nyeri neuropati fix
Post on 12-Jan-2016
77 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien memutuskan untuk berobat.
Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat
terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.1,2
Nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi bila ujung
saraf sensorik pada kulit atau organ menerima rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan
jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan oksigen, dan bahan kimia. Nyeri neuropati
merupakan nyeri akibat kerusakan jaringan saraf dapat karena; operasi, trauma, keganasan dan
penyakit metabolik (mis. diabetic neuropathy). Nyeri jenis ini dapat menimbulkan gejala nyeri
spontan, rasa terbakar atau mati rasa pada daerah tertentu. Nyeri neuropati merupakan nyeri
kronik yang bisa menetap selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Sehingga dalam karya
tulis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai nyeri neuropati tersebut.1,2,3
Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi umum. Salah satu
penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48% dan prevalensi nyeri
neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan berjenis kelamin perempuan
, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki kualifikasi pendidikan dan
merupakan perokok.1,2
Nyeri merupakan masalah yang sering terjadi pada orang yang selalu melakukan aktivitas,
contohnya pada pekerja industri, pekerja yang melakukan gerakan tubuh,seperti tangan, kaki,
dan yang lainnya secara berulang tanpa istirahat, serta penyakit yang timbul akibat proses
penuaan atau degenerasi. Nyeri sangat mengganggu aktivitas seseorang yang melibatkan
gerakan tersebut, sehingga mengalami hambatan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pada
dasarnya nyeri neuropati yang persisten memiliki hubungan yang bermakna dengan gangguan
tidur, fungsi emosional, suasana perasaan, fungsi fisik, dan fungsi peran sosial. Dampak negatif
nyeri neuropati terhadap berbagai aspek tersebut pada akhirnya akan menimbulkan kondisi
depresi dan gangguan kualitas hidup pada penderitanya.1,4,5,6
Bukti menunjukkan bahwa interaksi neural-imun ikut terlibat dalam perkembangan nyeri
neuropati. Pada makalah ini membahas mengenai penanganan terhadap nyeri neuropatik pada
kasus non diabetik neuropatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri Neuropati
2.1.1 Definisi
Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of Pain
(IASP) adalah “nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem
saraf dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh suatu tumor, tergantung
di mana lesi atau disfungsi terjadi. Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri
neuropatik akut dan kronik. Ada beberapa masalah dalam bidang kedokteran paliatif yang
menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil
yang memuaskan yang dapat menyebabkan hilangnya nyeri. Dalam membuat suatu diagnosa
adanya nyeri neuropatik diperlukan anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan
pasien, baik tipenya maupun derajat dari nyeri tersebut. 1,10,11
2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi nyeri neuropati belum cukup banyak dipelajari , sebagian besar karena
keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi
umum. Salah satu penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48%
dan prevalensi nyeri neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan
berjenis kelamin perempuan , dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki
kualifikasi pendidikan dan merupakan perokok.1,2
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi dua:1,2,3,7
1. Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya:
a) Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, Radikulopati, neuralgia pasca herpes zoster,
trauma susunan saraf pusat, neoplasma, dan lain-lain.
b) Medulla spinalis, dapat diakibatkan oleh multipel sklerosis, trauma medulla spinalis,
neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain.
c) Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, Nyeri post Stroke, siringomielia, neoplasma, dan
lain-lain.
2. Berdasarkan gejala :
a) Nyeri spontan (independent pain)
b) Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)
c) Gabungan antara keduanya
2.1.4 Etiologi
Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau
kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang
perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri
spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi,
iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron.12,13
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya bukti
bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf
itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom
nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat
ditemukan pada pasien post-strok, multiple sklerosis,spinal cord injury, dan penyakit Parkinson. 12,13,14
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari
perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena tetapi
juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh
sindrom yang mungkin dijumpai adalah Radikulopati, neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes,
neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi.12,14
Penyebab Tersering Nyeri Neuropatik
Nyeri Neuropatik Sentral Nyeri Neuropatik Perifer
Nyeri post stroke
Mielopati HIV
Multiple sclerosis
Penyakit Parkinson
Mielopati post iskemik
Mielopati post radiasi
Mielopati kompresif dengan
stenosis spinalis
Nyeri post trauma korda spinalis
Siringomielia
Radikulopati (servikal, thorakal, atau
lumbosakral)
Polineuropati alkoholik
Polineuropati oleh karena kemoterapi
Sindrom nyeri regional kompleks (complex
regional pain syndrome)
Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel
syndrome)
Neuropati sensoris oleh karena HIV
Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post
mastektomi atau nyeri post thorakotomi)
Neuropati sensoris idiopatik
Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor
Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional
Neuropati diabetik
Phantom limb pain
Neuralgia post herpetic
Pleksopati post radiasi
Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi
akut dan kronik
Neuropatik oleh karena paparan toksik
Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)
Neuralgia post trauma
Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang paling sering
adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan
low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik adalah hal yang paling sering dan
penting dalam morbiditas pasien pasca stroke. Nyeri pada pasien pasca stroke dapat timbul dari
kerusakan jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena iskemik jaringan.2
Nyeri pasca stroke adalah salah satu penyebab nyeri neuropati. Setiap orang merasa sakit
yang berbeda. Kerusakan otak akibat stroke terkadang bisa membuat rasa sakit bahkan terhadap sentuhan.
Nyeri dapat terjadi akibat hal-hal seperti sesak otot atau kelemahan. Nyeri dapat memperlambat
pemulihan dari penyakit atau cedera dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, dapat
menyebabkan kualitas hidup yang rendah, mengganggu aktivitas rutin seperti mengemudi, berbelanja, atau
memeluk anak atau cucu. Kabar baiknya adalah bahwa rasa sakit yang disebabkan oleh stroke
dapat diobati. Perawatan yang tepat membutuhkan keterlibatan dokter dan mungkin pendekatan
pengobatan integratif, yang bisa berarti menggabungkan obat-obatan dengan obat komplementer,
seperti terapi fisik atau pembedahan.
Nyeri Radikulopati salah satu penyebab nyeri neuropati. Definisi nyeri radikulopati adalah
suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses
patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat
dermatomal.
2.1.5 Patofisiologi15
Central Post Stroke Pain
Patofisiologi CPSP tidak dipahami dengan baik tapi pusat disinhibisi, ketidakseimbangan
rangsangan dan sensitisasi sentral telah diperkirakan sebagai patofisiologi dari CPSP. Head dan
Holmes, pada tahun 1911, mengajukan teori disinhibisi, yang menurutnya lesi pada thalamus
lateral yang membuat thalamus medial lepas kontrol. Kemudian ditemukan bahwa lesi di mana
saja di jalur spinotalamokortikal menyebabkan aktivitas berlebihan thalamus lateral. Dalam
situasi lain, CPSP dikaitkan dengan gangguan sensasi yang ditimbulkan oleh kapas Whisp,
getaran, kekasaran, panas dan dingin. Komponen penting dari hipotesis ini adalah bahwa defisit
sensorik diskriminatif di CPSP menghasilkan disinhibisi, yang menimbulkan nyeri spontan atau
allodynia. Hiperalgesia atau allodynia diperkirakan sebagai komponen integral dari CPSP.
Mekanisme yang paling mungkin untuk hiperalgesia dan gangguan sensorik parsial di bagian
tubuh dengan fungsi somatosensori normal di wilayah tubuh nonpainful adalah sensitisasi sentral
dari neuron tingkat ketiga yang sebagian telah deafferented. Dalam pengaturan klinis, sensitisasi
sentral dapat dinilai dengan pemetaan daerah hipersensitif, pengukuranambang
bataspsikofisiologikal yang berbeda, dan respon terhadap berbagai rangsangan. Populasi saraf
tertentu yang peka di CPSP tidak diketahui, namun inti thalamus tertentu mungkin bertanggung
jawab. Neuron thalamus dapat dibagi menjadi dua kelompok utama:
1. sel Relay yang berproyeksi ke korteks serebral dan
2. GABAergic antar-neuron yang menghasilkan penghambatan lokal.
Jenis sel ini memiliki dua pola penembakan: (a) meledak ketika membran sel saraf
terhiperpolarisasi dan (b) lonjakan aktivitas tunggal ketika neuron tidak terpolarisasi. Nukleus
retikuler sekitar dorsal dan lateral thalamus menghasilkan penghambatan GABAergic sel relay.
Akson kortikothalamus melintasi melalui nukleus retikuler dan menginervasi sel ini
dengankolateral; karenanya, lesi kortikal juga dapat mempengaruhi pola penembakan neuron
retikular. Di nyeri neuropatik, aktivitas neuron spontan ditemukan di mediodorsal, centrolateral,
centromedian, dan inti parafascicular serta pokok inti sensorik (ventralis caudalis). Sebuah studi
tomografi emisi positron (PET) pada sukarelawan juga menegaskan peran thalamus dalam
pengolahan nociceptive normal. Aktivitas metabolisme thalamus meningkat setelah rangsangan
nosiseptive. Di CPSP, hipoperfusi thalamuspada emisi foton tunggal tomografi terkomputerisasi
dan hipometabolisme dalam studi PET telah dilaporkan. Pada satu pasien, PET Scan
mengungkapkan hipometabolisme dari thalamus di sisi yang sesuai. Emisi foton tunggal
computerized tomography pada pasien CPSP dengan allodynia telah mengungkapkan hipoperfusi
di thalamus kontralateral. Aktivitas metabolik di talamus membaik dengan prosedur penghilang
rasa sakit. Resolusi spasial PET tidak membedakan berbagai nukleus, namun keterbatasan ini
diatasi dengan studi MRI fungsional. Pada pasien dengan CPSP dengan nukleus thalamus VPL
dan infark kapsula interna pada bagian tungkai posterior, MRI fungsional mengungkapkan
perubahan sinyal pain yang spesifik di gyrus cingulate anterior dan asosiasi korteks parietal.
Kerusakan pada serat parietal nociceptive thalamus lateral, bersama-sama dengan pelepasan
aktivitas cingulate anterior dan daerah parietal posterior, telah diusulkan sebagai mekanisme
CPSP.
Neurotransmitter dan Modulasinya
Pergeseran aktivitas neuron thalamic dari ledakan berirama hingga lonjakan aktivitas
tunggal ditentukan oleh serotonergik, noradrenergik, dan masukan kolinergik neuron thalamic.
Noradrenalin yang berasal dari lokus seruleus dan jalur serotonergik dari nukleus raphe dorsal
memediasi aktivitas thalamus dengan bekerja melalui reticular dan nukleus relay. Efek
menguntungkan dari amitriptyline dan duloxetine dapat dimediasi melalui mekanisme yang
disebutkan di atas. Rangsangan aminoacids, seperti N-metil-d-aspartat, dapat memediasi
nociceptive atau masukan nonnociceptive ke inti thalamic. Studi PET 11C-diprenorphine di
CPSP telah digunakan untuk mengevaluasi distribusi reseptor opioid; Penelitian ini telah
menunjukkan penurunan yang signifikan dalam ikatan reseptor opioid, tidak hanya di thalamus
kontralateral terhadap rasa sakit, tetapi juga dalam insula, cingulate anterior dan korteks sensorik
sekunder.Penurunan ikatan reseptor opioid mungkin disebabkan oleh peningkatan pelepasan
endogen, internalisasi atau peraturan reseptor dan hilangnya neuron pembawa reseptor ini.
Manifestasi Klinis16
Rasa sakit di CPSP bisa spontan atau terprovokasi.Dysaesthesia spontan dilaporkan dari
85% pasien. Pada skala dari 0 sampai 10, rata-rataintensitas nyeri bervariasi antara 3 dan 6.
Dalam beberapa studi, intensitas nyeri yang lebih tinggi telah dilaporkan saat lesi terletak di
batang otak atau thalamusdibandingkan di daerah lain; Namun, dalam sebuah studi baru-baru ini,
gejala dan keparahan CPSP di thalamus dibandingkan stroke yang ekstra thalamic tidak
berbeda.intensitas nyeri spontan sering berfluktuasi dan dapat ditingkatkan dengan rangsangan
internal atau eksternal, seperti stres atau dingin, dan diatasi dengan, misalnya, istirahat atau
gangguan. Nyeri biasanya masalah besar untuk pasien, meskipun intensitasnya rendah. Sakit
spontan berkelanjutan digambarkan sebagai rasa "terbakar", "sakit", "tertusuk", "beku", dan
"terikat", sedangkan nyeri intermiten dijelaskan sebagai rasa seperti "laserasi" atau "shooting".
Deskripsi afektif rasa sakit termasuk "merepotkan", "mengganggu", dan "Melelahkan" dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, CPSP dapat mengurangi kualitas hidup pada pasien
yangmengalami stroke,kompromi rehabilitasi, mengganggu tidur, menyebabkanmelukai diri
sendiri, dan bahkanmendorongpasien untukbunuh diri. Distribusinyeridapat berkisar daridaerah
kecil(misalnya, tangan) kedaerah yang luas(misalnya, salah satusisi tubuh).
Daerahbesaryangpalingsering terkena, dengan atau tanpaketerlibatanbadandan wajah. Pada
pasiendenganinfarkmedulerlateral,rasa sakitdapat melibatkansatu sisiwajah
dansisikontralateraldaritubuh atauanggota badan, dan nyeriperiorbitalseringdilaporkan;
Nyeriseparuh tubuhbiasanya terjadipada pasien denganlesi thalamus. Temuannon-sensorik
tergantung padalokalisasidankeparahanlesiserebrovaskular, dan tidak adatemuannon-sensorik
universal dalamCPSP. Nyeribisa dilokalisasidalamseluruh areakelainansensorik, ataudalam
sepersekiandaerah ini, dansesuai denganlokalisasilesivaskular. Temuan utamadi sebagian besar,
jika tidak semua, nyeri neuropatikhilangnya sensasi di modalitas lainnya (seperti sentuhan dan
getaran) kurang banyak ditemukan. Temuan positif sensorik, seperti nyeri yang ditimbulkan,
ditimbulkan oleh rangsangan mekanik atau termal (sangat dingin), yang umum di CPSP. Dalam
sebuah studi prospektif dari 16 pasien dengan CPSP, allodynia dingin, diperiksa dengan
menggunakan roll thermo (20 ° C), stimulus mekanik termal dan dinamis gabungan, ditemukan
pada sembilan pasien; allodynia sentuhan ditemukan di sembilan pasien; dan dysaesthesia atau
allodynia baik sentuhan atau dingin ditemukan pada 15 pasien pada pemeriksaan klinis. CPSP
dapat berkembang setelah lesi hemoragik dan lesi iskemik dari SSP. Dalam satu studi, empat
dari 13 pasien mengembangkan CPSP setelah perdarahan intraserebral. Para penulis
menyimpulkan bahwa prevalensi tinggi ini mungkin disebabkan keterlibatan sering pada daerah
thalamic pada lesi hemoragik. Waktu antara stroke dan onset nyeri bervariasi, dan rasa sakit
dapat berkembang segera setelah stroke pada beberapa pasien dan sampai tahun kemudian pada
lainnya. Onset dapat tertunda, tetapi pengembangan CPSP dalam beberapa bulan pertama yang
paling umum. Dalam sebuah studi prospektif yang mencakup 16 pasien dengan CPSP, onset
nyeri terjadi dalam bulan pertama setelah stroke dalam sepuluh pasien, antara 1 dan 6 bulan
dalam tiga pasien, dan setelah 6 bulan dalam tiga pasien. Setiap onset kemudian rasa sakit harus
meminta pemeriksaan penyebab lain, seperti stroke baru. Onset bertahap dari rasa sakit adalah
yang paling umum.
2.1.6 Pathophisiology17
Radikulopati
Cakram intervertebralis serviks adalah lebih tinggi pada bagian ventral daripada dorsal
dan itu adalah disc serviks, bukan vertebral body, yang bertanggung jawab untuk pemeliharaan
lordosis serviks. Bagian luar dari disk terdiri dari anulus fibrosus. Yang terakhir adalah
berbentuk bulan sabit, dan, bila dilihat pada bidang aksial, lebih tebal daripada bagian ventral
daripada dorsal. Bagian ventral,termultilaminasi dengan menjalinnya serat alternating
orientation, tapi bagian dorsal, itu hanya memiliki sebagai lapisan tipis dari serat kolagen.
Sebelum usia 20 tahun, beberapa perubahan morfologi terjadi di tulang belakang leher. Dimulai
pada dekade ketiga kehidupan, penurunan progresif dalam kandungan air dari disk
intervertebralis terjadi seiring dengan bertambahnya usia. nukleus pulposus menjadi massa
fibrocartilaginous. Pada pasien yang lebih muda dari 30 tahun, kadar air dari disk intervertebralis
mendekati 90%, dan menurun menjadi kurang dari 70% pada dekade kedelapan hidup. Unit
struktural dasar dari nukleus pulposus adalah protein glikosaminoglikan, yang terdiri dari inti
protein proteoglikan, lampiran polisakarida sterik aktif kondroitin sulfat dan keratin sulfat.
Karena berat molekul tinggi dan muatan negatif secara keseluruhan, protein glikosaminoglikan
memiliki daya tarik yang kuat bagi molekul air. Dengan penuaan, protein glikosaminoglikan
sterik aktif secara bertahap mengurangi ukuran dan jumlah. Akibatnya, kemampuan disc
intervertebralis untuk menahan air juga berkurang. Perubahan yang berkaitan dengan usia ini
dalam komposisi kimia dari nucleus pulposus dan anulus fibrosus menyebabkan disk merosot
menjadi lebih mampat dan kurang elastis. Akibatnya, disk kehilangan ketinggian dan menonjol
ke arahdorsalkanal tulang belakang. Saat badan vertebra berdempetan ke arah satu sama lain
(misalnya, penurunan), ligamentum flavum dan facet kapsul sendi melipat ke arahdorsal,
menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam kanal dan dimensi foraminal. Perkiraan ini mengarah
pada proses reaktif yang menghasilkan osteofit sekitar margin disk dan pada sendi uncovertebral
dan facet. Namun, perubahan degeneratif disk intervertebralis serviks berbeda dari yang
mempengaruhi disc lumbal. Di tulang belakang leher, prolaps diskus dan herniasi nukleus
pulposus jarang. Foramen saraf berbatasan di bagian ventral oleh sendi uncovertebral dan dorsal
oleh prosesus artikular superior dari ekor vertebral. Radiculopathies kompresive terjadi sebagai
akibat distorsi mekanik saraf akar baik oleh facet sendi hipertrofi atau uncovertebral sendi,
tonjolandisc, spondylotic spurringdari tubuh vertebral, atau kombinasi dari faktor-faktor ini.
Tekanan pada akar saraf dapat menyebabkan defisit sensorik, kelemahan motorik, atau
nyeri radikuler. Nyeri berhubungan dengan kompresi mekanik dan respon inflamasi.
Manifestasi Klinis18
Radiculopathy dapat dibagi menjadi akut, subakut, dan kronis. Radiculopathy serviks
akut terjadi pada pasien yang relatif muda dalam pengaturan anulus fibrosus dan prolaps
berikutnya dari nukleus pulposus. Radiculopathy subakut terjadi pada pasien dengan spondylosis
serviks yang sudah ada, tanpa gejala persisten kecuali untuk sakit leher sesekali. Pasien
mengalami gejala berbahaya, yang sering polyradicular. Radiculopathies kronis terwujud dari
radiculopathies akut atau subakut yang telah gagal untuk merespon pengobatan. Nyeri paling
menonjol dalam radiculopathy serviks akut dan menurun ketika kondisi menjadi lebih kronis. Ini
dapat digambarkan sebagai rasa yang tajam, pegal, atau terbakar dan mungkin terletak di leher,
bahu, lengan, atau dada, tergantung pada akar saraf yang terlibat. Sebuah radiculopathy akut
menyajikan dengan nyeri menjalar dalam distribusi myotomal. Sebagai contoh, pasien dengan
radiculopathy C7 sering mengalami nyeri di daerah trisep daripada daerah dermatom distal.
Gejala sensorik, terutama parasthesias dan mati rasa, lebih umum daripada kehilangan motorik
dan refleks berkurang. Klinisi harus diingat bahwa gejala sensorik sering tidak sesuai dengan
dermatom digambarkan dalam buku teks kedokteran. Henderson et al. presentasi klinis
radiculopathy serviks di lebih dari 800 pasien dan menemukan nyeri lengan di 99,4%, defisit
sensorik pada 85,2%, sakit leher di 79.7%, defisit refleks pada 71,2%, defisit motor di 68%,
nyeri scapular di 52,5%, nyeri dada anterior di 17,8%, sakit kepala pada 9,7%, dada anterior dan
nyeri lengan di 5,9%, dan dada dan lengan nyeri sisi kiri di 1,3%. Nyeri radikuler sering
ditekankan oleh manuver yang membentang akar saraf yang terlibat, seperti batuk, bersin,
Valsalva, dan gerakan serviks tertentu dan posisi. Beberapa tanda-tanda klinis yang
menunjukkan radiculopathy telah dijelaskan. Davidson et al. menggambarkan "Shoulder
abduction sign" pada pasien yang mengalami keringanan yang signifikan dari nyeri lengan
dengan bahu abduksi. Pasien memegang lengan di atas kepala dan biasanya meletakkan
pergelangan tangan atau lengan di atas kepala. ManuverSpurling yang menimbulkan nyeri
lengan pasien disebabkan penyempitan dari foramen saraf. Hal ini dilakukan dengan meluruskan
leher dan memutar kepala ke sisi rasa sakit dan kemudian memberikan tekanan pada kepala. Tes
ini diduga menyebabkan penyempitan foramen intervertebralis dan dianggap positif jika nyeri
anggota badan atau paresthesia. Tes ini telah ditemukan untuk lebih spesifik, tetapi tidak sensitif,
untuk radiculopathy serviks. Jenis dan lokasi gejala radikuler ditentukan oleh tingkat di mana
kompresi akar saraf serviks terjadi. Radiculopathy pada serviks ketigamenghasilkan perubahan
patologis antara C2 dan C3 vertebra dan tidak biasa terjadi. Pasien mungkin mengalami nyeri di
daerah suboksipital, sering meluas ke belakang telinga, dan di bagian dorsal atau lateral leher.
Nyeri ini seringkali sulit untuk dibedakan dari penyebab lain dari sakit kepala. Mati rasa
mungkin ada di sepanjang tengkuk dan di distribusi great auricular danlesser saraf
oksipital.Radiculopathy dari akar saraf serviks keempathasil dari perubahan patologis antara C3
dan C4 vertebra dan lebih umum daripada radiculopathy C3. Ini mungkin menjadi
penyebabnyeri pada sepanjang pangkal leher yang menjalar ke aspek superior bahu dan posterior
ke tulang belikat. The rhomboid, trapezius, dan otot levator skapula juga, sebagian, disebabkan
oleh akar saraf keempat, namun defisit motorik mungkin sulit untuk dideteksi. Defisit sensorik
dapat hadir atas aspek anterolateral leher, sepanjang distribusi saraf serviks dan supraklavikula
melintang. C3, C4, dan C5 akar saraf menginervasi diafragma. Keterlibatan tiga akar saraf ini
dapat menyebabkan kelemahan diafragma. Radiculopathy kelima serviks hasil akar saraf dari
patologi di tingkat C4-C5. Pasien sering hadir dengan mati rasa dan nyeri bahu lokal yang
dibingungkan oleh kondisi bahu patologis. Ketika itu disebabkan oleh rotator cuff tear, nyeri
bahu dapat hadir dengan kelemahan abduksi dan rotasi eksternal. Namun, tidak seperti rasa sakit
dari penyakit bahu primer, nyeri radikuler tidak signifikan dipengaruhi oleh gerakan bahu. Mati
rasa mengikuti distribusi sensorikC5, yang terletak di atas bahu sepanjang midportionnya, dan
memanjang lateral ke midportion lengan. Defisit motorik utama adalah kelemahan otot
supraspinatus dan deltoid dengan gangguan abduksi bahu. Kelemahan kepala klavikularis dari
pectoralis utama, bisep, dan infraspinatus otot juga dapat terjadi. Refleks pectoralis dan refleks
bisep, yang dipersarafi oleh akar saraf serviks kelima dan keenam, mungkin akan menurun.
Kompresi akar saraf C6 adalah penyebab paling umum kedua radiculopathy serviks dan hasil
dari herniations disc atau spondylosis di tingkat C5-C6. Pasien datang dengan nyeridan / atau
mati rasa menjalardari leher ke aspek lateral bisep, aspek lateral lengan bawah, punggung tangan
di antara ibu jari dan jari telunjuk, dan ke ujungnya. Defisit motor di ekstensor pergelangan
tangan dan bisep adalah yang paling umum. Kelemahan supinator, teres pronator, dan trisep otot
dapat hadir. Refleks brakioradialis dan bisep dapat berkurang atau tidak ada. Rasa sakit dan
parestesia dari C6 radiculopathy mungkin meniru carpal tunnel syndrome, yang disebabkan oleh
jeratan saraf median di pergelangan tangan oleh ligamentum karpal transversus. Tidak seperti
radiculopathy cervical, penjepitan saraf ekstremitas atas, seperti carpal tunnel syndrome, yang
ditandai dengan nyeri, parestesia, dan kelemahan dalam beberapa distribusi akar saraf. Nyeri
yang mejalar dengan neuropatientrapmentsadalah yang paling umum dan nyeri dapat menjalar
ke arah proksimal ke arah tempat yang terjepit. Kompresi saraf median di pergelangan tangan,
misalnya, dapat menyebabkan rasa sakit dirujuk ke lengan dan bahkan leher. Carpal tunnel
syndrome ditandai dengan dysesthesias malam hari, kelemahan, dan, kadang-kadang, atrofitenar.
Tenar dan dua otot lumbrical pertama yang dipersarafi melalui sarafmedian oleh akar saraf C8
dan T1. Hilangnya sensorik di carpal tunnel syndrome terletak di sisi palmar tangan dan selama
tiga digit pertama. Kelemahan dan atrofi dan sebagian besar melibatkanototabduktor polisis
brevis. Gejala sindrom carpal tunnel sering direproduksi dengan uji Phalen, dan tanda Tinel
mungkin hadir pada pergelangan tangan. Studi elektrodiagnostik mungkin diperlukan untuk
mengevaluasi fungsi saraf perifer untuk membedakan sindrom jebakan dari radiculopathies
serviks. Untuk memperumit masalah, sindrom jebakan dapat hidup berdampingan dengan
radiculopathy serviks. Hal ini dikenal sebagai fenomena"double crush" dan pertama kali
dijelaskan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Menurut hipotesis ini, cedera proksimal
sepanjang akson, seperti lesi akar serviks, menyebabkan gangguan aliran axoplasmik. Upton dan
McComas menemukan bahwa 81 dari 115 kasus carpal tunnel syndrome, ada radiculopathy
serviks terkait juga. Namun, baru-baru ini, Morgan dan Wilbourn mempelajari 12.736 kasus
carpal tunnel syndrome dan neuropati ulnarispada siku dan menemukan bahwa 435 kasus (3,4%)
juga memiliki lesi akar serviks. Namun, hanya 98 (0,8%) dari kasus tersebut yang memiliki lesi
pada saraf yang sama. Kebanyakan penelitian yang menggunakan pemeriksaan klinis untuk
mendiagnosis radiculopathy serviks telah menunjukkan akar saraf serviksketujuh yang paling
sering terlibat dalam serviksradiculopathy. Hal ini disebabkan oleh perubahan degeneratif pada
tingkat C6-C7. Pasien mungkin hadir dengan nyeri dan / atau mati rasa yang menjalar di bagian
belakang bahu, selama trisep, aspek dorsolateral lengan bawah, dan atas dorsum jari yang
panjang. Kelemahan Triceps dapat signifikan, namun tidak diperhatikan oleh pasien sampai
menjadi parah,mungkin karena gravitasi membantu dalam perpanjangan lengan bawah. Otot
latissimus dorsi, fleksor pergelangan tangan, dan ekstensor jari juga mungkin terlibat. Gejala
motor C7 radiculopathy mungkin bingung dengan penjepitan dari saraf posterior interoseus, yang
mungkin hadir dengan kelemahan ekstensor digitorum, ekstensor polisis longus, brevis, dan
ekstensor otot carpi ulnaris. Khususnya, penjeratan posterior saraf interoseus tidak menyebabkan
perubahan sensorik, dan trisep dan fleksor pergelangan tangan tidak terpengaruh. Di C7
radiculopathy, refleks triceps dapat berkurang atau tidak ada. Saraf akar kompresi di tingkat C7-
T1 menyebabkan radiculopathy dari akar sarafservikskedelapan. Hal ini biasanya bermanifestasi
dengan gejala meluas hingga ke aspek medial lengan dan lengan bawah dan ke dalam medial
tangan dan dua digit terakhir. Mati rasa biasanya melibatkan baik aspek dorsal dan volar dari
angka dan tangan dan dapat meluas ke proksimal pergelangan tangan atas aspek medial lengan
bawah. Tidak seperti radiculopathy T1, temuan sensorik yang dihasilkan oleh C8 sindrom akar
saraf tidak meluas ke wilayah ketiak. Akar saraf C8 menginervasi otot-otot kecil tangan,
terutama interosei, dan fleksor dan ekstensor dari pergelangan tangan dan jari-jari (dengan
pengecualian dari fleksor karpi radialis dan otot ekstensor karpi radialis). Dengan demikian,
pasien mengeluh kesulitan menggunakan tangan mereka untuk kegiatan sehari-hari rutin.
Kompresi akar saraf C8 mungkin awalnya sulit untuk membedakan dari terjepitnya ulnar pada
siku. kompresi akar sarafC8 dapat mempengaruhi fungsi fleksor profundusdigitorum di telunjuk
dan jari tengah, fleksorlongus polisis di ibu jari, dan kuadratus pronator, tapi otot-otot ini tidak
terpengaruh oleh jepitan dari saraf ulnaris. Juga, otot-otot tenar singkat, kecuali untuk
adduktorpolisis, mungkin terlibat dengan kompresi C8 atau T1 tetapi terhindar dengan
keterlibatan saraf ulnaris.
Selain itu, perubahan sensorik terlihat dengan neuropati ulnar termasuk mati rasa,
kesemutan, dan / atau nyeri pada jari keempat dan kelima dan tangan tepat di bawah jari-jari
tersebut, tapi tidak proksimal pergelangan tangan (antebrachial distribusi saraf kutan medial),
seperti yang dapat dilihat dengan radiculopathyC8. Penjepitan saraf interosseus anterior
mungkin juga meniru radiculopathy C8 atau T1 tetapi tidak memiliki perubahan sensorik, dan
tidak memiliki keterlibatan dengan otot tenar. radiculopathy T1 jarang terjadi, tetapi telah
dilaporkan berkaitan dengan herniations diskus T1-T2. Kelemahan otot tangan Intrinsik biasa
terjadi karena akar T1 adalah kontributor utama untuk adduktorpolisis, otot-otot tenar, dan ke
interosei dan dua lumbrikalispertama. Mati rasa ketiak adalah umum, dan sindrom Horner dapat
terjadi ipsilateral.
2.1.7 Diagnostik
Menentukan definitif diagnosis untuk nyeri paska stroke adalah hal yang tidak mudah,
terutama dikarenakan gambaran klinis yang bervariasi, munculnya beberapa tipe nyeri dan
kurangnya kriteria diagnosis untuk nyeri paska stroke18. Sedangkan pada radikulopati servikal,
anamnesis mengenai riwayat secara menyeluruh dapat menegakkan diagnosis. Diagnosis nyeri
dapat diperoleh berdasarkan gabungan antara riwayat, pemeriksaan sensoris, pencitraan pada lesi
(CT atau MRI) untuk menggambarkan lesi (tipe, lokasi dan ukuran) dan juga ekslusi penyebab
lain dari nyeri paska stroke. Riwayat dari nyeri pada radikulopati servikal dan juga nyeri paska
stroke harus termasuk onset, kualitas, adanya disestesia atau alodinia, dan pasien juga harus
ditanyakan area mana saja yang nyeri pada gambar tubuh. Pemeriksaan klinis harus termasuk tes
sensoris untuk mengonfirmasi dan menentukan adanya kelainan sensoris, tetapi juga untuk
membantu mengeksklusi penyebab lain dari nyeri tersebut.18,19,20
Respon terhadap tes sensoris secara kuantitatif memungkinkan perincian tes sensoris
yang terkontrol dan stimulus fisiologis yang bernilai seperti suhu, tekanan, dan stimulus getaran
dan telah digunakan untuk mendokumentasikan temuan yang sering atau yang bukan pada nyeri
paska stroke dan radikulopati servikal. Baik tes sensoris kuantitatif dan pemeriksaan
neurofisiologis mungkin berguna untuk pasien dengan nyeri paska stroke dimana lesinya susah
ditentukan berdasarkan pencitraan, defisit sensori tidak dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan
sensoris untuk menentukan penyebab lain dari nyeri (neuropati perifer) dan untuk menemukan
mekanisma dasar dari nyeri tersebut. Akan tetapi, pada saat ini, tes diagnostik ini tidak rutin
dilakukan pada klinik karena memakan banyak waktu dan alat yang dibutuhkan cukup mahal.
Beberapa alat skrining untuk nyeri neuropati telah terpublikasi dalam beberapa dekade ini, tetapi
nilai diagnostik untuk nyeri paska stroke masih belum dapat diklarifikasi. Penelitian akhir-akhir
ini menemukan bahwa pemeriksaan sensoris penting untuk mengklasifikasian tipe nyeri. Skala
nyeri yang digunakan seperti Visual Analog Scale dan Numeric Pain Rating Scale berguna untuk
mengevaluasi intensitas dari nyeri tersebut akan tetapi belum ada skala nyeri yang dikembangkan
terutama untuk nyeri paska stroke.18
Adapun kriteria diagnostic untuk nyeri paska stroke18:
Kriteria wajib
- Nyeri pada area tubuh sesuai dengan lesi pada sistem saraf pusat
- Riwayat menunjukkan adanya stroke dan onset nyeri yakni pada atau setelah onset strok
itu sendiri
- Konfirmasi dari lesi sistem saraf pusat dengan pencitraan atau negatif atau positif tanda
sensoris terbatas pada area tubuh yang sesuai dengan lesi.
- Penyebab lain dari nyeri seperti nosiseptif atau nyeri neuropati dieksklusi atau
dipertimbangkan sangat tidak mungkin
Supportive criteria
- Tidak adanya hubungan primer dengan pergerakan, inflamasi atau cedera jaringan
setempat
- Deskripsi nyeri seperti rasa terbakar, dingin yang menyakitkan, tersengat listrik, tertusuk,
atau tertekan meskipun seluruh deskripsi memungkinkan
- Allodinia dan disestesia terhadap sentuhan dan dingin
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Radiografi polos
Radiografi dari tulang servikal biasanya menjadi tes diagnostik pertama yang dilakukan
pada pasien yang datang dengan keluhan leher dan ekstremitas, studi ini merupakan diagnostik
dari penyakit diskus servikalis sebagai penyebab dari radikulopati. Pada sudut pandang lateral,
dapat dengan mencari penyempitan ruang diskus, dibandingkan dengan tingkat diatas dan
dibawah. Selain mencari penyempitan, dari sudut pandang lateral, dapat dicari adanya sklerosis
subkondral dan terbentuknya osteofit19.
CT-SCAN
CT-SCAN dapat menampilkan dengan baik visualisasi dari element tulang dan dapat
membantu dalam penilaian pada fraktur akut. Ketepatan pencitraan CT pada tulang servikal
berkisar antara 72-91% dalam penegakan diagnosis herniasasi diskus19.
CT-SCAN dengan mielografi memiliki ketepatan mendekati 96% untuk diagnosis pada
herniasi diskus servikalis. Terlebih, penambahan kontras membantu visualisasi dari ruang
subaraknoid dan penilaian dari saraf tulang belakang serta serabut saraf. CT-SCAN dengan
mielografi lebih disukai dibandingkan dengan CT polos untuk penilaian dan lokalisasi dari
kompresi saraf spinal dan atrofi yang mendasari19.
MRI
MRI menjadi pilihan untuk pencitraan leher untuk menilai patologi dari jaringan lunak
secara signifikan, misalnya herniasi diskus. The American College of Radiology
merekomendasikan MRI rutin sebagai studi pencitraan yang paling tepat terhadap pasien dengan
nyeri kronik yang memiliki tanda atau keluhan neurologis akan tetapi dengan hasil radiografi
yang normal19.
Pada pasien dengan nyeri pasca stroke, sebagian besar dari pasien memiliki lesi multiple
pada hasil MRI mereka dan banyak yang tidak berhubungan dengan nyeri. Pada lesi bagian
nuclear ventroposterolateral talamus menimbukan nyeri pada separuh tubuh dibandingkan
dengan lesi pada daerah manapun19,20.
2.1.8 Manajemen
Nyeri paska stroke termasuk kelainan neuropati lainnya, dan sering sulit untuk diobati.
Respon penanganan sebagian besar sedang dan dosis terbatas oleh efek samping terutama pada
pasien dengan usia lanjut. Pada klinik praktis, penanganan pasien dengan stroke paska nyeri
berdasarkan trial and error sampai nyeri berkurang dan hasilnya selalu didapat dari kombinasi
beberapa macam obat.18,19,21
Farmakoterapi dapat menguntungkan dalam mengrangi nyeri akut yang berhubungan
dengan radikulopati servikal. Meskipun pengobatan menunjukkan tidak adanya benefit untuk
radikulopati servikal, hasil positif ditemukan pada penggunaan untuk penanganan radikulopati
lumbal dan nyeri pinggang bawah. Obat antiinflamasi non-steroid telah menunjukkan
efektifitasnya dalam menangani nyeri pinggang bawah, dan banyak dokter yang
mempertimbangkan untuk memberikan obat tersebut sebagai lini pertama dalam penanganan
nyeri leher dan tangan yang menjalar.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik memiliki keuntungan terhadap berbagai keadaan nyeri neuropati
dan termasuk dalam obat lini pertama terhadap nyeri neuropati. Amitriptilin (75 mg per hari)
secara signifikan mengurangi nyeri pada pasien dengan nyeri paska stroke. Efeknya berkorelasi
dengan konsentrasi plasma amitriptilin, dimana banyak responden dengan konsentrasi plasma
lebih dari 300 nmol/L tetapi tidak termasuk dalam skor depresi. Efek samping ringan sampai
sedang sering ditemukan terutama rasa lelah dan mulut kering.18,21
Selective serotonin-norepinephrine-reuptake inhibitors juga efektif dalam mengurangi
nyeri pada nyeri diabetik neuropati dan meskipun golongan obat ini belum dinilai pada nyeri
paska stroke, penyekat ini mungkin lebih aman dibandingkan dengan antidepresan trisiklik pada
pasien dengan penyakit jantung. Selective serotonin reuptake inhibitors mungkin kurang efektif
bila dibandingkan dengan antidepresan lain pada penanganan nyeri neuropati.18,19,21
Antikonvulsan
Obat antikonvulsan merupakan sekelompok golongan obat yang memiliki aksi analgetik
melalui berbagai mekanisme termasuk mengurangi hipereksitabilitas neuronal. Efikasi dari
gabapentin dan pregabalin pada nyeri neuropati perifer dan sentral telah dengan baik
terdokumentasi. Dalam satu studi pregabalin terdapat efek signifikan secara klinis dalam
penangan tingkat nyeri pada pasien dengan nyeri neuropati sentral. Penanganan dapat ditoleransi
dengan baik dan timbulnya efek samping tidak berbeda dengan penanganan kelompok lain. Efek
samping yang sering dilaporkan adalah pusing, berkurangnya performa intelektual, mengantuk,
dan mual. Lamotigrin telah masuk dalam studi pada percobaan tunggal untuk nyeri paska strok
dan dapat ditoleransi dan memiliki efek yang sedang terhadap nyeri neuropati. Pada beberapa
nyeri sentral dan nyeri neuropati lainnya efikasi dari lamotigrin masih dipertanyakan dan obat ini
memiliki peran yang terbatas dalam penanganan nyeri neuropati. Dalam sebuah studi, obat
golongan carbamazepine (800 mg per hari) tidak didapatkan efek yang signifikan terhadap nyeri.
Obat antikonvulsan dapat mengurangi nyeri leher akut dari bertambahnya tegang pada otot
insersinya.18,21
Opioid
Opioid secara efektif mengurangi nyeri neuropati tetapi tidak termasuk dalam kategori
obat lini pertama. Penanganan dengan opioid oral secara signifikan mengurangi nyeri dalam
populasi yang memiliki berbagai nyeri neuropati. Terdapat tingginya angka putus obat terhadap
opioid pada pasien dengan nyeri paska stroke. Studi pengulasan sistematik dan meta analisis
menyarankan bahwa opioid dapat efektif dalam penanganan nyeri neuropati sampai delapan
minggu.18,21
Percobaan obat intravena
Hasil dalam percobaan obat intravena menunjukkan adanya mekanisme yang mendasari
yang terlibat dalam nyeri paska stroke. Penanganan dengan morfin intravena, lidokain (penyekat
kanal natrium), dan propofol (GABA agonis) mengurangi nyeri dan elemen nyeri pada saat
infusi obat akan tetapi penanganan secara oral dengan morfin dan meksiletin tidak dapat
ditoleransi mengingat efek samping pada obat tersebut.18
Terapi neurostimulasi
Terapi neurostimuasi seperti stimulasi korteks motoric, stimulasi otak dalam, dan
stimulasi magnetik transkranial dapat digunakan untuk penanganan yang resisten pada kasus
dengan nyeri paska stroke. Hanya terdapat beberapa studi plasebo dan kontrol terhadap terapi
neurostimulasi untuk nyeri paska stroke atau nyeri sentral dan hasil publikasi hanya terbatas pada
serial dan laporan kasus.18
Mekanisme yang mendasari efek dari korteks motoric masih belum dapat diketahui, akan
tetapi beberapa studi menunjukkan adanya perubahan terhadap aliran darah serebral pada
beberapa area termasuk talamus, setelah stimulasi korteks motorik yang sukses. Komplikasi yang
berat sangat jarang, komplikasi yang umum dilaporkan yakni kejang (dalam masa percobaan),
dan infeksi. Angka kesuksesan stimulasi korteks motorik mungkin lebih rendah pada kasus nyeri
paska stroke dibandingkan dengan cedera saraf spinal dan nyeri neuropati perifer. Beberapa studi
diperlukan untuk efikasi jangka panjang dan keamanan dari stimulasi korteks motorik.18,21
Stimulasi magnetik transkranial dari korteks motorik yakni metode yang noninvasive.
Efek terhadap nyeri sering sedang dan berlangsung lama, akan tetapi jarang terjadi efek samping.
Sesi yang berulang dari stimulasi transkranial terhadap korteks motoric menunjukkan
pengurangan nyeri yang lebih lanjut.18
Target utama dari stimulasi otak dalam pada pasien nyeri paska stroke yakni talamus
sensori (ventral posterior) dan substansia grisea periventrikular. Hasil dari stimulasi otak dalam
pada pasien dengan nyeri paska stroke masih meragukan dan untuk itu percobaan lebih lanjut
dibutuhkan.18
Imobilisasi
Pada pasien dengan nyeri leher akut sekunder karena radikulopati, waktu yang singkat
(satu minggu) untuk imobilisasi leher dapat mengurangi gejala dalam fase inflamasi. Meskipun
keefektifan dari imobilisasi dengan cervical collar belum terbukti untuk merubah waktu atau
intensitas dari proses penyakit. Hal ini menguntungkan bagi beberapa pasien.19,21
Traksi
Unit traksi rumah servikal dapat mengurangi gejala radikukar. Secara teori, traksi dapat
mengganggu saraf foramen dan mendekompressi serabut saraf yang terkena. Khususnya, delapan
samapai 12 pon pada traksi diaplikasikan dengan sudut 24 drajat derajat fleksi selama selang
waktu 15-20 menit. Traksi merupakan yang paling menguntungkan ketika nyeri otot akut
berkurang dan tidak boleh digunakan pada pasien dengan tanda mielopati.19,21
BAB III
SIMPULAN
Nyeri merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien memutuskan untuk berobat.
Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat
terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.1,2
Nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi bila ujung
saraf sensorik pada kulit atau organ menerima rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan
jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan oksigen, dan bahan kimia. Nyeri neuropati
merupakan nyeri akibat kerusakan jaringan saraf dapat karena; operasi, trauma, keganasan dan
penyakit metabolik (mis. diabetic neuropathy). Nyeri jenis ini dapat menimbulkan gejala nyeri
spontan, rasa terbakar atau mati rasa pada daerah tertentu. Nyeri neuropati merupakan nyeri
kronik yang bisa menetap selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi umum. Salah satu
penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48% dan prevalensi nyeri
neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan berjenis kelamin perempuan
, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki kualifikasi pendidikan dan
merupakan perokok
Nyeri pasca stroke adalah salah satu penyebab nyeri neuropati. Setiap orang merasa sakit
yang berbeda. Kerusakan otak akibat stroke terkadang bisa membuat rasa sakit bahkan terhadap sentuhan.
Nyeri dapat terjadi akibat hal-hal seperti sesak otot atau kelemahan. Nyeri dapat memperlambat
pemulihan dari penyakit atau cedera dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, dapat
menyebabkan kualitas hidup yang rendah, mengganggu aktivitas rutin seperti mengemudi, berbelanja, atau
memeluk anak atau cucu. Kabar baiknya adalah bahwa rasa sakit yang disebabkan oleh stroke
dapat diobati. Perawatan yang tepat membutuhkan keterlibatan dokter dan mungkin pendekatan
pengobatan integratif, yang bisa berarti menggabungkan obat-obatan dengan obat komplementer,
seperti terapi fisik atau pembedahan.
Nyeri Radikulopati salah satu penyebab nyeri neuropati. Definisi nyeri radikulopati adalah
suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses
patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat
dermatomal.
Patofisiologi CPSP tidak dipahami dengan baik tapi pusat disinhibisi, ketidakseimbangan
rangsangan dan sensitisasi sentral telah diperkirakan sebagai patofisiologi dari CPSP. Head dan
Holmes, pada tahun 1911, mengajukan teori disinhibisi, yang menurutnya lesi pada thalamus
lateral yang membuat thalamus medial lepas kontrol. Kemudian ditemukan bahwa lesi di mana
saja di jalur spinotalamokortikal menyebabkan aktivitas berlebihan thalamus lateral. Di nyeri
neuropatik, aktivitas neuron spontan ditemukan di mediodorsal, centrolateral, centromedian, dan
inti parafascicular serta pokok inti sensorik (ventralis caudalis). Sebuah studi tomografi emisi
positron (PET) pada sukarelawan juga menegaskan peran thalamus dalam pengolahan
nociceptive normal. Aktivitas metabolisme thalamus meningkat setelah rangsangan nosiseptive.
Patofisiologi nyeri radiculopathies kompresive terjadi sebagai akibat distorsi mekanik
saraf akar baik oleh facet sendi hipertrofi atau uncovertebral sendi, tonjolandisc, spondylotic
spurringdari tubuh vertebral, atau kombinasi dari faktor-faktor ini. Tekanan pada akar saraf
dapat menyebabkan defisit sensorik, kelemahan motorik, atau nyeri radikuler. Nyeri
berhubungan dengan kompresi mekanik dan respon inflamasi.
Penanganan nyeri neuropatik Farmakoterapi dapat menguntungkan dalam mengrangi
nyeri akut yang berhubungan dengan radikulopati servikal. Meskipun pengobatan menunjukkan
tidak adanya benefit untuk radikulopati servikal, hasil positif ditemukan pada penggunaan untuk
penanganan radikulopati lumbal dan nyeri pinggang bawah. Obat antiinflamasi non-steroid telah
menunjukkan efektifitasnya dalam menangani nyeri pinggang bawah, dan banyak dokter yang
mempertimbangkan untuk memberikan obat tersebut sebagai lini pertama dalam penanganan
nyeri leher dan tangan yang menjalar.
Antidepresan trisiklik memiliki keuntungan terhadap berbagai keadaan nyeri neuropati
dan termasuk dalam obat lini pertama terhadap nyeri neuropati. Amitriptilin (75 mg per hari)
secara signifikan mengurangi nyeri pada pasien dengan nyeri paska stroke. Efeknya berkorelasi
dengan konsentrasi plasma amitriptilin, dimana banyak responden dengan konsentrasi plasma
lebih dari 300 nmol/L tetapi tidak termasuk dalam skor depresi. Efek samping ringan sampai
sedang sering ditemukan terutama rasa lelah dan mulut kering.
Obat antikonvulsan merupakan sekelompok golongan obat yang memiliki aksi analgetik
melalui berbagai mekanisme termasuk mengurangi hipereksitabilitas neuronal. Efikasi dari
gabapentin dan pregabalin pada nyeri neuropati perifer dan sentral telah dengan baik
terdokumentasi. Dalam satu studi pregabalin terdapat efek signifikan secara klinis dalam
penangan tingkat nyeri pada pasien dengan nyeri neuropati sentral. Penanganan dapat ditoleransi
dengan baik dan timbulnya efek samping tidak berbeda dengan penanganan kelompok lain. Efek
samping yang sering dilaporkan adalah pusing, berkurangnya performa intelektual, mengantuk,
dan mual.
Opioid secara efektif mengurangi nyeri neuropati tetapi tidak termasuk dalam kategori
obat lini pertama. Penanganan dengan opioid oral secara signifikan mengurangi nyeri dalam
populasi yang memiliki berbagai nyeri neuropati. Terdapat tingginya angka putus obat terhadap
opioid pada pasien dengan nyeri paska stroke. Studi pengulasan sistematik dan meta analisis
menyarankan bahwa opioid dapat efektif dalam penanganan nyeri neuropati sampai delapan
minggu
Selain terapi farmako dianjurkan pula terapi non farmako yaitu Pada pasien dengan nyeri
leher akut sekunder karena radikulopati, waktu yang singkat (satu minggu) untuk imobilisasi
leher dapat mengurangi gejala dalam fase inflamasi dan terapi unit traksi rumah servikal dapat
mengurangi gejala radikukar. Secara teori, traksi dapat mengganggu saraf foramen dan
mendekompressi serabut saraf yang terkena.
DAFTAR PUSTAKA
1. Borda AP, Charnay F, Sonnek V. Guidelines on Pain Management and Palliative Care.
European Association.2013
2. Nicholson B. Differntial Diagnosis: Nociceptive and Neurophatic Pain . The American
Journal of Managed Care. Juni 2006. P256-61
3. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches for Today’s Clinical Practice.
2002. Tersedia pada http://www.medscape.com/viewprogram/2361.htm
4. Lustosa, AV., Nogueira, LT., Pedrosa, JI., Teles, JBM., Campelo, V.,. The Impact of
Leprosy on Health-related Quality of Life. Revista daSociedade Brasileira de Medecina
Tropical, 44 (5). 2011: 621-626
5. Mirani, E. Pengaruh Konseling Genetika pada Tingkat Kecemasan dan Depresi terhadap
Penentuan Gender Ambigus Genitalia (tesis). Magister Ilmu Biomedik. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2009
6. Blair H. Smith , Nicola Torrance ; Epidemiology of Neuropathic Pain and Its Impact on
Quality of Life ; Springer Science Business Media; 2012 ; 10.1007/s11916-012-0256-0
7. Romanoff ME. Neurophatic Pain. In: Ramamurthy S, Alanmanou E, Rogers JN. Decision
Making in Pain Management. 2nd ed. Philadelphia: Mosby, 2006. p86-89
8. Beydoun A. Symptomatic Treatment of Neurophatic Pain: a focus on the role of
anticonvulsants. Tersedia pada http://www.medscape.com/viewprogram/220.htm
9. Robert HD. Advances in Neuropathic Pain. Arcl Neurol. 2003. 60: 1524-1534
10. Lovel and Hassan. Clinicians Guide to Pain.New York: Oxford University; 1996.
11. Dwordkin RH. An Overview of Neuropathic Pain:Syndrom, Symptom, Sign and Several
Mechanism. The Clinical Jornal of Pain 2002; 18: p343-349.
12. Mary SH, Lorraine MW. Nyeri. In: Sylvia AP, Lorraine MW, editors. Patofisiologi Volume
2. 6th edition. Jakarta: EGC; 2003. p.1063-1101.
13. Galuzzi KE. Management of Neuropathic Pain. JAOA September 2005; 105: 12-19.
14. Dupere D. Neuropathic Pain: An Option Overview. The Canadian Journal of CME February
2006; 79: 90-92.
15. Bishwanath Kumar et.al.2009. Central Poststroke Pain: A Review of Pathophysiology and
Treatment. Pain Medicine. [online] 108(5), 1645-1657. Tersedia
dihttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19372350. [Diunduh: 15 April 2015]
16. Henriette Klit et.al. 2009. Central post-stroke pain: clinical characteristics, pathophysiology,
and management. Lancet Neurology. [online] 8, 857-868. Tersedia di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19679277. [Diunduh: 15 April 2015]
17. Khalid M. Abbed et.al. 2007. Cervical radiculopathy: pathophysiology, presentation, and
clinical evaluation. Neurosurgery. [online] 60[Suppl 1]:S-28–S-34. Tersedia di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17204882. [Diunduh: 15 April 2015]
18. Klit H, Finnerup N, Jensen TS. Central post-stroke pain: clinical
characteristics,pathophysiology, and management. Lancet Neurol 2009; 8: 857–68
19. Malanga GA. 2014. Cervical Radiculopathy. Available
at:http://emedicine.medscape.com/article/94118 . Accessed: April 14, 2015
20. Kumar B, Kalita J, Kumar G, Misra UK. Central Poststroke Pain: A Review of
Pathophysiologyand Treatment. Anesth Analg. 2009 May;108(5):1645-57
21. Eubanks JD. Cervical radiculopathy: nonoperative management of neck pain and radicular
symptoms.. Am Fam Physician. 2010 Jan 1;81(1):33-40.
top related