penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy …pendahuluan 1.1 latar belakang salah satu...
Post on 06-Jan-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CEREBRAL
PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI RSUD Dr. LOEKMONO
HADI KUDUS
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
FANITA RAHIM
J100150005
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CEREBRAL
PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI RSUD Dr. LOEKMONO
HADI KUDUS
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
FANITA RAHIM
J100150005
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing,
Wahyuni, SKM, FT.,M.Kes
NIK. 808
HALAMAN PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CEREBRAL
PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI RSUD Dr. LOEKMONO
HADI KUDUS
Oleh :
FANITA RAHIM
J100150005
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ii
pada hari Sabtu, 30 Juni 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan penguji:
1. Wahyuni, SKM, FT., M.Kes ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Edy Waspada, S.Fis., M.Kes ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Isnaini Herawati, S.Fis., M.Sc ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes
NIK. 786
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa naskah publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar diploma di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuaan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbeneran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 5 Mei 2018
Penulis
Fanita Rahim
J100150005
iii
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY
SPASTIK QUADRIPLEGI DI RSUD Dr. LOEKMONO HADI KUDUS
Abstrak
Cerebral palsy spastic quadriplegi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
buruknya pengendalian otot, dengan melibatkan peningkatan spasme otot ketika
bergerak lebi cepat di kedua lengan, tungkai, leher, dan batang tubuh.Untuk
mengetahui penatalaksanaan fisiotrapi dengan Neuro Development Treatment
dalam penanganan Spastisitas, Neuro Senso Motor Reflex Integration mengatasi
reflek primitif yang masih ada dan Neuro Development Treatment untuk
penanganan kemampuan fungsional. Setelah dilakukan terapi selama 6 kali
didapatkan adanya penurunan spastisitas pada regio shoulder gerakan fleksi T1: 2
menjadi T6:1, adanya peningkatan pada penilaiaan reflek yaitu pada reflek moro
T1: + menjadi T6: ±, graps T1: + menjadi T6: ±, STNR T1: + menjadi T6:±,
Tonic Labirintyne T1: ± menjadi T6:-, Body Righting On T1:- menjadi T6: +, dan
adanya peningkatan kemampuan fungsional pada Dimensi A T1: 35,29% menjadi
T6: 43,13%, Dimensi B T1: 0% menjadi T6: 1,67%. Penatalaksanaan Neuro
Development Treatment (NDT) ada penurunan spastisitas, dengan
penatalaksanaan NSMRI adanya peningkatan reflek dari tingkat spinal menuju
brain stem, dan penatalaksanaan NDT dapat meningkatkan kemampuan
fungsional.
Kata Kunci: Cerebral Palsy, Spastic Quadriplegi, Neuro Senso Motor Reflex
Integration, dan Neuro Development Treatment.
Abstract
Spastic quadriplegi cerebral palsy is a condition characterized by poor muscle
control, involving increased muscle spasms as it moves faster in both arms, legs,
neck, and torso. To determine physiotherapy management with Neuro
Development Treatment in Spasticity handling, Neuro Senso Motor Reflex
Integration overcoming the remaining primitive reflexes and Neuro Development
Treatment in functional abilities. After 6 weeks of therapy there was a decrease of
spasticity in the shoulder region of flexion movement T1: 2 to T6: 1, an increase
in reflex observation that is on the moro reflex T1: + to T6: ±, grams T1: + to T6:
± , STNR T1: + to T6: ±, Tonic Labirintyne T1: ± to T6: -, Body Righting On T1:
- to T6: +, and an increase in functional ability in Dimension A T1: 35.29% to T6:
43, 13%, Dimension B T1: 0% to T6: 1.67%. Management of Neuro Development
Treatment (NDT) has decreased spasticity, with NSMRI management of increased
reflexes from spinal level to brain stem, and management of NDT may improve
functional ability.
Keywords: Cerebral Palsy, Spastic Quadriplegi, Neuro Senso Motor Reflex
Integration, and Neuro Development Treatment.
2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu gangguan tumbuh kembang pada anak adalah cerebral
palsy. Cerebral palsy adalah gangguan gerakan dan postur atau gangguan
motorik yang nonprogresif karena kerusakan otak pada anak, sehingga
menyebabkan keterbatasan gerak. Cerebral palsy menimbulkan gangguan
pada sensasi, persepsi, kognitif, komunikasi dan kebiasaan. Berdasarkan hasil
penelitian mengenai cerebral palsy bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof.
Dr. R. D Kandou Manado ditemukan paling banyak adalah cerebral palsy tipe
spastik quadriplegi, pada rentang usia 0-2 tahun laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Penyebabnya status gizi yang kurang paling
banyak dan penyakit penyerta tersering adalah bronkopneumonia (Bolaang &
Utara, 2016).
Cerebral palsy merupakan gangguan yang berkaitan dengan
perkembangan “motor” karena lesi non-progresif dari otak yang sedang
berkembang. Sering disertai dengan gangguan sensasi, kognisi dan kejang.
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 278 bayi di diagnosa CP.
Sebuah penelitian serupa yang dilakukan di Faisalabad, Pakistan, mengenai
insiden CP menunjukan bahwa dari sampel 160 kasus dengan kelainan pada
postur dan gerakan 75% didiagnosa CP. Faktor resiko sekarang yang
diketahui termasuk kehamilan multipel, jenis kelamin, infeksi, prematuritas
dan berat lahir rendah serta determinan genetik (Bangash, Hanafi, Idrees, &
Zehra, 2014).
Pada kondisi cerebral palsy di atas, Permasalahan yang terjadi adalah
gangguan postural control, motor control akibat adanya lesi pada otak yang
sedang tumbuh biasanya ditandai dengan gangguan keseimbangan dan
hipotonus postural. Penatalaksanaan fisioterapi yang diberikan seperti Neuro
Senso Motor Reflex Integration sebagai awal mempersiapkan otot untuk
menjalani modulasi motorik dan meningkatkan kemampuan kerja fungsional
motorik anak, dengan keterlambatan perkembangan saraf dan Neuro
Development Treatment (NDT) sebagai normalisasi tonus otot, peregangan,
3
penentuan posisi,perbaikan, dan koreksi postur. Maka dari itu penulisan ini
membahas penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy spastic
quadriplegi di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan pada laporan akhir in diantaranya adalah:
1) Untuk mengetahui adanya manfaat NDT pada CP Spastic Quadriplegi
terhadap mengontrol spastisitas, meningkatkan kekuatn otot, seta dapat
meningkatkan kemampuan fungsional.
2) Untuk mengetahui adanya manfaat metode NSMRI pada CP Spastic
Quadriplegi terhadap reflek primitif yang masih ada dan peningkatan
fungsi sensoris.
2. METODE
2.1 Teknologi Intervensi Fisioterapi
2.1.1 Neuro Senso Motor Reflex Integrasi
Neuro Senso Motor Reflek Integrasi merupakan metode yang
memfokuskan pada mekanisme perkembangan dan pembelajaran gerakan
secara natural (Rentschler et all., 2008). Setiap respon refleks terdiri dari
tiga bagaian yang memungkinkan respon motorik terhadap stimulus
spesifik, yang terdiri dari:
1) Bagian 1: Stimulasi sensorik pada taktil, propioseptif, visual atau
sistem pendengaran. Sistem saraf eferen (reseptor dan serabut saraf
yang dibawa impuls dari tubuh ke otak) untuk mengenali stimulus
dan mengirimkannya ke otak.
2) Bagian 2: Proses pada otak ini, otak berfungsi menafsirkan sinyal
dari sistem sensor dan mengaktifkan pola respon yang tepat untuk
berorientasi pada perlindungan atau kelangsungan hidup menuju
pembangunan.
3) Bagian 3: Respon Motor merupakan sistem saraf eferen (serabut
saraf yang membawa impuls keluar dari otak ke tubuh) membawa
perintah ke otot dan organ atau kelenjar untuk memberlakukan reaksi
yang tepat atau respon motorik.
4
2.2.2 Neuro Developmental Treatment (NDT)
Tekhnik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada
tahun 1997. Pada tekhnik ini ditujukan untuk menangani gangguan
sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Agar mendapat kan hasil
yang efektif, diperlukan penanganan secepatnya, sebaiknya sebelum anak
usia 6 bulan. Pelaksanaan ini diimulai dengan menekankan reflek-reflek
abnormal yang patologis yang menjadi penghambat terjadinya gerakan-
gerakan normal (Acar et al., 2016).
Neuro development Treatment merupakan suatu tehnik latihan
untuk merangsang respon mekanisme neuromuscular melalui stimulus
propioseptor. Tekhik dari NDT terdiri dari: fasilitasi dari postural normal
dan pola gerakan, menggunakan sensori feedback (kontak manual,
integrasi visual, dan somatosensory) sebagai fasilitasi perbaiki fungsi
gerak, keinginan harus disesuaikan dengan apa yang diinginkan oleh
pasien selama kegiatan perkembangan dan kemampuan fungsi. Yang
terpenting adalah mengembalikan kemampuan fugsional yang dilihat
secara keseluruhan dan sesuai kebutuhan (Park & Kim, 2017).
2.2 Proses Fisioterapi
2.2.1 Pengkajian Fisioterapi
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan Obyektif
2.2.2 Diagnosa Fisioterapi
1) Impairment
a. Adanya spastisitas pada AGA dan AGB
b. Adanya Penurunan kekuatan otot pada regio (Cervical, AGA dan
AGB)
c. Reflek setingkat spinal
d. Terdapat gangguan Sensoris pada indera propioseptive dan Vestibular
2) Functional Limitation
a. Pasien belum mampu mengangkat kepala (tengkurap) sendiri,
merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan secara mandiri.
5
b. Pasien belum mampu makan, minum, memakai baju secara mandiri.
3) Disability
Pada keterbatasan fisik anak belum mampu bermain dengan teman
sebayanya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Peniaian Spastisitas (Skala Asworth)
Regio Dekstra Sinistra
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T1 T6 T3 T4 T5 T6
1. Shoulder
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Eksternal Rotasi
Internal Rotasi
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2. Elbow
Fleksi
Ekstensi
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
3. Wrist
Fleksi
Ekstensi
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4. Hip
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Eksternal Rotasi
Internal Rotasi
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
5. Knee
Fleksi
Ekstensi
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
6. Ankle
Plantar Fleksi
Dorsal Fleksi
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Tabel 1 Evaluasi penilaian spastisitas
6
Setelah dilakukan 6 kali terapi hasil dari penilaian spastisitas
dengan skala Asworth didapatkan penurunan spastisitas pada regio
Shoulder pada gerakan fleksi yang didapatkan nilai 1.
3.1.2 Penilaiaan kekuatan otot dengan XOTR
Gerakan
Nilai Otot
T1
(D/S)
T2
(D/S)
T3
(D/S)
T4
(D/S)
T5
(D/S)
T6
(D/S)
1. Cervical
a. Fleksi
b. Ekstensi
c. Rotasi
d. Side Fleksi
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
2. Shoulder
a. Fleksi
b. Ekstensi
c. Abduksi
d. Adduksi
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
3. Elbow
a. Fleksi
b. Ekstensi
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
4. Wrist
a. Palmar Fleksi
b. Dorsal Fleksi
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X
X/X X/X
X/X
5. Hip
a. Fleksi
b. Ekstensi
c. Abduksi
d. Adduksi
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
6. Knee
a. Fleksi
b. Ekstensi
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
c. 7. Ankle
a. Dorsi Fleksi
b. Plantar Fleksi
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
T/T
Tabel 2 pemeriksaan kekuatan otot menggunakan XOTR
3.1.3 Penilaiaan Kemampuan Fungsional dengan GMFM
Selama melakukan 6 kali terapi, didapatkan nilai kemampuan
fungsional anak mengalami peningkatan. Lihat pada grafik berikut:
7
Grafik 1 Evaluasi kemampuan fungsional dengan GMFM
Berdasarkan evaluasi penilaiaan kemampuan fungsional dengan
GMFM didapatkan ada peningkatan pada dimensi A dan B.
3.1.4 Penilaian Reflek primitif
NO LEVEL REFLEKS T1 T2 T3 T4 T5 T6
1. Spinal Flexor With
Drowl
+ + + + + +
Moro
Graps
+
+
+
+
+
+
+
+
±
±
±
±
2. Brain Stem ATNR - - - - - -
STNR + + + + ± ±
Tonic
Labirintyne
Supine
± ± ± ± - -
Tonic
Labirintyne
Prone
- - - - - -
3. Mid Brain Neck Righting - - - - - -
Body Righting
On The Head
- - - - + +
Optical
Righting
Reaction
- - - - - -
4. Cortical Equilibrium:
a.Terlentang - - - - - -
b.Tengkurap + + + + ± ±
c.Kneeling + + + + + +
T1
T3
T5
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
Dimensi A
Dimensi B
Dimensi C
Dimensi D
Dimensi E
35,29%
0 0 0 0
35,29%
0 0 0 0
35,29%
0 0 0 0
39,21%
0 0 0 0
43,13%
1,67% 0 0 0
43,13%
1,67% 0 0 0
Chart Title
T1 T2 T3 T4 T5 T6
8
0 1 2 3
Evaluasi Hasil Pemeriksaan
Sensorimotor
T1 T2 T3 T4 T5 T6
d.Sitting + + + + + +
e.Berdiri + + + + + +
5 Reflek Lain Babinsky + + + + + +
Parachute + + + + ± ±
Clonus pada
kedua kaki
+ + + + + +
Berdasarkan evaluasi penilaian reflek primitif terdapat peningkatan di
level spinal. 3.1.5 Penilaian Sensorimotor
Grafik 2 Evaluasi hasil pemeriksa Sensorimotor
Berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan sensoris yang dilakukan 6
kali terapi, didapatkan ada peningkatan pada terapi ke4 propioseptif dan
terapi ke5 di vestibular.
1.1 Pembahasan
Pasien dengan diagnosa Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi
yang berjenis kelamin laki-laki dengan umur 5 Tahun 10 bulan telah
diberikan penatalaksanaan fisioterapi selama 6 kali menggunakan
Neuro Senso Motor Reflex Integration dan Neuro Development
Treatment (NDT). Problematika yang ditemukan pada kondisi ini
adalah: spastisitas pada anggota gerak atas dan bawah, reflek primitif
yang mash dominan, ganguan sensorimotor, penurunan kekuatan otot,
dan gangguan kemampuan fungsional.
Berdasarkan hasil evaluasi yang digunakan untuk mengukur hasil
perkembangan setelah terapi adalah evaluasi spastik pada anggota
gerak atas dan anggota gerak bawah dengan skala asworth, reflek
Tabel 3. Reflek Primitif
9
primitif yang masih dominan dengan pemeriksaan reflek, gangguan
sensorimotor dengan pemeriksaan sensorimotor test, kekuatan otot
dengan XOTR dan gangguan kemampuan fungsional dengan GMFM.
Setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan adanya kemampuan kontrol
tonus pada regio shoulder pada gerakan fleksi, terdapat peningkatan
level reflek pada tingkat spinal yang berupa reflek moro dan graps
pada terapi ke 4 mulai menghilang , terjadi peningkatan otot padaa
regio shoulder derakkan fleksi karena terdapat kontrol tonus pada
regio tersebut, dan ada peningkatan kemampuan fungsional berupa
kemampuan mengangkat kepala.
Neuro Development Treatment (NDT) merupakan suatu prinsip
untuk memperbaiki dan mencegah posturdan pola gerakkan abnormal,
serta mengajarkan postur dan pola gerakkan yang normal.Pemberian
NDT bertujuan untuk untuk menormalisasi jaringan otot agar tercipta
jaringan otot yang elastis tanpa adanya rasa tahanan otot yang
menandakan adanya peningkatan tonus otot atau kekakuan (Lundy,
Lumsden, & Fairhurst, 2009). Adapun yang terjadi adalah normalisasi
spastisitas, dengan mekanisme terjadi spastisitas pada otot akibat
luapan impuls fasilitasi ke medula spinalis dijalarkan melalui
retikulospinal, vestibulospinal, dan sebagainya akibat perubahan
keseimbangan antara sistem motorneuron alfa dan gama. Kegagalan
tersebut mempengaruhi inhibisi sentral yang secara normal menekan
atau mengurangi refleks regang spinal akan diikuti oleh kontraksi otot
yang berlebihan setelah peregangan dilakukan terhadapnya, dan
adanya tahanan yang meningkat terhadap gerakkan. NDT suatu
treatmen untuk mengontrol tonus dengan mekanisme refleks
pregangan otot berlebih dalam kelenturan otot yang dikaitkan dengan
peningkatan sensitivitas dari spindel otot karena peningkatan aktivitas
fusimotor dengan pemberian NDT dengan mengarah pada
peningkatan kemampuan motorik dan fungsi yang disebabkan oleh
aktivitas otot yang konstan sebagai latar belakang gerakan yang
10
sebenarnya sehingga dapat mempertahankan sikap dasar tubuh. Setiap
kali otot diregangkan, spindel yang tereksitasi menyebabkan kontraksi
reflek otot yang sama dan otot sinergis, sehingga aktivasi alfa gamma
untuk menghasilkan konstraksi dari serat extrafusal dan intrafusal
sesuai dengan posisi dan perintah gaya dari otak ke sumsum tulang
belakang (Mukherjee & Chakravarty, 2010).
NDT juga dapat memfasilitasi yaitu upaya untuk mempermudah
reaksi-reaksi otomatis dan gerakkan yang baik (key point of Control)
(Waspada, 2010). Tujuannya untuk memperbaiki tonus postural, untuk
mengkembaikan kualitas tonus normal serta untuk mempermudah
gerakkan yang disadari. Tujuan-tujuan tersebut ndt juga bisa
meningkatkan kekuatan otot serta meningkatkan kemampuan
kemampuan fungsional pada anak cerebral palsy. Adapun hasil yang
didapatkan setelah 6 kali pemberian terapi yaitu terjadi peningkatan
kekuatan otot pada regio cervical dengan nilai T menuju nilai X.
Berdasarkan hasil dari kontrol spastis dan peningkatan kekuata
otot dapat meningkatan kemampuan fungsional pada anak Cerebral
Palsy menggunakan GMFM dan didapatkan hasil pemeriksaan pada
hari pertama yaitu Dimensi A berbaring dan berguling skor 35,29%,
dimensi B duduk skor 0%, dimensi C merangkak dan berlutut skor
0%, dimensi D berdiri dengan skor 0%, dimensi E berjalan, berlari,
dan melompat skor 0%.
Hasil dari pemeriksaan diatas mengalami peningkatan
kemampuan fungsional meski tidak signifikan yaitu pada dimensi A
mengalami penigkatan sebanyak 7,84% dan Dimensi B mengalami
peningkatan sebanyak 3,3%. Dikarenakan masalah motorik CP
muncul secara mendasar dari disfungsi Centaral Nervus System, yang
mengganggu perkembangan kontrol postural normal terhadap gravitas
dan menghambat perkembangan motorik, berdasarkan penelitiaan
(Labaf et al., 2015) adanya pendekatan NDT ini mengajarkan otak
untuk meningkatkan keterampilan kinerja motorik. Berdasarkan
11
penelitian dari menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan
fungsional secara signifikan dengan berlatih dirumah lagi secara
berulang dan terukur agar mengarah pada perbaikan gross motor
functional dilatih dirumah oleh orang tuanya karena dengan latihan
yang teratur dan terukur sehingga pola yang tertanam diotaknya mulai
didukung oleh kognitif anak yang sudah mulai merespon (Myrhaug et
all, 2014).
Pada pemeriksaan reflek dengan diberikan neuro senso motor
reflex integration yang bertujuan untuk koreksi neuro-sensory-motorik
disfungsional pola refleks. Pendekatan dengan latihan dan teknik
gerakan re-patterning (belajar kembali dan skema re-coding), yang
berfokus pada pengulangan refleks dinamis dan postural dengan
menghidupkan kembali memori motorik genetik dan mengaktifkan
mekanisme defensif di otak-tubuh-sistem. Pada konsep integrasi pola
refleks sebagai prasyarat untuk mengembangkan motorik.
Peningkatan koordinasi antara neurologis bawaan, sensorik, dan
komponen motorik yang menyediakan fondasi dimana gerakan reflek
terintegrasi dengan gerakan yang disengaja, keterampilan motorik
yang dipelajari dan kemampuan motorik yang dikendalikan secara
sadar pada anak dengan kondisi CP. Teknik repatterning dan relaksasi
untuk membangkitkan memori motorik genetik latern di batang otak,
sehingga untuk pengembangan saraf (Masgutova,et al, 2008).
Berhubungan dengan sentuhan dalam dan tekanan pada pasien
ini didapatkan hasil terapi pertama sampai terapi ke enam dari level
spinal yang awalnya dominan setelah 6 kali terapi menjadi berkurang,
level spinal yaitu graps dan moro pada terapi ke 4 terdapat perubuhan
dari yang sering menjadi ragu-ragu (berkurang).Pada level brain stem
adanya penurunan reflek STNR dari yang ada hingga terapi ke 5 ragu-
ragu (berkurang) dan tonic Labirintyne Supine yang awalnya
munculnya ragu-ragu hingga pertemuan ke 5 tidak muncul. Level mid
brain yaitu pada body righting reaction on the head yang awalnya tidak
12
muncul setelah 6 kali terapi sudah mulai muncul. Pada level cortical
anak terkadang sudah mulai bisa terlentang ke tengkurap. Reflek lain
yang masih yaitu babinsky, clonus pada kedua kaki, parachute atau
reflek protektive yang terkadang muncul, dan diikuti adanya
peningkatan di pemeriksaan sensorimotor walaupun di propioseptif
reaksi terkadang kurang baik. Berdasarkan hasil dari tiap reflek yang
seharusnya sudah hilang tetapi masih muncul dikarenakan sensoris pada
anak belum matang.
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Penatalaksanaan fisioterapi pada pasien berinisial M,K.N umur
5 tahun 6 bulan setelah dilakukan intervensi sebanyak 6 kali pada
kondisi Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dengan penatalaksanaan
Neuro Senso Motor Reflex Integration (NSMRI) dan Neuro
Development Treatment (NDT) spastisitas terkontrol dan
meningkatkan kekuatan otot, dengan penatalaksanaan NSMRI ada
perubahan fungsi sensoris dengan mulai merespon jika diberi
stimulasi seperti diberikan mainan seperti mencoba mengambil
mainan itu, dan penatalaksanaan NDT dapat meningkatkan
kemampuan fungsional yang didapatkan pada Dimensi A sebanyak
7,84% dan Dimensi B sebanyak 3,3%.
4.2 Saran
4.2.1 Kepada Orang Tua Pasien
Pasien harus rajin untuk diterapi, untuk perkembangan
pasien yang baik. Kepada orang tua pasien disarankan untuk
menerapkan edukasi dirumah sesuai yang diajarkan fisioterapi, agar
meningkatkan kemampuan fungsional dan menjaga fungsi gerak
tubuh.
13
4.2.2 Kepada Fisioterapi
Sebelum diberikan pelayanan fisioterapi, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan awal yang sesuai, diagnosa, dan memilih
penatalaksanaan fisioterapi serta pemberian edukasi harus benar.
Setelah selesai tindakan fisioterapi harus di evaluasi secara rutin
agar mengetahui perkembangan pasien dan mencapai tujuan jangka
pendek dan jangka panjang yang diharapkan.
4.2.3 Kepada Masyarakat
Untuk pembaca Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan jika
mempunyai kerabat atau keluarga yang mempunyai kondisi yang
sama sepeti Cerebral Palsy dapat mengkonsultasikan ke petugas
kesehatan dan membawanya ke fisioterapi supaya mendapatkan
penanganan yang tepat dan secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Acar, G., Altun, G. P., Yurdalan, S., & Polat, M. G. (2016). Efficacy of
neurodevelopmental treatment combined with the Nintendo<sup>®<
/sup> Wii in patients with cerebral palsy. Journal of Physical Therapy
Science, 28(3), 774–780. https://doi.org/10.1589/jpts.28.774
Alotaibi, M., Long, T., Kennedy, E., & Bavishi, S. (2014). The efficacy of
GMFM-88 and GMFM-66 to detect changes in gross motor function in
children with cerebral palsy (CP): A literature review. Disability and
Rehabilitation,36(8), 617–627.https://doi.org/10.3109/09638288.2013.
805820
Bangash, A. S., Hanafi, M. Z., Idrees, R., & Zehra, N. (2014). Risk factors and
types of cerebral palsy. JPMA. The Journal of the Pakistan Medical
Association.
Bolaang, K., & Utara, M. (2016). Jurnal KEDOKTERAN KLINIK (JKK),
Volume 1 No 2 , Desember 2016. Jurnal KEDOKTERAN KLINIK (JKK),
Volume 1 No 2, Desember 2016, 1(2), 37–45.
Daly, I., Faller, J., Scherer, R., Sweeney-Reed, C. M., Nasuto, S. J., Billinger, M.,
14
& Müller-Putz, G. R. (2014). Exploration of the neural correlates of
cerebral palsy for sensorimotor BCI control. Frontiers in Neuroengineering,
7(July), 1–11. https://doi.org/10.3389/fneng.2014.00020
Syaifuddin. (2010). Anatomi Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hinchcliffe, A. (2007). Children with Cerebral Palsy,61. India Pvt Ltd. New
Delhi.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Penyandang Disabilitas. Buletin
Jendela Data & Informasi Kesehatan, Semester 2(1), 1–5.
https://doi.org/10.1007/ s13398-014-0173-7.2
Kolb, B., Mychasiuk, R., Muhammad, A., & Gibb, R. (2013). Brain plasticity in
the developing brain. Progress in Brain Research (1st ed., Vol. 207).
Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/B978-0-444-63327-9.00005-9
Labaf, S., Shamsoddini, A., Taghi Hollisaz, M., Sobhani, V., & Shakibaee, A.
(2015). Effects of neurodevelopmental therapy on gross motor function in
children with cerebral palsy. Iranian Journal of Child Neurology, 9(2), 36–
41.
Lundy, C., Lumsden, D., & Fairhurst, C. (2009). Treating complex movement
disorders in children with cerebral palsy. The Ulster Medical Journal, 78(3),
157–163. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/19907680
%5Cnhttp://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC2773
587
Manuscript, A. (2011). NIH Public Access, 51(4), 816–828. https://doi.org/
10.1097/GRF.0b013e3181870ba7.Diagnosis
Masgutova, S., Russia-poland, P. D., Wenberg, E. S., & Retschler, M. (2008).
Masgutova Method of Reflex Integration for Children With Cerebral Palsy,
1–23.Retrieved from http://masgutovamethod.com/_uploads/_media_uploads
/_source/article_valerie-cp.pdf
Mukherjee, A., & Chakravarty, A. (2010). Spasticity mechanisms - for the
clinician. Frontiers in Neurology, MAR(December), 1–10. https://doi.org/
10.3389/fneur.2010.00149
Mutlu, A., Livanelioglu, A., & Gunel, M. K. (2008). Reliability of Ashworth and
15
Modified Ashworth Scales in children with spastic cerebral palsy. BMC
Musculoskeletal Disorders, 9, 1–8. https://doi.org/10.1186/1471-2474-9-44
Myrhaug, H. T., ØstensjØ, S., Larun, L., Odgaard-Jensen, J., & Jahnsen, R.
(2014). Intensive training of motor function and functional skills among
young children with cerebral palsy: A systematic review and meta-analysis.
BMC Pediatrics, 14(1). https://doi.org/10.1186/s12887-014-0292-5
Park, E.-Y., & Kim, W.-H. (2017). Effect of neurodevelopmental treatment-based
physical therapy on the change of muscle strength, spasticity, and gross
motor function in children with spastic cerebral palsy. Journal of Physical
Therapy Science, 29(6), 966–969. https://doi.org/10.1589/jpts.29.966
Rentschler, M., Ed, M., Method, M., & Specialist, I. (2008). The Masgutova
Method of Neuro-Sensory-Motor and Reflex Integration : Key to Health ,
Development and Learning, (202).
Shamsoddini, A., Amirsalari, S., Hollisaz, M., & Rahimnia, A. (2014).
Management of Spasticity in Children with Cerebral Palsy Definitions of
Spasticity Causes of Spasticity Measuring Spasticity, 24(4), 345–351.
Sohn. (2011). Assessment of Primitive Reflexes in High-risk Newborns. Journal
of Clinical Medicine Research, 3(6), 285–290.
https://doi.org/10.4021/jocmr706
Trønnes, H., Wilcox, A. J., Lie, R. T., Markestad, T., & Moster, D. (2014). Risk
of cerebral palsy in relation to pregnancy disorders and preterm birth: A
national cohort study. Developmental Medicine and Child Neurology, 56(8),
779–785. https://doi.org/10.1111/dmcn.12430
top related