morfin kelp 2 revisi
Post on 19-Jan-2016
103 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TOKSIKOLOGI KLINIKMORFIN
Kelp. 2 : Sulastri, Hasrianna, Gina Aulia, Asti
Kegunaan Opioid
Penggunaan utama opioid ini adalah untuk mengatasi rasa nyeri yang tidak hilang dengan analgesik biasa. Penggunaan lain senyawa opioid ini adalah antidiare (loperamid) dan antitusif (terutama kodein). Penggunaan obat-obat ini harus hati-hati karena mendepresi pusat pernapasan dan menimbulkan adiksi (kecanduan) serta ketergantungan psikis dan fisik.
Penggolongan Opioid
Menurut jenis zat kimianya, opioid dibedakan berdasarkan : Derivat fenilpiperidin (morfin dan alkaloid opium
alamiah lainnya), termasuk tebain, kodein, heroin, hidromorfon, oksikodon, levorfanol.
Derivat fenilheptilamin (difenilheptan), termasuk: metadon (analgesik) dan propoksifen.
Derivat fenilpiperidin, meperidin (analgesik), alfaprodin, anileridin, fentanil, difenoksilat, dan aloperamid.
Analgesik Opioid Kuat
Morfin dan analgesik opioid lainnya menghasilkan suatu kisaran efek sentral yang meliputi analgesia, euforia, sedasi, depresi napas, depresi pusat vasomotor, Morfin bias menyebabkan pelepasan histamine dengan vasodilatasi dan rasa gatal.
Diamorfin (heroin, diasetilmorfin)Kadar puncak yang lebih tinggi menimbulkan sedasi yang lebih kuat daripada morfin. Dosis kecil diamorfin epidural semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyeri hebat.
Fentanil dapat diberikan secara transdermal pada pasien dengan nyeri kronis yang stabil, terutama bila opioid oral menyebabkan mual dan muntah hebat.
Analgesik Opioid Kuat
Metadon mempunyai durasi kerja panjang dan kurang sedative dibandingkan morfin. Metadon digunakan secara oral untuk terapi tumatan pecandu heroin atau morfin. Pada pecandu, metadon mencegah penggunaan obat intravena.
Petidin mempunyai kerja cepat tetapi durasinya yang singkat (3 jam) membuatnya tidak cocok untuk pengendalian nyeri jangka panjang. Petidin berinteraksi serius dengan MAOI menyebabkan konvulsi atau depresi napas.
Buprenorfin merupakan agonis parsial reseptor μ. Buprenorfin mempunyai kerja lambat, tetapi merupakan analgesic efektif setelah pemberian sublingual.
Morfin
Alkaloida ini pertama kali diisolasi oleh Serturner dan Derasne (1803). Merupakan basa dari tanaman yang pertama kali dikenal dan diisolasi. Morfin diperoleh dari buah opium, Papaver somniferum, resin yang diperoleh dengan menusuk polong yang belum masak, atau dari jerami buah opium.
Morfin
Dosis:- Pasien opiate-naive: Oral: 10 mg setiap 4
jam, IV: 2,5-5 mg setiap 3-4 jam- Pasien dengan paparan opiat sebelumnya
memerlukan dosis awal yang lebih tinggi, rentang dosis oral 10-30 mg setiap 4 jam (DIH, 2009)
Dalam opium kadar morfinnya beragam dari 5 – 20 %.
Alkaloida bebas berupa kristal seperti jarum putih, tidak berbau, mempunyai rasa pahit.
Morfin
O
OHN
OH
Mekanisme Kerja Morfin
Bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioid berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Apabila analgetik digunakan terus-menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endofrin di ujung saraf otak dirintangi,akibatnya terjadilah kebiasaan, ketagian dan ketergantungan.
Lanjutan
Efek Samping
Morfin menimbulkan sejumlah besar efek yang tidak diinginkan, yaitu :
Supresi SSP : menekan pernafasan dan batuk ,miosis, hipotermia dan perubaahan suasana jiwa/mood. Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemoreceptor Tringger Zone ) timbu mual dan muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunya aktivitas mental dan motoris.
Saluran nafas : bronchokontriksi,pernafasan menjadi lebih dangkal dan frekuensinya menurun
Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan bradycary.
Saluran cerna : motilitas berkurang(obstifasi), kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu empedu), sekresi pankreas,usus dan empedu berkurang.
Saluran urogenital : retensi urine (karena naiknya tonus dari sfingter kandung kemih),motilitas uterus berkurang(waktu perrsalinan diperpanjang)
Histamin-liberator : urticaria dan gatal-gatal,karena menstimilasi pelepasan histamin.
Kelompok Resiko Tinggi Keracunan Morfin
Mengkonsumsi alkohol jangka panjang Pasien dengan gangguan hati Pasien dengan gangguan ginjal Pasien dengan penyalahgunaan morfin Kehamilan dan menyusui Pedriatrik Geriatrik
Farmakokinetik Morfin
Absorpsi Morfin diabsorpsi disaluran pencernaan relatif lambat. Mulai bekerjanya setelah 1-2 jam dan bertahan sampai 7 jam.
Metabolisme Di dalam hati 70% dari morfin di metabolisasi melalui senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari jumlah ini terbentuk morfin-6-glukuronida dengan daya analgetik 6 kali lebih kuat dari morfin sendiri.
DistribusiVd = 2-5 L/kg, protein binding =12-35%, T 1/2 = 1,8 – 2,9 jam
Ekskresinya 90% melalui urin dan 10% melalui feses.Kira-kira 87% dosis morfin diekskresikan dalam 72 jam melalui urin
(Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of abused drugs, 2008)
Toksisitas Opioid13
Dosis keracunan : Pada pasien opiate-naïve: oral 100 mg, IV 60 mg
Gejala:- Depresi pernapasan- Mual dan muntah- Miosis- Koma
Toksikokinetik
Morfin menyebabkan penundaan pengosongan lambung sehingga obat berpindah secara pelan ke usus halus
Morfin menurunkan motilitas usus sehingga meningkatkan waktu transit diusus dan meningkatkan absorpsi
(Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of abused drugs, 2008)
Antagonis Opioid
Nalokson
Naltrexone
Nalokson
Nalokson merupakan antagonis kompetitif yang murni, dan obat pilihan dalam terapi keracunan opioid.
Meniadakan semua khasiat morfin dan opioid lainnya, terutama depresi pernapasan tanpa mengurangi efek analgetiknya. Injeksi IV . sudah memberikan efek setelah 2 menit, yang bertahan 1-4 jam.
Plasma t1/2 = 60-90 menit, lama kerjanya lebih singkat dari opioid, maka lazimnya perlu diulang beberapa kali.
Penggunaan klinik Nalokson : Waspadai kerjanya singkat setelah sembuh dari
depresi parah,1-2 jam kembali koma Dosis: untuk pasien koma anak&dewasa IV 0,4–2 mg,
diulangi dgn interval 2-3 menit hingga respon diterima. Untuk pasien akut, infus 0,4-0,8 mg/jam dalam dextrosa 5%, dititrasi hingga efek klinik.
Lanjutan
17
Over dosis,TRIAD:- Miosis- Koma dan - Depresi nafas
Konfirmasi dg inj.Naloxone recoverysegera Tx: Antagonist dan ventilasi jln nafas.
Naltrexone
Merupakan antagonis kompetitif untuk semua reseptor opioid. 2-9 kali lebih poten dibanding nalokson dan efektif diberikan secara oral (mu, kappa, delta).
Farmakokinetik * latency onset (tablet oral 15-30 min.)
* durasi kerja 24-72 jam * efek puncak (6-12 jam) Dosis:
* Oral 25 mg dan dipantau selama 1 jam. Jika tidak terjadi withdrawal symptoms, kemudian berikan lagi 25 mg atau * Oral 5-12,5 mg, pantau selama 1 jam, kemudian ulangi hingga total dosis 50 mg * Dosis pemeliharaan: oral 50 mg/hari selama periode pengobatan (biasanya 6 bulan)
Kondisi klinis yang perlu di perhatikan
1. Koma2. Kejang3. Henti
jantung4. Henti
nafas5. Syok
Penatalaksanaan awal pasien keracunan
Penatalaksanaa awal pasien koma, kejang, atau perubahan mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab yaitu dengan :1. A = Saluran napas
B = PernapasanC = SirkulasiD = Larutan dektrosa pekat
2. Riwayat3. Pemeriksaan fisik (Tanda-tanda vital, mata, mulut, kulit, abdomen,
sistem syaraf).4. Pemeriksaan Laboratorium dan sinar X
- Gas darah arteri- Elektrolit- Uji fungsi ginjal- Osmolalitas serum- Elektrokardiogram- Gambaran sinar X
5.Saat penelanan racun- Kadar Toksin dalam darah
Dekontaminasi
A. KulitB. Saluran cerna
- Muntah- Bilasan lambung- Katarsis- Arang aktif
Antidotum spesifik = Nalokson
Contoh Kasus 1
Ny. Y berobat ke dokter dengan keluhan nyeri kepala hebat hingga sulit tidur, oleh dokter di resepkan Morfin 15 mg (MST) sehari 1 x 1 malam. Tanpa Ny. Yuli sampaikan kepada dokter sedang menyusui. Bayinya yang berusia 4 bulan langsung kebiruan, nafas terengah-engah dengan mulut terbuka.
Contoh Kasus 2
Seorang wanita bernama Ny. S berumur 21 tahun mempunyai sejarah penyalahgunaan morfin dan sedang melakukan program terapi dengan metadon, mengalami koma ketika dirawat di fasilitas darurat. Kondisi yang terjadi mulutnya dipenuhi dengan muntahan, terdapat tanda-tanda bekas jarum dikedua lengannya, dan pupil matanya miosis tapi responsif terhadap cahaya. Respirasi dangkal, TD = 86/30 mmHg, dan denyut jantung 144 denut/menit. Hasil X-ray dada menunjukkan edema paru. Tindakan apa yang perlu dilakukan pada pasien ini?
Daftar pustaka
Karch, steven. 2008. Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of abused drugs. Francis: CRC Press
Katzung, Betram G; Susan B. Masters; Anthony J. Trevors. 2012. Basic&clinical pharmacology 12th edition. United States: Mc Graw Hill.
Kent, R. 1994. Poisoning and Drug Overdose. New Jersey: Prentice Hall.
Mrcek. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. United States: Mc Graw Hill.
Tjay,2002. “Obat-Obat Penting”. PT. Gramedia, Jakarta
Penanganan Kasus 1
1. Lakukan A,B,C,D2. berikan antidotum
top related