pemahamn sosial
Post on 24-Jan-2016
4 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Teori Pemahaman Sosial & Pengaruhnya dalam Bidang Kesehatan
Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi orang lain/kelompok
lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka. Meskipun tak seorangpun memiliki
waktu atau energi yang tak terbatas untuk mengevaluasi secara cermat suatu individu atau
kelompok masyarakat tertentu.
Teori ini bertujuan sekaligus sebagai ilmu dinamika psychososial didalam
melancarkan perilaku kesehatan dan sebagai metode untuk mempromosikan perubahan yang
berhubungan dengan perilaku. Dalam teori ini, perilaku manusia merupakan penjelasan
terminology dari sebuah tritunggal, ilmu dinamika, dan model timbal balik dalam perilaku,
faktor personal, serta pengaruh dari likngkungan. Diantara semuanya, faktor personal sangat
penting karena ia merupakan kemampuan dari setiap individu untuk melambangkan perilaku,
untuk mengharapkan hasil dari perilaku, untuk belajar dari berbagai pengamatan, untuk
memiliki kepercayaan dalam menunjukkan sebuah perilaku, untuk menentukan diri sendiri
atau untuk mengatur prilaku diri sendiri, dan untuk reflex serta menganalisa pengalaman
(Bandura, 1997).
Pendidik kesehatan dan para ahli ilmu perilaku dengan kreatif menggunakan teori ini
untuk mengembangkan intervensi, prosedur, atau tekhnik yang dapat mempengaruhi pokok
variable-variabel kognitif, dengan demikian hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya
perubahan perilaku. Cabang provider ini adalah sebuah sejarah singkat dari
perkembangan Social Cognitive Theory, yang meliputi sebuah gambaran dari berbagai
konsep kunci, dan menganalisis dua contoh baru dari bagaimana teori ini digunakan untuk
mendesign program pendidikan dalam kesehatan.
Teori Pemahaman Sosial ini dikembangkan oleh Bandura (West dan Wicklund, 1980)
yang pada dasarnya menguraikan ide bagaimana belajar dan merubah perilaku, dan awalnya
muncul sebagai kritik terhadap teori belajar tradisional terhadap berbagai masalah yang
kurang dapat diselesaikan. Masalah itu misalnya bagaimana menciptakan kreativitas kalau
hanya berdasarkan reinforcement semata, bagaimana memandang proses belajar perilaku
melalui trial and error jika perilaku itu beresiko seperti belajar menyetir mobil, apakah
1
reinforcement selalu mutlak diberikan dan sebagainya.Teori ini dalam menjelaskan
terjadinya perilaku melibatkan aspek kognitif, yang diartikan bagaimana manusia
memikirkan sesuatu dan melakukan interpretasi terhadap berbagai pengalaman yang
diperoleh. Di samping itu, teori ini menjelaskan bahwa perilaku yang baru dan kompleks
dapat diciptakan dengan observasi terhadap model yang dihadirkan secara langsung ataupun
tidak langsung serta melalui mental reherseal. Oleh karena itu, teori ini juga disebut
observational learning theory. Di sini individu juga dapat mengembangkan perilaku lewat
self-administered reward dan mengembangkan perilaku hanya dengan berpikir tentang suatu
aktivitas.Selain yang tersebut di atas teori ini juga berbeda dari teori yang lain dalam
menjelaskan terjadinya suatu perilaku, yaitu bahwa perilaku terjadi dengan melibatkan
serangkaian proses psikologis.
Teori Belajar Sosial (Social Learing Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga
konsep :
1. Determinis Resiprokal (reciprocal determinism): pendekatan yang menjelaskan
tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara
determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi
tingkahlakunya dengan mengontrl lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh
kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam
teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah
laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif
dari organisasi dan sistem sosial.
2. Tanpa Renforsemen (beyond reinforcement), Bandura memandang teori Skinner
dan Hull terlalu bergantung pada renforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang
kompleks harus dipilah-pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah
tidak belajar apapun. Menurutnya, reinforsemen penting dalam menentukan apakah
suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya
pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan
mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi
tanpa ada renforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi
konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
2
3. Kognisi dan Regulasi diri (Self-regulation/cognition): Teori belajar tradisional
sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka untuk
menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi
yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku
dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan
konsekuensi bagi bagi tingkahlakunya sendiri.
II.2 Aplikasi Teori
Belajar melalui observasi ini akan melibatkan orang lain yaitu model dalam
memperagakan suatu aktivitas.Bandura : Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling
mempengaruhi Bandura melukiskan : Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkah laku
manusia dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif,
tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak
kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya
untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi
semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang
dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang
dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor
yang saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977).
.
Tahap-tahap dalam Social/Observational Learning Menciptakan dan mengembangkan
perilaku melalui observational learning ini meliputi empat macam tahap, yaitu:
1. Attentional Processes
Individu dapat belajar melalui observasi apabila ada model yang dihadirkan secara
langsung ataupun tidak langsung, dan secara akurat ada aspek-aspek yang relevan
dengan aktivitas model. Respon yang baru dapat dipelajari dengan cara melihat,
mendengarkan dan memperhatikan orang lain, maka perhatian dalam hal ini menjadi
sangat penting. Namun seperti yang kita ketahui tidak semua model yang dihadirkan
akan mendapatkan perhatian dari individu. Oleh karena itu, supaya dapat mengamati
dan belajar dari model maka perlu diarahkan dan ditingkatkan perhatiaannya. Cara
yang dipakai tidak selalu sama untuk semua orang, misalnya anak-anak berbeda dari
orang dewasa dalam mengarahkan perhatian. Namun secara umum untuk
meningkatkan perhatian dapat digunakan reward dan penonjolan pada kualitas
3
model misalnya model mempunyai daya tarik tertentu.Selain itu agar aktivitas model
dapat diperhatikan perlu beberapa strategi antara lain, penekanan pada keistimewaan
perilaku, ucapan ucapan yang menyertai model pada aspek yang pokok dan
strateginya, penjabaran aktivitas yang umum menjadi lebih spesifik dan latihan awal
untuk mendeteksi bagian-bagian yang sulit. Sebagai contoh apabila mengajarkan
anak supaya selalu menggosok gigi dapat dilakukan dengan menawarkan sikat gigi
yang menarik, pasta gigi ang tidak selalu pedas, model benar-benar giginya sehat,
putih dan sebagainya.
2. Retention Processes
Setelah aktivitas model diobservasi langkah selanjutnya adalah proses encoding
dalam bentuk visual dan atau verbal symbol. Informasi yang diperoleh ini
selanjutnya akan disimpan di memori dalam short-term memory ataupun long-term
memory. Namun sebenarnya tidak semua informasi dari model akan disimpan oleh
individu, jika individu tidak berminat dan tidak perhatian biasanya informasi akan
segera dilupakan. Informasi yang diterima akan lebih fektif jika disampaikan model
secara visual ataupun verbal, tetapi untuk tahap perkembangan awal (anak-anak)
informasi secara visual ternyata lebih baik mengingat perkembangan verbal anak-
anak memang belum sempurna. Informasi yang sudah disimpan itu akan sangat
membantu individu apabila sering diulang dengan latihan.
3. Production Processes
Apa yang telah disimpan dalam memori perlu diujudkan dalam bentuk aktivitas. Di
sini feedback dapat diberikan untuk mengoreksi imitasi perilaku sehingga dapat
dilakukan penyesuaian. Dalam proses ini diperlukan syarat-syarat tertentu agar
aktivitas dapat terwujud, yaitu:
Individu mempunyai komponen skill yang mendukung terwujudnya aktivitas
yang telah diamati.
Individu mempunyai kapasitas fisik untuk melakukan koordinasi aktivitas
tersebut.
Hasil dari koordinasi ini dapat diamati.
Seperti contoh mengajarkan anak menggosok gigi, anak memang mampu
mengembangkan tangannya untuk melakukan koordinasi gerakan naik, turun,
memegang sikat gigi secara benar dan dapat mudah melihat aktivitas tersebut.
4. Motivational Process
4
Di sini reinforcement dapat digunakan sebagai motivator untuk merangsang dan
mempertahankan perilaku agar diwujudkan secara aktual dalam kehidupan.
Menurut Bandura (West dan Wicklund, 1980) ada tiga cara pemberian reinforcement,
yaitu:
1) Secara langsung; reinforcement diberikan segera setelah perilaku muncul.
2) Vicarious reinforcement; hanya dengan melihat orang lain merasakan
akibatnya seolah-olah berlaku pada diri sendiri.
3) Self-reward; dengan cara memotivasi diri sendiri, misalnya mengatakan diri
sendiri mampu melakukan aktivitas.
Pada perilaku menggosok gigi inipun ketiga macam reinforcement dapat dilakukan,
seperti anak merasa giginya bersih, segar, melihat model nafasnya lebih segar dan
sebagainya.Namun, penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya
bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi saja. Tetapi juga
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of
self Efficacy” dan “self – regulatory system”.
1. Efikasi Diri (self Efficacy)
Bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal
antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang
berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan
tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai
efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil
Efikasi Diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation)
Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat
berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa
diri memiliki kemampuan melakukan tindakanyangdiharapkan
Ekspektasi Hasil (outcomeexpectations) .
Perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan
mencapai hasil tertentu. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan
tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan
sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita),
karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dicapai,
sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang dapat memiliki
ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan), atau
5
sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil
nyata yang dapat dicapai).
Dalam hubungannya dengan kesehatan efikasi dirisangat meningkatkan
pemahamantentang bagaimanadan mengapa orang-orang mengadopsi perilaku tak
sehat dan sehat serta bagaimana cara mengubahperilaku yang berpengaruh
terhadap kesehatan.keyakinan efikasi diri mempengaruhi kesehatan dalam dua
arah. Pertama, efikasi diri mempengaruhi dalam adopsi perilaku
sehat,menguranmgi atau memberhentikan perilaku tak sehat dan pemeliharaan
perubahan perilaku dalam menghadapitantangan dan kesukaran. Kedua, Bendura
mengatakan keyakinan efikasi diri mempengaruhi proses fisiologis tubuh seperti
stressyang mencakup sistem kekebalan kurangnya kendali yang dirasakan atas
permintaan lingkungan dapat meningkatkan kepekaan ke arah tejadinya infeksiatau
peradangan dan meningkatnya menjadi penyakit.
2. Efikasi Kolektif
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan
perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif Ini buka jiwa kelompok
tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura
berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui
efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang
kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok atau
melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal
mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja dan penyakit infeksi. Efikasi diri
dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup
manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan,
kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozon, kemajuan teknologi, hukum
dan kejahatn, birorasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
\
II.2 Aplikasi Teori
Belajar melalui observasi ini akan melibatkan orang lain yaitu model dalam
memperagakan suatu aktivitas. Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan , yakni:
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)
6
mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan
(misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai
relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal
yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular
mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa
takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian
melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya
menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma
behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai
desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut;
modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata,
biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh
modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan
sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita.
Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk
mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Pada prinsipnya fungsi model adalah untuk mempengaruhi pemrosesan informasi
(Bandura, 1986). Namun secara rinci dapat dibedakan dalam berbagai macam fungsi, yaitu:
Instructor.
Di sini peran model mengajarkan keterampilan dan memberikan cara-cara untuk
mengorganisir keterampilan dalam struktur perilaku yang baru.
Inhibitor dan disinhibitor.
Di sini model dapat memperlemah atau memperkuat perilaku yang telah dipelajari. Model
berfungsi sebagai inhibitor apabila perilaku observer menurun karena melihat akibat
negatif pada model, dan sebaliknya sebagai disinhibitor apabila perilaku observer
meningkat karena akibat positif pada model.
Facilitator.
Model menjadi lebih memperjelas perilaku yang telah dipelajari, misal cara menggosok gigi
yang benar, pemilihan sikat gigi dan sebagainya.
7
Stimulus Enhancer.
Model tidak hanya mendorong perilaku yang sama tetapi juga dapat merangsang perilaku
lain pada situasi yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena adanya perhatian yang meluas,
tidak hanya pada perilaku model tetapi juga mungkin alat yang dipakai, misalnya sikat tidak
hanya untuk gosok gigi.
Emotional Arousal.
Dalam interaksi umumnya melibatkan emosi dan model biasanya juga memperlihatkan
emosi tertentu yang selanjutnya akan membangkitkan emosi observer.
Dalam kenyataanya fungsi model tidak selalu tunggal tetapi dapat bersamaan seperti menjadi
instruktur, facilitator dan disinhibitor.
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajara social Albert
Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu
ketrampilan itu dilakukan.Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui
proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru
mengajarkan rekannya.
3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu
peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan
cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
8
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Penerapan dan Penelitian Social Learning Theory
Banyak penelitian telah dilakukan berdasarkan pendekatan teori ini, baik pada anak-
anak, remaja dan orang tua, serta pada berbagai kasus untuk orang normal ataupun
mengalami gangguan. Penilitian tersebut antara lain dilakukan oleh:
1. Andrews dkk. (1997), meneliti pengaruh model orangtua terhadap kecenderungan
pemakaian substance tertentu pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
kondisi hubungan keluarga yang baik/akrab orangtua berpengaruh besar dalam memberi
contoh anak-anaknya terhadap pemakaian alkohol, mariyuana dan merokok.
2. Lockwood dan Kundan (1997), yang meneliti tentang peran model terhadap perubahan
self-perception. Dalam penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa individu dapat belajar dari
orang lain bagaimana cara mengubah persepsi yang keliru tentang kematian karena penyakit
kanker serta bagaimana mengatasi masalah yang berhubungan dengan penyakit kanker dan
masalah perceraian sehingga tetap dapat bertahan hidup.
Contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
“Perilaku merokok”
Misalnya apabila seorang anak yang di dalam lingkungan rumahnya ayah dan ibunya
merokok, maka anak tersebut memandang perilaku merokok sebagai hal yang biasa. Hal
ini dikarenakan frekuensi anak tersebut melihat perilaku dari kedua orang tuanya sudah
terlalu sering. Sehingga dengan pengetahuan mengenai kesehatan yang belum dia miliki,
dia tidak akan memandang kebiasaan merokok sebagai sesuatu yang salah.
Nantinya, apabila anak ini beranjak dewasa, dan teman-teman sebayanya banyak
yang merokok maka dia akan ikut-ikut merokok. Hal ini dikarenakan banyak teman-
temannya memandang merokok sebagai suatu hal yang jantan, merokok itu
menunjukkan tingkat pergaulan, atau kalau anak muda tidak merokok itu tidak keren.
Hal-hal yang berasal dri lingkungan seperti ini merupakan hal yang paling besar
pengaruhnya dalam mengubah mainset atau pemikiran si anak mengenai kebiasaan
9
merokok. Terdapat dua kemungkinan dari pengaruh lingkungan ini, si anak akan
menolak atau mengikuti kebiasaan teman-temannya untuk merokok.
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi orang
lain/kelompok lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka.
Pemahaman sosial Dalam hubungannya dengan kesehatan sangat meningkatkan
pemahaman tentang bagaimana dan mengapa orang-orang mengadopsi perilaku tak
sehat dan sehat serta bagaimana cara mengubah perilaku yang berpengaruh
terhadap kesehatan. Dimana dalm pemahaman sosial menjelaskan tentang
hubungan dan pengaruh lingkungan (eksternal), pribadi (internal) mempengaruhi
tingkah laku.
Dalam aplikasi teori pemahaman sosial dalm kehidupan ada 3 pendekatan yang
diperlukan
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata,
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar.
III.2 Saran
Dalam menuliskan atau menjelaskan Teori Social Learning hendaknya
mempunyai& mencari referensi yang lebih banyak
10
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. 1986. Social Foundations of Thought and Action: Social
Cognitive Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Baron, R.A. and Byrne. D. 1987. Social Psychology: Understanding
Human Interaction. 5
Behavior and Healthy Eating? Journal of Health Psychology.
Vol. (21) no. 2, 194-201.
11
12
top related