pai kelmpok 1
Post on 01-Jan-2016
37 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS KELOMPOK
MPK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM I
TAHUN AJARAN 2013/2014
“SUMBER AJARAN ISLAM”
Kelompok 1
Amira Nur Amalia
Bagas Aji Rinekso
Cucu Siti Hafidoh
Dwi Restaningsih
Fajar Achmad
Fitriyani
Gigih Muhammad Firdaus
Halimatusa’diyah
Holidah
Intan Putri Utami
Lucya Sari Cahyana
Sela Rahayu
Veni Rosepa
Yulianti Handayani
1C Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat serta salam selalu kita sanjungkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Quran dan
Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah pengembangan
kepribadian Pendidikan Agama Islam di jurusan Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Selanjutnya, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Nanah Sujanah. S.Ag., M.SI selaku
dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penullis mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Serang, 20 November 2013
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………………………………………………. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
A. Latar Belakang……………………………………………………………. 1
B. Tujuan……………………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………. 2
A. Al Quran…………………………………………………………………... 2
B. Sunnah…………………………………………………………………….. 6
C. Hadits……………………………………………………………………… 8
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….. 14
A. Kesimpulan………………………………………………………………... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin fleksibel dan nilai-nilai ajarannya selalu dapat
diterima seperti apapun dinamika perkembangan zaman. Tidak ada ajaran agama yang
setolerir ajaran islam. Komponen utama agama islam atau unsur utama ajaran agama islam
(akidah,syari’ah, dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk mengembangkannya. Yang dikembangkan adalah ajaran agama
yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain, yang dikembangkan lebih
lanjut supaya dapat dipahami oleh manusia adalah wahyu Allah dan sunnah Rasul yang
merupakan agama islam itu.
Mempelajari agama islam merupakan fardu ‘ain yakni kewajiban pribadi setiap muslim
dan muslimah, sedangkan mengkaji ajaran islam, terutama yang dikembangkan oleh akal
pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Mempelajari
ajaran islam merupakan fardu kifayah yakni kewajiban masyarakat kaum muslimin.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1) untuk mengetahui sumber-sumber ajaran islam;
2) untuk mengetahui pengertian Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad;
3) untuk mempelajari sistematika dan hubungan sumber-sumber ajaran Agama islam dan
kedudukan Al-Qur’an sebagai pedoman dan kerangka kegiatan umat islam;
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber ajaran islam dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi Muhammad
SAW. dengan sahabat beliau Mu’az bin Jabal, yang di dalam kepustakaan terkenal dengan
hadits Mu’az. Menurut hadits Mu’az bin Jabal (nama sahabat nabi yang diutus Rasulullah
ke Yaman untuk menjadi gubernur disana) sumber ajaran islam ada 3, yaitu sebagai
berikut.
1) Al-Qur’an (Kitabullah);
2) As-Sunnah (kini dihimpun dalam al-Hadits);
3) Rakyu atau akala pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Ketiga sumber ajaran islam ini merupakan satu rangkaian kesatuan, dengan urutan
keutamaan seperti tercantum dalam kalimat di atas, tidak boleh dibalik. Dan jika
dihubungkan dengan peringkat (ranking)-nya masing-masing, al-Qur’an dan al-Hadits
merupakan sumber utama, sedangkan pikiran manusia yang memenuhi syarat berijtihad
untuk merumuskan ajaran, menentukan nilai dan norma suatu perbuatan dan benda,
merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan.
Berikut ini akan dijabarkan mengenai masing-masing sumber ajaran islam.
A. AL – QUR’AN
1. Pengertian
Secara etimologis, Al-Qur’an berasal dari kata qa-ra-a, yaq, ra-u, qur’an yang berarti
bacaan (Qs. Al-Qiyamah [75]: 17-18). Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-
firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada
nabi Muhammad sebagai rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari,
mula-mula di Mekah kemudian di Madinah. Tujuannya untuk menjadi pedoman atau
petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di
dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
2. Klasifikasi Ayat Berdasarkan Nuzul
Al-Qur’an tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di Gua
Hira’ pada malam 17 Ramadhan tahun pertama sebelum hijrah atau pada malam Nuzulul
Qur’an ketika Nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, sekarang terletak di surat al-‘Alaq
(96): 1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di Padang Arafah, ketika Nabi Muhammad
berusia 63 tahun pada tanggal 9 Zulhijjah tahun ke-10 Hijrah, kini terletak di surat al-
Maidah (5): 3.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan selama kurang lebih 23 tahun itu dapat
dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di
Mekah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari – terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-
41 dari kelahiran Nabi (6 Agustus 610 M) sampai tanggal 1 Rabi’ul Awal tahun ke 54 dari
tahun kelahirannya yang disebut surat Makkiyah. Dengan ayat yang turun setelah nabi
Muhammad hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari-terhitung sejak nabi hijrah
ke Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke 63 dari tahun kelahirannya yang disebut
surat Madaniyah. Ciri-ciri Surat Makkiyah dan Madaniyah :
a. Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi Al-
Qur’an, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-
panjang, merupakan 19/30 dari seluruh isi Al-Qur’an, terdiri dari 28 surat, 1.456 ayat.
b. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata Yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedangkan
ayat-ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata Ya ayyuhal ladzina amanu (hai orang-
orang yang beriman).
c. Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid yakni keyakinan pada Kemaha
Esaan Allah, hari kiamat, akhlaq, dan kisah-kisah umat manusia dimasa lalu (aqidah),
sedangkan ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan
sebagainya (syariah).
3. Isi Kandungan Al-Qur’an
Secara garis besar hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dibagi menjadi 3
macam :
a. Hukum-hukum I’tiqadiyah, hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
Malaikat, Rasul, Kitab, Hari akhir, dan Takdir Ilahi.
b. Hukum Khuluqiyah, hukum yang berkaitan dengan pergaulan manusia mengenai akhlak
dalam mencapai keutamaan pribadi mukallaf.
c. Hukum ‘amaliyah, hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku
lahirnya dalam hubungan dengan Allah, sesama dan dalam bentuk apa yang harus
dilakukan atau harus dijauhi.
4. Kedudukan dan Kehujjahan Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur’an dalam sistem nilai Islam adalah sebagai sumber utama dan
pertama (QS. Al-Maidah [5] : 48). Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Karena itu, seorang muslim tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah
sebelum meneliti dan membahas ayat-ayat al-qur’an. Selama hukumnya dapat diselesaikan
dengan al-qur’an maka tidak boleh mencari jawaban dari luar al-qur’an. Jika akan
menggunakan sumber hukum lain di luar al-qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk al-
qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan al-qur’an. Ada
beberapa alasan tentang kewajiban berhujjah dengan al-qur’an :
a. Turunnya al-qur’an kepada Rasulullah SAW diketahui secara mutawatir, ini memberikan
keyakinan bahwa Al-qur’an benar-benar datangnya dari Allah SWT melalui malaikat
Jibril kepada nabi Muhammad SAW sebagai Al-Amin.
b. Banyak ayat yang menyatakan bahwa al-qur’an itu dating dari Allah SWT (QS.Ali Imran :
3), (QS.An-Nisa : 105), (QS.An-Nahl : 89).
c. Mu’jizat Al-qur’an meupakan dalil yang Qoth’i, yang bertujuan untuk menjelaskan
kebenaran Nabi Muhammad yang membawa risalah Allah SWT dengan suatu perbuatan
yang diluar kebiasaan umat manusia.
Ayat-ayat al-qur’an dari segi kejelasan artinya ada 2 macam. Keduanya dijelaskan
Allah dalam al-qur’an surat ali-imran [3] : 7 yaitu secara muhkam atau qath’I dan
mutasyabih atau dzanny ayat muhkam adalah ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara
terang, sehingga menghindarkan keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan
adanya beberapa kemungkinan pemahaman. Sedangkan ayat mutasabih tidak beberapa
kemungkinan pasti arti dan maknanya, sehingga dapat dipahami sehingga dapat dipahami
dengan.
Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan al-qur’an,
yaitu :
a. Secara juz’I (terperinci), seperti dalam hal hukum ta’abbudi dan kewarisan.
b. Secara Kulli (global), sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanannya. Yang
berwenang menjelaskan adalah rasul-Nya lewat sunah.
c. Secara isyarah al-qur’an memberikan peluang kepada sumber-sumber hukum lain untuk
menjawab persoalan kekinian melalui berbagai metode ijtihad.
5. Fungsi dan Peran Al-Qur’an
a. Al-qur’an sebagai pedoman hidup orang-orang yang bertakwa.
b. Sebagai obat penawar bagi orang-orang yang beriman.
c. Sebagai penyempurna dari kitab-kitab Allah SWT yang diturunkan kepada para Rasul
sebelumnya.
6. Mu’jizat Al-Qur’an
a. Keindahan bahasa.
b. Pemberitaan mengenai masa lalu yang terbukti kebenarnnya secara arkeologis dan sesuai
dengan pemberitaan kitab suci sebelumnya.
c. Ramalan tentang masa depan yang ternyata memang kemudian terjadi.
d. Kandungannya sebagai pedoman hidup untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
e. Isyarat-isyarat ilmiah al-qur’an yang tebukri melalui kebenaran empiris ilmu pengetahuan.
7. Nama-nama lain al-qur’an
a. Al-kitab, berarti sesuatu yang ditulis (Ad-Dukhan, 44:2)
b. Alkalam, berarti ucapan ( At TAubah, 9:6)
c. Az-zikra, berarti peringatan (Al-Hijr, 15:9)
d. Alqasas, berarti cerita-cerita (Ali Imran, 3:62)
e. Alhuda, berarti petunjuk (At-Taubah, 9:33)
f. Al-Furqan berarti pemisah (Al-Furqan, 25:1)
g. Almauizah berarti nasihat (Yunus, 10:57)
h. Asy-Syifa berarti obat atau penawar jiwa (Al;Israa, 17:82)
i. An-Nur berarti cahaya (An-Nisa’, 4:174)
j. Ar-Rahmah berarti karunia (An-Naml, 22:77)
B. As - Sunnah
Pengertian sunnah nabawiyah secara etimologis berarti “tradisi atau kebiasaan nabi”.
Sedangkan secara terminologis menurut ahli ushul fiqih sunnah adalah segala yang di
riwayatkan dari nabi SAW, berupa perbuatan (fi’liyah), perkataan (qauliyah), dan
ketetapan (taqririyah) yang berkaitan dengan hukum. Jadi sunnah merupakan sumber
hukum kedua setelah Al’Quran dan di golongkan menjadi 3 :
1. Sunnah fi’liyah, perbuatan yang di lakukan oleh nabi SAW yang dilihat dan diketahui oleh
sahabat kemudian di sampaikan ke orang lain. Dalam kaitan ini, para ahli ushul fiqh,
membagi sunnah fi’liyah menjadi :
a. Perbuatan yang mucul dari rasulullah SAW sebagai manusia biasa, seperti makan,
minum, duduk, dan pakaiannya. Perbuatan seperti ini tidak termasuk sunnah yang
wajib diikuti oleh umatnya, karna hal-hal sepert itu muncul dari rasulullah sebagai
manusia biasa dengan segala tabiatnya.
b. Perbuatan yang di lakukan rasulullah dan ada alasan yang menunjukan bahwa
perbuatan itu khusus untuk dirinya, seperti menikahi wanita lebih dari 4 orang
sekaligus, perbuatan seperti ini hanya khusus untuk dirinya dan tidak wajib diikuti
oleh umatnya.
c. Perbuatan yang berkaitan dengan hukum dan ada alasannya, maka hukumnya
berkisar antara wajib, sunnah, haram, makruh, dan jaiz (boleh). Perbuatan seperti
ini menjadi syari’at bagi umatnya.
2. Sunnah qauliyah, ucapan nabi SAW yang di dengar oleh dan disampaikan oleh beberapa
orang/sahabat kepada orang lain. Misalnya keterangan(sabda) Rasulullah yang
menjelaskan “tidak sah seseorang yang tidak membaca al-Fatihah.
3. Sunnah taqririyah, perbuatan atau ucapan sahabat yang di lakukan di hadapan atau
sepengetahuan nabi SAW. Tetapi nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap diam
dan tidak mencegahnya nabi SAW ini menunjukan persetujuan nabi SAW. Misalnya
ketika rasul bertanya kepada ‘Amr ibn ‘Ash “Engkau melaksanakan shalat bersama-sama
teman engkau, sementara engkau dalam keadaan junub?” ‘Amr ibn ‘Ash menjawab “Saya
ingat firman ALLAH Ta’ala yang mengatakan, ‘Jangan kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya ALLAH itu Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang’. Lalu saya bertayamum
dan langsung shalat.” Mendengar jawaban ‘Amr ibn ‘ash ini rasulullah SAW tertawa dan
tidak berkomentar apapun.
Fungsi sunnah
Fungsi Hadist (sunnah nabawiyah) dalam hubungannya dengan Al-Qur’an adalah
untuk menjelaskan kepada umat manusia ajaran-ajaran yang diturunkan ALLAH melalui
Al-Qur’an (QS. An-Nahl [16]: 44 ; an-Nisa’ [4] : 80). Penjelasan rasulullah terhadap Al-
Quran ada beberapa bentuk, yakni :
a. Bayan tafsir wa Tudhih, memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud
dalam Al-Qur’an dalam hal :
1. menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
2. merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebut secara garis besar.
3. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebut secara umum, dan
4. Memperluas maksud dari sesuatu yang disebut dalam Al-Qur’an
b. Bayan ta’kid wa Takrir : menguatkan dan menjelaskan hukum yang tersebut dalam
Al-Qur’an dalam bentuk ini sunnah hanya seperti mengulang apa-apa yang tersebut dalam
Al-Qur’an
c. Itsbat/insya’. Menetapkan sesuatu hukum dalam sunnah yang secara jelas tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa sunnah menetapkan sendiri
hukum yang tidak ditetapkan dalam Al-Quran.
Klasifikasi Hadist
Ditinjau dari banyak sedikitnya rawi yang menjadi sumber berita, hadist terbagi
menjadi 2 macam :
a. Mutawatir yaitu suatu hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak
mungkin sepakat untuk berdusta.
b. Ahad yaitu suatu hadist yang diriwayatkan oleh 3 orang atau leb ih tetapi belum
mencapai derajat mutawatir. Hadist Ahad terbagi menjadi 3 golongan:
1. Masyhur (diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih)
2. Aziz (diriwayatkan oleh 2 orang)
3. Gharib (diriwayatkan oleh 1 orang)
Sedangkan ditinjau dari kualitasnya, hadist terbagi menjadi :
1. Syahih yaitu hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, dhabit, sanadnya
berkesinambungan, tidak berilat dan tidak janggal
2. Hasan yaitu hadist yang memenuhi persyaratan hadist sahih akan tetapai rawinya
kurang dhabit.
3. Dhaif yaitu hadist yang tidak memenuhi persyaratan hadist sahih dan hadist hasan.
4. Maudhu’ yaitu hadist palsu (hadist dhaif yang rawinya dusta).
B. IJTIHAD
1. Pengertian ijtihad
Ijtihad artinya berusaha secara sungguh-sungguh atau secara lebih luasnya membentuk
penilaian yang bebas tentang sesuatu masalah hukum, dengan kata lain ijtihad merupakan
aktualisasi hukum-hukum umum dari al-qur’an dan al-sunnah. Oleh karena itu, produk
ijtihad adalah produk hukum yang telah disesuaikan dengan tuntutan-tuntutan yang
bersifat institusional, keperluan actual, dan kebutuhan kondisional.
2. Metode ijtihad
a. Ijma’ yaitu kesepakatan ulam-ulama islam pada suatu massa terhadap suatu hukum dari
suatu peristiwa, contohnya larangan menjual makanan yang belum ada ditangan penjual.
b. Qiyas yaitu menerapkan hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki
kesamaan, contohnya al-qur’an melarang jual beli ketika salat jum’at.
c. Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip umum
ajaran islam, seperti prinsip keadilan dan kasih saying, contohnya seseorang mesti
memilih satu dari dua alternative perbuatan yang sama-sama buruk. Maka ia mengambil
salah satu yang diyakini paling ringan keburukannya.
d. Maslahah mursalah yaitu menetapkan hukum berdasarkan tinjauan kegunaan atau
pemanfaatannya sesuai tujuan syariat, seperti memlihara agama, memelihara jiwa,
memlihara akal, memelihara harta dan memelihara keturunan, serta kehormatan.
e. Istihhab yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan atas dasar pembahasan
dan penelitian cermat bahwa hukum-hukum yang sudah ada pada massa lampau tetap
berlaku untuk zaman sekarang dan yang akan datang.
f. ‘Urf atau adat yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan atas dasar tradisi
atau kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas.
g. Dzari’ah yaitu menetapkan suatu hukum persoalan atas pertimbangan bahwa perbuatan
tertentu tersebut menjadi jalan yang menuju terciptanya sesuatu yang haram.
h. Madzhab shahabi yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan atas
pertimbangan pendapat para sahabat tentang suatu kasus yang tidak dijelaskan didalam al-
qur’an dan sunnah.
i. Syar’un man qoblana yaitu syari’at sebelum islam.
j. Ta’arud ad-dilalah yaitu pertentangan antara satu dalil dengan dalil lainnya pada derajat
yang sama.
Kalsifikasi mujtahid secara umum adalah muslim dewasa yang berakal sehat dan merdeka.
Namun secara moral seorang mujtahid haruslah seorang yang cerdas, dan adil.
A. Tingkatan mujtahid
1. Mujtahid al-mustaqil yaitu yang memiliki kaidah-kaidah teori yang dibangunnya sendiri
dalam mengistimbatkan hukum.
2. Mujtahid muntasib yaitu yang memiliki persyaratan tetapi tidak mempunyai teori dan
kaidah tersendiri bahkan hanya mengikuti salah satu teori yang ditetapkan imam
mazhabnya.
3. Mujtahid al-muqayyad yaitu yang terikat ddengan mazhab imamnya tetapi secara mandiri
menetapka kaidah-kaidah berdasarkan dalil yang dikemumkakannya dan tidak keluar dari
imam mazhabnya
4. Mujtahid at-tarjih yaitu yang tidak dapat mencapai tingkatan muqayyad tetapi dia seorang
faqih yang menghafal mazhab imamnya dan mengetahui secara baik kaidah-kaidah imam
mazhabnya.
5. Mujtahid al-fitya yaitu yang kemampuannya hanya menghafal mazhabnya sendiri dan
berusaha menjelaskan persoalan-persoalan yang sulit dalam mazhabnya pada masyarakat
tetapi tidak tau secara detail tentang dalil dan kaidah-kaidah imam mazhab.
Beberapa syarat, sebagian persyaratan itu ada yang telah disepakati, dan sebagian
Seseorang yang menggeluti bidang fiqh tidak bisa sampai ke tingkat mujtahid kecuali
dengan memenuhi yang lain masih diperdebatkan. Adapun syarat-syarat yang telah
disepakati adalah:
a. Mengetahui al-Quran
Al-Qur’an adalh sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi dasar hukum Islam.
Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui al-Qur’an secara mendalam.
Barangsiapa yang tidak mengerti al-Qur’an sudah tentu ia tidak mengerti syariat Islam
secara utuh. Mengerti al-Qur’an tidak cukup dengan piawai membaca, tetapi juga bisa
melihat bagaimana al-Qur’an memberi cakupan terhadap ayat-ayat hukum. Misalnya al-
Ghazali memberi syarat seorang mujtahid harus tahu ayat-ayat ahkam berjumlah sekitar
500 ayat.
b. Mengetahui Asbab al-nuzul
Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu syarat mengatahui al-Qur’an
secara komprehensif, bukan hanya pada tataran teks tetapi juga akan mengetahui secara
sosial-psikologis. Sebab dengan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat akan memberi
analisis yang komprehensif untuk memahami maksud diturunkannya teks Quran tersebut
kepada manusia.
Imam as-Syatibi dalam bukunya al-Muwafaqaat mengatakan bahwa mengetahui sebab
turunnya ayat adalah suatu keharusan bagi orang yang hendak memahami al-Qur’an.
Pertama, suatu pembicaraan akan berbeda pengertiannya menurut perbedaan keadaan.
Kedua, tidak mengetahui sebab turunnya ayat bisa menyeret dalam keraguan dan kesulitan
dan juga bisa membawa pada pemahaman global terhadap nash yang bersifat lahir
sehingga sering menimbulkan perselisihan.
c. Mengetahui nasikh dan mansukh
Pada dasarnya hal ini bertujuan untuk menghindari agar jangan sampai berdalih
menguatkan suatu hukum dengan ayat yang sebenarnya telah dinasikhkan dan tidak bisa
dipergunakan untuk dalil.
d. Mengetahui as-sunnah
Syarat mujtahid selanjutnya adalah ia harus mengetahui as-Sunnah. Yang dimaksudkan
as-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
e. Mengetahui ilmu diroyah hadits
Ilmu diroyah menurut al-Ghazali adalah mengetahui riwayat dan memisahkan hadis yang
shahih dari yang rusak dan hadis yang bisa diterima dari hadis yang ditolak. Seorang
mujtahid harus mengetahui pokok-pokok hadis dan ilmunya, mengenai ilmu tentang para
perawi hadis, syarat-syarat diterima atau sebab-sebab ditolaknya suatu hadis, tingkatan
kata dalam menetapkan adil dan cacatnya seorang perawi hadis, dan lain hal-hal yang
tercakup dalam ilmu hadis, kemudian mengaplikasikan pengetahuan tadi dalam
menggunakan hadis sebagai dasar hukum.
f. Mengetahui hadis yang nasikh dan mansukh
Mengetahui hadis yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan agar seorang mujtahid
jangan sampai berpegang pada suatu hadis yang sudah jelas dihapus hukumnya dan tidak
boleh dipergunakan. Seperti hadis yang membolehkan nikah mut’ah di mana hadis
tersebut sudah dinasakh secara pasti oleh hadis-hadis lain.
g. Mengetahui asbab al-wurud hadis
Syarat ini sama dengan seorang mujtahid yang seharusnya menguasai asbab al-nuzul,
yakni mengetahui setiap kondisi, situasi, lokus, serta tempus hadis tersebut ada.
h. Mengetahui bahasa Arab
Seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka agar penguasaannya pada
objek kajian lebih mendalam, teks otoritatif Islam menggunakan bahasa Arab. Hal ini
tidak lepas dari bahwa teks otoritatif Islam itu diturunkan menggunakan bahasa Arab.
i. Mengetahui tempat-tempat ijma’
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati oleh para
ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma’.
Sebagaimana ia harus mengetahui nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang
berseberangan dengan nash tersebut.Namun menurut hemat penulis, seorang mujtahid bisa
bertentangan dengan ijma’ para ulama selama hasil ijtihadnya maslahat bagi manusia.
j. Mengetahui ushul fiqh
Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh mujtahid adalah ilmu ushul fiqh, yaitu suatu ilmu
yang telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan kaidah-kaidah dan cara untuk
mengambil istimbat hukum dari nash dan mencocokkan cara pengambilan hukum yang
tidak ada nash hukumnya. Dalam ushul fiqh, mujtahid juga dituntut untuk memahami
qiyas sebagai modal pengambilan ketetapan hukum.
j. Mengetahui maksud dan tujuan syariah
Sesungguhnya syariat Islam diturunkan untuk melindungi dan memelihara kepentingan
manusia. Pemeliharaan ini dikategorikan dalam tiga tingkatan maslahat, yakni dlaruriyyat
(apabila dilanggar akan mengancam jiwa, agama, harta, akal, dan keturunan), hajiyyat
(kelapangan hidup, missal memberi rukshah dalam kesulitan), dan tahsiniat (pelengkap
yang terdiri dari kebiasaan dan akhlak yang baik).
k. Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya
Seorang mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zamannya, masyarakat, problemnya,
aliran ideologinya, politiknya, agamanya dan mengenal hubungan maasyarakatnya dengan
masyarakat lain serta sejauh mana interaksi saling mempengaruhi antara masyarakat
tersebut.
l. Bersifat adil dan taqwa
Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh mujtahid benar-benar
proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari kepentingan politik dalam istinmbat
hukumnya.
3. Taqlid
Dalam bahasa yang sederhana, taqlid adalah sebuah masa atau tindakan di mana ijtihad
dilarang untuk dilakukan. Dan pada masa ini lebih memberikan aspek legal-formal pada
ulama-ulama yang telah memberikan produk hukumnya masing-masing. Sehingga pada
periode ini, Islam lebih terpetak-petak dalam madzab-madzab tertentu yang menjadi
panutan.
Periode taqlid ini bermulai sekitar pertengahan abad 4 H atau abad 10 M. Pada masa ini
pula terdapat beberapa faktor, yaitu faktor politik, intelektual, moral, dan sosial yang
mempengaruhi kebangkitan umat islam dan menghalangi aktivitas mereka dalam
pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga terjadinya kemandekan. Gerakan
ijtihad dan upaya perumusan undang-undang sudah berhenti. Semangat kebebasan dan
kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan Alquran dan
Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan cara
bertaqlid. Semua pengaruh yang mendatang itu menolak kemerdekaan berpikir dan
menyeretnya kepada taqlid, menjadi pengikut Abu Hanifah, pengikut Malik, pengikut asy
syafi’i atau pengikut Ahmad saja.
Mereka membatasi diri dalam batas-batas lingkungan madzhab-madzhab itu.
Kesungguhan mereka ditujuan untuk memahami lafad-lafad dan perkataan imam-imam
saja, bukan lagi untuk mmahami nash-nash itu sendiri. Oleh karenanya berhentillah masa
tasyri’ dan bekulah masa pembinaan hukum, padahal masa selalu terus berputar, setiap
detik baru terjadi transisi, setiap transisi membawa peristiwa yang menimbulkan masalah
baru yang membutuhkan hukum.
4. Ittiba’
Menurut ulama ushul, ittiba’ adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan,
yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah melaksanakan
ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW.
Definisi lainnya, ittiba’ ialah menerima pendapat seseorang sedangkan yang menerima itu
mengetahui dari mana atau asal pendapat itu. Ittiba’ ditetapkan berdasarkan hujjah atau
nash. Ittiba’ adalah lawan taqlid.
Ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada yang tidak membolehkan. Imam
Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba’ itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul,
dan para sahabat saja, tidak boleh kepada yang lain. Pendapat yang lain membolehkan
berittiba’ kepada para ulama yang dapat dikatagorikan sebagai ulama waratsatul anbiyaa
(ulama pewaris para Nabi).
5. Talfiq
Menurut istilah, talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau
kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa wali
dan saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab Hanafi, sah
nikah tanpa wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah tanpa saksi.
Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq itu
semata-mata untuk melaksanakan pendapat yang paling benar setelah meneliti dasar
hukum dari pendapat itu dan mengambil yang lebih kuat dasar hukumnya. Ada talfiq yang
tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan saja, yaitu mengikuti pendapat yang paling
mudah dikerjakan sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq semacam ini yang dicela para
ulama. Jadi talfiq itu hakekatnya pada niat.
BAB III. KESIMPULAN
Jadi, sumber ajaran Islam terdiri dari Al-Qur’an As-sunnah dan ijtihad yang bisa dijadikan
sebagai pedoman hidup umat manusia dimana Al-Qur’an adalah sumber utama yang
berasal dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian as-
sunnah juga adalah kebiasaan berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan nabi beserta
sahabatnya yang bisa umat manusia ikuti, sunnah juga merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-Qur’an dan yang terakhir adalah ijtihad yaitu untuk menentukan suatu hukum
yang tidak ditentukan secara eskplisit oleh Al-Qur’an dan hadis. Demiakanlah makalah
yang telah kelompok kami buat, semoga bermanfaat tiada gading yang tak retak kesalahan
tentulah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Islam Progresif, Untirta Press, Serang, 2005
Azra Azyumardi, Suryana Toto, Ishaq Addulhaq, Didin Hafifudin, Buku Teks Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2002
Thahan Mahmud, Ilmu Hadist Praktis, Bogor: Haramin, 2005
H. Daud Ali Mohammad, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002
http://hukum.kompasiana.com/2012/07/02/makalah-tentang-ijtihad-474137.html
top related