modul 1 konsep dan paradigma esdh - universitas tadulako
Post on 16-Oct-2021
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Modul 1 ESDH 2019
Modul 1
Konsep dan Paradigma ESDH
Kompetensi yang ditawarkan: Setelah membaca Modul ini diharapkan mahasiswa akan memiliki kompetensi tentang hubungan secara umum antara ilmu kehutanan dengan ilmu ekonomi, khususnya bagaimana ilmu ekonomi akan melihat hutan sebagai sebuah sumber daya dan sistem lingkungan serta mahasiswa memiliki sikap dan prilaku yang senantiasa berorientasi kepada efisiensi, terutama dalam pengambilan keputusan. Rencana perkuliahan untuk pertemuan 1 dan 2:
Rencana Perkuliahan 2 x 120 menit
Aktivitas
Pertemuan 1 Langkah 1 15 menit
Aktivitas: menjelaskan kompetensi yang akan dicapai dan menyepakati kontrak perkuliahan yaitu membangun kesepahaman dan kesepakatan tentang tata-tertib serta aturan main perkuliahan ESDH.
1. Menjelaskan RPS kepada mahasiswa; 2. Menyepakati tata-tertib yang harus dipatuhi bersama; 3. Menyepakati aturan main perkuliahan; 4. Memilih ketua kelas dan wakilnya.
Langkah 2 70 menit
Aktivitas: memahami ilmu ekonomi sebagai ilmu memilih dalam perspektif kehutanan. 1. Berdiskusi tentang hutan sebagai sumber daya dan lingkungan; 2. Menjelaskan dan berdiskusi tentang kekhasan ekonomi SDH; 3. Menjelaskan dan berdiskusi tentang ekonomi sebagai ilmu memilih.
Langkah 3 35 menit
Aktivitas: membuat rangkuman melalui diskusi kelompok dan panel. 1. Peserta kuliah dibagi menjadi tiga kelompok; 2. Setiap kelompok membuat rangkuman sesuai materi pada Langkah 2; 3. Membuat rangkuman melalui diskusi panel.
Pertemuan 2 Langkah 1 80menit
Aktivitas: mengenal kaidah-kaidah ilmu ekonomi dalam konteks kehutanan. 1. Mahasiswa diminta untuk memahami kembali Hukum Permintaan dan Hukum
Penawaran sebagai dasar pembagian kelompok yaitu kelompk produsen dan kelompok konsumen;
2. Beberapa mahasiswa diminta untuk mencari beberapa pengertian tentang: kelangkaan, ongkos kesempatan, serta permintaan dan penawaran melalui internet;
3. Ceramah dan diskusi dilakukan untuk lebih menjelaskan istilah-istilah yang berhubungan dengan kaidah-kaidah ekonomi SDH.
Langkah 2 20 menit
Aktivitas: simulasi. Kelompok produsen dan kelompok konsumen akan membedah kasus-kasus yang berhubungan dengan kelangkaan dan ongkos peluang sesuai jati diri kelompok.
Langkah 3 10 menit
Aktivitas: membuat rangkuman. Aktivitas ini dilakukan di luar kelas. Melalui kuliah daring menggunakan Zoom setiap kelompok memaparkan hasil rangkuman yang telah dipersiapkan.
Langkah 4 10 menit
Aktivitas: refleksi pembelajaran. Mahasiswa secara bersama sama mengisi kusioner refleksi yang tersedia kemudian merumuskan rekomendasi perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
1 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 A. Ekonomi, Kehutanan dan Lingkungan
Ekonomi merupakan ilmu sosial yang dapat digunakan untuk menolong kita dalam memilih
cara terbaik tentang menggunakan atau pengalokasian sumber daya hutan baik yang dikelola
oleh perorangan, perusahaan, masyarakat serta negara sehingga tujuan-tujuan pengelolaan
yang didasarkan kepada kaidah-kaidah ilmu kehutanan dapat tercapai. Dalam pengertian yang
luas, dalam konteks ini, ekonomi dapat dikatakan sebagai suatu studi tentang bagaimana
mengalokasikan sumber daya hutan yang terbatas untuk memberikan kepuasan kepada
masyarakat yang biasanya memiliki kebutuhan dan keinginan yang tak terbatas. Ekonomi
pengelolaan hutan pada dasarnya adalah sebuah intervensi manusia terhadap ekosistem hutan
sehingga akan terjadi “gangguan” terhadap ekosistem hutan tersebut. Berbagai dampak akan
ditimbulkan oleh intervensi tersebut baik yang bersifat internal yaitu pengurangan vitalitas
intrinsik ekosistem hutan itu sendiri, maupun yang bersifat eksternal yaitu dampak lingkungan
yang terjadi diluar ekosistem hutan. Hutan tidak hanya menyediakan kayu dan barang lainnya
yang dibutuhkan oleh manusia tetapi juga menyediakan jasa lingkungan. Dengan demikian
ekonomi sumber daya hutan yang selanjutnya dikatakan sebagai ekonomi kehutanan dan
lingkugan akan membahas masalah-masalah potensi sumber daya hutan yang memiliki
kekhasan tertentu sehingga dapat dilakukan pemilihan teori-teori ekonomi aplikatif yang
paling cocok. Fokus ekonomi kehutanan dan ligkungan tidak hendak mengkaji materi (benda
dan jasa) dari hutan itu semata, tetapi juga perlu diarahkan untuk mempelajari perilaku
bahkan alam pikiran manusia-manusianya yang berperan dalam proses meminta dan
menawarkan benda-benda atau jasa-jasa itu.
Ekonomi pada dasarnya merupakan ilmu sosial sehingga ekonomi kehutanan dan
lingkungan dapat dikatakan sebagai aspek sosial ilmu-ilmu kehutanan yang memiliki
perbedaan dengan subjek-subjek pengetahuan ilmu kehutanan yang lebih mengedepankan
sifat fisik dan biologis. Segi sosial subjek pengetahuan dan ilmu-ilmu kehutanan yang sudah
lebih dulu ada adalah administrasi dan kebijakan kehutanan (forest policy) yang kemudian
berkembang menjadi politik kehutanan dan administrasi kehutanan. Aplikasi ilmu-ilmu sosial
ini dalam ilmu-ilmu kehutanan menjadi semakin penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan kehutanan yang sejak akhir tahun 1990-an berkembang dan banyak mengadopsi
ilmu-ilmu sosial lainnya.
Ekonomi kehutanan dan lingkungan menjadikan hutan sebagai objek utama dan oleh
sebab itu maka pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan hutan mejadi landasan
yang sangat penting. Faktor-fakor tempat tumbuh hutan akan menjadi penting dalam
menentukan keputusan yang optimal dalam pengelolaan hutan. Tanah merupakan faktor
2 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 tempat tumbuh dimana perakaran vegetasi hutan akan menyerap air dan mineral-mineral yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Air memiliki jumlah yang tetap dalam siklusnya sendiri.
Sementar mineral dapat berasal dari hasil alterasi bahan induk di dalam tanah serta
mineralisasi bahan organik yag berasal dari kelimpahan biomassa yang berada di atas dan di
bawah permukaan tanah. Kemampuan air melarutkan mineral-mineral yang ada didalam tanah
menjadikan perakaran tumbuhan hutan dapat menyerapnya dan membawanya ke dedaunan
pada tajuk pohon untuk ditransformasi menjadi karbohidrat yang dibutuhkan oleh tumbuhan
hutan untuk melakukan pertumbuhan dan perkembangan. Dalam melakukan transformasi
mineral menjadi karbohidrat, tumbuhan hutan memerlukan cahaya matahari sebagai sumber
energi. Hal inilah yang menyebabkan sehingga proses transformasi tersebut diistilahkan
sebagai fotosintesis, sebuah proses biokimia yang sangat penting karena paling menentukan
keberlangsungan kehidupan di muka bumi.
Berbekal pengetahuan ilmu kehutanan (pertumbuhan dan perkembangan hutan) ekonomi
kehutanan dan lingkungan dapat mengkaji perilaku manusia serta dasar-dasar fikirannya
terhadap kebutuhan dan pengadaan benda-benda serta jasa-jasa sumber daya hutan yang pada
dasarnya tidak berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan ekonomi lainnya yang membahas
berbagai sumber daya ekonomi seperti ekonomi lahan, ekonomi perburuhan, dan ekonomi
lingkungan. Akan tetapi karena sumber daya hutan beserta benda-benda dan jasa-jasanya
bersifat khas dengan kelainan-kelainan ciri dan wataknya, rimbawan memandang ekonomi
kehutanan dan lingkungan sebagai salah satu ilmu pengetahuan dalam lingkup disiplin ilmu
kehutanan. Ekonomi kehutanan dan lingkungan adalah salah satu ilmu pengetahuan
kehutanan yang menfokuskan diri pada pembelajaran masalah-masalah ekonomi sumber daya
hutan yang semakin langka. Masalah ekonomi sumber daya hutan adalah bagaimana memilih
cara yang terbaik dalam memanfaatkan atau mengelola sumber daya hutan yang semakin
terbatas serta memiliki multi fungsi.
Oleh karena semakin langkahnya sumber daya hutan dan dengan sifat-sifatnya yang khas
telah mendorong lahirnya ekonomi kehutanan dan lingkungan sebagai subjek pengetahuan
disiplin ilmu-ilmu kehutanan yang bukan saja para rimbawan tetapi juga kalangan luas perlu
mempelajarinya. Agar dapat lebih menguasai subjek ilmu pengetahuan itu, seyogyanya para
rimbawan dapat menghayati lebih mendalam kekhasan sumber daya hutan dalam kelainan
watak-watak dan ciri-ciri komoditi yang dapat dihasilkannya. Bukan saja para rimbawan yang
harus mempelajari ekonomi kehutanan dan lingkungan, tetapi masyarakat luas pun dapat
mempelajarinnya dari bahan ajar ini terutama bagi mereka yang ingin mengetahui atau ingin
menambah wawasan pengetahuannya dalam hal kehutanan.
3 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Ekonomi kehutanan dan lingkungan menempatkan atau membawa ekonomi sumber daya
hutan kedalam kerangka pembangunan berkelanjutan dimana tujuan ekonomi harus berada
pada pondasi pertimbangan aspek ekologi dan aspek sosial yang kuat sebagaimana yang
diilustrasikan pada Gambar I-1. Sebagaimana yang diutarakan sebelumnya bahwa Ekonomi
Kehutanan dan Lingkungan memiliki fokus objek yaitu sumber daya atau ekosistem hutan.
Fokus ini merupakan ilmu-ilmu kehutanan yang juga menjadi muatan utama kurikulum pada
program pendidikan sarjana kehutanan di universitas. Pada perspektif ekonomi kehutanan dan
lingkugan, tegakan hutan merupakan asset yang tersimpan di dalam hutan dan asset tersebut
tidak ubahnya seperti asset berupa sejumlah uang yang tersimpan di dalam sebuah bank.
Gambar I-1. Sumber daya hutan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan.
Sebagai sumber daya ekonomi, sumber daya hutan memiliki sifat khas karena merupakan
sumber daya majemuk dan tidak bersifat tersendiri. Karena sumber daya dalamnya
memperlihatkan kondisi ilmu yang senantiasa mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor-faktor produksi yang dimasukkan untuk mengembangkan sumber daya hutan tidak
mendapat respon yang sama pada waktu dan lokasi yang berlainan. Selain itu, faktor-faktor
yang ditanamkan untuk pengembangan tidak selamanya dapat dikuasai oleh manusia.
Lingkungan sumber daya hutan misalnya merupakan yang paling peka terhadap investasi
modal dalam bentuk apapun juga sehingga perlakuan faktor modal kepada sumber daya hutan
cenderung harus sangat hati-hati dan dengan resiko seminimal mungkin.
Lahan dapat diperlakukan sebagai modal dalam produksi hutan, tetapi juga dapat berperan
sebagai sumber daya dalam usaha-usaha pengembangan permukiman dan agribisnis non-
kehutanan. Sebagai lahan di dalam usaha pengelolaan hutan, nilai lahan akan senantiasa
Ekonomi
Ekologi Sosial
4 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan nilai tegakan hutan. Namun sebagai sumber
daya ekonomi, perlakuan lahan dalam usaha-usaha pengembangannya perlu dikendalikan
dengan seksama tidak ubahnya seperti memperlakukan lingkungan sebagai sumber daya
ekonomi. Vegetasi bersama massa biota lainnya sebagai sumber daya akan senantiasa tumbuh
sesuai dengan investasi modal dan waktu yang ditanamkan kepadanya. Akan tetapi karena
faktor-faktor investasi itu terdiri dari faktor-faktor alam dan non alami, keberhasilan
pengelolaan hutan tidak senantiasa akan serupa di tempat-tempat yang berlainan.
Kekhasan sumber daya hutan dapat dilihat pada kemajemukannya baik yang dapat dilihat
pada komponen-komponen lahan yang menyusunnya, biota yang terkandung didalamnya,
maupun berbagai unsur lingkungan yang berada di sekitar hutan. Ketiganya dapat saling
terkait dan saling pengaruh mempengaruhi untuk mencapai berbagai tujuan pengembangan
ekonomi. Tetapi masing-masing juga berpotensi untuk menjadi sumber daya bagi tujuan
ekonomi yang berbeda. Faktor-faktor yang diperlukan bagi berbagai tujuan ekonomi sumber
daya yang majemuk atau secara sendiri-sendiri yang tidak selalu dapat dikuasai merupakan
kekhasan lain dimana lokasi dan waktu yang biasanya berdimensi jangka panjang serta sangat
menonjol peranannya. Kemajemukan karakter sumber daya atau ekosistem hutan dapat
diidentifikasikan dari watak dan ciri benda-benda dan jasa-jasa sumber daya hutan yang
cukup jelas dapat diamati.
Berbagai barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya hutan merupakan komoditas yang
dimaksud umumnya bersifat lentur (versatile), artinya komoditi-komoditi yang dimaksud
berpotensi sangat luwes untuk dapat dimanfaatkan dalam banyak ragam komoditi akhir,
bahkan komoditi-komoditi sumber daya hutan itu dapat dimanfaatkan berulang kali. Akan
tetapi komoditi sumber daya hutan terebut pada hakikatnya bersifat cepat rusak (perishable)
sehingga diperlukan kewaspadaan dan ketelitian yang sungguh-sungguh dalam
pemanfaatannya karena senantiasa bersifat cepat menurun mutunya dan pada gilirannya
menyebabkan kemelorosotan nilai. Komoditi-komoditi hasil sumber daya hutan itu tidak
semuanya merupakan hasil langsung (direct products), sangat banyak berupa hasil-hasil tidak
langsung (indirect products) sehingga hukum permintaan dan penawaran yang diaplikasikan
memerlukan penyesuaian-penyesuaian menurut situasi dan kondisinya. Komoditi sumber
daya hutan juga bersifat serbaguna dimana dari setiap areal kawasan dapat dihasilkan lebih
dari satu hasil produksi, ada yang saling mendukung dan ada juga yang saling bersaing.
Benda-benda dan jasa-jasa sumber daya hutan dapat dibedakan dalam hasil-hasil
produksinya yang dapat dirasa secara material (tangible products) yang nilainya dapat
langsung diukur di pasar, dan komoditi yang tidak dapat dirasa secara materrial (intangible
5 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 products) yang nilainya tidak mudah diukur di pasar. Komoditi yang bersifat intangible pada
dasarnya harus menjadi benda/jasa milik masyarakat (public goods) yang memikul biaya
sosial (social costs) dan juga mampu menciptakan manfaat sosial (social benefit). Dalam
ekonomi masalah-masalah yang berhubungan dengan barang publik didekati dengan teori
ekonomi eksternal (external economics) atau ekonomi lingkungan.
Kekhasan ekonomi kehutanan dan lingkungan sebagaimana telah diutarakan di atas dapat
dirangkum sebagai berikut:
1. Hutan memiliki banyak output yang bersifat simultan dan banyak diantaranya yang tidak
mudah dijual di pasar. Di samping kita dapat memperoleh kayu, buah, kulit, daun,
daging dari hutan, hutan juga dapat memberikan output yang sulit diukur secara moneter
oleh masyarakat. Sebagai contoh: keindahan, ruang terbuka, air, pengendali banjir, dan
beberapa tipe rekreasi.
2. Pemanenan atau eksploitasi hasil hutan dapat menyebabkan dampak negatif yang
bernilai mahal. Gangguan atau kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan pemanenan dan
eksploitasi dapat berupa menurunnya kualitas air, terganggunya usaha perikanan di
sungai, serta menurunnya nilai keindahan, dan bahkan menyebabkan ketidakstabilan
iklim. Kesemuanya itu akan menyebabkan timbulnya eksternalitas yang menimbulkan
konsekuensi biaya.
3. Masyarakat umumnya lebih mengutamakan output hutan yang bersifat non-moneter
(poin 1) ketimbang memperhatikan dampak negatif (poin 2). Hal ini menyebabkan
pertentangan antara hak publik (public rights) terhadap kenyamanan alami tertentu
dengan hak individu (private property rights), kebebasan individu dalam kepemilikan
lahan, dan pembangunan ekonomi. Pertentangan tersebut akan berada di sekitar issu-issu
tentang kehidupan liar (wilderness), tebang habis, spesies langka, dan perlindungan
terhadap pohon=pohon berumur tua (old-growth timber).
4. Dalam kehutanan dapat dikatakan bahwa tegakan hutan merupakan industri sekaligus
hasil dari industri itu sendiri. Memanen kayu pada tegakan hutan berarti akan banyak
menghilangkan mekanisme proses produksi kayu.
5. Kehutanan mencakup ketidakpastian dan proses produksi yang panjang. Panjangnya
periode produksi yang dapat mencapai puluhan tahun menyebabkan ketidakpastian yang
tinggi, baik yang disebabkan oleh faktor internal, misalnya serangan hama penyakit,
kekeringan dan kebakaran hutan, maupun oleh faktor eksternal yang berhubungan
dengan penjualan produk. Meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi di
masa yang akan datang bukan merupakan pekerjaan yang mudah.
6 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Setelah mengenal secara garis besar kekhasan sumber daya hutan serta kelainan-kelainan
sifat-sifat komoditinya itu maka rimbawan serta profesional lainnya diharapkan akan lebih
menyadari untuk mempelajari ekonomi kehutanan dan lingkungan. Dengan demikian,
ekonomi kehutanan dan lingkungan pertama-tama akan bermanfaat sekali bagi para rimbawan
sendiri guna meningkatkan wawasannya sebagai homo economicus (pengamat yang jeli).
Dengan berbekal teori-teori ekonomi dari konsep-konsep dan kaidah-kaidahnya yang cocok,
rimbawan diharapkan meningkat kemampuannya untuk memahami masalah-masalah
ekonomi kehutanan dan lingkungan secara cermat dan sistematis.
Penguasaan yang memadai oleh para rimbawan terhadap pengetahuan ekonomi sumber
daya hutan akan mengefektifkan dirinya dalam memulai implementasi pengelolaan hutan
yang baik. Orang awam yang menguasai ilmu ekonomi dengan baik dapat berpendapat bahwa
tingkat harga hasil hutan dapat meningkatkan good management karena harga hasil hutan
yang lebih baik menambah penghasilan yang dapat meningkatkan tingkat efisiensi
pengelolaan sumber daya hutan. Rimbawan akan mengendalikan fenomena itu dengan tetap
menjaga asas kelestarian. Panen hasil hutan dibatasi melalui jatah-jatah tebangan tahunan
dalam perbatasan-perbatasan areal dan atau kenaikan harga untuk usaha-usaha intensifikasi
pengelolaan lain, seperti memasarkan potensi hasil yang belum mempunyai pasar,
memperluas pembukaan wilayah atau meningkatkan penanaman hutan. Ekonomi kehutanan
dan lingkugan membuktikan kegunaannya dalam proses perencanaan sumber daya ekonomi
hutan melalui pemantauan, penilaian serta pengawasannya.
Pengetahuan ekonomi memegang peranan sangat penting dalam proses perencanaan,
pemantauan, penilaian dan pengawasan pengelolaan hutan. Dapat dikatakan seperti itu karena
ekonomi kehutanan dan lingkungan berintikan proses biologi pertumbuhan dan
perkembangan hutan serta berlandaskan aspek-aspek ekologi lainnya dan sosial masyarakat
sekitar hutan. Kita mengetahui bahwa hutan alam belantara yang dimiliki Indonesia
merupakan sumber daya yang telah berkembang sejak ratusan juta tahun yang lalu. Di
dalamnya terjadi proses-proses yang kompleks dengan sebab akibat yang bermata rantai
dalam sebuah ekosistem. Jika sebuah mata rantai dirusak oleh ulah manusia, maka hal ini
akan membawa dampak terhadap mata rantai lainnya. Umpamanya hutan ditebang habis,
maka jika hujan lebat turun, lapisan tanah subur akan dikuras oleh air hujan sehingga dari
tahun ke tahun proses erosi akan menghabiskan lapisan tanah subur tersebut. Dan akibat hutan
dibuka jadi tandus tak bervegatsi, air akan mengalir terus dan tidak lagi diserap ke dalam
tanah karena fungsi hidrologisnya terganggu, tidak seperti jika pepohonan masih ada.
7 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 Akibatnya, setiap musim hujan akan terjadi banjir yang tidak saja menimbulkan erosi akan
tetapi juga menimbulkan berbagai bencana bagi manusia dan lahan pertanian yang berada
disekitarnya. Bahkan fungsi lingkungan hutan dalam mitigasi perubahan iklim menjadi
sorotan dan perhatian oleh banyak kalangan dan telah menjadi kebijakan global.
Banyak negara pemilik hutan tropis yang tanpa mempertimbangkan dengan baik-baik
sebelumnya tentang berbagai jasa lingkungan yang dapat disediakan oleh hutan, telah
menyerahkan sebahagian besar hutannya untuk menghasilkan kayu. Telah kita mendengar dan
melihat akibatnya bagaimana kehancuran hutan di Filipina, dan juga di Indonesia serta
Malaysia, yang telah mengelola hutan mereka dengan serampangan dengan memberikan
konsesi-konsesi hutan pada berbagai perusahaan luar dan dalam negeri. Indonesia melakukan
industrialisasi kehutanan sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sejak akhir tahun 1960an
untuk memenuhi kebutuhan anggaran pembanggunan nasional ketika itu. Hutan alam
Indonesia ketika itu merupakan sumber daya yang dengan cepat dapat menyediakan uang
untuk memenuhi berbagai kebutuhan pembangunan berbagai fasilitas seperti jalan, bendungan,
perkantoran, industri, dan lain sebagainya.
Perkembangan luas kawasan hutan yang berada di bawah konsesi industrialisasi
kehutanan sistem HPH terusmengalami peningkatan sejak awal pencanangan program
tersebut, dan kemudian menurun saat memasuki era tahun 1990-an. Pada tahun 1974 misalnya
luas konsesi HPH adalah kurang lebih 24 juta hektar. Luas konsesi tersebut kemudian
meningkat menjadi 45 juta hektar pada tahun 1979, selanjutnya bertambah lagi menjadi 53
juta hektar pada tahun 1984 dan menjadi 60 juta hektar pada tahun 1989. Luas konsesi
HPH/IUPHHK-HA pada tahun 2009 yaitu seluas 26.171.601 hektar, hampir sama dengan luas
konsesi HPH diawal tahun 1970an namun jauh lebih rendah dibandingkan dengan luas
konsesi HPH pada tahun 1989. Pada luas konsesi HPH/IUPHHK-HA pada tahun 2009
tersebut dikuasai oleh 308 unit perusahaan kehutanan dengan total nilai asset kurang lebih
sembilan trilyun rupiah serta menyerap tenaga kerja lebih dari 30 ribu orang.
Hutan di Indonesia terdiri atas beberapa tipe hutan dimana masing-masing tipe hutan
mempunyai komposisi jenis pohon yang spesifik, tergantung kepada tempat tumbuhnya.
Hutan payau pada umumnya mempunyai pohon-pohon yang memang dapat tumbuh di daerah
pantai yang selalu tergenang air laut. Jenis-jenisnya adalah Avicennia spp., Sonneratia spp.,
Rhizophora spp., dan Bruguira spp. Jenis-jenis lain yang mungkin terdapat di daerah ini
adalah: Ceriop, Xylocarpus dan Lumnitzera. Hutan rawa juga merupakan hutan pantai yang
terletak di belakang hutan payau. Di sini pohon-pohon selalu tergenang bukan oleh air laut,
tetapi air tawar dari sungai-sungai yang akan masuk ke laut. Jenis-jenis di daerah ini adalah
8 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 Xylopia, Palaquium leiocarpum, Shorea uliginosa, Campnosperma macrophila, Garcinia
spp., Eugenia spp., Koompassia, serta Callophyllum spp.
Sebagian besar hutan yang dieksploitasi adalah hutan Dipterocarpaceae, yang terdiri dari
jenis-jenis seperti Hopea, Vatica, Dryobalanops, dan Cotylelobium. Jenis lain yang ada di
daerah ini adalah Lauraceae, Agathis, Koompassia, Dyera dan dari famili Myrtaceae serta
Ebenaceae.
Jenis hutan yang berdaun gugur karena daunnya gugur pada waktu musim kering, jenis-
jenis ini terutama terdiri dari Jati, Acacia leucophola, Actinophora fragans, Albizia chinensis,
Azadirachta indica, Caecalpinia dan lain-lain. Sementara hutan pegunungan adalah hutan di
pegunungan tinggi yang pada umumnya digunakan sebagai hutan lindung, bukan untuk
eksploitasi hutan.
Hutan tanaman di Indonesia mulai memperlihatkan perkembangan yang baik karena
disebabkan oleh banyaknya hutan yang telah rusak dan perlu diganti dengan hutan tanaman
untuk memenuhi permintaan masyarakat dunia akan kayu. Hutan tanaman diharapkan akan
menjadi andalan sebagai pemasok hasil hutan utama di masa yang akan datang. Hutan
tanaman dapat berupa hutan tanaman industri (HTI) dan hutan tanaman rakyat (HTR). Jumlah
peruahaan hutan tanaman (IUPHHK-HT) hingga tahun 2009 adalah 229 unit dengan luas
lahan pengelolaan seluas 9.972.732 hektar.
Hutan tropis mengandung banyak jenis pohon, tetapi jenis-jenis pohon yang bernilai
ekonomi di pasaran dalam dan luar negeri terbatas pada beberapa jenis saja, seperti kayu
meranti, ramin, ulin, eboni, dan lain sebagainya. Kayu ramin yang amat disukai sebagai bahan
untuk membuat perabotan rumah, begitu banyak ditebang, hingga kini praktis sudah hampir
habis populasinya, dan di Indonesia ada kecenderungan untuk mencoba menggantinya dengan
kayu karet.
Dengan meluasnya produksi kayu, terbuka secara lebih lebar macam-macam penggunaan,
baik di dalam maupun di luar negeri. Produksi yang lebih besar tersebut dengan sendirinya
memberi kemungkinan untuk dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan meluasnya
permintaan kayu. Kebutuhan manusia yang bermacam-macam dapat dipenuhi dari macam-
macam jenis kayu yang begitu banyak.
Secara ekonomi dengan sendirinya pemakaian kayu tidak hanya terbatas pada sifat-sifat
fisik kayu, tetapi terbatas pula terhadap harga kayu. Hal ini disebabkan kayu mempunyai
banyak barang substitusi seperti logam, plastik, kaca, dan lain-lain.
Di samping banyaknya jenis yang mempunyai bermacam-macam sifat, juga untuk setiap
jenis kayu mempunyai pola penggunaan yang bermacam-macam, karena kayu merupakan
9 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 produk yang tidak homogen. Kayu Walnut Amerika mempunyai 24 macam pola penggunaan,
kayu mahoni Honduras memiliki 16 pola penggunaan, kayu jati dikatakan paling sedikit
memiliki pola penggunaan yaitu 4 macam. Secara umum penggunaan kayu terdiri atas 10 pola,
yaitu (1) penggunaan untuk meubel, kabinet dan lain-lain; (2) penggunaan untuk pembuatan
panel; (3) penggunaan untuk kayu bentuk (moulding and millwork; (4) penggunaan untuk
lantai; (5) penggunaan untuk arsitektur kayu; (6) penggunaan dalam industri; (7) penggunaan
dalam ukiran kayu; (8) penggunaan alat olah raga dan atletik; (9) penggunaan untuk alat-alat
di laut; dan (10) do it your self.
Para ahli mengatakan bahwa hutan tropis amat peka terhadap gangguan dan intervensi
luar, kerana hubungan yang sangat kompleks dalam kehidupan antara binatang dan tumbuhan.
Berbagai pohon dari jenis yang berlainan umpamanya, tergantung untuk polinasi bunganya
dari jenis burung madu yang berbeda. Ada pula sejenis semut yang tinggal di sebuah pohon,
dan bertugas melawan serangga lain yang menyerang pohon tersebut, hingga semut dan
pohon saling hidup menghidupi.
B. Ekonomi sebagai Ilmu Memilih
Telah disinggung sebelumnya bahwa ekonomi dapat membantu kita dalam melakukan
pilihan-pilihan untuk sampai kepada cara terbaik dalam menggunakan sumber daya hutan atau
sumber daya lainnya. Namun bagi kebanyakan orang, ekonomi sering sekali diassosiasikan
dengan uang, keuntungan, perbankan, GNP, pajak, tingkat pengembalian (rate of return),
finansial, ekonomi pembangunan, dan bahkan hubungan antara negara. Sehingga bisa saja
beberapa orang awam akan sedikit tidak percaya bila kita berbicara tentang ekonomi sumber
daya hutan. Mereka bisa saja berkata dan bertanya bahwa ekonomi dan hutan merupakan
istilah yang bertentangan, dan bagaimana kita memberikan perhatian kepada hutan sebagai
suatu ekosistem bila kita tertarik memperoleh uang dari ekosistem hutan tersebut?
Pertanyaan di atas dapat dijelaskan dengan sederhana bahwa ekonomi merupakan cara
berfikir yang tidak selamanya berhubungan dengan uang. Leopold menulis paragraf yang
menjelaskan hal ini sebagai berikut:
One basic weakness in a conservation system based wholly on economic motives is that
most members of the land community have no economic value …….. a system of
conservation based solely on economic self-interest is hopelessly lopsided.
10 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Interpretasi yang sempit seperti yang diutarakan oleh Leopold di atas lebih lanjut
dijelaskan melalui paragraph yang lain sebagai berikut:
Like winds and sunsets, wild things were taken for granted until progress began to do
away within them. Now we face the question of whether a still higher “standard of
living” is worth its cost in things natural, wild, and free.
Bila kita membaca kalimat terakhir maka kita dapat menemukan sebuah pemikiran
ekonomi tentang perbandingan antara manfaat tambahan (added benefits), yaitu tentang
standar hidup yang lebih tinggi dengan ongkos tambahan (added costs), yaitu tentang
kehilangan akan sesuatu yang alami, dan kebebasan. Manfaat dan ongkos tidak selamanya
harus diukur dalam satuan uang, rupiah atau dollar misalnya, tetapi yang penting adalah
dipertanyakannya pertanyaan yang benar, yaitu dalam kasus di atas adalah “apakah manfaat
ekstra melebihi ongkos ekstra?” Ilmu ekonomi tidak terlepas dari kehidupan manusia.
Sekalipun ia mulai ditulis pada masa pra klasik di zaman Yunani kuno yaitu ketika istilah
ekonomi muncul sebagai penggabungan antara suku kata oikos dan nomos, yang dalam
bahasa Yunani berarti “pengaturan atau pengelolaan rumah tangga”.
Istilah ekonomi pertama kali digunakan oleh Xenophone, seorang filsuf Yunani (440-355
SM). Istilah oikosnomos muncul ketika itu karena sebuah pemikiran Xenophone yang melihat
betapa besar potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Athena sebagai negara ketika itu.
Sumber daya alam dikelola oleh negara untuk meningkatkan pendapatan negara dan
mensejahterakan rakyat. Tanah yang subur serta mengandung deposit emas dan perak serta
sarana pelabuhan yang dimiliki alhasil membawa kota Athena menjadi kota perdagangan
terbesar saat itu. Athena memiliki laut yang kaya akan ikan menjadi daya tarik bagi para
pedagang dan pengunjung dari luar Athena untuk datang berdagang ke Athena.
Pemikiran ekonnomi pada zaman Yunani kuno terus berkembang dan kemudian
dilanjutkan pemikiran Plato (427-347 SM) yang ketika itu mulai memperkenalkan tentang
uang, bunga, jasa tenaga kerja manusia dalam sistem perbudakan dan perdagangan.
Aristoteles (384-32 SM) yang merupakan murid Plato melanjutkan perkembangan pemikiran
ekonomi gurunya. Ia mengemukakan teori ekonomi bahwa ekonomi merupakan suatu bidang
tersendiri yang harus lepas dari ilmu filsafat dengan meletakkan pemikiran dasar tentang teori
nilai (value) dan harga (price). Perkembangan ekonomi tersebut merupakan teori ekonomi
pra-klassik era Yunani kuno yang ketika itu bertahan cukup lama dan baru mengalami
perkembangan dengan munculnya pemikiran ekonnomi kaum skolastik pada abad ke 15. Ciri
11 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 penting aliran skolastik adalah kuatnya hubungan antara ekonomi dengan masalah etis serta
besarnya perhatian pada masalah keadilan. Ekonomi pra klassik mengalami perkembangan
selanjutnya dengan munculnya aliran merkantilisme dengan penekanan pada perdagangan
luar negeri, serta aliran fisiokratis (physic= alam; dan cratain atau cratos = kekuasaan) yang
menekankan pemikiran ekonominya bahwa sumber kekayaan yang senyata-nyatanya adalah
sumber daya alam.
Sebagaimana telah diutarakanbahwa Aristoteles telah mengemukakan tentang ilmu
ekonomi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, namun pengakuan tentang hal itu baru muncul di
Eropa pada abad XVII, setelah tokoh Adam Smith (1729-1790) muncul dalam percaturan
ekonomi dengan membawa teori klasik. Pemikiran Adam Smith dikatakan sebagai teori
klassik karena gagasan-gagasan yang ia tulis sebetulnya sudah banyak dibahas dan
dibicarakan oleh tokoh-tokoh pra klasik. Smith banyak mengemukakan pembahasan ekonomi
yang bersifat mikro dimana ia menguraikan masalah pembangunan dan kebijakanuntuk
memacu pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ekonomi Adam Smith melakukan pendekatan
deduktif dalam melakukan analisa ekonomi dan historis yang biasanya menjelaskan teori
ekonomi secara panjang lebar. Beberapa tokoh ekonomi klasik lainnya yang merupakan
murid dan pengikut Adam Smith adalah antara lain: Thomas Maltus (1766-1834), David
Ricardo (1772-1823), Jean Baptiste Say (1767-1832), dan John Stuart Mill (1806-1873).
Pemikiran ekonomi Adam Smith dan kawan-kawan disebut sebagai aliran ekonomi yang
mendukug sistem ekonomi pasar atau liberal atau kapitalis yang sejak awal kemunculannya
mengundang berbagai reaksi kritis dari berbagai pihak, terutama oleh tokoh-tokoh ekonomi
aliran sosialis. Aliran sosialis secara umum membawa missi kebersamaan atau kolektivisme,
dimana keputusan-keputusan ekonomi itu disusun, direncanakan, dan dikontrol oleh kekuatan
pusat. Sistem perekonomian ini sering juga disebut “perekonomian komando” karena segala
sesuatunya serba dikomando. Pemikiran-pemikiran ekonomi sosialis secara garis besar dapat
dipilah atas tiga kelompok yaitu: (1) kelompok pemikir sosialis sebelum Marx; (2) kelompok
sosialis Marx dan Engels; dan (3) kelompok pemikir sosialis sesudah Marx.
Pemikiran ekonomi sosialis yang dimotori oleh Karl Heindrich Marx (1818-1883) banyak
mendapatkan tantangan dari tokoh-tokoh ekonomi klasik sehingga muncul aliran neo klasik
sebagai aliran pemikiran ekonomi klasik yang baru dan berusaha menekan upaya sosialis
untuk menumbangkan aliran klasik. Melalui argumentasi teori nilai kerja dan tingkat upah,
Marx meramalkan kejatuhan sistem kapitalisme. Dan hal inilah yang membangkitkan tokoh-
tokoh klasik seperti W. Stanley Jevons (1835-1882), Leon Walras (1837-1910), Carl Menger
(1840-1921), dan Alfred marshall (1842-1924) untuk melakukan kajian mendalam terhadap
12 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 teori-teori ekonnomi klasik. Kendatipun para ahli ekonomi klasik tersebut melakukan kajian
dan penelitian secara terpisah, namun mereka menemukan hasil yang sama berupa bantahan
terhadap teori ekonomi nilai lebih oleh Marx. Mereka mengatakan bahwa teori nilai lebih
(surplus value) tidak mampu menjelaskan secara tepat tentang nilai komoditas. Mereka
menyepakati dengan menggunakan teori marginal maka dihasilkan bahwa teori Marx tidak
memberikan sumbangan apa pun dalam perkembangan teori ekonomi sehingga dapat
diabaikan.
Tantangan oleh para tokoh ekonomneo-klasik tidak meruntuhkan ajaran Karl Marx,
terbukti ramalan Marx akan keruntuhan kapitalisme dapat dikatakan terbukti. Krisis ekonomi
global pada tahun 1930-an merupakan bukti kegagalan kapitalisme Adam Smith
sehinggabahkan memunculkan pemikiran ekonomi baru yang disebut dengan pemikiran
Keynes. John Maynard Keynes (1883-1946), seorang ekonom yang sangat cerdas dan telah
diangkat menjadi dosen pada Cambridge University pada usia 30 tahun. Pengaruh Keynes
sangat besar dalam Perjanjian Bretton Woods tahun 1946 serta dalam pembentukan badan
Moneter Internasional IMF (International Monetary Fund). Atas jasa-jasanya yang sangat
besar tersebut, ia kemudian diangkat sebagi “baron”, suatu gelar kebangsawanan yang sangat
tinggi dalam masyarakat Eropa. Keynes banyak mendapatkan dukungan dari para ekonom
sejak Keynes menulis buku The General Theory pada tahun 1936 dimana ia menjelaskan teori
tentang hubungan timbal balik antara analisis ekonomi dan kebijakan pemerintah. Penerus
ajaran Keynes terdiri atas kelompok yaitu neo Keynesian dan pasca Keyness. Neo Keynesian
banyak berjasa dalam mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan usaha menjaga
stabilitas perekonomian. Teori-teori tersebut menerangkan dan mengantisipasi fluktuasi
ekonomi dan teori-teori yang berhubungan dengan pertumbuhan dan pendapatan. Sementara
itu, kelompok pasca Keynesian adalah kelompok ekonom yang menyatakan berbagai
pandangan tentang ekonomi makro moderen.
Dalam perjalanan perkembangan ilmu kehutanan, pemikiran ekonomi kehutanan-pun
mengalami perkembangan. Mengetahui perkembangan pemikiran ekonomi kehutanan akan
memberikan pengetahuan tentang dua hal, yaitu pengetahuan tentang asal-usul pemikiran
ekonomi kehutanan serta memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pengetahuan dan
model terbaru dalam ekonomi kehutanan.
Pemikiran ekonomi kehutanan diawali dan banyak dipengaruhi oleh perkembangan
pengetahuan tentang analisis rotasi hutan, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh pemilik hutan
untuk melakukan penebangan. Dalam berbagai literatur, rotasi sering juga disebutkan sebagai
umur tebang atau masak tebang tegakan hutan. Menentukan umur optimum sebuah tegakan
13 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 tunggal akan lebih mudah bila dibandingkan dengan analisis rotasi optimum hutan yang
terdiri atas berbagai tegakan dengan umur yang bervariasi. Hutan yang terdiri atas berbagai
tegakan dengan umur yang berbeda akan membutuhkan pengaturan hutan (forest regulation)
dimana hutan akan dibentuk menjadi sebuah hutan normal (normal forest).
Diskusi awal tentang pertimbangan ekonomi dalam pemanenan hutan dilakukan di
German pada tahun 1100-an dan menjadi legislasi formal pada tahun 1300-an. Pembahasan
yang sistematis tentang rotasi optimum telah dilakukan pada abad ke-17, namun pembahasan
tentang permodelan tentang hutan dengan tegakan yang berbeda baik kelas umur dan jenis
pohon baru dimulai pada abad ke-18. Diskusi ketika itu dihadiri oleh ekonomi dan rimbawan
dimana mereka sering menggunakan istilah dan pendekatan yang berbeda, bahkan
mengemukakan jawaban yang juga berbeda sehubungan dengan umur rotasi optimal. Selama
tahun 1600-an dan 1700-an, konsep umur rotasi, hutan normal, dan pemanenan hutan lestari
menjadi petunjuk utama dalam manajemen hutan yang kemudian menjadi dasar bagi Perdana
Menteri Perancis, Colbert membuat kebijakan kehutanan dan ini menjadi referensi utama
pengembangan kebijakan kehutanan di negara lain di Eropa. Kendatipun diskusi tentang
pemikiran ekonomi kehutanan sudah berjalan berabad lamanya, tulisan ilmiah tentang hal
tersebut dipublikasikan pertama kali pada tahun 1713 dengan judul ”Sylviculura Oeconomica”
oleh Hans Carl von Carlowitz.
Tulisan ilmiah yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran ekonomi
kehutanan adalah jurnal ilmu kehutanan pertama di dunia, die Allgemeine Forst-und Jagt
Zeitung, yang terbit pertama kali di German pada tahun 1824. Banyak artikel di jurnal
tersebut berorientasi kepada ekonomi kehutanan, terutama setelah tahun 1850 dimana jurnal
tersebut menjadi forum utama pengembangan aplikasi dan teori ekonomi kehutanan. Berbagai
artikel yang telah terpublikasi ketika itu menghasilkan buku Die Forstmatematik yang
menjelaskan tentang teori ekonomi solusi umur rotasi, kendatipun dalam buku tersebut gagal
dijelaskan ongkos peluang lahan dalam perhitungan.
Atas berbagai artikel yang dipublikasikan ketika itu, seorang rimbawan German: Martin
Faustmann mempublikasikan komentar dan kritiknya. Pemikiran utama Faustmann adalah
metode baru dalam menentukan nilai ekonomi lahan kosong (bare land). Faustmann
menjelaskan bahwa rotasi optimum dari tegakan adalah yang dapat memberikan Net Present
Value (NPV) maksimum sebuah lahan. Model Faustmann pun mendapat berbagai masukan
dari ilmuan lainnya dan mampu bertahan sebagai sebuah teori dan model yang dikenal dengan
nama Model Faustmann. Faustman dan kawan-kawan secara bersama-sama dikenal dan
14 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 diakui hingga kini sebagai pendiri pemikiran ekonomi kehutanan kuantitatif (founders of
rigorous forest ekonomics thinking).
Banyak kritik atas Model Faustman diberikan oleh ekonom dan rimbawan hingga pada
tahun 1970-an. Richard Hartman (1976) mempublikasikan analisis rotasi hutan yang
mengintegrasikan barang publik kedalam Model Faustman. Model Hartman memberikan
kontribusi terhadap produksi secara bersama antara produksi kayu dengan jasa lingkungan
(amenity services). Jasa lingkungan yang dimaksudkan dalam Model Hartman adalah rekreasi
hutan, pemancingan dan kehidupan liar, kualitas air, penyimpanan karbon, dan biodiversiti
atau keanekaragaman hayati.
Pada tahun 1980-an ekonom Swedia Karl-Gustav Lofgren dan Per-Olov Johansson
mengemukakan model baru untuk analisa ekonomi kehutanan. Mereka mempertimbangkan
resiko yang bisa muncul yang ditimbulkan oleh konsep NPV pada pengelolaan dua periode
siklus. Model yang mereka kemukakan melibatkan analisis ketidak-pastian, ketidak-
sempurnaan pasar kapital, dan ameniti atau kenyamanan.
Berangkat dari berbagai perkembangan pemikiran ekonomi di atas, maka seseorang atau
masyarakat secara terus menerus akan membuat suatu keputusan yang bertujuan memperoleh
peningkatan dalam bisnis dan atau peningkatan/perbaikan kehidupannya dan mereka tidak
cenderung untuk berusaha memaksimalkan satu output atau aktivitas saja. Pada contoh yang
diutarakan oleh Leopold sebelumnya terlihat bahwa kita tidak akan memaksimalkan
pembangunan atau kawasan alami. Kita memastikan output-output sehingga kita dapat
memaksimalkan kepuasan total. Proses ini disebut optimization, yaituproses yang bertujuan
memaksimalkan beberapa tujuan, dalam kasus ini adalah kepuasan.
Satu contoh lain yang akan menjelaskan tentang pemikiran ekonomi yang tidak
berhubungan dengan uang adalah suatu kasus seorang mahasiswa yang diperhadapkan dengan
persoalan penggunaan waktu (Gambar I-2). Mahasiswa dimaksud menggunakan waktunya
untuk melakukan berbagai aktivitas seperti belajar, bekerja, berolah raga, menonton, kuliah,
dan pesta. Kesemua kegiatan tersebut harus dilakukan oleh mahasiswa dengan
mengalokasikan waktunya dalam seminggu.
15 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Gambar I-2. Masalah alokasi waktu seorang mahasiswa.
Mahasiswa pada kasus Gambar I-2 bertujuan memaksimalkan kepuasan atau utility.
Pertanyaannya sekarang adalah berapa jam sebaiknya dialokasikan perminggu untuk setiap
aktivitas untuk mencapai kepuasan maksimal. Jawaban terhadap pertanyaan seperti ini dalam
ekonomi harus didekati melalui pendekatan equi-marginal principle. Prinsip ini menjelaskan
bahwa kepuasan atau utility telah dimaksimalkan bila waktu yang dialokasikan, katakanlah
setiap penambahan satu jam alokasi waktu terhadap masing-masing aktivitas akan
memberikan penambahan kepuasan yang sama atau konstant.
Gambar I-3 menjelaskan secara grafis persoalan alokasi waktu. Bila diketahui bahwa
tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan kepuasan dan dengan input kendala adalah
bahwa hanya terdapat alokasi waktu selama 15 jam per minggu untuk melakukan semua
kegiatan tersebut. Dan bila diketahui bahwa kepuasan dapat dimaksimalkan dengan
menggunakan 4 jam per minggu untuk melakukan aktivitas A, 5 jam untuk melakukan
aktivitas B, dan 6 jam untuk melakukan aktivitas C. Pada titik tersebut, jam terakhir yang
dialokasikan untuk setiap aktivitas menghasilkan 4 unit kepuasan tambahan. Sehingga dengan
demikian dapat dikatakan bahwa prinsip equi-marginal telah tercapai dan semua alokasi
waktu sebesar 15 jam per minggu telah digunakan. Memikirkan penggunaan waktu terkadang
merupakan hal yang sepeleh dan pada akibatnya waktu berlalu, terbuang begitu saja dan tidak
menimbulkan atau memberikan hasil maksimal yang sebenarnya diharapkan. Perlu diingat
bahwa waktu merupakan salah satu input penting dalam proses produksi. Ekonomi sama
dengan manajemen dimana dibutuhkan pengalaman yang cukup, baik pengalaman berfikir
secara ekonomi, atau pengalaman melakukan tindakan-tindakan ekonomi.
Olahraga Nonton TV
Bekerja Kuliah
Belajar Pesta Waktu: X jam/minggu
16 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Gambar I-3. Alokasi optimal 15 jam per minggu untuk tiga aktivitas.
Untuk membuktikan bahwa alokasi waktu yang diperlihatkan pada Gambar I-3 di atas
telah mencapai titik optimal atau dengan kata lain bahwa tujuan memaksimumkan kepuasan
telah dicapai dapat dilakukan dengan pembuktian bahwa, merealokasi waktu suatu aktivitas
ke aktivitas lainnya akan mengurangi total utility yang seharusnya dicapai. Sebagai contoh,
bila kita merealokasi 1 jam waktu kegiatan A untuk penambahan waktu kegiatan B maka hal
ini berarti kita kehilangan utility sebanyak 4 unit dari kegiatan A dan dari kegiatan B kita
hanya mendapatkan utility tambahan sebanyak 3 unit sebagaimana yang ditunjukkan oleh titik
tunggal pada grafik kegiatan B. Sehingga dari utility total, realokasi waktu tersebut akan
menyebabkan kerugian sebesar 1 unit.
Telah dijelaskan di atas bagaimana pentingnya ilmu ekonomi dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya sehingga kepuasan
maksimal dapat dicapai. Ilmu ekonomi juga tentunya sangat membantu pengambil kebijakan
3
4
0
1
2
5
6
1 2 3 4 5 6
3
4
0
1
2
5
6
1 2 3 4 5 6
3
4
0
1
2
5
6
1 2 3 4 5 6
Jam per minggu Untuk aktivitas A
Jam per minggu Untuk aktivitas B
Jam per minggu Untuk aktivitas C
Mar
gin
Kep
uasa
n
Mar
gin
Kep
uasa
n
Mar
gin
Kep
uasa
n
•
17 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 di sektor kehutanan. Proses pengambilan keputusan, yang juga melibatkan para analis yang
mungkin mereka adalah pengambil keputusan atau bukan, memiliki enam langkah sebagai
berikut:
1. Mendefinisikan permasalahan yang dihadapi. Pada tahap ini para analis harus
melakukan klarifikasi tentang siapa pengambil kebijakan, apakah pemilik hutan,
menejer, investor, anggota legislatif, pemerintah, kelompok konservasi dan LSM,
masyarakat umum, dan lain sebagainya serta kebutuhan-kebutuhan apa saja yang
belum dicapai.
2. Menentukan tujuan. Phase ini nampak sangat sederhana namun bila tujuan
dirumuskan dengan tergesa-gesa maka akan dapat membingungkan dalam
interpretasinya sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman, terutama dalam
perjalanan implementasi kegiatan atau program.
3. Menentukan alternatif tentang bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan.
4. Menyusun perangkat kriteria untuk pelaksanaan evaluasi kegiatan atau program.
Sebagai contoh dapat digunakan kriteria finansial seperti rate of return dan net present
value.
5. Mengevaluasi alternatif dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan. Pertanyaan
yang harus terjawab adalah kegiatan mana yang paling efektif dalam pencapaian
tujuan.
6. Mengkaji feedback. Hal ini dilakukan setelah beberapa saat kegiatan atau program
selesai dilaksanakan.
C. Kaidah-kaidah Ekonomi
1. Kaidah Kelangkaan (scarcity)
Faktor mendasar yang menimbulkan permasalahan ekonomi adalah kelangkaan (scarcity).
Permasalahan tersebut membutuhkan pemikiran ekonomi sehingga barang yang langka dapat
memberikan kepuasan maksimum. Ketika sumber daya hutan masih melimpah, artinya stok
sumber daya hutan masih lebih besar dibandingkan dengan jumlah kebutuhan manusia akan
sumber daya tersebut, maka interaksi manusia dengan lingkungan hutannya belum menjadi
suatu masalah. Melalui proses alamiah, potensi hutan yang telah dimanfaatkan tidak
mengganggu ekosistem hutan untuk melakukan pemulihan kembali sehingga keseimbangan
antara kelestarian dan kesejahteraan manusia tetap tercapai. Namun setelah jumlah populasi
18 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 manusia beserta kebutuhannya semakin mengancam keseimbangan-keseimbangan itu, maka
dirasakan perlunya mengkaji aspek-aspek ekonomi sumber daya hutan. Dengan kata lain,
kelangkaan sumber daya hutan semakin menuntut kadar homo economicus seseorang untuk
memahami kondisi-kondisi kelangkaan komoditi yang telah memacu lahirnya ekonomi
kehutanan dan lingkungan. Dorongan kelangkaan sumber daya hutan itulah yang
menyebabkan manusia mulai lebih berfikir ekonomi.
Kelangkaan sumber daya ekonomi terjadi manakala permintaan akan sumber daya
tersebut (demand) melebihi ketersediaannya (suplay) pada saat harganya nol (zero price).
Dengan kata lain, sumber daya yang menurut pengertian itu bersifat tidak langka, bukan
merupakan sumber daya ekonomi, dimana sumber daya didefinisikan apa saja yang mempu
menciptakan benda-benda dan atau jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kelangkaan sumber daya alam dalam konteks ini dapat dikaitkan dengan ketersediaan
yang melimpah di satu sisi dan punah di sisi lainnya. Sumber daya hutan dengan nilai
harganya di bawah nol praktis sudah tidak ada lagi kecuali di tempat-tempat yang benar-benar
masih sangat terpencil. Sumber daya hutan mulai mempunyai harga setelah mulai dirasakan
keberadaannya semakin langka, sumber daya hutan harganya terus meningkat sehingga suatu
saat mencapai keadaan kritis dimana harganya sudah sangat tinggi.
Manakala titik kritis sumber daya hutan telah tercapai maka perekonomian harus waspada
karena bila tidak maka niscaya akan mencapai kondisi unikum yang nilainya menjadi tidak
terhingga dan akhirnya dapat punah sama sekali. Dengan pertimbangan ekonomi yang baik
diharapkan akan dapat berhasil mengembalikan sumber daya hutan dari keadaannya yang
kritis kembali menjadi langka, seperti melalui usaha-usaha reboisasi atau penghijauan, tetapi
kondisi unikum ini sangat sulit untuk diatasi. Oleh sebab itu langkah konkrit yang strategis
perlu segera diambil ketika sumber daya hutan atau salah satu spesies dalam hutan sudah
berada pada phase kelangkaan. Punahnya suatu spesies dapat bernilai tak terhinggga oleh
karena dapat memasuki wilayah politik antar negara dimana dapat saja terjadi embargo
ekonomi pada komoditas tertentu karena alasan lingkungan, misalnya telah punahnya spesies
tetentu di dalam hutan.
Ketersediaan dan kelangkaan sumber daya hutan dapat dijelaskan melalui ilustrasi
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar I-4. Situasi kelangkaan dan kelimpahan sumber daya
hutan dijabarkan dalam suatu sistem diagram dimana ordinat vertikal mengukur kondisi
kelangkaan/kelimpahan (N) dan ordinat horizontal mengukur kondisi nilai sumber daya (Rp);
kurva k merupakan ilustrasi kelangkaan/kelimpahan sumber daya dan kurva e merupakan
ilustrasi harga sumber daya. Area A menggambarkan kondisi melimpahnya sumber daya
19 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 hutan, sedangkan area B merupakan kondisi sumber daya yang langka, dan area C berkondisi
kritis dan area D adalah unikum. Mulai titik AA sumber daya hutan mulai mempunyai nilai
yang sejak titik BB nilainya meningkat tajam. Sedangkan dari titik CC nilai harganya sejajar
dengan sumbu ordinat (tidak terhingga). Sehingga dapat disimpulkan bahwa paling tidak
terdapat lima tingkatan kelimpahan/kelangkaan sumber daya hutan, yaitu kondisi melimpah,
langka, kritis, unikum, dan punah. International Union for Conservation of Nature and Natural
Resource (IUCN) mendefinisikan punah (extinct) jika tidak ada keraguan lagi bahwa individu
terakhir telah mati. Sedangkan kritis adalah populasi yang mengalami tekanan yang sangat
kuat, sehingga kondisinya menjadi sangat kritis dapat punah dalam jangka waktu dekat.
Sedangkan langkah atau genting (endangered) adalah populasi yang kondisinya saat sekarang
belum kritis, tetapi karena menghadapi tekanan eksploitasi yang besar, maka ada
kemungkinan terjadinya kepunahan di masa yang akan datang.
Gambar I-4. Ilustrasi situasi kelangkaan/kelimpahan sumber daya hutan.
2. Konsep Ongkos Kesempatan
Pendekatan teori yang digunakan untuk memahami proses ekonomi yang kemudian
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang telah disinggung di atas
adalah konsep Ongkos Kesempatan atau opportunity cost, dengan mengkaji pengorbanan-
pengorbanan yang harus ditempuh guna mencapai tujuan suatu kebijakan ekonomi.
Katakanlah seorang pengusaha yang memproduksi atau memasok komoditi A
memerlukan sumber daya ekonomi, yang mana sumber daya tersebut juga berpeluang
menghasilkan komoditi B, C, dan seterusnya. Guna mendapatkan komoditi A itu dengan
demikian pengusaha sebenarnya telah mengorbankan kesempatan memperoleh B, C, dan lain
sebagainya. Karena itulah sumber daya ekonomi yang telah dijadikan masukan (input) untuk
mendapatkan keluaran (output) komoditi A itu dalam teori ekonomi disebut juga korbanan,
C
0 e
k
A B D
AA BB CC
N Rp
20 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 karena pengorbanan masukan-masukan demi komoditi A telah menghilangkan peluang untuk
mendapatkan komoditi-komoditi B dan C yang hilang untuk selamanya. Oleh sebab itu
korban-korban itu disebut opportunity cost sebab pada hakikatnya merupakan biaya untuk
peluang menghasilkan komoditi-komoditi B, C, dan seterusnya yang hilang untuk selamanya.
Kesimpulannya, ongkos kesempatan dalam memproduksi sesuatu terdiri atas nilai
maksimum produk atau output lain yang seharusnya dapat diproduksi; dengan kata lain tidak
diproduksi atau dikorbankan untuk memproduksi sesuatu tersebut. Bila kawasan hutan
diperuntukkan untuk menghasilkan kayu, maka opportunity cost dari hutan tersebut adalah
nilai barang dan jasa selain kayu yang dapat diberikan oleh hutan hanya bila kayu atau
pepohonan hutan tersebut tidak ditebang.
Bagamana mengukur opportunity cost? Merupakan suatu pertanyaan menarik. Kurang
berguna untuk mengukurnya dalam satuan jumlah item secara fisik yang dapat dihasilkan.
Selain itu kadang sangat sulit untuk mendapatkan informasi untuk mengukur semua output
atau hasil yang dikorbankan karena mementingkan output tertentu yang diinginkan. Oleh
karena itu dalam prakteknya kita dapat mengukur opportunity cost melalui nilai input yang
digunakan dalam produksi. Yang penting di sini adalah bahwa kita harus memberikan nilai
yang akurat terhadap input yang digunakan.
Untuk mudah menjelaskannya maka berikut akan diberikan contoh tentang pengalokasian
uang saku seorang mahasiswa kehutanan untuk tujuan tertentu. Katakanlah mahasiswa
tersebut memiliki uang sebesar Rp 150.000. Dengan uang tersebut mahasiswa ingin membeli
celana baru dan pergi ke bioskop untuk menonton film. Ada dua skenario yang dapat
dilakukan yaitu skenario I, ke bioskop sebanyak empat kali dengan biaya per kali adalah Rp
25.000 sehingga total biaya sebesar Rp 100.000, serta membeli satu celana seharga Rp.
50.000. Skenario II, pergi ke bioskop sebanyak dua kali dengan total biaya Rp. 50.000 dan
membeli celana dua pasang dengan total pengeluaran sebesar Rp. 100.000. Data tersebut
dapat digambarkan secara grafis sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1-5.
Gambar I-5. Ongkos kesempatan dan manfaat kesempatan dalam pengalokasian anggaran.
21 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Gambar tersebut menunjukkan bahwa bila mahasiswa yang bersangkutan bergeser dari
skenario I dan memilih skenario II maka opportunity cost atau ongkos peluang adalah nilai
dua kali ke bioskop yaitu sebesar Rp. 50.000 yang ditunjukkan oleh arah OC. Sementara
manfaat peluang bernilai satu buah celana panjang yang ditunjukkan arah OB.
3. Permintaan dan Penawaran
Permintaan dan penawaran suatu komoditi ekonomi terjadi sehari-hari dalam kehidupan
ekonomi, merupakan salah satu kaidah ekonomi mendasar yang perlu difahami benar oleh
setiap orang yang mempelajari ekonomi. Pemahaman kaidah ini diperlukan baik dalam
pendekatan ekonomi mikro maupun pendekatan ekonomi makro. Berbagai keadaan
penawaran dan permintaan barang-barang kehidupan sehari-hari sampai dengan barang-
barang mewah terus menerus diberitakan dalam surat-surat kabar dikaitkan dengan keuangan
dan kemampuan masyarakat untuk memperoleh suatu barang atau dihubungkan kepada
kebijakan-kebijakan pemerintah dan situasi perekonomian secara makro.
Permintaan konsumen akan kayu gergajian akan mencakup dua hal, yaitu jumlah kayu
gergajian yang diminta dan harga kayu gergajian per meter kubik atau satuan lain. Secara
teori, semakin murah atau rendah harga kayu gergajian per meter kubik, maka konsumen
cenderung membeli kayu gergajian dalam jumlah yang lebih banyak. Demikian juga
sebaliknya, bila harga kayu gergajian per meter kubik tinggi maka permintaan akan sedikit
atau menurun. Sehingga secara grafis kurva permintaan memperlihatkan slope yang negatif.
Dua faktor yang menyebabkan kecenderungan demikian itu: pertama yang disebut
pengaruh penghasilan (income effect) dan yang kedua menciptakan kecenderungan itu ialah
benda-benda yang bisa menggantikan kayu gergajian, seperti kayu jati, kayu unggulan lokal
yang disebut benda-benda subtitusi (substitution effect) yang menyebabkan menurunnya
kecenderungan kurva permintaan itu.
Tanpa mengabaikan faktor-faktor di atas perlu diingat pula bahwa setiap komoditi
mempunyai elastisitas permintaan yang merupakan ukuran reaksi konsumen terhadap variasi
harga yang ditawarkan kepadanya. Yang perlu digarisbawahi di sini tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kecenderungan kurva permintaan di atas serta watak elastisitas komoditi
yang ditawarkan ialah fenomenanya terjadi sesaat konsumen yang terlibat beserta sifat-
sifatnya, tertentu jumlahnya pada saat itu. Dengan perubahan waktu, faktor-faktor tersebut
serta elastisitas permintaan komoditi akan berubah.
22 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
Pada kurva penawaran terjadi penjelasan dan ilustrasi yang berlawanan dengan kurva
permintaan. Kurva penawaran memperlihatkan slope yang positif, artinya produsen akan
menawarkan barang dalam jumlah yang besar bila harga barang tinggi dan sebaliknya akan
menawarkan barang dalam jumlah yang lebih sedikit bila harga barang menurun.
Kecenderungan kurva yang naik itu terutama karena dalam sistem ekonomi pasar, produsen
didorong meraih keuntungan karena kelebihan hasil penjualan itulah yang diperlukan untuk
memelihara produksi sekaligus memberikan tambahan penghasilan untuk mengembangkan
usahanya. Akan tetapi tidak semua sumber daya hutan produksinya didorong motivasi
keuntungan karena banyak sumber daya hutan merupakan sumber daya masyarakat yang tidak
mementingkan keuntungan demi kepentingan pasar.
D. Paradigma Ekonomi Sumber daya Hutan
Semakin luasnya orientasi ekonomi kehutanan dan lingkungan, yang tadinya hanya
berorientasi kepada hutan sebagai penghasil kayu bergeser kepada hutan sebagai sumber daya
dan ekosistem. Sumber daya dan ekosistem hutan memiliki berbagai fungsi dan jasa yang
dibutuhkan oleh manusis sehingga konsep ekonomi kehutanan dan lingkungan telah sangat
jelas telah memasuki wilayah ekonomi makro.
Gambar I-6 memperlihatkan betapa luasnya persoalan ekonomi dalam konteks kehutanan.
Persoalan ekonomi muncul dalam bisnis kehutanan, baik dalam pengelolaan sumber daya
hutan maupun dalam industri kehutanan. Keduanya saling berhubungan dimana terjadi aliran
materi dan sistem finansial yang menentukan keberlangsungan bisnis kehutanan tersebut. Hal
ini merupakan ekonomi perusahaan yang bersifat mikro, namun dapat bersifat makro ketika
sistem ekonominya melingkupi bisnis tegakan hutan dengan bisnis pengolahan kayu,
misalnya dimana terdapat dua perusahaan yang melakukan interaksi ekonomi. Sebaliknya
ekonomi rumah tangga merupakan cakupan ekonomi mikro dimana ketergantungan rumah
tangga dalam suatu masyarakat terhadap sumber daya hutan merupakan pokok pembahasan
atau kajian. Ketergantungan rumah tangga terhadap hutan tidak bisa diacukan kendatipun
terjadi pembatasan aktivitas masyarakat dalam kawasan hutan tertentu. Misalnya masyarakat
di desa Bolapapu di Kecamatan Kulawi tetap saja mempertahankan pendapatannya sebesar
30% yang diperoleh dengan melakukan pengelolaan agroforest di zona pemanfaatan
tradisional Taman Nasional Lore Lindu. Peranan rumah tangga dalam pengelolaan hutan
produksi bahkan akan ditingkatkan lagi oleh Departemen Kehutanan melalui program Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) dimana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
23 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 akan memberikan kredit lunak kepada rumah tangga untuk mengelola hutan produksi sebesar
15 hektar per kepala keluaraga.
Gambar I-6. Kehutanan dalam konteks ekonomi mikro dan makro.
Pemerintah sebagai regulator selain mendapatkan keuntungan finansial dari sistem
ekonomi kehutanan seperti pada gambar di atas, juga, melalui kebijakannya, akan sangat
menentukan kesehatan sistem ekonomi kehutanan tersebut yang berdampak kepada
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian bisnis dan sumber daya hutan serta kepada
pendapatan negara dari sektor kehutanan. Di samping peranan hutan dalam pembentukan
Produk Nasional Bruto, maka tidak kalah pentingnya peranan hutan dalam fungsinya yang
bersifat intangible, seperti hydrologis, orologis, penyediaan sarana keindahan alam,
penyediaan lingkungan hidup yang alami bagi habitat binatang dan hewan, dan pengaruhnya
dalam peredaran udara bersih yang sehat bagi manusia. Menyediakan air yang bersih, sehat
dan cukup bagi konsumsi dan industri adalah suatu mata rantai di mana hutan memegang
peranan yang penting. Juga mencegah kemungkinan bahaya erosi dan tanah longsor hutan
dapat mempunyai fungsi yang sangat penting.
Aplikasi ilmu ekonomi dalam pengelolaan hutan semakin meluas karena konteks
pengelolaan hutanpun semakin meluas. Berbicara mengenai pengelolaan hutan bukan hanya
terbatas kepada bagaimana memanfaatkan tegakan hutan sebagai penghasil kayu, tetapi lebih
24 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 dari pada itu dimana hutan sebagai sumber daya yang memberikan banyak barang dan sebagai
ekosistem yang dapat memberikan berbagai macam jasa kepada masyarakat sekitar hutan
tersebut. Kondisi inilah juga maka masalah kehutanan tidak hanya bisa dilihat dari aspek
teknis kehutanan saja tetapi juga kepada masalah sosial dan politik yang lebih luas.
Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian ekonomi kehutanan dan lingkungan.
2. Bagaimana perbedaan ekonomi kehutanan pada perspektif ekonomi sumber daya
hutan dan perspektif ekonomi lingkungan.
3. Jelaskan beberapa kekhasan ekonomi kehutanan dan lingkungan.
4. Jelaskan beberapa kaidah ekonomi dalam konteks ekonomi kehutanan dan lingkungan.
5. Bagaimana paradigma ekonomi kehutanan yang dihadapi pembangunan kehutanan
dan lingkungan dewasa ini.
Rangkuman:
1. Petunjuk: Berikut tersedia bagan alir dan kata-kata kunci. Masukkan setiap kata kunci dengan menggunakan nomor kata kunci yang sesuai pada kotak bagan alir yang relevan. a. Bagan alir:
b. Kata kunci: 1. Sumber daya 5. Kekhasan ekonomi 2. Lingkungan 6. Kaidah-kaidah ekonomi 3. Ilmu memilih 7. Kelangkaan 4 Ongkos kesempatan 8. Permintaan dan penawaran
2. Merujuk kepada aktivitas 1a dan 1b di atas, tuliskan rangkuman anda ke dalam kotak
rangkuman berikut:
25 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019
................................................................................... .......................... ....................
............................................................................. .................... .................................
................................ ................................................ .. ...............................................
.................................... .......................... ...................................................................
.............................. .................... ................................................................. ..............
.................................. ... ................................................................................... ........
.................. ................................................................................................. ...............
..... ................................................................. ................................................ ... .......
............................................................................ .......................... ...........................
...................................................................... .................... ........................................
......................... ................................................ ... .....................................................
.............................. .......................... .........................................................................
........................ .................... ................................................................. ....................
............................ ... ................................................................................... ..............
............ ................................................................................................. ....................
................................................................. ................................................ ... .............
...................................................................... .......................... .................................
................................................................ .................... ..............................................
................... ................................................ ... ...........................................................
........................ .......................... ...............................................................................
.................. .................... ................................................................. ..........................
...................... ... ................................................................................... ....................
...... ................................................................................................. .................... ......
........................................................... ................................................ ... ...................
................................................................ .......................... .......................................
.......................................................... .................... ....................................................
............. ................................................ ... .................................................................
.................. .......................... .....................................................................................
............ .................... ................................................................. ................................
................ ... ................................................................................... .......................... ................................................................................................. .................... ................................................................. ................................................ ... ................................................................................... .......................... ................................................................................................. .................... ................................................................. ................................................ ... ................................................................................... .......................... ................................................................................................. .................... ................................................................. ................................................ ... ................................................................................... .......................... ................................................................................................. .................... ................................................................. ................................................ ... 26 | P a g e
Modul 1 ESDH 2019 Refleksi Pembelajaran
No Deskripsi/Pertanyaan Jawaban SS CS RR B SB
1. Capaian pembelajaran yang ditawarkan 2. Aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan 3. Core content yang diberikan 4. Proses perkuliahan 5. Metode evaluasi perkuliahan 6. Suasana (atmosfir) perkuliahan
Keterangan: SS: sangat sempurna CS: cukup sempurna RR: ragu-ragu B : buruk SB: sangat buruk Rekomendasi perbaikan: .............................................................................................................................................. .... ................................................................................................................................................ .......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... Vidio: Untuk dapat menyimak vidio Introduction to forest economics, silahkan mengunjungi situs https://www.youtube.com/watch?v=CUhTijm-_nQ
27 | P a g e
top related