pemenuhan regulasi pelabelan produk industri … · pemberian label pada kemasan suatu produk...
Post on 18-Mar-2019
267 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK INDUSTRI
RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI BOGOR
WIWIT ARIF WIJAYA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemenuhan Regulasi
Pelabelan Produk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Bogor adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Wiwit Arif Wijaya
NIM F24080036
ABSTRAK
WIWIT ARIF WIJAYA. Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Industri Rumah
Tangga Pangan (IRTP) di Bogor. Dibimbing oleh WINIATI P RAHAYU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pemenuhan label
produk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Bogor dibandingkan dengan
regulasi yang berlaku (UU RI No. 18 Tahun 2012). Sampel dipilih dari produk
IRTP yang merupakan jenis produk tiga terbanyak di Bogor, yaitu tepung dan
hasil olahannya; hasil olahan biji-bijian dan umbi; minuman ringan dan minuman
serbuk. Terdapat 4 kelompok unsur label yang diuji: (1) teknis pencantuman label,
(2) tulisan pada label, (3) keterangan minimum pada label, dan (4) keterangan
yang dilarang pada label. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemenuhan ketiga
jenis produk tersebut secara berturut-turut: (1) teknis pencantuman label sebesar
44, 45, dan 73%, (2) tulisan pada label sebesar 75, 80, dan 60%, (3) keterangan
minimum pada label sebesar 71, 69, dan 67%, dan (4) tidak mencantumkan
keterangan yang dilarang pada label sebesar 99, 100, dan 96%. Tingkat
pemenuhan pelabelan rata-rata untuk ketiga jenis produk tersebut secara berurut-
turut adalah 72, 74, dan 74%. Rendahnya tingkat pemenuhan pelabelan
menunjukkan bahwa masih diperlukannya pembinaan lebih lanjut terhadap IRTP,
terlebih mengenai kriteria pelabelan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kata kunci: IRTP, label, regulasi, tingkat pemenuhan
ABSTRACT
WIWIT ARIF WIJAYA. Fulfillment of Food Labeling Regulations Requirements
for Small Medium Enterprises (SMEs) Products in Bogor. Supervised by WINIATI
P RAHAYU.
This research was aimed to evaluate the degree of fulfillment of food
product labels requirements by Small Medium Enterprises (SMEs) in Bogor
compared with existing regulations (Indonesian Act Number 18 of 2012). Samples
were chosen from three major SMEs products in Bogor, which were flour and its
processed products; products from the process of grains and tubers; softdrink and
powdered beverages. Four groups of elements were tested: (1) technical labeling,
(2) content format, (3) minimum information displayed, and (4) prohibited
information. The results showed the level of fulfillment for those three types of
products were: (1) technical labeling: 44, 45, and 73%, (2) format content: 75,
80, and 60%, (3) minimum information: 71, 69, and 67%; and (4) not mention
prohibited information: 99, 100, 96%, respectively. The average level of
fulfillment for those three types of products were 72, 74, and 74%, respectively.
This low level of fulfillment showed that further development of SMEs is needed,
especially about food labelling criteria according to the existing regulations.
Keywords : Label, level of fulfillment, regulations, SMEs
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK INDUSTRI
RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI BOGOR
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
WIWIT ARIF WIJAYA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah label
kemasan pangan, dengan judul Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Industri
Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Winiati P. Rahayu
selaku dosen pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan
Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si selaku dosen penguji atas semua bimbingan
dan sarannya sehingga skripsi ini dapat tersusun. Penghargaan dan terima kasih
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan kerabat, atas segala dukungan, doa,
dan motivasinya. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Dinas Kesehatan Kota Bogor, seluruh dosen, staf departemen, asisten praktikum
dan teknisi, teman-teman ITP 45, ITP 46, dan ITP 47, serta semua pihak yang
telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan
menambah wawasan bagi yang membacanya.
Bogor, April 2014
Wiwit Arif Wijaya
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Kerangka Pemikiran 2
Tempat dan Waktu Penelitian 2
Metode Penelitian 3
Tahapan Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kategori Produk IRTP Kota Bogor 5
Teknis Pencantuman Label 6
Tulisan pada Label 7
Keterangan Minimum Label 8
Keterangan yang Dilarang pada Label 14
Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata 14
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR GAMBAR
1. Jenis Produk IRTP di Kota Bogor 5
2. Tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label jenis
produk tepung dan hasil olahannya 7
3. Tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label jenis
produk hasil olahan biji-bijian dan umbi 7
4. Tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label jenis
produk minuman ringan dan minuman serbuk 7
5. Perbandingan tingkat pemenuhan keterangan minimum label 9
6. Logo halal MUI dan logo halal lainnya yang dijumpai pada kemasan 11
7. Perbandingan tingkat pemenuhan pelabelan rata-rata 15
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kriteria pemenuhan syarat unsur label IRTP 18
2. Tingkat pemenuhan keterangan minimum label 22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Informasi tentang produk pangan pada umumnya tertera pada label kemasan
pangan. Pemberian label pada kemasan suatu produk pangan bertujuan untuk
memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap
produk pangan yang dikemas sebelum membeli atau mengonsumsi pangan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan, yang dimaksud dengan label pangan adalah keterangan
mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau
bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan
pada, atau merupakan bagian dari kemasan. Pemberian label mempunyai berbagai
fungsi, diantaranya adalah (1) memberikan informasi tentang isi produk yang
diberi label tanpa harus membuka kemasan, (2) berfungsi sebagai sarana
komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh
konsumen tentang produk tersebut, terutama hal-hal yang tak kasat mata atau tak
dapat diketahui secara fisik, (3) memberi petunjuk yang tepat kepada konsumen
sehingga diperoleh fungsi produk yang optimum, (4) sebagai sarana periklanan
bagi produsen, dan (5) memberi “rasa aman” pada konsumen (Wijaya 1997).
Label pangan merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan pangan yang
memiliki arti penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi
mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar dan tidak
menyesatkan. Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai
pelabelan produk pangan. Peraturan tersebut dapat berupa undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan menteri, atau peraturan kepala Badan POM.
Peraturan terbaru tentang pelabelan pangan diatur dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, tepatnya terletak pada
Bab VIII tentang Label dan Iklan Pangan, bagian kesatu, dari pasal 96 sampai
pasal 103. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa label pangan memuat
paling sedikit keterangan mengenai (1) nama produk, (2) daftar bahan yang
digunakan, (3) barat bersih atau isi bersih, (4) nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau mengimpor, (5) halal bagi yang dipersyaratkan, (6) tanggal dan
kode produksi, (7) tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, (8) nomor izin edar
bagi pangan olahan, dan (9) asal usul bahan pangan tertentu. Penjelasan lebih
lengkap mengenai peraturan tersebut tertuang dalam PP RI No. 69 Tahun 1999.
Industri rumah tangga pangan (IRTP) merupakan salah satu industri kecil
menengah yang memproduksi pangan olahan dalam kemasan berlabel. Menurut
Perka BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012, IRTP adalah
perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan
peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Di Kota Bogor,
jumlah IRTP yang mendaftar untuk mendapatkan nomor P-IRT semakin
meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2011 terdapat 147 IRTP, tahun 2012
terdapat 198 IRTP, dan tahun 2013 terdapat 201 IRTP yang mendaftar (Dinkes
2013a). Permasalahan umum yang ditemui pada produk IRTP adalah mengenai
pencantuman label pada kemasannya yang masih belum sesuai dengan peraturan
pelabelan yang berlaku. Sebelumnya sudah terdapat penelitian mengenai
2
pemenuhan regulasi pelabelan, yaitu label pada produk minuman sari buah
(Maradhika 2012) dan label pada produk olahan daging (Hikmatiyar 2013).
Namun belum terdapat penelitian mengenai pemenuhan regulasi pelabelan yang
secara khusus menyorot produk IRTP.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pemenuhan peraturan
label oleh produk pangan yang dihasilkan oleh IRTP, khususnya label pada tiga
jenis produk yang terbanyak beredar di Bogor, yaitu tepung dan hasil olahannya;
hasil olahan biji-bijian dan umbi; dan minuman ringan dan minuman serbuk.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan bagi
Dinas Kesehatan kota Bogor ataupun lembaga terkait lainnya dalam hal
merencanakan program pembekalan yang lebih baik kepada pelaku Industri
Rumah Tangga Pangan (IRTP) mengenai materi regulasi pelabelan kemasan
pangan. Dengan pembekalan tersebut diharapkan pihak produsen mampu
menerapkan pelabelan yang baik dan benar pada kemasan produk pangannya
sesuai peraturan yang berlaku dan konsumen mendapat informasi yang baik dan
benar mengenai pangan terkemas dengan cara membaca informasi yang ada pada
label.
METODE
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif karena terbatas pada
usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding)
(Zulnaidi 2007). Menurut Singarimbun dan Effendi (2008), penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan
antar objek yang diteliti.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Bogor. Sampel label kemasan produk IRTP
diperoleh langsung melalui pengambilan sampel pada pasar, toko, dan warung di
wilayah Bogor yang dipilih secara acak. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober
sampai Desember 2013.
3
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yang diawali dengan
pengambilan dan pengumpulan data primer. Setelah itu dilakukan content analysis,
yaitu pemeriksaan komponen label dengan bantuan check sheet. Komponen label
yang terdapat pada kemasan setiap produk IRTP yang diambil sebagai contoh
disesuaikan dengan peraturan pelabelan yang terdapat pada UU RI No. 18 Tahun
2012 tentang Pangan, PP RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
dan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012
tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data
dan analisis data.
a) Pengumpulan data
Penelitian diawali dengan permintaan data dari Dinas Kesehatan Kota
Bogor. Data yang diminta adalah data mengenai jumlah IRTP dan jumlah
produk pangan yang telah mendapatkan nomor P-IRT di Kota Bogor. Data
tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis beserta
jumlah produk IRTP yang dijadikan sebagai sampel uji. Produk IRTP
dikelompokkan dalam 16 kategori pangan berdasarkan Perka BPOM RI No.
HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat
Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Selanjutnya dipilih 3 kategori
pangan dengan jumlah produk IRTP terbanyak yang kemudian dijadikan
sebagai sampel uji. Jumlah sampel total yang digunakan dalam penelitian
dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (Umar 2005) sebagai berikut.
Keterangan:
n = ukuran sampel total
N = ukuran populasi total
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolelir (10%) (Gay et al. 2006)
Dengan digunakan nilai N sebesar 745, maka didapat nilai n sebesar
89, sehingga jumlah sampel minimum yang harus digunakan dalam
penelitian ini adalah tidak kurang dari 89 sampel. Sedangkan jumlah sampel
yang digunakan pada tiap kategori pangan yang terpilih ditentukan secara
proporsional dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
nk = ukuran sampel kategori
Nk = ukuran populasi kategori
4
Langkah selanjutnya adalah pengambilan sampel melalui survei yang
dilakukan di lapangan. Data sampel yang berupa label kemasan produk
IRTP dikumpulkan dari beberapa tempat seperti pasar, toko, dan warung
yang tersebar di wilayah Bogor. Pemilihan tempat pengambilan sampel
ditentukan secara acak. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive
(berdasarkan pertimbangan tertentu), yaitu dipilih produk yang telah
mencantumkan nomor P-IRT dalam label kemasannya atau produk yang
telah mencantumkan nama dan alamat produsen secara jelas sehingga dapat
ditelusuri.
Setelah seluruh sampel terkumpul, dilakukan pengamatan dengan cara
content analysis mengenai informasi yang terdapat pada label kemasan
produk IRTP. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa komponen label,
yaitu teknis pencantuman label, tulisan pada label, keterangan minimum
pada label, dan keterangan yang dilarang dicantumkan pada label.
Pencatatan hasil pengamatan dilakukan dengan bantuan checksheet dan
hasilnya berupa data primer yang akan diolah pada tahap analisis data.
b) Analisis data
Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan kesesuaian hasil
informasi yang didapat dari hasil pengamatan (data primer) dengan
peraturan pelabelan dalam UU RI No. 18 Tahun 2012 dan PP RI No. 69
Tahun 1999 (Lampiran 1). Komponen label seperti teknis pencantuman
label, tulisan pada label, keterangan minimum pada label, dan keterangan
yang dilarang dicantumkan pada label disebut sebagai kelompok unsur
label. Tiap kelompok unsur label tersebut terdiri dari beberapa bagian yang
disebut unsur label.
Pada kelompok unsur keterangan minimum pada label terdiri dari 9
unsur label, yaitu (1) nama produk, (2) daftar bahan, (3) berat bersih/ isi
bersih, (4) nama dan alamat produsen, (5) pernyataan halal, (6) kode
produksi, (7) tanggal kedaluwarsa, (8) Nomor P-IRT, dan (9) Asal usul
bahan pangan tertentu. Dan pada kelompok unsur keterangan yang dilarang
dicantumkan pada label terdiri dari 7 unsur label, yaitu (1) keterangan yang
tidak benar dan menyesatkan, (2) pangan dapat berfungsi sebagai obat, (3)
mencantumkan nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan, (4)
keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk
pangan lain, (5) keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila
pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian
menggunakan bahan baku alamiah, (6) keterangan pangan terbuat dari
bahan segar apabila pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi,
dan (7) klaim kesehatan atau klaim gizi.
Dari hasil analisis tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat
pemenuhan persyaratan label tiap unsur, tingkat pemenuhan persyaratan
label tiap kelompok unsur dan tingkat pemenuhan rata-rata dari masing-
masing jenis produk. Nilai tingkat pemenuhan (TP) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kategori Produk IRTP Kota Bogor
Data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor menyatakan bahwa sampai akhir
bulan September 2013 terdapat sebanyak 546 IRTP yang telah mendapatkan SPP-
IRT dan terdapat 745 (N) produk yang telah mendapatkan nomor P-IRT. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat beberapa IRTP yang memproduksi lebih dari satu
jenis produk pangan. Persentase jumlah produk dari tiap kategori tersebut dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Jenis produk IRTP di Kota Bogor
Produk IRTP terbanyak di Bogor adalah produk tepung dan hasil olahannya
(31%), diikuti oleh produk hasil olahan biji-bijian dan umbi (13%), dan produk
minuman ringan dan minuman serbuk (10%). Jumlah sampel total yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 90 sampel. Proporsi sampel untuk produk
tepung dan hasil olahannya adalah 55 sampel, produk hasil olahan biji-bijian dan
Hasil olahan daging
kering
3%
Hasil olahan ikan
kering
5% Hasil olahan unggas
kering
2% Sayur asin dan
sayur kering
5%
Hasil olahan kelapa
1%
Tepung dan hasil
olahannya
31%
Minyak dan lemak
1% Selai, jeli dan
sejenisnya
2%
Gula, kembang gula
dan madu
8%
Kopi, teh, coklat
kering atau
campurannya
5%
Bumbu
3%
Rempah-rempah
1%
Minuman ringan
dan minuman
serbuk
10%
Hasil olahan buah
9%
Hasil olahan biji-
bijian dan umbi
13%
Lain-lain es
1%
6
umbi adalah 20 sampel, dan produk minuman ringan dan minuman serbuk adalah
15 sampel.
Pembagian 16 kategori pangan pada produk IRTP berbeda dengan 16
kategori pangan pada umumnya (produk dengan nomor MD/ML atau pada
CODEX). Terdapat beberapa jenis pangan yang tidak boleh diproduksi oleh IRTP,
diantaranya adalah (1) susu dan hasil olahannya, (2) daging, ikan unggas dan hasil
olahannya yang memerlukan proses atau penyimpanan beku, (3) pangan kaleng
berasam rendah, (4) pangan bayi, (5) minuman beralkhohol, (6) air minum dalam
kemasan, (7) pangan lain yang wajib memenuhi syarat SNI, dan (8) pangan lain
yang di tetapkan oleh Badan POM (DinKes 2013b).
Teknis Pencantuman Label
Dalam PP RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan telah
diatur mengenai kriteria pemenuhan syarat kelompok unsur teknis pencantuman
label. Kriteria tersebut diantaranya adalah label dicantumkan pada, di dalam, atau
di kemasan pangan, dan terletak pada sisi kemasan pangan yang mudah untuk
dilihat dan dibaca, serta label tidak mudah lepas dari kemasan, luntur ataupun
rusak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak label pada produk IRTP
bervariasi. Letak label terbanyak adalah label yang tercetak langsung pada
kemasan (76%), diikuti dengan label yang tercetak pada kertas yang diletakkan di
sisi bagian dalam kemasan (untuk kemasan transparan) (21%), dan label yang
tercetak pada kertas yang kemudian ditempelkan pada bagian luar kemasan (3%).
Tingkat pemenuhan kelompok unsur teknis pencantuman label untuk
produk tepung dan hasil olahannya, produk hasil olahan biji-bijian dan umbi, serta
produk minuman ringan dan minuman serbuk berturut-turut adalah sebesar 44, 45,
dan 73%. Contoh pelanggaran yang paling sering dilakukan adalah pencantuman
salah satu komponen label, yaitu tanggal kedaluwarsa yang mudah rusak atau
luntur (60%) apabila digosok menggunakan jari. Terdapat juga pelanggaran
berupa pencantuman kode produksi dan tanggal kedaluwarsa pada stiker yang
ditempelkan secara terpisah pada kemasan produk (38%), sehingga mudah
dikelupas dan lepas dari kemasan. Selain itu terdapat pula label (2%) yang
ukurannya terlalu kecil jika dibandingkan dengan ukuran kemasan produk yang
bersangkutan, sehingga menyulitkan konten label untuk dibaca dengan jelas.
Tingkat pemenuhan kelompok unsur teknis pencantuman label beserta jenis
pelanggarannya untuk tiap jenis produk dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan 4.
7
Gambar 2 Tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label jenis produk
tepung dan hasil olahannya
Gambar 3 Tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label jenis produk hasil
olahan biji-bijian dan umbi
Gambar 4 Tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label jenis produk
minuman ringan dan minuman serbuk
Tulisan pada Label
Tingkat pemenuhan kelompok unsur tulisan pada label untuk produk tepung
dan hasil olahannya, produk olahan biji-bijian dan umbi, serta produk minuman
Memenuhi
45% Tidak
memenuhi
55%
Label mudah lepas
dari kemasan
27%
Label mudah luntur
ataupun rusak
73%
Memenuhi
73%
Tidak memenuhi
(label mudah luntur
ataupun rusak)
27%
Memenuhi 44%
Tidak
memenuhi 56%
Label sulit untuk
dilihat ataupun dibaca
6%
Label mudah lepas
dari kemasan
23%
Label mudah luntur
ataupun rusak
71%
8
ringan dan minuman serbuk secara berturut-turut adalah 75, 80, dan 60%.
Terdapat beberapa produk yang belum memenuhi syarat tulisan pada label karena
terdapat penggunaan bahasa asing serta terdapat pula penggunaan huruf selain
huruf latin. Dalam PP RI No. 69 Tahun 1999 pasal 15 dinyatakan bahwa
“Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa
Indonesia, angka Arab dan huruf Latin”. Pernyataan yang sama juga tercantum
pada UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada pasal 97 ayat 3.
Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan bahasa asing yang ditemukan
adalah bahasa Inggris (24%) dan bahasa Mandarin (3%). Sebagian besar
penggunaan bahasa asing dalam label kemasan pada ketiga jenis produk
ditemukan pada penulisan keterangan tentang kedaluwarsa (best before, expired
date). Selain itu, pada produk tepung dan hasil olahannya penggunaan bahasa
asing juga ditemukan pada penulisan nama produk (sweet bread, cassava roll),
keterangan tentang berat/ isi bersih (net weight), dan unsur keterangan klaim gizi
atau kesehatan (gluten free, high fiber, high vitamin, dietary fibers). Unsur
keterangan klaim gizi atau kesehatan dalam bahasa asing ini banyak ditemui pada
produk minuman ringan dan minuman serbuk (20%), oleh karenanya tingkat
pemenuhan kelompok unsur tulisan pada produk ini mempunyai nilai yang paling
kecil (60%) dibandingkan dengan produk lainnya (75 dan 80%).
Huruf dan angka yang digunakan pada label harus jelas dan mudah dibaca
serta proporsional dengan luas permukaan label. Pengecualian terhadap ketentuan
pelabelan diberikan kepada produk pangan yang kemasannya terlalu kecil,
sehingga secara teknis sulit memuat seluruh keterangan yang diwajibkan
sebagaimana berlaku bagi produk pangan lainnya. Namun, produk pangan
tersebut harus dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar yang
memungkinkan untuk memuat keterangan yang harus dicantumkan (Perka BPOM
RI No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011).
Keterangan Minimum Label
Keterangan minimum label merupakan komponen yang harus dicantumkan
pada label kemasan pangan. Berdasarkan UU RI No.18 Tahun 2012 pasal 97 ayat
3, label kemasan produk pangan harus memuat sembilan keterangan minimum
label serta memenuhi kriteria pemenuhan syarat unsur dari tiap-tiap komponennya
sesuai yang tercantum pada Lampiran 1.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kelompok unsur
keterangan minimum label untuk produk tepung dan hasil olahannya sebesar 69%,
produk hasil olahan biji-bijian dan umbi sebesar 64%, dan produk minuman
ringan dan minuman serbuk sebesar 66%. Tidak terpenuhinya syarat kelompok
unsur keterangan minimum label terjadi karena tidak terdapatnya satu atau lebih
keterangan minimum label (keterangan minimum tidak tercantum pada label) dan
atau karena keterangan minimum yang ada tidak sesuai dengan kriteria
pemenuhan syarat kelompok unsur (keterangan minimum tercantum pada label
namun tidak sesuai kriteria pemenuhan) (Perka BPOM RI No. HK.
03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012). Data mengenai perbandingan tingkat
pemenuhan dari tiap keterangan minimum label pada ketiga jenis produk
9
ditunjukkan pada Gambar 5, sedangkan hasil secara lengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Gambar 5 Perbandingan tingkat pemenuhan keterangan minimum label
Produk pangan diberi label dengan nama atau keterangan yang akurat,
misalnya minuman jus buah harus mengandung buah asli. Jika ternyata hanya
mengandung aroma buah daripada buah asli, maka pada label perlu dinyatakan
'minuman rasa buah' (FSANZ 2013). Nama produk pada label kemasan pangan
IRT semuanya (100%) telah memenuhi peraturan yang berlaku. Kriteria
pemenuhan syarat unsur untuk nama produk yaitu nama produk dicantumkan pada
bagian utama label dan nama yang digunakan harus menunjukkan sifat atau
keadaan yang sebenarnya. Pencantuman nama produk IRTP sama dengan
pencantuman nama produk pangan olahan secara umum, yaitu terdiri dari nama
jenis dan nama dagang. Nama jenis harus disesuaikan dengan daftar 16 kategori
pangan IRTP (Perka BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012).
Pencantuman nama produk memiliki tingkat pemenuhan yang sangat baik karena
produsen sudah disediakan list yang berisi jenis-jenis kategori pangan, sehingga
produsen tidak kebingungan dalam menentukan nama jenis dari produk yang
didaftarkannya.
100
71
80
64
51
16
60
93
100
71
100
60
90
50
71
5
55
90
100
69
100
54
80
67
45
40
40
87
93
67
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Nama produk
Daftar bahan
Berat bersih/ isi bersih
Nama & alamat produsen
Pernyataan halal
Kode produksi
Tanggal kedaluwarsa
Nomor P-IRT
Asal usul bahan pangan tertentu
Rata-rata
Tingkat Pemenuhan (%)
Un
sur
Lab
el
Produk minuman segar dan minuman serbukProduk hasil olahan biji-bijian dan umbiProduk tepung dan hasil olahannya
Keterangan:
(n=90)
(n=90)
(n=90)
(n=90)
(n=90)
(n=90)
(n=90)
(n=90)
(n=59)
10
Daftar bahan biasanya ditemukan pada bagian belakang kemasan produk.
Pencantumannya dilakukan secara berurutan (sesuai dengan berat bahan). Ini
berarti bahwa ketika pangan diproduksi bahan pertama yang tercantum memiliki
proporsi jumlah bahan terbesar dan yang terakhir tercatat memiliki proporsi lebih
kecil dibandingkan dengan bahan lainnya (FSANZ 2013). Pada pencantuman
daftar bahan dari ketiga jenis produk terdapat beberapa produk yang tidak
memenuhi. Masih banyak produk yang belum mencantumkan daftar bahan dalam
label kemasannya (31%). Selain itu juga terdapat sebagian produk (7%) yang
dalam pencantuman daftar bahannya tidak sesuai dengan kriteria pemenuhan
syarat unsur, yaitu pencantuman daftar bahan yang tidak lengkap (terdapat kalimat
‘dan lain-lain’ atau ‘dan bahan lainnya’ dalam daftar bahan). Pencantuman daftar
bahan yang digunakan pada label wajib menggunakan nama lazim yang lengkap
dan tidak berupa singkatan. Selain itu pencantuman daftar bahan yang digunakan
harus didahului dengan tulisan ‘komposisi’, ‘daftar bahan’, ‘bahan yang
digunakan’ atau ‘bahan-bahan’ (Perka BPOM No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun
2012).
Berat bersih atau isi bersih adalah pernyataan pada label yang memberikan
keterangan mengenai kuantitas atau jumlah pangan olahan yang terdapat di dalam
kemasan atau wadah. Pencantuman berat bersih/ isi bersih memiliki tingkat
pemenuhan yang cukup tinggi untuk ketiga jenis produk. Ketidaksesuaian yang
ditemukan adalah tidak dicantumkannya berat bersih/ isi bersih (13%), serta
terdapat produk yang dalam pencantuman tidak sesuai dengan kriteria pemenuhan
syarat unsur (4%). Pada produk tepung dan hasil olahannya serta produk minuman
ringan dan minuman serbuk ditemukan sejumlah produk yang dalam pencantuman
berat bersihnya tidak menggunakan satuan metrik, melainkan menggunakan
satuan pcs (pieces) atau ‘buah’.
Pencantuman nama dan alamat produsen dari semua jenis produk
sebenarnya sudah dilakukan oleh produsen IRTP. Namun tingkat pemenuhan
nama dan alamat produsen tergolong rendah karena pencantuman alamat produsen
yang belum lengkap. Pencantuman alamat produsen yang benar adalah
dicantumkannya informasi alamat produsen sedemikian rupa sehingga alamat
produsen tersebut dapat ditelusuri lokasinya. Pada sebagian besar produk (40%)
yang ditemui ternyata hanya mencantumkan nama kota atau daerah. Dalam Perka
BPOM RI No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 dinyatakan bahwa alamat
perusahaan paling sedikit mencantumkan nama kota, kode pos, dan Indonesia,
kecuali jika nama dan alamat perusahaan tersebut tidak terdaftar pada direktori
kota atau buku telepon tempat perusahaan tersebut berdomisili, maka harus
mencantumkan alamat perusahaan secara jelas dan lengkap, termasuk nama jalan.
Pernyataan halal merupakan pernyataan yang wajib dicantumkan apabila
produsen mengklaim bahwa produk yang dihasilkannya adalah halal. Dalam label
kemasan pangan, pernyataan halal dicantumkan dengan pencantuman logo halal
yang tersertifikasi MUI. Sebesar 66% produk IRTP telah mencantumkan logo
halal pada label kemasannya, 35% diantaranya sudah mencantumkan logo halal
yang sesuai dengan MUI. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat
pemenuhan pernyataan halal dengan mencantumkan logo halal MUI untuk ketiga
jenis produk tergolong rendah. Tingkat pemenuhan tertinggi terdapat pada produk
hasil olahan biji-bijian dan umbi (71%). Gambar 6 menunjukkan contoh logo
halal yang digunakan pada beberapa label kemasan. Tidak semua produk
11
mencantumkan logo halal sesuai dengan persyaratan, hal ini dimungkinkan karena
produsen tidak mengerti dengan jelas mengenai prosedur pencantuman logo halal
atau cara untuk mendapatkan sertifikasi halal. Sebelum mendapatkan Sertifikat
Halal (SH), produsen diharuskan menyusun Manual SJH. Sistem Jaminan Halal
(SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan, dan
dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia,
dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai
dengan persyaratan LPPOM MUI (SK LPPOM MUI No. SK 13/Dir/LPPOM
MUI/III/13 Tahun 2013).
(a)
(b) (c) (d)
Gambar 6 Logo halal MUI (a) (SK LPPOM MUI No. SK 10/Dir/LPPOM
MUI/XII/07 Tahun 2007) dan logo halal lain yang dijumpai pada
kemasan (b, c, d)
Kode Produksi merupakan kode yang dapat memberikan penjelasan
mengenai riwayat suatu produksi pangan olahan yang diproses pada kondisi dan
waktu yang sama. Kode produksi dapat dicantumkan dalam bentuk nomor bets
atau dapat disertai dengan atau berupa tanggal produksi. Tingkat pemenuhan kode
produksi untuk ketiga jenis produk mempunyai nilai paling rendah jika
dibandingkan dengan unsur minimum label yang lain. Banyak ditemukan produk
yang tidak mencantukan kode produksi (68%). Ditemukan juga produk yang
pencantuman kode produksinya tidak sesuai dengan kriteria pemenuhan unsur
(12%), yaitu sudah tercantum tulisan ‘kode produksi:’ atau ‘tanggal produksi:’
namun tidak dilanjutkan dengan keterangan kode produksi yang memadai.
Tingkat pemenuhan kode produksi tertinggi terdapat pada produk minuman ringan
dan minuman serbuk (40%), dan terendah terdapat pada produk olahan biji-bijian
dan umbi (5%). Rendahnya tingkat pemenuhan kode produksi dimungkinkan
karena produsen tidak mengerti secara jelas fungsi nyata harus dicantumkannya
kode produksi. Dalam kasus tertentu, seperti dalam kasus KLB keracunan pangan,
keberadaan kode produksi dapat mempermudah proses identifikasi produk terduga,
sehingga penelusuran penyebab KLB tersebut dapat ditemukan dengan lebih cepat.
Keterangan kedaluwarsa merupakan batas akhir suatu pangan olahan
dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan
produsen. Tingkat pemenuhan tanggal kedaluwarsa pada ketiga jenis produk
memiliki tingkat pemenuhan yang rendah (produk tepung dan hasil olahannya
sebesar 60% dan produk hasil olahan biji-bijian dan umbi sebesar 55%), terutama
12
untuk produk minuman ringan dan minuman serbuk (40%). Selain ditemukan
produk yang tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa (38%), terdapat pula
beberapa produk yang sudah mencantumkan tanggal kedaluwarsa namun tidak
sesuai dengan kriteria pemenuhan syarat unsur (11%), yaitu pencantuman tanggal
kedaluwarsa tanpa didahului kalimat ‘baik digunakan sebelum’ atau ‘baik
sebelum’. Rendahnya tingkat pemenuhan tanggal kedaluwarsa dimungkinkan
karena produsen tidak mengetahui cara penentuan masa kedaluwarsa yang tepat
bagi produknya. Terdapat beberapa metode penentuan waktu kedaluwarsa yang
sesuai untuk produk IRTP, diantaranya adalah dengan uji sensori, metode kadar
air kritis, metode Arrhenius, model Heiss-Eichner, dan model Rudolph (Rahayu
dan Arpah 2003)
Sesuai dengan kriteria pemenuhan syarat unsur, pada produk pangan yang
masa kedaluwarsanya kurang dari tiga bulan, tanggal kedaluwarsa dicantumkan
secara lengkap, yaitu tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa atau dapat juga
dicantumkan tanggal dan bulan kedaluwarsanya (tanpa tahun). Sedangkan pada
produk pangan yang masa kedaluwarsanya lebih dari 3 bulan, cukup dicantumkan
bulan dan tahun kedaluwarsa. Keterangan kedaluwarsa dapat dicantumkan
terpisah dari tulisan ”baik digunakan sebelum”, akan tetapi harus disertai dengan
petunjuk tempat pencantuman tanggal kedaluwarsa, contohnya seperti: ”Baik
digunakan sebelum, lihat bagian bawah kemasan” atau ”Baik digunakan sebelum,
lihat pada tutup botol”. Selain itu, produk roti dan kue yang mempunyai masa
simpan kurang dari atau sama dengan 24 jam tidak perlu mencantumkan
keterangan tanggal kedaluwarsa (Perka BPOM RI No. HK.03.1.5.12.11.09955
Tahun 2011).
NSW Food Authority (2013) menjelaskan bahwa label pangan memiliki
tanda penanggalan yang memberikan informasi tentang masa simpan produk
pangan. Semua produk pangan dengan umur simpan kurang dari dua tahun harus
ditandai dengan tanggal. Namun untuk produk pangan kalengan, seperti kacang
panggang, dapat tidak ditandai karena produk tersebut dianggap aman dan
kualitasnya dapat terjaga selama dua tahun atau lebih.
Pernyataan ‘Gunakan pada tanggal’/ ‘Use by’ menunjukkan bahwa pangan
harus dikonsumsi sebelum atau dibuang setelah tanggal yang tercantum. Pangan
mungkin tidak aman untuk dikonsumsi walau tidak banyak berubah
penampakannya karena nutrisi dalam pangan sudah terdekomposisi atau terdapat
mikroba dalam jumlah melebihi batas. Pangan yang melewati tanggal ‘Gunakan
pada tanggal’ dilarang untuk diperjualbelikan. Pernyatan lain adalah ‘Baik
digunakan sebelum’/ ‘Best before’, yang menunjukkan bahwa pangan masih aman
dikonsumsi setelah tanggal tersebut selama tidak rusak, memburuk, atau
mengalami perubahan fisik tertentu. Tanggal ‘Baik digunakan sebelum’ hanya
menunjukkan bahwa produk tersebut mungkin telah kehilangan beberapa kualitas
setelah tanggal tersebut terlewati. Pangan masih dapat diperjualbelikan secara
legal meskipun telah melewati tanggal ‘Baik digunakan sebelum’ (selama mereka
tidak rusak, memburuk atau mengalami perubahan fisik tertentu). Perubahan fisik
tertentu yang dimaksud dapat berupa perubahan warna, rasa, tekstur, atau aroma
(NSW Food Authority 2013). Hal ini memungkinkan karena konsumen di negara
tersebut telah teredukasi dengan baik mengenai mutu dan keamanan pangan,
sehingga dianggap mampu untuk menentukan sendiri mutu pangan yang akan
dikonsumsi.
13
Hasil pengamatan pada nomor izin edar menunjukkan bahwa tingkat
pemenuhan nomor P-IRT tergolong tinggi, terutama untuk produk tepung dan
hasil olahannya (93%). Ditemukan sedikit produk yang tidak mencantumkan
nomor P-IRT dalam label kemasannya (8%). Selain itu juga ditemukan produk
yang mencantumkan nomor sertifikat PKP (Penyuluhan Keamanan Pangan)
dalam label kemasannya (2%), yang dalam hal ini dianggap tidak sesuai dengan
kriteria pemenuhan syarat unsur.
Berdasarkan Perka BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012, di
dalam SPP-IRT produsen akan mendapat 2 sertifikat, yaitu Sertifikat Penyuluhan
Keamanan Pangan (PKP) dan Sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT).
Sebelum tahun 2004, sertifikat untuk produsen berupa Sertifikat Penyuluhan (SP).
Untuk selanjutnya diperbarui menjadi Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga.
Adapun Prosedur Untuk Memperoleh SP-IRT adalah: (1) pengajuan permohonan
dengan mengisi form yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau kota
setempat, dan (2) Persyaratan bahwa pemilik/ penanggung jawab memiliki
Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Dinkes 2013b).
Asal usul bahan pangan tertentu adalah keterangan yang wajib dicantumkan
pada label apabila produk yang bersangkutan merupakan produk pangan iradiasi,
pangan rekayasa genetika, pangan sintesis yang dibuat dari bahan baku alamiah,
pangan olahan tertentu, atau pangan dengan bahan tambahan pangan. Dari hasil
pengamatan, produk tepung dan hasil olahannya serta produk olahan biji-bijian
dan umbi memiliki tingkat pemenuhan 100%. Hal ini disebabkan produk tersebut
tidak termasuk dalam produk dengan asal usul bahan pangan tertentu, sehingga
tidak ada sebab-sebab yang mewajibkan pencantuman keterangan tersebut
(Hikmatiyar 2013).
Keterangan mengenai asal usul bahan pangan tertentu yang paling banyak
terdapat dalam produk IRTP adalah keterangan tentang cara penyimpanan dan
cara penyajian produk. Cara penyimpanan wajib dicantumkan apabila produk
tersebut akan mengalami perubahan mutu tertentu ketika tidak disimpan dengan
metode penyimpanan tertentu. Sebagai contoh produk roti basah jika disimpan
pada suhu ruang (± 25 oC) akan tahan selama 2 hari dan jika disimpan pada suhu
dingin (≤ 10 oC) akan tahan selama 4 hari. Cara penyajian wajib dicantumkan
apabila produk tersebut memerlukan langkah penyajian tertentu untuk dikonsumsi.
Sebagai contoh produk minuman serbuk jahe instan yang memerlukan air hangat
sebanyak 150 mL untuk penyajiannya. Pangan yang memerlukan atau mempunyai
saran penyajian atau saran penggunaan dapat mencantumkan gambar bahan
pangan lainnya sesuai dengan petunjuk/saran penyajian atau petunjuk/saran
penggunaan, disertai dengan tulisan ‘saran penyajian’ (Perka BPOM RI No
HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011).
Selain cara penyimpanan dan cara penyajian, ditemukan pula produk yang
menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) dalam daftar bahan yang
digunakannya. Produk yang menggunakan BTP ditemukan pada produk minuman
ringan dan minuman serbuk, yaitu adanya penggunaan bahan-bahan seperti
siklamat, dan benzoat. Pencantuman BTP tersebut tidak sesuai dengan kriteria
pemenuhan syarat unsur yang menyatakan bahwa keterangan tentang BTP wajib
mencantumkan tulisan, nama golongan, serta nama kode internasional yang
dimilikinya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka penulisan BTP yang benar
14
adalah ‘pemanis siklamat’ atau ‘pengawet natrium benzoat’ (PP RI No. 69 Tahun
1999, Pasal 43).
Keterangan yang Dilarang pada Label
Produk IRTP dilarang untuk mencantumkan segala bentuk klaim kesehatan
atau klaim gizi. Keterangan lain yang dilarang dicantumkan adalah keterangan
yang tidak benar dan menyesatkan, pangan dapat berfungsi sebagai obat,
mencantumkan nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan, keterangan
pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain, keterangan
pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa
menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku
alamiah, dan keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila pangan terbuat
dari bahan setengah jadi atau bahan jadi.
Umumnya semua sudah memenuhi ketentuan tersebut, kecuali pada produk
tepung dan hasil olahannya masih ditemukan label yang mencantumkan klaim
kesehatan atau klaim gizi (5%), yaitu mencantumkan pernyataan ‘Gluten Free’
dan ‘High Fiber’. Pada produk minuman ringan dan minuman serbuk ditemukan
label yang mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi (27%), yaitu
mencantumkan pernyataan ‘High Vitamins’, ‘Dietary Fibers’, ‘Caffeine Free’,
dan ‘Mengandung Antioksidan’.
Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata
Perbandingan tingkat pemenuhan kelompok unsur label dari ketiga jenis
produk serta tingkat pemenuhan pelabelan rata-ratanya dapat dilihat pada Gambar
7. Keterangan yang dilarang dicantumkan memiliki tingkat pemenuhan tertinggi
pada ketiga jenis produk. Tingkat pemenuhan terendah terjadi pada teknis
pencantuman label, kecuali untuk jenis produk minuman ringan dan minuman
serbuk yang terjadi pada tulisan pada label. Secara keseluruhan tingkat
pemenuhan rata-rata untuk ketiga jenis produk hampir sama dan tergolong rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa masih minimnya pengetahuan IRTP tentang regulasi
pelabelan yang berlaku. Menurut Septian (2013), pengetahuan mengenai
peraturan pelabelan oleh IRTP sebagian besar informasinya didapatkan dari Dinas
Kesehatan.
15
Gambar 7 Perbandingan tingkat pemenuhan pelabelan rata-rata
Pada saat IRTP akan mengedarkan produknya, mereka harus mendapatkan
Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Sertifikat ini diberikan kepada pemilik/
penanggungjawab yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan
dengan hasil evaluasi minimal nilai cukup. Salah satu materi Penyuluhan
Keamanan Pangan tersebut adalah tentang peraturan perundang-undangan di
bidang pangan dan persyaratan label dan iklan pangan. Dengan demikian
harusnya IRTP sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup mengenai
persyaratan pelabelan.
Pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label kemasan pangan dapat
diakibatkan oleh berbagai faktor. Meskipun IRTP sudah memiliki pengetahuan
mengenai persyaratan pelabelan, namun tingkat kesadaran IRTP untuk mematuhi
regulasi pelabelan yang berlaku tergolong rendah (Sofiandari 2013). Selain itu,
rendahnya pengawasan dari Dinas Kesehatan juga memberikan pengaruh yang
cukup penting akan terjadinya pelanggaran yang terjadi (Maradhika 2012).
Pemberian sanksi yang tegas pada produsen diperlukan untuk mengurangi
beredarnya produk dengan label kemasan yang tidak sesuai. Dalam UU RI No. 18
Tahun 2012 tentang Pangan, pada pasal 102 dinyatakan bahwa pelanggaran
terhadap pencantuman label akan dikenakan sanksi administratif yang dapat
berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan produksi, penarikan pangan
dari peredaran, ganti rugi, atau pencabutan izin.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produk IRTP Kota Bogor terbanyak adalah produk tepung dan hasil
olahannya (31%), produk hasil olahan biji-bijian dan umbi (13%), dan produk
minuman ringan dan minuman serbuk (10%). Tingkat pemenuhan untuk
kelompok unsur teknis pencantuman label ketiga jenis produk tersebut secara
44
75 71
99
72
45
80 69
100
74 73
60 67
96
74
0
20
40
60
80
100
Teknispencantuman
label
Tulisan pada label Keteranganminimum label
Keterangan yangdilarang
dicantumkan
Rata-rata
Tin
gkat
Pe
me
nu
han
(%
)
Kelompok Unsur
Produk tepung dan hasil olahannya
Produk hasil olahan biji-bijian dan umbi
Produk minuman ringan dan minuman serbuk
Keterangan:
16
berturut-turut adalah 44, 45, dan 73%, untuk kelompok unsur tulisan pada label
adalah 75, 80, dan 60%, untuk kelompok unsur keterangan minimum label adalah
71, 69, dan 67%, dan untuk kelompok unsur keterangan yang dilarang pada label
adalah 99, 100, dan 96%. Tingkat pemenuhan pelabelan rata-rata ketiga jenis
produk tersebut secara keseluruhan hampir sama, yaitu berturut-turut adalah 72,
74, dan 74%. Rendahnya tingkat pemenuhan pelabelan menunjukkan bahwa
masih diperlukannya pembinaan lebih lanjut terhadap IRTP, terlebih mengenai
kriteria pelabelan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Saran
Formulir pemeriksaan sarana produksi pangan IRT yang terdapat dalam
PerKa BPOM No. HK 03.1.23.04.12.2207 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga perlu diperbaiki.
Perbaikan yang diperlukan meliputi perincian kriteria pemeriksaan pada elemen
pelabelan pangan. Sebaiknya kriteria pemeriksaan dalam elemen pelabelan
pangan dibuat terpisah antar unsur label, yaitu terdiri dari 4 kelompok unsur
(teknis pencantuman label; tulisan pada label; 9 unsur keterangan minimum label;
dan 7 unsur keterangan yang dilarang dicantumkan). Pemeriksaan pada komponen
label dengan menggunakan formulir yang lebih rinci diharapkan dapat menjadi
solusi dari permasalahan mengenai rendahnya tingkat pemenuhan pelabelan
dalam produk IRTP.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK. 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011
tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta (ID).
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK. 03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012
tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga. Jakarta (ID).
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012
tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga.
Jakarta (ID).
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK 03.1.23.04.12.2207 Tahun 2012
tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga. Jakarta (ID).
[Dinkes] Dinas Kesehatan. 2013a. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Bogor
Tahun 2013. Bogor (ID).
[Dinkes] Dinas Kesehatan. 2013b. Perijinan Makanan dan Minuman [internet].
[diunduh pada 2013 Nov 7]. Tersedia pada: http://dinkes.slemankab.go.id/
perijinan-makanan-dan-minuman.
17
[FSANZ] Food Standards Australia New Zealand. 2013. Food Labels: What do
they mean. Australia (AU).
Gay LR, Mills GE, Airasian P. 2006. Educational Research: Competencies for
Analysis and Applications. New Jersey (US): Prentice Hall.
Hikmatiyar AF. 2013. Kajian Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Olahan
Daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[LPPOM MUI] Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia. 2013. Surat Keputusan LPPOM MUI Nomor: SK
13/Dir/LPPOM MUI/III/13 tentang Ketentuan Sistem Jaminan Halal. Jakarta
(ID).
Maradhika V. 2012. Kajian Pemenuhan Syarat Label Minuman Sari Buah
(Kemasan Siap Minum) di Beberapa Pasar Swalayan Kota Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[NSWFA] New South Wales Food Authority. 2013. Food Labels. New South
Wales (AU).
Pemerintah RI. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta (ID).
Pemerintah RI. 2012. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan. Jakarta (ID).
Rahayu WP, Arpah M. 2003. Penuntun Teknis: Penetapan Kedaluwarsa Produk
Industri Kecil Pangan. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas
Teknologi Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Septian J. 2013. Kondisi dan Persepsi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Tentang Label Kemasan Pangan (Studi Kasus di Kota Bogor) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Singarimbun M, Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta Barat (ID):
Penerbit Pustaka LP3ES.
Sofiandari H. 2013. Kajian Keamanan Produk Berbasis Tepung pada Industri
Rumah Tangga (IRTP) di Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Umar H. 2005. Metode Penelitian: Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta (ID):
Raja Grafindo Persada.
Wijaya CH. 1997. Pelabelan Pangan: Peran, Tujuan, Tata Cara, dan
Persyaratan. Bogor (ID): TPG-Fateta IPB.
Zulnaidi. 2007. Metode Penelitian. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
18
Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label IRTP
Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur
A. Teknis pencantuman label 1. Label dicantumkan pada, di dalam, atau di
kemasan pangan
2. Label tidak mudah lepas dari kemasan
3. Label tidak mudah luntur ataupun rusak
4. Label terletak pada sisi kemasan yang
mudah untuk dilihat dan dibaca
5. Label pangan yang sudah diedarkan tidak
diperbolehkan dihapus, dicabut, ditutup,
diganti, dan dilabel kembali
B. Tulisan pada label 1. Keterangan pada label ditulis atau dicetak
menggunakan bahasa Indonesia, angka
Arab, dan huruf Latin
2. Penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia,
yaitu angka Arab dan huruf Latin
diperbolehkan sepanjang tidak terdapat atau
tidak dapat diciptakan padanannya
3. Huruf dan angka harus jelas dan mudah
dibaca
C. Keterangan minimum
label
1. Nama produk 1. Harus dicantumkan pada bagian utama label
2. Nama yang digunakan harus menunjukkan
sifat atau keadaan yang sebenarnya
3. Standar Nasional Indonesia (SNI) harus
dicantumkan apabila telah diberlakukan
wajib oleh Menteri Teknis
2. Daftar bahan yang
digunakan
1. Daftar bahan dicantumkan secara berurutan
dimulai dengan bagian dalam jumlah
terbanyak (kecuali vitamin, mineral, dan zat
penambah gizi lainnya)
2. Nama bahan yang digunakan adalah nama
yang lazim digunakan
3. Bahan yang namanya telah ditetapkan dalam
SNI, dapat dicantumkan pada label apabila
bahan telah memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam SNI tersebut
4. Air yang ditambahkan harus dicantumkan
sebagai komposisi pangan, terkecuali air itu
merupakan bagian dari bahan yang
digunakan atau telah mengalami penguapan
seluruhnya selama pengolahan
19
Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label IRTP (lanjutan)
Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur
3. Berat bersih atau isi
bersih
1. Harus dicantumkan pada bagian utama label
2. Dicantumkan dalam satuan metrik
3. Ukuran ‘isi’ harus dicantumkan untuk
makanan cair ‘berat’ untuk makanan padat,
dan ‘isi’ atau ‘berat’ untuk makanan semi
padat atau kental
4. Berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji
harus dimuat pada label yang memuat
keterangan jumlah takaran saji
4. Nama dan alamat
pihak yang
memproduksi
1. Harus dicantumkan pada bagian utama label
2. Harus dicantumkan nama dan alamat pihak
yang memproduksi
5. Halal bagi yang
dipersyaratkan
Mencantumkan logo halal MUI sesuai dengan
ketetapan LPPOM MUI bagi produk yang
mengklaim bahwa produk tersebut halal
6. Tanggal dan kode
produksi
1. Kode produksi pada label ataupun kemasan
pangan harus dicantumkan pada pangan
olahan
2. Kode produksi sekurang-kurangnya memuat
keterangan mengenai riwayat produk
pangan (waktu ataupun rangkaian produksi)
7. Tanggal, bulan, dan
tahun kedaluwarsa
1. Pencantuman tanggal, bulan, dan tahun
kedaluwarsa didahului dengan pencantuman
‘Baik digunakan sebelum’
2. Produk pangan yang masa kedaluwarsanya
lebih dari 3 bulan, diperbolehkan hanya
mencantumkan bulan dan tahun kedaluwarsa
8. Nomor P-IRT Nomor P-IRT harus dicantumkan pada label
pangan olahan sesuai ketentuan yang berlaku
9. Asal usul bahan
pangan tertentu
a. Keterangan
tentang iradiasi
pangan
1. Wajib dicantumkan tulisan ‘pangan
iradiasi’, tujuan iradiasi, dan apabila tidak
boleh diiradiasi ulang wajib mencantumkan
tulisan ‘tidak boleh diiradiasi ulang’
2. Pada label dapat dicantumkan logo khusus
pangan iradiasi
3. Wajib dicantumkan nama dan alamat
penyelenggara iradiasi, tanggal, bulan, dan
tahun iradiasi, serta nama negara tempat
iradiasi dilakukan
20
Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label IRTP (lanjutan)
Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur
b. Keterangan
tentang pangan
rekayasa genetika
1. Wajib dicantumkan tulisan ‘pangan
rekayasa genetika’
2. Selain pencantuman tulisan, pada label
dapat dicantumkan logo khusus hasil
rekayasa genetika
c. Keterangan
tentang pangan
sintesis yang
dibuat dari bahan
baku alamiah
1. Wajib dicantumkan keterangan pangan
terbuat dari bahan baku alamiah jika bahan
baku alamiah yang bersangkutan tidak
kurang dari kadar minimal yang ditetapkan
SNI
2. Wajib dicantumkan keterangan telah
mengalami proses lanjutan apabila pangan
yang dibuat dari bahan baku alamiah telah
menjalani proses lanjutan
d. Keterangan
tentang pangan
olahan tertentu
1. Wajib dicantumkan keterangan cara
penggunaan, dampak pangan bagi kesehatan
manusia, dan keterangan lain yang perlu
diketahui untuk pangan olahan yang
diperuntukkan bagi bayi, anak dibawah lima
tahun, ibu hamil dan menyusui, orang yang
menjalani diet khusus, dan orang lanjut usia
2. Wajib dicantumkan keterangan cara
penyiapan atau penggunaan atau wadah
kemasan wajib untuk pangan yang
memerlukan penyiapan
3. Wajib dicantumkan petunjuk cara
penyimpanan apabila mutu pangan
tergantung pada cara penyimpanan
e. Keterangan
tentang bahan
tambahan pangan
1. Wajib dicantumkan tulisan, nama golongan,
serta nama kode internasional yang dimiliki
BTP jika digunakan
2. Wajib dicantumkan indeks pewarna untuk
BTP berupa pewarna
D. Keterangan yang dilarang
(tidak boleh dicantumkan)
1. Keterangan yang
tidak benar dan
menyesatkan
Pencantuman pernyataan atau keterangan
dalam pangan yang diperdagangkan apabila
keterangan tersebut tidak benar atau
menyesatkan
21
Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label IRTP (lanjutan)
Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur
2. Pangan dapat
berfungsi sebagai obat
Pencantuman pernyataan atau keterangan
dalam bentuk apapun bahwa pangan dapat
berfungsi sebagai obat (walaupun fakta ilmiah
terbukti untuk kesehatan)
3. Mencantumkan nama
dan lembaga yang
menganalisis produk
pangan
Pencantuman nama, logo, ataupun identitas
lembaga yang menganalisis suatu pangan
4. Keterangan bahwa
pangan mengandung
zat gizi lebih unggul
dari produk lain
Pencantuman pernyataan atau keterangan pada
label bahwa pangan mengandung zat gizi yang
lebih unggul daripada produk lain
5. Keterangan pangan
terbuat dari bahan
baku alamiah
Pencantuman keterangan pangan terbuat dari
bahan baku alamiah apabila pangan dibuat
tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau
hanya sebagian menggunakan bahan baku
alamiah
6. Keterangan pangan
terbuat dari bahan
segar
Pencantuman keterangan pangan terbuat dari
bahan segar apabila pangan terbuat dari bahan
setengah jadi atau bahan jadi
7. Klaim kesehatan atau
klaim gizi
Pencantuman klaim kesehatan atau klaim gizi
dalam bentuk apapun pada label pangan
Sumber:
UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
PP RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
PerKa BPOM RI No. HK 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara
Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga
22
Lampiran 2 Tingkat pemenuhan keterangan minimum label
Unsur label
Memenuhi
(%)
Tidak memenuhi (%)
Tidak
mencantumkan
Tidak sesuai
kriteria pemenuhan
A B C A B C A B C
Nama produk 100 100 100 0 0 0 0 0 0
Daftar bahan 71 60 54 20 40 33 9 0 13
Berat bersih/
isi bersih 80 90 80 16 10 13 4 0 7
Nama &
alamat
produsen 64 50 67 0 0 0 36 50 33
Pernyataan
halal* 51 71 45 26 65 27 49 29 55
Kode produksi 15 5 40 63 80 60 22 15 0
Tanggal
kedaluwarsa 60 55 40 25 35 53 15 10 7
Nomor P-IRT 93 90 87 0 10 13 7 0 0
Asal usul
bahan pangan
tertentu 100 100 93 0 0 0 0 0 7
Rata-rata 69 64 66 17 27 22 14 9 12
Keterangan : A : jenis produk tepung dan hasil olahannya (nA=55)
B : jenis produk hasil olahan biji-bijian dan umbi (nB=20)
C : jenis produk minuman ringan dan minuman serbuk (nC=15)
*Sampel yang tidak mencantumkan logo halal tidak dimasukkan dalam
perhitungan tingkat pemenuhan, sehingga jumlah sampel untuk tiap kategori
produk menjadi: nA=41; nB=7; nC=11
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Wiwit Arif Wijaya dilahirkan di Lumajang pada
tanggal 2 Maret 1991 dari keluarga Bapak Agus Hartono dan Ibu Fadma Suryani.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan
pendidikan jenjang sekolah dasar di SDN Ditotrunan 1 Lumajang (2003) dan
jenjang sekolah menengah di SMPN 1 Lumajang (2005). Pada tahun 2008 penulis
lulus dari SMA Negeri 2 Lumajang dan pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan
kemahasiswaan, seperti menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan pada tahun 2010-2011. Penulis sempat mendapatkan beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) (2009-2011) serta juga aktif dalam
beberapa kegiatan kepanitiaan, diantaranya ialah MPKMB (2009), Indonesian
Food Expo (IFOODEX) (2009), BAUR (2010), Pelatihan Sistem Manajemen
Pangan Halal (PLASMA) (2010 & 2011), dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan
(LCTIP) (2011).
top related