pembelajaran kooperatif tipe tai nadia
Post on 23-Oct-2015
126 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
UNTUK MATERI POKOK BILANGAN PECAHAN DI KELAS IV
SDN 01 BARINGIN VI BASO
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Disusun oleh :
NADIA NAFIOLANIM 2411.069
JURUSAN TARBIYAHPROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam
kehidupan manusia. Penyelenggaraan pendidikan formal maupun
informal harus disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan
pembangunan yang memerlukan jenis keterampilan dan keahlian serta
peningkatan mutunya sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tujuan
pendidikan yang hendak dicapai, karena tercapai tidaknya tujuan
pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan. (Emilda 2008:1)
Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan
yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat menjadi pelopor dalam
pembaharuan dan perubahan. Dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya pengembangan dan perbaikan kurikulum, penataan guru,
pengadaan buku penunjang, dan pembenahan metode pembelajaran. (Sigit, 2009:1)
Pengetahuan matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang pesat perkembangannya. Herman Hudoyo, 1992:3 (dalam Emilda
2008:1) mengemukakan bahwa matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendidikan matematika yang baik, siswa dimungkinkan
memperoleh berbagai macam bekal dalam menghadapi tantangan di
era globalisasi saat ini. Kemampuan berpikir kritis, logis, cermat,
sistematis, kreatif dan inovatif merupakan beberapa kemampuan yang
dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan matematika yang
baik.
Sebagai salah satu mata pelajaran, matematika selalu mendapat
sorotan dari berbagai pihak, baik dari guru, kepala sekolah, orang tua
murid dan berbagai kalangan yang terkait. Hal ini disebabkan kurang
menggembirakannya prestasi belajar matematika di sekolah. Berkaitan
dengan masalah tersebut, pada pembelajaran matematika juga
ditemukan keragaman masalah diantaranya keaktifan siswa dalam
mengikuti pembelajaran belum nampak, para siswa jarang mengajukan
pertanyaan, serta kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal
di depan kelas. Selama ini proses belajar mengajar masih
menggunakan model konvensional umumnya guru lebih mendominasi
proses belajar mengajar sehingga pembelajaran cenderung monoton
yang menyebabkan siswa merasa jenuh. Hal ini mengakibatkan siswa
menjadi malas belajar dan siswa menjadi pasif. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran matematika, guru hendaknya lebih memilih
variasi pendekatan, strategi, metode yang tepat sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. (Emilda, 2008:1).
Pembelajaran matematika hendaknya di desain untuk dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menumbuhkembangkan
kemampuan mereka secara maksimal. Dengan semakin banyaknya
media dan sumber belajar (learning resources) yang dapat digunakan
dalam pembelajaran matematika, siswa tidak berharap banyak dari
guru. Siswa bisa diberi kemandirian untuk belajar dengan
memanfaatkan aneka sumber belajar tersebut. Dengan demikian
pembelajaran matematika menuntut keaktifan siswa sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam pembelajaran.
(Retna, 2007:36).
Berbagai konsep dan wawasan baru tentang pembelajaran di sekolah telah muncul
dan berkembang seiring pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai pendidik
yang menduduki posisi strategis dalam rangka pengembangan sumber daya manusia,
dituntut untuk terus mengikuti berkembangnya konsep-konsep baru dalam dunia
pembelajaran tersebut (Suryosubroto, 1997 dalam Sigit, 2009:2).
Dalam proses belajar mengajar terdapat beberapa kelemahan yang mempengaruhi
hasil belajar siswa menjadi menurun. Latar belakang karakter siswa kelas IV SDN 01
Baringin VI Baso yang ada 6 kelas paralel mempunyai komposisi siswa yang heterogen,
berdasarkan dialog dengan guru matematika maka diperoleh kesimpulan bahwa kelas IV
merupakan kelas yang direkomendasikan untuk objek penelitian PTK. Kelas IV
merupakan kelas dengan anggota siswa yang mempunyai latar belakang nilai yang
mayoritas rendah dibanding siswa kelas yang lainnya. Dari hasil observasi kelas,
diketahui proses pembelajaran matematika kelas IV SDN 01 Baringin VI Baso tahun
pelajaran 2013/2014 ditemukan kelemahan sebagai berikut : 1) Siswa pasif dan kurang
memperhatikan penjelasan dari guru pada setiap pembelajaran; 2) Siswa ramai pada saat
pembelajaran; 3) Jenuh dan bosan pada pembelajaran yang monoton; 4) Konsentrasi dan
pemahaman siswa kurang pada setiap pembelajaran matematika; dan 5) Hasil belajar
siswa rendah. Kelemahan kelemahan tersebut merupakan masalah dalam strategi
pembelajaran kelas yang penting untuk dipecahkan.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah jenis penelitian tindakan yang sumber
permasalahannya berasal dari proses pembelajaran di kelas, dan dirasakan langsung oleh
guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa
permasalahan dalam penelitian tindakan kelas muncul dari rekayasa peneliti. Dalam PTK
peneliti atau guru dapat melihat sendiri praktik pembelajaran atau bersama guru lain dapat
melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari segi aspek interaksinya dalam proses
pembelajaran. Guru secara reflektif dapat menganalisis, mensintesis terhadap apa yang
telah dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik dapat
memperbaiki praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif. (Supardi, 2006
dalam Sigit, 2009:3).
Untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa seorang guru harus
pandai dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Team Assisted
Individualization (TAI). Model pembelajaran TAI termasuk dalam
pembelajaran kooperatif. Salah satu ciri pembelajaran kooperatif
adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil
yang heterogen (Suyitno, 2004:9 dalam Retna 2007:3). Masing-masing
anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada
pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan,
maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya
yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai
dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan
siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang
diselesaikan dalam kelompok tersebut.
Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk
menyelesaikan tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru,
selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi
siswa yang memerlukannya. Keheterogenan kelompok mencakup jenis
kelamin, ras, agama (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi,
sedang, rendah), dan sebagainya. Kemudian guru memberikan tes
formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. (Retna, 2007:4).
B. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas, maka dalam
penelitian ini dibatasi pada hal berikut.
1. Penelitian ini hanya menyampaikan atau mendeskripsikan tentang peningkatan
prestasi belajar matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe TAI.
2. Materi penelitian adalah mata pelajaran matematika pada materi pokok bilangan
pecahan.
3. Objek penelitiannya adalah siswa kelas IV SDN 01 Baringin VI Baso tahun pelajaran
20013/2014
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil belajar siswa kelas IV SDN 01 Baringin VI Baso tahun pelajaran
20013/2014 ?
2. melalui pembelajaran kooperatif tipe TAI untuk materi pokok bilangan pecahan ?
3. Bagaimana aktifitas guru dan siswa selama penerapan pembelajaran kooperatif tipe
TAI untuk materi pokok bilangan pecahan di IV SDN 01 Baringin VI Baso tahun
pelajaran 20013/2014 ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas IV SDN 01 Baringin VI Baso tahun
pelajaran 20013/2014.
2. melalui pembelajaran kooperatif tipe TAI untuk materi pokok bilangan pecahan.
3. Mendeskripsikan aktifitas guru dan siswa selama penerapan pembelajaran kooperatif
tipe TAI untuk materi pokok bilangan pecahan di IV SDN 01 Baringin VI Baso tahun
pelajaran 20013/2014.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran terhadap dunia pendidikan tentang pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan komparasi bagi
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1) Bagi Siswa
Siswa menjadi senang terhadap matematika karena dilibatkan secara aktif dalam
pembelajaran.
2) Bagi Guru
Sebagai motivasi guru untuk memilih model pembelajaran yang bervariasi dan
dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga dapat memberikan layanan
yang baik bagi siswa.
3) Bagi Penulis
Memberikan wawasan yang luas tentang pembelajaran kooperatif tipe TAI serta
memberikan pengalaman yang berharga dalam mengadakan penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika
1. Hakikat Belajar
Menurut Slameto, 1995:2 (dalam http://ridwan202.wordpress.com) belajar
adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya Winkel, 1996:53 (dalam
http://ridwan202.-wordpress.com) belajar adalah “suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat secara relatif konstant.” Kemudian Hamalik, 1983:28 (dalam
http://ridwan202.-wordpress.com) mendefinisikan belajar adalah “suatu pertumbuhan
atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku
yang baru berkat pengalaman dan latihan.”
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau tidak terhadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa
memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh
siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau
hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut
tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. (Dimyati dan Mudjiono,
2009:7).
Belajar di sekolah menjadi pola umum kehidupan warga masyarakat di
Indonesia. Dewasa ini keinginan hidup lebih baik telah dimiliki oleh warga
masyarakat. Belajar telah dijadikan alat hidup. Wajib belajar selama sembilan tahun
merupakan kebutuhan hidup. Oleh karena itu warga masyarakat mendambakan agar
anak-anaknya memperoleh tempat belajar di sekolah yang baik.
Sejak usia enam tahun siswa telah memperoleh kesempatan belajar di sekolah.
Dengan belajar membaca, menulis dan matematika di kelas rendah SD, siswa
memiliki keterampilan dasar. Dengan keterampilan dasar tersebut, siswa dapat
memuaskan rasa ingin tahunya lewat membaca, mengamati dan bernalar.
Pemerolehan pengetahuan awal ini menimbulkan rasa percaya diri. Keterampilan
dasar "3 M" (membaca, menulis, matematika) tersebut mempermudah dan
memperluas pergaulan. Pebelajar, dengan kepercayaan diri, bertambah kuat
kemauannya untuk belajar. Ketakutan pada kebodohan menjadi penguat kemauan,
dan siswa mencoba mengembangkan keinginan atau khayalannya menjadi sejenis
cita-cita hidup. Cita-cita awalnya adalah ingin menjadi orang baik, yang berguna dan
bebas 3 B (buta aksara, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan umum).
Keterampilan dasar "3 M" telah dihayati sebagai kebutuhan vital sejak anak kecil.
Pemenuhan kebutuhan tersebut terjadi bila anak bersekolah. Keinginan bebas 3B
dihayati dalam karang taruna, PKK, dan dasa wisma, dengan kata lain, cita-cita untuk
hidup lebih baik telah dimasyarakatkan lewat sekolah (pendidikan dasar), karang
taruna, PKK, dan dasa wisma. (Dimyati dan Mudjiono, 2009:106).
2. Hakikat Pembelajaran
Apapun komponen instingtual yang memungkinkan bagi kehidupan manusia,
namun sangat jelas bahwa pembelajaran merupakan komponen yang paling utama.
Dan bukankah hanya kita yang bisa melakukan pembelajaran lebih baik daripada
binatang? Kita bahkan melakukannya dengan caya yang beda!
Semua pembelajaran pada akhirnya terjebak pada asosiasi dan diferensiasi.
Keduanya merupakan mekanisme dasar pembelajaran (dan memori) yang telah
dilakukan selama berabad-abad. Asosiasi adalah pembelajara bahwa dua hal itu harus
dijalankan bersama. Misalnya, kita belajar bahwa sendok akan selalu digunakan
bersama dengan pisau, cangkir dengan piring, guntur akan diikuti kilatan cahaya, rasa
sakit disebabkan karena luka, dan seterusnya.
Sedangkan diferensiasi adalah pembelajaran untuk membedakan satu hal
dengan yang lain. Kita belajar bahwa hijau, bukan merah, berarti kita harus jalan;
bahwa kucing, bukan anjing, mempunyai kuku yang tajam; bahwa pembicaraan yang
lembut, bukan urakan, harus kita lakukan kepada orang yang lebih tua; bahwa bangsa
burung mempunyai bulu sedangkan bangsa reptil tidak punya. Dengan demikian, jelas
bahwa asosiasi dan diferensiasi merupakan dua sisi dari satu koin, dimana yang satu
kadang tampak lebih jelas sedangkan yang lain tidak. (George, 2008:39).
3. Pembelajaran Matematika
Dalam menghadapi kompleksitas permasalahan pendidikan matematika di
sekolah, pertama kali yang harus dilaksanakan adalah bagaimana menumbuhkan
kembali minat siswa terhadap matematika. Sebab tanpa adanya minat, siswa akan
sulit untuk mau belajar, dan kemudian menguasai matematika secara sempurna.
Menumbuhkan kembali minat siswa terhadap matematika akan sangat terkait dengan
berbagai aspek yang melingkupi proses pembelajaran matematika di sekolah. Aspek-
aspek itu menyangkut pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika,
metode pengajaran, maupun aspek-aspek lain yang mungkin tidak secara langsung
berhubungan dengan proses pembelajaran matematika, misalnya sikap orang tua (atau
masyarakat pada umumnya) terhadap matematika.
Untuk menumbuhkan minat siswa terhadap matematika, pembelajaran
matematika di sekolah dalam penyajiannya harus diupayakan dengan cara yang lebih
menarik bagi siswa. Matematika sebenarnya memiliki banyak sisi yang menarik.
Namun, seringkali hal tersebut tidak dihadirkan dalam proses pembelajaran
matematika. Akibatnya siswa mengenal matematika tidak secara utuh. Matematika
hanya dikenal oleh siswa sebagai kumpulan rumus, angka, dan simbol belaka.
Pembelajaran matematika di sekolah tidak dapat dilepaskan dari pendekatan
yang digunakan oleh guru. Dan pendekatan tersebut biasanya dipengaruhi oleh
pemahaman guru tentang sifat matematika, bukan oleh apa yang diyakini paling baik
untuk proses pembelajaran matematika di kelas. Guru yang memandang matematika
sebagai produk yang sudah jadi akan mengarahkan proses pembelajaran siswa untuk
menerima pengetahuan yang sudah jadi. Guru akan cenderung mengisi pikiran siswa
dengan sesuatu yang sudah jadi. Sementara, guru yang memandang bahwa
matematika merupakan suatu proses akan lebih menekankan aspek proses daripada
aspek produk dalam pembelajaran matematika. (Marpaung, 1998 dalam
http://penulislepas.com).
B. Indikator Prestasi Belajar Matematika
Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang
diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan
prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi
internal dalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan,
keterampilan, kemampuan dan sebaginya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di
luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar
yang memadai.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan.
Gagne, 1985:40 (dalam http://sunartombs.-wordpress.com) menyata-kan bahwa prestasi
belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif,
informasi verbal, sikap dan keterampilan.
Winkel, 1996:226 (dalam http://tricepti071644042.blogspot.com) mengemukakan
bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.
Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Arif Gunarso, 1993:77 (dalam
http://tricepti071644042.blogspot.com) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah
usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap
peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti
proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen
yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar
yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan
hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan
psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan
instrumen tes yang relevan.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi
belajar. Menurut Saifudin Anwar, 2005:8-9 (dalam
http://tricepti071644042.blogspot.com) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila
dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing
pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk
mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi
yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat
berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk
perguruan tinggi.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam
memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka
perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa
setelah proses belajar mengajar berlangsung. Prestasi belajar siswa dapat diketahui
setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau
rendahnya prestasi belajar siswa. (dalam http://tricepti071644042.-blogspot.com).
Pada dasarnya prestasi belajar seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
potensi dasar saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut adalah 1)
faktor pribadi, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri orang itu sendiri, antara lain
motivasi, kebiasaan belajar, cara-cara belajar, masalah kesehatan, faktor-faktor kejiwaan
lainnya yang dapat menyebabkan tidak bisa berkembangnya secara wajar potensi
seseorang, 2) faktor lingkungan, yaitu faktor yang muncul dari luar diri seseorang, antara
lain yang terjadi di a) lingkungan keluarga yaitu keharmonisan hubungan antara orang tua
& anak, harapan yang berlebihan dari orangtua pada anak yang akan mempengaruhi
konsentrasi belajar & prestasinya; b) lingkungan sosial atau masyarakat, yaitu pola hidup
yang semakin modern dan perubahan-perubahan kehidupan yang semakin cepat, yang
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kejiwaan seseorang, dan hal
tersebut dapat merupakan batu sandungan dalam proses belajar mengajar; c) lingkungan
sekolah, meliputi sarana pendidikan dan fasilitas-fasilitasnya, cara mengajar, hubungan
yang terjadi antar siswa, antara siswa dan pengajar, hubungan antar pengajar & lainnya
yang akan mempengaruhi motivasi belajar dan secara tidak langsung mempengaruhi pula
proses belajar di sekolah. Dengan memahami hal-hal di atas yang mungkin berpengaruh
dalam proses pencapaian prestasi belajar, maka akan lebih mudah memahami apabila ada
siswa yang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam berprestasi. Dengan demikian
akan lebih mudah untuk mencari solusinya. (Winanti S Respati dalam http://www.-
indonusa.ac.id).
Pada perinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dalam proses belajar siswa. Namun
demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah, khususnya ranah rasa
murid, sangat sulit karena perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak
dapat diraba) oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh guru dalam hal ini adalah
mengambil indikator yaitu cuplikan atau gambaran perubahan tingkah laku yang
dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahn yang terjadi sebagai
hasil belajar siswa baik yang berdimensi cipta, rasa, ataupun karsa. Diantara indikator-
indikator hasil belajar siswa berdasarkan ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Indikator Ranah Cipta (kognitif)
a) Pengamatan : dapat menunjukan, membandingkan, dan menghu-bungkan.
b) Ingatan : dapat menyebutkan dan menunjukan kembali
c) Pemahaman : sapat menjelaskan dan mendefinisikan dengan lisan sendiri
d) Penerapan : dapat memberikan contoh dan mengungkapakan secara tepat
e) Sintesis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti) : dapat menguraikan dan
mengklasifikasikan
f) Analisisi (membuat paduan baru dan utuh) : dapat menghubungkan,
menyimpulkam, dan menggeneralisasikan (membuat perinsip baru)
2. Indikator Ranah Rasa (afektif)
a) Penerimaan : menunjukan sikap menerima dan menolak
b) Sambutan : Kesediaan berpartisipasi/terlibat dan memanfaatkan
c) Apresiasi (sikap menghargai) : menganggap penting dan bermanfaat, indah dan
harmonis, serta mengagumi
d) Internalilsasi (pendalaman) : mengakui dan meyakini atau mengingkari
e) Karakterisasi (penghayatan) : melambangkan atau meniadakan dan menjelmakan
atau berperilaku dalam sehari-hari.
3. Indikator Ranah Karsa (psikomotor)
a) Keterampilan bergerak dan bertindak : mengkoordinasikan gerakan seluruh
anggota tubuh
b) Kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal : mengucapkan dan membuat mimik
serta gerakan jasmani.
(dalam http://sutisna.com).
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) termasuk
dalam pembelajaran kooperatif. Tahap pelaksanaan pembelajaran
kooperatif menurut Sukarmin (2002:4 dalam
http://luarsekolah.blogspot.com) adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
FASE TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin di
capai dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajian informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk
menyelesaikan tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru,
selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi
siswa yang memerlukannya. Keheterogenan kelompok mencakup jenis
kelamin, ras, agama (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi,
sedang, rendah), dan sebagainya. Slavin (Widdiharto, 2006:19 dalam
Retna 2007:18) membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama,
model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program
pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada
efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk
memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal
kesulitan belajar siswa secara individual.
Dalam pembelajaran TAI, para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes
penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri.
Secara umum, anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang berbeda. Teman satu
tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan
saling membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Unit tes terakhir akan
dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa. Tiap
minggu, guru menjumlah angka dari tiap unit yang telah diselesaikan semua anggota tim
dan memberikan sertifikat atau penghargaan tim lainnya untuk tim yang berhasil
melampaui kriteria skor yang didasarkan pada tes terakhir yang telah dilakukan, dengan
poin ekstra untuk lembar jawaban yang sempurna dan pekerjaan rumah yang telah
diselesaikan. (Robert E. Slavin, dalam Erni, 2008:59).
Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 komponen, kedelapan
komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4
sampai 5 siswa.
2) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat
rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa
pada bidang tertentu.
3) Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok
dengan menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh
keberhasilan kelompoknya.
4) Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan
oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual
kepada siswa yang membutuhkan.
5) Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil
kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap
kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
6) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru
menjelang pemberian tugas kelompok.
7) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang
diperoleh siswa.
8) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri
waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah
(Suyitno, 2004:8 dalam Retna 2007:19).
D. Tinjauan tentang Materi Mokok Bilangan Pecahan
Materi pokok pecahan terdapat dalam mata pelajaran matematika di kelas 4
Sekolah Dasar (SD) pada semester II. Adapun Standar Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar (KD), dan Indikator dari mateti pokok bilangan pecahan adalah sebagaimana
diuraikan berikut ini.
Standar Kompetensi : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar dan Indikator :
Kompetensi Dasar Indikator
6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya.
Mampu menjelaskan pecahan dan menuliskan lambang pecahan
Mempu membandingkan nilai dua pecahan dan menuliskan urutannya
6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan.
Menentukan pecahan yang senilai Mampu melakukan penyederhanaan berbagai
pecahan Menerapkan penyederhanaan pecahan dalam
kehidupan6.3 Menjumlahkan pecagan. Mampu menjumlahkan bilangan pecahan
Mampu melakukan penjumlahan bilangan pecahan Menerapkan penjumlahan pecahan dalam
memecahkan masalah6.4 Menurangkan pecahan. Mampu mengurangkan bilangan pecahan
Menerapkan pengurangan bilangan pecahan dalam memecahkan masalah
6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
Mampu mengerjakan hitung campuran penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan
Menerapkan pengerjaan hitung campuran penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan dalam mengatasi masalah
E. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI untuk Materi Pokok Bilangan
Pecahan
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI untuk materi pokok bilangan
pecahan adalah sebagaimana diuraikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI
untuk materi pokok bilangan pecahan
No Aktifitas Guru Aktifitas Siswa Keterangan
1 PENDAHLUAN
Membuka pelajaran,
menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
memotivasi siswa.
Menyimak penjelasan guru
dan mencatat hal-hal
penting yang disampaikan
Apresiasi
Memberikan pretes untuk
mengetahui kelemahan
siswa pada materi
sebelumnya.
Mendengarkan pertanyaan
guru dan menjawabnya
jika disuruh
Placement test
2 KEGIATAN INTI
Guru memberikan
materi secara singkat
Siswa menyimak
penjelasan guru dan
mencatat hal-hal penting
yang disampaikan oleh
guru
Teaching Group
Guru membentuk
kelompok kecil yang
heterogen tetapi
harmonis
berdasarkan nilai
ulangan harian siswa,
setiap kelompok 4-5
siswa
Siswa membentuk
kelompok kecil dengan
jumlah 4 -5 orang
Teams
No Aktifitas Guru Aktifitas Siswa Keterangan
Setiap kelompok
mengerjakan
tugas dari guru
berupa LKS yang
telah dirancang
sendiri
sebelumnya, dan
guru
memberikan
bantuan secara
individual bagi
yang
memerlukannya
Siswa mengerjakan
LKS yang diberikan
guru
Team Study
Guru meminta tiap
kelompok untuk
memperesentasikan hasi
Ketua kelompok
melaporkan
keberhasilan
Student Creative
kerjanya kelompoknya dengan
mempresentasikan
hasil kerjanya dan
siap untuk diberi
ulangan oleh guru
Guru memberikan
post-test untuk
dikerjakan secara
individu
Siswa mengerjakan tugas
yang diberikan guru
Fact Test
Guru menetapkan
kelompok terbaik
sampai kelompok
yang kurang berhasil
(jika ada)
berdasarkan hasil
koreksi
Siswa memperhatikan dan
menyimak penjelasan guru
tentang penetapan
kelompok terbaik
Team Score and
Team Recognition
Guru memberikan tes
formatif sesuai
dengan kompetensi
yang ditentukan
Siswa mengerjakan soal
yang diberikan guru
Pemberian tes
formatif
3 PENUTUP
Guru membimbing
siswa menyimpulkan
materi pelajaran
Siswa menyimpulkan
pelajaran
Menyimpulkan
materi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Orientasi Jenis Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian
tindakan yang dilaksanakan di dalam kelas. Menurut John Elliot, 1982 (dalam Basuki,
2004:5) bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan
maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya
mencakup: telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaa, pemantauan, dan pengaruh
menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan
profesional. Lebih lanjut, dijelaskan oleh Hardjodipuro, 1997 (dalam Basuki, 2004:5)
bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan,
dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis
terhadap praktik tersebut, dan agar mau untuk mengubahnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah
dalam rangka guru bersedia untuk mengintrospeksi, bercermin, merefleksi atau
mengevaluasi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru diharapkan
cukup profesional. Untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri
tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam
aspek-aspek penalaran, keterampilan, pengetahuan, hubungan sosial maupun aspek-aspek
lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa. (Basuki, 2004:6)
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam pelaksanaan model
pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dalam pembelajaran di kelas V MI
Raudlatul Ulum Banjar Barat Gapura Sumenep pada materi pokok pengerjaan hitung
bilangan bulat. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,
artinya penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian
tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi pokok
pengerjaan hitung bilangan bulat. Pada penelitian ini guru terlibat secara penuh mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan/tindakan, pengamatan dan refleksi.
B. Tahap-Tahap Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu Penelitian Tindakan Kelas
(PTK), maka penelitian ini menggunakan model PTK yang dikemukakan oleh Kurt
Lewin yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah, yaitu :
1. Perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan ini, ada beberapa kegiatan yang dipersiapkan oleh
peneliti, yaitu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat Lembar
Kegiatan Siswa (LKS), membuat tes evaluasi pembelajaran, dan menyiapkan lembar
observasi.
2. Aksi atau Tindakan (acting)
Pada tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari apa yang telah direncanakan
pada tahap perencanaan.
3. Observasi (observing)
Observasi dilakukan pada waktu pembelajaran berlangsung. Yang diobservasi
adalah aktivitas siswa dan pengolahan pembelajaran yang berlangsung selama proses
pembelajaran.
4. Refleksi (reflecting)
Refleksi dilakukan dengan cara menganalisis, memahami, dan menyimpulkan
hasil tes dan observasi yang telah dilakukan selama penelitian. Peneliti bersama
kolaborator/observer (yang membantu melakukan observasi dalam penelitian)
menganalisis hasil tindakan dalam pelaksanaan pada siklus I sebagai bahan
pertimbangan apakah perlu diadakan siklus II. Namun jika pada siklus I telah
mencapai ketuntasan belajar klasikal maka tidak perlu diadakan siklus II. Jika belum
mencapai ketuntasan belajar klasikal maka perlu diadakan siklus II.
Keempat langkah di atas dapat digambarkan sebagai berikut.
Perencanaan
Refleksi Aksi
Observasi
Perencanaan
Refleksi Aksi
Observasi
Gambar1 : Model PTK Kurt Lewin (dalam Zainal Aqib, 2008:21)
Berdasarkan langkah-langkah seperti yang digambarkan PTK di atas, selanjutnya
dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus, yang akhirnya kumpulan dari beberapa
siklus. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.
Refleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi Refleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi Refleksi
Perencanaan
Observasi
AksiRefleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi Refleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi Refleksi
Perencanaan
Observasi
AksiRefleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi Refleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi Refleksi
Perencanaan
Observasi
Aksi
Gambar 2 : Bentuk Spiral, terdiri dari Beberapa Siklus
(dalam Zainal Aqib, 2008:22)
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di IV SDN 01 Baringin VI Baso Kecamatan Baso
Kabupaten Agam.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2013/2014. Penelitian ini bertepatan pada bulan Juni 2014.
D. Subjek / Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, pembelajaran pada materi pokok pengerjaan hitung
bilangan bulat dengan model pembelajaran TAI diberikan kepada siswa kelas IV SDN
01 Baringin VI Baso tahun pelajaran 20013/2014.
E. Instrumen Penelitian
3. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan pada waktu melaksanakan penelitian
dalam upaya mencari dan mengumpulkan data penelitian dalam masalah ini hasil
belajar siswa pada materi pokok pengerjaan hitung bilangan bulat siswa kelas IV SDN
01 Baringin VI Baso tahun pelajaran 20013/2014.
Untuk mencapai maksud di atas, maka instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Lembar Pengamatan (Observasi)
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan
seluruh indra. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pengecap. (Arikunto, 2006:156). Dalam penelitian ini
lembar pengamatan terdiri dari dua bagian yaitu a) lembar pengamatan aktivitas siswa
dan b) lembar pengamatan pengolahan pembelajaran.
2. Tes
Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. (Arikunto, 2006:150). Tes
penelitian ini menggunakan tes uraian (essay), dengan tes ini dapat memunculkan
kemampuan dan kreatifitas siswa dalam berpikir. Selain itu, dengan tes uraian juga
dapat memungkinkan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa
dalam mempelajari materi pokok pengerjaan hitung bilangan bulat.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap kali
melakukan penelitian. Semua data yang telah terkumpul tidak akan berarti kalau tidak
diadakan penganalisaan. Hasil analisis akan memberikan gambaran, arah serta tujuan dan
maksud penelitian.
Penelitian ini menggunakan analisis statistik sederhana, yaitu dengan analisis
deskriptif. Dalam analisis ini peneliti membandingkan rata-rata prosentasenya, kemudian
kenaikan rata-rata pada setiap siklus.
Adapun hal-hal yang dianalisis dalam penelitian adalah sebagai berikut.
1. Hasil Pengamatan
a) Aktivitas guru
Data tentang kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran
dianalisis dengan menghitung rata-rata setiap aspek dari tiap-tiap pertemuan yang
dilaksanakan. Selama beberapa pertemua guru dalam mengelola pembelajaran
menggunakan RPP sebagai acuan mengajar.
b) Aktivitas siswa
Aktivitas siswa selama KBM dari tiap pertemua dianalisis dengan
menggunakan prosentase (%) yaitu banyaknya frekuensi aktivitas yang muncul
dibagi dengan seluruh frekuensi kali 100%. Selanjutnya ditentukan rata-rata
prosesntasenya pada setiap aktivitas. Analisis aktivitas siswa ini dilakukan untuk
mengetahui aktivitas siswa yang paling dominan.
2. Hasil Tes
Dari hasil tes tersebut, dapat ditafsirkan tentang ketuntasan belajar siswa.
Dalam penelitian untuk ketuntasan belajar siswa individu maupun klasikal digunakan
pedoman ketuntasan, sebagai berikut.
a) Ketuntasan Perorangan
Seorang siswa dikatakan berhasil (mencapai ketuntasan) belajar apabila
telah mecencapai taraf penguasaan minimal 60% atau dengan nilai 60. Hal ini
sesuai dengan SKBM yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran matematika di
sekolah MI Raudlatul Ulum Banjar Barat Gapura Sumenep. (Priyoananto, 2007
dalam http://www.sman3-blitar.net).
b) Ketuntasan Klasikal
Suatu kelas dikatakan telah berhasil (mencapai ketuntasan belajar) jika
paling sedikit 85% dari jumlah siswa dalam kelas telah mencapai ketuntasan
perorangan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. (Priyoananto, 2007 dalam
http://www.sman3blitar.net).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Ari Prabowo, Sigit. 2009. Penerapan Strategi Pembelajaran TAI (Team Accelerated Instruction) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Pokok Bahasan Organisasi Kehidupan Siswa Kelas VIIF SMP Negeri 4 Karanganom Klaten Tahun Ajaran 2008/2009. Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Aqib, Zainal. 2008. Penelitian Tindakan Kelas Untuk : Guru. Bandung : Yrama Widya.
Boeree, George. 2008. Metode Pembelajaran & Pengajaran. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Group.
Cepti W, Tri. 2009. Prestasi Belajar Siswa. http://tricepti071644042.blogspot-.com/2009/12/prestasi-belajar-siswa.html .
Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Kusumaningrum, Retna. 2007. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (team Assisted Individualization) melalui Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa) terhadap
Hasil Belajar Matematika Sub Pokok Bahasan Jajargenjang Dan Belahketupat pada Siswa Kelas VII SMPN 11 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Semarang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Ridwan. 2008. Ketercapaian Prestasi Belajar. http://ridwan202.wordpress.com-/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/.
Senjaya, Sustina. 2009. Indikator Prestasi Belajar. http://sutisna.com/psikologi/-psikologi-pendidikan/indikator-prestasi-belajar/.
Sukmawati, Emilda. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assited Individualization) dan Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sunartombs. 2009. Pengertian Prestasi Belajar. http://sunartombs.wordpress.-com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/.
Wibawa, Basuki. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan.
top related