oleh: ikhwan sugiono...
Post on 05-Mar-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK
REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH
PEMEKARAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN
KABUPATEN TANGERANG
Oleh:
IKHWAN SUGIONO
106082002617
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1434 H / 2013 M
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN
PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI
DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA
PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
IKHWAN SUGIONO
106082002617
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1434 H / 2013 M
i
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ikhwan Sugiono
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamongan, 25 Februari 1985
3. Alamat : Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04
RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur 62252
4. Telepon : 08567297989
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Al-Jinan : 1990 - 1992
2. Madrasah Ibtidaiyyah Keben Turi Lamongan : 1992 – 1997
3. SLTPN 1 Turi Lamongan : 1997 - 2000
4. Pondok Modern DARUSSALAM GONTOR Ponorogo : 2000 - 2004
5. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 2006 – 2013
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Nursalim
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamongan, 15 September 1962
3. Alamat : Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04
RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur 62252
4. Telepon : 085732938923
5. Ibu : Artini
6. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamongan, 24 Juli 1968
7. Alamat : Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04
RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur 62252
8. Telepon : 085708010698
9. Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara
vi
COMPARATIVE ANALYSIS OF REVENUE OF ADVERTISING TAX AND STREET LIGHTNING TAX ON LOCAL OWN REVENUE (PAD)
BEFORE AND AFTER THE REGIONAL EXPANSION ON TANGERANG REGENCY
ABSTRACT
The aim of this research is to know the comparison revenue of
advertisement tax and street lighting tax on Local Own Revenue (PAD) before and after the regional expansion on Tangerang Regency. This research used primary and secondary data obtained from Tangerang regency Revenue Office in the form of financial statements and interviews. Methods of research using descriptive analysis method, the data are expressed in the form of words, sentences and image. Determination of the sample is done by using non-probability sampling with acidental sampling method. While analyzing data to test the hypothesis test used Descriptive Statistic and Mann-Whitney U Test.
After the regional expansion, revenue of advertisement tax fell by Rp. 9.893.210.612 and street lighting tax increase of Rp. 21.028.786.415. The results using descriptive statistics and Mann-Whitney U Test showed that the difference of revenue of advertisement tax and street lighting tax is not significant on Local Own Revenue (PAD) before and after the regional expansion on Tangerang Regency. Each year the revenue target of advertisement tax and street lighting tax unstable. Although it had declined, but the Tangerang Regency Government can bounce back and make efforts to increase local tax revenues.
Key Words: Advertisement Tax, Street Lighting Tax and Local Own Revenue
(PAD)
vii
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI
DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dan primer yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang dalam bentuk Laporan Keuangan dan hasil wawancara. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan juga gambar. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sampling dengan cara acidental sampling. Sedangkan penganalisaan data untuk menguji hipotesis digunakan statistik deskriptif dan uji Mann-Whitney U Test.
Setelah pemekaran daerah, penerimaan pajak reklame turun sebesar Rp. 9.893.210.612 dan pajak penerangan jalan naik sebesar Rp. 21.028.786.415. Hasil penelitian dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji Mann-Whitney U Test menunjukan bahwa perbedaan penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Setiap tahunnya target penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan tidak stabil. Walaupun sempat mengalami penurunan, namun Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat bangkit kembali dan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak daerahnya.
Kata Kunci: Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
viii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis selalu panjatkan kehadirat Allah SWT,
Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-
Nya berupa iman, islam dam kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah-Nya sehingga
kita tergolong dalam orang-orang yang berada dalam jalan, jalan yang diridhoi
bukan jalan yang dimurkai.
Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah
menyiarkan Agama Islam dan membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
yang terang benerang seperti pada saat ini.
Alhamdulillah berkat kesabaran dan petunjuk yang telah Allah SWT
berikan kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan
Penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada
Pemerintahan Kabupaten Tangerang” dapat penulis selesaikan dengan baik.
Disamping itu, penulis skripsi tidak mungkin selesai sebagaimana mestinya tanpa
bantuan dan dorongan dari pihak-pihak yang membantu baik berupa materi,
pengetahuan, tenaga, waktu, dan doa, sehingga skripsi ini terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan apresiasi yang mendalam dan tak terbatas
khususnya kepada:
1. Keluarga terutama kedua orang tua tercinta (Bapak Nursalim dan Emak
Artini). Terima kasih atas kasih sayang, dorongan baik materiil maupun non
materiil serta pengorbanannya sehingga saya dapat melanjutkan studi hingga
perguruan tinggi dan menyelesaikan studi ini. Adikku Irna Sugianti dan
suami (Adik Dzulfa) yang jauh di sana, terima kasih atas suntikan dana dan
moralnya selama ini.
2. Ibu DR. Rini, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu sabar
membimbing, mengarahkan, memberikan solusi, dan selalu menyemangati
ix
serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu
meluangkan waktu dan memberikan semangat, ide-ide, motivasi, arahan, dan
bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. DR. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Yessi Fitri, SE, M.Si., Ak selaku sekretaris jurusan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Dosen dan Staff yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada
penulis.
8. Teman spesial terutama Ratna Sari Ningsih yang telah banyak membantu
dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya terutama
suntikan semangatnya.
9. Semua teman-teman Angkatan 2006, terutama teman-teman kelas C: Reza,
Jamal, Tompra, Fuad, Haidar, Fajar, Asmi, Hatya dll yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang selama ini telah berjuang bersama dan saling
memberikan dukungan.
10. Teman-teman dari Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI).
Rizal, Wahyu, Sule, Bagus, Didi, Ipung, mamet, Bunga dll. Tetap semangat
kawan untuk memperjuangkan Indonesia tercinta.
11. Teman-teman dari Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah
yang telah memberikan semangat, do'a, dukungan serta canda tawanya dalam
penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman yang ada di HIMABI, terutama Cak Ragil Baidowi, Cak Amir,
Cak Ainul, Aam, dll.
13. Teman-teman kost Kampung Utan, Amar, Ucil, Haikal, Ulil dan Eko.
x
14. Sahabat Alumni GONTOR Angkatan 2004 yang tidak bisa disebutin satu-
satu, terima kasih buat motivasinya juga selama ini. Keep contact dan tetap
semangat.
15. Terima kasih kepada seluruh pihak yang ada di PT. BUMI DIPA (Pak JS, Pak
Imam, Pak Towil, Pak Erwo, Mas Agus, Mas Amin) yang telah memberikan
do'a, bantuan, semangat dan perhatiannya semua dan kesempatan yang telah
diberikan kepada penulis untuk dapat bekerja disana.
16. Dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang tak bisa
penulis sebutkan satu per satu atas bantuannya dalam terselasainya
penyusunan skripsi ini. Semoga amal kebaikan kalian semua dapat dibalas
oleh Allah SWT
Penulis sangat menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis menerima segala jenis kritik dan saran yang dapat membangun dari
berbagain pihak. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak.
Jakarta, Mei 2013
Ikhwan Sugiono
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................. i
LEMBAR KELENGKAPAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................ iii
LEMBAR SURAT PERNYATAAN ............................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... v
ABSTACT ....................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12
A. Tinjauan Teoritis .............................................................................. 12
1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi ............................................. 12
xii
2. Pengertian Pajak .......................................................................... 18
3. Pengklasifikasian Pajak ............................................................... 19
4. Fungsi Pajak ................................................................................ 21
5. Pajak Daerah ............................................................................... 22
a. Definisi Pajak Daerah ............................................................. 22
b. Jenis Pajak Daerah .................................................................. 23
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah ..................................... 26
d. Objek Pajak Daerah ................................................................ 29
e. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Daerah ....................... 32
f. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan ............................ 35
1. Pajak Reklame .................................................................... 35
2. Pajak Penerangan Jalan ....................................................... 41
6. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................................................... 44
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu .......................................................... 47
C. Kerangka Berpikir ............................................................................ 53
D. Hipotesis .......................................................................................... 55
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 57
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 57
B. Metode Menentukan Sampel ............................................................ 57
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 58
D. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 58
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 59
F. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis ........................................... 60
xiii
1. Efektivitas Pajak Daerah .............................................................. 60
2. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD ...................................... 62
3. Laju Pertumbuhan ....................................................................... 63
4. Statistik Non Parametrik .............................................................. 63
5. Uji Mann-Whitney (U Test) ......................................................... 64
6. Analisi Statistik Deskriptif .......................................................... 66
7. Uji Spss Menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb ................. 66
G. Definisi Operasional Variabel .......................................................... 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 69
A. Tinjauan Umum Kabupaten Tangerang ............................................ 69
1. Gambaran Umum Profil Daerah KabupatEn Tangerang ............... 69
2. Struktur Pemerintahan ................................................................. 72
3. Kependudukan ............................................................................. 76
4. Kondisi Sosial Ekonomi .............................................................. 77
5. Keuangan Daerah, Pendapatan Domestik Bruto
(PDRB),dan Inflasi ...................................................................... 84
B. Gambaran Umum DISPENDA Kabupaten Tangerang ...................... 87
1. Kedudukan .................................................................................. 87
2. Tugas Pokok ................................................................................ 87
3. Struktur Organisasi ...................................................................... 88
C. Hasil Penelitian ................................................................................ 89
1. Penerimaan Pajak Reklame .......................................................... 89
a. Efektifitas Penerimaan Pajak Reklame .................................... 89
xiv
b. Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap
Pendapatan Asli Daerah .......................................................... 92
2. Penerimaan Pajak Penerangan Jalan ............................................. 95
a. Efektifitas Pajak Penerangan Jalan .......................................... 95
b. Kontribusi penerimaan Pajak Penerangan Jalan
Terhadap Pendapatan Asli Daerah ........................................... 99
D. Hasil Uji Penelitian ........................................................................ 102
1. Uji Mann-Whitney (U Test) ...................................................... 102
a. Penerimaan Pajak Reklame Terhadap
Pendapatan Asli Daerah ........................................................ 102
b. penerimaan Pajak Penerangan Jalan
Terhadap Pendapatan Asli Daerah ......................................... 103
c. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah ..................................... 105
2. Uji SPSS .................................................................................... 107
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................. 118
A. Kesimpulan .................................................................................... 118
B. Implikasi ........................................................................................ 120
C. Saran .............................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 123
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 125
xv
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ................................................................. 51
3.1 Interpretasi Kriteria Efektivitas ................................................................ 61
3.2 Interpretasi Kriteria Efektivitas ................................................................ 62
3.3 Defenisi Operasional Variabel ................................................................. 67
4.1 Jumlah Kecamatan, kelurahan dan Desa Kabupaten Tangerang ............. 72
4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Tangerang
Tahun 2010 .............................................................................................. 76
4.3 Pendapatan Daerah dan Realisasi Kab. Tangerang Tahun 2006-2011 .... 84
4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan
Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2011 ................................................. 86
4.5 Inflasi Kab. Tangerang Tahun 2006-2011 ............................................... 86
4.6 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang
Sebelum Pemekaran (2006-2008) ............................................................ 89
4.7 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang
Setelah Pemekaran (2009-2011) .............................................................. 90
4.8 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang
Sebelum Pemekaran (2006-2008) ............................................................ 93
4.9 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang
Setelah Pemekaran (2009-2011) .............................................................. 93
xvi
4.10 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang
Sebelum Pemekaran (2006-2008) ............................................................ 96
4.11 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang
Setelah Pemekaran (2009-2011) .............................................................. 96
4.12 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD
di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) ................... 99
4.13 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD
di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) .................... 100
4.14 Penerimaan Pajak Reklame Kab. Tangerang ......................................... 102
4.15 Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kab. Tangerang ........................... 104
4.16 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kab. Tangerang .......................... 105
4.17 Descriptive Statistic Pajak Reklame ...................................................... 107
4.18 Descriptive Statistic Pajak Penerangan Jalan ......................................... 108
4.19 Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah ........................................ 108
4.20 Rank Pajak Reklame .............................................................................. 109
4.21 Rank Pajak Penerangan Jalan ................................................................. 110
4.22 Rank Pendapatan Asli Daerah ................................................................ 110
4.23 Test Statisticsb Pajak Reklame ............................................................... 111
4.24 Test Statisticsb Pajak Penerangan Jalan .................................................. 113
4.25 Test Statisticsb Pendapatan Asli Daerah ................................................. 115
xvii
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................. 54
4.1 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kab. Tangerang
Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ....................................... 92
4.2 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD
di Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ......... 95
4.3 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di
Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ............. 98
4.4 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD
di Kab. TangerangSebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ........ 101
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1 Target dan Realisasi Pajak Reklame .................................................... 125
2 Target dan Realisasi Pajak Penerangan Jalan ....................................... 125
3 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ........................... 125
4 Descriptive Statistics Pajak Reklame ................................................... 126
5 Ranks Pajak Reklame .......................................................................... 126
6 Test Statisticsb Pajak Reklame ............................................................. 126
7 Descriptive Statistics Pajak Penerangan Jalan ...................................... 127
8 Ranks Pajak Penerangan Jalan ............................................................. 127
9 Test Statisticsb Pajak Penerangan Jalan ................................................ 127
10 Descriptive Statistics Pendapatan Asli Daerah (PAD) .......................... 128
11 Ranks Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................................................. 128
12 Test Statisticsb Pendapatan Asli Daerah (PAD) .................................... 128
13 Critical Values of the Mann-Whitney U .............................................. 129
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia, tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala
bidang. Pembangunan-pembangunan ini dilaksanakan di segala lapisan baik di
tingkat pusat maupun daerah, hal ini bertujuan meningkatkan taraf hidup bangsa
Indonesia dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa yang lain, terutama
bangsa-bangsa yang sudah maju terlebih dahulu.
Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah
menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah
pembangunan nasional. Pengertian pembangunan adalah suatu proses yang
multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam
struktur sosial, setiap masyarakat dan kelembagaan nasional, pengurangan
kesenjangan sosial dan pemberantasan kemiskinan absolut. Untuk itu, pemerintah
harus berusaha meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan yang telah dicanangkan.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah akan meningkatkan
kebutuhan penerimaan dana untuk membiayai pembangunan tersebut. Dana ini
diambil dari penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap
bertumpu pada penerimaan dalam negeri, sedangkan penerimaan dari sumber-
sumber luar negeri hanya digunakan sebagai pelengkap. Salah satu sumber
penerimaan negara adalah pajak. Pajak merupakan sumber untuk meningkatkan
pendapatan untuk membiayai pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa.
2
Tidak ketinggalan, dalam menunjang keberhasilan pembangunan,
kemandirian pembangunan sangat diperlukan baik ditingkat pusat maupun daerah.
Hal ini sangatlah penting karena keberhasilan penyelenggaraan pemerintah
propinsi maupun kabupaten/kota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Pemerintah pusat menetapkan
kebijakan-kebijakan tentang keuangan daerah agar pemerintah daerah mampu
membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang
telah ada.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya telah diganti dengan Undang-
Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 merupakan landasan bagi daerah untuk
membangun daerahnya secara mandiri dengan lebih mengandalkan kemampuan
dan potensi yang dimiliki daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah antara pusat
dan daerah yang dapat dijadikan dasar berpijak bagi kegiatan pembangunan yang
mencerminkan rencana-rencana investasi yang memerlukan biaya didalam
pelaksanaannya. Substansi dari undang-undang diatas adalah adanya pembagian
kekuasaan (political sharing) dan pembagian keuangan (financial sharing) antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Basri dan Hamidi, 2010:2). Dalam
menjalankan kewenangan tersebut diatas pemerintah daerah mendapatkan dana
dari pemerintah pusat yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) serta sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
3
Pendapatan Daerah sah lainnya. Implikasinya adalah bagi daerah kabupaten dan
kota, untuk tidak hanya terfokus pada dana perimbangan keuangan, namun lebih
kepada penggalian dan mengembangkan potensi ekonomi daerahnya sehingga
sumber dana pembangunan bagi daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli
daerah dapat lebih dioptimalkan serta menjadi kontributor dana pembangunan
daerah kedepan.
Dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan daerah, diperlukan
sumber-sumber pembiayaan yang memadai (Darmono, 2010:84). Untuk mencapai
itu, pemerintah pusat mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah
yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan
rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi
sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
Dan Pemerintahan Daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:
a. Hasil pajak daerah.
b. Hasil retribusi daerah.
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan.
3. Lain-lain pendapatan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebenarnya merupakan sumber
penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu
4
daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah
sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang
ditetapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan
penerimaan kedua komponen tersebut (Riduansyah, 2003:49). PAD diharapkan
dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan
pembangunan di daerah, oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat
mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan
demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Akan tetapi di
beberapa daerah kontribusi PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah masih
kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah-daerah
tersebut masih besar, maka untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah
pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan PAD yang salah satunya
dengan penggalian potensi daerah.
Kabupaten Tangerang sebagai bagian dari Propinsi Banten, salah satu
Daerah yang mempunyai Daerah Pemekaran atau disebut juga dengan Daerah
Otonom Baru (DOB) yaitu Kota Tangerang Selatan, maka DOB baru tersebut
juga akan berusaha untuk meningkatkan pembangunan daerahnya selepas dari
induknya yaitu Kabupaten Tangerang. Sejak disahkan oleh Menteri Dalam Negeri
sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) pada 29 Oktober 2008, dan diperkuat
dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 pada tanggal 29
September 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Selatan, maka
Kabupaten Tangerang selaku induk dari Kota Tangerang Selatan melimpahkan
5
semua semua hal yang berkaitan/bersumber dari Pendapatan Daerah khususnya
yang ada wilayah Kota Tangerang Selatan.
Sebagai salah satu daerah otonom yang baru, Kota Tangerang Selatan
tentunya dalam menyelenggarakan pembangunan daerah juga memerlukan
sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Dana pembangunan tersebut
diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan
pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan itu sendiri. Sumber pembiayaan
kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki daerah di samping
penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah
lainnya. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan
untuk dapat lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya
melalui Pendapatan Asli Daerah (Hakki, 2008:1).
Dengan adanya daerah otonom yang baru di wilayah Kabupaten
Tangerang, mau tidak mau maka pendapatan dari Kabupaten Tangerang yang
sebelumnya berada di Wilayah Kota Tangerang Selatan harus diserahkan kepada
pemerintah baru yang ada Kota Tangerang Selatan untuk dikelola pemerintah baru
tersebut. Hal ini tentu akan berdampak kepada penerimaan pendapatan yang
diperoleh oleh Kabupaten Tangerang.
Pendapatan suatu daerah termasuk Kabupaten Tangerang terangkum
dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu komponen Pendapatan Asli
Daerah (PAD) ini adalah pajak daerah. Pajak Daerah inilah yang bisa
6
dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan asli
daerahnya. Jenis-jenis pajak Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah adalah:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. PBB Pedesaan & Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib
rakyat kepada negara. Berdasarkan pada perkembangan realisasi pajak sebenarnya
pemerintah kabupaten/kota dapat meningkatkan target penerimaan pajaknya, hal
ini dapat dikatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota tidak mengetahui potensi
yang dimiliki oleh daerahnya tersebut. Kemampuan keuangan daerah di dalam
membiayai kegiatan pembangunan di daerah merupakan pencerminan dari
pelaksanaan otonomi di daerah. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah ini dipandang sebagai bagian dari paket reformasi untuk
meningkatkan efisiensi di sektor publik, untuk meningkatkan persaingan antar
7
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik (Davoodi dan Heng-fu,
1998:224)
Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
pemberian otonomi daerah adalah terwujudnya otonomi daerah yang nyata,
dinamis dan bertanggung jawab. Otonomi yang nyata mengandung arti bahwa
pemberian otonomi kepada daerah adalah didasarkan pada faktor-faktor,
perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijakan yang benar-benar menjamin
daerah bersangkutan untuk mengelola rumah tangga di daerahnya.
Beberapa penelitian tentang analisis perbandingan penerimaan pajak
terhadap pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah telah
dilakukan. Penelitian Riduansyah (2000) dengan judul ”Kontribusi Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi
Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)” hasilnya kontribusi
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan
Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya
untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Penelitain lain dilakukan
oleh Darmono (2010) dengan judul “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum
Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau” dengan hasil otonomi daerah
memberikan pengaruh bagi penerimaan Daerah Kabupaten Berau pada pos
penerimaan dana bagi hasil pajak. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Basri
dan Hamidi (2010) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran
Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah” dengan hasil masih rendahnya
8
realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya
setelah adanya otonomi daerah di Kabupaten Bengkalis. Penelitian lain juga telah
dilakukan oleh Hakki (2008) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Dan
Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”,
penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi
daerah di Kota Bogor pada periode tahun 2001-2005.
Berdasarkan temuan dari penelitian-penelitian diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti ulang. Adapun yang menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya
adalah:
1. Periode penelitian
Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2000, 2008, dan 2010 sedangkan
penelitian ini dilakukan pada tahun 2013.
2. Tempat penelitian
Penelitian sebelumnya melakukan riset diberbagai daerah kabupaten/kota yang
berbeda sedangkan pada penelitian ini mengambil tempat di Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
3. Variabel yang digunakan
Penelitian sebelumnya meenggunakan pajak daerah, retribusi daerah, dana
bagi hasil pajak, pajak hotel, dan pajak restoran sebagai variabelnya.
Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pajak reklame dan pajak
penerangan jalan serta pendapatan asli daerah sebagai variabelnya.
9
Berdasarkan penjelasan hal tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui
sebenarnya “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame Dan Pajak
Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Sesudah
Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang sebelum dan
sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?
2. Bagaimana kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?
3. Bagaimana efektivitas pajak penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang
sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?
4. Bagaimana kontribusi pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran
Daerah?
5. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya
Pemekaran Daerah?
6. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah
dilakukannya Pemekaran Daerah?
10
7. Apakah terdapat perbedaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang
sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang
sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.
2. Untuk menganalisis kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran
Daerah.
3. Untuk menganalisis efektivitas pajak penerangan jalan di Kabupaten
Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.
4. Untuk menganalisis kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya
Pemekaran Daerah
5. Untuk menganalisis perbedaan penerimaan pajak reklame terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah
dilakukannya Pemekaran Daerah.
6. Untuk menganalisis perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah
dilakukannya Pemekaran Daerah.
7. Untuk menganalisis perbedaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.
11
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi penulis, namun juga
bagi Pemerintah Daerah dan peneliti lainnya. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Bagi Akademik
Dapat menambah kepustakaan dan dapat memberikan masukan di
bidang perpajakan, khususnya mengenai penerimaan pajak reklame dan
pajak penerangan jalan sebagai salah satu sumber pajak daerah yang
pemungutanya merupakan hak kewenangan daerah terhadap peningkatan
Pendapatan Asli Daerah.
2. Bagi Instansi atau Pemerintah
Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam
mengambil kebijakan dalam usahanya untuk meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan daerah khususnya
penerimaan yang berasal dari pajak daerah. Diharapkan sebagai bahan dan
informasi bagi peneliti selanjutnya terhadap masalah dan tempat yang
sama dengan kajian yang lebih mendalam untuk meningkatkan
penerimaan pajak.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk mencapai
studi program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, serta untuk
memperluas dan memperdalam pengetahuan penulis.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Dasar pelaksanaan otonomi daerah Indonesia adalah pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang
dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara
dan hak-hak urus daerah yang bersifat istimewa.
Dalam penjelasan pasal tersebut dirumuskan: Daerah Indonesia akan
dibagi dalam daerah propinsi dan propinsi akan dibagi pula dalam daerah
yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah
administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan
dengan Undang-undang.
Secara etimologis kata otonomi berasal dari bahasa Latin, “Autos”
yang berarti “sendiri” dan “Nomos” aturan. Muslimin mengatakan otonomi
itu termasuk salah satu sari azas-azas pemerintahan negara, dimana
pemerintah suatu negara dalam pelaksanaan kepentingan umum untuk
mencapai tujuan. Disamping itu, Syafruddin mengemukakan bahwa
otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan
13
kemerdekaan. Kemerdekaan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud
pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk
penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama
serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan
yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan,
penggerakan dan evaluasi.
Jadi otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas
meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan dibidang
pemerintahan lainnya. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
berdasarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas dan
bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
14
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah,
serta antar daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonomi dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota
tidak ada lagi wilayah administratif.
f. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibangun oleh
pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan industri,
kawasan perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan,
kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku
ketentuan daerah otonomi.
g. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi
pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
h. Pelaksanaan asas desentralisasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah.
i. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah
kepada desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana,
15
serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan
dan pertanggungjawaban kepada yang menugaskan.
Agar pelaksanaan tugas otonomi dapat berjalan dengan baik perlu
memperhatikan: sumber pendapatan daerah, teknologi, struktur organisasi
pemerintah daerah, dukungan hukum, perilaku masyarakat, faktor
kemimpinan. Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi pengembangan
otonomi daerah menurut Kaho sebagai berikut:
a. Faktor manusia pelaksana yang baik
b. Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik
c. Faktor peralatan yang cukup dan baik
d. Faktor organisasi dan manajemen yang baik
Menurut Undang-Undang dan beberapa pendapat para ahli tentang
Otonomi Daerah:
a. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 1 ayat 5. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.” (Undang-undang Otonomi Daerah
2004:4).
b. Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary.
Kata autonomy berasal dari bahasa Yunani (Greek), yakni dari kata
autonomia, yang artinya: The quality or state being independent, free,
and self directing. Atau The degree of self determination or political
16
control possed by a minority group, territorial division or political unit
in its relations to the state or political community of which it forms a
part and extending from local to full independence. (Saragih, 2003:9
dan 40).
c. Menurut Encyclopedia of Social Science.
Dalam pengertiannya yang orisinil, otonomi adalah The legal self
suffiency of social body and its actual independence (Yani, 2002:5).
d. Menurut Black’s Law Dictionary.
Definisikan autonomy adalah The political independence of a nation,
the right (and condition) of power of self government. The negation of a
state of political influence from without or from foreign powers
(Ibid:2000:5).
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 1 butir 7, menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sitem Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini berarti pengelolaan daerah
lebih dititik beratkan kepada kabupaten/kota. Mengenai sistem hubungan
pusat dan daerah, berdasarkan undang-undang yang berlaku dapat
dirangkum dalam tiga prinsip, yaitu:
1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
17
2. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah.
3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggung-jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada
dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Pada masa sekarang ini titik berat ekonomi daerah
diberikan kepada daerah tingkat II yaitu pemerintah kabupaten/kota. Hal ini
erat kaitannya dengan fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia
pelayanan kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan disamping
sebagai pembina kestabilan politik, sosial, ekonomi dan kesatuan bangsa.
Dengan adanya desentralisasi daerah, pemerintah daerah mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain:
1. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih
mengetahui keinginan masyarakatnya.
2. Dengan desentralisasi diharapkan pembuatan keputusan dapat lebih
efektif.
3. Daerah akan dapat melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda-
beda dalam menggali potensi di daerahnya masing-masing.
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should
follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan. Prinsip tersebut berarti setiap penyerahan atau pelimpahan
18
wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Saragih, 2003:83).
Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif
dari kebijakan otonomi daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang
dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan
oleh daerah
2. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009:1) adalah:
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”
Soemahamidjaja dalam bukunya Santoso (2003:34) dalam
desertasinya yang berjudul pajak berdasarkan asas gotong royong, Pajak
adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum.
Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007:
“Kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pajak adalah:
19
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka akan digunakan
untuk membiayai public investment.
3. Pengklasifikasian Pajak
Mardiasmo (2009:5) menulis, ”Pajak dapat dikelompokkan tiga
kelompok besar menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya”.
Berikut ini adalah pengelompokkannya:
a. Menurut Golongan
Menurut golongan pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak
langsung dan pajak tidak langsung.
1) Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi
beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: pajak penghasilan (PPh), Pajak Bumi Dan Bangunan
(PBB)
20
2) Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,
perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi
penyerahan barang atau jasa.
Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN)
b. Menurut Sifat
Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pajak subjektif dan pajak objektif.
1) Pajak subjektif pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang
memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh: pajak penghasilan (PPh)
2) Pajak obyektif pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak)
maupun tempat tinggal
Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas
barang mewah (PPnBM)
c. Menurut Lembaga Pemungut
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
21
1) Pajak Negara atau Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara.
Contoh: Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan
Bermotor
4. Fungsi Pajak
Pembangunan yang ada selama ini tidak terlepas dari peran serta
masyarakat dalam membayar pajak, karena hasil dari penerimaan pajak
tersebut digunakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan bagi
kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pajak mempunyai beberapa fungsi,
menurut Mardiasmo (2009:1), fungsi pajak antara lain:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetar)
Dalam fungsinya sebagai penerimaan, pajak dipergunakan
sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan
pemerintah, terutama kegiatan- kegiatan rutin.
b. Fungsi Mengatur (Regular)
Pajak berfungsi sebagai alat pengatur untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan perekonomian guna
22
menujupertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi
pendapatan serta stabilitas ekonomi.
4. Pajak Daerah
a. Definisi Pajak Daerah
Menurut Pasal 1 ayat 6 undang-undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang perubahan atas undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang
Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatakan Pajak
Daerah sebagai berikut.
“Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah”.
Pajak daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah
diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah
mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Meskipun beberapa jenis pajak daerah sudah
ditetapkan dalam undang-undang Nomor 34 tahun 2004, daerah
kabupaten/kota diberi peluang dalam mengali potensi sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis pajak selain yang telah
ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan
sesuai dengan aspirasi masyarakat.
23
b. Jenis Pajak Daerah
Jenis pajak propinsi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah antara lain:
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air.
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraaan di atas Air.
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor.
4) Pajak Air Permukaan.
5) Pajak Rokok.
Kabupaten/kota memungut pajak berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
antara lain:
1) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
hotel.
2) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran.
3) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan,
sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis
tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran.
4) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame,
sedangkan yang dimaksud dengan reklame reklame adalah
benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
24
umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat
dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh
umum.
5) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah derah tersebut tersedia
penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah
Daerah.
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari
sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk
dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan Mineral Bukan
Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan
sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan
di bidang mineral dan batubara.
7) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak
bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara
8) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan Air
25
Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
9) Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
Sedangkan yang dimaksud dengan Burung Walet adalah satwa
yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga,
collocalia maxina, collocalia esculanta, dancollocalia linchi.
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan yang dimaksud dengan
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan
perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
26
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah
Adapun bagian dari subjek pajak dan wajib pajak daerah adalah:
1) Subjek kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah
orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Wajib pajaknya
adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan
bermotor dan kendaraan di atas air. Subjek pajak bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah orang
pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan
bermotor dan kendaraan di atas air. Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan
bermotor dan kendaraan di atasair.
2) Subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah konsumen
bahan bakar kendaraan bermotor. Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan kendaraan bermotor.
3) Subjek pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan
yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan. Wajib pajak air permukaan adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan
air permukaan.
4) Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok. Wajib pajak rokok
adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok
27
yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai.
5) Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib pajaknya adalah
pengusaha hotel.
6) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran kepada restoran. Wajib pajaknya adalah
pengusaha restoran.
7) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang
menonton dan/atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
8) Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Wajib
pajaknya adalah orang pribadi.
9) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau
pengguna tenaga listrik.
10) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat
parkir
28
11) Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang
pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan
logam dan batuan. Wajib pajak mineral bukan logam dan
batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil
mineral bukan logam dan batuan.
12) Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Wajib
pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
13) Subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan
sarang burung walet. Wajib pajak sarang burung walet adalah
orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan
dan/atau mengusahakan sarang burung walet.
14) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
29
15) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
d. Objek Pajak Daerah
1) Objek pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air.
2) Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air adalah penyerahaan kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air.
3) Objek pajak bahan kendaraan bermotor adalah bahan bakar
kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan
untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan
untuk kendaraan di atas air.
4) Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Permukaan.
5) Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana
yang dimaksud meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.
6) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel
dengan pembayaran termasuk:
30
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan
atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan.
c) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
hotel.
6) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran
dengan pembayaran.
7) Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan
dipungut bayaran.
8) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
9) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik,
di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
10) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di
luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
11) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah
kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan
yang meliputi: asbes; batu tulis; batu setengah permata; batu
kapur; batu apung; batu permata; bentonit; dolomit; feldspar;
garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin;
31
leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan
kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fullers
earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif;
zeolit; basal; trakkit; dan Mineral Bukan Logam dan Batuan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Tanah. Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah
adalah:
a. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan
perikanan rakyat, serta peribadatan;
b. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang
diatur dengan Peraturan Daerah.
13) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan
dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet.
14) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,
dan pertambangan.
15) Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
32
e. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Daerah
1) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai
perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu:
a) Nilai Jual Kendaraan Bermotor
b) Bobot yang mencerminkan secara relative kadar kerusakan
jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan
kendaraan bermotor.
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar 1,5%
untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan
bermotor umum, dan 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat
berat dan besar.
2) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dihitung
berdasarkan nilai jual kendaraan di atas air. Tarif ditetapkan
sebesar 1,5%.
3) Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air adalah nilai jual kendaraan bermotor.
Tarifnya ditetapkan sebagai berikut:
a) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan
pertama 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 10%
untuk kendaraan bermotor umum, dan 3% untuk kendaraan
bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
b) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan
kedua dan selanjutnya: 1% untuk kendaraan bermotor bukan
33
umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk
kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
c) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan
karena warisan: 0,1% untuk kendaraan bermotor bukan
umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk
kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas
penyerahan pertama ditetapkan 5% untuk penyerahan kedua dan
selanjutnya sebesar 1%, dan untuk penyerahan karena warisan
ditetapkan sebesar 0,1%.
4) Dasar Pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah
nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan
sebesar 5%.
5) Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan
Air Permukaan. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling
tinggi sebesar 10%.
6) Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan
oleh Pemerintah terhadap rokok.Tarif Pajak Rokok ditetapkan
sebesar 10% dari cukai rokok.
7) Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada hotel. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%.
8) Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada restoran. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%.
34
9) Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau
yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati
hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 35%.
10) Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame.
Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
11) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah nilai jual tenaga
listrik. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
12) Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau
yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarifnya
ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
13) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah
Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan
paling tinggi sebesar 25%.
14) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air
Tanah. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
15) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai
Jual Sarang Burung Walet. Tarif Pajak Sarang Burung Walet
ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
16) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan adalah NJOP. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3.
35
17) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Tarif Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling
tinggi sebesar 5%.
f. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan
1. Pajak Reklame
a. Pengertian Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame,
sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat,
perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak
ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang,
jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada
suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat
dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum
kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
b. Sangsi atas Pelanggaran Pajak Reklame
Sangsi yang dikenakan pada wajib pajak berupa denda
atau pidana bila kewajiban perpajakannya tidak ditaati
sepenuhnya. Sangsi tersebut berupa:
1. Pencabutan izin pemasangan reklame
36
2. Dikenakan denda sebesar 25% apabila angsuran yang
dibayar tidak tepat waktu.
3. Selain pidana dikenakan juga hukuman kurungan selama-
lamanya tiga bulan.
c. Macam-macam Bentuk Reklame
Dalam Peraturan Daerah No.10 Tahun 1998 tentang
Pajak Reklame disebutkan macam-macam bentuk reklame
adalah:
1. Reklame billboard adalah papan iklan yang ditempatkan di
ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari
papan/kayu/besi/seng/bahan lain yang dipasang dengan
tiang.
2. Reklame megatron adalah papan iklan yang ditempatkan
di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari
papan/besi/seng/bahan lain yang dipasang dengan tiang
dan ditambah peralatan mekanik elektronik sehingga
menampilkan gambar atau pesan yang bervariasi.
3. Reklame kain dan sejenisnya adalah reklame yang dibuat
dari kain atau bahan yang dipersamakan dengan kain.
Yang termasuk reklame kain antara lain spanduk, banner,
umbul-umbul, rontek yang mengandung pesan.
37
4. Reklame neonbox adalah papan reklame iklan yang
ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) atau di dalam
ruangan yang terbuat dari box yang bersinar.
5. Reklame selebaran dan sejenisnya adalah reklame yang
terbuat dari kertas, plastik, atau bahan yang
sejenis/dipersamakan dalam bentuk selebaran.
6. Reklame berjalan adalah reklame yang ditulis atau
ditempatkan (dipasang) pada kendaraan antara lain roda
dua, tiga, empat atau kendaraan lain yang dipersamakan.
7. Reklame udara adalah reklame yang melayang di udara
antara lain balon.
8. Reklame suara adalah reklame dengan kata-kata yang
diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan oleh
perantaraan alat.
9. Reklame film/slide adalah reklame yang menggunakan
klise berupa kaca film atau bahan-bahan lain yang
diproyeksikan pada layar putih atau benda lain.
10. Reklame peragaan adalah sejenis reklame yang dalam
bentuk peragaan atau demonstrasi dari suatu hasil produksi
barang yang diadakan khusus untuk tujuan promosi.
11. Reklame dengan cahaya adalah reklame yang berbentuk
tulisan dan atau gambar yang terdiri dari atau dibentuk dari
cahaya pijar atau alat lain yang bersinar.
38
12. Reklame tine plate adalah papan iklan yang ditempatkan di
ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari plate/seng
atau bahan yang dipersamakan dipasang dengan tiang
ataupun menempel dalam bentuk yang sederhana
13. Reklame baliho adalah papan iklan yang ditempatkan di
ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari papan atau
triplek atau bahan yang dipersamakan.
14. Reklame shopsign adalah papan reklame yang terbuat dari
kayu/besi/seng atau bahan lain yang dipersamakan yang
menempel/melekat pada bidang bangunan.
d. Subjek, Objek dan Wajib Pajak Reklame serta Tarif Pajak
Yang dimaksud dengan subjek Pajak Reklame adalah:
1. Orang dan atau badan hukum yang memasang reklame
dalam wilayah daerah pemungutan pajak.
2. Orang dan atau badan hukum yang ditunjuk untuk
dipungut pajak reklame atau sebagai wajib pajak
pengganti.
3. Pemegang izin pemasang iklan
Sedangkan yang menjadi objek pajak reklame adalah
reklame yang diijinkan untuk dipasang di wilayah daerah
pemungut pajak berdasarkan jenis-jenis pajak yang ditentukan.
Wajib pajaknya adalah orang pribadi dengan dasar pengenaan
39
pajak reklame adalah nilai sewa reklame yang tarifnya
ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
e. Dasar Perhitungan Pajak Reklame
Besarnya pajak ditetapkan berdasarkan:
1. Tarif yang berlaku
2. Jenis reklame
3. Luas reklame
4. Masa berlakunya reklamee. Lokasi pemasangan reklame
f. Pembebasan dan Pengecualian Pajak Reklame
Pengecualian dari pengenaan Pajak Reklame adalah:
1. Reklame yang diadakan dan dibuat oleh Pemerintah
2. Reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan atau
peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak
melebihi ¼ m2 dan diselenggarakan di atas tanah tersebut.
3. Reklame yang semata-mata memuat nama dan atau
pekerjaan orang atau badan yang menempati tanah/
bangunan dimana reklame, tersebut diselenggarakan
dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼ m2.
4. Reklame yang semata-mata memuat nama atau sebutan
dari pekerjaan atau perusahaan yang diselenggarakan
diatas tanah/bangunan dimana reklame tersebut luasnya
tidak melebihi ¼ m2.
40
5. Reklame yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan
pada kendaraan milik perusahaan tersebut, yang semata-
mata memuat nama dan atau sebutan umum perusahaan
yang bersangkutan dengan luasnya tidak melebihi ¼ m2.
6. Reklame yang merupakan jenis reklame suara apabila
menurut pendapat Kepala Daerah penyelenggaraannya
termasuk golongan penjaja atau pengusaha kecil.
7. Reklame yang menurut pertimbangan dibuat untuk
maksud amal dan untuk kepentingan umum untuk jangka
waktu tertentu
g. Perijinan dalam Pemasangan Reklame
Pemasangan reklame harus mendapatkan ijin dari
Kepala Daerah yang dimohonkan secara tertulis melalui Dinas
Cipta Karya, dengan mengisi blangko permohonan yang
berisi: nama dan alamat pemohon; bentuk, ukuran dan jenis
reklame; perihal yang akan dikemukakan pada reklame;
jangka waktu pemasangan reklame; jumlah reklame yang
dipasang; tempat pemasangan reklame, Ijin Reklame berlaku
selama-lamanya 1 (satu) tahun.
h. Kewajiban, Larangan dan Pencabutan Ijin Reklame
Pemasangan reklame diwajibkan: memasang stiker
atau tanda yang diberikan oleh Dinas Cipta Karya dan
membubuhkan tulisan tentang nomor ijin reklame serta saat
41
berlakunya pada reklame yang dipasang; mengupayakan dan
menjaga reklamenya agar tidak menganggu keindahan dan
ketertiban umum, keamanan, kesusilaan dan kesehatan.
Ijin reklame dapat dicabut apabila: pemegang ijin tidak
memenuhi kewajiban-kewajiban mengenai tempat
pemasangan reklame yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah
setelah pemegang ijin reklame atau kuasanya diberi
peringatan; pemasangan reklame mengubah bentuk reklame
yang dipasang sehingga perubahan tersebut tidak sesuai
dengan data pada permohonan ijin reklame yang diajukan;
reklame yang dipasang tidak sesuai dengan keindahan dan
ketertiban umum,keamanan, kesusilaan dan kesehatan.
2. Pajak Penerangan Jalan
a. Pengertian Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan
tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah
tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar
oleh pemerintah daerah.
b. Dasar Pengenaan Tarif
Dasar pengenaan tarif pajak penerangan jalan serta
subyek pajak penerangan jalan adalah:
1. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik.
42
2. Nilai jual tenaga listrik adalah dalam hal tenaga listrik
dari PLN dengan pembayar, nilai jual tenaga listrik
adalah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya
pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik.
Sedangkan dalam hal tenaga listrik bukan dari PLN
dengan tidak dipungut bayaran, nilai jual tenaga listrik
dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, penggunaan
tenaga listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga
satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah yang
bersangkutan.
3. Khusus untuk kegiatan industri, pertambangan minyak
bumi dan gas alam, nilai jual tenaga listrik ditetapkan
sebesar 30% (tiga puluh persen).
4. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN bukan
untuk industri sebesar 9% (sembilan persen).
5. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untuk
tenaga industri sebesar 9% (sembilan persen).
6. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN
untuk industri sebesar 9% (sembilan persen).
7. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN
untuk industrisebesar 5% ( lima persen).
43
c. Subjek, Wajib serta Tarif Pajak Penerangan Jalan
Subyek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi
atau badan yang menggunakan tenaga listrik yang menjadi
pungutan daerah atas penggunaan tersebut dan diatur sesuai
perundang-undangan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi
atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna
tenaga listrik dengan dasar pengenaan pajak adalah nilai jual
tenaga listrik yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar
20%.
d. Objek Pajak Penerangan Jalan
Adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah
yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar
oleh Pemerintah Daerah, dikecualikan dari objek pajak
penerangan jalan yang dimaksud jika:
1. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat
dan daerah, penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat
yang digunakan oleh kedutaan, konsulat perwakilan asing
dan lembaga-lembaga international dengan asas timbal
balik.
2. Penggunaan tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan
kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dan
instansi terkait.
44
3. Penggunaan tenaga listrik lainya diatur dengan peraturan
daerah.
e. Sistem Pemungutan Pajak Penerangan Jalan
Pemungutan pajak penerangan jalan sesuai dengan
peraturan daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan, menggunakan with holding system yaitu sistem
pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada
sumbernya, dan pejabat atau badan yang ditunjuk atas tugas
tersebut adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN).
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Defenisi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 15,
pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut:
“Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan”.
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh
pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang
punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan
melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan
oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi
45
yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD
berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap
bantuan merupakan indikasi keuangan suatu pemerintah daerah.
Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-
sumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor
perundang-ungangan yang berlaku khususnya untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan didaerahnya
melalui pendapatan asli daerah. Tuntutan peningkatan PAD semakin
besar seiring dengan semakin banyakanya kewenagan pemerintah yang
dilimpahkan kepada daerah itu sendiri.
b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Mardiasmo (2009:132), " pendapatan asli daerah adalah
penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hasil perusahaan milik
daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah".
Menurut undang-undang No.33 tahun 2004 pasal 6, sumber-
sumber pendapatan asli daerah terdiri dari:
1) Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan yang digunakan untuk membiayai
46
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah.
2) Retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci
menurut objek pendapatan yang mencakup:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD.
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
Negara/BUMN.
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta/kelompok.
4) Lain-lain pendapatan yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk
mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut diatas.
Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:
47
a) Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan.
b) Jasa giro.
c) Pendapatan bunga.
d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah.
f) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing.
g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
h) Pendapatan denda pajak.
i) Pendapatan denda retribusi.
j) Pendapatan eksekusi atas jaminan.
k) Pendapatan dari pengembalian.
l) Fasilitas sosial dan umum.
m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
n) Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu adalah:
1. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riduansyah (2000) dengan
judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah
48
Daerah Kota Bogor)”. Penelitian ini menunjukkan bahwa Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang
signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah
otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah
sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah
yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang
terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD
Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA)
1993/1994 – 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar
27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-
nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah
terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA
1993/1994 – 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar
7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89%
pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi
daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata
pertahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya
sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus
memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu
dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan
49
intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah,
kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak
dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.
2. Hasil penelitian sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Darmono (2010) dengan judul “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum
Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau”. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa otonomi daerah memberikan pengaruh
bagi penerimaan daerah Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi
hasil pajak, dimana penerimaan dana bagi hasil pajak semakin tinggi
setelah terjadi otonomi daerah dan diharapkan besarnya rentang
peningkatan dana bagi hasil pajak lebih besar dibandingkan dengan
keadaan yang ada saat ini. Oleh karena itu untuk meningkatkan penerimaan
dana bagi hasil pajak maka sebaiknya dilakukan ektensifikasi dan
intensifikasi sumber-sumber penerimaan yang dapat mempengaruhi
perolehan dana bagi hasil pajak tersebut, misalnya pencarian sumber-
sumber penerimaan baru yang selama ini belum tergali dan intensifkan
sumber penerimaan yang telah ada sehingga hasilnya lebih optimal, atau
melalui himbauan kepada masyarakat untuk selalu taat membayar
kewajibannya demi peningkatan penerimaan daerah karena akan dapat
digunakan demi kemajuan pembangunan daerah mereka.
3. Hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Basri dan Hamidi (2010)
dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten
Bengkalis Pasca Otonomi Daerah”. Penelitian ini menunjukkan bahwa
50
efektivitas pemungutan pajak hotel dan restoran untuk seluruh komponen
perlu ditingkatkan. Tahun 2008 diperkirakan hasil pungutan pajak untuk
dua komponen tersebut biasa mencapai 2,5 miliar. Masih rendahnya
realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan
potensinya disebabkan pemungutan pajak tidak berdasarkan jumlah
makanan yang terjual, melainkan hanya berdasarkan perhitungan sesaat
atau perkiraan saja, karena juga disebabkan tidak adanya catatan dari beban
pajak. Pihak restoran dan rumah makan sangat jarang mencantumkan beban
pajak yang harus ditanggung konsumen, karena adanya kekhawatiran
kehilangan pelanggan, karena menyebabkan harga menjadi mahal.
4. Penelitian terdahulu selanjutnya yang dilakukan oleh Hakki (2008) dengan
judul “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada
Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, hasilnya adalah dalam periode
anggaran 2001-2005 struktur sisi penerimaan APBD Kota Bogor lebih
didominasi oleh bagian dana perimbangan, padahal hal tersebut tidak
mencerminkan kemandirian suatu daerah dalam pembangunannya pada
masa otonomi daerah sekarang ini. Penerimaan pajak daerah di Kota Bogor
sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi. Tingkat inflasi berbanding
terbalik terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bogor yang berarti apabila
tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan pajak daerah akan
menurun Hal ini dapat ditanggulangi dengan dengan cara membuat
kebijakan baru atau mengoptimalkan kebijakan yang telah ada untuk
mengimbangi tingkat inflasi yang sifatnya fluktuatif. Sehingga dapat
51
disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota
Bogor.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama dan
Judul Variabel
Metodologi Penelitian
Hasil Penelitian
Muhammad Riduansyah (2000) Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)(X1)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)(X2)
Otonomi Daerah (Y)
Analisis Deskriptif
memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 – 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata pertahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun
Dio Hakki (2008) Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan
Pajak Daerah (X1)
Retrebusi Daerah (X2)
Pendapatan Asli Daerah (Y)
peubah ganda (multivariate analysis)
Dalam periode anggaran 2001-2005 struktur sisi penerimaan APBD Kota Bogor lebih didominasi oleh bagian dana perimbangan. Penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel
Berlanjut ke halaman berikutnya
52
Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor
tingkat inflasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor.
Darmono (2010) Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau
Dana Bagi Hasil Pajak (X)
Pendapatan Asli Daerah (Y)
Analisis uji beda dengan menggunakan uji t
Otonomi daerah memberikan pengaruh bagi penerimaan Daerah Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi hasil pajak, dimana penerimaan dana bagi hasil pajak semakin tinggi setelah terjadi otonomi daerah dan diharapkan besarnya rentang peningkatan dana bagi hasil pajak lebih besar dibandingkan dengan keadaan yang ada saat ini
Syafril Basri Dan Wahyu Hamidi (2010) Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah)
Pajak Hotel (X1)
Pajak Restoran (X2)
Pendapatan Asli Daerah (Y)
Metode survey Perpaduan
antara metode analisis kuantitatif dan kualitatif
Efektivitas pemungutan pajak hotel dan restoran untuk seluruh komponen perlu ditingkatkan. Masih rendahnya realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya disebabkan pemungutan pajak tidak berdasarkan jumlah makanan yang terjual, melainkan hanya berdasarkan perhitungan sesaat atau perkiraan saja, karena juga disebabkan tidak adanya catatan dari beban pajak
Lanjutan
53
C. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan langkah kerja pelaksanaan dimulainya
penelitian ini sampai dengan terselesaikannya suatu penelitian. Penelitian ini
menggunakan dua variabel independen yaitu pajak reklame dan pajak
penerangan jalan, serta satu variabel dependen yaitu PAD. Pemberlakuan
otonomi daerah yang dilandasi oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga daerahnya termasuk pemberian kewenangan untuk memanfaatkan
sumber keuangan daerahnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah daerah
dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam rangka untuk
membiayai jalannya roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan di daerahnya. Salah satu sumber penerimaan daerah yang
merefleksikan kualitas ekonomi daerah adalah PAD.
PAD merupakan penerimaan daerah dari berbagai komponen seperti
pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain PAD yang
sah. Potensi PAD dan komponen PAD dapat diketahui dengan menganalisis
kontribusi penerimaan PAD terhadap total penerimaan daerah dan kontribusi
komponen PAD terhadap penerimaan PAD yang dilakukan dengan analisis
secara deskriptif. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, tinjauan teoritis,
tinjauan penelitian terdahulu dan keterangan di atas maka dapat digambarkan
sebuah kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:
54
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Sebelum Pemekaran
Sesudah Pemekaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Y)
Pajak Penerangan jalan
(X2)
Pajak Rekalame
(X1)
Analisis Deskriptif
Uji Mann-Whitney (U Test)
Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
Dinas Pendapatan Kabupaten Tangerang
55
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2004 : 10) "hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian". Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban
sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis
data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan
penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian bahwa:
H1: Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya
efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang
H2: Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya
kontribusi rata-rata pendapatan pajak reklame terhadap PAD Kabupaten
Tangerang
H3: Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya
efektifitas pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang
H4: Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya
kontribusi rata-rata pendapatan pajak penerangan jalan terhadap PAD
Kabupaten Tangerang
H5: Terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan pajak reklame terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Tangerang antara
sebelum dan sesudah Pemekaran daerah
H6: Terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan Pajak Penerangan
Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Tangerang antara sebelum dan sesudah Pemekaran daerah
56
H7: Terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah
Pemekaran daerah
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan studi penelitian yang berhubungan dengan judul
skripsi peneliti yang berhubungan dengan penerimaan Pajak Reklame dan
Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), peneliti memilih
kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)
yang berada di Kabupaten Tangerang beralamat Komplek Perkantoran Tiga
Raksa – Tangerang 15720. Riset dengan perencanaan dan jadwal penelitian
yang disesuaikan dengan kodisi lapangan.
B. Metode Menentukan Sampel
Menurut Kuncoro (2009:118) "Populasi adalah kelompok elemen yang
lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana
kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian". Populasi
dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD dan Laporan Realisasi
Pajak Daerah Tahun 2006-2011 di daerah Kabupaten Tangerang, dimana pada
tahun-tahun tersebut Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan sudah
dikelompokkan secara terpisah dan menjadi bagian dari pajak daerah.
Menurut Kuncoro (2009:118) "Sampel adalah suatu himpunan bagian
(subset) dari unit populasi". Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan
Realisasi APBD dan Laporan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2006-2011 di
58
daerah Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel non-probability sampling dengan cara acidental
sampling yaitu penulis menggunakan sampel yang dapat diakses dengan baik
dan diperoleh dengan lengkap.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Diskriptis Analitif
Yaitu metode yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya berdasarkan
apa yang tampak kemudian digunakan untuk memecahkan masalah dengan
cara mengumpulkan, menyusun, menganalisis dan menginterpretasikan
data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
2. Metode Historis
Yaitu metode berdasarkan data historis yang ada pada organisasi yang
dilakukan dengan cara membaca arsip-arsip yang terdapat dalam organisasi
yang diteliti.
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau
sumber sekunder. Menurut Sugiyono (2004:129), sumber sekunder yang
secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Pengertian
tersebut dapat dijelaskan bahwa data sekunder adalah data yang diperoleh dari
bahan-bahan yang tersedia di buku-buku, jurnal, majalah dan sumber lainnya
59
yang secara tidak langsung berhubungan dengan penelitian. Jenis data yang
digunakan dalam penilitian ini adalah:
1. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema dan gambar. Jenis
data kualitatif ini ialah data sekunder yaitu data yang telah mengalami
proses pengolahan oleh sumbernya.
2. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka atau data
kualitatif yang disajikan dalam bentuk angka. Data ini meunjukkan nilai
terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Sifat data ini adalah
rentet waktu yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan dalam suatu
periode tertentu.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk keperluan analisis data, maka penulis memerlukan sejumlah
data pendukung yang bersumber dari dalam maupun luar organisasi. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data yang berkaitan
dan menunjang penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Lapangan
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya.
(Arikunto, 2000:106). Metode dokumentasi ini digunakan untuk
60
mengumpulkan data tentang penerimaan pajak reklame dan
penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Tangerang.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung suatu objek yang akan diteliti
dalam waktu singkat dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai objek penelitian. Observasi dilakukan penulis dengan
mengamati bagaimana sistem pemungutan serta penerimaan Pajak
Reklame dan Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Tangerang.
2. Penelitian Pustaka
Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang
diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, internet dan perangkat lain yang
berkaitan dengan penelitian ini
F. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis
1. Efektivitas Pajak Daerah
Efektivitas adalah perbandingan atau rasio antara penerimaan
dengan target penerimaan yang telah ditetapkan setiap tahunnya
berdasarkan potensi yang sesungguhnya. Adapun rumus perhitungan
efektivitas menurut Halim (2001:164) adalah sebagai berikut:
Sumber: Halim (2001:164)
Realisasi Penerimaan
Target Penerimaan X 100 % Efektivitas Penerimaan =
61
Dalam perhitungan efektivitas menurut Halim, apabila yang
dicapai minimal satu atau 100%, maka rasio efektivitas semakin baik,
artinya semakin efektif penerimaan tersebut. Demikian pula sebaliknya,
semakin kecil persentasenya, maka menunjukkan penerimaan tersebut
semakin tidak efektif. Untuk mengukur nilai efektivitas secara lebih rinci
digunakan kriteria berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun
1996 tentang pedoman kriteria efektivitas yang disusun dalam tabel
berikut ini:
Tabel 3.1 Interpretasi Kriteria Efektivitas
Presentase Kriteria
>100% Sangat Efektif
90% – 100% Efektif
80% - 90% Cukup Efektif
60% – 80% Kurang Efektif
< 60% Tidak Efektif
Sumber: Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006
62
2. Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah.
Untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar suatu
Penerimaan pajak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka
digunakan rumus sebagai berikut:
Dalam perhitungan kontribusi menurut Halim, apabila yang dicapai
50%, maka rasio kontribusi semakin baik, artinya semakin baik kontribusi
penerimaan pajak tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil
persentasenya, maka menunjukkan penerimaan pajak tersebut semakin
kurang. Untuk mengukur rasio kontribusi secara lebih rinci digunakan
kriteria Tim Litbang Degdagri - Fisipol UGM tahun 1991 tentang
klasifikasi kriteria kontribusi yang disusun dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.2
Interpretasi Kriteria Efektivitas
Persentase Kriteria
0,00%-10% Sangat Kurang
10,10%-20% Kurang
20,10%-30% Sedang
30,10%-40% Cukup baik
40,10%-50% Baik
Diatas 50% Sangat baik
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Realisasi Penerimaan PAD
X 100 % Kontibusi Pajak Daerah Terhadap PAD =
Sumber: Halim (2001:164)
Sumber: Tim Litbang Degdagri-Fisipol UGM tahun 1991
63
3. Laju Pertumbuhan
Laju petumbuhan suatu pendapatan daerah menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
pendapatan daerahnya. Laju pertumbuhan penerimaan daerah dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Gy = Laju Pertumbuhan Penerimaan Pertahun
Yt = Realisasi Penerimaan Tahun Tertentu
Y (t-1) = Realisasi Penerimaan Pada Tahun Sebelumnya
4. Statistik Non Parametrik
Pengujian hipotesis statistik non parametrik pada dasarnya sama
dengan pengujian hipotesis statistik parametrik. Asumsi yang digunakan
pada pengujian hipotesisi statistik non parametrik hanyalah bahwa
observasi-observasi independen dan variabel yang diteliti memiliki
kontinuitas. Asumsi bahwa variabel yang diteliti memiliki kontinuitas juga
diperlukan dalam uji parametrik, namun dalam uji non parametrik, asumsi
tersebut lebih longgar (Hasan, 2008:301 ).
Langkah-langkah pengujian hipotesis statistik non parametrik ialah
sebagai berikut:
a. Menentukan formulasi hipotesis.
Sumber: Halim (2001:155)
Yt –Y (t-1) X 100 Gy =
Y (t-1)
64
b. Menentukan taraf nyata dan nilai tabel.
c. Menentukan kriterian pengujian.
d. Menentukan nilai uji statistik.
e. Membuat kesimpulan.
Sehubungan dengan penggunaan statistik non parametrik pada
skripsi ini dalam menentukan perbandingan angka tahun sebelum dan
sesudah otonomi, maka peneliti menggunakan uji MU Test (Mean Whitney
Test).
2. Uji Mann-Whitney (U Test)
Uji Mann Whitney merupakan alternatif bagi uji-t. Uji Mann
Whitney merupakan uji nonparametrik yang digunakan untuk
membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama.
Uji Mann Whitney juga digunakan untuk menguji apakah dua mean
populasi sama atau tidak. Uji Mann-Whitney disebut juga pengujian U,
dikembangkan oleh H.B. Mann dan D.R. Whitney pada tahun 1947.
Langkah-langkah Pengujiannya ialah sebagai berikut:
a. Menentukan formulasi hipotesis
H0: dua sempel independen memiliki rata-rata yang sama (N1 = N2)
H1: dua sempel independen memiliki rata-rata yang berbeda.
b. Menentukan taraf nyata (α) dan nilai U tabel
Uα(n1)(n2) = …
Pengujiannya dapat berbentuk satu sisi atau dua sisi.
65
c. Menentukan kriteria pengujian
H0 diterima apabila U ≥ Uα(n1)(n2)
H0 ditolak apabila U < Uα(n1)(n2)
d. Menentukan nilai uji statistik
Nilai uji statistik ditentukan dengan tahap-tahap berikut.
1) Menggabungkan kedua sempel dan memberi urutan tiap-tiap
anggota, dimulai dari pengamatan terkecil sampai terbesar.
2) Menjumlahkan urutan masing-masing (R1 dan R2)
3) Menghitung statistik U dengan rumus:
Atau:
Nilai U yang diambil adalah nilai U yang terkecil. Untuk memeriksa
ketelitian perhitungan dipergunakan rumus:
e. Membuat kesimpulan
Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak. H0 diterima bila test statistik
U ≥ nilai kritis dan H0 ditolak jika test statistik U < nilai kritis.
Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar
U1 = n1n2 + n1(n1+1) – R1
2
U2 = n1n2 + n2(n2+1) – R2
2
66
3. Analisis Statistik Deskriptif
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan
statistik deskriptif yaitu memberikan gambaran mengenai suatu data yang
dilihat dari range, mean, sum, dan standart deviation dari jumlah
penerimaan sebelum dan sesudah otonomi daerah. Jadi metode ini
digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan dari perbedaan
penerimaan tersebut (Ghozali, 2009:19).
4. Uji SPSS menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb
Pengujian SPSS menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb.
Santoso (2009:425) untuk memperkuat hasil uji statistik U di awal secara
manual dengan menggunakan rumus. Adapun hipotesis dan pengambilan
keputusannya:
1. Hipotesis:
H0: Kedua populasi tidak berbeda atau sama
H1: Kedua populasi tidak identik atau berbeda
2. Pengambilan keputusan:
Dasar pengambilan keputusan:
Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
67
G. Defenisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah penjelasan dari variable-variabel
yang digunakan sebagai objek pengamatan dalam penelitian ini.
Operasionalisasi variabel adalah penentuan construct sehingga menjadi
variabel yang dapat diukur. Sesuai dengan judul yang penulis ajukan “Analisis
Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
pada Kabupaten Tangerang”, maka variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian dan definisinya akan dijelaskan melalui tabel.
Tabel 3.3
Defenisi Operasional Variabel
Jenis Variabel
Nama Variabel
Definisi
Independen
(X1)
Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikansuatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah dengan objek pajak berupa semua penyelenggaraan reklame, subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi dan dasarpengenaan pajaknya adalah nilai sewa reklameyang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
Berlanjut ke halaman berikutnya
68
Independen
(X2)
Pajak Penerangan Jalan
Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah derah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dengan objek pajak penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah, subjek pajak orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik dan dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah nilai jual tenaga listrik yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
Dependen
(Y)
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang benar-benar diperoleh dan digali dari potensi pendapatan yang ada di suatu daerah.
Lanjutan
69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinjaun Umum Kabupaten Tangerang
1. Gambaran Umum Profil Daerah Kabupaten Tangerang
a. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Tangerang.
Merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-
bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu
sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama
sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi
tiga pimpinan ketika itu. Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari
Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai
Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Waktu itu,
tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang,
yang dalam bahasa Sunda berarti tanda.
Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab
”gundul” berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah paget Ingkang
Gusti/Diningsun juput parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun
Wau/Rengsena perang netek Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen
Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang”. Sebutan ”Tangeran”
yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi
Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.
70
Para bupati yang pernah memimpinan Kabupaten Tangerang di
era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809
adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII. Setelah keturunan Aria Soetadilaga
dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda
menghapus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia.
Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami
perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan,
pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan
menjadi kabupaten. Perubahan status ini didasarkan pada dua hal:
pertama, Kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (Kota Praja), dan
kedua, Pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi
Tangerang yang wilayahnya luas.
Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya
pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan
Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibu kota ke
Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan
semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan
masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan,
kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju
dan sejahtera.
71
b. Kondisi Geografis
Kabupaten Tangerang terletak di bagian Timur Propinsi Banten
pada koordinat 106°20′-106°43′ Bujur Timur dan 6°00′-6°20′ Lintang
Selatan. Luas wilayah Kabupaten Tangerang 959,6 km2 atau 9,93 %
dari seluruh luas wila-yah Propinsi Banten dengan batas wilayah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kota
Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sedangkan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak.
Secara administratif Kabupaten Tangerang terdiri dari yaitu 29
kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Secara Topografi, Sebagian
besar wilayah Tangerang merupakan dataran rendah, dimana sebagian
besar wilayah Kabupaten Tangerang memiliki topografi yang relatif
datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% dengan ketinggian
wilayah antara 0-85 m di atas permukaan laut. Dataran rendah di
Bagian Utara dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter di atas
permukaan laut, yaitu Kecamatan Teluknaga, Mauk, Kemiri,
Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pasarkemis, dan Sepatan. Dataran tinggi
dari bagian tengah kearah selatan dengan ketinggian lebih dari 25
meter di atas permukaan laut. Kemiringan tanah rata-rata 0-3%
menurun ke utara. Ketinggian wilayah berkisar antara 25-85 m di
atas permukaan laut.
72
2. Struktur Pemerintahan
Kabupaten Tangerang mempunyai pemerintahan yang sama
dengan kabupaten lainnya. Unit pemerintahan di bawah kabupaten adalah
kecamatan, masing-masing kecamatan terdiri atas beberapa kelurahan dan
desa. Sebelum Kota Tangerang Selatan memisahkan diri, tercatat jumlah
Kecamatan di Kabupaten Tangerang ada 36 Kecamatan, 77 Kelurahan
dan 251 Desa. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini, terhitung sejak
Kota Tangerang Selatan memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang,
jumlah kecamatan, kelurahan maupun desa di Kabupaten Tangerang tetap
yaitu 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Tabel berikut
memperlihatkan jumlah kecamatan, kelurahan dan desa dengan luas
wilayahnya.
Tabel 4.1 Jumlah Kecamatan, kelurahan dan Desa
No KECAMATAN LUAS WILAYAH
KELURAHAN DESA KM2
1 Cisoka 26,98 - 10
2 Solear 29,01 - 7
3 Tigaraksa 48,74 2 12
4 Jambe 26,02 - 10
5 C i k u p a 42,68 2 12
6 Panongan 34,93 1 7
7 C u r u g 27,41 3 4
8 Kelapa Dua 24,38 5 1
9 L e g o k 35,13 1 10
10 Pagedangan 45,69 1 10
11 Cisauk 27,77 1 5
12 Pasar Kemis 25,92 4 5
13 Sindang Jaya 37,15 - 7
14 Balaraja 33,56 1 8
Berlanjut ke halaman berikutnya
73
Lanjutan
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 08 Tahun 2010
tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang maka
susunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Tangerang terdiri dari:
1. Sekretariat Daerah
2. Sekretariat DPRD
3. Inspektorat Kabupaten
4. Badan Kepegawaian Daerah
5. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
6. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T)
7. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
8. Dinas Pendapatan Daerah
9. Satuan Polisi Pamong Praja
10. Dinas Daerah, yang meliputi:
15 Jayanti 23,89 - 8
16 Sukamulya 26,94 - 8
17 Kresek 25,97 - 9
18 Gunung Kaler 29,63 - 9
19 Kronjo 44,23 - 10
20 Mekar Baru 23,82 - 8
21 M a u k 51,42 1 11
22 Kemiri 32,7 - 7
23 Sukadiri 24,14 - 8
24 R a j e g 53,7 1 12
25 Sepatan 17,32 1 7
26 Sepatan Timur 18,27 - 8
27 Pakuhaji 51,87 1 13
28 Teluknaga 40,58 - 13
29 Kosambi 29,76 3 7
J u m l a h 959,61 28 246
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang Data Tahun 2011
74
a. Dinas Pendidikan
b. Dinas Kesehatan
c. Dinas Kesejahteraan Sosial
d. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata
e. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
f. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
g. Dinas Bina Marga dan Pengairan
h. Dinas Tata Ruang
i. Dinas Cipta Karya
j. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
k. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
l. Dinas Perikanan dan Kelautan
m. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
n. Dinas Pertanian dan Peternakan
o. Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman
p. Dinas Penanggulangan Bencana dan Kebakaran
11. Lembaga Teknis Daerah yang meliputi:
a. Badan Lingkungan Hidup Daerah
b. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
c. Badan Penanaman Modal Daerah
d. Badan Ketahanan Pangan, Penyuluhan Dan Pemberdayaan
Masyarakat
e. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
75
f. Kantor Perpustakaan Daerah
g. Kantor Arsip Daerah
h. Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
i. Rumah Sakit Umum Daerah Balaraja Kabupaten Tangerang
12. Kecamatan
13. Kelurahan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor
01 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Tangerang
dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007,
maka urusan pemerintah Kabupaten Tangerang terdiri dari 26 urusan
wajib dan 8 urusan pilihan yang sepenuhnya menjadi kewajiban
pemerintah daerah untuk pelaksanaannya sesuai azas desentralisasi
kewenangan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam rangka keselarasan pertumbuhan antar daerah,
pemerintah juga menyerahkan sebagian atau beberapa kekuasaan kepada
alat pemerintah pusat yang ada di daerah yang pada hakekatnya alat
pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan sentral di daerah (azas
dekonsentrasi). Implementasi penyerahan urusan dengan azas
dekonsentrasi ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi ini, Pemerintah
Kabupaten Tangerang telah melaksanakan beberapa urusan
76
pemerintahan, antara lain di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan
hidup, dan pekerjaan umum.
3. Kependudukan
Penduduk Kabupaten Tangerang berdasarkan hasil Sensus
Penduduk pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Tangerang mencapai 2,83 juta orang yang terdiri dari 1,45
juta laki-laki dan 1,38 juta perempuan. Kecenderungan penduduk
yang terus bertambah dari tahun ke tahun di Kabupaten Tangerang
selain disebabkan faktor pertumbuhan penduduk secara alamiah juga
tidak terlepas dari kecenderungan migran masuk yang disebabkan oleh
daya tarik Kabupaten Tangerang yang merupakan daerah tujuan pencari
kerja dengan adanya sentra-sentra industri, perdagangan maupun jasa.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan
Kabupaten Tangerang Tahun 2010
No KECAMATAN LUAS WILAYAH JUMLAH PENDUDUK
(KM2) (JIWA)
1 Cisoka 26,98 78,854 2 Solear 29,01 73,888 3 Tigaraksa 48,74 119,245 4 Jambe 26,02 40,187 5 C i k u p a 42,68 224,678 6 Panongan 34,93 96,383 7 C u r u g 27,41 165,812 8 Kelapa Dua 24,38 178,035 9 L e g o k 35,13 98,171
10 Pagedangan 45,69 95,194 11 Cisauk 27,77 64,083 12 Pasar Kemis 25,92 238,377 13 Sindang Jaya 37,15 77,025 14 Balaraja 33,56 111,475
Berlanjut ke halaman berikutnya
77
15 Jayanti 23,89 63,494 16 Sukamulya 26,94 59,027 17 Kresek 25,97 60,735 18 Gunung Kaler 29,63 47,699 19 Kronjo 44,23 55,152 20 Mekar Baru 23,82 35,417 21 M a u k 51,42 77,599 22 Kemiri 32,7 40,605 23 Sukadiri 24,14 53,100 24 R a j e g 53,7 133,274 25 Sepatan 17,32 92,353 26 Sepatan Timur 18,27 81,667 27 Pakuhaji 51,87 103,506 28 Teluknaga 40,58 138,330 29 Kosambi 29,76 131,011
J u m l a h 959,61 2,834,376
Penduduk di Kabupaten Tangerang terdiri dari berbagai suku
atau etnis diantaranya Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Betawi dan
lainnya. Dominasi penduduk di Kabupaten Tangerang berdasarkan
suku terbesar adalah Suku Sunda, kemudian disusul Suku Betawi dan
Suku Jawa serta yang lainnya
4. Kondisi Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan ujung tombak dalam menentukan maju
tidaknya suatu negara, sehingga di usia negara kita yang telah
mencapai 66 tahun seharusnya kualitas pendidikan yang baik sudah
dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan dapat
mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
merupakan indikator gabungan dari beberapa indikator, yaitu
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang, hasil SP 2010
Lanjutan
78
kesehatan (indeks harapan hidup), indikator pendidikan (angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indikator ekonomi
(tingkat daya beli penduduk/purchasing power parity/PPP).
Berdasarkan data BPS, IPM Kabupaten Tangerang tahun 2010
berada pada kategori menengah dengan nilai 74,45 menempati
posisi keempat di Provinsi Banten setelah Kota Tangerang Selatan
75,89, Kota Tangerang 74,99 dan Kota Cilegon nilai 74,99.
Pada tahun 2010, secara umum jumlah sarana pendidikan
meningkat khususnya untuk tingkat Taman Kanak-Kanak (TK),
Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan
Tingkat pertama (SLTP). Sarana yang dapat dimanfaatkan masyarakat
disektor pendidikan ini berupa Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak
372 unit, dimana TK Swasta 364 unit, dan TK Negeri 8 unit, SD
Negeri 750 unit dan SD Swasta 147 unit, SLTP Negeri 73 unit dan
SLTP Swasta berjumlah 190 unit dan SLTA Negeri 27 unit dan
SLTA Swasta 73 unit. Sementara untuk sarana pendidikan
keagamaan terdiri dari 253 Roudlatul Athfal, 256 unit MI, 171 unit
MTs, dan 57 unit MA. Selain itu Kabupaten Tangerang mempunyai
Perguruan Tinggi dengan kualitas dan reputasi nasional dan
internasional, diantaranya Universitas Pelita Harapan di Lippo
Karawaci, Unversitas Multimedia Nusantara (UMN) di Kelapa Dua
dan lembaga pendidikan lainnya yang dilengkapi fasilitas modern yang
tersebar diberbagai wilayah di Kabupaten Tangerang.
79
b. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama pembangunan
selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan
investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Indikator
keberhasilan bidang pembangunan kesehatan tercermin dari derajat
kesehatan masyarakat yang merupakan salah satu faktor untuk
menunjang peningkatan sumberdaya manusia. Angka Harapan Hidup
(AHH) mencerminkan lamanya bayi dilahirkan, diharapkan hidup.
Tinggi rendahnya AHH dan angka menggambarkan kesejahteraan
hidup suatu negara.
Angka harapan hidup Kabupaten Tangerang pada tahun 2010
mencapai 65,79 relatif meningkat tipis dibandingkan tahun 2009 yang
sebesar 65,61. Ini berarti rata-rata usia penduduk umumnya
diperkirakan bertambah panjang, lebih tinggi jika dibandingkan
dengan Angka Harapan Hidup di Provinsi Banten sebesar 64,90.
Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kabupaten Tangerang
sampai tahun 2010, yaitu rumah sakit sebanyak 13 buah, terdiri 1
tipe B milik pemerintah daerah, yaitu RSUD Tangerang , terdiri 1
tipe C milik pemerintah daerah yaitu RSUD Balaraja, dan 12 unit
milik swasta, 437 unit balai pengobatan, 42 unit puskesmas dan 39
unit puskesmas pembantu, serta puskesmas keliling roda 4 dan
roda 2 yang menyebar di 29 kecamatan, klinik dokter yang
80
semakin meningkat tersebar di tiap kecamatan. Untuk tenaga
kesehatan yang tersedia adalah 1.279 orang dokter umum, 301
orang dokter gigi, 425 orang dokter spesialis, tenaga bidan
sebanyak 714 orang, perawat sebanyak 654 orang, radigrafter
sebanyak 14 orang, asisten apoteker sebanyak 127 orang dan fisioterapi
sebanyak 11 orang.
c. Agama
Kerukunan hidup beragama merupakan salah satu piranti
dalam proses pembangunan yang perlu terus dijaga dan dipelihara
dalam tatanan berbangsa dan bernegara. Dari jumlah penduduk yang
ada di Kabupaten Tangerang mayoritas penduduk beragama islam
sekitar 94,48%, agama protestan sebanyak 2,65% dan yang memeluk
kepercayaan lainnya yaitu sebanyak sebesar 2,87%.
Jumlah masjid yang ada sebanyak 1.422 unit, 5.656 mushola, 70
unit gereja, 42 vihara/pura dan pondok pesantren tersebar di
beberapa kecamatan diantaranya Kecamatan Kresek, Kronjo, Cikupa,
Cisoka, Panongan, dan Balaraja.
d. Ketenagakerjaan
Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu faktor penting
bagi pembangunan ekonomi daerah yang pada akhirnya mengurangi
angka pengangguran berdampak memperkecil tingkat kemiskinan
pada masyarakat. Indikator ketenagakerjaan yang dapat memberikan
gambaran tentang seberapa besar keterlibatan penduduk dalam
81
kegiatan ekonomi produktif adalah Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK).
TPAK Kabupaten Tangerang tahun 2010 pada level 65,9%
yang berarti sekitar 65,9 persen penduduk usia 15 tahun ke atas
melakukan aktivitas bekerja dan mencari pekerjaan atau yang
tergolong dalam angkatan kerja sehingga terdapat 34,1 persen dari
jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang bukan
tergolong dalam Bukan Angkatan Kerja, seperti bersekolah,
mengurus rumah tangga dan lainnya.
Sebagai daerah sentra industri, keterlibatan penduduk dalam sektor
ekonomi di Kabupaten Tangerang sebagian besar bekerja pada
sektor industri. Sektor industri sebagai sektor yang paling dominan
dalam menyerap lapangan pekerjaan di Kabupaten Tangerang yaitu
sebesar 35,01 persen dari seluruh penduduk yang berusia 15 tahun
ke atas, disusul sektor perdagangan sebesar 25,74 persen lalu
sektor lainnya 18,77 persen dan sektor jasa kemasyarakatan 15,45
persen sedangkan sektor pertanian hanya menyerap 5,03 persen.
e. Industri
Kabupaten Tangerang disebut sebagai salah satu kantung
industri, terutama karena keberadaannya juga memperkuat
pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan industri yang menyita lebih
dari 50% potensi ekonomi daerah setempat, memberi peran
ekonomi yang tidak sedikit terhadap daerah lain, terutama yang
82
menyangkut distribusi manusia dan barang serta sektor lain yang
terkait dengan dua hal tersebut.
Sebaran daerah industri meliputi Kecamatan Balaraja, Cikupa,
Pasar Kemis, Legok dan Curug dengan beragam jenis industri
pengolahan seperti aneka industri, industri logam dasar, elektronik,
alas kaki dan kimia. Selain itu kegiatan industri yang berada di
Kabupaten Tangerang memiliki kemudahan antara lain kemudahan
dalam mendistribusikan hasil pengolahannya ke daerah lain
termasuk ekspor ke luar negeri melalui pelabuhan Tanjung Priok
karena kedekatan dengan jalan tol Jakarta-Merak. Dari 4.690
perusahaan di Kabupaten Tangerang, 2.885 diantaranya perusahaan
swasta nasional, 716 perusahaan PMA, 605 Perusahaan PMDN dan
484 perusahaan perorangan. Jumlah tenaga kerja yang dapat
ditampung oleh perusahaan tersebut berjumlah 356.083 orang yang
terdiri dari WNI sebanyak 353.762 orang dan WNA sebanyak
2.321 orang.
Terlepas dari sektor industri formal, Kabupaten Tangerang
pun memiliki potensi Industri Kecil non-formal yang cukup besar.
Berikut adalah beberapa potensi industri kecil yang tersebar di
beberapa kecamatan di Kabupaten Tangerang meliputi kerajinan
bambu, kerajinan rotan, anyaman pandan, tas kulit reptil, alas kaki,
dodol, tahu/tempe.
83
f. Perdagangan dan Pengembangan Usaha
Kegairahan dunia usaha sektor perdagangan di Kabupaten
Tangerang dapat dilihat dari jumlah Tanda Daftar Perusahaan
(TDP) yang diterbitkan. Tercatat jumlah TDP yang diterbitkan
sampai dengan saat ini sebanyak 3.070 buah. Jumlah TDP yang
diterbitkan usaha bentuk Perseroan Terbatas (PT), sebanyak 1.246
perusahaan, perusahaan yang berbentuk CV, yaitu dari sebanyak
700 perusahaan sedangkan perusahaan yang berbentuk PO sebanyak
484 perusahaan.
Sementara itu Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang
diajukan ke Pemda Kabupaten Tangerang mencapai 5.178 buah.
Dilihat menurut klasifikasi usaha peningkatan cukup besar pada
penerbitan SIUP untuk klasifikasi barang sebanyak 3.572 buah, dan
klasifikasi jasa sebesar 1.606 buah. Sarana perdagangan pada tahun
2010 diantaranya pasar sebanyak 45 lokasi pasar tradisional, 155
minimarket dan 2 hipermarket.
g. Lembaga Keuangan dan Koperasi
Lembaga keuangan perbankan yang dimiliki pemerintah daerah
pada tahun 2010 sebanyak 4 unit. Sementara itu lembaga keuangan
mikro yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang pada
tahun 2010 sebanyak 23 lembaga yang terdiri dari Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK) 10 lembaga dan Lembaga
84
Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (LPP UMKM)
sebanyak 13 lembaga.
Dalam tata perekonomian Indonesia, koperasi merupakan alat
perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat dan
sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa dan alat
pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi
bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana
perekonomian rakyat. Perkembangan koperasi pada pemerintahan
Kabupaten Tangerang selama 2009-2010 menunjukkan peningkatan,
dan tercatat pada tahun 2010 sebanyak 532 unit koperasi aktif,
koperasi non aktif sebanyak 425 unit dan koperasi primer sebanyak
953 unit. Sedangkan Koperasi Unit Desa tercatat sebanyak 21 unit.
5. Keuangan Daerah, Pendapatan Domestik Bruto (PDRB), dan Inflasi
a. Keuangan Daerah
Tabel 4.3 Pendapatan Daerah dan Realisasi
( Dalam Rupiah)
Tahun
Anggaran Pendapatan
Daerah (Rp)
Realisasi Pendapatan
Daerah (Rp)
Persentase (%)
2006 1.199.742.682.381 1.261.750.836.799 105,17 2007 1.481.126.786.000 1.532.411.945.309 112,29 2008 1.680.196.071.000 1.906.196.738.614 113,48 2009 1.745.093.634.719 1.920.402.615.206 110,05
2010 1.533.658.027.481 1.634.236.485.836 106,56 2011 1.981.941.015.923 2.224.307.766.291 112,23
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kab. Tangerang
85
Dengan melihat perincian angka-angka dalam tabel 4.3 dapat
dikatakan bahwa pada tahun Anggaran 2006 realisasi pendapatan
terlihat lebih besar dari anggarannya. Persentasenya mencapai 105,17
dari anggaran. Pada tahun 2007 dalam, realisasinya mengalami
peningkatan dengan persentase 112,29%, pada tahun 2008 juga
mengalami peningkatan yang begitu pesat jika bandingkan tahun 2008,
realisasi tahun 2009 dari hasil Pendapatan Daerah yang direlisasikan
Rp. 1.906.196.738.614.531 dengan persentase 113,48%,
Sedangkan pada tahun 2009 relisasi dari pendapatan daerah
tersebut meskipun juga telah mencapai anggaran, namun persentasenya
menurun dari 113,48% menjadi hanya 110,05%. Ada penurunan sekitar
3,43%. Penurunan ini disebabkan adanya pemekaran Daerah Otonomi
Baru Kota Tangerang selatan yang sebelumnya masuk ke dalam
wilayah Kabupaten Tangerang. Menurut peraturan dan perundang-
undangan mengenai pemekaran daerah dalam hal ini tersebut sesuai
dengan keputusan pemerintah pusat. Penurunan ini terus berlanjut di
tahun anggaran 2010. Meskipun juga mencapai target pendapatan,
namun persentasenya hanya 106,56%, lebih kecil dari tahun 2009. Baru
pada tahun 2011, persentasinya kembali naik mencapai 112,23%.
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di Kabupaten
Tangerang adalah diukur dengan menggunakan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dan pada tahun 2006 Kabupaten Tangerang
86
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang, Data Tahun 2012
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang, Data Tahun 2012
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar 23.100.149 (jutaan Rp)
dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar 14.907.051 (jutaan
RP). Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh perkembangan
PDRB, pada tahun 2006, ADHB sebesar 13,65% dan ADHK sebesar
6,02%.
Tabel 4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
dan Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2011
TAHUN
PDRB ADHB PDRB ADHK
Jumlah (jutaan RP)
Laju Pertumbuhan
(%)
Jumlah (jutaan RP)
Laju Pertumbuhan
(%)
2006 23.100.149 13,65 14.907.051 6,02 2007 25.412.268,79 9,55 15.805.589,85 6,48 2008 28.437.349,10 11,90 16.647.358,27 5,33 2009 30.884.647,87 8,61 17.382.090,66 4,41 2010 34.802.038,10 12,68 18.549.118,62 6,71 2011 39.993.019 14,92 19.912.417 7,35
Dari tabel 4.4 tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa salah satu
indikasi bahwa pembangunan di bidang perekonomian di
Kabupaten Tangerang memang terjadi peningkatan yang belum
cukup signifikan, akan tetapi terdapat potensi untuk mengarah
pada perbaikan perekonomian Kabupaten Tangerang.
c. Inflasi
Tabel 4.5 Inflasi Kab. Tangerang
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Inflasi (%) 7,18 3,25 6,25 4,02 5,59 3,78
87
Selama tahun 2006 inflasi di Kabupaten Tangerang
mencapai 7,18%, ini adalah tingkat inflasi tertinggi selama 6 tahun
terakhir (2006-2011). Penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 11.98%. Sedangkan
penyumbang terendah adalah kelompok Listrik, Gas dan Air Bersih
sebesar 3.15%. Perkembangan sektor riil dan berbagai dampaknya
pada kesejahteraan masyarakat, tidak lepas dari peran investasi baik
dalam bidang usaha besar, kecil maupun menengah. Peran
pemerintah sebagai regulator perekonomian daerah, menyediakan
fasillitas terutama perdagangan bagi masyarakat menengah kebawah.
B. Gambaran Umum DISPENDA Kabupaten Tangerang
1. Kedudukan
a) Dinas Pendapatan Daerah adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang
menyelenggarakan pelayanan bidang pendapatan;
b) Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah.
2. Tugas Pokok
Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan di bidang
pendapatan sesuai kebijakan pemerintah daerah.
88
3. Susunan Organisasi
a). Susunan Organisasi DPPKAD dan DISPENDA terdiri dari:
1). Kepala Dinas
2). Sekretariat
Sub. Bagian Perencanaan
Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub. Bagian Keuangan
3). Bidang Pajak
Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Seksi Penetapan
Seksi Penagihan
4). Bidang Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan
Seksi Dana Perimbangan
Seksi PBB dan Biaya Peralihan Hak Tanah dan Bangunan
Seksi Lain-lain Pendapatan
5). Bidang Akuntansi dan Pelaporan
Seksi Penerimaan Daerah dan Pembiayaan
Seksi Akuntansi dan Pelaporan
Seksi Benda Berharga dan Quasi
6). Bidang Perencanaan dan Pengendalian Pendapatan
Seksi Perencanaan Pendapatan
Seksi Pengawasan dan Evaluasi
Seksi Kebijakan Pendapatan
89
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (Data diolah)
7). Unit Pelaksana Teknis
8). Kelompok Jabatan Fungsional
C. Hasil Penelitian
1. Penerimaan Pajak Reklame
a. Efektivitas Peneriman Pajak Reklame
Tingkat efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang
dapat dihitung dengan membandingkan antara realisasi penerimaan
pajak reklame dengan target pajak reklame. Dalam penelitian ini yang
dipertimbangkan dalam menentukan efektivitas hanya pencapaian
target. Dibawah ini disajikan tabel hasil perhitungan efektivitas pajak
reklame Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2006-2011.
Tabel 4.6
Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008)
Tahun Target Realiasasi (%) Pertumbuhan Laju
Pertumbuhan
(Rp) (Rp) (Rp) (%) 2006 7.500.000.000 7.589.474.249 101,81
2007 8.500.000.000 6.026.498.163 70,9 -1.562.976.086 -20,59
2008 8.000.000.000 6.065.458.779 82,96 38.960.616 0,65
Jumlah 19.681.431.191 255,67 -19,94
Rata-Rata 6.560.477.064 85,22 -9,97
Dari data tersebut di atas penerimaan terbesar terjadi pada tahun
2006, kemudian tahun 2007 mengalami penurunan sebeasr 20,59%.
Kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan kembali walaupun
90
kenaikannya tidak besar yaitu hanya 0,65%. Jadi kalau dirata-ratakan,
pertumbuhan Pajak Reklame sebelum adanya pemekaran adalah -9,97%
dan efektivitasnya adalah 85,22%. Untuk rata-rata efektivitas pajak
reklamenya menurut kriteria berarti cukup efektif.
Tabel 4.7
Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011)
Setelah adanya pemekaran di Kabupaten Tangerang yang
dimekarkan menjadi Daerah Otonom Baru yaitu Kota Tangerang
Selatan, tahun 2009 realisasi pendapatan pajak reklame hanya
Rp..3.722.812.362 turun 38,62% dari tahun sebelumnya. Begitu juga
tahun 2010 bahkan lebih parah dari tahun sebelumnya, realisasi
pendapatan pajak reklame kembali menurun yaitu Rp. 2.292.390.402
atau turun 38,42% dari tahun sebelumnya. Tahun 2011, realisasi
pendapatan pajak reklame baru mengalami pertumbuhan.
Pertumbuhannya lumayan besar yakni 64,59%. Jadi kalau dirata-
ratakan, pertumbuhan pajak reklame setelah adanya pemekaran adalah
-4,15% dan efektivitasnya adalah 98,84%. Secara keseluruhan,
Tahun Target Realiasasi (%) Pertumbuhan Laju
Pertumbuhan
(Rp) (Rp) (Rp) (%)
2009 6.600.000.000 3.722.812.362 56,41 -2.342.646.417 -38,62
2010 1.984.000.000 2.292.390.402 115,54 -1.430.421.960 -38,42
2011 3.028.681.250 3.773.017.815 124,58 1.480.627.413 64,59
Jumlah 9.788.220.579 296,53 -12,45
Rata-Rata 3.262.740.193 98,8433 -4,15
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
91
efektivitas rata-rata penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang
baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah 92,03% dan rata-rata
pertumbuhannya adalah -7,06%. Untuk rata-rata efektivitas pajak
reklamenya menurut kriteria berarti efektif.
Efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang setelah
pemekaran lebih baik daripada sebelum pemekaran. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan target penerimaan pajak reklame di Kabupaten
Tangerang. Dapat kita lihat di tabel 4.6 dan 4.7 diatas, pada tahun 2008
(sebelum pemekaran) target penerimaan Pajak Reklame adalah
Rp..8.000.000.000 dan pada tahun 2009 (setelah pemekaran) target
penerimaannya hanya Rp. 6.600.000.000. Tahun 2010, target
penerimaan malah diturunkan jauh lebih kecil hanya Rp. 1.984.000.000
dan tahun 2011 targetnya Rp. 3.028.681.250. Hal inilah yang
menyebabkan kenapa efektifitas penerimaan pajak reklame di
Kabupaten Tangerang setelah pemekaran lebih baik daripada sebelum
pemekaran. Meskipun efektivitasnya lebih baik akan tetapi jumlah
penerimaan pajak reklame menurun. Sebelum pemekaran, total
penerimaan pajak reklame adalah Rp. 19.681.431.191 sedangkan
setelah pemekaran totalnya hanya Rp. 9.788.220.579 turun sebesar
Rp..9.893.210.612. Untuk mempermudah dalam memahami kenaikan
dan penurunan tingkat efektivitas pajak reklame bisa digambarkan
dalam bentuk grafik berikut ini:
92
0
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
5,000,000,000
6,000,000,000
7,000,000,000
8,000,000,000
9,000,000,000
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Target
Realiasasi
Gambar 4.1 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Reklame
di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011)
b. Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh peranan pajak reklame
pada DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah) Kabupaten Tangerang
terhadap Pendapatan Asli Daerah, dapat dihitung dengan
membandingkan realisasi penerimaan pajak reklame dengan realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan memperhatikan tabel berikut
ini dapat dilihat besarnya persentase (%) pajak reklame terhadap
Pendapatan Asli Daerah.
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
93
Tabel 4.8 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD
di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008)
Dari data diatas bisa kita lihat, kontribusi paling besar terjadi pada
tahun 2006 yakni sebesar 3,02%, disusul tahun 2007 sebsar 2,11% dan
tahun 2008 sebesar 1,80%. Kalau dirata-ratakan, kontribusi pajak
reklame terhadap PAD sebelum pemekaran adalah 2,31%. Untuk rata-
rata kontribusi pajak reklamenya menurut kriteria berarti sangat
kurang.
Tabel 4.9 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD
di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011)
Tahun Realiasasi Realisasi Persentase
PAD Pajak Reklame Kontribusi Pajak
Reklame atas PAD (RP) (RP) (%)
2006 251.241.734.728 7.589.474.249 3,02 2007 285.899.513.074 6.026.498.163 2,11 2008 336.921.813.888 6.065.458.779 1,80
Jumlah 6,93
Rata-Rata 2,31
Tahun Realiasasi Realisasi Persentase
PAD Pajak Reklame Kontribusi Pajak
Reklame atas PAD (RP) (RP) (%)
2009 370.433.361.278 3.722.812.362 1,00 2010 350.295.789.693 2.292.390.402 0,65 2011 665.231.223.713 3.773.017.815 0,57
Jumlah 2,23
Rata-Rata 0,74
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
94
Dari tabel 4.8 dan 4.9 tampak seperti di atas dapat diketahui bahwa
kontribusi pajak reklame terhadap PAD dari tahun anggaran 2006
sampai dengan 2011 secara terus menerus mengalami penurunan.
Kontribusinyapun bisa dikatakan relatif kecil, apalagi setelah
diadakannya pemekaran di Kabupaten Tangerang. Kontribusi paling
besar terjadi pada tahun 2006 yakni sebesar 3,02%, kemudian terus
menurun dan kontribusi terkecil terjadi pada tahun 2011 yaitu hanya
sebesar 0,57%. Setelah adanya pemekaran, rata-rata kontribusinya
adalah 0,74%. Untuk rata-rata kontribusi pajak reklamenya menurut
kriteria berarti sangat kurang. Hal ini berarti pemekaran daerah di
Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya pendapatan pajak
reklame atau pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak
menurunnya kontribusi rata-rata pendapatan pajak reklame terhadap
PAD Kabupaten Tangerang dari 2,31% menjadi 0,74%. atau turun
sebesar 1,57%.
Secara keseluruhan, kontribusi rata-rata pajak reklame terhadap
PAD baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah 1,53%. Untuk
rata-rata kontribusi pajak reklamenya menurut kriteria berarti sangat
kurang. Untuk mempermudah dalam memahami kenaikan dan
penurunan tingkat kontribusi pajak reklame terhadap PAD bisa
digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
95
0
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
600,000,000,000
700,000,000,000
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Realiasasi PAD
Realisasi Pajak Reklame
Gambar 4.2 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Reklame
Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011)
2. Penerimaan Pajak Penerangan Jalan
a. Efektivitas Peneriman Pajak Penerangan Jalan
Tingkat efektivitas pajak penerangan jalan di Kabupaten
Tangerang dapat dihitung dengan membandingkan antara realisasi
penerimaan pajak penerangan jalan dengan target pajak penerangan
jalan. Dibawah ini disajikan tabel hasil perhitungan efektivitas pajak
penerangan jalan Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2006-2011.
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
96
Tabel 4.10 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan
di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008)
Tahun Target Realiasasi (%) Pertumbuhan Laju
Pertumbuhan
(Rp) (Rp) (Rp) (%)
2006 59.000.000.000 67.350.753.317 114,15
2007 62.000.000.000 83.382.351.407 134,49 16.031.598.090 23,80%
2008 83.100.000.000 85.582.625.343 102,99 2.200.273.936 2,64%
Jumlah 236.315.730.067 351,63 26,44%
Rata-Rata 78.771.910.022 117,21 13,22%
Realisasi penerimaan pajak penerangan jalan pada tahun 2006
Rp..67.350.753.317 kemudian tahun 2007 mengalami peningkatan
sebesar 23,80%. Kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan
kembali walaupun kenaikannya tidak besar yaitu hanya 2,64%. Jadi
kalau dirata-ratakan, pertumbuhan pajak penerangan jalan sebelum
adanya pemekaran (tahun 2006-2009) adalah 13,22% dan
efektivitasnya adalah 117,21%. Untuk rata-rata efektivitas pajak
penerangan jalannnya menurut kriteria berarti sangat efektif.
Tabel 4.11 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan
di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011)
Tahun Target Realiasasi (%) Pertumbuhan Laju
Pertumbuhan
(Rp) (Rp) (Rp) (%)
2009 87.500.000.000 90.796.661.615 103,77 5.214.036.272 6,09%
2010 62.321.000.000 72.358.335.730 116,15 -18.438.325.885 -20,31%
2011 74.900.477.550 94.189.519.137 124,58 21.831.183.407 30,17% Jumlah 257.344.516.482 344,50 15,96%
Rata-Rata 85.781.505.494 114,83 5,32%
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
97
Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa efektivitas pajak
penerangan jalan mengalami fluktuasi. Penerimaan terbesar terjadi pada
tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 94.189.519.137, dan realisasi penerimaan
terkecil terjadi pada tahun 2006 Rp. 67.350.753.317. Setelah adanya
pemekaran di Kabupaten Tangerang yang dimekarkan menjadi Daerah
Otonom Baru yaitu Kota Tangerang Selatan, dapat kita lihat di
tabel.4.11 realisasi penerimaan pajak penerangan jalan telah melampaui
target. Tahun 2009 realisasi pendapatan pajak penerangan jalan
Rp..90.796.661.615 hanya naik 6,09% dari tahun sebelumnya.
Tahun.2010 terjadi penurunan yang lumayan besar dari tahun
sebelumnya, realisasi pendapatan pajak penerangan jalan hanya
Rp..72.358.335.730 atau turun 20,31% dari tahun sebelumnya.
Tahun.2011, realisasi pendapatan pajak penerangan jalan baru
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhannya lumayan besar yakni
30,17%. Jadi kalau dirata-ratakan, pertumbuhan pajak penerangan jalan
setelah adanya pemekaran adalah 7,98% dan efektivitasnya adalah
114,83%. Untuk rata-rata efektivitas pajak penerangan jalannnya
menurut kriteria berarti sangat efektif. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan adanya pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berakibat
turunnya efektivitas pajak penerangan jalan dari 117,21% menjadi
114,83% atau turun sebesar 2,38%. Meskipun rata-rata efektivitasnya
turun, tetapi jumlah penerimaan pajak penerangan jalan setelah
98
0
10,000,000,000
20,000,000,000
30,000,000,000
40,000,000,000
50,000,000,000
60,000,000,000
70,000,000,000
80,000,000,000
90,000,000,000
100,000,000,000
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Target
Realiasasi
pemekaran menjadi lebih besar dari Rp. 236.315.730.067 menjadi
Rp..257.344.516.482 atau naik sebesar Rp. 21.028.786.415
Secara keseluruhan, efektivitas rata-rata penerimaan pajak
penerangan jalan di Kabupaten Tangerang baik sebelum maupun
sesudah pemekaran adalah 116,02% dan rata-rata pertumbuhannya
adalah 9,27%. Untuk rata-rata efektivitas pajak penerangan jalannnya
menurut kriteria berarti sangat efektif. Untuk mempermudah dalam
memahami kenaikan dan penurunan tingkat efektivitas pajak
penerangan jalan bisa digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
Gambar 4.3 Diagram Tingkat Efektivitas
Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011)
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
99
b. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli
Daerah
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh peranan pajak penerangan
jalan pada DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah) Kabupaten
Tangerang terhadap Pendapatan Asli Daerah, dapat dihitung dengan
membandingkan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dengan
realisasi Pendapatan Asli Daerah. Dengan memperhatikan tabel berikut
ini dapat dilihat besarnya persentase (%) pajak penerangan jalan
terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Tabel 4.12 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008)
Dari tabel 4.12 Pada tahun 2007 mengalami kenaikan dari 26,81%
di tahun 2006 menjadi 29,16%, kemudian mengalami penurunan
kembali pada tahun 2008. Kontribusinya pada tahun 2008 hanya
25,40%. Kalau dirata-ratakan, kontribusi pajak penerangan jalan
Tahun Realiasasi Realisasi Persentase
PAD Pajak
Penerangan Kontribusi Pajak
Reklame Jalan atas PAD
(Rp) (Rp) (%)
2006 251.241.734.728 67.350.753.317 26,81% 2007 285.899.513.074 83.382.351.407 29,16% 2008 336.921.813.888 85.582.625.343 25,40%
Jumlah 81,37%
Rata-Rata 27,12%
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
100
terhadap PAD sebelum pemekaran adalah 27,12%. Untuk rata-rata
kontribusi pajak penerangan jalannnya menurut kriteria berarti sedang.
Tabel 4.13 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011)
Dari tabel 4.12 dan 4.13 tampak seperti di atas dapat diketahui
bahwa kontribusi pajak penerangan jalan terhadap PAD dari tahun
anggaran 2006 sampai dengan 2011 rata-rata mengalami penurunan.
Pada tahun 2007 memang mengalami kenaikan dari 26,81% di tahun
2006 menjadi 29,16%, tetapi setelah itu terus mengalami penurunan
sampai di tahun 2011.
Setelah diadakannya pemekaran di Kabupaten Tangerang,
kontribusi penerimaannya semakin menurun. Kontribusi paling besar
terjadi pada tahun 2007 yakni sebesar 29,16%, dan kontribusi terkecil
terjadi pada tahun 2011 yaitu hanya sebesar 14,16%. Setelah pemekaran
rata-rata kontribusinya 19,78%. Untuk rata-rata kontribusi pajak
penerangan jalannnya menurut kriteria berarti kurang. Hal ini berarti
Tahun Realiasasi Realisasi Persentase
PAD Pajak
Penerangan Kontribusi Pajak
Reklame Jalan atas PAD
(Rp) (Rp) (%)
2009 370.433.361.278 90.796.661.615 24,51% 2010 350.295.789.693 72.358.335.730 20,66% 2011 665.231.223.713 94.189.519.137 14,16%
Jumlah 59,33%
Rata-Rata 19,78%
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
101
0
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
600,000,000,000
700,000,000,000
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Realiasasi PAD
Realiasasi Pajak Penerangan Jalan
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya
kontribusi rata-rata pendapatan pajak penerangan jalan terhadap PAD
Kabupaten Tangerang dari 27,12% menjadi 19,78% atau turun sebesar
7,34%.
Secara keseluruhan, kontribusi rata-rata pajak penerangan jalan
terhadap PAD baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah
23,45%. Untuk rata-rata kontribusi pajak penerangan jalannnya
menurut kriteria berarti sedang. Untuk mempermudah dalam
memahami kenaikan dan penurunan tingkat kontribusi pajak reklame
terhadap PAD bisa digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
Gambar 4.4 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Penerangan Jalan
Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011)
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
102
D. Hasil Uji Penelitian
1. Uji Mann Whitney U Test
a. Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Dalam pengujian ini digunakan dua variabel independen yang
berbeda antara sebelum dan sesudah otonomi daerah, maka diperlukan
adanya pengukuran dengan menggunakan ranking dari urutan
penerimaan dari mulai rangking 1 yang terkecil sampai dengan
rangking 6 yang terbesar dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.14 Penerimaan Pajak Reklame
Tahun Sebelum
Otonom Daerah Sampel
I Urutan Tahun Sesudah
Otonomi Daerah Sampel
2 Urutan
2006 7.589.474.249 3 6 2009 3.722.812.362 2 2
2007 6.026.498.163 1 4 2010 2.292.390.402 1 1
2008 6.065.458.779 2 5 2011 3.773.017.815 3 3
19.681.431.191 R1=15 9.788.220.579 R2=6
Dari tabel diatas, maka dapat dirumuskan dengan:
U1 = 111
212
)1(R
nnnn
= 152
)13(3)3)(3(
= 9 + 6 -15
= 0
U2 = 222
212
)1(R
nnnn
= 62
)13(3)3)(3(
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
103
= 9 + 6 - 6
= 9
Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang
lebih kecil yaitu 0.
Jadi U = 0
Pemeriksaan U: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar
0 = 3(3) - 9
= 0
Taraf nyata (ά) dan nilai U tabelnya:
Menggunakan asumsi ά = 5% = 0,05 dengan n1 = 3 dan n2 = 3
Maka Uά(n1)(n2) = 0
Maka H0 diterima karena, U = 0 = Uά(n1)(n2) = 0
Jadi, kesimpulannya adalah rata-rata sampel I tidak berbeda dengan
rata-rata sampel II atau keduanya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah.
b. Penerimaan Pajak Penerangan Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Sama dengan pajak reklame, untuk pengujian pajak penerangan
jalan dengan Uji Mann Whitney U Test maka diperlukan adanya
pengukuran dengan menggunakan ranking dari urutan penerimaan dari
mulai rangking 1 yang terkecil sampai dengan rangking 6 yang terbesar
dengan tabel sebagai berikut:
104
Tabel 4.15 Penerimaan Pajak Penerangan Jalan
Tahun Sebelum
Otonom Daerah Sampel
I Urutan Tahun Sesudah
Otonomi Daerah Sampel
2 Urutan
2006 67.350.753.317 1 1 2009 90.796.661.615 2 5 2007 83.382.351.407 2 3 2010 72.358.335.730 1 2 2008 85.582.625.343 3 4 2011 94.189.519.137 3 6
236.315.730.067 R1=8 257.344.516.482 R2=13
Dari tabel diatas, maka dapat dirumuskan dengan:
U1 = 111
212
)1(R
nnnn
= 82
)13(3)3)(3(
= 9 + 6 - 8
= 7
U2 = 222
212
)1(R
nnnn
= 132
)13(3)3)(3(
= 9 + 6 - 13
= 2
Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang
lebih kecil yaitu 2.
Jadi U = 2
Pemeriksaan U: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar
2 = 3(3) - 7
= 2
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
105
Taraf nyata (ά) dan nilai U tabelnya:
Menggunakan asumsi ά = 5% = 0,05 dengan n1 = 3 dan n2 = 3
Maka Uά(n1)(n2) = 0,
Maka H0 diterima karena, U = 2 > Uά(n1)(n2) = 0
Jadi, kesimpulannya adalah rata-rata sampel I tidak berbeda dengan
rata-rata sampel II atau keduanya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah.
c. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Sama dengan pajak reklame dan pajak penerangan jalan, untuk
pengujian Penerimaan Pendapatan Asli daerah dengan Uji Mann
Whitney U Test maka diperlukan adanya pengukuran dengan
menggunakan ranking dari urutan penerimaan dari mulai rangking 1
yang terkecil sampai dengan rangking 6 yang terbesar dengan tabel
sebagai berikut:
Tabel 4.16 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Tahun Sebelum
Otonom Daerah Sampel
I Urutan Tahun Sesudah
Otonomi Daerah Samp
el 2
Urutan
2006 251.241.734.728 1 1 2009 370.433.361.278 2 5 2007 285.899.513.074 2 2 2010 350.295.789.693 1 4 2008 336.921.813.888 3 3 2011 665.231.223.713 3 6
874.063.061.690 R1=6 1.385.960.374.684 R2=15
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (Data diolah)
106
Dari tabel diatas, maka dapat dirumuskan dengan:
U1 = 111
212
)1(R
nnnn
= 62
)13(3)3)(3(
= 9 + 6 - 6
= 9
U2 = 222
212
)1(R
nnnn
= 152
)13(3)3)(3(
= 9 + 6 - 15
= 0
Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang
lebih kecil yaitu 0.
Jadi U = 0
Pemeriksaan U: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar
0 = 3(3) - 9
= 0
Taraf nyata (ά) dan nilai U tabelnya:
Menggunakan asumsi ά = 5% = 0,05 dengan n1 = 3 dan n2 = 3
Maka Uά(n1)(n2) = 0,
Maka H0 diterima karena, U = 0 = Uά(n1)(n2) = 0
Jadi, kesimpulannya adalah rata-rata sampel I tidak berbeda dengan
rata-rata sampel II atau keduanya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah.
107
Dari ketiga tabel diatas dan perhitungan dengan menggunakan Uji
Mann Whitney U Test dapat kita simpulkan bahwa adanya pemekaran
daerah di Kabupaten Tangerang tidak mempengaruhi secara signifikan
pendapatan di Kabupaten Tangerang baik dari pajak reklame, pajak
penerangan jalan maupun terhadap Pendapatan Asli Daerah.
2. Uji SPSS
Descriptive Statistic
Tabel 4.17 Pajak Reklame
Hasil Uji Descriptive Statistic Tabel 4.17 rata-rata pendapatan
pajak reklame sebelum pemekaran adalah 3.26 dan standar deviasinya
adalah 8.40. Pendapatan pajak reklame tertinggi adalah 3.77 dan terendah
adalah 2.29. Sedangkan rata-rata pendapatan pajak reklame setelah
pemekaran adalah 6.56 dan standar deviasinya adalah 8.91. Pendapatan
pajak reklame tertinggi adalah 7.58 dan terendah adalah 6.02.
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 3 2.2923 3.77301 3.26E9 8.407E8
Sesudah 3 6.0264 7.5894 6.56E9 8.914E8
Valid N (listwise) 3
108
Tabel 4.18 Pajak Penerangan Jalan
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 3 6.735 8.5582 7.88E10 9.952E9
Sesudah 3 7.235 9.418 8.58E10 1.175E10
Valid N (listwise) 3
Hasil Uji Descriptive Statistic Tabel 4.18 rata-rata pendapatan
pajak penerangan jalan sebelum pemekaran adalah 7.88 dan standar
deviasinya adalah 9.95. Pendapatan pajak penerangan jalan tertinggi
adalah 8.55 dan terendah adalah 6.73. Sedangkan rata-rata pendapatan
pajak penerangan jalan setelah pemekaran adalah 8.58 dan standar
deviasinya adalah 1.17. Pendapatan pajak penerangan jalan tertinggi
adalah 9.41 dan terendah adalah 7.23.
Tabel 4.19
Pendapatan Asli Daerah
Hasil Uji Descriptive Statistic Tabel 4.19 rata-rata Pendapatan Asli
Daerah sebelum pemekaran adalah 7.87 dan standar deviasinya adalah
9.95. Pendapatan Asli Daerah tertinggi adalah 8.56 dan terendah adalah
6.74. Sedangkan rata-rata Pendapatan Asli Daerah setelah pemekaran
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 3 6.74E10 8.56E10 7.8772E10 9.95201E9
Sesudah 3 7.24E10 9.42E10 8.5782E10 1.17479E10
Valid N (listwise) 3
109
adalah 8.57 dan standar deviasinya adalah 1.17. Pendapatan Asli Daerah
tertinggi adalah 9.41 dan terendah adalah 7.24
Dalam penelitian ini statistik deskriptif dibagi menjadi dua bagian
yaitu sebelum dan sesudah pemekaran daerah yang dihitung dalam jumlah
angka tahun sesuai penerimaan pajak reklame, pajak penerangan jalan
dan Pendapatan Asli Daerah. Sebelum pemekaran daerah diambil sempel
selama 3 tahun yaitu periode 2006-2008 sedangkan Untuk
membandingkannya diambil sempel selama 3 tahun periode setelah
pemekaran yaitu tahun 2009-2011.
Mann-Whitney Test
Tabel 4.20 Pajak Reklame
Dari output ranks di atas, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk
pajak reklame sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang lebih besar
dari pada nilai mean sebelum pemekaran di Kabupaten Tangerang (2.00
< 5.00)
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Reklame Sebelum 3 2.00 6.00
Sesudah 3 5.00 15.00
Total 6
110
Tabel 4.21 Pajak Penerangan Jalan
.
Dari output ranks di atas, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk
pajak penerangan jalan sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang lebih
besar dari pada nilai mean sebelum pemekaran di Kabupaten Tangerang
(2.67 < 4.33)
Tabel 4.22 Pendapatan Asli Daerah
Dari output ranks di atas, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk
Pendapatn asli Daerah sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang lebih
besar dari pada nilai mean sebelum pemekaran di Kabupaten Tangerang
(2.00 < 5.00)
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
PJU Sebelum 3 2.67 8.00
Sesudah 3 4.33 13.00
Total 6
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
PAD Sebelum 3 2.00 6.00
Sesudah 3 5.00 15.00
Total 6
111
Tabel 4.23 Pajak Reklame
Test Statistics
b
Realisasi
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Terlihat pada Tabel 4.23, dari nilai uji Mann Whitney U, dapat kita
lihat output "Test statisticsb" untuk pajak reklame dimana Kolom Asymp.
Sig (2-tailed) adalah 0.50 dan Mann-Whitney U adalah 0.000, maka
didapat probabilitasnya di atas 0.05 maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap penerimaan Pajak Reklame sebelum dan sesudah
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dengan kata lain penerimaan
pajak reklame di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan
yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
Tidak bisa dipungkiri, dengan lepasnya Kota Tangerang Selatan
yang menjadi daerah otonom baru dari Kabupaten Tangerang akan
berdampak pada penerimaan daerah Kabupaten Tangerang termasuk pajak
reklame. Dari pembahasan sebelumya bahwa efektifitas pajak reklame di
Kabupaten Tangerang setelah pemekaran lebih baik daripada sebelum
pemekaran. Hal ini dikarenakan adanya perubahan dan penyesuaian target
112
penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang. Meskipun
efektivitasnya lebih baik akan tetapi jumlah penerimaan pajak reklame
menurun. Sebelum pemekaran, total penerimaan pajak reklame adalah
Rp..19.681.431.191 sedangkan setelah pemekaran totalnya hanya
Rp..9.788.220.579 atau turun sebesar Rp. 9.893.210.612.
Untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah melalui sektor pajak
reklame, pemerintah Kabupaten Tangerang memiliki strategi tertentu.
Diantaranya melalui kegiatan intensifikasi yang meliputi pendataan pajak
reklame dan potensi pajak reklame di Kabupaten Tangerang, melakukan
pemanggilan terhadap wajib pajak yang reklamenya terpasang atau yang
telah habis masa berlakunya, serta mengadakan sosialisasi dengan wajib
pajak. Selain itu juga ada kegiatan ekstensifikasi yang meliputi
melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 dan Peraturan
Bupati Nomor 33 tahun 2010 dan pembaruan dengan Peraturan Bupati
Nomor 10 Tahun 2011, berkoordinasi dengan dinas terkait khususnya
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) terkait dengan penerbitan ijin
reklame, dan melaksanakan penertiban reklame yang belum membayar
pajaknya.. Program-program tersebut baru benar-benar terlaksana dengan
baik setelah pemekaran. Jadi, walaupun penerimaan pajak reklame di
Kabupaten Tangerang mengalami perubahan atau penurunan setelah
adanya pemekaran, tetapi perubahan atau penurunannya tidak berdampak
signifikan.
113
Tabel 4.24 Pajak Penerangan Jalan
Test Statistics
b
Realisasi
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 8.000
Z -1.091
Asymp. Sig. (2-tailed) .275
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Terlihat pada Tabel 4.24, dari nilai uji Mann Whitney U, dapat kita
lihat output "Test statisticsb" untuk pajak penerangan jalan dimana Kolom
Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.275 dan Mann-Whitney U adalah 2.000,
maka didapat probabilitasnya di atas 0.05 maka tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap penerimaan pajak penerangan jalan sebelum dan
sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dengan kata lain
penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang antara
sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak
mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak
perubahan.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa dengan adanya
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang dengan terbentuknya Kota
Tangerang Selatan berakibat turunnya efektivitas pajak penerangan jalan.
Untuk tetap mendapatkan pendapatan daerah yang besar khususnya dari
pajak penerangan jalan, maka setelah adanya pemekaran daerah, Pemda
114
Kabupaten Tangerang segera membuat strategi dan kebijakan yang
dianggap perlu baik yang bersifat intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Strategi dan kebijakan tersebut diantaranya koordinasi data wajib pajak
penerangan jalan dan pemutakhiran data wajib pajak penerangan jalan.
Pemda Kabupaten Tangerang juga mulai menambah Penerangan Jalan
Umum (PJU) di Kabupaten Tangerang. Penerangan jalan umum di
Kabupaten Tangerang yang selama ini hanya berfokus di daerah-daerah
yang dianggap ramai kini mulai dipasang di wilayah yang selama ini
masih minim PJU. Ada 2 dampak yang didapat dari hal ini, selain akan
membuat wilayah Kabupaten Tangerang lebih terang dan memudahkan
masyarakat untuk beraktifitas, hal ini juga berdampak pada penambahan
pemasukan daerah melalui pajak penerangan jalan. Strategi dan tindakan
ini ternyata berdampak luar biasa dalam peningkatan pendapatan pajak
penerangan jalan. Hal ini terbukti pada tahun 2010 hasil pajak daerah
terbesar disumbangkan dari pajak penerangan jalan mencapai
Rp..72.385.335.730 dan terus meningkat di tahun berikutnya yang
mencapai Rp. 94.189.519.137. Hal-hal inilah yang membuat penerimaan
pendapatan pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang antara
sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak
mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak
perubahan.
115
Tabel 4.25 Pendapatan Asli Daerah
Test Statisticsb
Realisasi
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Terlihat pada Tabel 4.23, dari nilai uji Mann Whitney U, dapat kita
lihat output "Test statisticsb" untuk Pendapatan Asli Daerah dimana Kolom
Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.50 dan Mann-Whitney U adalah 0.000,
maka didapat probabilitasnya di atas 0.05 maka tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah sebelum dan sesudah
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dengan kata lain penerimaan
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan
sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami
perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
Kota Tangerang Selatan yang sebelumnya masuk ke dalam wilayah
Kabupaten Tangerang adalah penyumbang terbesar bagi PAD Kabupaten
Tangerang. Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan tentu akan
mengurangi PAD Kabupaten Tangerang. Sadar akan hal ini, Pemerintah
Daerah Kabupaten Tangerang berusaha untuk meningkatkan pendapatan
daerahnya. Dalam peningkatan pendapatan daerah, pemerintah
116
Kabupaten Tangerang melakukan berbagai kebijakan melalui kebijakan
intensifikasi dan ekstensifikasi. Usaha-usaha untuk menggali sumber-
sumber pendapatan daerah khususnya yang bersumber dari pajak
daerah dan retribusi daerah tidak boleh bertentangan dengan
kebijaksanaan pokok nasional yakni pungutan pajak dan retribusi
daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali
pendapatan daerah yang berupa sumber penerimaan yang memadai,
tetapi juga untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak
memberatkan masyarakat.
Kegiatan intensifikasi tersebut meliputi pendataan pajak dan
potensi pajak yang ada di Kabupaten Tangerang, serta mengadakan
sosialisasi dengan wajib pajak. Sedangkan ekstensifikasi seperti
pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak
Daerah. Setelah adanya pemisahan, intensifikasi dan ekstensifikasi
ternyata benar-benar terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan
penerimaan Kabupaten Tangerang, terbukti Kabupaten Tangerang dapat
bangkit dan menaikan penerimaan pajaknya.
Selain dana perimbangan yang menjadi penyumbang terbesar
PAD, pajak daerah juga berperan penting dalam peningkatan PAD
Kabupaten Tangerang. Selama tahun 2009 dan 2010, Pemda Tangerang
berhasil meningkatkan pendapatan dari Pajak Restoran. Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah juga mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Tercatat pada tahun 2010 mencapai Rp. 129.888.420.481 dan
117
2011 mencapai Rp. 145.693.935.554. Sangat jauh berbeda dibandingkan
sebelum pemekaran, misalnya tahun 2008 yang hanya mencapai
Rp..18.130.632.213 ataupun tahun 2007 yang hanya Rp. 4.000.000.000.
Ditambah lagi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang
menambahkan objek baru dalam Pajak Daerah yaitu Pajak Air Tanah,
Pajak Sarang Burung Walet, PBB Pedesaan & Perkotaan dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Khusus untuk Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pada tahun 2011 telah
memberikan kontribusi pendapatan yang luar biasa untuk Kabupaten
Tangerang yang mencapai Rp. 114.624.680.823. atau berkontribusi
sebesar 17.23% terhadap PAD Kabupaten Tangerang tahun 2011. Hal-hal
inilah yang membuat penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten
Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak
mengalami banyak perubahan.
118
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini mengambil sempel di DISPENDA Kabupaten Tangerang
periode tahun 2006 –2011. Berdasarkan hasil dari analisis dan uraian pada
bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang setelah pemekaran
lebih baik daripada sebelum pemekaran dan masuk kriteria efektif. Hal
ini dikarenakan adanya perubahan target penerimaan pajak reklame di
Kabupaten Tangerang.
2. Kontribusi pajak reklame terhadap PAD dari tahun anggaran 2006-2011
masuk kriteria sangat kurang. Pemekaran daerah di Kabupaten
Tangerang berdampak menurunnya pendapatan pajak reklame atau
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya
kontribusi rata-rata pendapatan pajak reklame terhadap PAD Kabupaten
Tangerang.
3. Efektivitas pajak penerangan jalan sebelum dan setelah pemekaran
Tangerang masuk kriteria sangat efektif. Pemekaran daerah di
Kabupaten Tangerang berakibat turunnya efektivitas pajak penerangan
jalan.
4. Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap PAD sebelum pemekaran
masuk kriteria sedang. Setelah diadakannya pemekaran di Kabupaten
119
Tangerang terjadi penurunan kontribusi penerimaannya sehingga masuk
kriteria kurang.
5. Hasil Uji Mann-Whitney ditemukan penerimaan pajak reklame terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah
keduanya tidak terdapat perbedaan secara signifikan. Dengan kata lain
penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan
sesudah pemekaran daerah periode tahun 2006-2011 di Kabupaten
Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak
mengalami banyak perubahan.
6. Hasil Uji Mann-Whitney ditemukan penerimaan pajak penerangan jalan
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah
pemekaran daerah keduanya tidak terdapat perbedaan secara signifikan.
Dengan kata lain penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten
Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah periode tahun
2006-2011 di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang
signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
7. Hasil Uji Mann-Whitney ditemukan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
sebelum dan sesudah pemekaran daerah keduanya tidak terdapat
perbedaan secara signifikan. Dengan kata lain Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran
periode daerah tahun 2006-2011 di Kabupaten Tangerang tidak
mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak
perubahan.
120
B. Implikasi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, khususnya pajak reklame dan
pajak penerangan jalan antara sebelum dan sesudah pemekaran di Kabupaten
Tangerang. Setelah adanya pemekaran, terjadi penyesuaian target
penerimaan pendapatan di Kabupaten Tangerang. Untuk meningkatkan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah khususnya setelah terjadi pemekaran,
Pemerintah Kabupaten Tangerang mempunyai upaya-upaya tertentu yaitu
dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak yang ada di Kabupaten
Tangerang.
Seperti kita ketahui bahwa Pajak daerah merupakan sumber PAD yang
pemungutanya berada didaerah sesuai dengan UU mengenai perda tersebut,
dan yang melakukan pemungutan pajak daerah tersebut adalah instansi
pemerintah yang diberi kewenangan khusus untuk memungut dan mengelola
sumber PAD tersebut, instansi pemerintah tersebut adalah DISPENDA atau
DPPKAD, guna untuk memaksimalkan pajak daerah dan retribusi daerah
tersebut, maka diperlukan adanya pendataan mengenai apa saja yang menjadi
objek dan subjek pajak sehingga dapat diketahui dari mana saja sumber pajak
dan retribusi daerah tersebut.
C. Saran
Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dapat
memberikan saran, dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tangerang
121
dalam meningkatkan penerimaan PAD melalui pos pajak reklame dan pajak
penerangan jalan .
1. Menjadikan tingkat pertumbuhan realisasi pemungutan pajak reklame
dan pajak penerangan jalan sebagai sebuah ukuran untuk menilai kinerja
sehingga tidak hanya target APBD saja yang menjadi perhatian.
2. Meningkatkan efektivitas pendataan terhadap WP yang tidak memiliki
NPWP dengan cara observasi lapangan secara berkala.
3. Penerapan sanksi secara efektif dan adil, seharusnya bagi mereka yang
melakukan penunggakan tanpa alasan yang jelas atau bahkan berupaya
untuk menghindari pembayaran pajak dikenakan sanksi yang hendaknya
tidak hanya berupa denda namun sanksi lain yang dapat menimbulkan
efek jera.
4. Memperbaiki cara penagihan khususnya pada sistem official, hendaknya
petugas melakukan perhitungan dan penagihan secara rutin langsung ke
tempat usaha WP.
5. Menetapkan jumlah terutang untuk pajak reklame dan penerangan jalan
yang bersifat official bagi usaha yang tidak melakukan pencatatan
maupun pembukuan dengan dasar omset penjualan atau laba aktual
bukan data historis bulan-bulan sebelumnya sehingga hasilnya lebih
akurat dan tidak ada yang merasa dirugikan.
6. Peningkatan pengawasan dan pengendalian baik secara teknis maupun
penatausahaan.
122
7. Meningkatkan kemampuan SDM dengan cara melakukan pelatihan dan
program-program pendidikan yang berkaitan dengan pengelolaam pajak
dan PAD.
8. Meningkatkan kegiatan peyuluhan pada masyarakat yang dapat
membuka cakrawala berpikir masyarakat tentang betapa pentingnya
pajak yang mereka bayar untuk kelangsungan kegiatan di Kabupaten
Tangerang sehingga mereka tergugah untuk taat pajak.
9. Penulis menyarankan agar tidak menggunakan hasil penelitian ini
sebagai satu-satunya alat analitis untuk meningkatkan penerimaan pajak
reklame dan pajak penerangan jalan serta PAD bagi Dispenda Kabupaten
Tangerang, hendaknya dilakukan analisis dengan metode lainnya sebagai
bahan perbandingan demi keakuratan hasil.
Penulis telah berusaha menyajikan skripsi ini sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuan penulis, namun masih terdapat beberapa kelemahan dan
kekurangan. Penulis memberikan saran untuk melakukan penelitian dengan
jangka waktu pengamatan yang lebih lama minimal diatas 10 tahun agar hasil
yang diperoleh lebih akurat, dan menggunakan variabel yang lebih banyak.
Variabel independen dapat menggunakan 3 (tiga) atau lebih jenis pajak
daerah dan dapat memasukkan jenis retribusi daerah karena restribusi daerah
juga memiliki kontribusi besar terhadap PAD.
123
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. “Manajemen Penelitian”, Rineke Cipta, Jakarta, 2007. Bambang Prakoso, Kesit. “Pajak dan Retribusi Daerah”, Cetakan Pertama,UII
Press, Yogyakarta, 2003. Basri, Syafril Dan Hamidi, Wahyu. “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan
Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah”, Fakultas Ekonomi Universitas Riau, Pekanbaru, 2010.
Darmono. “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi
Daerah Di Kabupaten Berau”, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah, Tanjung Redeb, 2010.
Davoodi, Hamid dan Zou, Heng-fu. “Fiscal Decentralization and Economic
Growth: A Cross-Country Study”. JOURNAL OF URBAN ECONOMICS 43, 1998.
Ghazali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005. Hakki, Dio. “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum dan
Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2008.
Halim, Abdul. “Manajemen Keuangan Daerah”,UPP AMP YKPN, Yogyakarta
2001. -------------------. “Akuntansi Keuangan Daerah”, Edisi Revisi, Salemba Empat,
Jakarta, 2004. Kuncoro, Mudrajad. “Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga,
Jakarta, 2003. Mardiasmo. “Akuntansi Sektor Publik”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002. Pemerintah Kabupaten Tangerang. http://tangerangkab.go.id/ Peraturan Bupati Tangerang Nomor 33 Tahun 2010 Tentang “Tugas Pokok,
Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Kabupaten Tangerang” Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang “Pajak Daerah”
124
Resmi, Siti. “Perpajakan Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Riduansyah, Muhammad. “Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonom Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)”, Sosial Humaniora, Vol.7 No. 2, Desember jurnal Makara, 2003.
Santoso, Singgih. “Mengatasi Masalah Statistik Dengan SPSS Versi 11.5”, Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2009.
Saragih, Juli Panglima, “Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi”, PT Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Suandi, Erly. “Hukum Pajak”, Edisi 2 Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2002. Sugiono. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Cetakan Kesembilan, CV Alfabeta,
Bandung, 2004. Tim Penyusun Panduan Penulisan Skripsi. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. UUD RI 1945 Pasal 1 ayat 3 Perubahan ketiga Tentang “Negara Hukum” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun1999 Tentang “Pemerintah
Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang “Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia 33 tahun 2004 Tentang “Pendapatan Asli
Daerah dan Perimbangan Keuangn Pemerintah Pusat dan Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 Tentang “Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
“Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah”. Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 2008. Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat Terapan” , Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2010.
125
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011
Tahun Target Realiasasi (Rp) (Rp)
2006 7,500,000,000 7,589,474,249
2007 8,500,000,000 6,026,498,163
2008 8,000,000,000 6,065,458,779
2009 6,600,000,000 3,722,812,362
2010 1,984,000,000 2,292,390,402
2011 3,028,681,250 3,773,017,815
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011
Tahun Target Realiasasi
(Rp) (Rp)
2006 59,000,000,000 67,350,753,317
2007 62,000,000,000 83,382,351,407
2008 83,100,000,000 85,582,625,343
2009 87,500,000,000 90,796,661,615
2010 62,321,000,000 72,358,335,730
2011 74,900,477,550 94,189,519,137
Target dan Realisasi Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011
Tahun Target Realiasasi
(Rp) (Rp)
2006 246,846,682,381 251,241,734,728
2007 239,911,906,000 285,899,513,074
2008 294,773,029,000 336,921,813,888
2009 344,922,634,719 370,433,361,278
2010 295,930,495,481 350,295,789,693
2011 448,064,721,762 665,231,223,713
126
Hasil Uji Mann Whitney NPar Tests
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 3 2292390402 3773017815 3.26E9 8.407E8
Sesudah 3 6026498163 7589474249 6.56E9 8.914E8
Valid N (listwise) 3
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Realisasi Sebelum 3 2.00 6.00
Sesudah 3 5.00 15.00
Total 6
Test Statisticsb
Realisasi
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
127
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 3 67350753317 85582625343 7.88E10 9.952E9
Sesudah 3 72358335730 94189519137 8.58E10 1.175E10
Valid N (listwise) 3
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Realisasi Sebelum 3 2.67 8.00
Sesudah 3 4.33 13.00
Total 6
Test Statisticsb
Realisasi
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 8.000
Z -1.091
Asymp. Sig. (2-tailed) .275
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
128
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 3 6.74E10 8.56E10 7.8772E10 9.95201E9
Sesudah 3 7.24E10 9.42E10 8.5782E10 1.17479E10
Valid N (listwise) 3
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Realisasi Sebelum 3 2.00 6.00
Sesudah 3 5.00 15.00
Total 6
Test Statisticsb
Realisasi
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
129
top related