih eee tantangan, tanggung jawab,
waktu, dan lain-lain, gitu tuh. Terus saya juga ber…, mencari,
mencari apa tuh namanya, mencari informasi kepada kepada
beberapa teman yang memang sudah bekerja. Nah mereka itu tuh
ee kebanyakan info yang saya dapatkan bahwa banyak perusahaan
yang, banyak perusahaan yang menerima karyawan ya mereka tu
lebih mengutamakan orang yang punya punya mempunyai
pengalaman kerja.” (TT/W1/216-235)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
TT memiliki keinginan untuk bekerja terlebih dahulu, sedangkan
orang tua berharap TT langsung melanjutkan S2. Hal ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan harapan antara informan dan orang tua. Selain itu,
ia memiliki harapan untuk menikah tepat waktu. Namun orang tua belum
memikirkan sampai pada hal-hal pernikahan. Perbedaan harapan ini
mengingatkan TT pada saat orang tua tidak menyetujui universitas yang
dipilih. Oleh karena itu, ia merasa khawatir bahwa terhadap perbedaan
harapan tersebut.
“aku kan pengennya kan kerja dulu, karena misalnya aku pingin
sekolah la…, kan disuruh sekolah, emang kepengenannya orang tua
kan juga sekolah lagi,” (TT/W2/279-283)
“Emm, saya pinginnya ya bisa S2, ya bisa kerja, ya bisa nikah, tapi
ya nggak telat banget (tertawa). Saya karena, karena, saya saya
juga ee mungkin orang tua saya masih belum memikirkan untuk hal
yang, ee untuk hal untuk menikah anaknya menikah itu.”
(TT/W1/870-877)
“Eem, dan saya nggak mau itu terjadi lagi sekarang, dan saya sudah
me..mulai memprediksikan bahwa itu akan seperti akan terjadi
seperti dulu lagi. Jadi pas itu tuh saya SMA, itu saya pernah ee
dapet jalur prestasi, udah diterima disebuah universitas, dengan
jalur prestasi. Nah, tapi tu dan itu universitas yang bukan
unis…univ…bukan univers…bukan universitas yang yang ecek-
ecek, bukan itu. Tapi tu eem yang cukup prestisius gitu lah. Nah,
terus ee dengan kayak gitu aja orang tua, karena mereka tidak
punya pandangan dan mempunyai tujuan untuk menyekolahkan
anaknya disitu, ya sudah dengan pengumuman saya yang kayak
gitu ya tidak berusaha dibaca atau di gimanain atau ber…, di
diskusikan gitu pun tidak, gitu.” (TT/W1/999-1021)
Ketika terjadi perbedaan harapan antara dirinya dan orang tua, TT
memilih untuk bersikap tidak menyampaikan pandangannya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
menuruti orang tua. Bersikap pasif memberikan rasa aman bagi TT
karena tidak akan terjadi adu pandangan. TT menganggap bahwa
bersikap pasif merupakan bentuk memahami situasi yang sedang terjadi
serta memahami beban orang tua.
“jadi mungkin saya juga tipe orangnya yang males ee untuk, males
untuk, apa sih namanya, berantem, terus beradu pandangan, gitu-
gitu sih, beradu argumen maksud saya. Saya orangnya males, jadi
padahal saya untuk batas apa, cari amannya ya ya udah nurut-nurut
aja, gitu-gitu.” (TT/W1/35-43)
“Jadinya tuh lebih, lebih ke yaa memahami situasi sih, lebih
berusaha memahami, ngalah lah pokoknya, cari aman,”
(TT/W1/466-469)
“Tapi ya disisi lain ya tetep aku tuh mikirnya juga sekarang orang
tua tuh juga kalau misalnya pingin umur panjang anaknya juga ya
jangan bikin tambah beban.” (TT/W2/372-376)
Fakta yang menyebabkan TT tidak menyampaikan pandangan-
pandangan yang berbeda dari orang tua adalah budaya komunikasi satu
arah yang ada didalam keluarga. TT mencari mediator yang dapat
menjadi penghubung komunikasi kepada orang tua. Ia memilih kerabat
dekatnya, yaitu om dan tante sebagai mediator karena mereka bisa diajak
berdiskusi dan bersikap terbuka. TT menyadari bahwa muncul perasaan
negatif ketika akan memulai pembicaraan dengan orang tua.
“ee masih agak sulit untuk komun…, mengkomunikasikan dua arah
gitu, jadi masih satu arah,” (TT/W1/493-495)
“Eeem, yang waktu saya, kan akhirnya, berusaha, kalau misalnya
belum bisa dikomunikasikan dua arah langsung dengan orang tua
saya, ya akhirnya itu, saya ee mencari mencari orang yang
sekiranya bisa ngomong ke orang tua saya. Jadi sebagai mediator
lah, mediasi, eh mediator.” (TT/W1/1112-1120)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
“kami juga cukup dekat dengan tante dan om kami, yang yang pada
saat itu, yang sampai sekarang berprofesi sebagai dosen. Nah
mereka itu masih bisa terbuka, terus melihat kenya.., apa dan bisa
berdiskusi, bisa bisa istilahnya bedalah cara berkomunikasi dengan
kami. Jadi untuk kadang kami untuk memulai saja sudah takut. Jadi
itu hambatannya, rasa takut, rasa canggung yang tidak terbiasa,
takut kalau ee kadang takut kalau misalnya ya kalau misalnya ibu
berkenan dengan dengan dengan apa obrolan kami,” (TT/W1/165-
180)
TT pernah menyampaikan perbedaan harapan orang tua untuk
melanjutkan kuliah dan bekerja. Ia berusaha menyampaikan informasi-
informasi yang telah digali mengenai perkuliahan S2 kepada orang tua.
Namun, usahanya untuk asertif tidak mendapat tanggapan yang baik.
Orang tua justru semakin menginginkan agar TT mewujudkannya.
“Nah, saya sudah berusaha menuangkan ide itu, tapi tu, ee
menuangkan argumen itu memberikan argumen itu kepada bapak
ibu saya, tapi tuh mereka tetep kayaknya bersikuku bahwa oh kalau
saya menunda, saya menunda, itu tuh ee akan malah nantinya
nggak jalan” (TT/W1/235-243)
Dari informasi-informasi mengenai proses perkuliahan S2, TT
mempertimbangkan apakah ia harus langsung melanjutkan S2 atau
bekerja terlebih dahulu. Melalui proses pertimbangan, ia memutuskan
menunda harapan orang tua untuk langsung melanjutkan S2 setelah lulus
sarjana. TT memutuskan untuk mewujudkan harapannya, yaitu bekerja
dahulu selama satu atau dua tahun.
“Nah itu saya sampai sekarang pun masih agak gojak-gajik,
maksudnya masih agak sshhhh aduuuuh, emm masih dalam proses
mempertimbangkan. Tapi ini sepertinya saya sudah 60% ee,
tadinya saya berpikiran bahwa ee ya udah kalau misalnya saya
rejekinya langsung, langsung, langsung kuliah ya nanti saya daftar,
ya kalau misalnya langsung keterima ya udah saya jalani. Cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kalau nggak berarti saya memang harus bekerja dulu. Ee tapi saya
terus beberapa hari ini juga mikir bahwa mungkin saya akan me…,
ee membuat keputusan bahwa memang saya harus bekerja dulu
untuk setahun, dua tahunan gitu. Jadi kalau pun nanti memang saya
untuk sekolah lagi, ya bukan berarti karena saya mengambil S2
yang tanpa bayangan dan tanpa tujuan besoknya. Dengan saya
bekerja, saya paling tidak mempunyai sedikit gambaran bahwa S2
nanti bukan hanya sekedar embel-embel, tapi emang berguna
untuk, untuk me…, mendukung ilmu saya, untuk pekerjaan saya,
untuk karir saya.” (TT/W1/773-802)
Ada beberapa pertimbangan yang mendasari keputusan TT
menunda harapan orang tua. Pertama, keinginan mewujudkan harapan
orang tua secara mandiri adalah bentuk peduli pada masa depan adik
untuk memperoleh pendidikan yang sama dengannya.
“Tapi kan, tapi kalau aku pingin sekolah lagi tuh, yang bener-bener
dengan kebutuhanku besok sama aku pinginnya juga pakai uangku
sendiri.” (TT/W2/283-287)
“tapi kan juga berpikir lebih jauh lagi, apakah nanti beberapa tahun
ke depan adik saya yang paling bungsu itu juga bisa mendapatkan
kesempatan yang sama dengan saya,” (TT/W1/246-251)
Selain itu, TT memandang bahwa setiap orang memiliki
pencapaian yang berbeda-beda. Pencapaian ini tergantung dari standar
kebahagiaan masing-masing. Secara tersirat, harapan orang tua belum
tentu menjadi pencapaian yang hendak diraih olehnya.
“Ee, tapi kadang saya juga merasa, lho kan orang kan beda-beda,
masa ya di…, saya mau, mau, apa tuh namanya, harus harus seperti
itu gitu lho,” (TT/W1/729-733)
“Karena ya mau nggak mau orang yang mempunyai tujuan itu kan
pasti juga punya standar, standar sendiri kan. Nah, terus tapi itu kan
sekarang kalau misalnya, eee dan aku memang menyadari bahwa
itu baik. Gitu. Terus, tapi disisi lain kadang itu aku juga merasa
bahwa seseorang itu kan tidak bisa dipandang hanya dengan, eem,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
status sosialnya atau dengan ketercapaiannya dia. Karena
kebahagiaan orang itu kan standarnya juga beda-beda dan.., dan
nggak bisa disama ratakan. Gitu sih. Jadi yang, jadi sebenernya aku
sekarang tuh berusaha tidak memandang dari satu sisi, tapi ya dari
beberapa sisi juga.” (TT/W2/608-626)
Harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepada TT sebagai
anak sulung dipandang memiliki tujuan yang baik. Ia memandang bahwa
harapan orang tua memiliki arah yang benar.
“Ee, saya berusaha, ee berusaha memenuhi tuntutan orang tua
tersebut. Karena, pertama orang tua menuntut saya dan pasti
tuntutannya itu ke arah yang benar.” (TT/W1/503-507)
“Ya saya berusaha mengerti dan berusaha memahami bahwa
mereka tuh juga pengen mengarahkan saya ke jalan yang, yang
benar, gitu.” (TT/W1/291-295)
Oleh karena itu, TT bertekad untuk mewujudkan harapan orang
tua, yaitu melanjutkan pendidikan S2 meskipun menunda. Tekad ini
sebagai bentuk pertanggungjawaban keputusan menunda yang telah
diambil. TT memandang bahwa orang tua akan kecewa jika harapannya
tidak terpenuhi.
“Tapi mungkin cara, cara dan waktu untuk saya memenuhi
keinginan mereka itu yang kadang ee tidak, ya mungkin untuk saat
ini saya lebih untuk berpikir eee oke saya akan nurut menuruti
keinginan mereka, menuruti keinginan mereka.” (TT/W1/508-514)
“Eem, kalau mungkin kalau saya sih untuk bapak saya mungkin,
mung…, ya untuk mereka berdua mungkin agak lebih kecewalah.
Tapi kan setidaknya kekecewaan itu mungkin ee akan saya biarkan,
ee cuma maksudnya saya harus bisa meyakinkan bahwa
kekecewaan itu cuma akan dirasakan mereka sebentar. Setelah itu,
saya akan membangkitkan membayar kekecewaan mereka dengan
hal yang lebih. Maksudnya saya akan mempertanggungjawabkan
dengan keputusan yang saya ambil.” (TT/W1/817-831)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepada TT
memberikan beberapa dampak. TT merasa tertekan karena harapan yang
selalu ditujukan kepada anak sulung. TT meluapkan rasa tertekan ini
dengan menangis secara spontan. TT menyadari bahwa ia merasakan
dampak akibat harapan orang tua secara psikis.
“Terus kadang juga ada tertekannya itu karena karena kok yang
dituntut tuh apa-apa kok aku, gitu pertama, yang disuruh apa-apa
aku,” (TT/W1/408-411)
“Efeknya paling nangis (tertawa). Nangis. Ee kalau sampai
nggrentes kurus sih nggak (tertawa). Karena saya badan saya juga
tetap segini-segini saja (tetawa). Apa ya? Efeknya tuh mungkin
lebih ke psikis. Meluapkannya tuh dengan menangis gitu. Terus?
Udah. Efeknya nangis.” (TT/W1/528-536)
“Eee, maksudnya yang pas aku kok nangis? Kalau menurutku itu
sih terjadi dengan sendirinya sih. Ya spontanitas, naluri.”
(TT/W2/458-461)
TT juga merasakan kekhawatiran dalam mewujudkan harapan
orang tua, yang dirasakan sebagai dampak. TT berpikir bahwa dirinya
tidak mampu mencapai lebih apa yang diharapkan orang tua. Selain itu,
TT juga merasa belum mampu menjadi contoh yang baik bagi adik-
adiknya. Ia merasa justru adik-adiknya yang lebih baik dari dirinya.
“Nah, tapi kalau pun kalau saya terus jadi mikir kalau pun saya
nanti misalnya tidak bisa lebih dari yang mereka harapakan itu
bagaimana. Kadang saya juga mikirnya kayak gitu sih.”
(TT/W1/738-743)
“kok nggak ada puas-puasnya gitu sebagai anak sulung kok ya saya
tu masih kadang masih belum bisa menjadi contoh yang baik untuk
adik-adik saya, gitu-gitu, dan eem kadang juga saya ee kadang ada
rasa bahwa kok kadang malah adik-adik saya yang bisa lebih baik
daripada saya.” (TT/W1/417-425)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Sebagai anak sulung yang masih diarahkan orang tua, TT
merasakan kerugian pada diri, sehingga tidak mampu berkembang secara
mandiri. Apalagi orang tua yang terlalu melindungi dirinya. Padahal
orang tua menginginkan untuk mandiri. Hal ini merupakan dampak lain
yang dirasakan TT.
“misalnya aku kayak gini, kayak gini terus, kayak gini kayak gini
terus tuh nanti juga yang rugi aku gitu lho. Kadang pada saat aku,
usia aku berkembang dan udah harus bisa mikir secara mandiri
kayak gitu, tapi terus aku akhirnya kepentok dengan masih dengan,
apa tuh namanya, dengan segala rules dan kebijakan orang
tua.Terus kadang aku ngerasa takutnya besok aku bisa nggak ya
kira-kira besok tuh berkembang, terus bisa menghadapi, gitu-gitu.”
(TT/W2/358-371)
“Pinginnya anaknya bisa mandiri, tapi masih apa yang anak
pertama, apa tuh, kayak masih dianggapnya anak kecil tuh lho.
Jadi, masih terlalu, terlalu dilindungi. Terlalu, terlalu dilindungi,
terlalu dienakkan dengan gitu-gitu.” (TT/W2/218-225)
Untuk mengatasi perasaan tertekan akibat harapan-harapan orang
tua yang ditujukan kepadanya, TT mengatasinya dengan beberapa cara.
Salah satu caranya adalah dengan berdoa untuk memperoleh ketenangan.
TT melibatkan figur Tuhan untuk mengurangi perasaan tertekan. Ia
berpikir bahwa Tuhan menunjuk dirinya sebagai anak sulung karena ia
adalah orang yang pantas dan mampu mengemban tanggung jawab
tersebut, meskipun banyak kesulitan yang dihadapi.
“Berdoa.” (TT/W2/500)
“Ketenangan. Wess, gaya banget yo (tertawa). Tapi emang iya lho.
Nggak tau, karena tergantung kepercayaannya orang-orang kan
ya.” (TT/W2/521-525)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
“berarti ya Tuhan memang ee menunjuk kita yang, menunjuk kita
sebagai orang yang mampu melak…, melakukan tanggung jawab
sebagai anak sulung. Berarti ya dengan segala kelebihan,
kekurangan, ya sudah jalani saja, nikmati dan meskipun jalannya
itu tidak mudah.” (TT/W1/1153-1161)
“Tuhan memang mempercayakan aku buat bisa menjadi, ee berarti
memang aku yang pantas untuk menjadi anak pertama.”
(TT/W2/653-657)
Selain itu, bercerita kepada orang lain merupakan salah satu cara
mengurangi rasa tertekan. TT bercerita kepada teman yang memiliki
kesamaan pengalaman dengannya, karena merasa memiliki teman
senasib dan merasa terhibur. Selain dengan teman, TT juga bercerita
kepada tantenya yang sudah mengetahui cerita TT.
“Ke Kuntil. Iya, itu temen. Soalnya tuh gini, eee ke…, kee…, cerita
ke temen yang ee apa tuh namanya, punya pengalaman yang
hampir sama. Karena tipenya ibuku ternyata juga hampir sama
kayak ibunya Kuntil dan karakterku sama karakternya Kuntil tuh
juga hampir sama. Gitu. Jadi, kebetulan ada kesamaan itu jadinya
cocok kalau buat pas cerita kayak gitu.” (TT/W2/469-479)
“Kadang solusi juga. Tapi kadang lebih ke…, ya ketenangan itu
juga, karena merasa selain ada temennya itu,” (TT/W2/528-531)
“Karena terus merasa, meskipun kadang nggak menemukan solusi
(tertawa), tapi ki terus kayak ada, ada temennya (tertawa),
haaa…iki luwih… Gitu tuh terus udah, udah kayak, udah malah
jadi terhibur gitu lho. Kadang menemukan kesamaan gitu tuh.”
(TT/W2/483-490)
“Terus paling nggak ya ke tanteku. Gitu sih lebih sering. Karena ya
tanteku kan media, seperti mediator.” (TT/W2/513-515)
Melalui bercerita dengan orang lain, TT memperoleh ketenangan,
solusi, maupun kelegaan. TT juga merasa bahwa kebutuhan dirinya untuk
didengarkan juga terpenuhi, karena orang tersebut mampu menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
pendengar yang baik. Selain itu, bercerita juga memberikan pengaruh
pikiran menjadi lebih jernih.
“Nah itu tuh ya terus jadi apa ya istilahnya, ya selain tenang terus
cuma didengrin aja udah, ya itu, udah lega.” (TT/W2/537-540)
“Ee kadang orang yang saya ceritain itu, itu tuh kadang juga bisa
memberikan solusi, kadang juga hanya menjadi pendengar yang
baik.Tapi itu semua juga sudah nggak tahu kenapa saya juga udah
lega aja gitu, ya meskipun terus ee nggak bukan berarti terus
masalah itu hilang begitu saja nggak tapi tuh dengan bercerita saya
juga udah sedikit menemukan kelegaan. Jadi, mungkin efeknya
untuk tahap-tahap selanjutnya mungkin saya akan bisa lebih jernih
berpikir dan berhati-hati untuk me…, me apa, me…., memutuskan
sesuatu.” (TT/W1/548-563)
Berpikir positif juga merupakan salah satu cara yang dilakukan
untuk mengurangi perasaan kurang adil dan tidak nyaman akibat
perasaan tertekan.
“Kadang merasa ee kurang adil, nggak nyaman, atau apa ya, tapi
berusahalah untuk mengalihkan dengan hal-hal yang positif dan
berpikiran yang positif. Gitu sih.” (TT/W1/1161-1166)
2. Informan 2
Orang tua selalu memantau perkembangan pendidikan AA
diperkuliahan. AA merespon dengan menikmati perhatian orang tua
tersebut. Hal ini dikarenakan AA selalu menginformasikan
perkembangan perkuliahannya apa adanya. Selain itu, harapan orang tua
terkait pendidikan tersebut sesuai dengan harapan AA untuk segera lulus
kuliah, berpenghasilan, sehingga dapat membantu adik. Oleh karena itu,
AA lebih bersikap terbuka terhadap harapan yang sesuai dengan
perencanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
“Terus nanya, nanya nomer, nanya nilainya berapa, kapan saat
suratnya yang dikirimin ke rumah tuh sampe. Terus kapan.
Nyampe pernah kemarin itu tanya, ee NIM-ku berapa, password-
nya apa, jadi mau lihat sendiri” (AA/W1/193-199)
“Ya enjoy aja sih. Soalnya aku menyampaikannya sejujur-jujurnya,
gitu. Aku kan emang kalau misal masalah uang sekolah, atau uang
apa, terus sama urusan nilai emang nggak pernah nipu,”
(AA/W1/215-220)
“misalnya lebih di ini ke pendidikan, lebih dikejar sama orang tua,
kayak gitu. Jadi kan, ee karena lebih tua maka orang tua tu lebih
sering bilangnya, mbok serius kuliahnya, kayak gitu. Biar nanti
cepet kuliah cepet disusul adiknya, kayak gitu. Jadi, semacam
waktunya tu udah diatur sendiri, udah diharapkan sendiri. Kayak
misalnya ee besok berapa tahun lagi, satu setengah tahun lagi lulus
nanti adiknya nyusul. Jadi gitu. Jadi, ee kasarannya aku nggak
boleh lewat dari itu, karena nanti adikku nggak bisa ngepas. Gitu,
dan jadinya kan biayanya lebih mahal” (AA/W1/38-54)
“Ya kalau sekarang ini sih aku udah besar ee adik-adikku tuh ee
gimana ya, menunggu aku ndang lulus gitu lho. Jadi aku pingin,
aku pinginnya tuh aku segera lulus dan ee aku punya penghasilan,
aku lepas dari orang tuaku, dan aku membantu adik-adikku,
ngangkat adik-adik gitu lho” (AA/W1/844-852)
Akan tetapi, AA bersikap menolak harapan orang tua untuk
menjadi guru, yang tidak sesuai dengan harapannya. Hal ini dikarenakan
AA memiliki cita-cita sendiri untuk masa depannya, namun tidak di
dukung oleh orang tua. Oleh karena itu, ketika diajak diskusi mengenai
harapan orang tua tersebut, AA menolak dengan perasaan kesal.
“Ee kan karena kemarin itu sempet eee bentrok aku nggak mau jadi
guru tapi orang tuaku maunya jadi guru.” (AA/W1/873-876)
“Terus ee apa ya, aku tuh punya cita-cita sendiri, aku pingin
didukung tapi mereka nggak begitu, gitu lho. Kenapa kok ee ya
paling tidak apa ya, ya nanya-nanya sedikitlah, kayak gitu.
Misalnya kan aku pingin, pingin desain-desain baju kayak gitu.
Tapi mereka tuh kadang ya cuma nanggepinnya cuma, oh ya, gitu
doang,” (AA/W1/924-933)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
“Terus ya sempet diajak diskusi tapi mungkin cenderung emosi.
Soalnya aku bener-bener nggak gitu mau sekarang ini,”
(AA/W1/806-810)
Alasan lain AA menolak harapan orang tua dikarenakan
menjadi guru tidak sesuai dengan perencanaannya untuk segera
berpenghasilan, dan membantu adik-adik. AA beranggapan bahwa
menjadi guru tidak dapat membantu AA dalam mewujudkan harapan
tersebut.
“Jadi aku pingin, aku pinginnya tuh aku segera lulus dan ee aku
punya penghasilan, aku lepas dari orang tuaku, dan aku membantu
adik-adikku, ngangkat adik-adik gitu lho. Ngangkat adik-adikku,
membantu orang tuaku, ngangkat adikku untuk sekolah misalnya,
terus ee membantu mereka menemukan apa yang bisa
mengembangkan hidup mereka. Terus ya itu, aku cuma pingin jadi
bener-bener mandiri terus membantu adik-adikku itu”
(AA/W1/848-860)
“Ya, sebelnya tuh, ya eh guru tuh apa sih,kayak gitu tuh lho, guru
tuh ya gimana, kan aku punya rencana untuk ngangkat adikku.
Gimana aku bisa mengangkat mereka cepet kalau aku jadi guru,”
(AA/W1/999-1004)
AA juga merasa bahwa alasan orang tua agar ia menjadi guru
tidak masuk akal, yaitu agar AA memiliki waktu bersama keluarga. Hal
ini bertolak belakang dengan harapan AA untuk tidak kembali ke
daerahnya dan mencari peluang memenuhi harapannya di Jogja.
“Dan kalau tujuan orang tuaku nyuruh aku jadi guru cuma buat
bisa pulang…, bisa pulang kayak gitu, buat aku non sense kayak
gitu tuh lho. Aku bakal punya waktu sih, kayak gitu, kalau cuma
untuk kayak gitu” (AA/W2/1012-1018)
“Soalnya memang aku pingin, ya…, etis tetep disini. Setidaknya
aku masih tetep disini melihat peluang yang ada disini tuh aku bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
apa, kayak gitu. Soalnya kalau melihat daerahku agak sulit untuk,
ya, memenuhi keinginanku” (AA/W2/809-915)
Selain itu, adanya ketidakjelasan sertifikat mengajar bagi
keguruan juga menjadi faktor yang menyebabkan AA tidak ingin menjadi
guru.
“ada isu apa gitu kalau harus ee dapet sertifikat ngajar lagi,
walaupun dia dari FKIP,” (AA/W2/614-617)
“kita kan dulu mau masuk PBI itu karena ya sama-sama belajar
Bahasa Inggris dan paling tidak kita bisa kerja jadi guru, kayak
gitu. Udah punya sertifikat untuk mengajar kayak gitu. Jadi kan ya
istilahnya kita tidak akan terlalu sulit mencari lapangan kerja
nantinya, kayak gitu. Nah dulu alasanku dan alasan sebagian teman
tu kayak gitu” (AA/W2/629-638)
Disisi lain, AA memilih menunda harapan orang tua dan
menyelesaikan prioritasnya. Hal ini merupakan bentuk sikap AA yang
lebih mengutamakan prioritasnya. Ketika orang tua mengharapkan AA
untuk memantau adik-adiknya lewat telepon, AA lebih memilih untuk
menyelesaikan tugas kuliahnya. AA menyadari bahwa ia tetap
melakukan harapan orang tua meskipun dengan perasaan kesal karena
ada hal lain yang lebih penting.
“Ya, kadang pas kalau misalnya selo apa moodnya bagus ya nggak
papa, gitu. Tapi pas misal repot ee apa ya misalnya pas lagi mau
UTS atau final test kayak gitu tuh kan biasanya kerjanya udah
mulai banyak. Terus kalau misalnya ditelepon cuma disuruh, kamu
telepon ini, kayak gitu tuh, kadang ya emosi sendiri sih, tapi ya
kadang langsung tak telepon gitu. Ya paling cuma tanya, ya udah,
ya, aku mau belajar, kayak gitu. Paling cuma sebentar. Kadang ya
mikirnya, aduh mbok lain kali dulu, nanti dulu aja, kayak gitu. Aku
mau ngerjain ini dulu,” (AA/W1/585-601)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
“Terus kalau pas jauh gini ya paling suruh telepon itu lho, suruh
telepon, per satu per satu, terutama yang di kosan itu”
(AA/W1/568-571
Selain itu, AA mampu bersikap asertif ketika merespon
harapan orang tua. Ia mengungkapkan untuk menunda melakukan
harapan orang tua. Asertif juga merupakan bentuk negosiasi terhadap
harapan orang tua dan harapan dirinya, serta bentuk ungkapan pendapat
AA terkait harapan orang tua. Namun, pada akhirnya usaha asertif AA
tidak mendapat perhatian orang tua.
“Kecuali kalau udah disuruh ngurusin itu terus, bisa-bisa langsung
tak matiin, gitu (tertawa). Nanti dulu to,” (AA/W1/646-649)
“Ya aku cerita. Terus aku upload tuh banyak lho yang ngerespon,
gitu kan. Terus habis itu, ee.., nggak tahu gimana, gimana ceritanya
jadinya ngarahnya ke itu tadi, PBI dan guru itu tadi tuh. He-eh terus
kesitu. Aku…, padahal aku emang punya rancangan yang lain gitu.
Itu cuma ngobrol doang.” (AA/W2/605-613)
“Soalnya aku juga mikirnya kan, dari dulu aku juga berjalan sendiri
ya oke-oke aja kayak gitu tuh. Ya maksudnya aku punya banyak
argument yang juga bisa dibagikan ke orang tuaku. Aku sekarang
punya ilmu sendiri, aku punya pengalaman, kayak gitu, yang kayak
gini kayak gini, yang asik, yang mungkin aku nggak dapet bersama
mereka dulu, kayak gitu. Tapi ya itu, nggak mempan. Terus, ya itu,
diarah-arahkan jadi guru tuh padahal emang aku tadinya santai
malah jadinya tuh…, aduh” (AA/W2/711-725)
Namun disisi lain, AA merasa tidak mampu menyampaikan
pemikiran tidak setuju dengan harapan orang tua. Ia khawatir takut
menyinggung perasaan orang tua. Oleh karena itu, sikap pasif tersebut
menjadi bentuk pemahaman akan beban orang tua.
“Nah aku nggak bisa mengargument balik orang tuaku gitu lho.
Karena aku ee ya nggak enakan sama orang tua, gitu, aku tuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
orangnya nggak bisa maksa, nggak enakan, takut mereka
tersinggung.” (AA/W1/1022-1028)
“Terus ya pokoknya aku merasanya ibuku banyak beban pikirannya
tuh lho. Jadi kalau misalnya aku argument balik itu ya cuma
nambah-nambahin doang gitu lho” (AA/W1/1084-1088)
Selain itu, AA memilih bersikap tidak mengungkapkan
pemikirannya karena menganggap bahwa orang tua tidak memahami
kondisi AA. Bersikap pasif juga merupakan bentuk bahwa AA tidak
yakin dengan kemampuannya untuk mencapai perencanaan dirinya.
“Terus ee mulai banyak tanggung jawab yang emang aku tuh
kurang bisa membaginya ke orang tuaku. Misalnya kayak banyak
tugas kayak gini. Terus aku cerita aku harus nerjemahin 10
halaman, itu tuh buat aku non sense kalau aku ceritain ke orang
tuaku” (AA/W2/346-353)
“Nah, sedangkan, karena orang tuaku tuh tidak tahu aku punya
tekanan-tekanan itu, punya masalah-masalah kayak gitu,”
(AA/W2/362-365)
“Kalau ini ya khusus buat aku sendiri dan emang untuk beberapa
temen kolegaku, kayak gitu. Kalau buat orang tuaku, jangan dulu,
kayak gitu. Takutnya ya itu, aku nggak bisa membuktikan, kayak
gitu. Soalnya kan emang merekalah tantangan terbesarku, kayak
gitu kan. Tapi kalau misalnya aku waton, asal-asalan ngomong
kayak gitu, emang bisa apa, kayak gitu.” (AA/W2/921-931)
Ketika AA diajak diskusi oleh orang tua mengenai harapan
menjadi guru, ia merespon dengan mengalihkan ke topik pembicaraan
lain. Hal ini disebabkan karena AA memang tidak memiliki keinginan
menjadi guru.
“Ya paling aku cuma bilang, halah itu ya masih nanti tho, kayak
gitu kan. Mbok kayak gitu tuh nggak usah diributkanlah, kadang
tuh aku gitu (tertawa). Terus ganti cerita” (AA/W1/1117-1121)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
“Apalagi setelah micro teaching tuh, ini lagi micro teaching, ya itu,
kok aku nyampe juga ngeluh sama temenku, ini katanya kalau udah
micro teaching pingin jadi guru, aku kok makin nggak mau ya?
Aku kayak gitu (tertawa). Makin nggak mau (tertawa). Terus ya..,
ya itu sih, masih nggak mau sampai sekarang” (AA/W2/578-586)
AA merasa kesal terhadap profesi yang diharapkan oleh orang
tua. Harapan orang tua membuat AA merasa dipaksa melakukan sesuatu
yang bukan keinginannya, meskipun orang tua tidak memaksa.
“Ya sebel sih.” (AA/W1/995)
“Ya sebelnya karena aku ee semacam aku dituntun ke arah yang
aku nggak suka, gitu lho. Ya istilahnya kayak dijodohkan itu lho
mbak. Kayak dijodohkan, kan? Ya kan dipaksa untuk mencintai
sesuatu to, kayak gitu. Kalau perasaan kan nggak bisa dipaksa,
kayak gitu. Ya semacam kesitu sih. Emang kayak udah jelas-jelas
aku nggak suka, kok dipaksa, kayak gitu,” (AA/W2/1042-1052)
“Jadi merasanya tuh ya nggak maksa banget, tapi tuh bisa dibilang
nggak maksa, tapi tuh aku jadinya terpaksa” (AA/W2/786-789)
Selain itu, perasaan kesal terhadap harapan orang tua juga
merupakan bentuk otoritas diri yang terganggu oleh arahan orang tua
serta tidak adanya dukungan orang tua untuk mewujudkan harapan diri.
“Mungkin karena aku terbiasa jauh ya dari orang tua pas SMA kan
aku udah mulai nggak di rumah. Asrama. Terus sampai sekarang.
Jadi aku tuh memang nggak mulai…, mungkin ada jarak. Secara
tidak sadar tuh ada jarak sama keluargaku gitu kan. Emang aku
terbiasa sendirian, sama orang lain, nggak sama keluargaku lagi,
kayak gitu. Jadi memang udah lepas. Terus, ee kadang tuh, apalagi
waktu kuliah ya, jadi aku lebih semacam punya otoritas yang lebih
besar daripada dulu, kayak gitu. Jadi aku, kayak misalnya ngurus
kamar sendiri, apa apa sendiri” (AA/W2/329-345)
“Terus ee apa ya, terus dari kecil juga dikasih tanggung jawab
mulai dari yang kecil, ngurusin jadwal sendiri, tapi tetep dipantau
gitu, misal ditanyain. Terus belajar belajar sendiri nggak usah
disuruh, kayak gitu. Kadang aku nekat nggak belajar, kayak gitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Tapi kadang di diemin aja. Soalnya kalau aku nggak belajar nanti
yang di sekolah aku sendiri yang ngerasain” (AA/W1/680-690)
“Kayak gitu sih yang bikin emosinya karena itu. Karena nggak, apa
ya, nggak melihat, nggak tanya dulu itu lho, mana gambarmu atau
gimana” (AA/W2/754-758)
Menurut AA, harapan orang tua adalah pilihan yang harus di
wujudkan. AA menganggap harapan orang tua adalah tanggung jawab.
Hal ini menjadi salah satu alasan bagi AA sebagai anak sulung untuk
memenuhi harapan orang tua.
“Jadi, tapi tuh aku seperti nggak bisa gitu, nggak menuruti gitu.
Maksanya nggak, itu tetep membuat aku ti…ti…, semacam tidak
punya pilihan lagi, kayak gitu tuh lho. Kalau pun orang lain
ndenger ceritaku pun, ah mereka tuh nggak maksa, gitu. Tapi buat
aku itu membuat aku nggak punya pilihan lain,” (AA/W1/791-800)
“Tanggung jawab itu ya sesuatu yang memang harus kulakukan,
gitu. Harus itu bukan karena aku diperintah lalu harus melakukan,
tapi aku juga melihat situasinya. Ya memang situasinya aku
memang sedang dibutuhkan, gitu. Jadi ya keharusan itu memang
harus dilakukan.” (AA/W2/172-181)
Beberapa usaha dilakukan demi mewujudkan dan
menenangkan orang tua. AA mencoba mendaftar di sebuah bimbingan
belajar, untuk belajar menikmati menjadi seorang guru. AA bermaksud
untuk menunjukkan kepada orang tua bahwa ia akan mewujudkan apa
yang diinginkan orang tua. Usaha lainnya ditunjukkan AA dengan mulai
memiliki perencanaan ke depan agar bisa menyelesaikan kuliah tepat
waktu.
“Akhirnya aku tuh pelan-pelan ya gimana kalau aku mencoba,
kayak gitu kan. Gimana kalau aku mencoba untuk mencintai apa
yang namanya guru itu sendiri. Jadi aku daftar yang Bima Sena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
ee dengan, kan aku nggak suka jadi guru karena kurikulumnya
Indonesia itu jelek, kayak gitu kan, yang gonta-ganti nggak jelas
itu. Terus habis itu ee ini kan kurikulumnya bebas. Mungkin aku
bisa suka jadi guru itu dari situ dulu. Ada something yang aku suka
disitu. Terus ya udah, ee jadi ngayem-ngayemi orang tuaku juga”
(AA/W1/877-892)
“Aku mau nunjukkin mereka ya bahwa ibu maunya begitu ya aku
usahakan, kayak gitu, tapi ya semampuku, sesampainya aku
perasaankku” (AA/W1/1140-1144)
“Perencanaanku, ya misalnya buat semester besok ngambil mata
kuliah apa, misalnya SPD. Jadi aku menargetkan tu lho di semester
ini ngambil apa, jadi semester udah tinggal ngurusin apa,”
(AA/W1/1389-1394)
Harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepada AA
memberikan beberapa dampak. Salah satunya adalah merasa lelah karena
memikirkan harapan tersebut.
“Soalnya capek to pikirannya.” (AA/W2/549-550)
“Tapi tuh memang memikirkan kesitu tuh buat aku berat, gitu lho
mbak.” (AA/W2/804-806)
AA juga merasakan dampak bahwa harapan orang tua
berpengaruh terhadap keyakinan untuk mewujudkan harapan dirinya
menjadi designer.
“Terus habis itu apa ya, terus pengaruh ke hobi itu juga dan aku
nggambar tuh semakin nggak mood gitu. Ah, buat apa nggak dilihat
juga, gitu kan. Ee semacam mengurangi keyakinanku juga kesitu.
Mengurangi niatku untuk ke desain itu juga” (AA/W2/1127-1134)
Harapan agar AA menjadi guru menyebabkan AA menjalani
kegiatan terkait harapan tersebut dengan kesal. Ia merasa berat menjalani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
mata kuliah keguruan. Selain itu, AA juga berusaha memprovokasi
teman kelasnya bahwa menjadi guru itu tidak enak.
“Ee ngasih dampak sih mbak. Ngasih dampaknya tuh kayak
semacam ya setelah obrolan malam yang itu, aku sempet sebel
dipaksa jadi guru tuh besoknya saat aku njalani mata kuliah
keguruan tuh ya mangkel jadinya tuh lho, jadi sebel. Duh ya
ampun, ki kalau nggak gara-gara orang tua aku nggak bakal masuk
kelas ini, aku kayak gitu tuh (tertawa). Jadinya tuh, ya itu pada
awalnya aku jadi semacam berat.” (AA/W2/1092-1103)
“Terus ee apalagi ya ee malah ya itu, jadinya memprovokasi
temenku juga. Nggak enak kan jadi guru? (tertawa) Cari temen,
kayak gitu kan.” (AA/W2/1122-1126)
Selain itu, harapan orang tua berdampak pada perilaku AA,
yaitu berkurangnya kontrol diri. Akibatnya, ia melakukan hal-hal yang
dianggap kekanak-kanakan.
“Terus aku sempet nekat waktu itu beli pensil warna yang 48 warna
itu. Itu gara-gara apa, hah aku dilarang, aku nggak mau, aku mau
beli. Aku beli itu tuh, terus akhirnya ya jadinya tuh, lho kok
kekanak-kanakan banget sih, kayak gitu. Ya mbok besok lagi
harusnya. Ya semacam sedih duitku berkurang, kayak gitu
(tertawa). Ya semacam melakukan hal-hal tolol gitu lho setelah itu
tuh. Terus jadinya, jadi tidak terkontrol.” (AA/W2/1137-1149)
Namun, harapan orang tua memberikan dampak positif bagi
AA. Ia merasa menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang tua dan
terlatih lebih dewasa. Selain itu, AA menyadari untuk lebih
mementingkan kebutuhan adik-adiknya, sehingga bersikap tidak egois.
AA juga menyadari bahwa tanggung jawab yang diharapkan orang tua
merupakan kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
“Ya aku lebih bisa.., pertama tuh peka sama kebutuhan orang tua.
Maksudnya, memang ada hal yang mendesak yang emang aku
harus lakukan, gitu” (AA/W2/273-277)
“Tapi tuh juga buat aku menguntungkan karena setidaknya ee aku
terlatih lebih dulu untuk dewasa kayak gitu, dibanding ya mungkin
temen-temen yang lain yang istilahnya masih diurus, orang tuanya
masih kuat untuk eee ya…, ngopeni banget, gitu lho. Aku merasa
untung sih” (AA/W2/261-269)
“Terus habis itu juga, apa ya, ya itu sih, lebih.., lebih bisa ngatur
diri, maksudnya tuh ee yaa…, kalau kayak gitu tuh lingkupku kan
akhirnya cuma membantu ngurusin adik, kayak gitu. Nah kayak
gitu, lingkupku jadi kayak gitu., kayak gitu. Jadi tuh, ya ee lebih
mengurangi egois ee yang dulu-dulu” (AA/W2/290-298)
“Jadi bukan semata-mata diperintah aku harus melakukan ini, gitu
nggak. Tapi memang aku melihat itu sebagai sesuatu yang
dibutuhkan untuk aku penuhi.” (AA/W2/182-186)
Ketika AA merasa lelah memikirkan harapan orang tua, ia
mengatasinya dengan cara tidur. AA memperoleh manfaat berupa rasa
tenang ketika bangun dan mampu melupakan masalah sejenak.
“Tidur sih. Soalnya capek to pikirannya. Jadi tidur aja”
(AA/W2/549-550)
“Iya. Biasanya aku tidur. Biasanya kalau bangun tidur gitu njuk
lupa, kayak gitu tuh tadi tuh ngapa. Maksudnya lebih tenang sih
dari sebelumnya” (AA/W1/623-627)
Selain itu, pikiran yang lelah juga dapat diatasi dengan mencari
hiburan yang disenangi diri. AA biasanya pergi jalan-jalan sendiri atau
dengan teman. Jika memiliki banyak waktu, biasanya AA menonton film.
“Terus kalau nggak ya pergi, kayak gitu, pergi jalan-jalan sendiri
atau sama temen, kayak gitu” (AA/W1/629-631)
“Apa ya? Lebih seringnya itu sih. kalau misalnya selo banget ya
nonton, kayak gitu. Nonton film” (AA/W2/546-549)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Adanya perbedaan harapan orang tua membuat AA mengambil
sikap untuk menyelesaikan perbedaan tersebut dengan win-win solution.
Ia memandang bahwa dengan mencoba mewujudkan yang diharapkan
dapat membuat orang tua senang, begitu juga dirinya. AA menganggap
bahwa perbedaan pendapat akan selalu ada.
“Terus, ya udah cuma lihat ke efek itu dulu kayak gitu kan. Ya kan
juga nggak ada untungnya gitu lho buat aku, dan sedangkan kalau
mencoba dapet pengalaman baru dan ya kali aja semuanya jadi
win-win solution gitu lho. Mereka senang, aku senang, kayak gitu
kan. Ya kali aja kayak gitu. Karena konflik kan pasti ada, kayak
gitu kan? Pasti bakal ada saat pendapatku nggak diterima, pendapat
mereka juga nggak diterima aku kan pasti ada.” (AA/W2/1204-
1216)
Adanya motivasi eksternal juga dapat membantu AA untuk
mengatasi rasa kesal karena dipaksa jadi guru. Ia merasa terhibur dengan
adanya teman-teman. Selain itu, bercerita dengan teman juga menjadi
salah satu cara mengatasi perasaan dipaksa akibat harapan orang tua.
“Tapi itu juga terhibur juga sih sama kondisi luar. Misalnya kayak
temen-temen aku tadi. Misalnya karena sebel disuruh jadi guru itu
tadi ya. Terus lihat temen-temenku yang mereka dandannya bagus-
bagus kayak gitu. Terus aku kan jadi terpacu, oh ya, itu nggak
buruk-buruk amat sih, kayak gitu. Ada temen-temennya, aku nggak
sendirian” (AA/W2/1227-1237)
“ya itu kadang-kadang juga suka sharing ke temen, aku juga
dipaksa kok sama orang tua tapi ya udahlah dijalanin dulu, kayak
gitu. Berarti aku punya temen,” (AA/W2/1238-1242)
3. Informan 3
Sebagai anak sulung, AJ pernah mempertanyakan mengapa
dirinya yang selalu dituntut oleh orang tua. Ia merasakan bahwa harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
tersebut begitu berat baginya. Terlebih karena ada pengaruh budaya suku
Batak yang melekat dikeluarga. AJ melihat anak sulung lain yang
berbeda budaya tidak memperoleh tuntutan sebesar dirinya. Hal ini
karena, menurut informan, orang tua dalam suku Batak cenderung
mengandalkan anak pertama untuk mengangkat harga diri mereka..
“Karena pada akhirnya, saya berpikir, daripada saya dulu pernah
berontak, kenapa harus anak pertama yang di…, dituntut-tuntut?”
(AJ/W1/37-41)
“Pada awalnya tuh berpikir, aduh, ini kok berat sekali ya.
Kayaknya kawan-kawan gue yang orang Jawa nggak kayak gitu.
Habis itu kayaknya yang orang-orang lain tuh yang anak pertama
kok nggak kayak gitu ya.” (AJ W1/663-669)
“Eemm, dalam beberapa hal iya. Tapi dia akan lebih cenderung
keras pada anak pertamanya. Karena kalau menurutku, kalau ku
lihat, di orang Batak itu anak pertama kan jadi suatu apa, suatu
andalan ya. Jadi, dia akan selalu mengandalkan anak pertamanya
dan dia selalu apa ya, keinginannya tuh diserahkan ke anaknya itu,
terutama anak pertamanya.” (AJ/W1/358-368)
“Emm, tidak semua. Yaa…, yang dipaksakan itu yang berkaitan
dengan seperti…, yang yang bawa marga gitu segala macem,
berkaitan dengan prestige mereka. Kalau misalkan, apa, lulus
kuliah cepet, dapet kerja cepet, nah itu bagi mereka yang aku lihat
itu, itu mengangkat prestige mereka, kayak gitu,” (AJ/W2/840-849)
Pada akhirnya, AJ menyadari bahwa harapan yang lebih besar
kepada anak sulung memang kenyataan yang harus ia jalani. AJ
menyadari perannya sebagai anak sulung, bahwa sebaiknya ia memenuhi
kebutuhan orang tua.
“Oh ya sudah, kalau udah bilang kayak gitu ya sudah mau gimana
lagi, kenyataannya emang kayak gitu.” (AJ/W2/942-945)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
“Jadi karena ya itu ada pemikiran mengenai eee…, sebagai anak
pertama, sebagai seorang anak, sepertinya saya ee harus memenuhi
kebutuhan mereka” (AJ/W1/911-915)
Orang tua menginginkan AJ untuk menjadi dosen setelah lulus
kuliah. Sedangkan AJ berencana bekerja di perusahaan. Ia berani
menolak harapan orang tuanya tersebut dan mengutarakan yang menjadi
keinginannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah keinginan AJ
mewujudkan keinginan sesuai passion diri.
“Kayak misalkan gini, dia…, aku ingin masuk ke perusahaan kalau
udah kerja, ke HRD. Tapi dia selalu menyuruhku, mengarahkanku
dan mungkin itu impiannya gitu ya, harapannya sih. Dia
menginginkanku jadi dosen.” (AJ/W1/170-176)
“Tapi dalam pemikiranku, itu bukan, itu bukan keinginan gue. Jadi,
ee aku pernah bilang, Pa itu bukan gue, Pa. gue nggak mau jadi
dosen, gue maunya jadi HRD. Gue mau mau masuk perusahaan,
ngubah orang, ngatur orang, kayak gitu.” (AJ/W1/179-185)
“Tapi tetep, gue sih maunya gue masuk perusahaan dulu. Kalau
jadi dosen ya udah itu nanti. Karena se…, sejauh ini gue nggak ada
passion kesana, aku bilang kayak gitu sama papa.” (AJ/W1/281-
286)
Namun sikap asertif AJ yang berani menolak tersebut,
mendapat respon yang kurang baik dari orang tua. Ayah AJ langsung
memotong pembicaraan dan menjelaskan semua kelebihan-kelebihan
menjadi dosen. Kemudian, AJ berusaha menyerang kembali perkataan
ayahnya terkait apa yang dia inginkan. AJ menggambarkan suasana
tersebut menjadi lebih tegang karena baik dirinya maupun ayah tidak ada
yang mengalah. Sikap asertif AJ justru memicu suasana tegang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
“Reaksi papa pada saat itu, ee dia tetap, ck.., apa…., jadi kalau
misalkan kita ngomong, dia langsung cut, nggak usah, jadi kayak
gini-gini aja., dosen tuh enak segala macem. Dia tetep
mengeluarkan kelebihan-kelebihannya, bagaimana menjadi dosen.”
(AJ/W1/257-265)
“Ya aku, dulu itu aku serang balik, ya nggak pa, gue maunya gini-
gini, gue tetep mau masuk perusahaan, organisasi, biar gue kayak
gini, gue tuh maunya kayak gini gini gini. Nah jadi tetep di tangkal
balik, tapi sekarang dia tetep masih bilang, ya udah jadi dosen aja,
kan udah papa bilang.” (AJ/W1/270-278)
“Hmm, ketika tegang-tegangan kayak gitu ya tidak ada yang mau
mengalah antara orang tua dan anak.” (AJ/W2/640-642)
Sebelumnya, AJ selalu memendam apa yang dirasakan
terhadap harapan orang tua. AJ melakukan represi karena tidak adanya
keberanian mengungkapkan yang dirasakan kepada orang tua. AJ juga
memilih bersikap pasif dikarenakan adanya hirarki dengan orang tua
yang menuntutnya tidak mampu berbuat sesuatu.
“Kalau dulu ya dipendam. Ee kalau dulu tuh kenapa di repres
karena nggak berani. Nggak berani ngomong sama orang tua, takut
dimarahi segala macem. Yaa habis itu ee ya merasa..ee merasa
nggak nyaman sih. Karena dulu tuh tidak terbiasa untuk
mengungkapkan perasaan” (AJ/W2/1199-1207)
“Untung aja bapak sendiri (tertawa). Nggak bisa apa-apa. Untung
orang tua sendiri.” (AJ/W1/954-956)
Selain itu, ayah AJ memiliki harapan agar AJ mampu
mengalahkan pencapaian yang sudah diraih oleh orang tua. Namun, AJ
menganggap bahwa keinginan ayahnya tersebut tidak masuk akal. AJ
menganggap bahwa sebaiknya ayah bersikap sebagai mentor bagi anak,
bukan sebagai musuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
“Setiap kali ketemu, setiap kali telepon, Abang ingat ya, musuh
Abang tuh bukan siapa-siapa, musuh Abang tuh papa sendiri. Jadi
Abang tuh harus ngalahin papa. Nah, itu. Jadi, kalau papa misalkan
jadi manajer, Abang tuh harus direktur (tertawa). Jadi, Abang tuh
harus ngalahin papa. Dia terang-terangan gitu ngomongnya.”
(AJ/W1/466-475)
“jadi mereka tuh juga sebenernya punya rencana juga, oh anakku
harus kayak gini. Nah, salah satu tuntutannya itu adalah kan
mereka S1 semua, setidaknya mereka cara mengalahkannya
anaknya tuh harus S2, gitu. Jadi, cara-caranya seperti itu. Maka tuh
ingin anaknya mengalahkan. Dalam artian tuh ingin melebihi
mereka. Mereka tuh nuntutnya, kalian tuh harus melebihi dari saya,
dari kami. Kalau misalkan aku S1, kalian harus minimal S2”
(AJ/W1/519-531)
“Pemikiran dulu baru pertama kali…pertama kali ya apa waktu
ngobrol kayak gitu itu agak nggak masuk akal maksudnya. Ee
maksudnya pemikiran aku sebagai orang tua harusnya dia bisa
dianggap sebagai mentor ya. Gitu ya. Nah tapi itu kok caranya lain.
Nah jadi agak…agak bertanya-tanya juga sih ini maksudnya apa.
Jadi dulu tuh awal-awal tuh males sih dengerin, agak dicuekin
ketika dia ngomong itu.” (AJ/W2/983-995)
AJ merasakan kesal terhadap harapan-harapan yang ditujukan
kepadanya. Perasaan kesal tersebut merupakan hasil dari
ketidakmampuan orang tua untuk memahami dirinya. AJ juga merasakan
kesal karena orang tua selalu memaksakan harapannya yang tidak sesuai
dengan harapan anak. Selain itu, perasaan kesal juga merupakan bentuk
dirinya yang selalu dibanding-bandingkan dengan keberhasilan orang
tua.
“Jadi, ketika orang tua maksa itu misalnya lewat telepon. Jadi
dengan.., sambil marah-marah gitu. Nah marah-marah. Jadi
pokoknya, ee harus kerjain! Nah harus kerjain dan dengan nada
tinggi gitu ya. Nah kayak gitu walaupun gimana keadaannya,
misalkan aku lagi males ngerjainnya. Ya udah pokoknya kerjain
sekarang! Nah habis itu tiba-tiba teleponnya tuh mati, pet (tertawa).
Ya udah (tertawa). Udah bete nih (tertawa).” (AJ/W2/20-32)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
“Tapi ketika lagi jengkel, sebenernya tuh marah juga. Marah,
kenapa kok nggak bisa, nggak bisa paham sama anaknya.”
(AJ/W2/83-86)
“Itu yang dirasain itu marah. Maksudnya marah, kecewa, ya gitu.
Karena pemikirannya karena papa punya kemauan yang banyak
mengenai anaknya. Nah anaknya kayak gitu nggak mau kenapa
harus dipaksakan. Nah pemikiranku tuh kayak gitu. Aku mikirnya
kayak gitu sekarang. Kenapa mereka harus memaksakan, kan
mereka udah tahu anaknya seperti apa. Kalau tidak sesuai ya
kenapa harus dipaksakan,” (AJ/W2/645-656)
“Dia tuh selalu membandingkan gitu. Ya males aja kan
dibandingin.” (AJ/W1/950-952)
Beberapa harapan orang tua yang ditujukan kepada AJ tidak
langsung dilaksanakan. Ketika orang tua mengingatkan untuk
mengerjakan skripsi, AJ cenderung mengiyakan namun belum tentu
dikerjakan. Sikap menunda tersebut adalah kecenderungan AJ yang
belum siap mewujudkan harapan orang tua tergantung suasana hatinya.
“Nah pada akhirnya, ya udah diikutin aja, dan salah satu cara, salah
satu caranya katakan iya aja. Udah ketemu dosen? Udah, iya. Udah
selesai? Udah (tertawa). Padahal mungkin pada saat itu belum.
Kenyataannya belum. Tapi diomongin, iya, udah. Daripada ntar
jadi konflik kan sama orang tua.” (AJ/W1/46-54)
“Iya gitu, nggak lihat. Tapi ketika, misalnya kalau moodku lagi oke
ya udahlah dikerjain aja. Karena terkadang ngerjain skripsi tuh
kadang-kadang males-males juga. Mereka bilang marah-marah,
habis itu, ya udah kerjain! Habis itu ya udah dikerjain. Karena
kalau…, suasana hati lagi oke.” (AJ/W2/61-69)
“Nah kalau anaknya misalkan aku lagi badmood juga, ketika dia
nantang gini, ini apaan sih. tapi kalau misalkan lagi, ya lagi oke-
oke aja, lagi senang, lagi nyaman-nyaman aja, oh ya udah ini
tantangan, explore. Tapi kalau lagi males juga, lagi apa, lagi
masalah, ketika dia ngomong kayak gitu kesannya ini apaan sih
orang tua. Kayak gitu sih. udah jengkel, udah marah gitu.”
(AJ/W2/239-249)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Ketika AJ mampu memenuhi harapan orang tua, ia akan
mendapat reward berupa pujian. Sedangkan ketika ia tidak mampu
mewujudkannya, orang tua akan menyalahkan AJ sebagai bentuk
punishment terhadap dirinya.
“Nah, kau udah diterima, hebat ya. Gitu, bagus. Nah, tapi ketika…,
karena dia dulu nyari kerjaan itu ee nunggu empat bulan. Nah aku
walaupun gak diambil itu hanya nunggu sebulan, udah ada
perusahaan yang mau nerima. Makanya dia bilang oo bagus, ee
lanjutkan! Kayak gitu.” (AJ/W2/160-168)
“Kalau kamu nggak bisa itu berarti salahmu. Ada suatu hal. Jadi,
intinya kalau misalkan dia nuntut, sebenernya ketika dia nuntut, itu
suatu hal didalamnya. Kamu harus bisa.,” (AJ/W1/967-972)
Meskipun AJ menolak harapan orang tua yang tidak sama
dengan keinginannya dan beberapa harapan dianggap tidak masuk akal,
AJ berusaha memahami bahwa tujuan harapan orang tua itu baik. Ia
sadar bahwa harapan orang tua menjadi cambukan bagi AJ agar mampu
lebih baik dari orang tua.
“Tapi mereka sebenernya mencari suatu hal, bagaimana seha…,
mencari pelecut biar anak-anaknya tuh lebih baik dari mereka.
Gitu. Nah, misalkan, ini sekarang udah S1 udah ujian, cepat
kerjakan revisinya. Kayak gitu tuh. Jadi, mereka selalu mencari
cara untuk melecut anaknya, cuma terkadang itu tidak sesuai.”
(AJ/W1/543-552)
Kesadaran bahwa harapan orang tua memiliki tujuan yang
baik, memberikan semangat tersendiri. AJ menjadi lebih termotivasi dan
lebih memikirkan cara mencapai standar keberhasilan yang dapat
melebihi orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
“Emang ada ya orang tua kayak gini sama anaknya? Kalau dulu tuh
aku mikirnya kayak gitu, itu pas di semester-semester awal-awal
dululah. Emang ada ya orang tua kayak gini ya? Dia ngajak, dia
ngajak, apa, aduan sama anaknya sendiri. Tapi sekarang dia
ngomong kayak gitu, oke pa. Aku malah ada semangat, oke pa, gue
kalahin.” (AJ/W1/484-493)
“Jadi, terkadang tuh tuntutan mereka malah menjadi berpi…, untuk
bahan berpikirku sih. Seperti itu.” (AJ/W1/993-995)
Saat ini, AJ berusaha untuk lebih mengkomunikasikan apa
yang menjadi pemikirannya kepada orang tua. Tidak seperti dulu yang
langsung menolak harapan orang tua. AJ memiliki cara mengungkapkan
harapannya agar mudah diterima oleh orang tua. Ia mencoba
mengutarakan harapannya kepada orang tua yang memiliki pemikiran
berbeda dengannya. Selain itu, AJ berusaha menerapkan komunikasi dua
arah sebagai strategi berkomunikasi dengan orang tua.
“kalau sekarang tu aku jadi kayak gitu, tinggal cari aja hubungi aja
dua-duanya mana yang cocok. Mana yang pemikirannya sama.
Ntar jelasin aja panjang lebar sama pemikiran-pemikiran yang
sama. Sama papa atau sama mama. Ntar kalau ditelpon yang
satunya nggak cocok, ya udah ntar bilang aja, Pa coba jelasin sama
mama (tertawa). Kalau dengan papa nggak cocok ntar ngomongin
lagi panjang lebar sama mama. Tuh Pa, coba jelasin sama mama.
Kalau sekarang sih aku kayak gitu. Maksudnya menyimpulkannya
gitu.” AJ/W2/607-622)
“Kalau sekarang tuh yaa…ya itu tadi. Ada apa-apa diomongin dulu
sama orang tua. Jadi ya komunikasi dua arah. Penyelesaiannya gitu.
Bukannya langsung nggak nggak mau. Kalau dulu tuh, kalau dulu
tuh langsung eee kamu…jadi bilang, Pa e gue nggak mau. Pada
akhirnya kenapa, gimana… Kalau sekarang nggak mau karena
begini gini gini. Menurut gue gini gini gini. Habis itu ntar mereka
ya kan kalau misalnya nggak disetujui kan mereka mengungkapkan
pernyataan mereka, menurut mereka. Ya udah. Menurut gue tuh
gini, Ma. Gitu.” (AJ/W2/1264-1280)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Pengalaman AJ terkait harapan orang tua tersebut memberikan
beberapa dampak baginya. Muncul perasaan pesimis di dalam diri AJ
sebagai anak laki-laki pertama di keluarga yang memiliki Budaya Batak.
Hal ini dikarenakan beratnya harapan yang ia rasakan. Selain itu perasaan
inferior juga dirasakan oleh AJ sebagai bentuk apakah dirinya mampu
mewujudkan harapan orang tua.
“Oh, menurutku. Kalau, kalau dulu, itu aku berat ya, pesimis.
Maksudnya dalam artian, jadi mereka tuh selalu menjelaskan, anak
pertama itu di keluarga Batak, kamu tuh harus jadi panutan. Habis
itu mereka, mereka dengan contohnya, coba Abang lihat, aku kan
anak pertama, cucu pertama, laki-laki.” (AJ/W1/635-644)
“Kalau ketika mereka nuntut seperti itu, itu yang muncul tuh
inferior sih. Emang gue bisa? Muncul pernyataan-pernyataan kayak
gitu. Apakah saya bisa? Apakah saya bisa ee memenuhi apa yang
mereka harapkan?” (AJ/W1/904-910)
Harapan orang tua juga menimbulkan rasa stress bagi AJ. Ia
menyadari bahwa rasa stress tersebut berasal dari penolakan dirinya
terhadap harapan orang tua. Stress juga merupakan akibat dari banyaknya
tuntutan yang ditujukan kepada AJ sebagai anak sulung.
“Depresi tuh, depresi tuh mungkin terlalu berat ya katanya. Stres.
Jadi, ee seperti menolak. Jadi secara mental tuh gue nggak mau.
Saya tidak mau. Jadi seperti denial gitu ya kalau kita belajar
defense. Itu ya nolak gitu.” (AJ/W1/709-715)
“Ee mungkin kalau depresi itu tuh terlau beratlah ya bahasanya.
Mungkin stress gitu. Itu dulu ketika SMA sih. Jadi ee ya itu karena
banyak tuntutan,” (AJ/W2/1073-1077)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Dampak juga dirasakan dalam bentuk perasaan lelah akibat
tekanan harapan orang tua. AJ juga merasakan lelah menjalani harapan
orang tua dengan terpaksa karena bertolak belakang dengan dirinya.
“Yang dirasakan pada saat itu capek ya secara emosi. Karena eee
orang tua tuh selalu menekan terus.” (AJ/W1/811-813)
“Jadi, terkadang aku capek juga, ee mengiyakan keinginannya,
mengikutin keinginannya dengan mengikuti keinginanku. Dia
maunya A, aku maunya B. Ya itu kan bertolak belakang.”
(AJ/W1/369-374)
Beberapa cara dilakukan AJ untuk mengatasi dampak-dampak
yang ditimbulkan dari harapan orang tua. Salah satunya dengan
melakukan hal-hal yang dapat dilakukan daripada terus memikirkan
harapan orang tua hingga menjadi stress.
“Tapi setelah eee sekarang umur 22, coba berpikir daripada gue
desparate, gue depresi mikirin itu, ya udah gue lakuin apa yang gue
bisa aja.” (AJ/W1/670-674)
Dulu, ketika harapan orang tua tidak sesuai dengan dirinya, AJ
cenderung melakukan represi perasaan dan tidak mencari jalan
keluarnya.
“Itu dulu pas SMA itu terkadang di repres. Jadi ya udahlah dibiarin
aja. Di repres, jadi yaa nggak cari jalan keluar sih, kayak gitu. Ya
bisanya cuma di repres ya.” (AJ/W2/1151-1155)
Saat ini, AJ sudah berusaha menemukan solusi dari perbedaan
harapan antara dirinya dan orang tua dengan win-win solution. Dengan
win-win solution, AJ berpikir bahwa keinginan dirinya maupun orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
dapat terpenuhi. Caranya dengan melakukan hal-hal yang sesuai dengan
harapannya maupun orang tua.
“Nah, kalau aku caranya sih, gimana, aku berpikir win win
solution-nya sih. Ni orang tua maunya A, gue maunya B. Nanti
gimana caranya bisa, dia bisa, keinginan dia bisa, keinginanku juga
bisa.” (AJ/W1/375-380)
“Tapi kalau sekarang coba dicari jalan keluarnya sih. jadi ya win-
win solution gitu. Menurutku kayak gini, menurut mereka seperti
apa, nah bagusnya gimana. Kayak gitu. Kalau dulu ya itu
mengabaikan, cuek. Jadi perasaannya kalau lagi marah ya udah
dibiarin aja.” (AJ/W2/1139-1146)
“Daripada capek mikir, ya udah sekarang gue lakuin apa yang gue
bisa, apa yang gue suka, apa yang menurut gue itu bagus, menurut
mereka itu bagus, ya udah di…, itu aku lakuin. Kalau sekarang sih
pemikirannya kayak gitu, apa yang bisa kulakukan. Bukan
mencari-cari, nggak gue nggak mau.” (AJ/W1/677-685)
Salah satu cara AJ untuk mengetahui perasaan-perasaan yang
muncul akibat dari harapan orang tua adalah dengan berefleksi. Refleksi
membantu AJ menyadari perasaan-perasaan tersebut. Selain itu,
berefleksi menjadi salah satu cara merenung untuk menemukan
pencerahan.
“Nah makanya ketika aku ada masalah, ya udah, berefleksi dan oh
kesalahanku adalah disini. Okelah, berarti saya harus menyadari.
Kayak gitu.” (AJ/W1/727-731)
“Iya. Yaaa.., ngobrol dengan diri sendiri jadinya. Kayak gitu.”
(AJ/W2/755-756)
“Iya. Itu biasanya satu sampai dua hari. Nah misalkan kalau
akunya merasa baik-baik aja, itu aku……, jadi aku misalkan aku
nggak nyaman kayak gitu aku cenderung menarik diri, menarik
diri, habis itu aku merenung. Maksudnya berpikir. Ya mungkin
responsisi ya. Kalau udah dapet insight ya udah, oke” (AJ/W2/674-
682)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Memiliki teman-teman bercerita yang merupakan anak sulung
juga membantu AJ mengatasi perasaan stress dan kesal sebagai dampak
dari harapan orang tua. AJ merasa bahwa dirinya memiliki teman yang
senasib dengan dirinya, meskipun cara tersebut tidak selalu membantu.
“Kalau misalnya, kalau aku ngamati teman-teman yang anak
sulung juga, ketika kita ngobrol, kita tuh gini gini. Oh, ternyata
sama ya (tertawa). Masalahnya sama ya. Tuntutan (tertawa).
Apalagi kalau dengan sama-sama yang orang Batak, oh sama kali
kita (tertawa). Apalagi kalau dia sama anak pertama, oh sama kali
kita ya. Jadi kayak gitu. Dapat teman. Oh ternyata tidak sendiri
(tertawa).” (AJ/W1/732-743)
“aku terkadang ya cari temen. Ketawa-ketawa sama mereka. Dan
kebetulan punya temen yang juga konyol-konyol juga dan itu
cukup membantu, terkadang. Kadang.” (AJ/W2/720-725)
4. Rumusan Tema Utama Tiga Informan
Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan pada
masing-masing informan, diperoleh rumusan tema mengenai
pengalaman, dan strategi koping anak sulung terhadap harapan orang tua.
Penelitian ini menemukan bahwa pengalaman anak sulung mencakup
pengalaman merespon harapan orang tua serta pengalaman terkait
dampak positif maupun negatif yang dirasakan anak sulung akibat dari
harapan orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Berikut adalah penjabaran hasil penelitian secara keseluruhan:
a. Pengalaman Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua
1) Gambaran Pengalaman Anak Sulung Merespon Harapan
Orang Tua
a) Menolak harapan orang tua
Ketiga informan menolak harapan orang tua yang
ditujukan kepada mereka. TT dan AJ menolak harapan
orang tua karena memiliki harapan yang berbeda dengan
cita-cita, yaitu TT ingin langsung bekerja dan AJ ingin
bekerja di perusahaan. Sedangkan AA menolak harapan
orang tua karena menjadi guru bukan profesi yang tepat
untuk merealisasikan harapannya.
“aku kan pengennya kan kerja dulu, karena misalnya aku
pingin sekolah la…, kan disuruh sekolah, emang
kepengenannya orang tua kan juga sekolah lagi,”
(TT/W2/279-283)
“Tapi dalam pemikiranku, itu bukan, itu bukan keinginan
gue. Jadi, ee aku pernah bilang, Pa itu bukan gue, Pa.
gue nggak mau jadi dosen, gue maunya jadi HRD. Gue
mau mau masuk perusahaan, ngubah orang, ngatur
orang, kayak gitu.” (AJ/W1/179-185)
“Ee kan karena kemarin itu sempet eee bentrok aku
nggak mau jadi guru tapi orang tuaku maunya jadi guru.”
(AA/W1/873-876)
“Ya, sebelnya tuh, ya eh guru tuh apa sih,kayak gitu tuh
lho, guru tuh ya gimana, kan aku punya rencana untuk
ngangkat adikku. Gimana aku bisa mengangkat mereka
cepet kalau aku jadi guru,” (AA/W1/999-1004)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
b) Sikap asertif memperoleh punishment
Ketiga informan menunjukkan sikap asertif terhadap
harapan orang tua, namun tidak ditanggapi dengan baik. TT
dan AA bernegosiasi pada orang tua terkait harapan dirinya
dan orang tua. Namun, orang tua tidak mendengarkan,
justru semakin memaksa dan mengarahkan pada harapan
mereka. Sedangkan AJ bersikap asertif merupakan bentuk
berargumen menolak harapan orang tua, namun justru
menimbulkan suasana tegang. Pengalaman ini juga
dirasakan TT ketika asertif menjadi „bom waktu‟ baginya
karena terbiasa menurut pada orang tua.
“Nah, saya sudah berusaha menuangkan ide itu, tapi tu,
ee menuangkan argumen itu memberikan argumen itu
kepada bapak ibu saya, tapi tuh mereka tetep kayaknya
bersikuku bahwa oh kalau saya menunda, saya menunda,
itu tuh ee akan malah nantinya nggak jalan”
(TT/W1/235-243)
“Ya aku cerita. Terus aku upload tuh banyak lho yang
ngerespon, gitu kan. Terus habis itu, ee.., nggak tahu
gimana, gimana ceritanya jadinya ngarahnya ke itu tadi,
PBI dan guru itu tadi tuh. He-eh terus kesitu. Aku…,
padahal aku emang punya rancangan yang lain gitu. Itu
cuma ngobrol doang.” (AA/W2/605-613)
“Ya aku, dulu itu aku serang balik, ya nggak pa, gue
maunya gini-gini, gue tetep mau masuk perusahaan,
organisasi, biar gue kayak gini, gue tuh maunya kayak
gini gini gini. Nah jadi tetep di tangkal balik, tapi
sekarang dia tetep masih bilang, ya udah jadi dosen aja,
kan udah papa bilang.” (AJ/W1/270-278)
“Hmm, ketika tegang-tegangan kayak gitu ya tidak ada
yang mau mengalah antara orang tua dan anak.”
(AJ/W2/640-642)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
“Pernah sekali. Sampai.., istilahnya saya pada saat itu
tuh kayak bom waktu gitu lho. Saya terbiasa kena
semprot gini diem, diem, diem, diem, diem.”
(TT/W1/352-356)
c) Bersikap pasif sebagai bentuk represi perasaan
Ketiga informan memiliki kecenderungan merespon
dengan bersikap pasif terhadap perbedaan harapan,
sehingga merepres apa yang dipikirkan. Ketiga informan
mencari aman dari perdebatan dan menghindar dari amarah
orang tua. Sikap pasif yang ditunjukkan TT dan AA juga
salah satu bentuk memahami situasi dan beban orang tua
agar tidak memicu suasana menjadi tegang kembali.
“jadi mungkin saya juga tipe orangnya yang males ee
untuk, males untuk, apa sih namanya, berantem, terus
beradu pandangan, gitu-gitu sih, beradu argumen
maksud saya. Saya orangnya males, jadi padahal saya
untuk batas apa, cari amannya ya ya udah nurut-nurut
aja, gitu-gitu.” (TT/W1/35-43)
“Biasanya aku diem aja, kayak gitu, mengurangi
intensitas bicara, gitu. Nanti daripada aku salah lagi
kan.” (AA/W2/143-145)
“Kalau dulu ya dipendam. Ee kalau dulu tuh kenapa di
repres karena nggak berani. Nggak berani ngomong
sama orang tua, takut dimarahi segala macem. Yaa habis
itu ee ya merasa..ee merasa nggak nyaman sih. Karena
dulu tuh tidak terbiasa untuk mengungkapkan perasaan”
(AJ/W2/1199-1207)
“Jadinya tuh lebih, lebih ke yaa memahami situasi sih,
lebih berusaha memahami, ngalah lah pokoknya, cari
aman,” (TT/W1/466-469)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
“Terus ya pokoknya aku merasanya ibuku banyak beban
pikirannya tuh lho. Jadi kalau misalnya aku argument
balik itu ya cuma nambah-nambahin doang gitu lho”
(AA/W1/1084-1088)
d) Menyadari peran anak sulung memenuhi harapan
orang tua
Ketiga informan menyadari bahwa anak sulung
memiliki tanggung jawab untuk memenuhi harapan orang
tua. TT sadar bahwa orang tua kecewa ketika ia menunda
harapan orang tua, sehingga mewujudkan harapan
merupakan bentuk pertanggung jawaban. Sedangkan AA
dan AJ menyadari bahwa harapan orang tua merupakan
tanggung jawab yang harus dipenuhi anak sulung.
“Setelah itu, saya akan membangkitkan membayar
kekecewaan mereka dengan hal yang lebih. Maksudnya
saya akan mempertanggungjawabkan dengan keputusan
yang saya ambil.” (TT/W1/826-831)
“Tanggung jawab itu ya sesuatu yang memang harus
kulakukan, gitu. Harus itu bukan karena aku diperintah
lalu harus melakukan, tapi aku juga melihat situasinya.
Ya memang situasinya aku memang sedang dibutuhkan,
gitu. Jadi ya keharusan itu memang harus dilakukan.”
(AA/W2/172-181)
“Jadi karena ya itu ada pemikiran mengenai eee…,
sebagai anak pertama, sebagai seorang anak, sepertinya
saya ee harus memenuhi kebutuhan mereka”
(AJ/W1/911-915)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
e) Menunda mewujudkan harapan orang tua
Ketiga informan berusaha mewujudkan harapan
orang tua meskipun dengan menunda. TT menunda dengan
pertimbangan ingin bekerja sehingga mampu mewujudkan
harapan orang tua secara mandiri. Keputusan menunda AA
merupakan bentuk mengutamakan tugas kuliah sebagai
prioritasnya, daripada harus memantau adik. Sedangkan AJ
menunda harapan orang tua karena suasana hati yang
kurang mendukung.
“Cuma kalau nggak berarti saya memang harus bekerja
dulu. Ee tapi saya terus beberapa hari ini juga mikir
bahwa mungkin saya akan me…, ee membuat keputusan
bahwa memang saya harus bekerja dulu untuk setahun,
dua tahunan gitu.” (TT/W1/784-791)
“Tapi kan, tapi kalau aku pingin sekolah lagi tuh, yang
bener-bener dengan kebutuhanku besok sama aku
pinginnya juga pakai uangku sendiri.” (TT/W2/283-287)
“Tapi pas misal repot ee apa ya misalnya pas lagi mau
UTS atau final test kayak gitu tuh kan biasanya kerjanya
udah mulai banyak. Terus kalau misalnya ditelepon
cuma disuruh, kamu telepon ini, kayak gitu tuh, kadang
ya emosi sendiri sih, tapi ya kadang langsung tak telepon
gitu. Ya paling cuma tanya, ya udah, ya, aku mau
belajar, kayak gitu. Paling cuma sebentar. Kadang ya
mikirnya, aduh mbok lain kali dulu, nanti dulu aja, kayak
gitu. Aku mau ngerjain ini dulu,” (AA/W1/587-601)
“Nah pada akhirnya, ya udah diikutin aja, dan salah satu
cara, salah satu caranya katakan iya aja. Udah ketemu
dosen? Udah, iya. Udah selesai? Udah (tertawa). Padahal
mungkin pada saat itu belum. Kenyataannya belum. Tapi
diomongin, iya, udah. Daripada ntar jadi konflik kan
sama orang tua.” (AJ/W1/46-54)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
“Iya gitu, nggak lihat. Tapi ketika, misalnya kalau
moodku lagi oke ya udahlah dikerjain aja. Karena
terkadang ngerjain skripsi tuh kadang-kadang males-
males juga. Mereka bilang marah-marah, habis itu, ya
udah kerjain! Habis itu ya udah dikerjain. Karena
kalau…, suasana hati lagi oke.” (AJ/W2/61-69)
2) Gambaran Pengalaman Anak Sulung Terkait Dampak
Harapan Orang Tua
a) Melatih kepekaan, kedewasaan, dan tanggung jawab
Harapan orang tua memberikan dampak positif bagi
AA. Ia merasa menjadi lebih peka terhadap kebutuhan
orang tua dan terlatih lebih dewasa. Selain itu, AA
menyadari untuk lebih mementingkan kebutuhan adik-
adiknya, sehingga bersikap tidak egois. AA juga menyadari
bahwa tanggung jawab yang diharapkan orang tua
merupakan kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi.
“Ya aku lebih bisa.., pertama tuh peka sama kebutuhan
orang tua. Maksudnya, memang ada hal yang mendesak
yang emang aku harus lakukan, gitu” (AA/W2/273-277)
“Tapi tuh juga buat aku menguntungkan karena
setidaknya ee aku terlatih lebih dulu untuk dewasa kayak
gitu, dibanding ya mungkin temen-temen yang lain yang
istilahnya masih diurus, orang tuanya masih kuat untuk
eee ya…, ngopeni banget, gitu lho. Aku merasa untung
sih” (AA/W2/261-269)
“Terus habis itu juga, apa ya, ya itu sih, lebih.., lebih bisa
ngatur diri, maksudnya tuh ee yaa…, kalau kayak gitu
tuh lingkupku kan akhirnya cuma membantu ngurusin
adik, kayak gitu. Nah kayak gitu, lingkupku jadi kayak
gitu., kayak gitu. Jadi tuh, ya ee lebih mengurangi egois
ee yang dulu-dulu” (AA/W2/290-298)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
b) Tertantang memenuhi standar keberhasilan orang tua
Menyadari bahwa harapan orang tua merupakan
tantangan bagi diri untuk mampu mewujudkannya
merupakan salah satu dampak positif yang dirasakan
informan. AJ berusaha memahami bahwa tujuan harapan
orang tua itu baik. Ia sadar bahwa harapan orang tua
menjadi cambukan bagi AJ agar mampu lebih baik dari
orang tua.
“Tapi mereka sebenernya mencari suatu hal, bagaimana
seha…, mencari pelecut biar anak-anaknya tuh lebih
baik dari mereka. Gitu. Nah, misalkan, ini sekarang udah
S1 udah ujian, cepat kerjakan revisinya. Kayak gitu tuh.
Jadi, mereka selalu mencari cara untuk melecut anaknya,
cuma terkadang itu tidak sesuai.” (AJ/W1/543-552)
c) Merasa tertekan
TT dan AJ merasa tertekan sebagai akibat dari orang
tua yang selalu menuntut harapannya. Penyebab rasa
tertekan adalah orang tua yang selalu menuntut dan
memerintah. Selain itu, perasaan tertekan yang dirasakan AJ
juga akibat dari diri yang menolak harapan orang tua.
“Terus kadang juga ada tertekannya itu karena karena
kok yang dituntut tuh apa-apa kok aku, gitu pertama,
yang disuruh apa-apa aku,” (TT/W1/408-411)
“Ee mungkin kalau depresi itu tuh terlau beratlah ya
bahasanya. Mungkin stress gitu. Itu dulu ketika SMA
sih. Jadi ee ya itu karena banyak tuntutan,”
(AJ/W2/1073-1077)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
“Depresi tuh, depresi tuh mungkin terlalu berat ya
katanya. Stres. Jadi, ee seperti menolak. Jadi secara
mental tuh gue nggak mau. Saya tidak mau. Jadi seperti
denial gitu ya kalau kita belajar defense. Itu ya nolak
gitu.” (AJ/W1/709-715)
d) Self-efficacy rendah
Ketiga informan merasakan dampak harapan orang
tua yaitu kurangnya keyakinan untuk mewujudkan harapan
orang tua maupun diri sendiri. Hal ini menunjukkan self-
efficacy yang rendah. TT dan AJ merasa inferior serta
khawatir dalam mewujudkan harapan orang tua. Sedangkan
AA merasakan bahwa dirinya menjadi kurang yakin dalam
mewujudkan harapannya menjadi designer.
“Nah, tapi kalau pun kalau saya terus jadi mikir kalau
pun saya nanti misalnya tidak bisa lebih dari yang
mereka harapakan itu bagaimana. Kadang saya juga
mikirnya kayak gitu sih.” (TT/W1/738-743)
“Terus habis itu apa ya, terus pengaruh ke hobi itu juga
dan aku nggambar tuh semakin nggak mood gitu. Ah,
buat apa nggak dilihat juga, gitu kan. Ee semacam
mengurangi keyakinanku juga kesitu. Mengurangi niatku
untuk ke desain itu juga” (AA/W2/1127-1134)
“Kalau ketika mereka nuntut seperti itu, itu yang muncul
tuh inferior sih. Emang gue bisa? Muncul pernyataan-
pernyataan kayak gitu. Apakah saya bisa? Apakah saya
bisa ee memenuhi apa yang mereka harapkan?”
(AJ/W1/904-910)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
b. Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua
1) Win-win solution
AA dan AJ menyelesaikan perbedaan harapan dengan
win-win solution. Cara ini dapat menjadi jalan tengah untuk
menerima pendapat maupun pemikiran orang tua dan orang tua
menerima pendapat mereka, sehingga keduanya sama-sama
diuntungkan.
“Terus, ya udah cuma lihat ke efek itu dulu kayak gitu
kan. Ya kan juga nggak ada untungnya gitu lho buat aku,
dan sedangkan kalau mencoba dapet pengalaman baru dan
ya kali aja semuanya jadi win-win solution gitu lho.
Mereka senang, aku senang, kayak gitu kan. Ya kali aja
kayak gitu. Karena konflik kan pasti ada, kayak gitu kan?
Pasti bakal ada saat pendapatku nggak diterima, pendapat
mereka juga nggak diterima aku kan pasti ada.”
(AA/W2/1204-1216)
“Nah, kalau aku caranya sih, gimana, aku berpikir win win
solution-nya sih. Ni orang tua maunya A, gue maunya B.
Nanti gimana caranya bisa, dia bisa, keinginan dia bisa,
keinginanku juga bisa.” (AJ/W1/375-380)
2) Mekanisme pertahanan diri: Represi
Represi menjadi salah satu strategi koping yang digunakan
oleh AA dan AJ. AA menekan rasa lelahnya ketika memikirkan
harapan orang tua dengan tidur. AA sadar bahwa tidur tidak
menyelesaikan masalah. Sedangkan AJ melakukan represi
dengan membiarkan masalah tersebut tanpa mencari jalan
keluarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
“Iya. Biasanya aku tidur. Biasanya kalau bangun tidur gitu
njuk lupa, kayak gitu tuh tadi tuh ngapa. Maksudnya lebih
tenang sih dari sebelumnya” (AA/W1/623-627)
“Kalau itu, yang tidur itu, kalau itu belum tentu. Soalnya
ee ya itu namanya lari ya mbak, kalau kayak gitu tuh.
Nggak diselesaikan kan, cuma reda gitu.” (AA/W2/513-
517)
“Itu dulu pas SMA itu terkadang di repres. Jadi ya udahlah
dibiarin aja. Di repres, jadi yaa nggak cari jalan keluar sih,
kayak gitu. Ya bisanya cuma di repres ya.” (AJ/W2/1151-
1155)
3) Bercerita pada orang lain
Ketiga informan bercerita pada orang lain untuk
mengurangi rasa tertekan. Mereka cenderung memilih teman
bercerita yang memiliki kesamaan pengalaman. Melalui
sharing, ketiga informan merasa memiliki teman senasib. Selain
itu, TT juga memperoleh ketenangan dan juga solusi
permasalahan.
“Ke Kuntil. Iya, itu temen. Soalnya tuh gini, eee ke…,
kee…, cerita ke temen yang ee apa tuh namanya, punya
pengalaman yang hampir sama. Karena tipenya ibuku
ternyata juga hampir sama kayak ibunya Kuntil dan
karakterku sama karakternya Kuntil tuh juga hampir sama.
Gitu. Jadi, kebetulan ada kesamaan itu jadinya cocok
kalau buat pas cerita kayak gitu.” (TT/W2/469-479)
“tapi ki terus kayak ada, ada temennya (tertawa),
haaa…iki luwih… Gitu tuh terus udah, udah kayak, udah
malah jadi terhibur gitu lho. Kadang menemukan
kesamaan gitu tuh.” (TT/W2/485-490)
“ya itu kadang-kadang juga suka sharing ke temen, aku
juga dipaksa kok sama orang tua tapi ya udahlah dijalanin
dulu, kayak gitu. Berarti aku punya temen,”
(AA/W2/1238-1242)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
“Kalau misalnya, kalau aku ngamati teman-teman yang
anak sulung juga, ketika kita ngobrol, kita tuh gini gini.
Oh, ternyata sama ya (tertawa). Masalahnya sama ya.
Tuntutan (tertawa). Apalagi kalau dengan sama-sama yang
orang Batak, oh sama kali kita (tertawa). Apalagi kalau dia
sama anak pertama, oh sama kali kita ya. Jadi kayak gitu.
Dapat teman. Oh ternyata tidak sendiri (tertawa).”
(AJ/W1/732-743)
“Kadang solusi juga. Tapi kadang lebih ke…, ya
ketenangan itu juga, karena merasa selain ada temennya
itu,” (TT/W2/528-531)
Tabel 6
Tema Utama: Pengalaman Anak Sulung Terhadap Harapan Orang Tua
Gambaran Pengalaman Anak Sulung Merespon Harapan Orang Tua
No Tema Utama Fakta Yang Tampak Nomor Verbatim
1 Menolak
harapan orang
tua yang
berbeda
- Harapan orang tua tidak sesuai
dengan cita-cita
- Harapan orang tua tidak bisa
merealisasikan harapan informan
TT/W2/279-283
AJ/W1/179-185
AA/W1/873-876
AA/W1/999-1004
2 Sikap asertif
memperoleh
punishment
- Usaha negosiasi, namun semakin
dipaksa orang tua
- Berargumen menimbulkan suasana
tegang
TT/W1/235-243
AA/W2/602-613
AJ/W1/270-278
AJ/W2/640-642
TT/W1/352-356
3 Bersikap pasif
sebagai bentuk
represi
perasaan
- Merepres untuk mencari aman
- Pasif dianggap memahami situasi
dan beban orang tua
TT/W1/35-43
AA/W2/143-145
AJ/W2/1199-1207
TT/W1/466-469
AA/W1/1084-1088
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
4 Menyadari
peran anak
sulung
memenuhi
harapan orang
tua
- Memenuhi harapan agar tidak
mengecewakan orang tua
- Sadar tanggung jawab anak sulung
memenuhi harapan orang tua
TT/W1/826-831
AA/W2/172-181
AJ/W1/911-915
5 Menunda
mewujudkan
harapan orang
tua
- Ingin mewujudkan harapan orang
tua secara mandiri
- Lebih mengutamakan prioritas diri
- Mewujudkan harapan orang tua
tergantung suasana hati
TT/W1/784-791
TT/W2/283-287
AA/W1/587-601
AJ/W1/46-54
AJ/W2/61-69
Gambaran Pengalaman Anak Sulung Terkait Dampak Harapan Orang Tua
DAMPAK POSITIF
No Tema Utama Fakta Yang Tampak Nomor Verbatim
1 Melatih
kepekaan,
kedewasaan
dan tanggung
jawab
- Mengutamakan kebutuhan orang tua
- Terlatih mandiri
- Bertanggung jawab terhadap
keluarga
AA/ W2/ 273-277
AA/ W2/ 261-269
AA/ W2/ 290-298
2 Tertantang
memenuhi
harapan orang
tua
- Harapan orang tua adalah tantangan AJ/ W1/ 543-552
DAMPAK NEGATIF
3 Merasa
tertekan
- Tertekan akibat selalu dituntut orang
tua
- Tertekan akibat dari menolak
harapan orang tua
TT/W1/408-411
AJ/W2/1073-1077
AJ/W1/709-715
4 Self-efficacy
rendah
- Inferior dalam mewujudkan harapan
orang tua
TT/W1/738-743
AJ/W1/904-910
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
- Berkurangnya keyakinan
mewujudkan harapan diri
AA/W2/1127-1134
Tabel 7
Tema Utama: Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua
No Tema Utama Fakta Yang Tampak Nomor Verbatim
1 Win-win
solution
- Kedua pihak memperoleh
keuntungan
AA/W2/1204-1216
AJ/W1/375-380
2 Represi - Tidur menenangkan, namun tidak
menyelesaikan masalah
- Membiarkan masalah
AA/W1/623-627
AA/W2/513-517
AJ/W2/1151-1155
3 Bercerita pada
orang lain
- Merasa memiliki teman senasib
karena kesamaan pengalaman
- Memperoleh ketenangan dan solusi
TT/W2/469-479
TT/W2/485-490
AA/W2/1238-1242
AJ/W1/732-743
TT/W2/528-531
D. Pembahasan
1. Pengalaman Anak Sulung terhadap Harapan Orang Tua
a. Gambaran Pengalaman Merespon Harapan Orang Tua
1) Menolak harapan orang tua yang berbeda
Ketiga informan menolak harapan orang tua yang
tidak sesuai dengan keinginan atau harapan diri. Hal ini
diperkirakan karena ciri kepribadian anak sulung yang
memiliki pertimbangan keadilan yaitu, bahwa setiap orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
seharusnya mendapatkan apa yang diinginkan oleh dirinya
(Vitamind, 2002). Sifat dasar ini mendorong ketiga informan
tetap ingin mewujudkan cita-cita yang mereka inginkan,
sehingga menolak apa yang diharapkan oleh orang tua.
2) Sikap asertif memperoleh punishment
Ketiga informan berani mengungkapkan perasaan dan
pikirannya terkait harapan orang tua. TT dan AA melakukan
negosiasi terkait harapan dirinya dengan harapan orang tua.
Sedangkan AJ berani menolak bahwa harapan orang tua tidak
sesuai dengan dirinya. Kejujuran yang diungkapkan ketiga
informan adalah perilaku asertif, yaitu perilaku interpersonal
berupa pernyataan perasaan yang bersifat jujur dan relatif
langsung (Rimm & Master dalam Marini & Andriani, 2005).
Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton
(dalam Marini & Andriani, 2005) bahwa salah satu
komponen asertivitas adalah compliance, yaitu berkaitan
dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat
dengan orang lain. Penekanannya adalah ketika seseorang
berani untuk mengatakan “tidak” pada orang lain, jika
memang tidak sesuai dengan keinginannya. Sikap ini
ditunjukkan oleh ketiga informan yang berusaha bernegosiasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
bahkan mengatakan “tidak” terhadap harapan orang tua,
seperti yang dilakukan AJ.
Alberti & Emmons (1986) menyebutkan ketika
seseorang berperilaku asertif, pada situasi yang sama,
penerima perilaku tersebut juga akan merasakan peningkatan
perasaan berharga serta diijinkan berekspresi secara jujur
untuk mencapai tujuannya pula. Perilaku asertif ketiga
informan mendorong orang tua untuk tetap mengekspresikan
secara jujur tujuannya, sehingga orang tua bertahan pada
tujuannya yaitu memaksa anak mewujudkan harapannya.
Oleh karena itu bagi ketiga informan, sikap asertif ini justru
menjadi punishment dari perilaku asertif mereka dikarenaka
orang tua yang tetap memaksa keinginannya.
3) Bersikap pasif sebagai bentuk represi perasaan
Ketiga informan juga memiliki kecenderungan
bersikap pasif terhadap harapan orang tua yang berbeda
dengan harapannya. Akibatnya, ketiga informan merepres
apa yang dipikirkan dan dirasakan. Hal ini dilakukan agar
informan berada dalam situasi aman dari perdebatan dan
menghindari amarah orang tua. TT menghindari perdebatan
dengan tidak berargumen. Tujuannya agar ia berada dalam
situasi yang aman. Hal ini juga dilakukan oleh AA yang diam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
supaya tidak menambah beban orang tua, sedangkan AJ yang
bersikap diam karena takut dimarahi.
Informan merasa cemas saat terjadi perbedaan
harapan antara dirinya dan orang tua. Kecemasan ini
menyebabkan diri berada dalam situasi tidak aman, sehingga
anak sulung mengabaikan kecemasan tersebut (Gunarsa,
1981). Seperti diungkapkan oleh Santrock (2002/2007)
bahwa anak sulung memang cenderung memiliki kecemasan
yang tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara yang digunakan
oleh ketiga informan untuk mengabaikan kecemasannya
dengan bersikap pasif ketika menghadapi perbedaan harapan
dengan orang tua.
Selain itu, salah satu faktor yang menyebabkan
informan bersikap pasif adalah pengalaman asertif yang
memperoleh punishment. Hal ini dialami oleh TT yang
pernah bersikap asertif dengan menegur adiknya yang
memasang kalimat kurang pantas di media sosial, hingga
adiknya menjaga jarak dari TT.
4) Menyadari peran anak sulung memenuhi harapan orang
tua
Ketiga informan menyadari perannya sebagai anak
sulung untuk memenuhi harapan orang tua. AA dan AJ
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
menyadari bahwa harapan orang tua merupakan tanggung
jawab yang harus dipenuhi sebagai anak. Begitu pula dengan
TT yang menyadari bahwa kehidupan adik-adiknya menjadi
tanggung jawabnya ketika orang tua sudah semakin tua.
Adanya rasa tanggung jawab memenuhi harapan orang tua
disebabkan oleh salah satu sifat bertanggung jawab yang
dimiliki oleh anak sulung (Herrera et al, 2003; Alwisol,
2004) terutama bertanggung jawab terhadap adik-adiknya
(Gunarsa, 1981).
Tanggung jawab ini ditunjukkan oleh AA yang sudah
mengurus adik-adiknya sejak kecil, terutama saat ayahnya
sakit, serta bertanggung jawab memantau adik-adiknya
ditengah prioritas tugas yang harus diselesaikan. Sejalan
dengan pernyataan Sujanto (1986) bahwa penyerahan
tanggung jawab untuk mengasuh dan menjaga adik-adiknya
sudah dilatih sejak kecil. Orang tua menyerahkan tanggung
jawab kepada anak sulung terkait kehidupan, keselamatan,
dan kebahagiaan saudara-saudaranya. Penyerahan tanggung
jawab kepada anak sulung dijawab oleh penelitian Nyman
(dalam Herrera et al, 2003) bahwa anak pertama dipercayai
untuk lebih bertanggung jawab.
TT menyadari bahwa orang tua kecewa karena TT
menunda harapan orang tua untuk segera melanjutkan S2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Oleh karena itu, ia bertekad untuk melanjutkan S2 meskipun
tidak langsung setelah lulus pendidikan sarjana. Tekad ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban TT dalam
mewujudkan harapan orang tuanya. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya kecenderungan anak sulung yang mudah
dipengaruhi untuk mengikuti kehendak orang tua (Vitamind,
2002), yang dalam hal ini adalah tekanan dari orang tua.
Kecenderungan rasa bersalah yang tinggi pada anak sulung
(Santrock 2002/2007; Adler (dalam Hidayat, 2011) juga
menjadi salah satu respon ketika melihat orang tua kecewa
karena harapan yang tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan
kecemasan pada anak sulung karena dirinya tidak mampu
memenuhi harapan orang tua (Hurlock, 1974). Oleh sebab
itu, TT bertekad untuk mewujudkan harapan orang tuanya
untuk melanjutkan S2.
5) Menunda mewujudkan harapan orang tua
Ketiga informan menunda untuk mewujudkan
harapan orang tua. TT mempertimbangkan untuk bekerja
dahulu dibandingkan melanjutkan S2, yang merupakan
harapan orang tuanya. Salah satu alasan TT adalah ingin
mewujudkan harapan orang tua untuk melanjutkan S2 dengan
biaya sendiri. Hal ini disebabkan oleh sifat mandiri yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
dimiliki anak sulung (Hurlock, 1974). Pemikiran TT untuk
melanjutkan S2 dengan biaya yang diusahakan secara
mandiri juga menunjukkan bahwa anak sulung memiliki
pandangan ke depan terkait kehidupan dan proses-prosesnya
(Gunarsa, 1981). Pemikiran TT tersebut menunjukkan
keinginan yang kuat untuk maju serta adanya tujuan dan
target yang tinggi untuk dicapai (Vitamind, 2002).
Begitu pula dengan AA yang menunda harapan orang
tua karena mementingkan prioritas yang harus segera
dikerjakan, serta AJ yang menunggu suasana hati dan mood
yang baik untuk mengerjakan harapan orang tua. Hal ini
menunjukkan bahwa anak sulung cenderung berpikir secara
matang dan mendalam terlebih dahulu sebelum melakukan
sesuatu. Selain itu, anak sulung memiliki kecenderungan
untuk melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
(Gunarsa, 1981) sehingga beberapa harapan orang tua tidak
langsung dikerjakan oleh ketiga informan.
b. Gambaran Pengalaman Terkait Dampak Harapan Orang Tua
1) Melatih kepekaan, kedewasaan dan tanggung jawab
Tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua
kepada anak sulung mengakibatkan anak sulung menjadi lebih
peka terhadap tanggung jawab itu sendiri serta memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
sifat dewasa kepada anak sulung. Menurut Santrock (2002),
orang tua mengharapkan anak sulung untuk bertanggung jawab
dalam berinteraksi dengan saudaranya yang lebih muda serta
diharapkan membantu dan mengajari adik-adiknya.
Penyerahan tanggung jawab ini mengakibatkan anak sulung
menjadi sosok yang lebih bertanggung jawab serta dewasa.
Selain itu, ditambahkan oleh Alwisol (2004), anak sulung akan
menjadi pemuda yang mampu bertanggung jawab serta
menjadi pelindung bagi orang lain.
Hal ini dialami oleh informan AA yang merasakan
bahwa dirinya sudah memiliki rasa bertanggung jawab sejak
kecil akibat harapan orang tuanya untuk membimbing serta
mengasuh adik-adiknya. AA menyadari bahwa harapan orang
tua berdampak positif bagi dirinya untuk menjadi lebih peka
terhadap kebutuhan orang tua. Sehingga AA menjadi sosok
anak sulung yang tidak egois
2) Tertantang memenuhi standar orang tua
Harapan orang tua dianggap sebagai tantangan bagi
informan. Hal ini dikarenakan bahwa anak sulung memiliki
kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh (Gunarsa, 1981) terutama dalam mencapai
apa yang diharapkan oleh orang tua. Hal ini dialami oleh AJ
yang menganggap bahwa harapan ayahnya menjadi cambukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
bagi dirinya untuk berusaha mencapainya. AJ tidak lagi
mengeluh, namun berusaha mencapai standar keberhasilan
ayahnya.
3) Merasa tertekan
Harapan orang tua mengakibatkan perasaan tertekan
pada TT dan AJ. TT merasa bahwa dirinya selalu diperintah
untuk melakukan sesuatu dan dituntut oleh orang tua
ketimbang adik-adiknya. Selain itu, orang tua memaksakan
kehendaknya yaitu mengarahkan TT agar langsung
melanjutkan S2. Begitu pula dengan AJ yang tertekan akibat
harapan orang tua karena ia menolak harapan orang tua yang
ditujukan kepadanya. Menurut Hurlock (1980), anak sulung
memang membenci tekanan-tekanan dari orang tua untuk
hidup sesuai dengan harapan mereka.
Seperti yang diutarakan oleh Santrock (2002), bahwa
tekanan dari orang tua kepada anak sulung untuk berprestasi
tinggi memberikan dampak rasa bersalah bagi anak sulung jika
tidak mampu mewujudkannya. Orang tua TT mengharapkan
agar TT mampu melebihi pencapaian orang tua dengan cara
melanjutkan S2. Pandangan orang tua bahwa melanjutkan S2
berarti sudah memiliki prestasi tinggi. Muncul perasaan
bersalah ketika TT memutuskan untuk bekerja karena tuntutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
prestasi tinggi dari orang tua tidak bisa diwujudkannya secara
langsung. Hurlock (1974) menambahkan bahwa anak sulung
akan mengalami kecemasan karena takut tidak mampu
memenuhi harapan orang tuanya. Kecemasan serta perasaan
bersalah ini menimbulkan perasaan tertekan bagi anak sulung
yang tidak mampu mewujudkannya. Oleh karena itu, TT
berusaha mewujudkan harapan orang tuanya untuk
melanjutkan S2.
4) Self-efficacy rendah
Ketiga informan merasakan bahwa dampak harapan
orang tua adalah munculnya perasaan khawatir, kurang yakin,
dan inferior pada diri untuk mewujudkan harapan orang tua.
Ketiga informan melakukan evaluasi terhadap kemampuan diri
untuk mencapai harapan orang tua. Evaluasi ini disebut self-
efficacy, yaitu evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau
kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan,
atau mengatasi hambatan (Bandura, dalam Baron & Byrne
2004). Adanya kekhawatiran, ketidakyakinan, serta perasaan
inferior pada ketiga informan menunjukkan self-efficacy diri
yang rendah.
TT merasa khawatir jika ia tidak mampu mencapai
lebih dari yang diinginkan oleh orang tuanya. Begitu pula pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
AJ yang merasa inferior dalam mewujudkan harapan orang
tua. Perasaan-perasaan yang muncul tersebut termasuk dalam
proses psikologis self-efficacy yang mempengaruhi fungsi
afeksi individu (Bandura, 1997). Proses afeksi berkaitan
dengan kemampuan seseorang mengatasi emosinya yang
muncul untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan
seseorang terhadap kemampuannya berpengaruh pada stress
atau depresi yang dialami saat menghadapi tugas yang bersifat
mengancam. Seseorang yang tidak percaya pada
kemampuannya akan mengalami kecemasan karena ia tidak
mampu mengelola ancaman tersebut. Oleh karena itu, rasa
tidak percaya pada kemampuannya untuk mencapai harapan
orang tua, membuat TT dan AJ menjadi khawatir, inferior,
serta merasa terancam jika tidak mampu mencapai apa yang
diharapkan orang tuanya.
Sedangkan AA merasa bahwa dirinya menjadi kurang
yakin untuk mewujudkan harapan dirinya menjadi desainer.
Ketidakyakinan ini termasuk dalam dimensi kekuatan
(strength) pada self-efficacy, yaitu tingkat kekuatan atau
kemantapan individu terhadap kemampuannya
(Bandura,1997).
Sumber yang paling berpengaruh dari self-efficacy
adalah adanya pengalaman masa lalu mengenai pengalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
berhasil dalam mencapai sesuatu (Bandura, dalam Feist &
Feist, 2010). Pengalaman masa lalu AJ yang pernah gagal
mewujudkan harapan orang tuanya untuk masuk IPA
memberikan pengaruh tersendiri bagi AJ ketika akan
mewujudkan harapan orang tuanya yang lain. Hal ini juga
dialami oleh AA yang cenderung gagal dalam mewujudkan
perencanaannya yang telah dibuat, sehingga keyakinan untuk
mewujudkan harapan diri menjadi desainer jadi berkurang.
Pengalaman gagal dimasa lalu ini mempengaruhi self-efficacy
AA dan AJ.
2. Strategi Koping Anak Sulung terhadap Dampak Harapan Orang
Tua
a. Win-win solution
Perbedaan harapan memberikan rasa tertekan bagi AA dan
AJ. Keduanya menyelesaikan perbedaan harapan dirinya dan
harapan orang tua dengan win-win solution. Berpikir menang-
menang atau lebih dikenal dengan win-win solution adalah kerangka
pikiran dan hati yang berusaha mencari manfaat bersama serta saling
menghormati satu sama lain dalam segala jenis interaksi. Individu
yang berpikir dengan strategi mengacu pada kepentingan “kita”,
bukan “aku” (Covey, 2005). Seperti yang diterapkan oleh AA dan
AJ, bahwa kedua informan mencari jalan tengah untuk perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
harapan yang terjadi. Mereka menerima pendapat maupun pemikiran
orang tua dan orang tua menerima pendapat mereka.
Covey (2005) menjelaskan lebih lanjut bahwa win-win
solution memiliki beberapa dimensi yang mempengaruhinya. Salah
satunya adalah karakter. Karakter dibentuk oleh beberapa sifat
esensial. Salah satu sifat esensial yang dimiliki anak sulung adalah
maturity atau kedewasaan. Diungkapkan oleh Santrock (2002/2007)
bahwa anak sulung memiliki orientasi kedewasaan. Kedewasaan
tersebut ditunjukkan dengan mampu berpikir secara matang
(Gunarsa, 1981). Penyebab anak sulung menerapkan strategi ini
karena kematangan intelektual yang dimiliki anak sulung lebih tinggi
daripada adik-adiknya (Hidayat, 2011). Selain itu, anak sulung
mampu berperilaku secara matang yang disebabkan oleh
interaksinya dengan orang dewasa (Vitamind, 2002). Oleh karena
itu, sifat dewasa yang dimiliki AA dan AJ menjadi dasar bagi
mereka untuk mampu mengatasi rasa tertekan akibat harapan orang
tua yang memaksa dan berbeda dengan harapannya menerapkan
strategi win-win solution.
b. Represi
Informan AA dan AJ menggunakan mekanisme pertahanan
diri represi untuk mengatasi rasa lelah dan tertekan akibat harapan
orang tua mereka. Sarafino (2008) berpendapat bahwa mekanisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
pertahanan diri (disebut oleh Freud) merupakan salah satu dari
emotion-focused coping yang bertujuan mengatur respon emosional
terhadap situasi stres. Pendekatan yang digunakan dalam koping
jenis ini adalah pendekatan kognitif yang melibatkan distorsi realita
atau ingatan seseorang dalam beberapa cara.
AA menekan perasaannya dengan tidur, meskipun ia sadar
bahwa hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Hal ini turut
disadari oleh AJ yang menganggap bahwa merepres tidak
menyelesaikan masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Saulina
(2009) mengatakan bahwa penggunaan mekanisme pertahanan ego
yang maladaptif dapat menyebabkan kecemasan neurotik pada anak
sulung berdasarkan teori psikoanalisis. Oleh karena itu, mekanisme
pertahanan diri yang digunakan AA dan AJ hanya membantu dalam
waktu yang singkat, namun menimbulkan tekanan dan kecemasan
yang berkepanjangan.
c. Bercerita pada orang lain
Ketiga informan mengatasi rasa tertekan dengan bercerita
kepada orang lain. Hurlock (1974) berpendapat bahwa anak sulung
memang lebih membutuhkan teman terutama pada situasi stres.
Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2008) mengungkapkan bahwa
mencari dukungan emosional secara sosial merupakan salah satu dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
emotional-focused coping. Koping jenis ini dapat mengalihkan
perhatian dari masalah.
Bercerita kepada orang lain juga termasuk dalam strategi
koping positif turning to others atau berpaling pada orang lain
menurut Hardjana (1994). Ia menegaskan bahwa ketika situasi
menekan datang, seseorang mengatasi dengan datang pada orang
lain seperti orang tua, saudara, sahabat atau pembimbing untuk
mencari pertolongan. Pertolongan tersebut dapat berupa emosional,
yaitu dukungan penerimaan atau pemahaman yang dapat
meringankan perasaan berat terhadap tekanan. Pertolongan berupa
emosional ini dirasakan oleh TT yang memperoleh hiburan dari
ringkah laku temannya serta memperoleh ketenangan setelah
bercerita mengenai masalahnya. Selain itu, ketiga informan juga
merasa bahwa memiliki teman yang senasib dengan permasalahan
mereka dapat memberikan pertolongan secara emosi.
Penelitian sebelumnya yamg dilakukan Farah (2009)
menyatakan bahwa anak sulung memiliki problem-focused coping
yang lebih tinggi daripada anak tengah dan bungsu, sedangkan
penelitian Rusli (2008) menyatakan bahwa baik anak sulung,
tengah, maupun bungsu memiliki problem-focused coping yang
tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan dari penelitian Farah
(2009) dan Rusli (2008) menyatakan bahwa anak sulung cenderung
menggunakan problem-focused coping dalam mengatasi berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
tekanan. Namun dalam penelitian ini, ketiga informan cenderung
menggunakan emotional-focused coping dalam mengatasi tekanan
akibat harapan orang tua. Diperkirakan bahwa perbedaan ini akibat
sumber stres yang berbeda pula,. Pada penelitian ini, sumber stres
lebih spesifik yaitu harapan orang tua. Sedangkan penelitian Farah
(2009) terkait situasi stres di lingkungan sosial dan penelitian Rusli
(2008) mengenai sumber stres dari tugas perkembangan dewasa
awal. Seperti dikatakan oleh Smet (1994) bahwa strategi koping
yang di akan digunakan seseorang tergantung pada situasi dan jenis
stress yang dihadapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pengalaman yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan anak sulung
terhadap orang tua menghasilkan pengalaman mengenai respon terhadap
harapan orang tua serta dampak yang dirasakan dari harapan orang tua.
Informan penelitian menolak harapan orang tua yang berbeda dengan harapan
informan. Mereka berani menolak dan bernegosiasi mengenai harapan orang
tua dengan bersikap asertif. Namun, sikap asertif tersebut tidak direspon baik
oleh orang tua dan justru menimbulkan suasana semakin tegang. Oleh karena
itu, bersikap pasif merupakan pilihan agar diri tetap berada di situasi aman
(tidak dimarahi) dan dianggap memahami beban orang tua. Ketiga informan
menyadari peran dirinya sebagai anak sulung untuk tidak mengecewakan
orang tua. Oleh karena itu, mereka berusaha mewujudkan harapan orang tua,
meskipun menunda untuk mewujudkannya. Selain itu, pengalaman lain yang
dialami adalah dampak negatif maupun dampak positif yang dirasakan akibat
dari harapan orang tua. Dampak positif yang dirasakan adalah melatih
kepekaan, kedewasaan, dan tanggung jawab, serta merasa tertantang untuk
memenuhi harapan orang tua. Dampak negatif yang dirasakan adalah
informan penelitian merasa tertekan dan lelah akibat beratnya harapan orang
tua. Selain itu, ketiga informan juga merasakan self-efficacy yang rendah
untuk mewujudkan harapan orang tua maupun keinginan dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Informan penelitian mengatasi rasa tertekan akibat harapan orang
tua dengan merepres dan bercerita kepada orang lain. Cara tersebut termasuk
dalam emotional-focused coping. Penggunaan koping jenis ini tidak
menyelesaikan masalah karena hanya memberi pertolongan secara emosi,
bukan tindakan nyata yang dituju pada sumber permasalahan. Namun, ketiga
informan merasakan ketenangan dan sedikit kelegaan secara emosi. Selain
itu, win-win solution juga menjadi salah satu cara mengatasi perbedaan
harapan diri dan orang tua yang dilakukan oleh dua informan. Dengan win-
win solution, kedua pihak baik orang tua maupun informan memperoleh
keutungan. Hal ini dikarenakan, informan yang juga mendengarkan harapan
orang tua dan juga tetap mewujudkan yang diinginkan oleh diri.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya melibatkan tiga orang informan, sehingga
menjadi terbatas karena data yang didapat kurang mendalam. Selain itu,
penelitian ini tidak mampu mengungkapkan secara khusus karakteristik yang
mempengaruhi anak sulung memlilih koping strategi jenis emotional-focused
coping yang digunakan dalam menghadapi tekanan akibat harapan orang tua.
C. Saran
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti topik yang
sama diharapkan dapat menambah jumlah informan, supaya data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
diperoleh dapat lebih mendalam dan mampu mengungkapkan
pengalaman serta strategi koping anak sulung yang lebih variatif..
Selain itu, penelitian ini memberikan hasil bahwa anak sulung
menggunakan emotional-focused coping dalam mengatasi tekanan akibat
harapan orang tua. Penggunaan jenis koping ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Farah (2009) dan Rusli
(2008) mengungkapkan bahwa anak sulung memiliki problem-focused
coping yang tinggi. Diperkirakan ketiga penelitian tersebut memiliki
konteks sumber stres yang berbeda pula, sehingga jenis koping yang
digunakan berbeda pula. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya
disarankan untuk mengkaji karakteristik yang membedakan penggunaan
strategi koping pada anak sulung terkait dampak yang dihasilkan dari
harapan orang tua.
b. Bagi Anak Sulung yang Berusia Dewasa Awal
Bukanlah hal yang buruk ketika orang tua memberikan harapan-
harapannya kepada anak sulung, meskipun cara dan intensitas orang tua
yang terlalu menuntut,. Sebaiknya tetap menganggap bahwa harapan
orang tua adalah positif. Mengkomunikasikan apa yang dirasakan dan
dipikirkan terkait harapan orang tua dengan cara yang baik akan
membantu dalam memberi pemahaman kepada orang tua. Belajar untuk
melakukan harapan orang tua secara tulus dan tanpa pamrih akan
memperkaya diri sekaligus sebagai bentuk menghormati orang tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Diharapkan anak sulung yang berada dalam usia dewasa awal
tetap mempertahankan dan mampu mengembangkan sikap kontrol diri
dalam menghadapi masalah terkait harapan orang tua. Diharapkan anak
sulung mampu mengatasi dampak negatif dari harapan orang dengan cara
yang adaptif daripada menyelesaikan masalah melalui obat-obatan,
merokok, bahkan melarikan diri dari masalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
DAFTAR PUSTAKA
Adler, A. (1957). Understanding Human Nature. New York: Greenburg
Publisher, Inc.
Agustina, (2014, Agustus 18). Ini Alasan Kebanyakan Orangtua Lebih Keras
Mendidik Anak Sulung Dibanding Si Bungsu. Dipungut 15 Agustus
2014, dari: http://www.tribunnews.com/lifestyle/2014/08/18/ini-alasan-
kebanyakan-orangtua-lebih-keras-mendidik-anak-sulung-dibanding-si-
bungsu
Alberti & Emmons. (1986). Your Perfect Right (Guide to Assertive Living).
California: Impact Publishers.
Andre, Y. (2010, April 24). Apakah dosa anak pertama? Dipungut 15 Agustus
2014, dari: http://politik.kompasiana.com/2010/04/24/apakah-dosa-anak-
pertama-125883.html
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UPT. Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang.
Audifax. (2008). Research: Sebuah Pengantar Untuk “Mencari Ulang” Metode
Penelitian Dalam Psikologi. Yogyakarta: JalaSutra.
Bandura. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. United States of
America: W.H. Freeman and Companion.
Baron & Byrne. (2004). Psikologi Sosial, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Christenson, S. L., Rounds, T., & Gorney, D. 1992. Family Factors and Student
Achievemenet: An Avenue to Increase Students’ Success. School
Psychology Quarterly, Vol 7(3)
Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry and research design choosing among
five traditions. California: Sage Publication, Inc.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Creswell, J. W. (2009). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Conger, J. J. (1997). Adolescence and Youth Psychological Development In
Changing World. New York: Harper and Row Publishers.
Covey, Stephen R. (2005). The 8th Habit: Melampaui Efektivitas, Menggapai
Kagungan. Jakarta: PT. Gramedia.
Efrananda, J. (2014, April 6). Anak Pertama. Dipungut 14 Agustus 2014, dari:
http://jefriefranda.wordpress.com/2014/04/06/anak-pertama/
Emzir, (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Farah, A. 2013. Hubungan Kelompok Teman Sebaya, Strategi Koping dan Urutan
Kelahiran dengan Kecerdasan Sosial pada Mahasiswa TPB-IPB. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia. Diunduh dari:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/7705
Feist, J. & Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian (ed. ke-7). Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika. (Karya asli terbit 2008).
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. (1981). Psikologi untuk membimbing. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. (1995). Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan
Keluarga. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia.
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. (2001). Psikologis Praktis. Jakarta: Erlangga.
Gunarsa, S. D. & Gunarsa Y. S. (2003). Psikologi Perkembangan Anak dan
remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hadawi, R. A. (2001). Psikologi Perkembangan Mengenal Sifat dan Kemampuan
Anak-Anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hall, C. S. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori psikodinamik (Klinis). Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Hardjana, A. M. (1994). Stres tanpa distress: Seni mengolah stress. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Herdiana, L. (2009). Perbedaan Penyesuaian Sosial Antara Urutan Kelahiran
Anak Sulung dan Anak bungsu pada Siswa Kelas X SMAN 1 di Kota
Malang. Skripsi. Universitas Negeri Malang, Fakultas Pendidikan,
Jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi. (Tidak terbit). Diunduh
dari: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-
Psikologi/article/view/2611
Herrera, N. C., Zajonc, R. B., Wieczorkowska, G., & Cichomcki, B. (2003).
Beliefs About Birth Rank and Their Reflection in Reality. Journal of
Personality and Social Psychology, 85(1), 142-150.
Hidayat, D. R.( 2011). Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Hurlock, E. (1974). Personality Development. USA: McGraw-Hill.Inc.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. (1992). Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang
rentang kehidupan (ed. ke-5). Jakarta: Erlangga .
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Balai Pustaka.
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2005). Perilaku Organisasi (ed. ke-5). Terj: Erly
Suandy. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Krohn, K. E. 2000. Everything You need to Know About Birth Order. New York:
Rosen. Diunduh dari: http://www.romppel.de/birth-order/
Kurniawan, L. (2013, Mei 19). Anak Sulung. Dipungut 14 Agustus 2014, dari:
https://inisketsatangan.wordpress.com/tag/anak-sulung/
Liwun, A. (2014, Mei 4). Anak Sulung Lebih Sukses.Dipungut 15 Agustus 2014,
dari: http://liwunfamily.wordpress.com/2014/05/04/anak-sulung-lebih-
sukses/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Marini & Andriani. (2005). Perbedaan Asertivitas Remaja Ditinjau Dari Pola
Asuh Orang Tua. Psikologia. 1(2)
Moleong, L. J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Palmer, R. D. (1966). Birth Order and Identification. Journal of Counseling
Psychology, 30(2), 129-135.
Papalia. (2008). Human Development (ed. ke-9). Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Pincott, J. (2011, September 16). Are Firstborns Really Brighter? Dipungut 25
Agustus 2014, dari: http://www.psychologytoday.com/blog/love-sex-and-
babies/201109/are-firstborns-really-brighter
Plunkett, S. W., Radmacher, K. A., & Moll-Phanara, Donna. (2000). Adolescent
Life Events, Stress, and Coping: A Comparison of Communities and
Gender. Professional School Counseling, 3(5), 356-366.
Poerwadarminta, W. S. (1996). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poerwandari, K. (2005). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta:
Fak. Psikologi UI.
Rini, A. R. P. (2012). Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan Kelahiran. Jurnal
Pelopor Pendidikan, 3(1)
Rusli, Stephanie. (2008). Coping Stress Pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan
Kelahiran Dalam Keluarga. Skripsi. Universitas Sanata Dharma,
Fakultas Psikologi. Diunduh dari: http://www.library.usd.ac.id/
Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development, (nama penerjemah) terj (ed. ke-
5). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2007). Life Span Development (ed. 3th
). United State: McGraw-
Hill.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Sarafino, E. P. (2008). Health psychology: biopsychosocial interaction (ed. 6th
).
USA: John Wiley 7 Sons, Inc.
Saulina, M. R. (2009). Kecemasan Neurotik Anak Sulung Berdasarkan
Psikoanalisis. Skripsi. Universitas Katolik Soegiyapranata, Fakultas
Psikologi.
Septiani, Y.D. (2011). Perbedaan Harga Diri antara Anak Sulung dan Anak
Bungsu pada Remaja. Skripsi. Universitas Sanata Dharma, Fakultas
Psikologi. Diunduh dari: http://www.library.usd.ac.id/
Setiawan, L. J., & Tjahjono. 1997. Hubungan Antara Harapan Orang Tua Akan
Prestasi Anak dengan Motif Berprestasi. Anima: Indonesia Psychological
Journal, Vol. 7(46)
Siagian, S. P. (1989). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Bina Aksara.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sugiyono. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung: IKAPI
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.
Smith, J. A. (2006). Dasar-dasar Psikologi Kualitatif Pedoman Praktis Metode
Penelitian (M. Khozim terj.). Bandung: Penerbit Nusa Media (Karya asli
terbit 2006)
Solahudin, G. (2011, Agustus 11). Anak Sulung: harapan Orangtua. Dipungut 25
Agustus 2014, dari:
http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Anak-Sulung-
Harapan-Orangtua/
Sujanto, A. (1986). Psikologi Perkembangan. Surabaya: Aksara Baru.
Susanti, Indah (2004). Perbedaan Kecerdasan Emosional antara Anak Sulung
dengan Anak Bungsu pada Remaja Awal. Skripsi. Universitas Sanata
Dharma, Fakultas Psikologi. Diunduh dari: http://www.library.usd.ac.id/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Taganing, N. M (2006). Kecemasan Pada Anak Sulung yang Menganggur
(Pendekatan Kualitatif). Skripsi. Universitas Gunadarma. Fakultas
Psikologi. Diunduh dari:
www.gunadarma.ac.id/library/abstract/gunadarma_10501190-
skripsi_fpsi.pdf
Vitamind. (2002). Misteri Perilaku Anak Sulung, Tengah, Tunggal dan Bungsu.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Whitbourne, S. K. (2013, Mei 18). That Elusive Birth Order Effect and What it
Means for You. Dipungut 15 Agustus 2014, Diunduh dari:
http://www.psychologytoday.com/blog/fulfillment-any-
age/201305/elusive-birth-order-effect-and-what-it-means-you
Whiteman, D. S., McHale, S. M., & Crouter, A. C. 2003. What Parents Learn
from experience: The First Child as a First Draft?. Journal of Marriage
and Family, Vol. 65 (3)
Wulanningrum, Dian Nur dan Irdawati. (2011). Hubungan Antara Urutan
Kelahiran dalam Keluarga dengan Kecerdasan Emosional pada Remaja
di SMA Muhammadiyah I Klaten. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Fakultas Ilmu Keperawatan. Diunduh dari:
http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/bitstream/handle/123456789/2947/
8.%20DIAN%20NUR%20W.pdf?sequence=1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Lampiran 1: Tema Utama Informan I (TT)
No Tema Utama Nomor Verbatim
Pengalaman terhadap Harapan Orang Tua
1 Gambaran Pengalaman terhadap Harapan
Orang Tua
a. Menyadari peran anak sulung bertanggung
jawab terhadap keluarga
b. Bersikap terbuka terhadap harapan orang
tua
c. Kekhawatiran terhadap perbedaan harapan
diri dan orang tua
d. Bersikap pasif bentuk memahami
Faktor pendukung:
- Budaya komunikasi keluarga satu arah,
sehingga berargumen melalui mediator
e. Asertif memperoleh punishment
f. Menunda harapan orang tua untuk
mewujudkan harapan diri
Faktor pertimbangan:
- Ingin mewujudkan harapan orang tua
secara mandiri, karena peduli dengan
masa depan adik
- Pandangan setiap orang memiliki
achievement berbeda
g. Memahami bahwa tujuan orang tua baik
h. Pemikiran mewujudkan harapan orang tua,
karena khawatir orang tua kecewa
TT/W2/182-200, TT/W2/208-210
TT/W1/216-235
TT/W2/279-283, TT/W1/870-877,
TT/W1/999-1021
TT/W1/35-43, TT/W1/466-469,
TT/W2/372-376
TT/W1/493-495, TT/W1/1112-1120,
TT/W1/165-180
TT/W1/235-243
TT/W1/773-802
TT/W2/283-287, TT/W1/246-251
TT/W1/729-733, TT/W2/608-626
TT/W1/503-507, TT/W1/291-295
TT/W1/508-514, TT/W1/817-831
2 Dampak terhadap Harapan Orang Tua
a. Merasa tertekan
b. Kekhawatiran tidak mampu mencapai yang
diharapakan orang tua
c. Tidak mampu berkembang secara mandiri
akibat kebijakan orang tua
TT/W1/408-411, TT/W1/528-536,
TT/W2/458-461
TT/W1/738-743, TT/W1/417-425
TT/W2/358-371, TT/W2/218-225
Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua
a. Berdoa, melibatkan figur Tuhan
b. Bercerita kepada orang lain
c. Berpikir positif
TT/W2/500, TT/W2/521-525,
TT/W1/1153-1161, TT/W2/653-657
TT/W2/469-479, TT/W2/528-531,
TT/W2/483-490, TT/W2/513-515,
TT/W2/537-540, TT/W1/548-563
TT/W1/1161-1166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Lampiran 2: Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 1 (TT)
Wawancara ke-1
Waktu : Jumat, 20 Februari 2015, pukul 10.15 – 11.30 WIB
Lokasi : Kamar Kos Informan
a. Catatan lapangan deskriptif - Potret informan dan latar fisik
Informan menggunakan kaos dan celana pendek. Rambutnya berantakan,
karena belum lama bangun tidur. Kemudian informan mengambil kaca
mata dan mengikat rambutnya. Kamar informan berada di lantai satu.
Oleh karena itu, memungkinkan terdengar suara penghuni kos yang lewat
depan kamar informan beberapa kali. Informan duduk di bawah dengan
bersandar pada tempat tidurnya. Di depan informan terdapat televisi yang
masih menyala. Kemudian ia mematikannya saat kegiatan wawancara
akan berlangsung. Pada saat wawancara, informan berbicara cukup cepat,
namun kurang teratur. Beberapa kali informan mengulang kata seperti, “
Ya saya bukan, bukan, bukan berarti….” Selain itu, informan
menambahkan kata, “Gitu-gitu sih,” atau “Gitu sih,” pada akhir kalimat
jawabannya.
- Peristiwa khusus
Peristiwa khusus yang terjadi pada saat proses wawancara adalah ketika
informan meminta waktu untuk membalas pesan yang masuk. Kemudian
pewawancara memberikan waktu kepada informan. Selain itu, pada saat
wawancara berakhir dan pewawancara sudah mematikan voice recorder,
informan masih bercerita mengenai orang tuanya yang menginginkan
informan S2
- Perilaku pengamat
Pewawancara merasa canggung saat wawancara berlangsung. Hal ini
terlihat dari susunan kata yang kurang teratur. Selain itu, merasa kurang
dalam inquiry. Pewawancara juga merasa dikejar oleh waktu, karena
informan akan ada aktivitas lain pada pukul 12.00 WIB.
b. Catatan lapangan reflektif - Refleksi analisis
Scaning hasil wawancara secara sekilas bahwa informan memiliki
perasaan tertekan dan kesulitan berkomunikasi dalam mengungkapkan
idenya kepada orang tua. Terutama pada harapan orang tua yang kurang
sesuai dengan diri informan. Selain itu pada saat proses wawancara
berlangsung, pewawancara terlintas ide mengenai bagaimana orang tua
mendidik informan sebagai anak sulung serta nilai-nilai apa yang
diajarkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
- Refleksi metode
Metode wawancara sudah berjalan baik. Pewawancara mencatat ide-ide
pertanyaan analitis yang mucul dalam selembar kertas untuk ditanyakan
kemudia. Namun, pada beberapa pertanyaan, pewawancara belum
melakukan inquiry secara mendalam..
- Refleksi dilema etika dan konflik
Pewawancara merasa bahwa informan cukup sensitif ketika ia akan
mengungkapkan lebih mendalam mengenai sifat orang tuanya. Nada
bicara informan menjadi pelan dan hening beberapa detik. Informan
mengalihkan dengan pemilihan kata yang lebih tepat.
- Refleksi kerangka berpikir
Data wawancara yang diinginkan sudah terlihat, yaitu gambaran secara
umum hubungan informan dengan orang tua dan keluarga, serta harapan-
harapan orang tua kepada informan. Untuk pertemuan berikutnya,
pewawancara sebaiknya lebih berfokus mengenai dampak negatif dari
harapan orang tua dan cara informan mengatasinya.
- Klarifikasi
Diperlukan klarifikasi mengenai pemahaman informan mengenai hal-hal
standar yang dilakukan oleh anak sulung dan klarifikasi maksud informan
mengenai perasaan tertekan yang dialami informan berdampak pada
psikis. Selain itu, perlu digali kembali mengenai bagaimana perasaan
informan saat dibandingkan dengan orang lain. Karena jawaban yang
diberikan informan bukan perasaan, melainkan apa yang dipikirkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Lampiran 3: Transkrip Verbatim Wawancara I dan Analisis Data Informan
1 (TT)
Kode: TT/ W1
Baris Verbatim Koding Awal Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
Ee, ini mau tanya mbak, emm,
bisa diceritakan nggak
kehidupan mbak selama ini
sebagai anak sulung itu gimana?
Yang mbak mbak sudah alami
sampai sekarang?
Secara umum?
Iya.
Ee, kalau secara umum, kehidupan
disekitar terutama di rumah, di
lingkungan rumah itu, ee kalau dari
orang tua sih lebih cenderung ke,
apa ya, emm, orang tua selalu
mendorong apa yang saya lakukan,
terutama untuk apa, untuk
mengembangkan, mengembangkan
segala kemampuan, gitu-gitu sih
orang tua selalu mendorong. Tetapi
terkadang, eee, mereka itu, eem
seperti masih di usia saya yang
sudah menginjak 23 tahun dan
sudah, sudah dinyatakan lulus
sebagai sarjana pun, sepertinya
masih, orang tua masih, ee,
mempunyai porsi yang sangat besar
untuk mengarahkan saya dan, dan
harapan orang tua itu ya saya masih
harus tetap mengikuti apa yang
mereka arahkan, gitu lho, dan eee,
itu ter…, ee kalau untuk saya itu
juga termasuk kelemahan pada
proses pendewasaan saya sih
sebenernya, terutama untuk anak
sulung. Nah, kalau, apa itu
namanya, jadi mungkin saya juga
tipe orangnya yang males ee untuk,
males untuk, apa sih namanya,
berantem, terus beradu pandangan,
gitu-gitu sih, beradu argumen
maksud saya. Saya orangnya males,
jadi padahal saya untuk batas apa,
Orang tua
mendukung dalam
mengembangkan
kemampuan (12-18)
Orang tua berperan
memberi arahan (20-
26)
Harapan orang tua
agar informan patuh
pada arahan (27-29)
Mengikuti harapan
orang tua adalah
kelemahan menjadi
dewasa (30-34)
Malas berpendapat,
jadi menurut saja
untuk cari aman (35-
43)
Memperoleh
dukungan orang
tua untuk
berkembang
Orang tua
bersikap otoriter
Informan patuh
Patuh pada orang
tua = tidak
dewasa
Menurut = cari
aman = perilaku
pasif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
cari amannya ya ya udah nurut-
nurut aja, gitu-gitu. Tapi kadang
saya juga berpikir bahwa mungkin
seperti itu ee efek buruknya juga
bisa ke orang tua saya dan bisa ke
saya. Ke sayanya mungkin bisa
kurang dewasa, kurang bisa berani,
me…, menyalurkan pendapat, dan
efek buruk dari orang tua saya,
untuk orang tua saya juga saya
mikir bahwa mereka juga akan
semakin susah untuk
mendengarkan, eee, mendengarkan
pandangan-pandangan anak-
anaknya. Gitu. Ya saya bukan,
bukan, bukan berarti terus, terus
meremehkan pengalaman mereka,
yang udah, udah duluan muda kan
mereka, gitu kan, bukan berarti
saya itu. Tapi yang mungkin yang
lebih saya tekankan untuk, untuk
apa lingkungan disekitar saya
selanjutnya sih pengennya bisa
membangun komunikasi yang lebih
baik.
Terus kalau untuk, dengan adik-
adik saya sih saya berusaha,
berusaha untuk eem, tetap dekat
dengan masing-masing, masing-
masing pribadi adik-adik saya,
meskipun di ketiga pribadi adik-
adik saya itu sangat berbeda gitu
lho, dan satu cewek, dua cowok,
dan emm, kalau untuk adik saya
yang nomor dua yang cewek terus
sama yang terakhir itu, saya untuk
sekarang masih bisa sangat dekat
hubungannya. Tapi untuk dengan
adik saya yang nomor tiga yang
cowok udah SMA ini tu, ee, tidak
cukup dekat. Bahkan nggak pernah
ngobrol, nggak pernah ngobrol.
Terus dia juga sepertinya menutup,
menutup, seperti menutup apa ya,
menutup ee menutup komunikasi
Menyadari efek
buruk dari tidak mau
mengungkapkan
pendapat (45-47
Efek buruk:
- Anak : kurang
dewasa, kurang
berani berpendapat
- Orang tua : sulit
mendengarkan
anak (48-56)
Ada pandangan kalau
tidak menurut berarti
meremehkan (57-59)
Keinginan
membangun
komunikasi lebih
baik dengan orang
tua (61-66)
Keinginan dekat
dengan saudara
kandung (68-72)
Dekat dengan adik
no 2 dan terakhir
(76-80)
Kurang dekat dengan
adik no 3 (81-90)
Pengetahuan
menjadi pasif itu
buruk
Dampak menjadi
pasif :
- Anak : kurang
dewasa
- Orang tua :
egois
Asertif :
meremehkan
orang tua
Komunikasi lebih
baik dengan
orang tua
Akrab dengan
saudara kandung
Hubungan baik
dengan adik
kedua dan
terakhir
Hubungan kurang
baik dengan adik
ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
dengan saya. Misalnya, saya pas
itu, saya minta pin BBM, nggak
dikasih.
Oh iya?
Iya. Pin BBM nggak dikasih, terus
ee, nomor pun saya juga nggak
punya, padahal. Nah, saya tu
mungkin, eem mungkin saya tu jadi
inget dengan peristiwa yang
beberapa tahun lalu, kalau saya tuh
pas itu pernah seperti kayak
menegur DP atau statusnya dia, gitu
tuh lho. Karena kadang tu nggak
enak didenger, kadang dia masa-
masa yang itu tuh kan saya kan
lebih speak up ke adik saya itu, dan
mungkin dia males untuk
dibawelin, gitu kali ya. Nah terus
mungkin itu. Tapi memang untuk di
keluarga saya sekarang fokusnya
keprihatinannya itu sedang kepada
adik saya yang SMA, cowok nomor
tiga ini. Terus, nah terus kalau
misalnya pas ada, pas ada, sing itu
apa namanya, ibu saya, terutama
ibu saya sih, itu tu kan tipenya emm
emosional, terus gitu-gitu. Kalau
misalnya dia lagi jengkel sama adik
saya yang nomor tiga ini kan
memang sangat seringlah intensitas
untuk kejengkelan dengan adik
saya ini. Nah itu nanti semuanya
satu rumah kena, termasuk saya,
dan saya dan adik-adik saya yang
lainnya. Gitu lho. Padahal kan
kami, kami bertiga, sebenernya
kami bertiga itu juga berusaha
untuk bagaimana caranya untuk
mengobati, ee bagaimana cara
untuk mengobati luka batin oleh
bapak ibu kami yang di disebabkan
oleh adik kami yang nomor tiga ini.
Jadi sebenarnya kami bertiga itu
punya keprihatinan bersama untuk
tetap menjaga suasana di rumah,
menjaga, menjaga komunikasi
Ketika speak up
(mengemukakan
pendapat) pada
saudara, malah
merusak hubungan
(97-105)
Fokus keluarga pada
adik no 3 (107-109)
Ibu yang marah ke
satu anak, anak
lainnya ikut dimarahi
(113-122)
Berusaha membuat
orang tua senang
ketika dalam
permasalahan terkait
saudara kandung
(124-129)
Keinginan untuk
menjaga komunikasi
dengan orang tua,
Asertif : merusak
hubungan
Ketidakmampuan
ibu mengolah
emosi
Kemampuan
menempatkan diri
dalam
permasalahan
keluarga
Komunikasi
dengan orang tua
tidak baik karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
dengan bapak ibu kami. Tapi
kadang mereka pun juga terus
susah ngontrol emosi mereka, gitu
lho. Terus jadi dampaknya ke
semuanya. Gitu sih.
Ee ini, kan tadi, kamu bilang
kalau berharapnya kedepannya
bisa menjalin komunikasi lebih
baik dengan orang tua, gitu ya.
Mungkin selama ini menurut dan
ee sedikit meminimalisir apa adu
argumen gitu. Nah itu
hambatannya emang apa, ada
hambatan apa?
Hambatannya itu kadang, terutama,
ee apa ya, mereka itu tu susah
mendengarkan, dan kami satu
keluarga itu tititi…, tidak terbiasa
untuk berdiskusi. Terus kalau saya
melihat tu karena mungkin latar
belakang, latar belakang pekerjaan
dan pendidikan orang tua kami
yang ee hidup di di lingkungan
birokrasi. Jadinya mereka tu ya
sedikit idealis, gitu lho. Jadi kita
juga, apa diterapkan kepada, ee
sedikit mungkin agak sedikit terasa
di keluarga kami.
Berbeda dengan misalnya tante
kami, kami juga cukup dekat
dengan tante dan om kami, yang
yang pada saat itu, yang sampai
sekarang berprofesi sebagai dosen.
Nah mereka itu masih bisa terbuka,
terus melihat kenya.., apa dan bisa
berdiskusi, bisa bisa istilahnya
bedalah cara berkomunikasi dengan
kami. Gitu. Jadi untuk kadang kami
untuk memulai saja sudah takut.
Jadi itu hambatannya, rasa takut,
rasa canggung yang tidak terbiasa,
takut kalau ee kadang takut kalau
misalnya ya kalau misalnya ibu
berkenan dengan dengan dengan
namun orang tua
sulit mengelola
emosi (131-138)
Hambatan
berkomunikasi:
orang tua sulit
mendengarkan dan
tipe keluarga tidak
terbiasa diskusi (149-
153)
Pekerjaan dan
pendidikan orang tua
yang diterapkan di
keluarga (155-162)
Membandingkan
keluarga sendiri dan
keluarga tante yang
dapat berkomunikasi
secara terbuka dan
berdiskusi (164-173)
Hambatan
berkomunikasi
adalah rasa canggung
dan takut memulai
percakapan dengan
ibu (173-180)
orang tua yang
emosional
Budaya
komunikasi di
keluarga adalah
satu arah
Hambatan
berkomunikasi
adalah latar
belakang
pendidikan dan
pekerjaan orang
tua
Komunikasi ideal
: demokrasi/
diskusi
Muncul perasaan
negatif ketika
berkomunikasi
dengan ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
apa obrolan kami, terus ya kalau
misalnya jadi aneh, gitu-gitu lho.
Itu. Terus kalau bapak itu tuh lebih
ke kadang bisa mendengarkan, tapi
tuh ee lebih santai sih, lebih santai
dan kadang juga tapi kadang saya
juga melihat sedikit melihat
kecenderungan bahwa bapak itu
juga kadang ee sedikit ya itu ee
mempunyai kehendak piye-piye,
tapi kalau untuk bapak sih lebih
sudah lebih mempercayakan
kepada anak-anaknya. Maksudnya
porsinya dengan ibu itu tuh
perbandingannya kalau ibu itu
pengennya anaknya begini-begini
dan ya harus sesuai begini-begini,
kalau bapak tuh sudah mulai agak
ya kalau bapak menyarankan
seperti ini, tapi kalian sudah besar
jadi sebenarnya bapak ya akan tetap
mendukung tapi juga kalian juga
bisa memutuskan sendiri, gitu.
Gitu.
He-em. Nah terus ini kan ee
katanya tadi dari maksudnya
sampai sekarang usia sekian
udah sarjana, orang tua masih
ada mengarahkan beberapa hal.
Nah itu contohnya misalnya
seperti apa?
Contohnya kayak misalnya, saya
itu untuk sekarang harus langsung
S2, misalnya. Ee untuk pendidikan
misalnya. Itu saya misalnya harus
langsung S2. Nah padahal saya kan
juga mempertimbangkan beberapa
hal, gitu lho. Maksudnya ee saya
mencari info juga dari teman-teman
S2, bahwa bagaimana sih
perkuliahan S2, bagaimana sih eee
tantangan, tanggung jawab, waktu,
dan lain-lain, gitu tuh. Terus saya
juga ber…, mencari, mencari apa
tuh namanya, mencari informasi
Bapak bisa
mendengarkan anak,
memiliki kehendak
terhadap anak, lebih
santai, dan lebih
percaya kepada anak
(182-192)
Ibu ingin selalu
dituruti, bapak
menyarankan tetapi
keputusan kembali
pada anak (194-202)
Orang tua
mengarahkan untuk
langsung sekolah S2
(212-216)
Usaha
mengumpulkan
informasi terkait
harapan orang dan
keinginan diri sendiri
sebagai bahan
pertimbangan (216-
235)
- Bapak mampu
memahami anak
- Bapak
mempercayai
anak
- Ibu bersikap
otoriter
- Bapak memberi
kesempatan
anak
mengambil
keputusan
Melanjutkan
pendidikan yang
lebih tinggi
Usaha bersikap
terbuka terhadap
arahan orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
kepada kepada beberapa teman
yang memang sudah bekerja. Nah
mereka itu tuh ee kebanyakan info
yang saya dapatkan bahwa banyak
perusahaan yang, banyak
perusahaan yang menerima
karyawan ya mereka tu lebih
mengutamakan orang yang punya
punya mempunyai pengalaman
kerja. Nah, saya sudah berusaha
menuangkan ide itu, tapi tu, ee
menuangkan argumen itu
memberikan argumen itu kepada
bapak ibu saya, tapi tuh mereka
tetep kayaknya bersikuku bahwa oh
kalau saya menunda, saya
menunda, itu tuh ee akan malah
nantinya nggak jalan dan mumpung
sekarang itu tuh ee bapak ibu
meskipun bapak ibu saya masih
bisa membiayai saya, tapi kan juga
berpikir lebih jauh lagi, apakah
nanti beberapa tahun ke depan adik
saya yang paling bungsu itu juga
bisa mendapatkan kesempatan yang
sama dengan saya, gitu-gitu sih.
Mungkin ada lagi tambahannya
atau maksudnya yang masih
sekarang itu ya berarti ya?
Iya itu. Hmm, apa lagi ya. Oo
pertemanan. Tentang pertemanan,
misalnya. Itu tuh, gimana ya. Eee
kayak saya tuh kadang tuh melihat
bahwa di usia saya tuh punya pacar
itu kan wajar kan ya
He-em.
Ya memang mungkin ee kalau
bapak ibu saya tuh juga dia juga
sudah tahu kalau misalnya saya
dekat dengan orang ini dan status
saya seperti ini. Tapi tuh bagi
mereka itu tuh masih hal yang
untuk menyebut dia teman dekat
saya itu tuh masih agak susah, gitu
Usaha
menyampaikan hasil
pertimbangan kepada
orang tua tapi
percuma karena
orang tua
memaksakan
kehendak (235-243)
Adanya
kekhawatiran
terhadap masa depan
adik (246-251)
Harapan orang tua
dalam relasi teman
sebaya (256-257)
Pandangan memiliki
pacar adalah hal
wajar (259-261)
Orang tua belum
mengakui pacar
informan karena
orang tua lebih
menekankan pada
akademik (265-274)
- Asertif = sia-sia
- Orang tua
memaksakan
keinginan
Peduli pada masa
depan adik
Harapan orang tua
dalam relasi
teman sebaya
Pandangan
memiliki pacar
adalah hal wajar
Orang tua lebih
memprioritaskan
akademik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
lho, dan mereka tuh apa memang
fokusnya ya udah kamu tuh ee
fokus saja dulu belajar. Bahkan
sampai saya udah lulus pun tuh
sepertinya masih disuruh belajar-
belajar aja terus, dan saya tuh
nggak tahu pengen mereka apa tuh
namanya, mereka inginkan. Ya
saya tahu kalau bahwa mereka
sangat concern dengan perkem…,
dengan dengan apa tuh namanya
dengan, dengan pendidikan, karena
mereka menganggap bahwa
pendidikan itu nanti akan menjadi
bekal yang paling utama untuk ee
apa tuh namanya, untuk masa
depan saya dan itu adalah,
maksudnya yaa, salah satu bekal
yang untuk menunjang kesuksesan
saya. Ya saya berusaha mengerti
dan berusaha memahami bahwa
mereka tuh juga pengen
mengarahkan saya ke jalan yang,
yang benar, gitu. Jadi ya sekarang
saya berusaha, ya men.., ee apa ya,
melihat belajar dari lingkungan
sekitar, dan berusaha untuk tetap
memahami karakter bapak ibu saya,
berusaha untuk sekiranya misalnya
ee, apa tuh namanya, juga berpikir
untuk ke depannya seperti apa,
tetap mempunyai berpi.., pikiran
jangka panjang seperti apa, gitu sih.
Nah, apakah adik-adikmu juga,
maksudnya apakah orang tua
mengarahkan juga ke adik-
adikmu atau ke kamu saja atau
semuanya?
Semuanya.
Semuanya juga. Ya, misalnya
yang kamu tahu, orang tua lebih
eee ke bidang apa untuk adik-
adik apa?
Kalau, kalau, nah ini, ee kalau
orang, karena orang tua saya
Tidak memahami
keinginan orang tua
(275-279)
Berusaha memahami
pola pikir orang tua
bahwa pendidikan
adalah bekal
kesuksesan di masa
depan (280-299)
Pola orang tua
mengambilkan
keputusan pada
semua anak (311)
Orang tua
mengarahkan
Tidak memahami
tujuan orang tua
- Usaha untuk
memahami
bahwa tujuan
orang tua
adalah baik
- Harapan orang
tua dibidang
pendidikan
- Penyelesaian
masalah sebagai
anak sulung
dengan
memahami
orang tua
Orang tua otoriter
ke semua anak
Pekerjaan orang
tua sebagai dasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
background-nya di PNS, jadi
mereka juga mengarahkan kami
juga ke bidang yang sama. Jadi
mereka tuh inginnya main aman
gitu lho, nggak pingin anaknya
terus merasakan susah atau apa,
gitu-gitu, main aman, gitu-gitu,
mengarahkan kami ke apa, ke
lingkungan yang memang mereka
tahu, gitu-gitu sih.
Hmm, oh iya ini tadi kan, adek
yang paling bungsu yang cowok
ya, itu kan katanya lagi
keprihatian keluarga ke adik.
Nah mungkin berarti ada
maksudnya perilaku-perilaku
yang apa ya, aneh atau kurang
baik, gitu ya?
He-em.
Nah itu kenapa jadi ee
maksudnya kakak-kakaknya ikut
dimarahi juga. Nah itu
menurutmu karena apa?
Karena kalau menurutku sih karena
itu emosi dan ya karakternya orang
tua kami seperti itu. Jadi kita juga
tidak bisa memaksakan bahwa, gitu
gitu. Karena sudah berulang kali sih
kayak begitu.
Terus kamu pernah adu argumen
sama orang tua?
Pernah sekali. Sampai.., istilahnya
saya pada saat itu tuh kayak bom
waktu gitu lho. Saya terbiasa kena
semprot gini diem, diem, diem,
diem, diem.
Pada saat itu saya nggak tahu
kenapa saya bisa meledak dan
sebenernya itu juga menjadi syok
terapi untuk orang tua saya sih.
Terus habis itu, jadi agak lebih
lunak sama saya orang tua saya.
Tapi, belakangan ini ya agak mulai
informan sesuai latar
belakang pekerjaan
orang tua (316-320)
Memahami bahwa
keinginan orang tua
agar anak merasa
aman (321-327)
Pemahaman terhadap
karakter orang tua
yang emosional
mendorong informan
dan adik-adik
bersikap pasrah (343-
348)
Terbiasa bersikap
diam saat dimarahi
akan meledak saat
berargumen (352-
356)
Meledak sebagai
syok terapi bagi diri
da orang tua (357-
362)
Meledak menjadi
pengarahan untuk
anak
- Membuat anak
aman versi
orang tua
- Pemahaman
terhadap dasar
pengarahan
untuk anak
- Pemahaman
terhadap sifat
emosional
orang tua
- Pasrah terhadap
sikap orang tua
- Berargumen
disertai ledakan
emosi
- Represi
sehingga
meledak
Berargumen
disertai
meledak
peringatan
Berargumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
392
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
405
406
407
408
kembali kayak gitu, cuma ee karena
saya menyesal dengan perbuatan
saya yang dulu untuk meledak
seperti itu, jadi ya maksud saya ya
lebih, lebih, lebih nrimo untuk ee
menahan kalau nggak ya bercerita
kepada orang lain, kalau nggak ya
berdoa (tertawa). Daripada saya
makin saya makin ber…, apa,
daripada saya makin bedurha…,
durhar…apa dur..durhaka…
Durhaka.
Semakin durhaka pada orang tua ya
cukup sekali saja saya sangat
menyesal (tertawa), jangan
mengulangi lagi.
Ee terus ini, apa yang selama ini
kamu rasakan sebagai anak
sulung? Maksudnya, perasaan-
perasaan apa yang muncul ketika
kamu menjadi anak sulung?
Perasaan, sekarang apa dari dulu?
Ya yang dominan yang sampai
sekarang kamu rasakan?
Kalau sekarang sih saya lebih
kadang tuh bersyukur juga sih,
karena, kalau dulu tuh memang pas
saya punya adik banyak itu tuh,
aduh kok rasanya malu gitu jalan
kemana-mana kok orang tua
gandengannya banyak, gitu-gitu
kan kadang malu. Tapi untuk
sekarang tuh pas udah gedhe-
gedhe, pas udah besar-besar itu
saya malah merasa bersyukur
bahwa sebagai anak sulung saya
mempunyai teman untuk bercanda,
berbagi, untuk untuk apa kadang
menyalurkan hobi bersama-sama
dan kadang ee tidak, apa, orang
tidak semua kakak-kakak
merasakan apa yang saya rasakan.
Lebih bersyukur.
Terus kadang juga ada tertekannya
menyesal (363-366)
Karena menyesal,
solusinya dengan
lebih nrimo/
menahan, bercerita
pada orang lain,
berdoa (367-374)
Berargumen disertai
ledakan dipandang
durhaka dan sebagai
penyesalan (376-
379)
Sekarang lebih
mensyukuri sebagai
anak sulung (390-
392)
Awalnya malu
mempunyai adik
banyak (393-396)
Saat dewasa,
bersyukur punya adik
yang bisa menjadi
teman (397-407)
Sebagai anak sulung
disertai meledak
menyesal
- Solusi
komunikasi:
represi
- Solusi
komunikasi:
sharing
- Solusi
komunikasi:
doa
Berargumen
disertai ledakan =
menyesal
Saat ini : perasaan
bersyukur sbg
anak sulung
Dulu : perasaan
malu punya adik
banyak
Saat ini : saudara
teman berbagi
Rasa tertekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
itu karena karena kok yang dituntut
tuh apa-apa kok aku, gitu pertama,
yang disuruh apa-apa aku. Tapi
terus saya lebih berpikirnya oo ya
sudah, berarti Tuhan menunjuk
saya sebagai anak pertama berarti
ya sudah berarti saya yang bisa
menjalani itu. Terus kadang saya
juga merasa bahwa, kok nggak ada
puas-puasnya gitu sebagai anak
sulung kok ya saya tu masih kadang
masih belum bisa menjadi contoh
yang baik untuk adik-adik saya,
gitu-gitu, dan eem kadang juga saya
ee kadang ada rasa bahwa kok
kadang malah adik-adik saya yang
bisa lebih baik daripada saya.
Ee itu misalnya kan merasa apa
ya tertekan, orang tua lebih
menuntut daripada adik, gitu.
Nah itu misalnya menuntut
dalam hal apa yang membedakan
kamu sama adik-adik?
Menuntut, apa ya, pasti itu, untuk
pendidikan, untuk karir, gitu-gitu
sih. Pendidikan, karir, terus eem
pertemanan, lingkungan, ee untuk
gaya hidup, gitu-gitu sih, yaa
maksudnya harus ngasih contohlah,
terus eem apa itu namanya, ya hal-
hal standar yang mungkin juga
menjadi tuntutan anak-anak sulung
lainnya juga sih.
He-em, terus yang kamu
pikirkan, apa yang muncul
dipikiranmu, kamu sebagai anak
sulung?
Yang muncul dipikirankan?
Kira-kira apa yang pernah kamu
pikirkan ketika kamu sebagai
anak sulung?
Yang pernah saya pikirkan sih
merasa tertekan
karena selalu dituntut
melakukan sesuatu
(408-411)
Refleksi religious
bahwa Tuhan
memampukan
menjadi anak sulung
(413-416)
Tidak puas belum
menjadi contoh yang
baik (417-421)
Merasa bahwa adik-
adik lebih baik (423-
425)
Orang tua menuntut
dalam hal
pendidikan, karir,
pertemanan, gaya
hidup, sebagai
contoh adik (434-
439)
Sebagai anak sulung
akibat tuntutan
orang tua
Mencari figur
Tuhan untuk
mengurangi rasa
tertekan
Belum mampu
menjadi contoh
yang baik
Rendah diri
- Harapan orang
tua: bidang
pendidikan
- Harapan orang
tua : hubungan
sosial
- Harapan orang
tua: teladan
bagi adik
Merasa kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
mungkin pas kalau misalnya saya
menghadapi hal-hal yang kayak
susah, susah, susah menghadapi
sesuatu terutama saat bernegosiasi
atau mungkin menghadapi sesuatu
yang berhubungan dengan luar dan
orang tua saya. Mungkin ya karena
oo ya udah berarti kan saya anak
pertama berarti mungkin mereka
juga menghadapi pengalaman
pertama yang saya alami, gitu-gitu.
Jadinya tuh lebih, lebih ke yaa
memahami situasi sih, lebih
berusaha memahami, ngalah lah
pokoknya, cari aman.
Ee, kamu lebih mending cari
aman, gitu ya? Kamu punya
maksud apa sih dari cari aman
itu?
Cari aman itu biar orang tua tidak
terbebani, mengurangi beban orang
tua, terus menjaga suasana.
He-em, menjaga suasana ya.
Karena saya tipe orang yang nggak
suka dengan kemuraman, dengan
kesedihan, gitu. Jadi lebih pingin
membawa suasana tu ya udah yang
adem-adem aja, gitu-gitu. Jadi
kadang, ya meskipun kadang saya
yang harus mengalah untuk
menahan, menahan segala
sesuatunya, ya udah.
Ee, bisa diceritakan lebih lanjut
hubunganmu dengan orang tua
tuh gimana?
Baik, baik. Cuma ya itu tadi
kadang, ee masih agak sulit untuk
komun…, mengkomunikasikan dua
arah gitu, jadi masih satu arah.
Ee, oke. Ini kan misalnya ketika
kamu menghadapi situasi
tertekan tadi ya, dengan orang
tua menuntutmu beberapa hal,
merasa kurang
mampu bernegosiasi
dan relasi
interpersonal (454-
461)
Berusaha memahami
situasi orang tua,
mengalah dan cari
aman (462-469)
Cari aman agar orang
tua tidak terbebani
dan menjaga suasana
(475-477)
Tidak suka dengan
suasana muram dan
sedih, sehingga
memilih untuk
menahan segala
sesuatunya (479-487)
Kesulitan untuk
berkomunikasi dua
arah dengan orang
tua (492-495)
mampu
berkomuniasi
dengan baik
- Penyelesaian
masalah sebagai
anak sulung
- Bersikap pasif
- Memahami
situasi orang tua
Menjadi pasif
diasosiasikan
dengan
mengurangi
beban orang tua
- Represi
Komunikasi
keluarga satu arah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
biasanya yang kamu lakukan
apa?
Ee, saya berusaha, ee berusaha
memenuhi tuntutan orang tua
tersebut. Karena, pertama orang tua
menuntut saya dan pasti
tuntutannya itu ke arah yang benar.
Tapi mungkin cara, cara dan waktu
untuk saya memenuhi keinginan
mereka itu yang kadang ee tidak, ya
mungkin untuk saat ini saya lebih
untuk berpikir eee oke saya akan
nurut menuruti keinginan mereka,
menuruti keinginan mereka. Tapi
ee untuk sekarang ini saya akan
lebih mikir-mikir tentang efek-efek
lingkungan, pelajaran-pelajaran
dari lingkungan sekitar, gitu-gitu
aja sih. Tapi tetap, cuma mungkin
jalannya yang beda tapi tujuannya
tetep, saya akan menuruti yang
mereka mau.
Perasaan tertekan seperti apa sih
yang pernah kamu rasakan?
Maksudnya apakah ada efeknya
kah untuk kamu?
Efeknya paling nangis (tertawa).
Nangis. Ee kalau sampai nggrentes
kurus sih nggak (tertawa). Karena
saya badan saya juga tetap segini-
segini saja (tetawa). Apa ya?
Efeknya tuh mungkin lebih ke
psikis. Meluapkannya tuh dengan
menangis gitu. Terus? Udah.
Efeknya nangis.
Nangis ya. Terus ketika kamu
nangis, untuk kembali
menetralkan itu, nah itu kamu
ambil langkah apa?
Bercerita pada orang lain.
Bercerita pada orang lain gitu ya.
Ketika kamu bercerita pada
orang lain kamu mendapatkan
feedback-kah atau kamu merasa
Saat tertekan tetap
berusaha memenuhi
tuntutan, karena
pandangan orang tua
selalu benar (503-
507)
Berpikir tetap
menuruti keinginan
mereka, meskipun
belum saat ini (508-
514)
Mempertimbangkan
pengalaman dari
lingkungan namun
tetap untuk mencapai
keinginan orang tua
(515-522)
Rasa tertekan
memberikan dampak
pada psikis yang
diluapkan dengan
cara menangis (528-
536)
Bercerita pada
seseorang untuk
menetralkan
perasaan (541)
Superego tinggi
(orang tua selalu
benar), sehingga
ego selalu
mengikuti
- Tekad
memenuhi
harapan orang
tua
- Tekad
memenuhi
harapan orang
tua
- Pertimbangan
cara untuk
mencapai
keinginan orang
tua
- Ekspresi
perasaan
tertekan adalah
menangis
Koping: bercerita
dengan seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
469
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
setelah itu bagaimana?
Ee kadang orang yang saya ceritain
itu, itu tuh kadang juga bisa
memberikan solusi, kadang juga
hanya menjadi pendengar yang
baik. Tapi itu semua juga sudah
nggak tahu kenapa saya juga udah
lega aja gitu, ya meskipun terus ee
nggak bukan berarti terus masalah
itu hilang begitu saja nggak tapi tuh
dengan bercerita saya juga udah
sedikit menemukan kelegaan. Jadi,
mungkin efeknya untuk tahap-tahap
selanjutnya mungkin saya akan bisa
lebih jernih berpikir dan berhati-
hati untuk me…, me apa, me….,
memutuskan sesuatu. Gitu.
He-em. Oke. Mungkin bisa
diceritakan kamu punya
pengalaman menyenangkan
dengan keluarga gitu atau
dengan orang tua?
Pengalaman menyenangkan itu pas,
kapan ya, pengalaman
menyenangkan, oo pas liburan
bersama. Liburan bersama dan,
kami itu tuh tipe orang yang, eh
tipe keluarga yang ya kemana-mana
bareng, gitu-gitu. Tapi pas pada
saat itu tuh kami pernah merasakan
ee untuk pergi ke suatu tempat yang
emang bener-bener keluarga quality
time dengan keluarga, gitu-gitu,
dengan formasi komplit. Nah
ternyata disitu saya merasakan
bahwa oo ternyata suasana yang
enak, yang adem, yang hangat,
yang rukun itu bisa, bisa juga ya
ada didalam keluarga saya, gitu-
gitu sih. Terus kapan ya? Ya gitu-
gitu.
Berarti maksudnya kamu
merasakan ee suasana yang
menyenangkan dengan keluarga
tuh ketika kumpul…
Menemukan solusi
ketika bercerita dan
merasa didengarkan
(548-552)
Bercerita mendapat
kelegaan, namun
masalah belum
hilang (553-558)
Setelah bercerita
dapat berpikir jernih
untuk mengambil
keputusan (559-563)
Bisa merasakan
suasa rukun dan
hangat di dalam
keluarga (581-586)
- Bercerita
menemukan
solusi
- Kebutuhan
didengarkan
- Bercerita
membuat lega
- Bercerita tidak
menyelesaikan
masalah
Bercerita
pikiran menjadi
jernih
Harapan akan
keluarga yang
rukun dan hangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
634
636
637
638
He-e. Kebersamaan…
Kebersamaan dengan adik-adik
juga, komplit gitu ya. Ada nggak
pengalaman yang kurang
menyenangkan?
Pengalaman kurang menyenangkan
itu ya lebih ke itu sih, ke ee,
keemosional orang tua ke anak-
anaknya. Gitu. Sampai kadang,
kadang kesalahan mereka pun terus
mereka luapkan terus jadi kita yang
kena semprot juga sampai kita ya
ampun, sampai kita juga ikut
nangis, gitu. Terus kayaknya tuh
kayak mer…, merasa nggak adil
gitu lho. Padahal yang salah siapa
yang kena siapa ya gitu-gitu.
Terus sampai sekarang masih
seperti itukah ke kalian?
Masih. Terakhir minggu kemarin.
He-em. Masih berarti ya. Terus
ketika menghadapi orang tua
yang seperti itu kamu lebih
bersikap gimana?
Diam, pergi, ya sudah sampai
menunggu itu netral sendiri.
Nah, terus ee kalau hubunganmu
dengan adik-adik? Kan adikmu
tiga ya, itu usianya jauh?
Tiga tahun, enam tahun, sembilan
tahun.
Yang terakhir sembilan tahun.
Terpaut sembilan tahun. Kepaut
tiga tahun, kepaut enam tahun,
kepaut sembilan tahun.
Nah itu hubunganmu dengan
adik-adikmu gimana?
Dekat, dekat sih. Terutama yang
adik saya yang nomor dua sama
nomor empat, kalau yang nomor
tiga nggak begitu deket sampai
sekarang.
Kamu mencoba mendekati tuh
gimana caranya, ada usaha apa?
Emosi orang tua
yang diluapkan ke
anak hingga anak
menangis merupakan
pengalaman kurang
menyenangkan
bersama orang tua
(598-606)
Merasa tidak adil
karena orang tua
meluapkan emosi
kepada anak (607-
609)
Menghadapi orang
tua emosional
dengan diam dan
pergi (618-619)
- Perasaan anak
menjadi korban
- Orang tua
melakukan
displacement
Merasa bahwa
tidak adil, karena
orang tua
melakukan
generalisasi
- Bersikap pasif
- Koping:
avoidance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
Emm, kalau, yang kalau untuk
bertiga itu, itu sudah terjadi dengan
sendirinya gitu lho. Kalau misalnya
saya pulang ke rumah, ya udah adik
saya juga yang cowok tuh kadang
nggak pernah pergi-pergi yang
bungsu, gitu-gitu, ya main, ngobrol
bareng, tiduran bareng, dan itu ya
sudah terjadi dengan sendirinya.
Terus kalau yang, yang nomor tiga
ini memang agak susah mendekati.
Tapi saya juga berusaha untuk
mendekati misalnya dengan cara
ee, apa ya ngajak ngobrol, ngajak
bercanda, terus nanya-nanya
sesuatu yang dia ini ee dia ee
nanya-nanya tentang hal yang dia
dia senangi, terus ee nanya-nanya
ya basa-basi itu lah, terus kadang
juga ngalem. Tapi agak susah juga
untuk mendekati ini buat, terutama
untuk mendekati dan dia mau
terbuka kepada saya itu susah.
Berarti sampai sekarang belum
terbuka ya?
Belum.
Oke. Ini mau balik lagi ke tadi
kan orang tua punya harapan
kepada kamu mungkin lebih ke
pendidikan ya, maksudnya
karena menurutmu orang tua itu
berpandangan kalau pendidikan
itu bekal.
He-em.
Mungkin bisa diceritakan
apakah ada harapan orang tua
yang lain khusus untuk kamu
sebagai anak sulung?
Harapannya ya besok saya menjadi
orang yang sukses, gitu-gitu. Tapi
tuh orang tua tuh me.., tidak pernah
memberikan, tidak pernah secara
langsung ngomong bahwa saya
berharap kepada kamu begini-
begini itu nggak. Tapi tuh saya
Interaksi dan
komunikasi untuk
menjalin keakraban
dengan saudara
kandung (639-681)
Harapan orang tua
bahwa informan
menjadi orang sukses
(698-699)
Orang tua
menyampaikan
harapan dengan
membanding-
Interaksi dan
komunikasi
menjalin
keakraban dengan
saudara kandung
Harapan orang
tua: sukses
Penyampaian
harapan orang tua
secara implisit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727’
728
729
730
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750
melihatnya dari cara orang tua
memberikan contoh kepada saya,
kayak misalnya membandingkan
itu lho si A, itu lho si mbak A udah
bisa begini. Dia jadi anak pertama
udah bisa begini-begini-begini. Itu
lho ini begini-begini, gitu sih. Jadi
saya menginterpretasikan omongan
dari orang tua saya yang
memperlihatkan kemampuan orang
lain dan, gitu-gitu sih.
Nah, ketika kamu dibanding…,
ketika kamu dibandingkan
dengan orang lain tuh apakah
frekuensinya sering atau saat-
saat tertentu?
Saat-saat tertentu.
Nah itu perasaanmu gimana
ketika seperti itu?
Emm kadang saya juga, kadang
saya ya berusaha, oo oke, berarti
kepinginannya orang tua saya
kayak gini. Minimal saya seperti
ini. Ee, tapi kadang saya juga
merasa, lho kan orang kan beda-
beda, masa ya di…, saya mau, mau,
apa tuh namanya, harus harus
seperti itu gitu lho. Ee, kalau
misalnya, ya kalau kalau pun saya
bisa lebih dari yang dicontohkan,
ya itu kan ya juga sudah ya
alhamdullilah kalau orang bilang
kan. Nah, tapi kalau pun kalau saya
terus jadi mikir kalau pun saya
nanti misalnya tidak bisa lebih dari
yang mereka harapakan itu
bagaimana. Kadang saya juga
mikirnya kayak gitu sih.
He-em. Nah, ee sikapmu gimana,
maksudnya sikapmu menanggapi
orang tua seperti itu,
dibandingkan gitu?
Oo ya, ya, ya, ya gitu aja sih ya.
Terus yang nggak yang…, karena
ya itu malas beradu argumen,
bandingkan dengan
anak sulung lain
(700-711)
Berusaha menjadi
yang diinginkan oleh
orang tua seperti apa
(725-729)
Merasa bahwa orang
tidak sama dan
apakah harus
mencapai seperti
yang dibandingkan
(729-733)
Jika mencapai lebih
keinginan orang tua
itu baik (734-737)
Berpikir jika
akhirnya tidak bisa
melebihi yang
diharapkan orang tua
(738-743)
Menuruti orang tua
karena malas
berargumen, untuk
Usaha memahami
keinginan orang
tua
Menolak untuk
dibandingkan
Harapan diri
mencapai lebih
dari harapan
orang tua
Kekhawatiran
tidak mampu
mencapai lebih
harapan orang tua
- Bersikap pasif
- Pandangan
asertif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
karena malas untuk apa
menciptakan suasana yang nggak
enak, gitu-gitu.
Nah, terus ee bagaimana cara
kamu untuk mewujudkan
keinginan orang tua itu?
Misalnya ya seperti tadi
pendidikan atau yang lainnya itu,
bagaimana cara kamu
mewujudkannya?
Ya berusaha untuk berusaha untuk
belajar, terus mencari pengalaman,
terus apa ya, ya berusaha mencari
informasi sebanyak-banyaknya
tentang, tentang tujuan dan harapan
yang berkaitan dengan harapan
orang tua saya.
Terus kayak S2 tadi itu, terus
kamu berencana akan
melanjutkan atau bagaimana?
Nah itu saya sampai sekarang pun
masih agak gojak-gajik, maksudnya
masih agak sshhhh aduuuuh, emm
masih dalam proses
mempertimbangkan. Tapi ini
sepertinya saya sudah 60% ee,
tadinya saya berpikiran bahwa ee
ya udah kalau misalnya saya
rejekinya langsung, langsung,
langsung kuliah ya nanti saya
daftar, ya kalau misalnya langsung
keterima ya udah saya jalani. Cuma
kalau nggak berarti saya memang
harus bekerja dulu. Ee tapi saya
terus beberapa hari ini juga mikir
bahwa mungkin saya akan me…, ee
membuat keputusan bahwa
memang saya harus bekerja dulu
untuk setahun, dua tahunan gitu.
Jadi kalau pun nanti memang saya
untuk sekolah lagi, ya bukan berarti
karena saya mengambil S2 yang
tanpa bayangan dan tanpa tujuan
besoknya. Dengan saya bekerja,
menghindari suasana
tidak enak (748-758)
Usaha mewujudkan
harapan orang tua:
belajar, mencari
pengalaman, mencari
informasi (762-768)
Proses
mempertimbangkan
antara harapan orang
tua untuk
melanjutkan
pendidikan dan
keinginan diri
bekerja (773-802)
menyebabkan
suasana tidak
nyaman
Ada usaha untuk
mewujudkan
harapan orang tua
Pertimbangan
antara harapan
orang tua dan
memahami
keinginan diri
sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
saya paling tidak mempunyai
sedikit gambaran bahwa S2 nanti
bukan hanya sekedar embel-embel,
tapi emang berguna untuk, untuk
me…, mendukung ilmu saya, untuk
pekerjaan saya, untuk karir saya.
Jadi mungkin semoga saya bisa
memberikan pengertian itu kepada
orang tua saya dan orang tua saya
bisa menerima.
Nah ini, apa kamu sudah
menyampaikan ini ke orang tua?
Belum, karena baru saya mikir-
mikir di kos ini, susah (tertawa).
Pusing (tertawa).
Terus menurutmu ketika kamu
menyampaikan itu ke orang tua
reaksi orang tua apa, dalam
bayanganmu?
Eem, kalau mungkin kalau saya sih
untuk bapak saya mungkin,
mung…, ya untuk mereka berdua
mungkin agak lebih kecewalah.
Tapi kan setidaknya kekecewaan
itu mungkin ee akan saya biarkan,
ee cuma maksudnya saya harus bisa
meyakinkan bahwa kekecewaan itu
cuma akan dirasakan mereka
sebentar. Setelah itu, saya akan
membangkitkan membayar
kekecewaan mereka dengan hal
yang lebih. Maksudnya saya akan
mempertanggungjawabkan dengan
keputusan yang saya ambil.
Sebenernya saya juga sekarang
udah mulai mempersiapkan
persiapan S2 itu. Tapi saya juga
mulai mikir kalau misalnya dengan
S2 sekarang itu, tadinya saya
memang mau S2 dan mau bekerja.
Pengalaman bekerja.
Nyambi gitu ya.
He-em nyambi. Tapi ternyata kok
ee S2 dengan kebijakan baru S2
sekarang yang 70 sekian sks tetap
Harapan diri mampu
mengungkapkan
hasil pertimbangan
dan orang tua mau
menerima (803-806)
Masih memikirkan
menyampaikan hasil
pertimbangan (810-
812)
Harapan orang tua
tidak tercapai akan
mengecewakan
orang tua (817-820)
Keinginan membayar
kekecewaan orang
tua dengan
mempertanggungjaw
abkan keputusan
yang diambil (821-
831)
Perencanaan serta
pertimbangan untuk
melanjutkan
pendidikan sambil
bekerja, namun kecil
kemungkinan untuk
melakukan keduanya
(832-838)
- Harapan diri
asertif
- Harapan orang
tua bisa
memahami anak
Harapan diri
asertif
Orang tua
kecewa, harapan
tidak terpenuhi
Conditional
positive regard
Memiliki
perencanaan ke
depan untuk diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
871
872
873
874
875
876
877
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
dua tahun, bisa dua tahun, tapi 70
sekian sks, dua tahun kalau lancar.
Dengan 70 sekian sks, padahal
sebelumnya itu dari 40 sekian sks.
Berarti kan semakin kecil
kesempatan untuk bisa nyambi. Iya
kan?
Iya, iya.
Nah itu, nggak bisa untuk nyambi
bekerja. Nah itu yang harus saya
pertimbangkan. Kalau misalnya
saya, saya bekerja, bekerja dulu,
mana tahu saya dapat rejekinya ya
disekolahin dari kantor atau, atau
memang saya dapet, dapet
pengalaman baru dengan orang-
orang baru yang berpengalaman
yang lebih berpot.., berpotensi
dibidang, dibidang di karir yang
menunjang karir saya, gitu-gitu sih.
Nah untuk kamu sendiri,
sebenernya kamu punya tujuan
apa sih untuk dirimu?
Maksudnya kamu punya cita-cita
apa sih untuk dirimu setelah
sarjana ini?
Emm, saya pinginnya ya bisa S2,
ya bisa kerja, ya bisa nikah, tapi ya
nggak telat banget (tertawa). Saya
karena, karena, saya saya juga ee
mungkin orang tua saya masih
belum memikirkan untuk hal yang,
ee untuk hal untuk menikah
anaknya menikah itu. Karena
memang background keluarga saya,
sepupu-sepupu saya juga nggak ada
yang menikah muda, satu. Tapi
bukan berarti mereka tidak menikah
muda bukan berarti karena, piye ya,
karena berbagai macam
background sih, ada yang memang
ee yang pacarnya yang, yang nggak
benerlah, apa lah, terus ada yang
memang bermasalah, ada yang
memang mengejar karir dulu, gitu-
Harapan infroman:
melanjutkan
pendidikan, bekerja,
menikah tepat waktu
(870-872)
Harapan diri untuk
menikah tepat waktu
berbeda dengan
pemikiran orang tua,
namun tetap ingin
memperjuangkan
(874-911)
Harapan diri:
melanjutkan
pendidikan,
bekerja, menikah
tepat waktu
- Harapan diri
tidak sesuai
dengan orang
tua
- Mau
memperjuangka
n pernikahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
916
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
gitu emang jodohnya masih seret.
Gitu-gitu. Nah kalau misalnya
besok udah dikasih jalan tapi
ditahan-tahan terus kan juga nggak
bagus (tertawa). Padahal kan juga
saya kan maksudnya
memperhitungkan masa depan saya
biar saya nggak mau telat-telat
banget, karena kan mikir, see..,
seeee., apa selagi masih produktif.
Dulunya sih saya memang,
memang seperti orang tua, hayo
ngapain sih hari gini kok,
maksudnya udah udah berpikiran
kayak gitu. Tapi tuh menurut saya
juga ee pengalaman juga dengan
keluarga saya yang akhirnya pada
telat-telat gitu juga diusia tuanya
juga mereka akan lebih rekoso
karena anak-anaknya mereka masih
kecil-kecil dan mereka sudah
semakin tidak produktif, gitu. Jadi
kan itu juga harus saya, saya
pertimbangkan, karena yang akan
mempertanggung jawabkan hidup
saya selanjutnya kan saya hanya
berdiri diatas kaki saya sendiri.
Berarti ada perbedaan sedikit
ada pandangan antara kamu dan
orang tua misalnya kayak
menikah itu ya, orang tua belum
berpikiran ke arah situ, nah
kamu sudah sedikit berpikiran ke
arah sana. Apakah kamu pernah
menyampaikan seperti ini ke
orang tua?
Belum, karena malu. Tapi saya
sudah menyampaikan ee ke tante
saya sih. Karena tante saya itu
sudah seperti orang tua kedua dan
bisa sebagai mediator dari anaknya
ke orang tua saya, gitu sih. Sudah,
apa, sudah bercerita tentang semua
segala sesuatu yang terjadi di saya
dan lingkungan saya dan segala
Pemikiran bahwa diri
bertanggung jawab
untuk berdiri diatas
kaki sendiri (912-
916)
Belum
menyampaikan
keinginan diri kepada
orang tua karena
malu, namun
bercerita kepada
tante tentang segala
sesuatunya (927-936)
Ada keinginan
untuk
bertanggung
jawab akan
kehidupan sendiri
- Kurang bisa
terbuka dengan
orang tua
- Berkomunikasi
melalui
mediator
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
962
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
target.
He-em. Berarti targetmu ke
depan?
Saya pinginnya, di tiga tahun empat
tahun ini saya sudah bisa,
maksudnya udah bisa bener-bener
eem bertanggung jawab dengan
keinginan orang tua saya.
Pokoknya saya sudah bisa
memenuhi semua keinginan orang
tua saya, ya paling nggak sampai
S2 itu, sudah bisa saya penuhi.
Saya juga sudah bisa mapan lah
istilahnya, sudah bisa menata hidup
saya secara mandiri. Gitu (tertawa).
Terus, wacananya sih seperti itu
(tartawa).
Tapi kan maksudnya kalau
sudah punya target kan
diusahakan untuk mewujudkan.
Terus kalau hambatannya kalau
ketika ditengah-tengah orang
tua, kira-kira setuju atau nggak?
Dengan pasangan saya? Atau
dengan keputusan saya?
Iya dengan keputusanmu.
Emm, setuju tidaknya itu mungkin
akan ditunjukkan dengan,
tergantung dengan pencapaian saya
besok itu. Kalau misalnya saya
memang sudah bisa menunjukkan
semuanya, ya mereka bakalan
nggak punya alasan untuk tidak
setuju dengan keputusan saya. Jadi
saya lebih mengejar untuk, untuk
bisa membuktikan dulu gitu lho,
membuktikan ke orang tua saya,
bahwa, ya udah, sampai mereka
nggak punya alasan untuk tidak
setuju dengan keputusan saya, gitu.
He-em. Berarti langkahmu
sekarang, maksudnya kamu
melangkah dengan, maksudnya
dengan pikiran, tujuanmu, gitu,
dan juga orang tua?
Tujuan ke depan
adalah bertanggung
jawab dengan
keinginan orang tua
dan hidup mandiri
(940-951)
Mengejar untuk
membuktikan diri
dengan
pencapaiannya,
sehingga orang tua
tidak punya alasan
untuk tidak setuju
dengan keputusan
yang telah diambil
(963-976)
Keinginan untuk
memenuhi
harapan orang tua
Pembuktian diri
mampu
meyakinkan
orang tua
terhadap pilihan
yang diambil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
1007
1008
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
He-eh, iya.
Jadi maksudnya sambil
dibarengin terus ee
membuktikan, gitu ya.
He-eh.
Lalu sebelumnya kamu pernah
nggak, sebelum-sebelumnya itu
punya pengalaman yang ee orang
tua pingin kamu ke arah sini tapi
kamu punya keputusan lain ke
arah sana gitu, terus terjadi apa?
Ada nggak pengalaman yang
kayak gitu.
Pernah sih, pada saat pemilihan
jurusan kuliah.
Ee he-em.
Eem, dan saya nggak mau itu
terjadi lagi sekarang, dan saya
sudah me..mulai memprediksikan
bahwa itu akan seperti akan terjadi
seperti dulu lagi. Jadi pas itu tuh
saya SMA, itu saya pernah ee dapet
jalur prestasi, udah diterima
disebuah universitas, dengan jalur
prestasi. Nah, tapi tu dan itu
universitas yang bukan
unis…univ…bukan
univers…bukan universitas yang
yang ecek-ecek, bukan itu. Tapi tu
eem yang cukup prestisius gitu lah.
Nah, terus ee dengan kayak gitu aja
orang tua, karena mereka tidak
punya pandangan dan mempunyai
tujuan untuk menyekolahkan
anaknya disitu, ya sudah dengan
pengumuman saya yang kayak gitu
ya tidak berusaha dibaca atau di
gimanain atau ber…, di diskusikan
gitu pun tidak, gitu lho. Ya udah
kamu kalau nggak disini disini,
kalau nggak yowes, gitu lho. Nah,
terus ee apa tuh namanya untuk
berjalan sekarang-sekarang ini tu
saya lebih ke cub…, ee, ee coba
kalau dulu saya boleh kayak gini,
Memprediksikan
akan terjadi
perbedaan pendapat,
tidak ingin terjadi
lagi (999-1003)
Informan pernah
diterima di
universitas ternama,
namun orang tua
tidak mau membaca
pengumumannya
maupun
mendiskusikannya,
karena orang tua
tidak punya tujuan
menyekolahkan
disana (1004-1023)
Ada perasaan
menyesal karena
sudah mengikuti
keinginan orang tua
Kekhawatiran
akan perbedaan
pendapat/
keinginan dg
orang tua
Perasaan
diabaikan oleh
orang tua
Menyesal karena
patuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
1053
1054
1055
1056
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
kan sekarang saya udah bisa gini-
gini, gitu-gitu. Kadang saya ada
perasaan gitu. Tapi kadang suka
yaa yang diarahkan mereka juga
nggak nggak yang nggak yang
merugikan say…, merugikan saya
banget. Jadi ya kekecewaannya itu
kadang nggak, nggak, nggak terlalu
dalem sih.
Ee berarti ee berarti
keputusannya waktu itu kan
orang tua maksudnya membaca
pengumuman aja nggak, berarti
istilahnya tidak, tidak
menanggapi serius gitu ya.
Iya, tidak merespon.
Nah terus akhirnya keputusan
sampai kamu kuliah di yang
sekarang ini gimana prosesnya?
Prosesnya ya, ya saya akhirnya juga
memilih sendiri jurusan yang ini
dan ee mereka juga akhirnya
mendukung, gitu, dengan pilihan
saya. Karena ya itu menurut mereka
jurusan yang saya ambil itu
memang untuk prospek ke
depannya aman. Jadi mereka nggak
mau anaknya berada digaris yang
tidak nyam…, tidak aman. Jadi,
mencari mencarikan jalan anaknya
yang aman, gitu sih.
Berarti yang itu berdasarkan
keputusanmu juga, gitu?
Iya, berdasarkan keputusanku gitu.
Yang waktu jalur pemilihan, apa,
jalur prestasi itu kamu yang
memilih atau gimana? Kok
sampai orang tua sampai tidak
bisa setuju.
Kalau pas itu tuh bukan ke bukan
lebih ke jurusan, tapi lebih ke kota,
lebih ke jauh, gitu-gitu sih, lebih ke
jarak, lebih ke pengalaman yang
orang tua ya itu tadi, karena saya
(1024-1030)
Merasa bahwa yang
diarahkan orang tua
tidak terlalu
merugikan, sehingga
tidak terlalu kecewa
pada keputusan
tersebut (1030-1036)
Orang tua tidak
merespon
pengumuman
informan diterima di
universitas ternama
(1044)
Orang tua
mendukung pilihan
informan yang
memiliki prospek ke
depan yang baik,
karena ingin agar
anaknya pada jalan
yang aman (1049-
1060)
Orang tua kurang
mendukung karena
khawatir anak berada
jauh dari orang tua
dan pengalaman
Patuh pada orang
tua tidak
merugikan
Orang tua tidak
merespon hal
yang bukan
keinginan orang
tua
Ketidakpercayaan
orang tua bahwa
anak mampu
aman dengan
pilihannya
Kekhawatiran
orang tua karena
orang tua tidak
percaya pada anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
1099
1100
1101
1102
1103
1104
1105
1106
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
anak pertama jadi orang tua belum
punya pengalaman, belum punya
pengalaman ee me…, apa, me…,
menangani anak difase ini. Jadi ya
sudah sebagai pengalaman, gitu-
gitu sih.
He-em. Nah, apakah itu juga
terjadi di adekmu juga? Adek-
adekmu di masa pemilihan
tempat atau jurusan gitu?
Ng, nggak sih kalau untuk yang
kedua ini, ee, eh, iya terjadi. Karena
sudah mulai terarahkan bahwa, wah
sek kae sesuk mending tak lebokke
neng kene, sek iki mending tak
lebokke, gitu-gitu. Jadi kan ada,
masih ada indikasi untuk
maksudnya, gitu-gitu sih,
mengarahkan, gitu-gitu sih.
Baik. Oke. Ee kira-kira ada
nggak sih, ee masih ada beberapa
harapan orang tua yang kurang
sesuai dengan dirimu?
Harapan orang tua yang kurang
sesuai?
Misalnya kamu pingin S2 itu,
balik lagi ke S2 tadi, terus ya
sebenernya kamu juga ingin, tapi
kamu semacam menunda gitu
ya?
He-em, semacam jalan dan caranya
aja yang belum, beda, gitu.
Nah itu, kira-kira, kamu me…,
apa ya, maksudnya, yang kamu
lakukan dengan perbedaan itu
bagaimana?
Eeem, yang waktu saya, kan
akhirnya, berusaha, kalau misalnya
belum bisa dikomunikasikan dua
arah langsung dengan orang tua
saya, ya akhirnya itu, saya ee
mencari mencari orang yang
sekiranya bisa ngomong ke orang
tua saya. Jadi sebagai mediator lah,
menangani anak
masih kurang (1069-
1076)
Ada kecenderungan
orang tua
mengarahkan adik-
adiknya dalam
menentukan kuliah
(1085-1093)
Keinginan
mewujudkan harapan
orang tua namun
caranya berbeda
dengan orang tua
(1106-1107)
Usaha
mengkomunikasikan
perbedaan keinginan
kepada orang tua
melalui mediator,
karena belum bisa
kemunikasi dua arah
(1112-1120)
Kecenderungan
orang tua
mengarahkan ke
semua anak dalam
hal akademik
Ingin
mewujudkan
harapan orang tua
dengan caranya
sendiri
Usaha asertif
melalui mediator
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
1146
1147
1148
1149
1150
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
mediasi, eh mediator.
He-em, mediator ya. Ee selama
ini untuk ngomong langsung
itu…..,
Kadang, kadang, dan lebih sering
tidak tersampaikan langsung
lewat…., saya, gitu.
Apakah kamu mau mencoba ada
keinginan untuk mencoba
langsung kah, ngobrol langsung
tanpa mediasi gitu, mediator?
Eem, pingin sih. Cuma kadang saya
agak kurang pede dan kadang ee
lebih mencari celah-celahnya yang
pas untuk ya, yaa lebih takut kalau
misalnya wah ini kok pas nggak pas
saya ngomong kayak gini, gitu-gitu.
Jadinya ya, ya tidak terlaksana-
terlaksana. Gitu.
Gitu ya? Oke deh. Mungkin ada
yang mau mbak ceritakan atau
mbak tambahkan gitu dari
obrolan hari ini?
Apa ya?
Yang disharingkan?
Yang disharingkan? Apa ya? Ya
pokoknya, intinya, ee sebagai untuk
anak sulung itu tu juga tidak bisa
memilih, memilih. Kalau buat saya
sih itu takdir menjadi anak sulung,
karena kan kita tidak bisa memilih.
Sudah ditakdrikan. Berarti, ya
sudah, berarti ya Tuhan memang ee
menunjuk kita yang, menunjuk kita
sebagai orang yang mampu
melak…, melakukan tanggung
jawab sebagai anak sulung. Berarti
ya dengan segala kelebihan,
kekurangan, ya sudah jalani saja,
nikmati dan meskipun jalannya itu
tidak mudah. Kadang merasa ee
kurang adil, nggak nyaman, atau
apa ya, tapi berusahalah untuk
mengalihkan dengan hal-hal yang
positif dan berpikiran yang positif.
Mengungkapkan
secara langsung
kepada orang tua
sering tidak
tersampaikan (1124-
1126)
Tidak
menyampaikan
langsung kepada
orang tua karena
tidak pede, takut dan
cemas yang tidak
tepat (1131-1136)
Menjadi anak sulung
adalah takdir, yang
tidak bisa memilih
(1146-1152)
Pandangan
bahwaTuhan
menunjuk sebagai
anak sulung karena
informan mampu
meskipun jalannya
tidak mudah (1153-
1161)
Informan
mengalihkan
perasaan kurang
nyaman sebagai anak
sulung dengan
- Asertif dg orang
tua = tidak
tersampaikan
- Asertif melalui
mediator
Perasaan insecure
dengan orang tua
Pasrah menjadi
anak sulung
Koping: mencari
figur Tuhan untuk
meyakinkan
bahwa diri
mampu menajdi
anak sulung
Usaha berpikiran
positif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
1166
1167
1168
1169
1170
1171
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
Gitu sih.
Berarti selama ini cara mbak itu
mengalihkan dengan hal-hal
yang positif gitu?
He-em.
Berhasil berarti ya?
Ya, semoga (tertawa).
Oke, kalau gitu pertemuan kita
sampai disini dulu.
Iya.
Nanti kalau misalnya aku ada
yang mau ditanyakan, bisa tanya
lagi.
Iya ketemu lagi.
Makasih lho.
Iya
berpikiran positif
(1161-1165)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Lampiran 4: Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 1 (TT)
Wawancara ke-2
Waktu : Kamis, 9 April 2015, pukul 11.15 – 11.50 WIB
Lokasi : Ruang Baca Perpustakan Sanata Dharma, Mrican
a. Catatan lapangan deskriptif
- Potret subjek dan latar fisik
Subjek datang ke lokasi menggunakan kaos berkerah berwarna pink yang
dimasukkan ke dalam celana panjang jins berwarna biru. Saat hendak
memulai wawancara, subjek mengikat rambutnya ke atas. Suasana lokasi
tenang dan hening. Subjek berbicara cukup pelan, karena takut
mengganggu pengguna perpustakaan. Selama wawancara, subjek
menyandarkan kepalanya pada kepala dan menghadap pewawancara.
Selain itu, sempat dua kali subjek membalas pesan singkat sambil
menjawab pertanyaan. Pada beberapa jawaba, subjek sempat
mengeraskan suaranya dan memberikan penekanan pada beberapa kata.
- Peristiwa khusus
Subjek sangat antusias menjawab ketika pewawancara menanyakan
kepada siapa biasanya subjek berbagi cerita mengenai permasalahannya.
Subjek menjawab cukup cepat dan bersuara sedikit lebih keras dari
sebelumnya. Subjek menyebutkan nama temannya. Ia menceritakan
bahwa ia dan temannya merasa memiliki kesamaan latar belakang,
sehingga dapat saling bertukar cerita. Subjek bercerita bahwa seharusnya
yang diceritakan adalah sesuatu yang sedih dan membuat luka batin,
namun subjek dan temannya justru menjadikannya hiburan.
- Perilaku pengamat
Pengamat khawatir dengan suara subjek yang pelan. Oleh karena itu,
beberapa kali pengamat mendekatkan voice recorder kepada subjek.
Selain itu, pewawancara sempat hilang fokus ketika ada dua orang
mahasiswa datang dan duduk di kursi yang satu deret dengan subjek.
b. Catatan lapangan reflektif
- Refleksi analisis
Subjek merasa bahwa bercerita mengenai permasalahannya dengan orang
tua kepada teman yang memiliki latar belakang karakter diri dan karakter
orang tua yang sama, dapat membantu subjek mengatasi
permasalahannya. Hubungan subjek dengan Tuhan juga membantu subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
mengatasi permasalahannya dengan orang tua. Dengan cara berdoa,
subjek mendapat ketenangan.
- Refleksi metode
Metode wawancara yang dirancang sudah berjalan dengan lancar.
Pewawancara sudah menanyakan beberapa pertanyaan inquiry hasil dari
wawancara pertama. Namun pada pertanyaan yang menanyakan tentang
perasaan, subjek kurang mampu menjawab sesuai dengan pertanyaan.
- Refleksi dilema etika dan konflik
Tidak ada.
- Refleksi kerangka berpikir
Sudah terlihat pola dari pertanyaan penelitian.
- Klarifikasi
Tidak ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
Lampiran 5: Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 1 (TT)
Kode: TT/W2
Baris Verbatim Koding Awal Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
Ketika beradu argument dengan
orang tua, kamu ‘meledak’, gitu.
Mbak bilang kayak bom
waktulah. Mungkin yang selama
ini dipendam, terus tiba-tiba
muncul. Nah itu, karena selama
ini kan mbak kalau kena semprot
orang tua diem aja. Nah terus
akhirnya orang tua sempet
lunak. Tapi sekarang kayak gitu
lagi dan mbak merasa menyesali
perbuatanmu. Nah, kayak gitu.
Jadi mbak sekarang lebih nrimo
atau menahanlah apa yang orang
tua lakukan, karena mbak takut
dibilang durhaka. Bisa
diceritakan lebih lanjut ketika
mbak beradu argument dan
istilahnya ‘meledak’ itu seperti
apa?
Peristiwanya gimana?
Iya.
Oh saat itu tuh aku ee terpancing
meledaknya itu karena, sebenernya
yang bikin masalah itu bukan
akunya tapi tuh adikku. Nah terus
tiba-tiba adikku bikin masalah
terus, itu tuh kejadiannya hari
Minggu to. Aku tuh masih inget.
Nah terus ibuku tuh sampai nggak
ke gereja karena mungkin kan habis
jengkel terus nangis aku segala
macem, terus mutung kan terus
mau keluar kamar kayak gitu tuh
to. Nah terus akhirnya aku tuh
pulang gereja. Nah ibuku tuh juga
nggak seneng gitu lho kalau
misalnya rumahnya berantakan, apa
segala macem, gitu-gitu. Nah,
kebetulan pas pulang gereja itu, eh
pas mau berangkat gereja itu nggak
Terpancing meledak
karena merasa yang
buat masalah bukan
informan (23-26)
Ibu dalam keadaan
emosional setelah
memarahi adik ikut
memarahi informan
yang dipicu kamar
- Perasaan marah
karena
diperlakukan
tidak adil.
- Ibu kurang
mampu
mengolah emosi
- Ibu kurang
mampu
mengolah
emosi
- Memahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
sempet beresin tempat tidurku, kan.
Habis itu pas pulang gereja, aku
baru sampai kamar, tapi lagi ngecas
hp, terus emang belum tak beresin
to kamarku. Nah ibuku tuh naik.
Nah, terus tambah marah-marah,
tambah marah-marah. Wah
nyemprot ke aku, gara-gara
masalah adikku itu. Terus ngait-
ngaitin ke aku gitu lho. Nah terus
kan aku jengkel, terus akhirnya,
ngaitin ke aku, terus akhirnya aku
banting, banting hp terus mau pergi
dari rumah. Aku bilang. Terus aku
nangis. Yo terus pokoknya yang
pas itu tak rasain langsung tak
omongin disitu. Pas itu yo
emosinya tuh sampai, gimana ya
ngomongnya jelas apa nggak.
Soalnya aku juga sambil emosi,
meledak-ledak, sambil udah sampai
nangis juga kan. Nah terus habis
itu, untung ditahan sama pakdheku.
Ha bapakku lagi pergi pas itu.
Terus jadi ditahan-tahan pakdheku,
terus akhirnya aku dianter ke Jogja
sama bapakku. Balik ke kos, gitu.
Udah, gitu deh. Terus habis itu aku
seminggu kemudian aku nggak
pulang. Nggak pulang tuh bukan
karena aku masih jengkel, tapi
karena aku siap-siap itu lho, Konser
Jika Cinta Jingga. Nah harus take
video yang buat thriller-nya gitu
tuh lho. Nah terus tiba-tiba tanpa
sepengetahuan aku tuh omku,
tanteku, terus adik-adikku sama
ibuku tuh dateng ke Jogja
nyamperin. Terus ibuku udah
ngomong ya udah ngajak ngomong
aku biasa. Udah kayak biasa, udah
kayak baik-baik gitu. Terus aku ya
udah biasa lagi.
Kadang gitu penyelesaiannya
pun…
Nggak nggak terselesaikan.
berantakan, karena
ibu tidak suka rumah
berantakan (36-50)
Mengekspresikan
perasaan jengkel
dengan banting hp,
pergi dari rumah,
dan menangis (51-
55)
Saat jengkel,
mengatakan semua
yang dirasakan
dengan emosi yang
meledak (56-62)
Adanya peran orang
lain dalam meredam
emosi (65-68)
Informan sibuk
dengan kegiatan,
kemudian masalah
selesai karena ibu
sudah bersikap biasa
sehingga informan
juga sudah biasa lagi
(69-84)
keadaan ibu
- Merasa tidak
adil
- Ekspresi emosi
bersifat
destruktif
- Ekspresi emosi:
menangis
Ekspresi emosi
mengeluarkan
pendapat =
meledak
Kurang dalam
mengontrol emosi
- Melarikan diri
untuk
menyelesaikan
masalah
- Masalah
diselesaikan
dengan diam-
diam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
Nggak terselesaikan, biasa aja.
He-eh. Terus langsung biasa aja,
gitu.
Terus mbak inget nggak kata-
kata yang mbak omongin waktu
emosi itu apa?
Mmm, oh pas aku emosi tuh kata-
katanya tuh intinya lebih ke, kok
ibu tuh kalau sama orang lain aja
bisa mbelainnya kayak gitu. Terus
sekarang sama anaknya sendiri aja
mosok bisa ngata-ngatain kayak
gitu. Terus apalagi sih? Ee sekarang
kalau misalnya aku mau kayak
mau, mau berusaha deket sama
ibuku, maksudnya mau diskusi,
mau diskusi, mau cerita, mau ini,
tapi kadang ibuku tuh kadang juga
ee agak-agak cuek gitu lho. Orang
wes, aku wes wes nyedhaki tapi ki
malah, malah ibuku tuh kadang sok
menjadi-jadi gitu lho. Tapi
sekarang udah nggak beg…, udah
nggak seekstrim dulu lagi.
Terus waktu itu reaksi ibu
gimana?
Ya jengkel sih. Soalnya aku kan
aku nggak pernah, nggak pernah,
nggak pernah njawab ya. Ibuku
juga tambah marah gara-gara
dibilangin, oo aku anak pemberani,
gara…., opo, kewanen gitu gara-
gara tuh pas itu njawabnya, dikasih
tahu malah blablablaa gitu tuh lho.
Nah tu. Tapi, cuma karena baru
sekali itu tuh aku kayak gitu.
Perasaanmu waktu itu gimana?
Mbak nggak pernah kayak gitu,
tiba-tiba sekali meluap, terus
perasaan saat itu gimana?
Kalau pas habis itu tuh pas udah
nggak, nggak nangis-nangis udah
aku di Jogja, emang agak lega sih
sebenarnya. Cuma beberapa
Informan merasa
bahwa ibu lebih baik
pada orang lain
daripada anak
sendiri (95-100)
Berusaha dekat
dengan ibu dengan
cara diskusi dan
cerita, namun ibu
cuek (101-110)
Dulu ibu sulit
didekati, sekarang
tidak terlalu sulit
(111-112)
Ibu jengkel ketika
informan
mengeluarkan
perasaan (115-117)
Informan pasif,
ketika tidak manut,
ibu semakin marah
(118-122)
Perasaan lega setelah
meluapkan emosi
(130-132)
Menyesali karena
Merasa
diperlakukan tidak
adil
- Dekat dengan ibu
ketika bisa
diskusi dan cerita
- Merasa diabaikan
oleh ibu
Perubahan respon
ibu
Ibu jengkel ketika
informan
mengungkapkan
emosi
Mengungkapkan
pendapat dengan
meledak membuat
ibu semakin
marah
Meledak membuat
lega
Meledak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
minggu setelah itu terus ngelihat,
ngeliat ibuku lagi itu tuh terus ya
baru nyesel. Tapi tetep ada
nyeselnya gitu. Terus sekarang sih
mupusnya yo masih menerima
kalau, oh ternyata ya mungkin mau
gimana lagi udah karakternya
kayak gitu, o ya uwislah ngalah-
ngalah aja, gitu. Tapi sekarang
udah nggak senganu dulu sih.
Nah, gimana caranya waktu kan
Mbak mau ke Jogja itu, ketika
mbak pulang itu perasaannya
masih jengkelkah atau gimana?
Jengkel sih masih ad…, yo ada lah.
Cuma kan aku kan orangnya nggak
suka yang terlalu…, apa, kalau
misalnya pas marah pas jengkel
sama orang tuh, mungkin pas hari
itu juga pas jengkel itu bisa, bisa
meluap-luap. Tapi aku tipenya
bukan yang terus menyimpan
dendam lama-lama gitu sih nggak.
Gitu sih.
Cara kamu menetralkan
perasaan itu gimana?
Cara menetralkan, ya udah.
Dipikirnya sih, yo uwis sih, gitu-
gitu. Gitu sih paling. Soalnya aku
orangnya nggak selalu…, mikir sih,
suka mikir. Cuma, suka mikir, tapi
yang nggak terus berlarut-larut gitu.
Nah kemarin itu saya tanya
tentang hal-hal apa saja yang
membedakan tuntutan orang tua
ke mbak dan adik-adik. Lalu
mbak bilang tentang pendidikan
lah, karir, pertemanan, kayak
gitu lah. Nah terus misalnya
kayak mbak harus ngasih contoh
ke adik-adik dan hal-hal standar
yang menjadi tuntutan anak
sulung lainnya. Nah mau tanya
sudah meledak,
setelah melihat ibu
(133-136)
Saat ibu marah,
akhirnya bersikap
mengalah karena
memahami karakter
ibu (137-142)
Rasa jengkel pada
ibu yang langsung
diluapkan tanpa
disimpan sebagai
dendam berlama-
lama (149-157)
Menetralkan
perasaan jengkel
dengan tidak dipikir
berlarut-larut (162-
167)
menimbulkan
penyesalan
Solusi
permasalahan
dengan
memahami
Informan bukan
tipe pendendam
Koping masalah :
memahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
yang mbak maksud dengan hal-
hal standar itu gimana?
Ya kalau ee gimana ya, kalau pada
umumnya sih, mungkin nanti itu
akan secara otomatis anak sulung
kan, apalagi kalau adiknya banyak
kayak gitu kan, ee nanti kalau udah
mentas berarti nantinya kan
bobotnya untuk sampai dia ke
depannya untuk jangka panjangnya
kan dia juga akan bertanggung
jawab dengan, dengan adik-
adiknya. Terutama yang paling,
nanti yang paling bontot. Kalau
misalnya bapak ibunya udah
semakin tua kan akhirnya yang,
yang sulung yang….he-eh,
bertanggung jawab. Terus kalau
misalnya ada apa-apa juga kan
tetep nanti yang, yang disorot yang
dituju kan tetep anak pertama. Gitu
sih.
Nah itu, dari mana kamu
mengetahui hal-hal tersebut?
Dari mana ya? Mungkin dari, dari,
dari keluarga sendiri, pertama.
Terus ya orang-orang sekitar juga,
gitu sih. Terus temen-temen, gitu.
Kayaknya tapi mungkin udah bisa
dibilang udah naluri nggak sih,
kalau kayak gitu tuh.
Lalu, nilai-nilai apa saja sih yang
orang tua tanamkan ke Anda
sebagai anak sulung?
Apa ya? Emm, nilai-nilai, emm itu
ya pertama itu ya mandiri itu. Tapi
aku juga kadang ngerasa suka
bertolak belakang. Pinginnya
anaknya bisa mandiri, tapi masih
apa yang anak pertama, apa tuh,
kayak masih dianggapnya anak
kecil tuh lho. Jadi, masih terlalu,
terlalu dilindungi. Terlalu, terlalu
dilindungi, terlalu dienakkan
dengan gitu-gitu. Terus, terus
Hal standar sebagai
anak sulung menurut
informan:
- Bertanggung
jawab akan adik
saat informan
sudah sukses
(190-193)
- Bertanggung
jawab akan adik
saat orang tua
sudah tua (194-
197)
- Jika terjadi
sesuatu, anak
sulung yang
bertanggung
jawab (198-200)
Mengetahui hal-hal
standar menjadi anak
sulung dari orang tua
dan orang disekitar
(204-207)
Tuntutan anak
sulung bisa dibilang
naluri (208-210)
Orang tua
menanamkan nilai
kemandirian (215-
216)
Orang tua
menanamkan nilai
kemandirian, tapi
bertolak belakang
dengan kenyataan
cara pengasuhan
orang tua (217-224)
Tuntutan anak
sulung:
- Bertanggung
jawab akan
adik
- Bertanggung
jawab saat
orang tua sudah
tua
- Bertanggung
jawab pada
semua hal yang
terjadi
Tuntutan sebagai
anak sulung
berasal dari
lingkungan
Tuntutan sebagai
anak sulung
adalah naluri
Nilai yang
ditanamkan:
kemandirian
Orang tua
mengharapkan
anak mandiri,
namun tidak
didukung dengan
perilaku orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
apalagi kalau aku anak pertama itu
nilai-nilai kalau dari ibuku itu nilai
yang selalu ditekankan adalah
karena anak perempuan dan anak
pertama itu harus rajin bersih-
bersih rumah (tertawa). Ya gitu-
gitu. Terus pokoknya ya anak, apa
ya kayak kerjaan-kerjaan anak
cewek biasanya, selazimnya. Gitu
sih. Beres-beres. Harus bisa apa,
meng-handle, meng-handle ini itu,
terus harus cekatan, gitu-gitu. Terus
tanggung jawab kalau misalnya
di…, disuruh apa itu tuh ya harus
sampai tuntas, sampai perfect. Gitu.
Terus apa lagi ya? Nggak males.
Padahal aku juga pemalas, mungkin
sampai sekarang udah dibiari, gara-
gara udah, udah bosen ngasih tahu.
Hahahaa (tertawa). Sampai cuma
kadang disindir-sindir, aduuuuh!
(tertawa). Udah sih, itu-itu aja sih.
Kan tadi Anda merasa
sebenarnya disuruh untuk
mandiri. Tapi ternyata kok
bertolak belakang. Sebenarnya
orang tua cara ngajarin
mandirinya itu gimana?
Ngajarin mandirinya itu gimana ya?
Sebenernya lebih memberikan,
menceritakan, lebih sharing tentang
pengalaman orang terus ngasih
contoh, gitu-gitu kan dia pinginnya
oh anakku ya kayak gitu. Nah itu
kan kayak ada poin-poinnya
tentang kemandirian-kemandirian
gitu. Tapi untuk kenyataannya tu
malah aku tuh masih terlalu di,
gimana ya, apa, kayak misalnya
terus nggak usah merantau yang
jauh-jauh, gitu-gitu. Terus tapi juga
nggak, nggak, itu tuh cuman,
cuman saran aja sih. Tapi nggak
yang terus bener-bener nggak
boleh, terus ini sih nggak. Tapi
Nilai yang
ditanamkan secara
khusus sebagai anak
sulung perempuan
adalah rajin bersih-
bersih rumah (226-
234)
Dintuntut untuk bisa
meng-handle
berbagai hal,
cekatan,
menyelesaikan
tanggung jawab
sampai perfect, rajin
(236-241)
Perilaku informan
tidak sesuai dengan
harapan orang tua,
sehingga bosan
menuntut (242-247)
Cara menanamkan
nilai kemandirian
dengan sharing
contoh orang lain
(255-262)
Kenyataannya
bahwa orang tua
masih membatasi
untuk mandiri (263-
267)
Tuntutan orang
tua: rajin bersih-
bersih
Tuntutan orang
tua:
- Bisa menangani
berbagai hal
- Cekatan
- Tanggung jawab
- Rajin
Orang tua berhenti
menuntut karena
bosan
mengingatkan
informan
Menceritakan
pengalaman orang
lain untuk
menyampaikan
nilai kemandirian
Perilaku orang tua
tidak mendukung
informan untuk
mandiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
sekarang mungkin semakin sedikit,
sedikit demi sedi…, sedi…, sedikit
demi sedikit tuh, apa, udah mulai
bisalah dengan kepu…, apa, boleh
berjalan dengan keputusanku, gitu-
gitu. Terus apa sih, apalagi sih, ck,
eee oya terus kan kayak misalnya
aku kan pengennya kan kerja dulu,
karena misalnya aku pingin sekolah
la…, kan disuruh sekolah, emang
kepengenannya orang tua kan juga
sekolah lagi. Tapi kan, tapi kalau
aku pingin sekolah lagi tuh, yang
bener-bener dengan kebutuhanku
besok sama aku pinginnya juga
pakai uangku sendiri. Tapi tuh
orang tua tuh masih mbok masih,
masih merasa mampu, ya terus
masih, ya gitu tuh lho. Terus ya
udah wes mumpung bapak ibu
masih, masih selagi mampu, gitu-
gitu. Ya terus kadang kalau
misalnya pergi, kayak kemarin
liburan gitu kan udah gedhe ya,
kadang kalau misalnya punya acara
sendiri kan nggak papa ya (nadanya
meninggi). Itu masa, aku pergi
sendiri sama Mas Yoga (pacarnya),
terus kayak gimana gitu kalau gara-
gara aku nggak ikut sendiri.
Haaa…menyebalkan! (tertawa)
terus rumahnya dikancing kan terus
aku pulang ke rumah tanteku. Gitu
(tertawa). Bikin sebel.
Jadi kamu pergi sama Mas Yoga,
mereka ada acara.
Gara-garanya tuh kan habis Paskah
kemarin tuh lho, terus kan nggak,
habis pada bersih-bersih semua satu
rumah, terus kan cuma gulung-
gulung nggak jelas gitu toh. Terus,
nah terus mumpung Mas Yoga
pulang juga kan namanya juga
LDR ya, masa… Nah terus nggak
tahu, nggak ada rencana apa-apa,
cuma glundang-glundung habis
Sekarang, orang tua
membiarkan
informan untuk
mengambil
keputusan sendiri
(272-276)
Informan ingin kerja
dulu, tapi orang tua
ingin informan
melanjutkan
pendidikan (279-
283)
Informan ingin
melanjutkan sekolah
namun dengan biaya
sendiri, bukan
dengan kemampuan
orang tua (284-292)
Merasa sudah besar,
sehingga jika punya
acara dengan pacar
tidak masalah (293-
297)
Sudah berencana
pergi dengan pacar,
kemudian orang tua
mengajak untuk ke
Jogja, sehingga
orang tua menjadi
tidak suka karena
informan tidak ikut
sendiri (298-329)
Sekarang
informan sudah
bisa mengambil
keputusan sendiri
Adanya perbedaan
keinginan orang
tua dan diri sendiri
- Adanya
keinginan
mewujudkan
harapan orang
tua secara
mandiri
Keinginan berlibur
dengan pacar
- Keinginan yang
dibatasi orang
tua
- Orang tidak
senang jika
informan tidak
ikut acara
bersama keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
bersih-bersih rumah, satu rumah
gitu, terus ya udah ngajakin nonton.
Yo uwis, aku udah siap-siap udah
mau dijemput, udah mau dibeliin
ti…, eh udah dibeliin tiket, eh tiba-
tiba ngajak aku, eh ke Jogja aja
yuk, gini-gini, gitu. Terus aku piye
to. Terus aku tetep aja pergi
(tertawa). Terus aku selesai, aku
kan cuma nonton. Cuma nonton,
pulang pun mereka juga belum
pulang, rumah dikancing. Grok!
(Suara dari hidung) Ya udah aku
balik ning tanteku (tertawa).
Kemarin saya tanya tentang hal-
hal yang muncul dipikiran kalau
Anda adalah anak sulung. Nah,
Anda menjawab ee merasa
kesulitan dalam bernegiosiasi
dengan orang tua. Nah Mbak
harus merasa lebih memahami
situasi, lebih ngalah, cari aman,
menahan segala sesuatunya. Jadi,
Mbak lebih memaklumi
pengalaman pertama orang tua
menghadapi anak dengan cari
aman. Kalau dimaklumi itu
Mbak merasa bisa mengurangi
beban orang tua dan lebih
menjaga suasana. Nah bisa
dijelaskan ketika Anda harus
mengalah, menahan, terus nrimo
itu tadi dan menghadapi orang
tua yang kayak gitu, bisa
dijelaskan ee apa yang
dirasakan?
Emm, gimana ya? Kadang tuh,
sebenernya itu tuh, pada saa…., eee
aku juga agak mikir, kalau
misalnya aku kayak gini, kayak gini
terus, kayak gini kayak gini terus
tuh nanti juga yang rugi aku gitu
lho. Kadang pada saat aku, usia aku
berkembang dan udah harus bisa
mikir secara mandiri kayak gitu,
Informan menyadari
kerugian dari
bersikap nrimo dan
ngalah (358-360)
Kerugian dari sikap
nrimo dan ngalah
adalah tidak bisa
- Menyadari
kerugian dari
bersikap pasif
- Pertimbangan
untung-rugi dari
setiap keputusan
Kemandirian
terhambat
kebijakan orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
tapi terus aku akhirnya kepentok
dengan masih dengan, apa tuh
namanya, dengan segala rules dan
kebijakan orang tua, dengan gitu-
gitu. Terus kadang aku ngerasa
takutnya besok aku bisa nggak ya
kira-kira besok tuh berkembang,
terus bisa menghadapi, gitu-gitu.
Tapi ya disisi lain ya tetep aku tuh
mikirnya juga sekarang orang tua
tuh juga kalau misalnya pingin
umur panjang anaknya juga ya
jangan bikin tambah beban, gitu.
Itu sih sebenernya. Cuma aku
sekarang lebih ke mungkin disisi
lain aku bisa nrimo dan ngalah
kayak gitu, tapi disisi lain aku juga
mungkin harus bisa mulai berpikir,
berpikir dan punya, punya, punya
pandangan seca…, apa, pandangan
untuk ee kedepannya itu seperti apa
dan ee cari-cari pengalaman di luar,
di luar tuh kayak apa, gitu-gitu sih.
Terus perasaan yang muncul tuh
biasanya apa?
Perasaan yang muncul? Pada saat
ngalah?
He-eh. Misalnya saat orang tua
marahin, terus kamu, ya
udahlah, yo uwis, gitu, misalnya
kamu mendem, gitu. Biasanya
perasaan yang muncul apa?
He-eh. Apa ya? Ya sedih sih. Kok
kadang tuh, kadang masih agak
sulit untuk dikeluarkan, kadang.
Tapi nggak yang terus nggrantes
gitu sih, nggak. Cuma perasaannya
apa ya kalau kayak gitu tu? Lebih
ke….eee….ya udahlah. Gitu-gitu
tuh lho.
Nrimo itu tadi.
Ho-oh, nrimo.
Nah, caramu mengatasi perasaan
nrimo, sedih tadi itu gimana?
mandiri karena
adanya kebijakan
orang tua (361-367)
Merasa takut besok
informan tidak
berkembang karena
kebijakan orang tua
(368-370)
Pemikiran jika ingin
orang tua umur
panjang, anak jangan
memberi beban
(372-376)
Sekarang informan
lebih bersikap nrimo
dan mengalah,
namun tetap
memiliki pandangan
diri ke depan (377-
385)
Merasa sedih ketika
bersikap nrimo dan
ngalah (397-399)
Merasa “ya udahlah”
saat nrimo dan
ngalah (401-403)
tua
Kekhawatiran
akan kemampuan
diri di masa depan
Bersikap pasif agar
tidak menambah
beban orang tua
Bersikap pasif,
namun tetap
berpikir terbuka
Merasa sedih
karena bersikap
pasif
Pasrah pada orang
tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
Me…, ini, paling aku ee apa,
membelokkan ke kegiatan-kegiatan
lain, gitu-gitu. Misalnya aku pingin,
aku pingin ini, terus orang tuaku
belum punya pandangan tentang hal
yang tak pinginin itu. Tapi diem-
diem tuh terus aku juga cari
informasi, gitu-gitu. Mungkin mana
tahu nanti misalnya pas dibahas-
dibahas lagi aku bisa jelasin lebih,
lebih ngasih mereka pandangan
lebih luas tentang yang tak
pinginin, gitu- gitu sih. Lebih
nrimonya tuh tapi lebih ke…, ke
arah gimana ya, tetep masih
mengusahakan yang tak pinginin,
gitu.
Jadi lebih mengalihkan, tetep
nggak nrimo yang pasrah-pasrah
banget ya?
He-em, he-em. Nggak pasrah gitu,
nggak.
Hmm, terus kemarin ak tanya
tentang bagaimana cara
mengatasi situasi tertekan
dikarenakan beberapa tuntutan
orang tua. Terus Mbak
menjawab berusaha memenuhi
tuntutan itu, gitu. Terus aku
tanya perasaan tertekan seperti
apa sih yang dirasakan dan
efeknya untuk kamu. Lalu Mbak
jawab paling nangis. Mungkin
lebih ke psikis. Gitu. Jadi
meluapkannya lebih ke cara
menangis. Maksudnya efek lebih
ke psikis itu gimana?
Lebih ke psikis tuh kayak, apa ya?
Perasaan. Psikis tuh apa sih? Aku
juga….., ee perasaannya gitu kan
ya. Gitu-gitu sih. Gitu. Lebih ke
perasaan.
Perasaan yang bagaimana?
Perasaan yang….mmm….gimana
ya? (tertawa) Ya, ya, yang kayak
Mengatasi rasa sedih
karena selalu nrimo
dan ngalah dengan
tetap berpandangan
dan mengusahakan
hal-hal yang
diinginkan diri untuk
bisa dijelaskan
kepada orang tua
(410-425)
Koping: dia
keputusan orang
tua, namun tetap
berusaha
mengumpulkan
alasan kuat untuk
keputusan sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
gitu.
Jelaskan yang seperti apa…
Eee, maksudnya yang pas aku kok
nangis? Kalau menurutku itu sih
terjadi dengan sendirinya sih. Ya
spontanitas, naluri (tertawa).
Terus ketika menangis, nah
biasanya menetralkannya itu
dengan bercerita sama orang
lain. Biasanya orang yang kamu
datangi untuk kamu cerita itu ke
siapa?
Ke Kuntil. Iya, itu temen. Soalnya
tuh gini, eee ke…, kee…, cerita ke
temen yang ee apa tuh namanya,
punya pengalaman yang hampir
sama. Karena tipenya ibuku
ternyata juga hampir sama kayak
ibunya Kuntil dan karakterku sama
karakternya Kuntil tuh juga hampir
sama. Gitu. Jadi, kebetulan ada
kesamaan itu jadinya cocok kalau
buat pas cerita kayak gitu.
Nah terus kenapa kamu memilih
dia dan dengan background yang
mirip-mirip gitu?
Karena terus merasa, meskipun
kadang nggak menemukan solusi
(tertawa), tapi ki terus kayak ada,
ada temennya (tertawa), haaa…iki
luwih… Gitu tuh terus udah, udah
kayak, udah malah jadi terhibur
gitu lho. Kadang menemukan
kesamaan gitu tuh, padahal tuh juga
yang sedih-sedih kayak gitu tuh,
tapi tuh terus
jadi….haa…ck…ternyata sama.
Punya temen?
Ho-oh. Nasibe podho wae
(tertawa).
Ada nggak cara lain selain
bercerita sama teman?
Berdoa (tertawa).
Berdoa secara pribadi atau harus
Ketika tertekan
karena tuntutan
orang tua, informan
mengekspesikan
perasaannya dengan
menangis secara
spontan (458-461)
Untuk mengatasi
perasaannya,
informan merasa
cocok bercerita
kepada teman yang
memiliki kesamaan
pengalaman dan
karakter (469-479)
Informan merasa
terhibur karena
memiliki teman yang
senasib dengan diri,
meskipun tidak
menemukan solusi
(483-490)
Mengatasi perasaan
dengan berdoa
Mengekspresikan
perasaan tertekan
dengan spontan
menangis
Koping: sharing
dengan teman
yang memiliki
kesamaan
pengalaman
- Sharing dengan
teman senasib
akan merasa
terhibur
Koping: berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
ke gereja atau gimana?
Pribadi sih. Soalnya aku takut kalau
misalnya…, kalau mis…, ya kalau
ke gereja ya di gereja, gitu. Terus
kalau misalnya terus harus cerita
sampai misalnya ke gereja sampai
cerita ke Romo gitu tuh nggak
pernah aku. Nggak sampai yang
se…, maksudnya yang yang tak
hadapi sekarang tuh ya masih bisa
tak handle dengan aku sendiri, gitu.
Terus paling nggak ya ke tanteku.
Gitu sih lebih sering. Karena ya
tanteku kan media, seperti mediator
(tertawa).
Terus biasanya dari kamu
berdoa misalnya, kamu berdoa
yang Mbak dapatkan apa?
Ketenangan. Wess, gaya banget yo
(tertawa). Tapi emang iya lho.
Nggak tau, karena tergantung
kepercayaannya orang-orang kan
ya.
Kalau dari ngobrol sama temen
itu tadi, yang didapatkan apa?
Kadang solusi juga. Tapi kadang
lebih ke…, ya ketenangan itu juga,
karena merasa selain ada temennya
itu. Karena kan kalau ada yang
ndengerin berarti kan ada yang
mendengarkan dan dia itu ee udah
tahu alurnya yang kemarin-kemarin
itu kan kadang itu kan, apa tuh
namanya, beruntun dan itu
nyambung-nyambung. Nah itu tuh
ya terus jadi apa ya istilahnya, ya
selain tenang terus cuma didengrin
aja udah, ya itu, udah lega. Ya gitu-
gitu sih.
Kelegaan berarti ya.
Nah ini, kan orang tua ingin
Mbak jadi orang yang sukses.
Tapi orang tua tidak
Semua masalah yang
dihadapi informan
masih bisa ditangani
sendiri (510-512)
Informan bercerita
ke tante sebagai
mediator ke orang
tua (513-515)
Informan berdoa
mendapatkan
ketenangan (521-
524)
Sharing dengan
teman terkadang
mendapatkan solusi
dan memperoleh
ketenangan (528-
531)
Merasa lega karena
sudah ada yang
mendengarkan cerita
secara lengkap (532-
540)
- Menyelesaikan
masalah secara
mandiri
- Bisa mengatasi
semua masalah
Koping: bercerita
kepada mediator
Berdoa membuat
tenang
Sharing dengan
teman membuat
tenang
Sharing membuat
lega
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
mengungkapkan itu secara
langsung, secara ngomong
langsung. Kemarin mbak bilang
caranya dengan
membandingkan. Misalnya
kayak, kuwi lho Mbak A wes iso
ngene, dia anak pertama udah
bisa gini..gini…gini. Nah, terus
saya tanya frekuensinya tuh
nggak sering, cuma pada saat-
saat tertentu. Peristiwa orang tua
membandingkan itu terjadi saat
gimana dan kapan?
Gimana dan kapannya itu nggak
bisa diprediksi juga dan nggak,
nggak selalu pas moment ini terus
gitu-gitu tuh nggak. Cuma kayak
gitu tuh, misalnya pas lagi cerita-
cerita kejadian apa, eh terus
ndilalah cuma kebet…, kebetulan-
kebetulan aja bisa nyambungin ke
gitu-gitu terus dan aku merasa.
Gitu. Jadi emang nggak secara
langsung. Jadi kayak nyambung
dari cerita aja.
Terus ada contoh lain nggak
Mbak dibandingkan sama siapa
gitu?
Contoh lain sih, nggak selalu
dibandingin sih sebenernya.
Tapi…, ya…, oh anu, kayak, nggak
selalu dibandingin tapi orang tuaku
juga memberikan contoh gitu lho.
Kayak misalnya, eh ibu tuh pernah
bilang kan, wong kan eyangku aja
dulu lulusan apa, terus ya kerjanya
apa, eh anak-anaknya minimal ada
udah pada sarjana semua, jaman
itu. Sekarang jamannya udah lebih
enak, ibu udah, maksudnya udah
bisa memenuhi gini- gini, moso yo
anake meh standar karo wong
tuwane, ngono to. Maksude nggak
ada, nggak ada, maksudnya secara
kualitas terutama pendidikan itu
Orang tua
mengungkapkan
harapan secara tidak
langsung dengan
memberikan contoh
pengalaman orang
lain (561-570)
Orang tua
mengungkapkan
harapan dengan
memberikan contoh
mengenai kualitas
pendidikan yang
harus meningkat
lebih baik dari orang
tua (582-594)
Cara orang tua
menyampaikan
harapan
implisit
- Prinsip keluarga:
anak lebih baik
dari orang tua
- Orang tua
menyampaikan
harapan secara
implisit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
masa nggak ada peningkatan.
Padahal jamannya udah beda, terus
baik fasilitas dan keadaannya juga
udah beda, gitu. Jadi nggak cuma
dari orang lain, tapi juga dari
dalamnya sendiri sih.
Pandanganmu tentang statement
ibu yang kayak gitu apa?
Disisi lain sih aku juga setuju.
Karena eem, mungkin aku karena
aku mikirnya besok aku akan
melakukan hal yang sama dengan,
ya kalau misalnya aku udah punya
anak, gitu kan. Karena ya mau
nggak mau orang yang mempunyai
tujuan itu kan pasti juga punya
standar, standar sendiri kan. Nah,
terus tapi itu kan sekarang kalau
misalnya, eee dan aku memang
menyadari bahwa itu baik. Gitu.
Terus, tapi disisi lain kadang itu
aku juga merasa bahwa seseorang
itu kan tidak bisa dipandang hanya
dengan, eem, status sosialnya atau
dengan ketercapaiannya dia.
Karena kebahagiaan orang itu kan
standarnya juga beda-beda dan..,
dan nggak bisa disama ratakan.
Gitu sih. Jadi yang, jadi sebenernya
aku sekarang tuh berusaha tidak
memandang dari satu sisi, tapi ya
dari beberapa sisi juga. Gitu.
Terus nah, menurutmu menjadi
anak pertama itu kan takdir, gitu
ya.
Haha (tertawa).
Gitu. Kadang ada perasaan
nggak nyaman, jalannya tuh
nggak mudah, gitu. Nah terus
mbak berusaha dengan
mengalihkan ke hal-hal positif.
Jadi, ya sudahlah ke hal positif
aja. Nah bisa dijelaskan
bagaimana cara Mbak
Informan setuju
bahwa anak
sebaiknya lebih baik
dari orang tua (603-
608)
Informan
berpandangan bahwa
kebahagiaan tidak
bergantung pada
status sosialnya dan
ketercapaian, karena
memiliki standar
yang berbeda-beda
dan tidak bisa
disamaratakan (608-
626)
Keyakinan bahwa
anak sebaiknya
lebih baik dari
orang tua
Sikap informan
saat ini melihat
suatu hal dari
beberapa sudut
pandang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
mengalihkannya dengan hal
positif itu kayak gimana?
Ee mengalihkan dengan hal
positifnya, ee ini, jadi menyadari
bahwa kadang aku ya masih ada
kurangnya gini gini gini, aku
kurang ini, kurang ini. Tapi,
setidaknya aku mencari ada sesuatu
hal yang ada didalam diriku yang
bisa, yang bisa dibanggakan, dan,
terus aku terus mikirnya gini,
berarti aku bisa seperti ini, bisa
menjadi orang yang begini begini
begini, Tuhan memang
mempercayakan aku buat bisa
menjadi, ee berarti memang aku
yang pantas untuk menjadi anak
pertama. Gitu.jadi, it…, ee…,
melihat potens…., ee apa, bagus-
bagusnya diri sendiri, bukannya,
tapi bukan untuk terus, ini lho aku
bisa begini-begini tuh bukan, tapi
untuk refleksi juga sih. Kadang kita
kan juga boleh untuk, kan, tapi
menurutku lebih sering kayak, ah
kok kurang gini ya, kurang gini,
kurang gini gini. Tapi kadang disini
aku juga bisa berpikir, wah tuh kan
aku ternyata nggak bisa gini, tapi
aku kan bisa gini. Aku nggak bisa
kayak gitu, kan aku bisa gini. Terus
adikku karakternya kayak gini bisa
lebih kelihatan gini, tapi kan aku
jadi anak pertama nggak terlalu
gini, tapi aku bisa begini ternyata.
Gitu.
Jadi lebih cari positif dari
kelebihanmu dari orang lain ya?
He-eh.
Kamu memandang cara
mendidik orang tuamu ke Mbak
sama ke adik beda nggak?
Cara mendidiknya?
Iya. Ada yang beda atau ada
kesamaan?
Sama sih. Eh, iya sama. Bahkan,
Menyadari bahwa
diri memiliki
kekurangan dan ada
hal yang
dibanggakan (642-
649)
Refleksi religious
bahwa inforrman
pantas menjadi anak
sulung karena
kepercayaan Tuhan
(653-657)
Pandangan bahwa
informan memiliki
kekurangan diri,
namun ia bisa
melakukan hal yang
orang lain tidak bisa
(662-670)
Orang tua mendidik
Menyadari
keadaan diri
Koping: mencari
figur Tuhan untuk
mengalihkan
pikiran-pikiran
negatif
Mekanisme
pertahanan diri:
kompensasi
Orang tua adil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
jadi, jadi salahnya gini, sama itu
salahnya saat harus berpindah
untuk yang cowok. Jadi kan kalau
dulu kan yang cewek-cewek kan
nah dibilangin gini gini gini kan
masih nurut ya. Maksudnya masih
gini, nurut. Tapi kalau yang cowok,
kan dibilangin gini gini gini kan
dibilangin gini-gini harus sama
kayak kakaknya yang dulunya
nurut-nurut, ibuku mikirnya,wah ini
anak membangkang ya ini laah,
terus stress yang begitu-begitu. Kan
terus ternyata kalau dilihat diluar,
kan memang anak cowok usia
segitu tuh ternyata ya ya emang lagi
waj…, wajar, normal, he-eh kayak
gitu. Terus sekarang ya mungkin
dulu-dulu pertama yo syok dan
waaah…., sampai ibuku sakit dan
segala macem, tapi sekarang sih
mulai udah menurun, gitu. Apalagi
udah mulai gedhe-gedhe kan.
Terus, orang tua ke adik, mereka
juga diberi tanggung jawab,
misalnya adikmu yang kedua
dikasih tanggung jawab ke adik
setelahnya, gitu?
Nggak sih. Kalau sebenernya itu
tuh untuk bertanggung jawab
dengan adik selanjutnya, itu orang
tuaku tidak pernah membebani
dengan itu. Karena mereka masih,
masih, masih memikirkan bahwa ya
nanti itu memang tanggung jawab
anak-anakku ya aku masih mampu,
gitu. Cuma lebih ke tanggung
jawab moral sebenernya, untuk
memberikan ngasih contoh, paling
nggak itu aja sih. Ngasih contoh,
terus ya gitu-gitu.
semua anak dengan
cara yang sama
(685)
Orang tua tidak
membebankan
secara finansial
terhadap adik-adik,
karena orang tua
masih mampu (714-
721)
Tanggung jawab
moral untuk menjadi
contoh bagi adik-
adiknya (722-725)
Harapan orang tua
untuk menjadi
teladan saudara-
saudaranya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
Lampiran 6: Tema Utama Informan 2 (AA)
No Tema Utama Nomor Verbatim
Pengalaman terhadap Harapan Orang Tua
1 Gambaran Pengalaman terhadap Harapan Orang
Tua
a. Bersikap terbuka terhadap harapan orang tua yang
sesuai dengan harapan diri
b. Menolak harapan orang tua yang berbeda dengan
harapannya
Faktor pertimbangan:
- Profesi yang diharapkan orang tua
menghambat perencanaan diri
- Alasan orang tua tidak masuk akal
- Ketidakjelasan informasi terkait profesi yang
diharapkan orang tua
c. Menunda mewujudkan harapan orang tua untuk
menyelesaikan prioritas diri
d. Sikap asertif bentuk negosiasi yang mendapat
punishment
e. Bersikap pasif bentuk memahami dan ragu akan
perencanaan diri
f. Sikap mengalihkan pembicaraan saat berdiskusi
terkait harapan orang tua
g. Kesal terhadap harapan orang tua
Faktor penyebab:
- Merasa dipaksa
- Otoritas diri terganggu
- Tidak mendapat dukungan mewujudkan
harapan diri
h. Merasa harus bertanggung jawab untuk
melakukan harapan orang tua
i. Adanya usaha mewujudkan harapan orang tua
AA/W1/193-199, AA/W1/215-220.
AA/W1/38-54, AA/W1/844-852
AA/W1/873-876, AA/W1/924-933,
AA/W1/806-810
AA/W1/848-860, AA/W1/999-1004
AA/W2/1012-1018, AA/W2/809-915
AA/W2/614-617, AA/W2/629-638
AA/W1/586-601, AA/W1/568-571
AA/W1/646-649, AA/W2/605-613,
AA/W2/711-725
AA/W1/1022-1028, AA/W1/1084-1088,
AA/W2/346-353, AA/W2/362-365,
AA/W2/921-931
AA/W1/1117-1121, AA/W2/578-586
AA/W1/995
AA/W2/1042-1052, AA/W2/786-789
AA/W2/329-345, AA/W1/680-690
AA/W2/754-758
AA/W1/791-800, AA/W2/172-181
AA/W1/877-892, AA/W1/1140-1144,
AA/W1/1389-1394
2 Dampak terhadap Harapan Orang Tua
a. Perasaan lelah memikirkan beratnya harapan
orang tua
b. Keyakinan mewujudkan harapan diri berkurang
c. Menjalani proses terkait harapan orang tua dengan
kesal
d. Berbuat kekanak-kanakan karena kurang kontrol
diri
e. Melatih kepekaan, kedewasaan, lebih memikirkan
adik serta menjadi sadar akan tanggung jawab
AA/W2/549-550, AA/W2/804-806
AA/W2/1127-1134
AA/W2/1092-1103, AA/W2/1122-1126
AA/W2/1137-1149
AA/W2/273-277, AA/W2/261-269,
AA/W2/290-298, AA/W2/182-186
Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua
a. Tidur
b. Mencari penghiburan diri
c. Win-win solution
AA/W2/549-550, AA/W1/623-627
AA/W1/629-631, AA/W2/546-549
AA/W2/1204-1216
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
d. Mencari motivasi eksternal
e. Bercerita kepada orang lain
AA/W2/1227-1237
AA/W2/1238-1242
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
Lampiran 7: Catatan Lapangan Wawancara ke-1 Informan 2 (AA)
Wawancara ke-1
Waktu : Kamis, 26 Februari 2015, pukul 15.30 – 17.05 WIB
Lokasi : Kamar Kos Informan
a. Catatan lapangan deskriptif
- Potret subjek dan latar fisik
Subjek menggunakan atasan kemeja dan celana pendek selutut.
Rambutnya dikucir satu. Subjek tampak lelah, karena baru saja pulang
kuliah. Kamar subjek berada di lantai 2. Subjek menutup pintu kamar
supaya tidak terdengar suara televisi daari luar. Kamar subjek banyak
dihiasi dengan foto-foto yang ditempel di lemari pakaian. Cat temboknya
berwarna-warni. Selain itu juga terdapat gambar dari pensil dari spidol
yang ditempel disana. Namun menurut pengakuan subjek, gambar itu
bukan hasil karyanya. Gaya bicara subjek saat wawancara cukup santai.
Subjek sering tertawa saat menjawab pertanyaan. Selain itu, subjek juga
berbicara cukup cepat dan jelas.
- Peristiwa khusus
Peristiwa khusus terjadi saat subjek sering menengok handphone-nya
karena sedang menunggu kabar dari kakaknya yang akan meminjam
laptop.
- Perilaku pengamat
Pewawancara merasa kurang berkonsentrasi, karena terganggu dengan
suara televisi dari luar, ruang tengah. Selain itu, pewawancara merasa
kehabisan pertanyaan dalam inquiry.
b. Catatan lapangan reflektif
- Refleksi analisis
Secara sekilas terlihat bahwa orang tua subjek menginginkan subjek untuk
menjadi guru. Hal tersebut bukan keinginannya. Subjek merasa dipaksa.
Namun, saat ini subjek mencoba untuk mendalami mengenai guru. Hal ini
dilakukan dengan cara subjek mendaftar sebuah sekolah yang membuka
lowongan pekerjaan guru.
- Refleksi metode
Metode wawancara sudah berjalan baik. Beberapa ide pertanyaan terkait
tujuan penelitian yang muncul pada saat membuat verbatim subjek satu
sudah ditanyakan. Namun, pada beberapa pertanyaan, pewawancara
kurang melakukan inquiry.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
- Refleksi dilema etika dan konflik
Tidak ada refleksi.
- Refleksi kerangka berpikir
Kerangka berpikir pewawancara cukup baik, terutama mengenai
pertanyaan-pertanyaan analitis. Hal ini dikarenakan pewawancara sudah
belajar dari subjek pertama pada wawancara pertama. Secara umum,
wawancara dengan subjek sudah menunjukkan adanya kesenjangan antara
harapan orang tua dan harapan subjek sebagai anak sulung. Terungkap
perasaan-perasaan merasa dipaksa dan sebel.
- Klarifikasi
Diperlukan klarifikasi mendalam mengenai perasaan subjek yang merasa
dipaksa dan sebel. Selain itu, perlu digali lagi bagaimana subjek
mengatasi perasaan tersebut terutama ketika orang tua memaksa subjek
menjadi guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
Lampiran 8: Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 2 (AA)
Baris Verbatim Koding Awal Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Nanti kalau misalnya ada yang
kurang jelas atau ada yang ingin
ditanyakan silakan, gitu. Jadi
nggak usah malu-malu.
Nggak boleh nyontek (tertawa).
Apa yang harus dicontek?
(tertawa).
Apa ya? (tertawa)
Oke. Ini, eem bisa diceritakan
nggak kehidupan mbak sebagai
anak sulung? Selama ini sebagai
anak sulung itu kehidupannya
gimana?
Dari kecil atau?
Ya silakan dari kecil, maksudnya
yang sampai sekarang ini.
Eem, kalau dari kecil sih ya biasa
sih. Perlakuan orang tua ke aku
sebagai anak sulung sama anak
yang lain itu sama. Sama seperti itu.
Terus, eem, tapi lebih dianggap ya
dewasa dibanding yang adik-
adiknya. Jadi misalnya, ee ada
omongan apa biasanya aku duluan
yang dikasih tau, baru aku yang
menyampaikan ke adik-adik gitu.
Karena mungkin ee dianggapnya
aku lebih bisa menyampaikan ke
mereka dengan bahasa kita sehari-
hari. Misal, bahasa bertiga, kan
adikku dua, bahasa bertiga sama
bahasa yang biasa dipakai ke orang
tua tu biasanya ee nervous-nya
lebih rendah kalau kita
ngomongnya santai gitu sama adik-
adik. Kayak gitu. Atau, ee kayak
misalnya lebih di ini ke pendidikan,
lebih dikejar sama orang tua, kayak
gitu. Jadi kan, ee karena lebih tua
maka orang tua tu lebih sering
bilangnya, mbok serius kuliahnya,
Perlakuan orang tua ke
semua anak disamakan
(19-21)
Informan dianggap
lebih dewasa
dibanding adik dan
dianggap mampu
menyampaikan pesan
ke adik dengan baik
(22-31)
Orang tua mengejar
dalam hal pendidikan
harus sesuai target
agar tidak tabrakan
dengan biaya
pendidikan adik (37-
54)
Secara umum
diperlakukan adil
oleh orang tua
Dianggap lebih
dewasa sehingga
mampu
berkomunikasi
baik dengan adik
Orang tua
berharap
informan
menyelesaikan
pendidikan tepat
waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
kayak gitu. Biar nanti cepet kuliah
cepet disusul adiknya, kayak gitu.
Jadi, semacam waktunya tu udah
diatur sendiri, udah diharapkan
sendiri. Kayak misalnya ee besok
berapa tahun lagi, satu setengah
tahun lagi lulus nanti adiknya
nyusul. Jadi gitu. Jadi, ee
kasarannya aku nggak boleh lewat
dari itu, karena nanti adikku nggak
bisa ngepas. Gitu, dan jadinya kan
biayanya lebih mahal.
Nah, kalau misalnya untuk
membantu orang tua, kayaknya itu
kesadaranku sendiri sih. Jadi orang
tuaku nggak terlalu, misalnya cepet
lulus, cepet kerja, mbantuin, gitu
nggak. Jadi tetep,ya kayak gitu.
Lebih, eee, seandainya pun ke aku
perhatiannya lebih itu karena
supaya aku lebih bisa eee apa ya, ya
itu menjadi anak sulung yang benar.
Jadi nggak, nggak melulu aku
disuruh-suruh kayak gitu, nggak
seperti itu. Jadi aku bener-bener
dipersiapkan bisa, supaya bisa
membimbing adik-adikku nanti.
Ee, kamu katanya tadi lebih
dikejar dalam misalnya
pendidikan. Karena misalnya,
kamu tahun sekian, sekian, terus
lalu adikmu, gitu. Nah, apakah
itu berlaku juga untuk adikmu?
Orang tua berperilaku juga
untuk adikmu?
Iya sih. Tapi ya itu lebih ke aku,
karena aku jadi contoh buat mereka.
Gitu. Jadi kalau misalnya udah ada
contohnya to mereka lebih ini to
lebih termotivasi gitu. Orang
mbakku udah kayak gini masa aku
masih disini-sini aja. Jadi lebih, ya
itu aku dikejar karena supaya aku
bisa jadi contoh juga buat mereka.
Ya mereka juga ya ngasih waktu
Informan memiliki
kesadaran diri
membantu orang tua
(55-60)
Orang tua
mempersiapkan
informan untuk
menjadi anak sulung
yang benar dalam
membimbing adik-
adik (63-72)
Orang tua mengejar
informan dalam hal
pendidikan untuk
menjadi contoh bagi
adik agar mereka
termotivasi (79-87)
Orang tua yang
Kesadaran
sebagai anak
sulung untuk
membantu orang
tua
- Informan
dipersiapkan
untuk
membimbing
adik-adik
- Harapan orang
tua : mampu
membimbing
adik
Harapan orang
tua: jadi teladan
adik dalam hal
pendidikan
Orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
juga buat adikku, tapi ya karena
mereka umurnya belum, belum, apa
ya, belum saatnya ngerti dikejar-
kejar maksudnya apa kan ya jadi
mereka tetep menjalani sesuai yang
mereka ngerti, yang mereka bisa
jalani sekarang semampunya.
Adik bawahmu usia berapa ya?
Usia tujuh belas.
SMA berarti ya. Nah terus tadi
sempet bilang, ee, apa, orang tua
mengejar kamu seperti ini supaya
menjadi anak sulung yang benar.
Maksudnya dengan anak sulung
yang benar itu piye?
Ya itu, bisa, bisa ee dewasa dalam
artian tu aku masih punya adik yang
ee dimana aku bisa membantu
orang tuaku membimbing mereka,
gitu, dengan caraku sendiri. Terus
aku bisa jadi contoh juga buat
mereka, buat yang sepupu-
sepupuku juga, kayak gitu. Ya gitu
deh.
Ee berarti orang tua ada, ee
maksudnya ada dia punya
harapan tersendiri untuk kamu
secara khusus, gitu ya?
He-eh, iya.
Nah itu apa saja? Maksudnya,
sebaiknya kamu jadi contoh
untuk adikmu bagian apa, dalam
hal apa aja?
Ee kalau sejauh yang aku tangkep
ke orang tuaku tuh kayak misalnya
di pendidikannya, kayak gitu. Jadi
kalau misalnya aku dituntut begitu
biar adikku juga rajin belajar, gitu.
Padahal aku sih nggak rajin belajar
(tertawa). Aku sih nggak rajin,
nggak tahu kan mereka disini aku
ngapain. Kayak gitu. Jadi, ee nilai
yang ku kirim kan ke mereka tuh
ditunjukkan ke adik-adik, kayak
memahami situasi
anak-anaknya (88-95)
Harapan orang tua
agar menjadi anak
sulung yang benar
dengan membantu
orang tua
membimbing dan
menjadi teladan adik
(105-112)
Dituntut dalam bidang
pendidikan agar adik
termotivasi rajin
belajar (124-128)
Menujukkan kepada
adik nilai kuliah
informan agar adik
memperlakukan
anak sulung dan
adik-adik secara
adil
Harapan orang tua
untuk anak
sulung:
- Membimbing
adik
- Menjadi teladan
adik
Harapan orang tua
untuk anak
sulung: menjadi
contoh adik dalam
pendidikan
Harapan orang tua
kepada anak
sulung: menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
gitu. Ini, ee tapi biasanya sih
dikumpulin gitu kan. Nilai-nilainya
tuh dikumpulin, terus dilihat, ini
nanti kira-kira kuliah tuh nilainya
seperti ini, kayak gitu. Eee
standarnya seberapa, seperti itu.
Terus nanti, adik-adikku punya
gambaran tho, kalau misalnya
kuliah itu dapet nilainya harusnya
seberapa.
Kayak gitu. Terus, ee kayak
mengikuti ekstrakulikuler,
pengembangan bakat. Kayak gitu.
Jadi, aku ikut ee PSM, kayak gitu,
atau ikut yang lain, teater, apa apa,
kayak gitu. Terus nanti juga adikku
pun bisa melihat dia pantesnya
dimana. Jadi dia nggak cuma ya
diem di sekolah, belajar biasa,
kayak gitu. Terus, apa lagi ya?
Ee, terus aku juga bisa dewasa,
misalnya tuh, kayak bikin masalah
itu ya jangan dikit-dikit ee masalah
apalah terus langsung ke ee orang
tua. Cuma masalah sepele kayak
gitu terus ngomong sama orang tua.
Jadi aku harus bisa punya ee
penyelesaian masalah sendiri, gitu.
Tapi kalau misalnya masalahnya
udah berat ya baru dikonsultasikan.
Nah, terus ee apakah misalnya
tadi tentang pendidikan. Orang
tua apakah, cara penyampaian ke
kamu gimana?
Cara penyampaiannya tu ya paling
tanya dulu, misalnya hari ini
ngapain, kayak gitu. Terus biasanya
malah aku yang terpancing untuk
cerita, oh ada dosen kayak gini gini
gini gini gitu. Ya kamu tuh kalau
dosennya kayak gitu jangan, jangan
yo ikut-ikutan temen, membenci
kayak gitu, atau gimana, kayak gitu.
Terus, ee apa, terus ya kalau
misalnya kayak gitu ikut-ikutan
mempunyai gambaran
standar nilai yang akan
dicapai (132-144)
Memberi gambaran
kepada adik untuk
mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler agar
tidak hanya belajar
saja (145-153)
Diharapkan dewasa
dalam menangani
masalah sendiri, tidak
bergantung pada orang
tua (155-164)
Informan
menceritakan secara
terbuka proses
perkuliahannya
sehingga mengetahui
bahwa orang tua
menginginkan agar
informan berfokus
pada nilai kuliah yang
baik (170-181)
contoh adik dalam
pendidikan
Harapan orang tua
untuk anak
sulung: menjadi
contoh dalam hal
pengembangan
minat dan bakat
Harapan orang tua
untuk anak
sulung: mandiri
dalam
menyelesaikan
masalah
- Adanya
komunikasi
terbuka antara
orang tua dan
informan
- Informan
mengetahui
keinginan orang
tua dari sharing
pengalaman
- Perhatian orang
tua pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
temen ya kamu gimana nilainya,
kayak gitu. Malah dimarahin balik
tuh lho, padahal maksudnya curhat
(tertawa). Malah dimarahin. Terus
habis itu dia nanya, eee hari ini ada
tes apa nggak, kayak gitu. Kalau
ada gitu ditanyain bisa apa nggak.
Terus ee, apa, ngambil mata kuliah
berapa. Kayak gitu. Ambil mata
kuliah berapa. Kan kalau misalnya
aku bilangnya 24 ya lega, gitu.
Berarti kan yang kemarin kan
lewat. Ya gitu. Terus nanya, nanya
nomer, nanya nilainya berapa,
kapan saat suratnya yang dikirimin
ke rumah tuh sampe. Terus kapan.
Nyampe pernah kemarin itu tanya,
ee NIM-ku berapa, password-nya
apa, jadi mau lihat sendiri. Kayak
gitu. Karena nilainya nggak sampai-
sampai, kayak gitu.
Jadi, maksudnya orang tua
mengecek itu sampai sejauh itu
ya?
Iya, sampai ngecek sejauh itu.
Terus kadang aku tanya, taunya dari
mana, tau dari bapak sebelah yang
anaknya juga sekolah disini
(tertawa).
O gitu? O iya iya. Nah,
maksudnya kamu dengan sikap
orang tua seperti itu, kamu
berpikiran apa?
Ya enjoy aja sih. Soalnya aku
menyampaikannya sejujur-jujurnya,
gitu. Aku kan emang kalau misal
masalah uang sekolah, atau uang
apa, terus sama urusan nilai emang
nggak pernah nipu, gitu lho.
Soalnya kalau sekalinya nipu fatal
gitu lho. Soalnya kan pasti ngecek,
soalnya bapakku guru kan, jadi
tahu. Terus tahu aku pinternya
seberapa tu tahu juga, gitu kan. Jadi
kalau aku bohong pasti ketahuan.
Orang tua ingin
mengecek sendiri
nilai-nilai informan
(293-199)
Orang tua mencari
informasi agak bisa
mengecek nilai anak
(205-208)
Informan merasa enjoy
ketika orang tua
memantau karena
informan bersikap
jujur dan terbuka
mengenai nilai dan
uang kuliah (215-227)
pendidikan
informan
Perhatian orang
tua pada
pendidikan
informan
Perhatian orang
tua pada
pendidikan
informan
- Komunikasi
yang terbuka
apa adanya
antara infroman
dan orang tua
- Informan
merasa biasa
saja dengan
perilaku orang
tua, maka
bersikap
terbuka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
Percuma aku bohong (tertawa).
Iya iya iya. Nah terus ini, mau
tanya lagi, bisa diceritakan
nggak, orang tua itu mendidik
kamu sebagai anak sulung tu
seperti apa?
Ee, mendidik aku, jadi misalnya
kalau berantem sama adik-adiknya,
kayak gitu. Pasti yang dimarahin
aku, kayak gitu. Tapi, tadinya
waktu kecil sih nganggepnya kok
aku yang disalahin. Tapi lama-lama
sebaiknya aku yang lebih tua
mengayomi adiknya, bukan ngajak
berantem, kayak gitu.
Terus, ee lebih sering diajak pergi.
Misalnya kayak nemenin bapakku
latian koor, kayak gitu. Terus ee, ke
pasar nemenin ibu belanja, kayak
gitu, bantuin. Terus habis itu, ee
kalau sekarang ini saat aku jauh
dari orang tua gitu, misalnya
bapakku kan sakit. Nah bapakku
tuh sakit, terus bandel, nggak mau
dilarang makannya. Nanti aku yang
disuruh kasih tahu.
Oh iya?
He-eh. Aku yang disuruh ngasih
tahu. Maksudnya aku dianggapnya
sama kayak mereka, kayak gitu tuh
lho.
Mereka maksudnya?
Dianggap sama kayak orang tua.
Sama kayak mereka, maksudnya
orang yang bisa diajak diskusi,
kayak gitu. Terus misalnya, ee
adikku ini, ee adikku lagi ada
masalah apa kayak gitu. Nanti aku
yang disuruh tanya, kayak gitu. Jadi
aku bener-bener diperlakukan sama
seperti mereka, gitu. Saat emang,
tapi sesuai umurnya sih, sesuai
umurnya gitu. Kan sekarang aku
kuliah, jadi tuh dianggapnya aku
partner sama mereka, bukan, bukan
Menyadari bahwa
orang tua mendidik
informan untuk
mengayomi adik
dengan cara dimarahi
saat berkelahi (234-
242)
Informan paling sering
diajak pergi oleh orang
tua dan diharapkan
untuk membantu orang
tua (243-253)
Informan dianggap
setara dengan orang
tua (255-257)
Informan sebagai
partner diskusi orang
tua karena dianggap
setara (260-268)
Dianggap sudah besar,
informan menjadi
partner ngobrol orang
- Orang tua
menerapkan
sifat
mengayomi
pada informan
secara implisit
- Kesadaran
mengayomi
adik
Diharapakan yang
utama dalam
membantu orang
tua
Informan
dianggap setara
dengan orang tua
- Informan
dianggap
dewasa
- Informan
dianggap setara
- Informan
sebagai teman
diskusi orang
tua
- Informan
sebagai teman
diskusi orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
lagi sebatas anak, kayak gitu. Jadi
diajak ngobrol. Misalnya ada
masalah di rumah, ee kemalingan,
kayak gitu-gitu tuh diajak
ngomong, kayak gitu. Ya kalau
kemarin sih agak telat,
ngomongnya. Pernah kemarin tuh
agak telat. Tapi emang ada
maksudnya, soalnya aku sibuk
KKN, kayak gitu.
Maksudnya nggak langsung
waktu momentnya itu?
Iya, he-eh. Terus, ee apa ya, terus
ini bisa jadi orang yang bisa
berencana, kayak gitu. Jadi setiap
mau ada, kayak misalnya besok aku
mau pulang, gitu, tapi aku belum
tahu jadi mau pulang apa nggak. Itu
tuh dikejer-kejer itu lho, kamu tuh
yang bener, mau pulang tu pulang,
kayak gitu. Mbok jadi orang tuh di-
planning, nggak asal-asal, kayak
gitu. Nanti tiba-tiba njedul di
rumah, malah ngaget-ngagetin. Ya
kayak gitu sih mbak sejauh ini.
Ee, ya itu misalnya tadi, ee kan
bapak lagi sakit, nggak mau
makan. Terus ibu berarti ya, ibu
yang minta tolong, dek kamu
untuk mbujuk bapak. Nah itu
caramu piye? Telepon kah?
He-eh. Telepon.
Gitu ya?
He-eh.
Terus kalau kayak gitu misalnya,
bapak, maksudnya berpengaruh
nggak?
Kadang sih nggak. Soalnya kan
bapakku nganggep, bapakku tuh
soalnya orangnya kayak aku, gitu
lho. Orangnya aja nggak ada,
ngapain. Kayak gitu. Biasanya sih
gitu. Tapi, ya ibuku tuh biasanya
kalau nyuruh itu cuma nyari
pendukung aja sih, bukan, bukan
tua (270-274)
Orang tua mendidik
informan untuk
menjadi orang yang
punya perencanaan ke
depan (285-294)
Informan diharapkan
oleh ibu untuk menjadi
pendukung untuk
membujuk bapak yang
sedang sakit agar mau
makan (311-329)
tua
- Informan
dianggap
dewasa oleh
orang tua
Orang tua
mengharapkan
informan
memiliki rencana
ke depan
Pendapat
informan
diperhitungkan
dalam keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
terus kalau disuruh aku bakal mau
itu nggak. Cuma kayak biar
bapakku tuh semakin mau, gitu lho,
semakin ada yang ee mendorong
dia untuk menurut itu. Jadi nggak
semata-mata tuh aku nyuruh bakal
mau gitu nggak sih. Cuma karena
mungkin juga karena ibukku ee
capek juga ngingetin, kayak gitu
kan, tapi nggak digagas, kayak gitu,
terus akhirnya aku yang ngomong.
Paling cuma sebatas itu, mbak.
O ya, ini posisi adikmu berarti di
daerahmu?
Iya, di daerahku.
Maksudnya yang diluar, diluar,
ee yang diluar tuh cuma kamu
aja?
Nggak, adikku juga yang kedua itu
ada disana tapi dibeda kota.
Ngekos juga?
He-eh, ngekos.
Apa adikmu juga diperlakukan
kayak gitu kayak kamu juga gini
nggak?
Iya. Jadi ee pas SMA kayak gitu,
kami nggak boleh di rumah, harus
lepas dari rumah.
O gitu?
He-eh. Saat SMA nggak boleh ada
yang di rumah, kayak gitu. Karena
yang pertama tuh ya itu melatih
kemandiriannya. Terus habis itu
yang kedua tuh karena SMA disana
itu nggak, nggak sebaik menurut
mereka lho, menurut orang tuaku,
nggak sebaik menurut mereka,
kayak gitu. Jadi aku sama adik-
adikku harus keluar dari rumah.
Berarti, mbak dari SMA udah
keluar dari rumah, udah ngekos
gitu ya?
Udah, nggak, asrama dulu aku.
Pokoknya nggak di rumah aja, dan
belajar hal baru yang orang tua tuh
nggak ngajarin, kayak gitu.
Alasan orang tua
bersekolah SMA di
luar daerah supaya
mandiri (344-346)
Alasan orang tua tidak
memperbolehkan
SMA di daerah karena
tidak sesuai harapan
orang tua (348-357)
Informan tinggal di
asrama memperoleh
hal baru (361-364)
Harapan orang tua
kepada anak:
mandiri
Harapan orang tua
kepada anak:
pendidikan yang
terbaik
Tidak tinggal
bersama orang
tua, belajar hal
baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
Eem, berarti maksudnya untuk,
untuk situasi kayak gini, adik-
adikmu juga diajari mandiri tuh
sejak SMA ya. Nah terus ee kan
kamu sering diajak diskusi sama
orang tua gitu ya. Sampai
sekarang masih?
Masih.
Telepon?
Via telepon.
Biasanya hal-hal apa yang,
maksudnya, topiknya diskusi
tentang apa, yang, yang itu tidak,
adikmu tidak diajak diskusi
tentang itu?
Hal yang paling ringan sendiri tu
kayak masalah di sekolah, kayak
gitu. Ya biasalah kalau ibu-ibu
ngomong sama anaknya itu
ngomongin temennya.
Masalah di sekolah maksudnya?
Masalah di sekolah misalnya ada
apa di sekolah. Misalnya ibukku…
Sekolah ibu?
He-eh, sekolah ibu, sekolah dimana
ibu bekerja, orang tuaku bekerja.
Ooo.
Terus misalnya nyeritain temennya.
Temennya habis marah-marahin
siapa, habis berantem sama siapa,
kayak gitu. He-eh. Ya biasanya
cuma cerita-cerita ringan gitu. Atau
kayak misalnya ee eh sertifikasiku
udah keluar lho (tertawa)., kayak
gitu. Malah pamer, biasanya pamer-
pamer.
Terus, biasanya ngomongin, kalau
ibu ngomongin bapak. Misalnya
bapak, ee dila…., lagi kan sakit,
jadinya tuh ee kegiatannya tuh
maunya dibatasin. Tapi bapakku
biasanya nggak mau. Ngomingin
bapakku bandel lah, hujan-hujan
motornya dituntun terus dihidupin
di jalan, kayak gitu, kabur.
Ibu bercerita tentang
pekerjaannya kepada
informan (381-385)
Ibu bercerita kepada
informan tentang
pekerjaan dan
lingkungannya (393-
401)
Ibu bercerita kepada
informan tentang
kondisi bapak (402-
410)
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
Oh iya? (tertawa) Biar nggak
ketahuan.
Iya (tertawa). Dituntun dari rumah,
nggak dibunyiin, pulangnya
dimarahin (tertawa). Maksudnya
ada sampai masalah kayak gitu.
Terus kalau nggak, ee apa ya,
ngomongin, oo oo ini misalnya aku
tanya apa, bikin RPP tu kayak apa,
kayak gitu. Bikin RPP tu kayak apa,
jadi ya memang ngomongnya ya
tapi kayak temen gitu, ngomongnya
ya mbok jangan kayak gitu.
Ngomongin RPP kayak gimana.
Terus habis itu ee biasanya ee aku
cerita misalnya latian PSM, ada
apa, event apa, kayak gitu. Tapi
biasanya sih, udah nggak usah PSM
terus, belajar, kayak gitu. Biasanya
diskusinya tuh gitu.
Terus ee ya diskusi, diskusi nanti
tuh lulus mau kemana, kayak gitu.
Lulus mau kemana kayak gitu, lulus
mau kemana, ditanyain seperti itu.
Terus kadang ya sampai masalah ee
ibukku misalnya ada, ada, ada apa
sama mertuanya, kayak gitu. Tapi
diceritakannya ya bahasanya yang
santai gitu. Tapi nggak, nggak
keliatan tertekan gitu nggak, tapi
cuma buat sharing aja. Gitu doang.
Terus misalnya bapakku ee
biasanya sih cuma cerita lucu-lucu
gitu. Kalau nggak, kalau pas bad
mood biasanya aku yang dimarah.
Lebih sering diskusi dengan
bapak atau ibu?
Dua-duanya sih, dua-duanya.
Jadi lebih kayak misalnya kalau
kalian telepon itu cerita.
Biasanya di load speaker kayak gitu
tuh lho. Terus ngomongin hari ini
masak apa. Kayak gitu.
O gitu. Itu tiap harikah atau…?
Nggak, nggak selalu. Paling
seminggu tuh paling banyak lima
Informan bertanya
kepada ibu tentang
tugas kuliah (417-424)
Informan bercerita
tentang kegiatan
ekstrakulikuler di
kampus kepada ibu
(425-430)
Diskusi dengan ibu
tentang rencana
setelah lulus kuliah
(431-434)
Ibu bercerita kepada
informan tentang
masalahnya dengan
mertuanya (435-441)
Bapak bercerita humor
dengan informan (442-
445)
Informan berdiskusi
dengan kedua orang
tua (469)
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ibu
Komunikasi dua
arah yang baik
antara informan
dan ayah
Komunikasi baik
dengan orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
kali lah. Tergantung waktunya juga.
Oke. Ee bisa diceritakan apa
yang selama ini kamu rasakan
sebagai anak sulung?
Perasaanmu gimana?
Kadang ya merasa beruntung,
kadang juga malang (tertawa).
Beruntungnya kenapa?
Beruntungnya tuh karena ya itu,
aku orang pertama yang diajari
sama orang tuaku, kayak gitu.
Banyak hal yang diajarin orang tua
ke anak, kayak gitu. Aku orang
pertama yang terima itu. Jadi, saat
adikku ee lagi diajari apa yang
sudah kupelajari, kayak gitu, aku
malah semakin ngerti, kayak gitu.
Kadang ya malah ngguruni.
Terus ee merasa lebih dipercaya,
kayak gitu, merasa lebih dipercaya.
Lebih ee mandiri, lebih bebas
malahan. Aku merasa malah lebih
bebas, dibebaskan. Tapi ya
bertanggung jawab, itu tadi. Ee
soalnya aku merasanya bapak
ibukku mendidik aku benar gitu
lho. Mendidik aku benar. Jadi aku
merasanya ya bebas tapi ya aku
punya batas sendiri.
Terus ee itu lebih sering diajak
pergi itu tadi, karena mereka lebih
nganggep aku partner, gitu.
Terus apa ya, enak aja sih kalau
mau cerita-cerita, kayak gitu.
Terus kalau malang ya itu,
malangnya tuh aku harus ngurusin
adik-adikku, kayak gitu. Terus
sering disalahin (tertawa), sering
disalahin.
Terus habis itu, apa ya, ee
walaupun aku sebagai partner gitu
tapi kadang kalau mau ngomong
Merasa beruntung dan
malang menjadi anak
sulung (463-464)
Merasa beruntung
karena pertama kali
mendapat didikan dari
orang tua dan bisa
semakin mengerti serta
mengajari adik (466-
474)
Merasa beruntung
sebagai anak sulung
karena orang tua
percaya sehingga
diberi kebebasan yang
tetap bertanggung
jawab (476-486)
Informan dianggap
sebagai partner (487-
489)
Orang tua teman
bercerita (490-491)
Merasa malang
menjadi anak sulung
karena harus
mengurusi adik (493-
497)
Merasa malang karena
harus
mempertimbangkan
Merasa beruntung
dan malang
menjadi anak
sulung
Merasa beruntung
sebagai anak
sulung, karena:
- Di didik
pertama kali
- Bisa mengajari
adik karena
sudah lebih
paham
Beruntung
menjadi anak
sulung karena
diberi
kepercayaan
untuk bebas dan
bertanggung
jawab
Merasa dianggap
sebagai partner
orang tua
Orang tua teman
sharing
- Merasa malang
menjadi anak
sulung, karena
beban mengurus
adik
- Sering
disalahkan
orang tua
Merasa malang
menjadi anak
sulung karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
sama orang tua tu juga tetep harus
milih kata-katanya gitu lho. Jadi, ee
feeling-nya untuk menjaga perasaan
orang tua lebih tinggi ketimbang
dulu, kayak gitu. Jadi kan karena ya
aku udah gedhe gitu harusnya tahu
bahasa yang digunakan untuk
mereka itu gimana biar mereka
nggak tersinggung. Terus misalnya
kalau mau cari cerita tuh ya yang
pas, kayak gitu.
Waktunya?
He-eh, yang pas waktunya. Jadi
kadang aku ya sok salah milih
waktu. Mereka lagi sibuk, aku
malah ceritanya aneh-aneh, kayak
gitu, malah tambah riwuh disana,
kayak gitu. Atau pas bapakku sakit,
aku malah cerita ini, malah tambah
repot disana, kayak gitu.
Malangnya tuh gitu. Kan kalau
kayak gitu kan nggak bisa nyamain
sama adikku. Kalau adikku kan ya
orang masih kecil, kayak gitu. Lha
kalau giliran aku salah ngomong,
kamu udah gedhe ngomongnya
kayak gitu. Malangnya kayak gitu.
Iya iya iya. Nah terus misalnya
kayak tadi, malangnya itu ya itu
kayaknya kayak ngurus adik-
adik. Nah itu ee maksudnya
kamu mengurus adik-adik tuh
seperti apa?
Ngurus adik-adik tuh ya ee
misalnya kalau sederhananya aja
misalnya kalau di rumah kayak gitu
itu ee gimana ya, mereka kumpul di
sekolah, ada acara apa, aku yang
suruh ngikutin mereka kemana-
mana, kayak gitu, kadangan.
Maksudnya paling, paling kelihatan
suruh bawain minum, kayak gitu,
bawain minum.
Terus apa ya, ngajarin, ngajarin
mereka belajar, kayak gitu, terus
kata-kata dan situasi
yang tepat ketika
berbicara dengan
orang tua agar tidak
menyinggung perasaan
(500-513)
Merasa malang harus
memilih waktu yang
tepat agar tidak
membuat suasana
rumah tidak nyaman
(515-529)
Menemani dan
mengikuti ketika ada
kegiatan sekolah (537-
546)
Informan mengajari
adik belajar (547-549)
harus lebih peka
dalam menjaga
perasaan orang
tua
Merasa malang
karena harus
memahami situasi
di rumah
Anak sulung
sebagai pengganti
orang tua
Anak sulung
membantu adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
kadang aku disuruh ngajarin.
Terus kalau nggak pas bapak
ibukku nggak sempet masak, aku
yang suruh masakin, kayak gitu,
tapi ya sebisanya, masak air
mungkin (tertawa). Kayak gitu.
Terus pokoknya suruh ngurusin
mereka, terus kadang misalnya,
kadang kan kalau bapakku drop gitu
terus di opname, aku biasanya
nginep tempatnya bulekku, kayak
gitu. Jadi aku yang bener-bener
suruh ngurusin seragamnya
sekolah, ngecek itu jadwalnya udah
beneran apa belum, kayak gitu,
nyariin angkot, biasanya kayak gitu,
nemenin berangkat terus biasanya
nemenin pulang juga, kayak gitu
sih.
Terus kalau pas jauh gini ya paling
suruh telepon itu lho, suruh telepon,
per satu per satu, terutama yang di
kosan itu.
Mantau gitu berarti ya?
Mantau, kayak gitu, maunya.
Mereka sampai mana, ada masalah
apa.
Itu memantau itu apakah
inisiatifmu atau orang tua yang
bilang?
Emm, awalnya sih orang tua yang
bilang. Tapi lama-lama ya sadar diri
juga sih. Orang dia juga adikku,
tinggal tempat jauh, kayak gitu.
Ya, kadang pas kalau misalnya selo
apa moodnya bagus ya nggak papa,
gitu. Tapi pas misal repot ee apa ya
misalnya pas lagi mau UTS atau
final test kayak gitu tuh kan
biasanya kerjanya udah mulai
banyak. Terus kalau misalnya
ditelepon cuma disuruh, kamu
telepon ini, kayak gitu tuh, kadang
ya emosi sendiri sih, tapi ya kadang
Menggantikan ibu
memasak untuk adik
(550-553)
Mengurusi adik ketika
ayah sedang sakit
(555-567)
Disuruh memantau
adik yang juga sekolah
di luar kota (568-571)
Memantau
perkembangan sekolah
adik (573-575)
Informan memantau
adik atas perintah
orang tua, namun
sekarang atas
kesadaran diri (579-
582)
Kadang merasa emosi
ketika harus
mengurusi adik
padahal informan
sedang banyak tugas
kuliah (585-601)
belajar
Anak sulung
sebagai pengganti
orang tua
Anak sulung
sebagai pengganti
orang tua
Anak sulung
sebagai pengganti
orang tua
Anak sulung
sebagai pengganti
orang tua
Muncul kesadaran
diri mengurusi
adik
Konflik informan:
kebutuhan pribadi
vs. tanggung
jawab pada adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
langsung tak telepon gitu. Ya paling
cuma tanya, ya udah, ya, aku mau
belajar, kayak gitu. Paling cuma
sebentar. Kadang ya mikirnya, aduh
mbok lain kali dulu, nanti dulu aja,
kayak gitu. Aku mau ngerjain ini
dulu, gitu.
Tapi ya, ya itu tadi balik lagi karena
aku tahu kondisi orang tuaku seperti
itu, jadi aku harus hati-hati gitu lho.
Ya kadang kalau misalnya sendiri,
berpikir sendiri gitu, merenungkan
sendiri, kesel sendiri kayak gitu tuh
lho, tapi ya udahlah mau gimana
lagi kan, udah tempatku disitu ya
udah.
Nah ketika misalnya kamu kesel
sendiri, terus misalnya ya itu
menenangkan, merenungkan
sendiri, ya kesel, itu yang kamu
lakukan biasanya apa?
Tidur (tertawa).
Tidur. Maksudnya untuk
mengatasi itu caranya biasanya
gimana? Tidur?
Iya. Biasanya aku tidur. Biasanya
kalau bangun tidur gitu njuk lupa,
kayak gitu tuh tadi tuh ngapa.
Maksudnya lebih tenang sih dari
sebelumnya.
Terus kalau nggak ya pergi, kayak
gitu, pergi jalan-jalan sendiri atau
sama temen, kayak gitu.
Terus habis itu ya paling ee SMS
mereka malahan, tapi cuma SMS
doang. Kalau misalnya ngomong
meledak takutnya (tertawa).
SMS, SMS maksudnya SMS
orang tua atau adik?
SMS orang tua. Ya atau kalau
disuruh SMS adik ya adik, kayak
gitu.
Informan memahami
kondisi orang tua,
sehingga lebih berhati-
hati bersikap (602-
604)
Informan
merenungkan bahwa
sudah menjadi
perannya sebagai anak
sulung (607-612)
Mengatasi rasa kesal
dengan tidur (619)
Dengan tidur,
informan lupa rasa
kesalnya saat bangun
dan menjadi lebih
tenang (623-627)
Saat kesal, informan
jalan-jalan (629-631)
SMS merupakan cara
meredam rasa kesal
dengan orang tua (632-
635)
Memahami
kondisi orang tua,
sehingga
melakukan
keinginan orang
tua
Memahami
kondisi diri
sebagai anak
sulung, sehingga
melakukan
keinginan orang
tua
Koping : tidur
- Tidur
membantu
melupakan
masalah
- Tidurmenjadi
tenang
Koping: jalan-
jalan
Koping: SMS
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
686
Terus hal-hal itu membantu
kamu nggak? Maksudnya
membantu untuk menetralkan
emosimu?
Membantu sih, membantu. Kecuali
kalau udah disuruh ngurusin itu
terus, bisa-bisa langsung tak matiin,
gitu (tertawa). Nanti dulu to, nanti
dulu, waktu awal-awal kayak gini
dulu.
O ya ya ya. Oke terus ini tadi kan
kamu bilang kamu merasa bahwa
orang tua mendidikmu dengan
benar, gitu. Nah, maksudnya bisa
diceritakan maksud dari
mendidik dengan benar tu
gimana yang kamu rasakan
selama ini?
Ee, jadi kalau dari dulu itu, aku
diajarinnya itu ee piye ya, jangan
meri sama orang, kayak gitu.
Misalnya dia punya, misalnya
temenku ini ya kamu ya udah
seadanya aja, misalnya ee ibu
punyanya segini, kayak gitu, ya
kamu segitu aja, kayak gitu.
Terus ee apa ya, terus nggak usah
mbanding-mbandingin dirimu sama
adik-adikmu, kayak gitu. Kamu ya
kamu, mereka ya mereka.
Terus ee apalagi ya, terus kalau
misalnya di…, tapi aku juga dapet
di asrama sih, maksudnya nggak
sama orang tua tok. Ya itu, orang
tuaku berinisiatif masukin aku ke
asrama, kayak gitu (tertawa). Bener
sih menurutku, iya ke jalan yang
benar. Terus ee apa ya, terus dari
kecil juga dikasih tanggung jawab
mulai dari yang kecil, ngurusin
jadwal sendiri, tapi tetep dipantau
gitu, misal ditanyain. Terus belajar
belajar sendiri nggak usah disuruh,
kayak gitu. Kadang aku nekat
Jika rasa kesal belum
teratasi, informan
mengatakan untuk
menunda mengerjakan
perintah dan
mematikan telepon
(646-651)
Orang tua
mengajarkan informan
untuk apa adanya
(661-668)
Orang tua
mengajarkan tidak
membandingkan diri
dengan adik (670-672)
Orang tua memberi
tanggung jawab sejak
kecil mengatur jadwal
sendiri, orang tua tetap
memantau (681-685)
- Solusi
mengatasi
konflik dengan
melihat prioritas
utama
- Asertif kepada
orang tua untuk
menunda
perintah orang
tua
Didikan orang
tua: menjadi diri
sendiri
Didikan orang
tua: menerima diri
Kecenderungan
pola asuh orang
tua autoritatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
730
731
732
nggak belajar, kayak gitu. Tapi
kadang di diemin aja. Soalnya kalau
aku nggak belajar nanti yang di
sekolah aku sendiri yang ngerasain,
kayak gitu. Pokoknya ibukku sama
bapakku nggak pernah nyuruh,
nyuruh yang sampai dipaksa itu
nggak pernah, nggak pernah. Terus
nyuruh aku njadwal diri sendiri itu
nggak pernah. Ya terserah kamu
mau dijadwal ya terserah, nggak ya
terserah, kayak gitu. Pokoknya
yang ngerasain itu kamu sendiri,
gitu.
Nggak pernah maksa aku les, kayak
gitu tuh nggak pernah. Nggak
pernah les. Jadi orang tuaku tuh
membiarkan aku belajar sesuai
kemampuanku, sesuai sesukaku,
sesuka-suka aku, mau les ya
terserah, mau nggak ya terserah,
kayak gitu. Terus apa ya?
Ee ya mendukung sih misalnya
kayak aku lomba apa gitu
didukung, kayak gitu. Nggak
pernah di…, dilarang-larang apa
disuruh latian terus tuh nggak
pernah.
Terus apa lagi ya? Ya itu selalu
diingetin, inget rumah kayak gitu,
inget rumah. Misalnya pas, pernah
seminggu nggak telepon sama
sekali kayak gitu, telepon dimarah-
marahin, kayak gitu. Dimarah-
marahin, woy inget rumah, kayak
gitu tuh. Padahal ya biasa aja lho
(tertawa). Padahal biasa aja. Terus
ya udah sih suruh ngurus dirinya
sendiri, tapi tetep harus ya menjaga
kontak, kayak gitu.
Nah berarti kan, istilahnya tadi
kamu sempet, sebelumnya, kamu
sempet bilang, kamu diberi
kebebasan yang bertanggung
jawab, gitu kan. Sikapmu kamu
Orang tua memberi
kebebasan informan
untuk mengatur jadwal
belajar sendiri,
namunsetiap
keputusan yang
diambil ada resiko
yang harus ditanggung
(687-700)
Orang tua memberi
kebebasan informan
belajar sesuai
kemampuan (701-707)
Orang tua mendukung
informan dalam
mengembangkan
kemampuan bernyanyi
(709-714)
Orang tua
mengingatkan
informan untuk selalu
ingat dengan keluarga
di rumah (715-726)
- Orang tua
memberikan
kebebasan yang
bertanggung
jawab
- Didikan orang
tua: setiap
keputusan harus
menanggung
konsekuensi
Orang tua
memberi
kebebasan
informan
mengambil
keputusan
Orang tua
mendukung
dalam
pengembangan
minat dan bakat
Didikan orang
tua:
menyeimbangkan
peran diri sebagai
individu dan anak
sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
diberi kebebasan gitu gimana?
Kamu bebas ee misalnya kayak
memilih les, kamu mau apa, mau
apa. Nah sikapmu gimana
memanfaatkan kebebasan itu?
Ee ya tetep, ya itu, kan kalau aku
emang nggak suka les. Misal waktu
kecil tuh aku nggak suka les, ya aku
nggak bakal les, gitu. Nggak les.
Terus ee misalnya aku mau ikut,
ikut-ikutan temenku nari, kayak
gitu, ya aku ikut, dibolehin aja,
kayak gitu. Dianterin, kayak gitu,
dianterin.
Terus aku bebas misalnya ee, piye
yo…., ee aku mau pakai baju apa
tuh terserah. Misalnya ke gereja
mau pakai baju apa tuh terserah.
Terus mau ngapain, ee gimana ya,
saat anak lain diluar sana ee apa
namanya, belajar, aku bisa di rumah
nonton TV. Aku punya waktuku
sendiri gitu lho. Aku bisa belajar
sesukaku. Misalnya pas bangun
pagi kayak gitu terus belajar atau
pas ee malah hari minggu saat
nggak belajar, aku belajar, kalau
hari biasa malah nggak belajar
(tertawa). Jadi terserah gitu lho.
Terus pas di asrama gitu ya bebas
pakai duitku, gitu lho. Aku nggak,
nggak harus misalnya ini untuk beli
ini, ini untuk beli ini. Gitu tuh
nggak. Terus ee aku ee ya tapi
jeleknya ya itu kadang bisa boros,
kadang bisa boros, terus ee nggak
inget waktu.
Terus aku juga kalau pas kuliah gitu
bebas mau pergi kemana saja,kayak
gitu, mau pergi kemana aja. Terus
ee ya biar lebih, jadi kan lebih
menambah pengetahuan lebih
banyak sendiri. Terus mau ee mau,
mau apa namanya, ya pokoknya
melakukan apa aja terserah aku gitu
lho. Jadi aku ee misalnya pas
Orang tua memberikan
kebebasan informan
dalam mengikuti
kegiatan les (738-746)
Diberi kebebasan
memilih baju saat
gereja (747-750)
Diberi kebebasan
untuk mengatur waktu
belajar dan bermain
sendiri (751-761)
Diberi kebebasan
untuk mengatur
keuangan (762-769)
Informan memahami
yang dilakukan dan
paham akan
konsekuensinya (770-
783)
Bebas
berkeputusan
dalam hal
kegiatan
Diberi kebebasan
mengambil
keputusan oleh
orang tua
Diberi kebebasan
berkeputusan
untuk mengatur
waktu oleh orang
tua
Bebas
berkeputusan
mengatur
keuangan
Bebas dalam
memilih, tetap
bertanggung
jawab dengan
konsekuensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
latihan PSM ya aku latihan aku
nggak belajar ya kayak gitu nggak
papa, kayak gitu (tertawa). Ya kan
terserah aku, kan nanti akibatnya
juga aku sendiri, gitu.
Pernah nggak orang tua tuh
semacam melarang atau
maksudnya menolak pilihanmu?
Karena kamu diberi kebebasan,
terus kamu punya pilihan sendiri
terus orang tua ada maksudnya
tidak setuju dengan pilihanmu?
Pernah sih pas ee kuliah ini.
Mungkin karena emang aku orang
terlalu santai, jadinya lebih
diarahkan sama mereka, kayak gitu.
Misalnya aku bilang nggak mau
jadi guru.
Terus ditanya, kamu selama ini
kuliah ngapain, kayak gitu. Selama
kuliah itu ngapain aja, kayak gitu.
Ya tapi emang pelajarannya nggak
enak, gitu kan. Terus aku pikir juga
ha ya gimana aku mau dapet duit
banyak itu nggak jadi guru
(tertawa). Ya pikiranku tuh masih
simple gitu lho. Terus emang berat,
gitu kan. Terus ya sempet diajak
diskusi tapi mungkin cenderung
emosi. Soalnya aku bener-bener
nggak gitu mau sekarang ini.
Tapi orang tua maunya kamu…..
Jadi guru.
Oh gitu.
Iya biar ilmuku selama ini tu
memang kepakai dan uang yang
mereka keluarkan memang bener
ada fungsinya, gitu, fungsi secara
nyata, yang kelihatan.
Terus dilarang PSM, itu pernah.
Tapi ya aku ya kabur-kabur
sekarang, sekarang kabur-kabur
(tertawa). Ya soal…, tapi ya tetep
tahu juga sih porsinya sampai
mana, tapi aku mengurangi, tetep
Karena informan
terlalu santai, orang
tua mengarahkan
untuk jadi guru (792-
797)
Tidak mau jadi guru
(796-797)
Diajak diskusi di
waktu yang kurang
tepat, informan
menolak, karena bukan
hal yang diinginkan
(807-810)
Orang tua ingin
informan jadi guru
(812)
Orang tua ingin
informan jadi guru
agar ilmu dan uang
yang diluarkan tidak
sia-sia (814-821)
Informan diam-diam
tetap melakukan yang
dilarang orang tua,
namun tetap
menyadari yang
diharapkan orang tua
- Orang tua
mengarahkan
informan karena
informan santai
Tidak mau jadi
guru
Timing kurang
tepat, informan
menolak harapan
orang tua
Harapan orang
tua: jadi guru
Harapan orang
tua: menjadi guru
- Memahami
kebutuhan diri
- Seimbang
antara
keinginan orang
tua dan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
825
826
827
828
829
830
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
tetep manut, tapi aku juga manut
diriku sendiri, gitu. Karena kalau
nggak ada PSM juga aku punya
efek sendiri buat aku, gitu.
Terus dilarang apa lagi ya, nggak
sih cuma itu doang. Cuma masalah
aku nanti kerja apa dan itu
ekstrakulikuler yang mungkin
mereka merasanya udah melebihi
porsinya, kayak gitu.
Oh gitu. Oke oke. Terus ee
pernah muncul dipikiranmu, apa
gitu, apa yang kamu pikirkan
sebagai anak sulung?
Maksudnya gimana?
Jadi yang kamu pikirkan apa
ketika kamu adalah anak sulung
gitu?
Ya aku udah ge…., Ya kalau
sekarang ini sih aku udah besar ee
adik-adikku tuh ee gimana ya,
menunggu aku ndang lulus gitu lho.
Jadi aku pingin, aku pinginnya tuh
aku segera lulus dan ee aku punya
penghasilan, aku lepas dari orang
tuaku, dan aku membantu adik-
adikku, ngangkat adik-adik gitu lho.
Ngangkat adik-adikku, membantu
orang tuaku, ngangkat adikku untuk
sekolah misalnya, terus ee
membantu mereka menemukan apa
yang bisa mengembangkan hidup
mereka. Terus ya itu, aku cuma
pingin jadi bener-bener mandiri
terus membantu adik-adikku itu,
intinya.
Nah, tadi kan kamu bilang, ingin,
maksudnya melihat situasinya
kok kayaknya rasanya jadi guru,
nggak mau jadi guru, gitu. Terus
kamu juga ingin cepat lulus terus
punya penghasilan. Nah, kamu
kedepannya punya rencana apa
sih? Maksudnya kamu inginnya
dan keinginan diri
(819-833)
Orang tua memberikan
arahan yang bertolak
belakang dengan
keinginan informan
terkait pekerjaan dan
kegiatan
ekstrakulikuler (829-
834)
Keinginan informan
untuk cepat lulus dan
segera mandiri secara
finansial, sehingga
dapat membantu adik-
adik sekolah dan
mengembangkan
hidup mereka (844-
861)
sendiri
Orang tua
mengarahkan
informan jika
tidak sesuai
dengan yang
diharapkan
- Harapan diri
menyelesaikan
pendidikan
tepat waktu
- Harapan diri
mandiri secara
finansial
- Keinginan
membantu adik
sekolah dan
mengembangka
n hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
871
872
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
916
kamu setelah lulus tuh sebagai
apa?
Ee kan karena kemarin itu sempet
eee bentrok aku nggak mau jadi
guru tapi orang tuaku maunya jadi
guru.
Akhirnya aku tuh pelan-pelan ya
gimana kalau aku mencoba, kayak
gitu kan. Gimana kalau aku
mencoba untuk mencintai apa yang
namanya guru itu sendiri. Jadi aku
daftar yang Bima Sena itu, ee
dengan, kan aku nggak suka jadi
guru karena kurikulumnya
Indonesia itu jelek, kayak gitu kan,
yang gonta-ganti nggak jelas itu.
Terus habis itu ee ini kan
kurikulumnya bebas. Mungkin aku
bisa suka jadi guru itu dari situ
dulu. Ada something yang aku suka
disitu. Terus ya udah, ee jadi
ngayem-ngayemi orang tuaku juga.
Terus ya mungkin kalau misalnya
nanti setelah lulus aku keterima ya
aku masuk ke situ. Kalau nggak ya
aku cari kerjaan yang lain. Entah
guru atau apalah kerjaan lain yang
PBI itu bisa masuk, kayak gitu.
Pokoknya ya intinya ya habis lulus
ya aku kerja, entah itu di rumah,
atau maksudnya balik lagi ke
daerahku, atau disini, kayak gitu.
Yang penting aku bisa istilahnya
pelan-pelan mengembalikan apa
yang, apa yang orang tuaku kasih
ke aku gitu lho. Ya tapi emang
nggak bakal pernah cukup sih, tapi
istilahnya aku mengembalikan gitu
lho, membalas, gitu sih.
Oh iya, bisa diceritakan nggak
tadi ketika ada kesenjangan
pendapat antara orang tuamu,
kamu ingin jadi guru terus kamu
merasa belum pingin jadi guru.
Nah, bisa diceritakan nggak
Perdebatan informan
dan orang tua yang
tidak mau jadi guru
(873-876)
Informan berusaha
mewujudkan harapan
orang tua dengan
mencari hal-hal yang
disukai terkait harapn
tersebut (877-898)
Setelah lulus kuliah,
informan bekerja
supaya bisa membalas
yang sudah diberikan
orang tua (899-909)
Adanya
perbedaan
harapan informan
dan orang tua
- Adanya usaha
mewujudkan
harapan orang
tua
- win-win
solution
mewujudkan
harapan orang
tua dengan
ketertarikan diri
Usaha membalas
budi pemberian
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
962
maksudnya situasinya ketika
kalian saling ngobrol?
Ya kalau aku sih merasanya kalau
dari aku sendiri aku merasa
dipaksa, tu lho. Merasa dipaksa,
soalnya itu bukan hasratku disitu,
bukan keinginanku, kayak gitu.
Terus ee apa ya, aku tuh punya cita-
cita sendiri, aku pingin didukung
tapi mereka nggak begitu, gitu lho.
Kenapa kok ee ya paling tidak apa
ya, ya nanya-nanya sedikitlah,
kayak gitu. Misalnya kan aku
pingin, pingin desain-desain baju
kayak gitu. Tapi mereka tuh kadang
ya cuma nanggepinnya cuma, oh
ya, gitu doang, kayak gitu. Terus
kok aku malah jadi guru, kayak gitu
tuh. Padahal bayanganku tuh jadi
guru tuh nggak semenarik itu, gitu
lho, nggak semenarik bayangan
mereka, kayak gitu. Mungkin aku
juga belum ngerasain kan, belum
micro teaching, belum PPL, sudah,
jadi aku belum menemukan, kayak
gitu. Tapi yang saa…, saat itu aku
merasanya dipaksa, kayak gitu.
Dipaksa melakukan hal yang tidak
kusuka, kayak gitu tuh, atau
mencita-citakan hal yang aku,
nggak pingin, nggak pingin.
Seberapa besar sih keinginan
orang tuamu biar kamu jadi
guru?
Besar banget, 100%, besar.
Maksudnya itu terlihat, terlihat
arahnya kesitu tuh dari kapan?
Eee dari, semester berapa ya,
semester dua kayak gitu. Jadi mulai
kelihatannya tuh karena mereka
ngajak ngobrol, ya nanti ke yayasan
ini aja, kayak gitu. Padahal aku
nggak, nggak ngajak ngobrol ke
arah situ, gitu lho. Terus orang
Informan merasa
dipaksa menjadi guru
yang bukan
keinginannya (919-
923)
Informan bercita-cita
jadi desainer, namun
tidak didukung orang
tua (924-933)
Perasaan dipaksa
melakukan hal yang
tidak diinginkan (942-
947
Keinginan orang tua
mengharapkan
informan menjadi guru
sebesar 100% (952)
Orang tua
Merasa dipaksa
akibat harapan
orang tua
- Harapan
informan:
menjadi
desainer
- Tidak
mendapat
dukungan
orang tua untuk
mewujudkan
harapan diri
Merasa dipaksa
oleh harapan
orang tua
Besarnya harapan
orang tua agar
informan menjadi
guru
Alasan harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
1007
1008
tuaku, ntar ke yayasan ini aja,
jangan di yayasan ini nanti kamu
ndak kerjanya berat, kayak gitu, dan
yang mereka tekankan itu kerja jadi
guru itu supaya aku punya waktu
untuk keluarga, kayak gitu.
Maksudnya ee gimana punya
waktu untuk keluarga?
Kalau misalnya guru itu kan punya
libur sama kayak murid kayak gitu.
Punya libur sama kayak murid.
Misalnya libur semester, kan aku
bisa pulang ke rumah, kayak gitu,
atau nanti misal aku udah
berkeluarga gitu waktuku tuh nggak
separuh hidupku di kantor, gitu lho.
Dibandingkan orang yang di kantor
kan. Biasanya kerja dari pagi
sampai sore banget dan itu emang
nggak ada waktu buat anak-
anaknya, kayak gitu, buat
keluarganya, kayak gitu sih.
Karena lihatnya, orang-orang di
kantor tuh terlalu fokus gitu lho
sama kerjaannya, nggak fokus sama
keluarganya. Orang tuaku takut aku
kayak gitu.
Nah, perasaanmu gimana ketika
kamu menyampaikan kamu tidak
ingin jadi guru tapi orang tua
tetap maksa?
Ya sebel sih.
Sebelnya gimana gitu? Bisa
diceritakan?
Ya, sebelnya tuh, ya eh guru tuh
apa sih,kayak gitu tuh lho, guru tuh
ya gimana, kan aku punya rencana
untuk ngangkat adikku. Gimana aku
bisa mengangkat mereka cepet
kalau aku jadi guru, gitu lho. Gitu.
Aku tuh mikirnya masih sesimple
itu sih. Ya ee apa namanya, toh
guru juga saat nggak bergaji
modalnya juga dari aku to, kayak
mengarahkan informan
menjadi guru agar
memiliki waktu
bersama keluarga
(962-968)
Orang tua
berpandangan bahwa
jika menjadi guru
akan memiliki waktu
untuk keluarga ketika
liburan, dibandingkan
pekerjaan lain (971-
984
Orang tua takut jika
informan mengabaikan
keluarga dan lebih
fokus pada
pekerjaannya (985-
989)
Sebel karena dipaksa
jadi guru (995)
Orang tua memaksa
menjadi guru sehingga
informan kesal,
karena:
- Tidak bisa
membantu adik
secara finansial
dengan cepat jika
jadi guru
- Saat guru belum
digaji, sudah ada
orang tua ada
waktu untuk
keluarga
- Menjadi guru,
memiliki waktu
untuk keluarga
- Didikan orang
tua:
mengutamakan
keluarga
- Kekhawatiran
orang tua
bahwa informan
mengabaikan
keluarga
- Alasan harapan
orang tua
ada waktu
untuk keluarga
Merasa kesal
dipaksa menjadi
guru
Dengan menjadi
guru, informan
tidak bisa
mencapai
harapannya
membantu adik
secara finansial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
1053
1054
gitu. Misal buat handout, apa apa
apa, kayak gitu kan. Terus kerjanya
juga, aku sih berat. Soalnya aku
bukan orang yang suka mikir, suka
mikir yang konseptual. RPP kan
konseptual, kayak gitu. Terus, apa,
gimana caranya memotivasi anak
untuk belajar tuh ak nggak bisa,
gitu lho. Soalnya aku orangnya
bukan orang yang maksa, gitu lho.
Bukan orang yang maksa.
Terus ya itu, tapi ya sebel juga
karena aku nggak maksa. Nah aku
nggak bisa mengargument balik
orang tuaku gitu lho. Karena aku ee
ya nggak enakan sama orang tua,
gitu, aku tuh orangnya nggak bisa
maksa, nggak enakan, takut mereka
tersinggung. Macem-macem. Gitu.
Nah, kamu katanya nggak bisa
memberi argument balik. Ada
hambatannya kah ketika kamu
tidak bisa itu, hambatannya apa?
Ee hambatannya itu karena aku tahu
orang tuaku tuh pemikir. Jadi,
kalimat apa yang ku keluarkan itu
biasanya dipikir. Dipikir banget. Ya
sederhana aja misalnya kayak aku
ee apa ya, kayak masalah, ee oh
duitmu tinggal berapa, duitmu
tinggal berapa. Ah Rp 100.000,00
masih, kayak gitu. Padahal ya aku
nggak ada duit, gitu lho, aku nggak
ada duit gitu kan (tertawa). Terus,
ee beneran itu? Iya beneran, kayak
gitu. Tapi besoknya ditanya lagi,
kayak gitu. Beneran duitmu tinggal
segitu? Beneraaaaaaan. Aku bilang
sampai…, beneran. Jadi tuh kadang
malah apa yang tak omongin nggak
dipercaya. Tapi untuk hal-hal kayak
gitu sih, yang, yang mungkin
membahayakan aku, kayak gitu,
misalnya nggak punya uang kan
pengeluaran
- Menjadi guru
memiliki tugas yang
berat
Menjadi guru akan
memotivasi anak
belajar, padahal
informan tidak
mampu memotivasi
(999-1019)
Informan kesal karena
tidak mampu
menyampaikan
perencanaannya,
karena takut
menyinggung perasaan
orang tua (1021-1028)
Informan tidak mampu
berargumen karena
tidak mau orang tua
jadi kepikiran (1034-
1037)
- Kesal karena
pasif
- Pandangan
bahwa asertif
dapat
menyinggung
perasaan orang
tua
Bersikap pasif
tidak mau
menambah beban
pikiran orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
1055
1056
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
1099
1100
bahaya (tertawa). Biasa wae sih
(tertawa), bahaya kan (tertawa),
kayak gitu. Terus dipikir banget tuh
lho. Ee terus kayak apa ya, ya mau
pulang doang, mau pulang aja, tapi
nggak tahu lho jadi apa nggak itu
dipikir banget. Setiap hari, setiap
jam pasti ditanyain, kayak gitu. Jadi
aku nggak mau masalah kayak gitu
aja yang mungkin masih nanti
kayak gitu tuh harus ee dipikir
banget tuh lho, dipikir banget.
Terus belum lagi kalau bapakku
mudah sakit, kayak gitu-gitu kan.
Ya padahal bapakku orangnya
nggak maksa, mau aku jadi guru,
mau nggak, ya terserah, ibuku tuh
lho yang ini.
Oh yang ibu berarti yang lebih
maksa?
Iya, dan terus kan aku pikir ibu tuh
lebih ee lebih banyak pikiran
dibanding bapakku, kayak gitu.
Soalnya kan yang ngurusin bapakku
sendirian kan. Adikku yang paling
kecil juga belum bisa diajak
ngomong juga kan, belum ngerti.
Terus ya pokoknya aku merasanya
ibuku banyak beban pikirannya tuh
lho. Jadi kalau misalnya aku
argument balik itu ya cuma
nambah-nambahin doang gitu lho.
Padahal aku ya nanti nggak tahu
jadi apa nggak. Nanti misal aku
argument balik aku kualat ntar
bener jadi guru gitu kan repot aku
(tertawa). Aku sih mikirnya gitu.
Oh iya iya. Yang guru tuh bapak
atau ibu atau dua-duanya?
Dua-duanya.
Oh dua-duanya. Tapi ibu lebih
maksa ya?
Iya.
Kalau bapak?
Tidak berargumen
karena memahami
ayah yang sedang sakit
(1067-1068)
Ibu lebih memaksa
untuk jadi guru,
ketimbang ayah (1071-
1074)
Informan tidak mampu
berargumen karena
memahami kondisi ibu
yang banyak beban
(1077-1083)
Jika berargumen akan
menambah beban
pikiran ibu (1084-
1088)
Tidak berargumen
karena takut kualat
menjadi guru, padahal
menolak (1089-1093)
Pasif karena
memahami
kondisi orang tua
Ibu memaksa
harapannya, ayah
tidak
Memahami
kondisi ibu,
sehingga memilih
pasif
Pandangan asertif
menambah beban
pikiran orang tua
Bersikap pasif,
karena ragu
dengan keputusan
saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
1101
1102
1103
1104
1105
1106
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
1146
Bapak tuh lebih terserah. Tapi ya,
ya dipikirin gitu lho apa yang kamu
dapet sekarang lebih baik
diimplemantasikan secara nyata,
kayak gitu. Tapi kalau nggak ya
nggak papa. Tapi bapakku
pinginnya tetep yang kupelajari
disini tuh bener-bener kepakai, gitu
sih.
Terus ee cara kamu mengatasi
ketika kamu tidak bisa berbalik
argument gitu gimana? Misalnya
tentang konteksnya tentang yang
guru-guru tadi. Cara mengatasi
itu gimana?
Ya paling aku cuma bilang, halah
itu ya masih nanti tho, kayak gitu
kan. Mbok kayak gitu tuh nggak
usah diributkanlah, kadang tuh aku
gitu (tertawa). Terus ganti cerita.
Mengalihkan gitu ya?
He-eh. Kalau nggak ganti cerita,
kayak gitu. Terus apa ya, ya udah
misalnya udah selesai gitu
besoknya ee ngomongin hal yang
kayak kemarin gitu tapi bukan yang
mengarah kalau aku nggak mau,
gitu. Tapi tetep, eh guru nih ini ada
lho misalnya daftaran guru, kayak
gini, besoklah tak njajal, kayak gitu.
Ya jadi cuma ee aku disini aku
berusaha me…, mencintai apa yang
mau mereka wujudkan dalam
diriku, kayak gitu kan. Terus ya
udah aku sampaikan gitu.
Sampaikan ke mereka seperti itu.
Jadi, setidaknya aku sudah
mencoba, kayak gitu.
Aku mau nunjukkin mereka ya
bahwa ibu maunya begitu ya aku
usahakan, kayak gitu, tapi ya
semampuku, sesampainya aku
perasaankku sampai mana, kayak
gitu. Kalau, tapi ya itu nggak bisa
dipaksakan kalau kayak gitu tuh.
Ayah memberi
kebebasan untuk jadi
guru atau tidak, namun
tetap mengarahkan
(1101-1104)
Jika diajak diskusi
tentang menjadi guru,
informan akan
mengalihkan
pembicaraan (1117-
1121)
Informan
menyampaikan
usahanya untuk
mewujudkan harapan
orang tua (1129-1139)
Informan ingin
menunjukkan
usahanya untuk
menjadi guru sesuai
dengan kemampuan
diri (1140-1146)
Ayah cenderung
tidak memaksa,
namun tetap
mengarahkan
Ketika membahas
terkait harapan
orang tua, respon
informan
mengalihkan
Adanya keinginan
mengusahakan
harapan orang tua
Adanya keinginan
berusaha
maksimal untuk
mencapai harapan
ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
1147
1148
1149
1150
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
1166
1167
1168
1169
1170
1171
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
1182
1183
1184
1185
1186
1187
1188
1189
1190
1191
1192
Iya iya. Oke, ee bisa diceritakan
nggak hubunganmu dengan
orang tua tuh gimana?
Gimana tuh gimana mbak?
Ee maksudnya kayak komunikasi
atau kedekatan dengan orang tua
tuh seperti apa?
Ya deket sih, deket. Makanya
kadang kalau aku denger temen-
temenku ee nggak berhasil…, tapi
ini deketnya tuh nggak sampai
cerita yang curhat pacar gitu nggak,
nggak sampai segitu. Tapi ya tetep
ya ngerasanya deket. Mereka yang
sering cerita sih ke aku, kayak gitu.
Kalau aku sih nggak nyaman kalau
cerita pacar-pacar gitu. Paling cuma
ngasih tahu doang, gitu-gitu doang,
kayak gitu. Tapi kalau untuk
lanjutnya tuh nggak, nggak terlalu.
Tapi deket sih, apalagi sama bapak,
kayak gitu. Soalnya emang dari
kecil senengannya diajak perginya
sama bapak, kayak gitu. Ya deket.
Setiap hari kalau misalnya nggak
ditelepon tuh dicariin, kayak gitu.
Padahal ya baru dua hari yang lalu.
Sampai sekarang?
Sampai sekarang. Padahal baru dua
hari yang lalu telepon, kayak gitu,
ditanyain kayak gitu. Apa ya. Ya
deket banget kok, deket.
Berarti kalau komunikasi juga
lancar?
Lancar.
Apakah merasa ada hambatan
komunikasi dengan orang tua?
Ya sinyal itu biasanya (tertawa).
Sinyal (tertawa). Sinyal. Terus ee
biasanya karena sibuk ngerjain
tugas yang mepet-mepet kayak gitu
tuh biasanya lupa, kelupaan, kayak
gitu. Kebanyakan latihan PSM,
terus atau latian apa yang bikin
seneng tuh kayak gitu lupa, kayak
Merasa dekat dengan
orang tua karena saling
berbagi cerita (1155-
1174)
Hambatan komunikasi
dengan orang tua
adalah kesibukan
masing-masing (1187-
1199
Memiliki
hubungan yang
dekat dengan
orang tua
Hambatan
komunikasi :
orang tua dan
anak sibuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
1193
1194
1195
1196
1197
1198
1199
1200
1201
1202
1203
1204
1205
1206
1207
1208
1209
1210
1211
1212
1213
1214
1215
1216
1217
1218
1219
1220
1221
1222
1223
1224
1225
1226
1227
1228
1229
1230
1231
1232
1233
1234
1235
1236
1237
1238
gitu, lupa (tertawa), kalau seneng
lupa, sedih banget lupa, kayak gitu,
lagi sedih lupa, kayak gitu. Terus
(tertawa) kadang mereka juga rapat-
rapat apa nggak telepon, gitu.
Kadang hambatannya karena
kesibukan masing-masing sih.
Oke, ee ada pengalaman
menyenangkan bersama
keluarga?
Ada lah mbak.
Bisa diceritain pengalaman yang
gimana?
Ulang tahun. Setiap ulang tahun
siapa pun di keluarga kayak gitu,
mesti, mesti dirayain. Entah itu
cuma ee bikin apa mie goreng, apa
apa, itu tuh tetep, tetep dirayain,
kayak gitu. Terus, apa ya,
pengalaman menyenangkan, eeeem,
ya setiap hari menyenangkan sih
mbak sebenernya.
Menyenangkan setiap hari ya?
Iya sih, nyenengi tiap hari. Kayak
misalnya eee nginep bareng di
rumah sakit, kayak gitu tuh. Kayak
gitu tuh malah menyenangkan sih.
Terus kesembuhan. Kesembuhan
tuh pasti menyenangkan.
Terus apa lagi ya? Ya kalau
kumpul-kumpul pulang Natalan,
anak-anaknya yang pada pergi dari
rumah tuh pulang, kayak gitu tuh
kumpul-kumpul tuh ya seneng.
Terus apa ya koor bareng
sekeluarga itu pernah, kalau nggak
ada orang. Kalau nggak ada orang
tuh pernah kayak gitu (tertawa).
Isinya satu keluarga semua ya?
Iya, he-eh. Ya kayak gitu sih
sederhananya.
Kalau pengalaman yang kurang
menyenangkan?
Pengalaman kurang menyenangkan
tuh, ya, oh ya kalau misalnya sakit,
Pengalaman
menyenangkan ketika
ulang tahun dirayakan
(1207-1215)
Pengalaman
menyenangkan ketika
menginap di rumah
sakit dan terjadi
kesembuhan (1217-
1222)
Pengalaman
menyenangkan ketika
Natal satu keluarga
kumpul (1223-1231)
Pengalaman tidak
menyenangkan ketika
Kebersamaan
adalah
pengalaman
menyenangkan
bersama keluarga
Kebersamaan
adalah
pengalaman
menyenangkan
bersama keluarga
Kebersamaan
adalah
pengalaman
menyenangkan
bersama keluarga
Pengalaman tidak
menyenangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
226
1239
1240
1241
1242
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
1251
1252
1253
1254
1255
1256
1257
1258
1259
1260
1261
1262
1263
1264
1265
1266
1267
1268
1269
1270
1271
1272
1273
1274
1275
1276
1277
1278
1279
1280
1281
1282
1283
1284
bapak sakit kayak gitu kan serius,
gitu. Serius, bukan yang cuma
demam. Itu serius. Habis itu tuh,
gimana ya? Apa lagi ya? Emm terus
ya kadang adik-adikku sakitnya ya
serius. Biasanya pengalaman sakit
sih kalau sedih, kayak gitu. Ya pasti
kalau, kalau sakitnya kayak gitu
semuanya jadi ikut-ikutan tuh lho.
Gitu. Terus jadi ikutan sedih. Jadi
suasananya nggak enak. Terus apa
lagi ya? Kemalingan, itu pasti
sedih.
Pernah kemalingan?
Pernah, pernah berkali-kali. Itu
rumahnya kena angin puting
beliung pernah (tertawa), pernah.
Terus rumahnya jadi posko itu
pernah. Soalnya sedihnya kita
nggak bisa tidur (tertawa).
Oh, kena bencana-bencana gitu?
Sering. Eh nggak sering ding,
nggak, pernah. Pernah. Terus apa
lagi ya? Udah sih gitu, kayak gitu-
gitu aja kesedihannya.
Terus hubunganmu dengan adik-
adik gimana?
Emm deket sih. Tapi semenjak
udah pisah-pisah gitu, nggak
seberapa. Soalnya kan nggak
seberapa komunikasinya juga.
Terus mereka, mereka juga kan
cowok-cowok.
Oh adikmu tiga cowok?
Dua, cowok-cowok. Kayak gitu.
Jadi kadang kalau ditanyain sok
cool, kayak gitu. Punya masalah
apa, nggak ada, kayak gitu tuh.
Mungkin karena kita jarang ketemu,
kayak gitu. Terus aku juga dari
SMA udah nggak di rumah kan dan
hapenya dibatesi. Jadi tuh emang
jarang ngobrol, jarang cerita.
Mungkin ya dari situ sih, juga
kurang, kurang deket. Tapi ya kalau
ngumpul ya biasa, berantem-
ada yang sakit (1237-
1247)
Pengalaman kurang
menyenangkan ketika
terkena musibah
maling, bencana alam
(1248-1258)
Hubungan yang dekat
dengan adik, namun
saat ini jarang
komunikasi karena
jarak yang jauh (1266-
1271)
jika ada keluarga
yang sakit
Pengalaman
kurang
menyenangkan
ketika terkena
musibah
Komunikasi
dengan adik
semakin jarang,
karena perbedaan
jarak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
227
1285
1286
1287
1288
1289
1290
1291
1292
1293
1294
1295
1296
1297
1298
1299
1300
1301
1302
1303
1304
1305
1306
1307
1308
1309
1310
1311
1312
1313
1314
1315
1316
1317
1318
1319
1320
1321
1322
1323
1324
1325
1326
1327
1328
1329
1330
beranteman, cerita, ya kayak biasa.
Terus cara kamu mendekati
adik-adikmu gimana?
Ya diajak ngomong, kadang ya
cuma personal, kayak gitu.
Ngomong personal, nggak didepan
orang banyak gitu lho. Karena dia
kan malah nggak mau didepan
orang banyak, kayak gitu. Terus
diajak main dulu, diajak nonton
film dulu, kayak gitu. Banyak
melakukan aktivitas bersama, kayak
gitu dulu.
Kalau sekarang komunikasi
berarti tetep sama adik?
Tetep sih. Kadang lewat facebook.
Gitu ya. Oke bisa diceritakan
lebih lanjut lagi, orang tua punya
harapan apa saja ke kamu
sebagai anak sulung? selain
pendidikan tadi jadi guru. Ada
lagi?
Harapannya sih, tapi bukan nggak,
nggak menekankan anak sulungnya
sih, tapi ya tetep sebagai anak,
kayak gitu. Ya aku ee lulus dengan
nilai yang baik, kayak gitu. Lulus
baik diusahakan baik, kayak gitu
tuh. Bukan, bukan njuk
memaksakan aku jadi orang pinter
tuh nggak, tapi ya diusahakan ya
baik, kayak gitu. Terus ee yaa
punya sikap yang baik, disekolahin
di tempat yang bener tuh ya nanti
sikapnya kudunya harus kayak gitu,
kayak gitu. Jadi nggak perlu lah
dikasih tahu. Terus apa ya, ya udah,
hidup yang lebih baik dari orang
tua.
Kalau yang secara khusus kamu
sebagai anak pertama ada
nggak?
Ya itu, ngangkat adik-adiknya,
kayak gitu. Yang penting, orang
Mendekati adik
dengan cara sering
melakukan aktivitas
bersama (12881296)
Harapan orang tua
kepada anaknya:
- Lulus dengan nilai
baik
- Punya sikap yang
baik
- Hidup lebih baik dari
orang tua (1308-
1324)
Harapan orang tua
kepada informan:
Cara mendekati
adik dengan
melakukan
aktivitas bersama
Harapan orang tua
ke semua anak:
- Lulus dengan
nilai baik
- Bersikap baik
- Hidup lebih
baik dari orang
tua
Harapan orang tua
kepada anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
228
1331
1332
1333
1334
1335
1336
1337
1338
1339
1340
1341
1342
1343
1344
1345
1346
1347
1348
1349
1350
1351
1352
1353
1354
1355
1356
1357
1358
1359
1360
1361
1362
1363
1364
1365
1366
1367
1368
1369
1370
1371
1372
1373
1374
1375
1376
tuaku tuh yang penting adikku bisa,
adik-adikmu tuh lho dibantu, kayak
gitu. Jadi harapannya lebih ke
mereka, adik-adik.
Terus pandanganmu tentang
harapan-harapan itu gimana?
Ya sadar kalau itu memang sesuatu
yang harus dilakukan oleh anak
tertua, gitu lho. Ya kalau misalnya
bukan aku ya siapa lagi kan. Nggak
mungkin aku terus aku limpahin ke
adikku mentang-mentang aku
perempuan, nggak bisa kayak gitu.
Ya aku menyadari betul kalau itu
memang benar harus dilakuin sama
anak sulung, gitu sih.
Usahamu yang sampai sekarang
udah kamu lakukan apa untuk
mewujudkan itu?
Ya belajar lah, semampunya tapi.
Belajar kayak gitu. Maksudnya tuh
udah mulai sayang sama nilai, gitu
lho.
Sayang sama nilai tuh gimana?
Sayang sama nilai itu maksudnya
kalau dulu kan, ah nilai tuh nggak
penting yang penting ilmunya,
kayak gitu. Tapi tuh sekarang lebih
ya realistislah kalau aku tuh, ya
kalau bisa dua-duanya dapet,
nilainya iya, proses ya iya. Jangan
cuma mementingkan proses doang.
Kalaupun aku emang mentok-
mentoknya kayak gitu, ya udahlah
kayak gitu. Ya, ya udah mulai harus
berpikir ke depan, kayak gitu.
Misalnya ya itu tadi aku mulai
ndaftar kerja, kayak gitu. Terus apa
ya? Mulai cari-cari beasiswa,
mbantuin bapak ibuku. Jadi bapak
ibuku lebih fokus ke adiku, kayak
gitu, kalau ada beasiswa. Terus apa
membantu adik-adik
(1329-1334)
Menyadari peran diri
sebagai anak tertua
untuk membantu adik-
adik (1338-1347)
Belajar untuk
mendapatkan nilai
baik sebagai bentuk
usaha mewujudkan
harapan orang tua
(1401-1403)
Saat ini
mengutamakan nilai
dan proses belajar
untuk mewujudkan
harapan orang tua
(1359-1366)
Usaha untuk
mewujudkan harapan
orang tua dengan
mulai berpikir ke
depan seperti mencari
kerja dan beasiswa
(1369-1376)
sulung:
membantu adik-
adik
Adanya kesadaran
diri akan peran
sebagai anak
sulung untuk
membantu adik
Usaha
mewujudkan
harapan orang tua
belajar
Usaha
mewujudkan
harapan orang tua
belajar
Usaha
mewujudkan
harapan orang tua
punya
pemikiran ke
depan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
229
1377
1378
1379
1380
1381
1382
1383
1384
1385
1386
1387
1388
1389
1390
1391
1392
1393
1394
1395
1396
1397
1398
1399
1400
1401
1402
1403
1404
1405
1406
1407
1408
1409
1410
1411
1412
1413
1414
1415
1416
1417
1418
1419
1420
1421
1422
lagi ya? Ya udah mulai mendekati
adik-adikku lagi.
Ee oke, tadi kan diawal kan kamu
sempet bilang tentang sebaiknya
kamu, orang tua pingin kamu
punya perencanaan. Maksudnya
kamu dalam waktu-waktu setelah
ini punya perencanaan apa?
Punya perencanaan apa yang
berkaitan untuk mewujudkan
harapan orang tua?
Perencanaanku, ya misalnya buat
semester besok ngambil mata
kuliah apa, misalnya SPD. Jadi aku
menargetkan tu lho di semester ini
ngambil apa, jadi semester udah
tinggal ngurusin apa, kayak gitu.
Misalnya ambil SPD sama, udah
SPD, terus habis itu PPL, misalnya
kayak gitu.
Terus nanti misalnya aku nggak
dapet semester delapan ambil PPL-
nya, kayak gitu. Terus nanti, selama
tujuh delapan itu udah mulai cari ee
referensi tempat kerja baiknya kaya
apa. Rencanaku sih gitu. Tapi kan
nggak tahu rencana (tertawa),
rencana kan nggak tahu aku.
Dilakuinnya gimana ya?
Iya. Tapi lebih fokus ke kuliah itu
sih, dikuliah.
Terus sampai sekarang proses
kuliahmu gimana? Apakah sudah
berjalan sesuai rencana, apakah
diluar rencana?
Mulai masuk rencana sih. Aku kan
udah mulai motong kegiatan
ekstrakulikulerku, kayak gitu, dan
mulai membatasi mana yang aku
bisa ikut, mana yang nggak. Tetep
kalau misalnya itu bertabrakan
sama kuliah ya udah aku jangan
maksa. Soalnya udah semester
segini, tuntutan untuk serius itu
Rencana untuk
mewujudkan harapan:
orang tua menargetkan
mata kuliah yang akan
diambil (1389-1396
Rencana untuk
mewujudkan harapan:
orang tua mencari
referensi pekerjaan
(1398-1403)
Rencana mewujudkan
harapan orang tua:
fokus kuliah (1407-
1408
Cara mewujudkan
harapan orang tua
yang sudah dilakukan
dengan
memprioritaskan
kuliah dan mengurangi
kegiatan (1414-1423)
Usaha
mewujudkan
harapan orang
tua: target kuliah
tepat waktu
Usaha
mewujudkan
harapan orang
tua: mencari
referensi kerja
Usaha
mewujudkan
harapan orang
tua: fokus kuliah
Saat ini fokus
kuliah untuk
mewujudkan
harapan orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
230
1423
1424
1425
1426
1427
1428
1429
1430
1431
1432
1433
1434
1435
1436
1437
1438
1439
1440
1441
1442
1443
1444
1445
1446
1447
1448
1449
1450
1451
1452
1453
1454
1455
1456
1457
1458
1459
1460
1461
1462
1463
1464
1465
lebih tinggi, kayak gitu.
Terus ee ya mulai tahu jamnya
harus istirahat, kapan harus belajar,
kayak gitu, kapan harus main. Tapi
ya sekarang kayaknya kebanyakan
ee ngejar tugas itu, ngejar tugasnya.
Maksudnya sekarang udah mulai
kuat, tak kuat-kuatin begadang,
sama, begadang terus bangunnya
pagi. Mulai kesitu. Terus mulai
ngerasain kalau kerja nggak
dadakan itu rasanya enak.
Kerja nggak dadakan?
Kerja nggak dadakan. Iya, mulai
lebih konsen lagi di kelas, biasanya
aku cuma main-main, kayak gitu.
Tapi ya mulai kerasa sih efeknya,
mulai masuk rencana, kalau jalanku
tuh harus gini, semester ini harus
lurus, gitu.
Oke, mungkin ada yang mau
tambahkan tentang proses kita
hari ini? Maksudnya mungkin
ada yang kamu tambahkan atau
sharingkan?
Ee apa ya, jadi anak sulung tuh
enak. Iya, enak kok. Soalnya ya itu,
ee bebas bertanggung jawab.
Bebas bertanggung jawab dan
kamu merasakan itu?
Iya.
Oke. Ee sepertinya pertemuan
kita sampai disini dulu. Ini nanti
dari pembicaraan kita coba saya
lihat terus kalau nanti aku ada
pertanyaan mungkin kita bisa
buat pertemuan lagi?
Iya.
Bisa ya. Itu nanti aku tanya-
tanya lagi supaya lebih
mendalam. Makasih ya.
Iya.
Cara mewujudkan
harapan orang tua
yang sudah dilakukan
dengan manajemen
waktu belajar dan
berkegiatan (1424-
1434)
Menjadi anak sulung
itu menyenangkan
karena bisa bebas-
bertanggung jawab
(1449-1451)
Manajemen
waktu adalah satu
cara mewujudkan
harapan orang tua
Merasa senang
dengan
keadaannya
sebagai anak
sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
231
Lampiran 9: Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 2 (AA)
Wawancara ke-2
Waktu : Kamis, 23 April 2015, pukul 15.00 – 15.50 WIB
Lokasi : Kamar Kos Informan
a. Catatan lapangan deskriptif
- Potret subjek dan latar fisik
Subjek masih mengenakan pakaian kuliahnya, yaitu kemeja berwana
coklat dan celana panjang jins. Subjek tampak lelah dan berkeringat.
Dalam menjawab pertanyaan, subjek tampak lebih menggebu-gebu. Hal
ini dilihat dari intonasi yang naik dan turun, serta lebih banyak tertawa.
- Peristiwa khusus
Subjek menunjukkan gambar-gambar desain baju miliknya kepada
pewawancara. Subjek mengatakan bahwa sudah ada satu desain yang
sudah direalisasikan untuk sebuah acara. Namun, subjek kurang puas pada
hasilnya.
- Perilaku pengamat
Pewawancara merasa bahwa informasi yang didapat sudah cukup dan
dapat menjawab pertanyaan penelitian.
b. Catatan lapangan reflektif
- Refleksi analisis
Apa yang disuruh orang tua terhadap subjek dianggap sebagai kebutuhan
yang harus dipenuhi subjek, bukan sebuah suruhan. Hal ini yang membuat
subjek berusaha tetap mencoba apa yang diinginkan orang tua, seperti
menjadi guru.
- Refleksi metode
Metode wawancara sudah berjalan baik. Subjek nampak lebih terbuka
dengan pewawancara. Pertanyaan inquiry juga cukup untuk menggali
lebih dalam.
- Refleksi dilemma etika dan konflik
Tidak ada refleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
232
- Refleksi kerangka berpikir
Data sudah jelas dan terlihat polanya.
- Klarifikasi
Tidak ada klarifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
233
Lampiran 10: Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 2 (AA)
Kode : AA/W2
Baris Verbatim Koding Awal Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Kemarin saya bertanya tentang
kehidupan sebagai anak sulung.
Kamu bilang, oh aku merasa
lebih dewasa sih dianggap sama
bapak ibu. Selain itu, lebib
dikejar dalam pendidikan. Biar
cepet lulus, terus gantian adik
yang kuliah. Setelah lulus nanti,
diharapkan bisa membantu adik
dan bisa membantu membiayai.
Lalu kamu bilang kehidupan
sebagai anak sulung tuh ya
menjadi anak sulung yang benar,
gitu. Terus menjadi anak sulung
yang benar itu bisa membantu
orang tua, membimbing adik-
adik, memberi contoh untuk adik-
adik, gitu. Kamu mengetahui
untuk menjadi anak sulung yang
benar itu kayak gitu ituh tuh dari
mana?
Emm, dari…, orang tua sih. Dari
apa namanya, melihat banyak
instruksi orang tua.
Maksudnya kan kalau anak pertama
tuh, kalau aku mikirnya kayak
pertama yang ada dan jadi contoh
gitu ya buat adik-adiknya. Nah
jadikan pasti banyak bimbingan to
sebelumnya. Dari bimbingan itu kan
aku juga menganalisis to,
maksudnya tuh tujuannya apa,
kayak gitu. Itu ee masuk nggak
untuk jadi teladannya adik-adik,
kayak gitu. Misalnya kayak aku
suruh kuliah cepet, apa sih, tepat
waktu kayak gitu tuh, ee masuk
nggak jadi buat teladannya adik-
adik gitu. Terus misalnya kayak gek
Pengetahuan menjadi
anak sulung yang
benar dari instruksi
orang tua (22-24)
Informan menganalisis
instruksi orangtua
bahwa anak sulung
merupakan contoh
bagi adik (26-45)
Memahami instruksi
orang tua untuk
menjadi anak sulung
- Memahami tujuan
orang tua
- Refleksi pribadi
bahwa anak sulung
menjadi teladan
adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
234
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
ndak lulus, terus habis itu
membiayai adik-adik kayak gitu
tuh, masuk nggak jadi kriterianya
anak sulung, kayak gitu. Apakah itu
yang dilakukan anak sulung pada
umumnya.
Nah, selain itu juga ngelihat
keluarganya orang tuaku
sebelumnya, kayak gitu. Dulu apa
yang dilakukan bapakku, bapak kan
anak sulung juga. Kayak gitu.
Mungkin ya dari sharing
pengalaman bapak dulu. Dulu tuh
bapak sebagai anak sulung tuh
ngapain. Katanya dulu tuh bapak
tuh yang ngurusin adik-adiknya
waktu sekolah, karena orang tuanya
kerja di pasar, kayak gitu. Yang
masakin, yang apa…, ya pokoknya
yang mempersiapkan kebutuhan
adik-adiknya, kayak gitu. Terus
malah akhirnya ngalah nggak
sekolah biar adiknya bisa sekolah.
Terus bapakku yang ikut kerja
orang tuanya, kayak gitu, atau
ibukku yang cerita. Ibukku kan anak
kedua. Dia cerita budheku dulu, ya
itu dulu sama, sekolahnya cuma
sampai apa, terus habis itu
kesempatannya dikasih ke adiknya,
kayak gitu. Terus bantuin orang
tuanya untuk mbiayai, gitu sih.
Terus yang kamu tahu menjadi
anak sulung tuh sebaiknya begini
begini tuh dari orang tua sih ya.
He-em. Pengalaman mereka juga.
Pengalaman mereka dan keluarga
gitu ya. Nah, mau tanya lagi,
kemarin kamu bilang menjadi
anak sulung itu ada untung dan
malangnya. Nah, malangnya tuh
harus ngurusin adik-adik. Terus
kadang tuh sering disalah-
salahin. Lalu menjaga perasaan
orang tua, jadi menjaga
Mengetahui tugas
sebagai anak sulung
dari cerita pengalaman
orang tua (47-55)
Memahami tugas
anak sulung dari
pengalaman orang
tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
235
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
perasaanya itu dengan cara
memilih kata-kata saat bicara
biar menjaga perasaan. Nah mau
tanya, biasanya kalau sering
disalah-salahin itu apa ya
penyebabnya? Bisa dikasih
contoh juga, Mbak?
Eem, disalahin tuh misalnya kayak
kemarin itu membuat keputusan
yang ee bertele-tele gitu lho,
bertele-tele. Ya udah sih, sekarang
umurnya berapa, ditanya kamu tuh
udah umur berapa, orang bikin
kayak gitu aja lama, kayak gitu tuh.
Bikin keputusan aja lama! Kalau
orang…, jadi orang tuh yang
terencana. Itu sih yang sekarang ini.
Terus kalau misalnya yang dulu-
dulu kayak halah yang sepele aja
misalnya masak, nggoreng ini aja,
halah nggoreng kayak gitu aja
gosong, kayak gitu tuh lho. Kayak
gitu, terus apa ya? (tertawa)
Misalnya ngurusin adikku itu dulu
waktu kecil kayak gitu yang nyuruh
mandilah, apa, biar cepet gitu waktu
ditinggal orang tua. Terus kita pergi
kemana setelah itu, dan nanti
bapakku pulang tinggal jemput,
kayak gitu misalnya, itu ntar adikku
yang nggak mandi aku yang
disalahain, lho itu kamu tuh gimana,
orang udah dibilangin adiknya
diurusin kayak gitu, kamu, malah
belum mandi, gitu. Padahal salah
siapa, salah adikknya. Udah nyuruh
lho mandi, terus disalahin (tertawa).
Ya kayak gitu, sederhana. Ee hal
yang dititipkan ke aku, tapi sudah
kulakukan, nah orang kusuruh itu
nggak menjalankan, jadinya ke aku,
kayak gitu sih.
Nah kalau kayak gitu, kamu
disalahin misalnya karena
adikmu nggak mandi padahal itu
Disalahkan orang tua
karena lama dalam
mengambil keputusan
dan tidak terencana
(940193)
Disalahkan orang tua
karena diberi tanggung
jawab mandi, tapi adik
tidak mau mandi (110-
128
Informan disalahkan
orang tua ketika sulit
mengambil
keputusan
Informan disalahkan
orang tua ketika
tidak bertanggung
jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
236
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
179
kamu udah nyuruh, itu gimana
perasaanmu waktu itu?
Ya bete sih ya (tertawa). Ya soalnya
dulu masih umur berapa sih ya dan
itu tuh berasanya nggak adil tuh lho,
yang salah siapa, kayak gitu, terus
biasanya aku marah sama adikku,
gara-gara siapa? Aku marahin tapi
ya biasa sih. Lha orang itu dia yang
nggak mau mandi kok, kayak gitu.
Biasanya aku diem aja, kayak gitu,
mengurangi intensitas bicara, gitu.
Nanti daripada aku salah lagi kan
(tertawa), kayak gitu. Dulu sih
mikirnya gitu. Ya lebih ke sebel sih.
Tapi kalau sekarang, ee ya…, ya
udah kalau misalnya dia nggak mau
mandi, ya udah terserah, kayak gitu.
Mau marahin ya marahin dia, kayak
gitu. Tapi sekarang kan udah sama-
sama fair, sama-sama tahu kan, lagi
pula adikku kan udah gedhe juga
kan, jadi udah nggak bisa kayak
gitu.
Kemarin kamu cerita kalau
misalnya ngurus adik itu kayak
ngecek seragam, nyetrika
seragam, terutama misalnya pas
bapak lagi sakit gitu, kamu yang
harus mengurusi. Terus misalnya
nemenin berangkat sekolah,
nyariin angkot, memantau
mereka karena kalian kan
berjauhan ya, memantau mereka
lagi ada masalah apa. Nah,
menurutmu apa yang terlintas
dipikiranmu tentang tanggung
jawab tersebut?
Tanggung jawab itu ya sesuatu yang
memang harus kulakukan, gitu.
Harus itu bukan karena aku
diperintah lalu harus melakukan,
tapi aku juga melihat situasinya. Ya
memang situasinya aku memang
sedang dibutuhkan, gitu. Jadi ya
Merasa kesal karena
orang tua memarahi
informan bukan karena
kesalahannya (135-142
Informan diam/
mengurangi intensitas
bicara daripada
disalahkan (149-151)
Merasa sebel karena
selalu disalahkn (147)
Informan menyadari
tanggung jawab
sebagai anak sulung
saat dibutuhkan (172-
181)
Informan kesal
karena merasa tidak
adil
Dulu merespon
dengan diam
daripada disalahkan
Kesal diperlakukan
tidak adil
- Informan peka
terhadap
lingkungan
keluarga
- Kesadaran peran
sebagai anak
sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
237
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
keharusan itu memang harus
dilakukan. Kayak gitu sih.
Jadi bukan semata-mata diperintah
aku harus melakukan ini, gitu
nggak. Tapi memang aku melihat
itu sebagai sesuatu yang dibutuhkan
untuk aku penuhi.
Lalu perasaanmu mengurus adik-
adikmu itu gimana?
Yaa…, kalau misalnya yang paling
ekstrem itu pas bapakku sakit, gitu,
eee merasanya gimana ya? Ya
pertama tuh semacam kaget gitu
lho. Kaget karena harus.., ya itu
kayak berangkat pergi sendiri, yang
biasanya bareng sama orang tua,
kayak gitu. Kan jarak rumahku
sama sekolahku tuh memang agak
lumayan. Nah jadi tuh memang aku
tuh harus bertiga berangkatnya. Nah
itu tuh rasanya kaget gitu dan
ngelihat temen-temen sebayaku
yang masih dianter.
Itu kelas berapa waktu itu?
Itu sih SMP, iya SMP, yang
memang ya mungkin temen-temen
lain emang biasa kayak gitu. Tapi
ya aku notabenenya sebelumnya itu
memang selalu diurus bener-bener
gitu sama orang tuaku, gitu. Ya
dianter, terus dianterin pulang lagi,
berangkat pulang tuh bareng-bareng
kayak gitu. Jadi ya merasanya
langsung, aduh gimana ya? Tapi tuh
antara berani dan tidak gitu. Jadi
tuh, ya udah jalan aja.
Terus ee kayak apa ya? Ya itu lebih
membandingkan ke temen-temen
sih, kok aku sekarang ini udah
kayak gini, udah harus kayak gini.
Terus bikinin mereka sarapan dong
kadang-kadang. Emang pas ibukku
nggak bisa. Ya itu.
Nah terus kalau misalnya udah
emang bapakku harus sebulan di
Informan menyadari
tanggung jawab tidak
harus menunggu
perintah (182-186)
Saat ayah sakit,
merasa kaget belum
siap mengurusi adik
karena biasanya diurus
oleh orang tua (190-
203)
Informan selalu diurus
oleh orang tua da
kaget ketika harus
mengurus adik, ketika
SMP (208-216)
Membandingkan
dengan teman-teman
yang tidak mengurus
adik (217-222)
Informan merasa tidak
enak karena
Tidak semua
tanggung jawab
diperintah orang tua
Terkejut karena
mendapat peran baru
sebagai pengganti
orang tua
Merasa kaget karena
mengambil peran
orang tua
Perasaan iri melihat
teman tidak
mengurus adik
Kesadaran diri untuk
bersikap lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
238
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
rumah sakit gitu, nah aku dipindah
ke rumah tanteku, kayak gitu. Terus
ee entah kenapa itu tuh di usiaku
yang kayak gitu, aku mikirnya tuh,
aduh ini tuh ngerepotin tanteku ya.
Soalnya kan tanteku juga punya
anak dua. Terus, jadi tanteku harus
masak ditambah untuk tiga orang,
kayak gitu. Terus nyuci juga, kayak
gitu tuh.
Jadi tuh aku disitu ee ya, di rumah
aku yang nggak pernah nyapu, di
tempat budhe ku tuh nyapu. Tapi
tuh dengan sendirinya. Soalnya aku
waktu itu mikirnya, waduh aku
ngerepotin, aku sama adikku. Terus
ee biasanya apa namanya…, aku
cuek aja kalau adikku nggak belajar,
ditempat budheku bener-bener tak
suruh belajar, kayak gitu. Jadi tuh,
biar mereka nggak usah fokus ke
bapakku yang sakit gitu. Tapi juga
nggak fokus ke mereka. Ya
walaupun waktu itu aku juga nggak,
nggak fokus ya, bener-bener nggak
fokus. Soalnya ya ikut sana sini.
Terus minta, apa namanya, kartu
keluarga buat ngurus askes itu kan
yang harus nyari, soalnya aku yang
tahu rumah kan. Itu aku yang nyari,
yang sampai dimana-mana gitu.
Padahal aku tuh ya bener-bener
nggak tahu itu tempatnya dimana.
Jadi tuh semuanya tuh serba baru
gitu lho, serba baru.
Tapi tuh juga buat aku
menguntungkan karena setidaknya
ee aku terlatih lebih dulu untuk
dewasa kayak gitu, dibanding ya
mungkin temen-temen yang lain
yang istilahnya masih diurus, orang
tuanya masih kuat untuk eee ya…,
ngopeni banget, gitu lho. Aku
merasa untung sih.
Tapi efeknya ke kamu setelah
merepotkan tante,
sehingga mengerjakan
pekerjaan rumah yang
tidak biasa dilakukan
(224-235)
Informan mengurus
adik secara maksimal
(236-245)
Informan kesulitan
melakukan hal baru
yang dibutuhkan orang
tua, karena informan
yang dianggap tahu
(252-259)
Mengurus adik sejak
SMP menguntungkan,
karena terlatih menjadi
lebih dewasa (261-
269)
dewasa
Mengambil alih
peran orang tua
dengan baik
- Kesulitan dengan
peran menjan di
pengganti orang
tua
- Informan
diandalkan dalam
kepentingan
keluarga
- Kesulitan memberi
keuntungan
menjadi lebih
dewasa
- Bertanggung
jawab pada adik
sejak dini melatih
kedewasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
239
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
kejadian itu apa?
Ya aku lebih bisa.., pertama tuh
peka sama kebutuhan orang tua.
Maksudnya, memang ada hal yang
mendesak yang emang aku harus
lakukan, gitu.
Jadi tuh, yaa.., membuat aku nggak
menilai instruksi tuh nggak mesti
memang cuma buat nyuruh, gitu.
Tapi memang butuh, aku butuh
ngelakuin itu. Terus habis itu apa?
Ya ngertilah situasi keluarga
harusnya, aku harus seperti apa.
Misalnya aku juga harus menahan
mau beli barang apa, kayak gitu.
Karena emang orang tuaku belum
bisa mencukupi itu, kayak gitu.
Terus habis itu juga, apa ya, ya itu
sih, lebih.., lebih bisa ngatur diri,
maksudnya tuh ee yaa…, kalau
kayak gitu tuh lingkupku kan
akhirnya cuma membantu ngurusin
adik, kayak gitu. Nah kayak gitu,
lingkupku jadi kayak gitu., kayak
gitu. Jadi tuh, ya ee lebih
mengurangi egois ee yang dulu-dulu
gitu lah. Soalnya memang aku
cewek satu-satunya ya kadang apa-
apa tuh lebih gampang gitu buat
aku. Misal minta apa dikasih, kayak
gitu. Karena emang cewek sendiri,
kebutuhannya banyak, kadang
adikku malah iri sama aku. Tapi
tuh…, jadi disitu, ya udah lebih bisa
paham aja sih.
Berarti kamu sudah belajar
tanggung jawab sama adik pun
sudah dari SMP itu ya?
Iya.
Oh iya. Waktu itu mbak bilang
pernah sempat merasa kesal
ketika harus memantau adikmu,
kamu harus menelfon. Padahal
waktu itu sedang ada kegiatan,
Informan menjadi
lebih peka terhadap
situasi orang tua (273-
277)
Informan lebih
menyadari bahwa
perintah orang tua
tidak hanya suruhan
tapi karena dibutuhkan
orang tua (278-282)
Informan lebih
mengerti situasi
keluarga dengan
menahan keinginan
diri (284-289)
Informan mengurangi
egoisnya dan mulai
memperhatikan
kebutuhan adik-
adiknya (290-298)
Kesulitan membuat
peka terhadap orang
tua
Menjadi peka
terhadap perintah
orang tua, karena
adanya kesulitan
keluarga
Kesulitan membuat
informan lebih
memahami
kebutuhan keluarga
Kesulitan membuat
informan
mengutamakan
kebutuhan adik-adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
240
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
nggarap tugas, lagi UTS. Nah
kamu mikir, ah lain kali ajalah
telfonnya, aku mau belajar dulu.
Lalu kamu berpikir sendiri,
merenungkan, kesel sendiri.
Dipikiranmu, ya udah mau
gimana lagi, ya udah, gitu. Ya itu
memang tanggung jawab seperti
itu. Bisa diceritakan lebih lanjut
perasaan kesalmu dalam konteks
tadi gimana?
Mungkin karena aku terbiasa jauh
ya dari orang tua pas SMA kan aku
udah mulai nggak di rumah.
Asrama. Terus sampai sekarang.
Jadi aku tuh memang nggak
mulai…, mungkin ada jarak. Secara
tidak sadar tuh ada jarak sama
keluargaku gitu kan. Emang aku
terbiasa sendirian, sama orang lain,
nggak sama keluargaku lagi, kayak
gitu. Jadi memang udah lepas.
Terus, ee kadang tuh, apalagi waktu
kuliah ya, jadi aku lebih semacam
punya otoritas yang lebih besar
daripada dulu, kayak gitu. Jadi aku,
kayak misalnya ngurus kamar
sendiri, apa apa sendiri, kayak gitu.
Terus ee mulai banyak tanggung
jawab yang emang aku tuh kurang
bisa membaginya ke orang tuaku.
Misalnya kayak banyak tugas kayak
gini. Terus aku cerita aku harus
nerjemahin 10 halaman, itu tuh buat
aku non sense kalau aku ceritain ke
orang tuaku gitu lho. Soalnya
mereka mungkin nganggep itu ya
biasa, kayak tugas sekolah, ya tugas
biasa. Padahal disini itu suatu
tekanan, gitu, buat aku. Terus, nah
itu kadang tuh karena banyak soal,
banyak masalah yang aku punya,
yang memang aku nggak bisa bagi
ke orang tuaku, kayak gitu.
Nah, sedangkan, karena orang tuaku
tuh tidak tahu aku punya tekanan-
Informan kesal,
merasa terganggu
diperintah orang tua
saat sibuk, karena
informan terbiasa jauh
dari orang tua sejak di
asrama, sehingga
memiliki otoritas
penuh bagi diri sendiri
(329-345)
Informan menganggap
bahwa orang tua tidak
paham tentang tekanan
akibat tugas
perkuliahan, sehingga
tidak bercerita (346-
361)
Karena orang tua tidak
paham kondisi kuliah
- Informan memiliki
otoritas terhadap
diri sendiri
- Merasa kesal
dengan otoritas
orang tua karena
otoritasnya
diganggu
Tidak cerita kepada
orang tua karena
merasa tidak
memahami dirinya
Masalah komunikasi
yang kurang terbuka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
241
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
tekanan itu, punya masalah-masalah
kayak gitu, terus aku…, ya itu,
menghubungi adikku, kayak gitu-
gitu.
Itu emang masih sering sampai
sekarang?
Masih. Tapi emang, ya itu, akibat
aku jauh dari orang tua, aku terbiasa
tidak cerita, apa-apa, kayak gitu.
Jadi tuh aku terbiasa sendirian, gitu
lho mbak. Terus jadinya tuh,
aduuh.., aku mau cerita…, piye ya,
aku mau nerjemahin ini lho, kayak
gitu, tapi…, nggak bakalan ini lho,
nggak bakalan mereka mengerti,
kayak gitu. Maksudnya mereka
mungkin nggak merasakan tekanan
yang aku pikir, gitu kan. Ya tapi
sempet sih aku pernah cerita kayak
gitu. Ya.., akhirnya ya bener
(tertawa), ya udah sebentar aja
ditelpon, kayak gitu. Ya.., ya udah,
akhirnya tak telpon kayak gitu tapi
ya emang.., ya gimana ya, ikhlas
sama nggak ikhlas kan beda pasti
kan. Nah, pas lagi ada masalah itu,
pas nggak ikhlas jadinya.
Terus, nah kamu udah makan
belum, bla bla bla. Nah yang adikku
mana jawabnya cuma gitu-gitu, ya,
udah, kayak gitu. Ya kan aku juga
sebel to jadinya, ini udah diluang-
luangin waktunya, kayak gitu. Ya
udah selesai, kayak gitu. Tapi, ya…,
ya udah sih. Maksudnya akhirnya
aku menerima kondisi bahwa, ya itu
salahku. Orang aku nggak mau
cerita ke ibukku kok kalau aku
punya masalah ini-ini. Ya sudah
kalau memilih kayak gitu ya jangan
protes, kayak gitu.Ya jalani aja apa
yang disuruh, kayak gitu.
Tapi sekarang yaa adikku sendiri
yang datang ke aku, cerita. Baik
lewat FB, apa SMS, apa BBM,
informan, maka
menambah tugas
informan untuk
menghubungi adik,
sehingga informan
kesal (362-366)
Terbiasa tidak cerita
dengan orang tua dan
merasa bahwa orang
tua tidak mengerti
tekanan dari tugas
kuliah (371-382)
Informan cerita
tentang tekanan tugas
kuliah dan orang tua
justru menyuruh
menelepon adik (383-
391)
Menuruti perintah
orang tua dan menjadi
kesal karena adik tidak
menghargai informan
menjalankan perintah
(392-397)
Menyadari bahwa
informan salah karena
tidak mau cerita
tentang masalah ke ibu
(399-406)
Adik inisiatif bercerita
kepada informan,
sehingga saat
antara informan dan
orang tua
- Jauh dari orang
tua, informan tidak
terbiasa cerita
- Menganggap
orang tua tidak
memahami
informan
- Ada usaha
menjelaskan
masalah ke orang
tua
- Merasa bahwa
orang tua tidak
memahami
informan
Menjalani perintah
orang tua dengan
kesal
Menyadari
konsekuensi tidak
cerita kondisi diri
adalah ibu tidak
paham masalah
informan
- Inisiatif dari adik
membuat tanggung
jawab informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
242
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
kayak gitu. Ya udah, terus jadinya
kalau misalkan ibuku nyuruh lagi,
udah…, mereka udah ngomong
sendiri kok, kayak gitu (tertawa).
Mungkin mereka mudeng kamu
harus nelpon gitu ya?
He-eh. Ya udah. Mungkin mereka
juga nganggepnya ya mereka mau
cerita sama siapa lagi kalau nggak
sama mbaknya, kayak gitu kan.
Udah.
Adikmu dimana?
Satunya tuh ya tetep di Lampung,
tapi beda kota. Nggak kayak,
misalnya disini tuh di Klaten, kayak
gitu. Beda kota. Jadi pulangnya
cuma sebulan sekali, apa apa.
Emang disengaja biar nggak di
rumah, kayak gitu. Emang di setting
kayak gitu. Nantinya adikku yang
kecil juga bakalan kayak gitu.
Nggak boleh di rumah, gitu.
Orang tua prinsipnya gitu?
Iya. Jadi SMP tetep di rumah, SMA
udah harus pergi dari rumah. Biar
belajar mandirinya dari awal sih
mbak. Biar dari awal nggak
tergantung gitu. Apalagi kan mereka
anak-anak cowok. Gitu sih.
Misalnya kamu lagi kesel kayak
gitu. Biasanya bentuk kesalmu itu
dalam bentuk yang kayak
gimana? Perilaku kah atau
omongan kah?
Biasanya kalau aku udah kesel gitu,
nadanya naik pas telepon. Ya udah
ya udah (nada tinggi), kayak gitu
kan. Tak matiin, kayak gitu. Terus
nanti aku telepon. Nah nanti tuh,
habis kayak gitu, nah itu yang
paling sering terjadi. Nah udah
selesai semuanya itu terus aku pasti
merasa bersalah, kayak gitu ya.
Namanya, ee ya itu…, karena aku
punya prinsip jaga perasaan orang
diperintah ibu
menelepon adik sudah
tidak menjadi beban
(407-413)
Orang tua melatih
kemandirian anak
dengan
menyekolahkan di luar
daerah (433-438)
Saat kesal, informan
menaikkan nada ketika
bicara (445-447)
Informan merasa
bersalah menaikkan
nada bicara sehingga
menangis, karena tidak
enak dengan orang tua
semakin ringan
Harapan orang tua
kepada semua anak
agar mandiri
Ekspresi rasa kesal
dengan nada tinggi
- Merasa bersalah
tidak menjaga
perasaan orang tua
- Menaikkan nada
bicara melukai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
243
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
tua tadi terus aku nggak enak,
biasanga habis itu aku nangis.
Biasanya. Tapi cuma bentar gitu.
Terus ya udah, aku jangan telpon
dulu sampai aku reda, kayak gitu.
Terus besoknya lagi baru aku
telepon. Tapi nggak ngomongin ini,
ngomongin yang lain, kayak gitu.
Misal tanya apa, tanya apa, kayak
gitu. Kalau untuk kesalnya sih lebih
ke situ, nadanya naik terus habis itu
nangis.
Nangis itu apa? Bentuk perasaan
gimana?
Bersalah, sih. Ya aku bersalah itu,
yang nadaku naik itu tadi. Ya
maksudnya aku tahu tuh niatnya
pasti baik, tapi kok aku
nanggepinnya kayak gitu. Aku lebih
kesitu sih.
Biasanya kamu mengatasi
perasaanmu kesal yang seperti itu
yang misalnya lagi banyak tugas
disuruh ini, wah waktuku tuh
sebentar mau bikin tugas,
mengatasi perasaan kesalmu itu
gimana biar kamu bisa balik lagi
netral?
Biasanya sih kalau emang tugasnya
tuh nggak mendadak, maksudnya
nggak nanti dikumpul atau kapan,
gitu, itu biasanya aku tidur dulu.
Kalau nggak aku jalan-jalan kemana
dulu sendirian, kayak gitu. Lihat
baju dipinggir-pinggir jalan, ke
toko-toko. Terus apa ya, paling
makan, kayak gitu.
Terus kalau misalnya emang harus
dikumpul ya aku nggarap tugas
dengan emosi (tertawa). Emang
sembuhnya kalau nggak tidur ya
jalan-jalan kayak gitu sih. Tapi
emang kalau tugasnya mendadak
(451-447)
Karena merasa
bersalah, informan
menenangkan diri
kemudian
berkomunikasi lagi
dengan tidak
mengungkit masalah
(460-468)
Menangis bentuk rasa
bersalah karena bicara
dengan nada tinggi,
padahal maksud orang
tua adalah baik (472-
477)
Mengatasi rasa kesal
saat tugas kuliah tidak
mendesak:
- Tidur
- Jalan-jalan sendiri
(487-495)
Mengatasi rasa kesal
saat tugas kuliah
mendesak:
- Mengerjakan tugas
dengan kesal (496-
504)
perasaan orang tua
- Menangis ketika
merasa bersalah
pada orang tua
Koping:
menenangkan diri
kemudian
berkomunikasi
dengan topik lain
Menyesal karena
sudah bernada tinggi
pada orang tua
Koping kesal saat
tugas tidak
mendesak: tidur,
jalan-jalan sendiri
Koping kesal saat
tugas mendesak:
mengerjakan tugas
dengan kesal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
244
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
banget ya udah aku ngerjain itu
dengan pikiran yang panas banget
gitu rasanya.
Terus habis itu udah bisa reda
atau kadang bisa muncul lagi?
Redanya itu ee ya itu, misalnya tadi,
antara harus kumpul tugasnya.
Setelah ngumpul tugas, free, itu
baru sembuh (tertawa). Udah lupa
yang marah-marah itu. Nangis-
nangis segala macem udah sembuh.
Kalau itu, yang tidur itu, kalau itu
belum tentu. Soalnya ee ya itu
namanya lari ya mbak, kalau kayak
gitu tuh. Nggak diselesaikan kan,
cuma reda gitu.
Nanti kalau misalnya kalau telepon
lagi belum…, istilahnya belum apa
ya, belum selesai marahnya terus
ibukku udah telepon lagi tuh
nambahin namanya (tertawa).
Nambahin itu, dia nggak ngomong
apa-apa juga…, mesti aku, aduuh,
nanti dulu, gitu (tertawa) biasanya.
Tapi ya.., ya kadang sembuh kadang
nggak, gitu. Tergantung.
Berarti yang membuat kadang
udah nggak muncul lagi tuh
tergantung pemicu tekanannya
itu udah berakhir atau nggak,
gitu?
He-eh, iya. Kalau nggak ya itu, ee
aku mengalami saat bahagia setelah
itu, ya aku rampung tugasnya,
selesai, ngumpul itu bahagia banget.
Gitu sih biasanya.
Berarti istilahnya menenangkan
dirimu ketika lagi kesal itu kan
tidur ya. Selain tidur pun jalan-
jalan tadi. Terus adakah lagi
caranya?
Apa ya? Lebih seringnya itu sih.
kalau misalnya selo banget ya
Rasa kesal akan hilang
jika tugas kuliah sudah
diselesaikan (507-512)
Tidur meredakan kesal
namun tidak
menyelesaikan
masalah karena
dianggap lari (513-
517)
Informan merasa
terganggu ketika ibu
menelepon saat tugas
belum selesai (519-
526)
Informan merasa lega
saat tekanan tugas
kuliah sudah selesai
(535-538)
Informan nonton film
saat kesal (546-548)
Koping saat kesal:
menyelesaikan
prioritas tugas
kuliah
Refleksi pribadi
tentang kopingnya
Tidak senang
diganggu saat
masalah belum
selesai
Sumber masalah
tugas kuliah,
sehingga ketika ada
masalah kecil bisa
jadi masalah besar
karena tekanan tugas
kuliah
Koping: nonton film
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
245
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
nonton, kayak gitu. Nonton film.
Tidur sih. Soalnya capek to
pikirannya. Jadi tidur aja.
Walaupun ketika bangun pun….
Belum lupa (tertawa). Belum ilang.
Nah ini. Selama ini kamu diberi
kebebasan oleh orang tua.
Misalnya, kebebasan mau ini, ya
oke, itu, ya oke. Mau les, oke,
mau nggak les ya nggak masalah.
Tapi pernah waktu itu orang tua
menolak pilihanmu. Kamu bilang
nggak mau jadi guru. Tapi orang
tua mengarahkan terus untuk
jadi guru. Lalu kamu sempat
tertarik dengan desain-desain
baju, tapi orang tua nggak..,
nggak tertarik dengan itu, gitu.
Kamu berpikir gimana caranya
dapat uang banyak kalau jadi
guru. Padahal pingin bantu adik-
adikmu juga. Terus kalau diajak
diskusi dengan orang tua tentang
itu kadang cenderung emosi, gitu.
Karena kamu benar-benar nggak
mau kalau sekarang-sekarang ini.
Apakah sampai sekarang masih
berpikir untuk tidak jadi guru?
Iya sih mbak, masih.., masih.
Apalagi setelah micro teaching tuh,
ini lagi micro teaching, ya itu, kok
aku nyampe juga ngeluh sama
temenku, ini katanya kalau udah
micro teaching pingin jadi guru, aku
kok makin nggak mau ya? Aku
kayak gitu (tertawa). Makin nggak
mau (tertawa). Terus ya.., ya itu sih,
masih nggak mau sampai sekarang.
Bisa diceritakan ketika kamu
diajak diskusi untuk jadi guru
tuh suasananya gimana sampai
kamu bisa merasakan emosi tuh
gimana?
Ee, kalau aku nggak salah inget
Saat kesal, pikiran
menjadi lelah sehingga
butuh tidur (549-550)
Mengalami mata
kuliah menjadi guru,
informan semakin
tidak ingin menjadi
guru (578-586)
- Koping : tidur
- Kesal membuat
pikiran lelah
Tidak menyukai
profesi yang
diharapkan orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
246
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
waktu itu aku habis gambar apa gitu
dan aku upload, dan banyak respon
yang baik, kayak gitu. Jadi tuh aku
merasa.., ya itu kok banyak respon
yang baik. Ya apa aku mantepin
kesini, kayak gitu. Nah terus kan
aku…, ya cuma ngobrol ringan sih
sebenernya, awalnya tuh. Gimana
sih kalau kayak gini, kalau aku ee
memperdalam yang ini, nggambar.
Kamu cerita?
Ya aku cerita. Terus aku upload tuh
banyak lho yang ngerespon, gitu
kan. Terus habis itu, ee.., nggak
tahu gimana, gimana ceritanya
jadinya ngarahnya ke itu tadi, PBI
dan guru itu tadi tuh. He-eh terus
kesitu. Aku…, padahal aku emang
punya rancangan yang lain gitu. Itu
cuma ngobrol doang.
Terus habis itu, ee…, eee., ada isu
apa gitu kalau harus ee dapet
sertifikat ngajar lagi, walaupun dia
dari FKIP, gitu. Walaupun dari
fakultas keguruan kayak gitu. Nah,
itu kan dan teman-temanku saat itu
juga, yaa…, langsung gimana ya,
ekspresinya tuh langsung, gila apa
kita udah masuk PBI. Kan tahu
kalau tahu gitu kan masuk sastra aja
sekalian, soalnya paling dalem.
Karena kan Bahasa Inggrisnya, nek
menurutku lho, itu lebih dalem
sastra, gitu, dan mereka kalau mau
ngajar harus punya akta empat. Nah
kita kan dulu mau masuk PBI itu
karena ya sama-sama belajar Bahasa
Inggris dan paling tidak kita bisa
kerja jadi guru, kayak gitu. Udah
punya sertifikat untuk mengajar
kayak gitu. Jadi kan ya istilahnya
kita tidak akan terlalu sulit mencari
lapangan kerja nantinya, kayak gitu.
Nah dulu alasanku dan alasan
sebagian teman tu kayak gitu.
Begitu ada isu kan aku juga ngobrol
Informan
menyampaikan
keinginannya kepada
orang tua untuk
memantapkan
dibidang yang
diinginkan informan
setelah mendapat
respon baik dari orang-
orang (593-603)
Menceritakan respon
baik dari orang lain,
orang tua malah
membicarakan tentang
kuliah (605-613)
Perilaku mengajar
tidak di reward malah
diperberat dengan isu
kewajiban sertifikasi
(614-617)
Harapan informan
yaitu supaya bisa jadi
guru setelah lulus dan
langsung mengajar
(629-638)
Perilaku mendesain
mendapat penguatan
berupa respon baik
dari lingkungan
- Asertif tidak
diperhatikan
- Tidak mendapat
dukungan
Perilaku mengajar
mendapat
punishment
Harapan awal tidak
sesuai kenyataan,
menambah tidak
ingin jadi guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
247
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
ke ibuku to jadinya. Nah ini gimana,
ya nek aku suruh sekolah lagi,
kayak gitu. PBI tuh paling berat
bukan Bahasa Inggrisnya, tapi itu
keguruannya. Apalagi emang orang
itu nggak suka kayak gitu dengan
itu. Nah kamu suka apa nggak?
Nggak, aku bilang gitu. Ya sekarang
ini nggak, aku bilang gitu. Teteplah
aku bilang sekarang ini, nggak tahu
nanti, kayak gitu kan. Lho ya
gimana, dulu kan udah milih PBI,
siapa yang milih? Aku, aku bilang
gitu kan. Tapi dulu aku tahunya kan
karena kita kan nggak perlu sekolah
lagi, kayak gitu lho, untuk jadi ke
guru. Maksudku kalau mau sekolah
lagi mending langsung aja jadi
dosen, kayak gitu kan. Bukan yang
guru SMA, kayak gitu kan. Ya
maksudnya, menghabiskan banyak
waktu buat apa sih untuk sekolah,
kayak gitu. Soalnya aku sendiri
nggak suka sekolah, gitu lho
(tertawa). Terus, terus ibuku bilang,
lha kalau misalnya…, aku bilang ke
ibuku, kalau misalnya sekolah lagi
ya akunya juga males lah, kayak
gitu kan juga ngeluarin uang lagi to,
aku bilang gitu. Ya udah nggak
papa sekolah lagi. Aduh! Gimana
ni? Aku harus sekolah lagi
(tertawa), kayak gitu. Terus, ya
ngapain kan sekolah lagi cuma buat
dapet sertifikat, mending S2
sekalian.
Ya tapi emang aku bener-bener
berencananya pun aku kalau harus
S2, aku nggak mau membebani
biaya orang tuaku, kayak gitu. Ya
udah nggak papa sekolah lagi.
Kapan lulusnya? Aku kayak gitu
(tertawa). Aduh ya ampun aku
capek sekolah (tertawa). Aku
ngomong, tapi itu dalam hatiku.
Capek sekolah nih, aku kayak gitu.
Harapan informan bisa
langsung jadi guru
tanpa harus sekolah
lagi, karena tidak suka
sekolah (653-663)
Informan malas
sekolah lagi untuk
mendapatkan
sertifikasi guru karena
biaya, mending lanjut
S2 (666-675)
Keinginan informan
untuk membiayai
sendiri jika
melanjutkan S2 (676-
678)
Harapan awal tidak
sesuai dengan
keadaan sekarang,
untuk jadi guru
Pemikiran bahwa
melanjutkan sekolah
lagi sebaiknya untuk
S2, bukan profesi
guru
Adanya keinginan
untuk mandiri
terhadap hidupnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
248
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
730
731
Terus, ya udah ngapain, orang
sekolah PBI kok malah mau kesitu,
ke bidang yang emang bertolak
belakang, kayak gitu, yang aku
nggak pelajari di PBI. Ya belajar to.
Kalau misalnya aku punya
customer-nya orang luar kan aku
bisa ngomong Bahasa Inggris,
kayak gitu. Tapi kan kamu nggak
ngajar (nada tinggi), kayak gitu. Oh.
Ya pokoknya ya.., digituin banget
gitu, dan terutama emang tujuan
ibuku emang aku jadi guru karena
biar aku bisa pulang itu tadi, ke
rumah, punya libur, kan nggak
kayak yang kerja di kantor. Yang
kayak sekretaris. Padahal waktu aku
lihat mbak yang PSM itu yang
masuk jadi apa…, eksekutif
sekretaris itu kan…, wow banget itu
kan. Itu jadi sekretaris lho, aku
kayak gitu. Itu skretaris lho. Ha itu
pulangnya malem (tertawa), kayak
gitu ibu. Haduh, ya nggak papa lah
(sedikit menggeram), kayak gitu.
Soalnya aku juga mikirnya kan, dari
dulu aku juga berjalan sendiri ya
oke-oke aja kayak gitu tuh. Ya
maksudnya aku punya banyak
argument yang juga bisa dibagikan
ke orang tuaku. Aku sekarang punya
ilmu sendiri, aku punya
pengalaman, kayak gitu, yang kayak
gini kayak gini, yang asik, yang
mungkin aku nggak dapet bersama
mereka dulu, kayak gitu. Tapi ya
itu, nggak mempan. Terus, ya itu,
diarah-arahkan jadi guru tuh
padahal emang aku tadinya santai
malah jadinya tuh…, aduh, aku
jadinya nggak mau sekolah tuh lho.
Terus, ya udah lah lihat nanti. Gitu
akhirnya. Ya…, ya disitu aku mulai
merasanya ee, aku tuh pingin banget
kayak gini, kok nggak didukung ya.
Ya istilahnya lihat dulu kek, kayak
Ibu berfokus bahwa
informan menjadi guru
sesuai dengan jurusan
yang diambil (686-
695)
Ibu ingin informan
menjadi guru agak
punya waktu libur
untuk keluarga (697-
701)
Informan punya alasan
tidak ingin jadi guru
tapi ibu tetap
mengarahkan menjadi
guru (711-726)
Menyampaikan
keinginan diri namun
tidak mendapat
dukungan ibu (728-
Pandangan ibu
bahwa kuliah
keguruan harus jadi
guru
Pandangan ibu
bahwa menjadi guru
punya waktu untuk
keluarga
Usaha negosiasi
terkait harapan orang
tua dengan ibu gagal
Tidak ada dukungan
ibu untuk
mewujudkan
keinginan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
249
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
gitu kan. Lihat dulu gambarku atau
kayak gimana.
Terus lihat jugalah situasi kampus
yang memang sekarang gonjang-
ganjing karena berita itu, dan
mereka kan memang sudah terbiasa
di keguruan kayak gitu kan.
Maksudnya nggak…, nggak
mungkin nggak memahami betul
perasaan kita yang masih ke proses
itu, kayak gitu. Yang kita udah
capek banget sekarang yang praktik,
yang harus nyiapin RPP, kayak gitu
tuh. Yang RPP-nya mereka dulu
simple. Tapi sekarang tuh udah
dibikin ribet. He-eh. Apalagi setelah
aku tahunya tanya RPP, ini gimana
bikin ginian. Terus malah, lho kok
nggak sesuai banget sama yang
dipikiranku, kayak gitu. Aku malah
bingung. Jadinya ya itu, kayak gini
kok enak ya jadi guru, nggak…,
nggak enak banget. Kayak gitu sih
yang bikin emosinya karena itu.
Karena nggak, apa ya, nggak
melihat, nggak tanya dulu itu lho,
mana gambarmu atau gimana,
kayak gitu sih.
Berarti ya karena kamu udah
ngasih tahu ini lho aku tuh bisa
ini, mbok dilihat dulu. Tapi sama
sekali ya nggak membahas itu.
Iya nggak membahas itu sih. Ya
udah.
Nah itu berarti menurutmu
seberapa maksanya sih orang tua
ingin kamu jadi guru?
Kalau maksanya sendiri sih
mungkin…, ya nggak sih mbak,
nggak 100%. Ya bisa dibilang 70%
lah ya kayak gitu. Nah 30% nya itu
tinggal kembali lagi ke aku, ngelihat
kondisinya mereka sih, kayak gitu.
Jadi tuh, ee aku tuh mem…,
membaca keinginan mereka tuh
733)
Informan merasa
bahwa orang tua tidak
berusaha memahami
keinginan informan
dan situasi yang
menghambat (734-
745)
Merasakesal karena
ibu tidak memberi
perhatian terhadap
keinginan informan
(755-758)
70% merasa dipaksa
jadi guru, 30%
memahami kondisi
orang tua (770-775)
Informan berpikir
bahwa orang tua ingin
- Opini informan
terkait harapan
orang tua tidak
diperhitungkan
- Merasa bahwa
orang tua tidak
memahami
kesulitan yang
dialami informan
terkait harapan
orang tua
Harapan informan
tidak diperhitungkan
oleh ibu
Merasa dipaksa jadi
guru
Pandangan bahwa
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
250
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
seperti ini, setelah aku lulus aku
bakal ditarik kesana, kayak gitu.
Pulang lagi ke rumah. Jadi tuh, aku
kerja disana, jadi guru disana. Nah
jadi guru yang bisa lalu.., ya
menemani mereka, kayak gitu lho,
saat liburan. Nah aku membaca
keinginan mereka tuh seperti itu.
Jadi merasanya tuh ya nggak maksa
banget, tapi tuh bisa dibilang nggak
maksa, tapi tuh aku jadinya
terpaksa, gitu lho mbak (tertawa).
Gimana ya? (tertawa)
Jadi, tapi tuh aku seperti nggak bisa
gitu, nggak menuruti gitu.
Maksanya nggak, itu tetep membuat
aku ti…ti…, semacam tidak punya
pilihan lagi, kayak gitu tuh lho.
Kalau pun orang lain ndenger
ceritaku pun, ah mereka tuh nggak
maksa, gitu. Tapi buat aku itu
membuat aku nggak punya pilihan
lain, kayak gitu lho. Jadi ya, setelah
ini pun kalau aku ditanya, habis
lulus mau kemana? Nggak tahu,
pulang kali, aku kayak gitu.
Tapi tuh memang memikirkan
kesitu tuh buat aku berat, gitu lho
mbak.
Soalnya memang aku pingin, ya…,
etis tetep disini. Setidaknya aku
masih tetep disini melihat peluang
yang ada disini tuh aku bisa apa,
kayak gitu. Soalnya kalau melihat
daerahku agak sulit untuk, ya,
memenuhi keinginanku, kayak gitu.
Disini kan aku memang selain aku
seneng disini dan aku seneng
seninya (tertawa), kayak gitu. Balik
lagi ke desain tadi, kayak gitu. Tapi
kalau aku ke Lampung, kayaknya
agak susah untuk kesitu dan ee
memang disana kan pendidikannya
nggak kayak disini yang emang, aku
informan menjadi guru
di kampung halaman
agar bisa menemani
saat liburan (776-785)
Orang tua tidak
memaksa, namun
posisi dan kondisi
membuat informan
merasa dipaksa (786-
790)
Pemahaman informan
akan kondisi orang tua
membuat tidak ada
pilihan lain untuk
menolak keinginan
orang tua (791-800)
Merasa berat
memikirkan keinginan
orang tua menjadi guru
di kampung halaman
(804-806)
Keinginan informan
tetap di Jogja karena
melihat adanya
peluang untuk
mewujudkan
keinginan diri dan
orang tua (809-815)
menginginkan
informan membantu
orang tua
Kondisi orang tua
memaksa informan
Memahami kondisi
orang tua, sehingga
tidak ada pilihan
menolak keinginan
orang tua
Berat memikirkan
harapan orang tua
- Keinginan
informan tidak
akan tercapai jika
kembali ke
kampung halaman
- Pemikiran mencari
peluang untuk
mewujudkan
keinginan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
251
824
825
826
827
828
829
830
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
lihat standarnya beda sekali sama
tempatku, gitu. Disini tuh sudah ada
student exchange, sedangkan disana
itu kalau nggak sekolah yang bagus
sekalian itu nggak ada kayak gitu.
Mereka nggak maksa tapi ya itu,
perkataan mereka senantiasa
membuat aku kehilangan pilihan.
Aku juga nggak enak gitu kan.
Kebetulan mereka mengarahkan
kamu yang sebenernya nggak
terlalu kamu suka.
Ya istilahnya jadi mau nggak mau
ya mau. Ya itu.
Emang rencanamu ke depan apa
sih? Punya perencanaan apa kok
kamu sampai ingin masih di kota
ini?
Rencanaku tuh ee ke depan lulus
aku tetep disini. Bahkan aku
nyampai nggak mikir jodoh lho
(tertawa). Sampai nggak kepikiran
kesitu lho. Aku tuh lulus, aku tetep
disini. Adikku pasti juga nyusul
kesini. Soalnya pas aku lulus,
adikku lulus SMA. Emang dia mau
ikut ke Jogja. Nah terus, ya
mungkin saja aku bisa mencari
kontrakan, lalu tinggal sama adikku.
Terus aku mau cari kerja disini, jadi
guru dulu, terus aku ngumpulin
uang, kayak gitu kan. Terus
mungkin buat biaya kursus aku, ya
itu tadi. Karena aku udah beberapa
kali lihat brosur kursus kecil-
kecilan, kayak gitu.
Kamu memang berniat ke desain
itu?
Ee kalau sekarang sih lagi berhenti,
karena itu banyak tugas. Tapi niatku
tuh masih ada, kayak gitu. Masih
ada untuk kesitu. Maksudnya
belum…, ya masih ada. Sering aku,
ya kecil-kecilan dulu lah, kan
penghasilan guru tuh, istilahnya
aku, aku orangnya bukan yang gila
Informan kehilangan
pilihan akibat
keinginan orang tua,
karena merasa tidak
enak, padahal orang
tua tidak memaksa
(829-832)
Pemikiran informan
bahwa harus
mengikuti arahan
orang tua (836-837)
Perencanaan ke depan
informan akan bekerja
di Jogja, tinggal di
kontrakan bersama
adik, bekerja menjadi
guru dan kursus desain
(842-859)
Harus memenuhi
keinginan orang tua
Pemikiran harus
memenuhi harapan
orang tua
Perencanaan detail
setelah lulus kuliah,
terkait harapn orang
tua dan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
252
870
871
872
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
belanja kayak gitu nggak, tapi
memang aku.., aduh aku pingin
banget ini nih, kayak gitu. Terus
yang pasti aku alokasikan itu ada
uang yang aku alokasikan kesitu,
kayak gitu. Soalnya aku pingin
banget kursus ini, rencanaku tuh
kayak gitu, atau kerja apalah, ngeles
dulu. Pokoknya aku cari sumber
yang banyak dulu, terus juga buat
bantuin adikku kan. Nah, lalu baru
aku pulang, kayak gitu. Atau
mungkin nanti ada peluang desain
itu untuk lebih dikembangkan lagi
atau punya butik sendiri, gitu. Nah
itu, aku sih rencananya kesitu. Jadi,
untuk jadi guru itu sebenarnya
jalanku menuju kesana, kayak gitu
tuh. Jalanku menuju ke desain itu
tadi.
Jadi kayak perantara?
He-eh. Jadi ilmuku nggak mentah
bakal ku buang, kayak gitu. Terus
mungkin saat udah berkembang
kayak gitu, usahaku berkembang,
terus nanti aku buka les-lesan. Jadi
emang keguruanku tuh nggak
kubuang, pokoknya semua kayak
gitu. Tapi ya itu lagi, balik lagi tadi
(tertawa). Ke orang tua, iya, kayak
gitu.
Tapi kamu menyampaikan
perencanaanmu yang ini berarti..
Nggak, nggak.
Belum pernah ya?
Aku nggak pernah. Soalnya karena
pengalaman aku sebelum-
sebelumnya suka bikin rencana
kayak gitu dan gagal (tertawa), itu
tuh aku tuh nggak mau malu, gitu
lho. Soalnya ini memang rencana
besar, itu tuh lho, emang nggak
main-main buat masa depanku,
kayak gitu. Kalau aku asal ngomong
Perencanaan informan
untuk bekerja untuk
membantu adik dan
mengalokasikan untuk
biaya kursus desain
(873-889)
Rencana informan
untuk membuat usaha
desain dan buka kursus
belajar (891-897)
Informan belum
menceritakan rencana
detail cita-citanya
(904)
Jika informan
menceritakan rencana
terkait cita-cita,
informan takut tidak
mampu merealisasikan
(907-917)
Informan punya
rencana untuk
mencapai cita-
citanya
Usaha informan
mencapai cita-cita
tanpa menyia-
nyiakan
pendidikannya
Belum
menyampaikan
rencana cita-citanya
Rasa percaya diri
rendah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
253
916
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
sekarang, terus, ee aku takutnya
nggak bisa membuktikan kayak gitu
tuh lho. Jadi, ya pelan-pelan dulu
lah, nanti jalannya kayak gimana ya
udah dijalanin dulu, kayak gitu.
Kalau ini ya khusus buat aku sendiri
dan emang untuk beberapa temen
kolegaku, kayak gitu. Kalau buat
orang tuaku, jangan dulu, kayak
gitu. Takutnya ya itu, aku nggak
bisa membuktikan, kayak gitu.
Soalnya kan emang merekalah
tantangan terbesarku, kayak gitu
kan. Tapi kalau misalnya aku
waton, asal-asalan ngomong kayak
gitu, emang bisa apa, kayak gitu.
Kemarin katanya coba daftar
Bima Sena. Itu gimana akhirnya?
Nggak jadi kayaknya. Terus
semuanya temen-temenku juga
nggak ada yang masuk.
Udah dites?
Udah. Udah selesai.
Itu sekolah formal atau informal?
Itu sekolah formal, tapi ee memang
kayak memakai kurikulum
internasional gitu. Jadi, nggak
ngikut pemerintah, gitu lho. Kan
kita kalau sekolah-sekolah negeri
atau sekolah-sekolah swasta yang
emang udah ada dari dulu itu kan
kurikulumnya kebanyakan pakai
pemerintah, silabus dari pemerintah.
Memang silabusnya tuh tuntutannya
semua sama. Satu untuk semua
guru, kayak gitu. Dimana pun guru
itu berada, kayak gitu. Nah kalau
yang Bima Sena itu, memang dia
bangun sekolah sendiri, kurikulum
sendiri, he-eh, punya tujuan sendiri,
visi misi sendiri, nanti enaknya
bakal kayak apa, kayak gitu. Jadi
tuh semacam apa ya, ya
pokoknya…, tapi dia formal, tetep
diakui pemerintah.
Informan takut tidak
bisa merealisasikan
rencananya sehingga
rencana tersebut hanya
disimpan sendiri dan
tidak terbuka pada
orang tua (921-926)
Kepercayaan diri
rendah, sehingga
komunikasi dengan
orang tua kurang
terbuka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
254
962
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
1007
Itu alasanmu mendaftar apa?
Ya itu, karena kurikulumnya yang
bebas itu sih, mbak. Soalnya aku
nggak paham silabus yang dikasih
pemerintah tuh apa, maksudnya apa,
materinya kayak doa bersayap. Itu
apa? Aku nggak tahu (tertawa). Nah
itu, emang aku nggak paham. Buat
aku tuh nggak, nggak tertarik gitu
lho ngelihat-lihat kayak gitu, dan
tujuannya buat aku tuh nggak jelas.
Kayak misalnya siswa harus bisa
kayak gini. Menurutku itu biasa.
Siswa bisa menulis dengan tata
bahasa yang baiklah, atau apa, atau
apa, tujuan-tujuan kayak gitu. Tapi
kan aku tuh emang lebih suka
membentuk siswanya tuh nggak
cuma otaknya, tapi itu perilakunya
juga dan itu lebih penting gitu lho
menurutku sih. Ya itu, kalau aku
lihat silabusnya pemerintah kan ya
kayak gitu-gitulah. Lagi pula
implementasinya juga nggak..,
nggak semua guru bisa, kayak gitu
tuh lho. Dan materi yang dikasih
pemerintah itu kayaknya emang
nggak bakal cukup gitu lho.
Semacam kayak guru buat RPP itu
percuma. Karena yang ditulis di
RPP itu kadang nggak semuanya
diimplementasikan di kelas, kayak
gitu. Misalnya, guru eee guru…, ee
guru ngapain muridnya, kayak gitu.
Di kelas itu nggak mesti, belum
tentu gitu lho dan ngukurnya juga
harus kayak ini, padahal ya pas
penilaian juga ya udah waton aja,
kayak gitu. Kayak gitu tuh lho. Jadi
tuh aku semacam ngapain aku
melakukan hal yang percuma, kayak
gitu tuh lho. Tapi yang dikelas PBI
itu apa yang kamu tulis emang harus
dilakukan. Karena emang diperiksa
sama pengawasnya to. Lho ini
mana, kamu nggak ngelakuin ini,
Alasan informan tidak
mau jadi guru karena
kurikulum pemerintah
yang sulit dipahami
dan tidak sejalan
dengan prinsip
informan untuk
membentuk siswa
secara otak dan
kepribadian (964-982)
Alasan tidak ingin jadi
guru karena RPP yang
dibuat guru tidak
semua terimplementasi
sehingga menjadi sia-
sia (990-1002)
Tidak ingin jadi guru
karena kurikulum
pemerintah sulit
dipahami
Menjadi guru akan
melakukan hal yang
sia-sia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
255
1008
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
1053
kayak gitu. Tapi aku melihat
pengalaman banyak guru, kan ibuku
juga ini to, guru, ha itu tuh terus,
buat apa aku jadi guru kayak gitu
lho. Dan kalau tujuan orang tuaku
nyuruh aku jadi guru cuma buat bisa
pulang…, bisa pulang kayak gitu,
buat aku non sense kayak gitu tuh
lho. Aku bakal punya waktu sih,
kayak gitu, kalau cuma untuk kayak
gitu.
Soalnya buat aku sendiri tuh, apa
yang akan aku lakukan nanti itu
emang bener-bener buat aku sendiri,
masa depanku, kayak gitu tuh lho.
Jadi istilahnya kamu jadi guru
cuma buat pulang cepet, ya bisa
aja meluangkan waktu kalau jadi
yang lain. Gitu ya?
He-eh. Iya sih, kayak gitu. Kalau
alasannya cuma itu lho.
Kira-kira masuk nggak mbak?
Kayaknya juga nggak. Berharap
masuk ya biasa aja lho mbak.
Excited juga nggak gitu lho. Kalau
misalnya masuk ya udah dijalani,
kalau nggak ya nggak papa.
Karena orang tua ingin kamu jadi
guru, terus kamu bilang ya sebel
juga sih. Nah, rasa sebelnya itu
yang seperti apa ketika kamu
nggak ingin jadi guru?
Ya sebelnya karena aku ee semacam
aku dituntun ke arah yang aku
nggak suka, gitu lho. Ya istilahnya
kayak dijodohkan itu lho mbak.
Kayak dijodohkan, kan? Ya kan
dipaksa untuk mencintai sesuatu to,
kayak gitu. Kalau perasaan kan
nggak bisa dipaksa, kayak gitu. Ya
semacam kesitu sih. Emang kayak
udah jelas-jelas aku nggak suka, kok
dipaksa, kayak gitu.
Udah, tadinya aku mau masuk ISI,
Alasan orang tua agar
informan menjadi guru
tidak masuk akal jika
hanya terkait waktu
keluarga (1012-1017)
Bahwa informan akan
melakukan sesuatu
yang diinginkan untuk
diri dimasa depan
(1019-1022)
Informan merasa kesal
karena diarahkan ke
hal yang tidak disukai,
seperti dipaksa
mencintai sesuatu
(1042-1052)
Alasan orang tua
terkait harapannya
dianggap tidak kuat
Pandangan bahwa
melakukan apa yang
diinginkan dengan
sungguh-sungguh
untuk masa depan
- Merasa kesal
karena arahan
orang tua
- Arahan orang tua
bersifat memaksa
diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
256
1054
1055
1056
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
1099
yang dulu aku pengen ke nyanyinya.
Karena aku pikir aku nggak punya
kemampuan dibidang akademis.
Jadi aku milihnya ke hobi aja gitu
dikembangin kan lebih bermanfaat
to (tertawa), menurutku. Tapi ya ya
udah akhirnya kan emang…, aku
akhirnya setuju sih sama alasan
bapakku karena kalau kamu nggak
masuk ISI kalau kamu nggak pinter
sekalian, nggak akan jadi apa-apa,
kayak gitu tuh lho.
Orang tua mengarahkan begitu
ya?
He-eh. Nah itu, aku sukanya alasan
yang memang aku juga, oh ya
masuk akalku, gitu lho. Oh ya juga
sih kalau musisi kan kalau aku
nggak tampil sekalian mau jadi apa.
Ya udah akhirnya masuk PBI itu.
Kalau yang PBI itu bukan karena
aku suka Bahasa Inggris sih, tapi
emang nilaiku dirapot yang paling
gede itu (tertawa). Paling gede itu.
Kalau jujur aja, emang aku nggak,
nggak, bukan orang yang suka
belajar di sekolah, kayak gitu tuh
lho. Aku sukanya ya udah,
melakukan yang aku suka, itu sih
sedihnya. Nggak suka sekolah tuh
semacam terlalu terpaksa, kayak
gitu tuh lho. Sedih (tertawa).
Perasaan sebel itu ketika orang
tua menyuruhmu jadi guru tuh
rasa sebelnya ngasih dampak apa
buat kamu? Misalnya dalam
perilaku sehari-hari.
Ee ngasih dampak sih mbak. Ngasih
dampaknya tuh kayak semacam ya
setelah obrolan malam yang itu, aku
sempet sebel dipaksa jadi guru tuh
besoknya saat aku njalani mata
kuliah keguruan tuh ya mangkel
jadinya tuh lho, jadi sebel. Duh ya
ampun, ki kalau nggak gara-gara
Tidak jadi masuk ISI,
jurusan yang
diinginkan, karena
setuju dengan alasan
dari ayah yang masuk
akal (1053-1064)
Alasan orang tua
masuk akal, sehingga
mengikuti (1068-1070)
Akhirnya masuk
jurusan PBI karena
nilai bahasa inggris
yang baik (1073-1077)
Informan menydari
bahwa diri tidak
menyukai kegiatan
sekolah, tapi menyukai
kegiatan yang
disenangi (1079-1084)
Setelah membahwa
harapan orang tua agar
informan menjadi
guru, informan
menjadi tidak
semangat dan
mengeluh kuliah
(1092-1121)
Informan menyetujui
arahan orang tua
dengan alasan yang
masuk akal
Mengikuti arahan
orang tua yang
masuk akal
Informan memilih
sesuatu yang sesuai
dengan kemampuan
diri
Informan akan
melakukan sesuatu
yang disenangi
Karena kesal
berdampak pada
malas kuliah dan
mengeluh saat
menjalani kuliah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
257
1100
1101
1102
1103
1104
1105
1106
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
orang tua aku nggak bakal masuk
kelas ini, aku kayak gitu tuh
(tertawa). Jadinya tuh, ya itu pada
awalnya aku jadi semacam berat,
kayak gitu. Apalagi kan, mata
kuliah itu nggak, nggak semacam
semata-mata aku disuruh duduk di
kelas, belajar gitu. Tapi emang
bener-bener nyampe appearance-
nya tuh suruh bener-bener kayak
gitu. Pakai sepatunya. Saat-saat aku
pakai sepatu aku mikirnya, ini sakit
banget pakai sepatu ini. Aku pakai
pantofel itu rasanya sakit gitu lho
mbak dan aku harus pakai ini terus,
kayak gitu. Terus pakai baju yang
nyampe aku tuh yang sukanya pakai
baju asal-asalan, pakai celana ya
asal, seenakku, senyamanku, dan
aku sekarang harus pakai rok span,
celana kain, nyampai baju. Terus ee
ya udah efeknya kesitu.
Terus ee apalagi ya ee malah ya itu,
jadinya memprovokasi temenku
juga. Nggak enak kan jadi guru?
(tertawa) Cari temen, kayak gitu
kan.
Terus habis itu apa ya, terus
pengaruh ke hobi itu juga dan aku
nggambar tuh semakin nggak mood
gitu. Ah, buat apa nggak dilihat
juga, gitu kan. Ee semacam
mengurangi keyakinanku juga
kesitu. Mengurangi niatku untuk ke
desain itu juga, gitu. Terus
semacam, ya udah itu kertas-kertas
itu cuma aku kumpul, cuma tak
lihatin. Terus aku sempet nekat
waktu itu beli pensil warna yang 48
warna itu. Itu gara-gara apa, hah aku
dilarang, aku nggak mau, aku mau
beli. Aku beli itu tuh, terus akhirnya
ya jadinya tuh, lho kok kekanak-
kanakan banget sih, kayak gitu. Ya
mbok besok lagi harusnya. Ya
semacam sedih duitku berkurang,
Karena kesal, jadi
memprovokasi teman
bahwa jadi guru itu
tidak enak (1122-
1125)
Informan menjadi
malas menggambar
dan tidak yakin
mengembangkan
desain (1127-1134)
Informan menjadi
tidak mengontrol diri
dengan membeli
barang yang bukan
kebutuhan mendesak
(1137-1149)
Dampak harapan
orang tua:
provokator bahwa
harapan orang tua
tersebut buruk
Dampak harapan
orang tua: keyakinan
untuk mewujudkan
keinginan diri
berkurang
Dampak harapan
orang tua: kurang
kontrol diri sehingga
mengalami kerugian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
258
1146
1147
1148
1149
1150
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
1166
1167
1168
1169
1170
1171
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
1182
1183
1184
1185
1186
1187
1188
1189
1190
1191
kayak gitu (tertawa). Ya semacam
melakukan hal-hal tolol gitu lho
setelah itu tuh. Terus jadinya, jadi
tidak terkontrol.
Terus ee karena pesan itu juga tapi
lama-lama ee ya udah sih dinikmati,
jadi menikmati. Karena bantuan
petuah itu ya aku ya udah sih coba
pakai sepatu yang bener. Ha terus
ngaca gitu kan, bagus juga kok,
kayak gitu kan. Ya salah satu
menyuruh meyakinkan diri. Efeknya
tuh jadi coba deh, sadar diri dulu,
sadar diri dulu. Coba dituruti dulu.
Kali aja bener ya. Ya aku, ha bagus
juga kok, bagus. Dikucir coba
rambutnya lebih rapi, ini bagus juga
kok, kayak gitu. Terus, jadi ya udah
coba dialokasikan duitnya buat beli
lipstick, kayak gitu-gitu, yang
emang buat itu. Coba dipakai, ha
bagus kan. Ngelihatin temen-
temenku yang emang mereka suka
gonta-ganti rok kayak gitu.
Akhirnya ini, waktu aku pulang
kemarin tuh ya udah au dijahitin
blazer, aku jadi guru, jahitin blazer.
Cariin rok yang banyak, aku kayak
gitu. Jadinya tuh, aku jadi stress
sendiri kan (tertawa). Tapi stressnya
lebih yang udahlah, dinikmati aja,
kayak gitu. Ya efeknya lebih kesitu
sih. Petuahnya tuh jadi membuat
aku ee ya alon-alon lah menyuruh
diriku untuk menuruti itu, untuk
mencoba dulu, mencoba dulu kesitu.
Tapi ya itu, niatku tetep ada sampai
sekarang sih.
Biasanya hal-hal apa sih yang
membuat kamu akhirnya untuk
mengatasi itu tadi, ya kamu
akhirnya beli pensil warna, kamu
melakukan hal-hal yang
menurutmu tolol tadi, maksudnya
yang bisa mengurangi itu, gimana
Pengalaman informan
kehabisan uang karena
kurang control diri
menyadarkan informan
untuk mencoba
menikmati menjadi
guru di mata kuliah
keguruan (1150-1160)
Informan berusaha
untuk menjalani proses
jadi guru, tapi tetap
ingin mengusahakan
menjadi desainer
(1178-1183)
Usaha informan
untuk menikmati
proses dalam
mewujudkan
harapan orang tua
Mengusahakan
harapan orang tua
dan juga keinginan
diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
259
1192
1193
1194
1195
1196
1197
1198
1199
1200
1201
1202
1203
1204
1205
1206
1207
1208
1209
1210
1211
1212
1213
1214
1215
1216
1217
1218
1219
1220
1221
1222
1223
1224
1225
1226
1227
1228
1229
1230
1231
1232
1233
1234
1235
1236
1237
caranya?
Ya balik lagi, lihat ke efek
kebodohan itu mbak. Misalnya
duitku habis, kayak gitu. Terus ee
apa ya percuma kan namanya
dateng ke kelas, udah mungkin kena
beban tugas yang lain. Terus ke
kelas cuma buat di.., apa ya, buat
ngeluh kayak gitu kan ya berat to.
Apalagi mata kuliahnya udah berat,
jadi disambati terus sekarang, kayak
gitu.
Terus, ya udah cuma lihat ke efek
itu dulu kayak gitu kan. Ya kan juga
nggak ada untungnya gitu lho buat
aku, dan sedangkan kalau mencoba
dapet pengalaman baru dan ya kali
aja semuanya jadi win-win solution
gitu lho. Mereka senang, aku
senang, kayak gitu kan. Ya kali aja
kayak gitu. Karena konflik kan pasti
ada, kayak gitu kan? Pasti bakal ada
saat pendapatku nggak diterima,
pendapat mereka juga nggak
diterima aku kan pasti ada. Ya udah
sih, kayak gitu aja. Ya kali cuma
lihat efek itu. Ya itu yang paling
berat karena kehilangan duit mbak
(tertawa). Jadi buat apa kan.
Gimana cara kamu mengatasi
perasaanmu yang sebel itu tadi?
Ya tidur, kadang-kadang kayak gitu.
Tapi itu juga terhibur juga sih sama
kondisi luar. Misalnya kayak temen-
temen aku tadi. Misalnya karena
sebel disuruh jadi guru itu tadi ya.
Terus lihat temen-temenku yang
mereka dandannya bagus-bagus
kayak gitu. Terus aku kan jadi
terpacu, oh ya, itu nggak buruk-
buruk amat sih, kayak gitu. Ada
temen-temennya, aku nggak
sendirian, kayak gitu tuh. Terus juga
Akibat duit berkurang,
infroman mencoba
tidak mengeluh dalam
menjalani mata kuliah
keguruan agar tidak
sia-sia (1193-1202)
Informan memenuhi
harapan orang tua
dengan win-win
solution, yaitu ketika
informan mendapatkan
pengalaman baru dan
orang tua juga senang
(1204-1216)
Cara mengatasi rasa
kesal karena dipaksa
jadi guru: tidur (1224)
Cara mengatasi rasa
kesal karena dipaksa
jadi guru : terhibur
karena teman,
sehingga semangat
(1227-1237)
Usaha mewujudkan
harapan orang tua
Koping: win-win
solution
Koping: tidur
Koping: Melihat
teman bersemangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
260
1238
1239
1240
1241
1242
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
1251
1252
1253
1254
1255
1256
1257
1258
1259
1260
1261
1262
1263
1264
1265
apa ya, ya itu kadang-kadang juga
suka sharing ke temen, aku juga
dipaksa kok sama orang tua tapi ya
udahlah dijalanin dulu, kayak gitu.
Berarti aku punya temen, kayak
gitu. Terus, apa ya? Ya udah sih,
kayak gitu aja. Lebih ke coba lihat
dulu yang disuruh orang tua tuh,
kayak gitu sih. Lebih kayak gitu,
karena emang kebanyakan orang
kekeh mauku kayak gini, gitu.
Malah jadinya malah kacau balau
to. Tapi ya aku melihat pengalaman
mereka yang kayak gitu ya akhirnya
semua jadi kacau mending ya
udahlah aku lihat dulu, maksudnya
orang tuaku tuh bakalannya jadi
kayak apa kalau aku lakukan, kayak
gitu. Kalau emang nggak bisa kan
toh nanti juga bakal aku punya
kesempatan ngomong ke mereka
aku bener-bener nggak bisa.
Tapi kan aku udah mencoba
setidaknya. Daripada aku nggak
mencoba, terus aku nggak bisa
kayak gitu kan malah kasian kan
orang tuanya juga. Tetep tak coba
lah, walaupun nggak srek dikitlah.
Cara mengatasi rasa
kesal karena dipaksa
jadi guru : sharing
dengan teman,
sehingga merasa tidak
sendiri (1238-1242)
Berniat mengikuti
arahan orang tua jadi
guru dan melihat
hasilnya jika memang
tidak bisa (1254-1259)
Mencoba mewujudkan
harapan orang tua
meskipun diri tidak
srek (1260-1265)
Koping: Bercerita
kepada teman
mendapat penguatan
Mencoba menjadi
guru
Koping:
mengusahakan
harapan orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
261
Lampiran 11: Tema Utama Informan 3 (AJ)
No Tema Utama Nomor Verbatim
Pengalaman terhadap Harapan Orang Tua
1 Gambaran Pengalaman terhadap Harapan Orang Tua
a. Merasa tidak adil karena anak sulung dituntut lebih
besar
Faktor yang mempengaruhi:
- Adanya pengaruh budaya bahwa anak sulung
sebagai representasi keluarga
b. Menyadari peran anak sulung harus memenuhi
kebutuhan orang tua
c. Menolak karena adanya perbedaan harapan
Faktor pertimbangan:
- Keinginan mewujudkan harapan diri sesuai
dengan passion
d. Asertif terhadap harapan orang tua memperoleh
punishment
e. Bersikap pasif merupakan bentuk represi perasaan
f. Menganggap harapan orang tua tidak masuk akal
g. Kesal karena orang tua tidak memahami, merasa
dipaksa, dan dibandingkan dengan keberhasilan
orang tua
h. Menunda memenuhi harapan orang tua merupakan
bentuk diri belum siap mewujudkan
i. Mampu memenuhi harapan orang tua memperoleh
reward, jika gagal mendapat punishment
j. Menyadari tujuan harapan orang tua baik
k. Memiliki strategi menyampaikan harapan diri kepada
orang tua
AJ/W1/37-41, AJ/W1/663-669
AJ/W1/358-368, AJ/W2/840-849
AJ/W2/942-945, AJ/W1/911-915
AJ/W1/170-176, AJ/W1/179-185
AJ/W1/281-286
AJ/W1/257-265, AJ/W1/270-278,
AJ/W2/640-642
AJ/W2/1199-1207, AJ/W1/954-956
AJ/W1/466-475, AJ/W1/519-531,
AJ/W2/983-995
AJ/W2/20-32, AJ/W2/83-86,
AJ/W2/645-656, AJ/W1/950-952
AJ/W1/46-54, AJ/W2/61-69,
AJ/W2/239-249
AJ/W2/160-168, AJ/W2/967-972
AJ/W1/484-493, AJ/ W1/993-995
AJ/W2/607-622, AJ/W2/1264-1280
2 Dampak terhadap Harapan Orang Tua
a. Pesimis dalam mewujudkan harapan orang tua
b. Merasa stress karena harapan orang tua berat
c. Merasa lelah menjalani harapan orang tua dengan
terpaksa
d. Tertantang memenuhi standar keberhasilan orang
tua
AJ/W1/635-644, AJ/W1/904-910
AJ/W1/709-715, AJ/W2/1073-1077
AJ/W1/811-813, AJ/W1/369-374
AJ/W1/543-552
Strategi Koping terhadap Dampak Harapan Orang Tua
a. Melakukan hal yang bisa dilakukan
b. Represi
c. Win-win solution
d. Berefleksi sebagai bentuk menyadari perasaan dan
menemukan solusi
e. Bercerita dengan teman senasib
AJ/W1/670-674
AJ/W2/1151-1155
AJ/W1/375-380, AJ/W2/1139-1146,
AJ/W1/677-685
AJ/W1/727-731, AJ/W2/755-756,
AJ/W2/674-682
AJ/W1/732-743, AJ/W2/720-725
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
262
Lampiran 12: Catatan Lapangan Informan 3 (AJ)
Wawancara ke-1
Waktu : Rabu, 4 Maret 2015, pukul 10-30 – 12.00 WIB
Lokasi : Ruang Diskusi, Perpustakaan Sanata Dharma, Paingan
a. Catatan lapangan deskriptif
- Potret subjek dan latar fisik
Subjek menggunakan atasan kemeja berwarna putih dan celana kain.
Sebelumnya, subjek sudah berada di lokasi. Ia membaca majalah
elektronik sambil menunggu pewawancara datang. Pada saat wawancara,
suasana 10 menit pertama cukup berisik. Hal ini dikarenakan saat itu
sedang dilakukan perbaikan lampu di lokasi wawancara. Ada dua orang
tukang dan satu tangga besi didalam ruangan. Gaya bicara subjek cukup
cepat dan terkadang kurang jelas. Subjek sering tertawa ketika menjawab
pertanyaan dari pewawancara. Selain itu, subjek sering menambahkan
contoh dialog hampir pada setiap jawabannya. Subjek menggunakan
kalimat-kalimat langsung berupa percakapan antara subjek dengan orang
tua maupun dengan saudara atau orang lain.
- Peristiwa khusus
Pewawancara cukup terganggu dengan adanya perbaikan lampu didalam
ruangan, karena terdengan suara ketokan palu dan tangga yang digeser-
geser. Pewawancara tidak mengambil langkah untuk berpindah ruangan,
karena lokasi lain yang sepi dari pengunjung perpustakaan sudah penuh
mahasiswa.
- Perilaku pengamat
Pewawancara merasa kurang berkonsentrasi pada saat berlangsungnya
perbaikan lampu didalam ruangan. Selain itu, pewawancara merasa
sedikit ragu dengan subjek yang merupakan anak psikologi. Pewawancara
merasa khawatir jika subjek melakukan faking good maupun faking bad.
Namun, saat berlangsungnya wawancara, subjek cukup konsisten dengan
jawaban subjek yang berulang.
b. Catatan lapangan reflektif
- Refleksi analisis
Pewawancara melakukan scanning secara singkat. Terlihat bahwa orang
tua subjek sangat memantau subjek dalam hal tuntutan dari orang tua.
Orang tua menginginkan subjek untuk menjadi dosen, sedangkan subjek
ingin menjadi HRD. Subjek merasa dipaksa. Selain itu, orang tua subjek
memberikan beban kepada subjek untuk tidak malu-maluin keluarga. Hal
ini dikarenakan ada faktor budaya Batak yang mempengaruhi. Subjek
merupakan anak pertama laki-laki dan cucu pertama. Hal ini membuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
263
subjek merasa inferior, pesimis, dan beban. Namun, subjek berusaha
memampukan diri.
- Refleksi metode
Metode wawancara yang direncanakan sudah berjalan baik. Namun ada
pertanyaan yang belum ditanyakan, seperti: Bagaimana pengalaman
menyenangkan bersama orang tua dan keluarga, bagaimana pengalaman
yang kurang menyenangkan bersama keluarga. Selain itu, pewawancara
kurang melakukan inquiry pada beberapa hal terkait koping.
- Refleksi dilema etika dan konflik
Tidak ada refleksi.
- Refleksi kerangka berpikir
Kerangka berpikir pewawancara kurang terkonsep. Hal ini dikarenakan
saat itu, pewawancara sempat merasa lelah mendengarkan subjek
bercerita panjang lebar dan berulang, sehingga pewawancara kurang
dalam melakukan analisis untuk pertanyaan berikutnya. Namun, sudah
terlihat bahwa terdapat harapan orang tua yang ditujukan kepada subjek.
Selain itu, subjek menyatakan perasaan-perasaannya dan hasil refleksinya
terkait topik wawancara.
- Klarifikasi
Pewawancara perlu mengenai bagaimana subjek mengatasi perasaannya
ketika inferior, jengkel, capek secara emosi akibat paksaan orang tua dan
bagaimana subjek mengolak perasaan-perasaan yang muncul tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
264
Lampiran 13: Transkrip Verbatim Wawancara ke-1 dan Analisis Data
Informan 3 (AJ)
Kode: AJ/W1
Baris Verbatim Koding Awal Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
Bisa diceritakan bagaimana
kehidupan mas sebagai anak
sulung selama ini?
Selama ini?
Iya.
Kalau kehidupan sebagai anak
sulung ee itu yang pasti kalau
berdasarkan pengalaman itu banyak
tuntutannya ya. Jadi misalkan ee
kayak misalkan kuliah. Jadi kalau
kuliah tuh kita tuh ditarget. Kamu
harus kuliah sampai batasnya itu
empat tahun. Nah, jadi karena
empat tahun kamu harus, kamu
harus bisa mencapai target itu. Nah
ketika misalkan dalam penulisan
skripsi dulu itu, itu juga selalu
dipantau. Jadi, ee kamu ngerjain
skripsi udah sampai BAB berapa?
Kamu udah sampai mana? Sejauh
mana? Gimana diskusi dengan
dosennya? Jadi, itu selalu dipantau,
dan ketika misalkan ee dalam
pengerjaan skripsi ya misalnya, itu,
misalkan lagi males atau lagi apa,
itu tetep. Secara sadar atau tidak
sadar itu dipaksa sama orang tua.
Jadi kamu harus, kamu harus tetap
ngerjain. Nah, jadi makanya terus ee
ada suatu tuntutan seperti yang tadi
saya bilang. Gitu. Jadi tuntutannya
ya kamu harus bisa bagaimanapun
caranya kamu harus bisa.
Nah jadi mau nggak mau, itu, saya
juga ee terkadang jengkel.
Nah tapi pada akhirnya, itu, ya
udah, kerjain aja, ikutin. Karena
pada akhirnya, saya berpikir,
daripada saya dulu pernah berontak,
kenapa harus anak pertama yang
di…, dituntut-tuntut?
Anak sulung
mendapat banyak
tuntutan (6-9)
Tuntutan orang tua:
target kuliah 4 tahun
(9-13)
Orang tua memantau
sejauh apa informan
mengerjakan skripsi
(13-26)
Tuntutan orang tua
cenderung memaksa,
harus berjalan seperti
tuntutan orang tua
(26-33)
Merasa jengkel
karena dipaksa (34-
35)
Berontak karena
hanya anak pertama
yang dituntut (37-41)
Anak sulung
mendapat banyak
tuntutan
Harapan orang tua:
kuliah 4 tahun
Orang memantau
harapannya
Merasa dipaksa
memenuhi harapan
orang tua
Kesal karena harapan
orang tua memaksa
Merasa tidak adil ada
perbedaan perlakuan
orang tua pada anak
sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
265
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
Nah tapi pada akhirnya setelah
berpikir, ya udah, ngapain juga
berontak, nggak ada hasilnya.
Nah pada akhirnya, ya udah diikutin
aja, dan salah satu cara, salah satu
caranya katakan iya aja. Udah
ketemu dosen? Udah, iya. Udah
selesai? Udah (tertawa). Padahal
mungkin pada saat itu belum.
Kenyataannya belum. Tapi
diomongin, iya, udah. Daripada ntar
jadi konflik kan sama orang tua.
Nah, itu me…, apa, ee menguras
energi lagi ada konflik. Ya udah
dikatain iya aja.
Tapi pada akhirnya harus tetep
dikerjain. Tapi sesuai dengan ee
mood dan kondisi, kondisiku pada
saat itu.
Tapi untuk mengatakan ee apa,
karena sebenernya mereka orang tua
itu hanya menginginkan, kamu udah
selesai mengerjakan? Udah. Kalau
dari observasiku ya. Kayak gitu.
Jadi mereka hanya mengatakan
kamu tuh harus gini, ya udah ikutin
aja gini.
Nah kalau misalkan aku belum siap,
ya udah, aku dengan polaku dulu.
Tapi ketika pada saatnya udah siap
dengan pola mereka, ya udah ikutin
pola mereka. Kayak gitu.
Berarti orang tua untuk yang
sekarang-sekarang ini lebih
menuntut tentang kuliah cepat
selesai empat tahun ya. Skripsi
pun orang tua memantau. Nah
itu, kan jarak jauh ya, orang tua
tidak disini. Nah, gimana cara
memantaunya itu selama ini?
Jadi kalau menurutku ee orang
tuaku tuh caranya unik. Jadi kalau
ngamatin cara-cara keluarga lain itu
kayaknya tidak seperti apa yang
terjadi padaku. Nah mereka itu
Berontak pada orang
tua sia-sia(43-45)
Berbohong
mengerjakan perintah
orang tua untuk
menghindari konflik
(46-54)
Berbohong menguras
energi (55-57)
Memenuhi harapan
orang tua sesuai
situasi dan kondisi
informan (58-61)
Informan
beranggapan bahwa
ketika orang tua
bertanya hanya perlu
jawaban yang
diharapkan orang tua
(62-69)
Mengerjakan harapan
orang tua sesuai
kesiapan informan
(70-74)
Orang tua menelpon
informan lebih dari
sekali dalam sehari
(83-89)
Berontak= sia-sia
Berbohong untuk
menghindari konflik
Berbohong menguras
energi
Menunda
mengerjakan
perintah orang tua
Berbohong =
menjawab sesuai
yang diharapkan
orang tua
Menunda
mengerjakan harapan
orang tua, sesuai
kesiapan informan
Orang tua menelpon
informan lebih dari
sekali dalam sehari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
266
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
sama nelpon. Tapi mereka
nelponnya sehari bisa lebih dari satu
kali.
Oh iya? Setiap hari.
Setiap hari. Itu tidak pernah putus
dan tidak pernah bosan apa yang
ditanyakan (tertawa).
Menanyakan apa?
Jadi misalnya seberenarnya tanya,
lagi dimana? Sedang apa? Misalkan
kalau ini kan sedang udah ujian kan,
udah ujian skripsi, habis itu
sekarang sedang revisi. Gimana
revisiannya? Udah dikerjakan?
Padahal sampai sekarang tuh belum.
Jadi bilangnya ya ini sedang mau.
Nanti misalkan sedang mau kalau
dia udah marah, tensinya udah
berubah, ya udah ini gue kerjakan.
Jadi intinya mereka tuh nelpon,
karena papa itu kan kerjanya di
Bangka Belitung, mama di
Pontianak. Nah, jadi mereka itu
setidaknya dari pagi nel…, pagi
nelfon, habis itu kadang siang
nelfon, kadang malam juga nelfon.
Itu siapa yang nelfon biasanya?
Emm, orang tua terlebih dahulu.
Sama. Jadi kalau papa itu karena dia
kerja, dia tiap pagi ada sebelum
masuk kerja, sebelum dia mantau
anak buahnya, dia nelfon dulu. Nah,
kadang yang di siang hari, dia
kadang juga nelfon pas istirahat.
Nah, pas sebelum dia tidur dia juga
nelfon. Nah itu semuanya ditelfon
anak-anaknya. Jadi, karena di Jogja
ada dua anaknya, itu semuanya
ditelfon. Polanya sama. Jadi ditanya
aja, apa kabar, sedang apa. Jadi ya
hanya pertanyaan sepele.
Nanti kalau misalkan, paling
misalkan kalau ada masalah kalau
aku punya masalah, Ma, ini skripsi
gue gini gini begini, itu gimana,
Ma? Nah itu aku sering
Orang tua marah,
informan baru
mengerjakan perintah
(103-106)
Orang tua sering
menelpon informan
menyanyakan hal
sepele (116-128)
Informan diskusi
masalah dengan ibu
(129-135)
Pola pemikiran yang
terkondisikan
informan melakukan
setelah orang tua
marah
Orang tua sering
menelpon
menanyakan hal
sepele
Informan bertukar
pikiran dengan ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
267
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
cenderungnya diskusinya sama
mama.
Kalau dengan papa itu lebih kepada
hal-hal yang apa ya, ee kehidupan
nyata sih. Misalkan kalau kerja,
diskusi. Pa, gue kalau misalnya
jadi…, gue ikut ini, organisasi ini,
gue jadi pemimpin, jadi ketua, gue
harus kayak gimana? Nah, jadi
misalnya itu lebih, apa sih, hal-hal
praktis sih kalau menurutku. Kalau
papa.
Tapi dengan mama itu lebih pada
hal-hal yang emosi, ee tukar, tukar
pikiran, Ma ini bagusnya gimana,
itu lebih nyaman sama mama.
Karena kalau misalkan tukar pikiran
sama papa, dia itu akan lebih
langsung, udah kamu harus kayak
gini aja. Karena aku tahu dia itu, ee
dia pemimpin di perusahannya.
Nah, dia slalu, dia selalu
menganggap anak-anaknya itu
seperti ya bawahannya juga jadi
kadang-kadang. Kamu tuh harus
kayak gini gini gini.
Nah kan, aku dulu pernah berpikir,
gue ini bukan bawahan lo, gue ni
anak lo (tertawa), gue ini nggak
perlu kata perintah dari lo. Gue tuh
cuma perlu telinga lo, lo dengar.
Kayak gitu.
Tapi aku belum pernah ngomong
kayak gitu.
Kayak misalkan gini, dia…, aku
ingin masuk ke perusahaan kalau
udah kerja, ke HRD. Tapi dia selalu
menyuruhku, mengarahkanku dan
mungkin itu impiannya gitu ya,
harapannya sih. Dia
menginginkanku jadi dosen. Wah
dosen. Nggak tahu sih ya dosen ya
dosen ngajar.
Tapi dalam pemikiranku, itu bukan,
Informan diskusi
dengan papa terkait
hal praktis (136-145)
Informan nyaman
diskusi hal emosi
dengan mama (146-
149)
Jika bertukar pikiran
dengan papa, papa
akan memperlakukan
seperti bawahan,
memerintah dan tidak
didengar (150-159)
Pemikiran bahwa
informan tidak perlu
diperintah, informan
ingin didengar (160-
165)
Tidak menyampaikan
pemikiran ingin
didengarkan papa
(166-167)
Papa mengarahkan
informan jadi dosen
(170-178)
Papa bersikuku agar
Informan diskusi hal
praktis dengan bapak
Nyaman berdiskusi
hal-hal emosi dengan
mama
- Merasa
diperlakukan
seperti bawahan
- Bapak tidak
mendengarkan
malah memerintah
Kebutuhan untuk
didengarkan, namun
tidak didengarkan
Tidak
menyampaikan apa
yang dipikirkan
Harapan bapak: jadi
dosen
Ada perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
268
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
itu bukan keinginan gue. Jadi, ee
aku pernah bilang, Pa itu bukan gue,
Pa. gue nggak mau jadi dosen, gue
maunya jadi HRD. Gue mau mau
masuk perusahaan, ngubah orang,
ngatur orang, kayak gitu. Nah jadi,
dia tetep aja kekeh, ya udah masuk
aja ke dosen. Masuk jadi dosen
dulu, daftar jadi dosen, ntar dicoba,
satu tahun, dua tahun gimana, ntar
diliatin dinamikanya.
Nah kalau mengenai tukar pikiran
itu, aku cenderungnya lebih
ngomong sama mama. Ma, gue tuh
maunya kayak gini, ma, gini gini
gini, oh ya udah. Tapi maunya…,
papa maunya gini gini gini, ya udah
dicoba dulu, abang tunjukkin dulu
masuk perusahaan gimana, nanti
baru ngomongin sama papa. Kayak
gitu. Jadi kalau tukar pikiran lebih
cenderung sama mama. Kalau
dengan papa tuh beberapa kali aja
tukar pikiran itu mengenai hal-hal
yang praktis. Kayak misalkan, ya
seperti tadi, Pa gimana kalau jadi ini
Pa, gue harus gimana? Kalau jadi
seperti ini gue seperti apa? Kayak
gitu.
Papa ingin kamu jadi dosen. Itu
ngomong ke kamu secara
langsung dan itu sering gitu?
Iya. Itu terang-terangan. Jadi, Pa,
gue mau ini Pa, ee kalau udah kerja,
kalau udah kerja gue mau jadi
masuk perusahaan, gue mau masuk
HRD, kan gue psikologi. Ya udah,
abang masuk, abang jadi masuk ee
jadi dosen aja coba. Jadi, dia
langsung terang-terangan aja.
Nah, sementara aku ketika aku dulu
bilang seperti itu, aku lang…, aku
juga terang-terangan. Nggak mau,
Pa. Gue mau masuk perusahaan.
Jadi dia langsung ya frontal. Dia
nggak ada langsung, gimana kalau
informan jadi dosen,
padahal ingin jadi
HRD (179-190)
Informan bertukar
pikiran dengan mama
(191-202)
Tukar pikiran dengan
papa tentang hal
praktis (203-208)
Papa secara langsung
mengutarakan
keinginannya tanpa
mendengarkan
keinginan informan
(213-220)
Informan
menguttarakan secara
langsung jika tidak
ingin jadi dosen
(221-229)
harapan antara
informan dan orang
tua
Informan bertukar
pikiran dengan
mama merasa
didengarkan
Tukar pikiran
dengan bapak
tentang hal praktis
Papa memaksakan
harapannya kepada
informan
Asertif, menolak
harapan bapak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
269
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
gini, gimana kalau gitu. Dia nggak,
dia langsung mengutarakan
keinginannya.
Maksudnya nggak ada diskusi
begini-begini, tapi kayak
langsung, kamu ke sini, kamu ke
sini, gitu?
Eee, diskusi tuh, kalau aku pikir
diskusi dia mengenai, dia
ngomongnya kayak gini, kalau
abang jadi dosen, dia ee ck…apa,
mengeluarkan kelebihan-
kelebihannya menurut
pemikirannya. Abang kalau jadi
dosen tuh kayak gini gini gini, kamu
bisa…, nanti kamu kalau misalkan
ee apa, kalau udah lama ntar kamu
disekolahkan ke luar negeri, segala
macam. Ya seperti dosen-dosen kita
lah. Gini, gini, gini. Tapi itu bukan
keinginan gue (tertawa). Nah itu
perbedaannya. Nah ini konfliknya
disitu. Dia…, dia hanya memikirkan
kelebihannya berdasarkan apa yang
dia pikirkan.
Nah, kamu pernah
menyampaikan kalau kamu
nggak mau jadi dosen.
He-em, pernah.
Reaksi papa gimana?
Reaksi papa pada saat itu, ee dia
tetap, ck.., apa…., jadi kalau
misalkan kita ngomong, dia
langsung cut, nggak usah, jadi
kayak gini-gini aja., dosen tuh enak
segala macem. Dia tetep
mengeluarkan kelebihan-
kelebihannya, bagaimana menjadi
dosen.
Nah, sementara aku sebagai anak,
ya aku kan juga per…, pernah
punya pemikiran, ini kan yang
hidupin kan nanti gue, yang jalanin.
Ya aku, dulu itu aku serang balik,
ya nggak pa, gue maunya gini-gini,
gue tetep mau masuk perusahaan,
Informan
menganggap papa
hanya fokus pada diri
sendiri, tidak
mendengarkan
informan (234-251)
Ketika diskusi
negosiasi tentang
harapan, papa
cenderung memotong
(257-265)
Pemikiran bahwa
informan sendiri
yang menjalani
kehidupan (266-269)
Perdebatan terkait
informan
mengatakan untuk
Merasa tidak
didengarkan, karena
bapak fokus pada
pendapatnya
- Asertif
bernegosiasi
- Usaha asertif
namun tidak diberi
kesempatan
Pandangan bahwa
menjalani hidup
sesuai apa yang
diinginkan diri
Perdebatan
mengenai perbedaan
harapan informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
270
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
organisasi, biar gue kayak gini, gue
tuh maunya kayak gini gini gini.
Nah jadi tetep di tangkal balik, tapi
sekarang dia tetep masih bilang, ya
udah jadi dosen aja, kan udah papa
bilang. Tapi tetep aku bilang, ya
nantilah gue coba.
Tapi tetep, gue sih maunya gue
masuk perusahaan dulu. Kalau jadi
dosen ya udah itu nanti. Karena
se…, sejauh ini gue nggak ada
passion kesana, aku bilang kayak
gitu sama papa.
Ya udah dia…, kalau dulu saling
tegang-tegangan, tapi kalau
sekarang ya udah dia ngomong apa,
kita ngomong iya, ya udah. Jadi dia
ngomong, dia ngungkapin
pendapatnya, ya udah kamu jadi
dosen gini gini gini, tapi aku bilang,
ee aku ungkapin pendapatku dulu,
tapi ntar aku pada akhirnya aku ee
memenuhi seperti yaaa mengiyakan.
Kan belum tentu.
Oh, ngayem-ngayemi.
Iya, kayak gitu (tertawa).
Iya iya. Itu misalnya waktu,
ketika kalian berdiskusi, terus
saling tegang tadi tuh, itu
suasananya gimana? Suasana
obrolan antara kamu dan papa?
Misalnya kalau papa itu kan
terkadang kalau ngomong itu ee
kalau dia sudah tidak senang, ya
namanya juga orang Batak, atau ya
mungkin sama sih orang-orang lain,
dia akan menaikkan nadanya,
menaikkan nadanya. Aku reflek
juga. Ya kadang aku naikkan nada
juga (tertawa). Ya kayak gitu. Jadi,
terkadang itu ck…, kalau misalkan
tukar pikiran kayak gitu, kurang
nyaman sama papa. Kemarin itu,
baru ujian, habis itu dia bilang, ya
udah langsung ngerjain skripsinya,
masuk perusahaan,
namun papa ingin
informan jadi dosen
(270-278)
Informan dituntut
jadi dosen, lalu
bilang akan mencoba
(278-279)
Menyampaikan
bahwa passion diri
bukan jadi dosen
(281-286)
Sudah mencoba
bertukar pendapat,
tapi pada akhirnya
mengiyakan apa yang
dikatakan papa (287-
297)
Informan membalas
dengan nada tinggi
ketika papa berbicara
dengan menaikkan
nada karena hal yang
tidak disenangi (305-
313)
Merasa kurang
nyaman bertukar
pikiran dengan papa
karena langsung
dituntut hal lain
dan bapak
Koping: menghindari
konflik
- Asertif menolak
harapan bapak
- Memahami passion
diri
Berbohong untuk
menghindari konflik
Kecenderungan
emosi informan
mudah terpancing
saat diskusi dengan
bapak
- Tidak nyaman
bertukar pikiran
dengan bapak
karena selalu
dituntut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
271
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
eh langsung ngerjain revisinya, biar
langsung selesai. Lho, gue kan baru
ujian, males gue, mau ninggalin ini
satu hari, dua hari, habis itu baru
gue ngerjain. Nah tapi ya sampai
sekarang masih belum dikerjain
(tertawa). Ya kayak gitu. Tapi, dia
kalau misalkan tidak sesuai dengan
pola pikirnya, karena kalau
menurutku ya di psikologi itu ada
order segala macem, nah dia tuh
seorang order. Dia orang yang
teratur segala macem, punya target,
jelas, kamu kalau kesini targetmu
itu, nah itu…, itu bisa dicapai.
Caranya kayak gini gini gini. Nah,
dia menerapkan itu pada anaknya.
Kadang itu berhasil kadang itu
nggak.
Jadi ada beberapa hal yang aku
pelajari dari dia. Dia tuh selalu
ngajari, misalkan ya, simpan
sebanyak-banyaknya, apa yang
kamu dapatkan itu kamu simpan
sebanyak-banyaknya, habis itu jika
sudah kamu keluarkan sebanyak-
banyaknya. Dia selalu ngajari kayak
gitu. Ya udah. Maksudnya apa sih
kayak gitu? Kalau misalkan,
misalnya aku di P2TKP, aku belajar
dulu sebanyak-banyaknya apa yang
bisa kudapatkan di P2TKP. Ketika
aku udah keluar, ya udah, keluarin
aja. Kayak gitu.
Nah, apakah perlakuan ini, lebih
khususnya ke papa ya, diterapkan
juga ke adik-adikmu yang lain
atau kebetulan hanya kamu?
Eemm, dalam beberapa hal iya.
Tapi dia akan lebih cenderung keras
pada anak pertamanya. Karena
kalau menurutku, kalau ku lihat, di
orang Batak itu anak pertama kan
jadi suatu apa, suatu andalan ya.
Jadi, dia akan selalu mengandalkan
(314-323)
Informan memahami
pola berpikir papa
(325-337)
Papa mengajarkan
untuk ‘simpan
sebanyak-banyaknya,
dan keluarkan
sebanyak-
banyaknya’,
diterapkan dalam
pengalaman
berorganisasi 338-
352)
Pandangan bahwa
papa lebih keras pada
anak pertama karena
pengaruh budaya
Batak yang
mengandalkan anak
pertama (358-368)
- Merasa tidak
dipahami
- Pola pikir informan
yang santai dulu
setelah kerja keras
Konflik terjadi
karena perbedaan
pola pikir
Memahami dan
menerapkan nilai
ajaran bapak
- Budaya
mempengaruhi
perlakuan orang
tua ke anak sulung
- Harapan orang tua
dibebankan ke
anak pertama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
272
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
anak pertamanya dan dia selalu apa
ya, keinginannya tuh diserahkan ke
anaknya itu, terutama anak
pertamanya.
Jadi, terkadang aku capek juga, ee
mengiyakan keinginannya,
mengikutin keinginannya dengan
mengikuti keinginanku. Dia maunya
A, aku maunya B. Ya itu kan
bertolak belakang.
Nah, kalau aku caranya sih, gimana,
aku berpikir win win solution-nya
sih. Ni orang tua maunya A, gue
maunya B. Nanti gimana caranya
bisa, dia bisa, keinginan dia bisa,
keinginanku juga bisa.
Nah tapi terkadang perlu proses sih.
Jadi mikirnya tuh lama, kayak gitu.
Nah, kayak dulu ee sebelum masuk
kuliah, ya udah Bang, Abang masuk
manajemen aja, masuk manajemen.
Kenapa, Pa? Manajemen tuh banyak
dipakai kan, perusahaan segala
macem. Nggak, Pa, gue mau
psikologi. Gue mau mengenal diri
gue tuh seperti apa sih. Nah itu
dulu…, dulu itu tegang-tegangan
juga, ikut manajemen aja, selesai
langsung masuk kerja kantor. Kok
pemikirannya kayak gitu ya? Ngga
ah. Gue mau…, gue mau belajar
psikologi, kayak apa sih manusia itu
seperti apa? Ya udah pada akhirnya
juga dia eee mengiyakan
keinginanku ketika ku mempunyai
logika, cara berpikir yang menurut
dia masuk akal.
Nah, jadi terkadang tuh kalau
misalnya udah tegang-tegangan gitu
ya udah aku ajak diskusi. Jadi
maunya dia gini, aku gini. Terus
gimana nih ya. Kayak gitu sih.
Nah kan, ee kalau yang tuntutan
ke adik-adikmu juga itu kira-kira
apa? Dalam hal apa? Yang
Informan lelah
mengikuti harapan
orang tua (369-374)
Informan berusaha
agar bisa menemukan
win-win solution atas
setiap konflik
perbedaan harapan
(375-380)
Papa yang menerima
keinginan informan
karena alasan masuk
akal (397-401)
Mengajak diskusi
jika suasana
menegang karena
adanya perbedaan
harapan (402-406)
Perasaan lelah
menuruti harapan
orang tua
Koping konflik
perbedaan harapan:
win-win solution
Harapan informan
yang masuk akal
diterima oleh orang
tua
Komunikasi dua arah
sebagai solusi
perbedaan harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
273
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
diperlakukan ke kamu iya, terus
ke adikmu juga.
Itu ee disiplin sih yang pasti. Karena
dia orang yang disiplin. Dia ingin
anak-anaknya tuh disiplin semua.
Nah misalkan dulu itu ee…, kita
pernah liburan ke Bangka Belitung.
Nah habis itu, pas aku nggak ada
sih, pas aku nggak ada. Habis itu,
aku di Pontianak. Adikku yang
nomor dua ini kan ee rada-rada
malas. Dia orang…, dia tuh
pemberontak dikeluarga. Nah, dia..,
jadi pesawat waktu itu kalau nggak
salah terbangnya jam 7, dia tuh baru
bangun jam setengah 6. Yang lain
tuh dah bangun setengah 5, udah
siap-siap. Nah dia baru bangun
setengah 6. Dia dibangunin
setengah 5 tuh nggak mau bangun.
Hhmm…hhmmm..hhm.
jawabannya cuma, hhmm..hmm.
Pada akhirnya karena udah…,
mamaku udah mulai, oya mamaku
duluan yang bangunin, habis itu
papaku. Mamaku terus yang
bangunin lagi, dia nggak bangun-
bangun, ee mamaku nyuruh adikku,
dia nggak bangun juga. Pada
akhirnya papaku angkat tuh kasur,
bangun nggak! Dibentak. Habis
langsung tangannya tuh ngepal, mau
dipukul (tertawa). Karena, dia tuh
orangnya cukup keras dalam
mendidik anak-anaknya sih. Watak
Bataknya cukup keras sih. Nah dia
hampir mau mukul, terus mamaku
dateng, melerai mereka (tertawa).
Kalau nggak itu udah…., dipukul
beneran (tertawa). Jadi yang
pastinya sih, karena dia orangnya
keras, dia tuh mendisiplinkan.
Mengenai kalau yang disama
ratakan tuh mengenai apa sih, cara-
cara hidup sih. Kamu harus disiplin,
kamu harus teliti, kamu harus apa
Pandangan papa
bersifat keras,
sehingga menerapkan
kedisiplinan kepada
semua anaknya (413-
415)
Papa menggunakan
fisik untuk mendidik
anak (441-447)
Harapan orang tua ke
semua anak: disiplin,
teliti, sukses, maju
Harapan:
kedisiplinan
Bapak keras dalam
mendidik anak
Harapan orang tua ke
semua anak: disiplin,
teliti, sukses, maju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
274
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
itu, semuanya.
Tapi kalau misalkan mengenai ego
pribadi, itu menge…, itu pada
anaknya. Jadi, kamu harus sukses,
kamu harus maju, kamu…, dia, itu
terang-terangan ngomong.
Ini, ee verbal? Secara ngomong
langsung?
Iya secara verbal.
Setiap kali ketemu, setiap kali
telepon, Abang ingat ya, musuh
Abang tuh bukan siapa-siapa,
musuh Abang tuh papa sendiri. Jadi
Abang tuh harus ngalahin papa.
Nah, itu. Jadi, kalau papa misalkan
jadi manajer, Abang tuh harus
direktur (tertawa). Jadi, Abang tuh
harus ngalahin papa. Dia terang-
terangan gitu ngomongnya. Oh gitu
ya Pa. Pada awalnya sih, apaan sih
nih, ni orang tua kok ngajak saingan
sama gue? Tapi sekarang, oke pa,
tenang aja, gue kalahin. Jadi
sekarang tuh malah jadi, oh ya
udah, gue kalahin, udah, tenang aja.
Motivasi ya?
He-eh. Kalau dulu tuh nggak
nyaman. Emang ada ya orang tua
kayak gini sama anaknya? Kalau
dulu tuh aku mikirnya kayak gitu,
itu pas di semester-semester awal-
awal dululah. Emang ada ya orang
tua kayak gini ya? Dia ngajak, dia
ngajak, apa, aduan sama anaknya
sendiri. Tapi sekarang dia ngomong
kayak gitu, oke pa. Aku malah ada
semangat, oke pa, gue kalahin.
Kayak gitu sih (tertawa).
Baguslah. Nah menurutmu ini
tentang harapan orang tua yang
seperti itu sekarang lebih khusus
berarti ke kuliah dan istilahnya
karir ya?
Iya.
(453-461)
Papa yang
mengharapkan
informan mampu
mengalahkan papa
dan harus lebih tinggi
dari papa (465-473)
Merasa bahwa papa
mengajak saingan
dan
informanbersemangat
mengalahkan (477-
481)
Awalnya informan
kurang nyaman
dengan papa
mengajak saingan,
sekarang tantangan
papa menimbulkan
semangat (484-494)
- Harapan orang tua:
anak lebih baik
dari orang tua
Merasa tertantang
harapan orang tua
Tantangan orang tua
sebagai motivasi
eksternal untuk lebih
berhasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
275
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
Adakah harapan yang lain?
Nggak. Mereka itu eee kadang aku
punya, aku punya rencana. O, jadi
ee gue umur 22 gue udah lulus.
Sebelum aku kerja dulu, kurang
lebih tiga sampai empat tahun, habis
itu ntar aku mau ee lanjut sekolah
dulu, karena menurutku di psikologi
perlu S2 ya, biar ilmu ini.., karena
ilmu ini cukup abstrak. Nah, habis
itu setelah itu baru nikah. Nah,
ketika aku mengatakan seperti itu
mereka bilang, oh bagus. Jadi itu
seperti sesuai dengan apa yang
mereka pikirkan, yang mereka
rencanakan untuk anaknya. Nah,
jadi mereka tuh juga sebenernya
punya rencana juga, oh anakku
harus kayak gini. Nah, salah satu
tuntutannya itu adalah kan mereka
S1 semua, setidaknya mereka cara
mengalahkannya anaknya tuh harus
S2, gitu. Jadi, cara-caranya seperti
itu. Maka tuh ingin anaknya
mengalahkan. Dalam artian tuh
ingin melebihi mereka. Mereka tuh
nuntutnya, kalian tuh harus melebihi
dari saya, dari kami. Kalau misalkan
aku S1, kalian harus minimal S2,
gitu. Misalkan dia selalu ngomong
sama semua anaknya. Nah, jadi
kalau misalkan, kalau misalkan ini
kan, pa ini gue udah sama nih sama
Papa Pama, oh ya udah nggak papa,
tapi satu hal, Abang masih kurang
satu, kurang apa? Kurang
pengalaman (tertawa). Tetep aja kan
kalah (tertawa). Jadi tuh mereka
intinya, intinya sebenarnya mereka
tidak mau dikalahkan.
Tapi mereka sebenernya mencari
suatu hal, bagaimana seha…,
mencari pelecut biar anak-anaknya
tuh lebih baik dari mereka. Gitu.
Nah, misalkan, ini sekarang udah S1
udah ujian, cepat kerjakan
Menyampaikan
perencanaan masa
depan kepada orang
tua dan mendapat
dukungan karena
sesuai pemikiran
orang tua (504-518)
Harapan orang tua
agar informan
mampu mengalahkan
dan melebihi orang
tua, misalnya harus
S2 (519-531)
Tetap dianggap kalah
dan kurang
pengalaman,
meskipun sudah
mencapai standar
orang tua (532-542)
Orang tua
memotivasi anak
namun caranya
kurang sesuai (543-
552)
- Adanya
perencanaan diri di
masa depan
- Orang tua
mendukung
informan yang
sesuai dengan
pandangan mereka,
asal bisa melebihi
orang tua
Harapan orang tua:
anak melebihi
kesuksesan orang tua
Pandangan bahwa
orang tua tidak mau
dikalahkan
Memahami bahwa
tujuan orang tua
baik, meskipun cara
kurang tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
276
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
revisinya. Kayak gitu tuh. Jadi,
mereka selalu mencari cara untuk
melecut anaknya, cuma terkadang
itu tidak sesuai. Nah, misalnya, aku
masih mau senang-senang, mau
jalan-jalan. Tapi terkadang karena
mereka tuh selalu nuntut-nuntut
terus, pada akhirnya okelah
daripada senang-senang terus. Pada
akhirnya, akhirnya tuh berefleksi
sendiri, daripada gue buang-buang
waktu gue banyak, nggak jelas,
senang-senang terus, jalan-jalan
buang-buang duit, ya udah nih
revisian kerjain, kalau nggak skripsi
nih kerjain. Gitu sih.
Iya. Mulai dari kapan orang tua
memberi lecutan ini ke kamu?
Ee terasanya tuh ketika masuk
kuliah. Ketika dulu SM…, ketika
ada di deket mereka, mereka bisa
mantau, mereka tuh udah…, mereka
dulu kalau misalkan aku dari kecil
itu dari SD malas belajar. Aku
maunya main-main aja. Nah ketika
aku mulai SMP, aku mulai belajar
mandiri. Nah, ketika mereka
melihat aku belajar, mereka ngecek
di kamar, oh ya udah. Nah berarti
itu sesuai dengan konsep mereka.
Oh, ini belajar ni anak. Ya emang
belajar sih. Ketika mereka kayak
gini kan kuliah kan nggak bisa
ngelihat. Nah itu cara mereka
mantau lewat telfon. Nah telfon
ketika kita ngomong yang misalkan
ya kayak tadi, revisi udah selesai?
Belum. Nah itu langsung dipantau
terus. Nah jadi ketika sesuai
tidak…, eh tidak sesuai dengan
konsep mereka, itu dipantau terus.
Pantau, ditelfon terus. Kayaknya
tadi pagi ditelfon ditanyain. Paling
kemarin ditelfon ditanyain hal yang
sama. Jadi sebenernya telfon hal
yang sama terus. Dia cuma mau
Berefleksi
mengerjakan yang
diharapkan orang tua
daripada membuang
waktu, dll (557-564)
Memantau terus-
menerus adalah cara
orang tua untuk
menuntut anak agar
punya target (567-
601)
Motivasi dari orang
tua membuat
informan berefleksi
untuk menjadi lebih
baik
Harapan orang tua:
anak punya target
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
277
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
nanya, udah selesai belum? Kalau
belum selesai, makin jadi mereka.
Tapi kalau udah selesai, oh ya udah.
Habis itu dicari target yang lain.
Jadi mereka tuh sebenernya
menuntut anaknya, terutama aku,
kamu tuh harus punya target, kayak
gitu. Tapi terkadang kalau udah
target, misalnya gini, kelemahanku
dan adik-adikku adalah ketika satu
target tercapai kita lupa diri. Itu
kelemahanku dan adik-adikku
semuanya. Karena, wah, target ini
udah tercapai, oh ya udah, santai-
santai dulu. Kayak gitu (tertawa).
Nah, nah itu yang tidak disukai
sama orang tuaku.
Karena kalau mereka tuh punya
target, target, target, target! Nah tapi
kalau sama kita dan terkadang kita
tuh anggep remeh. Ma, ini gampang
(tertawa). Adik-adikku juga, Ma, ini
gampang, ini kecil. Nah itu yang
tidak disukai sama mereka. Jadi
kadang-kadang tuh karena kita,
karena aku dan adik-adikku suka
menganggap remeh, makanya
mereka…, mungkin perilaku itu
yang membuat mereka seperti itu.
Mantau terus.
He-eh, mantau terus. Ma, ini
gampang, ini kecil. Karena kita suka
anggap remeh (tertawa).
Menurutmu, bagaimana
pandanganmu terhadap apa yang
orang tua tuntut ke kamu?
Pandangan dalam hal?
Maksudnya kamu memandang
tuntutan orang tua itu seperti apa
menurut dirimu?
Oh, menurutku. Kalau, kalau dulu,
itu aku berat ya, pesimis.
Maksudnya dalam artian, jadi
mereka tuh selalu menjelaskan,
anak pertama itu di keluarga Batak,
kamu tuh harus jadi panutan. Habis
Informan menyadari
kelemahan diri yang
tidak disukai orang
tua yaitu mudah puas
(602-611)
Informan juga
cenderung
menganggap remeh,
tidak disukai orang
tua (612-616)
Informan menyadari
alasan orang tua
sering memantau
informan karena
kelemahan informan
(618-627)
Memandang tuntutan
orang tua berat dan
pesimis karena anak
pertama dalam
Budaya Batak harus
jadi panutan (635-
644)
- Orang tua
memahami
kelemahan
informan
- Informan
memahami
perilaku orang tua
untuk mencegah
keteledoran
informan
Menyadari perilaku
diri yang tidak
disenangi orang tua
Menyadari perilaku
diri yang tidak
disenangi orang tua
- Pesimis melakukan
harapan orang tua
- Budaya
mempengaruhi
cara pandang
terhadap anak
sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
278
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
686
itu mereka, mereka dengan
contohnya, coba Abang lihat, aku
kan anak pertama, cucu pertama,
laki-laki. Habis itu mereka
langsung…, terutama mamaku sih,
walaupun dia orang Jawa, Jawa
Timur, tapi dia tuh, cuma fisiknya
yang Jawa tapi dalemnya Batak
(tertawa). Nah dia tuh selalu ngasih
pejelasan, tuh coba lihat Abang,
Opung itu namanya bukan, ee
bukan Opung Juni, Opungku kan
namanya Juni, tapi dia sekarang
namanya Opung Anju. Itu tuh suatu
beban, jadi jangan bikin malu
keluarga. Coba sekarang lihat,
orang-orang manggil Mama tuh
bukan nama Mama, tapi nama
Abang, Mama Anju. Semua tuh
panggil tuh kayak gitu. Bapak Anju,
segala macem. Nah jadi, jangan
bikin malu keluarga ini ya.
Pada awalnya tuh berpikir, aduh, ini
kok berat sekali ya. Kayaknya
kawan-kawan gue yang orang Jawa
nggak kayak gitu. Habis itu
kayaknya yang orang-orang lain tuh
yang anak pertama kok nggak kayak
gitu ya. Gue lihat seperti itu.
Tapi setelah eee sekarang umur 22,
coba berpikir daripada gue
desparate, gue depresi mikirin itu,
ya udah gue lakuin apa yang gue
bisa aja.
Daripada capek mikir, ya udah
sekarang gue lakuin apa yang gue
bisa, apa yang gue suka, apa yang
menurut gue itu bagus, menurut
mereka itu bagus, ya udah di…, itu
aku lakuin. Kalau sekarang sih
pemikirannya kayak gitu, apa yang
bisa kulakukan. Bukan mencari-
cari, nggak gue nggak mau.
Kalau dulu tuh karena depresi,
Tuntutan orang tua
agar informan tidak
membuat keluarga
malu, karena
merupakan
representasi keluarga
besar (649-662)
Pandangan hanya
dirinya yangsering
dituntut
dibandingkan anak
sulung lain (663-669)
Informan sempat
depresi memikirkan
tuntutan orang tua,
hingga akhirnya
mencoba melakukan
yang bisa dilakukan
(670-674)
Mengurangi rasa
capek memikirkan
tuntutan orang tua
dengan melakukan
yang bisa dilakukan
dan yang menurut
orang tua baik (677-
685)
Awalnya menolak
- Budaya
mempengaruhi
cara pandang
terhadap anak
sulung
- Informan sebagai
representasi
keluarga
Perasaan iri pada
anak sulung lain
tidak dituntut berat
- Tuntutan orang tua
berat, sehingga
merasa tertekan
- Melakukan sesuatu
sebagai koping rasa
tertekan
- Koping tertekan:
melakukan hal
yang dapat
dilakukan dengan
win0win solution
- Melakukan sesuatu
berdasar pada
orang tua
superego tinggi
Pesimis melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
279
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
730
731
732
karena terlihat berat, pesimis,
kenapa harus gue Ma? Kenapa
harus gue Pa? Kenapa harus saya,
intinya.
Tapi sekarang, oh ya udah. Saya
harus melakukan seperti ini. Karena
menurut saya ini bagus dan menurut
mereka, oh iya, bagus. Ya udah,
kalau ketika mereka bilang bagus, o
jalan. Tapi ketika aku mikir ini aku
ini bagus nih, mereka tidak sesuai.
Nah, itu tinggal perlu waktu lagi
sih. Perlu waktu diskusi.
Menyamakan lagi ya.
Menyamakan persepsi. Menurut gue
tuh kayak gini, menurut Papa tuh
gimana? Kayak gitu.
Nah, ketika dulu sempet depresi,
depresi. Maksudnya yang kamu
maksud dengan depresi tuh
gimana?
Depresi tuh, depresi tuh mungkin
terlalu berat ya katanya. Stres. Jadi,
ee seperti menolak. Jadi secara
mental tuh gue nggak mau. Saya
tidak mau. Jadi seperti denial gitu
ya kalau kita belajar defense. Itu ya
nolak gitu. Nggak mau, nggak mau.
Itu ketika dulu. Tapi kalau sekarang
daripada denial terus (tertawa),
maksudnya sekarang belajar
psikologi, oh ternyata defense itu
harus disadari. Ya udah coba, oh iya
gue denial, gue denial. Oh ya, coba
disadari. Jadi, salah satu hal yang
kusukai di psikologi adalah belajar
untuk refleksi.
Nah makanya ketika aku ada
masalah, ya udah, berefleksi dan oh
kesalahanku adalah disini. Okelah,
berarti saya harus menyadari. Kayak
gitu.
Kalau misalnya, kalau aku ngamati
tuntutan karena
pesimis dengan
kemampuan (686-
690)
Sekarang informan
menginternalisasi
harapan orang tua,
jika ada perbedaan
harapan akan
didiskusikan (691-
699)
Perbedaan persepsi
akan didiskusikan
(701-703)
Informantertekan
karena sebenarnya
menolak harapan
orang tua untuk
dilakukan (709-715)
Mempelajari ilmu
psikologi memberi
pengetahuan
berefleksi terhadap
masalah (722-724)
Informan berefleksi
untuk menyadari
yang dirasakan
terkait harapan orang
tua kepadanya (727-
731)
Merasa ada teman
tuntutan orang tua
Koping tuntutan
orang tua: usaha
memenuhi harapan
orang tua
Menyamakan
persepsi dengan
berdiskusi
Merasa tertekan
karena memenuhi
harapan orang tua
yang tidak
diinginkan
Adanya pengetahuan
untuk membantu diri
mengatasi masalah
Koping masalah:
refleksi untuk
menemukan hal yang
harus diubah diri
Koping masalah anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
280
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
teman-teman yang anak sulung
juga, ketika kita ngobrol, kita tuh
gini gini. Oh, ternyata sama ya
(tertawa). Masalahnya sama ya.
Tuntutan (tertawa). Apalagi kalau
dengan sama-sama yang orang
Batak, oh sama kali kita (tertawa).
Apalagi kalau dia sama anak
pertama, oh sama kali kita ya. Jadi
kayak gitu. Dapat teman. Oh
ternyata tidak sendiri (tertawa).
Ee berarti kan, kamu
mempelajari psikologi terus
ketika menghadapi, mendapat
tuntutan dari orang tua, kamu
merasa ada penolakan itu kamu
sudah bisa ambil sikap gitu ya?
Iya. Sekarang sih ya seperti itu sih
bisa dibilang. Seperti itu. Karena…,
karena aku pelajari di ilmu ini jadi
aku gunakan ilmu ini sebagai suatu
alat gimana caranya bisa
menyelesaikan masalah dengan win
win solution. Bukan hanya, kalau
dulu aku itu…, berpikir karena
mereka selalu nekan, karena capek
juga ditekan, stress,
jadinya gue selalu iya mengiyakan
aja deh dan mengikutin apa kata
mereka. Jadi misalkan mereka ee
maunya anaknya disiplin misalkan,
gue udah ikutin aja disiplin. Bangun
pagi, segala macem. Kalau adikku
yang nomor dua kan, disuruh
bangun pagi dia tetap aja, bodo
amat, bangun siang. Dia lebih
cenderung ngikutin need-nya. Tapi
kalau aku, ya aku cenderung
ngikutin superegoku sih (tertawa).
Ya gitu jadinya. Nah tapi kalau
sekarang, misalkan bangun ya, nah
aku kan sekarang bangunnya siang,
tetep aja karena bangun siang. Aku
punya senjata sekarang, kan gue
udah sarjana (tertawa).
senasib dengan
tunutan dan latar
budaya yang sama,
sehingga terhibur
(732-743)
Menerapkan ilmu
yang dipelajari untuk
mencari solusi dan
mengatasi rasa
tertekan dengan win-
win solution (751-
760)
Hasil refleksi:
melaukan apa yang
dikatakan orang tua
(761-766)
Menyadari superego
diri yang tinggi,
sehingga melakukan
perkataan orang tua
(770-772)
sulung dan harapan
orang tua: terhibur
dengan adanya teman
senasib
- Adanya ilmu
pengetahuan untuk
mengatasi masalah
- Koping: win-win
solution
Superego tinggi
melakukan perkataan
orang tua cara
mengatasi harapan
orang tua
Mengikuti superego
yang tinggi untuk
mengatasi tertekan
karena harapan orang
tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
281
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
Satu target udah tercapai ya.
Iya, iya. Nah itu akhirnya
mereka…, kan gue bisa bangun
pagi. Nah intinya bagaimana cara
menjelaskan ke dia. Ee mereka
kasih tuntutan, ya kamu tuh harus
bangun pagi. Kalau nanti aku
bangun siang ya dijelasin aja. Nah,
kalau mereka sesuai, masuk akal
buat mereka, ya udah. Tapi ketika
sekarang ini, kayak tadi pagi, jangan
terlalu santai ya.
Langsung ngomong gitu?
Iya. Jangan terlalu santai ya.
Kerjakan itu! Iya..iya sedang gue
kerjakan (tertawa). Kayak gitu.
Ketika ya kan yang tadi aku bilang,
kita tuh cenderung, anak-anaknya
tuh cenderung anggap remeh dan
terlalu santai ketika satu tujuan
tercapai. Jadi, seperti lupa diri gitu.
Nah mereka tuh langsung, jangan
terlalu santai ya. Seperti di..,
tassss…. Ya mereka gitu sih
(tertawa).
Kamu pernah pada fase ketika
orang tua, ayo begini, ya,
mengiyakan mengiyakan padahal
belum tentu itu kamu kerjakan.
Nah itu, yang kamu rasain
gimana?
Yang dirasakan pada saat itu capek
ya secara emosi. Karena eee orang
tua tuh selalu menekan terus.
Kamu tuh harus kayak gini, kau
harus kayak gitu. Jadi tuh selalu
di…, ditekan dan itu capek secara
emosi.
Dan itu ngomong pada diri sendiri
kan, kenapa harus saya? Kenapa
harus saya? Aku berpikir dan pada
akhirnya ketika misalkan, sudah…,
kalau begitu misalkan, mau masuk
IPA, disuruh masuk IPA. Tapi
Alasan masuk akal
membuat orang tua
memahami informan
(780-790)
Orang tua
mengingatkan ketika
informan terlalu
santai karena suka
anggap remeh (792-
802)
Berbohong membuat
lelah (811-813)
Tuntutan membuat
informan tertekan
sehingga lelah emosi
(814-817)
Informan merasa
kehidupan tidak adil
(819-821)
Penjelasan masuk
akal akan dipahami
orang tua
Orang tua sebagai
pengingat kelemahan
informan yang
menganggap remeh
perintah orang tua
Merasa lelah akibat
berbohong karena
tekanan orang tua
Tuntutan
memberikan rasa
lelah
Menolak, karena
merasa tidak adil
dengan kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
282
825
826
827
828
829
830
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
nggak bisa kan. Karena aku gagal,
nggak masuk IPA karena gagal di
Biologi. Nggak bisa hafal-hafal
bahasa latin itu. Ya terus mau
gimana? Ya udah. Jadi, akhirnya
karena capek sendiri pada akhirnya
ya mempengaruhi diriku sendiri dan
akhirnya ya, maksudnya, masuk IPS
terus dimana Pa? Ya udahlah mau
gimana lagi. Jawaban mereka gitu.
Akhirnya nerima juga?
He-eh. Akhirnya nerima juga.
Yaudah mau gimana lagi. Ya udah
gue masuk IPS aja. Udah.
Ketika ada target orang tua tidak
tercapai, ada perlakuan khusus
apa gitu ke kamu?
Mereka langsung me…, ketika,
target mereka dulu ya, kalau dulu
target mereka misalkan masuk IPA
ketika tidak tercapai, mereka
langsung menunjukkan
kekecewaannya.
Langsung dari ekspresi muka.
Ekspresi wajahnya tuh nampak.
Hhh…, sebenernya mau ngomong
gitu, dia..dia., mereka terus tahan.
Tapi ekspresi ketidaksukaannya itu
muncul, terlihat, kita tahu.
Ya yang bisa dilakukan sebagai
anak ya udah diam aja (tertawa).
Daripada gue kena semprot.
Daripada gue kena semprot, nah
(tertawa). Ya diam aja.
Karena dulu tuh aku waktu SD tuh
cukup nakal. Jadi jarang belajar.
Mereka tuh sering dipangg…,
terutama Mamaku sih. Jadi sering
dipanggil sama kepala sekolah. Bu,
ini nilai anak ibu kayak gini gini
gini. Nah itu sampai rumah itu kita
kena siding (tertawa). Hei ini
belajar..belajar..belajar gini gini
gini. Kenapa ni nilainya kayak gini?
Ya udah. Habis itu, ya udah. Kita
tuh selalu iya. Iya Ma, iya. Iya..,
Tidak bisa masuk
IPA, orang tua
menerima (827-834)
Masuk IPS, orang tua
menerima (836-838)
Orang tua kecewa
jika informan tidak
memenuhi harapan
mereka (842-847)
Orang tua kecewa
tampak dari ekspresi
wajah (848-853)
Informan diam saja
ketika orang tua
kecewa karena takut
dimarahi (854-858)
Terbiasa dari kecil
melakukan sesuatu
semata-mata tuntutan
orang tua (859-871)
Orang tua menerima
informan yang tidak
mampu memenuhi
harapan mereka
Orang tua menerima
informan yang tidak
mampu memenuhi
harapan
Harapan tidak
tercapai = orang tua
kecewa
Memahami ekspresi
non verbal orang tua
yang kecewa
Orang tua kecewa =
informan diam, takut
dimarahi
Kebiasaan dari kecil
berbohong
melakukan harapan
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
283
871
872
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
916
iya. Iya (tertawa). Sampai pada..,
sampai pada akhirnya, itu yang
sampai masih iya iya tuh adikku
yang nomor dua. Iya Ma, iya.
Sampai pada akhirnya dia itu capek.
Mama nggak mau iya. Mama mau
bukti. Nah kalau bukti, kalau udah
ngomong kayak gitu ya udah tinggal
buktiin aja. Kalau dulu tuh sampai
ya SMP kalau aku sih sampai SMP,
itu aku iyain terus, iya iya iya. SMA
juga. Beberapa kali iya iya iya. Nah,
ketika masuk kuliah, ada beberapa
yang ku iyakan, tapi tuh aku
mengerjakan sesuai dengan apa
yang kuinginkan. Kayak misalkan
tadi ngomongin karir. Sampai
sekarang ya aku masih berpikir, aku
harus mencoba di perusahaan
terlebih dahulu. Aku harus mencoba
apa yang kuinginkan dahulu. Kalau
mungkin tidak sesuai ya coba.
Kayak gitu.
Apa yang selama ini kamu…,
sampai sejauh ini, dari semua
harapan orang tua yang pernah
dikasih ke kamu, seperti dari
SMA harus masuk IPA tapi
nggak bisa masuk, terus kuliah
ini kamu harus segera lulus,
begini begini. Nah, selama ini
yang kamu rasakan apa?
Kalau ketika mereka nuntut seperti
itu, itu yang muncul tuh inferior sih.
Emang gue bisa? Muncul
pernyataan-pernyataan kayak gitu.
Apakah saya bisa? Apakah saya
bisa ee memenuhi apa yang mereka
harapkan?
Jadi karena ya itu ada pemikiran
mengenai eee…, sebagai anak
pertama, sebagai seorang anak,
sepertinya saya ee harus memenuhi
kebutuhan mereka.
Tapi ee setelah sampai sekarang aku
Sekarang, informan
mengerjakan sesuai
dengan yang
diinginkan diri (833-
392)
Karena dituntut,
informan merasa
inferior untuk
memenuhinya (904-
910)
Pemikiran bahwa
anak sulung harus
memenuhi kebutuhan
orang tua (911-915)
Saat ini, informan
Sekarang sudah
cenderung mengikuti
keinginan sendiri
Rendah diri untuk
memenuhi harapan
orang tua
Pandangan tanggung
jawab anak sulung:
memenuhi harapan
orang tua
Mengurangi tekanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
284
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
962
berpikir, ketika suatu target bisa
dilakukan, oh ternyata saya bisa.
Nah ketika seperti itu, ketika dia
mereka menuntut lagi sekarang,
Abang tuh harus seperti ini. Nah,
terkadang tuh berpikir dulu. Ini
untuk kebutuhan mereka atau untuk
saya? Terkadang muncul pemikiran
kayak gitu. Ini untuk mereka atau
untuk saya. Ketika dia…, mereka
mengatakan, oh ini sebenarnya
untuk saya juga. Nah itu, aku
melakukannya. Ketika ini hanya
untuk ee apa, kebutuhan ego
mereka, ya itu tunggu tunggu dulu.
Ditahan dulu. Kayak gitu. Nah
seperti ee mereka mengharapkan
untuk cepat segera lulus, cepat cari
kerja. Aku berpikir, ini untuk
kebutuhan ego mereka atau apa?
Atau ini untukku juga? Nah aku
berpikir, oh ya udah, ini untuk gue
juga sih. Jadi dilakukan.
Karena dulu…, karena papaku itu
ee dulu pas masa pengerjaan skripsi,
dia selalu membandingkan, karena
dia tuh ngerjain skripsi hanya empat
bulan. Empat bulan atau tiga bulan.
Tiga bulan ding kayaknya.
Pokoknya hanya…, nggak sampai
enam bulan, nggak sampai lima
bulan.
Nggak sampai satu semester ya.
Nggak nyampai. Dia tuh selalu
membandingkan gitu. Ya males aja
kan dibandingin.
Untung aja bapak sendiri (tertawa).
Nggak bisa apa-apa. Untung orang
tua sendiri. Mereka.., dia selalu,
Papa aja kayak gini gini gini, Papa
aja ketemu dosen tuh kayak gini
gini gini gini langsung, Abang itu
gimana? Padahal selalu bandingin.
Kan situasinya kan berbeda. Nah,
dia itu tidak memikirkan kesana.
menanggapi harapan
orang tua dengan
berpikir dahulu,
apakah harapan
tersebut hanya
memberi keuntungan
bagi orang tua, atau
ada keuntungan
untuk informan juga
(916-939)
Merasa kesal karena
selalu dibandingkan
dengan pencapaian
papa (940-948)
Tidak suka
dibandingkan dengan
keberhasilan papa
(950-953)
Saat dibandingkan,
tidak bisa berbuat
apa-apa karena
adanya hirarki
dengan orang tua
(954-962)
dari harapan orang
tua dengan
menganalisis tujuan
harapan
mengembangkan
informan atau tidak
Merasa kesal
dibandingkan dengan
pencapaian bapak
Kesal dibandingkan
dengan pencapaian
papa
Tidak mampu
berbuat karena orang
tua punya otoritas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
285
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
1007
1008
Dia tuh cuma memikirkan, ck….,
Papa aja bisa kayak gini, kamu tuh
harus bisa. Dia tuh slalu, dia tuh
selalu melihat, aku bisa, kamu bisa.
Kalau kamu nggak bisa itu berarti
salahmu. Ada suatu hal. Jadi,
intinya kalau misalkan dia nuntut,
sebenernya ketika dia nuntut, itu
suatu hal didalamnya. Kamu harus
bisa.
Kalau nanti nggak bisa ya itu seperti
yang tadi gue bilang, mereka nanti
nunjukin ekspresinya,
ketidaknyamanannya,
ketidaksukaannya, begitu.
Berarti bisa dibilang ee apakah
benar bahwa standar itu ada di
ayahmu?
Iya.
Standarmu itu minimal harus
segitu?
Iya. Karena aku juga nuntut kepada
diriku, standar gue harus ngalahin
dia. Ya gitu. Dan dia juga menjadi
ee role model. Misalkan dia ee bisa
jadi pemimpin, oh berarti aku juga
bisa. Dia jadi, bisa jadi seperti itu,
berarti aku juga bisa. Kayak gitu.
Jadi, terkadang tuh tuntutan mereka
malah menjadi berpi…, untuk bahan
berpikirku sih. Seperti itu.
Emm, oke. Bisa diceritakan
bagaimana hubunganmu secara
khusus dengan mama papa,
dengan orang tua?
Ee hubungan dengan papa itu, ee
kalau dulu hubungannya tidak…,
tidak seakrab sekarang. Dulu itu
hubungannya, karena papa juga jauh
ya kerjanya. Ya jadi papa itu kalau
dulu kerja.., kalau dulu pas di
Medan, itu dia pulang seminggu
sekali. Nah, sekarang karena dia
Merasa papa tidak
memahami kondisi
informan (963-966)
Ketika informan
gagal memenuhi
harapan orang tua
akan disalahkan,
karena orang tua
emnuntut harus bisa
diwujudkan (967-
972)
Orang tua
menunjukkan
ketidaksukaannya
jika informan gagal
(974-978)
Informan menuntut
dirinya untuk dapat
mengalahkan papa
(986-992)
Tuntutan orang tua
dipikirkan oleh
infroman (993-995)
Dulu hubungan
dengan papa tidak
akrab (1001-1014)
Merasa tidak
dipahami oleh bapak
Informan gagal
memenuhi harapan
orang tua akan
disalahkan
Memahami bahwa
orang tua kecewa
jika informan gagal
mewujudkan
- Bapak adalah
contoh
- Standar informan
adalah pencapaian
papa
Informan
mempertimbangkan
harapan orang tua
Dulu hubungan
dengan bapak tidak
akrab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
286
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
1053
1054
kerja di Bangka Belitung, dia itu
hanya pulang setahun dua kali. Cuti.
Iya, setahun dua kali. Kalau tidak
dia pulang, kita yang kesana.
Karena kan ada fasilitas dari
perusahaan. Kita kesana. Nah, kalau
dulu tuh hubungannya dingin.
Dalam artian ee tidak ada suatu
kelekatan emosi, gitu. Ya udah,
ngomong…, ngomong seperlunya.
Tapi sekarang aku berpikir, ee
sepertinya saya memerlukan sosok
ayah.
Nah, jadi ketika dia belum mulai,
saya mencoba memulai dan aku
yang memulai duluan. Sebagai
seorang anak tuh, gue ee gue harus
seperti ini. Oh ya udah. Jadi,
mencoba untuk membuat suatu
hubungan yang, yang baik. Emm,
tidak hanya hubungan yang bapak
dan anak. Jadi misalkan, aku bapak,
aku sebagai anak, aku minta duit, ya
uda udah kayak gitu. Bukan hanya
sedangkal itu. Tapi, ee cara…,
caranya ya tetep mencoba ngajak
diskusi walaupun terkadang sulit.
Walaupun kalau misalkan diskusi
ya harus siap-siap aja. Ini pasti
pakai metode dia. Kalau misalkan
mau ajak diskusi, ya sebenernya aku
harus bersiap.., mempersiapkan diri.
Terkadang kayak gitu. Kalau
misalkan, ya seperti beberapa hal
tadi ya, tapi kalau misalkan
beberapa hal, misalkan aspek-aspek
praktis dalam kehidupan, Pa,
gimana kalau misalkan jadi kayak
gini? Nah itu aku dengerin dia,
mencontoh. Kayak modeling sih.
Kalau dengan mama, itu karena dari
dulu itu deketnya sama mama ya.
Jadi tuh, kalau ngomong kalau ada
apa-apa, Ma, gue mau kayak gini
Ma, gue mau beli barang ini,
gimana? Gue mau kesini Ma
Dulu hubungan
dengan papa dingin
(1014-1018)
Informan menyadari
memerlukan sosok
ayah (1019-1021)
Usaha memulai
terlebih dahulu untuk
dekat dengan papa
dengan cara
berdiskusi (1022-
1048)
Memiliki hubungan
yang dekat dengan
mama karena sering
bertukar pikiran
(1049-1061)
Dulu hubungan
dengan bapak dingin
Menyadari bahwa
membutuhkan sosok
bapak
Mengajak diskusi
merupakan cara
membuat hubungan
lebih baik dengan
bapak
Memiliki hubungan
yang dekat dengan
ibu karena sering
bertukar pikiran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
287
1055
1056
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
1099
1100
gimana, boleh nggak? Ma, gue suka
sama cewek ini gimana, Ma? Jadi
kayak gitu. Kayak dulu misalnya
pacaran, Ma, gue pacaran sama ini,
gimana Ma? Ketika dia bilang,
kayaknya dia tuh seperi ini lah.
Habis itu aku mikir lagi, oh iya ya.
Kayak gitu.
Jadi istilah ada pembagian antara
ketika ke papa itu lebih ke hal-hal
yang praktis, yang nyata gitu.
Kalau mama itu lebih ke emosi,
gitu ya.
Iya, seperti itu. He-em. Jadi ada…,
nggak tau sih sebenernya nggak
dikatakan, tapi itu terjadi, ya terjadi
begitu saja. Karena lebih nyaman
ketika ngomong mengenai emosi,
tukar pikiran itu sama mama. Nah,
ketika mama nggak bisa, nggak bisa
jawab, kayaknya Abang perlu
ngomong sama Papa. Nah ya udah,
aku ngomong sama papa. Tapi aku
udah punya, udah punya…, apa…,
apa yang kulakukan. Jadi, ketika
ngomong sama papa itu apa yang
kulakukan cuma melihat pola
pikirnya dia gimana. Oh sama
nggak, sesuai nggak? Kayak-kayak
gitu.
Nah, kalau hubunganmu dengan
adik-adik gimana?
Hubungan dengan adik-adik, ee
dulu aku sering berantem sama
mereka. Karena aku, aku merasa
sebagai abang, aku harus
menunjukkan power (tertawa). Aku
harus menunjukkan oto…,
otoriterku, ee otoritasku. Makanya
dulu aku sering berantem sama
mereka.
Tiga-tiganya?
Ketiganya. Ee…,
Yang cewek juga?
Ee, yang cewek itu beberapa kali.
Informan lebih
nyaman bertukar
pikiran dengan mama
(1068-1073)
Cara berdiskusi
dengan papa dengan
sudah
mempersiapkan
bahan pemikiran
(1077-1083)
Hubungan dengan
adik sering berkelahi
untuk menunjukkan
otoritas sebagai anak
sulung (1088-1096)
Berefleksi menjadi
Merasa nyaman
bertukar pikrian
dengan mama
Persiapan matang
jika akan berdiskusi
dengan papa
- Hubungan dengan
adik= sering
berkelahi
- Kebutuhan untuk
diakui sebagai anak
tertua
- Berefleksi menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
288
1101
1102
1103
1104
1105
1106
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
1146
Tapi ketika berantem sama dia itu,
ketika aku berefleksi, itu aku itung
kesalahanku. Kenapa gue seperti ini
ya? Kenapa gue gituin dia ya?
Karena aku inginnya, ee mereka
orang tua tuh selalu mengatakan,
Abang sebagai…, Abang itu punya
adik tiga, dan itu Abang bagaimana
pun caranya, Abang tuh harus bisa
mendidik mereka secara tidak
langsung, mengayomi. Nah, jadi tuh
caraku dulu adalah ya itu dengan
otoriter. Lo, harus kayak gini, Lo
gini gini gini. Tom, lo harus kayak
gini lho. Lo nggak boleh kayak gitu.
Lo nggak bisa gitu.
Tapi kalau sekarang, diajak ngobrol.
Ketika diajak ngobrol ya aku
mencoba menurunkan egoku sih,
jadi seperti dianggap teman, konyol-
konyolan sama mereka. Karena
dengan yang nomor dua kan, cowok
umurnya nggak jauh beda. Jadi ya
konyol-konyolan seperti dianggap
teman. Ketika diajak konyolan
kayak gitu, ya dia mau terbuka.
Kalau dulu tuh, Lo harus kayak
gini, gini gini gini. Jadi seperti kata-
kata perintah aja. Kata-kata
instruksi. Nah, dan terkadang kalau
dia nggak suka, dia ee memberi
feedback. Ketika nggak cocok, ya
udah berantem. Dulu tuh pernah
berantem, ada raket nyamuk, itu
pakai raket nyamuk buat…, dua
raket nyamuk rusak, tasss.
Nyetrum?
Iya (tertawa). Rusak itu. Dan dulu
terkadang kalau berantem itu adu
fisik, main pukul-pukulan, Lo
ngapain. Gitu, kayak gitu. Tapi
kalau sekarang udah nggak. Malah
dulu kalau sekarang itu, sini Bang,
gue bantu. Oke, apa yang bisa Gue
bantu, apa yang bisa Lo bantu.
Kalau sekarang tuh jauh lebih baik
sadar bahwa orang
tua mengharapkan
informan mendidik
dan mengayomi adik
bukan dengan cara
berkelahi atau
otoriter (1100-1116)
Saat ini, lebih
menurunkan ego
ketika mengobrol
dengan adik seperti
dianggap teman,
karena adik menjadi
lebih terbuka (1117-
1126)
Menyadari dulu
memakai kata-kata
instruksi dengan
adik, berakibat
berkelahi (1127-
1136)
Informan berefleksi
untuk bersikap lebih
baik pada adik
(1141-1150)
sadar perilaku yang
harus diubah
- Dulu mendidik adik
lebih otoriter,
seperti bapak
Saat ini, menurunkan
ego adalah cara agar
adik bersikap terbuka
dengan informan
Dulu bersikap
otoriter dengan
saudara kandung,
sehingga merusak
hubungan
- Refleksi dapat
mengubah sikap
lebih mengayomi
adik
- Sekarang
hubungan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
289
1147
1148
1149
1150
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
1166
1167
1168
1169
1170
1171
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
1182
1183
1184
1185
1186
1187
1188
1189
1190
1191
1192
sih daripada dulu. Ya, terlepas dari
apa yang kupelajari juga. Karena
aku mencoba untuk merefleksikan
diri dan orang lain juga. Kalau sama
yang.., yang paling kecil, yang
bungsu, itu ee jarang berantemnya.
Cuma kalau berantem tuh nggak ada
main fisik, cuma diem-dieman aja
(tertawa). Males gue ngomong sama
Elu. Tapi kalau sekarang, itu
udah…, ee maksudnya lebih…, ya
antara abang dan adiklah. Bang,
dulu itu kemarin tiba-tiba ada
yang…, Bang, gue punya masalah
gini, temen-temen gue tuh ternyata
udah punya cewek semua, dan
mereka tuh jadi jarang ngumpul
dengan teman-temannya. Terus
yang harus gue lakukan gimana? Ya
udah, jadi gitu ajak diskusi. Nah
karena dia juga suka Bahasa
Inggris, dan kebetulan juga aku
belajar Bahasa Inggris, terkadang
aku praktik Bahasa Inggris sama
dia. Jadi lebih ee bukan kalimat
suruh, eeh kalimat perintah kayak
yang dulu kulakukan. Elo harus
kayak gini, Elo harus begini. Tapi
sekarang, Elo lagi apa Vin? Gitu.
Ngomong pakai Bahasa Inggris
segala macem. Oh, Elu salah Vin
kayak gini, Elo harus kayak gini,
Elo harus gunakan misalkan simple
past, perfect, segala macem. Jadi
diajak diskusi. Nah, kadang juga
diajak main. Nah, kayak gini kan.
Kayak misalkan mereka udah tahu
aku lulus, Elo cepetan lulus, biar
Gue bisa pakai duit Elo. Jadi,
bercanda-bercanda gitu (tertawa).
Elo cepetan kerja. Jadi, Gue tinggal
minta duit sama Elo aja. Kayak gitu
sih. Nah, kalau sama yang cewek,
karena menurutku kalau yang
cewek itu moody ya. Jadi aku agak
sulit juga ee mencapai emosinya
Dulu, dengan adik
kedua kalau
berantem akan saling
diam (1150-1156)
Sekarang adik kedua
sudah lebih terbuka,
informan mampu
melebur dengan adik
tanpa adanya hierarki
(1156-1188)
Informan sulit
mendekati adik
perempuan karena
moody (1189-1192)
saudara kandung
lebih suportif
Dulu, hubungan
dengan saudara
kandung: sering
berantem
Hubungan dengan
adik kedua saat ini
lebih terbuka
Sulit mendekati adik
cewek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
290
1193
1194
1195
1196
1197
1198
1199
1200
1201
1202
1203
1204
1205
1206
1207
1208
1209
1210
1211
1212
1213
1214
1215
1216
1217
1218
1219
1220
1221
1222
1223
1224
1225
1226
1227
1228
1229
1230
1231
1232
1233
1234
1235
1236
1237
1238
dia. Kalau sama yang cowok itu
udah, aku udah bisa mencapai
emosinya dia. Aku bisa melihat, oh
ternyata dia itu orangnya seperti ini.
Kalau dengan yang nomor dua,
dengan yang nomor bungsu juga.
Ternyata dia orangnya seperti ini.
Kepribadiannya tuh kayak gini.
Tapi kalau dengan yang cewek tuh
dia tertutup. Dia sangat sedikit
sekali mengumbar perasaannya dia,
apa yang dia pikirkan. Jadi tuh,
terbatas. Makanya aku agak sulit
berkomunikasi sama dia. Jadi kalau
komunikasi tuh, ya cuma sekedar,
Lu lagi apa? Gimana tugas Lo? Dia
itu hanya sebatas permukaan sih,
nggak ada sampai ke emosi. Gue
suka sama ini nih, Gue suka film ini
nih, itu sangat jarang. Gue suka
sama cowok ini lho. Itu sangat
jarang. Malah mungkin belum
pernah. Karena dia tuh di dalam
otaknya tuh belajar, belajar dan
belajar. Jadi agak sulit sih mencapai
emosinya dia untuk bisa berada, oh
dia itu sekarang sedang ini, sedih.
Dia kadang kalau sedang sedih, itu
dia hanya nunjukkin dengan
ekspresi mukanya dia aja. Kalau dia
udah jutek, kalau diajak ngomong,
dia jawabnya iya.
Seperlunya?
Iya, seperlunya. Itu kita udah
langsung tahu sendiri. Dia lagi bad
mood ya. Dia pasti lagi ada
masalah. Nah, ketika punya
masalah, dia hanya mengunci,
menyimpan sendiri. Dia nggak mau
membagi, walaupun sama
keluarganya sendiri. Sama
temannya juga. Dia lebih tertutup
sih daripada yang lainnya. Kayak
gitu kalau dengan yang cewek
Nah, kan yang cewek ini nggak
Informan bisa
memahami adik laki-
laki, tapi kesulitan
memahami adik
perempuan (1193-
1205)
Informan memahami
kecenderungan adik
perempuan yang
tertutup (1226-1236)
Hubungan dengan
adik
Mampu memahami
adik perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
291
1239
1240
1241
1242
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
1251
1252
1253
1254
1255
1256
1257
1258
1259
1260
1261
1262
1263
1264
1265
1266
1267
1268
1269
1270
1271
1272
1273
1274
1275
1276
1277
1278
1279
1280
1281
1282
1283
1284
terlalu dekat ketika kamu dengan
dua adikmu yang lain. Apa usaha
kamu mendekatinya ?
Kalau usaha yang dulu pernah
kulakukan itu ee aku mencoba
membagi perasaanku dulu. Ee jadi
misalkan, waah gue lagi suka nih
dengan lagu ini, dengan John
Meyer. Coba Lo dengarkan. Nah,
oh gitu ya, bagusnya apa? Bagusnya
gini-gini. Udah. Nah kalau misalkan
dengan adikku yang cowok atau
orang lain, wah gue lagi suka ni
sama John Meyer. Oh ya bagusnya
gimana? Nah, gue lagi suka sama
lagu ini, jadi ada suatu timbal balik.
Habis itu lanjut lanjut lagi ngobrol,
oh dia ternyata seperti ini. Kalau ini
nggak, dia cuma, oh, gitu.
Dia perlu dipancing gitu ya?
Iya, kalau dengan yang lain, tapi
kalau dengan yang ini, dia…, tetep
agak sulit. Nah makanya terkadang
aku, yang bisa kulakukan bilang
sama mamaku aja, Ma itu coba si
Indah dikasih tahu, kalau dia punya
masalah dia ngomong. Kadang
kalau aku ngomong pun, terkadang
dia cuma, ya nggak, gue nggak ada
masalah kok. Ya dia, apa.., defense
kayak gitu. Kadang sebenernya kan
ya tahu dari ekspresi mukanya.
Kayak gitu sih.
Nah ini, hal apa yang membuat
kamu ketika kamu dulu dengan
adikmu itu kan ee sebagai anak
pertama harus menunjukkan
otoritas. Lalu kemudian semakin
kesini hubunganmu dengan
mereka, kamu tidak
menunjukkan otoritasmu itu.
Nah, hal apa yang membuatmu
seperti itu? Perubahan itu
gimana?
Emm, aku melihat dari diriku
Usaha untuk
mendekati adik
dengan mencari
bahan obrolan (1242-
1257)
Adik perempuan
tidak terbuka dengan
informan (1259-
1270)
Informan
Adanya usaha untuk
dekat dengan saudara
kandung
Hubungaan dengan
adik perempuan:
tidak terbuka
Menyadari diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
292
1285
1286
1287
1288
1289
1290
1291
1292
1293
1294
1295
1296
1297
1298
1299
1300
1301
1302
1303
1304
1305
1306
1307
1308
1309
1310
1311
1312
1313
1314
1315
1316
1317
1318
1319
1320
1321
1322
1323
1324
1325
1326
1327
1328
1329
1330
sendiri sih. Karena orang tuaku kan
ya dengan kerasnya mereka, itu
sebenarnya aku merasa, dipikir-
pikir, itu sebenarnya mereka
mencoba menunjukkan otoritas
mereka pada anaknya. Terutama
anak pertamanya.
Nah, ketika aku berada di posisi itu
kan aku nggak nyaman. Nggak,
nggak enak. Nah ketika aku dulu
seperti itu, aku juga berpikir
ternyata yang dia rasakan juga
seperti ini ya, kalau gue di posisi dia
oh ternyata kayak gini, nggak enak
juga ya.
Ya udah, sekarang jadinya diajak
ngobrol. Ketika diajak ngobrol
mereka ngutarain pendapatnya, oh
Lo salah, coba Lo pikir gimana
kalau misalkan gini gini. Nah jadi
ya agak-agak sedikit konseling sih
(tertawa). Dan ketika diskusi itu
emang agak konseling, di lempar
balik aja. Coba kalau menurut Elu
kayak gini, itu biar ee mereka
berpikir juga sih.
Jadi ee apa…, ck…, arogansi
sebagai abang tuh ya lambat laun
itu menghilang sih dengan adanya
diskusi kayak gitu. Nah karena itu
ngilang, ya interaksi dengan adikku
yang cewek juga, kalau dulu sama
yang cewek itu, eh In, Elu tuh kayak
gini In. elo tuh harus gini nah, Elo
tuh bantu mama sana, bantu mama
masak sana. Atau nggak, tuh mama
aja kayak gini, ngerjain itu, Elo
ngikutin sana. Nah, kalau sekarang
ya, tuh coba tuh liat mama, ya cuma
diajak gitu aja. Habis itu kalau dia
nggak mau ya biarin aja (tertawa).
Iya iya. Berarti kamu melihat
dirimu sendiri juga dengan
perlakuan orang tua ke kamu
gimana, terus kamu menerapkan
impersonate pada
orang tua, bersikap
keras untuk
menunjukkan otoritas
(1284-1291)
Informan
memposisikan diri di
bawah otoritas orang
tua tidak nyaman,
seperti yang
dirasakan adik (1292-
1299)
Informan mengubah
pola komunikasi,
tidak instruktif tapi
seperti terapeutik
konseling (1300-
1310)
Berdiskusi dengan
adik untuk
menghilangkan
arogansi anak sulung
(1311-1314)
menunjukkan
otoritas seperti orang
tua
Menyadari bahwa
diri menunjukkan
otoritas
menimbulkan rasa
tidak nyaman
Mengubah sikap
otoriter dengan
komunikasi yang
lebih baik
- Mengubah
komunikasi untuk
menghilangkan
arogansi anak
sulung
- Menyadari diri
arogan sebagai
anak sulung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
293
1331
1332
1333
1334
1335
1336
1337
1338
1339
1340
1341
1342
1343
1344
1345
1346
1347
1348
1349
1350
1351
1352
1353
1354
1355
1356
1357
1358
1359
1360
1361
1362
1363
1364
1365
1366
1367
1368
1369
1370
1371
1372
1373
1374
1375
1376
ke adikmu…
Iya. He-eh. Karena yaa, berdasarkan
perasaan tidak nyaman tadi sih
kalau diperlakukan seperti itu. Ya
sudah, gitu.
Oke. Bisa diceritakan gimana
orang tua mendidik kamu sebagai
anak sulung secara khusus?
Hmm, mereka tuh memberikan
pemikiran-pemikiran mereka.
Misalkan kayak tadi. Yang kupikir
ini hanya aku yang dapatkan dan
pada akhirnya ketika aku sudah
seperti itu, mereka membagikan ke
adik-adikku.
Jadi, misalkan, inget, ee satu hal
lagi, dia tuh selalu mengatakan gini,
kalau punya temen, temen sih
temen, itu harus ada curiga. Nah
aku ini inget, ini bertolak belakang
dengan apa yang kupelajari. Jadi
dulu di Psikologi Komunikasi itu
tuh ada diskusi, kalian kalau
komunikasi kalian percaya berapa
orang sama orang lain. Nah, coba
berapa persen? Berapa persen sama
orang, berapa persen sama diri
kalian? Nah pada saat itu aku tulis
60% untuk orang lain, percaya lebih
tinggi sama orang lain, nah aku
40%. Dan ketika mereka
mengeluarkan pemikiran itu, ingat
jangan percaya sama orang lain.
Langsung 50:50. Kan bentrok lagi
kan. Nah habis itu aku berpikir, oh,
betul juga ya. Habis itu ya, ya udah
jadinya ternyata yang di teori tuh ya
nggak perlu diikuti sepenuhnya.
Karena mereka langsung, mereka
langsung ngomongin pengalaman
mereka. Nah, misalkan kalau di
dunia kerja tuh kayak gini-gini.
Ternyata tuh keras. Jadi, oh ya
udah. Habis itu aku coba melihat ke
diriku sendiri. Ketika berinterkasi
Merasa tidak nyaman
diperlakukan otoriter
oleh orang tua, maka
informan mengubah
sikap otoriter kepada
adik (1332-1335)
Orang tua mendidik
dengan memberi
pemikiran mereka,
baru ke adik-adik
(1340-1346)
Ajaran orang tua:
jangan cepat percaya
orang lain (1347-
1350)
Informan percaya
didikan orang tua
yang berdasarkan
pengalaman (1370-
1372)
Menyadari sikap
otoriter
menimbulkan rasa
tidak nyaman
Anak sulung
mendapat didikan
pertama kali
Didikan orang tua:
jangan cepat percaya
orang lain
Informan mengikuti
didikan orang tua
karena berdasarkan
pengalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
294
1377
1378
1379
1380
1381
1382
1383
1384
1385
1386
1387
1388
1389
1390
1391
1392
1393
1394
1395
1396
1397
1398
1399
1400
1401
1402
1403
1404
1405
1406
1407
1408
1409
1410
1411
1412
1413
1414
1415
1416
1417
1418
1419
1420
1421
1422
dengan teman, apakah perlu percaya
pada orang lain gitu daripada diri
sendiri? Oh, sepertinya tidak.
Artinya 50:50 tuh oke. Aku juga
percaya dengan diriku, aku percaya
dengan orang lain kok. Sudah. Nah,
itu tidak pernah di.., di..,
ditanamkan sama adik-adikku yang
lain. Ketika aku sudah punya
pemikiran seperti itu, baru mereka
ngomongin ke adik. Ya itu
perbedaannya sih, baru mereka
katakan. Seperti yang tadi itu, ee
simpan sebanyak-banyaknya,
keluarkan sebanyak-banyaknya, itu
aku dulu yang dapetin. Mereka
tidak pernah. Nah ketika adikku
yang kayak gini, yang masih nomor
dua masih berontak-berontak aja, itu
baru mereka ngeluarin. Kamu tuh
harus kayak gini, kamu kayak gini.
Jadi, mereka cenderung
memberikan sesuatu itu pada anak
pertamanya dulu.
Kayak misalkan, ee aku minta apa,
aku minta motor, itu mereka ee
sangat mudah memberi, tapi ketika
adikku yang meminta, itu agak
cukup sulit. Nah karena aku juga
kasihan. Karena aku merasa ini
tidak adil. Mereka tuh cemburu
sebenarnya.
Jadi ya udah aku bilang, ya udah
Ma beliin aja. Jadi, secara tidak
sadar ataupun sadar, aku membantu
mendukung mereka. Maksudnya
membantu adik-adikku. Misalkan
adikku tuh, kan yang nomor dua ee
sekolah di teknik informatika. Dia
sangat senang dengan komputer,
ngotak-ngatik segala macem. Dan
ketika yang namanya anka teknik
kan yang pasti perlu laptop, perlu
komputer untuk diotak-atik, ya itu
Orang membagikan
didikan ke adik-adik
jika informan sudah
mengerti maksudnya
(1383-1389)
Orang tua cenderung
mendidik anak
pertama dulu baru
adik (1398-1400)
Informan merasa
perlakuan orang tua
tidak adil karena
keinginannya selalu
dikabulkan, adik
tidak (1403-1410)
Informan berusaha
membujuk orang tua
terkait keinginan adik
(1411-1415)
Anak sulung yang
pertama kali
mendapat didikan
Anak sulung
cenderung dididik
sampai berhasil baru
adiknya
Merasa orang tua
memperlakukan
dirinya adik adik-
adik dengan tidak
adil
Membujuk orang tua
agar mengabulkan
keinginan adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
295
1423
1424
1425
1426
1427
1428
1429
1430
1431
1432
1433
1434
1435
1436
1437
1438
1439
1440
1441
1442
1443
1444
1445
1446
1447
1448
1449
1450
1451
1452
1453
1454
1455
1456
1457
1458
1459
1460
1461
1462
1463
1464
1465
1466
1467
1468
ada sih, cuma melihat
perkembangan jaman, itu tidak ter-
update, tidak sesuai dengan
kebutuhan saat ini. Nah dia itu
butuh, Ma, gue butuh upgrade,
upgrade berapa? Upgrade 6 juta.
Cuma upgrade (tertawa). Oh 6 juta.
Ya udah, ee nanti ya bilang papa.
Nah sama papaku, ya udah besok
tuh bangun…, karena dia bangun…,
karena dia tidurnya bangunnya
siang, nah dia tuh jadi kuncinya tuh
dipegang sama orang tua.
Kunci apa?
Kamu kalau mau dapet 6 juta, kamu
harus bangun pagi. Jadi itu
kartunya…, kartu as-nya dia tuh
dipegang. Jadi, kalau kamu mau
dapet 6 juta, kamu harus bangun
pagi. Nah sementara dia, karena itu
udah jadi kebiasaan, kan udah males
kan, walaupun sebenarnya dia bisa.
Dia tuh sebenarnya bisa bangun
pagi, cuma tuh dia leyeh-leyeh di
kasur, habis itu tidur lagi. Males
lagi, males-malesan. Ya itu, karena
kita suka anggap remeh, jadi juga
suka anggap remeh. Nah, salah
satunya kayak gitu, bangun pagi
dulu. Bangun pagi, ya udah, baru
dapat. Tapi dia nggak, ya udah
suka-suka gue. Kalau mau ngasih,
nggak, ya udah. Nah tapi terkadang,
sebenarnya dia bilang, Gue mau,
Bang. Jadi, ya karena aku juga
merasa kasihan, ya udah gue bantu.
Ya udah kasih aja. Tapi sampai
sekarang papaku juga punya
pemikiran sendiri sih. Karena dia
juga punya pemikiran tersendiri
untuk anaknya yang nomor dua, itu
susah juga. Yang gue bisa lakukan,
ya udah beliin aja, dia tuh gini gini
gini. Dia tuh juga perlu ini. Papaku
yang selalu bisa ngelawan, tapi kan
dia kan udah punya komputer yang
Papa mengabulkan
keinginan adik
informan dengan
adanya timbal balik
(1427-1435)
Informan membantu
adik dengan
membujuk orang tua
(1356-1458)
Informan berperan
membujuk orang tua
untuk membantu
adik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
296
1469
1470
1471
1472
1473
1474
1475
1476
1477
1478
1479
1480
1481
1482
1483
1484
1485
1486
1487
1488
1489
1490
1491
1492
1493
1494
1495
1496
1497
1498
1499
1500
1501
1502
1503
1504
1505
1506
1507
1508
1509
1510
1511
1512
1513
1514
lama. Dia juga udah punya laptop
yang lama. Terkadang adikku itu,
menurunkan keinginannya.
Misalkan, dia perlu 6 juta, ya udah
Bang, gue turunin aja. Jadi berapa?
5 juta (tertawa). Ya udah gue
turunin aja. Lihat aja, bisa atau
nggak, nah adikku, mereka itu
sebenernya, terutama yang nomor
dua, itu suka mengetes orang tua ku.
Mereka tuh, ee seperti ke abangku
nggak sih? Jadi kalau misalkan aku,
Pa, gue perlu motor. Oh ya udah.
Habis itu berapa bulan ada, nggak
perlu lama. Pa, gue mau ganti hape.
Ya udah langsung dikasih duit. Tapi
kalau misalkan…, dia tuh mau
ngelihat responnya sama nggak sih,
dan pada akhirnya dia tahu, dia tuh
ngomong, responnya tuh beda. Nah
dari situ aku merasa, oo ternyata dia
nyadar. Dari situ aku merasa tidak
enak sebagai abang. Makanya aku,
ee pernah itu sedikit demi sedikit
mengurangi arogansiku sebagai
abang. Karena ternyata ee, dia tuh
nyadar.
Mereka tuh sadar, mereka tahu. Dan
terkadang mereka bisa aja, Elu tuh,
Bang, berontak kayak gitu. Pernah
berapa kali, misalkan ee apa ya,
dulu, Pa gue perlu duit, langsung
dikirim. Habis itu mereka langsung,
Elo tuh Bang, minta-minta duit aja
terus (tertawa). Jadi merasa ya
sebagai abang ya, ya bener juga sih.
Tapi kalau, perlakuannya beda
dengan adikku yang cewek. Kalau
adikku yang cewek itu berbeda. Itu
sama perlakuannya sama seperti
anak pertama. Nah, jadi ada…,
kecuali dengan yang kedua. Karena,
yang kedua itu eee suka berontak.
Nah, jadi dia tuh sebenernya ingin
apa sih…, ingin…, ingin anaknya
yang kedua tuh ee meng-oke-kan
Informan
mengurangi sikap
arogan karena merasa
tidak enak pada adik
akibat orang tua
selalu mengabulkan
keinginannya (1488-
1494)
Informan menyadari
perbedaan perlakuan
orang tua pada anak
berdasarkan pada
kecenderungan sifat
anak yang berbeda
(1496-1532)
Usaha mengurangi
sikap arogan untuk
menjaga perasaan
adik
Menyadari perlakuan
tidak adil orang tua
karena sifat anak
yang berbeda-beda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
297
1515
1516
1517
1518
1519
1520
1521
1522
1523
1524
1525
1526
1527
1528
1529
1530
1531
1532
1533
1534
1535
1536
1537
1538
1539
1540
1541
1542
1543
1544
1545
1546
1547
1548
1549
1550
1551
1552
1553
1554
1555
1556
1557
1558
1559
1560
aja. Cuma anak yang kedua ini
nggak mau meng-oke-kan. Katakan
oke aja nggak mau. Kalau
misalnkan aku, aku ketika awalnya
nggak mau, pada akhirnya aku oke
juga kan. Walaupun pada
kenyataannya belum kulakukan.
Tapi pada akhirnya kulakukan.
Kalau yang ini, untuk mengatakan
oke saja tidak. Jadi dia cuma,
nggak, gue nggak mau. Cuma
begitu aja. Nggak, nggak mau.
Kenapa nggak mau? Ya dia tetap
mengatakan apa yang dia inginkan.
Makanya aku bilang, dia ini
pemberontak. Karena dia juga aku
berpikir, oh sebagai abang tuh
kayak gitu.
Berarti istilahnya kamu juga
termasuk salah satu orang
berpengaruh bilang orang tua
untuk untuk mengabulkan
adikmu ingin ini. Maksudnya,
kamu cukup ada andil besar
disitu.
Iya.
Berarti misalnya kayak orang tua
ada kepercayaan gitukah lebih ke
kamu?
Ada. Karena menurutku, aku anak
yang mudah mendapatkan
kepercayaan mereka. Nah,
contohnya aku diajari mobil tuh
kelas 6 SD. Kelas 6 SD diajarin
mobil. Pertama berpikir, ngapain
gue diajarin mobil, Pa, gue masih
kelas 6 SD, belum ada…, belum
bisa ngapai-ngapain juga. Ya udah
belajar aja. Ntar kan bisa, bisa jadi
antar-antar papa mama. Ya udah
diajarin. Set..set… (menirukan gaya
naik mobil). Aku kelas 3 SMP udah
diijinin bawa mobil ke sekolah.
Kelas 3 SMP udah diijini (tertawa).
Informan merasa
mampu mendapat
kepercayaan orang
tua (1546-1548)
Informan mendapat
kepercayaan orang
tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
298
1561
1562
1563
1564
1565
1566
1567
1568
1569
1570
1571
1572
1573
1574
1575
1576
1577
1578
1579
1580
1581
1582
1583
1584
1585
1586
1587
1588
1589
1590
1591
1592
1593
1594
1595
1596
1597
1598
1599
1600
1601
Ya udah, jadi aku…, dan itu mereka
bilang, ini bawa mobil ke sekolah,
Mama percaya ya, jangan aneh-aneh
ya. Jangan keluyuran kemana-mana.
Ya udah, aku ikutin omongan
mereka. Naik mobil, sett…, terus ke
sekolah, pulang. Udah. Ntar kalau
mau pergi lagi, tinggal bilang aja.
Karena aku berpikir, aku anak yang
cukup mudah mendapatkan
kepercayaan mereka. Nah, kayak
naik motor, itu naik motor aku
diajarin kelas 1 SMP. Nah, habis
itu, boleh bawa motor itu, kelas 3
SMP. Ketika udah bisa, langsung
dibawa. Padahal itu belum ada SIM
segala macem. Mereka cuma modal
percaya aja. Jangan ngebut-ngebut
ya. Pada akhirnya aku ngebut kan,
pada suatu saat tuh kecelakaan, dan
ketika aku belum minta motor
langsung nggak dikasih. Nunggu
motornya beberapa bulan. Karena
mereka juga mantau. Naik motor,
lho ternyata ni anak naik motor
ngebut-ngebutan. Ya udah, ditunda
dulu, kayak gitu (tertawa kecil).
Jadi, kalau kepercayaan sih mere…,
aku cukup mudah dan ketika aku
ngomong apa, mereka juga
mendengarkan. Udah, kayak gitu.
Sepertinya proses hari ini sampai
disini dulu. Ada yang ingin
ditambahkan sebelum berakhir?
Apa ya? Sebagai abang, emm, udah
sih.
Oke kalau begitu, terimakasih
banyak untuk kesempatan hari
ini. Sampai bertemu lagi.
Terimakasih.
Terimakasih juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
299
Lampiran 14: Catatan Lapangan Wawancara ke-2 Informan 3 (AJ)
Wawancara ke-2
Waktu : Jumat, 8 Mei 2015
Lokasi : Ruang Diskusi, Perpustakaan Sanata Dharma, Paingan
a. Catatan lapangan deskriptif
- Potret subjek dan latar fisik
Subjek datang dengan menggunakan kemeja kotak-kotak gelap dan celana
jins. Didalam ruangan terdapat tiga mahasiswa yang sedang berdiskusi.
Mereka duduk di bangku selang satu meja dengan informan dan
pewawancara. Ketika proses wawancara, informan berbicara cukup pelan.
Hal ini dikarenakan agar tidak terdengar oleh orang lain.
- Peristiwa khusus
Pewawancara sedang dalam keadaan kurang sehat, sehingga cukup
mengganggu konsentrasi dalam proses wawancara. Hal ini berpengaruh
pada informan yang menjadi kurang konsentrasi dalam inquiri.
- Perilaku pengamat
Pada wawancara sebelumnya, pewawancara merasa khawatir bahwa
informan akan faking good atau faking bad. Namun, dalam wawancara ini
ada konsistensi cerita yang disampaikan informan. Hal ini memberi
keyakinan pewawancara bahwa informan tidak melakukan faking.
b. Catatan lapangan reflektif
- Refleksi analisis
Pewawancara melakukan scanning. Terlihat bahwa subjek mulai mampu
beradaptasi dalam mengolah permasalahan dengan orang tua ketika ia
sudah mempelajari ilmu psikologi. Informan mampu berkomunikasi dua
arah dengan orang tua dan menerapkan win-win solution ketika ada
kesenjangan pemikiran dengan orang tua.
- Refleksi dilema etika dan konflik
Tidak ada refleksi.
- Refleksi kerangka berpikir
Kerangka berpikir pewawancara lebih menjurus pada bagaimana
mengatasi tekanan akibat harapan orang tua. Hal ini dikarenakan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
300
wawancara pertama, pewawancara masih menanyakan hal-hal yang
bersifat umum terkait pengalaman anak sulung.
- Klarifikasi
Tidak ada klarifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
301
Lampiran 15: Transkrip Verbatim Wawancara ke-2 dan Analisis Data
Informan 3 (AJ)
Kode: AJ/W2
Baris Verbatim Koding Awal Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Dari pertemuan kemarin itu,
kamu cerita selalu dipantau oleh
orang tua. Setiap hari ditelpon,
mungkin bisa lebih dari satu hari.
Itu setiap hari. Nah terus, kamu
disuruh ngerjain revisian, padahal
sebenarnya saat itu, habis ngerjain
skripsi, ujian, maunya refreshing
dulu. Males nggarap dulu. Karena
sama orang tua ditarget empat
tahun lulus. Nah, terkadang
jengkel tapi ya udah, akhirnya
tetep mengerjakan. Mas cerita
pernah berontak, tapi percuma.
Nah, mas merasa dipaksan itu
secara sadar dan tidak sadar. Bisa
dijelaskan gimana orang tua
memaksamu sehingga kamu
merasa dipaksa?
Jadi, ketika orang tua maksa itu
misalnya lewat telepon. Jadi
dengan.., sambil marah-marah gitu.
Nah marah-marah. Jadi pokoknya, ee
harus kerjain! Nah harus kerjain dan
dengan nada tinggi gitu ya. Nah
kayak gitu walaupun gimana
keadaannya, misalkan aku lagi males
ngerjainnya. Ya udah pokoknya
kerjain sekarang! Nah habis itu tiba-
tiba teleponnya tuh mati, pet
(tertawa). Ya udah (tertawa). Udah
bete nih (tertawa). Kayak gitu.
Kadang-kadang tuh pernah ditelpon,
aku lagi apa…, lagi baring-baring.
Revisi udah? Belom lagi males.
Udah cepet kerjain sana, gini gini
gini…!!!!! Tiba-tiba tanda serunya
tinggi, langsung memaksa gitu. Udah
kerjain sekarang! Cepet jangan lupa
empat tahun! Habis itu, iya. Belum
Orang tua memaksa
informan
mengerjakan revisi
sambil marah-marah,
padahal informan
sedang ingin
bersantai, sehingga
menjadi kesal (20-32)
Informan kesal
karena orang tua
memaksa dengan
emosional tanpa
memahami
informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
302
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
ngomong iya, tiba-tiba telponnya
mati (tertawa). Oh ya udah. Ya ini, ni
orang tua udah males. Ya udah tapi
kadang-kadang kalau mau mereka
bener-bener…., bener-bener marah
gitu, jadi awal-awal tuh udah nggak
ada nanya halo, apa kabar, segala
macem, tiba-tiba…, Skripsi kerjain!
Segala macem. Kalau, kalau lagi
oke, maksudnya moodku lagi oke,
aku kerjain. Tapi kalau moodku lagi
nggak oke, ya udah aku biarin aja.
Pemikirannya, ini lewat telepon kok.
Jadi berontak dikit nggak papa.
Jadi istilahnya berontaknya tuh
lebih ya udah lewat telepon ya
udah nggak usah ngerjain.
Maksudnya orang tua nggak lihat
gitu ya?
Iya gitu, nggak lihat. Tapi ketika,
misalnya kalau moodku lagi oke ya
udahlah dikerjain aja. Karena
terkadang ngerjain skripsi tuh
kadang-kadang males-males juga.
Mereka bilang marah-marah, habis
itu, ya udah kerjain! Habis itu ya
udah dikerjain. Karena kalau…,
suasana hati lagi oke.
Berarti istilahnya orang tua tuh
ngomong ditelpon tuh semacam
kalimat perintah gitu ya?
Iya. Gitu. Jadi belum sempet, iya
iya.., itu belum sempet bales iya,
tiba-tiba, tit (tertawa) mati.
Nah itu bisa dijelaskan lebih lagi,
perasaan jengkelmu kayak gimana
sih dalam kondisi yang seperti
gitu?
Emm, kalau misalkan lagi, kalau
mood lagi oke itu sih ya, oke ya,
maksudnya baik-baik aja. Tapi ketika
lagi jengkel, sebenernya tuh marah
juga. Marah, kenapa kok nggak bisa,
nggak bisa paham sama anaknya.
Saat orang tua marah
hanya fokus pada
sumber masalah tanpa
memperhatikan
keadaan informan
(42-48)
Keinginan informan
memberontak dari
paksaan orang tua
karena orang tua tidak
melihat langsung (49-
54)
Informan
mengerjakan perintah
orang tua jika suasana
hati sedang baik,
meskipun orang tua
menyuruh dengan
emosi (61-69)
Informan marah
karena orang tua tidak
memahami kondisi
informan (81-86)
Orang tua memaksa
tanpa basa-basi
Berontak karena
tidak dilihat orang
tua
- Suasana hati
mempengaruhi
kinerja informan
melaksanakan
harapan orang tua
- Menyepelekan
orang tua
- Kebutuhan untuk
dipahami
- Kesal karena
orang tua tidak
memahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
303
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
Ini aku tuh punya pemikiran kayak
gini nih, ini papa nih kayak nyuruh
anak buahnya. Nah karena dia
mungkin karena dia punya posisi di
perusahaannya segala macem, jadi
terbiasa kayak gitu kan. Habis itu
aku juga berpikir, kok kayaknya
kayak anak buahnya ya. Tinggal
nyuruh-nyuruh aja. Ini juga mama ni
sama nih nyuruh-nyuruh aja. Ini
bukan anak buah, ini anaknya.
Aku ngomong kayak gitu sama
mamaku. Kalau sama papa aku
belum berani mengutarakan.
Berarti kamu mengutarakan ke
ibu?
Iya, aku pernah ngomong beberapa
kali sih, dan mamaku juga paham.
Dan pada akhirnya dia mengurangi
kata perintah seperti itu. Tapi kalau
papa aku belum, karena masih nggak
berani. Ya jengkelnya sebenernya
marah kayak gitu, sampai ya ee
terkadang kalau udah marah kayak
gitu, pemikirannya kayak gitu.
Emang…emang gue anak buahnya
ya. Kayak gitu sih. jadi sebenernya
menuntut mereka untuk punya
pemahaman, tapi mereka tuh karena
punya pemikiran…kalau papaku tuh
kan skripsinya cepet. Nah jadi dia
menargetkan anaknya harus seperti
dia. Seperti yang aku pernah bilang,
dia tuh kan ee menantang itu ya. Jadi
yang harus dilihat itu dia, bapaknya,
bukan orang lain. Nah, misalkan dia
seperti itu. Jadi misalkan skripsi gitu,
itu…tuntutannya ya soal skripsi…,
itu mintanya harus cepet, tuntutannya
ya kalau dalam hal skripsi. Jadi
mintanya harus cepet, karena dia bisa
skripsi 6 bulan, setidaknya anaknya
juga pasti bisa. Nah atau kalau nggak
ya itu ee lebih cepet. Nah ee ketika
kayak gini aku 4,5 tahun kuliah, nah
itu dia udah geleng-geleng kepala,
Pemikiran informan
bahwa orang tua
memerintah seperti
anak buah (87-97)
Berani
mengungkapkan
pemikirannya kepada
ibu, namun papa tidak
(98-100)
Mengutarakan kepada
ibu, ibu paham dan
mengurangi perintah
(103-106)
Jengkel karena
diperlakukan seperti
anak buah (108-112)
Informan ingin
dipahami, namun
papa selalu menuntut
untuk
mengalahkannya
(113-122)
Marah
diperlakukan
seperti anak buah,
bukan sebagai anak
Mampu asertif
kepada ibu
Asertif ibu
mengurangi
perintah (reward)
Kesal karena selalu
diperintah
Keinginan
dipahami orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
304
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
duuh lama bener. Jadi, karena dia
orangnya keras, terbuk…, dan
terang-terangan, dia langsung bilang
haduh lama benar nih. Dia langsung
bilang kayak gitu di telpon (tertawa).
Nah, dia ngomong gitu ketika dia
juga sedang oke. Ketika dia sedang
badmood tuh langsung kata perintah
itu. Cepat kamu kerjakan!
Cepat….bla bla…! Habis itu tit
(telpon mati). Nah itu sama itu sama
mama tuh sama kayak gitu. Kalau
dia lagi jengkel gitu ya cuma telpon
aja, kita nggak ada bertanya segala
macem apa kabar segala macem,
langsung keinginannya selesai, tutup.
Itu mama papa kayak gitu juga?
He-em, mama papa. Sama.
Maksudnya polanya sama. Ketika
mereka punya keinginan untuk
maksa anaknya nah itu kayak gini.
Tapi sekarang karena udah lulus
udah nggak. Udah nggak kaya gitu
lagi, udah diem-diem aja. Nah
sekarang sedang nyari kerjaan, ee
karena kemarin papaku sempat muji.
Wah, sudah diterima. Karena
kemarin sempet diterima. Nah, kau
udah diterima, hebat ya. Gitu, bagus.
Nah, tapi ketika…, karena dia dulu
nyari kerjaan itu ee nunggu empat
bulan. Nah aku walaupun gak
diambil itu hanya nunggu sebulan,
udah ada perusahaan yang mau
nerima. Makanya dia bilang oo
bagus, ee lanjutkan! Kayak gitu.
Berarti sesuai dengan yang
diharapkan orang tua ya.
Iya, diharapkan sama mereka. Nah,
jadi ketika diharapkan sama mereka,
nah sebenernya kalau misalkan cari
pekerjaan itu ada pilihannya juga.
Jadi ketika aku lulus kemarin udah
yudisium, sempet di.., sempet nggak
ngapa-ngapain selama seminggu.
Cuma dikamar, jalan-jalan, wah kok
Orang tua yang selalu
memerintah tanpa
basa-basi (139-148)
Orang tua punya
harapan cenderung
memaksa anak (150-
153)
Orang tua tidak lagi
memaksa ketika
harapan terpenuhi,
namun memuji
karena informan
mampu lebih baik
dari orang tua (160-
168)
Orang tua fokus
pada harapannya,
tanpa basa-basi
Orang tua memaksa
anak memenuhi
harapannya
Informan
memperoleh
reward positif
ketika harapan
orang tua terpenuhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
305
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
udah bosan ya (tertawa). Nah
biasanya kan ada P2TKP, nah
kemarin kan bener-bener nggak …,
udah selesai kontraknya, jadi bener-
bener selama seminggu tuh…,
biasanya tuh orang-orang tuh waah
seneng e. Nah aku coba seminggu,
habis itu telpon mama, aku bosan nih
Ma, perlu kerjaan segala macem. Ya
udah cari segala macem. Cari, dia
juga nanya…, nanya temennya,
linknya, segala macem. Nah kemarin
aku…, pas aku bilang sama mama,
mama langsung ngasih, dia langsung
ngirim. Nih, coba nih, iseng segala
macem. Nah, habis itu dia bilang,
coba tanya Papa. Nah, aku tanya
papa kan. Nah habis itu papaku
bilang…., (tertawa) jangan harapkan
bantuan dari Papa ya (tertawa). Tau
Abang udah berusaha sana-sini
nggak ada yang nerima, Papa tuh
kunci terakhir. Tapi intinya coba
dulu sendiri. Langsung gitu, terang-
terangan. Nah aku bilang sama
mamaku, padahal sebenernya
emosinya sama, maksudnya muatan
pesannya tuh sama, Pa, bosan, mau
cari kerja, coba tanya bilang sama
temen papa dulu di perusahaan yang
lain. Nah, sebenarnya kayak gitu,
tapi ya papa tadi itu responnya. Tapi
dengan mama, nah dia sibuk nyari-
nyari. Langsung menghubungi
temen-temennya, langsung…, coba
perusahaan ini perusahaan ini. Kayak
gitu.
Mungkin Papa mau bantu tapi
usaha sendiri dulu. Papa kunci
terakhir.
Jadi, dia sebenernya papa tuh lebih
cenderung, kalau aku lihat-lihat
memang sengaja nggak mau bantu
anaknya. Dia mau, ya anaknya coba
dulu. Karena ya itu, kemana pun
anak-anaknya tuh punya
Respon mama dan
papa berbeda saat
menanggapi harapan
informan (185-215)
Papa ingin informan
berusaha dulu agar
tidak meremehkan
(219-226)
- Ibu
memfasilitasi
harapan informan
- Ayah
membiarkan
informan agar
berusaha mandiri
Pandangan bahwa
orang tua ingin
informan mandiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
306
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
kecenderungan untuk meremehkan
segala macem.
Karena dari awal kecil gitu udah
dipenuhi segala macem. Nah pas
besar gini kadang-kadang tuh kita
lupa diri. Karena kita udah pada
besar, masih minta-minta terus.
Makanya ketika udah besar kayak
gini, treatment-nya beda, dia
langsung…ya gitulah. Jadi dia tuh
lebih sering nantang anaknya.
Nah kalau anaknya misalkan aku lagi
badmood juga, ketika dia nantang
gini, ini apaan sih. tapi kalau
misalkan lagi, ya lagi oke-oke aja,
lagi senang, lagi nyaman-nyaman
aja, oh ya udah ini tantangan,
explore. Tapi kalau lagi males juga,
lagi apa, lagi masalah, ketika dia
ngomong kayak gitu kesannya ini
apaan sih orang tua. Kayak gitu sih.
udah jengkel, udah marah gitu.
Nah, berarti kamu berontak yang
pernah kamu lakukan itu ketika
orang tua menyuruh tapi ya
udahlah, nggak usah.
Yaa, cenderung mengabaikan sih.
Mengabaikan itu tadi sih ya.
Diabaikan. Karena yaa.., karena lihat
aku juga sih kayaknya. Kalau dulu
masih pas SMA, masih sama orang
tua, ketika dia memaksa, itu mau
nggak mau aku kerjakan. Kan
mereka melihat. Ketika mereka
melihat, itu nggak segan-segan
langsung marah. Gitu, dan kalau
papa kalau udah marah itu seram.
Jadi dia, dia kalau udah marah
nunjukin emosinya. Kalau dulu sama
adikku itu, yang aku inget sampai
sekarang ya, itu adikku main sepeda
Menyadari sifat
meremehkan karena
dari kecil sudah
difasilitasi (227-231)
Pandangan bahwa
orang tua
memberikan
treatment berbeda
saat dewasa karena
meremehkan (232-
235)
Perilaku orang tua
yang menantang
informan direspon
berbeda, tergantung
pada keadaan emosi
informan (239-249)
Berontak adalah
informan bersikap
mengabaikan
keinginan orang tua
(255)
Informan tidak berani
berontak jika bertemu
langsung dengan
orang tua karena takut
dimarahi (258-265)
Papa yang
digambarkan sebagai
sosok yang
menyeramkan saat
marah (266-287)
Menyadari sikap
meremehkan
karena selalu
terfasilitasi
Menyadari
perbedaan
perlakuan saat kecil
dan dewasa
Suasana hati
mempengaruhi
informan dalam
memenuhi
tantangan orang tua
(positif direspon
positif, negatif
direspon negatif)
Berontak adalah
sikap mengabaikan/
avoidance harapan
orang tua
Melakukan perintah
orang tua agar tidak
dimarahi
Menggambarkan
sosok bapak yang
menyeramkan
ketika marah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
307
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
kejar-kejaran sama aku, yang nomor
dua. Kita main naik sepeda terus dia
jatuh, habis itu pelipisnya berdarah.
Nah, ee aa ti..ee pas itu aku telpon,
dia langsung pulang. Nah tiba-tiba
ketika dia ngelihat anaknya kayak
gitu nah dia langsung ninju dinding.
Ke dinding. Nah dia ketika marah dia
itu menunjukkan emosinya bahwa
dia tidak senang. Ninju dinding nah
itu karena dulu masih anak kecil,
dulu masih SD, takut ya. Ninju
dinding, nah kalau ditelusuri-telusuri
dia juga ada masalah di kantornya.
Nah, jadi dia kebawa emosinya.
Gitu, nah kebawa terus kena
anaknya, istrinya. Nah itu ya ini
sampai SMA. Karena mereka
memaksa, mau nggak mau dilakuin.
Kalau dulu SD sampai SMP aku tuh
SD, SD tuh aku males belajar. Jadi
ketika ee belajar tuh ditungguin sama
mereka. Ngerjain PR segala macem
ditungguin. Kerjain! Nah itu ketika
SMP udah mulai nggak males sih.
udah mau les ketika minta mau guru
les, mau memperdalem ini, nah itu
langsung dicari guru lesnya. Ya
udah, pokoknya apa pun yang
diminta tuh langsung dapat. Jadi
terkadang ya itu sih yang membuat
kita anaknya, ya terutama aku ya,
suka anggep remeh, nggak papa, wah
ntar-ntar, gampang.
Ya jujur aja jadi terkadang tuh kalau
misalkan aku ee daya juangnya
nggak gimana ya. Kalau misalkan
orang berjuang sampai titik darah
penghabisan. Kalau aku udah
keringet, udah cukup. Walaupun
sebenernya ya ya itu bisa. Misalkan
ee lari dari Paingan sampai ke
Mrican itu tuh bisa. Kalau bisa dari
Paingan sampai ee Selokan Mataram
ya udah sampai situ aja. Habis itu
ntar ngapain kek. Ya jadi
Orang tua memaksa,
harus dilakukan (288-
289)
Informan difasilitasi
orang tua, apapun
yang diminta akan
dikabulkan (199-304)
Selalu difasilitasi
orang tua
menyebabkan
informan sadar akan
daya juang diri
rendah (305-311)
Melakukan perintah
orang tua karena
paksaan
Menyadari sikap
meremehkan
perintah orang tua
karena terbiasa
dengan fasilitas
orang tua
Menyadari daya
juang rendah
karena selalu
difasilitasi orang
tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
308
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
kecenderungannya kayak gitu sih. Ee
dan itu yang kebawa sampai
sekarang. Ya maksudnya kayak
skripsi, ah tenang aja Ma (tertawa).
Nah dulu pernah gitu, tenang aja Ma.
Dulu SMA. Tenang aja Ma, gue bisa
masuk SMA ini kok. Tapi ujung-
ujungnya nggak masuk (tertawa).
Nah nggak masuk ujung-ujungnya
ngomelin, inininiiiii…! Udah habis
itu diem. Nah kalau sekarang,
sekarang udah ngurangi kayak gitu.
Sedang mengurangi sikap kayak gitu,
sikap anggap remeh gitu.
Oya berarti balik lagi ya tanyanya,
misalnya kamu memberontak tadi
sikapmu lebih meremehkan atau
mengabaikan gitu. Tapi pas kamu
di Jogja gini orang tuamu nggak
tahu ya? Maksudnya nyuruh
kamu ngerjain sekarang gitu, tapi
di telpon ah nggak usah ngerjain
sekarang. Itu orang tua ngerti
nggak?
Dulu pas mahasiswa semester,
semester pertama-tama ngerjain
skripsi mereka kan nggak tahu. Nah
tapi pada akhirnya tuh ketahuan juga.
Nah, jadi semester delapan tuh mulai
skripsi, ketahuannya semester
sembilan. Sampai mana? Wah ini
kok nggak maju-maju? Nah jadi aku
lamanya itu ketika buat skala, aku
sampai empat bulan. Empat bulan,
lima bulan. Nah itu ditanyain terus,
sampai mana. Sampai sini. Nah,
habis itu bilang, udah dikerjain
belum? Udah. Nah progresnya tuh
cuma sampai buat skala aja. Nah,
pada akhirnya ya mereka cari tahu
sendiri. Pasti kan dikerjain apa
nggak. Ya tau aja (tertawa). Ya
sampai saat itu mereka terkadang ya
itu pas buat skala ya itu langsung
mulai ketika mereka udah tahu,
Pengalaman informan
meremehkan harapan
orang tua (319-324)
Saat ini dalam proses
mengurangi sikap
meremehkan (327-
330)
Pandangan bahwa
orang tua memberi
perintah namun tidak
mengetahui kondisi
informan yang
Pengalaman
meremehkan
harapan orang tua
Usaha mengurangi
sikap meremehkan
orang tua
Merasa tidak
dipahami orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
309
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
kesannya mereka apa, ya udah
langsung matiin. Padahal mereka
nggak tahu sebenernya yang
dikerjain nggak sesuai dengan dosen,
habis itu juga kadang-kadang kita
males.
Berarti orang tua tahunya itu
karena selalu memantau,
memantau, tapi kok progresnya
nggak kelihatan, gitu?
Iya. Ketika buat BAB I, BAB II,
BAB IV, BAB V. Jadi ketika bilang,
sampai mana? Sudah selesai BAB II.
Tapi ya BAB III itu cukup lama.
Gitu.
Nah, mau tanya lagi dari obrolan
kita kemarin, tentang kamu
pernah menyampaikan kalau
kamu tidak ingin menjadi dosen.
Papa ingin kamu jadi dosen.
Papa yang ingin tapi aku tidak ada
keinginan.
Nah, apakah kamu sempat
menyampaikan kalau kamu tidak
mau? Menyampaikan secara
langsung?
Emm, iya pernah. Pernah bilang tapi
tetep aja. Jadi pernah bilang, Pa, gue
maunya di perusahaan, di organisasi.
Lalu maunyaya itu… pokoknya di
perusahaan di organisasilah, atau
nggak gue wirausaha. Gue coba, tapi
itu nantilah. Tapi gue maunya di
perusahaan. Nah, gue jelasin kenapa,
dikasih tau alasannya soalnya gini
gini gini…, gue suka di industri
sukanya di organisasi ketemu orang
segala macem. Daripada jadi dosen,
ketemu mahasiswa, ngajar segala
macem gitu, ee jadi dikejar-kejar
mahasiswa. Nah, itu gue nggak mau
itu. Nah, gue jelasin pokoknya udah
segala macem alasan dikeluarin,
sampai yang masuk akal atau nggak.
sebenarnya (359-368)
Harapan orang tua
jadi dosen, tapi
informan tidak mau
(385-386
Informan
menyampaikan alasan
tidak ingin jadi dosen
dan papa tetap
memaksa (391-411)
Adanya perbedaan
harapan antara
orang tua dan
informan
Usaha asertif
namun papa tetap
memaksa
(punishment)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
310
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
Nah, tapi pada akhirnya dia bilang,
ya udah pokoknya papa mau jadi
dosen.
Nah dan dia tetep maksa. Ya tapi aku
tetep pada pendirianku. Nggak,
nggak mau.
Nah, kalau kayak gitu aku larinya
sama mama. Sama mama jelasin
segala macem, karena mama tuh
orangnya ee mudah, mudah untuk
apa…, kalau dijelasin misalnya
masuk akal dia mau nerima.
Menerima dan pada akhirnya dia
nerima.
Nah caranya adalah ketika kalau
ketemu dengan papa itu kan…dia
langsung nge-defense. Jadi ketika
ngomong habis itu dia bilang ya
pokoknya papa maunya jadi dosen,
kayak gitu. Itu sama aja udah
dijelasin iniiii…ituu..ya pokoknya
tetep. Nah, pada akhirnya kalau udah
kayak gitu aku larinya ke mama.
Ngomongnya sama mama, bla bla
bla…dijelasin alasan. Nah terus
mama yang ngomongin sendiri sama
papa. Kayak gitu. Jadi ketika mama
ngomongin sama papa nah itu
kadang-kadang dia mulai denger,
kayak gitu. Jadi misalkan kalau
ngomong sama papa nggak mau,
mending ngomongnya sama mama.
Nah biasanya mama diem, dimarahin
sama dia. Dimarahin. Nggak,
pokoknya dia gini gini gini. Ntar
dijelasin lagi sama mama.
Nah, kalau sekarang ini kan lagi
cari kerja yak e perusahaan-
perusahaan gitu. Kemarin sempet
keterima juga, perusahaan juga.
Nah papamu gimana?
Nah, kemarin itu ee aku diterima, itu
dia maksa itu suruh masuk, suruh
diterima. Suruh diambil kesempatan
Papa maksa, informan
teguh pada pendirian
(412-413)
Ketika papa tidak
mendengarkan, lari ke
mama karena bisa
mendengarkan alasan
masuk akal (416-423)
Ketika diskusi, papa
tetap pada
pendapatnya (424-
428)
Mama sebagai
mediator komunikasi
bapak dan anak (431-
445)
Informan diterima
pekerjaan, papa
memaksa padahal
Teguh pada
pendirian meskipun
dipaksa orang tua
Ibu yang bisa
mendengarkan
alasan anak yang
masuk akal
Papa yang tidak
mendengarkan
pendapat informan
Ibu sebagai
mediator
komunikasi
informan dan bapak
Bapak yang
memaksakan
keinginannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
311
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
itu, walaupun jadi konsultan
financial. Udah diambil aja itu kan
ada trainingnya, memang itu ada
trainingnya. Nah, dia maksa kayak
gitu. Aku kan gak mau, aku gak mau.
Walaupun mungkin diterima. Aku
nggak mau.
Nah akhirnya karena nggak bisa ya
aku larinya ke mama. Ke mama
jelasin, Ma, gue tuh maunya kayak
gini, mau diperusahaan. Nah aku
coba besok di Jakarta. Di Jakarta tuh
ada bursa karir. Habis itu ada kurang
lebih 80 perusahaan. Kalau gue cuma
nerima ini, nah gue menolak 80
kesempatan yang ada di Jakarta. Nah
sementara ada 80 kesempatan yang
bisa gue ambil, sementara
peluangnya tuh sama, logikanya.
Nah, di Jakarta ada 50, disini di
perusahaan ini yang diterima 22,
antara di ambil atau nggak, di Jakarta
antara diterima atau tidak, sama,
50:50. Maksudnya kan ee wawancara
sama orangnya aja udah jutek gitu,
dan gitu orangnya tuh nggak jelas
gitu wawancaranya, nggak
meyakinkan (tertawa). Ya udah habis
itu aku jelasin panjang lebar gitu, nah
dia, mama langsung jelasin ke papa.
Terus papa bilang, ya udah dicoba
aja. Akhirnya dia lunak sendiri.
Maksudnya, sebenernya udah
dijelasin sama…kadang tuh kalau
papa, dia tuh tiba-tiba ngomong,
nelpon, ngomong, kan misalkan
kalau kemarin tuh aku diterima ya.
Diterima tuh aku, aku langsung
informasi. Nih, gue diterima nih,
langsung di grup itu kan. Jadinya
gimana diambil atau nggak? Nah ntar
kalau dia udah baca langsung telpon,
udah ambil aja, Bang. Nah itu
diambil, pokoknya dia langsung
jelasin nanti gini gini gini gini,
kerjaannya gini gini gini gini. Nah,
informan tidak mau
(452-461)
Mama menjelaskan
yang diinginkan
informan kepada papa
dan mau
mendengarkan (462-
486)
Informan
menginformasikan
kepada keluarga
diterima kerja dan
papa yang tidak
mendengarkan
pendapat informan
langsung memaksa
untuk mengambil
pekerjaan tersebut
- Ibu sebagai
mediator
komunikasi
informan dan
bapak
- Bapak yang
hanya
mendengarkan
pendapat ibu
- Bapak tidak
mendengarkan
pendapat
informan
- Bapak yang
memaksa
keinginannya
kepada informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
312
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
sementara dia belum mendengarkan
pendapat anaknya. Jadi ketika kita
udah mau, aku mau mulai, Pa jadi
tuh gue cenderungnya mau ke
Jakarta, kayak kemarin tuh ya. Ya
nggak usah, ambil aja, nanti tuh
dapet training segala macem,
pokoknya ambil aja. Jadi dia belum
mendengarkan alasannya dia udah
memaksakan pemikirannya.
Nah jadi kalau dengan mama, ini
mama langsung, coba mama
dengerin dulu ya pemikiran gue gini
gini gini. Kalau pemikiran papa tuh
kayak gini, Ma. Dia kalau ada
maunya, langsung maksa. Jadi gitu.
Makanya misalkan kalau udah stak
sama papa, udah aku nggak lanjutin
lagi. Di-iya-in aja, cepat selesai habis
itu langsung mama, karena nggak
bisa masuk.
Terus sampai sekarang masih
nggak papa ingin kamu jadi dosen
gitu?
Eee sekarang dia sudah tidak
membicarakan itu. Sekarang dia ee
karena aku kan kemarin kan udah
ngomong ngerengek-ngerengek,
ngerengek-ngerengek sama papa,
gue mau kerja. Ya udah, kalau udah
nyari kerja gini, kalau mau
wawancara segala macem, setelah itu
mereka ya udah nggak tidak, tidak
memunculkan topik diskusi itu lagi.
Kalau sekarang, tapi nggak tau kalau
besok-besok. Tapi sejauh ini tidak
mempersalahkan.
Itu terjadi ketika kamu kuliah?
Iya, ketika masuk kuliah. Sekarang
posisinya sudah statusnya mencari
pekerjaan, itu mereka udah nggak
lagi. Kayak gitu. Kemarin itu
ngobrol sama mama ini di Siloam ee
penempatannya ada dua Purwakarta
sama di Labuan Baju. Kalau mama
(492-510)
Informan bercerita
kepada mama karena
mama bisa
memahami, ketika
papa tidak
mendengarkan
pendapatnya (511-
521)
Informan
berkeputusan untuk
kerja setelah
membujuk papa tidak
jadi dosen, sehingga
papa tidak memaksa
lagi (526-535)
Terbuka terhadap
ibu karena merasa
dipahami ibu
- Adanya usaha
memperjuangkan
harapan diri
- Setelah ada
keputusan
bersama, bapak
tidak memaksa
harapannya lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
313
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
langsung mastiin oh nggak usah
jauh-jauh, nah nggak usah jauh-jauh,
yang Purwakarta aja yang diterima.
Tapi kalau ngomong dengan papa,
udah ambil aja, ambil aja semuanya.
Jadi kalau misalkan kalau dengan
papa itu pemikirannya kalau ketika
sesuai dengan dia, itu dia cenderung
mendukung. Kalau sesuai lho.
Tapi kalau udah bertolak belakang tu
nah dia udah maksa pemikirannya.
Nah, jadi kadang-kadang tuh kalau
dulu sih, ya yaudah diikutin aja. Tapi
kalau sekarang tuh dipikirin ini
sesuai atau nggak, cocok atau nggak.
Nah kalau mama kan cenderung dia
orangnya ee nggak mau anaknya
jauh-jauh ya, lebih cenderung
khawatir kayak gitu. Makanya ketika
dia, Labuan Baju tuh dimana? NTT.
Woo jangan…jangan. Dia langsung
meng-cut, jangan…jangan!
Langsung membujuk, kayak gitu.
Nah, ee maksudnya ada terkadang
tuh kalau ngomong dengan mereka
tuh ada seninya sih, maksudnya,
kalau cocok, kalau sesuai tuh ya…ya
misalnya, yang satunya itu didukung.
Nah jadi kalau misalkan.., kemarin
kan mama tidak setuju. Nah dia
langsung ngomong sama suaminya.
Tuh anaknya keterima disini. Nah
kalau saya sih cenderungnya malah
tidak setuju kalau di Labuan Baju.
Nah habis itu sama papa, papa, biarin
aja, biar dia berkembang snediri. Ya
sudah. Akhirnya ya mama juga diam.
Jadi kalau, kalau ee kalau aku ya
nyimpulkan cari mana yang cocok-
cocokan pendapatnya. Maksudnya
sepemikiran. Nah ntar salah satunya
tuh memberi alasan mendukung
anaknya. Jadi kalau misalkan dengan
kemarin tuh skripsi dengan papa tuh
Ketika papa
sependapat dengan
informan, ia akan
mendukung (550-
555)
Papa menolak
pemikiran yang tidak
sesuai (556-557)
Saat ini, pemikiran
orang tua yang tidak
sependapat dengan
informan akan
dipertimbangkan
(560-563)
Informan cenderung
menyampaikan
kepada salah satu
orang tua, mana
pemikirannya yang
sesuai dengan
pemikiran mereka
(572-585)
Menyampaikan
pemikiran kepada
papa atau mama yang
sesuai dengan
pemikiran mereka
(586-591)
Memperoleh
dukungan orang tua
jika sesuai dengan
pemikiran mereka
Pemikiran tidak
sesuai akan ditolak
orang tua
Saat ini, pemikiran
berbeda akan
dipertimbangkan,
tidak asal
dikerjakan
Memahami dan
menganalisis pola
komunikasi dengan
orang tua saat
menyampaikan
harapannya
Memiliki strategi
komunikasi dengan
orang tua untuk
menyampaikan
harapannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
314
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
maunya segala macem udah. Nggak
sesuai kan? Sesuai anaknya? Nah
habis itu aku jelasin sama mama
karena dia lebih terbuka dalam hal
itu. Ntar dia jelasin sama suaminya.
Nah kalau kerjaan kayak gini, ntar
aku ngomongnya sama papa. Nah
karena dia udah lebih terbuka kan
dengan lapangan pekerjaan. Nah
habis itu ntar kalau mama nggak
setuju, ntar papa yang jelasin sama
mama. Jadi nggak usah…, kalau dulu
tuh awal-awal tuh aku sibuk jelasin
sama yang satu sama yang lain. Nah
kalau sekarang tu aku jadi kayak
gitu, tinggal cari aja hubungi aja dua-
duanya mana yang cocok. Mana
yang pemikirannya sama. Ntar
jelasin aja panjang lebar sama
pemikiran-pemikiran yang sama.
Sama papa atau sama mama. Ntar
kalau ditelpon yang satunya nggak
cocok, ya udah ntar bilang aja, Pa
coba jelasin sama mama (tertawa).
Kalau dengan papa nggak cocok ntar
ngomongin lagi panjang lebar sama
mama. Tuh Pa, coba jelasin sama
mama. Kalau sekarang sih aku kayak
gitu. Maksudnya menyimpulkannya
gitu.
Nah, kita kembali lagi ya tentang
keinginan papa yang waktu itu
ingin kamu jadi dosen. Kamu dan
papa berdiskusi mengenai
keinginanmu yang tidak mau jadi
dosen saat itu. Nah, kamu merasa
karena kamu merasa tidak ada
passion disana. Nah terus
suasananya tuh saling tegang-
tegangan. Nah kamu memang
lebih ke orang tua itu iya, meng-
iya-kan gitu. Meskipun belum
tentu dijalani gitu. Bisa
diceritakan lagi suasananya tegang
itu yang kamu rasakan saat itu
Ibu sebagai mediator
komunikasi kepada
papa ketika papa
tidak mendengarkan
pendapat informan
(595-597)
Papa sebagai
mediator ketika
mama tidak
sependapat (602-604)
Saat ini
menyampaiakn
pendapat kepada
mama atau papa yang
memiliki pemikiran
sama dengan
informan (607-622)
Ibu memediatori
komunikasin
informan ketika
papa tidak
sependapat
Bapak memediatori
informan ketika
mama tidak
sependapat
- Strategi asertif
tentang harapan
diri kepada orang
tua
- Pola komunikasi
keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
315
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
bagaimana?
Hmm, ketika tegang-tegangan kayak
gitu ya tidak ada yang mau mengalah
antara orang tua dan anak.
Itu yang dirasain itu marah.
Maksudnya marah, kecewa, ya gitu.
Karena pemikirannya karena papa
punya kemauan yang banyak
mengenai anaknya. Nah anaknya
kayak gitu nggak mau kenapa harus
dipaksakan. Nah pemikiranku tuh
kayak gitu. Aku mikirnya kayak gitu
sekarang. Kenapa mereka harus
memaksakan, kan mereka udah tahu
anaknya seperti apa. Kalau tidak
sesuai ya kenapa harus dipaksakan,
kan gitu. Dan..dan kayak gitu aku
jelasinnya sama mama. Nah kalau
sama papa, nah dia tahu sendiri
karena dari mama. Karena dengan
papa tuh agak..agak apa…ee agak
segan sih mama.
Nah setelah kejadian seperti itu,
itu biasanya yang kamu, kamu
pikirkan tentang itu yang kamus
rasakan itu biasanya masih ada
nggak untuk selanjut-selanjutnya?
Maksudnya gimana?
Misalkan kamu ya kecewa karena
papa memaksakan seperti itu. Ee
untuk dalam kehidupan sehari-
hari apakah perasaan itu terbawa?
Iya. Itu biasanya satu sampai dua
hari. Nah misalkan kalau akunya
merasa baik-baik aja, itu aku……,
jadi aku misalkan aku nggak nyaman
kayak gitu aku cenderung menarik
diri, menarik diri, habis itu aku
merenung. Maksudnya berpikir. Ya
mungkin responsisi ya. Kalau udah
dapet insight ya udah, oke.
Berarti lebih merenungkan?
Ee iya, mee…me…misalkan nggak
Saat ada perbedaan
harapan, informan
dan papa tidak ada
yang mengalah (640-
642)
Informan kesal
dengan sikap papa
yang punya harapan
banyak kepadanya
dan cenderung
memaksa (645-656)
Saat kesal dan
kecewa kepada orang
tua yang memaksa,
informan cenderung
menarik diri untuk
berefleksi
menemukan
pencerahan (674-682)
Meredakan kesal dan
Tidak ada yang
mengalah saat
terjadi perbedaan
harapan
Kesal dan kecewa
karena papa
memaksakan
harapannya
Koping kesal dan
kecewa: menarik
diri, merenung
Koping kesal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
316
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
730
nyaman gitu aku menarik diri sih.
sendiri, ya pokoknya berpikir dulu
lah. Udah selesai, maksudnya aku
nyaman ya dan terkadang kalau
misalkan ngotot-ngototan kayak gitu,
ee itu kadang telpon papa tu pernah
nggak kuangkat. Jadi kubiarin aja,
dibiarin, karena masih belum
nyaman. Ntar kalau aku udah oke-
oke aja, itu baru aku angkat.
Itu kamu nggak angkat telpon?
Itu karena pada akhirnya mereka
juga nanyain yang sama kan, aku
punya pemikiran gitu sih. Karena
nanyain hal yang sama ntar emosi,
marah-marah lagi, udah biarin aja.
Nah, jadi sempat juga ketika aku
membiarkan handphone ku nah
mereka juga marah (tertawa). Nah
aku juga lagi marah, mereka juga
ikut marah. Nah pada akhirnya
karena perlu apa gitu aku nyalain
handphone, nah ya udah habis itu
mulai lagi. Telpon lagi.
Berarti ketika terjadi seperti itu
ada perasaan-perasaan nggak
nyaman untuk kegiatanmu
berikutnya caramu tuh lebih ke ya
itu ya, lebih menarik diri,
merenung. Begitu ?
Iya.
Itu membantukah cara seperti itu?
Kadang sih iya. Tapi kalau, kalau
misalkan menarik diri itu nggak
nggak nggak membantu, aku
terkadang ya cari temen. Ketawa-
ketawa sama mereka. Dan kebetulan
punya temen yang juga konyol-
konyol juga dan itu cukup
membantu, terkadang. Kadang. Jadi
ya ee kesimpulannya sih situasional
sih ya. Jadi ya mana, yang cocokan
aja. Ya misalkan kalau aku ada
masalah aku cenderung menarik diri.
Ya nggak tahu sih aku menarik diri
emosi dengan cara
menarik diri dari
lingkungan luar,
termasuk orang tua
sampai suasana hati
nyaman (684-694)
Meredakan kesal dan
kecewa dengan
bersenang-senang
dengan teman (720-
725)
kecewa: menarik
diri dari lingkungan
luar
Koping: bersenang-
senang dengan
teman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
317
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
dalam artian melarikan diri atau…..,
tapi aku menarik diri…..udah.
Istilahmu menarik diri itu kamu
mencoba sendiri dulu?
He-em, ya. Mencoba ya lari dari
permasalahan itu dulu sementara.
Kalau emang…ee kan biasanya kan
kalau orang melarikan diri dari
permasalahan, tetep ada dua
kemungkinan. Ee maksudnya, dia
tetap berpikir tetap…ee ketemu, eee
permasalahannya terlupakan
sebentar. Ya tapi permasalahannya
kalau permasalahannya tetep
muncul, maksudnya tetep kepikiran
ya makanya aku kadang-kadang aku
langsung selesain aja. Maksudnya ini
kenapa gini, kenapa seperti ini. Mau
caranya seperti apa, solusinya seperti
apa, kalau aku sih gitu.
Berarti kayak ee solusinya gimana
kamu dapatkan sendirinya
biasanya ya?
Iya. Yaaa.., ngobrol dengan diri
sendiri jadinya. Kayak gitu.
Oke. Nah kita lanjut lagi. Kamu
bilang kalau papa sering ngajarin
simpan sebanyak-banyaknya apa
yang kamu dapatkan, baru setelah
itu keluarkan sebanyak-
banyaknya. Bisa dijelaskan lebih
lanjut maknanya gimana?
Kalau aku ya maknanya ya,. Aku
jadi kalau misalkan papa itu ee dia
ngajarin kita untuk belajar. Jadi
belajar dalam artian ya kamu belajar
itu ya benarlah belajar. Jadi kamu
benar-benar seriusin. Bener-bener
dimaksimalin kesempatan itu. Ketika
kamu ada di sudah selesai. Nah kamu
keluarin itu apa yang udah kamu
pelajari. Nah misalkan kamu belajar
ee bertani, bercocok tanam. Nah
kamu bener-bener tuh bercocok
Pandangan bahwa
menarik diri untuk
lari dari permasalahan
untuk bisa
menemukan solusi
(735-750)
Menarik diri untuk
menemukan solusi
dengan cara
komunikasi
intrapersonal (754-
755)
Papa mengajarkan
untuk mempelajari
sesuati secara serius
dna total sehingga
ilmu tersebut dapat
diterapkan maksimal
(765-782)
Koping: melarikan
diri untuk
menemukan solusi
permasalahan
Koping:
menemukan solusi
dengan komunikasi
intrapersonal/
refleksi
Ajaran bapak gara
totalitas dalam
bekerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
318
777
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
tanam tuh. Nah jangan.., jangan
apa.., fokus kesana-kesini. Fokus aja
pada satu hal itu. Eksplorasi. Kalau
udah waktunya kamu bercocok
tanam ya uda yang kamu tahu itu
gunakan. Yang aku tahu sih seperti
itu.
Lalu maknanya sampai sekarang
ini kamu bawa dalam
kehidupanmu itu bagaimana?
Eem, totalitas sih aku nyebutnya.
Jadi misalkan kayak gini cari kerja.
Karena kan mereka udah terang-
terangan kalau papa nggak mau
bantu. Setidaknya itu udah terang-
terangan mengatakan bahwa ee harus
menyainginya. Nah jadi aku
totalitasnya ya udah cari kerja
berdasarkan kemampuanku. Jadi
nggak ada tuh, sampai sekarang
nggak ada tuh bantuan. Ya walaupun
ada, itu itu jadi kartu terakhir aja.
Kartu as terakhir. Tapi aku sampai
sekarang ee coba sendiri kemampuan
sendiri. Coba masuk sana, sana, sana.
Ga terima ya udah. Intinya coba aja
belajar, belajar dalam artian
wawancara itu seperti apa sih,
menjadi testee itu gimana sih.
Nah itu apakah orang tua
mengajarkan itu ke anak-anaknya
semua?
Ee, sebenarnya setahuku sih
semuanya. Nah tapi aku tidak pernah
bertanya pada adikku mengenai hal-
hal yang pernah mereka omongin
kan. Nah misalkan seperti yang tadi.
Nah aku pernah nanya yang penting
misalkan aku liat-liat sih itu adikku
yang cewek itu. Maksudnya kalau
dia itu dia sangat tekun sekali.
Belajar, segala macem, rajin, niat
belajar belajar. Nah yang kalau dia
udah kayak gitu aku nggak nggak
pernah nanya-nanya kayak gitu sih.
Mengaplikasikan
ajaran papa agar
totalitas dalam segala
sesuatu (787-805)
Orang tua yang
menerapkan ajaran
untuk selalu totalitas
kepada semua anak
(810-834)
Informan
mengaplikasian
ajaran papa bahwa
totalitas dalam
mencari pekerjaan
Ajaran orang tua
yang diterapkan
kepada semua anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
319
823
824
825
826
827
828
829
830
831
832
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
Karena ya udah cukup tahu sendiri
aja sih. O dia kayak gini. Ya udah.
Biasanya yang kayak gitu dengan
saudara-saudara yang laki-laki.
Karena itu sama konyol juga apalagi
yang nomor dua, itu biang konyol
juga (tertawa). Kalau yang bungsu
itu model-modelnya sama kayak
yang nomor tiga, yang cewek, dan
dia cenderung mengiyakan sih, sama
kayak aku. Mengiyakan apa yang
orang tua bilang.
Berarti sejauh yang kamu tahu
apakah orang tua itu memaksakan
pemikiran-pemikirannya itu ke
adik-adikmu juga kah?
Emm, tidak semua. Yaa…, yang
dipaksakan itu yang berkaitan
dengan seperti…, yang yang bawa
marga gitu segala macem, berkaitan
dengan prestige mereka. Kalau
misalkan, apa, lulus kuliah cepet,
dapet kerja cepet, nah itu bagi
mereka yang aku lihat itu, tiu
mengangkat prestige mereka, kayak
gitu.
Jadi yang berkaitan dengan anak
pertama atau apa, berkaitan dengan
harga diri mereka, nah itu di push.
Anak.., ya aku sebagai anak pertama
itu di push. Kayak misalkan ini,
adikku kan sedang nyusun TA juga,
tugas akhir, karena dia D3. Itu nggak
ada tuh ditanya, disuruh cepat-cepat.
Jadi, karena mereka udah tahu
kemampuannya dan dia juga
nganggap remeh sama kayak aku
(tertawa). Ha tapi bedanya dia nggak
ada di push-push kayak gitu. Nah
karena pas aku ngomong sama dia, lo
nggak ngerjain? Gampang, Gue satu
dua hari selesai (tertawa). Jadi kalau
dia udah ngomong kayak gitu ya
udah. Itu udah di…., udah udah
susah tu.
Orang tua menuntut
yang berkaitan
dengan harga diri
pada semua anak
(840-849)
Informan merasa
orang tua lebih
menuntut yang
berkaitan dengan
harga diri daripada
adik-adik (850-868)
Orang tua menuntut
semua anak terkait
harga diri
Merasa lebih
dituntut orang tua
terkait harga diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
320
869
870
871
872
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
Ee jadi, menurutmu tentang
prestige orang tua, kamu anak
pertama, orang Batak, bisa
diceritakan lebih lanjut
bagaimana?
Ee, kayak misalkan ya itu kuliah gitu
ya. Ya mintanya, mintanya bagus,
cepet segala macem. Bisa..bisa apa..,
intinya mereka tuh bisa ee apa yang
keinginan mereka itu bisa
di…dicapai, kalau bisa ya lebih
melebihi target apa yang mereka
bayangkan.
Kayak misalkan ee cari kerja gini, itu
aku kan udah udaaah dapet kerja
cepet ya. Nah itu kan melewati apa
yang mereka bayangkan. Nah
makanya mereka tenang-tenang saja
dan senang-senang saja. Karena
mereka tahu ooh ternyata anaknya
punya kemampuan makanya mereka
diem-diem aja.
Nah ketika skripsi itu aku kan
cenderung main-main ya.
Maksudnya ada kecenderungan
untuk main-main, ada
kecenderungan males.
Mereka..mereka tuh meragukan
kemampuan aku yang ini bisa nggak
sih, nah kayak gitu.
Nah ketika kerja ini aku bener-
benerin, aku totalin. Ini udah
dipanggil, dibenerin, psikotesnya ya
bener-bener aja. Kalau emang tahu,
mana tahu yaa faking kemarin ya
udah (tertawa), pokoknya wawancara
yaaa pengalamannya gimana ya itu
diterima. Nah, ternyata keterima, nah
makanya mereka dari pengalaman itu
ketika diterima itu sekarang mereka
cuma tenang-tenang saja.
Maksudnya nggak ada nge-push-
push cepet cepet cepet. Nah mereka
malah bilang ketika aku mau mereka
malah mendukung, ketika…, Pa aku
Pandangan bahwa
orang tua menuntut
informan untuk bisa
melebihi target orang
tua (875-882)
Orang tua cenderung
tenang ketika
informan sudah
mencapai lebih target
orang tua (883-891)
Orang tua meragukan
kemampuan informan
karena tidak serius
(892-899)
Informan
membuktikan
keraguan orang tua
dengan melebihi
target orang tua (900-
903)
Informan mampu
melebihi target orang
tua, sehingga orang
tua cenderung tenang
dan mendukung (907-
914)
Harapan orang tua:
mampu melebihi
target orang tua
Informan mampu
melebihi target,
orang tua tenang
Merasa diragukan
kemampuannya
oleh orang tua
Usaha
membuktikan
kemampuan diri
dengan mencapai
lebih target orang
tua
Orang tua akan
mendukung saat
informan mampu
melebihi target
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
321
915
916
917
918
919
920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
diwawancara sama perusahaan ini.
Oh ya sudah, yang benar, berdoa,
kayak gitu. Nah kalau misalnya
kemarin, Halo Pa, abang diterima di
Siloam, ya besok follow up, ya
berdoa. Kayak gitu aja. Jadi nggak
ada nge-push, ya udah yang bener,
segala macem atau gimana gitu.
Kadang mereka kalau misalkan kalau
misalkan butuh duit, bilang aja. Gitu.
Yaaa mendukung sih.
Lalu misalkan ke adikmu itu kan
nggak terlalu di push gitu ya.
Sedangkan kamu lebih di push.
Nah tadi kamu bilang lebih
berkaitan dengan prestige
merekalah yang ke anak pertama
itu bagaimana?
Emm, kalau aku melihat itu dulu
saya pernah bertanya-tanya. Kok,
treatment-nya kayaknya beda. Kok
gue yang yang didorong-dorong
terus, dipaksa-paksa terus. Lho,
Abang kan anak pertama, Abang kan
sebagai contoh. Dia bilang kayak
gitu.
Oh ya sudah, kalau udah bilang
kayak gitu ya sudah mau gimana
lagi, kenyataannya emang kayak
gitu. Nah habis itu aku juga…aku
juga…, coba tanya sama adikku.
Dalam artian bertanyanya ee
skripsinya sampai mana, tugas akhir
sampai mana, dan dia mengerjakan.
Nah terus aku tanya, eh elu ada
ditanya-tanya mama nggak. Cuma
disuruh ingatin aja, dikerjain, udah.
Ya udah. Maksudnya itu kan yang
berbeda. Yang satu dingatin, yang
satu diingatin tapi nadanya beda.
Yang satunya diingatin, mungkin yak
arena karakter si adikku juga sih.
Dia..dia lebih cuek juga. Kayak gitu.
Jadi yaaa sebenarnya kalau rasa
Merasa ada
perbedaan perlakuan
bahwa informan lebih
sering dipaksa karena
sebagai contoh (934-
941)
Sikap menerima
kenyataan bahwa diri
adalah anak sulung
yang menjadi contoh
(942-945)
Perbedaan perlakuan
informan sebagai
anak sulung dan adik:
- Orang tua
memaksa
informan, tapi pada
adik hanya sekedar
mengingatkan
(948-956)
- Informan merespon
paksaan orang tua
sebagai beban, adik
cenderung
mengabaikan
Menyadari
informan lebih
sering dituntut
karena sebagai
contoh adik
Sikap menerima
peran diri sebagai
anak sulung
- Informan
menyadari
perbedaan
perlakuan orang
tua pada diri dan
adik
- Informan
menyadari bahwa
perintah orang
tua dianggap
sebagai beban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
322
961
962
963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
intensitasnya itu ya kerasa sih,
maksudnya yang satu tuh ya
intensitasnya ee lebih besar sih untuk
ee dipaksa-paksa. Kalau yang satu ya
mungkin dipaksa, menurutku ya,
mungkin dipaksa, cuma dia
ngeresponnya responnya lain,
diabaikan. Maksudnya kalau aku
kalau diabaikan, ya wataknya juga
beda ya, kalau diabaikan nggak bisa
daripada itu jadi beban pikiran ya
udah diikutin aja.
Nah papa kan bilang kalau kamu
harus bisa mengalahkan papa,
istilahnya standarnya di papa. Nah
misal kalau papa jadi manajer
kamu harus jadi direktur. Kamu
merasa bahwa papa ngajak
saingan, jadi kayak menantang gtu
ya. Nah pemikiran ketika kamu
ditantang seperti itu gimana?
Pemikiran dulu baru pertama
kali…pertama kali ya apa waktu
ngobrol kayak gitu itu agak nggak
masuk akal maksudnya. Ee
maksudnya pemikiran aku sebagai
orang tua harusnya dia bisa dianggap
sebagai mentor ya. Gitu ya. Nah tapi
itu kok caranya lain. Nah jadi
agak…agak bertanya-tanya juga sih
ini maksudnya apa. Jadi dulu tuh
awal-awal tuh males sih dengerin,
agak dicuekin ketika dia ngomong
itu.
Tapi sekarang karena itu juga cukup
membantu ya maksudnya yaaaa betul
juga sih kalau misalkan mau saingan
sama siapa, ini udah ada standar
yang tinggi, coba aja. Nah sekarang
pemikirannya ya udah aku coba, dan
buktinya ya bisa. Bisa, maksudnya
yaa standar mereka tuh bisa dicapai.
Ya sebenarnya aku juga punya
standar tapi kalau menurut mereka
standarku tuh itu masih kecil.
peringatan orang
tua (957-972)
Pemikiran bahwa
seharusnya papa
sebagai mentor bukan
mengajak saingan
yang tidak masuk
akal (983-995)
Awalnya
mengabaikan, tapi
sekarang merasa
bahwa tantangan papa
membantu untuk bisa
mencapai lebih baik
(996-1003)
Informan punya
standar tapi dianggap
orang tua terlalu
Pandangan awal
bahwa keinginan
bapak tidak masuk
akal
mengalahkan
Saat ini, tantangan
bapak sebagai
motivasi untuk
mencapai lebih
baik
Standar informan
dianggap kecil,
sehingga orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
323
1007
1008
1009
1010
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
Mereka harus lebih tinggi. Kayak
gitu. Jadi kadang ya kalau menurutku
standarku aku berpikir sampai lima
aja cukup, nggak mau keluar dari
zona nyaman. Tapi kalau sama
mereka itu aku kecil, sampai
sepuluh, sampai lima belas, sampai
lebih jauh lagi. Kayak gitu sih.
Saat kamu ditantang itu
kejadiannya kapan? Masih ingat
nggak?
Pas baru-baru mulai skripsi sih, baru
awal mulai skripsi. Karenaaa
seingatku dulu…dulu pernah ya itu
ketika dia, dulu aku pernah bilang
teman-teman gue tuh banyak yang
lulusnya lama, lulusnya sampai lima
tahun. Jadi aku.., salah satu
pembelaannya kayak gitu. Temen-
temen gue tuh banyak, Pa, yang
empat tahun sedikit, Pa, bisa diitung
pakai jari. Yang 4,5 tahun juga
mereka tuh paling banyak lima
tahun.
Nah itu muncul pemikiran kayak
gitu. Jangan lihat orang lain, lihat aja
Papa. Nah kayak gitu. Seingatku tuh
awal mulanya kayak gitu. Ketika aku
memberi alasan (tertawa).
Nah itu, gimana perasaanmu
ketika kamu pertama kali
mendengar itu? Lihat aja Papa.
Awalnya tuh nggak nyaman. Ini
Bapak gue. Terus kenapa harus gitu?
Yaa tahu sih harus mencontoh yang
bagus, tapi kalau dulu…maksudnya
pas pada saat itu belum apa ya,
belum bisa menerima kenyataan.
Pada akhirnya oh ya sudah nyaman-
nyaman aja.
Semakin kesini semakin paham
gitu ya?
Iya, maksudnya dengan pemahaman
sendiri sih.
rendah (1004-1014)
Saat informan
dituntut, ia mencari
pembelaan yaitu
membandingkan diri
dengan orang lain
(1019-1031)
Papa menyuruh
informan untuk tidak
melihat standar orang
lain, namun standar
dari papa (1032-
1036)
Dulu merasa tidak
nyaman dan belum
menerima bahwa
standar keberhasilan
adalah pencapaian
papa, sekarang bisa
menerima (1041-
1048)
memberi lebih
tinggi
Pembelaan
informan sebagai
boomerang
Memandang bahwa
pencapaian bapak
merupakan standar
keberhasilan diri
Awalnya merasa
tidak nyaman jika
bapak sebagai
standar
keberhasilan,
sekarang menerima
kenyataan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
324
1053
1054
1055
1056
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
Oia, sebelumnya kamu sempet
ngomong merasa depresi, ya
mungkin menurutmu bahasanya
terlalu berat. Mungkin merasa
denial, menolak, pesimis terus
berat ketika harus menanggung
peran sebagai anak pertama,
apalagi orang Batak lagi. Gitu, nah
terus kamu bilang kenapa harus
saya, gitu. Nah sekarang ini kamu
lebih mencoba menyadari eem
menyadari kalau hal tersebut
kalau kemarin itu kamu defense
gitu. Kamus saat ini lebih
berefleksi tentang itu. Nah bisa
diceritakan nggak dulu itu
kejadiannya kapan ya ketika
kamu merasa depresi itu dan
menolak hal itu, kapan ya?
Ee mungkin kalau depresi itu tuh
terlau beratlah ya bahasanya.
Mungkin stress gitu. Itu dulu ketika
SMA sih. Jadi ee ya itu karena
banyak tuntutan, mau kesini, mau ke
rumah temen-temen itu dibatasi. Jadi
kalau dulu tuh misalkan kalau pergi
tuh..itu dibatasin. Jam 9 harus pulang
ya, kalau nggak tidur diluar. Kalau
kemaleman tidur diluar (tertawa). Ee
itu ya udah. Jadi, ee apa-apa tuh
harus anak pertama. anak pertama
tuh harus gini, ntar adik-adiknya
tuh… waktu itu itu tuh aku pernah
ngapain gitu, nah adik-adikku tuh
ngikutin. Nah habis itu tuh mereka
langsung nyalahin, tuh kan mereka
ngikutin juga kan, ini tuh gara-gara
Abang. Langsung disalahin. Ya udah
iya iya. Jadinya ya cuma iya iyain aja
sih. kalau…kalau di depan- adik-
adikku yaa nggak nggak yang apa
sih, seenak-enaknya gitu. Kayak gitu.
Bisa diceritakan lebih lanjut
menanggung peran sebagai anak
Informan stress
karena banyak
tuntutan yang harus
dipenuhi (1073-1078)
Informan stress
karena menjadi
contoh adik-adik,
sehingga informan
disalahkan ketika
adik meniru perilaku
yang buruk (1083-
1095)
Merasa stress
dengan banyaknya
tuntutan orang tua
Merasa stress
karena jadi sorotan,
menjadi teladan
adik dan sering
disalahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
325
1099
1100
1101
1102
1103
1104
1105
1106
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
pertama laki-laki itu perannya
seperti apa menurutmu yang
orang tua kasih ke kamu?
Ee perannya jadi mereka tuh
mengharapkan anak pertama tuh
harus bagus dalam artian yaaa karena
kalau dari aku yang kutangkap
selama…sampai saat ini, itu tuh ada
prestige-nya sih. maksudnya tuh itu
harga diri mereka.
Jadi, ee mereka tuh ingin anak-
anaknya tuh menjadi orang, orang.
Jadi, kalau mau jadi gini, nah nanti
tuh mama yang senang. Nah
misalkan ee anaknya jadi ini,
anaknya jadi itu, anaknya jadi gitu.
Itu tuh mama yang senang. Itu
bukan..bukan orangnya yang senang.
Nah itu aku..ee itu kan ada muatan
yaaaa harga diri mereka sih gitu. Dan
kalau hal itu bukan hanya anak
pertama saja.
Ya sebenarnya semua anak itu
dikasih tuntutan yang sama sih,
bagiku yang anak anak pertama itu
yang lebih banyak kayaknya. Abang
harus bisa kayak gini ya. Kenapa?
Karena anak pertama. Dulu tuh pas
SMA sampai kuliah sempat gitu, tapi
sekarang udah udah nggak.
Nah gimana cara kamu mengatasi
hal-hal tersebut, stress akibat hal
tersebut itu, perasaan menolak
perkataan orang tua itu?
Kalau dulu tuh dibiarin ya. Ya cuek
gitu. Dibiarin, cuek dan yaa coba lari
me mengabaikan.
Tapi kalau sekarang coba dicari jalan
keluarnya sih. jadi ya win-win
solution gitu. Menurutku kayak gini,
menurut mereka seperti apa, nah
bagusnya gimana. Kayak gitu. Kalau
dulu ya itu mengabaikan, cuek. Jadi
Pandangan bahwa
orang tua
mengharapkan
informan untuk bisa
menaikkan harga diri
orang tua (1102-
1108)
Semua anak dituntut
untuk bisa menaikkan
harag diri keluarga
(1109-1120)
Informa merasa
memiliki porsi lebih
besar dalam tuntutan
orang tua (1121-
1126)
Dulu merespon
harapan orang tua
dengan cuek, lari dan
mengabaikan (1134-
1136)
Sekarang solusi
harapan orang tua
yang membuat marah
dengan win-win
solution (1139-1146)
Pandangan anak
sulung cerminan
harga diri orang tua
Pandangan bahwa
harga diri orang tua
berada pada
keberhasilan anak
Merasa porsi
harapan orang tua
lebih besar ke anak
sulung
Dulu merespon
harapan orang tua
dengan
mengabaikan
Win-win solution
cara mengatasi
akibat harapan
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
326
1145
1146
1147
1148
1149
1150
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
1166
1167
1168
1169
1170
1171
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
1182
1183
1184
1185
1186
1187
1188
1189
1190
perasaannya kalau lagi marah ya
udah dibiarin aja.
Ee berarti perasaan denialmu itu
diabaikan gitu atau kamu punya
solusinya mengatasi itu?
Itu dulu pas SMA itu terkadang di
repres. Jadi ya udahlah dibiarin aja.
Di repres, jadi yaa nggak cari jalan
keluar sih, kayak gitu. Ya bisanya
cuma di repres ya.
Kamu menyadari itu saat baru
saat ini atau kapan?
Ketika sudah belajar psikologi. Ya
banyak belajar itu. Ketika udah
belajar psikologi ooh ternyata saya
merepres. Ketika disuruh kayak gini,
nggak mau, terus repres.
Lalu saat ini kamu mengatasi
permasalahan seperti itu
bagaimana?
Kalau sekarang ketika ada masalah
dengan orang tua, itu cenderung ya
dikomunikasikan. Jadi yaa..asertif
sih. Belajar asertif. Ee perasaan saya
gimana saat itu, oh saya tidak
senang, tidak senang kenapa karena
seperti ini, menurut saya. Nah, kalau
mama gimana? Nah, menurut papa
mama gimana? Kalau menurut gue
sih kayak gini. Jadi ya leih belajar
asertif sih kalau sekarang.
Misal contohnya itu pernah dalam
situasi apa?
Kalau itu misalkan ya kayak kemarin
ee cari kerja. Ma, kalau menurut gue
kayak gini, gue tuh nggak suka
karena gini gini gini….
Perusahaannya tuh gini gini. Nah
mungkin perusahaannya tuh besar,
ketemu dengan orangnya aja udah
kayak gini. Itu baru wawancara,
belum kerja. Nah, alasan gue kayak
gini gini gini. Jadi dijelasin
alasannya gimana, nah menurut
mama gimana. Menurut mama kayak
Dulu cenderung
merepes perasaan
negatif yang muncul
akibat harapan orang
tua (1151-1155)
Sekarang sudah
belajar psikologi
sehingga membantu
mengetahui bahwa
diri merpres perasaan
negatif (1158-1162)
Saat ini, informan
cenderung
berkomunikasi
kepada orang tua
terkait perasaan dan
pendapatnya (1166-
1176)
Contoh asertif:
berdiskusi dengan
orang tua untuk
menemukan solusi
pekerjaan (1179-
1191)
Dulu, koping akibat
harapan orang tua:
merepresi
Pengetahuan
membantu
informan
menyadari koping
yang adaptif
Penyelesaian
masalah perasaan
akibat harapan
orang tua dengan
bersikap asertif
(komunikasi
perasaan dan
pendapat)
Contoh asertif:
berdiskusi dengan
orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
327
1191
1192
1193
1194
1195
1196
1197
1198
1199
1200
1201
1202
1203
1204
1205
1206
1207
1208
1209
1210
1211
1212
1213
1214
1215
1216
1217
1218
1219
1220
1221
1222
1223
1224
1225
1226
1227
1228
1229
1230
1231
1232
1233
1234
1235
1236
gini gini gini. Tapi menurut gue gini.
Berarti cara penyampaian itu pun
termasuk salah satu penyelesaian
dari apa yang kamu rasakan
daripada dipendam gitu ya?
Ya kalau sekarang caranya lebih
seperti itu. Belajar asertif sih
sekarang. Kalau dulu ya dipendam.
Ee kalau dulu tuh kenapa di repres
karena nggak berani. Nggak berani
ngomong sama orang tua, takut
dimarahi segala macem. Yaa habis
itu ee ya merasa..ee merasa nggak
nyaman sih. Karena dulu tuh tidak
terbiasa untuk mengungkapkan
perasaan……dan adikku juga gitu.
Mereka tidak terbiasa. Ya sekarang
yang terbiasa cuma aku aja dan itu
ada kaitannya sama belajar psikologi.
Jadi ya amap yang dipelajari juga
sih. gitu.
Nah, tadi kamu sempat
menyinggung mengenai win-win
solution. Maksudnya dalam ee
menyelesaikan masalah ketika
dengan orang tua menyelesaikan
dengan win-win solution. Yang
sampai sekarang pernah dicapai
dengan win-win solution itu
permasalahan gimana?
Ee misalkan kerja kemarin ya, ee
gitu. Aku bilang aku tidak di
perusahaan ini, tidak mau. Aku
jelasin ya itu ya papa, oh ya sudah di
coba saja, atau bisa jadi tempat
belajar, nambah pengalaman segala
macem. Ya sudah, oh ya. Jadi
maksud…maksudnya…maksudku
tuh seperti ini, coba dilihat dulu.
Nah, pada akhirnya, oh ya dicoba
saja. Nah kalau dulu ee maksudnya,
maksudku kayak gini, maksud dia
kayak gini, ya itu bentrok, dan
akhirnya direpres. Nah kalau
Dulu merepres
perasaan karena tidak
berani dan tidak
nyaman
mengungkapkan
(1197-1212)
Penyelesaian masalah
dnegan win-win
solution, yaitu
menyampaikan
maksud informan dan
mendengarkan
maksud papa (1223-
1238)
- Merepres karena
tidak biasa
mengungkapkan
perasaan karena
takut dimarahi
- Pengetahuan
membuat
informan mampu
asertif
Win-win solution
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
328
1237
1238
1239
1240
1241
1242
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
1251
1252
1253
1254
1255
1256
1257
1258
1259
1260
1261
1262
1263
1264
1265
1266
1267
1268
1269
1270
1271
1272
1273
1274
1275
1276
1277
1278
1279
1280
1281
1282
sekarang, ya gitu, maksudku tuh
kayak gini, ya coba aja, baik-baik.
Nah, ketika kamu disuruh orang
tua melakukan sesuatu yang
mereka harapkan, misalkan
seperti nggarap skripsi kemarin
itu, kamu lebih senang meng-iya-
kan yang dikatakan orang tua,
dikerjakan. Nah, ee terus aat itu
kamu sering merasakan capek
secara emosi. Ini karena kamu
sering ditekan. Kayak dulu pernah
disuruh masuk IPA. Sering
ditekan juga karena anak pertama
laki-laki. Bisa dijelaskan capek
secara emosi akibat tekanan orang
tua itu yang seperti apa?
Kesal sih. Kesal….mau marah sama
orang tua. Itu kan kesal sendiri. Jadi
terkadang malah cenderung
menyalahkan diri sendiri.
Menyalahkan gimana?
Jadi misalkan ee nggak masuk nggak
masuk IPA. Kenapa sih nggak bener-
bener belajar? Ini pada akhirnya
kalau dulu tuh kayak gitu. Kenapa
sih nggak belajar. Kalau sekarang
tuh yaa…ya itu tadi. Ada apa-apa
diomongin dulu sama orang tua. Jadi
ya komunikasi dua arah.
Penyelesaiannya gitu. Bukannya
langsung nggak nggak mau. Kalau
dulu tuh, kalau dulu tuh langsung eee
kamu…jadi bilang, Pa e gue nggak
mau. Pada akhirnya kenapa,
gimana… Kalau sekarang nggak
mau karena begini gini gini. Menurut
gue gini gini gini. Habis itu ntar
mereka ya kan kalau misalnya nggak
disetujui kan mereka
mengungkapkan pernyataan mereka,
menurut mereka. Ya udah. Menurut
gue tuh gini, Ma. Gitu.
Eem menurutmu ketika kamu
Mendapat tekanan
dari orang tua
membuat informan
merasa kesal dan
marah yang tidak
tersalurkan, sehingga
menyalahkan diri
sendiri (1255-1258)
Saat ini
berkomunikasi dua
arah untuk
mengungkapkan
pendapat dan diskusi
(1264-1280)
Dulu, menyalahkan
diri sendiri karena
kesal dan marah
akibat tekanan
orang tua
- Komunikasi dua
arah sebagai
solusi tuntutan
orang tua
- Asertif sebagai
solusi dari
tuntutan orang
tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
329
1283
1284
1285
1286
1287
1288
1289
1290
1291
1292
1293
1294
1295
1296
1297
1298
1299
1300
1301
1302
1303
1304
1305
1306
1307
1308
1309
1310
1311
1312
1313
1314
1315
1316
1317
1318
1319
1320
1321
1322
1323
1324
1325
1326
1327
1328
menyelesaikan suatu
permasalahan dan menyelesaikan
dengan komunikasi dua arah gitu
efektif atau nggak?
Sekali. Sangat efektif. Ee maksudnya
aku belajar eee ada belajar
komunikasi di psikologi. Ternyata
ada cara berkomunikasi. Komunikasi
itu ada dua arah, satu arah, habis itu
yang gimana-gimana. Nah itu aku
belajar, belajar. Ee kalau dulu tuh
cuma seperti tidak efektif, pesanku
tidak tersampaikan dengan baik. Nah
sekarang kalau aku ngomong ada
feedback, feedback. Ntar mereka
ngomong aku feedback. Aku lihat
mereka coba nangkap perasaan
mereka gimana di…di pas ending-
nya. Oh…oh… Kalau udah tahu aku
kasih feedback.
Kalau misal feedback orang tua
tidak sesuai dengan pemikiranmu
itu gimana?
Kalau emang cocok itu gue denger,
seperti yang ee pesan mereka itu.
Disuruh kayak Papa itu kan. Eee
Abang tuh kayak Papa. Nah kalau
dulu kan apaan sih. Nah kalau
sekarang ee maksudnya feedback-
nya aku ikutin. Nah kalau dulu tuh
pas awal-awal ee Papa tuh pernah
bilang ee daftar aja. Nanti kalau udah
daftar ikut aja wawancara. Emang
kenapa? Nggak mau gue. Capek.
Nggak papa kan bisa belajar kan?
Ketemu orang wawancara. Nah kalau
dulu pemikirannya nggak mau.
Kalau sekarag dipikir-pikir, oh iya
juga sih. karena ketemu orang,
wawancara, orangnya gimana. Kayak
gitu. Jadi diikutin. Nah, kalau…dia
juga pernah bilang, kalau masuk
HRD kan harus belajar UUD tenaga
kerja. Belejar ini…BPJS, segala
macem. Ee nggak ah gue nggak mau.
Ee tapi tuh harus! Ee itu Papa udah
Mempelajari
komunikasi dua arah
di psikologi sangat
membantu dan
efektif, karena pesan
tersampaikan dengan
baik dan memperoleh
feedback (1287-1302)
Sekarang infroman
mendengarkan dan
mengikuti feedback
dari orang tua cocok
jika sesuai dengan
diri (1306-1331)
- Berkomunikasi
dua arah efektif
dalam keluarga
- Pengetahuan
membantu
informan
Saat ini terbuka
terhadap arahan
yang sesuai dengan
diri informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
330
1329
1330
1331
tanya sama orang-orang HRD. Oh
gitu? Oya udah. Ya udah jadinya
belajar sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
331
Lampiran 16
PROTOKOL WAWANCARA
Data Diri Informan Penelitian
Waktu wawancara (hari/ tanggal/ jam) :
Durasi wawancara :
Tempat wawancara :
Inisial informan :
Jenis kelamin :
Usia :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Kegiatan saat ini :
Jumlah saudara kandung :
Usia dan jenis kelamin saudara kandung :
Panduan Wawancara
1. Rapor
a. Salam dan perkenalan
b. Menjelaskan tujuan pertemuan
c. Menjelaskan peran informan
d. Informed consent dengan surat pernyataan persetujuan wawamcara
e. Menggali data diri informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
332
2. Menggali data
a. Memberikan instruksi, bahwa silakan menjawab pertanyaan saya
sesuai dengan keadaan diri Anda, serta tidak ada jawaban yang
benar atau salah
b. Mengajukan pertanyaan
No Panduan Pertanyaan
1. Bisakah diceritakan bagaimana kehidupan Anda sebagai anak
sulung?
2. Dapatkah Anda ceritakan apa yang Anda rasakan selama ini sebagai
anak sulung?
3. Dapatkah Anda ceritakan apa yang muncul dipikiran Anda sebagai
anak sulung?
4. Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua?
5. Adakah harapan orang tua yang ditujukan kepada Anda sebagai
anak sulung? Bisa diceritakan lebih lanjut?
6. Bagaimana pandangan Anda mengenai harapan-harapan tersebut?
7. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda rasakan terhadap harapan-
harapan orang tua yang ditujukan kepada Anda?
8. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda pikirkan mengenai
harapan-harapan orang tua yang ditujukan kepada Anda?
9. Bagaimana Anda mewujudkan harapan-harapan orang tua tersebut?
10. Dampak seperti apa yang muncul akibat harapan-harapan orang tua
terhadap Anda?
11. Apakah ada perubahan pada diri Anda akibat dari harapan-harapan
orang tua yang ditujukan kepada Anda? (Bisakah Anda ceritakan
bagaimana perubahan itu terjadi?)
12. Bagaimana cara mengatasi dampak negatif yang muncul akibat dari
harapan orang tua terhadap Anda?
13. Apakah cara tersebut efektif bagi Anda untuk mengatasi dampak
negatif yang muncul?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
333
3. Penutup
a. Ucapan terimakasih
b. Kesepakatan waktu pertemuan selanjutnya jika ada data yang ingin
dilengkapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
334
Lampiran 17: Informed Consent
Informan yang terhormat,
Dengan surat ini, saya mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, dibawah ini:
Nama : Uli Yunistra Rosari Silaen
NIM : 109114149
dengan skripsi yang berjudul “Pengalaman dan Strategi Koping Anak Sulung
terhadap Harapan Orang Tua”, memohon kesediaan Saudara untuk
berpartisipasi menjadi informan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali bagaimana pengalaman anak sulung terhadap harapan orang tua
serta mengetahui bagaimana anak sulung mengatasi situasi stres yang diakibatkan
dari harapan orang tua. Keuntungan yang Anda peroleh jika berpartisipasi dalam
penelitian ini adalah dapat merefleksikan kembali pengalaman Anda sebagai anak
sulung dan bagaimana Anda memproses pengalaman dari situasi stres yang
ditimbulkan dari harapan orang tua terhadap Anda. Partisipasi Anda juga akan
memberikan sumbangan bagi keilmuan psikologi, khususunya psikologi
perkembangan, psikologi klinis, dan psikologi keluarga.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, yaitu peneliti
akan mengajukan pertanyaan terkait tujuan penelitian dan Anda diminta untuk
menjawab. Selama proses, diperlukan informasi yang jujur dan sesuai keadaan
Anda, sehingga Anda perlu mengingat-ingat kembali mengenai pengalaman
sebelumnya. Anda diperbolehkan untuk menghentikan wawancara atau mundur
dari proses ini, jika Anda merasa kurang nyaman atau muncul emosi yang tidak
enak dalam diri Anda. Wawancara dapat dilakukan kapan pun sesuai dengan
kesepakatan dan ketika Anda nyaman untuk bercerita. Hasil wawancara akan
direkam menggunakan digital voice recorder.
Data wawancara akan dijamin kerahasiaanya. Peneliti akan
menggunakan inisial sebagai pengganti nama. Selain itu, data hanya akan
didiskusikan dengan dosen pembimbing maupaun orang yang dianggap ahli yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
335
telah dipilih oleh peneliti. Anda berhak mengajukan pertanyaan terkait proses ini,
maupun mengetahui hasil dari penelitian ini. Anda secara sukarela dan dengan
sadar membuat keputusan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Tanda tangan
Anda menyatakan bahwa Anda telah memutuskan untuk berpartisipasi dalam
penelitian. Namun, hal ini tidak mengikat keberadaan Anda untuk menjadi
informan penelitian hingga proses ini berakhir.
Atas kesediaan dan partisipasinya, saya ucapakan terima kasih.
Yogyakarta, 2015
Peneliti,
_____________________ ________________________
Informan Penelitian Uli Yunistra Rosari Silaen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
336
Lampiran 18
SURAT PENYATAAN
PERSETUJUAN WAWANCARA
Dengan surat ini, saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk
diwawancarai selama proses pengambilan data untuk keperluan skripsi mahasiswa
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dibawah ini:
Nama : Uli Yunistra Rosari Silaen
NIM : 109114149
dengan skripsi yang berjudul “Pengalaman dan Strategi Koping Anak Sulung
terhadap Harapan Orang Tua”.
Saya bersedia untuk memberikan informasi dengan jujur yang sesuai
dengan keadaan diri saya. Saya juga memberikan ijin kepada peneliti untuk
merekam dan mencatat hasil pembicaraan selama proses wawancara berlangsung.
Surat ini dibuat secara sadar tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Saya berharap hasil dari wawancara ini tidak disalahgunakan dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian. Terimakasih.
Yogyakarta, 2015
………………………………..
Informan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related