pendahuluan - uin bantenrepository.uinbanten.ac.id/4066/3/bab i-5.pdf · 2019. 6. 26. · metode...
Post on 18-Mar-2021
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh
kembangkan potensi sumber daya manusia (siswa) dengan cara mendorong dan
memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail dalam Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I Pasal 1
pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses belajar agar siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Pendidikan juga merupakan segala usaha yang dilakukan untuk mendidik
manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi dan
kemampuan sebagaimana mestinya.2 Dalam hal ini tentu saja diperlukan adanya
pendidik yang professional di bidangnya masing-masing. Pendidikan memiliki
kedudukan yang penting dalam kehidupan, hal ini dikarenakan pendidikan dapat
melahirkan manusia-manusia yang berpotensi, selain itu Islam mewajibkan
setiap Muslim untuk menimba ilmu. Ilmu pendidikan memiliki cangkupan yang
1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,(pdf).
2 Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, Cet. Ke-3, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2012), 14.
2
sangat luas, salah satunya ialah pendidikan agama. Pendidikan agama sebagai
pembelajaran yang didalamnya memuat penanaman nilai-nilai yang berfungsi
dalam pembentukan pribadi yang baik dengan kegiatan belajar.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.3 Dalam proses
pembelajaran seharusnya peserta didik dapat menguasai materi pembelajaran
dalam tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun dalam
pencapaian ketiga aspek tersebut bukan berarti tanpa kendala. Kompleksitas
persoalan yang muncul disebabkan antara lain oleh faktor guru, peserta didik,
sarana dan prasarana pendidikan. Proses pembelajaran bagaikan sebuah sistem
yang terdiri dari beberapa komponen, yang komponen tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen tersebut adalah
tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi.
Dari beberapa komponen pembelajaran tersebut memiliki tugas masing-masing
yang saling berkaitan untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Salah satu komponen pembelajaran yang penting yaitu metode
pembelajaran.
Metode mengajar merupakan cara-cara yang digunakan guru untuk
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan.4 Dalam
kegiatan mengajar makin tepat metode yang digunakan maka makin efektif dan
3 Yahdinil Firda Nadirah, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Serang: Dinas PendidikanProvinsi Banten, 2014), 61.
4 Eneng Muslihah, Metode dan Strategi Pembelajaran, (Ciputat: Haja Mandiri, 2014),2.
3
efisien kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa yang pada
akhirnya akan menunjang dan mengantarkan keberhasilan belajar siswa serta
keberhasilan mengajar yang dilakukan oleh guru. Karena guru harus memilih
dengan tepat metode apa yang akan digunakan dalam mengajar dengan melihat
tujuan belajar yang hendak dicapai, situasi dan kondisi serta perkembangan
siswa. Metode dalam mengajar berperan sebagai alat untuk menciptakan proses
mengajar dan belajar. Proses pembelajaran yang didominasi oleh metode
ceramah biasanya kurang memberikan arahan pada proses pemahaman,
pencarian, penemuan, dan penerapan.
Metode discovery learning adalah pengetahuan baru yang diperoleh
siswa dilakukan melalui aktivitas discovering atau menemukan, dimana guru
mengarahkan siswa sedemikian rupa sehingga siswa menemukan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip melalui mentalnya sendiri.5
Kemandirian belajar peserta didik adalah sejauhmana dalam proses
pembelajaran itu siswa dapat ikut menentukan tujuan, bahan dan pengalaman
belajar, serta evaluasi pembelajarannya. Karena siswa yang kurang mandiri
biasanya lebih menyukai program pembelajaran yang sudah terstruktur dan
tujuannya sudah dirumuskan dengan jelas.6
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru mata
pelajaran Fiqih kelas XI di MA Al-Hidayah Kadulawang, peneliti menemukan
5 Alamsyah Said, dan Andi Budimanjaya, 95 Strategi Mengajar, (Jakarta: Kencana,2015), 117.
6 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 365-367.
4
kurangnya keefektifan metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode
konvensional, dimana pembelajaran masih terpusat pada guru, dan melihat
rendahnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran serta strategi
pembelajaran kurang bervariasi sehingga sikap kemandirian belajar siswa tidak
nampak.7 Dimana siswa menjadi pasif dalam model pembelajaran ini,
dikarenakan siswa hanya mendengarkan ceramah guru, dan cenderung
mengotak-ngotakan siswa serta materi yang diperoleh mudah terlupakan
sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kurang efektif dan efisien.
Berdasarkan permasalahan tersebut penerapan metode discovery learnig
ini adalah metode yang dianggap cocok untuk melatih kemandirian siswa dalam
pembelajaran Fiqih. Atas dasar inilah diperlukan metode pembelajaran yang
sesuai pada tiap bahasan, yang lebih penting lagi adalah dengan metode ini
diharapkan menjadi interaksi belajar mengajar yang baik antara peserta didik
dan guru dalam proses pembelajaran
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Efektivitas Penerapan Metode Discovery Learning
Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Pembelajaran Fiqih (Studi
Eksperimen di MA Al-Hidayah Kadulawang Pandeglang Banten)”.
7 Wawancara dengan guru Fiqih, pada hari Selasa, 15 Januari 2019, jam 10:30 WIB.
5
B. Identifikasi masalah
1. Kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran
2. Metode pembelajaran masih terpusat pada guru
3. Peserta didik cenderung pasif dan kurang mandiri
4. Strategi dan metode pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal
5. Pelaksanaan pembelajaran Fiqih belum maksimal
C. Batasan masalah
Agar lebih terfokus dan mempermudah peneliti, maka masalah-masalah
tersebut dibatasi sebagai berikut:
1. Pembahasan difokuskan metode discovery learning
2. Kemandirian belajar yang difokuskan yaitu pada mata pelajaran Fiqih
3. Objek penelitian ini adalah siswa kelas XI MA Al-Hidayah Kadulawang
D. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan metode discovery learning pada pembelajaran Fiqih di
MA Al-Hidayah Kadulawang?
2. Seberapa besar efektifitas penerapan metode discovery learning terhadap
kemandirian belajar siswa pada pembelajaran Fiqih di MA Al-Hidayah
Kadulawang?
6
E. Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode discovery learning pada
pembelajaran Fiqih di MA Al-Hidayah Kadulawang
2. Untuk mengetahui seberapa besar efektifitas penerapan metode discovery
learning terhadap kemandirian belajar siswa pada pembelajaran Fiqih di MA
Al-Hidayah Kadulawang
F. Manfaat penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan terkait
implementasi metode discovery learning terhadap kemandirian belajar siswa
pada pembelajaran Fiqih.
2. Praktis
a. Siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian
belajar siswa di MA Al-Hidayah Kadulawang.
b. Guru, hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan bagi guru dalam
megembangkan kemandirian belajar siswa di MA Al-Hidayah
Kadulawang.
c. Lembaga
1) Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi
sumber belajar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di MA Al-
Hidayah Kadulawang.
7
2) Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan, serta pemikiran yang bermanfaat khususnya bagi peneliti
dalam wawasan keilmuan.
d. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini sebagai tambahan informasi
bagi peneliti yang berkepentingan dalam dunia pendidikan untuk
penelitiannya.
G. Sistematika pembahasan
Dalam sistematika pembahasan penelitian skripsi ini terdiri dari Lima
Bab dan sub yang tersusun sebagai berikut:
Bab Kesatu Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Batasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab Kedua Landasan Teoritis, membahas tentang Metode discovery
learning diantaranya: Pengertian metode discovery learning, Ciri-ciri metode
discovery learning, Tujuan pembelajaran penemuan (discovery learning),
Langkah-langkah Strategi Discovery Learning, Peranan guru dalam
pembelajaran discovery learning, Tipe-tipe pembelajaran penemuan, Kelebihan
dan kekurangan metode discovery learning. Kemandirian Belajar siswa
diantaranya: Pengertian kemandirian belajar, Bentuk-bentuk kemandirian,
Proses perkembangan kemandirian, Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian, Perkembangan kemandirian peserta didik dan implikasinya bagi
8
pendidikan. Pembelajaran Fiqih, Pengertian Pembelajaran Fiqih. Hasil-hasil
penelitian yang relevan, Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian.
Bab Ketiga Metodologi penelitian, meliputi Tempat dan Waktu
Penelitian, Metode Penelitian, Populasi dan Sampel, Variabel Penelitian,
Instrument dan Teknik Pengumpulan Data, serta Teknik Analisis Data.
Bab Keempat Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi Deskripsi Data
Hasil Penelitian dan analisis, Uji Normalitas dan Homogenitas, Pengujian
Hipotesis, dan Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab Kelima Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
9
BAB II
LANDASAN TEORITIS TENTANG METODE DISCOVERY
LEARNING, KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DAN
PEMBELAJARAN FIQIH
A. Metode Discovery Learning
1. Pengertian Metode discovery learning
Metode secara harfiah berarti cara, sedangkan secara umum metode
diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan
menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis8. Metode mengajar
merupakan cara-cara yang digunakan guru untuk menyampaikan bahan
pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan.
Discovery berasal dari bahasa Inggris, bersifat kata kerja yang berarti
penemuan. Strategi discovery learning adalah pengetahuan baru yang
diperoleh siswa dilakukan melalui aktivitas discovering atau menemukan,
dimana guru mengarahkan siswa sedemikian rupa sehingga siswa
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui mentalnya sendiri.9
Jadi siswa dituntut untuk aktif dan menemukan teori ataupun materi sendiri
sehingga siswa mampu menyimpulkannya.
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini
8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: RemajaRosdakarya, 2014), 198.
9 Alamsyah Said, Andi Budimanjaya, 95 Strategi Mengajar, 117.
9
10
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap
suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Menurut Wilcox dalam bukunya Hosnan, dalam pembelajaran
dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka sendiri.10
Discovery learning adalah metode pembelajaran yang cenderung
meminta siswa untuk melakukan observasi, eksperimen atau tindakan ilmiah
hingga mendapatkan kesimpulan dari hasil tindakan ilmiah tersebut. Dengan
kata lain siswa sendiri yang diminta menemukan suatu teori dengan
pengalaman belajar yang telah dialami oleh siswa.11 Discovery learning
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk belajar
mencari dan menemukan sendiri. Dalam strategi pembelajaran ini penyajian
bahan pelajaran oleh guru tidak langsung dalam bentuk final, tetapi siswa
diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan mepergunakan
teknik pendekatan pemecahan masalah. Proses pembelajaran berlangsung
dengan cara memberikan stimulus atau rangsangan yang dapat mendorong
10 Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, Cet.Ke 2, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 280-281.
11 Munif Chatib, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan SemuaAnak Juara, Cet. Ke 12, (Bandung: Kaifa, 2013), 130.
11
siswa untuk ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, dan
peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan fasilitator.12
Pembelajaran discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip.13
Dari paparan diatas jadi dapat disimpulkan metode discovery learning
adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk
menemukan teorinya sendiri dengan pengalaman belajar yang telah dialami
oleh siswa sehingga siswa dapat menyimpulkannya, metode ini juga
mengajarkan siswa untuk belajar mandiri.
2. Ciri-ciri metode discovery learning
Dalam metode discovery learning yang digunakan guru mengandung
tiga ciri utama mengajar, yaitu:
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan
b. Berpusat pada siswa
12 Eneng Muslihah, Metode dan Strategi …, 53.13 Endang Ayu Patrianingsih, Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning
terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Sikap Ilmiah Peserta Didik SMA Negeri 3 Takalar,UNM Journal of Biological Education Vol. 1, No. 1 (November 2017). 33.
12
c. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang sudah ada14
Ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:
a. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar siswa
b. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai
c. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekankan
pada hasil
d. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan
e. Menghargai peranan pengalaman kriitis dalam belajar
f. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
g. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
h. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif
i. Banyak menggunakan terminology kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran seperti prediksi, inferensi, kreasi dan analisis
j. Menekankan pentingnya bagaimana siswa belajar
k. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru
l. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
m. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar
14 Alamsyah Said, dan Andi Budimanjaya, 95 Strategi Mengajar, 117.
13
n. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
o. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan
dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.15
3. Tujuan pembelajaran penemuan (discovery learning)
Pembelajaran penemuan memiliki sejumlah tujuan, Bell dalam
bukunya Donni Juni Priansa menyatakan beberapa tujuan diantaranya yaitu:
a. Partisipasi dan keaktifan
Pembelajaran penemuan mendorong peserta didik untuk
berpartisipasi dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan
menunjukan bahwa partisipasi banyak peserta didik dalam pembelajaran
meningkat ketika penemuan digunakan
b. Penemuan situasi dan meramalkan
Melalui pembelajaran penemuan, peserta didik belajar menemukan
pola dalam situasi konkret ataupun abstrak, juga meramalkan (extrapolate)
informasi tambahan yang diberikan
c. Merumuskan strategi tanya jawab
Peserta didik akan belajar cara merumuskan strategi tanya jawab
yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh
informasi yang bermanfaat dalam menemukan
15 Hosnan, Pendekatan Saintifik dan …, 284-285.
14
d. Melatih kerjasama
Pembelajaran penemuan membantu peserta didik untuk membentuk
kerjasama yang efektif, saling berbagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain
e. Penemuan lebih bermakna
Beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan, konsep, dan
prinsip yang dipelajari melalui pembelajaran penemuan menjadi lebih
bermakna
f. Memudahkan transfer
Keterampilan yang dipelajari dalam situasi pembelajaran penemuan
dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.16
Jadi dapat disimpulkan tujuan dari metode discovery learning yaitu
mendorong peserta didik aktif dalam pembelajaran sehingga terjadinya
proses tanya jawab dan melatih kerjasama. Dimana dalam hal ini peserta
didik dibagi menjadi beberapa kelompok kemudian peserta didik
berdiskusi dan saling bertukar pendapat sehingga sikap kemandirian
belajar siswa mulai nampak.
16 Donni Juni Priansa, Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran, Cet. Ke 1,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2017), 260.
15
4. Langkah-langkah strategi discovery learning
Langkah-langkah strategi discovery learning meliputi:17
a. Stimulation (pemberian rangsangan)
Guru mengajukan permasalahan kepada siswa atau siswa
menemukan sendiri permasalahan dalam buku teks atau sumber-sumber
lainnya
b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah serta
merumuskan permasalahan yang paling menarik dan paling aktual untuk
dipecahkan. Dari rumusan masalah yang ditemukan, siswa dibimbing
untuk mencari jawaban sementara atau merumuskan hipotesis yang
merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah dibuat
c. Data collection (pengumpulan data)
Untuk membuktikan rumusan hipotesis yang telah dibuat, siswa
diberi kesempatan untuk membuktikannya melalui kegiatan pengumpulan
data (data collection) dengan mencari dan mengumpulkan berbagai
informasi yang diperlukan dan relevan dengan cara membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba
sendiri, dan sebagainya
17 Eneng Muslihah, Metode dan Strategi …, 53-54.
16
d. Data processing (pengolahan data)
Pada kegiatan pemprosesan data semua informasi yang telah
diperoleh baik melalui hasil bacaan, wawancara, observasi dan
sebagainya, kemudian diolah, diklasifikasikan, ditabulasikan, bahkan bila
diperlukan dihitung dengan menggunakan analisis statistik diskriptif
maupun analisis statistik inferensial
e. Verification (pembuktian)
Dari hasil pengolahan dan pentafsiran, atau informasi yang ada dan
dengan bantuan analisis statistik diskriptif dan analisis statistik inferensial,
dugaan sementara atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak
f. Generalization (menarik kesimpulan)
Tahap selanjutnya adalah siswa dibimbing untuk menarik
kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi yang telah dilakukan pada
langkah-langkah sebelumnya.
Metode pembelajaran dengan cara ini lebih mudah dihapal dan
diingat serta mudah ditransfer dalam memecahkan permasalahan. Dengan
metode ini kemampuan dan kecakapan siswa akan lebih berkembang serta
dapat menumbuhkan motivasi intrinsik, karena siswa merasa puas atas
usahanya menggali permasalahan dan mencari pemecahannya sendiri.
17
5. Peranan guru dalam pembelajaran discovery learning
Dahar dalam bukunya Hosnan mengemukakan beberapa peranan guru
dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:18
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat
pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu
dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar
penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan
c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang aktif, ikonik dan
simbolik
d. Apabila siswa memecahkan masalah dilaboratorium atau secara teoritis,
maka guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau
aturan yang akan dipelajari, guru sebaiknya memberikan umpan balik
pada waktu yang tepat
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan.
Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari
generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisasi-generalisasi itu.
18 Hosnan, Pendekatan Saintifik dan …, 286-287.
18
6. Tipe-tipe pembelajaran penemuan
Trowbidge dan Bybee dalam bukunya Donni Juni Priansa membagi
metode pembelajaran penemuan menjadi dua tipe, yaitu penemuan
terbimbing dan penemuan bebas. Selain kedua tipe tersebut, beberapa pakar
menambahkan tipe yang ketiga yaitu laboratory.19
a. Penemuan bebas
Pembelajaran penemuan bebas tepusat pada peserta didik dan tidak
terpusat pada guru. Peserta didik menentukan tujuan dan pengalaman
belajar yang diinginkan, sedangkan guru hanya memberikan masalah dan
situasi belajar kepada peserta didik. Peserta didik mengkaji fakta atau
relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik simpulan (generalisasi)
dari apa yang peserta didik temukan. Kegiatan ini hampir tidak
mendapatkan bimbingan guru. Pada umumnya, penemuan bebas dilakukan
pada kelas yang pandai.
b. Penemuan terbimbing
Pada penemuan terbimbing, guru mengarahkan dan membimbing
perserta didik berkenaan dengan materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang
diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog
sehingga diharapkan peserta didik dapat menyimpulkan sesuai dengan
rancangan guru. Simpulan yang harus ditemukan oleh peserta didik harus
dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran dengan metode
19 Donni Juni Priansa, Pengembangan Strategi dan …, 263-264.
19
penemuan, peserta didik harus benar-benar aktif belajar menemukan
sendiri bahan yang dipelajarinya.
c. Penemuan laboratory
Penemuan laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek
langsung (media konkret) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan
menemukan secara induktif, merumuskan serta membuat simpulan.
Penemuan laboratory dapat diberikan kepada peserta didik secara
individual atau kelompok. Penemuan laboratory dapat meningkatkan
keinginan belajar peserta didik karena belajar melalui tindakan sangat
menyenangkan bagi peserta didik yang masih berada pada usia senang
bermain.
Pada penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan tipe
pembelajaran penemuan terbimbing, dimana dalam penemuan terbimbing,
guru menyediakan data, sedangkan peserta didik diberi pertanyaan atau
masalah untuk membantu mereka mencari jawaban, membuat generalisasi
atau simpulan, dan solusi. Sehingga siswa dituntut untuk aktif dalam
proses pembelajaran, guru disini hanya sebagai pembimbing dan pemberi
stimulus.
7. Kelebihan dan kekurangan metode discovery learning
a. Kelebihan metode discovery learning
1) Dianggap membantu siswa mengembangkan dan memperbanyak
persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa
20
2) Pengetahuan dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin
merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti
pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer
3) Strategi penemuan membangkitkan semangat pada siswa
4) Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bergerak
maju sesuai dengan kemampuannya sendiri
5) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya,
sehingga dia merasa terlibat dan termotivasi sendiri dalam belajar
6) Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan
7) Strategi ini berpusat pada anak, guru menjadi teman belajar terutama
dalam situasi penemuan.
8) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan
masalah20
9) Meningkatkan motivasi
10) Melatih peserta didik belajar mandiri
b. Kelemahan metode discovery learning diantaranya:21
1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar
ini
2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar
20 Donni Juni Priansa, Pengembangan Strategi dan …, 270.21 Hosnan, Pendekatan Saintifik dan …, 284-288.
21
3) Dalam strategi metode ini mungkin akan mengecewakan guru dan
siswa yang sudah biasa dengan perencanaan secara tradisional
4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu
mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan
diperolehnya sikap keterampilan.
Dalam model discovery learning siswa dibiarkan menemukan sendiri
atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan
memberikan intruksi. Dengan demikian potensi siswa dapat diberdayakan
dan dapat belajar mandiri karena siswa dituntut aktif dan termotivasi
dalam belajar serta dapat memecahkan masalah sendiri sehingga
kemampuan belajar siswa meningkat. Siswa tidak lagi sebagai penerima
pengetahuan, dan guru dapat berperan sebagai motivator, pengarah dan
pemberi stimulus.
B. Kemandirian Belajar Siswa
1. Pengertian kemandirian belajar
Istilah kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan
ke dan akhiran an, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda
karna kemandirian berasal dari kata diri, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak bisa terlepas dari pembahasan tentang perkembangan diri
itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebuut dengan istilah self,
karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Dengan demikian dapat
dipahami kemandirian adalah kemampuan untuk mengendalikan dan
22
mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha
sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.22
Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib
sendiri, kreatif, dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab,
mampu menahan diri dan membuat keputusan sendiri.
Mandiri atau sering juga disebut berdiri diatas kaki sendiri merupakan
kemampuan seseorang untuk tidak bergantung kepada orang lain serta
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian menurut Sutari
Imam Barnadid dalam buku Enung Fatimah adalah perilaku mampu
berinisiatif, mampu menghadapi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya
diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.23
Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri organisasi (manusia
atau hewan) disebabkan oleh perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.24 Belajar menurut Gagne
dalam buku Agus Suprijono adalah perubahan disposisi atau kemampuan
yang di capai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan
diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.
22 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik., Cet. Ke 6, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2016)185-186.
23 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, Cet. Ke 1,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2016), 141-142.
24 Donni Juni Priansa, Pengembangan Strategi dan …, 54.
23
Sedangkan belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju
ke perkembangan pribadi seutuhnya.25
Kemandirian belajar diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang
dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh
motif untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal
pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki26.
Jadi dapat disimpulkan kemandirian belajar adalah kemampuan siswa
dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak
bergantung kepada orang lain sehingga dapat menentukan cara belajar yang
efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik dan mampu
untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri serta bertanggung jawab
atas apa yang dilakukannya.
2. Bentuk-bentuk kemandirian
Bentuk-bentuk kemandirian terbagi menjadi tiga yaitu:27
a. Kemandirian emosional
Yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan
hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional peserta
didik dengan guru atau dengan orang tuanya
25 Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Cet. Ke XIV,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 2-3.
26 Pratistiya Nor Aini dan Abdullah Taman, Pengaruh Kemandirian Belajar DanLingkungan Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kela XI IPS SMA Negeri1 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol X, No 1,(Tahun 2012), 54.
27 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta …, 186-187.
24
b. Kemandirian tingkah laku
Yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa
tergantung kepada orang lain dan melakukannya secara bertanggung
jawab
c. Kemandirian nilai
Yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan
salah, tentang apa yang peting dan apa yang tidak penting.
3. Proses perkembangan kemandirian
Kemandirian berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan
untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus dan
dilakukan sejak dini. Diantaranya yaitu:28
a. Tidak mudah dipengaruhi
b. Berani mengambil keputusan sendiri
c. Tumbuh rasa percaya diri
d. Berani bertanggung jawab
e. Tidak bergantung kepada orang lain
f. Mampu berinisiatif
g. Mampu menghadapi hambatan/masalah
h. Tidak bergantung kepada orang lain
28 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, Cet. Ke 1,144.
25
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
Menurut Hasan Basri dalam buku Seto Mulyadi, kemandirian belajar
siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:29
a. Faktor endogen
Faktor endogen adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam
dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan, dan konstitusi tubuhnya sejak
dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya
b. Faktor eksogen
Faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal
dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemandirian diantaranya
yaitu:30
1) Gen atau keturunan orang tua
Orang tua memiliki sikap kemandirian tinggi sekali menurunkan
anak yang memiliki kemandirian juga
2) Pola asuh orang tua
Cara orangtua mengasuh dan mendidik anak akan mempengaruhi
perkembangan kemandirian atau remajanya
29 Seto Mulyadi, dkk, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 228.30 Muhamad Ali dan Muhamad Asrosi, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta
Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 118-119.
26
3) Sistem pendidikan di sekolah
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan
demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indroktinasi tanpa
argumentasi akan menghambat kemandirian remaja sebagai siswa
4) Sitem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekan pentingnya
hirarki struktur sosial, rasa kurang kelancaran perkembangan aman
atau mencekam serta kurang menghargai manivestasi kompetensi
remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kemandirian
remaja atau sisiwa.
5. Perkembangan kemandirian peserta didik dan implikasinya bagi
pendidikan
Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang
kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman
dan pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah perlu melakukan
upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik, diantaranya:31
a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang
memungkinkan anak merasa dihargai
b. Mendorong anak untuk berpartisifasi aktif dalam pengambilan keputusan
dan dalam berbagai kegiatan sekolah
31 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta …., 190.
27
c. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan,
mendorong rasa ingin tahu mereka
d. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak
membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain
e. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
Dalam Kemandirian belajar siswa diberi kebebasan untuk
mengeksplorasi kemampuan yang dimilikinya sehingga siswa dapat
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan tumbuh rasa percaya diri
dalam diri siswa serta tidak tergantung kepada orang lain.
C. Pembelajaran Fiqih
1. Pengertian Pembelajaran Fiqih
Fiqih secara etimoligis yaitu ( م ه لف ا ( berarti mengerti, dan memahami,
pemahaman yang mendalam tentang tujuan suatu ucapan dan perbuatan.32
Sedangkan secara definitif Fiqih yaitu:
ة ي ل ي ص ف ا التـ ه ت ل د أ ن م ب س ت ك لم ا ة ي ل م لع ا ة ي ع ر الش ام ك ح لا با م ل ع ل ا Artinya ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat amaliyah
yang digali dari sumber-sumber yang terperinci.33 Menurut istilah para
ulama, Fiqih menunjukan salah satu disiplin ilmu agama yang membahas
32 Jalaludin Al Mahalli, Ushul Fiqih, (Surabaya: Nur Asia, 2008), 13.33 Mardani, Ushul Fiqh, Cet. Ke 1. (Jakarta: Pt Raja Grafindo, 2013). 3-5
28
persoalan hukum yang mengatur seluruh aspek amaliah dalam kehidupan
manusia.34
Dari beberapa pendapat tersebut dapat simpulkan Fiqih adalah
pemahaman tentang hukum-hukum syara yang bersifat amaliah yang diambil
dari dalil-dalil yang yang terperinci yakni melalui Al-Qur’an, As-Sunah,
Ijma, Qiyas, dan Ijtihad para ulama.
Pembelajaran Fiqih dimaksudkan sebagian dari Pendidikan Agama
Islam (PAI) yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati, dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian
menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan penggunaan pengalaman, pembiasaan dan keteladanan.
D. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
1. Doni Setiawan Pramono dengan judul penelitian “Penggunaan Metode
Discovery Learning untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kompetensi Siswa
Pada Mata Pelajaran Perawatan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kelas XI TKR
3 di SMKN 2 Yogyakarta”35. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui
penerapan metode pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan
keaktifan dan kompetensi siswa pada mata pelajaran perawatan kelistrikan
kendaraan ringan. Hal tersebut dapat dilihat dari: pertama, adanya
34 Indi Arullah, Ensklopedia Fiqih Untuk Remaja, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,2008), 84.
35 Doni Setiawan Pramono, Penggunaan Metode Discovery Learning untukMeningkatkan Keaktifan dan Kompetensi Siswa Pada Mata Pelajaran Perawatan KelistrikanKendaraan Ringan Kelas XI TKR 3 di SMKN 2 Yogyakarta, Program Studi Pendidikan TeknikOtomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, 2018.
29
peningkatan keaktifan siswa pada tiap siklus, keaktifan siswa. Pada siklus I
sebesar 14,30%, dan siklus II sebesar 76,16%. Kedua adanya peningkatan
rata-rata kelas dan ketuntasan belajar siswa. Rata-rata kelas pada siklus I
sebesar 75,74 dan siklus II sebesar 87,33. Ketuntasan belajar siswa yang
diukur dengan tes kompetensi kognitif pada siklus I sebesar 67,74% dan
siklus II sebesar 93,33%. Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan peneliti yaitu terdapat pada variabel X, dimana
peneliti sama-sama menggunakan metode Discovery Learning. Sedangkan
perbedaannya yaitu terdapat pada variabel Y, dimana pada penelitian yang
dilakukan oleh Doni Setiawan Pramono lebih kepada Keaktifan dan
Kompetensi Siswa, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti lebih
kepada kemandirian belajar siswa. Begitu juga dengan jenis penelitian yang
digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK), sedangkan metode yang
digunakan peneliti yaitu kuantitatif dengan desain quasi eksperimen.
2. Naila Ayadiya, dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning dengan Scientific Approach untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains Siswa SMA”36. Hasil analisis deskriptif setelah
penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan Scientific
Approach ditunjukan adanya peningkatan nilai keterampilan proses sains
siswa sebesar 13,28% dari siklus I ke siklus II. Aspek kognitif mendapatkan
36 Naila Ayadiya, Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning denganScientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA ,Jurusan KimiaFakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2014.
30
pengaruh positif dari pembelajaran dengan model pembelajaran Discovery
Learning dengan Scientific Approach dengan meningkatknya rata-rata nilai
dari 75,22 tes akhiir siklus I menjadi 79,77 pada siklus II dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA. Persamaan yang
terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu
terdapat pada variabel X, dimana peneliti sama-sama menggunakan metode
Discovery Learning. Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada variabel
Y, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Naila Ayadiya lebih kepada
Keterampilan Proses Sains Siswa SMA, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan peneliti lebih kepada kemandirian belajar siswa. Begitu juga
dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas
(PTK), sedangkan metode yang digunakan peneliti yaitu kuantitatif dengan
desain quasi eksperimen.
3. Chairul Anwar, dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqih di Kelas VIII
MTs Darul Ma’arif Jakarta”37. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode discovery learning ini
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil tiap
siklus yang dilakukan. Perincian nilai rata-rata pretes siklus I rata-ratanya
70,47, pretest kedua pertemuan kedua rata-ratanya 58,1. Post test siklus I
37 Chairul Anwar, Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalamMeningkatkan Prestasi Belajar Fiqih di Kelas VIII MTs Darul Ma’arif Jakarta, Fakultas IlmuTarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
31
rata-ratanya 85,16, post test siklus II rata-ratanya 88. Peningkatan hasil
belajar dapat dilihat dari nilai normali gain tiap siklusnya, yakni N-gain
siklus I 0,48 N-gain siklus II 0,71. Hasil-hasil tersebut membuktikan bahwa
model pembelajaran discovery learning dengan metode-metode yang peneliti
gunakan dapat meningkatkan prestasi siswa dalam ranah kognitif. Persamaan
yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti
yaitu terdapat pada variabel X, dimana peneliti sama-sama menggunakan
metode Discovery Learning. Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada
variabel Y, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Chairul Anwar lebih
kepada prestasi belajar Fiqih, sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti lebih kepada kemandirian belajar siswa. Begitu juga dengan jenis
penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK), sedangkan
metode yang digunakan peneliti yaitu kuantitatif dengan desain quasi
eksperimen.
4. Kokom Komariyah, dengan judul penelitian “Pengaruh Metode Resitasi
Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Studi Di
MTsN 1 Pandeglang Prov. Banten)”38. Hasil penelitian ini berdasarkan hasil
analisis kolerasi dengan menggunakan product moment (rxy) diperoleh hasil r
= 0,52, hal ini menunjukan bahwa antara variabel X dan variabel Y terdapat
kolerasi yang sedang atau cukup, adapun kontribusi variable X dengan
38 Kokom Komariyah, Pengaruh Metode Resitasi Terhadap Kemandirian Belajar SiswaPada Mata Pelajaran Fiqih (Studi Di MTsN 1 Pandeglang Prov. Banten), Fakultas TarbiyahDan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2017.
32
variable Y diketahui 27,04% pengaruh metode resitasi di MTsN 1
Pandeglang, sedangkan sisanya 72,96% dipengaruhi oleh faktor-faktor
lainnya yang dapat diteliti kembali. Persamaan yang terdapat pada penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu terdapat pada variabel Y,
dimana peneliti sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
belajar siswa pada pembelajaran Fiqih. Sedangkan perbedaannya yaitu
terdapat pada variabel X, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Kokom
Komariyah menggunakan metode Resitasi, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan peneliti menggunakan metode Discovery Learning. Begitu juga
dengan pendekatan metodenya terdapat perbedaan yaitu dengan
menggunakan deskriptif kuantitatif, sedangkan metode yang digunakan
peneliti yaitu kuantitatif dengan desain quasi eksperimen.
5. Widiadnyana, dengan judul penelitian “Pengaruh Model Discovery Learning
terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP”39. Hasil
penelitian menunjukan sebagai berikut: Pertama terdapat perbedaan
pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang belajar
menggunakan model discovery learning dengan siswa yang menggunakan
model pembelajaran langsung (F= 7,791; p<0,05), Kedua terdapat perbedaan
pemahaman konsep IPA secara signifikan (F= 7,774; p<0,05), dan terakhir
terdapat perbedaan sikap ilmiah secara signifikan (F= 11,013; p<0,05).
39 Widiadnyana, Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Pemahaman KonsepIPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP, e-Journal Program Pasca Sarjana Universitas PendidikanGanesha Singaraja Program Studi IPA, Vol. 4, (2014).
33
Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan peneliti yaitu terdapat pada variabel X, dimana peneliti sama-sama
menggunakan metode Discovery Learning dan jenis penelitiannya quasi
eksperimen. Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada variabel Y, dimana
pada penelitian yang dilakukan oleh Widia Dyana lebih kepada Pemahaman
Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan peneliti lebih kepada kemandirian belajar siswa.
6. Endang Ayu Patrianingsih, dengan judul penelitian “Pengaruh Model
Pembelajaran Discovery Learning terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan
Sikap Ilmiah Peserta Didik SMA Negeri 3 Takalar”40. Hasil penelitian
menunjukan bahwa peserta didik yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran discovery learning memiliki pemahaman konsep Biologi pada
kategori rendah dan memiliki sikap ilmiah pada kategori sangat baik.
Sedangkan, peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
direct instruction memiliki pemahaman konsep biologi pada kategori sangat
rendah dan memiliki sikap ilmiah pada kategori baik. Hasil analisis statistik
menunjukan bahwa ada perbedaan pemahaman konsep biologi dan sikap
ilmiah antara peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
discovery learning dan direct instruction (F= 10,450; Sig (0.000) < α).
Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang
40 Endang Ayu Patrianingsih, Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learningterhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Sikap Ilmiah Peserta Didik SMA Negeri 3 Takalar,UNM Journal of Biological Education Vol. 1, No. 1 (November 2017).
34
dilakukan peneliti yaitu terdapat pada variabel X, dimana peneliti sama-sama
menggunakan metode Discovery Learning dan jenis penelitiannya quasi
eksperimen. Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada variabel Y, dimana
pada penelitian yang dilakukan oleh Endang Ayu Patrianingsih lebih kepada
Pemahaman Konsep Biologi dan Sikap Ilmiah Peserta Didik SMA Negeri 3
Takalar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti lebih kepada
kemandirian belajar siswa.
7. Purilaela, dengan judul penelitian “Pengaruh Penggunaan Model Discovery
Learning dan Model Konvensional untuk Meningkatkan Prilaku Tanggung
Jawab pada Pembelajaran PKN Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar
Lampung”.41 Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama, penggunaan
model discovery learning dapat meningkatkan perilaku tanggung jawab pada
siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional. Kedua, penggunaan model pembelajaran discovery learning
dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa dan lebih
baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Persamaan
yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti
yaitu terdapat pada variabel X, dimana peneliti sama-sama menggunakan
metode Discovery Learning. Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada
variabel Y, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Purilaela lebih
41Purilaela, Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Dan ModelKonvensional Untuk Meningkatkan Prilaku Tanggung Jawab Pada Pembelajaran PKN SiswaKelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung, Program Studi Magister Pendidikan IPS FakultasKeguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Bandar Lampung, 2016.
35
kepada Prilaku Tanggung Jawab, sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti lebih kepada kemandirian belajar siswa. Begitu juga dengan
metodenya terdapat perbedaan yaitu dengan menggunakan penelitian
komparatif dengan pendekatan eksperimen, sedang metode yang digunakan
peneliti yaitu kuantitatif dengan desain quasi eksperimen.
8. Ardi Irmayandi, dengan judul penelitian “Efektifitas Metode Pembelajaran
Discovery Learning terhadap Pemahaman Konsep Kimia Siswa SMA
Laboratorium Universitas Negeri Malang dengan Kemampuan Awal Berbeda
Pada Materi Laju Reaksi”42. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama,
pemahaman konsep kimia siswa mengenai materi laju reaksi yang
dibelajarkan dengan metode discovery learning lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang dibelajarkan dengan metode verifikasi dilihat dari
ketuntasan, pemaaham konsep siswa dan hasil belajar siswa. Kedua, siswa
yang memiliki kemampuan awal tinggi memiliki nilai hasil belajar lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. Ketiga,
tidak ada reaksi antara strategi pembelajaran dan kemampuan awal terhadap
hasil belajar siswa pada materi laju reaksi. Persamaan yang terdapat pada
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu terdapat pada
variabel X, dimana peneliti sama-sama menggunakan metode Discovery
Learning dan desain penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperimen.
42Ardi Irmayandi, Efektifitas Metode Pembelajaran Discovery Learning terhadapPemahaman Konsep Kimia Siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang denganKemampuan Awal Berbeda Pada Materi Laju Reaksi, Program Studi Pendidikan KimiaPascasarjana Universitas Negeri Malang, 2015.
36
Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada variabel Y, dimana pada
penelitian yang dilakukan oleh Ardi Irmayandi, lebih kepada Pemahaman
Konsep Kimia Siswa SMA, sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti lebih kepada kemandirian belajar siswa.
Bahwasanya berdasarkan para peneliti terdahulu, skrispsi ini tidak ada
persamaan dengan penelitian sebelumnya, dengan demikian tema ini masih
bisa dijadikan judul skripsi.
E. Kerangka berpikir
Metode dalam belajar mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
upaya pencapaian tujuan, ia menjadi sarana dalam menyampaikan materi
pelajaran yang tersusun dalam kurikulum, tanpa metode pembelajaran tidak
akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar
menuju tujuan pendidikan.
Metode discovery learning mempunyai manfaat penting yang bertujuan
menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk
meelanjutkan pekerjaan sampai mereka mendapatkan jawabannya sediri.
Kemudian mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan
mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, dan
tidak hanya menyerap secara sederhana saja. Dengan menggunakan metode
discovery learning ini pada mata pelajaran fiqih siswa dituntut untuk selalu
mandiri, memotivasi dan percaya diri serta berani bertanggung jawab.
37
Sikap kemandirian tidak terbentuk sejak lahir, melainkan terbentuk
berdasarkan pengalaman yang diperoleh seseorang dengan orang lain, yaitu
keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Kemandirian dalam belajar perlu
diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab
dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan
kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Sedangkan mata pelajaran Fiqih
dimaksudkan sebagai bagian dari PAI yang diarahkan untuk menyiapkan peserta
didik mengenal, memahami, menghayati, dan mengkaji kembali persoalan-
persoalan yang terjadi terkait masalah Fiqih. Karena di Fiqih sendiri masih
banyak yang harus dicari tahu kebenarannya. Oleh karena itu untuk
mengembangkan kemampuan dan menambah pengetahuan diperlukan proses
belajar yang dilakukan secara terus menerus dengan berbagai tahapan dan
tingkatannya. Dalam pembelajaran Fiqih penerapan metode discovery learning
dianggap sangat efektif untuk membuat siswa aktif, menimbulkan
keingintahuan, dan juga berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa.
Dari kerangka berpikir diatas, diduga kuat terdapat pengaruh yang
signifikan antara variable X dan Y yaitu adanya pengaruh setelah diterapkannya
metode discovery learning terhadap kemandirian belajar siswa pada
pembelajaran Fiqih di MA Al-Hidayah Kadulawang Pandeglang. Untuk lebih
jelasnya kerangka pemikiran tersebut dapat dipahami secara singkat dari gambar
dibawah ini:
38
Tabel 2.1 Pengaruh antara Variabel X dengan variabel Y
F. Hipotesis penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Yang dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan.43 Manfaat hipotesis adalah memberiikan batasan penelitian,
menyatakan hubungan dan sebagai panduan dalam penelitian.44 Pengajuan
43 Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2016), 99.44 Victorianus Aries Siswanto, Strategi dan langkah-langkah penelitian, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012), 32-33.
Fiqih
Variabel X
Indikator Metode Discovery
Learning
1. Mengembangkan
penguasaan keterampilan
2. Membangkitkan semangat
belajar
3. Melatih peserta didik
belajar mandiri
4. Meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk
memecahkan masalah
5. Meningkatkan motivasi
Variabel Y
Indikator Kemandirian Belajar
Siswa
1. Tidak mudah dipengaruhi
2. Berani mengambil
keputusan sendiri
3. Tumbuh rasa percaya diri
4. Berani bertanggung jawab
5. Mampu berinisiatif
6. Mampu menyelesaikan
hambatan/masalah
7. Tidak bergantung kepada
orang lain
39
hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap penelitian, yang kebenarannya
masih harus diuji secara empiris. H0 (hipotesis nol) adalah hipotesis yang diujji
dengan statistik. Sedangkan Ha (Hipotesis Alternatif) adalah hipotesis yang
dapat langsung dirumuskan apabila ternyata pada suatu penelitian hipotesis nol
ditolak. Maka berasarkan uraian diatas hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
H0 : Metode Discovery learning tidak efektif dalam meningkatkan
kemandirian belajar siswa
Ha : Metode Discovery learning efektif dalam meningkatkan kemandirian
belajar siswa.
40
41
41
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MA Al-Hidayah Kadulawang yang
berlokasi di Jl. Raya Serang KM1 KM.3,5, Cigadung, Kec. Pandeglang,
Kabupaten Pandeglang, Banten 42211, Indonesia.
2. Waktu penelitian
Waktu yang dilakukan penulis dalam penelitian ini dimulai dari
dikeluarkannya surat rekomendasi penelitian oleh Dekan Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten sampai dengan
selesai.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Desember
2018
Januari
2018
Februari
2019
Maret
2019
April
2019
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Observasi
2 Penyusunan
proposal
3 Sidang
proposal
4 Penyusunan
Skripsi
42
5 Pelaksanaan
penelitian
6 Pengolahan
data
B. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian. Adapun jenis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Sedangkan pendekatan metode yang
digunakan yaitu quasi eksperimen dengan bentuk Non- Equivalen Control grup
desain artinya kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih
secara random.45 Penelitian dengan menggunakan pendekatan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tindakannya perbedaan pretest terhadap post test.
Paradigma desain penelitian ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan
sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
3.2 Tabel Desain Penelitian
Kelompok Pre-test Perlakuan Post test
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
45 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif danR&D, (Bandung: Alfabeta CV, 2015), 116
43
Keterangan:
X : Penggunaan metode pembelajaran Discovery Learning
O1:Pre-test (Skala Kemandirian sebelum pembelajaran dengan
menggunakan metode pembelajaran Discovery Learning).
O2 :Post-test (Skala Kemandirian sesudah pembelajaran dengan
menggunakan metode pembelajaran Discovery Learning).
O3 :Pre-test (Skala Kemandirian sebelum pembelajaran dengan metodel
pembelajaran konvensional).
O4 :Post-test (Skala Kemandirian sesudah pembelajaran dengan
menggunakan metode pembelajaran konvensional).46
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi berasal dari kata bahasa Inggris population, yang berarti
jumlah penduduk47. Bohar Suehartono mendefinisikan populasi adalah
keseluruhan objek penelitian, mungkin berupa manusia, gejala-gejala,
benda-benda, pola sikap, tingkah laku dan lain sebagainya yang menjadi
objek penelitian.48
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
46 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitati dan R&D, (Bandung: AlfabetaCV, 2016), 79.
47 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif; Komunikasi, Ekonomi, DanKebijakan Public Serta Ilmu-Ilmu Social Lainnya, Cet. Ke 2, (Jakarta: Kencana PrenamediaGrup, 2006), 109.
48 Mahi M Hikmat, Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi Dan Sastra,(Bandung: Graha Ilmu, 2011) 60.
44
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.49 Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MA Al-hidayah Kadulawang
Kabupaten Pandeglang yang berjumlah 142 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Sempel dalam penelitian ini adalah kelas IX A
sebagai kelas eksperimen dan kelas IX B sebagai kelas kontrol dengan
jumlah keseluruhan 52 siswa. Dimana peneliti hanya mengambil 37% dari
jumlah populasi.
Dalam penelitian ini, jelas sudah dalam keadaan pertimbangan
bahwa peserta didik pada jenjang kelas yang sama, dan materi berdasarkan
pada kurikulum yang sama, tetapi kemandirian berbeda ketika proses
pembelajaran. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik Sampling Purposive, menurut Sugiyono teknik
sampling ini merupakan teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu.50
D. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.51 Dalam peneitian ini yang
49 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: CV Alfabeta, 2007), 61.50 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan …, 124.51 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan …, 60.
45
menjadi variabel dependen (X) yaitu Metode Discovery Learning, sedangkan
yang menjadi variabel bebas (Y) yaitu kemandirian belajar siswa.
1. Metode discovery learning (Variabel X)
Metode discovery learning adalah metode pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan teorinya sendiri dengan
pengalaman belajar yang telah dialami oleh siswa sehingga siswa dapat
menyimpulkannya, metode ini juga mengajarkan siswa untuk belajar mandiri.
Dalam model discovery learning siswa dibiarkan menemukan sendiri
atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan
memberikan intruksi. Dengan demikian potensi siswa dapat diberdayakan
dan dapat belajar mandiri karena siswa dituntut aktif dan termotivasi dalam
belajar serta dapat memecahkan masalah sendiri sehingga kemampuan
belajar siswa meningkat. Siswa tidak lagi sebagai penerima pengetahuan,
dan guru dapat berperan sebagai motivator, pengarah dan pemberi stimulus.
2. Kemandirian belajar siswa (Variabel Y)
Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa dalam mewujudkan
kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung kepada
orang lain sehingga dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu
melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik dan mampu untuk melakukan
aktivitas belajar secara mandiri serta bertanggung jawab atas apa yang
dilakukannya.
46
Dalam Kemandirian belajar siswa diberi kebebasan untuk
mengeksplorasi kemampuan yang dimilikinya sehingga siswa dapat
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan tumbuh rasa percaya diri
dalam diri siswa serta tidak tergantung kepada orang lain.
E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
1. Pengertian instrumen
Instrumen adalah alat penelitian yang akan menggali masalah-
masalah penelitian sehingga terungkap persoalannya.52 Instrumen menurut
Sugiyono adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati.53
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabel Y
Kemandirian Belajar Siswa
Variabel Y
Kemandirian
belajar siswa
Indikator No. butir
soal
Jumlah
1. Tidak mudah
dipengaruhi
13, 18
20
2. Berani mengambil
keputusan sendiri
6
3. Tumbuh rasa
percaya diri
10, 11, 2
4. Berani
bertanggung
12, 15, 16
52 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem PengajaranModul, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 307.
53 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan …, 148.
47
jawab
5. Mampu
berinisiatif
1, 3, 4, 8,
17, 19
6. Mampu
menyelesaikan
hambatan/masalah
7, 9
7. Tidak bergantung
kepada orang lain
5, 14, 20
Penelitian ini peneliti menggunakan angket tertutup, dengan alasan
responden lebih mudah dalam menjawabnya dan data yang didapatkannya
sesuai. Setiap pernyataan pada angket tersebut disertai alternatif jawaban
yang harus dipilih oleh responden. Responden menjawab pernyataan
menggunakan skala likert. Skala likert berisi pernyataan yang sistematis
untuk menunjukan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu.54
Alternatif jawaban yang penulis gunakan dalam memberikan tanggapan
terhadap pernyataan instrument responden diberikan 5 (lima) kategori yaitu
Sangat Setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RG), tidak setuju (TS), sangat
tidak setuju (STS). Pernyataan yang bersifat positif, tanggapan/ jawaban
diberi skor sebagai berikut:
a. Jawaban SS diberi skor 5
b. Jawaban S diberi skor 4
c. Jawaban RG diberi skor 3
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif Teori danAplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), 110.
48
d. Jawaban TS diberi skor 2
e. Jawaban STS diberi skor 1
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
melakukan penelitian. Tanpa pengumpulan data berarti penelitian tidak
dapat dilakukan. Namun, bukan berarti setelah dilakukan pengumpulan data
penelitian dijamin akan menghasilkan kesimpulan yang memuaskan karena
kualitas penelitian tidak ditentukan hanya oleh keberadaan data, tetapi juga
oleh cara pengambilan data. Cara pengambilan data menentukan kualitas
data yang terkumpul dan kualitas data yang akan menentukan kualitas hasil
penelitian. Alat pengumpulan data yang digunakan harus memenuhi
kesahihan (validitas) dan keterandalan (reabilitas).
Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Tes
Tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur yang
perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penelitian di bidang
pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik
berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-
perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas dasar data
yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai
49
yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee; nilai ini dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau
dibandingkan dengan nilai standar tertentu55.
Dalam hal ini peneliti menggunakan dua gambaran yang
dilaksanakan dalam penelitiannya, yakni pretest dan post test.
a. Pretest merupakan tes awal yang dilaksanakan oleh pendidik
terhadap peserta didik, yang berfungsi sebagai alat ukur
perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik. Biasanya pretest
diberikan sebelum pengajaran dimulai. Pretest ini dilakukan pada
kelas kontrol dan kelas eksperimen pada saat siswa sebelum
mendapatkan perlakuan dan masih menggunakan metode ceramah,
pretest ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemandirian
belajar siswa.
b. Post test merupakan test yang diberikan pada setiap akhir
pengajaran. Tujuan dari post test ialah untuk mengetahui sejauh
mana pencapaian siswa terhadap materi atau bahan pengajaran yang
telah disampaikan. Post test ini dilakukan pada kelas kontrol setelah
pengajaran dan kelas eksperimen setelah mendapatkan perlakuan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
kemandirian belajar siswa setelah menggunakan metode discovery
learning.
55 Tukiran Taniredja Hidayati Mustafidah, Penelitian Kuantitatif: Sebuah Pengantar,(Bandung: Alfabeta, 2014), 49.
50
2. Kuesioner (angket)
Angket merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
tentang diri pribadi atau hal-hal yang ia ketahui.56 Metode ini merupakan
cara mengumpulkan data dengan memberikan atau menyebarkan data
pernyataan kepada sejumlah responden, dengan harapan mereka akan
memberikan respon atas pernyataan tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penyebaran angket
berupa pernyataan tertulis, adapun angket ini peneliti sebarkan kepada
kelas XI A dan XI B. Kelas tersebut sebagai sampel penelitian. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana efektifitas penerapan metode
discovery learning terhadap kemandirian belajar siswa.
3. Dokumentasi
Yaitu merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganaliis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis
maupun elektronik.57 Dokumen dalam penelitian ini berupa foto atau
gambar yang diambil ketika proses pembelajaran berlangsung, dan profil
sekolah sebagai bukti nyata telah melakukan penelitian.
56 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: RinekaCipta, 2006), 225.
57 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2013), 221.
51
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif
yaitu menggunakan metode statistik. Data yang diperoleh dari angket yang
diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol di olah dan dianalisis.
Teknik analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar pernyatan dalam mendefinisikan suatu variabel. Uji validitas ini
dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil r hitung dengan r tabel
dimana df = n-2 dengan signifikasi 5%. Jika r hitung < dari r tabel maka
valid.58 Peneliti menggunakan uji validitas ini dengan mengukur validitas
instrument yang menggunakan rumus korelasi product moment dari person
dengan rumus sebagai berikut:
= N ∑XY − (∑X)(∑Y)( ∑ − (∑ ) ( ∑ − (∑ ) )Keterangan:
Rxy = Koefisien validitas
N = Jumlah siswa yang mengikuti tes uji coba
X = Skor tiap butir soal untuk setiap individu
Y = Skor total tiap siswa yang mengikuti tes uji Coba. 59
58 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, 109.59 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 327.
52
Tabel 3.4
Kriteria Klasifikasi Validitas
Kriteria Klasifikasi
0,80 – 1,00
0,61 – 0,80
0,41 – 0,60
0,21 – 0,40
0,00 – 0,20
Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat Rendah
Setelah uji validitas instrumen, butir-butir instrumen yang valid
dijadikan satu untuk diuji reliabilitasnya. Menurut S. Nasution dalam buku
metode penelitian kualitatif dan kuantitatif karangan Darwyansyah
mengungkapkan, bahwa alat ukur suatu gejala yang berlainan senantiasa
menunjukan hasil yang sama. Rumus yang digunakan dalam menguji
reliabilitas adalah sebagai berikut:
=( )( ) ( ∑ )
Keterangan:
: Reliabilitas instrumen
: Banyaknya butir soal atau pernyataan
: Varians total
Uji signifikan dengan derajat kebebasan = 0,05, apabila rhitung lebih
besar dari rtabel maka angket dinyatakan reliabel. Sebaliknya, apabila apabila
rhitung lebih kecil dari rtabel maka angket dinyatakan ditolak.
53
Langkah-langkah menghitung reliabilitas instrumen adalah sebagai
berikut:
a. Memindahkan skor butir data yang sudah teruji validitasnya dan
memenuhi syarat validitas.
b. Menghitung skor total butir setiap soal valid yang dijawab responden
(X).
c. Menghitung skor total setiap jawaban responden dari butir pertama
sampai butir terakhir.
d. Mengkuadratkan skor total jawaban responden.
e. Mengkuadratkan setiap skor jawaban responden pada setiap butir soal
kemudian dijumlahkan skor totalnya (X)2.
f. Mencari varians butir dengan rumus sebagai berikut:
=∑ (∑ )
Keterangan:
: Varians butir yang dicari
: Jumlah responden∑ : Jumlah skor setiap butir∑ : Kuadrat butir setiap jawaban responden.
g. Menghitung varians total dengan rumus sebagai berikut:
=∑ − ∑
54
Keterangan:
: Varians total yang dicari
: Jumlah responden∑ : Jumlah skor total setiap butir∑ : Kuadrat jumlah skor setiap jawaban responden.
h. Langkah terakhir adalah menghitung reliabilitas instrumen secara
keseluruhan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang telah
duraikan di atas.60 Perhitungan uji validitas dan realibilitas dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 16.0
2. Kualifikasi data kelas eksperimen dan kelas kontrol yang terbagi
menjadi data pretest dan post test.
Data tersebut diperoleh dari skor yang telah dibagikan sebelum dan
sesudah perlakuan, sebelum dianalisis terlebih dahulu dikualifikasikan
dengan skala likert, yaitu:
Pernyataan yang bersifat positif, tanggapan/jawaban diberi skor
sebagai berikut: SS diberi skor 5, ST diberi skor 4, RG diberi skor 3, TS
diberi skor 2, STS diberi skor 1.
60 Darwyansyah, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), 148.
55
3. Pengujian Persyaratan Pengolah Data
a. Uji normalitas
Teknik untuk menguji normalitas data yang akan digunakan yaitu
dengan menggunakan program SPSS 16.0.61
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Pertama masuk ke program spss
2) Setelah itu klik variable view, di kolom name tuliskan nilai pretes
kontrol ataupun yang lainnya
3) Klik data view, masukan data tabulasi yang ada di excel ke data view
4) Setelah itu klik Analyse, Decriptive statistic, Explore (masukan
variabel ke dalam dependen list)
5) Pada display centang both. Artinya anda akan melihat nilai statistic
dan plot uji normalitas termasuk juga hasil uji Shapiro wilk dan
lillifors
6) Klik tombol plot, centang factor levels together, steam and leaf,
normality with tests
7) Kemudian klik continue, ok. Setelah itu akan muncul outputnya
b.Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan uji F, rumusnya adalah sebagai
berikut:
61 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2016), 241.
56
F = Varians terbesar
Varians terkecil
dengan S2 =
1
2
n
xxi
Keterangan:
S2 = varians
x = rata-rata
n = jumlah sampel
Dimana:
dk pembilang = n1-1
dk penyebut = n2-1
Berdasarkan dk tersebut dan untuk kesalahan 5%, pengujian yang
berlaku adalah: jika Fhitung ≥ Ftabel maka H0 ditolak (tidak homogen) dan
jika Fhitung ≤ Ftabel maka diterima (homogen).
c. Uji Hipotesis (Uji T)
Penulis menguji hipotesis penelitian ini dengan menggunakan
rumus t-test pada SPSS 16.0 untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen, apakah
pengaruhnya signifikan atau tidak. Untuk menyatakan keberartian
hubungan tersebut dilakukan uji-t, yaitu sebagai berikut:
=
57
Keterangan:
: Rata-rata kelompok 1
: Rata-rata kelompok 2
: Jumlah siswa kelompok 1
: Jumlah siswa kelompok 2
: Deviasi standar kelompok 1
: Deviasi standar kelompok 2
58
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian dan Analisis
Penerapan metode discovery learning pada pembelajaran fiqih di MA
Al-Hidayah Kadulawang yaitu dengan membentuk kelompok diskusi, masing-
masing kelompok diberikan materi pembelajaran yang akan dibahas, kemudian
siswa dapat mencari materi tersebut di buku atau sumber lain yang relevan dan
mendiskusikan bersama teman kelompoknya sehingga kelompok tersebut
dapat menyimpulkannya. Setelah itu perwakilan dari masing-masing kelompok
maju ke depan untuk memaparkan hasil diskusinya dan melakukan sesi tanya
jawab yang bertujuan untuk membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran,
sehingga bisa terlihat sejauh mana kemandirian belajar siswa dalam belajar.
Kemudian efektifitas penerapan metode discovery learning terhadap
kemandirian belajar siswa pada pembelajaran fiqih di MA Al-Hidayah
Kadulawang yaitu mengukur kemandirian belajar siswa dengan menggunakan
metode Discovery Learning pada pembelajaran Fiqih, dimana peneliti
menyebarkan angket yang bersifat tertutup dengan jumlah item sebanyak 20
item pernyataan. Setiap butir angket telah diberi skor pada setiap jawaban yang
dipilih dengan ketentuan yaitu untuk pernyataan positif, 5 = SS (Sangat
Setuju), 4 = ST (Setuju), 3 = RG (Ragu-ragu), 2 = TS (Tidak Setuju), 1 = STS
(Sangat Tidak Setuju). Sedangkan untuk pernyataan negatif berlaku
sebaliknya.
59
60
Data penelitian ini dibuat menjadi 2 bagian data penelitian, yaitu data
penelitian kelas XI A sebagai kelas eksperimen dan kelas XI B sebagai kelas
kontrol, baik sebelum maupun sesudah perlakuan, sedangkan validitas dan
reliabilitas data diuji di kelas X A dan X B.
Angket sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya, dalam
proses pengujian validitas dan reliabilitas angket ini diberikan kepada 40 orang
responden kemudian data angket yang diperoleh disusun dalam tabel
(Terlampir). Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program
SPSS 16.0 untuk hasil perhitungan terdapat dalam tabel (Terlampir). Dari hasil
perhitungan kemudian rhitung dibandingkan dengan rtabel dimana df= n-2 jadi 40-
2 = 38, maka nilai rtabel adalah 0,267 dengan taraf signifikan 5%. Butir
pernyataan dikatakan valid jika rhitung >rtabel. Hasil pengujian sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Kemandirian Belajar Siswa
Item r hitung r tabel Ket Item r hitung r tabel Ket
P1 0,338 0,267 Valid P11 0,469 0,267 Valid
P2 0,616 0,267 Valid P12 0,659 0,267 Valid
P3 0,551 0,267 Valid P13 0,464 0,267 Valid
P4 0,338 0,267 Valid P14 0,464 0,267 Valid
P5 0,493 0,267 Valid P15 0,493 0,267 Valid
P6 0,616 0,267 Valid P16 0,332 0,267 Valid
61
P7 0,469 0,267 Valid P17 0,568 0,267 Valid
P8 0,659 0,267 Valid P18 0,424 0,267 Valid
P9 0, 659 0,267 Valid P19 0,418 0,267 Valid
P10 0, 659 0,267 Valid P20 0,617 0,267 Valid
Berdasarkan hasil tabel di atas dapat disimpulkan bahwa hasilnya
menunjukkan valid, artinya angket yang telah dibuat layak untuk disebarkan
karena rhitung >rtabel.
Sedangkan untuk uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus
alpha cronbach dan perhitungannya menggunakan program SPSS 16.0, dari
hasil perhitungan tabel (Terlampir) diperoleh nilai alpha cronbach sebesar 0,852
dari angket kemandirian belajar siswa. Jika nilai alpha cronbach > rtabel dengan n
= 40, adapun nilai rtabel sebesar 0,60 dengan taraf signifikan 5% maka pernyataan
reliabel. Hasil uji coba alpha cronbach adalah 0,852 > 0,60 maka dinyatakan
reliabel.
1. Analisis Data Tentang kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Sebelum Perlakuan (Pretest)
a. Kelas Eksperimen
Data hasil penelitian skor kemandirian belajar peserta didik pada
pembelajaran Fiqih disusun berdasarkan skor terkecil sampai skor terbesar
adalah sebagai berikut:
62
Tabel 4.2 Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen
Sebelum Perlakuan (Pretest)
No Skor No Skor No Skor
1 35 11 62 21 73
2 48 12 63 22 73
3 48 13 66 23 74
4 55 14 68 24 74
5 59 15 68 25 78
6 60 16 70 26 82
7 61 17 70
8 61 18 71
9 61 19 72
10 61 20 72
Total 1685
N 26
Skor Maksimum 82
Skor Minimum 35
Rentangan 47
Banyak Kelas 6
Panjang Kelas 8
Varians 106,642
Standar Deviasi 10,327
Mean 65
Dari tabel di atas, maka data kemandirian belajar siswa terdiri dari
26 orang, dengan jumlah skor 1685, skor maksimum 82 dan skor minimum
35, sedangkan hasil perhitungan statistik diperoleh rentangan 47, banyak
63
kelas 6, panjang kelas 8, varians 106,642, dan standar deviasi 10,327.
(Perhitungan terlampir). Distribusi frekuensi skor kemandirian belajar siswa
kelas eksperimen sebelum perlakuan dapat diamati pada gambar berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Angket Kelas Eksperimen Sebelum
Perlakuan (Pretest)
No. Nilai Fi Xi Xi Fi. Xi Fi. Xi1. 35-40 1 37,5 1,406 37,5 1,406
2. 41-46 0 43,5 1892 0 0
3. 47-52 2 49,5 2450 99 4900
4. 53-58 1 55,5 3080 55,5 3080
5. 59-64 8 61,5 3782 492 30,256
6. 65-70 5 67,5 4556 337,5 22,780
7. 71-76 7 73,5 5402 514,5 37,814
8. 77-82 2 79,5 6320 159 12,640
Jumlah 26 1,695
Gambar 4.1 Grafik Histogram Hasil Kemandirian Belajar Siswa
Kelas Eksperimen Sebelum Perlakuan (Pretest)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40 46 52 58 64 70 76 82
- - - - - - - -
35 41 47 53 59 65 71 77
64
Gambar 4.1 Grafik Poligon Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas
Eksperimen Sebelum Perlakuan (Pretest)
Berdasarkan data tabel distribusi frekuensi, histogram dan poligon
di atas dapat menunjukan bahwa hasil dari kemandirian belajar siswa kelas
eksperimen sebelum perlakuan.
b. Kelas Kontrol
Data penelitian skor kemandirian belajar siswa dari kelas kontrol
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas Kontrol
(Pretest)
No Skor No Skor No Skor
1 40 11 62 21 73
2 48 12 63 22 73
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40 46 52 58 64 70 76 82
- - - - - - - -
35 41 47 53 59 65 71 77
65
3 48 13 66 23 74
4 55 14 68 24 74
5 59 15 68 25 78
6 60 16 70 26 81
7 61 17 70
8 61 18 71
9 61 19 72
10 61 20 72
Total 1689
N 26
Skor Maksimum 81
Skor Minimum 40
Rentangan 41
Banyak Kelas 6
Panjang Kelas 7
Varians 94.358
Standar Deviasi 9.714
Mean 65
Dari tabel di atas, maka data kemandirian belajar siswa terdiri dari
26 orang, dengan jumlah skor , skor maksimum 81 dan skor minimum 40,
sedangkan hasil perhitungan statistik diperoleh rentangan 41, banyak kelas
6, panjang kelas 7, varians 94.358, dan standar deviasi 9.714. (Perhitungan
terlampir). Distribusi frekuensi skor kemandirian belajar siswa kelas kontrol
dapat diamati pada gambar berikut:
66
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Angket Kelas Kontrol (Pretest)
No. Nilai Fi Xi Xi Fi. Xi Fi. Xi1. 40-55 1 42,5 1,806 42,5 1,806
2. 46-51 2 48,5 2,352 97 4,704
3. 52-57 1 54,5 2,970 54,5 2,970
4. 58-63 8 60,5 3,660 484 29,280
5. 64-69 3 66,5 4,422 199,5 13,266
6. 70-75 9 72,5 5,256 625,5 47,304
7. 76-81 2 78,5 6,162 157 12,324
Jumlah 26 1,660
Gambar 4.2 Grafik Histogram Hasil Kemandirian Belajar Siswa
Kelas Kontrol (Pretest)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
45 51 57 63 69 75 81
- - - - - - -
40 46 52 58 64 70 76
67
Gambar 4.2 Grafik Poligon Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas
Kontrol (Pretest)
Berdasarkan data tabel distribusi frekuensi, histogram dan poligon
di atas dapat menunjukan bahwa hasil dari kemandirian belajar siswa kelas
kontrol.
2. Analisis Data Tentang Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol Setelah Perlakuan (Post test)
a. Kelas Eksperimen
Data penelitian skor kemandirian belajar siswa dari kelas eksperimen
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas Eksperimen Setelah
Perlakuan (Post test)
No Skor No Skor No Skor
1 60 11 76 21 84
2 60 12 78 22 85
012345678910
45 51 57 63 69 75 81
- - - - - - -
40 46 52 58 64 70 76
68
3 60 13 78 23 85
4 61 14 78 24 85
5 65 15 78 25 91
6 69 16 78 26 95
7 73 17 83
8 73 18 84
9 73 19 84
10 74 20 84
Total 1994
N 26
Skor Maksimum 95
Skor Minimum 60
Rentangan 35
Banyak Kelas 6
Panjang Kelas 6
Varians 93,422
Standar Deviasi 9,665
Mean 77
Dari tabel di atas, maka data kemandirian belajar siswa terdiri dari
26 orang, dengan jumlah skor 1994, skor maksimum 95 dan skor minimum
60, sedangkan hasil perhitungan statistik diperoleh rentangan 29, banyak
kelas 6, panjang kelas 6, varians 93,422, dan standar deviasi 9,665. Untuk
(Perhitungan terlampir). Distribusi frekuensi skor kemandirian belajar siswa
kelas eksperimen setelah perlakuan dapat diamati pada gambar berikut:
69
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Angket Kelas Eksperimen Setelah
Perlakuan (Post test)
No. Nilai Fi Xi Xi Fi. Xi Fi. Xi1. 60-65 5 62,5 3,906 312,5 19,530
2. 66-71 1 68,5 4,692 68,5 4,692
3. 72-77 5 74,5 5,550 372,5 27,750
4. 77-83 6 80,5 6,480 483 38,880
5. 84-89 7 86,5 7,482 605,5 52,374
6. 90-95 2 92,5 8,556 185 17,112
Jumlah 26 2,027
Gambar 4.3 Grafik Histogram Hasil Kemandirian Belajar Siswa
Kelas Eksperimen Setelah Perlakuan (Post test)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
65 71 77 83 89 95
- - - - - -
60 66 72 78 84 90
70
Gambar 4.3 Grafik Poligon Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas
Eksperimen Setelah Perlakuan (Post test)
Berdasarkan data tabel distribusi frekuensi, histogram dan poligon
di atas dapat menunjukan bahwa hasil dari kemandirian belajar siswa kelas
eksperimen setelah perlakuan.
b. Kelas Kontrol
Data penelitian skor kemandirian belajar siswa dari kelas kontrol
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas Kontrol
(Post test)
No Skor No Skor No Skor
1 45 11 62 21 73
2 48 12 63 22 73
3 53 13 66 23 74
4 55 14 68 24 74
0
1
2
3
4
5
6
7
8
65 71 77 83 89 95
- - - - - -
60 66 72 78 84 90
71
5 59 15 68 25 82
6 60 16 70 26 84
7 61 17 70
8 61 18 71
9 61 19 72
10 61 20 72
Total 1.706
N 26
Skor Maksimum 84
Skor Minimum 45
Rentangan 39
Banyak Kelas 6
Panjang Kelas 7
Varians 88.166
Standar Deviasi 9.390
Mean 66
Dari tabel di atas, maka data kemandirian belajar siswa terdiri dari
26 orang, dengan jumlah skor 1.706, skor maksimum 84 dan skor minimum
45, sedangkan hasil perhitungan statistik diperoleh rentangan 39, banyak
kelas 6, panjang kelas 7, varians 88.166, dan standar deviasi 9.390.
(Perhitungan terlampir). Distribusi frekuensi skor kemandirian belajar siswa
kelas kontrol (Post test) dapat diamati pada gambar berikut:
72
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Angket Kelas Kontrol (Post test)
No. Nilai Fi Xi Xi Fi. Xi Fi. Xi1. 45-50 2 47,5 2,256 95 4,512
2. 51-56 2 53,5 2,862 107 5,724
3. 57-62 7 59,5 9,120 668,5 63,840
4. 63-68 4 65,5 4,290 262 17,160
5. 69-74 9 71,5 5,112 643,5 46,008
6. 75-80 0 77,5 6,006 0 0
7. 81-86 2 83,5 6,972 167 13,944
Jumlah 26 1.943
Gambar 4.4 Grafik Histogram Hasil Kemandirian Belajar Siswa
Kelas Kontrol (Post test)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
50 56 62 68 74 80 86
- - - - - - -
45 51 57 63 69 75 81
73
Gambar 4.4 Grafik Poligon Hasil Kemandirian Belajar Siswa Kelas
Kontrol (Post test)
Berdasarkan data tabel distribusi frekuensi, histogram dan poligon
di atas dapat menunjukan bahwa hasil dari kemandirian belajar siswa kelas
kontrol (Post test).
B. Uji Normalitas dan Homogenitas
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan pada hasil skor angket kelas eksperimen
dan kelas kontrol, baik sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Dari
hasil perhitungan pada kelas eksperimen sebelum perlakuan diperoleh nilai
sebesar 0,133 dinyatakan normal. Dimana dk = 6-1 = 5 dengan taraf
signifikan 5% sehingga nilai X2tabel sebesar 11,07. Jadi, X2
hitung ≤ X2tabel atau
0,133 ≤ 11,07, maka berdistribusi normal. (Lampiran 4.A). Sedangkan pada
kelas kontrol sebelum perlakuan diperoleh nilai sebesar 0,123 dan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
50 56 62 68 74 80 86
- - - - - - -
45 51 57 63 69 75 81
74
dinyatakan normal. Dimana dk = 6-1 = 5 dengan taraf signifikan 5%
sehingga nilai X2tabel sebesar 11,07. Jadi, X2
hitung ≤ X2tabel atau 0,123 ≤ 11,07,
maka berdistribusi normal. (Lampiran 4.B).
Untuk hasil uji normalitas pada kelas eksperimen setelah perlakuan
diperoleh nilai sebesar 0,131 dan dinyatakan normal. Dimana dk = 6-1 = 5
dengan taraf signifikan 5% sehingga nilai X2tabel sebesar 11,07. Jadi, X2
hitung
≤ X2tabel atau 0,131 ≤ 11,07, maka berdistribusi normal. (Lampiran 4.C).
Sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai sebesar 0,109 dan dinyatakan
normal. Dimana dk = 6-1 = 5 dengan taraf signifikan 5% sehingga nilai
X2tabel sebesar 11,07. Jadi, X2
hitung ≤ X2tabel atau 0,109 ≤ 11,07, maka
berdistribusi normal. (Lampiran 4.D).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas sebelum perlakuan kelas eksperimen dan kelas
kontrol diperoleh nilai sebesar 0,885. Dimana dk pembilang 26-1 = 25 dan
dk penyebut 25-1 = 24 nilai Ftabel pada taraf 0,05 adalah 1,98 dengan kriteria
pengujian jika Fhitung ≥ Ftabel maka H0 ditolak dan jika Fhitung ≤ Ftabel maka H0
diterima. Hasil uji homogenitas antar keduanya yaitu Fhitung ≤ Ftabel maka H0
atau 0,885 ≤ 1,98 maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa varian
kedua data tersebut homogen. (Lampiran 4.E).
Sedangkan uji homogenitas setelah perlakuan kelas eksperimen dan
kelas kontrol dipeoleh nilai sebesar 0,951. Dimana dk pembilang 26-1 = 25
dan dk penyebut 25-1 = 24 nilai Ftabel pada taraf 0,05 adalah 1,98 dengan
75
kriteria pengujian jika Fhitung ≥ Ftabel maka H0 ditolak dan jika Fhitung ≤ Ftabel
maka H0 diterima. Hasil uji homogenitas antar keduanya yaitu Fhitung ≤ Ftabel
maka H0 atau 0,951 ≤ 1,98 maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa
varian kedua /data tersebut homogen. (Lampiran 4.F).
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis kedua kelompok yakni kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebelum perlakuan diperoleh nilai thitung sebesar -0,778. Karena kedua
kelompok homogen maka, dk = n1 + n2 – 2, dk = 26 + 26 - 2 = 50 nilai ttabel
dengan signifikasi 0,05 = 1,676. Dengan kriteria pengujian -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel,
maka H0 diterima dan Ha ditolak. Diperoleh -1,676 ≤ -0,778 ≤ 1,676, maka H0
diterima karena thitung berada di daerah penerimaan H0 maka H0 dapat diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemandirian belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada data
hasil skor angket awal. Berdasarkan data awal maka data antara kedua kelas
tersebut sama. (Lampiran 4.G).
Sedangkan setelah perlakuan diperoleh nilai thitung sebesar 23,385. Maka,
dk = n1 + n2 – 2, dk = 26 + 26 - 2 = 50 nilai ttabel dengan signifikasi 0,05 =
1,676. Dengan kriteria pengujian -ttabel ≤ thitung ≥ ttabel, maka Ha diterima dan H0
ditolak. Diperoleh -1,676≤ 23,385 ≥ 1,676, maka Ha diterima karena thitung
berada di daerah penerimaan Ha maka Ha dapat diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa setelah menggunakan metode discovery learning terdapat
76
perbedaan yang signifikan antara kemandirian belajar siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol pada data hasil skor angket akhir. (Lampiran 4.H).
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan yang akan dilakukan adalah mengenai penerapan metode
discovery leaning di MA Al-Hidayah Kadulawang yaitu dengan membentuk
kelompok diskusi dan dibagi sesuai dengan materi pelajaran, sehingga siswa
ikut terlibat dan aktif dalam proses pembelajaran. Dimana dalam diskusi siswa
mampu untuk menyimpulkan materi tersebut.
Kemudian efektifitas penerapan metode Discovery Learning terhadap
kemandirian belajar siswa dengan membandingkan data-data hasil penelitian
antara kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional dengan kelas
yang menggunakan metode Discovery Learning. Adapun untuk mengetahui
secara deskripsi data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Skor rata-rata kemandirian belajar siswa kelas eksperimen setelah
perlakuan memiliki skor kemandirian belajar sebesar 77 dan kelas kontrol
memiliki skor rata-rata kemandirian belajar siswa sebesar 66.
Pengujian hipotesis untuk mengetahui perbedaan kemandirian belajar
antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah perlakuan uji-t, dimana
diperoleh nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel pada taraf signifikasi 0,05 yakni
23.385 ≥ 1,676. karena thitung berada di daerah penerimaan Ha maka Ha dapat
diterima.
77
Sehingga dapat diartikan bahwa setelah perlakuan kemandirian belajar
siswa yang menggunakan metode discovery learning lebih tinggi atau lebih baik
dari pada kemandirian belajar siswa kelas kontrol yang tidak menggunakan
metode discovery learning. Untuk perhitungan (terlampir).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh posistif yang
signifikan, karena adanya perubahan kemandirian belajar siswa kelas XI A
setelah menggunakan metode discovery learning pada pembelajaran Fiqih di
MA Al-Hidayah Kadulawang Pandeglang Banten. Sehingga penerapan metode
discovery learning efektif dan memberikan pengaruh terhadap kemandirian
belajar siswa. Sehingga terjadi perbedaan antara kelas yang menggunakan
metode discovery learning dan kelas yang tidak menggunakan metode discovery
learning.
78
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di MA Al-Hidayah
Kadulawang Pandeglang Banten mengenai efektifitas penerapan metode
discovery learning terhadap kemandirian belajar siswa pada pembelajaran fiqih,
maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan metode discovery leaning di MA Al-Hidayah Kadulawang yaitu
dengan membentuk kelompok diskusi yang dibagi sesuai dengan materi
pelajaran, sehingga siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan
sikap kemandirian belajar siswa lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan skor
rata-rata kemandirian belajar siswa pada kelas eksperimen sebelum
perlakuan (pretest) memiliki skor sebesar 65 dan setelah perlakuan (post
test) memiliki skor sebesar 77.
2. Efektifitas penerapan metode discovery learning terhadap kemandirian
belajar siswa pada pembelajaran fiqih di MA Al-Hidayah Kadulawang
Pandelang. Ditunjukan dari hasil perolehan pengujian hipotesis
menggunakan uji t, diperoleh nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel pada taraf
signifikasi 0,05 yakni 23.385 ≥ 1,676. karena thitung berada di daerah
penerimaan Ha maka Ha dapat diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya pengaruh posistif dan signifikan, karena adanya perubahan
kemandirian belajar siswa kelas XI A setelah menggunakan metode
79
80
discovery learning pada pembelajaran Fiqih di MA Al-Hidayah Kadulawang
Pandeglang Banten. Sehingga peerapan metode discovery learning efektif
dan memberikan pengaruh terhadap kemandirian belajar siswa.
B. Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini, maka
disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Untuk para pendidik dan tenaga kependidikan di instansi sekolah,
hendaknya metode discovery learning dapat dijadikan salah satu alternatif
pendidik dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian belajar
siswa dan siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran.
2. Untuk guru mata pelajaran khususnya guru Fiqih hendaknya memperluas
cara belajar, dengan metode-metode yang mampu menarik siswa dalam
pembelajaran dengan metode discovery learning agar siswa dapat lebih
mandiri dalam belajar.
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departermen Agama Republik Indonesia, Bandung:CV Penerbit Diponegoro, 2005.
Al Mahalli, Jalaludin. Ushul Fiqih, Surabaya: Nur Asia, 2008.
Ali, Muhamad, dan Muhamad Asrosi. Psikologi Remaja: Perkembangan PesertaDidik, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Anwar, Chairul. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalamMeningkatkan Prestasi Belajar Fiqih di Kelas VIII MTs Darul Ma’arifJakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:Rineka Cipta, 2006.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Aries Siswanto, Victorianus. Strategi dan langkah-langkah penelitian, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012.
Arullah, Indi. Ensklopedia Fiqih Untuk Remaja, Yogyakarta: Pustaka InsanMadani, 2008.
Ayadiya, Naila. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning denganScientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains SiswaSMA ,Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Negeri Semarang, 2014.
Ayu Patrianingsih, Endang. “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learningterhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Sikap Ilmiah Peserta Didik SMANegeri 3 Takalar”. UNM Journal of Biological Education Vol. 1, No. 1(2017): 33.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kuantitatif; Komunikasi, Ekonomi, DanKebijakan Public Serta Ilmu-Ilmu Social Lainnya, Cet. Ke 2, Jakarta:Kencana Prenamedia Grup, 2006.
Chatib, Munif. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan SemuaAnak Juara, Cet. Ke 12, Bandung: Kaifa, 2013.
81
82
Darwyansyah, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik., Cet. Ke 6, Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2016.
Fatimah, Enung. Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, Cet. Ke1, Bandung: CV Pustaka Setia, 2016.
Firda Nadirah, Yahdinil. Psikologi Belajar dan Mengajar, Serang: DinasPendidikan Provinsi Banten, 2014.
Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, Cet.Ke 2, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.
Irmayandi, Ardi. “Efektifitas Metode Pembelajaran Discovery Learning terhadapPemahaman Konsep Kimia Siswa SMA Laboratorium Universitas NegeriMalang dengan Kemampuan Awal Berbeda Pada Materi Laju Reaksi”,(Program Studi Pendidikan Kimia Pascasarjana Universitas Negeri Malang,2015).
Jauhari Muchtar, Heri. Fiqih Pendidikan, Cet. Ke-3, Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2012.
Juni Priansa, Donni. Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran, Cet. Ke 1,Bandung: CV Pustaka Setia, 2017.
Komariyah, Kokom. Pengaruh Metode Resitasi Terhadap Kemandirian BelajarSiswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Studi Di MTsN 1 Pandeglang Prov.Banten), Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri SultanMaulana Hasanuddin Banten, 2017.
Mardani, Ushul Fiqh, Cet. Ke 1. Jakarta: Pt Raja Grafindo, 2013.
Mulyadi, Seto. Dkk. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Muslihah, Eneng. Metode dan Strategi Pembelajaran, Ciputat: Haja Mandiri, 2014.
M Hikmat, Mahi. Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi DanSastra, Bandung: Graha Ilmu, 2011.
Nor Aini, Pratistiya, dan Abdullah Taman, “Pengaruh Kemandirian Belajar DanLingkungan Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kela
83
XI IPS SMA Negeri 1 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011”. JurnalPendidikan Akuntansi Indonesia, Vol X, No 1 (2012), 54.
Prasetyo, Bambang, dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif Teoridan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Purilaela, “Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Dan ModelKonvensional Untuk Meningkatkan Prilaku Tanggung Jawab PadaPembelajaran PKN Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung”,(Tesis Program Studi Magister Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2016).
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Said, Alamsyah, dan Andi Budimanjaya, 95 Strategi Mengajar, Jakarta: Kencana,2015.
Setiawan Pramono, Doni. Penggunaan Metode Discovery Learning untukMeningkatkan Keaktifan dan Kompetensi Siswa Pada Mata PelajaranPerawatan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kelas XI TKR 3 di SMKN 2Yogyakarta, Program Studi Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas TeknikUniversitas Negeri Yogyakarta, 2018.
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: Alfabeta, 2016.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif danR&D, Bandung: Alfabeta CV, 2015.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitati dan R&D, Bandung: AlfabetaCV, 2016.
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, Bandung: CV Alfabeta, 2007.
Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Cet. KeXIV, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2014.
Syaodih Sukmadinata, Nana. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2013
Syamsuddin Makmun, Abin. Psikologi Kependidikan Perangkat SistemPengajaran Modul, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
84
Taniredja Hidayati Mustafidah, Tukiran. Penelitian Kuantitatif: Sebuah Pengantar,Bandung: Alfabeta, 2014.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,(pdf).
Wawancara dengan guru Fiqih, pada hari Selasa, 15 Januari 2019, jam 10:30 WIB.
Widiadnyana, “Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Pemahaman KonsepIPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP”. E-Journal Program Pasca SarjanaUniversitas Pendidikan Ganesha Singaraja Program Studi IPA, Vol. 4,(2014).
top related