narkoba ditinjau dari perpspektif hukum, kodeki dan agama
Post on 07-Dec-2015
57 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
NARKOBA DITINJAU DARI PERPSPEKTIF HUKUM, KODEKI
DAN AGAMA
Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh
Muhammad Ramzi 1310312053
Raihandi Putra 131031
Rey Mas Fakhrury 1310311087
Rizky Hidayah 131031
Sufhi Hamdan 1310312063
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari kita haturkan ke hadirat Allah SWT karena dengan nikmat-Nya
terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga tim penulis bisa menyelesaikan makalah
“Narkoba Ditinjau dari Perspektif Hukum, KODEKI dan Agama” ini. Kemudian shalawat
beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan
Kewarganegaraan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas tahun ajaran 2013/2014.
Akhirnya tim penulis juga menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Untuk itu, tim penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Padang, 10 Mei 2014
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Bab II : Pembahasan
Perspektif Hukum terhadap Narkoba
Perspektf KODEKI terhadap Narkoba
Perspektif Agama terhadap Narkoba
Bab III : Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan remaja zaman sekarang cukup memprihatinkan. Sering kita dengar
berita di televisi maupun di radio yang berisi tentang kenakalan remaja seperti kebiasaan
merokok, tawuran , pemerkosaan yang dilakukan oleh pelajar SMA , pemakain narkoba dan
lain-lain.
Satu hal yang patut disoroti yaitu tentang pemakaian narkoba. Narkoba merupakan
akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan zat adiktif lainnya Di berbagai jenjang
pendidikan telah diajarkan bahwa pemakaian narkoba hendaknya dilakukan dengan hati-hati.
Karena jika zat ini disalahgunakan, akan menimbulkan dampak yang negatif pada diri sendiri,
orang lain dan masyarakat.
Ada asap tentu ada api. Ada yang membakar tentu ada terbakar. Siapa yang
membakar? Ialah narkoba. Siapa yang terbakar? Merekalah remaja. Remaja yang seharusnya
menjadi kader-kader penerus bangsa kini tidak bisa lagi menjadi jaminan untuk kemajuan
Bangsa dan Negara.
Dari segi pandang hukum, agama ataupun Kode Etik Kedokteran Indonesia secara
umum telah terdapat aturan dalam penggunaan narkoba itu sendiri. Namun, kebanyakan
remaja masih bersikap apatis terhadap itu semua. Oleh karena itulah, tim penulis mengangkat
permasalahan tersebut sebagai bahan karya tulis ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perspektif hukum terhadap narkoba ?
2. Bagaimana perspektif KODEKI terhadap narkoba ?
3. Bagaimana perspektif agama terhadap narkoba ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perspektif hukum terhadap narkoba
2. Mengetahui perspektif KODEKI terhadap narkoba
3. Mengetahui perspektif agama terhadap narkoba
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perspektif Hukum terhadap Narkoba
Narkoba merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan zat adiktif
lainnya. Menurut undang-undang No. 22/1997, Narkotika adalah zat atau obat-obatan yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun sistematis, yang dapat
menurunkan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut undang-undang No. 5/1977,
psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkoba yang
berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Pada dasarnya narkotika hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan, kecuali golongan I yang tidak digunakan untuk pelayanan
kesehatan. UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika mengatur tentang produksi,
penyimpanan dan pelaporan, ekspor dan impor, pengangkutan, transito dan pemeriksaan.
Lebih jauh telah diundangkan UU No 7 tahun 1997 tentang Pengesahan UN Convention
against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988.
Pengaturan yang sama juga diberlakukan bagi pengadaan psikotropika di dalam UU
No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Lebih lanjut telah diundangkan Permenkes RI No
688/MENKES/ PER/VII/97 tentang Peredaran Psikotropika dan Permenkes RI No
785/MENKES/ PER/VII/97 tentang Ekspor dan Impor Psikotropika.
Seseorang hanya dapat menggunakan (mengkonsumsi), menyimpan, memiliki dll,
apabila ia menerima narkotika (selain narkotika golongan I dan psikotropika golongan I) dari
tenaga medis dalam kaitannya dengan upaya pengobatan penyakitnya. Dokter, apotik dan
sarana kesehatan diwajibkan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan atas kegiatannya
yang berkaitan dengan narkotika, pemakai narkotika harus membuktikan bahwa
perolehannya dan pemakaiannya adalah sah, dan pecandu narkotika wajib menjalani
pengobatan atau perawatan.
Pelanggaran atas ketentuan UU dan peraturan-paraturan di atas diancam dengan
sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam UU tentang Narkotika dan Psikotropika.
Beberapa sanksi pidana dalam UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika memiliki kekhususan
oleh karena tidak lagi memasukkan unsur “dengan sengaja” sebagaimana terdapat dalam UU
No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan memberikan minimal lamanya hukuman penjara.
Sanksi-sanksi tersebut diancamkan kepada “barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum”
menanam, memelihara, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, menguasai,
memproduksi, mengolah, mengekstraksi, menkonversi, merakit, atau menyediakan,
membawa, mengirim, mengangkut, mentransito, mengimpor, mengekspor, menawarkan
untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara,
menukar narkotika, dengan ancaman pidana yang bervariasi, mulai dari satu tahun (bagi
pemakai narkotika) hingga hukuman mati. Pidana lebih berat diberikan bagi kejahatan
terorganisasi dan korporasi.
B. Perspektif KODEKI terhadap Narkoba
Hal ini mencakup bagaimana tindakan dokter dalam menghadapi pasien yang menggunakan
narkoba sesuai ketentuan yang telah dicantumkan dalam KODEKI, yaitu :
a. Untuk menangani pasien yang menderita penyalahgunaan narkoba, mereka perlu
didetoksifikasi. Yaitu diproses pembuangan racun dari tubuhnya. Jika ditemukan
virus narkoba yang telah menggerogoti pasien, mereka perlu direhabilitasi dengan
perawatan khusus maupun berobat jalan.
b. Namun, terapi ini tak boleh dilakukan dengan obat metadon dan subutek. Sebab zat
tersebut adalah sintesa putau, morfin, heroin dan sejenisnya. Berdasarkan penelitian,
pengobatan dengan zat tersebut bisa menyebabkan pasien menjadi bergantung kepada
obat tersebut.
c. Jika hal ini dilakukan, pasien akan ketergantungan dengan obat-obat dari dokter. Bisa
jadi bandar narkobanya nanti malah dijalankan para dokter.
d. Selain penanganan medis, pasien penderita narkoba bisa diobati dengan pendekatan
psikologis secara halus. Mereka akan dikaji mengapa bisa memakai narkoba, menjadi
kecanduan, dan sebagainya. Secara sosial, pengguna NAZA perlu dipertanyakan
mengapa menjadi broken home, berperilaku keras dan kasar kepada orang lain.
e. Setelah kedua pendekatan itu dilakukan, pasien perlu dikembalikan kepada
spiritualitas, agama dan Tuhannya. Terapi keagamaan (psikoreligius) memegang
peranan penting, baik dari segi pencegahan, terapi berjalan, maupun rehabilitas.
f. Jika segala permasalahan dan kesulitan dikembalikan kepada Tuhan si pasien dengan
memohon perlindungan, maka ia akan terhindar dari rasa takut, khawatir dan stres,
sehingga kemudian tak akan terlibat lagi dalam penyalahgunaan NAZA.
g. Terapi psikoreligius ini bisa dilakukan dengan menjalankan shalat, berdoa, mengaji,
dan mendalami cara-cara agama memerangi narkoba.
h. Selain itu bisa juga dengan pendalaman tauhid dan silaturrahim kepada ahli agama.
Juga menanamkan pada keluarga semangat terhindar dari siksa api neraka, dengan
menjauhi keterlibatan penggunaan narkoba.
i. Terapi unsur agama ini tak hanya penting bagi pasien penyalahguna NAZA, tapi juga
bagi anggota keluarganya dalam menciptakan suasana rumahtangga yang religius dan
penuh kasih sayang.
C. Perspektif Agama terhadap Narkoba
1. Menurut Agama Islam
Dalam wacana Islam, ada beberapa ayat al-Qur’an dan hadits yang melarang manusia
untuk mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan. Pada orde yang lebih
mutakhir, minuman keras dan hal-hal yang memabukkan bisa juga dianalogikan sebagai
narkoba. Waktu Islam lahir dari terikpadang pasir lewat Nabi Muhammad, zat berbahaya
yang paling populer memang baru minuman keras (khamar). Dalam perkembangan dunia
Islam, khamar kemudian bergesekan, bermetamorfosa dan beranak pinak dalam bentuk yang
makin canggih, yang kemudian lazim disebut narkotika atau lebih luas lagi narkoba.
Untuk itu, dalam analoginya, larangan mengonsumsi minuman keras dan hal-hal yang
memabukkan, adalah sama dengan larangan mengonsumsi narkoba. Ada dua surat al-Qur’an
dan dua hadits yang coba dilansir disini, yang terjemahannya kira-kira begini : “Hai orang-
orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan“. (QS Al-Maidah : 90). Kemudian ayat
yang kedua: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu)“.(QS Al-Maidah : 91)
2. Menurut Agama Khatolik
Menurut pandangan Agama Katholik, pada dasarnya setiap bentuk penyalahgunaan
Narkoba bertentangan dengan moral Kristiani dan pada akhirnya akan menyebabkan
kehancuran beragama, bermasyarakat dan bernegara. Menurut Paus Yohannes Paulus II
dalam Contesimu Annus, konsumerisme digambarkan sebagai usaha untuk memenuhi
kebutuhan hanya berdasarkan selera yang tidak menghiraukan kenyataan pribadinya
sebagai makhluk yang berakal. Penyalahgunaan Narkoba merupakan suatu hal yang
berakar dari konsumerisme, oleh karena itu Narkoba tdak dianjurkan bagi penganut
agama Katholik.
a. Disebutkan dalam INJIL LUKAS 21 : 34 “Jagalah dirimu, supaya hatimu sarat oleh
pesta pora dan kemabukkan serta kepentingan kepentingan duniawi dan supaya hari
Tuhan jangan tiba-tiba jatuh keatas dirimu seperti suatu jerat perkara-perkara yang
hina dan keji”.·
b. Disebutkan dalam KITAB RAJA-RAJA 20: 16 : “Pikiran menjadi tumpul karena
pengaruh obat sangat mengganggu susunan syaraf sehingga setiap perbuatannya tidak
lagi dapat dikontrol dengan pikiran yang jernih, hal ini sangat berbahaya apabila
orang-orang yang terkena mempunyai kedudukan penting karena setiap keputusannya
akan mencelakakan banyak orang”.
3. Menurut Agama Protestan
Seperti halnya agama Islam, agama Kristen juga mengingatkan penganutnya untuk
menjauhi Narkoba. Dalam Korintus 7:1, dijelaskan “sucikan dirimu dari semua hal yang
mencemarkan jasmani dan rohani, supaya kedudukanmu sempurna di dalam takut Allah”.
Menurut pandangan agama Kristen, tubuh harus dipelihara, dijaga dan disucikan,
jangan melakukan dosa. Oleh karena Narkoba dapat merusak tubuh, baik jiwa, raga
maupun akal, maka penggunaan Narkoba merupakan hal yang tidak diperbolehkan.
a. GALATION 5: 13, 21 : 13) “Saudara-saudara memang kamu telah dipanggil, untuk
merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai
kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain
oleh kasih”. “Kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap
semuanya itu kuperingatkan kamu seperti yang telah kubuat dahulu bahwa barang
siapa melakukan hal-hal yang demikian tentu tidak akan mendapat bagian dari
kerajaan Allah ( Surga)”.
b. EFESUS 5: 21 : “Tetapi pencabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan
disebut sajapan jangan diantara kamu sebagaimana sepatutnya baju orang kudus”.
4. Menurut Agama Hindu
Agama Hindu memang memandang semua barang yang ada di dunia ini, walau
sekecil apapun, pasti akan membantu kehidupan. Menurut pandangan agama Hindu,
apabila pikiran seseorang kacau, maka bisa saja barang yang awalnya bermanfaat
menjadi sesuatu hal yang merugikan, misalnya saja Narkoba. Secara medis, Narkoba
berguna dalam bidang kesehatan. Akan tetapi, karena pikiran umat yang kacau, maka
Narkoba disalahgunakan sehingga dapat merusak tubuhnya. Oleh karena itu,
pengkonsumsian Narkoba dilarang oleh agama Hindu.
a. BHAGAWADGITA III, 16 : “Evam Pravartitam Chakram Na, Nuvartayati
Hayah Aghayur Indriyaramo Mogham Parta Sajivati”.
Terjemahannya : “Ia yang tidak ikut memutar roda hidup ini selalu hidup dalam
dosa. Menikmati kehendak hawa nafsunya oh parta, ia hidup sia-sia.
Menuruti kehendak nafsu semata berarti mereka menuju kebahagiaan dan
kedamaian yang semu. Dengan mencari kenikmatan yang dilarang oleh ajaran
agama, seperti berfoya-foya, mengkonsumsi makanan terlarang, termasuk obat-
obatan yang mengandung zat adiktif (miras, narkoba, dll)”.
b. KITAB SARASAMUCCAYA SLOKA 256 : “Janganlah hendaknya mengambil
barang orang lain. Janganlah meminum minuman keras dan obat-obatan terlarang,
melakukan pembunuhan, berdusta, karena akan menghalangimu untuk menyatu
dengan Tuhan”.
5. Menurut Agama Buddha.
Agama Budha dalam pandangannya tentang narkoba, menyebutnya dengan istilah
yang terdiri dari 4 kosa kata yaitu :
1). SURA : Sesuatu yang membuat nekat, mengacu pada minuman keras yang
mengandung alkohol.
2). MERAYA : Sesuatu yang membuat mabuk/kurangnya kewaspadaan seperti
minuman keras yang memabukkan.
3). MAJJA : Sesuatu yang membuat tidak sadarkan diri, seperti ganja Morphin.
4). PAMADATTHAMA : Yang menjadi dasar kelengahan/kecerobohan. Ajaran Sang
Budha : “Appado amatapadam, padamo Maccunopadam, appamatta na niyanti, Ye
pamatta Yatha mata“. Artinya : “Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan,
kelengahan adalah jalan menuju kamatian. Orang yang waspada tidak akan mati,
tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati”. (Dhammapada, 21).
6. Menurut Agama Kong Hu Chu
Mengzi Jilid IV B Li Lo : Mengzi menjawab : “Yang dianggap tidak berbakti pada
jawab ini ada lima hal :
a.Malas ke-empat anggota tubuhnya dan tidak memperhatikan pemeliharaan terhadap
orang tua.
b. Suka berjudi dan mabuk-mabukan serta tidak memperhatikan pemeliharaan
terhadap orang tuanya.
c. Tamak akan harta benda, hanya tahu isteri dan anak, sehingga tidak memperhatikan
pemeliharaan terhadap orang tuanya.
d. Hanya menuruti keinginan mata clan terlinga, sehingga memalukan orang tua.
e. Suka akan keberanian dan sering berkelahi, sehingga membahayakan orang tua.
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya narkotika hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan, kecuali golongan I yang tidak digunakan untuk pelayanan
kesehatan. UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika mengatur tentang produksi,
penyimpanan dan pelaporan, ekspor dan impor, pengangkutan, transito dan pemeriksaan.
Narkoba telah lama dikenal umat manusia. Tapi sebenarnya lebih banyak
mudharatnya daripada manfaatnya. Bisa berdampak negatif pada diri sendiri, orang lain dan
masyarakat. Oleh karena itu, dari segi hukum, KODEKI dan Agama menganjurkan agar
pemakaian narkoba tidak disalahgunakan. Terkait dengan itu, turut juga peran keluarga,
masyarakat dan hukum yang kuat agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan ini.
top related