pemaknaan perokok pasif terhadap gambar …
Post on 11-Nov-2021
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMAKNAAN PEROKOK PASIF TERHADAP GAMBAR
PERINGATAN BAHAYA MEROKOK
(Kajian Budaya Visual Terhadap Gambar Peringatan Bahaya
Merokok Pada Kemasan Produk Rokok Di Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi
“Almamater Wartawan Surabaya” Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh :
ENNY SURYANI
NPM : 10.31.3633
KEKHUSUSAN : BROADCASTING
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI
ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA
2017
v
MOTTO
“Berangkat dengan keyakinan, berjalan dengan keikhlasan”
PERSEMBAHAN
Peneliti ingin menyampaikan terimakasih tulus dari hati yang terdalam kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah dan nikmat-Nya tanpa
henti.
2. Bapak Islahkudin dan Ibu Hartini, orang tua saya yang begitu sabar menanti
selesainya pendidikan tingkat Strata saya. Bapak dan Ibu adalah alasan
terbesar saya untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Suprihatin, S. Pd, M. Med, Kom, selaku dosen pembimbing yang sangat
amat sabar dalam membimbing dan memberikan banyak saran yang berguna
untuk penyelesaian skripsi ini.
4. Adik saya Erni Ismiani. Terimakasih atas fasilitas yang telah dipinjamkan
kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Muhammad Ikhsan Dermawan, pria yang mempunyai impian dan tujuan
hidup bersama dengan saya. Dan darinya juga ada semangat untuk
menyelesaikan pendidikan tingkat Strata ini.
6. Sahabat saya Julia Ekawati, S. I. Kom, Diah Ayu Ekasari, Wahib
Muhayatullah, S. I. Kom, Vincentius Kevin K, Candra Bagus Ardiansyah, S.
I. Kom, Syska Liana, S. I. Kom, Hendriansyah S. I. Kom, yang tidak pernah
bosan memberikan semangat dan dukungan moral kepada saya.
vi
7. Keluarga besar Teater Lingkar dan Kumpulan Orang Penggemar Film Indie
(KOPI Production), yang sudah saya anggap sebagai keluarga kedua.
Terimakasih telah berbagi suka dan duka bersama saya, serta ilmu dan
pengalaman yang tak mungkin saya dapatkan di tempat lain.
8. Angkata 2010 Stikosa – AWS, terimakasih untuk kesetiakawanannya,
meskipun lulusnya tidak bersama namun komunikasi kita tetap terjaga dengan
baik.
9. Keluarga besar Stikosa – AWS, terutama para dosen pengajar yang telah
memberikan banyak ilmu kepada saya, kakak-kakak senior yang bersedia
berbagi pengalaman tentang banyak hal kepada saya, hingga para penjual di
kantin yang memenuhi kebutuhan logistik saya.
10. Dan semua pihak yang terlibat dalam pengerjaan penelitian ini, saya ucapkan
terimakasih tulus dari hati yang terdalam atas bantuan dan dukungannya.
viii
ABSTRAKSI
Interpretasi perokok pasif terhadap gambar visual bahaya merokok dalam
kemasan rokok di Indonesia. Interpretasi perokok pasif tidak lepas dari persepsi
khalayak. persepsi yang dihasilkan adalah mengenai persepsi masyarakat terhadap
gambar visual bahaya merokok dalam kemasan rokok. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana pemaknaan perokok pasif terhadap gambar
peringatan bahaya merokok?. Tujuan dari penelitian ini adalah memperkaya ilmu
kepada pembaca dan memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang
bahaya merokok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang dilakukan
dengan metode wawancara secara mendalam. Proses wawancara mendalam
dilakukan peneliti dengan beberapa informan atau khalayak disesuaikan dengan
kategori yang ditentukan yaitu khalayak yang termasuk perokok pasif. Kemudian
menganalisis hasil wawancara dengan menerapkan analisis persepsi dalam
pemaknaan pesan. Dan yang terakhir menglarifikasi posisi pemaknaan pesan.
Penelitian ini menggunakan tiga area penelitian yaitu, site of self, site of
production, site of audience. Kesimpulan dari penelitian ini meliputi, site of self
peneliti menemukan bahwa komunikasi visual pada gambar peringatan bahaya
merokok bertujuan untuk mengurangi jumlah perokok aktif. Site of production,
pembuatan gambar visual tergolong menyeramkan sebagai bentuk promosi
kesehatan dan edukasi bahaya merokok, sedangkan site of audience, secara
wawancara mendalam terhadap beberapa informan untuk menemukan pemaknaan
pesan dari gambar kemasan rokok. Posisi pemaknaan adalah negosiasi. Saran
secara akademik, dikembangkan lagi teori analisa persepsi dalam konsep
komunikasi visual, sedangkan secara paktis, persepsi yang dihasilkan informan
sebaiknya memberikan solusi dari permasalahan pada penelitian ini.
Keyword ; persepsi, khalayak, rokok, analisis persepsi, visual, posisi,
pemaknaan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................................... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI .................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATAPENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAKSI ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................. 7
1.3.2.1 Manfaat Teoritis .................................................. 7
1.3.2.2 Manfaat Praktis ................................................... 8
1.4 Kajian Pustaka ............................................................................ 8
1.4.1 Komunikasi ....................................................................... 8
1.4.1.1 Komunikasi Visual .............................................. 10
1.4.2 Perokok ............................................................................. 13
1.4.3 Kajian Budaya Visual ........................................................ 15
x
1.4.3.1 Tiga Area Penelitian Visual ................................ 16
1.4.4 Analisis Resepsi Khalayak ................................................ 18
1.4.5 Khalayak ............................................................................ 20
1.4.6 Proses Encoding dan Decoding ......................................... 22
1.4.7 Gambar Bahaya Merokok dalam Kemasan Rokok ........... 23
1.4.7.1 Gambar ............................................................... 23
1.4.7.2 Bahaya Merokok dalam Kemasan Rokok ........... 26
1.4.8 Teori Perseptual ................................................................. 28
1.4.8.1 Persepsi................................................................ 28
1.4.8.2 Persepsi Selektif .................................................. 28
1.4.8.3 Persepsi Visual .................................................... 29
1.4.8.4 Dinamika Persepsi ............................................... 30
1.4.8.5 Tahap-tahap Persepsi........................................... 30
1.5 Kerangka Berpikir ....................................................................... 32
1.6 Metodologi Penelitian ................................................................. 33
1.6.1 Jenis Penelitian .................................................................. 33
1.6.2 Obyek Penelitian ............................................................... 34
1.6.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................... 34
1.7 Unit Analisis ............................................................................. 35
1.8 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 36
1.9 Teknik Analisis Data .................................................................. 36
xi
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
2.1 Profil Perokok Pasif .................................................................... 38
2.1.1 Profil Informan Pertama .................................................... 38
2.1.2 Profil Informan Kedua ....................................................... 38
2.1.3 Profil Informan Ketiga ...................................................... 39
2.1.4 Profil Informan Keempat ................................................... 39
2.2 Gambar Peringatan Bahaya Merokok ......................................... 40
BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
3.1 Encoding – Decoding Peneliti (Site of Self) ............................... 46
3.2 Wilayah Produksi Rokok (Site of Production) ........................... 48
3.3 Area Penelitian Khalayak Visual (Site of Audience) ................. 50
3.4 Data Hasil Encoding Para Informan ........................................... 51
3.4.1 Data Hasil Encoding Informan Pertama ............................ 51
3.4.2 Data Hasil Encoding Informan Kedua .............................. 52
3.4.3 Data Hasil Encoding Informan Ketiga .............................. 54
3.4.4 Data Hasil Encoding Informan Keempat .......................... 55
3.5 Proses Decoding ......................................................................... 57
3.5.1 Data Decoding Informan Pertama ..................................... 57
3.5.2 Data Decoding Informan Kedua ........................................ 60
3.5.3 Data Decoding Informan Ketiga ....................................... 64
3.5.4 Data Decoding Informan Keempat .................................... 65
3.6 Pembahasan ............................................................................. 66
xii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ............................................................................. 71
4.2 Saran ............................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta
salam tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapat masukan atau
bantuan pemikiran dari berbagai kalangan. Oleh sebab itu, peneliti menyampaikan
rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu
kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil.
Peneliti yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis
untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Pemaknaan Perokok Pasif Terhadap Gambar
Peringatan Bahaya Merokok” ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program sarjana ilmu komunikasi Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini belum sempurna baik dari segi materi maupun penyajiannya. Sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.
Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca, dan khususnya bagi
penulis.
Surabaya, 6 Januari 2017
Peneliti
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Informasi seputar bahaya merokok bukan lagi merupakan sesuatu yang
baru di Indonesia. Mulai dari kampanye hingga berbagai penyuluhan
kesehatan yang mengulas tentang bahaya merokok sudah sering dilaksanakan.
Fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar perokok tak menyadari
bahaya sesungguhnya dari racun nikotin. Bahkan di negara-negara maju yang
memublikasikan bahaya rokok begitu luas dan begitu gencarnya, akan tetapi
perokoknya tak peduli terhadap bahaya yang mengancam mereka dan orang
di sekelilingnya.
Munculnya peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok berupa
gambar mengerikan atau dampak nyata dari nikotin, antara lain, timbul
karena fakta yang disimpulkan dari berbagai survei dan penelitian tersebut.
Sebelumnya publikasi bahaya merokok itu hanya berupa teks sehingga
kurang efektif menyadarkan para pecandu maupun perokok baru. Dengan
gambar, yang tak membutuhkan kerja otak lebih keras seperti pada
pembacaan teks, diharapkan kampanye pengetahuan tersebut bisa lebih
efektif.
Sebelum menerbitkan bentuk visual dari bahaya merokok, kemasan
produk rokok dahulu, hanya berupa peringatan tertulis pada kemasanya. Akan
tetapi pada saat sekarang perusahaan pembuatan produk rokok sudah
menggunakan bentuk promosi visual berupa gambar mengenai akibat dari
merokok. Bentuk gambar saja belum tentu efisien sesuai dengan tujuannya.
Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa kriteria agar peringatan bergambar
dapat dipahami dengan mudah oleh publik. Kriteria tersebut antara lain:
- Luas gambar 50 persen dari permukaan depan dan belakang bungkus
rokok di bagian atas.
- Berwarna dan tidak tertutup selubung sehingga mudah dilihat.
- Pesan menunjukkan besarnya risiko merokok.
Pesan bergambar akan lebih efektif mencapai sasaran terutama di
negara-negara yang tingkat sumber daya manusianya rendah, karena jumlah
perokok terbanyak ada pada kalangan ini. Maka wajar jika kampanye
mengonsumsi rokok paling efektif adalah di kalangan miskin dan
pendidikannya rendah. Pesan bergambar ini harus diganti secara periodik agar
dampaknya panjang dan terus diingat.
Universitas Indonesia meneliti tentang efektivitas peringatan bahaya
merokok pada bungkus rokok yang berupa teks: Peringatan Pemerintah:
Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan
gangguan kehamilan dan janin. Hasilnya adalah 90 persen responden, 97
persen di antaranya adalah perokok, pernah membaca peringatan itu. Dari
jumlah itu 43 persen tidak percaya akan peringatan tersebut dikarenakan tidak
merasakan dampak seperti yang diperingatkan tersebut, 26 persen tak
termotivasi berhenti merokok, dan 76 persen menginginkan peringatan
kesehatan berupa gambar dan tulisan. Sepertiga jumlah perokok bahkan
menginginkan pesan yang lebih spesifik dan menakutkan.
Ide menerapkan peringatan kesehatan pun muncul. Pasal 17 Undang-
Undang Kesehatan menyebutkan pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan yang
setingi-tingginya. Salah satu pemberian informasi itu melalui gambar
peringatan kesehatan di bungkus rokok.
Pemerintah Indonesia memberikan hak kepada masyarakat terhadap
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa. Hal ini tertulis dalam pasal 4c UU Nomor 8 tahun 1999. Sarana
informasi yang memiliki akses luas menjangkau seluruh lapisan masyarakat
adalah peringatan kesehatan pada bungkus rokok yang dipersyaratkan bagi
produsen produk tembakau untuk mencantumkannya.
Sejak 24 Juni 2014, pemerintah mewajibkan peringatan bergambar
seram atau disebut Pictorial Health Warning (PHW) di bungkus rokok.
Adapun ketentuan gambar peringatan ini tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No. 28 Tahun 2013 tentang pencantuman peringatan
kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau. Hal ini
merupakan sebuah langkah implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengendalian Tembakau yang merupakan
turunan dari Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Maksud dikeluarkan atau diberlakukan ketentuan tersebut salah satunya
untuk memberikan efek kejut. Dicantumkannya pesan dalam bentuk gambar
(visual) diharapkan bisa dipahami oleh khalayak terutama para pengonsumsi
rokok di seluruh penjuru tanah air. Diharapkan pula dengan dicantumkannya
gambar seram tersebut akan terjadi pengurangan konsumsi rokok karena efek
negatif akibat racun yang ada dalam rokok sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia dan lingkungan sekitarnya.
Perlu diketahui bahwa sebelum diberlakukan ketentuan pencantuman
gambar seram ini sesungguhnya di dalam setiap bungkus rokok maupun
iklan-iklan rokok yang disampaikan melalui media massa telah disertakan
kalimat bernada peringatan. Seperti dapat dicuplik kalimat sebagai berikut:
“Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan
gangguan kehamilan dan janin.”
Meski pesan peringatan bahaya merokok tersebut telah dicantumkan
pada kemasan rokok, namun ternyata jumlah perokok relatif tidak berkurang.
Bahkan menurut peneliti sekaligus dosen Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada, RA Yayi Suryo Prabandari, mengungkapkan jumlah perokok di
Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa peringatan bahaya merokok
selama ini cenderung kurang berpengaruh atau kurang efektif terhadap jumlah
pengonsumsi rokok di tanah air. Sebaliknya pesan-pesan berupa peringatan
maupun himbauan bahkan kampanye anti rokok yang banyak dipublikasikan
melalui beragam media komunikasi selama ini belum bisa dikatakan
mencapai tujuan optimal.
Boleh jadi, pesan-pesan yang ada atau telah disampaikan selama ini
hanya berpengaruh secara kognitif, sebatas menambah wawasan atau
pengetahuan yang tentunya tak mampu mengubah perilaku khalayak yang
menjadi sasaran. Efek kognitif meminjam istilah Rakhmat (2007: 219) terjadi
bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi
khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan atau informasi. Dengan demikian, pesan-pesan berupa
peringatan maupun himbauan tentang bahaya merokok cenderung kurang
berpengaruh secara signifikan sehingga perubahan sikap/perilaku untuk tidak
merokok belum seperti yang diharapkan.
Secara normatif, solusi terhadap bahaya merokok dan segala hal yang
diakibatkannya telah banyak dilakukan. Dikeluarkannya Pictorial Health
Warning (PHW) di bungkus rokok atas dasar Permenkes No. 28 Tahun 2013
sebagai implementasi dari PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengendalian
Tembakau, turunan dari UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memang
sudah lazimnya dilakukan, ini merupakan salah satu bentuk kepedulian
penyelenggara negara kepada rakyatnya. Langkah ini perlu diapresiasi dan
layak didukung. Hanya saja menyangkut efektif atau tidaknya, masih perlu
dipikirkan bahkan dilakukan pencermatan lebih lanjut.
Mengingat upaya penyadaran tentang bahaya merokok bagi kesehatan
dan kesejahteraan ini menyangkut banyak aspek, terutama jika dikaitkan
dengan karakter manusia yang serba unik. Dalam perspektif peran
komunikator, maka pendekatan secara personal atau individual menjadi salah
satu pilihan yang dapat dilakukan. Komunikasi secara tatap muka langsung
atau komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh komunikator yang punya
kompetensi antara lain dokter, tenaga kesehatan, tokoh/pemuka masyarakat,
orang tua, dan lain-lain secara berkelanjutan sebagai pendekatan yang lebih
meyakinkan. Walaupun upaya ini tidak menjangkau khalayak luas para
pecandu rokok, namun komunikasi bertatap muka secara langsung
interpersonal memiliki tingkat keefektifan lumayan tinggi, bahkan mampu
menumbuhkan serta membangkitkan motivasi diri dan mendorong terhadap
perubahan perilaku untuk tidak merokok, atau setidaknya mengurangi
kebiasaan merokok.
Peneliti menyadari asap rokok juga berbahaya bagi perokok pasif, orang
yang digratiskan atau tidak mempunyai pilihan agar tidak menghirup sisa
asap rokok dari perokok aktif jika disekelilingnya adalah perokok aktif. Pada
penelitian ini, peneliti berfokus pada interpretasi perokok pasif oleh gambar
peringatan bahaya merokok sebagai kajian budaya visual.
Budaya visual merujuk pada kondisi dimana visual menjadi bagian dari
kehidupan sosial. Bahkan menurut Rose (2001), modernitas saat ini berpusat
pada aspek visual. Visual menjadi hal utama pada postmodernitas. Budaya
visual memerhatikan pada upaya gambar yang menampakkan perbedaan
sosial. Rose (2001) menjelaskan bahwa penggambaran tidak pernah hanya
sebuah ilustrasi. Penggambaran adalah tempat untuk mengonstruksi dan
menampakkan perbedaan sosial. Budaya visual tidak hanya memberi
perhatian dengan bagaimana gambar itu nampak, tetapi bagaimana gambar-
gambar dilihat. Apa yang menjadi penting tentang gambar-gambar tersebut
bukan gambar itu sendiri, melainkan bagaimana gambar itu dilihat oleh
penonton tertentu yang melihat dengan cara tertentu pula (Rose dalam Ida,
2014: 128). Penekanan budaya visual adalah pada keterikatan gambar-gambar
visual dalam budaya yang lebih luas.
Dari uraian di atas mengenai bahaya rokok, ada kemungkinan
mempengaruhi persepsi perokok aktif dan juga perokok pasif. Oleh karena
itu, peneliti tertarik mengungkap tentang interpretasi perokok pasif yang telah
dipengaruhi oleh gambar peringatan bahaya merokok sebagai kajian budaya
visual. Di mana gambar peringatan tersebut telah banyak ditampilkan dalam
iklan produk dan juga kemasan rokok.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah
di atas, maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah yaitu:
“Bagaimana pemaknaaan perokok pasif terhadap gambar peringatan
bahaya merokok dalam kemasan rokok”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang interpretasi
perokok pasif terhadap gambar peringatan bahaya merokok sebagai
kajian budaya visual
1.3.2 Manfaat penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada para pembaca dan memperkaya kajian Ilmu
Komunikasi, khususnya dapat dijadikan dasar pengembangan
penelitian serupa dan sebagai informasi terhadap pihak lain di
masa mendatang. Serta dapat menunjang teori yang
bersangkutan dengan penelitian ini.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah
pengetahuan masyarakat pada umumnya khususnya perokok
aktif mengenai interpretasi perokok pasif yang telah dipengaruhi
oleh gambar peringatan bahaya merokok, terhadap citra perokok
aktif. Serta dapat dijadikan panduan bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian serupa.
1.4 Kajian Pustaka
1.4.1 Komunikasi
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi
dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia.
Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-
individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat
yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan
lingkungan satu sama lain1.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut, sehingga dapat
dilancarkan secara efektif dalam Effendy bahwa para peminat komunikasi
sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell
dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in
Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk
menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai
berikut “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”
(siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat
atau hasil apa?).
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,
yaitu2 :
1. Komunikator (siapa yang mengatakan?) yaitu pembuat informasi atau
pengirim informasi. Pada komunikasi antar manusia, sumber
komunikasi bisa dari satu orang atau dari beberapa orang (kelompok)
misalnya sebuah organisasi atau lembaga. Sumber komunikasi disebut
juga komunikator.
1 Brent D Ruben, Komunikasi dan perilaku manusia edisi kelima, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013, hlm 19.
2 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, Rosda, Bandung, 2005, hlm 61-65.
2. Pesan (mengatakanapa?) adalah informasi yang disampaikan oleh
pengirim pesan kepada penerima (komunikan). Pesan tersebut bisa
disampaikan dengan bertatap muka (langsung) atau melalui media
komunikasi (tidak langsung).
3. Media (melalui saluran/ channel/ media apa?) alat yang digunakan
dalam berkomunikasi untuk memindahkan pesan (informasi) dari
sumber kepada penerima.
4. Komunikan (kepada siapa?) pihak yang menjadi tujuan untuk dikirimi
pesan oleh sumber (komunikator). Penerima bisa terdiri dari satu orang
atau lebih. Penerima disebut juga komunikan.
5. Efek (dengan dampak/ efek apa?) pengaruh yang dipikirkan dan
dirasakan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan, yang
kemudian akan memengaruhi sikap seseorang dalam menelaah pesan.
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana
proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan
dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak
penerima yang menimbulkan efek tertentu.
1.4.1.1 Komunikasi Visual
Komunikasi visual, sesuai namanya adalah komunikasi
melalui penglihatan. Komunikasi visual merupakan sebuah
rangkaian proses penyampaian kehendak atau maksud tertentu
kepada pihak lain dengan penggunaan media penggambaran yang
hanya terbaca oleh indera penglihatan. Komunikasi visual
mengombinasikan seni, lambang, tipografi, gambar, desain grafis,
ilustrasi, dan warna dalam penyampaiannya3 .
Komunikasi visual memiliki beberapa teori dasar yang dapat
digunakan sebagai patokan dalam menjalankan fungsinya, yaitu
teori sensual dan perseptual.Psikolog, filsuf, dan praktisi telah
merancang beberapa pendekatan yang dapat membantu kita
menjelaskan cara melihat dan memroses gambar. Keempat teori
yang dibahas dapat dibagi menjadi dua kelompok dasar: sensual
(gestalt dan konstruksitivisme) dan perseptual (semiotika dan
kognitif).
a. Sensual (gestalt dan konstruksitivisme)
- Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan
proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-
komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi
terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-
bagian kecil. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt
Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang Köhler. Mereka
menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan
3 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (edisi revisi), Jalasutra,
Jogjakarta, hlm 29-30
apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang
utuh.
- Konstruktivisme menyatakan suatu ide atau konsep lahir
dari ide-ide lain yang telah ada sebelumnya. Jadi suatu
konsep tidak secara langsung terbentuk pada satu waktu,
melainkan secara bertahap berdasarkan pengalaman yang
telah ada sebelumnya.
b. Perseptual (semiotika dan kognitif)
- Semiotika (disebut semiology di Eropa) adalah studi atau
ilmu tanda. Dengan demikian, gambar akan jauh lebih
menarik dan berkesan jika tanda-tanda yang dimengerti oleh
banyak orang digunakan dalam gambar. Studi semiotika
adalah penting karena tanda-tanda meresap ke setiap pesan.
Studi akademik semiotik berupaya untuk mengidentifikasi
dan menjelaskan tanda-tanda yang digunakan oleh setiap
masyarakat di dunia. Meskipun telah mendapatkan
popularitas, semiotika ini adalah konsep lama. Tahun 397
M, Agustinus, filsuf Romawi dan linguist, pertama
mengusulkan studi tentang tanda-tanda. Dia mengakui
bahwa pemahaman universal ada di banyak level verbal.
Kata semiotika berasal dari bahasa negaranya: Semeion
adalah kata Yunani untuk tanda.
- Kognitif menurut pendekatan kognitif, audiens tidak hanya
menyaksikan keterangan objek yang terstruktur, seperti
dalam teori gestalt, tetapi juga secara aktif tiba pada suatu
kesimpulan tentang persepsi melalui operasi mental. Carolyn
Bloomer mengidentifikasi beberapa aktifitas mental yang
bisa memengaruhi persepsi visual: ingatan, proyeksi,
harapan, selektifitas, habituasi (hal membiasakan diri),
saliance, disonansi (ketidaksesuaian), budaya dan kata-kata.
1.4.2 Perokok
Definisi perokok sekarang menurut WHO dalam departemen
kesehatan tahun 2004 adalah mereka yang merokok setiap hari
untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya masih
merokok saat survey dilakukan.
Menurut Dariyo, dapat dikatakan bahwa tipe perokok itu ada
dua jenis, yaitu perokok aktif (Active Smooker) dan perokok
passive (Pasive Smooker)4.
Perokok Aktif
Ialah individu yang benar-benar memiliki kebiasaan
merokok.Merokok sudah menjadi kebiasaan hidupnya
4 Istiqomah, U. Upaya Menuju Generasi Tanpa Rokok. Surakarta: Seti Aji, 2000,
hlm 19-30.
sehingga rasanya tidak enak kalau tidak merokok. Oleh karena
itu, ia akan berupaya untuk mendapatkannya.
Perokok Pasif
Ialah individu yang tidak memiliki kebiasaan merokok, namun
terpaksa harus menghisap asap rokok yang dihembuskan
orang lain yang kebetulan di dekatnya. Orang yang dulunya
mengonsumsi rokok dan kemudian memutuskan untuk
berhenti tidak melakukan kegiatan merokok lagi juga disebut
sebagai perokok pasif. Dalam keseharian, mereka tak berniat
untuk mengonsumsi rokok. Kalau tidak merokok pun mereka
tidak apa-apa, dan tidak terganggu aktivitasnya. Jadi, perokok
pasif dianggap sebagai korban dari perokok aktif.
Pada hakekatnya merokok adalah menghisap rokok,
sedangkan rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus oleh
daun nipah atau kertas. merokok adalah perilaku yang komplek,
karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, kondisi
psikologis, dan keadaan fisiologis.
Tipe-tipe perokok menurut Mu’tadin5, yaitu :
a. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih
dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit
setelah bangun pagi.
5 Istiqomah, U. Upaya Menuju Generasi Tanpa Rokok. Surakarta: Seti Aji, 2000,
hlm 35-40
b. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan
selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30 menit.
c. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang dengan
selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.
d. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang
dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
1.4.3 Kajian Budaya Visual
Kajian budaya atau dikenal dengan cultural studies, adalah
sebuah formasi diskursif, demikian Stuart Hall menyebutnya6. Hall
(1997) menyatakan bahwa kajian budaya adalah sebuah kluster
atau formasi ide-ide, gambaran-gambaran, dan praktik-praktik
yang menyediakan cara-cara menyatakan, bentuk-bentuk
pengetahuan, dan tindakan yang terkait dengan topik tertentu,
aktivitas social atau tindakan institusi dalam masyarakat (Hall,
1997: 6).
Stuart Hall (1972) menjelaskan bahwa kajian media dan
budaya, atau yang lebih dikenal dengan Media and Cultural
Studies, pada dasarnya mencoba untuk menggoyangkan
kemapanan berpikir kita tentang realitas dan apa yang dimaksud
dengan real (yang sebenarnya) dalam kehidupan budaya kita
6 Stuart Hall, Cultural Studies, Routledge, English, 2012.
sehari-hari. Di era yang disebutnya sebagai media saturated worl,
saat kehidupan manusia telah dimediasi oleh media massa, dan
cara kita melihat, memandang, memahami dan berperilaku
terhadap realitas sosial telah diantarai oleh media massa. Apa yang
ada di sekitar, menentukan cara bertindak dan berperilaku, karena
apa yang dilihat, tonton, baca, dengarkan, dan nikmati dari media
massa seolah mengajarkan untuk melakukan seperti itu. Pada
kenyataannya, budaya kita sebenarnya juga dibentuk oelh media
massa yang kita nikmati tiap harinya.
Sementara itu, budaya visual (visual culture) merujuk pada
kondisi dimana visual menjadi bagian dari kehidupan sosial.
Menurut Rose (2001), modernitas saat ini berpusat pada aspek
visual. Rose (2001) menjelaskan bahwa penggambaran tidak
pernah hanya sebuah ilustrasi. Penggambaran adalah tempat untuk
mengonstruksi dan menampakkan perbedaan sosial. Penulis
budaya visual tidak hanya perhatian dengan bagaimana gambar itu
tampak, tetapi bagaimana gambar-gambar dilihat. Apa yang
menjadi penting tentang gambar-gambar tersebut bukan gambar itu
sendiri, melainkan bagaimana gambar itu dilihat oleh penonton
tertentu pula (Rose, 2001). Penekanan budaya visual adalah pada
keterikatan gambar-gambar visual (visual image) dalam budaya
yang lebih luas (Rachmah Ida, 2014).
1.4.3.1 Tiga Area Penelitian Visual
Menurut Gillian Rose (2001) ada tiga area yang bisa
dilakukan dalam penelitian visual7. Tiga area ini
menggambarkan dari sudut pandang atau posisi mana yang
diambil ketika melakukan penelitian visual atau
memperlakukan objek visual yang sedang diamatinya. Posisi
tersebut antara lain :
1. Site of Self, atau wilayah penelitian sendiri, di sini
peneliti bertindak sendiri untuk melakukan interpretasi,
pemaknaan, dan pemahaman terhadap objek visual yang
diamati. Dengan kemampuan analisis kritisnya peneliti
membaca dan mendecode atau mengurai makna satu
persatu dari komposisi-komposisi yang membentuk dan
diletakkan kepada objek gambar visual yang ada.
2. Site of Production, atau wilayah produksi (visual), lebih
cenderung untuk mengurai area produksi atau pembuatan
gambar visual. Seperti melihat genre atau bentuk-bentuk
gambar berdasarkan kategori tertentu.
3. Site of Audience, atau wilayah khalayak/konsumen
visual, area penelitian ini mencari tahu bagaimana
khalayak membaca atau memaknai gambar-gambar
7 Rahmah Ida, Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya,Prenada Media Group,
Jakarta,2014, hlm 133.
visual yang didisplay, disirkulasikan, dan dipamerkan
kepada khalayak. Penelitian ini melihat bagaimana
khalayak mengambil posisi atau pijakan melihat visual
tersebut dan bagaimana khalayak mengaitkan gambar
visual tadi dengan teks-teks lain yang ada disekitarnya
atau intertextuality.
1.4.4 Analisis Resepsi Khalayak
Analisis resepsi khalayak adalah audiens memahami proses
pembuatan makna (making meaning process) yang dilakukan oleh
audiens ketika mengonsumsi gambar atau visual. Analisis resepsi
digunakan untuk melihat dan memahami respon, penerimaan,
sikap, dan makna yang diproduksi atau dibentuk oleh penonton
atau pembaca.
Asumsi dasarnya adalah konsep khalayak aktif. Khalayak
aktif adalah khalayak yang mempunyai otonomi untuk memroduksi
dan mereproduksi makna yang ada di dalam gambar. Stuart Hall
(1972), menuliskan tentang teori encoding dan decoding sebagai
proses khalayak mengonsumsi dan memroduksi makna dalam
proses penerimaan atas konten media massa yang dikonsumsinya
(Rachmah Ida, 2014: 161).
Definisi dari analisis resepsi adalah pemaknaan dan
pemahaman dari suatu peristiwa dalam suatu media yang kemudian
diinterpretasikan oleh para individu. Analisis resepsi juga berarti
bahwa teks media mendapatkan makna pada saat peristiwa
penerimaan, dan bahwa khalayak secara aktif memproduksi makna
dari media dengan menerima dan menginterpretasikan teks-teks
sesuai posisi-posisi sosial dan budaya mereka (Tuchman 1994; van
Zoonen 1994; Kellner 1995; MacBeth 1996 dalam CCMS: 2002).
Menurut McRobbie (1991 di dalam CCMS: 2002) analisis
resepsi merupakan sebuah “pendekatan kulturalis” di mana makna
media dinegosiasikan oleh individual berdasarkan pengalaman hidup
mereka. Dengan kata lain pesan-pesan media secara subjektif
dikonstruksikan khalayak secara individual. Analisis Resepsi dapat
berarti sebagai analisis perbandingan tekstual dari sudut pandang
media dengan sudut pandang audiens yang menghasilkan suatu
pengertian tegas pada suatu konteks. Pembaca atau pemirsa belum
tentu melakukan pembacaan sesuai apa yang diinginkan oleh pembuat
teks atau dengan kata lain khalayak melakukan interpretasi makna
yang terdapat di dalam teks secara aktif.
Analisis resepsi khalayak atau audiens digunakan untuk
memahami proses pembuatan makna (making meaning process), yang
dilakukan oleh audiens ketika mengonsumsi tayangan sinema atau
program film. Analisis resepsi yang digunakan untuk melihat dan
memahami penerimaan makna yang diproduksi dan dibentuk oleh
penonton terhadap karya literatur dan tulisan dalam majalah.
Asumsi dasar dari analisis resepsi adalah konsep khalayak
aktif.Khalayak aktif adalah khalayak yang mempunyai otonomi
untuk memroduksi atau mereproduksi makna yang ada di dalam
tayangan sebuah film yang ditonton. Proses mengonsumsi dan
memproduksi makna dalam proses penerimaan konten media massa
menggunakan teori “Encoding dan Decoding” hal ini ditulis oleh
Stuart Hall (1972).
1.4.5 Khalayak
Salah satu unsur yang ada dalam komunikasi massa adalah
khalayak yang merupakan penerima dari pesan yang disampaikan
oleh media. Khalayak juga bisa dikatakan sebagai pihak yang
mengkonsumsi apa yang diproduksi oleh media. Konsep khalayak
menunjukkan adanya sekelompok pendengar atau penonton yang
memiliki perhatian, reseptif, tetapi relatif pasif yang terkumpul dalam
latar belakang yang kurang lebih bersifat publik. Penerimaan dari
media massa sangat beragam dan berasal dari pengalaman yang
beragam pula, karena itu menimbulkan sedikit konsistensi dalam
konsep media massa.
Hal ini berlaku pada saat mobilitas,individualisasi, dan
berlipatgandanya penggunaan media.Kedua, munculnya media baru
telah memperkenalkan sejumlah bentuk baru perilaku, melibatkan
interaktivitas dan pencarian, bukan hanya menonton atau
mendengarkan saja. Ketiga, batasan antara produsen dan khalayak
telah menjadi kabur karena alasan-alasan yang telah diberikan
sebelumnya.
Khalayak merupakan produk konteks sosial (yang mengarah
pada kepentingan budaya, pemahaman, dan kebutuhan informasi yang
sama) serta respon kepada pola pasokan media media tertentu. Sering
kali keduanya berada pada saat yang bersamaan, ketika sebuah media
dirancang untuk menarik anggota kategori sosial tertentu atau
penduduk di wilayah tertentu. Penggunaan media juga mencerminkan
pola yang lebih luas dari penggunaan waktu, ketersediaan, gaya
hidup, dan rutinitas sehari-hari (McQuail, 2011: 144).
Terdapat cara lain untuk mencirikan jenis-jenis khalayak yang
berbeda yang muncul seiring dengan perubahan media dan waktu.
Nightingale (2003) mengajukan tipologi baru yang menangkap fitur
utama dari keragaman yang baru, menyatakan empat jenis berikut:
a. Khalayak sebagai "kumpulan orang-orang". Utamanya, kumpulan
ini diukur ketika menaruh perhatian pada tampilan media atau
produk tertentu pada waktu yang ditentukan. Inilah yang dikenal
sebagai penonton.
b. Khalayak sebagai "orang-orang yang ditujukan". Merujuk pada
kelompok orang yang dibayangkan oleh komunikator serta kepada
siapa konten dibuat. Hal ini juga diketahui sebagai khalayak yang
terlibat atau terinterpelasi.
c. Khalayak sebagai "yang berlangsung". Pengalaman penerimaan
sendirian atau dengan orang lain sebagai peristiwa interaktif dalam
kehidupan sehari-hari, berlangsung dalam konteks tempat atau fitur
lain.
d. Khalayak sebagai "pendengar" atau "audiens". Utamanya merujuk
pada pengalaman khalayak yang berpartisipasi, ketika khalayak
ditempelkan di dalam sebuah pertunjukkan atau diperbolehkan
untuk berpartisipasi melalui alat yang jauh atau memberikan
respons di saat yang bersamaan (Nightingale dalam McQuail,
2011: 145).
1.4.6 Proses Encoding dan Decoding
Proses pengemasan pesan dalam media komunikasi disebut
encoding (Hardjana, 2003: 13). Dengan encoding, pengirim atau
penyampai pesan memasukkan atau mengungkapkan pesannya ke
dalam kode atau lambang baik secara verbal atau non verbal.Setelah
pesan sampai pada penerima, selanjutnya terjadi proses decoding,
yaitu menafsirkan pesan tersebut. Setelah itu terjadilah respon pada
penerima pesan.
Menurut Stuart Hall, khalayak melakukan encoding/decoding
terhadap interpretasi-interpretasi beragam selama proses produksi dan
penerimaan (resepsi) pesan media melalui tiga kemungkinan posisi,
yaitu:
1. Posisi Hegemoni Dominan (dominant hegemonic position), yaitu
dimana penonton yang menerima program tayangan televisi
secara penuh, menerima begitu saja ideologi dominan dari
program tanpa adanya penolakan. Penonton juga menjelaskan
kehidupan mereka sendiri, perilaku, dan pengalaman sosial
dalam ideologi ini.
2. Posisi Negosiasi (negotiated code), yaitu posisi dimana penonton
mencampurkan interpretasinya dengan pengalaman sosial
tertentu mereka.
3. Posisi Oposisi (oppositional code), yaitu ketika penonton
melawan atau berlawanan dengan representasi yang ditawarkan
dalam tayangan televisi dengan cara yang berbeda dengan
pembacaan yang telah ditawarkan (Hall : 138).
Model Stuart Hall ini menjadi kerangka teori bagi studi-studi
empiris tentang penerimaan (reception) program televisi oleh
penonton yang berbeda.
1.4.7 Gambar Bahaya Merokok dalam Kemasan Rokok
1.4.7.1 Gambar
Adalah suatu media visual yang hanya dapat dilihat
saja, akan tetapi tidak mengandung unsur suara atau audio.
Atau definisi Media gambar yang lainnya adalah segala
sesuau yang dapat diwujudkan secara visual kedalam
bentuk dua dimensi (2D) sebagai curahan ataupun
pemikiran yang bermacam-macam misalnya seperti: potret,
slide, lukisan, film, strip, opaque proyektor dan sebagainya.
Jenis-jenis media gambar:
Realitas yaitu benda-benda yang nyata, digunakan
sebagai bahan belajar. Misal contohnya: Pemandangan
dari alam, dan lain-lain.
Model yaitu benda 3D atau tiga dimensi yang
merupakan representasi dari benda yang sebenarnya.
Seperti contohnya: rumah-rumahan, mobil-mobilan, dan
lain sebagainya.
Benda Grafis yaitu suatu gambar atau visual yang
penampilannya tidak diproyeksikan.
Display yaitu bahan dari pameran ataupun display yang
dipasang di tempat tertentu.
Manfaat Media Gambar :
Menurut Subana (1998: 322) menjelaskan manfaat dari
gambar sebagai media pembelajaran diantaranya:
1. Menimbulkan daya tarik pada diri siswa.
2. Mempermudah pengertian atau pemahaman siswa.
3. Mempermudah pemahaman yang sifatnya abstrak.
4. Memperjelas dan memperbesar bagian yang penting /
yang kecil sehingga dapat diamati.
5. Menyingkat suatu uraian. Informasi yang diperjelas
dengan kata-kata mungkin membutukan uraian
panjang.
Mungkin dapat disimpulkan manfaatnya secara
umum adalah dapat mempermudah dan memperjelas
pemahaman sesuatu yang penting atau yang ingin
disampaikan kepada si penerima.
Jenis-jenis atau contoh media gambar dalam pembelajaran:
Poster adalah suatu media gambar yang berbentuk
ilustrasi gambar yang disederhanakan, yang dibuat
dengan ukuran besar agar dapat dilihat dengan jelas,
tujuannya yaitu menarik perhatian, dan juga
kandungannya berupa bujukan, memotivasi, dan lain
sebagainya.
Kartun adalah suatu media gambar, merupakan media
yang unik untuk mengemukakan suatu gagasan.
Komik adalah suatu media gambar selain kartun yang
bersifat unik. Perbedaannya yaitu pada komik terdapat
karakter atau yang memerankan suatu cerita dalam
urutan-urutan.
Gambar Fotografi adalah suatu media gambar yang
dihasilkan dengan cara diambil gambarnya (benda atau
yang lainnya) dengan suatu alat digital seperti kamera
foto dan lain-lain.
Grafik adalah media gambar bertujuan untuk penyajian
data berupa angka-angka. Grafik memberikan berbagai
informasi inti dari suatu data, berupa hubungan antar
bagian-bagian data tersebut.
Bagan adalah kombinasi dari media grafis dan foto,
dirancang untuk memvisualisasikan suatu fakta pokok
ataupun gagasan dengan cara yang logis dan juga
teratur. Fungsi dari bagan sebagai media gambar yaitu
untuk memperlihatkan perbandingan, perbandingan,
jumlah relatif, proses, perkembangan, klasifikasi, dan
juga organisasi.
Diagram adalah suatu gambaran yang berguna untuk
memperlihatkan ataupun menerangkan suatu data yang
akan disajikan.
1.4.7.2 Bahaya Merokok dalam Kemasan Rokok
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 109/ 2012.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah
menyosialisasikan lima gambar peringatan bergambar baru.
Lima gambar itu adalah kanker mulut, kanker paru-paru
dan bronkitis akut, kanker tenggorokan, merokok
membahayakan anak (ilustrasi bapak menggendong anak
sambil merokok). Kementerian Kesehatan memutuskan
lima gambar itu sebagai visualisasi bahaya merokok yang
telah melalui survei Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)
Universitas Indonesia (UI). Di Indonesia, ukuran gambar
peringatan itu ditetapkan 40 persen dari total luas bungkus
rokok. Jika ada perusahaan rokok yang tidak
mencantumkan gambar itu, sanksinya berupa hukuman
pidana 5 tahun dan denda Rp 500 juta.
Gambar bahaya merokok pada bungkus rokok8
Gambar 1, 3, dan 5 merupakan gambar peringatan
penyakit akibat merokok dan gambar 2, 4 merupakan
gambar peringatan bahaya asap rokok. Tulisan peringatan
bahaya rokok juga dibuat lebih singkat. Kalimat peringatan
lama bertuliskan “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN
KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN
GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN”. Kalimat lama
yang panjang kini diganti dengan kalimat terbaru yang
terdapat pada setiap iklan dan bungkus rokok saat ini adalah
kalimat yang lebih singkat dan to the point, yaitu
“MEROKOK MEMBUNUHMU”. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. (Hatta,
2013: 57) Dalam penelitian ini variabel independen adalah
pemberian gambar peringatan bahaya rokok bergambar
dengan variabel dependen penelitian yaitu bagaimana
8 Sumber, www.Kemenkes.go.id, diakses 10 november 2016
interpretasi perokok pasif terhadap gambar bahaya merokok
di bungkus rokok.
1.4.8 Teori Perseptual
1.4.8.1 Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Jadi
persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi.
(Rakhmat Jalaluddin, 2005).
Secara harfiah Persepi merupakan gagasan atau
pendapat yang timbul karena suatu rangsangan yang didapat
melalui pengalaman atau pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya oleh reseptor.
1.4.8.2 Persepsi Selektif
Persepsi selektif merupakan istilah yang diaplikasikan
pada kecenderungan persepsi manusia yang dipengaruhi
oleh keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, sikap-
sikap, dan faktor-faktor psikologi lainnya. Persepsi selektif
mempunyai peranan penting di dalam komunikasi
seseorang. Persepsi selektif berarti bahwa orang yang
berbeda dapat menanggapi pesan yang sama dengan cara
yang berbeda. Tidak ada seorang komunikator yang dapat
mengasumsikan bahwa sebuah pesan akan mempunyai
ketepatan makna untuk semua penerima pesan atau
terkadang pesan tersebut mempunyai makna yang sama pada
semua penerima pesan.
1.4.8.3 Persepsi Visual
Persepsi visual merupakan sebuah proses yang sangat
kompleks. Segala sesuatu yang kita lihat dibentuk oleh daya
inteligensia visual berdasarkan asas-asas tertentu. (Hoffman,
1998). Dalam psikologi, persepsi visual dimengerti sebagai
kemampuan untuk menterjemahkan apa yang dilihat oleh
mata, yaitu jatuhnya cahaya masuk ke retina mata. Hasil dari
persepsi tersebut dikenal dengan istilah: penglihatan
(eyesight/ sight/ vision). Beragam komponen psikologis
yang melibatkan penglihatan itulah yang secara keseluruhan
disebut sebagai sistem visual.
Sistem visual pada manusia memungkinkan seseorang
menyerap informasi dari lingkungannya. Saat seseorang
melihat adalah ketika lensa mata terfokus pada suatu objek
yang tertangkap oleh bagian belakang mata yang disebut
sebagai retina. Retina ini sebenarnya adalah bagian dari otak
yang terpisah dan berfungsi meneruskan sinyal-sinyal
cahaya menjadi sinyal-sinyal syaraf. Sinyal-sinyal ini
diproses secara berurutan oleh otak, mulai dari retina
menuju syaraf-syaraf primer dan sekunder dari otak.
1.4.8.4 Dinamika Persepsi
Persepsi (perception) merupakan konsep yang sangat penting
dalam psikologi, kalau bukan dikatakan yang paling penting.
Melalui persepsilah manusia memandang dunianya. Apakah dunia
terlihat “berwarna” cerah, pucat, atau hitam, semuanya adalah
persepsi manusia yang bersangkutan. Persepsi harus dibedakan
dengan sensasi (sensation). Jadi dapat dikatakan bahwa sensasi
adalah proses manusia dalam dalam menerima informasi sensoris
(energi fisik dari lingkungan) melalui penginderaan dan
menerjemahkan informasi tersebut menjadi sinyal-sinyal “neural”
yang bermakna. Misalnya, ketika seseorang melihat (menggunakan
indera visual, yaitu mata) sebuah benda berwarna merah, maka ada
gelombang cahaya dari benda itu yang ditangkap oleh organ mata,
lalu diproses dan ditransformasikan menjadi sinyal-sinyal di otak,
yang kemudian diinterpretasikan sebagai “warna merah”.
1.4.8.5 Tahap-Tahap Persepsi
Dalam kajian psikologis didefinisikan sebagai proses di mana
individu menjadi lebih sadar tentang objek dan peristiwa yang
terjadi dalam dunia sekeliling (Liliweri, 2011:157).
Proses persepsi ini dapat terjadi dalam tiga tahapan utama yaitu:
1) Individu memperhatikan dan membuat seleksi
2) Individu mengorganisasikan objek yang ditangkap indra
3) Individu membuat interpretasi
Persepsi manusia selalu mengikuti tahapan proses, yakni:
1) Pada tahap 1, individu menerima stimulus (rangsangan dari
luar), di saat ini sense organs atau indra akan menangkap makna
terhadap stimulus (meaningfull stimuli), selanjutnya;
2) Pada tahap 2, stimuli tadi diorganisasikan berdasarkan tatanan
tertentu misalnya berdasarkan schemata (membuat semacam
diafragma tentang stimulus) atau dengan scrip (refleks perilaku),
kemudian;
3) Pada tahap 3, individu membuat interpretasi dan evaluasi
terhadap stimuli berdasarkan pengalaman masa lalu atau
pengetahuan tentang apa yang dia terima itu;
4) Pada tahap 4, stimulus yang sudah diperhatikan itu terekam oleh
memori;
5) Pada tahap 5, semua rekaman itu dikeluarkan, itulah persepsi.
Interpretasi perokok pasif terhadap gambar bahaya merokok pada
kemasan produk rokok
1.5 Kerangka Berpikir
Persepsi masyarakat terhadap gambar peringatan bahaya merokok
yang ada pada kemasan bungkus rokok di Indonesia
Metodologi visual
Analisis Resepsi
3 area penelitian visual
- Site of self
- Site of production
- Site of audiensce
Bagaimana interpretasi perokok pasif terhadap pesan dalam gambar
peringatan bahaya merokok yang ada pada kemasan bungkus rokok di
Indonesia sebagai kajian budaya visual
Kesimpulan
Gambar peringatan bahaya merokok pada kemasan produk rokok di
Indonesia
1.6 Metodelogi Penelitian
1.6.1 Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
menggunakan metode Analisis Resepsi Khalayak. Dalam penelitian
ini, peneliti akan menggali lebih dalam mengenai interpretasi
perokok pasif yang telah dipengaruhi oleh gambar peringatan bahaya
merokok sebagai kajian budaya visual.
Analisisi resepsi khalayak adalah audiens memahami proses
pembuatan makna (making meaning process) yang dilakukan oleh
audiens ketika mengonsumsi gambar atau visual. Analisis resepsi
digunakan untuk melihat dan memahami pemaknaan pesan yang
dibentuk oleh penonton atau pembaca.
Asumsi dasarnya adalah konsep khalayak aktif. Khalayak aktif
adalah khalayak yang mempunyai otonomi untuk memroduksi dan
mereproduksi makna yang ada di dalam gambar. Stuart Hall (1972),
menuliskan tentang teori encoding dan decoding sebagai proses
khalayak mengonsumsi dan memroduksi makna dalam proses
penerimaan atas konten media massa yang dikonsumsinya.
Penelitian dengan menggunakan analisis resepsi dapat melihat
bagaimana khalayak memberikan kesan, pendapat, atau pandangan
teoretis terhadap gambar peringatan bahaya merokok sebagai kajian
budaya visual, dengan latar belakang mereka yang berbeda-beda.
1.6.2 Obyek Penelitian
Obyek penelitian analisis resepsi ini adalah khalayak, dimana
mereka merupakan perokok pasif. Perokok pasif dikategorikan
sebagai khalayak sebagai “yang berlangsung”. Artinya Para khalayak
dipilih berdasarkan pengalaman atau peristiwa yang terjadi atas diri
mereka sendiri. Para khalayak dipilih memenuhi kriteria sesuai
dengan ketentuan peneliti (Patton, 2002: 243).
Kriteria yang ditentukan antara lain :
Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan
Sudah cukup umur atau sudah berusia 18 tahun ke atas
Perokok pasif, sudah pernah merokok sebelumnya
1.6.3 Jenis dan Sumber Data
a. Data Premier
Data yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian.
Data diperoleh dari wawancara kepada informan yakni perokok
pasif dalam bentuk percakapan yang lebih luas. Namun demikian
wawancara mendalam mempunyai tujuan yang berbeda dari
percakapan yang dilakukan biasanya. Sementara wawancara
mendalam percakapannya lebih fokus9. Peneliti melakukan
wawancara kepada perokok pasif dengan latar belakang yang
berbeda-beda mengenai gambar peringatan bahaya merokok
9 Rahma Ida, Studi media dan kajian budaya, Kencana, Jakarta, 2014, hal 55
sebagai kajian budaya visual, untuk mengetahui interpretasinya
terhadap hal tersebut.
Penggunaan metode wawancara mendalam atau depthi
interview untuk mencari tahu atau melakuka investigasi yang
lebih mendalam agar mendapatkan data tentang respons, opini,
dan perasaan informan terhadap topik atau isu tertentu dari konten
media.10
a. Data Sekunder
Pengumulan data juga diperoleh dari sumber kedua, yaitu
studi kepustakaan, buku, artikel, jurnal, gambar, internet, dan
informasi dari khalayak. Studi kepustakaan digunakan untuk
pengumpulan data dan teori yang relevan dengan penelitian serta
penambahan atau pendukung penelitian ini.
1.7 Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini yaitu gambar peringatan bahaya
merokok yang diinterpretasikan perokok pasif sebagai kajian budaya
visual.
10
Ibid 169
1.8 Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan
dengan frekuensi tinggi atau berulang-ulang secara intensif.
Selanjutnya dibedakan antara responden (orang yang akan
diwawancarai sekali) dengan informan (orang yang ingin peneliti
ketahui/pahami dan yang akan diwawancarai beberapa kali). Hal ini
disebut juga wawancara intensif (Intensive-interviews), (Kriyantono,
2010: 102).
2. Analisis Pengkodingan Hasil Wawancara
Setelah melakukan wawancara, maka langkah selanjutnya yang
dilakukan peneliti adalah secepatnya mengkoding hasil wawancara.
Dalam kegiatan pengkodigan (pencatatan) ini, peneliti membaca ulang
seluruh material wawancara dan mencoba mendapatkan garis besar
atau gambaran umum hasil wawancara. Setelah itu peneliti membuat
transkrip wawancara.
1.9 Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerjanya data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008: 248). Teknik analisis data
yang akan peneliti lakukan ialah sebagai berikut :
a. Menyeleksi
Peneliti memilih dan melakukan wawancara kepada informan yang
sesuai dengan kriteria dari peneliti.
b. Menganalisis
Peneliti akan menganalisis hasil wawancara yang kemudian ditulis
dalam bentuk laporan tertulis. Dari hasil analisis akan didapatkan
interpretasi para informan tersebut terhadap gambar peringatan
bahaya merokok pada kemasan rokok di Indonesia.
c. Mengklasifikasi
Peneliti menetapkan posisi penerimaan pesan informan antara lain accepting
(menerima pesan), negotiated (menolak dan menerima pesan yang diterima),
oppositional (tidak menerima pesan).
BAB II
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
2.1 Profil Perokok Pasif
2.1.1 Profil Informan Pertama
Pria lajang berinisial WM, berusia 28 tahun dengan tingkat
pendidikan lulusan strata satu ini adalah perokok pasif. Awal mencoba
rokok saat usia 8 tahun atau ketika ia duduk di bangku kelas 3 Sekolah
Dasar. Ia termasuk perokok aktif dimulai sejak ia duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas, jadi selama kurang lebih 12 tahun hingga ia
memutuskan berhenti merokok. Pada tahun 2015 tepatnya di usia 26 tahun,
WM difonis dokter menderita bronkitis. Jadi statusnya sekarang dia adalah
perokok pasif. WM dulunya termasuk tipe perokok sedang dan terkadang
ia juga menjadi perokok berat. Satu hari ia mampu menghabiskan 12
hingga 24 batang rokok. WM dibesarkan di antara keluarga yang kurang
harmonis, meskipun tidak ada perpisahan antara orang tuanya
2.1.2 Profil Informan Kedua
SL ialah nama inisial dari seorang wanita single parent atau janda
yang telah memiliki satu anak, seorang perokok pasif yang Saat ini usianya 27
tahun. Ia masih menempuh pendidikan strata satu. Ia memulai merokok saat
duduk di bangku Sekolah Menengah Atas dan termasuk tipe perokok ringan
dan sedang. Dalam satu hari SL mampu menghabiskan 10 hingga 20 batang
rokok.
2.1.3 Profil Informan Ketiga
AF, seorang pria remaja berusia 18 tahun dengan tingkat pendidikan lulus
SMA yang sebagai perokok pasif, namun ia pernah mencoba merokok saat
SMP. Kesan pertama merokok membuat AF tidak mau lagi mencoba rokok
karena ia tidak menemukan kenikmatan dari rokok. AF juga orang yang peduli
akan kesehatan, ia mempunyai keinginan menjadi pemain sepak bola nasional.
2.1.4 Profil Informan Keempat
Seorang kepala keluarga berinisial JM, berusia 53 tahun, yang sekarang sudah
termasuk seorang perokok pasif, memiliki satu istri dan dua putri. JM
dibesarkan di keluarga yang kurang mampu sehingga memaksanya hanya bisa
sekolah hingga tingkat SD saja. Setelah selesai bersekolah di bangku SD, JM
memutuskan merantau untuk mendapatkan pekerjaan demi membantu
perekonomian keluarganya. JM pernah sebagai perokok aktif selama 16 tahun
dan termasuk tipe perokok berat, dalam satu hari mampu menghabiskan 21 –
25 batang rokok.
2.2 Gambar Peringatan Bahaya Merokok
Gambar bahaya merokok pada bungkus rokok
Gambar 1, 3, dan 5 merupakan gambar peringatan penyakit akibat
merokok, serta diperjelas dengan tulisan :
- Gambar 1 : MEROKOK SEBABKAN KANKER MULUT
- Gambar 3 : MEROKOK SEBABKAN KANKER TENGGOROKAN
- Gambar 5 : MEROKOK SEBABKAN KANKER PARU-PARU
Sedangkan gambar 2 dan 4 merupakan gambar peringatan bahaya asap
rokok dengan tulisan :
- Gambar 2 : MEROKOK MEMBUNUHMU
- Gambar 4 : MEROKOK DEKAT ANAK BERBAHAYA BAGI
MEREKA
Tulisan peringatan bahaya rokok juga dibuat lebih singkat. Kalimat
peringatan lama bertuliskan “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN
KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN
KEHAMILAN DAN JANIN”. Kalimat lama yang panjang kini diganti dengan
kalimat terbaru yang terdapat pada setiap iklan dan bungkus rokok saat ini
adalah kalimat yang lebih singkat dan to the point, yaitu “MEROKOK
MEMBUNUHMU”.
Pemerintah telah menegaskan bahwa pencantuman gambar peringatan
bahaya merokok bagi kesehatan pada bungkus rokok wajibnya dilaksanakan
oleh produsen rokok mulai hari Selasa, 24 Juni 2014. Menurut Menteri
Kesehatan (Menkes), dr Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, dalam acara Puncak
Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Gedung Kemenkes, Kuningan,
Jakarta, Jumat, 31 Mei 2014 hal itu sesuai dengan PP Tembakau.“Mulai
2014, perusahaan rokok wajib mencantumkan peringatan bahaya merokok,
baik bergambar dan tulisan, sesuai dengan PP No 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
Bagi Kesehatan,” tegasnya.
Bahkan, Menko Kesra Agung Laksono mengancam akan menindak tegas
para produsen rokok yang tidak mentaati aturan tersebut. Berikut 5 peringatan
bergambar yang ada di bungkus rokok Indonesia, yang sudah dipersiapkan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes):
1. Gambar kanker mulut
Pada gambar pertama (diatas), terdapat tulisan „PERINGATAN‟ yang
ditulis dengan jenis huruf arial bold kapital, ukuran 10, berwarna putih dan
diberi blok latar belakang hitam pekat. Gambar menunjukkan mulut seorang
perokok yang tampak mengenaskan karena diserang kanker mulut. Di bawah
gambar terdapat tulisan „MEROKOK SEBABKAN KANKER MULUT‟.
2. Gambar orang merokok dengan asap yang membentuk tengkorak
Sama dengan gambar pertama, setiap peringatan bergambar di bungkus
rokok harus menyertakan tulisan „PERINGATAN‟ di bagian atas gambar.
Untuk gambar kedua, tampak seorang perokok yang memegang sebatang rokok
sambil menghembuskan asap rokok yang membentuk tengkorak. Di bawah
gambar terdapat tulisan „MEROKOK MEMBUNUHMU‟.
3. Gambar kanker tenggorokan
Gambar ketiga tidak kalah mengerikan. Tampak seorang pecandu rokok
yang menderita kanker tenggorokan dengan leher bolong dan terdapat benjolan
kanker yang menjijikkan. Di bawah gambar terdapat tulisan besar
„MEROKOK SEBABKAN KANKER TENGGOROKAN‟.
4. Gambar orang merokok dengan anak di dekatnya
Gambar keempat lebih menekankan bahaya merokok bagi orang lain,
terutama anak-anak. Pada gambar tersebut, tampak seorang perokok yang
menghisap rokoknya sambil menggendong anak kecil. Di bawah gambar
terdapat tulisan „MEROKOK DEKAT ANAK BERBAHAYA BAGI
MEREKA‟.
5. Gambar paru-paru yang menghitam karena kanker
Merokok sangat berbahaya bagi paru-paru. Tapi banyak perokok yang tidak takut karena
belum melihatnya sendiri. Nah, pada gambar kelima, peringatan bergambar
menunjukkan dengan jelas bagaimana paru-paru si perokok menghitam karena kanker.
Di bawah gambar tersebut terdapat tulisan ‘MEROKOK SEBABKAN KANKER PARU-PARU
DAN BRONKITIS KRONIS’.
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
3.1. Encoding – Decoding Peneliti (Site of Self )
Pada tahap ini proses encoding dan decoding adalah menurut
peneliti sendiri. Area penelitian visual ini disebut juga site of self.
Beberapa gambar visual dalam area penelitian ini adalah gambar tentang
penyakit akibat merokok, gambar balita dan perokok, serta gambar
perokok dan tanda asap berbentuk tengkorak.
Menurut peneliti gambar penyakit dalam kemasan rokok adalah
penyakit akibat merokok. Hal ini merupakan sebab dan akibat dalam
melakukan atau mengonsumsikan sesuatu. Contohnya merokok dapat
mengakibatkan penyakit seperti bronkhitis, kanker paru-paru, kanker
tenggorokan, kanker mulut dan lain sebagainya, akan tetapi kenapa masih
dilegalkan penjualannya di Indonesia?. Padahal merokok itu dapat
membunuh perokok itu sendiri.
Gambar mengenai perokok sambil menggendong balita, jelas
menggambarkan bahwa merokok tidak sepatutnya berdekatan dengan
balita karena pengaruhnya tidak baik bagi kesehatan bayi. Gambar
berikutnya mengenai pria merokok beserta asap yang membentuk
tengkorak, peneliti berpendapat bahwa jika merokok di dekat perokok
pasif atau orang yang tidak mengonsumsi rokok maka mereka
kemungkinan juga akan terkena dampak penyakit seperti perokok aktif
lainnya.
Dari ketiga gambar di atas peneliti mengambil posisi pemaknaan
pesan pada posisi negosiasi, karena merokok adalah hal yang legal jika
dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu. Maksudnya adalah hendaknya
merokok pada tempat yang disediakan misalnya tempat bagi perokok
bukan pada tempat berAC atau di tempat-tempat umum lainnya seperti
mall dan tempat transportasi umum karena rentan dekat dengan semua
orang termasuk balita dan perokok pasif.
Pemerintah seakan-akan bersikap oportunis dan tidak mau tahu
akan sebab dan akibat dari produksi rokok ini. Dukungan pemerintah
terhadap pendirian pabrik-pabrik rokok menjadi lebih luas dan promosi
yang besar-besaran memberikan kesempatan bisnis yang cukup
menguntungkan di negeri ini. Sehingga membuka lapangan kerja yang
semakin luas bagi masyarakat.
Faktor-faktor lain yang ikut mendukung pertumbuhan perokok
aktif di Indonesia adalah promosi iklan pada media massa dan elektronik.
Rokok dianggap sebagai simbol kejantanan dan kewibawaan bagi
seseorang di mata orang lain, khususnya peneliti. Hal ini menjadi masalah
bagi kajian budaya visual. Karena dengan adanya budaya visual, pada
dasarnya akan menggoyangkan kemapanan berpikir seseorang tentang
realitas dan apa yang dimaksud dengan yang sebenarnya dalam kehidupan
budaya sehari-hari, misalnya pengaruh rokok melalui gambar visual dalam
kemasan rokok.
Analisa terhadap site of self pada gambar visual kemasan dalam
rokok adalah gambar visual yang ditampilkan dalam kemasan rokok
merupakan gambar yang dikategorikan menyeramkan. Tujuan dari gambar
tersebut untuk mengurangi para perokok aktif yang semakin hari semakin
banyak jumlahnya. Akan tetapi dengan dipublikasikan gambar penyakit
dalam kemasan tidak membuat efek jera bagi para perokok aktif. Sehingga
menurut peneliti gambar visual tersebut tidak efektif bagi masyarakat akan
bahaya dari merokok.
3.2 Wilayah Produksi Rokok (Site of Production)
Gambar visual merupakan aspek penting dalam menarik minat
seseorang. Dengan melihat gambar maka orang yang melihat akan
menimbulkan pendapat yang berbeda-beda bagi tiap individu. Sehingga
pada saat sekarang promo-promo akan barang dan jasa terasa lebih
menyentuh konsumen dengan hanya menampilkan gambar visual saja.
Gambar visual bahaya merokok dalam kemasan produk rokok salah
satunya yang menarik. Beberapa gambar dalam kemasan rokok terbilang
menarik karena ada gambar yang menyajikan gambar yang seram, seperti
gambar penyakit yang disebabkan mengonsumsi rokok. Kemasan rokok
telah dibuat sedemikian rupa menariknya untuk dapat menjadi iklan
berjalan bagi rokok tersebut. Peringatan hanya dalam bentuk tulisan saja
ternyata tidak dapat memberikan efek jera bagi para perokok sehingga
dibentuklah kebijakan bersama pemerintah untuk meletakan gambar yang
bersifat jera pada bungkus rokok tersebut. Gambar penyakit akibat
merokok yang menyeramkan diletakkan dengan komposisi 50% atau lebih
di bagian atas bungkus rokok secara bolak balik. Diharapkan dengan
adanya komunikasi visual yang menyeramkan, dapat menjadi shock
therapi bagi para perokok sehingga bungkus rokok bukan lagi kebanggaan
bagi mereka.
Tujuan lainnya adalah sebagai promosi kesehatan dan edukasi
bahaya merokok dengan dukungan media cetak, elektronik dan edukasi,
sebenarnya promosi kesehatan telah mengambil langkah-langkah dengan
membentuk pedoman Kawasan Tanpa Rokok, Iklan Layanan Masyarakat
tentang bahaya merokok dan beberapa media cetak dengan informasi yang
sepadan tentang bahaya merokok pada masyarakat.
Analisa peneliti terhadap site of production adalah proses
pembuatan gambar visual pada kemasan rokok didasari oleh peraturan dari
pemerintah, yaitu PP No.109/2012. Peraturan Pemerintah (PP)
No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, melarang produsen rokok
mencantumkan kata "Light", "Ultra Light", "Mild", dan "Extra Mild" pada
produk dan bungkusnya. Peraturan ini memberikan batasan yang sangat
ketat bagi peredaran, penjualan dan iklan dari produk tembakau, yang
biasanya adalah sering disebut sebagai rokok. Sehingga para perusahaan
rokok di negeri ini dalam memroduksi rokok harus mengikuti instruksi
undang-undang tersebut.
Selain berisi peringatan tentang kesehatan, setiap kemasan produk
tembakau harus mencantumkan informasi kandungan kadar Nikotin dan
Tar pada sisi samping setiap kemasan bungkusnya. Sementara pada sisi
samping lainnya wajib dicantumkan:
a. Pernyataan "dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia 18
tahun dan perempuan hamil"; dan
b. Kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun produksi, serta nama dan
alamat produsen.
c. Perlindungan khusus ibu hamil atau perempuan hamil, anak-anak dan
rehabilitasi.
d. Pengendalian iklan rokok atau iklan produk tembakau.
e. Kawasan merokok atau kawasan tanpa rokok.
Dari beberapa hal di atas adalah hal yang mendasari site of
production atau wilayah penelitian visual pada produksi rokok di
Indonesia.
3.3 Area Penelitian Khalayak Visual (Site of Audience)
Pada sub bab ini peneliti menyajikan data primer berupa hasil
wawancara dengan para informan, yang difokuskan pada topik penelitian
yaitu objek visual peringatan bahaya merokok. Penyajian data primer ini
disesuaikan dengan area penelitian visual site of audience, atau wilayah
khalayak/konsumen visual. Area penelitian ini mencari tahu bagaimana
khalayak membaca dan memaknai serta menginterpretasikan gambar-
gambar visual pada produk rokok. Metode penelitian visual site of
audience dilakukan secara pengkodingan dengan memilah hasil
wawancara yang sesuai dengan topik penelitian.
3.4 Data Hasil Encoding Para Informan
3.4.1. Data Hasil Encoding Informan Pertama
P : Pada saat SD itu, apakah kamu sudah tahu bahaya dari
merokok?
WM : Iya aku sudah tahu. Saat SD aku sudah menerima edukasi
itu, kalau merokok nanti bisa menderita sakit paru-paru dan
lainnya yang disebabkan merokok. Toh di bungkus rokok juga
sudah tertuliskan bahaya merokoknya.
P : Bronchitis, salah satu penyakit akibat merokok yang telah
dipublikasikan, baik di tulisan maupun gambar pada kemasan
rokok. Apakah perokok aktif itu berpotensi akan menderita
penyakit seperti apa yang telah diedukasikan?
WM : Emm bisa iya, bisa tidak. Tergantung individu
perokoknya. Dia merokok sesering mungkin atau tidak.
P : Apa persepsimu terhadap gambar peringatan bahaya
merokok?
WM : Jijik. Singkat, jelas, dan padat. Untuk gambar yang
penyakit, jijik. Aku bilang jijik, tapi tetap saja merokok, ya
awalnya dulu aku berusaha mencari cara agar tidak melihat
gambar penyakit itu dengan cara mencorat coret hingga tidak
terlihat gambarnya atau mengganti tempat rokok, namun
lambat laun aku udah mulai terbiasa dengan gambarnya.
Sedangkan untuk gambar seorang pria menggendong balita,
aku merasa kasihan terhadap balitanya. Apalagi diusia balita,
kekebalan tubuhnya belum seberapa kebal. Ya ada rasa
khawatir untuk aku sendiri ketika aku merokok tapi yang ada
di dekat ku balita, jadi aku merasa harus mengalah, tidak
merokok jika aku tidak bisa menghindari balitanya. Kalau
yang gambar pria, asap rokok, dan dua tengkorak manusia, aku
rasa gambar itu hanya menjadi lelucon saja, meskipun
diperkuat dengan kalimat merokok membunuhmu.
3.4.2 Data Hasil Encoding Informan Kedua
P : Terus apa pendapat kamu tentang pemerintah yang
memublikasikan bahaya merokok dengan gambar-gambar
peringatan bahaya merokok di bungkus rokok saat ini?
SL : Gambar itu muncul sebenarnyakan dengan tujuan menekan
jumlah perokok. Bagi saya sendiri, gambar tersebut kurang
bisa memengaruhi individu, termasuk saya sendiri. Karena di
luar negeri, bungkus rokok dari dulu sudah seperti itu. Saya
rasa juga konsumennya masih banyak. Saya rasa apa yang
dilakukan Indonesia hanya meniru apa yang sudah ada di luar
negeri. Dan saya rasa itu tidak terlalu efektif, biasa saja.
P : Apakah kamu mempunyai pandangan, kalau perokok itu
berpotensi menderita penyakit seperti apa yang telah
digambarkan pada peringatan bahaya merokok atau bungkus
rokok?
SL : Ya pasti. Karenakan sudah ada buktinya dan saya juga
melihat sendiri bahwa hal itu memang dari merokok. Perokok
aktif itu orang yang bisa menghabiskan banyak rokok, dia akan
lebih rentan menderita penyakit tersebut, dan bahkan ujungnya
adalah kematian.
P : Bagaimana interpretasimu mengenai gambar penyakit yang
ada di bungkus rokok?
SL : Pada umumnya jelas gambar-gambar tersebut seperti ingin
menakut-nakuti masyarakat khususnya para perokok tentang
bahaya merokok. Saya menginterpretasikan bahwa merokok
dapat menyebabkan penyakit-penyakit seperti yang ada pada
gambar tersebut, karena gambar-gambar penyakit tersebut
terlihat mengerikan.
P : Kalau gambar seorang pria yang sedang merokok dengan
menggendong balita?
SL : Gambar itu masih ambigu jika tidak membaca tulisan kecil
yang berada di bawah gambar. Ketika melihat gambarnya saja,
menimbulkan tafsir, pertama, seorang ayah saat menggendong
anak bisa sambil menikmati rokok. Kedua, seorang ayah saat
merokok tidak boleh menggendong anak. Jadi gambar tersebut
kurang efektif sebagai peringatan berbahaya merokok.
P : Lalu gambar muka seorang pria dengan asap rokok dan dua
tengkorak, interpretasimu seperti apa?
SL : Gambar ini juga tidak efektif. Mungkin ikon tengkorak
memang sebagai simbol kematian, namun gambarnya terkesan
tidak jelas. Sedangkan seharusnya sebuah gambar peringatan
itu harus jelas dan gamblang agar seketika mudah diingat dan
dipahami oleh orang.
3.4.3 Data Hasil Encoding Informan Ketiga
P : Lalu bagaimana pendapatmu tentang perigatan bahaya merokok
seperti yang ada di bungkus rokok saat ini?
AF : Kalau melihat gambarnya itu yang penyakit, pasti saya ngeri,
takut dan jijik karena dipertontonkan dengan jelas bentuk
penyakitnya. Namun meskipun ada gambar penyakit itu, menurut
saya tidak bisa mempengaruhi juga buat orang lain, karena gambar
itu bisa dihilangkan dengan caranya mereka mbak, misalnya saja
dirobek atau diapakanlah agar konsumennya bisa menghindari
gambarnya itu saja dan tetap bisa menikmati produknya.
P : Bagaimana dengan gambar peringatan bahaya merokok yang
tidak menggambarkan penyakit?
AF : Nah kalau itu, setahu saya, bukannya kalau untuk iklan atau
mengenai rokok sendiri dilarang menampakkan atau
menggambarkan orang yang sedang merokok, sekarang di bungkus
rokoknya malah menggambarkan orang yang sedang merokok baik
yang menggendong anak dan ada dua tengkoraknya. Dan ini jadi
timbul pertanyaan buat saya kenapa kok yang berkewajiban
membuat seperti itu. Kalau gambar pria dengan asap rokok dan dua
tengkorak, menunjukkan asap rokok bisa membunuh bagi
perokoknya dan juga orang lain yang tidak merokok tapi
menghirup sisa asap rokoknya perokok.
P : Gambar peringatan mana yang paling membuatmu tidak akan
mengonsumsi rokok?
AF : Gambar penyakit, terutama yang kanker tenggorokan, karena saya
kerap sekali melihatnya.
3.4.4 Data Hasil Encoding Informan Keempat
P : Lalu pak gimana dengan peringatan bahaya merokok seperti ada
di bungkus rokok?
J : Yang ini ya rokok menyebabkan kanker dan lain-lainnya itu ya..
Dulu sih saya merokok kan masih di usia muda, ya bisa dibilang
saya nggak ngurus (tidak menghiraukan) nduk, wong merokok itu
enak, apalagi dulu peringatannya cuman tulisan. Tapi kalo
sekarang, aku disuruh merokok lagi, aku tidak bakal mau, wong
gambar di bungkus rokok sekarang itu mengerikan. Aku kan juga
ndag mau kalo sampek kenak penyakit itu. Na’udubillahimindalik.
P : Loh pak, menurut sampean, orang yang merokok itu bakal terkena
penyakit itu ta?
J : Ya wallahualam sih nduk. Kan penyakit, rejeki, dan lain-lainnya
sudah ada yang mengatur. Aku cuman berusaha menghindarinya
dengan tidak merokok lagi. Aku kan juga ingin berumur panjang,
biar bisa menikmati masa-masa punya cucu nantinya.
P : Terus pak, apa pendapat bapak tentang bahaya merokok yang
telah disebar luaskan seperti di bungkus rokok?
J : Iya rokok itu memang berbahaya, aku percaya bahayanya
merokok seperti akibat rokok itu bakal mengganggu kesehatan.
Aku suka dengan cara mereka memberitahukan bahaya merokok
itu. Jadi cuman produk rokok saja yang tidak menipu
konsumennya, produk yang jujur. Mereka sudah terang-terangan
memberitahu akibat merokok itu akan seperti apa.
P : Itu kan mengenai gambar yang menunjukkan penyakit pak. Lalu
bagaimana dengan gambar seorang pria yang merokok sambil
menggendong anak?
J : Itu gambar ada di bungkus rokok, jadi gambarnya itu adalah
gambar peringatan bahaya merokok juga toh nduk? Ya berarti tidak
boleh merokok dekat anak-anak.
P : Kalau yang gambar pria dengan asap dan dua tengkorak?
J : Aku tidak seberapa paham ya nduk, tapi aku tahunya merokok
membunuhmu.
1.5 Proses Decoding
Pada sub bab ini peneliti menyajikan data decoding dari para
khalayak. Tujuan proses ini adalah untuk memperoleh pemaknaan pesan dari
gambar visual bahaya merokok pada produk rokok. Kemudian selanjutnya
akan memperoleh posisi pemaknaan pesan sesuai Teori Stuart Hall.
1.5.1 Data Decoding Informan Pertama
Informan pertama dalam hal ini berinisial WM adalah seorang
pria perokok aktif yang sudah tidak merokok lagi. Pada hasil
pengkodingan data WM memberikan pernyataan bahwa dia sadar
akan akibat dari merokok memberikan pengaruh yang buruk terhadap
kesehatan yaitu dapat menderita penyakit bronkhitis. WM menyadari
bahwa dalam kemasan rokok juga menggambarkan peringatan
terhadap bahaya merokok seperti gambar yang dirasa jijik akan tetapi
dia tetap merokok karena tanpa rokok dia merasa menjadi orang
bodoh, WM tetap beranggapan bahwa merokok merupakan salah satu
kebiasaan yang dipandang sebagai pemersatu antar invidu dalam hal
ini pergaulan antar sesama individu dan mengisi kekosongan jika
sedang tidak bekerja. Sehingga akhirnya WM menyadari bahwa dia
berhenti merokok karena sakit tifus dan bronkhitis.
Peringatan tentang bahaya merokok dalam kemasan rokok
sebelumnya hanya bersifat tekstual atau tertulis dan kemudian
dikemas secara bergambar. Hal ini menciptakan budaya visual (visual
culture) pada kemasan rokok. Budaya visual tentang peringatan
bahaya merokok merujuk pada kondisi visual yang menjadi bagian
dari kehidupan sosial. Bahkan menurut Rose (2001)1, modernitas saat
ini berpusat pada aspek visual. Visual menjadi hal utama pada
modernitas. “postmodern is a visual culture”. Persepsi WM sebagai
penikmat rokok, bahwa bentuk visual dari peringatan bahaya merokok
dalam kemasan rokok kurang memberikan dampak yang signifikan
terhadap keadaan sosial dan kesadaran masyarakat akibat dari
merokok. Hal ini terlihat dari prilaku WM sendiri, yang mengacuhkan
gambar visual kemasan rokok untuk tetap merokok.
1 Rahma Ida, Studi Media dan Kajian Budaya,Kencana,Jakarta,2014,hlm 127.
WN juga memersepsikan tentang gambar peringatan bahaya
merokok yang menampakkan gambar seorang pria perokok yang
menggendong seorang balita.
Persepsi dari WM terhadap gambar di atas adalah ;
“Aku merasa kasihan terhadap balitanya. Apalagi diusia balita,
kekebalan tubuhnya belum seberapa kebal. Ya ada rasa khawatir
untuk aku sendiri ketika aku merokok tapi yang ada di dekat ku balita,
jadi aku merasa harus mengalah, tidak merokok jika aku tidak bisa
menghindari balitanya”.
Dari pernyataan di atas mengidentifikasikan bahwa konsep
persepsi dari gambar tersebut menurut WM adalah termasuk sensual
konstruksitivisme, artinya pernyataan WM terhadap gambar
melahirkan konsep atau ide-ide dari pengalaman sebelumnya. Artinya
WM mengartikan bahwa rokok tidak baik bagi kesehatan balita,
karena berdasarkan kondisi sebelumnya balita yang terkena asap
rokok dapat menderita penyakit tertentu atau menggangu
perkembangan kekebalan tubuh balita.
Proses pengkodingan selanjutnya adalah mengenai gambar di
bawah ini, menurut WM bahwa ;
“Kalau yang gambar pria, asap rokok, dan dua tengkorak
manusia, aku rasa gambar itu hanya menjadi lelucon saja, meskipun
diperkuat dengan kalimat merokok membunuhmu”.
Peneliti mengategorikan bahwa persepsi dari WM terhadap
gambar di atas adalah termasuk konsep perseptual semiotika. Karena
dua tengkorak di atas merupakan sebuah semiotik atau tanda yang
mengidentifikasikan pesan bahwa merokok akan membunuhmu, dapat
diartikan juga rokok perlahan-lahan akan membunuhmu. Akan tetapi
menurut WM itu merupakan lelucon saja.
1.5.2 Data Decoding Informan Kedua
Analisis resepsi terhadap pengkodingan data wawancara dari
informan wanita berinisial SL. Menurut SL Gambar itu muncul
sebenarnya bertujuan menekan jumlah perokok. Bagi SL sendiri,
gambar tersebut kurang bisa memengaruhi individu, termasuk SL
sendiri. Karena di luar negeri, bungkus rokok dari dulu sudah seperti
itu. SL merasa juga konsumennya masih banyak. Apa yang dilakukan
Indonesia hanya meniru apa yang sudah ada di luar negeri, itu tidak
terlalu efektif, biasa saja.
Persepsi terhadap gambar visual tentang bahaya merokok oleh
SL dalam konsep komunikasi visual termasuk perseptual kognitif.
Menurut pendekatan kognitif, audience tidak hanya menyaksikan
keterangan objek yang terstruktur, seperti dalam teori gestalt, tetapi
juga secara aktif tiba pada suatu kesimpulan tentang persepsi melalui
operasi mental. Operasi mental yang dimaksud seperti halnya ingatan,
proyeksi, harapan, selektifitas, habituasi (hal membiasakan diri),
saliance, disonansi (ketidaksesuaian), budaya dan kata-kata serta
psikologi.
Menurut peneliti sendiri, gambar visual bahaya merokok
dimaksudkan hanya untuk mengurangi kesenjangan merokok atau
memengaruhi psikologis dari masyarakat, akan penyakit yang timbul
dari merokok. Sehingga faktor ini akan membentuk persepsi
masyarakat dan juga memengaruhi mental masyarakat untuk
mengurangi daya beli rokok.
SL menyakini bahwa apa yang dipublikasikan di kemasan
rokok baik itu kontekstual maupun visual mengenai bahaya merokok
adalah kenyataan karena SL memiliki bukti nyata dan melihat sendiri
penyakit yang ditimbulkan akibat merokok. Persepsi SL berikutnya
adalah bahwa gambar visual bahaya merokok dibuat mengerikan
hanya untuk menakut-nakuti orang terhadap penyakit yang
ditimbulkan dari merokok.
Menurut SL, “Gambar di atas ini masih ambigu jika tidak
membaca tulisan kecil yang berada di bawah gambar. Ketika melihat
gambarnya saja, menimbulkan tafsir, pertama, seorang ayah saat
menggendong anak bisa sambil menikmati rokok. Kedua, seorang
ayah saat merokok tidak boleh menggendong anak. Jadi gambar
tersebut kurang efektif sebagai peringatan berbahaya merokok”.
Secara konsep metodologi visual, pernyataan oleh SL terhadap
gambar dikategorikan termasuk dalam konsepsi ways of seeing,2 atau
cara-cara melihat, yaitu perbedaan cara melihat dan perspektif yang
dimiliki oleh seorang dengan yang lainnya terhadap gambar atau
image visual yang dilihat. Cara pandang tersebut dapat menimbulkan
multi tafsir yang berbeda dari beberapa orang yang melihatnya.
Apakah menikmati rokok saat menggendong anak ataukah merokok
tidak boleh sambil menggendong anak. Cara pandang demikian
biasanya terjadi pada beberapa orang yang dalam hal ini tingkat
pemahaman terhadap peringatan bahaya merokok berkurang, atau
orang yang sudah paham tetapi mengacuhkan peringatan gambar
tersebut. Sehingga menurut SL bentuk komunikasi visual tersebut
belum sepenuhnya efektif.
Persepsi berikutnya adalah mengenai gambar di halaman sebelumnya:
2 Rahma Ida, Studi Media dan Kajian Budaya, Prenada Media Grup, Jakarta,2014,hlm.132
Menurt SL, “Gambar ini juga tidak efektif. Mungkin ikon
tengkorak memang sebagai simbol kematian, namun gambarnya
terkesan tidak jelas. Sedangkan seharusnya sebuah gambar peringatan
itu harus jelas dan gamblang agar seketika mudah diingat dan
dipahami oleh orang”.
Konteks dari pernyataan SL di atas termasuk dalam konsep
perseptual semiotika. Konsep ini menjelaskan bentuk visual yang
digambarkan dengan simbol atau tanda tengkorak pada kemasan
rokok. Menurut SL bentuk visual dari kemasan rokok tersebut belum
sepenuhnya dipahami karena terkesan tidak jelas dan tidak dimengerti.
Sehingga terlihat jelas bahwa konsep perseptual semiotika yang
ditonjolkan dalam kemasan ini belum sepenuhnya efektif bagi SL.
1.5.3 Data Decoding Informan Ketiga
Informan berikutnya adalah seorang remaja pria berinisial AF,
seorang perokok pasif. Setelah melakukan pengkodingan hasil
wawancara dengan AF, yaitu mengenai gambar visual peringatan
bahaya merokok. AF berpendapat bahwa gambar visual tersebut
membuat dia ngeri, takut dan jijik karena dalam gambar kemasan
menunjukan bentuk penyakit yang diderita akibat merokok. Namun
demikian AF sendiri tidak terpengaruh dengan gambar tersebut karena
untuk menghilangkan rasa takutnya dia merobek gambar tersebut dan
kemudian mengonsumsinya seperti biasa.
Pendapat berikutnya adalah mengenai gambar visual kemasan
rokok lainnya. Af berpendapat bahwa gambar visual lainnya seperti
seorang yang menggendong balita sambil merokok bermakna bahwa,
jika merokok tidak boleh berjarak dekat dengan balita karena asap
rokok dapat membahayakan mereka. Sedangkan gambar mengenai
simbol tengkorak menurut AF bermakna menunjukkan asap rokok
bisa membunuh bagi perokoknya dan juga orang lain yang tidak
merokok tapi menghirup sisa asap rokoknya perokok.
Menurut peneliti, bentuk komunikasi perseptual semiotika
yang dilakukan oleh AF, terhadap gambar visual dalam kemasan
rokok telah efektif, karena menurutnya tanda-tanda atau simbol di
kemasan dapat dimengerti olehnya, sehingga makna-makna yang ada
pada kemasan rokok telah tersampaikan pesannya kepada informan
yaitu AF sendiri.
1.5.4 Data Decoding Informan Keempat
Informan keempat berinisial J seorang pria perokok pasif,
berpendapat bahwa merokok merupakan kenikmatan tersendiri.
Mengenai gambar visual bahaya merokok pada kemasan rokok, dia
membandingkan dengan keadaan kemasan rokok dulu yang masih
berbentuk tekstual. J tidak terpengaruh dengan peringatan tekstual
tersebut karena baginya itu hanya kebohongan belaka sedangkan
sekarang setelah dibuat gambar visual maka J merasa ngeri dan tidak
merokok lagi.
Pendapat mengenai gambar bahaya rokok dalam kemasan, J
berpendapat bahwa, “Rokok itu memang berbahaya, J percaya
bahayanya merokok seperti akibat rokok itu bakal mengganggu
kesehatan. Jadi cuman produk rokok saja yang tidak menipu
konsumennya, produk yang jujur. Mereka sudah terang-terangan
memberitahu akibat merokok itu akan seperti apa”.
Berdasarkan persepsinya komunikasi visual yang dilakukan
pada kemasan rokok terhadap J memengaruhi faktor psikologi dari J
sendiri. Hal ini terlihat dari pernyataan J yang mulai berhenti merokok
ketika melihat gambar dari kemasan rokok tersebut. Pendekatan
komunikasi yang dilakukan adalah secara perseptual kognitif. J
sebagai individu menyaksikan keterangan objek yang terstruktur yaitu
gambar visual kemasan rokok, setelah itu memberikan pada suatu
kesimpulan tentang persepsi melalui operasi mental yaitu
memengaruhi psikologi J untuk berhenti merokok.
Pendapat berikutnya adalah mengenai gambar seorang pria
merokok sambil menggendong balita. J berpendapat bahwa merokok
tidak boleh dekat anak-anak. Sedangkan gambar manusia dan
tengkorak, J berpendapat bahwa merokok dapat membunuh. Dari
pendapat J di atas dapat dipersepsikan bahwa, pendekatan komunikasi
visual yang dilakukan adalah secara perseptual semiotik. Artinya J
dapat memahami dan menjelaskan arti dari tanda atau simbol
(semiotik) pada kemasan bahaya merokok. Sehingga pendekatan
komunikasi visual tersebut telah efektif dalam memberikan pesan
terhadap individu.
1.6 Pembahasan
Setelah melakukan proses encoding – decoding terhadap para
khalayak atau informan, maka selanjutnya peneliti akan membahas posisi
pemaknaan pesan dalam sub bab ini. Pemaknaan pesan atau persepsi yang
dihasilkan adalah sesuai dengan keterangan dari para khalayak. Para
khalayak yang dipilih berdasarkan kategori khalayak sebagai “yang
berlangsung”. Di sini khalayak atau informan melakukan wawancara
berdasarkan pengalaman dari khalayak sendiri.
Khalayak yang dipilih sesuai kategori kemudian akan dilakukan
wawancara mendalam bersama peneliti. Wawancara mendalam yang
dilakukan adalah pada isu mengenai persepsi dari khalayak yang dalam hal
ini adalah perokok pasif, tentang gambar visual bahaya merokok pada
produk rokok. Depth interview atau wawancara mendalam dilakukan
untuk menggali persepsi dari individu khalayak mengenai isu tersebut.
Posisi persepsi dari informan pertama berinisial WM mengenai
gambar visual bahaya merokok adalah sebagai berikut ;
Dari ketiga gambar mengenai bahaya merokok pada kemasan rokok, WM
berpendapat bahwa, gambar mengenai bahaya merokok terlihat menjijikan
terutama gambar penyakit, gambar balita bersama perokok dapat
diantisipasi dengan menghindarinya dari balita, sedangkan gambar
tengkorak hanya sebuah lelucon. Posisi pemaknaan menurut WM adalah
posisi negotiated position atau posisi negosiasi karena gambar tersebut
dapat diterima oleh para perokok dan gambar tersebut hanya berusaha
menjelaskan bahaya merokok dan menjaga jarak dari para perokok pasif
atau balita.
Posisi persepsi dari informan berinisial SL mengenai gambar
adalah gambar yang menakutkan para perokok khususnya gambar
penyakit, gambar bayi dan perokok menimbulkan multitafsir pada
masyarakat, sedangkan tengkorak adalah simbol kematian yang tidak jelas
dan tidak dimengerti. Posisi pemaknaan menurut SL adalah pada posisi
oposition position atau posisi oposisi. Gambar tersebut tidak diterima oleh
SL karena gambar tersebut tidak jelas dan tidak dimengerti oleh
masyarakat.
Posisi persepsi dari informan berinisial AF mengenai gambar
adalah gambar yang menakutkan yaitu pada penyakit, tapi biasanya dapat
disiasati dengan merobek gambar tersebut, sedangkan gambar lain lebih
dimaknai sebagai merokok tidak boleh dekat dengan bayi dan perokok
pasif. Posisi pemaknaan menurut AF adalah pada negotiated position atau
posisi negosiasi karena AF menerima pesan dalam gambar bahaya
merokok pada kemasan tetapi hal itu tidak berdampak pada orang untuk
tetap mengonsumsinya.
Posisi persepsi yang terakhir adalah menurut J, gambar visual
bahaya merokok sudah tepat karena dapat menggangu kesehatan dan
gambar tersebut memberikan kesan bahwa rokok tersebut tidak
membohongi publik. Sedangkan gambar balita dan simbol tengkorak
menurutnya hanya peringatan kalau rokok dapat membunuh. Posisi
pemaknaan pesan menurut J adalah accepting position karena J menerima
dengan baik pesan yang disampaikan dari produk rokok.
Proses penerimaan pesan dari beberapa khalayak lebih didominasi
oleh posisi negosiasi. Proses negosiasi dihasilkan setelah menganalisis
proses wawancara secara terdalam dari tiap khalayak. Sehingga jelas
bahwa gambar visual bahaya merokok pada kemasan rokok tidak dapat
memberikan efek jera kepada perokok karena gambar yang menunjukkan
ketakutan yaitu pada penyakit dapat disiasati dengan merobek kemasan.
Akan tetapi merokok juga diharapkan sebaiknya memberikan jarak yang
cukup jauh jika merokok di dekat balita atau perokok pasif.
Gambar peringatan pada kemasan rokok terdiri dari tiga (3) bagian gambar
yang ditampakkan yaitu :
1. Gambar pertama, gambar yang ditampilkan dalam produk rokok
adalah gambar penyakit, dari penyakit mulut sampai pada paru-paru.
Tujuan dari gambar ini adalah menyampaikan kepada masyarakat
konsumen rokok akibat dari proses merokok. Secara teori komunikasi
visual bentuk iklan rokok pada kemasan termasuk bentuk komunikasi
perseptual semiotika. Perseptual semiotika merupakan konsep ilmu
tanda atau simbol berupa gambar yang diproduksi jauh lebih menarik
dan berkesan sehingga dimengerti oleh orang banyak. Konsep teori ini
berupaya untuk mengidentifikasikan dan menjelaskan tanda-tanda
kepada masyarakat dunia.
Pada gambar penyakit di kemasan rokok merupakan bentuk perseptual
semiotika karena menonjolkan gambar tanda berupa jenis penyakit.
tujuan dari gambar iklan pada kemasan rokok agar masyarakat
konsumen rokok, dapat dengan mudah mengerti arti dari akibat
merokok bagi tubuh. Sehingga mereka selain menikmati rokok, dapat
juga mempersepsikan pesan gambar peringatan pada kemasan rokok
yang dikonsumsi.
2. Gambar kedua adalah gambar seorang perokok yang sedang merokok
sambil menggendong balita. Konsep gambar peringatan ini termasuk
komunikasi perseptual kognitif. Konsep ini menjelaskan kepada
khalayak tidak hanya menyaksikan objek gambar secara terstruktur
tapi juga pada suatu kesimpulan yang mempengaruhi aktifitas mental
khalayak. Pada gambar kedua menjelaskan bahwa ketika sedang
merokok sebaiknya tidak berdekatan dengan balita karena
pengaruhnya buruk kepada balita itu sendiri baik pertumbuhan dan
kesehatan fisik balita tersebut. Konsep teori perseptual kognitif pada
gambar akan memberikan perubahan terhadap aktifitas mental seorang
perokok misalnya, proteksi bahwa tidak boleh merokok dekat balita,
selektifitas agar memilah-milah jarak jika merokok dekat ataupun jauh
dari seorang perokok aktif, ingatan bahwa merokok dapat
menyebabkan penyakit yang berbahaya.
3. Gambar ketiga, gambar tentang perokok dan gambar asap berbentuk
tengkorak. Gambar ini termasuk dalam konsep teori perseptual
semiotika dan kognitif, secara semiotika gambar ketiga ini
menampilkan tanda gambar asap yang berbentuk tengkorak manusia
akibat hembusan asap rokok dari perokok. Gambar ini menjelaskan
bahwa merokok tidak boleh dekat dengan perokok pasif. Sedangkan
secara kognitif memberikan persepsi terhadap aktifitas mental bahwa
kebiasaan terus menerus merokok dapat membunuh si perokok itu
sendiri dan asap akibat merokok dapat membunuh orang disekitar si
perokok.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Peneliti mengambil kesimpulan dari hasil penelitian ini mengenai,
gambar tentang peringatan bahaya merokok pada kemasan produk rokok.
Gambar peringatan yang ditampilkan pada kemasan rokok adalah, gambar
penyakit akibat merokok seperti kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker
paru-paru dan bronkitis, gambar seorang pria merokok sambil menggendong
balita, dan gambar seorang pria merokok digambarkan bersama simbol asap
rokok berbentuk tengkorak.
a. Dari aspek site of self, peneliti berkesimpulan bahwa gambar peringatan
bahaya merokok dalam kemasan rokok merupakan pendekatan secara
komunikasi visual, menggunakan gambar visual yang menyeramkan.
hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah perokok aktif di masyarakat.
b. Dari Aspek site of production, wilayah komunikasi visual dengan
pembuatan gambar peringatan bahaya merokok, bertujuan sebagai
promosi kesehatan dan edukasi bahaya merokok dengan dukungan
media cetak, elektronik dan edukasi.
c. Dari aspek site of audience, area penelitian ini menggunakan para
audience sebagai informan yang dikumpulkan sesuai kategori yang
ditentukan, kemudian melakukan wawancara mendalam untuk
menemukan pemaknaan pesan dari para informan.
d. Posisi pemaknaan pesan lebih didominasi oleh posisi negosiasi.
Artinya para perokok baik aktif maupun pasif memberikan pemaknaan
bahwa gambar peringatan pada kemasan rokok sebenarnya sudah cukup
efektif untuk menekan jumlah perokok, akan tetapi pada penerapannya
jumlah perokok semakin bertambah tanpa mempedulikan bentuk pesan
dalam kemasan rokok.
4.2 Saran
1. Akademik
Penelitian ini terkait dengan interpretasi perokok pasif
terhadap gambar visual pada kemasan produk rokok. Analisis persepsi
yang dilakukan secara decoding menghasilkan data-data dari
informan, yang kemudian dikaitkan dengan teori komunikasi visual
dan pendekatan secara perseptual semiotik, sehingga memberikan
pemaknaan terhadap gambar visual pada kemasan produk rokok.
2. Praktis
Metode penelitian yang digunakan, dapat menjawab
permasalahan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode
penelitian kualitatif, yang menerapkan pengumpulan data primer. Data
ini yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian. Data decoding
diperoleh secara wawancara mendalam adalah suatu cara
mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap
muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan
mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi atau
berulang-ulang secara intensif. Selanjutnya dibedakan antara
responden (orang yang akan diwawancarai sekali) dengan informan
(orang yang ingin peneliti ketahui/pahami dan yang akan
diwawancarai beberapa kali).
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Al Mukaffi, 1001 cara mudah berhenti merokok, Darul Falah,
Jogjakarta, 2013
Baran, Stanley Jdan Davis, Dennis K.. Teori Komunikasi Massa: Dasar
Pergolakan dan Masa Depan, Jakarta : Salemba Humanika. 2010
Brent D Ruben, Komunikasi dan perilaku manusia edisi kelima, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi (studi Pengantar), Rosda, Jakarta, 2011
Ernes Caldwell, Berhenti Merokok, Lkis, Jakarta 2009.
Istiqomah, U. Upaya Menuju Generasi Tanpa Rokok. Surakarta: Seti Aji, 2000,
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa, Jakarta : Salemba Humanika, 2011.
Moleong Lexi,J, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2010
Rachmat krisyantono, Riset komunikasi. Jakarta, kencana, 2006.
Rahmah Ida, Studi Media dan Kajian Budaya, Jakarta, Kencana. 2014
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (edisi revisi), Jalasutra,
Jogjakarta, 2010
Sobur Alex, Analisis Teks Media: suatu pengamtar untuk analisis wacana,
analisis semiotik,dan analisis framin, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya,
2001
WEBSITE-WEBSITE INTERNET
http://digilib.uin-
suka.ac.id/5691/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
https://berandasosial.wordpress.com/sosial/
https://ranidwi68.wordpress.com/2013/01/09/pengertian-merokok-dan-akibatnya/
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/10/13/8-manfaat-rokok-yang-
mengagumkan-680227.html (coba dibuka yang ini. Manfaat merokok)
http://www.kaskus.co.id/thread/53bf01ce0d8b4622288b4606/gila--10-manfaat-
rokok-bagi-kesehatan-manusia/ (coba dibuka yang ini. Manfaat merokok)
Ottawa: Canadian Cancer Society; 7 July 2009. Available from: [accesed on 13
July 2009].
Cunningham R. Cigarette package warning size and use of pictures: international
summary. LDUI-WHO. Dampak Tembakau dan Pengendaliannya di Indonesia:
Lembar Fakta untuk Masukan Kebijakan. 2009
Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan
FKM UI, SITT Pengembangan Peringatan Kesehatan di Bungkus ROkok, 2011
(sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/10/10/090520749/Perokok-
Indonesia-Terbanyak-seAsia-Tenggara-).
Data Wawancara Informan Pertama
P : Kamu adalah mantan perokok aktif. Jadi, sekarang kamu termasuk
perokok pasif. Mungkin bisa dijelasankan dulu pengalamanmu dari
perokok aktif mulai kapan hingga prosesmu sebagai perokok pasif?
WM : Awalnya aku mulai mencoba merokok itu dari kelas 3 SD (Sekolah
Dasar). Di saat itu aku masih belum terlalu sering merokok karena masih
sekedar mencoba rasanya rokok, ya sebatas kenalakalan anak-anak.
Merokok hanya sekedar iseng saja hingga SMP (Sekolah Menengah
Pertama) karena masih sembunyi-sembunyi untuk merokoknya, kalau
ketahuan keluarga ataupun guru jelas dimarahi, jadi merokoknya hanya
saat bersama teman-teman dan itu pun rokoknya satu batang dihisap
beberapa anak secara bergantian. Lalu mulai sering merokok saat masa
SMA (Sekolah Menengah Atas). Bagiku perokok aktif itu sehari bisa
menghabiskan rokok sebanyak satu bungkus.
P : Sebelum lanjut, awal merokok itu karena apa? Di saat kelas 3 SD.
WM : Ya bisa dibilang karena pergaulan. Pergaulanku dulu temen-temen ku
lebih tua dari pada aku dan mereka adalah perokok. Jadi aku punya rasa
keinginan untuk mencobanya juga. Aku masih ingat dulu yang paling
membuatku tertarik itu ketika temenku, ya usianya lebih tua dari aku, bisa
membuat asapnya berbentuk O. Aku jadi ingin mencobanya dan ingin bisa
tentunya.
P : Wouw, ternyata asap yang membuatmu tertarik minghisap rokok.
Gimana sih awal rasanya merokok?
WM : Kalo rasa pertama kali mencoba, ya nggak enak, bikin pusing, batuk,
tapi akhirnya aku bisa merokok. Tapi bagiku tidak butuh waktu lama untuk
bisa merokok atau menikmati enaknya merokok. Sampai aku bisa
membentuk O juga dari asap rokok itu.
P : Pada saat SD itu, apakah kamu sudah tau bahaya dari merokok?
WM : Iya aku sudah tau. Saat SD aku sudah menerima edukasi itu, kalau
merokok nanti bisa menderita sakit paru-paru dan lainnya yang disebabkan
merokok. Toh di bungkus rokok juga sudah tertuliskan bahaya
merokoknya.
P : Lah terus kenapa tetap merokok? Secara psikologi pada saat usia anak-
anak, biasanya kan ketika ditakut-takutin dia tidak akan melakukannya?
WM : Gimana ya, ya bisa dibilang aku ini bandel di usia anak-anak. Jadi tidak
terlalu aku pedulikan karena aku juga belum paham akan penyakit paru-
paru itu seperti apa.
P : Oh gitu ya. Lanjut deh gimana sampai bisa memutuskan untuk berhenti
merokok!
WM : Oke. SMA aku sudah mulai sering merokok. Bahkan saat SMA, aku
sudah diperbolehkan merokok di rumah. Eh bukan diperbolehkan sih, tapi
aku memaksa agar diijinin merokok di rumah. Awalnya memang dimarahi
untuk disarankan agar tidak merokok, berhubung yang ngomong adalah
ayahku dan beliau perokok juga, jadi aku balik omongannya. Aku pun juga
tetep bandel kalo di rumah ya tetap saja merokok. Masa SMA lewat,
setelah itu aku kuliah. Saat kuliah uang saku ku sebenarnya tidak banyak,
jadi cara memenuhi kebutuhan rokoknya saat itu patungan sama temen
untuk beli sebungkus rokok. Terus sempat putus kuliah, karena aku lebih
memilih untuk bekerja. Nah di saat kerja itu aku kan sudah punya
penghasilan sendiri, disini kegiatan merokokku bisa dibilang lebih sering,
bahkan bisa lebih dari satu bungkus.
P : Apakah bisa dibilang selepas masa SMA merokok adalah kebutuhanmu?
WM : Iya benar. Bisa dibilang seperti itu. Merokok mulai menjadi
kebutuhanku. Jadi kalo aku tidak merokok, aku merasa jadi orang bodoh
atau linglung atau bingung, aku merasa seperti ini bukan berarti aku adalah
korban dari iklan rokok yang dahulu, yang menggambarkan merokok itu
cowok yang tangguh, maco, pinter, dan lain sebagainya. Bagiku kalo tidak
merokok itu sangat tidak enak, mulai dari rasa di mulut, kebiasaan
memegangnya, tidak enak lah pokoknya. Sempet bingung juga kalo tidak
ada rokok. Misalnya saja kalo aku lagi mainan hp tanpa memegang rokok,
asli bener-bener tidak enak banget, ada yang kurang lah pokoknya. Tapi
aku juga sempet pernah punya keinginan untuk tidak merokok lagi.
Awalnya dengan cara mengurangi porsi merokoknya. Alasan pertama
bukan karena kesehatan tapi karena aku sadar kalo uang ku banyak untuk
membeli rokok, di sini aku pengen menghemat uang dengan cara beli
rokoknya tidak bungkusan tapi eceran, ya itu akhirnya aku ngecer rokok.
Tapi ketika aku nongkrong dengan temen-temen yang perokok, sempet
bingung juga ngapain ini aku kalo nggak merokok. Jadi kebiasaan yang
kita lakukan di setiap harinya tiba-tiba tidak kita lakukan akhirnya tidak
enak, pasti merasa ada yang kurang.
P : Sesuai pernyataanmu tadi, ketika kamu tidak merokok kamu merasa jadi
orang yang bodoh. Hal itu bisakah dibilang tujuan merokok mu adalah
salah satu pencitraan dirimu ?
WM : Tidak. Hanya karena kebiasaanku saja. Gini, aku pernah punya
pengalaman, waktu itu aku bilang sama temenku yang tidak merokok juga,
saat itu posisinya aku merokok dan dia tidak merokok, kamu kayak gini
enak ta? satu meja sama aku, nyantai gini, aku ngerokok sedangkan kamu
tidak. Jawabannya ya enak-enak saja, aku kan emang nggak merokok. Aku
kembali bertanya, kamu nggak terganggu sama aku? Jawabannya, ya
enggak, biasa aja kan temen-temen ku yang lain juga perokok. Terus aku
balikin, kalo aku kayak kamu gini, aku loh merasa jadi orang yang bodoh
dengan tidak ngapa-ngapain. Jadi aku mendeskripsikan untuk mejadi
orang bodoh itu yang menurutku tidak ngapai-ngapain. Aku merokok itu
untuk mengisi waktuku yang kosong.
P : Jadi bukan untuk pencitraan diri, melainkan tujuannya untuk mengisi
waktu kosongmu.
WM : Iya bener.
P : Bisa nggak saat berkegiatan tidak menyentuh rokok?
WM : Emm, bisa, kalau keadaannya memang tidak memungkinkanku untuk
merokok. Biasanya tuntutan kalau di pekerjaan. Dulu aku sempet bekerja
yang memang mewajibkan agar pegawainya tidak merokok saat bekerja.
Jadi aku merokok hanya saat istirahat saja ketika jam kerja. Ya namanya
juga tuntutan bos. Sempet juga kerja yang tidak mempermasalahkan
merokok, ya aku sempatkan untuk merokok, seperti biasa.
P : Bisa dilanjut hingga kamu menjadi perokok pasif?
WM : Setelah kerja, kuliah lagi, pernah juga sakit tipes selama satu bulan, aku
bener-bener berhenti merokok. Terus pernah sakit tipes dua kali, selama
hampir tiga bulan gak merokok.
P : Balik lagi, salah satu tujuan merokok adalah mengisi waktu yang kosong,
nah ketika sakit bukannya justru banyak waktumu yang kosong, gimana
caramu meninggalkan rokok itu tadi?
WM : Jadi gini kenapa akhirnya memutuskan untuk tidak merokok, karena
pertama adalah aku sadarar, ketika sakit harus mengonsumsi obat, kalo aku
merokok itu tidak baik. Waktu terus berjalan, hingga aku merasa benar-
benar tidak bisa menahan keinginan untuk tidak merokok, akhirnya aku
memutuskan untuk menghisap rokok kembali, saat itu rasa rokok sudah
sangat berubah bagiku, rasanya itu benar-benar tidak enak banget.
Ditambah lagi mulutnya orang sakit itu kan serba tidak enak, tidak bisa
merasakan rasa sesungguhnya. Kutinggalkan lagi rokoknya. Setelah
sembuh eh, aku merokok lagi, jadi sebagai perokok aktif lagi seperti
sebelumnya. Terus aku memutuskan untuk stop merokok, pertama
tujuannya karena memanajemen uang atau penghematan uang, kedua hal
yang cukup membuatku terkejut, aku difonis menderita bronchitis, di usia
26 tahun dan statusku masih lajang. Fonis ini yang menurut ku salah satu
faktor terkuat yang membuatku mengambil keputusan untuk tidak
merokok lagi. Akhirnya aku sadar, mengingat-ingat yang dulu ketika aku
merokok, aku jadi mengevaluasi diriku, kesalahan ada di cara merokokku
yang tidak aturan. Oh iya salah satu aku merokok juga untuk
menghilangkan grogiku ketika menghadapi kegiatan atau jika mau
bertemu dengan orang. Sebenernya selama ini aku sudah sering ditegor
sama temen-temen ku, mereka bilang aku bau rokok, dari sini aku
menyadari juga kalo ini adalah kesalahan ku merokok yang sangat tidak
beraturan, maksudnya dikit-dikit merokok. Dari sini aku merasa perokok
itu tidak bersih. Akhirnya aku memutuskan untuk mengurangi, aku tidak
bisa berhenti merokok dengan cara tidak menyentuh rokok sama sekali,
karena aku akan merasa jadi orang yang bingung. Entah itu karena
kecanduan atau bagaiamana, tapi menurutku kebiasaan. Kembali lagi,
ketika dokter bilang aku sakit bronchitis, keputusan bulat yang kupegang
hingga sekarang, aku tidak akan menyentuh rokok kembali.
P : Sayang sekali ya kamu mengambil keputusan itu ketika kamu merasakan
sakitnya itu. Lalu kamu sekarang memandang perokok aktif itu bagimana?
WM : orang merokok itu tidak bersih, ini berlaku utnuk saya saja. Tapi untuk
perokok aktif lain, ya biasa-biasa aja, karena aku perah jadi seperti itu.
Menurutku merokok itu sebaiknya punya aturan, istilahnya dy harus bisa
memanajemen untuk merokok. Tapi ya alangkah lebih baiknya lagi,
sebaiknya yang masih merokok segera berhenti saja untuk tidak merokok,
sebelum perokok menderita atau merasakan sakit seperti bronchitis salah
satunya.
P : Bronchitis, salah satu penyakit akibat merokok yang telah dipublikasikan,
baik ditulisan maupun gambar pada kemasan rokok. Apakah perokok aktif
itu berpotensi akan menderita penyakit seperti apa yang telah
diedukasikan?
WM : Emm bisa iya, bisa tidak. Tergantung individu perokoknya. Dia merokok
sesering mungkin atau tidak.
P : Apa persepsimu terhadap gambar peringatan bahaya merokok?
WM : Jijik. Singkat, jelas, dan padat. Untuk gambar yang penyakit, jijik. Aku
bilang jijik, tapi tetap saja merokok ya dulu. Awalnya aku berusaha
mencari cara agar tidak melihat gambar penyakit itu dengan cara mencorat
coret hingga tidak terlihat gambarnya atau mengganti tempat rokok,
namun lambat laun aku udah mulai terbiasa dengan gambarnya.
Sedangkan untuk gambar seorang pria menggendong balita, aku merasa
kasihan terhadap balitanya. Apalagi diusia balita, kekebalan tubuhnya
belum seberapa kebal. Ya ada rasa khawatir untuk aku sendiri ketika aku
merokok tapi yang ada di dekat ku balita, jadi aku merasa harus mengalah,
tidak merokok jika aku tidak bisa menghindari balitanya. Kalau yang
gambar pria, asap rokok, dan dua tengkorak manusia, aku rasa gambar itu
hanya menjadi lelucon saja, meskipun diperkuat dengan kalimat merokok
membunuhmu.
P : Adakah saran untuk pemerintah yang ingin kamu sampaikan?
WM : Ini kan cara pemerintah untuk menekan angka perokok. Menurutku
pemerintah perlu mengganti gambar secara berkala, karena meskipun
kurang efektif, paling tidak pasti ada dampak bagi perokok aktif dan pasif,
ya meskipun mampu menekan jumlah perokok hanya sementara waktu
saja.
P : Jadi apakah kamu sepakat, merokok itu berbahaya?
WM : Iya sepakat, karena aku sendiri sudah merasakan dampaknya. Dokter
sempet bilang juga kalo bronchitis itu penyakitnya orang merokok. Orang
merokok pasti sudah punya penyakit ini. Karena itu adalah peyakit
pernafasan. Ini bisa dihilangkan dengan banyak olah raga dan konsumsi
vitamin C. Alhamdulillah aku sudah melewati masa sakit itu.
Data Wawancara Informan Kedua
P : Kapan kamu memulai untuk menjadi perokok aktif hingga memutuskan
sebagai perokok pasif?
SL : Sebenarnya, jadi perokok pasif ke perokok aktif atau sebaliknya
(perokok aktif ke perokok pasif) itu susah. Awalnya saya tidak konsisten,
pada akhirnya saya hamil dan punya anak. Mau tidak mau saya
memutuskan untuk berhenti merokok demi kesehatan janin.
P : Jadi atas dasar sadar akan kesehatan untuk janin?
SL : Iya saya sangat sadar akan hal tersebut. Karena dengan sangat terpaksa
harus tiba-tiba berhenti dari kegiatan merokok, akhirnya saya
mengonsumsi permen terus, ini cara untuk mengalihkan rasa ingin
merokoknya itu. Entah itu di saat setelah makan, sedang nganggur atau
yang lainnya dan ujungnya sempat membuat gigi saya sakit. Sedangkan
kalo hamil itu tidak boleh gigi sakit karena ditakutkan kuman masuk ke
janin dan obat sakit gigi juga keras. Saya berhenti merokok sampai sekitar
dua tahun untuk menyusui, jadi hampir tiga tahunan saya tidak merokok
dari masa hamil hingga menyusui dua tahun. Kemudian saya kembali
merokok lagi.
P : Kembali merokok lagi karena apa?
SL : Lingkungan, dengan banyaknya orang-orang di sekitar saya sebagai
perokok, aktivitas padat, dan tidak ada lagi tanggung jawab atau
keterpaksaan karena sudah tidak lagi hamil dan menyusui. Jadi saya
merokok lagi. Setelah itu saya kenak sakit, sakitnya itu saya tidak tahu
awalnya apakah itu benar karena merokok atau tidak. Tapi ketika saya
bertanya ke dokter dan saya cari informasinya melalui internet salah
satunya kemungkinan dari rokok, karena saya ragu-ragu entah itu dari
rokok atau tidak maka saya harus berhenti merokok.
P : Sakit apa yang kamu derita?
SL : Sakit kelamin, ada jamur yang tumbuh dari virus. Nama penyakitnya
saya lupa namanya karena itu nama ilmiah, penyebutannya susah.
Penyakitnya disebabkan virus kemudian tumbuh menjadi jamur di
kemaluan saya. Penyebab lainnya dari pola hidup, bisa dari kebiasaan
merokok, minum, dan lain-lainnya. Saya juga peminum. Jadi beda dengan
bakteri, kalo bakteri kan karena tidak menjaga kebersihan, pembalut,
celana dalam, dan lain-lainnya. Ini bukan karena bakteri tapi virus yang
dari dalam. Akhirnya saya berinisiatif untuk berpola hidup sehat, salah
satunya tidak merokok. Namun saya menggantinya dengan vapor selama
dua tahun. Saya tidak lagi menggunakan rokok tembakau, tapi dengan
vapor yang menggunakan liquid atau cairan rasa-rasa untuk vapor. Setelah
itu tidak konsisten lagi karena malas untuk mencharger batrai dari vapor,
dan saya rasa tidak terlalu simpel untuk penggunaan vapor. Akhirnya saya
memutuskan tidak merokok sama sekali. Saya rasa lebih baik berhenti
total saja. Dan yang sempat saya tahu, sepertinya vapor lebih berbahaya
dari pada tembakau.
P : Awal merokok di usia berapa?
SL : Di usia berapa ya. Waktu awal mencoba rokok itu di bangku SMP.
Sekitar usia 13 tahun.
P : Awal merokok karena apa?
SL : Karena ingin tau rasa rokok, coba-coba.
P : Hal apa yang membuatmu tertarik mencoba rokok waktu itu?
SL : Seperti para remaja pada umumnya yang selalu tertarik dan coba-coba
hal baru. Awalnya terpengaruh dengan teman-teman, gaya hidup, akhirnya
menjadi sebuah kebiasaan.
P : SMP, SMA merokok, berhenti ketika hamil, terus merokok lagi,
kemudian difonis penyakit yang lupa namanya, sehingga membuatmu
mengganti rokok dengan vapor, dan akhirnya berhenti kembali hingga saat
ini. Dari perokok pasif sebelum mencoba rokok, perokok aktif, menjadi
perokok pasif, merokok lagi sebagai perokok aktif, kemudian kembali lagi
sebagai perokok pasif. Itu seeperti apa perbedaannya?
SL : Mungkin hanya perasaan aja entah itu hal yang benar atau tidak. Tapi
rasanya itu kayak mudah capek, mengantuk, ini ketika saya tidak lagi
merokok. Memang rasanya tidak enak, di mulut itu kaya tidak ada
pengecapan itu perbeda. Ketika setelah makan tidak merokok rasanya di
mulut itu masam. Dari dulu saya mengakalinya dengan permen, tapi
sekarang tidak lagi karena jika tetap banyak mengonsumsi permen saya
akan mudah sakit gigi, karena gigi saya juga mulai keropos. Akhirnya
dengan kesadaran akan kesehatan saja, saya mampu jadi perokok pasif.
P : Lalu bagaimana dengan rasa ketika merokok?
SL : Sugesti saya lebih fresh, bisa lebih konsentrasi, bisa mengurangi ngantuk,
dan mulut saya lebih enak, karena rokok menthol, jadi enak.
P : Sekarang dengan kamu sebagai perokok pasif, gimana cara mengatasi
ngantuk, kurang konsentrasi atau hal-hal lain yang kurang bisa
membuatmu nyaman tanpa merokok seperti yang kamu sebutkan tadi?
SL : Kalo ngantuk ya tidur, kalo tidak memunginkan untuk tidur ya ngopi.
Saya selalu ngopi dan tanpa permen juga. Saya juga mengonsumsi
vitamin.
P : Kamu sepakat atau tidak dengan pemerintah yang memberikan informasi
bahwa tembakau atau merokok itu bisa merusak organ kita atau bisa
membuat perokok menderita penyakit seperti yang telah dipublikasikan?
SL : Saya setuju. Karena realitasnya, saya melihat kenyataannya banyak
teman saya perokok yang menderita penyakit itu akibat dampak merokok.
Ada pula ayah teman saya yang meninggal akibat merokok dengan jantung
bocor, teman saya menderita bronchitis, paru-paru. Bahaya untuk janin
karena ketika hamil masih saja tetap merokok, akibatnya bayi terlahir
dengan paru-paru bolong. Jadi memang realitas yang saya lihat, banyak
teman saya yang menderita penyakit akibat merokok itu tadi.
P : Terus apa pendapat kamu tentang pemerintah yang memublikasikan
bahaya merokok dengan gambar-gambar peringatan bahaya merokok di
bungkus rokok saat ini?
SL : Gambar itu muncul sebenarnyakan dengan tujuan menekan jumlah
perokok. Bagi saya sendiri, gambar tersebut kurang bisa memengaruhi
individu, termasuk saya sendiri. Karena di luar negeri, bungkus rokok dari
dulu sudah seperti itu. Saya rasa juga konsumennya masih banyak. Saya
rasa apa yang dilakukan Indonesia hanya meniru apa yang sudah ada di
luar negeri. Dan saya rasa itu tidak terlalu efektif, biasa saja.
P : Lalu adakah masukkan dari kamu untuk pemerintah mestinya bagaimana
untuk menekan perokok?
SL : Menurut saya adanya isu kenaikan harga merokok itu akan lebih efektif
untuk menekan jumlah perokok jika hal itu direalisasikan. Sebenarnya
saya tidak punya kapasitas untuk memberikan saran bagaimana pemerintah
baiknya. Tapi menurut saya hal seperti itu tidak bisa dilawan. Karena
bagaimana pun pemerintah dan perekonomian kita ini mendapat
keuntungan dari pajak rokok, dari bea cukai. Mungkin lebih edukatif untuk
anak mulai dari sejak dini, bahkan anak-anak pun ada yang merokok di
usia balita contohnya di Malang, itu karena faktor lingkungan yang dia
lihat. Jadi kalo bisa lebih ditekankan ke edukasi sejak dini agar
mendapatkan pendidikan yang lebih baik dengan lingkungan yang lebih
baik juga sehingga tidak meniru untuk merokok. Perhatian dari orang tua
juga sangat penting untuk membimbing anak.
P : Bagaimana pandanganmu terhadap perokok aktif?
SL : Perokok aktif, mungkin mereka punya alasan sendiri kenapa mereka
merokok, mungkin karena sudah terlanjur merokok sehingga susah lagi
untuk tidak merokok karena saya juga mengalaminya, hal itu tidaklah
mudah. Tetapi menurut saya itu sebuah sugesti yang bisa dilawan dengan
pemikiran, toh setelah tidak merokok pun tidak mati, tidak jatuh sakit, bisa
jadi malah semakin sehat. Itu hanya sugesti saja agar tetap merokok.
Merokok bukanlah suatu kewajiban. Beda ketika dengan kewajiban
makan, kalau tidak makan akan mati, sedangkan merokok itu tidak, itu
hanya sugesti perokok aktif saja. Dia tidak bisa melawan alam bawah
sadarnya bahwa dia tidak bisa berhenti merokok.
P : Apakah kamu mempunyai pandangan, kalau perokok itu berpotensi
menderita penyakit seperti apa yang telah digambarkan pada peringatan
bahaya merokok atau bungkus rokok?
SL : Ya pasti. Karenakan sudah ada buktinya dan saya juga melihat sendiri
bahwa hal itu memang dari merokok. Perokok aktif itu orang yang bisa
menghabiskan banyak rokok, dia akan lebih rentan menderita penyakit
tersebut, dan bahkan ujungnya adalah kematian.
P : Kamu sekarang ada di posisi perokok pasif, sedangkan di lingkungan mu
banyak juga perokok aktif, kamu merasa terganggu nggak dengan
keberadaan mereka yang merokok pula ketika bersamamu?
SL : Tergantung ruangannya, kalau misalkan ruangannya itu padat, kecil, lalu
banyak yang merokok di situ, ya saya terganggu, terganggunya di sisi
tidak nyaman pada saya karena asap atau baunya juga pada akhirnya
menimbulkan rasa bagi saya ingin merokok kembali.
P : Banyak pernyataan yang mengatakan, perokok pasif itu lebih berbahaya
dari pada perokok aktif, pendapat kamu?
SL : Diimbangi saja dengan pola hidup yang sehat. Karena kita tidak bisa
menghindari tempat yang sangat bersih dari perokok aktif, kebanyakan
lingkungan ini dimana-mana banyak perokok aktif. Jangankan asap rokok,
asap kendaraan sebetulnya juga berbahaya. Jadi kita tidak bisa melawan
realitas yang ada. Jadi kita kembalikan ke diri personal perokok pasif itu
dengan mengimbangi pola hidup yang sehat, memerhatikan makanan-
makanan yang dikonsumsi, berolah raga untuk menangkal radikal-radikal
bebas dari asap rokok dan kendaraan. Jadi kalau dilawan mana mungkin,
karena kita berada di lingkungan dan kita tidak mungkin menggunakan
masker setiap saat. Realitas ini tidak dapat kita hindari.
P : Bagaimana interpretasimu mengenai gambar penyakit yang ada di
bungkus rokok?
SL : Pada umumnya jelas gambar-gambar tersebut seperti ingin menakut-
nakuti masyarakat khususnya para perokok tentang bahaya merokok. Saya
menginterpretasikan bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit-
penyakit seperti yang ada pada gambar tersebut, karena gambar-gambar
penyakit tersebut terlihat mengerikan.
P : Kalau gambar seorang pria yang sedang merokok dengan menggendong
balita?
SL : Gambar itu masih ambigu jika tidak membaca tulisan kecil yang berada
di bawah gambar. Ketika melihat gambarnya saja, menimbulkan tafsir,
pertama, seorang ayah saat menggendong anak bisa sambil menikmati
rokok. Kedua, seorang ayah saat merokok tidak boleh menggendong anak.
Jadi gambar tersebut kurang efektif sebagai peringatan berbahaya
merokok.
P : Lalu gambar muka seorang pria dengan asap rokok dan dua tengkorak,
interpretasimu seperti apa?
SL : Gambar ini juga tidak efektif. Mungkin ikon tengkorak memang sebagai
simbol kematian, namun gambarnya terkesan tidak jelas. Sedangkan
seharusnya sebuah gambar peringatan itu harus jelas dan gamblang agar
seketika mudah diingat dan dipahami oleh orang.
Data Wawancara Informan Ketiga
P : Kamu adalah perokok pasif. Apakah kamu tidak pernah mencoba
merokok sama sekali?
AF : Kalau mencoba ya pernah mbak. Waktu itu saya hanya coba-coba. Ingin
mencoba karena melihat teman-teman merokok. Itu saat SMP. Tetapi saya
tidak menemukan kenyamanan atau kenikmatan dalam menghisap rokok.
Itu pun karena didukung oleh teman-teman, mereka bilang “nyobao”
(cobalah). Rasanya merokok itu tidak enak ternyata, tidak sesuai dengan
apa yang saya bayangkan. Saya kira ketika menghisap rokok akan
membuat nafas plong, tapi kok malah sebaliknya.
P : Lalu setelah mencoba kali pertama itu kamu tidak mencobanya lagi?
AF : Iya tidak. Saya tidak mau. Saya juga takut pernapasan saya terganggu.
P : Bisakah kamu menjelaskan dirimu sebagai perokok pasif itu bagaimana?
AF : Ya karena atas dasar keinginan diri saya sendiri mbak. Sebelumnya saya
memang tidak ingin merokok. Selain saya tahu akibat merokok itu seperti
apa, saya ini suka banget main sepak bola, ya saya tidak mau kalau
pernapasan saya terganggu. Waktu mencoba itu aja ya karena digoda sama
temen-temen, yang katanya kalau tidak ngerokok bukan laki-laki. Dan
dulu kan di saat usia segitu (SMP), pemikiran saya ya masih labil,
akhirnya ya saya mencoba merokok saja dari pada dibilang atau diejek
sama temen-temen. Tapi akhirnya sepertinya teman-teman saya yang
bosan sendiri menggoda saya karena saya juga sering sekali menolak atau
membantah mereka.
P : Berarti kamu setuju kalau rokok itu berbahaya?
AF : Buat saya sendiri, ya saya sepakat mbak merokok itu berbahaya. Artikel-
artikel, berita di internet juga banyak yang menjelaskan merokok itu
berbahaya, banyak dampak negatif lah mbak dari merokok itu.
P : Lalu bagaimana pendapatmu tentang perigatan bahaya merokok seperti
yang ada di bungkus rokok saat ini?
AF : Kalau melihat gambarnya itu yang penyakit, pasti saya ngeri, takut dan
jijik karena dipertontonkan dengan jelas bentuk penyakitnya. Namun
meskipun ada gambar penyakit itu, menurut saya tidak bisa mempengaruhi
juga buat orang lain, karena gambar itu bisa dihilangkan dengan caranya
mereka mbak, misalnya saja dirobek atau diapakanlah agar konsumennya
bisa menghindari gambarnya itu saja dan tetap bisa menikmati produknya.
P : Bagaimana dengan gambar peringatan bahaya merokok yang tidak
menggambarkan penyakit?
AF : Nah kalau itu, setahu saya, bukannya kalau untuk iklan atau mengenai
rokok sendiri dilarang menampakkan atau menggambarkan orang yang
sedang merokok, sekarang di bungkus rokoknya malah menggambarkan
orang yang sedang merokok baik yang menggendong anak dan ada dua
tengkoraknya. Dan ini jadi timbul pertanyaan buat saya kenapa kok yang
berkewajiban membuat seperti itu. Kalau gambar pria dengan asap rokok
dan dua tengkorak, menunjukkan asap rokok bisa membunuh bagi
perokoknya dan juga orang lain yang tidak merokok tapi menghirup sisa
asap rokoknya perokok.
P : Gambar peringatan mana yang paling membuatmu tidak akan
mengonsumsi rokok?
AF : Gambar penyakit, terutama yang kanker tenggorokan, karena saya kerap
sekali melihatnya.
P : Kamu sebagai seorang perokok pasif, sedangkan yang saya tahu di
lingkunganmu kebanyakan perokok aktif. Lalu bagaimana kamu
menanggapinya?
AF : Jujur ya mbak, sebenernya saya terganggu, cuman saya tidak langsung
menegur perokoknya, karena saya tidak ingin punya musuh. Biasanya dari
saya sendiri langsung mengenakan masker atau menghindar dengan cara
menyesuaikan arah anginnya. Jadi saya ya harus punya cara sendiri biar
nggak menyakiti atau menyinggung perokok, itu juga untuk melindungi
diri saya sendiri agar tidak dikira sok-sok’an dengan asap rokok, ya paling
enggak saya tetap ingin menjaga hubungan baik dengan teman saya.
P : Kalau pandanganmu terhadap perokok aktif sendiri itu seperti apa?
Apakah perokok aktif itu sangat berpotensi untuk menderita penyakit
seperti apa yang telah digambarkan pada bungkusnya?
AF : Untuk berpotensinya sih mungkin dari saya sendiri, sampai saat ini saya
belum melihat kejadian secara langsung dengan apa yang bakal terjadi
pada perokok seperti yang telah dipublikasikan, akibat merokok itu bakal
menderita kanker dan lain-lain itu tadi. Mungkin sampai sekarang ya
belum ada masalah. yang ada biasanya orang-orang itu merokok biar bisa
buat mikir, jadi kalo tidak merokok kurang bisa mikir, ada juga ketika
banyak pikiran orang itu melampiaskannya dengan rokok. Gitu sih
biasanya pernyataan dari teman-teman perokok aktif. Ada juga yang bilang
bikin kepala pusing, entah itu yang bilang demikian itu emang gejala dari
merokok atau emang gara-gara kecanduan. Ya meskipun telah banyak
diinfokan peringatan bahaya merokok itu seperti apa, saya tidak pernah
menilai perokok aktif berpotensi menderita penyakit itu. Di dekat rumah
saya, ada kakek-kakek usia sekitar 80 tahunan masih merokok loh mbak
dan kakek itu jarang sakit. Jadi saya tidak merokok karena memang saya
tidak ingin merokok. Bahkan menurut saya buat orang lain juga tidak ada
pengaruhnya deh meskipun pemerintah telah berusaha menunjukkan apa
yang akan terjadi ketika seseorang tetap merokok.
P : Lalu bagaimana dengan pernyataan, perokok pasif itu lebih berbahaya
dari pada perokok aktif?
AF : Oh iya saya pernah dengar. Sempat membuat saya berfikir, waduh kok
gitu statemennya, bahkan itu saya dengar dari yang ahli kesehatan, dokter
lah. Saya jadi mikir dua kali untuk deket-deket dengan orang yang sedang
merokok. Lah kok malah lebih bahaya perokok pasif dari pada perokok
aktif. Selain saya tidak menginginkan rokok, saya juga peduli terhadap
kesehatan saya, jadi saya juga selalu cari cara untuk menghindari asap
rokok dari orang lain. Terkadang merasa tidak adil dengan pernyataan itu
mbak.
P : Kamu tahu bahayanya merokok dari SMP? Ketika kamu tau hal itu, apa
kamu khawatir akan kesehatanmu kalau km merokok? Sehingga
membuatmu berkomitmen tidak akan merokok.
AF : Iya. Bisa dibilang demikian, karena saya peduli dengan kesehatan saya,
saya tidak ingin menderita penyakitnya itu. Orang tua saya dan kakak saya
tidak ada yang merokok juga sih mbak. Oh iya, peran orang tua itu sangat
penting menurut saya mbak, karena orang tua saya juga berusaha dengan
baik agar saya terhindar dari rokok. Jadi saya itu sering dikasih omongan
“Sebaiknya kamu tidak usah merokok, soalnya nanti kalo merokok bisa
sakit-sakitan, selain itu juga bakal membuatmu boros. Lihat bapak, lihat
kakamu, tidak ada yang merokok loh ya,” saya sering dikasih omongan
semacam ini oleh orang tua saya.
Data Wawancara Informan Keempat
P : Bapak dulu sebagai perokok aktif, dari kapan sampai kapan pak?
J : Aku mulai merokok itu ketika tidak lagi bersekolah. Aku sekolah itu
hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Jadi awal merokok itu sekitar
umur 13 tahunan. SMP itu saya tidak meneruskan sekolah karena tidak ada
biaya untuk sekolah. Akhirnya saya memutuskan untuk merantau agar
dapat pekerjaan. Aku merokok itu kalo nggak salah sampai aku umur 29
tahunan.
P : Kenapa bapak dulu merokok sedangkan kondisi keuangan bapak pas-
pasan?
J : Aku kan juga butuh kesenangan. Masa’ aku kerja terus-terusan. Kerjaku
dulu waktu masih bujang sampai aku sudah punya istri dan satu anak ikut
orang Cina, kebetulan orangnya baik.
P : Hal apa yang bikin bapak memutuskan untuk berhenti merokok?
J : Faktor keuangan. Kalau kerja ikut orang saja, aku rasa tidak akan cukup
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga apalagi anakku semakin besar
dan mau nambah juga. Aku nikah itu usia 24 tahun penghasilan juga tidak
cukup banyak. Aku dikaruniai 2 anak. Ketika anakku masih satu, aku
masih merokok, lambat laun aku berfikir, dari pada uangnya kupakai untuk
beli rokok mending uangnya kupakai buat jajan atau kebutuhan anak-
anakku. Aku punya pemikiran itu ketika istriku mengandung anak ke dua
kami.
P : Apa hanya karena faktor keuangan saja pak yang berhasil membuat
bapak untuk tidak merokok lagi?
J : iya, sama pemikiranku tadi. Aku berhenti tidak merokok lagi karena aku
memikirkan tentang keuangan dan ada keinginan, istilahnya apa ya,
membahagiakan keluarga lah dengan keadaan ekonomi yang baik.
Penghasilan belum seberapa, anak sudah mau dua. Hitung-hitung, rokok
sehari bisa habis dua bungkus. Kan itu lumayan kalo uangnya buat
kebutuhan yang lain, meskipun harga rokok dulu tidak semahal sekarang,
kan gaji dulu juga tidak banyak sekarang. Ya intinya aku tidak ingin
membuat keluargaku hidup susah, cukup aku saja yang pernah hidup
susah.
P : Bagaimana cara bapak bisa meninggalkan rokok?
J : Sebelum aku berhenti merokok, sehari sebelumnya aku puas-puasin
menikmati rokok dengan punya niatan besok aku berhenti merokok.
Kemudian keesokan harinya aku lakukan, aku benar-benar meninggalkan
rokok hingga sekarang aku tidak pernah menyentuh rokok. Waktu itu
rasanya membuat kepalaku pusing sempat ada perubahan kondisi badan
juga, rasanya loyo. Tapi aku benar-benar berusaha untuk meninggalkan
rokok secepatnya demi keinginanku tadi. Jadi aku tidak menggunakan cara
mengurangi rokok, tapi memutuskan untuk langsung berhenti.
P : Lalu pak gimana dengan peringatan bahaya merokok seperti ada di
bungkus rokok?
J : Yang ini ya rokok menyebabkan kanker dan lain-lainnya itu ya.. Dulu sih
saya merokok kan masih di usia muda, ya bisa dibilang saya nggak ngurus
(tidak menghiraukan) nduk, wong merokok itu enak, apalagi dulu
peringatannya cuman tulisan. Tapi kalo sekarang, aku disuruh merokok
lagi, aku tidak bakal mau, wong gambar di bungkus rokok sekarang itu
mengerikan. Aku kan juga ndag mau kalo sampek kenak penyakit itu.
Na’udubillahimindalik.
P : Loh pak, menurut sampean, orang yang merokok itu bakal terkena
penyakit itu ta?
J : Ya wallahualam sih nduk. Kan penyakit, rejeki, dan lain-lainnya sudah
ada yang mengatur. Aku cuman berusaha menghindarinya dengan tidak
merokok lagi. Aku kan juga ingin berumur panjang, biar bisa menikmati
masa-masa punya cucu nantinya.
P : Lalu pak gimana dengan orang yang merokok di dekat bapak?
J : Ya tidak apa-apa, mau bagaimana lagi, paling aku cuma menjaga jarak
saja. Tapi kebanyakan yang merokok di dekatku ya asapnya itu tidak
mungkin lah di arahkan ke aku.
P : Terus pak, apa pendapat bapak tentang bahaya merokok yang telah
disebar luaskan seperti di bungkus rokok?
J : Iya rokok itu memang berbahaya, aku percaya bahayanya merokok
seperti akibat rokok itu bakal mengganggu kesehatan. Aku suka dengan
cara mereka memberitahukan bahaya merokok itu. Jadi cuman produk
rokok saja yang tidak menipu konsumennya, produk yang jujur. Mereka
sudah terang-terangan memberitahu akibat merokok itu akan seperti apa.
P : Itu kan mengenai gambar yang menunjukkan penyakit pak. Lalu
bagaimana dengan gambar seorang pria yang merokok sambil
menggendong anak?
J : Itu gambar ada di bungkus rokok, jadi gambarnya itu adalah gambar
peringatan bahaya merokok juga toh nduk? Ya berarti tidak boleh merokok
dekat anak-anak.
P : Kalau yang gambar pria dengan asap dan dua tengkorak?
J : Aku tidak seberapa paham ya nduk, tapi aku tahunya merokok
membunuhmu.
top related