pendidikan dan pembangunan
Post on 29-Jul-2015
36 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Esensi Pendidikan dan Pembangunan serta Titik Temunya
Menurut paham umum kata “pembangunan” lazimnya diasosiasikan
dengan pembangunan ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan
dengan dibangunnya pabrik-pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada
pelabuhan, alat-alat transportasi, komunikasi, dan sejenisnya. Sedangkan hal
mengenai sumber daya manusia tidak secara lansung terlihat sebagai sasaran
pembicaraan.
Padahal banyak bukti yang dialami oleh banyak Negara menunjukkan
bahwa kemajuan di bidang ekonomi dan industri ditandai oleh kenaikan GNP,
lalu kenaikan volume ekspor dan impor sebagai indikatornya, ternyata tidak
otomatis membawa kesejahteraan masyarakatnya.
Kondisi demikian justru menimbulkan gejala penyerta yang negatif,
antara lain: kegoncangan sosial politik, karena kasengsaraan masyarakat,
seperti dialami oleh Negara Pakistan akhir-akhir ini; meningkatnya
pengangguran dan kemelaratan seperti dialami oleh Malaysia dan beberapa
Negara tetangga lainnya.
Gambaran di atas itu menunjukkan bahwa pembangunan dalam arti
yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri saja belumlah
menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan, jika kegiatan-
kegiatan tersebut belum dapat mengatasi masalah yang hakiki yaitu
terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak material dan spiritual.
Disini terlihat, bahwa esensi pembangunan bertumpu dan berpangkal
dari manusianya,bukan pada lingkungannya seperti perkembangan ekonomi
sebagaimana telah dikemukakan. Pembangunan berorientasi pada pemenuhan
hajat manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.
2
Seperti yang dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional
adalah pembangunan manusia Indonesia.
Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia,berorientasi
kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kordratnya sebagai
manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia dapat dipandang
sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai “subjek” pembangunan, yaitu
dapatnya dipenuhi hajat hidup manusia sesuai sebutan dapat diartikan bahwa
yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapatnya
dippenuhi hajat hidup, jasmaniah, dan rohaniah, sebagai mkhluk individu,
mahluk social, dann makhluk religious, agar dengan demmikian dapat
meningkatkan martabatnya selaku makhluk.
Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang
dibangun. Dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtiar ke dalam diri manusia,
berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang
meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap
lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja. Ikhtiar
disebut pendidikan.
Manusia dipandang sebagai “subjek” pembangunan karena ia dengan
segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis dan
krreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan
sosial/spiritual. Perekayasaan terhadap lingkungan ini lazim disebut
pembangunan
Jika pendidikan dan pembangunan dilihat sebagai suatu garis proses,
maka keduanya merupakan suatu garis yang terletak kontinu yang saling
mengisi.
Proses pendidikan pada satu garis menempatkan manusia sebagai titik
awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat
memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia
sebagai mahkluk.
3
Bahwa hasil pendidikan menunjang pembangunan, juga dapat dilihat
korelasinya dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang
mengalami pendidikan.
Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang
dibangun. Dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtisar ke dalam diri
manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani
yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap
terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja.
Manusia sebagai sasaran pembangunan wujudnya diubah dari keadaan
yang masih bersifat “potensial” ke keadaan “aktual”.
Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya
seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan,
berpendrian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah
hati, tenggang rasa, kemampuan bekerjasama, menerima, melaksanakan
kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain dan seterusnya.
Manusia dipandang sebagai “subjek” pembangunan karena ia dengan
segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis dan
kreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial/
spiritual.
1. Pendidikan merupakan usaha dalam diri manusia sedangkan
pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri manusia.
2. Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang
pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan
(pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya).
B. Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan
Pendidikan sebagai upaya yang bulat dan menyeluruh hasilnya tidak
segera dapat dilihat. Ada jarak penantian yang cukup panjang antara
dimulainya proses usaha dengan tercapainya hasil.
4
Namun demikian jika ditilik secara saksama tidaklah dapat dipungkiri
bahwa andil yang diberikan oleh pendidikan pada pembangunan sungguh-
sungguh sangat besar. Jika pembangunan dipandang sebagai sistem makro
maka pendidikan merupakan sebuah komponen atau bagian dari
pembangunan.
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada
beberapa segi:
1. Segi sasaran pendidikan
2. Segi lingkungan pendidikan
3. Segi jenjang pendidikan
4. Segi pembidangan kerja atau sektor kehidupan
1. Segi Sasaran Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik
agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral
tinggi. Tujuan citra manusia pendidikan adalah terwujudnya citra manusia
yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi. Menurut
Prof. DR. Slamet Iman Santoso bahwa tujuan pendidikan menghasilkan
manusia yang baik yang dimanapun dia berada akan memperbaiki
lingkungan tersebut.
2. Segi Lingkungan Pendidikan
Peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem sebagai
berikut :
a. Lingkungan keluarga (Pendidikan informal)
Di dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai kebiasaan
yang baik (habit formation) tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kecekatan, kesopanan dan moral serta menanamkan keyakinan-
keyakinan yang penting terutama hal-hal yang bersifat religius yang
merupakan landasan yang sangat diperlukan untuk pembangunan.
5
b. Lingkungan sekolah (Pendidikan formal)
Disini peserta didik dibimbing untuk memperoleh bekal yang
telah diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Bekal tersebut antara lain : bekal dasar
lanjutan (dari SD dan sekolah lanjutan) maupun bekal kerja yang
langsung dapat digunakan aplikatif ( SMK dan Perguruan Tinggi) yang
dipersiapkan secara formal yang berguna sebagai sarana penunjang
pembangunan di berbagai bidang.
c. Lingkungan Masyarakat (Pendidikan non-formal)
Disini peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai
jenis pekerjaan, khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan
belajar melalui jalur formal. Sistem pendidikan non-formal mengalami
perkembangan yang sangat pesat karena semakin berkembangnya
sektor swasta yang menunjang pembangunan dan juga sebagai upaya
untuk menciptakan kestabilan nasional.
3. Segi Jenjang Pendidikan
Pendidikan dasar merupakan basic education yang memberikan
bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Artinya
pendidikan tinggi berkualitas, jika pendidikan menengahnya berkualitas,
dan pendidikan menengah berkualitas, jika pendidikan dasarnya
berkualitas.
Jenjang pendidikan terdiri atas 3 jenjang yaitu :
1) Jenjang Pendidikan Dasar (Basic Education / Sekolah Dasar)
2) Jenjang Pendidikan Menengah (Sekolah Menengah)
3) Jenjang Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi)
6
Jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah (SM), dan
pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kepada para peserta didik
secara berkesinambungan.
Dengan basic education pada pendidikan dasar juga diartikan
bahwa pendidikan dasar memberikan bekal dasar kepada warga Negara
yang tidak sempat melanjutkan pendidikan untuk dapat melibatkan diri ke
dalam gerak pembangunan. Pendidikan pada tingkat menengah
memberikan dua macam bekal yaitu membekali peserta didik yang ingin
melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi peserta
didik yang tidak melanjutkan sekolah (SMTA). Pendidikan tinggi (PT)
memberikan bekal kerja keahlian menurut bidang tertentu.
4. Segi Pembidangan Kerja atau Sektor Kehidupan
Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi antara lain :
bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, dan
komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain.
Pembangunan sektor kehidupan dapat diartikan sebagai aktifitas,
pembinaan, pengembangan dan pengisian bidang-bidang kerja tersebut
agar dapat memenuhi hajat hidup warga Negara suatu bangsa sehingga
tetap jaya dalam kancah kehidupan antara bangsa-bangsa di dunia.
Uraian tentang sumbangan pendidikan pada pembangunan seperti
dikemukakan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Pada langkah pertama, pendidikan menyiapkan manusia
sebagai sumber daya pembangunan. Kemudian manusia
selaku sumber daya pembangunan membangun
lingkungannya.
b) Pada instansi terakhir, manusialah yang menjadi kunci
pembangunan. Kesuksesan pembangunannya sangat
tergantung kepada manusianya.
c) Pendidik memegang peranan penting karena merekalah yang
menciptakan manusia pencipta pembangunan.
7
C. Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional
Pada bagian ini akan dikemukakan dua hal, yaitu :
1. Mengapa sistem pendidikan harus dibangun.
2. Wujud pembangunan sistem pendidikan
1. Mengapa Sistem Pendidikan Harus Dibangun?
Adalah logis jika sistem pendidikan yang merupakan sarana bagi
manusia untuk mengantarkan dirinya menuju kepada kesempurnaan itu
juga perlu disempurnakan.
Sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk
menemukan jawaban atas teka-teki mengenai dirinya, juga selalu
disempurnakan.
Selanjutnya persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai
persoalan nasional karena pendidikan berhubungan dengan masa depan
bangsa.
Sistem pendidikan perlu dibangun agar dapat memenuhi kebutuhan
manusia. Manusia cenderung berupaya untuk mendekatkan dirinya pada
kesempurnaan, untuk itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, termasuk
sistem pendidikan. Selain itu, pengalaman manusia juga berkembang.
Itulah sebabnya mengapa sistem pendidikan sebagai sarana yang
menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka teki mengenai
dirinya, juga selalu disempurnakan.
a. Menurut L. Geveld : Setiap pendidikan selalu berurusan
dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan
harus selalu dididik.
b. Menurut Drijarkara : Manusia digambarkan sebagai makhluk
yang selalu meng-ada artinya manusia itu adalah makhluk yang
selalu mencari yang belum ada karena sasaran yang ada sudah
8
dibosani. Mencari dan mengadakan yang belum ada berarti
berkreasi.
c. Menurut Max Scheller : Manusia digambarkan sebagai hewan
yang sakit.
Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia karena hanya
manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (demikian menurut
Langeveld). Pengalaman manusia akan mengalami perkembangan, itulah
sebabnya mengapa sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar
manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki mengenai diriya, juga
selalu disempurnakan.
Selanjutnya persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai
persoalan nasional kerena pendidikan berhubungan dengan masa depan
bangsa. Jika masyarakat Indonesia (menurut rencana pembangunan) pada
Pelita VI berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, tentunya
pola pikir dan perilaku yang dilandasi oleh situasi dan kondisi di mana
manusia disibukkan dengan kegiatan industri.
Kriteria “kualitas manusia” tentu berubah sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang berkembang. Misalnya soal pendidikan dasar (basic
education) minimal bagi warga Negara berubah dari 6 tahun menjadi 9
tahun. Penghargaan masyarakat terhadap waktu juga berubah, dan
seterusnya.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu
sistem pendidikan harus berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an
agent of social change (agen perubahan sosial) tidak berfungsi sebagimana
mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga
kependidikannya mau tidak mau harus disesuaikan dengan tuntunan baru
tersebut.
9
2. Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu
sama lain bertalian erat, yaitu :
a. Aspek filosofis dan keilmuan
b. Aspek yuridis atau perundang-undangan
c. Struktur
d. Kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan,
orientasi
a. Hubungan antar Aspek-aspek
Aspek filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi
butir-butir yang lain. karena memberikan arah serta mewadahi butir-
butir yang lain. artinya, struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain
yang lain itu harus mengacu kepada aspek filosofis, aspek keilmuan,
dan aspek yuridis. Oleh karena itu, perubahan apa pun yang terjadi
pada struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut harus tetap
berada di dalam wadah filosofis dan yuridis.
Meskipun aspek filosofis itu menjadi landasan tetapi tidak harus
diartikan bahwa setiap menjadi perubahan filosofis dan yuridis harus
diikuti dengan aspek-aspek yang lain itu secara total. Contohnya
Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 diubah menjadi
Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, tetapi struktur pendidikan tetap saja seperti yang
lalu yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Hal yang sama tetap berlangsung meskipun falsafah pendidikan
zaman penjajahan berubah sejak mulai kita merdeka dengan falsafah
pancasila.
10
b. Aspek Filosofis Keilmuan
Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan nasional pendidikan.
Rumusan tujuan pendidikan nasional yang tentunya memberikan
peluang bagi pengembanga hakikat manusia yang kodrati yang berarti
pula bersifat wajar. Bagi kita pengembangan sifat kodrati manusia itu
pararel dengan jiwa Pancasila.
Bagi kita pengembangan sifat kodrati manusia itu paralel
dengan jiwa Pancasila. Filsafat Pancasila ini menggantikan secara total
falsafah pendidikan penjajah. Penjajah memfungsikan pendidikan
sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil tetapi
bersifat bergantung dan loyal kepada penjajah.
Pendidikan yang sehat harus merupakan titik temu antara “teori”
dengan “praktek”, demikian kata J. H. Gunning, “Theorie zonder
praktijk is voor genieen, praktijk zonder theorie is voor gekken en
schurken”. Teori tanpa praktek hanya cocok bagi orang-orang pintar,
sedangkan praktek tanpa teori hanya terdapat para orang gila.
Iklim seperti ini jelas berbeda dengan sistem pendidikan dari
bangsa yang merdeka, yang arah dan tujuannya adalah mewujudkan
manusia-manusia yang cakap dan terampil, bersifat dinamis, kreatif,
dan inovatif serta mandiri tetapi penuh tenggang rasa.
Kecuali filsafat, segi keilmuan juga memberikan sumbangan
penting terhadap sistem pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan
yang telah dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan
tunjangan dari teori keilmuan.
c. Aspek Yuridis
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum
pendidikan sifatnya relatif tetap. Hal ini dimungkinkan oleh karena
UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas.
11
Beberapa pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya
eksplisit (pasal 31 ayat (1) dan (2); pasal 32) maupun yang inplisit
(pasal 27 ayat (1) dan (2); pasal 34)). Pasal-pasal tersebut yang sifat
masih sangat global dijabarkan lebih rinci ke dalam bentuk UU
Pendidikan. Berdasarkan UU Pendidikan inilah sistem pendidikan
disusun dan dilaksanakan.
Kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru,
khususnya kebutuhan akan penyempurnaan sistem pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut. Jelasnya
sistem pendidikan perlu disempurnakan, dan tugas ini hanya dapat
dilakukan dengan mendasarkan diri pada Undang-Undang Pendidikan.
1) Isi UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SPN) lebih komprehensif, dalam arti bahwa UU
No. 2 Tahun 1989 ini mencakup semua jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan.
2) Sifat UU RI No. 2 Tahun 1989 lebih fleksibel dp. UU No.
4/1950 dan UU No. 22/61. Fleksibilitas ini terlihat dalam
hal-hal seperti :
- Masih memberi peluang untuk dilengkapi dengan
peraturan-peraturan pemerintah dan keputusan menteri
- Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional
- Adanya tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, dan keluarga dalam menyelenggarakan
pendidikan sehingga pendidikan dapat mengarah
kepada keserasian pemenuhan tujuan negara di satu
pihak dan kepentingan rakyat banyak di pihak yang lain
pada masa mendatang.
3) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tidak hanya bersifat
mengatur (seperti UU Pendidikan yang lalu), tetapi juga
memiliki kekuatan hukum yang bersifat memaksa
4) UU No. 2 Tahun 1989 lebih memperhatikan prospek masa
depan.
12
d. Aspek Struktur
Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan pada
upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan
jenis pendidikan, lama waktu belajar dari jenjang yang satu ke jenjang
yang lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
Dalam prakteknya, pembangunan pola struktur tidak dapat
dipisahkan dari aspek filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda
misalnya, sekolah taman kanak-kanak belum dianggap sebagai suatu
kebutuhan. Jenjang pendidikan formal yang terendah adalah sekolah
rakyat/sekolah desa (volk school) 3 tahun. Dalam hal demikian sekolah
desa tidak berfungsi sebagai pendidikan dasar (basic education) yang
memberikan bekal dasar kepada setiap warga Negara untuk berperan
serta dalam pembangunan, tetapi sekadar untuk konsumsi politik etis
dan menyiapkan tenaga buruh yang sekedar dapat membaca dan
menulis guna melancarkan roda pemerintah penjajah.
Terjadinya perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita
dapat disebut, antara lain: Pendidikan guru pada zaman penjajahan
Belanda dikenal apa yang disebut CVO (Cursusnvoor Volk-Onderwijs)
dengan lama studi 2 tahun sesudah sekolah rakyat (SR) 5 tahun,
Normal School yang lama studinya 4 tahun sesudah SR 5 tahun, setara
dengan SGB (Sekolah Guru Bawah).
e. Aspek Kurikulum
Kurikulum merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan
kurikuler berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan dimaksud
mungkin mengenai materinya, orientasinya, pendekatannya ataupun
metodenya.
Kurikulum dalam sistem pendidikan persekolahan di Negara kita
telah mengalami penyempurnaan-penyempurnaan dalam
perjalanannya.
13
Pada zaman penjajahan Belanda karena sederhananya tujuan
yang ingin dicapai, maka kurikulum pada SR (Sekolah Rakyat)
misalnya dikenal dengan apa yang disebut 3R’s. Pada zaman
penjajahan Jepang pelajaran diwarnai iklim militeristis (upacara
penghormatan Hinomaru, Taiso (sekarang SKJ), latihan kemiliteran,
Kingrohasi (kerja bakti), menyanyikan nyanyian-nyanyian perjuangan
dan pelajaran bahasa dan tulisan Jepang). Sedangkan pelajaran-
pelajaran yang lain dinomorduakan.
Pada era orde lama materi pelajaran tujuh bahan zaman orde
lama dan pokok indoktrinasi (tahun 1950-1960-an) menempati posisi
penting dalam kurikulum, terutama kurikulum pendidikan tinggi.
Dengan terjadinya tragedi nasional pada tahun 1965, maka pada era
orde baru, mulai tahún 1966, materi tujuh bahan pokok ditiadakan dan
materi Pendidikan Moral Pancasila menjadi materi pokok dalam
kurikulum pada semua jenjang pendidikan.
Kurikulum pada pra-universitas secara keseluruhan dibenahi
sehingga lahir kurikulum 1968. Tetapi kurikulum ini belum dianggap
memberikan rambu-rambu yang jelas, baik orientasinya maupun
pendekatan kurikulumnya. Usaha selanjutnya menghasilkan kurikulum
1975/1976 yang berorientasi pada hasil (product oriented) dengan
metode PPSI (Prosedur Kurikulum Pengembangan Sistem
Instruksional). Tetapi Karena pengalaman antara tahun 1976 sampai
dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki tidak
tercapai sampai dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang
dikehendaki tidak tercapai, maka upaya penyempurnaan kurikulum
selanjutnya meghasilkan kurikulum 1984. Model ini memadukan dua
orientasi yaitu product oriented dengan process oriented, yang
ditunjang dengan pendekatan CBSA. Kemudian menjelang tahun 1990
dilengkapi dengan muatan lokal dalam kurikulum, yang berlatar
belakang pada tuntutan sosial kultural dari derap pembanguan.
14
D. Pembangunan Nasional
1. Batasan
Sumitro Djojohadikusuma menyatakan, “Pembangunan ekonomi
berarti suatu proses perubahan struktural dalam perimbangan-perimbangan
ekonomi yang terdapat dalam masyarakat.” Pembangunan ekonomi berarti
suatu proses perubahan struktural produksi (pendapatan nasional). Struktur
penduduk dan mata pencaharian (lapangan pekerjaan) dan struktur lalu
lintas barang, jasa dan modal dalam hubungan internasional. Apabila
konsep ini diterapkan untuk pengertian pembangunan Negara-kebangsaan,
maka pembangunan berarti suatu proses perubahan struktural kehidupan
bernegara kebangsaan, yang tercakup didalam struktural politik dan
pertahanan keamanan, struktur ekonomi, serta struktur tata masyarakat dan
budaya.
2. Tujuan (Masyarakat Masa Depan)
Pembangunan nasional Indonesia pada akhirnya harus bertujuan
mencapai negara kesatuan yang berkedaulatan rakyat serta adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
Pembangunan nasional Indonesia harus bertujuan mencapai Negara
kesatuan yang berkedaulatan rakyat serta adil dan makmur berdasarkan
pancasila, yang mampu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
b. Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
3. Strategi Pelaksanaan
Tujuan akhir pembangunan nasional Indonesia dilakukan dengan
jalan melaksanakan serangkaian pembangunan. Rangkaian upaya
pembangunan tersebut dibagi dalam tahap-tahap pembangunan jangka
15
panjang selama 25 tahun dan tahap pembangunan jangka pendek yang
berlangsung selama 5 tahun. Strategi dasar pembangunan nasional
Indonesia selama kurang lebih 30 tahun yang bertumpu pada
pembangunan ekonomi yang terkait dengan pembangunan dibidang
lainnya.
4. Karakteristik
Pembangunan nasional merupakan :
a. Bentuk pengamalan Pancasila
b. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya
c. Dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap
dan berlanjut
d. Pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat
e. Trilogi pembangunan yaitu : pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan
stabilitas sosial
5. Asas
Terdiri dari :
a. Kemampuan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Manfaat
c. Adil dan merata
d. Keseimbangan, keserasian, keselarasan dalam perikehidupan
e. Mandiri
f. Hukum
g. IPTEK
6. Kedudukan Pembangunan Pendidikan
Mencakup tujuh bidang, yaitu :
a. Bidang ekonomi
b. Bidan kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan
16
c. Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
d. Bidang IPTEK
e. Bidang hukum
f. Bidang politik
g. Bidang pertahanan dan keagamaan
E. Peranan Pembangunan Nasional
1. Payung pembangunan pendidikan nasional yang berfungsi menjadi salah
satu pembatas lingkungan pembangunan pendidikan nasional, dan
parameter atau tolak ukur kontribusi keberhasilan fungsi pembangunan
pendidikan nasional terhadap pembangunan nasional.
2. Sumber yang memberikan masukan pada pembangunan pendidikan
nasional berupa hasil-hasil pembangunan seperti informasi, energi
(tenaga), bahan-bahan, dan lain-lain.
17
top related