pemberian bantal pada leher terhadap penurunan...
Post on 02-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBERIAN BANTAL PADA LEHER TERHADAP PENURUNAN SKALA
NYERI KEPALA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
CEDERA KEPALA RINGAN DI RUANG KANTHIL RUMAH
SAKIT DAERAH KARANGANYAR
DI SUSUN OLEH:
HENDRID WAHYU SAPUTRO
NIM. P.13089
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN BANTAL PADA LEHER TERHADAP PENURUNAN SKALA
NYERI KEPALA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
CEDERA KEPALA RINGAN DI RUANG KANTHIL RUMAH
SAKIT DAERAH KARANGANYAR
KaryaTulisIlmiah
UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratan
DalamMenyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
HENDRID WAHYU SAPUTRO
NIM. P.13089
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Bantal pada leher terhadap penurunan skala
nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan di RSUD Karanganyar”.
Dalam penyusuhan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
selaku Ketua STIkes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan
kesempatan untuk menimba ilmu di STIkes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M. Kep, selaku Ketua Progam Studi DIII keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns,selaku pembimbing sekaligus sebagai penguji II
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan -masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep, selaku penguji I yang telah memberi
banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
6. Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
v
7. Kedua orangtuaku (Samidi dan Sukarni) yang selalu memberikan kasih
sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan pendidikan DIII Keperawatan.
8. Teman – teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B progam studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, Mursini the kos,
Midwife, Stone foto copy, siva ahmad dan berbagai pihak yang tidak mampu
penulis sebutkan satu – persatu, yang memberikan dukungan.
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta,10 Mei 2016
Hendrid Wahyu S
vi
DAFTAR ISI
Halama n
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ............................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................... 4
C. Manfaat ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTeori .................................................................................... 6
1. CederaKepala ............................................................................ 6
2. NyeriKepala ............................................................................... 18
B. KerangkaTeori ................................................................................... 24
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjekaplikasiriset ............................................................................ 25
B. Tempatdanwaktu ............................................................................... 25
C. Media danalat yang digunakan .......................................................... 25
D. Prosedurtindakanberdasarkanaplikasiriset ........................................ 25
E. Alatukurevaluasitindakanaplikasiriset............................................... 26
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ......................................................................................... 27
B. Perumusanmasalah ............................................................................ 35
C. Intervensi ........................................................................................... 36
D. Implementasi ..................................................................................... 37
E. Evaluasi ............................................................................................. 42
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ......................................................................................... 47
B. Diagnosa ............................................................................................ 52
vii
C. Intervensi ........................................................................................... 54
D. Implementasi ..................................................................................... 56
E. Evaluasi ............................................................................................. 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gambar 1.2Verbal Descriptor Scale .................................................................. 20
2 Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Numeri ....................................................... 21
3 Gambar 3.2Visual Analog Scale ........................................................................ 22
4 Gambar4.2Skala Nyeri Muka............................................................................. 22
5 Gambar5.2 Kerangka Teori ................................................................................ 24
6 Gambar5.3Skala nyeri numeric .......................................................................... 26
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan Judul
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi
Lampiran 3 : Surat Pernyataan
Lampiran 4 : Jurnal Utama
Lampiran 5 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 6 : Log Book
Lampiran 7 : Pendelegasian
Lampiran 8 : Lembar Observasi
Lampiran 9 : SOP PemberianBantalPadaLeher
Lampiran 10 : Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Data dari World Health Organization (WHO) padatahun 2013 terjadi
kematian yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas dengan jumlah 2500
kasus. Di Amerika Serikat, kejadian cidera kepala setiap tahun diperkirakan
mencapai 500.000 kasus dengan prevalensi kejadian 80% meninggal dunia
sebelum sampai rumah sakit, 80% cidera kepala ringan, 10% cidera kepala
berat, dengan rentang kejadian 15-44 tahun. Persentase dari kecelakaan lalu
lintas tercatat sebesar 48-58% di peroleh dari cedera kepala, 20-28% dari
jatuh dan 3-9% disebabkan tindak kekerasan dan kegiatan olahraga
(WHO, 2013).
Indonesia tercatat memiliki angka kejadian tertinggi nomor empat di
dunia dengan resiko 50% yang berakhir pada kematian. Data kecelakaan lalu
lintas yang diperoleh dari Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2011
menunjukkan bahwa dari 104.824 kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak
89.896 kasus mengalami luka ringan, 67.098 kasus mengalami luka berat dan
29.992 kasus berakhir pada kematian. Di Jawa Tengah sendiri terdapat 749
kasus berakhir pada kematian (Suara Merdeka, 2013).
Masalah yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas akan menyebabkan
cedera kepala yang dapat merusak tulang cranium. Rusaknya tulang cranium
yang merupakan pelindung otak, dapat mengakibatkan resiko trauma pada
2
otak. Jika otak mengalami kerusakan, maka tidak hanya gangguan fisik
dan psikologis saja yang terjadi tetapi dapat berakhir pada kematian
(Price dan Wilson, 2005).Kegawatan yang disebabkan cedera kepala
dapat mengakibatkan peningkatan intracranial dengan gejala tekanan darah
sistemik yang tinggi, bradikardi, muntah proyektil dan nyeri kepala hebat
(Brunner &Suddarth, 2006).
Nyeri pada cedera kepala ringan merupakan masalah yang harus di
tangani.Nyeri kepala setelah trauma merupakan bagian dari sindrom pasca
trauma yang meliputi dizziness, kesulitan konsentrasi, gelisah, perubahan
kepribadian dan insomnia. Jika nyeri tidak ditangani akan menimbulkan
perasaan tidak nyaman yang berpengaruh terhadap aktivitas, tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar, bahkan dapat berdampak pada factor
psikologis, seperti : menarik diri, menghindari percakapan, dan menghindari
kontak dengan orang lain (Potter dan Perry, 2006). Melaporkan nyeri kepala
post trauma kepala dapat menyebabkan kelemahan, pusing, mual, tidak
konsentrasi dan insomnia (Moscatodkk, 2005). Penatalaksanaan untuk
menurunkan nyeri cedera kepala dapat dilakukan dengan cara non
farmakologi seperti terapi komplementer. Terdapat dua jenis terapi
komplementer yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri kepala yaitu
behavioral treatmenseperti latihan relaksasi, hipnoterapi, latihan
biofeedbackdan terapi fisik seperti akupuntur atau transcutaneous electric
nerve stimulation(Machfoed dan Suharjanti, 2010).
3
Pasien dengan nyeri kepala cenderung akan mengalami kecemasan
dan merasa tidak nyaman, hal tersebut dapat diatasi dengan memberikan
tindakan farmakologi maupun non farmakologi serta memberikan penjelasan
mengenai penyebab, mekanisme, dan perjalanan penyakit dari gejala – gejala
yang dialami oleh pasien. Salah satu tindakan non farmakologi untuk
mengurangi nyeri kepala yaitu dengan memberikan bantal pada leher
sehingga nyeri kepala bisa berkurang.Penatalaksanaan nyeri kepala pada
cedera kepala ringan dapat dilakukan dengan pemberian obat – obatan
(farmakologis) meskipun manfaatnya relative terbatas.Selain itu dapat
dilakukan upaya non farmakologis seperti kompres hangat, traksi leher, colar,
dan bantal pada leher yang mempunyai tujuan untuk mengurangi kontraksi
otot – otot leher yang secara sekunder bisa meningkatkan masalah nyeri
(Japardi, 2006).
Hasil wawancara di rumah sakit umum daerah karanganyar bahwa
manajemen nyeri di bangsal kantil dilakukan dengan pemberian obat-obatan
farmakologis meskipun manfaatnya relative terbatas.Perawat belum
mengaplikasikan secara maksimal manejemen non farmakologi untuk
mengatasi nyeri pasien.Manajemen nyeri non farmakologi yang mudah
diaplikasikan untuk mengatasi nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan
dengan pemberian bantal pada leher.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan pengelolaan Asuhan Keperawatan yang dituangkan dalam Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Bantal Pada Leher Terhadap
4
Penurunan Skala Nyeri Kepala Pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan
Cedera Kepala Ringan di Ruang Kantil RSUD Karanganyar.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan pemberian bantal pada leher terhadap penurunan skala nyeri
kepala pada asuhan keperawatan Ny. S dengan cedera kepala ringan di
Ruang Kantil RSUD Karanganyar.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu mengkaji Ny. S dengan cidera kepala ringan.
b. Penulis mampu mendiagnosa pada Ny. S dengan cidera kepala ringan.
c. Penulis mampu melakukan rencana pada Ny. S dengan cidera kepala
ringan dengan nyeri.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. S dengan cidera
kepala ringan.
e. Penulis mampu mengevaluasi pada Ny. S kepala dengan cidera kepala
ringan apakah sudah berhasil atau belum.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi bantal pada leher
terhadap Ny. S pada asuhan keperawatan cedera kepala ringan dengan
nyeri.
5
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut :
1. Bagi pasien
Sebagaireferensidalammembantumenurunkannyeridanmemberikanpilihandala
mpenangananciderakepalaringandenganmenerapkanteknikterapibantaldala
mkehidupansehari – hari.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai referensi salah satu alternative untuk menurunkan nyeri yang dapat di
implementasikan pada pasien cidera kepala ringan.
3. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan
Sebagai referensi dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan ke
perawatan preservice.
4. Bagi penulis
Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan pengalaman
dalam mengelola nyeri di bidang keperawatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Cedera Kepala
a. Pengertian
Cedera kepala atau brain injury adalah salah satu bentuk trauma
yang mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan
fisik, emosi dan pekerjaan.Cedera kepala juga merupakan gangguan
traumatic yang dapat menimbulkan perubahan fungsi otak (Musliha,
2013).Cedera kepala ringan dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kesadaran kurang dari 30 menit, dengan skor Glasgow coma scale
(GCS) lebih dari 13. Cedera kepala juga dapat mengakibatkan amnesia
setelah trauma kurang dari 24 jam (Carpenito, 2008).
b. Etiologi
Etiologi terjadinya cedera kepala yaitu :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
7
f. Kecelakaan olah raga
g. Trauma tembak dan pecahan bom
c. Klasifikasi
a. Berdasarkan keparahan cedera :
1) Cedera kepala ringan
a) Tidak ada fraktur tengkorak
b) Tidak ada kontusio serebri, hematom
c) GCS 13 – 15
d) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi > 30 menit
2) Cedera kepala sedang (CKS)
a) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi < 24 jam
b) Muntah
c) GCS 9 – 12
d) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)
3) Cedera kepala berat
a) GCS 3-8
b) Hilang kesadaran>24 jam
c) Adanya kontusio serebri, laserasi / hematoma intracranial
b. Menurut jenis cedera
1) Cedera kepala terbukadapat menyebabkan fraktur pada
tulang tengkorak dan jaringan otak.
8
2) Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan
geger otak ringan dan oedem serebral yang luas.
d. Patofisiologi
Pada umumnya cedera kepala dapat diakibatkan karena terjatuh,
kecelakaan, dipukul atau tertimpa beban yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya trauma tumpul pada otak. Otak pada keadaan
normal akan mensuplai oksigen dan nutrisi keseluruh tubuh. Pada
cedera kepala akan mengalami trauma yang mengakibatkan otak tidak
mampu mensulpai oksigen, sehingga otak tidak mempunyai cadangan
oksigen dan bahan bakar metabolism otak berkurang. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksia. Pada saat otak mengalami
hipoksia, tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Dilatasi pembuluh darah menyebabkan asidosis metabolic yang
menurunkan fungsi tubuh seperti gangguan berkomunikasi.Gangguan
ini disebabkan karena terjadi obstruksi jalan nafas yang menghambat
saraf vagus untuk berfungsi secara normal. Obstruksi tersebut dapat
juga menghambat pasien susah menelan dan mengakibatkan pola nafas
tidak efektif.
Cedera kepala juga mengakibatkan peningkatan tekanan
intracranial yang dapat menyebabkan auto regulasi penurunan aliran
darahke otak. Ketika aliran darah ke otak menurun maka akan terjadi
penurunan kesadaran, aktifitas dan latihan pasien. Cedera kepala dapat
9
menyebabkan perlukaan lapisan cranial dan menyebabkan terjadi
laserasi terjadi maka akan mengakibatkan terserang kuman sehingga
akan menyebabkan risiko infeksi dan nyeri (Smeltzer, 2006).
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada cedera kepala adalah (Setiawan dan Intan,
2010) :
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit hilangnya fungsi
neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan
keruskan lainnya
b. Amnesia pasca cedera kurang dari 24 jam
c. Mual
d. Muntah
e. Nyeri kepala terjadi karena peningkatan tekanan intracranial yang
disebabkan karena edema serebri maupun perdarahan atau
hematoma serebral
f. vertigo
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada cedera kepala meliputi ( Setiawan dan Intan,
2010) :
a. Non medis
1) Resusitasi airway (jalan nafas), breathing (pernafasan),
circulasi (sirkulasi)
10
2) Tirah baring
3) Observasi kesadaran
4) Perawatan luka
5) Posisi tidur 30ᵒ.
b. Medis
1) Terapi diuretic (hiperosmoler) : mannitol atau cairan yang
osmotic.
2) Terapi NaCl 0,9% atau RL untuk keseimbangan cairan dan
elektrolit
3) Terapi barbiturate : diberikan pada pasien dengan peningkatan
tekanan intracranial yang refrakter tanpa cedera difusi.
4) Pasien kejang : Berikan terapi diazepam 10 mg iv, dilanjutkan
fenitoin 200 mg per oral, selanjutnya diberikan fenitoin 3x100
mg/hari.
5) Demam : diberikan antipiretika.
6) Terapi analgetik : diberikan keterolac dosis 30 mg/ 8 jam untuk
penatalaksanaan jamgka pendek nyeri akut atau derajat sedang
– berat.
g. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada cedera kepala meliputi tahap – tahap
(Musliha, 2010):
1. Pengkajian
a. Airway (jalan nafas)
11
1) Adakah sumbatan atau penumpukan secret
2) Wheezing atau kreleks
b. Breating (pernafasan)
1) Sesak nafas dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR≥ 24 x/menit, irama ireguler, dangkal
3) Ronchi, krekels
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Kesulitan bernafas, kipas udara, diaforesis, sianosis
6) Penggunaan alat bantu nafas
c. Circulation (sirkulasi)
1) Nadi lemah, tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat atau menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
d. Disability (cacat)
Mengkaji keadaan neurologis atau tingkat kesadaran klien
dengan Skala Koma Glasgow.
GCS 13 – 15 : Cedera kepala ringan
GCS 9 – 12 : Cedera kepala sedang
12
GCS 3 – 8 : Cedera kepala berat
e. Exposure (pencahayaan)
Buka keseluruhan pakaian penderita yang mengaggu
pernafasan klien dan juga untuk mengetahui atau mengevaluasi
penderita terhadap area luka(Musliha, 2010).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Spinal X ray : membantu menentukan lokasi terjadinya trauma
dan efek yang terjadi (perdarahan atau rupture atau fraktur)
b. CT Scan : memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta
posisinya secara pasti.
c. Myelogram : dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan
adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
d. MRI : dengan menggunakan gelombang magnetic untuk
menentukan posisi secara besar / luas terjadinya perdarahan
otak.
e. Thorak X ray : untuk mengidentifikasi keadaan pulmo
f. Analisa Gas Darah : menunjukkan efektifitas dari pertukaran
gas dan usaha pernafasan.
3. Diangnosa Keperwatan
Diangnosa keperawatn yang dapat muncul pada cedera kepala
adalah (Nanda NIC-NOC, 2013)
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi
13
b. Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedar fisik
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan turgor
4. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi
Tujuan : setelah dilkukan keperawatan diharapkan pola nafas
efektif
Kriteria hasil
1) Jalan nafas bersih
2) Tidak ada sesak
3) Pola nafas efektif
4) Pernafasan dalam batas
Rencana tindakan :
1) Hitung pernafasa pasien dalam satu menit.
Rasional : pernafasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratorik dan pernafasan lambat
meningkatkan tekanan PaCO2 dan menyebabkan
asidosisrespiratorik
14
2) Cek pernafasan
Rasional : untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam
pemberian tidal volume.
3) Observasi inspirasi dan ekspirasi
Rasional : fase ekspirasi biasanya 2x lebih panjang dari
inspirasi, tetapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
4) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien
Rasional : keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi
sehingga menjadi kentel dan meningkatkan resiko infeksi.
5) Cek ulang selang ventilator setiap waktu (15 menit)
Rasional : tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
masalah ketidakefektifan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil
1) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih / jelas.
2) Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas mis : batuk efektif dan mengeluarkan secret.
15
Rencana tindakan
1) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit)
Rasional : obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum,
perdarahan.
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam)
Rasional : pergerakan yang simetris dan suara nafas yang
bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak
adanya penumpukan sputum.
3) Lakukan pengisapan lender dengan kurang waktu dari 15
detik bila sputum banyak.
Rasional : untuk menghindari obstruksi jalan nafas
4) Lakukan fisioterapi dada
Rasional : meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru
dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
masalah nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Ekspresi wajah pasien rilek / tidak meringis kesakitan
2) Nyeri dapat berkurang atau hilang
3) Pasien mampu mengontrol nyeri
16
Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : untuk mengetahui status dan perkembangan nyeri
pasien
2) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : mengetahui status TTV pasien
3) Observasi tingkat nyeri dan respon motorik
Rasional : untuk mengurangi nyeri dan pasien rilek
4) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian analgesic
Rasional : mengurangi intensitas nyeri
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien dapat beraktifitas tanpa mengalami kelemahan.
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat berpatisipasi dalam aktifitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
2) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri.
Rencana tindakan :
1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada
pasien
Rasional : penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan
meningkatkan kerjasama yang dilakukan pada pasien
dengan kesadaran penuh atau menurun.
17
2) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan diri
Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah
infeksi dan keindahan.
3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan
cairan
Rasional : untuk memberikan kebutuhan pasien baik jumlah
kaloro dan waktu.
4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan
untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Rasioanal : keluarga dapat memahami peraturan yang ada di
ruangan.
e. Risiko tinggi gangguan integeritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi, tidak adekuat sirkulasi perifer
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : kulit tidak terlihat adanya gangguan integritas kulit
Rencana tindakan
1) Kaji fungsi motorik dan sensorik
Rasional : menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada
kulit
2) Kaji kulit pasien setiap 8 jam
Rasional : palpasi pada daerah yang terkekan
18
3) Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien
Rasional : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya
kerusakan kulit (Nanda NIC-NOC, 2013).
2. Nyeri Kepala
a. Pengertian
Nyeri merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan risiko atau
aktualnya kerusakan jaringan tubuh (Judha dkk, 2012).Nyeri adalah
suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul ketika jaringan
sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2010).Nyeri adalah suatu
ketidakyamanan, bersifat subyektif, sensori, dan pengalaman
emosional yang dihubungkan dengan aktual dan potensial untuk
merusak jaringan atau digambarkan sebagai sesuatu yang merugikan
(Monahan, Sands, Neighbors, Marek, & Green, 2007).
Nyeri kepala menurut The Internasional Association for the
Study of Pain (IASP), dalam Black dan Hawks adalah pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan karena kerusakan
atau potensial kerusakan jaringan otak.Nyeri kepala diklasifikasikan
atas nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.Nyeri kepala
primer adalah nyeri kepala yang tanpa disertai adanya penyebab
structural organic.Jenis nyeri kepala ini diantaranya migraine, nyeri
19
kepala tension dan nyeri kepala cluster. Sedangkan nyeri kepala
sekunder merupakan nyeri kepala yang disertai adanya perubahan
strutur organic otak, misalnya nyeri kepala karena trauma kepala atau
postrauma headache, infeksi otak atau penyakit lainnya (Prasetyo,
2010)
b. Klasifikasi nyeri
Nyeri diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Di bawah ini
akan dijelaskan tentang nyeri akut dan kronis tersebut.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut didefinisikan sebagai suatu nyeri yang dapat dikenali
penyebabnya, waktunya pendek, dan diikuti oleh peningkatan
tegangan otot, serta kecemasan.Ketegangan otot dan kecemasan
tersebut dapat meningkatkan persepsi nyeri.Contohnya, adanya
luka karena cedera atau operapsi (Monahan, Neighbors, Sands,
Marek, & Green, 2007).
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis didefinisikan sebagai suatu nyeri yang tidak dapat
dikenali dengan jelas penyebabnya. Nyeri ini kerap kali
berpengaruh pada gaya hidup klien. Nyeri kronis biasanya terjadi
pada rentang waktu 3-6 bulan (Monahan, Neighbors, Sands,
Marek, Green, 2007)
20
c. Skala nyeri
Menurut Uliyah, dkk (2012) dalam buku Uliyah (2015) penilaian
klinis dari nyeri dapat dilakukan dengan skala pedeskripsi verbal,
penilaian numeric, dan skala analog visual.
a. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale)
VDS merupakan garis yang terdiri atas tiga sampai lima kata
pendeskrpsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsian ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampai
terasa nyeri (nyeri yang tidak tertahankan).Pengukur menunjukkan
pada pasien skala tersebut atau memintanya untuk memilih
intensitas nyeri yang dirasakannya.
Gambar 2.1
b. Skala Intensitas Nyeri Numerik (Numerical Rating Scale)
NRS digunakan lebih sebagai pengganti atau pendamping
VDS, klien memberikan penilaiaan 0 sampai 10. Nyeri pasien akan
dikategorikan tidak nyeri (0). Nyeri sedang (1-3) secara objektif
pasien dapat berkomunikasi dengan baik. Nyeri ringan (4-6) secara
objektif klien mendesis, menyeringai, dan dapat mengikuti perintah
dengan baik.Nyeri berat (7-9) secara objektif klien terkadang tidak
21
dapat mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap tindakan,
dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendikripsikannya,
serta tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang, dan
distraksi.Nyeri hebat (10) pasien sudah tidak mampu
berkomunikasi atau memukul.
Gambar 2.2
c. Visual Analog Scale
Menurut McGuire dalam Potter& Perry (2005), VAS
merupakan alat pengukur tingkat nyeri yang lebih sensitive karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian angka
yang menurut mereka paling tepat dalam menjelaskan tingkat nyeri
yang dirasakan pada satu waktu. VAS tidak melabelkan suatu
devisi, tapi terdiri dari sebuah garis lurus yang dibagi secara merata
menjadi 10 segmen dalam angka 0 sampai 10 dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien diberitahu bahwa
menyatakan “tidak ada nyeri sama sekali” dan sepuluh menyatakan
“ nyeri paling parah” yang klien dapat bayangkan. Skala ini
memberikan kebebasan kepada pasien untuk mengidentifikasi
keparan nyeri.
d. Skala Nyeri “Muka”
3. Penggunaan Bantal Pada Leher
a. Definisi
Penggunaan bantal pada
untuk mengurangi nyeri bagian kepala, dengan memberikan bantal
pada leher, yang diharapkan dapat menurunkan kontraksi otot
leher sehingga nyeri kepala bisa berkurang
b. Teknik Pengguanan Bantal Pada Leher
Penggunaan bantal pada leher diberikan dengan cara pemberian bantal
pada leher yang ketebalannya diatur sesuai dengan (kurus, sedang, dan
gemuk) yang dapat menopang leher dan kepala sehingga dalam satu
garis lurus dengan badan sehingga dapat mengurangi ras
ada. Posisi tidur yang dianjurkan adalah memakai bantal yang
Gambar 2.3
Skala Nyeri “Muka”
Gambar 2.4
Penggunaan Bantal Pada Leher
Penggunaan bantal pada leher adalah salah satu tindakan non farmakologi
untuk mengurangi nyeri bagian kepala, dengan memberikan bantal
pada leher, yang diharapkan dapat menurunkan kontraksi otot
leher sehingga nyeri kepala bisa berkurang
Teknik Pengguanan Bantal Pada Leher
Penggunaan bantal pada leher diberikan dengan cara pemberian bantal
pada leher yang ketebalannya diatur sesuai dengan (kurus, sedang, dan
gemuk) yang dapat menopang leher dan kepala sehingga dalam satu
garis lurus dengan badan sehingga dapat mengurangi ras
ada. Posisi tidur yang dianjurkan adalah memakai bantal yang
22
leher adalah salah satu tindakan non farmakologi
untuk mengurangi nyeri bagian kepala, dengan memberikan bantal
pada leher, yang diharapkan dapat menurunkan kontraksi otot-otot
Penggunaan bantal pada leher diberikan dengan cara pemberian bantal
pada leher yang ketebalannya diatur sesuai dengan (kurus, sedang, dan
gemuk) yang dapat menopang leher dan kepala sehingga dalam satu
garis lurus dengan badan sehingga dapat mengurangi rasa nyeri yang
ada. Posisi tidur yang dianjurkan adalah memakai bantal yang
23
membuat posisi badan terhadap kepala adalah netral, tidak flexi
maupun ekstensi.
c. Prinsip dan Tujuan Teknik Pengguanan Bantal Pada Leher
Prinsip dan tujuan pengguanaan bantal pada leher yaitu posisi tidur
memakai bantal selimut bertujuan untuk mengistirahatkan otot-otot
leher maupun tulang belakang. Hal yang perlu diperhatikan ketika
tidur adalah simetris dan ergonomis. Simetris berarti otot leher kanan
dan kiri seimbang, sedangkan ergonomis berarti mencapai
keseimbangan fungsi otot. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pemakaian bantal pada leher pasien cedera kepala ringan
dengan GCS 15 terbukti efektif sebagai salah satu cara untuk
mengurangi nyeri kepala yang sering didapatkan pada cedera tersebut.
Pemberian bantal pada leher ini akan mengurangi kontraksi otot-otot
leher, kontraksi otot yang berkurang akan menurunkan iskemia otot
(Triasmara Wahyu, 2010).
24
B. Kerangka Teori
(jitowiyono,2012; Sjamsuhidajat & De Jong, 2010 : Djohan, 2009)
Gambar 2.5 Kerangka Teori
� Kecelakaan
� Jatuh
� trauma
CKR
Nyeri
PemberianTerapi
Bantal Pada Leher
Penurunan Nyeri
� Ketidakefekti
fan pola nafas
� Intoleransi
Aktifitas
� Resiko tinggi
gangguan
integeritas
kulit
pemberian bantal
pada leher yang
dapat menopang
leher dan kepala
sehingga dalam satu
garis lurus dengan
badan sehingga
dapat mengurangi
nyeri
25
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Tindakan dilakukan pada pasien cedera kepala ringan di Ruang Kanthil I
RSUD Karanganyar
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat : Ruang Kanthil I RSUD Karanganyar
2. Waktu : 4 Januari 2016 – 16 Januari 2016
C. Media dan Alat Yang Digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan :
1. Bantal
2. Lembar observasi pengukuran skala nyeri
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Prosedur tindakan yang dilakukan yaitu :
Fase Orientasi :
1. Member salam atau menyapa klien
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan persetujuan atau kesiapan klien
26
Fase Kerja :
1. Menyiapkan alat ( alat ukur nyeri Numerical Rating Scale (NRS), dan
bantal.
2. Mengatur posisi tidur pasien memakai bantal yang membuat posisi
badan terhadap kepala adalah netral, tidak flexi maupun extensi.
3. Melakukan pengukuran nyeri pada klien.
4. Pemberian bantal kepala ini dimulai dari 6 jam pertama.
5. Melakukan evaluasi nyeri pada klien.
6. Merapikan alat.
Fase Terminasi :
1. Mengevaluasi tindakan
2. Menyampaikan RTL
3. Berpamitan
4. Dokumentasi
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset
Alat ukur yang digunakan mengevaluasi aplikasi riset dengan pengukuran
skala nyeri yaitu skala nyeri numeric (Judha, 2012).
27
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Ny.
S dengan cedera kepala ringan.Pengkajian dimulai pada tanggal 4 Januari 2016,
jam 10.15 WIB. Data pengkajian pada kasus ini diperoleh dengan
caraautoanamnese, allowanamnesa, pengamatan, pengkajian fisik, menelaah
catatan medis, dan catatan perawat, sedangkan pengelolaan kasus dilakukan 3 hari
pada tanggal 4 – 6 Januari 2016. Asuhan Keperawatan ini berdasarkan dari
pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dari data pengkajian didapatkan data identitas pasien, bahwa pasien
bernamaNy. S, alamat rumah di Wonorejo, bejen, Karanganyar, umur 32
tahun, agama islam, tingkat pendidikan SMP, pekerjaan sebagai wiraswasta,
status menikah, pasien masuk Rumah Sakit tanggal 3 Januari 2016, diagnosa
medis Cedera Kepala Ringan, di rawat di ruang bangsal Kantil RSUD
Karanganyar. Penanggung jawab pasien bernama Tn. R umur 33 tahun,
bekerja sebagai wiraswasta, hubungan dengan pasien sebagai suami.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Januari 2016 jam 10.15 WIB
dengan metode Allowanamnesa.Keluhan utama pasien adalah nyeri pada
kepala dan lehernya, P: nyeri karena terpeleset di lantai, Q: nyeri seperti di
28
tusuk – tusuk, R: nyeri dibagian belakang kepala sampai leher, S: skala nyeri
5, T: nyeri hilang timbul. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan pada
tanggal 1 Januari 2016 saat mau membersihkan rumahnya pasien terpeleset
dilantai halaman rumahnya, kepala bagian belakang pasien terbentur lantai,
pasien saat itu langsung pingsan dan dirawat keluargannya di rumah.
Karena kondisi pasien yang tak kunjung membaik di tambah pasien
terus mengeluhkan pusing pada kepala, dan nyeri pada lehernya, sehingga
pada tangga l 3 Januari 2016, jam 08.00 pagi keluarga lantas membawa
pasien ke RSUD Karanganyar. Pasien pertama langsung di bawa ke IGD, tiba
di IGD pasien langsung mendapatkan pertolongan, dan di dapatkan hasil
pemeriksaan TTV : TD: 110/80 mmHg, N: 75 X/menit, Suhu: 36,3’ C, RR:
20 X/menit, nilai GCS: E4M6V5, GDS: 101 mg/dl. Terapi: infus RL: 15 tpm,
Inj, Cefriaxone 2X1, Inj, Ranitidine: 1 ampul 2X1, Inj, Citicolin 3X1, setelah
itu pasien dipindahkan ke Bangsal kantil I, hasil pengkajian pasien
mengatakan merasakan nyeri pada bagian belakang kepala dan lehernya.
Riwayat penyakit dahulu, Pasien mengatakan mempunyai riwayat
penyakit jantung lemah, pasien juga pernah 5 kali di opnam di RSUD
Karanganyar, sampai di rawat sekarang pasien tidak memiliki riwayat alergi
terhadap obat-obatan.
Riwayat penyakit keluarga Dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit
hipertensi, DM, tetapi ada riwayat penyakit jantung lemah.Pasien juga tidak
mempunyai kebiasaan seperti merokok dan alkoholisme.Pasien anak kedua
29
dari 2 bersaudara, pasien mempunyai 2 anak perempuan, kedua orang tua
pasien masih ada Ibu dan Ayah.
30
Gambar 4.1 Genogram
Keterangan :
: permpuan
: laki-laki
: meninggal
: pasien
: tinggal satu rumah
Riwayat kesehatan lingkungan lingkungan sekitar rumahnya bersih
dan selalu terawat dengan baik, udara di sekitar rumahnya juga sejuk dan
bersih.
Pola kesehatan, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, Klien
mengatakan bahwa kesehatan itu mahal dan kesehatan itu perlu dipelihara,
sedangkan bila ada anggota keluarga yang sakit di suruh berobat ke klinik
31
terdekat atau Rumah Sakit. Pola nutrisi dan metabolisme, klien mengatakan
sebelum sakit frekuensi makan sehari 3 kali, jenis nasi, lauk, dan sayur, 1
porsi habis, keluhan tidak ada sedangkan selama sakit ini pasien makan
dengan frekuensi 3 kali sehari porsi nasi lauk sayur, 1 porsi kadang habis, dan
tidak ada keluhan. Pada pola minum pasien minum 6 kali sehari jenisnya air
putih, the, susu, 1 gelas habis, dan tidak ada keluhan.
Pola eliminasi BAK sebelum sakit pasien frekuensi 5 – 6 kali sehari,
jumlah urin -+ 200 CC sekali BAK warna kuning jernih, tidak ada keluhan
selama BAK, sedangkan pola BAB pasien frekuensi 1 kali sehari, konsistensi
lunak berbentuk , warna kuning kecoklatan, dan keluhan tidak ada. Pada pola
aktivitas dan latihan pasien sebelum sakit seperti makan, minum, toileting,
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM semuanya
bisa dilakukan sendiri. Pola eliminasi BAK selama sakit pasien frekuensi 5 –
6 kali sehari jumlah urin -+ 200 CC sekali BAK warna kuning jernih, dan
tidak ada keluhan selama BAK, sedangkan pola BAB pasien frekuensi 1 kali
sehari, konsistensi lunak berbentuk, warna kuning kecoklatan, dan keluhan
tidak ada. Pada pola aktivitas dan latihan pasien seperti makan, mimum,
toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM
semuanya masih di bantu oleh anggota keluarganya. Sebelum sakit pasien
rata – rata tidur selama 8 jam sedangkan selama sakit ini pasien tidur rata –
rata 3 – 4jam kadang – kadang terbangun, tampak pada bagian mata terdapat
kantong mata, tampak pasien masih bedres, wajah klien keliatan pucat.
32
Dari pola kognitif pasien dapat berbicara jelas dengan lancar, bisa
melihat dengan jelas, dapat menjawab pertanyaan perawat dengan tepat, saat
di ajak berbincang - bincang pasien mengeluhkan nyeri pada leher belakang
:P : nyeri karena terpeleset di lantai, Q : nyeri cenat - cenut, R : nyeri di
bagian belakang kepala sampai leher, S : nyeri skala 5, T : nyeri hilang timbul
selama 5 menit.
Pola persepsi konsep diri, identitas diri klien adalah seorang
perempuan yang berumur 32 tahun, peran diri pasien mengatakan sehari
bekerja sebagai ibu rumah tangga, ia sudah dikaruniai 2 orang anak selama
pernikahannya dengan suaminya, harga diri klien mengatakan sangat dihargai
oleh anggota keluarganya dan masyarakat sekitarnya. Ideal diri klien
mengatatakan ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang agar bisa
berkumpul dengan keluarganya, gambaran diri klien mengatakan juga
menyukai semua anggota bagian tubuhnya.
Pola hubungan peran klien mengatakan sebagai seorang ibu rumah
tangga ia harus bisa melayani suaminya dengan baik dan merawat anaknya
dengan penuh kasih sayang, sehingga harus dapat menjaga komunikasi yang
harmonis dengan semua anggota keluarganya.
Pola seksualitas reproduksi klien adalah seorang wanita yang sudah
lama menikah dan di karuniai 2 orang anak perempuan.
Pola mekanisme koping klien mengatakan selalu bercerita /
komunikasi bila ada masalah pada dirinya atau dalam keluarganya, pasien
juga sangat terbuka bila menerima masukan dari siapa saja.
33
Hasil pemeriksaan fisik terhadap Ny. S didapatkan kesadaran
composmetis, GCS : E4M6V5. Dalam pengukuran TTV didapatkan TD: 110
/ 80 mmHg, nadi : 80X/menit dengan irama teratur dan kuat, respirasi :
18X/menit dengan irama teratur, dan suhunya : 36,3’ C. untuk pemeriksaan
kepala, bentuk kepala mesochepale, kulit kepala bersih, tetapi terdapat
benjolan diameternya sekitar 4cm di bagian belakang kepala, untuk
rambutnya berwarna hitam. Sementara itu pemeriksaan muka didapatkan
mata tidak ada edema, konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik, pupil isokor
ka/ki, diameter ka/ki 3mm, reflek cahaya +. Hidung bersih, tidak ada secret,
tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada septum deviasi.Mulut mukosa
bibir kering, mulut terlihat kotor dan agak berbau.Gigi bersih, tidak ada karies
gigi, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada perdarahan pada gigi. Telinga
tidak ada serumen, simetris, tidak ada gangguan fungsi pendengaran, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
kelenjar limfe, tidak ada kaku kuduk, tetapi di bagian leher terasa nyeri. Pada
pemeriksaan dada, inspeksi : ekspansi dada ka/ki sama bentuk dada
normochest, palpasi : vocal fremitus ka/ki sama, perkusi : sonor ka/ki<
auskultasi ; tidak terdengar suara tambahan. Pemeriksaan jantung didapatkan,
ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba di ICS V mid clavikula sinistra,
pekak di seluruh lapang dada, bunyi jantung regular dan tidak ada suara
tambahan. Pemeriksaan abdomen, tidak ada jejas, tidak ada distensi abdomen,
bising usus 15X/menit, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada masa, pada
34
genetalia tidak terpasang dower kateter, dan pada rectum tidak ada hemoroid.
Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot ka/ki : 5/5, ROM ka/ki
gerak aktif, capillary refill <2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, akral
hangat, ekstremitas bawah kekuatan otot ka/ki : 5/5, ROM ka/ki gerak aktif,
capillary refil <2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, akral hangat.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 03 Januari 2016 jam 08.10
WIB di IGD di dapatkan hasil hemoglobin 13,4 g/dl normal (12-16),
hematokrit 39,9 % normal (37-47), leoklosit 9, 26 ribu/uL normal (5-10),
trombosit 281 ribu/uL normal (150-300), eritrosit 4, 40 ribu/uL normal (400-
500), mcv 88,5 fl normal (82,0-92,0), mcH 30,5pg normal (27,0-31,0), mcHc
34,4 g/dl normal (32,0-37,0), granulosit 33,4 % normal (50,0-70,0), limfosit
60,4 % normal (25,0-40,0), monosit 1,5 % normal (3,0-9,0), eosinofil 4,3 %
normal (0,5-5,0), basofil 0,4 % normal (0,0-0,1).
Terapi yang diberikan selama pengelolaan kasus pada hari senin 04
Januari 2016 adalah ringer laknat 15 tpm golongan parental fungsinya untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit, injeksi ranitidine 50 mg / 8 jam
golongan antasida fungsi pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif,
tukak lambung aktif mengurangi gejala refluksi esofagitis, injeksi cefriaxone
1 gram / 12 jam golongan antibiotic fungsi infeksi gram positif & negatif
pada saluran nafas, saluran kemih, infeksi general, septisemia, infeksi tulang
dan jaringan kulit, injeksi ketorolac 30 mg / 8 jamgolongan non narkotik
fungsinya untuk penatalaksanaan jangka pendek nyeri akut derajat sedang –
berat.
35
B. Perumusan Masalah
Hasil data pengkajian tanggal 04 Januari 2015, jam 10.15 WIB
didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri kepala dan leher, P: nyeri
karena jatuh terpeleset di lantai, Q: nyeri cenat - cenut, R: nyeri di bagian
belakang kepala, S: nyeri skala 5, T: nyeri hilang timbul selama 5 menit.
Secara obyektif pasien tampak meringis kesakitan memegangi bagian kepala
bagian belakang, dan terlihat ada benjolan berdiameter sekitar 4cm, sehingga
diambil diangnosa nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik.
Data pengkajian tanggal 04 Januari 2015, jam 10.30 WIB didapatkan
data subyektif pasien mengatakan masih lemas belum kuat untuk melakukan
aktivitas. Secara obyektif pasien tampak semua kegiatan masih dibantu oleh
keluarganya dan klien tampak masih bedres, sehingga dapat diambil diagnosa
intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Data pengkajian tanggal 04 Januari 2015, jam 10.40 di dapatkan data
subyektif pasien mengatakan sulit tidur / tidurnya tidak nyeyak karena rasa
pusing dan nyeri kepala dan leher. Secara obyektif pasien tampak letih lemah
dan bagian mata keliatan ada kantong mata, sehingga dapat diambil diagnosa
gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang penulis temukan, maka dapat
dirumuskan prioritas masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik, intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum, dan gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala.
36
C. Intervensi
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. S untuk diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, diharapkan nyeri akut
berkurang dengan kriteria hasil :ekspresi wajah pasien rileks/ tidak meringis
kesakitan, skala nyeri menjadi 0 – 2, pasien mampu mengontrol nyeri.
Intervensi / rencana yang akan dilakukan yaitu lakukan pengkajian nyeri/
observasi tingkat nyeri, rasional : untuk mengetahui karakteristik, frekuensi,
dan kualitas nyeri. Memberikan posisi yang nyaman, rasional : untuk
mengurangi perasaan tegang, mengajarkan tehnik distraksi dan relaksasi,
rasional : untuk mengurangi intensitas nyeri, mengajarkan pemberian posisi
bantal pada leher, rasional : untuk mengurangi intensitas nyeri pada leher,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, rasional : untuk
mengurangi intensitas nyeri.
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S untuk diagnosa
keperawatan intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahann umum
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,
diharapkan pasien dapat beraktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil :
pasien dapat beraktivitas tanpa bantuan orang lain, nilai ADL menjadi 0.
Intervensi / rencana yang akan dilakukan yaitu memberikan penjelasan tiap
kali melakukan tindakan pada pasien, rasional : penjelasan dapat mengurangi
kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan
kesadaran penuh, ajarkan mobilisasi dini, rasional : untuk melatih gerak tirah
37
baring pasien, berikan bantuan melakukan ADL, rasional : untuk melatih
aktivitas ADL secara mandiri.
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S untuk diagnosa
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,n
diharapkan pasien tampak segar dan bugar, pada mata tidak terdapat kantong
mata,jumlah jam tidur menjadi (7 – 8 jam). Intervensi / rencana yang akan
dilakukan yaitu memantau tanda – tanda vital, rasional: untuk mengetahui
kondisi umum klien, mengamati pola tidur pasiem / aktivitas pasien, rasional:
untuk mengetahui perkembangan tidur pasien, menganjurkan pada pasien
untuk tidur lebih teratur, rasional: agar pasien dapat menunjukan perasaan
segar setelah tidur, ciptakan suasana lingkungan yang nyaman, rasional:
untuk memberikan kenyamanan saat tidur.
D. Implementasi
Pada diagnosa pertama tanggal 4 Januari 2016 jam 08.00 WIB penulis
melakukan tindakan keperawatan yaitu mengkaji tanda – tanda vital pasien,
didapatkan data subyektif pasien mengatakan bersedia merasakan pusing
pada kepalanya dan obyektifnya, TD: 110/80 mmHg, N: 75 X/menit,
S:36,3ºC, RR: 20 X/menit, GCS : E4M6V5. Jam 08.15 WIB mengkaji
keadaan nyeri klien didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan nyeri:
P: nyeri karrena jatuh terpeleset di lantai, Q: nyeri cenat - cenut, R: nyeri
dibagian belakang kepala sampai dengan leher, S: skala nyeri 5, T: nyeri
38
hilang timbul selama 5 menit, dan obyektifnya klien tampak meringis
kesakitan, tampak ada benjolan berukuran diameternya 3CM di kepala bagian
belakang. Jam 08.30 WIB memberikan posisi yang nyaman pada pasien
didapatkan data subyektif pasien mengatakan kepalanya pusing bila untuk
gerak, obyektifnya tampak pasien terbaring di bedres. Jam 08.40 WIB
mengajarkan pemberian bantal pada leher dengan cara memposisikan yang
benar didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada lehernya
sudah agak berkurang dengan posisi bantal yang telah di berikan, obyektifnya
pasien tampak rileks dan tidak meringis kesakitan. Jam 09.30 WIB kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgetik ranitidine 50mg / 8jam,
keterolac 30mg/ 8jam didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyerinya
agak berkurang, obyektifnya obat masuk melalui selang infus IV dan tidak
ada tanda – tanda reaksi alergi.
Pada diagnose kedua tanggal 04 Januari 2016 Jam 10.30 WIB
mengajarkan mobilisasi dini di dapatkan data subyektif pasien mengatakan
belum kuat untuk bergerak penuh obyektifnya pasien tampak masih bedres.
Jam 11.00 WIB memberikan bantuan pada pasien dalam melakukan ADL
didapatkan data subyektif pasien mengatakan mengeluhkan pusing jika
badannya dibuat untuk bergerak, obyektifnya tampak segala aktivitas yang
dilakukan pasien masih di bantu oleh keluarganya.
Pada diagnosa ketiga tanggal 04 Januari 2016 jam 11.30 WIB
menganjurkan pasien untuk tidur lebih teratur didapatkan data subyektif
pasien mengatakan tidurnya sulit karena rasa pusing pada kepalanya,
39
obyektifnya wajah pasien tampak pucat, tampak pada bagian mata terdapat
kantong mata. Jam 13.00 WIB menciptakan suasana lingkungan yang nyaman
didapatkan data subyektif pasien mengatakan mengiginkan suasana di
sekitarnya tidak ramai, obyektifnya tampak keluarga menjaga suasana di
sekitarnya biar nyaman.
Pada diagnosa pertama tanggal 05 Januari 2015 jam 08.00 WIB
penulis melakukan tindakan mengkaji tanda – tanda vital pasien di dapatkan
data subyektif pasien mengatakan masih sedikit merasakan pusing dan
obyektifnya TD: 120/80 mmHg, N: 80X/menit, S: 36ºC, RR: 20 X/menit
GCS : E4M6V5. Jam 08.15 WIB mengkaji keadaan nyeri pasien didapatkan
data subyektif pasien mengatakan nyeri, P: nyeri karena jatuh terpeleset di
lantai, Q: nyeri sepeti di cubit – cubit, R: nyeri di bagian belakang kepala
sampai dengan leher, S: skala nyeri 3, T: nyeri hilang timbul selama 5 menit
dan obyektifnya klien tampak sedikit meringis kesakitan dan tampak masih
ada benjolan diameternya sudah mengecil menjadi 2cm di kepala bagian
belakang.
Jam 08.20 WIB memberikan posisi yang nyaman pada pasien di
dapatkan data subyektif pasien mengatakan kepalanya masih sedikit pusing
dan obyektifnya pasien sudah berani untuk duduk penuh. Jam 08.30 WIB
menganjurkan pasien untuk memposisikan bantal pada leher dengan benar
didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada lehernya berkurang
intensitasnya bila memposisikan bantal pada leher dengan tepat dan
obyektifnya pasien tampak rileks dan nyaman dengan posisi bantal pada
40
leher. Jam 10.00 WIB kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgetik : keterolac 30mg/ 8 jam didapatkan data subyektif pasien
mengatakan nyerinya sudah berkurang banyak dan obyektifnya obat masuk
melalui selang infus IV dan tidak ada tanda – tanda reaksi alergi. Jam 10.20
WIB mengajarkan tehnik relaksasi / distraksi didapatkan data subyektif
pasien mengatakan nyeri pada lehernya sudah berkurang dan obyektifnya
pasien tampak rileks dan nyaman.
Pada diagnosa kedua tanggal 05 Januari 2016 jam 11.00 WIB
mengajarkan mobilisasi dini didapatkan data subyektif pasien mengatakan
sudah mulai kuat untuk bergerak dan obyektifnya tampak pasien sudah mulai
mengerak – gerakan anggota tubuhnya. Jam 11.30 WIB mengawasi pasien
dalam melakukan ADL (makan, minum, toileting, berpakaian, berpindah, dll)
didapatkan data subyektif pasien mengatakan sudah dapat melakukan ADL
tetapi baru sebagian seperti berpindah dan makan/minum dan obyektifnya
tampak pasien sudah mandiri dalam melakukan ADL walau belum semuanya
dilakukannya sendiri.
Pada diagnosa ketiga tanggal 05 Januari 2016jam 12.30 WIB
mengamati pola tidur pasien atau aktivitas pasien didapatkan data subyektif
pasen mengatakan sudah mulai ada peningkatan tidurnya, tapi terkadang kalo
malam masih terbangun dan obyektifnya wajah pasien tampak masih agak
lesu, pada bagian mata sudah tidak terdapat kantong mata. Jam 13.00 WIB
ciptakan suasana lingkungan yang nyaman didapatkan data subyektif pasien
41
mengatakan suasana di sekitarnya sudah nyaman dan obyektifnya tampak
pasien tidur dengan nyaman dan tidak ada gangguan di sekitarnya.
Pada diagnosa pertama tanggal 06 Januari 2016 jam 08.00 WIB pasien
melakukan tindakan memantau tanda – tanda vital pasien didapatkan data
subyektif pasien mengatakan sudah tidak merasakan pusing lagi dan
obyektifnya TD: 120/80 mmHg, N: 75X/menit, S: 36,4ºC, RR: 18 X/ menit,
GCS : E4M6V5. Jam 08.15 WIB mengkaji keadaan nyeri pasien didapatkan
hasil data subyektif pasien mengatakn nyeri, P: nyeri karena jatuh terpeleset
di lantai, Q: nyeri seperti di cubit – cubit, R: nyeri di bagian leher, S: skala
nyeri 2, T: nyeri hilang timbul selama 1 menit dan obyektifnya pasien tampak
sudah tidak meringis kesakitan, dan tampak sudah tidak ada benjolan di
kepala bagian belakang pasien. Jam 08.30 WIB memberikan posisi yang
nyaman paada pasien didapatkan data subyektif pasien mengatakan kondisi
badannya sudah tidak kaku lagi dan obyektifnya tampak pasien berbaring
dengan rileks.
Jam 08.40 WIB menganjurkan pasien untuk menggunakan bantal pada
leher di dapatkan data subyektif pasien mengatakan lehernya sudah tidak
nyeri lagi, obyektifnya pasien tampak rileks dan berbaring dengan nyaman.
Jam 10.00 WIB kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik :
keterolac 30 mg/ 8 jam didapatkan hasil data subyetif pasien mengatakan
kepala dan lehernya sudah tidak nyeri lagi dan obyektifnya obat masuk
melalui selang infus IV dan tidak ada tanda reaksi alergi. Jam 10.30
menganjurkan pasien untuk melakukan relaksasi / distraksi didapatkan data
42
subyektif pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri lagi pada kepala
dan lehernya dan obyektifnya pasien tampak rileks saat melakukan relaksasi.
Pada diagnosa kedua tanggal 06 Januari 2016 jam 11.00 WIB
memantau mobilisasi dini pasien didapatkan data subyektif pasien
mengatakan sudah dapat untuk mobilisasi berpindah sendiri dan obyektifnya
tampak pasien sudah tidak lemas lagi dalam melakukan mobilisasi. Jam 12.30
WIB memantau pasien / dalam melakukan ADL didapatkan data subyektif
pasien mengatakan semua kebutuhan ADL nya sudah mampu dilakukan
secara mandiri dan obyektifnya tampak nilai aktivitas sudah menjadi 0 semua
/ dapat melakukan secara mandiri.
Pada diagnosa ketiga tanggal 06 Januari 2016 jam 13.00 WIB
memantau pola tidur pasien didapatkan data subyektif pasien mengatakan
tidurnya sudah nyaman tidak terbangun lagi dan obyktifnya pasien tampak
sudah tidak lemas, letih, lesu lagi dan pada mata tidak terdapat kantong mata.
E. Evaluasi
Penulis melakukan evaluasi melalui proses dan evaluasi hasil
perkembangan. Evaluasi prosesnya dilakukan berdasarkan respon klien dan
keberhasilan tindakan keperawatan pada saat dilakukan.Evaluasi hasil
dilakukan sesuai dengan tujuan dari masing – masing intervensi pada
diagnosa keperawatan yang muncul sesuai metode SOAP. Evaluasi pada
tanggal 04 Januari 2016 jam 14.00 WIB, diagnosa pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik adalah data Subyektif (S): pasien
43
mengatakan nyeri, P: nyeri karena jatuh terpeleset di lantai, Q: nyeri cenat -
cenut, R: nyeri di bagian belakang kepala sampai dengan leher, S: nyeri skala
5, T: nyeri hilang timbul selama 5 menit. Obyektif (O): pasien tampak
meringis kesakitan, tampak ada benjolan di bagian belakang kepala pasien
diameternya 3 cm, kesadaran: composmetis, GCS: E4M6V5. Assessment (A):
masalah nyeri kepala dan leher belum teratasi. Planning (P): lanjutkan
intervensi, memonitor TTV dan KU pasien, mengkaji keadaan nyeri pasien,
mengajarkan tehnik relaksasi/distraksi, memberikan posisi yang nyaman,
memposisikan bantal pada leher dengan tepat, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat analgetik.
Diagnosa kedua tanggal 04 Januari 2016 jam 14.15 WIB, masalah
intoleran aktivitas adalah data subyektif (S): pasien mengatakan masih lemas
sehingga belum kuatuntuk melakukan segala aktifitas. Data obyektif (O):
tampak semua kegiatan aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarganya,
pasien masih bedres, nilai aktivitas harian masih 2. Assessment (A): masalah
intoleren aktivitas belum teratasi. Planning(P): lanjutkan intervensi, ajarkan
mobilisasi dini, berikan banyuan dalam melakukan ADL seperti:
makan/minum, toileting, berpakaian, berpindah, dll.
Diagnosa ketiga tanggal 04 Januari 2016 jam 14.30 WIB, masalah
gangguan pola tidur adalah data subyektif (S): pasien mengatakan sulit tidur
karena kepalanhya masih pusing. Data obyektif (O): tampak wajah pasien
keliatan pucat, pada mata kelihatan ada kantong matanya. Assessment (A):
gangguan pola tidur belum teratasi. Planning (P): lanjutkan intervensi,
44
menciptakan suasan lingkungan yang nyaman, menganjurkan pada pasien
untuk tidur lebih teratur, mengamati pola tidur pasien.
Diagnosa pertama tanggal 05 Januari 2016 jam 20.30 WIB, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik adalah data subyektif (S): pasien
mengatakan nyeri, P: nyeri karena terpeleset di lantai, Q: nyeri seperti di cubit
– cubit, R: nyeri di kepala bagian belakang sampai dengan leher, S: skala
nyeri 3, T: nyeri hilang timbul selama 5 menit. Data obyektif (O): pasien
tampak masih sedikit meringis kesakitan, GCS: E4M6V5, TTV: TD: 110/80
mmHg, N: 75X/menit, S:36,5ºC, RR: 20X/ menit. Assessment (A): masalah
nyeri kepala dan leher teratasi sebagaian. Planning (P): mengobservasi tanda
– tanda vital, mengkaji status nyeri pasien, menganjurkan pasien untuk
menggunakan bantal pada leher dengan benar, menganjurkan pasien untuk
melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik.
Diagnosa kedua tanggal 05 Januari 2016 jam 20.45 WIB, masalah
intoleren aktivitas adalah data subyektif (S) pasien mengatakan masih
merasakan sedikit lemas dan pusing pada kepalanya. Obyektif (O): pasien
tampak sudah dapat duduk, tetati saat berdiri masih memerlukan bantuan
keluarganya, pada nilai pola aktivitas sebagian masih ada yang 2. Assessment
(A): masalah intoleren aktivitas teratasi sebagaian. Planning (P): lanjutkan
intervensi, memantau mobilisasi dini pasien, memberikan bantuan pasien
dalam melakukan ADL.
45
Diagnosa ketiga tanggal 05 Januari 2016 jam 21.00 WIB, masalah
gangguan pola tidur adalah data subyektif (S) pasien mengatakan tidurnya
sudah ada peningkatan, tetapi kadang juga masih sering terbangun, karena
rasa pusing pada kepala. Obyektif (O) tampak wajah pasien masih sedikit
pucat, pada sudah tidak terdapat kantong mata.Assesment (A) masalah tidur
belum teratasi.Planning (P) lanjutkan intervensi, menciptakan suasana
lingkungan yang nyaman, menganjurkan pada pasien untuk tidur lebih teratur,
mengamati pola tidur pasien.
Diagnosa pertama tanggal 06 Januari 2016 jam 20.30 WIB, masalah
nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik dalah data subyektif (S) pasien
mengatakan nyeri pada kepala dan lehernya P: nyeri karena terpeleset di
lantai, Q: nyeri seperti di cubit – cubit, R: nyeri di kepala bagian belakang
sampai dengan leher, S: skala nyeri 1, T: nyeri hilang timbul selama 1 menit.
Obyektif (O) kesadaran: composmetis, GCS: E4M6V5, pasien sudah tidak
meringis kesakitan lagi,tampak benjolan pada belakang kepala sudah tidak
ada. Assessment (A) masalah nyeri akut teratasi.Planning (P) hentikan
intervensi.
Diagnosa kedua tanggal 06 Januari 2016 jam 20.45 WIB, masalah
intoleren aktivitas adalah data subyektif (S) pasien mengatakan sudah mampu
melakukan aktivitas dengan penuh. Obyektif (O) tampak pasien sudah mampu
melakukan ADL dengan mandiri seperti: makan/minum, toileting, berpindah,
dll, nilai pada pola aktivitas sudah menjadi 0 semua (mandiri). Assessment
(A) masalah intoleren aktivitas teratasi.Planning (P) hentikan intervensi.
46
Diagnosa ketiga tanggal 06 Januari 2016 jam 21.00 WIB, masalah
gangguan pola tidur adalah subyektif (S) pasien mengatakan tidurnya sudah
cukup, tidak terbangun lagi kalau malam hari. Obyektif (O) pasien tampak
segar, wajah pasien sudah tidak tampak pucat lagi, pada mata sudah tidak
tampak kantong mata. Assessment (A) masalah gangguan pola tidur
teratasi.Planning (P) hentikan intervensi.
47
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal pemberian
bantal pada leher terhadap penurunan skala nyeri kepala pada asuhan keperawatan
Ny. S dengan cedera kepala ringan di RSUD Karanganyar yang dilakukan pada
tanggal 4 januari sampai 16 januari 2016. Penulis juga akan membahas tentang
adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan asuhan keperawatan
pada Ny. S dengan cedera kepala ringan.Pembahasan ini berisi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi.Penulis dalam
pembahasan ini lebih fokus pada pemakain bantal pada leher, mengapa tindakan
tersebut dapat menurunkan intensitas nyeri di leher pada pasien cedera kepala
ringan. Penulis dalam pembahasan ini juga tidak mencantumkan 2 diagnosa yang
di bahas dalam teori Asuhan Keperawatan cedera kepala menurut (Musliha, 2010)
yaitu ketidakefektifan pola nafas dan resiko integritas kulit karena untuk
menegakkan kedua diagnosa tersebut tidak ada data yang mendukung.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan
waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat ini dan
waktu sebelumnya (Andarmoyo, 2013).
48
Hasil pengkajian pada Ny. S yang dilakukan pada tanggal 04 Januari
2016 pada pukul 10.15 WIB melalui metode allowanamnesa dan
autoanamnesa, observasi langsung dan pemeriksaan fisik, hal ini sesuai
dengan teori ( Setiadi, 2012). Dalam teori tersebut dijelaskan metode
pengkajian dengan cara wawancara langsung pada pasien maupun keluarga,
observasi, dan pemeriksaan fisik, akan tetapi disini penulis menambahkan
untuk menelaah catatan medis dan catatan perawat sebagai data penunjang
pasien.
Hasil pengkajian Ny. S di diagnosa mengalami cedera kepala
ringan.Hal ini sesuai dengan teori menurut Musliha (2005), dimana cedera
kepala ringan adalah salah satu bentuk trauma yang mengubah kemampuan
otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, emosi dan pekerjaan. Cedera
kepala juga dapat mengakibatkan amnesia setelah trauma kurang dari 24 jam
( Carpenito, 2008).
Pengaplikasian jurnal ini penulis menggunakan skala Pain Assesment
Behavioral Scale (PABS) yang telah diubah dalam bentuk rentang angka
nyeri. Dimana alat ukur nyeri skala 0 : Tidak nyeri1-3 : nyeri ringan: secara
obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, 4-6 : nyeri sedang: secara
obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik, lebih dari 7:
nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
49
panjang dan distraksi (Wartonah, 2005) dalam Syaiful & Rachmawan,
(2014).
Hasil pengkajian pengkajian keluhan utama klien mengatakan nyeri
kepala dan leher karena jatuh terpeleset kepala benturan dengan lantai. Secara
teori nyeri kepala yang dirasakan Ny. S adalah sindrom postraumatis yang
diakibatkan karena kecelakaan seperti nyeri kepala akut ( Urip dkk, 2010).
Nyeri kepala menurut The International Association for the Study of Pain
(IASP), dalam Black dan Hawks, (2009) menyatakan bahwa nyeri Ny. S
merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
karena kerusakan atau potensial kerusakan jaringan otak. Nyeri kepala yang
dirasakan Ny. S di sebelah belakang kepala dan leher, terasa seperti tertekan
benda dengan skala nyeri 5 yang termasuk nyeri sedang.
Pengkajian nyeri yang dilakukan penulis mengacu pada teori
karakteristik nyeri (PQRST) mengacu pada teori Provoking inciden : Apakah
ada peristiwa yang menjadi faktor prepitasi nyeri. Quality of pain : Seperti
apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut/
menusuk.Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale ofpain)
: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
50
bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy, 1995:2-3)
dalam Wijaya & Putri (2013).
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan selama sakit penulis
mendapatkan data bahwa aktivitas seperti makan/minum, berpakaian,
mobilisasi ditempat tidur, dan ambulasi didapat score 2 atau dibantu dengan
orang lain, sedangkan aktivitas seperti toileting dan berpindah didapat score 3
atau dibantu orang lain dan alat.
Hasil pengkajian kognitif dan perceptual pasien mengatakan nyeri
pada leher belakang, nyeri karena terpeleset di lantai, nyeri cenat – cenut,
nyeri di bagian belakang sampai leher, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul
selama 5 menit
Terapi yang diberikan selama pengelolaan kasus pada hari Senin 04
Januari 2016 sampai dengan hari Rabu 06 Januari 2016 yaitu, cairan RL 15
tpm golongan parental fungsinya untuk mengembalikan keseimbangan
elektrolit yang berkurang. Keterolac dosis 30 mg/ 8jam golongan non
narkotik fungsinya untuk penatalaksanaan jangka pendek nyeri akut derajat
sedang – berat. Ranitidine 50 mg/ 12 jam golongan antisida fungsi
pengobatan jangka tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif mengurangi
gejala refluksi esophagus. Cefriaoxone 1 gr/8 jam golongan anti bakteri
fungsi infeksi yang disebabkan bakteri gram positif dan gram negatif
( Midian, 2014).
Pemberian terapi ini sesuai dengan pada penatalaksanaan medis pada
kasus cedera kepala menurut teori (Setiawan dan Intan, 2010) dimana untuk
51
terapi RL untuk keseimbangan cairan dan elektrolit ,untuk terapi analgetik
diberikan keterolac dengan dosis 30 mg/ 8 jam.
B. DIANGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik yang menguraikan
respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual
dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature
yang berkaitan, catatan medis klien, hasil pengkajian dan pengelompokan
data penulis menemukan beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada
fungsi kesehatan fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan
pemulihan sesuai dengan kebutuhan hirarki maslow ( Potter dan Perry, 2005).
Dari hasil pengkajian dan analisa data penulis mengangkat diangnosa, yaitu :
1. Diagnosa pertama yang penulis rumuskan adalah Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik : benturan dengan lantai pada
kepala bagian belakang.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa.Menurut International for Study of Pain nyeri akut adalah awitan
yang tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi dan berlangsung < 6 bulan
(Herdman, 2012).
52
Batasan karakteristik menyebutkan pada nyeri terjadi perubahan
tekanan darah, perubahan frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan, di
dalam analisa data penulis tidak mencantumkan perubahan nadi,
respiratory rate dan tekanan darah karena kurangnya ketelitian penulis
tidak mendokumentasikan dan memasukkannya dalam analisa data
(Herdman, 2012).
Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berdasarkan hirarki
kebutuhan menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat kedua
mencakup kebutuhan dan keselamatan (fisik dan psikologis) yang
merupakan kebutuhan paling dasar kedua yang harus diprioritaskan
(Potter dan Perry, 2005)
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Intoleran aktivitas adalah ketidak cukupan energi secara fisiologis
untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas yang diminta atau
aktivitas sehari – hari.Dengan batasan karakteristik ketidaknyamanan
setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah
(Herdman, 2012).
Masalah ini didapatkan data subyektif, Ny. S mengatakan masih
lemas belum kuat untuk melakukan aktivitas. Data obyektif, Ny. S
tampak semua kegiatan masih dibantu oleh keluarganya dan klien
tampak masih bedres.
53
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kepala
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas
waktu tidur akibat faktor eksternal.Dengan batasan karakteristik
perubahan pola tidur normal, ketidakpuasan tidur, menyatakan tidak
mengalami kesulitan tidur menyatakan tidak merasa cukup istirahat
(Herdman, 2012).
Masalah ini didapatkan data subyektif, Ny. S mengatakan sulit
tidur / tidurnya tidak nyeyak karena rasa pusing dan nyeri kepala dan
leher. Data obyektif, Ny. S pasien tampak letih lemah dan bagian mata
keliatan ada kantong mata
C. INTERVENSI
Perencanaan merupakan langkah berikutnya dalam proses
keperawatan. Pada langkah ini perawat merupakan tujuan dan criteria hasil
yang diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi keperawatan. Dari
peryataan tersebut diketahui bahwa dalam membuat perencanaan perlu
mempertimbangkan tujuan, kriteria hasil dan intervensi keperawatan (
Andamoyo, 2013).
Intervensi atau rencana yang dilakukan oleh penulis disesuaikan
dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
dilakukan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan
timing (Herdman, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan,
kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnose keperawatan.
54
Pada diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik yang diakibatkan kepala bagian belakang kebentur ke lantai. Pada
kasus Ny. S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nyeri Ny. S berkurang dengan kriteria hasil Ny. S
mengatakan nyeri berkurang, Ny. S menunjukan ekspresi rileks / tidak
meringis kesakitan, skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 2/1, TTV dalam
batas normal ( Herdman, 2012).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan berupa kaji nyeri atau
karakteristik (P,Q,R,S,T), Provocate / paliatif : apa penyebabnya, Quality :
bagaimana rasanya, Regio : dibagian mana yang terjadi, Skala : bagaimana
intensitas nyerinya jika menggunakan skala 1 sampai 10, bagaimana
pengaruh hal tersebut pada aktivitas, Time : kapan hal itu mulai terjadi
( Iyer, patrica, 2005).
Tindakan yang direncanakan adalah mengkaji TTV. Hal ini sesuai
dengan peryataan bahwa pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk
mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh (Hidayah, 2005). Tanda vital
meliputi, suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan
darah.Tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi tubuh.Adanya
perubahan tanda – tanda vital (TTV) misalnya suhu tubuh menunjukkan
fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem
kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengat denyut nadi.Semua tanda vital
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi.Perubahan tanda vital
dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan
55
perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem
tubuh.Berikan posisi yang nyaman, ajarkan tehnik mengontrol nyeri non
farmakologi dengan pemberian bantal pada leher, dan kolaborasi pemberian
analgetik (keterolac) 30 mg dengan rasionalisai untuk mengobati nyeri
(NIC dalam Huda amin dan Kusuma Hardhi, 2013: 660).
Berdasarkan diagnosa yang kedua penulis menyusun perencanaan
antara lain :bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan, bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan, bantu pasien / keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas (NIC dalam Huda amin dan
Kusuma Hardhi, 2013: 623).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua penulis menyusun
perencanaan antara lain: monitor tidur klien, ciptakan lingkungan yang
nyaman, diskusikan dengan klien dan keluarga tentang teknik tidur klien, dan
kolaborasi pemberian obat (NIC dalam Huda amin dan Kusuma Hardhi,
2013: 603).
D. IMPLEMENTASI
Berdasarkan masalah kepeawatan tersebut perawat melakukan
implementasi dan evaluasi selama 3 hari sesuai tujuan, kriteria hasil, dan
intervensi yang telah dibuat berdasarkan NIC dan NOC.
56
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. S sama dengan adadi
intervensi pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik ( benturan dengan lantai pada kepala bagian belakang) dengan
mengobservasi (PQRST), memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan
teknik mengontrol nyeri non farmakologi dengan pemberian bantal pada
leher, dan berkolaborasi dengan dokter pemberian analgesik.
Penulis melakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (benturan dengan lantai pada kepala
bagian belakang) selama 3 hari. Tindakan keperawatan pertama yaitu
mengkaji tanda – tanda vital pasien, didapatkan data subyektif pasien
mengatakan bersedia merasakan pusing pada kepalanya dan obyektifnya, TD:
110/80 mmHg, N: 75 X/menit, S:36,3ºC, RR: 20 X/menit, GCS : E4M6V5.
Mengkaji keadaan nyeri klien didapatkan hasil data subyektif pasien
mengatakan nyeri: P: nyeri karrena jatuh terpeleset di lantai, Q: nyeri seperti
di tusuk – tusuk, R: nyeri dibagian belakang kepala sampai dengan leher, S:
skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul, dan obyektifnya klien tampak meringis
kesakitan, tampak ada benjolan berukuran diameternya 3cm di kepala bagian
belakang.
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien didapatkan data
subyektif pasien mengatakan kepalanya pusing bila untuk gerak, obyektifnya
tampak pasien terbaring di bedres. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik ranitidine 50mg / 8jam, keterolac 30mg/ 8jam
didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyerinya agak berkurang,
57
obyektifnya obat masuk melalui selang infus IV dan tidak ada tanda – tanda
reaksi alergi. Dalam teori, observasi karakteristik nyeri dilakukan untuk
mengetahui pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri dan
waktu serangan nyeri (Saputra, 2013).
Dalam jurnal yang penulis gunakan yaitu pengaruh pemakaian bantal
pada leher terhadap penurunan skala nyeri kepala pada pasien cedera kepala
ringan di ruang bougenvile RSUD Kertosono observasi yang digunakan
adalah sebelum diberikan pemakaian bantal pada leher dan sesudah
pemakaian bantal pada leher. Dan mengguanakan skala PABS
(Pain Assesment Behavioral Scale) dengan rentang skala nyeri 0: Tidak nyeri
1 – 3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4 - 6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyurigai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri dapat mendiskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik. >7 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikanya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
Mengajarkan pasien pemakaian bantal pada leher ketika nyeri
muncul.Penulis menekankan pemakaian bantal pada leher untuk menurunkan
intensitas nyeri tertama pada daerah leher belakang.Dalam jurnal Tristanto
(2014) pemakaian bantal pada leher sangat membantu untuk menurunkan
intensitas nyeri pada leher pada kasus cedera kepala ringan.
58
Pengguanaan bantal pada leher yaitu posisi tidur memakai bantal
selimut bertujuan untuk mengistirahatkan otot-otot leher maupun tulang
belakang.Hal yang perlu diperhatikan ketika tidur adalah simetris dan
ergonomis, simetris berarti otot leher kanan dan kiri seimbang, sedangkan
ergonomis berarti mencapai keseimbangan fungsi otot. Tehnik yang penulis
lakukan sesuai dengan jurnal Trisnanto (2014) dimana penulis melakukan
pemakain bantal pada leher selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari
memberikan pemakaian bantal pada leher selama 6 jam pertama kemudian
dilanjutkan dengan mobilisasi dini setengah duduk pada 12 jam, dilanjutkan
duduk penuh dan dilatih berdiri. Penulis mengkaji nyeri dengan PQRST
sebelum dilakukan pemakaian bantal pada leher dan setelah diberikan
pemakaian bantak pada leher.
Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai
berikut pada hari pertama skala nyeri 5, hari kedua 3, hari ketiga 1. Hal ini
sesuai dengan teori dalam jurnal Trisnanto (2014) dijelaskan bahwa pada hari
pertama 14 responden dimana pada hari pertama sebelum dilakukan
pemakaian bantal pada leher di dapatkan 1 responden (7,1%)mengatakan
nyeri ringan, 7 responden (50 %) responden mengatakan nyeri sedang, 6
responden (42,9%) mengatakan nyeri berat terkontrol. Pada hari pertama
setelah dilakukan pemakaian bantal pada leher didapatkan 7 responden (50%)
mengalami nyeri ringan 7 responden (50%) mengalami nyeri sedang.
Dalam pengelolaan kasus ini setelah diberikan implementasi
pemakaian bantal pada leher ketika nyeri muncul dalam 3 hari pengelolaan
59
ini, skala nyeri pasien mengalami penurunan, hal ini sesuai dengan jurnal
Trisnanto (2014) bahwa pemakaian bantal pada leher efektif dalam
menurunkan skala nyeri pada pasien cedera kepala ringan.
Mengkolaborasikan pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolak
30mg/8jam.Dimana obat analgesik ketorolak berfungsi untuk penatalaksnaan
jangka pendek nyeri akut derajat sedang – berat (Midian, 2014).
Diagnosa keperawatan kedua implementasikan yang dilakukan bantu
klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, membantu
untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan, membantu pasien / keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas (NIC dalam Huda amin dan
Kusuma Hardhi, 2013: 623).
Diagnosa keperawatan ketiga implementasi yang dilakukan : monitor
tidur klien, ciptakan lingkungan yang nyaman, diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang teknik tidur klien, dan kolaborasi pemberian obat
(NIC dalam Huda amin dan Kusuma Hardhi, 2013: 603).
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur dan Saiful, 2012).
60
Evaluasi prosesnya dilakukan berdasarkan respon klien dan
keberhasilan tindakan keperawatan pada saat dilakukan.Evaluasi hasil
dilakukan sesuai dengan tujuan dari masing – masing intervensi pada
diagnosa keperawatan yang muncul sesuai metode SOAP. Evaluasi pada
tanggal 04 Januari 2016 pukul 14.00 WIB, diagnosa pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik adalah data Subyektif (S): pasien
mengatakan nyeri, P: nyeri karena jatuh terpeleset di lantai, Q: nyeri cenat -
cenut, R: nyeri di bagian belakang kepala sampai dengan leher, S: nyeri skala
5, T: nyeri hilang timbul selama 5 menit. Obyektif (O): pasien tampak
meringis kesakitan, tampak ada benjolan di bagian belakang kepala pasien
diameternya 3 cm, kesadaran: composmetis, GCS: E4M6V5. Assessment (A):
masalah nyeri kepala dan leher belum teratasi. Planning (P): lanjutkan
intervensi, memonitor TTV dan KU pasien, mengkaji keadaan nyeri pasien,
mengajarkan tehnik relaksasi/distraksi, memberikan posisi yang nyaman,
memposisikan bantal pada leher dengan tepat, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat analgetik.
Pada diagnosa pertama tanggal 05 Januari 2016 jam 20.30 WIB, nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik adalah data subyektif (S): pasien
mengatakan nyeri, P: nyeri karena terpeleset di lantai, Q: nyeri seperti di cubit
– cubit, R: nyeri di kepala bagian belakang sampai dengan leher, S: skala
nyeri 3, T: nyeri hilang timbul selama 5 menit. Data obyektif (O): pasien
tampak masih sedikit meringis kesakitan, GCS: E4M6V5, TTV: TD: 110/80
mmHg, N: 75X/menit, S:36,5ºC, RR: 20X/ menit. Assessment (A): masalah
61
nyeri kepala dan leher teratasi sebagaian. Planning (P): mengobservasi tanda
– tanda vital, mengkaji status nyeri pasien, menganjurkan pasien untuk
menggunakan bantal pada leher dengan benar, menganjurkan pasien untuk
melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik.
Pada diagnosa pertama tanggal 06 Januari 2016 jam 20. 30 WIB,
masalah nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik dalah data subyektif (S)
pasien mengatakan nyeri pada kepala dan lehernya P: nyeri karena terpeleset
di lantai, Q: nyeri seperti di cubit – cubit, R: nyeri di kepala bagian belakang
sampai dengan leher, S: skala nyeri 1, T: nyeri hilang timbul selama 1 menit.
Obyektif (O) kesadaran: composmetis, GCS: E4M6V5, pasien sudah tidak
meringis kesakitan lagi, tampak benjolan pada belakang kepala sudah tidak
ada. Assessment (A) masalah nyeri akut teratasi.Planning (P) hentikan
intervensi.
Hasil dari setiap evaluasi per hari pasien mengalami penurunan skala
nyeri, hal ini sudah sesuai dengan jurnal Trisnanto (2014) dengan penelitian
pengaruh pemakaian bantal pada leher terhadap penurunan skala nyeri kepala
pada pasien cedera kepala ringan di RSUD Kertosono.Dimana hasil
penelitian menunjukkan bahwa tehnik pemakaian bantal pada leher lebih
efektif. Penelitian ini menggunakan 14 responden dimana pada hari pertama
sebelum dilakukan pemakaian bantal pada leher di dapatkan 1 responden
(7,1%)mengatakan nyeri ringan, 7 responden (50 %) responden mengatakan
nyeri sedang, 6 responden (42,9%) mengatakan nyeri berat terkontrol. Pada
62
hari pertama setelah dilakukan pemakaian bantal pada leher didapatkan 7
responden (50%) mengalami nyeri ringan 7 responden (50%) mengalami
nyeri sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum dan sesudah
dilakukan pemakaian bantal pada leher mengalami penurunan skala nyeri
yang signifikan.Dan teknik pemakaian bantal pada leher sangat efektif untuk
menurunkan intensitas nyeri pada pasien cedera kepala ringan.
Pada diagnosa kedua tanggal 04 Januari 2016 jam 14.15 WIB,
masalah intoleran aktivitas adalah data subyektif (S): pasien mengatakan
masih lemas sehingga belum kuatuntuk melakukan segala aktifitas. Data
obyektif (O): tampak semua kegiatan aktivitas pasien masih dibantu oleh
keluarganya, pasien masih bedres, nilai aktivitas harian masih 2. Assessment
(A): masalah intoleren aktivitas belum teratasi. Planning (P): lanjutkan
intervensi, ajarkan mobilisasi dini, berikan banyuan dalam melakukan ADL
seperti: makan/minum, toileting, berpakaian, berpindah, dll.
Pada diagnosa kedua tanggal 05 Januari 2016 jam 20.45 WIB,
masalah intoleren aktivitas adalah data subyektif (S) pasien mengatakan masih
merasakan sedikit lemas dan pusing pada kepalanya. Obyektif (O): pasien
tampak sudah dapat duduk, tetapi saat berdiri masih memerlukan bantuan
keluarganya, pada nilai pola aktivitas sebagian masih ada yang 2. Assessment
(A): masalah intoleren aktivitas teratasi sebagaian. Planning (P): lanjutkan
intervensi, memantau mobilisasi dini pasien, memberikan bantuan pasien
dalam melakukan ADL.
63
Pada diagnosa kedua tanggal 06 Januari 2016 jam 20.45 WIB,
masalah intoleren aktivitas adalah data subyektif (S) pasien mengatakan sudah
mampu melakukan aktivitas dengan penuh. Obyektif (O) tampak pasien sudah
mampu melakukan ADL dengan mandiri seperti: makan/minum, toileting,
berpindah, dll, nilai pada pola aktivitas sudah menjadi 0 semua (mandiri).
Assessment (A) masalah intoleren aktivitas teratasi.Planning (P) hentikan
intervensi.
Pada diagnosa ketiga tanggal 04 Januari 2016 jam 14.30 WIB,
masalah gangguan pola tidur adalah data subyektif (S): pasien mengatakan
sulit tidur karena kepalanya masih pusing. Data obyektif (O): tampak wajah
pasien keliatan pucat, pada mata kelihatan ada kantong matanya. Assessment
(A): gangguan pola tidur belum teratasi. Planning (P): lanjutkan intervensi,
menciptakan suasana lingkungan yang nyaman, menganjurkan pada pasien
untuk tidur lebih teratur, mengamati pola tidur pasien.
Pada diagnosa ketiga tanggal 05 Januari 2016 jam 21.00 WIB,
masalah gangguan pola tidur adalah data subyektif (S) pasien mengatakan
tidurnya sudah ada peningkatan, tetapi kadang juga masih sering terbangun,
karena rasa pusing pada kepala. Obyektif (O) tampak wajah pasien masih
sedikit pucat, pada sudah tidak terdapat kantong mata.Assessmet (A) masalah
tidur belum teratasi.Planning (P) lanjutkan intervensi, menciptakan suasana
lingkungan yang nyaman, menganjurkan pada pasien untuk tidur lebih teratur,
mengamati pola tidur pasien.
64
Pada diagnosa ketiga tanggal 06 Januari 2016 jam 21.00 WIB,
masalah gangguan pola tidur adalah subyektif (S) pasien mengatakan tidurnya
sudah cukup, tidak terbangun lagi kalau malam hari. Obyektif (O) pasien
tampak segar, wajah pasien sudah tidak tampak pucat lagi, pada mata sudah
tidak tampak kantong mata. Assessment (A) masalah gangguan pola tidur
teratasi.Planning (P) hentikan intervensi.
65
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, melakukan implementasi dan evaluasi serta
mengaplikasikan pemberian bantal pada leher terhadap penurunan skala nyeri
kepala pada Ny. S dengan cedera kepala ringan di rumah sakit umum daerah
karanganyar maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
A. KESIMPULAN
1. Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan pasien yaitu nyeri pada kepala dan
lehernya. Pada pola kognitif perceptual sebelum sakit pasien mengatakan
dapat berbicara dengan lancar, dapat melihat dan mendengarkan dengan
jelas, selama sakit pasien mengatakan mengeluhkan nyeri pada kepala
dan leher, P : nyeri karena terpeleset di lantai, Q : nyeri cenat – cenut, R:
nyeri di bagian belakang kepala dan leher, S : skala nyeri 5, T : nyeri
hilang timbul selama 5 menit. Pasien juga mengatakan sebelum sakit
tidur rata – rata 6 – 8 jam sehari, selama sakit pasien mengatakan tidur
rata – rata 3 – 4 jam, sering terbangun, tampak pada bagian mata terdapat
kantong mata, wajah pasien keliatan pucat. Serta pasien mengatakan
lemas dan saat melakukan aktifitas masih dibantu oleh keluarganya.
66
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada Ny. S yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik, intoleran aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum, dan gangguan pola tidur berhubungan dengan adamya
nyeri kepala.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi / rencana yang akan dilakukan yaitu lakukan pengkajian
nyeri/ observasi tingkat nyeri (PQRST), memberikan posisi yang
nyaman, mengajarkan tentang tehnik non farmakologi atau mengajarkan
tehnik distraksi dan relaksasi, mengajarkan pemberian posisi bantal pada
leher, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Pada
diagnosa kedua yaitu intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum intervensi / rencana pada diagnosa kedua yang akan dilakukan
yaitu memberikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien,
ajarkan mobilisasi dini, berikan bantuan melakukan (ADLs), bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang disukai.Pada diagnosa gangguan pola
tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala Intervensi / rencana yang
akan dilakukan yaitu memantau tanda – tanda vital, mengamati pola tidur
pasiem / aktivitas pasien, menganjurkan pada pasien untuk tidur lebih
teratur, ciptakan suasana lingkungan yang nyaman.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari
rencana keperawatan yang telah disusun.
67
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah
dilakukan secara komperhensif dengan acuan Rencana Asuhan
Keperawatan ( Brunner dan Suddarth, 2002) serta telah berkolaborasi
dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi keadaan klien
dengan kriteria hasil sudah teratasi, maka nyeri akut berhubungan dengan
cedera fisik pada Ny. S teratasi dan intervensi dihentikan.Pada diangnosa
intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum hasil evalusai
keadaan klien dengan kriteria hasil sudah teratasi dan intervensi
dihentikan.Pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan
adanya nyeri kepala hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil
sudah teratasi dan intervensi dihentikan.
6. Pemberian posisi bantal pada leher
Pemberian posisi bantal pada leher pada Ny. S diberikan dengan cara
pemberian bantal pada leher yang ketebalannya diatur sesuai dengan
(kurus, sedang, dan berat) yang dapat menopang leher dan kepala dalam
satu garis lurus dengan badan sehingga dapat menurunkan skala nyeri
dari 5 menjadi 1. Posisi tidur yang dianjurkan adalah memakai bantal
yang membuat posisi badan terhadap kepala adalah netral, tidak flexi
maupun ekstensi.
68
B. SARAN
Setelah penulis melakaukan asuhan keperawatan pada klien dengan
nyeri akut, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif
khususnya di bidang kesehatan antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim
kesehatan maupun klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan klien cedera
kepala ringan khususnya dan diharapkan rumah sakit mampu
menyediakan fasilotas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung
kesembuhan klien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal,
khususnya pada klien dengan cedera kepala ringan. Perawat diharapkan
dapat memberikan pelayanan professional dan komperhensif.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesioal,
terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
69
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Nic
Andarmoyo. S. 2013. Konsep & proses keperawatan nyeri.Ar-ruzz. Yogyakarta
Carpenito Linda Jual. (2008). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis, Jakarta :
EGC
Herdman, heather T, PhD,RN.2014. Nursing diagnoses : definitions & classification 2014-
2014. Jakarta : EGC
Iyer Patrica W dan Nancy H Camp. 2005. Dokumentasi Keperawatan, Jakarta : EGC
Japardi Iskandar. (2006). Sindroma post Concusion. (internet). Bersumber dari :<http: / /
repository. usu.ac. id/bedah-iskandar%20japardi45.pdf>
Judha, M., Sudarti., A. Fauziyah. 2012. Teori Pengukuran Nyeri Dan Nyeri Kepala. Nuha
Medika.Yogyakarta.
Machfoed & Suharjanti, (2010).Penatalaksanaan Menurunkan Nyeri. Yogyakarta, Graha
Ilmu.
Nikmatur Rohmah dan Saiful Walid. 2012. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi, AR –
RUZZ MEDIA, Yogyakarta
Midian, S. 2014. Melirik Peluang Budaya Kemii.
http//www.jurnalasia.com/2014/02/19/15803/, 9 Juli 2015
Musliha (2010), Keperawatan Gawat Darurat, Nuha Medika, Yogyakarta.
Monahan, Sands, Neighbors, Marek, & Green.(2007). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam
Menurunkan Nyeri dan Kecemasan Pasien dalam Keperawatan Maternitas.Refika
Aditama. Bandung.
Moscato & Cotta, C.Memetik Algorithms. (2005) Nyeri Post Trauma Kepala, Jakarta :EGC
Potter & Perry, (2009), Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses, Dan Praktik,
vol 7 Edisi7, EGC, Jakarta, Hal 1420-1465.
Potter & Perry, (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Dan Praktik Vol 2
Edisi 4,EGC, Jakarta.
Prasetyo, S.N. (2010), Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Prince Sylvia A. and Wilson Lorraine M. (2005).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta: EGC.
70
Saputra, Lydon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa Aksara
Setiadi, 2012.Konsep & Peenulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik.Yogyakarta : Graha Ilmu
Setiawan Dan Intan, (2010), Cedera Saraf Pusat Dan Asuhan Keperawatan, Muha Medika,
Yogyakarta.
Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. 2010.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.Egc. Jakarta
Smeltzer, Suzanne Dan Brenda G Bare (2006), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 Volum 3, EGC, Jakarta.
SuaraMerdeka,2013.AngkaKecelakaan,(Online),Http://M.Suaramerdeka/Index.Php/2013/17/
10/230419. Diakses 15 Desember 2015
Tarwoto & Wartonah.2010. Kebutuhan Dasar Manusiadan Proses Keperawatan Edisi
Ketiga.Jakarta : Salemba Medika
Tiasmara Wahyu, (2010). Pengaruh Bantal Pada Kualitas Tidur anda (Internet).Bersumber
dari :www.halodokterku.com/2010/06/pengaruh-bantal-pada-kualitas-
tidur.html(Diakses tanggal 15 Desember 2015)
Uliyah, Musrifatul & a,aziz alimul h. 2015. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
WHO,(2013).Theglobalimpact(Internet)Bersumberdari:www.who.int/entity/violence_injury_
prevention/publications/road_traffic/world_report/chapter2.pdf (diakses tanggal 13
Desember 2015)
Wijaya, A., Saferi dan Putri, M., Yesse. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. 1nd
ed. Nuha Medika. Yogyakarta
top related