menggali nilai-nilai kekatolikan dalam dokumen...
Post on 17-Aug-2021
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MENGGALI NILAI-NILAI KEKATOLIKAN DALAM DOKUMEN
GEREJA SEBAGAI ACUAN DALAM MENGEMBANGKAN
PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI
DI SMP MARIA IMMACULATA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Verena Miranti
NIM: 141124035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria, kepada
yang terkasih kedua orang tuaku, Bapak Joseph Chalazanctius Agus Prajarto (+)
dan Ibu Dorothea Wahyuningih, kepada Saudara-saudariku tercinta Joseph
Samodra Yoga Indragiri, Laurentia Astriana, Benediktus Dicki Kristian, Olga Ayu
Dewantari, dan Andreas Aji Brata, yang setia memberi doa, dukungan dan
motivasi kepada penulis, serta teman-teman yang selalu membantu dan
mendukung hingga terselesaikannya skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Non Scholae Sed Vitae Discimus”
(Seneca)
“Tuhan bersama mahasiswa nekat!”
(Ajik, Nawa, Winaz, Dimaz, Eras, Santi – 2014)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul MENGGALI NILAI-NILAI KEKATOLIKAN
DALAM DOKUMEN GEREJA SEBAGAI ACUAN DALAM
MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI DI SMP
MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA. Judul ini dipilih berdasarkan
keingintahuan penulis akan sejauh mana pendidikan karakter dengan iklim
kristiani dilaksanakan di sekolah berdasarkan nilai-nilai Kekatolikan yang
terdapat dalam Dokumen Gereja. Hal ini sangat perlu diketahui agar para
penyelenggara pendidikan memiliki pijakan untuk mengembangkan pendidikan
karakter kristiani di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana penerapan pendidikan
karakter bercorak kristiani berdasarkan nilai-nilai Kekatolikan dalam Dokumen
Gereja. Menanggapi hal tersebut, penulis menggunakan studi pustaka guna
membantu para guru memperdalam makna pendidikan kristiani dan nilai-nilai
Kekatolikan dalam Gereja. Di samping itu, penulis juga melakukan penelitian
berupa wawancara terhadap para guru guna memperoleh gambaran sejauh mana
pemahaman guru mengenai pendidikan kristiani, serta bagaimana nilai-nilai
Kekatolikan diimplementasikan dalam pendidikan karakter kristiani. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa para guru ternyata telah melaksanakan
pendidikan karakter yang bercorak kristiani meskipun masih kurangnya
pengetahuan mengenai pendidikan kristiani. Namun dari hasil penelitian tersebut,
penulis juga menemukan bahwa kesadaran guru untuk terlibat dalam pelaksanaan
pendidikan karakter masih belum begitu terlihat.
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian tersebut, penulis mengusulkan
kegiatan lokakarya dengan tema membangun sikap tanggung jawab sebagai
konsekuensi dalam mendampingi anak memperkembangkan karakter kristiani.
Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi proses saling belajar dan saling
memberdayakan satu sama lain (empowerment). Guru diharapkan dapat
membangun suatu konsekuensi sikap untuk secara bersama-sama terlibat aktif
dalam proses pendidikan karakter di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis is entitled Exploring Catholic’s Values of
Ecclesiastical Resources for Developing Christian Character Education at SMP
Maria Immaculata Yogyakarta. This title was chosen based on the curiosity of
the author will be the extent to which climate with Christian character education
implemented in school based on the values contained in the Ecclesiastical
Resources. It is very important to note that the education providers have the
footing to develop Christian character education in Christian character education
in SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
The question of the staple in this undergaduate thesis is how the
implementation of the Christian era that character education based on the values
of the Ecclesiastical Resources. In addition, the authors also conducted research
in the form of the interview against the teachers in order to obtain an overview of
the extent to which teachers understanding of Christian education, as well as
about how Catholicism values implemented in character education Christian.
Research results revealed that the teachers turned out to have executed the style
of Christian character education despite still lack knowledge of the Christian
education. But based on the results of the research, the authors also found that
awareness of teachers to be involved in the implementation of character
education are still not so it appears.
As a follow-up to the results of the study, the authors propose workshop
with the theme of building an attitude of responsibility as a consequence in
assisting children to develop Christian character. This activity is expected to
occur through the process of mutual learning and empower one another
(empowerment). Teachers are expected to build a consequence attitude to jointly
engage actively in the process of character education in schools.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul MENGGALI NILAI-NILAI KEKATOLIKAN DALAM
DOKUMEN GEREJA SEBAGAI ACUAN DALAM MENGEMBANGKAN
PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI DI SMP MARIA IMMACULATA
YOGYAKARTA
Skripsi ini ditulis sebagai bentuk perhatian penulis terhadap perkembangan
pendidikan karakter di sekolah. Penulis melihat bahwa kondisi kehidupan
masyarakat saat ini sedang dipenuhi konflik sosial, agama, suku, dan budaya,
sehingga pendidikan karakter sungguh diperlukan bagi perkembangan anak. Hal
ini mendorong sekolah-sekolah khususnya sekolah Katolik dalam
mengembangkan pendidikan karakter kristiani. Oleh karena itu, penulisan skripsi
ini dimaksudkan sebagai sumbangan pemikiran bagi SMP Maria Immaculata
untuk lebih memahami konsep pendidikan kristiani serta nilai-nilai Kekatolikan
yang ada dalam Dokumen Gereja supaya dapat mengembangkan pendidikan
karakter kristiani di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
Penulis menyadari dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1. Dr. B.Agus Rukiyanto S. J, selaku Ketua Program Studi PAK, yang telah
memberikan izin bagi penulis untuk mengerjakan tugas akhir ini mulai dari
awal penyusunan hingga selesai.
2. Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama sekaligus
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian, memberikan
semangat, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh
kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis
dapat semakin termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal
hingga akhir penulisan skripsi ini.
3. YH. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum selaku dosen penguji II yang penuh
kesabaran dan perhatian memberikan dukungan dan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini
4. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji III yang telah bersedia
meluangkan waktu dan bersedia menjadi dosen penguji pada
pertanggungjawaban skripsi ini.
5. Segenap dosen dan staf karyawan Prodi PAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam studi maupun penulisan skripsi ini.
6. F. Dodi Darmawan, S.Kom., Wakil Kepala Sekolah SMP Maria Immaculata
Yogyakarta Yogyakarta yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian
terhadap para katekis di paroki ini.
7. Marini Br Sitepu, S.Pd., selaku guru agama SMP Maria Immaculata yang telah
membantu penulis mendapatkan informasi dan data sekolah guna penulisan
skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………....... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………. iv
MOTTO…………………………………………………………………….. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS…………………………………...
vii
ABSTRAK………………………………………………………………….. viii
ABSTRACT…………………………………………………………………. ix
KATA PENGANTAR……………………………………………………… x
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………… xix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang ………………………….....……………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………….………………………. 6
C. Tujuan Penulisan………………….……………………………... 6
D. Manfaat Penulisan………………….……………………………. 7
E. Metode Penulisan……………...…..…………………………….. 7
F. Sistematika Penulisan………………………….………………… 8
BAB II NILAI-NILAI KEKATOLIKAN DALAM DOKUMEN
GEREJA DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN KARAKTER.... 10
A. Nilai-nilai Kristiani Menurut Dokumen Gereja……..………… 10
1. Nilai-nilai Kekatolikan dalam Deklarasi Gravissimum
Educationis…….....………….……………………………… 10
2. Nilai-nilai Kekatolikan Menurut Dokumen Sekolah Katolik.. 12
3. Dimensi Religius Pendidikan Di Sekolah Katolik: Pedoman
Untuk Refleksi dan Pembaruan...…....…..……...…………. 16
B. Pendidikan Nilai……………………………...………………… 17
C. Kajian Hubungan Nilai dan Karakter…………………………... 18
D. Nilai-nilai yang Termuat dalam Pendidikan Karakter…………. 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1. Religius……………………………………………………… 20
2. Jujur……………………………………………………...….. 20
3. Toleransi……………………………………………...……... 21
4. Disiplin…………………………………………...…….……. 21
5.Kerja Keras…………………………………………....……… 21
6. Kreatif……………………………………………....……….. 21
7. Mandiri…………………………………………….……….... 21
8. Demokratis…………………………………………………... 21
9. Rasa Ingin Tahu……………………………………………... 21
10. Semangat Kebangsaan……………………………………… 21
11. Cinta Tanah Air…………………………………………….. 22
12. Menghargai Prestasi………………………………………... 22
13. Bersahabat/komunikasi…………………………………...... 22
14. Cinta Damai………………………………………………… 22
15. Gemar Membaca………………...…………………………. 22
16. Peduli Sosial…………………………...…………………… 22
17. Peduli Lingkungan…………………………...…………….. 22
18. Tanggung Jawab……………………………………………. 23
E. Pendidikan Karakter………………………………...………….. 23
1. Pengertian Karakter………………………………………….. 23
2. Pengertian Pendidikan Karakter……………………………... 23
3. Tujuan Pendidikan Karakter…………………………………. 25
4. Fungsi Pendidikan Karakter…………………………………. 25
5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendidikan Karakter……. 26
a. Orangtua………………………………………………….. 26
b. Teman atau kelompok………………………………….... 26
c. Masyarakat dan lingkungan…………………………….... 27
d. Media…………………………………………………...... 27
e. Sekolah………………………………………………….... 27
f. Agama…………………………………………………...... 27
F. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah……………....… 28
1. Sekolah sebagai tempat pengembangan Pendidikan Karkater. 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2. Pendidikan karakter terintegrasi dalam Kurikulum………..... 29
3. Model penyampaian pendidikan karakter…………………… 29
4. Pendidikan Karakter di sekolah yang holistik………………. 30
5. Melatih nilai karakter secara holistic di sekolah…………….. 31
6. Pendidikan karakter kristiani...………………………………. 32
a. Pengajaran…………………………………...................... 33
b. Keteladanan………………………………........................ 34
c. Pengalaman praksis/kesaksian……………………............. 34
d. Refleksi………………………………............................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................. 36
A. Jenis Penelitian……………......………………...……………… 36
B. Tujuan Penelitain…………………………..……...……………. 37
C. Waktu dan Tempat Penelitian………………………...………... 38
D. Responden Penelitian…………………………………...……… 38
E. Pertanyaan Penelitian……………………………………..……. 39
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data……………………... 40
G. Teknik Keabsahan Data……………………………………..…. 43
H. Teknik Analisis Data…………………………………………... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 46
A Hasil Penelitian…………………………………………............ 46
1. Profil Sekolah………………………………………........... 46
2. Profil Responden……………………………..................... 52
3. Hasil Wawancara………………………………………...... 53
B. Pembahasan…………………..............……………………….. 75
C. Kesimpulan Penelitian……..………………….....……………. 89
D. Usulan Program…………...…………………………………… 91
1. Latar Belakang……………....…...…………………………. 91
2. Tujuan Program…………………...………………………… 92
3. Usulan Kegiatan Lokakarya……………………..………….. 92
a. Tema Umum…………....………………………………… 92
b. Tujuan Lokakarya…………...……………………………. 93
c. Peserta…………………………………………………….. 93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
d. Tempat dan Waktu…………………………...…………... 93
e. Bentuk dan Metode……………………………………….. 93
f. Sarana……………………………………………………... 93
g. Matriks Kegiatan Lokakarya ………..…………………… 94
h. Detail Kegiatan…………………………………………… 98
BAB V PENUTUP....................................................................................... 115
A. Simpulan………………....…………………………………….. 115
B. Saran……………………....……………………………………. 118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian (1)
Lampiran 2 : Sejarah dan Visi Misi SMP Maria Immaculata (2)
Lampiran 3 : Program Kurikulum dan Pengembangan (5)
Lampiran 4 : Transkrip Hasil Wawancara (17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kitab Suci
Kis : Kisah Para Rasul
Mat : Matius
Yoh : Yohanes
Ef : Efesus
Singkatan Dokumen Resmi Gereja
GE : Gravissimum Educationis
Singkatan Lain
UU : Undang-undang
SMP : Sekolah Menengah Pertama
OSF : Kongregasi Suster-suster Santo Fransiskus
MULO : Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
FIC : Fratrum Immaculatae Conceptionis
MGMP : Musyawarah Guru Mata Pelajaran
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
OSIS : Oragnisasi Siswa Intra Sekolah
TaTib : tata tertib
LCD : liquid crystal display
Bdk : bandingkan
Lih : lihat
hal : halaman
Mat : Matius
Ef : Efesus
Yoh : Yohanes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang memiliki dampak
yang cukup besar bagi kehidupan manusia dan perkembangan masyarakat. Hal ini
semakin diperkuat dengan dikukuhkannya hak atas pendidikan di dalam Deklarasi
PBB tentang Hak-hak Asasi Manusia pada 10 Desember 1948 sebagai salah satu
hak asasi manusia. Namun, pada kenyataannya, masih sangat banyak anak yang
masih belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Di sini, Gereja juga ikut
mengambil peran untuk ikut mengembangkan dan memperluas pendidikan,
sebagai salah satu wujud upaya Gereja memajukan kesejahteraan hidup manusia
secara menyeluruh.
Dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristen dikatakan :
“Dalam menunaikan tugasnya dibidang pendidikan, Gereja memang
memperhatikan segala upaya yang mendukung, tetapi terutama
mengusahakan upaya-upaya yang khas baginya. Di antaranya, yang utama
ialah pendidikan kateketis, yang menyinari dan meneguhkan iman,
menyediakan santapan bagi hidup menurut semangat Kristus, mengantar
pada partisipasi yang sadar dan aktif dalam misteri liturgi, dan
menggairahkan kegiatan merasul” (GE 4)
Pendidikan Kristen merupakan salah satu wujud dari pengembangan misi
pewartaan dan kerasulan Gereja. Maka, pendidikan tidak hanya terpusat pada
mata pelajaran yang diberikan, tetapi juga nilai-nilai apa saja yang perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ditanamkan di dalamnya. Siswa diajak untuk peka terhadap nilai-nilai yang ada
guna mempersiapkan diri untuk hidup bermasyarakat. Pendidikan Kristen dijiwai
oleh semangat Kristus sendiri di dalamnya. Maka pendidikan mengusahakan
perwujudan Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Gereja memandang
perlunya siswa untuk memiliki kepekaan dan keprihatinan akan apa yang tengah
dihadapi oleh masyarakat. Nantinya siswa diharapkan dapat membangun rasa
empati dalam dirinya.
Pendidikan tentu saja tidak dapat dipisahkan dari situasi pluralisme
kultural yang ada di tengah masyarakat. Kemajemukan masyarakat memperkaya
kebudayaan yang ada, tetapi juga tak jarang menimbulkan konflik. Maka di sini
dibutuhkan pembentukan watak supaya anak tidak mudah tersulut berbagai hal
yang kiranya dapat memicu konflik. Gereja melihat perlunya pendidikan iman
dalam menghadapi kondisi tersebut. Anak yang dibekali dengan iman dan nilai-
nilai agama yang baik akan menggemakan nilai-nilai yang baik pula di tengah
masyarakat. Hal ini juga mendorong Gereja untuk membangun suatu komunitas
yang sungguh memancarkan hidup Kristiani dan berjiwa rasul. Semangat ini pula
yang mendorong adanya pendidikan yang sungguh didasari oleh nilai-nilai
Kristiani dan Kristus yang menjadi pokoknya.
Dalam perumpamaan tentang pokok anggur, dapat diambil suatu makna
yakni bagaimana pokok anggur yang baik dapat mengasilkan buah yang
melimpah ruah (bdk. Yoh 15:1-8). Kesatuan dengan Kristus sebagai pusat dari
seluruh hidup manusia membawa dampak bagi ranting-ranting pohon yang
nantinya menjadi tempat buah-buah tersebut akan tumbuh. Di sini pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
karakter mendapatkan tempat yang cukup penting di dalam penanaman nilai-nilai
Kristiani dalam diri siswa. Pendidikan karakter juga perlu mewujudkan hal
tersebut melalui lingkungan yang sungguh menghidupi nilai Kekatolikan dalam
kehidupan dan proses pembelajaran, dan nantinya akan menghasilkan buah berupa
karakter dan juga perilaku yang berbudi luhur di dalam hidup bermasyarakat.
Karakter merupakan nilai dan sikap yang dimiliki oleh seseorang yang
memengaruhi cara bertindak dan berpikir. Karakter juga sering dinilai sebagai
watak yang sudah tertanam dalam diri seseorang yang diturunkan dari keluarga.
Karakter yang ada dalam diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti lingkungan keluarga, kelompok teman, masyarakat, dan juga media yang
ada. Seseorang yang hidup dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik
dapat membentuk karakter yang baik dalam dirinya, begitu juga sebaliknya. Maka
karakter dipandang sebagai suatu watak bawaan yang masih dapat berubah dan
berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu
bentuk pendidikan karakter.
Pendidikan sendiri bertujuan untuk mengubah sesuatu yang tidak baik
menjadi baik, dan mengembangkan hal-hal positif yang sudah ada pada dirinya.
Maka di sini pendidikan mengajak untuk mengalami dan memperoleh suatu
pengalaman yang membawa perubahan yang nantinya membuahkan sikap-sikap
tertentu. Melihat hal ini, maka pendidikan dan pembentukan karakter merupakan
suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan karakter membawa seseorang
pada perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga dapat membentuk karakter yang
kuat dalam diri seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Pendidikan karakter pertama kali diberikan oleh keluarga. Maka keluarga
perlu secara sadar memperhatikan nilai-nilai apa saja yang dapat membantu anak
agar memiliki karakter yang kuat dan positif. Keluarga juga menjadi pendamping
langsung seseorang dalam penanaman nilai-nilai moral yang berlaku di dalam
masyarakat. Masyarakat merupakan bagian yang juga penting di dalam
pendidikan karakter seseorang. Iklim masyarakat yang diisi dengan nilai-nilai
toleransi dan kepedulian akan membantu seseorang untuk menjadi peribadi yang
demikian. Dari pengalaman hidup bermasyarakat itulah seseorang diajak untuk
melihat nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat, yang nantinya akan
menimbulkan buah pemikiran berupa perasaan dan tindakan yang mencerminkan
nilai-nilai yang ia peroleh.
Pada usia anak dan remaja, seseorang juga akan mengalami pembentukan
karakter yang dipengaruhi oleh kelompok pertemanan. Di sini anak lebih suka
berada di luar rumah dan bergabung dengan kawan sebayanya. Dalam mendidik
dan mendampingi anak yang tengah mencari jati diri, tentunya keluarga
membutuhkan peran sekolah sebagai suatu tempat anak memperkembangkan
karakternya. Pendidikan karakter di sekolah dapat diwujudkan melalui program
kurikulum pengembangan dan visi-misi sekolah yang sungguh didasarkan oleh
nilai tertentu. Selain itu pembentukan iklim dan suasana sekolah yang sesuai
dengan kurikulum dan visi yang telah dirumuskan oleh sekolah. Tentu saja hal ini
sungguh dipengaruhi oleh peran pendidik yang secara langsung mengalami
perjumpaan dengan siswa. Komunikasi interpersonal yang dibangun antara
pendidik dan siswa membantu penanaman nilai dalam diri siswa menjadi tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
sasaran. Pendidik yang berkompeten juga membantu siswa menanamkan nilai
bukan hanya dari komunikasi interpersonal saja, tetapi juga di dalam mata
pelajaran yang ada, serta keteladanan yang diberikan oleh pendidik.
Pengembangan pendidikan karakter ini juga mendapat perhatian khusus
dari Keuskupan Agung Semarang dalam Surat Gembala Hari Pendidikan Nasional
2018 yang berbicara tentang “Pendidikan Persaudaraan Pengembangan Karakter
Kristiani”. Ini merupakan seruan sekaligus ajakan bagi umat Katolik untuk
mengusahakan suatu bentuk pendidikan Katolik yang dapat membantu siswa
sekaligus sekolah di dalam pengembangan karakter kristiani. Tentu saja hal ini
juga erat kaitannya dengan para penyelenggara proses tersebut yakni sekolah,
orangtua, dan masyarakat sekitar. Gereja sungguh meyakini bahwa nilai-nilai
Kristiani yang selalu dihidupi seperti kasih persaudaraan, toleransi, dan bela rasa
berperan penting di dalam pembentukan karakter siswa. Pendidikan yang
diselenggarakan dalam suasana kasih inilah yang nantinya perlu terus
diperbaharui sebagai bentuk pengembangan karakter di sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mendeskripsikan nilai-nilai
Kristiani yang terdapat dalam Dokumen Gereja sebagai suatu acuan dalam
pelaksanaan Pendidikan Karakter Kristiani, serta memaparkan praksis
pelaksanaan pendidikan karakter di SMP Maria Immaculata Yogyakarta. Hal ini
diharapkan dapat menghasilkan suatu program yang dapat membantu sekolah
didalam upaya Pendidikan Karakter Kristiani khususnya di SMP Maria
Immaculata Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi
beberapa masalah, diantaranya adalah:
1. Dokumen Gereja apa saja yang memuat konsep Pendidikan Kristiani?
2. Apa saja nilai-nilai Kekatolikan yang ada di dalam Dokumen Gereja yang
relevan dalam pendidikan Karaker?
3. Bagaimana proses pelaksanaan Pendidikan Karakter secara umum di SMP
Maria Immaculata?
4. Bagaimana implementasi nilai-nilai Kekatolikan di dalam Pendidikan
Karakter Kristiani tersebut diterapkan di SMP Maria Immaculata?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada fokus penelitian di atas, tujuan dilakukan penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Menelaah Dokumen-dokumen Gereja yang memuat konsep Pendidikan
Kristiani.
2. Menggali nilai-nilai Kekatolikan yang terdapat di dalam Dokumen Gereja.
3. Menggambarkan proses pelaksanaan Pendidikan Karakter secara umum di
SMP Maria Immaculata.
4. Menguraikan implementasi nilai-nilai Kekatolikan melalui Pendidikan
Karakter Kristiani di SMP Maria Immaculata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Memberi kontribusi secara ilmiah mengenai gagasan dan implementasi
nilai-nilai yang terdapat dalam dokumen Gereja melalui pengembangan
Pendidikan Karakter Kristiani.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bisa menghasilkan beberapa pedoman bagi para pendidik
untuk mengembangkan pengembangan pendidikan karakter supaya dijiwai oleh
nilai-nilai Kekatolikan seperti yang ada dalam dokumen Gereja.
E. Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode deskripsi interpretatif untuk mengemukakan
pandangan para ahli, kemudian menjelaskan dan memaknainya. Permasalahan
pertama didalami dengan studi pustaka. Sedangkan permasalahan kedua didalami
dengan penelitian kualitatif. Untuk mengetahui implementasi temuan nilai-nilai
Kekatolikan dalam dokumen Gereja sebagai acuan pengembangan Pendidikan
Karakter Kristiani, penulis melakukan pengamatan dan melakukan wawancara
pada tenaga pendidik di sekolah. Data-data yang dihasilkan akan dianalisis guna
mengetahui pelaksanaan Pendidikan Karakter Kristiani di SMP Maria Immaculata
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
F. Sistematika Penulisan
Judul Skripsi ini adalah “MENGGALI NILAI-NILAI KEKATOLIKAN
DALAM DOKUMEN GEREJA SEBAGAI ACUAN DALAM
MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI DI SMP
MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA”. Dengan judul tersebut penulis
hendak menggali nilai-nilai Kekatolikan di dalam dokumen Gereja sebagai acuan
guna memperkembangkan suatu model Pendidikan Karakter Kristiani di sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang
isinya sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II merupakan Kajian Pustaka yang berisi tentang konsep pendidikan
pendidikan Kristiani dan nilai-nilai Kekatolikan yang terkandung dalam
Dokumen-dokumen Gereja, pengertian pendidikan karakter secara umum, dan
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah.
Bab III merupakan Metodologi Penelitian yang berisi gambaran tentang
metode penelitian yang akan dilakukan mencakup: latar belakang penelitian, jenis
penelitian, teknik pengumpulan data, tempat dan waktu penelitian, dan responden
penelitian.
Bab IV merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisi tentang
hasil penelitian berupa hasil wawancara yang telah dilakukan tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
implementasi nilai-nilai Kekatolikan dalam Pendidikan Karakter Kristiani di SMP
Maria Immaculata Yogyakarta.
Bab V merupakan Penutup yang berisi simpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
NILAI-NILAI KEKATOLIKAN DALAM DOKUMEN GEREJA DALAM
PRAKSIS PENDIDIKAN KARAKTER
A. Nilai-nilai Kristiani Menurut Dokumen Gereja
1. Nilai-nilai Kekatolikan dalam Deklarasi Gravissimum Educationis
Dalam Deklarasi Gravissimum Educationis, Gereja memberikan perhatian
yang sangat besar kepada pendidikan. Pendidikan juga merupakan bagian tak
terpisahkan dari tugas Gereja untuk mewartakan penyelamatan Allah Bapa kepada
semua manusia dan memulihkannya di dalam Kristus, seperti yang
diperintahkannya kepada para murid-Nya (bdk. Mat 28:19-20). Perhatian Gereja
tersebut ditunjukkan dalam Deklarasi Pendidikan Kristen yang merupakan salah
satu hasil Konsili Vatikan II.
Pendidikan yang benar mengikhtiarkan pembinaan pribadi manusia untuk
tujuan akhirnya dan serentak untuk kepentingan masyarakat. Manusia adalah
anggota masyarakat dan setelah dewasa berperan serta dalam tugas-tugas
masyarakat (GE 1). Dalam hal ini Gereja hendak mengatakan bahwa pendidikan
hendaknya mampu mendorong siswa untuk menghayati nilai-nilai moral dengan
hati nurani yang tepat agar mampu menyesuaikan diri dengan peran sosialnya.
Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan itu sendiri mampu membawa siswa
menjadi pribadi yang utuh. Tidak hanya kematangan pribadi secara utuh saja,
tetapi juga semakin mampu mendalami misteri penyelamatan Kristus dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
menyadari anugerah iman yang telah diperoleh. Dengan demikian mereka maju
menjadi manusia sempurna menuju kepenuhan usia Kristus (bdk. Ef 4:13).
Dalam tugasnya menunaikan pendidikan, Gereja mengupayakan suatu
proses pembelajaran yang membantu anak supaya mencapai keutuhan pribadi dan
rohani melalui sekolah.
Sekolah membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun,
mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar kepada
warisan budaya yang diperoleh angkatan-angkatan terdahulu,
mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, mempersiapkan kehidupan
profesi, memupuk antara murid-murid dengan bakat dan dari lapisan yang
berbeda-beda, pergaulan yang akrab, yang melahirkan kesediaan yang
saling memahami. Selanjutnya sekolah menjadi semacam pusat, dengan
berbagai kegiatan dan perkembangan yang harus didukung bersama oleh
keluarga-keluarga, para guru, serba ragam serikat yang menunjukkan
kehidupan kebudayaan, kewargaan dan keagamaan, dan oleh Negara serta
seluruh masyarakat manusia (GE 5).
Kehadiran Gereja di bidang pendidikan nampak terutama melalui sekolah-
sekolah Katolik. Untuk itu sekolah Katolik perlu (GE 7-8):
a. Menciptakan lingkungan paguyuban sekolah yang dijiwai semangat
kebebasan dan cinta kasih Injili.
b. Mengembangkan pribadi siswa untuk bertumbuh menurut ciptaan baru
berdasarkan permandian.
c. Mengajak siswa untuk perlahan-lahan mendalami pengetahuan yang
dimilikinya dalam terang iman.
d. Membangun suatu jalinan cinta kasih dengan murid, dan diresapi semangat
kerasulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
e. Mendorong kegiatan pribadi para murid dengan terus memberikan nasihat,
membangun sikap bersahabat, dan program-program khusus
pengembangan pribadi.
f. Memberikan pengabdian kepada masyarakat.
2. Nilai-nilai Kekatolikan Menurut Dokumen Sekolah Katolik
Dalam dokumen Sekolah Katolik, Gereja melihat dunia pendidikan selalu
berhadapan dengan suatu kondisi pluralisme budaya. Fenomena multikulturalisme
dan masyarakat yang semakin multi-etnis dan multi-agama pada saat yang sama
membawa pengaruh yang cukup besar pada pendidikan. Melihat keadaan tersebut,
Gereja meyakini perlu adanya suatu perkembangan pendidikan Kristiani. Hal ini
mengakibatkan cakupan pendidikan tidak lagi hanya terpusat pada hal-hal yang
bersifat akademik, tetapi juga telah merambah aspek kehidupan sosial masyarakat
siswa. Melihat keadaan ini, sekolah-sekolah khususnya Sekolah Katolik perlu
menilik kembali perihal proses dan juga tujuan pendidikan yang telah terlaksana.
Oleh karena itu, Kongregasi untuk Pendidikan Katolik, pada perayaan
ulang tahun ke dua puluh dari Dokumen tentang Sekolah Katolik, mengusulkan
untuk memusatkan perhatian pada sifat dan karakteristik khas dari sekolah yang
akan menampilkan dirinya sebagai Katolik, antara lain:
a. Dijiwai oleh semangat mengajar Kristus sendiri. Hal ini ditunjukkan
melalui identitas gerejawi dan budayanya; misi pendidikannya sebagai
karya cinta; layanannya kepada masyarakat; sifat-sifat yang harus menjadi
ciri komunitas pendidik (art.4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
b. Didasari oleh misi penginjilan. Selain itu, sekolah Katolik terus berbagi
tanggung jawab untuk pengembangan aspek sosial dan budaya dari
berbagai komunitas dan masyarakat di mana ia berasal, berpartisipasi
dalam kegembiraan dan harapan mereka, penderitaan dan kesulitan
mereka, upaya mereka untuk mencapai yang asli kemajuan manusia dan
anggota komunitas (art.7).
c. Sekolah Katolik merupakan tempat di mana pembentukan individu secara
menyeluruh terjadi, melalui pertemuan hidup dan warisan budaya. Maka,
sekolah perlu mengupas pengalaman-pengalaman dan kebenaran yang
dimiliki anak (art.26-27).
d. Yesus Kristus menjadi pusat dari seluruh proses pendidikan. Hal ini
nampak melalui munculnya prinsip-prinsip Injil sebagai norma pendidikan
(art.34).
e. Membentuk keutamaan-keutamaan khusus yang memungkinkan
penghayatan hidup baru dalam Kristus dan membantu memainkan peranan
dengan setia dalam membangun Kerajaan Allah (art.36).
f. Menolong murid memahami, menghargai, dan menyatukan nilai-nilai yang
diperoleh guna membantu pembentukan sikap hidup yang baru (art.42).
g. Menciptakan suasana komunitas sekolah yang dijiwai oleh semangat
kebebasan dan cinta Kasih Injili (art.55).
h. Peka akan kondisi masyarakat yang tengah dihadapi, dan ikut serta dalam
upaya perwujudan keadilan dalam masyarakat (art.58).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Sejalan dengan Dokumen Sekolah Katolik, dalam dokumen The Holy
See’s Teaching on Catholic Schools, Gereja menyadari bahwa Sekolah Katolik
mengemban tugas penting dalam mewujudkan misi Gereja untuk
memperkenalkan Kristus kepada dunia dan untuk menyampaikan Terang Kristus
kepada semua orang, juga perlu untuk menjadi semakin menyadari dan
memahami identitasnya. Oleh karena itu, Tahta Suci menjabarkan beberapa ciri-
ciri khas sekolah Katolik, antara lain:
a. Diinspirasikan oleh visi adikodrati
Gereja menganggap bahwa pendidikan adalah suatu proses yang
membentuk pribadi seorang anak secara keseluruhan dan mengarahkan pada
pembentukan pribadi yang dijiwai oleh semangat Kristus sendiri. Visi Kristiani ini
harus dimiliki oleh seluruh komunitas sekolah, agar nilai-nilai Injil dapat
diterapkan sebagai norma-norma pendidikan di sekolah.
Pendidikan di sekolah-sekolah Katolik perlu mengajak siswa untuk
memilih dengan kesadaran dan kehendak yang bebas, untuk hidup sesuai dengan
tuntunan ajaran imannya. Dalam suasana yang membangun iman ini, anak-anak
dapat dibantu untuk menemukan panggilan hidupnya.
b. Didirikan atas dasar antropologi Kristiani
Pendidikan dan segala prosesnya tentu saja perlu mencakup aspek lahiriah
maupun rohaniah. Di sini pendidikan karakter mendapat tempat yang cukup
penting di dalam proses pengembangan kepribadian siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
c. Dihidupi oleh kesatuan persekutuan dan komunitas
Penekanan akan aspek komunitas di sekolah Katolik mengambil dasar dari
kodrat sosial dan pribadi manusia dan kenyataan Gereja sebagai rumah dan
sekolah bagi persatuan. Bahwa sekolah Katolik adalah komunitas pendidikan
adalah salah satu dari perkembangan-perkembangan yang memperkaya bagi
sekolah di masa sekarang ini. Maka di sini, Sekolah Katolik sebagai suatu
komunitas iman untuk mewujudkan nilai-nilai Kristiani. Selain itu Sekolah
Katolik harus dibangun dengan atmosfir kekeluargaan.
Tentu saja adanya sekolah tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran
orangtua sebagai tempat pertama proses pendidikan tersebut berlangsung. Sekolah
Katolik harus melibatkan para orangtua dalam proses pendidikan. Kerjasama ini
tidak saja untuk urusan masalah akademis anak-anak, dan turut memantau
perkembangan mereka, namun juga untuk merencanakan dan mengevaluasi ke-
efektifan misi sekolah tersebut. Kerjasama tersebut dilakukan melalui dialog.
d. Diresapi oleh pandangan Katolik di seluruh kurikulumnya
Pendidikan iman Katolik harus menjiwai keseluruhan kurikulum dan
bukan hanya dibahas pada saat pelajaran agama atau kegiatan pastoral di sekolah.
Gereja menganjurkan pendidikan yang menyeluruh, yang menanggapi semua
kebutuhan pribadi manusia. Untuk itulah Gereja mendirikan sekolah-sekolah
Katolik, sebab di sanalah tempat istimewa untuk membentuk keseluruhan
manusia, baik itu dimensi intelektualnya, psikologis, moral maupun religius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
e. Didukung oleh kesaksian Injil
Dalam hal ini tentu saja memandang keteladanan sebagai suatu pokok
penting di dalam pembentukan karakter. Keteladanan akan iman yang
dipancarkan oleh para guru membantu siswa untuk semakin memperdalam iman
akan Kristus. Tentu saja semua harus dijalankan dengan sukacita yang terpancar
di dalam segala sikap dan perilaku.
3. Dimensi Religius Pendidikan Di Sekolah Katolik: Pedoman Untuk
Refleksi dan Pembaruan
Sekolah Katolik mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan kaum
muda secara alamiah sama seperti sekolah lain. Karena itu, Konsili menyatakan
bahwa yang membedakan sekolah Katolik dari sekolah lain adalah dimensi
religiusnya yang nampak dalam (a) suasana pendidikan, (b) perkembangan pribadi
masing-masing siswa, (c) hubungan yang terjalin antara kebudayaan dan Injil,
dan, (d) penerangan segala pengetahuan oleh cahaya iman. Konkretnya, hal ini
diwujudkan melalui:
a. Menentukan identitas sekolah: khususnya nilai-nilai Injili yang menjadi
inspirasi harus disebut secara eksplisit;
b. Memberikan uraian yang tepat mengenai sasaran pedagogis, edukatif, dan
kultural sekolah di mana pengajaran agama dipadukan dengan keseluruhan
pendidikan para siswa;
c. Menyajikan isi pelajaran, bersama dengan nilai-nilai yang akan
disampaikan lewat pelajaran;
d. Gereja, masyarakat, keluarga, dan sekolah menjadi suatu komunitas yang
bersama-sama membangun kepekaan terhadap kondisi sesama sehingga
dapat menghidupi afeksi, ketaatan, rasa terima kasih, kelemahlembutan,
kebaikan hati, siap menolong; melayani, dan teladan baik;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
e. Melibatkan partisipasi aktif dari siswa baik dalam proses belajar mengajar
maupun kehidupan sehari-hari di sekolah, sehingga siswa dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab, berani, menghargai, loyal, cinta pada
sesama, jujur, dan toleran;
f. Adanya relasi dan interaksi antara guru dan siswa yang memungkinkan
adanya pendampingan secara personal, sehingga siswa merasa dicintai dan
merasakan suasana kekeluargaan;
g. Adanya hubungan vertikal yang diwujudkan melalui hidup doa serta
berbagai peribadatan yang dilaksanakan di sekolah.
B. Pendidikan Nilai
Menurut Dr. Yvon Ambroise, SJ dalam Kaswardi (1993:20), mengartikan
nilai sebagai suatu realitas abstrak. Nilai yang dirasakan dalam diri masing-
masing individu merupakan daya pendorong atau prinsip yang menjadi pedoman
dalam hidup. Sementara Dr. M. Sastrapratedja, SJ dalam Kaswardi (1993:3)
mengemukakan pendidikan nilai ialah penanaman dan pengembangan nilai-nilai
dalam diri seseorang. Pendidikan tidak hanya mau mengembangkan ilmu,
keterampilan, teknologi, tetapi juga kepribadian dan moral.
Dalam bukunya, Tillman (2004:xiii) melihat bahwa saat ini dunia tengah
menghadapi peningkatan berbagai permasalahan sosial, serta kurangnya sikap
menghargai baik sesama maupun lingkungan sekitarnya. Peran keluarga memang
sungguh penting khususnya mendampingi siswa dalam menghadapi persoalan
sosial yang ada melalui penanaman nilai-nilai. Namun hal itu dirasa belum cukup,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
sehingga perlu dukungan dari pihak lain yakni masyarakat sekitar dan juga
sekolah.
Di sini, sekolah mengambil peran untuk memotivasi dan mengajak siswa
untuk memikirkan diri sendiri, sesama, dan nilai-nilai yang mereka jumpai. Siswa
diajak untuk mengekspresikan diri mereka, sehingga dapat berdinamika melalui
berbagai kegiatan dengan harapan akan memperkaya pengalaman mereka.
Pengalaman yang ada di dalam diri siswa tersebut kemudian digali melalui dialog
maupun refleksi, sehingga menjadi nilai-nilai baru yang akan dibawa dalam hidup
bermasyarakat.
Nilai-nilai yang diambil oleh seseorang haruslah dipilih secara bebas. Nilai
yang dipilih secara bebas akan diinternalisasi, dipelihara dan menjadi pegangan
hidup seseorang. Di samping itu, nilai juga harus dipilih dari berbagai alternatif
yang ada dan sudah dipertimbangkan sebab-akibatnya (Kaswardi, 1993:4-6).
Seseorang cenderung bertindak sesuai dengan nilai yang dianut olehnya,
sehingga memberikan arah hidup bagi orang tersebut. Dengan kata lain, nilai yang
ia miliki merupakan kaidah hidup yang selalu meresapi dan mempengaruhi
kehidupan seseorang. Oleh karena itu, nilai yang ada dalam diri seseorang
haruslah dipelihara dan membantu dirinya memperkembangkan karakter diri
mereka (Kaswardi, 1993:6-8).
C. Kajian Hubungan Nilai dan Karakter
Lickona (2014:71-72) melihat bahwa setiap individu sudah memiliki nilai
yang ditanamkan dari lingkup keluarga masing-masing. Nilai-nilai yang sudah ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dalam diri individu tersebut tidak bisa serta merta langsung digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Lickona melihat bahwa dalam menghadapi situasi tertentu,
seseorang perlu mengkaji ulang nilai-nilai yang ia miliki sebelum menerapkan
dalam berbagai situasi. Kajian nilai-nilai tersebut akan membentuk perilaku
seseorang, serta membantu memilah sikap mana yang baik serta yang harus
ditinggalkan.
Lickona (2014:72) juga mengatakan bahwa karakter merupakan suatu
pemrosesan nilai-nilai yang sudah ada. Aristoteles mendefinisikan karakter
sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, khususnya dalam hal interaksi
dengan orang lain. Karakter sendiri terdiri atas nilai-nilai yang berfungsi dalam
praktek, sehingga seseorang dapat membuat nilai menjadi budi pekerti, serta hati
nurani yang dapat digunakan untuk menghadapi persoalan moral dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, karakter terbentuk dari tiga macam aspek, antara
lain, pengetahuan akan nilai yang dimiliki, proses penyadaran kembali akan sikap
yang dimiliki, serta pembentukan perilaku baru sesuai dengan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat.
D. Nilai-nilai yang Termuat dalam Pendidikan Karakter
Lickona (2014:55-56) melihat terdapat dua macam nilai, yakni nilai moral
dan nilai non-moral. Nilai moral memuat hal-hal yang harus kita lakukan sebagai
suatu kewajiban. Dengan kata lain, kita harus mengikuti nilai-nilai tersebut
meskipun tidak ingin melakukannya. Yang termasuk nilai moral misalnya
kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan masih banyak lagi. Sedangkan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dimaksud dengan nilai non-moral adalah hal-hal yang ingin kita lakukan sesuai
dengan kehendak masing-masing individu, meskipun tidak ada kewajiban untuk
melaksanakannya. Misalnya, mendengarkan musik, membaca novel, dan lain-lain.
Lickona (2014:61-64) mengerucutkan nilai-nilai yang perlu diberikan di
sekolah dalam dua nilai moral dasar, yakni sikap hormat dan tanggung jawab.
Kedua nilai ini sangat penting untuk membangun pribadi individu itu sendiri
supaya dapat membangun relasi interpersonal dengan masyarakat luas. Sikap
hormat menunjukkan penghormatan terhadap seseorang atau sesuatu. Sikap
hormat inilah yang membantu seseorang untuk menghormati dirinya sendiri, dan
menghormati hak-hak masing-masing individu. Sedangkan tanggung jawab
merupakan perpanjangan dari sikap hormat. Jika seseorang menghormati orang
lain, maka seseorang menghargainya, sehingga ada rasa tanggung jawa untuk
mewujudnyatakan kesejahteraan bersama.
Dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003, depdikbud merumuskan
paling sedikit adanya 18 nilai karakter yang dianggap penting untuk ditanamkan
kepada anak didik di seluruh Indonesia, antara lain:
1. Religius
Religius diartikan sebagai perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, hidup rukun dengan penganut agama lain, serta
toleran dalam pelaksanaan ibadah agama lain.
2. Jujur
Jujur berarti upaya seseorang supaya perkataan, pikiran, dan perbuatannya
dapat dipercaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai adanya perbedaan budaya, suku, ras,
agama, golongan, serta tindakan yang berbeda dengan dirinya.
4. Disiplin
Perilaku patuh dan tertib terhadap berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukan upaya untuk menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasikan cara atau hasil baru
berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku tidak mudah bergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas.
8. Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang melihat bahwa semua memilii
hak dan kewajiban yang sama dengan dirinya.
9. Rasa Ingin Tahu
Upaya untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam apa yang dilihat,
diketahui, dan didalami.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menjunjung tinggi
kepentingan bangga dan Negara di atas kepentingan golongan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir dan bersikap yang mencerminkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaannya terhadap hal-hal yang dimiliki oleh bangsa dan Negara
dari berbagai aspek.
12. Menghargai Prestasi
Upaya untuk melakukan atau membuat sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, serta menghargai keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikasi
Tindakan yang mencerminkan rasa senang bergaul, berbicara, bekerja
sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menunjukkan rasa aman bagi orang
lain.
15. Gemar Membaca
Kesediaan memberi waktu khusus untuk membaca berbagai bacaan yang
dapat memperkaya diri.
16. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang diwujudkan melalui pemberian bantuan kepada
masyarakat yang membutuhkan.
17. Peduli Lingkungan
Upaya mencintai lingkungan sekitar dengan mencegah kerusakan serta
berupaya memperbaiki kerusakan yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksankan tugas dan kewajibannya
dengan sungguh-sungguh.
E. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani ‘karasso’ berarti cetak biru, format
dasar, sidik, seperti sidik jari (Doni Koesoema, 2007:90). Karakter juga dapat
dilihat sebagai sikap yang sudah ada pada anak didik dan yang harus
dikembangkan ke depan. Ki Hajar Dewantara mengartikan karakter sebagai
paduan daripada segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda
yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Ki Hajar
Dewantara juga melihat karakter sebagai perkembangan dasar yang telah terkena
pengaruh pengajaran (Paul Suparno 2015:28). Karakter dapat diartikan juga
sebagai nilai-nilai dan sikap hidup yang positif, yang dimiliki seseorang sehingga
memengaruhi tingkah laku, cara berpikir dan bertindak orang itu, dan akhirnya
menjadi tabiat hidupnya.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses
pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan. Pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan membantu
agar siswa-siswi mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang
diinginkan. Pendidikan karakter dilakukan dengan keyakinan bahwa karakter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
seseorang itu dapat dikembangkan dan dapat diubah. Driyarkara menjelaskan
bahwa tugas pendidikan adalah mengembangkan karakter yang sudah baik dan
membantu menghilangkan karakter yang tidak baik dalam diri anak didik. Dengan
kata lain, manusia tidak hanya berhenti dengan mengikuti bakat yang sudah ada,
tetapi harus berani mengembangkan diri menjadi lebih baik. (Paul Suparno,
2015:30).
Pendidikan berarti usaha membantu siswa untuk menjadi berkarakter atau
karakternya berkembang semakin maju. Kekhasan pendidikan karakter adalah
bahwa bantuan untuk mengembangkan karakter siswa direncanakan secara
sistematis. Metode yang digunakan juga harus disesuaikan dengan model
pendekatan pendidikan yang berpusat pada individu anak didik.
Lickona dalam Paul Suparno (2015:40-42) melihat adanya 3 unsur di
dalam pendidikan karakter. Yang pertama, pengertian moral yang berarti
kesadaran moral, pengertian akan nilai, kemampuan untuk mengambil gagasan
orang lain, rasionalitas moral, pengambilan keputusan berdasarkan nilai moral,
dan pengertian mendalam tentang dirinya sendiri. Yang kedua, afeksi yang
meliputi suara hati, harga diri seseorang, sikap empati terhadap orang lain,
perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Yang ketiga, aksi atau
tindakan. Tindakan moral adalah kompetensi yang dimiliki untuk
mengaplikasikan keputusan dan perasaan moral melalui tindakan konkret. Ketiga
unsur ini saling bersinergi untuk membentuk suatu habitus atau kebiasaan baik
yang nantinya akan memperkembangkan karakter anak didik dan mengikis
karakter yang tidak baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
3. Tujuan pendidikan karakter
Pada UU No. 20 Th 2003 Tentang Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan
nasional pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka, pendidikan harus mampu
untuk membentuk manusia yang memiliki ciri seperti tercantum dalam tujuan
pendidikan di atas.
Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional pendidikan tersebut, langkah
yang dapat ditempuh adalah melalui pendidikan karakter. Menurut Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, tujuan dari
pendidikan karakter itu sendiri adalah :
Membina dan mengembangkan karakter warga Negara sehingga mampu
mewujudkan masyarakat yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia,
berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:4)
4. Fungsi pendidikan karakter
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Fungsi Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Mengacu pada fungsi pendidikan nasional tersebut, dalam Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (2010:4), pemerintah
mengungkapkan tiga fungsi pendidikan karakter yakni :
1) Membentuk dan mengembangkan potensi manusia agar berpikiran baik,
berhati baik, dan berperilaku baik.
2) Memperbaiki perilaku yang kurang baik dan memperkuat perilaku baik
yang sudah ada.
3) Memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat.
5. Faktor-faktor yang memengaruhi pendidikan karakter
Paul Suparno (2015:65-75) mengatakan bahwa pendidikan karakter tentu
tidak dapat berjalan atas kehendak diri sendiri. Perlu adanya bantuan dari orang
lain dalam rangka pembentukan karakter tersebut. Figur yang berperan di dalam
perkembangan karakter antara lain:
a. Orangtua
Orangtua adalah pendidik karakter utama pada anak-anak. Sejak lahir anak
belajar karakter tertentu dari kedua orangtua mereka. Suasana keluarga
yang dibangun juga sungguh memengaruhi perkembangan karakter anak.
b. Teman atau kelompok
Sikap dan karakter anak, khususnya remaja, dipengaruhi oleh lingkungan
pertemanan yang ada. Secara psikologis, anak-anak tengah berada pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
transisi untuk meninggalkan orangtuanya dan mulai bergabung dengan
teman sebayanya.
c. Masyarakat atau lingkungan
Keadaan, situasi, dan karakter masayarakat tempat anak tinggal juga
memengaruhi perkembangan karakter anak. Lingkungan masyarakat yang
positif akan membantu anak untuk mengalami perkembangan karakter ke
arah yang lebih baik. Iklim yang dibangun di tengah masyarakat dapat
membantu anak merasakan pengaruh positif yang dapat membantu
perkembangannya.
d. Media
Kehidupan anak zaman sekarang sungguh tidak dapat dilepaskan dari
peran media baik itu media cetak maupun media sosial. Apabila anak
memanfaatkan media dengan baik dan positif, maka anak akan
memperoleh informasi yang dapat memperkaya pengetahuan dan
menjauhkan dari nilai-nilai yang tidak baik.
e. Sekolah
Sekolah merupakan tempat di mana perkembangan karakter juga
berlangsung. Di dalam sekolah, keteladanan dan pendampingan dari guru
sungguh memengaruhi di dalam proses perkembangan karakter siswa.
f. Agama
Agama yang dianut oleh anak juga memengaruhi pola pikir dan perilaku
anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Praksis pendidikan karakter saat ini semakin diperkuat dengan adanya
Peraturan Presiden no. 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter.
Penguatan pendidikan karakter sendiri merupakan suatu bentuk gerakan
pendidikan guna memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah
hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan melibatkan satuan pendidik,
keluarga, serta masyarakat. Penguatan pendidikan karakter sendiri bertujuan
membekali peserta didik guna menghadapi perubahan dimasa depan,
menyelenggarakan pendidikan karakter baik melalui pendidikan formal, informal,
serta berbagai kurikulum pengembangan, serta memperkuat peranan pendidik,
keluarga dan masyarakat dalam upaya pendidikan karakter.
F. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
1. Sekolah sebagai tempat pengembangan Pendidikan Karakter
Paul Suparno (2015:88-89) menyatakan pendidikan karakter memang bisa
dilaksanakan oleh siapa saja dan di mana saja. Tetapi pendidikan karakter dapat
dilaksanakan lebih mudah dan lancar ketika berada di sekolah. Jangkauan yang
luas di sekolah mempermudah pendidikan karakter untuk menjadi tepat sasaran.
Tidak semua keluarga dapat memberikan pendidikan karakter bagi anak dengan
maksimal, maka di sini sekolah dipandang mampu dalam mendampingi seluruh
siswa untuk berkembang menjadi lebih baik.
Sekolah juga mendapat tempat yang sangat penting di dalam pendidikan
karakter, karena di sanalah terdapat pendidik yang berkompeten dalam menangani
persoalan ini. Pendidik inilah yang nanti berhadapan langsung dengan siswa di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dalam upaya pengembangan karakter anak sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Di samping itu, pendidik juga memiliki berbagai model pendekatan yang mampu
menunjang pendidikan karakter.
2. Pendidikan karakter terintegrasi dalam Kurikulum
Di sini pendidikan karakter tidak dilihat sebagai suatu fokus seperti suatu
mata pelajaran. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan melalui kurikulum yang
digunakan misalnya dengan membuat blok tema pendidikan karakter yang hendak
diraih. Tema tersebut kemudian digunakan oleh guru di dalam mengajar (Doni
Koesoema, 2016:17).
Di samping dengan cara formal seperti di atas, pendidikan karakter juga
dapat diberikan dengan pendekatan kurikulum informal. Penanaman nilai tidak
secara eksplisit dilakukan dalam proses pengajaran, tetapi terjadi ketika terjalin
komunikasi informal antara guru dan siswa. Pendidikan karakter terutama ingin
menanamkan nilai-nilai hidup. Dalam bukunya, Doni Koesoema
(2016:19)menjelaskan:
Kurikulum tersembunyi berasumsi bahwa anak belajar sesuatu dari apa
yang dia lihat dan mereka praktikkan di lingkungan sekolah, bukan belajar
dari ungkapan formal tertulis melalui visi dan misi sekolah. Nilai-nilai
yang dipelajari siswa di sekolah seringkali terjadi bukan karena ada
program. Nilai dan perilaku itu dipelajari secara informal dan tertanam
melalui pergaulan dan komunikasi langsung dalam kehidupan sehari-hari.
3. Model Penyampaian Pendidikan Karakter
Paul Suparno (2015:98-102) melihat nilai karakter dapat disampaikan
dengan berbagai cara. Cara yang biasa digunakan adalah dengan ceramah. Nilai-
nilai yang hendak dihidupi diberikan secara langsung oleh pendidik kepada siswa
secara verbal. Ada model lain yang juga dapat diterapkan yakni konsientisasi. Di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
sini siswa diajak menggali nilai-nilai yang ia peroleh dari berbagai temuan
maupun permasalahan mereka dalam kehidupan sehari-sehari, dan pendidik
sebatas sebagai fasilitator.
Model lain yang kini diterapkan hampir dibanyak sekolah adalah refleksi.
Di sini siswa diajak untuk melihat kembali berbagai pengalaman yang dialami
baik di sekolah maupun di tengah masyarakat, kemudian merefleksikan nilai-nilai
yang ia peroleh dalam proses yang telah ia jalani. Dan model terakhir yang
sungguh menggemakan nilai karakter adalah melalui keteladanan. Keteladanan
berarti nilai karakter tersebut tidak diutarakan secara langsung, tetapi sungguh di
dalami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan dapat
menjadi contoh dari pendidik untuk diikuti oleh siswa.
4. Pendidikan karakter di sekolah yang holistic
Paul Suparno (2015:93-98) melihat pendekatan pendidikan karakter
sekarang lebih benyak dilakukan secara holistik dibanyak sekolah. Pendidikan
karakter sungguh diperkembangkan melalui program, kegiatan kokurikuler
maupun ekstrakurikuler, dan sungguh melibatkan seluruh anggota sekolah dalam
pelaksanaanya. Pendidikan karakter yang tereduksi dalam mata pelajaran
mengajak siswa untuk mewujudkan nilai-nilai seperti kebenaran dan kejujuran
dalam keseluruhan prosesnya.
Pendidikan karakter juga dilaksanakan lewat seluruh kegiatan sekolah.
Kegiatan tersebut bisa bersifat kokurikuler, misalnya studi banding dan penelitian,
maupun ekstrakurikuler misalnya live in dan kegiatan sosial masyarakat. Di
samping berbagai bentuk implementasi pendidikan karakter di sekolah, perlu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
diperhatikan suasana sekolah tersebut. Maka suasana dan aturan yang berlaku di
sekolah sungguh perlu dijiwai oleh nilai-nilai yang hendak ditekankan. Melihat
hal itu tentu saja semua pendidik maupun staff sekolah harus sungguh terlibat
dalam segala proses pelaksanaannya. Meskipun dilaksanakan dalam cakupan
sekolah, namun orangtua juga perlu dilibatkan dalam proses pendidikan karakter
ini. Perlu adanya jembatan berupa komunikasi antara orangtua dengan guru.
Bukan hanya untuk penyampaian nilai siswa, tetapi juga komunikasi yang intens
dalam upaya perkembangan karakter yang diberikan di sekolah dengan harapan
bisa terus dilanjutkan ketika siswa berada di rumah. Pendidikan karakter melalui
penanaman nilai akan sungguh menggema apabila tidak hanya disampaikan secara
verbal, tetapi sungguh dijiwai di dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah.
5. Melatih nilai karakter secara holistik di sekolah
Paul Suparno (2015:104-116) mengatakan bahwa pendidikan karakter
sangat erat kaitannya dengan penanaman nilai serta pengembangan moral siswa
supaya menjadi lebih baik lagi. Maka dalam pendidikan karakter di sekolah, perlu
adanya beberapa nilai yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah Nilai
Ketuhanan. Di sini sekolah mengajak siswa untuk memperkembangakan diri
sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama yang dianut. Misalnya
dalam Sekolah Katolik, dibangun iklim yang sungguh didasari oleh spititualitas
Kristiani baik dari visi-misi sekolah, kurikulum yang digunakan, suasana yang
dibangun, hingga kegiatan sekolah diharapkan mengarahkan siswa semakin
mengalami kedewasaan iman. Hal ini dimaksudkan agar siswa semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
menghargai dan mencintai dirinya sebagai makhluk ciptaan-Nya, serta
menghargai berbagai makhluk yang ada di bumi.
Yang kedua adalah nilai toleransi. Sekolah merupakan suatu tempat di
mana orang dengan berbagai budaya dan latar belakang bertemu. Maka sekolah
perlu mengajak siswanya untuk menghargai dan menerima berbagai perbedaan
yang ada. Dan secara tidak langsung siswa juga belajar arti keadilan. Berikutnya
adalah daya juang. Siswa dilatih khususnya di dalam berbagai mata pelajaran
untuk berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan dengan jujur. Hal ini juga
dalam rangka membentuk siswa menjadi disiplin dan taat pada hukum.
6. Pendidikan Karakter Kristiani
Doni Koesoema (2007:34-36) melihat pendidikan karakter kristiani
sebagai sesuatu yang bisa dilihat dari sisi manusiawi semata, melainkan jiwa
pendidikan itu sebagai pendidikan religius. Hal ini berarti pendidikan tidak hanya
membuat seseorang menjadi pintar, tetapi juga sekaligus beriman. Pendidikan
karakter kristiani juga memiliki kekhasan yakni pendidikan mengarahkan
seseorang pada sintesis dari rasionalitas dan kehendak bebas yang terbentuk
dalam keutamaan kristiani.
Pada makalah “Pendidikan Karakter Orang Muda Katolik di Zaman Now”,
Yoseph Kristianto (2018) mengatakan;
Melalui pendidikan atau pembinaan iman akan terjadi proses pendidikan
karakter menuju terbentuknya karakter orang Kristiani yang memiliki
kematangan/kedewasaan dalam iman. Kemajuan dan perkembangan hidup
beriman menuju pada kesempurnaannya terungkap dalam sikap beriman,
yang berkembang secara harmonis dalam ketiga komponennya, yakni:
pengetahuan, afeksi dan tindakan. Sikap beriman dapat diartikan sebagai
sikap yang didasarkan pada kesadaran dan penghayatan hubungan antara
manusia dengan Allah dalam ikatan cinta kasih. Kemudian dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kehidupan sosial kemasyarakatan, sikap beriman ini lebih dikenal sebagai
sikap Kristiani, yakni sikap yang didasarkan pada ajaran dan pola hidup
Yesus Kristus. Sikap yang demikianlah akan membentuk karakter seorang
Kristiani, di mana cinta kasih menjadi dasar dan semangat dalam
kehidupannya, serta menjadi indikator utama yang membentuk karakter
sebagai murid Yesus.
Dalam hal pemilihan Doni Koesoema (2007:212-217) berpendapat
pendidikan karakter lebih banyak berurusan dengan penanaman nilai, maka
bentuk dan metodologinya harus sinkron dengan upaya pembangunan karakter
kaum muda. Dalam pelaksanaannya pendidikan karakter, khusunya di sekolah
maupun dalam lingkup Jemaat bisa mengambil bentuk secara khusus, seperti:
pengajaran, seminar, ceramah, penyuluhan, retret, lokakarya, sharing/kesaksian,
weekend, live in, aksi sosial dsb. Bentuk pendidikan karakter yang dipilih akan
menentukan metode atau pendekatan yang harus diterapkan dalam proses
pembangunan karakter tersebut. Adapun unsur-unsur yang perlu diperhatikan
a. Pengajaran
Dengan unsur pengajaran hendak menekankan pentingnya pengetahuan
atau wawasan yang memuat nilai-nilai kebenaran iman. Secara umum dapat
diasumsikan bahwa untuk dapat bertindak secara baik, adil dan bernilai, orang
pertama-tama perlu mengetahui dengan jernih apa itu kebaikan, keadilan dan
nilai. Sebuah tindakan dikatakan sebagai tindakan yang berkarakter jika seseorang
melakukannya dengan bebas, sadar dan dengan pengetahuan yang cukup tentang
apa yang dilakukannya. Gagasan tentang nilai-nilai yang hendak dikembangkan
oleh lembaga pendidikan maupun lembaga keagamaan dapat diprogramkan dalam
suatu kurikulum pengembangan atau program pembinaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
b. Keteladanan
Keteladanan adalah suatu yang penting dalam proses pendidikan karakter.
Unsur inilah yang menjadi tuntutan mutlak pula bagi para orangtua, pendidik,
pemuka agama, dan pendamping kaum muda dalam pendidikan karakter sebagai
pihak yang sangat strategis dalam proses pendidikan karakter. Konsekuensinya,
suatu model peran yang berkarakter hendaknya hidup dalam setiap pribadi, yakni:
orangtua, guru, pemuka agama, maupun pendamping kaum muda. Dengan cara
demikian kaum muda dapat menemukan peneguhan dan afirmasi dalam perilaku
tokoh-tokoh strategis tersebut.
c. Pengalaman Praksis/kesaksian
Pembentukan karakter merupakan suatu proses yang di dalamnya
menuntut keterlibatan bahkan pembiasaan. Maka unsur pengalaman praksis
menjadi penting dalam suatu proses pendidikan karakter. Dalam proses tersebut
kaum muda dapat dilibatkan secara langsung dalam dinamika hidup konkret di
tengah masyarakat. Pengalaman praksis dapat ditempuh melalui kegiatan dalam
skala mikro, seperti: dinamika kelompok, latihan kepribadian, retret, lokakarya,
outbond; maupun dalam skala makro seperti: live in, keterlibatan sosial, karya
bakti masyarakat, dsb. Melalui pengalaman pengalaman tersebut diharapkan
terjadi proses internalisasi nilai dalam diri kaum muda menuju terbentuknya
karakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
d. Refleksi
Secara organisatoris, berbagai kegiatan dalam rangka proses pendidikan
karakter yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi dan direfleksikan kembali
secara kritis dan berkesinambungan. Dengan evaluasi dimaksudkan untuk melihat
kembali kegiatan tersebut, baik dari segi proses maupun isinya. Berdasarkan hasil
evaluasi tersebut kemudian dilanjutkan langkah refleksi, yakni mengkritisi
kembali pengalaman praksis yang telah diperoleh. Secara personal, kegiatan
introspeksi, refleksi, dan internalisasi nilai-nilai penting untuk dilakukan oleh
setiap pribadi. Evaluasi diri atas ucapan, sikap dan tindakan merupakan langkah
untuk menyadari sejauhmana hidup kita sesuai dengan norma moral dan berkenan
bagi Tuhan (introspeksi). Selanjutnya dibutuhkan sikap tobat atas ketidaklayakan
hidup kita di hadapan Tuhan. Dengan refleksi, hendak mengajak kita menelaah
dan memaknai pengalaman konkret dalam terang iman, sehingga ditemukan nilai-
nilai yang diyakini dan dapat meneguhkan sikap hidup selanjutnya. Akhirnya,
nilai-nilai tersebut terus-menerus perlu dihayati dan diinternalisasikan melalui
pembiasaan, sehingga menjadi miliknya (keutamaan diri) dan akan membentuk
karakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan sebagai bentuk usaha untuk memperoleh
pengetahuan yang mendalam mengenai Penerapan Nilai-nilai Kekatolikan dalam
dokumen Gereja sebagai Acuan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Kristiani di
SMP Maria Immaculata Yogyakarta. Pada bagian ini penulis akan menjelaskan
jenis penelitian, tempat dan waktu, responden penelitian, teknik dan instrumen
pengumpulan data, teknik keabsahan data, objektivitas data, dan teknik analisis
data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Denzin dan Lincoln (dalam Moleong 2012:5) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah guna menafsirkan
fenomena yang terjadi, dan dilakukan dengan cara melibatkan berbagai metode
yang ada. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya digunakan adalah
wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Sementara Moleong
(2012:6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan secara holistik dideskripsikan
dalam bentuk kata-kata dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian ini lebih menekankan makna dari pada generalisasi, dengan peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
sebagai instrumen kunci. Dengan penelitian kualitatif, penulis mengumpulkan
data kemudian menguraikannya secara deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah
kata-kata, gambar, dan bukan angka. Semua data yang ditemukan dan
dikumpulkan memiliki kemungkinan untuk menjadi kunci terhadap apa yang
sudah diteliti (Moleong, 2012:11). Penelitian deskriptif biasanya mempunyai dua
tujuan yakni untuk mengetahui perkembangan fisik tertentu dan mendeskripsikan
secara terperinci fenomena sosial tertentu.
Penulis menggunakan metode fenomenologis untuk menggali Penerapan
Nilai-nilai Kekatolikan dalam Dokumen Gereja sebagai Acuan Pelaksanaan
Pendidikan Karakter Kristiani di SMP Maria Immaculata. Fenomenologi
diartikan seagai pengalaman subjektif tentang kesadaran dari perspektif pokok
seseorang (Moleong 2012:14). Penelitian ini mencoba menjelaskan makna konsep
atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada
beberapa individu. Penelitian ini mengkaji pengalaman seseorang dalam berbagai
peristiwa atau situasi yang dialami.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Menggali nilai-nilai Kekatolikan yang ada di SMP Maria Immaculata.
2. Mengetahui bentuk program penunjang pendidikan karakter di SMP Maria
Immaculata.
3. Menggambarkan implementasi nilai-nilai Kekatolikan dalam upaya
pengempangan Pendidikan Karakter Kristiani di SMP Maria Immaculata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu satu bulan, yakni pada
pertengahan bulan Oktober sampai dengan pertengahan bulan November 2018.
Penetapan penilitian dibuat berdasarkan pertimbangan penulis bahwa informan
dapat menjadi orang kunci yang dapat menjadi representasi dari seluruh warga
SMP Maria Immaculata Yogyakarta. Di samping itu hasil yang diperoleh
didasarkan pada data yang memiliki validitas.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Maria Immaculata Yogyakarta karena
sekolah ini merupakan sekolah Katolik yang berlandaskan nilai-nilai Kristiani
serta siswa-siswi yang heterogen. Hal ini menjadi alasan mendasar penulis
memilih sekolah terseut menjadi lokasi penelitian.
D. Responden Penelitian
Penelitian kualitatif senantiasa berhubungan dengan subyeknya, dan
memerlukan kualitas pribadi terutama pada waktu proses wawancara terjadi
(Moleong, 2012:172). Informan ditentukan dengan teknik snowball sampling.
Informan dipilih dan ditentukan berdasarkan informasi sebelumnya tanpa
menentukan jumlah secara pasti dengan menggali informasi terkait topik
penelitian yang diperlukan. Pencarian informan akan dihentikan setelah informasi
penelitian dianggap sudah memadai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Responden dalam penelitian ini adalah guru BK, guru agama,
penanggungjawab kesiswaan, dan wali kelas yang berkaitan langsung dengan
praksis pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Mereka dipilih sebagai
responden karena dinilai menguasai permasalahan, memiliki data, dan tersedia
memberikan informasi yang akurat dan terpercaya.
E. Pertanyaan Penelitian
Untuk menjawab permasalahan penelitian ini, maka penulis menentukan
beberapa pertanyaan berikut:
1. Menyangkut Dokumen Gereja
a. Dokumen apa saja yang memuat konsep Pendidikan Kristiani?
b. Apa saja nilai-nilai Kekatolikan yang ada dalam Dokumen Gereja yang
relevan bagi pendidikan Karakter?
c. Nilai-nilai Kekatolikan apa saja yang terdapat pada Dokumen Gereja yang
melandasi proses pendidikan di SMP Maria Immaculata?
2. Visi Misi Sekolah
a. Bagaimana nilai-nilai Kekatolikan yang dihidupi di sekolah menjadi dasar
dalam seluruh proses pendidikan?
b. Bagaimana nilai-nilai Kekatolikan yang terdapat dalam Dokumen Gereja
maupun yang dihidupi di sekolah berperanan bagi perkembangan
Pendidikan Karakter Kristiani?
c. Bagaimana implementasi nilai-nilai Kekatolikan di dalam Pendidikan
Karakter Kristiani tersebut diterapkan di SMP Maria Immaculata?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, jenis metode yang digunakan penulis adalah
wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam adalah proses
menggali informasi secara mendalam, terbuka, bebas dengan masalah, dan fokus
penelitian diarahkan pada pusat penelitian (Moleong, 2012:186). Teknik ini
digunakan supaya penulis dapat memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan
secara mendalam dari narasumber. Maka, dalam metode ini penulis membuat
daftar pertanyaan yang diharapkan dapat membantu penulis mencapai hasil
wawancara yang diinginkan.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam pengambilan data di lapangan, penulis menggunakan pedoman
wawancara, alat rekaman dan alat dokumentasi untuk mempermudah proses
pengambilan dan pengumpulan data.
a. Pedoman Wawancara
Penelitian dengan pendekatan kualitatif menggunakan pedoman
wawancara sebagai intrumen dalam proses pengumpulan data, dan menekankan
pada wawancara terhadap responden untuk mengetahui penerapan nilai-nilai
Kekatolikan dalam pendidikan Karakter di sekolah. Berikut pedoman wawancara
yang digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Pedoman Wawancara
Nama Responden :
Jenis Kelamin :
Tanggal Wawancara :
Tempat Wawancara :
Wawancara ke :
1. Menyangkut Dokumen Gereja
a. Nilai-nilai Kekatolikan
1) Dokumen apa saja yang memuat konsep Pendidikan Kristiani?
2) Apa saja nilai-nilai Kekatolikan yang ada dalam Dokumen Gereja yang
relevan bagi pendidikan karakter?
3) Nilai-nilai Kekatolikan apa saja yang terdapat pada Dokumen Gereja yang
melandasi proses pendidikan di SMP Maria Immaculata?
b. Pendidikan Kristiani
1) Bagaimana pendidikan Kristiani diwujudkan di sekolah?
2) Apa saja komponen yang mencakup pendidikan Kristiani di sekolah?
2. Visi Misi Sekolah
1) Bagaimana nilai-nilai Kekatolikan yang terdapat dalam Dokumen Gereja
maupun yang dihidupi di sekolah berperanan bagi perkembangan
Pendidikan Karakter Kristiani?
2) Apa saja program yang ada di sekolah dalam kaitannya dengan upaya
pendidikan karakter?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3) Bagaimana implementasi nilai-nilai Kekatolikan di dalam Pendidikan
Karakter Kristiani tersebut diterapkan di SMP Maria Immaculata?
3. Praksis Penerapan Pendidikan Karakter
1) Bagaimana proses pendidikan Karakter anda terapkan dalam proses belajar
mengajar?
2) Nilai-nilai apa saja yang bisa diterapkan dalam kaitannya dengan
Pendidikan Karakter Kristiani?
b. Pedoman Observasi
Observasi yang dilakukan meliputi pelaksanaan Pendidikan Karakter
Kristiani di sekolah meliputi nilai-nilai Kekatolikan yang diangkat dan program
penunjang perkembangan pendidikan karakter tersebut. Berikut pedoman
observasi yang digunakan.
Pedoman Observasi
Nama program/kegiatan :
Hari, tanggal observasi :
Aspek yang diteliti
1. Nilai-nilai Kekatolikan yang diterapkan di sekolah.
2. Program pendukung pendidikan karakter di sekolah.
3. Implementasi Nilai-nilai Kekatolikan dalam Pendidikan Karakter
Kristiani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
G. Teknik Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan
berdasarkan sejumlah kriteria tertentu. Uji keabsahan data meliputi uji credibility
(validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas),
dan confirmanility (obyektivitas). Pada penelitian ini digunakan uji krediilitas
dengan triangulasi (Sugiyono, 2014:366).
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keasahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data tersebut sebagai sebuah pembanding (Moleong,
2012:330). Denzin (dalam Moleong 2012:330) membedakan empat macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode.
Pada triangulasi dengan metode, Patton (dalam Moleong 2012:330)
melihat adanya dua strategi, yaitu (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan
hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Dengan
triangulasi, peneliti dapat mengkaji ulang temuannya dengan cara memandingkan
sumber, metode, atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan
cara: (a) mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan; (b) mengeceknya
dengan berbagai sumber data dan (c) memanfaatkan berbagai metode agar
pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
berbagai data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain. Sehingga mudah dipahami dan dapat diinformasikan pada orang lain.
Hal ini dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting
dan yang akan dipelajari, kemudian dibuat kesimpulan (Sugiyono, 2014:334).
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai dilakukan analisis terhadap jawaban responden.
Aktivitas dalam analisis data antara lain:
1. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang telah direduksi membantu peneliti untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya (Sugiyono, 2014:338).
2. Penyajian Data
Penelitian kualitatif erat kaitannya dengan penyajian data berupa teks yang
bersifat naratif dan memaparkan data, maka akan mempermudah peneliti untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2014:341).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
3. Verifikasi
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2014:345) menyebutkan bahwa
langkah terakhir dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan masih dapat
berubah bila tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung pengumpulan data.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis memaparkan hasil penelitian dengan metode
wawancara. Penelitian ini melibatkan beberapa responden yakni guru BK, guru
agama, penanggungjawab kesiswaan, dan wali kelas yang mengajar di SMP Maria
Immaculata Yogyakarta. Hasil penelitian ini merupakan rangkuman atas jawaban
responden tentang praksis pelaksanaan pendidikan karakter kristiani di SMP
Maria Immaculata Yogyakarta. Penelitian ini dibagi ke dalam tiga bagian yakni
pengetahuan mengenai Dokumen Gereja yang meliputi nilai-nilai Kekatolikan dan
pendidikan kristiani, Visi-Misi Sekolah, serta praktek pelaksanaan pendidikan
karakter.
1. Profil Sekolah
a. Sejarah Singkat
Sejarah singkat SMP Maria Immaculata diuraikan berdasarkan pada
manuskrip yang memuat sejarah visi-misi sekolah. SMP Maria Immaculata
Marsudirini merupakan sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Marsudirini
berpusat dijalan Ronggowarsito 8 Semarang. Sejarah SMP Maria Immaculata
diawali ketika Yayasan Kanisius pasca perang kemerdekaan membentuk MULO
Katolik (SMP), para Bruder FIC diminta menangani murid laki-laki, sedang murid
putri diserahkan kepada para Suster OSF.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Peristiwa ini seiring dengan keluarnya Kebijakan Pemerintah Republik
Indonesia pada tahun 1952, tentang pengelolaan sekolah-sekolah swasta.
Sekolah-sekolah swasta harus dikelola oleh Yayasan. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah tersebut, Keuskupan Agung Semarang mendirikan Yayasan Kanisius
yang menaungi semua sekolah Katolik, termasuk sekolah-sekolah Katolik milik
Suster-suster OSF. Dalam perkembangan waktu tarekat-tarekat mendirikan
Yayasan sendiri dan melepaskan diri dari Yayasan Kanisius.
Pada tanggal 5 Juli 1954 para Suster OSF mendirikan Yayasan
Marsudirini yang menaungi sekolah-sekolah OSF, termasuk di dalamnya SMP
Maria Immaculata Marsudirni Yogyakarta. Saat awal berdiri SMP Maria
Immaculata Marsudirini Yogyakarta hanya menerima murid putri saja, dengan
jumlah 4 lokal paralel.
Status SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta mengalami
perubahan serta perkembangan kejenjang yang lebih baik sesuai dengan kebijakan
pemerintah, dari berstatus Bersubsidi pada tanggal
15 Februari 1950, menjadi status Disamakan pada tanggal 12 Mei 1986.
Usaha memenuhi kebutuhan masyarakat yang menginginkan murid putra
diijinkan oleh pihak sekolah untuk itu pada tahun 1993 SMP Maria Immaculata
Marsudirini menerima siswa putra. Dalam perkembangannya semakin banyak
warga masyarakat yang mempercayakan pendidikan putra-putrinya ke SMP Maria
Immaculata Marsudirini Yogyakarta, sehingga pada tahun 1993 SMP Maria
Immaculata Marsudirini Yogyakarta menambah lokal menjadi 6 paralel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tanggal 25 Februari 2005 telah mendapatkan hasil akreditasi yang
pertama dengan mendapat nilai A, tanggal 22 November 2008 dalam akreditasi
kedua mendapatkan nilai A, tanggal 15 Agustus 2011 berdasarkan Keputusan
Kepala Dinas Pendidikan dan, Pemuda dan Olah Raga nomor 798 tahun 2011
mendapatkan Penetapan Sekolah Standar Nasional Mandiri. Tahun 2013 SMP
Maria Immaculata Marsudirni Yogyakarta melaksanakan proses akreditasi lagi
dan hasil dari akreditasi yang dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional
Sekolah pada tanggal 21 Desember 2013 mendapatkan nilai A.
SMP Maria Immaculata Marsudirini dari tahun ke tahun terus berbenah
diri agar lebih dapat berkompetisi dengan sekolah lain, terlebih SMP Maria
Immaculata Marsudirini Yogyakarta berlokasi di tengah kota pendidikan yang
memiliki nilai kompetisi tinggi.
b. Visi, Misi dan Tujuan
Visi : SMP Maria Immaculata Marsudirini mengembangkan pribadi yang
cerdas, beriman pada Tuhan, mencintai sesama dan alam ciptaanNya.
Misi :
1) Menjadikan peserta didik yang cerdas, intelektual, berkarakter dan
berbudaya.
2) Membantu peserta didik menggali dan mengembangkan minat, bakat dan
kreatifitas.
3) Membantu peserta didik mampu menguasai dan menggunakan teknologi
secara tepat di era globalisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
4) Meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan ciptaan-Nya.
Tujuan :
1) Menjadikan peserta didik yang cerdas, intelektual, berkarakter dan
berbudaya.
a) Terlaksananya tugas pokok dan fungsi peranan masing-masing setiap
warga dan komponen sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, dan
peserta didik).
b) Terlaksananya tata tertib dan segala ketentuan yang mengatur operasional
sekolah berstandar nasional pendidikan.
c) Memiliki jiwa cinta tanah air yang diinternalisasikan lewat menyanyikan
lagu kebangsaan Indonesia Raya dan hormat bendera pada awal pelajaran
dan Pramuka.
d) Meningkatkan mutu guru dengan MGMP, Workshop dan seminar.
e) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga
budaya bangsa, sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
f) Melaksanakan pendampingan dan pelatihan secara efektif dalam
pembelajaran, sehingga nilai ujian dan daya saing yang tinggi untuk
masuk jenjang pendidikan lebih tinggi.
g) mengembangkan pembelajaran dengan moving class.
h) mengembangkan pembelajaran berbasis kemarsudirinian.
i) menjadikan komunitas sekolah memiliki nilai-nilai kehidupan berdasarkan
spiritualitas kemarsudirinian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
2) Membantu peserta didik menggali dan mengembangkan minat, bakat dan
kreatifitas.
a) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya,
sehingga dapat dikembangkan secara lebih optimal dan melaksanakan
pendisiplinan terhadap semua komponen sekolah untuk mewujudkan
disiplin diri yang mantap, kepatuhan tata tertib, bekerja dan belajar.
b) Menyediakan sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan proses
belajar mengajar, pembinaan olah raga serta kegiatan ekstrakurikuler.
c) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap
siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
d) Menjadikan sekolah meraih prestasi dalam berbagai kompetisi baik
akademik maupun non akademik.
3) Membantu peserta didik mampu menguasai dan menggunakan teknologi
secara tepat di era globalisasi.
a) Mengembangkan media pembelajaran berbasis TIK.
b) Memfasilitasi peserta didik untuk menguasai dan menggunakan teknologi
secara tepat.
4) Meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan ciptaan-Nya.
a) Menyelenggarakan kegiatan yang menumbuhkan kepedulian bagi
sesamanya dengan mengumpulkan sembako, menyisihkan uang jajan
untuk aksi sosial / membantu teman/saudara yang membutuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
b) Memiliki kesadaran terhadap kelestarian lingkungan hidup disekitarnya.
c) menjadi sekolah bersih, sehat, dan berwawasan lingkungan sehingga
kondusif untuk bekerja dan belajar.
Motto : Muda, Disiplin, Kreatif dan Berbudaya
c. Kurikulum Pengembangan
Pengembangan pendidikan karakter bangsa, ekonomi kreatif dan jiwa
kewirausahaan yang dilakukan di SMP Maria Immaculata Marsudirini
Yogyakarta diintegerasikan melalui:
1) Kurikulum Sekolah
Penerapan pendidikan karakter, ekonomi kreatif, dan jiwa
kewirausahaan diintegrasikan ke dalam kurikulum SMP Maria Immaculata
Marsudirini Yogyakarta.
2) RPP dan Silabus
SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta mengembangkan
RPP dan Silabus tersendiri dengan mengintegrasi pendidikan karakter
bangsa untuk semua mata pelajaran wajib dan muatan lokal.
3) Program Tamanisasi Sekolah
Program ini merupakan salah satu indikator dalam pendidikan
karakter bangsa berkaitan dengan peduli lingkungan dan kekhasan
pelajaran kemarsudirinian yang menjadi ciri khas sekolah Marsudirini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
4) Program Field Trip
Program ini adalah program yang mengintegrasikan pendidikan
ekonomi kreatif dan jiwa kewirausahaan. Program ini merupakan kegiatan
untuk menambah wawasan tentang dunia usaha dalam bidang pertanian
mulai dari penanaman hingga pemasaran
5) Kemarsudirinian
Program ini adalah program yang mengintegrasikan spiritualitas
yang dibawa Fransiskus Assisi dan Magdalena Daemen yakni cinta pada
lingkungan dan ciptaan-Nya dalam bentuk suatu pendampingan.
6) Lokakarya
Program ini adalah program pengembangan sikap yang disesuaikan
dengan tingkatan kelas sesuai kebutuhan mereka guna mengembangkan
karakter anak dengan mengangkat tema-tema yang berdasarkan
keprihatinan remaja dan masyarakat saat ini.
2. Profil Responden
Responden 1 –dengan inisial SMS, adalah seorang Guru Bimbingan Konseling di
SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
Responden 2 –dengan inisial HW, adalah seorang Guru Bimbingan Konseling di
SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
Responden 3 –dengan inisial EDLK, adalah seorang Guru Pendidikan
Kewarganegaraan sekaligus Pembina OSIS di SMP Maria Immaculata
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Responden 4 –dengan inisial AES, adalah seorang Guru Pendidikan
Kewarganegaraan sekaligus Pembina Ta-Tib di SMP Maria Immaculata
Yogyakarta.
Responden 5 –dengan inisial FK, adalah seorang Guru Matematika sekalgus Wali
Kelas 8C di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
Responden 6 –dengan inisial GBK, adalah seorang Guru Pendiidkan Agama
Katolik di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
3. Hasil Wawancara
Pada bagian ini penulis menyajikan jawaban atau tanggapan responden
tentang : (1) nilai-nilai Kekatolikan dan Pendidikan Kristiani menurut Dokumen
Gereja, (2) Visi-Misi yang menjadi landasan pelaksanaan pendidikan di SMP
Maria Immaculata dan (3) praktek pelakanaan pendidikan karakter yang
diterapkan oleh masing-masing guru di kelas sesuai dengan mata pelajaran
maupun kegiatan yang diampu.
Untuk mendapat tanggapan atas hal-hal tersebut, penulis menyiapkan
beberapa pertanyaan kunci yang mudah dijawab oleh responden. Penulis
menemukan adanya variasi jawaban yang beragam dari masing-masing responden
dalam memahami nilai-nilai Kekatolikan dalam Pendidikan Karakter Kristiani,
serta penerapannya baik dalam lingkup sekolah maupun kelas. Untuk menguji
kebenaran tanggapan responden, dilakukan proses triangulasi sumber dengan cara
mewawancarai pihak lain yang dinilai dapat mengonfirmasi pernyatan responden
secara valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Praktek pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah sangat bergantung
pada nilai-nilai apa aja yang menjadi landasan proses pendidikan, serta bagaimana
nilai-nilai itu terlaksana dalam lingkup pendidikan Kristiani. Menurut penulis,
mengetahui dan praksis pelaksanaan adalah kedua hal yang berbeda secara
substansial, namun tidak bisa dipisahkan. Terkadang orang hanya mengenal
konsep nilai yang dihidupi tanpa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu juga sebaliknya, praksis kegiatan yang dilaksanakan belum tentu sesuai
dengan nilai-nilai yang dihidupi. Dalam penelitian ini, penulis ingin mencari tahu
seberapa besar pengetahuan responden tentang nilai-nilai Kekatolikan dalam
dokumen Gereja, serta bagaimana nilai tersebut diterapkan dalam visi-misi
sekolah, program, dan praktek masing-masing guru di kelas dalam rangka
pendidikan karakter kristiani.
a. Menyangkut Dokumen Gereja
Untuk mendapatkan tanggapan yang komprehensif tentang pengetahuan
mengenai Dokumen Gereja, penulis membaginya menjadi dua bagian yang
berhubungan dengan: (1) Nilai-nilai Kekatolikan dengan pertanyaan kunci; (a)
dokumen yang memuat konsep pendidikan Kristiani;(b) nilai-nilai Kekatolikan
yang relevan bagi pendidikan karakter dalam dokumen Gereja; dan (c) nilai-nilai
Kekatolikan yang melandasi proses pendidikam di SMP Maria Immaculata; (2)
Pendidikan Kristiani meliputi: (a)pelaksanaan pendidikan kristiani di sekolah, dan
(b) komponen Pendidikan Kristiani di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
(1) Nilai-nilai Kekatolikan
Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa yang mereka
ketahui tentang Dokumen Gereja.
(a) Dokumen yang Memuat Konsep Pendidikan Kristiani
Responden 1 dengan singkat mengatakan :
Wah, itu saya kurang tau mbak, guru agama yang paham [Wawancara R1, 12
November 2018].
Responden 2 dengan yakin namun terlihat seperti berpikir keras mengatakan:
Ya yang saya tahu Kitab Suci yang kita mengajarkan untuk selalu peduli pada
sesama dan mengajarkan cinta kasih [Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 dengan singkat mengatakan :
Kalau soal itu saya tidak memiliki kapasitas mbak, yang ngerti guru agama
[Wawancara R3, 13 November 2018].
Responden 4 kurang yakin menjawab dengan mengatakan:
Saya kurang tahu mengenai hal tersebut [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan singkat mengatakan :
Saya kurang tahu ya mbak [Wawancara R5, 14 November 2018].
Responden 6 dengan yakin menjawab dengan mengatakan:
Yang jelas dalam Dokumen Konsili Vatikan II ada GE, selebihnya ada pada Surat
Gembala [Wawancara R6, 14 November 2018].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Semua data yang dijabarkan di atas adalah valid. Semua data wawancara
divalidasi ulang dengan meminta responden melihat kembali hasil transkripnya,
sehingga kutipan di atas benar dan kredibel.
Penulis melakukan wawancara dengan orang lain sebagai Informan 1 yang
mengenal responden. Informan 1 mengatakan bahwa meskipun seluruh responden
merupakan guru beragama Katolik, tidak semua dari mereka mengetahui perihal
dokumen Gereja. Pada jawaban R1, R2, R3, dan R5 dapat dilihat bahwa
responden belum mengetahui adanya dokumen gereja yang memiliki fokus pada
pendidikan kristiani. Namun, pada R4 sudah ada gambaran mengenai dokumen
Gereja meskipun belum sepenuhnya benar, dan R6 sudah mengetahui adanya
dokumen Gereja yang memuat Pendidikan Kristiani meskipun tidak dapat
menyebutkan secara terperinci. [Wawancara I1, 14 November 2018]
(b) Nilai-nilai dalam Dokumen Gereja yang Relevan Bagi Pendidikan
Karakter
Penulis memberikan gambaran isi dokumen Gereja kepada semua
responden sebagai gambaran bagi responden untuk melihat nilai-nilai Kekatolikan
yang relevan bagi pendidikan karakter. Secara keseluruhan responden memberi
jawaban yang berbeda-beda. Berikut tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan yakin mengatakan:
Kalau menurut saya pribadi, yang pertama sikap saling menghormati
mbak. Soalnya anak jaman sekarang tuh jangankan menghormati orang
lain, lha wong sama gurunya aja susah mbak. Selain itu menurut saya
sopan santun ya mbak, karena budaya individualisme yang ada sekarang
ini bikin anak tidak bisa membedakan mana perilaku yang sopan mana
yang kurang baik, terutama di depan orang yang lebih tua. Kemudian yang
terakhir cinta kasih. Anak sekarang tuh mood-moodan mbak, mau nolong
ya kalau yang ditolong itu temen deketnya, atau sahabatnya sendiri. Kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
suruh bantu temen yang gak deket susahnya minta ampun mbak, padahal
ya menolong itu bentuk mengasihi sesama. Contoh
sederhananya,meminjamkan alat tulis pada teman yang membutuhkan
kalau bukan temannya ya tidak mau memberi [Wawancara R1, 12
November 2018].
Responden 2 dengan yakin namun terlihat seperti berpikir keras mengatakan:
Sekolah ini kan memiliki spiritualitas yang diambil dari Fransiskus Assisi
dan Magdalena Daemen, ya yang jelas kita mengajarkan nilai mencintai
alam ciptaan dan sesama. Hal ini dapat diwujudkan misalnya dengan
memberi salam. Di sekolah ini mbak, kalau pagi itu ada guru sama
beberapa siswa istilahnya piket di depan untuk menyambut guru dan
teman-teman yang datang dengan memberikan salam. Terus ada juga
Jumat kasih, anak diajak menyisihkan uang jajannya untuk berbagai
kepada teman yang membutuhkan, entah sakit, atau malah ndak mampu
bayar SPP, dan lain sebagainya. Dan yang terakhir anak diajak percaya
pada Penyelenggaraan Ilahi mbak, jadi tiap pagi anak diajak refleksi
setelah doa untuk melihat apa yang akan saya lakukan hari ini, terus juga
memberi motivasi bagi anak yang mau menghadap lomba dan ujian
[Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 memberi jawaban yang berbeda dengan mengatakan :
Kalau urusan hubungan dengan yang di atas mungkin itu nanti urusan guru
agama ya mbak. Tapi bagi saya, nilai yang relevan itu ya yang berguna
bagi kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan mengajak anak untuk mau
menaati norma dan peraturan yang ada. Dari hal yang sederhana saja,
menggunakan seragam sesuai dengan ketentuan, sampai yang ada di luar
sekolah seperti mau membuang sampah pada tempatnya. Yang lain itu
misalnya ya cinta kasih mbak. Nah, cinta kasih ini diwujudkan melalui
sikap positif sebagai warga Negara, misalnya melalui bakti sosial, peduli
alam sekitar, dan lain-lain. Yang terakhir, yang jarang dijumpai di sekolah
lain yakni kekeluargaan di mana anak merasa dicintai, dihargai,
diperhatikan [Wawancara R3, 13 November 2018].
Responden 4 sangat yakin dan singkat menjawab dengan mengatakan:
Jelas mbak, toleransi itu yang utama, apalagi kondisi bangsa saat ini
sungguh sedang krisis. Di samping itu, kondisi siswa di sini kan juga
beragam mbak, meskipun sekolah Katolik. Lalu di sekolah ini ada
kemarsudirinian, salah satu nilai yang hendak diangkat adalah
persaudaraan, di mana semua adalah sama. Persaudaraan ini juga ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
kaitannya dengan kerja sama. Kalau kita menyadari siapa sesama kita,
maka kita mau bekerjasama dengan siapapun. Soalnya banyak kejadian
anak itu gak mau kerja sama kalau bukan sama temen deketnya. Dan yang
terakhir kedisiplinan mbak sebagai ciri khas yang sudah melekat pada
sekolah Katolik [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan tenang dan yakin menjabarkan dengan mengatakan:
Ada dua yakni sikap sosial dan sikap spiritual. Sikap spiritual dulu ya
mbak. Namanya anak sekolah kan kadang masih belum dong bagaimana
saya haru bersikap. Sederhana saja melalui doa pagi. Anak ki masih sering
ketawa-ketawa, tengok kanan kiri, guyon sama temennya, padahal posisi
sedang berdoa. Nah, di sini kita mengajak anak untuk tahu apa yang
sedang kita lakukan, dan bagaimana saya herus bersikap. Kemudian anak
dibiasakan untuk membuat refleksi. Yang kedua adalah sikap sosial. Untuk
hidup sehari-hari, anak itu harus diajarkan rasa tanggungjawab, baik dalam
tugas, kegiatan, atau apapun, karena usia anak SMP itu masih labih dan
suka sakarepe dewe. Kemudian nilai persaudaraan yang dibangun melalui
kerja sama dan komunikasi. Ini penting sekali karena anak jaman sekarang
itu seringnya nge-judge dulu tanpa tahu kebenarannya [Wawancara R5, 14
November 2018].
Responden 6 dengan yakin menjawab dengan mengatakan:
Saya pribadi selalu menginginkan anak-anak saya dapat merayakan
kebebasan iman mereka masing-masing. Seringkali anak terlalu ditekan,
diancam, dan menghadapi banyak aturan. Padahal anak muda butuh
kebebasan supaya mereka mampu menjadi diri mereka seutuhnya,
terutama kaitannya dengan iman akan Allah. disaat anak diberikan
kebebaan itu, maka mereka akan berproses dan berkembang sehingga
perlahan-lahan dia tahu apa yang baik dilakukan dan apa yang buruk bagi
dirinya [Wawancara R6, 14 November 2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamnnya mengajar bersama responden, semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
responden memiliki preferensi yang berbeda dalam memberikan jawaban.
Biasanya hal ini dipengaruhi juga oleh mata pelajaran dan kegiatan yang ada di
bawah naungan guru yang bersangkutan. Misalnya R1 dan R2 memiliki jawaban
yang hampir mirip dan saling melengkapi. Sedangkan R3 dan R6 memiliki
jawaban yang sama sekali berbeda namun masih sesuai dengan konteks. Begitu
pula dengan R4 dan R5, memiliki jawaban yang hampir sama.[Wawancara I1, 14
November 2018]
(c) Nilai-nilai Kekatolikan yang melandasi proses pendidikan di SMP Maria
Immaculata
Penulis bertanya kepada responden tentang nilai-nilai Kekatolikan apa saja
yang melandasi pendidikan di sekolah ini. Secara keseluruhan responden memberi
jawaban yang sama. Berikut tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan singkat mengatakan :
Ada dua aspek mbak, yang pertama mencintai lingkungan yang
diwujudkan melalui kemarsudirinian dan merawat tanaman. Yang kedua
persaudaraan, baik dengan teman sekelas maupun dengan seluruh warga
sekolah [Wawancara R1, 12 November 2018].
Responden 2 memberikan jawaban yang serupa dengan mengatakan :
Ya dari Fransiskus Asisi dan Magdalena Daemen itu mbak, diajak
mencintai lingkungan dan sesama yang terwujud dalam kemarsudirinian.
Konkretnya ya dengan merawat tanaman, cinta sesama, memberi salam,
dan lain-lain [Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 dengan singkat mengatakan :
Ya kemarsudirinian mbak, cinta alam ciptaan dan sesama [Wawancara R3, 13
November 2018].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Responden 4 dengan singkat mengatakan :
Yang jelas karena sekolah ada di bawah Yayasan Marsudirini, maka kita
mengambil nilai kemarsudiriniaan yakni kesederhanaan, cinta lingkungan, dan
sesama [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan yakin dan jelas menjawab dengan mengatakan :
Ada dua hal yang ingin dikembangkan di sini yaitu menjadi pribadi yang
sederhana dengan memperlakukan semua siswa dengan cara yang sama
supaya tidak ada kecemburuan sosial dan siswa dapat bersikp rendah hati.
Kemudian mencintai alam ciptaan dan sesama yang terangkum juga di
dalam kemarsudirinian [Wawancara R5, 14 November 2018].
Responden 6 memberikan jawaban yang jelas dengan mengatakan :
Spiritualitas sekolah ini adalah semangat yang dibawa oleh Fransiskus
Asisi dan Magdalena Daemen. Pertama-tama yang saya tangkap adalah
semangat pertobatan. Di sini kita diajak untuk menyadari bagaimana kita
di masa lampau, lalu ada yang namanya evaluasi diri sehingga kita bisa
menuju pada suatu suasana pertobatan menjadi diri yang baru. Kemudian
kesederhanaan. Kesederhanaan tercermin bukan hanya melalui penampilan
tapi juga sikap serta tutur kata yang santun sehingga menghargai orang
lain. Kemudain syukur atas apa yang dimiliki, diperoleh, dan diberikan
oleh Allah. Dan yang terakhir persaudaraan, di mana kita semua adalah
satu, saudara, dan kita semua sama [Wawancara R6, 14 November 2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamnnya mengajar bersama responden, semua
responden memiliki jawaban yang sama karena memang seluruh warga sekolah
yang ada menjiwai kemarsudirinian yang merupakan spiritualitas yang diangkat
oleh yayasan dengan Franiskus Asisi dan Magdalenda Damond sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
pelindungnya. Maka jawaban R1. R2, R3. R4, R5, dan R6 selalu mengarah pada
semangat cinta pada alam ciptaan dan sesama.[Wawancara I1, 14 November
2018].
(2) Pendidikan Kristiani
Penulis mengajukan pertanyaan pada responden untuk mengetahui
bagaimana Pendidikan Kristiani berlangsung di sekolah.
(a) Praksis Pendidikan Kristiani di sekolah
Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa yang mereka
ketahui tentang praksis Pendidikan Kristiani di sekolah. Secara keseluruhan
responden memberikan jawaban yang relative sama. Berikut tanggapan masing-
maing responden.
Responden 1 dengan singkat mengatakan :
Pendidikan Kristiani diwujudkan ya melalui visi-misi sekolah, hal-hal
yang mencerminkan iman Katolik seperti ibadat dan misa bulanan, dan
simbol-simbol Katolik seperti salib, gambar, dan nilai-nilai sebagai
pengingat [Wawancara R1, 12 November 2018].
Responden 2 memberikan jawaban yang berbeda dengan mengatakan :
Pendidikan Kristiani ya mbak? Contoh konkretnya sih dengan adanya tiga
S itu mbak, kemudian kebiasaan doa pagi dari sentral dilanjutkan dengan
refleksi, kemudian ya melalui keteladanan guru mbak, guru nyontoni anak
muride piye kudu bersikap, nyandang, ngomong [Wawancara R2, 12
November 2018].
Responden 3 dengan singkat mengatakan :
Ya yang jelas keliatan banget ya refleksi itu mbak. Kan ndak semua sekolah ada
kebiasan tersebut [Wawancara R3, 13 November 2018].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Responden 4 dengan singkat mengatakan :
Yang jelas berkaitan dengan kerohanian ya. Misalnya dengan misa bulanan,
ibadat, BKSN, refleksi yang sekiranya bisa mengembangkan sikap spiritual anak
[Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan yakin dan jelas menjawab dengan mengatakan :
Yang jelas pendidikan kristiani itu menyangkut dua hal, kerohanian serta
sikap. Kerohanian itu diwujudkan dengan doa, refleksi, misa bulanan,
ibadat, dan itu tidak hanya berlaku di sekolah, tapi juga di luar sekolah.
Mial ada murid yang celelekan waktu misa, sepulang Gereja kita temui
lalu tegur supaya tidak mengulangi hal yang sama. Yang kedua ya sikap
melalui perwalian, pembiasaan, aksos, dan bawa tanaman [Wawancara R5,
14 November 2018].
Responden 6 memberikan jawaban yang jelas dengan mengatakan :
Yang jelas melalui peribadatan yang rutin diadakan oleh sekolah misalnya
melalui kegiatan BKSN, ibadat, aksos, misa bulanan. Tapi di samping itu,
pelayanana ke luar sekolah juga penting misalnya dengan mengikuti misa
ketika ada keluarga murid atau guru yang meninggal, kunjungan orang
sakit, serta dialog yang terbuka antara saya sebagai guru dengan orangtua
maupun guru dari sekolah lanjutan di mana alumni sekolah ini
melanjutkan jenjang pendidikannya [Wawancara R6, 14 November 2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamnnya mengajar bersama responden, semua
responden memiliki jawaban yang sama karena memang bagi sebagian besar guru,
pendidikan kristiani sungguh nampak dan terpancar melalui kegiatan-kegiatan
kerohanian. Maka jawaban R1. R2, R3. R4, R5, dan R6 selalu mengarah pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
kegiatan kerohanian yang ada I sekolah, mekipun pada R5 dan R6 ada tambahan
seperti kehidupan di masyarakat atau di luar sekolah. [Wawancara I1, 14
November 2018]
(b) Komponen Pendidikan Kristiani
Pada bagian ini penulis ingin mengetahui komponen yang mencakup
pendidikan kristiani. Secara keseluruhan responden memiliki jawaban yang
relative sama dan singkat. Berikut tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan singkat mengatakan :
Kalo menurut saya sih ya seputar kerohanian itu mbak, seperti jawaban
sebelumnya [Wawancara R1, 12 November 2018].
Responden 2 memberikan jawaban yang serupa dengan mengatakan :
Ya kalo menurut saya kerohanian itu sama bagaimana menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari [Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 dengan singkat mengatakan :
Yang terpenting ya bagaimana anak bisa mengkomunikasikan iman dengan yang
di atas kemudian mereka menerapkan perintah-Nya dalam hidup masyarakat
[Wawancara R3, 13 November 2018].
Responden 4 dengan singkat mengatakan :
Kalau menurut saya di samping anak memiliki sikap spiritual yang baik, anak
juga sungguh memiliki jiwa kemarsudirinian dalam diri [Wawancara R4, 14
November 2018].
Responden 5 dengan singkat mengatakan :
Dua hal tadi mbak yang saya rasa dominan, hidup rohani dan sikap terhadap
sesama [Wawancara R5, 14 November 2018].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Responden 6 dengan singkat mengatakan :
Seperti yang telah saya sampaikan, yang jelas hidup rohani anak, yakni
iman mereka dengan yang di atas, juga bagaimana mereka menerapkannya
dalam hidup bersama sebagai suatu wujud persaudaraan sesuai dengan apa
yang menjadi spiritualitas sekolah ini [Wawancara R6, 14 November
2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamnnya mengajar bersama responden, semua
responden memiliki jawaban yang sama karena memang pendidikan kristiani
memiliki komponen utama iman anak dan hubungan dengan sesama. Maka
jawaban R1. R2, R3. R4, R5, dan R6 selalu mengarah pada hal
tersebut[Wawancara I1, 14 November 2018]
b. Visi-misi Sekolah
Pada bagian ini penulis ingin mengetahui bagaimana nilai-nilai
Kekatolikan yang ada mengambil peran dalam proses pendidikan di sekolah
khususnya dalam pendidikan Karakter Kristiani. Untuk itu, penulis merumuskan
pertanyaan kunci:(1) peran nilai Kekatolikan dalam pendidikan karakter;(2)
program pengembangan pendidikan karakter; (3) peran nilai dalam pendidikan
karakter kristiani;(4) implementasi nilai Kekatolikan dalam pendidikan karakter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
(1) Peran nilai Kekatolikan dalam pendidikan karakter
Penulis bertanya kepada semua responden tentang peran nilai-nilai
Kekatolikan tersebut bagi pendidikan karakter Kristiani. Secara keselurahn
responden memberikan jawaban yang berbeda-beda. Berikut tanggapan masing-
masing responden.
Responden 1 dengan singkat mengatakan :
Peran nilai dalam pendidikan karakter kristiani sih jelas untuk membantu
anak memiliki sikap iman dan sosial yang baik [Wawancara R1, 12
November 2018].
Responden 2 dengan yakin namun terlihat seperti berpikir keras mengatakan:
Sebenarnya sederhana mbak, tapi sulit dalam pelaksanaanya, maksudnya
begini, nilai-nilai yang sudah dimiliki anak itu dikembangkan supaya dapat
membentuk sikap yang baru melalui proses yang panjang [Wawancara R2,
12 November 2018].
Responden 3 dengan singkat mengatakan :
Sangat memiliki peran ya mbak, terutama dalam membentuk sikap hidup
sehari—hari yang sesuai dengan iman kepercayaan masing-masing
[Wawancara R3, 13 November 2018].
Responden 4 kurang yakin menjawab dengan mengatakan:
Sebenarnya nilai-nilai Kekatolikan jelas memiliki peran khususnya dalam
membentuk sikap iman anak. Tapi pada kenyataannya tidak hanya sampai
pada sikap iman, tetapi juga hidup sosial anak yang bersangkutan
[Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan singkat mengatakan :
Tentu saja memiliki peran dalam membangun kedewasaan iman anak yang
masih mengalami masa transisi, juga sikap hidup mereka sehari-hari
[Wawancara R5, 14 November 2018].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Responden 6 dengan singkat mengatakan:
Kalau ditanya memiliki peran tentu saja karena nilai merupakan dasar dari
pembentukkan sikap. Tapi untuk efektifnya saya masih belum yakin anak
sungguh dapat menerima nilai tersebut sebagai acuan untuk mengambil
sikap [Wawancara R6, 14 November 2018].
Semua data yang dijabarkan di atas adalah valid. Semua data wawancara
divalidasi ulang dengan meminta responden melihat kembali hasil transkripnya,
sehingga kutipan di atas benar dan kredibel.
Penulis melakukan wawancara dengan orang lain sebagai Informan 1 yang
mengenal responden. Informan 1 mengatakan bahwa meskipun seluruh responden
mengaalami perjumpaan yang sama dengan anak, tentu memiliki pandangan yang
berbeda mengenai peran nilai terhadap pendidikan karakter kristiani. Misalnya
pada R2 dan R6 yang merasa perannya jelas namun masih terlihat samar dalam
praksis pelaksanaannya. Sedangkan yang lain merasa sudah cukup berperan
khususnya dalam lingkup kerohanian dan sosial [Wawancara I1, 14 November
2018].
(2) Program pengembangan pendidikan karakter
Penulis bertanya kepada semua responden program sekolah yang berkaitan
dengan pendidikan karakter kristiani. Secara keseluruhan responden memberikan
jawaban yang sama. Berikut tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan cukup jelas mengatakan :
Kalau program untuk mengembangkan karakter anak itu ada semacam
program pendampingan sesuai dengan kebutuhan yang mendesak bagi
siswa, misalnya seksualitas, penggunaan gadget dan media sosial, serta
narkotika. Di samping itu terdapat juga tatib yang menata kedisiplinan
siswa melalui sistem poin, serta peduli kepada lingkungan dan sesama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
melalui kegiatan aksos dan buang sampah pada tempatnya [Wawancara
R1, 12 November 2018].
Responden 2 menyebutkan hal yang sama seperti responden 1 dengan
mengatakan:
Untuk program baru saja ada program pendampingan bagi anak sesuai
dengan tingkatan kelas mereka yang materinya seksualitas, penggunaan
media sosial, dan narkotika kemudian ditutup dengan lokakarya.
Kemudian ada juga retret, lokakarya, kemah, pramuka, dan pembiasaan
dari BK seminggu sekali [Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 dengan singkat mengatakan :
Kalau untuk program yang umum sih lokakarya, retret, aksos, kemudian
pengembangan kepribadian seperti penggunaan medsos [Wawancara R3, 13
November 2018].
Responden 4 mengatakan:
Kalau program pertama ada pembiasaan dari BK, retret, seksualitas, dan
juga ada tatib. Tatib ini merupakan petunjuk bagi siswa mengenai
peraturan sekolah yangnantinya akan diberlakukan sistem poin bagi yang
melanggar. [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan singkat mengatakan :
Kalau saya sebagai wali kelas itu ada perwalian guna memberi semangat
bagi siswa yang akan mengikuti lomba maupun akan menghadapi ulangan.
Kemudian ada retret, lokakarya, pengembangan kepribadian melalui
seksualitas, pendampingan penggunaan narkotika, dan pembiasaan dari
BK [Wawancara R5, 14 November 2018].
Responden 6 dengan yakin menjawab dengan mengatakan:
Untuk program yang mampu membantu perkembangan karakter kristiani
anak itu ada banyak. Ada kemarsudirinian, retret, lokakarya, refleksi, aksi
sosial, program pendampingan seperti yang dilaksanakan akhir bulan lalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
itu ada sekualitas, narkotika, medsos [Wawancara R6, 14 November
2018].
Semua data yang dijabarkan di atas adalah valid. Semua data wawancara
divalidasi ulang dengan meminta responden melihat kembali hasil transkripnya,
sehingga kutipan di atas benar dan kredibel.
Penulis melakukan wawancara dengan orang lain sebagai Informan 1 yang
mengenal responden. Informan 1 mengatakan bahwa memang ada beberapa
program yang dirancang oleh sekolah khusus untuk mengembangkan sikap siswa.
Oleh karena itu seluruh responden memiliki jawaban yang hampir seluruhnya
sama dan hanya sebagian yang berbeda seperti R4 yang melihat adanya tatib
sebagai komponen pengembangan sikap. Kemudian R6 melihat kemarudirian
sebagai bagian pendidikan karakter kristiani. [Wawancara I1, 14 November 2018]
(3) Implementasi nilai Kekatolikan dalam pendidikan karakter
Penulis ingin mengetahui bagaimana implementasi nilai-nilai Kekatolikan
dalam pendidikan karakter kristiani. Secara keseluruhan responden memberi
jawaban yang berbeda-beda. Berikut tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan singkat mengatakan:
Kalau penerapannya ya melalui program-program tadi mbak, selain itu
melalui keteladanan dari kita sebagai guru untuk nyontoni murid
[Wawancara R1, 12 November 2018].
Responden 2 dengan yakin namun terlihat seperti berpikir keras mengatakan:
Penerapannya yang jelas ya melalui program sekolah, kemudian visi-misi
sekolah, lalu juga melalui berbagai kegiatan khususnya kerohanian yang
membantu anak untuk mengembangkan sikap mereka [Wawancara R2, 12
November 2018].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Responden 3 memberi jawaban yang berbeda dengan mengatakan :
Bagaimana nilai tersebut diimplementasikan menurut saya ya melalui
prakis kehidupan sehari-hari baik di dalam sekolah maupun di luar
sekolah. Jadi sebagai bagian dari warga sekolah, kita mencerminkan nilai
tersebut melalui apa yang kita lakukan untuk alam juga sesama
[Wawancara R3, 13 November 2018].
Responden 4 sangat yakin dan singkat menjawab dengan mengatakan:
Penerapan nilai untuk pendidikan karakter yang jelas terangkum dalam
visi-misi dan tujuan sekolah serta kemarsudirinian yang membuat kita
memiliki arah dan pegangan alam bertindak dan mengambil sikap yang
baik [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 dengan tenang dan yakin menjabarkan dengan mengatakan:
Implementasinya ya yang paling dasar lewat tujuan sekolah,
kemarsudirinian, kemudian yang jelas melalui visi-misi yang diangkat oleh
sekolah. Misalnya bagiamana nilai-nilai kemarsudirinian itu menjadi acuan
bagi sekolah untuk mengajak anak mnjadi pibadi yang mau mencintai
alam sekitar, berkembang dalam iptek, kemudian memiliki sikap iman, dan
lain sebagainya [Wawancara R5, 14 November 2018].
Responden 6 dengan yakin menjawab dengan mengatakan:
Penerapan yang paling kentara adalah dalam kemarsudirinain di mana
anak diajak untuk menghayati spiritualitas ini dengan harapan akan
menjadi acuan bagi kehidupannya kelak. Kemudian melalui visi-misi
ataupun tujuan yang dirumuskan oleh sekolah juga dapat membantu agar
anak memiliki arahan yang jelas akan nilai-nilai yang dapat membantu
mereka menjadi pribadi yang memiliki iman yang bebas dan
bertanggungjawab [Wawancara R6, 14 November 2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamnnya mengajar bersama responden, semua
responden memiliki pandangan yang berbeda akan pnerapan nilai tersebut dalam
rangka pendidikan karakter. Seperti R1 yang melihat adanya keteladanan guru
dalam penerapan nilai. Sedangkan R3 melihat praksis kehidupan sehari-hari
sebagai bentuk penerapan nilai dalam kaitannya dengan pendidikan karakter.
Sementra R2, R4, R5 dn R6 melihat adanya visi-misi, tujuan, serta program
sebagai bentuk penanaman nilai dalam pendidikan karakter [Wawancara I1, 14
November 2018].
c. Praksis Penerapan Pendidikan Karakter
Pada bagian ini penulis ingin mengetahui bagaimana masing-masing guru
melaksanakan pendidikan karakter di dalam kelas. Untuk itu penulis merumuskan
beberapa pertanyaan kunci: (1) proses pendidikan karakter dalam kelas; (2) nilai-
nilai yang berguna dalam pengembangan pendidikan karakter kristiani.
(1) Proses pendidikan karakter dalam kelas
Penulis ingin mengetahui bagaimana masing-masing guru melaksankan
pendidikan karakter di dalam kelas. Secara keseluruhan responden memberi
jawaban yang berbeda-beda. Berikut tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan yakin mengatakan:
Kalau dalam mata pelajaran yang saya ampu, pada awal tahun pelajaran,
anak di ajak untuk mengisi angket seputar kebutuhan mereka khususnya
dalam pendampingan tertentu. Berangkat dari hasil angket tersebut, baru
dirumuskan suatu proses pendampingan yang diawali dengan teori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
mengenai kebutuhan anak misalnya teori tentang pergaulan usia remaja.
Setelah memberikan teori, anak diarahkan untuk memilah dan memilih
bagaimana pergaulan yang sehat itu. Seringkali ada beberapa anak yang
jawabannya nyeleneh dan cenderung berbeda dari teman-teman
kebanyakan. Nah, dari situ akan dilakukan pendampingan khusus terhadap
anak itu. Selebihnya dilakukan dalam pembiasaan yang sudah terjadwal
dalam kelas masing-masing. Juga yang menjadi bagian penting dalam
pendidikan karakter adalah keteladanan yang diberikan oleh guru
[Wawancara R1, 12 November 2018].
Responden 2 memiliki jawaban yang hampir sama dengan responden 1 dengan
mengatakan:
Sesuai dengan mata pelajaran saya, yang pertama adalah melalui
pembiasan yang terjadwal satu kali dalam seminggu. Nah, pendidikan
karakter di sini disesuaikan dengan kondisi anak, misalnya kelas 7 itu lebih
fokus pada pengenalan diri, kelas 8 lebih pada pergaulan dan sopan santun,
dan kelas 9 mengenai studi lanjutan. Ya untuk mempermudah anak untuk
tau apa yang dibutuhkan, biasanya ada dialog dengan siswa, yang
kemudian dijadikan pola pendampingan tertentu. Kalau yang pasti di luar
pelajaran ya keteladanan guru, kita harus bisa menjadi contoh bagi siswa.
Ya sayangnya tidak semua guru mau dan mampu menjadi contoh yang
baik. Kadang kitanya disiplin tapi guru lainnya tidak kan juga jadi susah
karena anak sekarang kritis. Kita nyontohin yang baik tapi guru lainnya
tidak ya gak bisa [Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 mengemukakan tanggapan yang berbeda dengan mengatakan:
Pendidikan karakter yang saya pribadi terapkan dalam kelas itu lebih ke
arah pendampingan bagi siswa-siswa ‘istimewa’ mbak. Jadi saya
perhatikan bagaimana sikap anak kalo lagi doa, kerja kelompok,
keseluruhan proses pelajaran misalnya ada yang tidak mengerjakan tugas
atau tidur dalam kelas, saya akan memberikan perhatian khusus pada
mereka, dengan pelan-pelan membantu mereka memperbaiki sikap. Ya ini
tidak terlepas dari keteladanan guru yang memberi contoh. Kadang yo
anak berani jawab dengan membandingkan guru lain, tapi paling tidak diri
saya sendiri bisa dijadikan contoh. [Wawancara R3, 13 November 2018]
Responden 4 sangat yakin menjawab dengan mengatakan:
Kalau dalam kurtilas sudah jelas ya mbak, ada sikap spiritual yang hendak
dibangun. Misalnya dengan menegur anak yang tidak bisa khusyuk dalam
doa sehingga pelan-pelan tau sikap doa yang baik kayak gimana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Kemudian sikap sosial melalui kerjasama dan toleransi tentu saja secara
tidak langsung kita sebagai guru harus bisa menjadi contoh bagi anak-anak
kita [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 memiliki jawaban yang hampir sama dengan rsponden 4 dengan
mengatakan:
Yang jelas melalui sikap spiritual seperti pada KI1 itu anak diajak
membangun sikap doa yang baik. Kemudian anak dibiasakan untuk
merefleksikan kebutuhan akan kehidupan mereka. Dan juga untuk kelas
saya, saya menekankan anak-anak itu harus mau kerja sama satu dengan
yang lain, mengingat pelajaran yang saya ampu itu pelajaran yang cukup
sulit dan dibenci sebagian anak. Tanggung jawab juga ditanmkan ya mbak,
itu penting, dari hal yang sederhana seperti tidak datang terlambat.
Tanggung jawab juga bagi kita para guru untuk bisa memberi contoh bagi
anak bagaimana sikap yang baik dan buruk untuk dilakukan, terutama
perihal kedisiplinan guru [Wawancara R5, 14 November 2018].
Responden 6 dengan yakin menjawab dengan mengatakan:
Pendidikan karakter itu bukan proses instan, berjalan terus menerus hingga
seseorang dewasa. Maka di sini yang saya lakukan adalah memperhatikan
anak-anak saya dengan memahami kondisi mereka. Saya biarkan anak
berkembang sesuai dengan usia mereka, tugas saya mendampingi ketika
ada anak yang mulai mengalami kebingungan untuk mengambil sikap
dalam permasalahan tertentu barulah di situ ada komunikasi yang
mengarahkan anak. Lalu saya juga mengajak anak untuk menemukan
sosok yang mampu menjadi role model bagi hidupnya [Wawancara R6, 14
November 2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamannya mengajar, masing-masing guru
memiliki cara sendiri dalam mengembangkan sikap anak khususnya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
kurikulum 2013 sikap menjadi perhatian khusus. Pada R1 dan R2 ditemukan
kesamaan pola pendampingan yakni berangkat dari kebutuhan anak lalu diadakan
suatu bentuk pendampingan tertentu. Sedangkan R3 dan R6 lebih menekankan
pada pendampingan individu yang membutuhkan. Pada R4 dan R5 lebih melihat
bagaimana penerapan pendidikan karakter dalam rangka kurikulum 2013. Namun
keseluruhan responden melihat pentingnya keteladanan pendidik dalam
mendampingi siswa [Wawancara I1, 14 November 2018].
(2) Nilai-nilai yang berguna dalam pengembangan pendidikan karakter
kristiani.
Penulis ingin mengetahui apa saja nilai-nilai yang hendak ditanamkan oleh
masing-masing guru dalam kelas kaitannya dengan pendidikan karakter kristiani.
Secara keseluruhan responden memberi jawaban yang berbeda-beda. Berikut
tanggapan masing-masing responden.
Responden 1 dengan singkat mengatakan:
Saya pribadi sih lebih menekankan komunikasi dengan anak supaya anak
dapat menghargai orang lain dan juga toleransi terhadap keberagaman
yang ada [Wawancara R1, 12 November 2018].
Responden 2 memiliki jawaban yang berbeda dengan mengatkan:
Sikap jujur itu penting ya mbak, karena anak sedari awal sudah harus
memiliki paham bahwa dengan mengerjakan segala sesuatu penuh
kejujuran maka anak sampai besar nanti akan terus ingat. Kemudian
keberanian, anak kadang kan nggak pede sama apa yang dia miliki, di sini
anak perlu menyadari kalau dirinya berbeda dengan yang lain maka harus
memilliki tekad untuk mengekspresikan diri, kemudian juga persaudaraan,
kalau anak menganggap teman-temannya adalah saudara, maka nantinya
tidak ada lagi anak yang geng-gengan di sekolah. Untuk yang ini memang
sulit sekali ya mbak, maka perlu ditekankan terus menerus. Kemudian juga
kedewasaan dan kedisiplinan, jika anak udah memiliki pola pikir yang
dewasa, maka mudah baginya untuk memilah dan memilih mana yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
seharusnya dilakukan. Yang terakhir adalah bersyukur, anak perlu tau
bahwa apa yang ia miliki sebagai anugerah dari Allah dan mensyukurinya
lewat hidup sehari-hari [Wawancara R2, 12 November 2018].
Responden 3 memberi jawaban yang berbeda dengan mengatakan :
Kalau saya pribadi lebih kepada menaati peraturan yang ada. sederhana
saja dengan mengikuti rambu lalu lintas yang ada, melaksanakan perintah
Allah. Kemudian untuk anak-anak yang saya dampingi di OSIS saya
mengajak mereka menjadi teladan bagi teman-temannya dengan
berperilaku baik, tidak membeda-bedakan, dan berprestasi [Wawancara
R3, 13 November 2018].
Responden 4 sangat yakin dan singkat menjawab dengan mengatakan:
Sebagai pembina tatib, tentu nilai yang saya tanamkan adalah disiplin
dengan mengikuti berbagai perturan sekolah yang sudah ditentukan.
Kemudian kesopanan dengan menghargai orang lain yang berbicara,
menghormat pada orang yang lebih tua. Kemudian juga norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat upaya anak tau apa yang dapat dilakukan
dan dijauhkan dari hal-hal seperti geng, mira, narkoba, dan lain sebaginya.
Dan yang terkhir spiritualitas di mana anak memiliki sikap iman yang baik
dalam beribadah [Wawancara R4, 14 November 2018].
Responden 5 mengatakan:
Yang jadi kebutuhan khusus untuk ditanamkan menurut saya adalah
persaudaraan, supaya anak bisa toleransi terhadap sesama, khususnya
untuk mengasihi sesama teman. Kemudian juga sebagai wali kelas saya
mengajak anak untuk disiplin mengikuti peraturan sekolah yang ada
[Wawancara R5, 14 November 2018].
Responden 6 dengan yakin menjawab dengan mengatakan:
Ada dua nilai yang saya pribadi ingin tanamkan. Yang pertama
keteladanan, sebagai bagian dari yayasan ini kita tentu belajar untuk
menjadi pribadi yang terus menerus bertobat. Ada suatu bentuk
komunikasi yang terbangun anatara saya sebagai guru dengan anak-anak
saya. Saya tidak merasa sebagai teladan yang baik, namun saya membantu
anak menemukan role model mereka masing-masing yang kiranya dapat
membantu mereka memperkembangkan diri. Yang kedua adalah
kebebasan yang bertanggungjawab, di mana anak memiliki cara sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
untuk mengungkapkan imannya kepada Tuhan, menjalankan perintah-Nya,
menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian anak juga tahu bagaimana
memperlakukan sesamanya dengan penuh kasih dan juga toleransi
[Wawancara R6, 14 November 2018].
Kebenaran data yang diperoleh telah diuji validitasnya dengan
mempersilahkan reponden untuk memeriksa kembali jawaban yang diberikan
selama proses wawancara, sehingga jawaban yang diberikan sungguh benar dan
terpercaya.
Berdasarkan wawancara kepada orang yang mengenal reponden, Informan
1 mengatakan berdasarkan pengalamannya mengajar bersama responden, semua
responden memiliki jawaban yang berbeda karena karakter setiap anak berbeda-
beda. Misalnya pada R1 yang melihat komunikasi sebagai dasar supaya anak mau
menghargai orang lain serta toleransi pada sesama. Sedangkan R2 melihat adanya
banyak nilai yang perlu ditanamkan seperti kejujuran yang menjadi dasar
kehidupan bermasyarakat, keberanian yang membuat anak percaya diri untuk
mengaktualisasikan diri, dan memiliki kedewasaan dalam pergaulan. Kemudian
R3, R4, dan R5 melihat pentingnya kedisiplinan baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Dan R6 melihat adanya role model yang membantu anak serta anak
membutuhkan kebebasan dalam melaksanakan iman mereka [Wawancara I1, 14
November 2018].
B. Pembahasan
Pada bagian ini penulis akan membahas dan mendeskripsikan secara
kualitatif penerapan nilai-nilai Kekatolikan dalam Pendidikan Karakter Kristiani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
oleh guru di SMP Maria Immaculata Yogyakarta. Deskripsi kulitatif pendidikan
karakter Kristiani ini akan dibagi menjadi 4 bagian besar, diantaranya: (1)
deskripsi nilai-nilai Kekatolikan dalam dokumen Gereja; (2) deskripsi konsep
pendidikan kristiani; (3) deskripsi implementasi pendidikan karakter Kristiani di
sekolah; (4) deskripsi praksis pelaksanaan pendidikan karakter kristiani di kelas.
1. Nilai-nilai Kekatolikan dalam dokumen Gereja
Penulis menemukan keragaman tanggapan para responden terkait
pemahaman mengenai nili-nilai Kekatolikan yang terdapat dalam dokumen
Gereja. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum penulis menyimpulkan bahwa
responden masih sangat asing terhadap dokumen Gereja, namun sebagian besar
mengetahui nilai-nilai Kekatolikan yang ingin dikembangkan dalam proses
pendidikan. Hal ini terbukti dari jawaban masing-masing responden pada bagian
ini.
Responden 2 mengungkapkan adanya spiritualitas yang dihayati di sekolah
menjadi nilai-nilai dasar yang akan ditanamkan dalam keseluruhan proses
pendidikan khusunya melalui spiritualitas pelindung sekolah. Jawaban ini
mengindikasikan bahwa disatu sisi responden belum memiliki pengetahuan
tentang dokumen Gereja, namun disisi lain responden punya pandangan yang
sudah cukup sesuai dengan apa yang terdapat dalam dokumen Gereja [Wawancara
R2, 12 November 2018; lih. hal. 12]. Tampaknya pengetahuan tersebut diperoleh
dari pengalaman dan penghayatannya selama menjadi guru di sekolah ini.
Sedikit berbeda dengan R2, tanggapan yang diberikan oleh R4 lebih
lengkap. Beliau tidak hanya menguraikan spiritualitas, tetapi juga nilai-nilai yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
memang menjadi ciri sekolah Katolik. Dikatakan bahwa sekolah Katolik selain
memiliki spiritualitas yang dijunjung, juga memiliki toleransi yang amat besar
serta disiplin yang tinggi juga kerjasama dalam hidup masyarakat [Wawancara
R4, 14 November 2018; lih. hal. 13]. Meski hampir sama, namun jawaban yang
diberikan oleh R4 sudah masuk pada nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan
masyarakat. Namun dari jawaban yang diberikan, penulis melihat bahwa jawaban
yang diberikan hanya atas dasar apa yang dialami dalam kehidupan sehari-hari,
bukan berlandakan dokumen Gereja.
Secara teoritis Gereja meyakini bahwa sekolah memiliki peranan yang
cukup penting di dalam pembentukan karakteristik anak. Sekolah Katolik perlu
mewujudkan suatu proses pendidikan yang dijiwai oleh semangat mengajar
Kristus sendiri. Hal ini ditunjukkan melalui identitas gerejawi dan budayanya;
misi pendidikannya sebagai karya cinta; layanannya kepada masyarakat; sifat-sifat
yang harus menjadi ciri komunitas pendidik (Sacred Congregation of The
Catholic School 4). Oleh karena itu, nilai-nilai yang dihidupi di sekolah Katolik
haruslah mengarah pada pengembangan aspek sosial dan budaya dari berbagai
komunitas dan masyarakat di mana ia berasal, berpartisipasi dalam kegembiraan
dan harapan mereka, penderitaan dan kesulitan mereka, upaya mereka untuk
mencapai yang asli. kemajuan manusia dan anggota komunitas.
Dengan demikian berdasarkan jawaban dari responden dibandingkan
dengan teori yang ada mengenai nilai-nilai Kekatolikan maka dapat terlihat bahwa
responden sudah sedikit memahami nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
proses pendidikan. Hal ini nampak dari tanggapan responden yang sudah
mencakup aspek sikap dalam hidup bermayarakat.
2. Konsep pendidikan kristiani
Pada bagian ini penulis menemukan kesamaan jawaban akan konsep
pendidikan kristiani, meskipun dengan contoh yang beragam. Seluruh responden
melihat pendidikan kristiani merupakan pendidikan yang membantu anak untuk
memiliki sikap iman yang baik. R1 memiliki jawaban yang berbeda, beliau
menganggap pendidikan kristiani tersirat melalui visi-misi sekolah yang sarat
akan nilai-nilai, kegiatan kerohanian, dan simbol-simbol keagamaan [Wawancara
R1, 12 November 2018; lih. hal. 16-17]. Jawaban yang diberkan R1 cukup
singkat. R1 kurang dapat menjelaskan apa itu pendidikan kristiani dan bagaimana
penerapannya lebih lanjut dengan jelas. Kemungkinan karena pemahaman R1
mengenai konsep pendidikan kristiani masih kurang mendalam, sehingga belum
dapat menguungkapkannnya dengan lebih terperinci.
R2 memiliki pandangan yang berbeda dengan R1. Beliau melihat bahwa
pendidikan kristiani tercermin melalui sikap hidup yang juga menjadi budaya
sekolah seperti adanya “tiga S” (senyum, sapa, salam) kepada siapapun yang ada
di lingkungan sekolah. Di samping itu R2 melihat perlu adanya keteladanan dari
guru, di mana guru perlu memiliki sikap hidup yang dapat diteladani siswa. Dan
yang terakhir dengan adanya kebiasaan refleksi yang tidak ada di sekolah lain
[Wawancara R2, 12 Noveber 2018; lih. hal. 17]. Hal ini sejalan dengan pendapat
R3 yang melihat bahwa refleksi menjadi bagian dari penerapan pendidikan
kristiani. R3 menuturkan bahwa refleksi merupakan ciri khas yang tidak ada di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
sekolah lain, karena hanya ada di sekolah Katolik [Wawancara R3, 13 November
2018; lih. hal. 17]. Nampaknya jawaban yang muncul dari R2 dan R3 merupakan
hasil pengamatan dan refleksi selama mengajar. Hal ini terlihat dari tanggapan
keduanya yang melihat pendidikan kristiani tidak hanya dari segi kegiatan
kerohanian, tetapi juga melalui berbagai keteladanan, khususnya sikap hidup
dalam masyarakat. Sikap dalam kehidupan sehari-harilah yang menjadi penciri
utama pendidikan kristiani.
R4 melihat pendidikan kristiani sebagai sesuatu yang erat kaitannya
dengan kerohanian. Beliau memberikan contoh yaitu misa bulanan, ibadat,
peringatan BKSN, dan seperti R2 dan R3, beliau melihat refleksi sebagai bagian
dari perwujudan pendidikan kristiani [Wawancara R4, 14 November 2018; lih.
hal. 17]. Dari jawaban yang diberikan, penulis melihat adanya keraguan dari
jawaban yang diberikan R4. hal ini terlihat dari kurang jelasnya jawaban yang
diberikan oleh R4 mengenai konsep pendidikan kristiani, serta bagaimana
penerapannya. Namun R4 memaknai pendidikan kristiani sebagai upaya
pengembangan sikap spiritual anak.
Berbeda dengan responden yang lain, R5 melihat pendidikan kristiani
dalam dua hal yakni kerohanian dan sikap. Dalam hal kerohanian meliputi
peribadatan, di samping itu dalam peribadatan juga ada pembinaan sikap dengan
memberi terguran bagi anak yang tidak serius dalam mengikuti perayaan ekaristi.
Di samping itu, pembinaan sikap dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan
sekolah seperti aksi sosial, pembiaan, dan peduli lingkungan [ Wawancara R5, 14
November 2018; lih. hal. 17]. Dari jawaban yang diberikan oleh R5, penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
melihat bahwa R5 melihat pendidikan kristiani bukan semata-mata tentang
hubungan dengan Allah, tetapi juga mengenai sikap dalam hidup sehari-hari. R5
memang mengatakan cukup singkat, dan penjelasan yang kurang lengkap, namun
jawaban yang diberikan cukup mengindikasikan pengetahuan R5 mengenai
pendidikan kristiani.
Ada yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh R6. Selain melihat
dari sisi kerohanian, beliau juga melihat pelayanan keluar sekolah sebagai suatu
bentuk perwujudan pendidikan kristiani. Tidak hanya membangun relasi dengan
Allah, tetapi juga dengan sesama manusia yang membutuhkan, terutama mereka
yang masih membutuhkan perhatian khusus [ Wawancara R6, 14 November 2018;
lih. hal. 17]. Di sini penulis melihat bahwa R6 memiliki pandangan yang hampir
sama dengan responden lainnya di mana melihat pendidikan kristiani sebagai
suatu upaya membangun relasi dengan Tuhan dan sesama.
Berdasarkan teori yang ada, dikatakan bahwa pendidikan kristiani adalah
pendidikan yang mengikhtiarkan pembinaan pribadi manusia untuk tujuan
akhirnya dan serentak untuk kepentingan masyarakat. Manusia adalah angota
masyarakat dan setelah dewasa berperan serta dalam tugas-tugas masyarakat (GE
1). Dalam hal ini Gereja hendak mengatakan bahwa pendidikan hendaknya
mampu mendorong siswa untuk menghayati nilai-nilai moral dengan hati nurani
yang tepat agar mampu menyesuaikan diri dengan peran sosialnya. Dengan kata
lain, tujuan dari pendidikan itu sendiri mampu membawa siswa menjadi pribadi
yang tidak hanya beriman, tetapi juga memiliki sikap hidup yang sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Dengan demikian berdasarkan dari jawaban dari semua responden
dibandingkan dengan secara teoritis mengenai konsep pendidikan kristiani, maka
dapat terlihat bahwa reponden sudah memiliki pandangan yang benar memiliki
pendidikan kristiani meskipun belum tepat sepenuhnya.
3. Deskripsi implementasi pendidikan karakter Kristiani di sekolah
Pada bagian ini penulis menemukan jawaban yang beragam dari masing-
masing responden. R1 melihat bahwa pendidikan karakter di sekolah
dikembangkan melalui berbagai kegiatan baik kerohanian dan terkhusus melalui
pendampingan oleh BK, serta melalui berbagai kegiatan yang bertujuan untuk
membangun sikap siswa supaya memiliki sikap iman dan sikap sosial yang baik
[Wawancara R1, 12 November 2018;lih. hal. 24]. Drari jawaban yang diberikan
oleh R1, penulis melihat implementasi pendidikan karakter kristiani masih sebatas
pada pengembangan sikap anak supaya dapat tumbuh sesuai dengan
perkembangan usianya, serta bagaimana anak dapat memiliki sikap iman yang
baik, tetapi belum sampai pada pengembangan sikap sosial anak.
Berbeda dengan R1, R2 melihat pengembangan pendidikan krakter
kristiani tidak pertama-tama pada program pengembangan karakter, tetapi melalui
nilai-nilai dan spiritualitas yang diangkat oleh sekolah. Hal ini diwujudkan
melalui adanya visi-misi sekolah yang kemudian baru dibentuk program
pendampingan maupun program sekolah tertentu yang berkaitan dengan
pengembangan sikap anak [Wawancara R2, 12 November 2018;lih. hal. 24]. Di
sini penulis melihat adanya konsep yang berbeda antara R1 dan R2. R2
berpandangan bahwa pendidikan karakter kristiani tidak semata-mata soal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
perkembangan sikap, tapi perlu adanya nilai-nilai yang dihidupi di sekolah
melalui kurikulumnya.
R3 memiliki pandangan yang berbeda dengan responden sebelumnya.
Beliau melihat adanya keteladanan setiap warga sekolah dalam menunjukkan
sikap hidup yang sungguh mencintai alam sekitar serta sesama. Beliau juga
melihat bahwa praksis kehidupan sehari-hari menjadi menjadi kunci utama dalam
mengembangkan karakter kristiani, tidak hanya semata-mata menjadi manusia
beriman, tetpi juga memiliki sikap yang bisa dibawa hingga masa mendatang
[Wawancara R3, 13 November 2018;lih. hal. 24]. Penulis melihat R3 memiliki
pandangan mengenai bagaimana pengembangan karakter kristiani dilaksanakan
melalui praksis hidup sehari-hari terutama dalam sikap yang diterapkan. Penulis
melihat R1 tidak hanya memberikan teori tetapi sungguh mengangkat bagaimana
penghayatan hidup sehari-hari yang sungguh dapat memengaruhi sikap seseorang
terutama dalam keteladanan.
Hampir sama dengan R2, R4 melihat bahwa pendidikan karakter kristiani
pertama-tama dilihat melalui nilai-nilai yang diangkat dalam visi-misi sekolah
serta kurikulum yang berlaku. Nilai-nilai inilah yang nantinya akan menjadi
pegangan bagi setiap warga sekolah. Dengan demikian diharapkan seluruh warga
sekolah dapat menjadi pribadi yang sungguh-sungguh menghayati nilai-nilai
khususnya nilai kemarsudirinian yang tercermin dalam sikap hidup mereka sehari
hari [Wawancara R4, 14 November 2018;lih. hal. 25]. Pada bagian ini penulis
melihat bahwa R4 menghayati praksis pelaksanaan pendidikan karakter kristiani
tidak semata-mata perihal kegiatan kerohanian, tetapi penanaman nilai-nilai apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
yang perlu dimiliki dan dihidupi oleh sekolah menjadi pegangan hidup sehari-
hari. Penulis melihat adanya penghayatan nilai sebagai poin pokok dalam hal ini.
Sejalan dengan R2 dan R4, R5 juga memiliki pandangan di mana
implementasi pendidikan karakter kristiani pertama-teama melalui rumusan visi-
misi serta tujuan yang sarat akan nilai-nilai yang hendak digeluti. Nilai-nilai itulah
yang nantinya akan dicapai melalui berbagai macam program yang
diselenggarakan di sekolah. Harapannya dengan adanya berbagai hal tersebut,
anak akan memiliki sikap iman dan sikap sosial yang baik kedepannya meskipun
membutuhkan proses yang panjang [Wawancara R5, 14 November 2018;lih. hal.
25]. Penulis melihat adanya kesamaan konsep antara R2, R4, serta R5 dalam
melihat pendidikan karakter kristiani sebagai suatu proses pembentukan sikap
yang didasari oleh visi-misi serta tujuan yang jelas guna mencapai nilai-nilai
tertentu. Dari jawaban yang dituturkan, terlihat bahwa R5 memiliki penghayatan
yang mendalam mengenai bagaimana nilai yang ada dapat memengaruhi sikap
hidup anak.
Berbeda dengan responden lainnya, R6 melihat bahwa anak perlu
menemukan kebebasan dalam merayakan imannya. Anak butuh kebebasan yang
dapat membantu mereka menghayati iman mereka dengan cara mereka masing-
masing, sehingga anak memiliki Kristus dalam diri mereka yang dapat menuntun
langkah hidup mereka. Sama seperti responden yang sebelumnya, R6 juga melihat
bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam visi-misi menjadi kunci utama dalam
membantu anak memiliki arahan yang jelas atas apa yang mereka imani
[Wawancara R6, 14 November 2018;lih. hal. 25]. Di sini penulis melihat adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
wawasan yang luas pada R6 sehingga dapat melihat bahwa anak perlu memiliki
kebebasan dalam melakukan sesuatu seturut dengan nilai yang ia miliki dalam
hidup dan keyakinan yang ada dalam diri anak. Penulis juga melihat bahwa R6
memiliki pemahaman yang mendalam akan perkembangan anak sehingga tidak
hanya tahu apa yang dibutuhkan anak, tetapi juga bagaimana anak dapat
diarahkan sebaik mungkin sesuai dengan kapasitasnya.
Berdasarkan teori yang ada, dikatakan bahwa sekolah Katolik merupakan
suatu perwujudan misi kerasulan Gereja, sehingga segala proses serta kegiatan
yang menunjang pendidikan perlu dijiwai oleh semangat-semangat Gerejawi yang
diwujudkan melalui pelayanan pastoral bagi siswa. Berkaca pada realita pluralitas
budaya yang dihadapi, maka perlu adanya sintesis antara kebudayaan serta iman.
Hal ini dapat diwujudkan misalnya melalui pencapaian mata pelajaran tertentu
yang tidak hanya ditinjau dari penguasaan materi saja, tetapi juga nilai-nilai yang
diperoleh dalam proses pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran harus bisa
berjalan sejalan dengan pembentukan karakter, meskipun dilaksanakan dalam
waktu yang terpisah (Sacred Congregation of The Catholic School 14). Hal ini
dapat diartikan bahwa pendidikan karakter kristiani tidak hanya membantu anak
memperoleh sikap iman yang semakin terarah pada kedewasan, tetapi lebih
kepada bagaimana nilai-nilai yang hendak dihidupi seluruh komunitas sekolah
melalui kurikulum yang dijiwai semangat Kristus, sehingga seluruh anggota
sekolah dapat menjadi saksi Injil melalui sikap hidup yang baik di tengah
mayarakat. Di samping itu, sekolah Katolik perlu membangun relasi yang intensif
dengan orangtua tak hanya ketika ada masalah, tetapi sungguh dilibatkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
proses pendampingan anak sehingga anak memiliki kebebasan dalam merayakan
imannya.
Berdasarkan teori tersebut, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
belum memiliki pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana konsep
pendidikan kristiani tersebut dapat terlaksana dalam lingkup sekolah. Namun ada
beberapa responden yang memberikan jawaban yang sudah mengarah pada
konsep pendidikan karakter kristiani yang sesungguhnya.
4. Praksis pelaksanaan pendidikan karakter kristiani di kelas.
Pada bagian ini, penulis menemukan keragaman jawaban yang diberikan
oleh responden. R1 menuturkan bahwa beliau menekankan komunikasi baik
antara guru dan siswa, maupun antar siswa. Hal ini menjadi penting mengingat
sekolah merupakan tempat yang multikultural, maka komunikasi membantu anak
untuk dapat membangun rasa toleransi antar satu dengan yang lainnya. Di
samping itu, keteladanan guru juga mengambil peranan yang cukup penting.
[Wawancara R1, 12 November 2018;lih. hal. 26-27]. Penulis melihat adanya
pemahaman guru akan kebutuhan anak, terutama tantangan yang ada di zaman
sekarang, sehingga toleransi menjadi salah satu nilai utama yang ditanamkan di
kelas.
Sama hanya dengan R1, R2 juga melihat toleransi sebagai salah satu nilai
yang sungguh perlu ditanamkan dalam diri anak supaya menghindari adanya anak
yang merasa tersingkirkan. Selain itu, R2 juga melihat perlu adanya nilai
kejujuran dalam diri anak yang menjadi bekal untuk kehidupan di masa
mendatang. Ada juga nilai keberanian yang membantu anak menjadi lebih percaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
diri dalam mengekspresikan diri mereka, serta nilai kedisiplinan yang membantu
mereka menjadi pribadi yang patuh pada peraturan yang ada [Wawancara R2, 12
November 2018;lih. hal. 27]. Pada bagian ini penulis melihat adanya wawasan
yang luas dalam diri responden, sehingga memiliki pengetahuan yang memadai
tentang pengembangan pendidikan karakter kristiani. Di sini penulis melihat
bahwa R2 memiliki niilai-nilai yang memang sudah mengarah pada praksis
pendidikan karakter kristiani di sekolah.
Berbeda dengan R3 yang lebih menekankan pada kedisiplinan yang erat
kaitannya dengan menaati peraturan. Di sini R3 melihat bahwa melalui hal-hal
yang sederhana seperti mematuhi peraturan lalu lintas yang ada, anak dapat diajak
untuk mematuhi perintah Allah. Di samping itu, sebagai pendamping OSIS, beliau
mengajak para pengurus OSIS untuk memiliki sikap hidup yang dapat menjadi
teladan bagi teman-temannya [Wawancara R3, 13 November 2018;lih. hal. 27].
Pada bagian ini penulis melihat bahwa R3 menghayati pendidikan karakter
kristiani dalam kelas yang diampunya sebagai suatu bentuk pendisiplinan anak
supaya dapat berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sejalan dengan pendapat R3, R4 juga melihat hal yang sama yakni
kedisiplinan dalam diri siswa. Tidak hanya dalam hal mengumpulkan tugas, tetapi
lebih-lebih dalam mematuhi peraturan yang berlaku. Sebagai pembina tatib, beliau
sungguh ingin supaya anak-anaknya taat pada peraturan yang sudah ada dengan
harapan ketika berada di luar sekolah anak juga mematuhi peraturan yang ada
dimasyarakat. Selain itu R4 juga menilai anak perlu memiliki sikap iman yang
baik dimulai dari hal yang sederhana seperti mengikuti doa pagi dengan khusyuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Dengan demikian anak akan tahu makna dari doa yang diucapkan setiap hari dan
sungguh membuat mereka memiliki sikap spiritual yang dewasa [Wawancara R4,
14 November 2018;lih. hal. 27-28]. Pada bagian ini penuli melihat adanya
pemahaman dari R4 bahwa kedisiplinan memiliki peran yang cukup penting
dalam mengembangkan karakter anak. Dalam penghayatannya, R5 menilai
kedisiplinan yang diberlakukan di sekolah akan berdampak pada kehidupannya
dmasyarakat.
R5 melihat perlunya penanaman nilai persaudaraan dalam diri anak.
Sebagai suatu komunitas, anak perlu memiliki rasa persaudaraan supaya rasa
toleransi dapat tumbuh dalam diri mereka. Toleransi inilah yang membantu anak
supaya dapat hidup dalam lingkungan yang beragam. Di samping itu, kedisiplinan
juga memegang peranan penting dalam mengembangkan karakter anak
[Wawancara R5, 14 November 2018;lih. hal. 28]. Pada bagian ini penulis melihat
bahwa R5 menyadari pentingnya penyadaran dalam diri anak sebagai bagian dari
komunitas agar rasa persaudaraan tumbuh di antara mereka dan dapat
mengembangkan karakter kristiani mereka khususnya dalam hal kedisiplinan dan
toleransi.
Terkait praksis pendidikan, R6 memiliki pandangan yang hampir sama
dengan responden yang lain yakni perlunya anak diberi pemahaman mengenai
toleransi. Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan yang
majemuk, sikap toleransi ini juga membantu anak supaya mau membangun
komunikasi dengan sesamanya. Komunikasi inilah yang menjadi jembatan supaya
terbangun hubungan yang baik antar anak. Anak membutuhkan role model dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
hidup mereka untuk memperkembangakn diri mereka, sehingga mereka tahu
dirinya mau tumbuh dan memiliki sikap serta kepribadian yang macam apa. Anak
juga membutuhkan rasa kebebasan yang bertanggungjawab. Terutama dalam
mengungkapkan imannya akan Kristus dan menjalankan perintah-Nya
[Wawancara R6, 14 November 2018;lih. hal. 28]. Pada bagian ini penulis melihat
bahwa toleransi masih mendapat peranan yang sangat penting dalam
mengembangkan sikap anak khususnya di dalam kelas. Di samping itu,
keidisiplinan juga membantu anak unuk dapat menjalankan peraturan yang ada
dengan penuh kebebasan yang bertanggungjawab.
Berdasarkan teori yang ada, Paul Suparno (2015:104-116) mengatakan
bahwa pendidikan karakter sangat erat kaitannya dengan penanaman nilai serta
pengembangan moral siswa supaya menjadi lebih baik lagi. Maka siswa perlu
diajak untuk memperkembangakan diri sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan
dalam agama yang dianut. Hal ini dimaksudkan agar siswa semakin menghargai
dan mencintai dirinya sebagai makhluk ciptaan-Nya, serta menghargai berbagai
makhluk yang ada di bumi. Serta toleransi dan daya juang supaya siswa dapat
menghargai dan menerima berbagai perbedaan yang ada. Dan secara tidak
langsung siswa juga belajar arti keadilan. Hal ini juga dalam rangka membentuk
siswa menjadi disiplin dan taat pada hukum.
Dari teori yang ada dan jawaban yang diberikan oleh responden dapat
dilihat bahwa seluruh responden memiliki konsep yang hampir sepenuhnya betul
mengenai bagaimana penerapan pendidikan karakter kristiani dalam kelas. Yang
masih belum nampak adalah sikap iman akan Kristus, meskipun sedikit diulas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
oleh beberapa responden. Namun secara keseluruhan, niali-nilai yang diberikan
sudah mencakup apa yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter kristiani. Di
samping itu, keteladanan guru menjadi suatu hal yang mendapat perhatian khusus
mengingat masih banyaknya guru yang masih belum mau terlibat secara penuh
dalam upaya pendidikan karakter anak.
C. Kesimpulan Penelitian
Sekolah Katolik perlu mewujudkan suatu proses pendidikan yang dijiwai
oleh semangat mengajar Kristus sendiri melalui identitas gerejawi dan budayanya;
misi pendidikannya sebagai karya cinta; layanannya kepada masyarakat; sifat-sifat
yang harus menjadi ciri komunitas pendidik. Sekolah Katolik juga perlu
mewujudkan suatu pendidikan kristiani. Pendidikan kristiani adalah pendidikan
yang mengikhtiarkan pembinaan pribadi manusia untuk tujuan akhirnya dan
serentak untuk kepentingan masyarakat. Manusia adalah angota masyarakat dan
setelah dewasa berperan serta dalam tugas-tugas masyarakat. Di samping itu,
sebagai suatu perwujudan misi kerasulan Gereja, seluruh kegiatan yang
menunjang pendidikan yang dilaksanakan perlu dijiwai oleh semangat-semangat
Gerejawi melalui pelayanan pastoral bagi siswa. Hal ini dapat diwujudkan
misalnya melalui pencapaian mata pelajaran tertentu yang tidak hanya ditinjau
dari penguasaan materi saja, tetapi juga nilai-nilai yang diperoleh dalam proses
pembelajaran tersebut, harus mampu memperkembangkan karakter siswa.
Pendidikan karakter sangat erat kaitannya dengan penanaman nilai serta
pengembangan moral siswa supaya menjadi lebih baik lagi. Hal ini dimaksudkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
agar siswa semakin menghargai dan mencintai dirinya sebagai makhluk ciptaan-
Nya, serta menghargai berbagai makhluk yang ada dibumi. Sehingga diperlukan
adanya keteladanan pendidik menjadi hal yang sungguh penting supaya anak
memiliki figur yang bisa memberikan contoh bagaimana smestinya mereka
bersikap. Beberapa poin simpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah:
1. Masih banyak responden yang masih belum mengetahui dokumen-dokumen
Gereja yang membahas bagaimana konsep pendidikan kristiani di sekolah
Katolik dilaksanakan.
2. Komponen pendidikan kristiani masih sebatas hal-hal yang menyangkut
hidup rohani, mesikpun sudah ada yang menyinggung sikap sosial. Yang
masih kurang nampak adalah kerjasama antara sekolah dengan orangtua dan
masyarakat sekitar dalam upaya pengembangan pendidikan karakter anak.
3. Pentingnya peranan guru sebagai sosok yang bisa menjadi contoh bagi siswa
untuk memilah dan memilih sikap yang baik bagi kehidupan di samping
penanaman nilai. Untuk itu guru memerlukan adanya gerakan bersama guna
membangun konsekuensi sikap dalam mengembangkan pendidikan karakter
di sekolah, sehingga seluruh guru memiliki tanggung jawab yang sama untuk
terlibat di dalamnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
D. Usulan Program
Untuk menindaklanjuti temuan penelitian ini, penulis mengajukan usulan
program berupa lokakarya untuk guru dan karyawan guna menggali nilai-nilai
Kekatolikan dalam Dokumen Gereja sebagai acuan dalam mengembangkan
pendidikan karakter kristiani di SMP Maria Immaculata
1. Latar Belakang
Pendidikan karakter yang terutama dan paling pertama dilaksanakan dalam
lingkup keluarga. Tapi seiring berjalannya waktu, keluarga tidak cukup dalam
mendampingi perkembangan karakter anak. Dibutuhkan bantuan dari pihak lain
dalam membantu perkembangan karakter anak seperti teman sebaya, msayarakat
tempat ia tinggal, serta sekolah. Maka dari itu mayarakat dan sekolah perlu
membangun iklim yang sungguh-sungguh dapat membantu anak dalam
mengembangkan karakter mereka.
Dalam menyikapi hal ini, Gereja memiliki perhatian khususnya dalam
pendidikan di sekolah Katolik. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya dalam
bidang akademis saja, tetapi juga mempersiapkan diri untuk terjun langsung
dalam kehidupan masyarakat, dengan tetap berpegang pada corak kristiani.
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya soal bagaimana mengembangkan segi
kognitif anak, tetapi juga bagaimana anak dapat memperkembangkan sikap
spiritualnya menuju kedewasaan iman, serta sikap yang perlu dibangun untuk
hidup di tengah masyarakat dengan berbagai norma yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada guru di SMP Maria
Immacualata ini didapatkan bahwa guru masih belum sepenuhnya memahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
mengenai pendidikan karakter kristiani. Hal ini terlihat dari keterlibatan mereka
khususnya dalam praksis pelaksanaan pendidikan karakter kristiani tersebut.
Mereka hanya sekedar melihat pendidikan karakter kristiani sebagai suatu hal
yang berbau rohani saja, dan hanya menjadi tanggung jawab guru agama maupun
bimbingan konseling. Maka dari itu, berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis
merasa perlu menyusun program untuk dapat memfasilitasi guru agar dapat
menggali nilai-nilai Kekatolikan dalam Dokumen Gereja sebagai acuan dalam
mengembangkan pendidikan karakter kristiani di SMP Maria Immaculata.
Melalui kegiatan lokakarya ini, para guru diajak untuk melihat kembali
dan mengumpulkan kembali bagaimana pengalaman mereka dalam
mengembangkan karakter anak di sekolah hingga saat ini, yang nantinya akan
membentuk suatu konskuensi sikap yang perlu dilaksanakan dalam
pengembangan pendidikan karakter kristiani.
2. Tujuan Program
Program yang diusulkan ini memiliki tujuan agar para guru dapat menggali
nilai-nilai Kekatolikan dalam Dokumen Gereja sebagai acuan dalam
mengembangkan pendidikan karakter kristiani di SMP Maria Immaculata di SMP
Maria Immaculata Yogyakarta.
3. Usulan Kegiatan Lokakarya
a. Tema Umum
Kegiatan lokakarya ini mengangkat tema: “Menggali Nilai-Nilai
Kekatolikan Dalam Dokumen Gereja Sebagai Acuan Dalam Mengembangkan
Pendidikan Karakter Kristiani di SMP Maria Immaculata”. Tema ini diambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
untuk membantu para guru menggali nilai-nilai Kekatolikan dalam dokumen
Gereja sehingga dapat merumuskan program untuk memperkembangkan karakter
kristiani di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
b. Tujuan Lokakarya
Tujuan lokakarya ini adalah bersama pendamping peserta dapat menggali
nilai-nilai Kekatolikan dalam dokumen Gereja sehingga dapat merumuskan
program untuk memperkembangkan karakter kristiani di SMP Maria Immaculata
Yogyakarta.
c. Peserta
Peserta lokakarya adalah para guru dan karyawan di SMP Maria
Immaculata.
d. Tempat dan Waktu
Lokakarya ini dilaksanakan pada hari Senin, 10 Juni 2019 pukul 08.00-
15.00 WIB di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.
e. Bentuk dan Metode
Lokakarya dilaksanakan dengan pemaparan teori, diskusi, sharing
pengalaman, dan diakhiri dengan membuat suatu program untuk mengembangkan
pendidikan karakter kristiani di sekolah. Metode yang digunakan dalam lokakarya
ini adalah ceramah/informasi, diskusi dan sharing pengalaman.
f. Sarana
Sarana pendukung untuk memperlancar pelaksanaan lokakarya adalah laptop,
hand out, LCD, speaker dan sound system.
g. Matriks Kegiatan Lokakarya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
N
O
WAKTU
PELAKSA
NAAN
JUDUL
PERTEMUA
N
TUJUAN
PERTEMUA
N
URAIAN
MATERI
METOD
E
SARANA SUMBER
BAHAN
WAKT
U
PELAKSAN
A
1 08.00-
08.30
Perkenalan
dan pengantar
Menciptakan
suasana
persaudaraan
dan peserta
dapat
mengetahui
arah dan
tujuan
lokakarya
Doa
pembuka
Perkenala
n
Pengantar
Informa
si
LCD
Laptop
Program
pelaksanaa
n
pendampin
gan
20 menit Panitia
2 08.30-
10.00
Sesi I :
Pendidikan
Karakter
Peserta
memahami
tujuan dan
konsekuensi
pendidikan
karakter
Visi-Misi
Sekolah
Pengertian
Karakter
Pendidika
n Karakter
Informa
si
Cerama
h
LCD
Laptop
Manuskri
p Visi-
Misis
SMP
Maria
Immacul
ata
Yogyakar
ta
Paul
Suparno:
Pendidik
an
Karakter
di
Sekolah
90 menit Panitia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Perpres
no.87
tahun
2017
UU no.20
tahun
2003
3 10.00-
10.30
Istirahat
4 10.30-
12.00
Sesi II :
Menggali
nilai-nilai
Kekatolikan
dalam
Dokumen
Gereja
Peserta
mengetahui
nilai-nilai
Kekatolikan
dalam
Dokumen
Gereja yang
dapat menjadi
acuan dalam
mengembang
kan
pendidikan
karakter
kristiani di
SMP Maria
Immaculata
Nilai-nilai
Kekatolika
n menurut
Gravissim
um
Educationi
s;Dokume
n Sekolah
Katolik;
Dimensi
Religius
Pendidika
n Di
Sekolah
Katolik:
Pedoman
Untuk
Refleksi
dan
Informa
si
Cerama
h
LCD
Laptop
Dokumen
Konsili
Vatikan
II:
Gravissi
mum
Educatio
nis
A.
Sewaka,
SJ:
Ajaran
dan
Pedoman
Gereja
Tentang
Pendidik
an
Katolik
90 menit Panitia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Pembahar
uan
5 12.00-
13.00
Makan Siang
6 13.00-
14.00
Diskusi
Program
Peserta
merumuskan
suatu program
dalam rangka
pengembanga
n pendidikan
karakter
kristiani di
sekolah
Bagaiman
a
menciptak
an suatu
suasana
sekolah
yang
sungguh
dijiwai
oleh nilai-
nilai
Kristiani
baik
dalam
proses
pembelaja
ran,
pembiasaa
n,
mauapun
kurikulum
pengemba
ngan
Diskusi 60 menit Peserta dan
Panitia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
7 14.00-
14.30
Penutup Peserta dapat
mengungkapk
an saran dan
perasaannya
sehingga
nantinya
terbiasa untuk
mengadakan
evaluasi
Saran
Evaluasi
Doa
Penutup
Inform
asi
Tanya
Jawab
30 menit Panitia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
h. Detail Kegiatan
Salam dan Pengantar
Pendamping menyapa selamat pagi dan selamat datang kepada para guru
peserta lokakarya selanjutnya mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang
diberikan sehingga dapat berkumpul bersama untuk melaksanakan lokakarya.
Pendamping juga menyampaikan tujuan lokakarya agar lokakarya dapat berjalan
dengan lancar dan memberikan manfaat bagi peserta.
Pembuka
Pendamping mengajak seluruh peserta yang hadir untuk mempersiapkan
hati dan pikiran untuk berdoa.
Doa Pembuka
Allah Bapa yang Maha Kuasa, kami bersyukur dan berterimakasih kepada-
Mu atas segala berkat dan penyertaan yang boleh kami terima hingga hari ini.
Terima kasih pula Engkau telah hadir di tnegah-tengah kami semua pada
kesempatan ini. Sertailah kami ya Bapa, supaya kegiatan kami pada hari ini selalu
kau lindungi, sehingga kami dapat mewartakan Kerajaan-Mu melalui Pendidikan
Karakter Kristiani yang kami bahas pada hari ini. Segala doa dan harapan ini kami
haturkan kepada-Mu dengan perantaraan Yesus, Tuhan kami. Amin.
SESI I : Pendidikan Karakter
Tujuan : Peserta memahami tujuan dan konsekuensi pendidikan karakter.
1. Visi-Misi Sekolah
Visi : SMP Maria Immaculata Marsudirini mengembangkan pribadi yang
cerdas, beriman pada Tuhan, mencintai sesama dan alam ciptaanNya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Misi :
1. Menjadikan peserta didik yang cerdas, intelektual, berkarakter dan
berbudaya
2. Membantu peserta didik menggali dan mengembangkan minat, bakat dan
kreatifitas
3. Membantu peserta didik mampu menguasai dan menggunakan teknologi
secara tepat di era globalisasi
4. Meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan ciptaan-Nya
Tujuan :
1) Menjadikan peserta didik yang cerdas, intelektual, berkarakter dan
berbudaya
a) Terlaksananya tugas pokok dan fungsi peranan masing-masing setiap
warga dan komponen sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, dan
peserta didik).
b) Terlaksananya tata tertib dan segala ketentuan yang mengatur operasional
sekolah berstandar nasional pendidikan.
c) Memiliki jiwa cinta tanah air yang diinternalisasikan lewat menyanyikan
lagu kebangsaan Indonesia Raya dan hormat bendera pada awal pelajaran
dan Pramuka.
d) Meningkatkan mutu guru dengan MGMP, Workshop dan seminar.
e) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga
budaya bangsa, sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
f) Melaksanakan pendampingan dan pelatihan secara efektif dalam
pembelajaran, sehingga nilai ujian dan daya saing yang tinggi untuk
masuk jenjang pendidikan lebih tinggi.
g) mengembangkan pembelajaran dengan moving class.
h) mengembangkan pembelajaran berbasis kemarsudirinian.
i) menjadikan komunitas sekolah memiliki nilai-nilai kehidupan berdasarkan
spiritualitas kemarsudirinian.
2) Membantu peserta didik menggali dan mengembangkan minat, bakat dan
kreatifitas
a) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya,
sehingga dapat dikembangkan secara lebih optimal dan melaksanakan
pendisiplinan terhadap semua komponen sekolah untuk mewujudkan
disiplin diri yang mantap, kepatuhan tata tertib, bekerja dan belajar.
b) Menyediakan sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan proses
belajar mengajar, pembinaan olah raga serta kegiatan ekstrakurikuler.
c) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap
siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
d) Menjadikan sekolah meraih prestasi dalam berbagai kompetisi baik
akademik maupun non akademik
3) Membantu peserta didik mampu menguasai dan menggunakan teknologi
secara tepat di era globalisasi
a) Mengembangkan media pembelajaran berbasis TIK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
b) Memfasilitasi peserta didik untuk menguasai dan menggunakan teknologi
secara tepat
4) Meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan ciptaan-Nya
a) Menyelenggarakan kegiatan yang menumbuhkan kepedulian bagi
sesamanya dengan mengumpulkan sembako, menyisihkan uang jajan
untuk aksi sosial / membantu teman/saudara yang membutuhkan
b) Memiliki kesadaran terhadap kelestarian lingkungan hidup disekitarnya
c) menjadi sekolah bersih, sehat, dan berwawasan lingkungan sehingga
kondusif untuk bekerja dan belajar.
2. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani ‘karasso’ berarti cetak biru, format
dasar, sidik, seperti sidik jari (Doni Koesoema, 2007:90). Karakter juga dapat
dilihat sebagai sikap yang sudah ada pada anak didik dan yang harus
dikembangkan ke depan. Ki Hajar Dewantara mengartikan karakter sebagai
paduan daripada segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda
yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Ki Hajar
Dewantara juga melihat karakter sebagai perkembangan dasar yang telah terkena
pengaruh pengajaran (Paul Suparno 2015:28). Karakter dapat diartikan juga
sebagai nilai-nilai dan sikap hidup yang positif, yang dimiliki seseorang sehingga
memengaruhi tingkah laku, cara berpikir dan bertindak orang itu, dan akhirnya
menjadi tabiat hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
b. Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses
pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan. Pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan membantu
agar siswa-siswi mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang
diinginkan. Pendidikan karakter dilakukan dengan keyakinan bahwa karakter
seseorang itu dapat dikembangkan dan dapat diubah. Driyarkara menjelaskan
bahwa tugas pendidikan adalah mengembangkan karakter yang sudah baik dan
membantu menghilangkan karakter yang tidak baik dalam diri anak didik. Dengan
kata lain, manusia tidak hanya berhenti dengan mengikuti bakat yang sudah ada,
tetapi harus berani mengembangkan diri menjadi lebih baik. (Paul Suparno,
2015:30).
Pendidikan berarti usaha membantu siswa untuk menjadi berkarakter atau
karakternya berkembang semakin maju. Kekhasan pendidikan karakter adalah
bahwa bantuan untuk mengembangkan karakter siswa direncanakan secara
sistematis. Metode yang digunakan juga harus disesuaikan dengan model
pendekatan pendidikan yang berpusat pada individu anak didik.
Lickona dalam Paul Suparno (2015:40-42) melihat adanya 3 unsur di
dalam pendidikan karakter. Yang pertama, pengertian moral yang berarti
kesadaran moral, pengertian akan nilai, kemampuan untuk mengambil gagasan
orang lain, rasionalitas moral, pengambilan keputusan berdasarkan nilai moral,
dan pengertian mendalam tentang dirinya sendiri. Yang kedua, afeksi yang
meliputi suara hati, harga diri seseorang, sikap empati terhadap orang lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Yang ketiga, aksi atau
tindakan. Tindakan moral adalah kompetensi yang dimiliki untuk
mengaplikasikan keputusan dan perasaan moral melalui tindakan konkret. Ketiga
unsur ini saling bersinergi untuk membentuk suatu habitus atau kebiasaan baik
yang nantinya akan memperkembangkan karakter anak didik dan mengikis
karakter yang tidak baik.
c. Tujuan pendidikan karakter
Pada UU No. 20 Th 2003 Tentang Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan
nasional pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka, pendidikan harus mampu
untuk membentuk manusia yang memiliki ciri seperti tercantum dalam tujuan
pendidikan di atas.
Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional pendidikan tersebut, langkah
yang dapat ditempuh adalah melalui pendidikan karakter. Menurut Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, tujuan dari
pendidikan karakter itu sendiri adalah :
Membina dan mengembangkan karakter warga Negara sehingga mampu
mewujudkan masyarakat yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia,
berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
d. Fungsi pendidikan karakter
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Fungsi Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Mengacu pada fungsi pendidikan nasional tersebut, dalam Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (2010:4), pemerintah
mengungkapkan tiga fungsi pendidikan karakter yakni :
1) Membentuk dan mengembangkan potensi manusia agar berpikiran baik,
berhati baik, dan berperilaku baik.
2) Memperbaiki perilaku yang kurang baik dan memperkuat perilaku baik
yang sudah ada.
3) Memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat.
e. Faktor-faktor yang memengaruhi pendidikan karakter
Paul Suparno (2015:65-75) mengatakan bahwa pendidikan karakter tentu
tidak dapat berjalan atas kehendak diri sendiri. Perlu adanya bantuan dari orang
lain dalam rangka pembentukan karakter tersebut. Figur yang berperan di dalam
perkembangan karakter antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
1) Orangtua
Orangtua adalah pendidik karakter utama pada anak-anak. Sejak lahir anak
belajar karakter tertentu dari kedua orangtua mereka. Suasana keluarga
yang dibangun juga sungguh memengaruhi perkembangan karakter anak.
2) Teman atau kelompok
Sikap dan karakter anak, khususnya remaja, dipengaruhi oleh lingkungan
pertemanan yang ada. Secara psikologis, anak-anak tengah berada pada
transisi untuk meninggalkan orangtuanya dan mulai bergabung dengan
teman sebayanya.
3) Masyarakat atau lingkungan
Keadaan, situasi, dan karakter masayarakat tempat anak tinggal juga
memengaruhi perkembangan karakter anak. Lingkungan masyarakat yang
positif akan membantu anak untuk mengalami perkembangan karakter ke
arah yang lebih baik. Iklim yang dibangun di tengah masyarakat dapat
membantu anak merasakan pengaruh positif yang dapat membantu
perkembangannya.
4) Media
Kehidupan anak zaman sekarang sungguh tidak dapat dilepaskan dari
peran media baik itu media cetak maupun media sosial. Apabila anak
memanfaatkan media dengan baik dan positif, maka anak akan
memperoleh informasi yang dapat memperkaya pengetahuan dan
menjauhkan dari nilai-nilai yang tidak baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
5) Sekolah
Sekolah merupakan tempat di mana perkembangan karakter juga
berlangsung. Di dalam sekolah, keteladanan dan pendampingan dari guru
sungguh memengaruhi di dalam proses perkembangan karakter siswa.
6) Agama
Agama yang dianut oleh anak juga memengaruhi pola pikir dan perilaku
anak.
Praksis pendidikan karakter saat ini semakin diperkuat dengan adanya
Peraturan Presiden no. 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter.
Penguatan pendidikan karakter sendiri merupakan suatu bentuk gerakan
pendidikan guna memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah
hati, olah rasa, olah piker, dan olah raga dengan melibatkan satuan pendidik,
keluarga, serta masyarakat. Penguatan pendidikan karakter sendiri bertujuan
membekali peserta didik guna menghadapi perubahan dimasa depan,
menyelenggarakan pendidikan karakter baik melalui pendidikan formal, informal,
serta berbagai kurikulum pengembangan, serta memperkuat peranan pendidik,
keluarga dan masyarakat dalam upaya pendidikan karakter.
SESI II : Menggali Nilai-nilai Kekatolikan Menurut Dokumen Gereja
Tujuan : Peserta mengetahui nilai-nilai Kekatolikan dalam Dokumen Gereja yang
dapat menjadi acuan dalam mengembangkan pendidikan karakter kristiani di SMP
Maria Immaculata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
1. Nilai-nilai Kekatolikan Menurut Dokumen Gravissimum Educationis
Dalam Deklarasi Gravissimum Educationis, Gereja memberikan perhatian
yang sangat besar kepada pendidikan. pendidikan juga merupakan bagian tak
terpisahkan dari tugas Gereja untuk mewartakan penyelamatan Allah Bapa kepada
semua manusia dan memulihkannya di dalam Kristus, seperti yang
diperintahkannya kepada para murid-Nya (bdk. Mat 28:19-20). Perhatian Gereja
tersebut ditunjukkan dalam Deklarasi Pendidikan Kristen yang merupakan salah
satu hasil Konsili Vatikan II.
Pendidikan yang benar mengikhtiarkan pembinaan pribadi manusia untuk
tujuan akhirnya dan serentak untuk kepentingan masyarakat. Manusia adalah
angota masyarakat dan setelah dewasa berperan serta dalam tugas-tugas
masyarakat (GE 1). Dalam hal ini Gereja hendak mengatakan bahwa pendidikan
hendaknya mampu mendorong siswa untuk menghayati nilai-nilai moral dengan
hati nurani yang tepat agar mampu menyesuaikan diri dengan peran sosialnya.
Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan itu sendiri mampu membawa siswa
menjadi pribadi yang utuh. Tidak hanya kematangan pribadi secara utuh saja,
tetapi juga semakin mampu mendalami misteri penyelamatan Kristus dan
menyadari anugerah iman yang telah diperoleh. Dengan demikian mereka maju
menjadi manusia sempurna menuju kepenuhan usia Kristus (bdk. Ef 4:13).
Dalam tugasnya menunaikan pendidikan, Gereja mengupayakan suatu
proses pembelajaran yang membantu anak supaya mencapai keutuhan pribadi dan
rohani melalui sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Sekolah membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun,
mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar kepada
warisan budaya yang diperoleh angkatan-angkatan terdahulu,
mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, mempersiapkan kehidupan
profesi, memupuk antara murid-murid dengan bakat dan dari lapisan yang
berbeda-beda, pergaulan yang akrab, yang melahirkan kesediaan yang
saling memahami. Selanjutnya sekolah menjadi semacam pusat, dengan
berbagai kegiatan dan perkembangan yang harus didukung bersama oleh
keluarga-keluarga, para guru, serba ragam serikat yang menunjukkan
kehidupan kebudayaan, kewargaan dan keagamaan, dan oleh Negara serta
seluruh masyarakat manusia (GE 5).
Kehadiran Gereja di bidang pendidikan nampak terutama melalui sekolah-
sekolah Katolik. Untuk itu sekolah Katolik perlu (GE 7-8):
a. Menciptakan lingkungan paguyuban sekolah yang dijiwai semangat
kebebasan dan cinta kasih Injili.
b. Mengembangkan pribadi siswa untuk bertumbuh menurut ciptaan baru
berdasarkan permandian.
c. Mengajak siswa untuk perlahan-lahan mendalami pengetahuan yang
dimilikinya dalam terang iman.
d. Membangun suatu jalinan cinta kasih dengan murid, dan diresapi semangat
kerasulan.
e. Mendorong kegiatan pribadi para murid dengan terus memberikan nasihat,
membangun sikap bersahabat, dan program-program khusus
pengembangan pribadi.
f. Memberikan pengabdian kepada masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
2. Nilai-nilai Kekatolikan Menurut Dokumen Sekolah Katolik
Dalam dokumen Sekolah Katolik, Gereja melihat dunia pendidikan selalu
berhadapan dengan suatu kondisi pluralisme budaya. Fenomena multikulturalisme
dan masyarakat yang semakin multi-etnis dan multi-agama pada saat yang sama
membawa pengaruh yang cukup besar pada pendidikan. Melihat keadaan tersebut,
Gereja meyakini perlu adanya suatu perkembangan pendidikan Kristiani. Hal ini
mengakibatkan cakupan pendidikan tidak lagi hanya terpusat pada hal-hal yang
bersifat akademik, tetapi juga telah merambah aspek kehidupan sosial masyarakat
siswa. Melihat keadaan ini, sekolah-sekolah khususnya Sekolah Katolik perlu
menilik kembali perihal proses dan juga tujuan pendidikan yang telah terlaksana.
Oleh karena itu, Kongregasi untuk Pendidikan Katolik, pada perayaan
ulang tahun ke dua puluh dari Dokumen tentang Sekolah Katolik, mengusulkan
untuk memusatkan perhatian pada sifat dan karakteristik khas dari sekolah yang
akan menampilkan dirinya sebagai Katolik, antara lain:
a. Dijiwai oleh semangat mengajar Kristus sendiri. Hal ini ditunjukkan
melalui identitas gerejawi dan budayanya; misi pendidikannya sebagai
karya cinta; layanannya kepada masyarakat; sifat-sifat yang harus menjadi
ciri komunitas pendidik (art.4).
b. Didasari oleh misi penginjilan. Selain itu, sekolah Katolik terus berbagi
tanggung jawab untuk pengembangan aspek sosial dan budaya dari
berbagai komunitas dan masyarakat di mana ia berasal, berpartisipasi
dalam kegembiraan dan harapan mereka, penderitaan dan kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
mereka, upaya mereka untuk mencapai yang asli kemajuan manusia dan
anggota komunitas (art.7).
c. Sekolah Katolik merupakan tempat di mana pembentukan individu secara
menyeluruh terjadi, melalui pertemuan hidup dan warisan budaya. Maka,
sekolah perlu mengupas pengalaman-pengalaman dan kebenaran yang
dimiliki anak (art.26-27).
d. Yesus Kristus menjadi pusat dari seluruh proses pendidikan. Hal ini
nampak melalui munculnya prinsip-prinsip Injil sebagai norma pendidikan
(art.34)
e. Membentuk keutamaan-keutamaan khusus yang memungkinkan
penghayatan hidup baru dalam Kristus dan membantu memainkan peranan
dengan setia dalam membangun Kerajaan Allah (art.36).
f. Menolong murid memahami, menghargai, dan menyatukan nilai-nilai
yang diperoleh guna membantu pembentukan sikap hidup yang baru
(art.42).
g. Menciptakan suasana komunitas sekolah yang dijiwai oleh semangat
kbebasan dan cinta Kasih Injili (art.55).
h. Peka akan kondisi masyarakat yang tengah dihadapi, dan ikut serta dalam
upaya perwujudan keadilan dalam masyarakat (art.58).
Sejalan dengan Dokumen Sekolah Katolik, dalam dokumen The Holy
See’s Teaching on Catholic Schools, Gereja menyadari bahwa Sekolah Katolik
mengemban tugas penting dalam mewujudkan misi Gereja untuk
memperkenalkan Kristus kepada dunia dan untuk menyampaikan Terang Kristus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
kepada semua orang, juga perlu untuk menjadi semakin menyadari dan
memahami identitasnya. Oleh karena itu, Tahta Suci menjabarkan beberapa ciri-
ciri khas sekolah Katolik, antara lain:
a. Diinspirasikan oleh visi adikodrati
Gereja menganggap bahwa pendidikan adalah suatu proses yang
membentuk pribadi seorang anak secara keseluruhan dan mengarahkan pada
pembentukan pribadi yang dijiwai oleh semangat Kristus sendiri. Visi Kristiani ini
harus dimiliki oleh seluruh komunitas sekolah, agar nilai-nilai Injil dapat
diterapkan sebagai norma-norma pendidikan di sekolah.
Pendidikan di sekolah-sekolah Katolik perlu mengajak siswa untuk
memilih dengan kesadaran dan kehendak yang bebas, untuk hidup sesuai dengan
tuntunan ajaran imannya. Dalam suasana yang membangun iman ini, anak-anak
dapat dibantu untuk menemukan panggilan hidupnya.
b. Didirikan atas dasar antropologi Kristiani
Pendidikan dan segala prosesnya tentu saja perlu mencakup aspek lahiriah
maupun rohaniah. Di sini pendidikan karakter mendapat tempat yang cukup
penting di dalam proses pengembangan kepribadian siswa.
c. Dihidupi oleh kesatuan persekutuan dan komunitas
Penekanan akan aspek komunitas di sekolah Katolik mengambil dasar dari
kodrat sosial dan pribadi manusia dan kenyataan Gereja sebagai rumah dan
sekolah bagi persatuan. Bahwa sekolah Katolik adalah komunitas pendidikan
adalah salah satu dari perkembangan-perkembangan yang memperkaya bagi
sekolah di masa sekarang ini. Maka di sini, Sekolah Katolik sebagai suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
komunitas iman untuk mewujudkan nilai-nilai Kristiani. Selain itu Sekolah
Katolik harus dibangun dengan atmosfir kekeluargaan.
Tentu saja adanya sekolah tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran
orangtua sebagai tempat pertama proses pendidikan tersebut berlangsung. Sekolah
Katolik harus melibatkan para orangtua dalam proses pendidikan. Kerjasama ini
tidak saja untuk urusan masalah akademis anak-anak, dan turut memantau
perkembangan mereka, namun juga untuk merencanakan dan mengevaluasi ke-
efektifan misi sekolah tersebut. Kerjasama tersebut dilakukan melalui dialog.
d. Diresapi oleh pandangan Katolik di seluruh kurikulumnya
Pendidikan iman Katolik harus menjiwai keseluruhan kurikulum dan
bukan hanya dibahas pada saat pelajaran agama atau kegiatan pastoral di sekolah.
Gereja menganjurkan pendidikan yang menyeluruh, yang menanggapi semua
kebutuhan pribadi manusia. Untuk itulah Gereja mendirikan sekolah-sekolah
Katolik, sebab di sanalah tempat istimewa untuk membentuk keseluruhan
manusia, baik itu dimensi intelektualnya, psikologis, moral maupun religius.
e. Didukung oleh kesaksian Injil
Dalam hal ini tentu saja memandang keteladanan sebagai suatu pokok
penting di dalam pembentukan karakter. Keteladanan akan iman yang
dipancarkan oleh para guru membantu siswa untuk semakin memperdalam iman
akan Kristus. Tentu saja semua harus dijalankan dengan sukacita yang terpancar
di dalam segala sikap dan perilaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
3. Nilai-nilai Kekatolikan Menurut Dokumen Sekolah Katolik; Dimensi
Religius Pendidikan Di Sekolah Katolik: Pedoman Untuk Refleksi dan
Pembaharuan
Sekolah Katolik mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan kaum
muda secara alamiah sama seperti sekolah lain. Karena itu, Konsili menyatakan
bahwa yang membedakan sekolah Katolik dari sekolah lain adalah dimensi
religiusnya yang nampak dalam (a)suasana pendidikan, (b) perkembangan pribadi
masing-masing siswa, (c) hubungan yang terjalin antara kebudayaan dan Injil,
dan, (d) penerangan segala pengetahuan oleh cahaya iman. Konkretnya, hal ini
diwujudkan melalui:
a. Menentukan identitas sekolah: khususnya nilai-nilai Injili yang menjadi
inspirasi harus disebut secara eksplisit;
b. Memberikan uraian yang tepat mengenai sasaran pedagogis, edukatif, dan
kultural sekolah di mana pengajaran agama dipadukan dengan keseluruhan
pendidikan para siswa;
c. Menyajikan isi pelajaran, bersama dengan nilai-nilai yang akan
disampaikan lewat pelajaran;
d. Gereja, masyarakat, keluarga, dan sekolah menjadi suatu komunitas yang
bersama-sama membangun kepekaan terhadap kondisi sesama sehingga
dapat menghidupi afeksi, ketaatan, rasa terima kasih, kelemahlembutan,
kebaikan hati, siap menolong; melayani, dan teladan baik;
e. Melibatkan partisipasi aktif dari siswa baik dalam proses belajar mengajar
maupun kehidupan sehari-hari di sekolah, sehingga siswa dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab, berani, menghargai, loyal, cinta pada
sesama, jujur, dan toleran;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
f. Adanya relasi dan interaksi antara guru dan siswa yang memungkinkan
adanya pendampingan secara personal, sehingga siswa merasa dicintai dan
merasakan suasana kekeluargaan;
g. Adanya hubungan vertical yang diwujudkan melalui hidup doa serta
berbagai peribadatan yang dilaksanakan di sekolah.
Diskusi Program
Tujuan : Peserta merumuskan suatu program dalam rangka pengembangan
pendidikan karakter kristiani di sekolah.
Peserta diminta memaparkan hasil diskusi didepan seluruh peserta yang
lain yang kemudian diambil program-program yang dapat dilaksanakan dalam
satu tahun ajaran baru.
Penutup
Tujuan : Peserta dapat mengungkapkan saran dan perasaannya sehingga nantinya
terbiasa untuk mengadakan evaluasi.
Peserta diminta untuk memberi saran dan evaluasi dalam lembar evaluasi
yang sudah disediakan.
Doa Penutup
Allah Bapa yang baik, terima kasih atas penyertaan-Mu selama kami
berproses pada hari ini. Semoga apapun hasil yang kami peroleh pada hari ini
dapat membantu kami semua supaya dapat mewartakan Kerajaan-Mu melalui
Pengembangan Pendidikan Karakter Kristiani yang sudah kami programkan.
Sekarang kami akan pulang, sertailah kami dalam kegiatan kami selanjutnya.
Nama-Mu yang Kudus kami Puji kini dan sepanjang masa. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang memiliki dampak
yang cukup besar bagi kehidupan manusia dan perkembangan masyarakat. Maka
dari itu, Gereja juga turut ambil bagian dalam memperkembangkan pendidikan
melalui kehadiran sekolah Katolik sebagai salah satu perwujudan misi pewartaan
dan kerasulan Gereja. Selain menyangkut hal-hal yang bersifat akademis,
pendidikan juga membantu pengembangan sikap hidup siswa sesuai dengan
norma yang berlaku di tengah masyarakat, terutama dalam menghadapi
lingkungan yang sungguh multikultural. Terkhusus dalam sekolah Katolik, di
samping pengembangan sikap hidup siswa, perlu adanya pengembangan
spiritualitas siswa yang mengarah pada Kristus, sehingga siswa dapat mengalami
pendewasaan iman selama proses pendidikan. Melihat kenyataan tersebut, maka
pendidikan karakter perlu sungguh diresapi oleh seluruh anggota sekolah melalui
nilai-nilai serta program yang tersedia. Terkhusus pada sekolah Katolik, perlu
dikembangkannya pendidikan karakter dengan corak kristiani.
Beberapa poin simpulan berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan nilai-nilai
Kekatolikan dalam Dokumen Gereja sebagai acuan dalam memperkembangkan
pendidikan karakter kritiani di SMP Maria Immaculata, sebagai berikut:
1. Terdapat tiga Dokumen yang secara khusus memuat konsep Pendidikan
Kristiani. Yang pertama, deklarasi Gravissimum Educationis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
mendeskripsikan perhatian Gereja yang sangat besar bagi dunia pendidikan
yang juga merupakan salah satu hasil Konsili Vatikan II. Dalam hal ini
Gereja hendak mengatakan bahwa pendidikan, khususnya di sekolah
Katolik, hendaknya mampu mendorong siswa untuk menghayati nilai-nilai
moral dengan hati nurani yang tepat agar mampu menyesuaikan diri dengan
peran sosialnya, dengan tetap melibatkan peran keluarga serta masyarkat.
Yang kedua, dokumen Sekolah Katolik yang mengajak sekolah-sekolah
khususnya Sekolah Katolik perlu menilik kembali perihal proses dan juga
tujuan pendidikan yang telah terlaksana mengingat maraknya fenomena
multikulturalisme dan masyarakat yang semakin multi-etnis dan multi-agama
pada saat yang sama membawa pengaruh yang cukup besar pada pendidikan.
Dan yang ketiga, dokumen mengenai Dimensi Religius Pendidikan Di
Sekolah Katolik: Pedoman Untuk Refleksi dan Pembaharuan yang di
dalamnya Konsili menyatakan bahwa yang membedakan sekolah Katolik
dari sekolah lain adalah dimensi religiusnya yang nampak dalam (a)suasana
pendidikan, (b) perkembangan pribadi masing-masing siswa, (c) hubungan
yang terjalin antara kebudayaan dan Injil, dan, (d) penerangan segala
pengetahuan oleh cahaya iman.
1. Adapun nilai-nilai Kekatolikan yang ada di dalam Dokumen Gereja yang
relevan dalam pendidikan Karakter antara lain nilai-nilai moral dengan hati
nurani yang tepat agar mampu menyesuaikan diri dengan peran sosialnya;
dijiwai oleh semangat mengajar Kristus; dihidupi oleh kesatuan persekutuan
dan komunitas; adanya perjumpaan dan relasi yang mendalam dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
siswa; misi pendidikannya sebagai karya cinta; layanannya kepada
masyarakat; sifat-sifat yang harus menjadi ciri komunitas pendidik; dijiwai
oleh semangat-semangat Gerejawi; kasih persaudaraan; toleransi; dan bela
rasa.
2. Pendidikan Karakter bertujuan membantu agar siswa-siswi mengalami,
memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkan. Hal ini secara
umum dilaksanakan dengan metode yang harus disesuaikan dengan model
pendekatan pendidikan yang berpusat pada individu anak didik. Untuk itu
ada tiga unsur penting yang harus ada dalam pendidikan karakter yaitu Yang
pertama, pengertian moral yang meliputi kesadaran moral, pengertian akan
nilai, kemampuan untuk mengambil gagasan orang lain, rasionalitas moral,
pengambilan keputusan berdasarkan nilai moral, dan pengertian mendalam
tentang dirinya sendiri. Yang kedua, afeksi atau perasaan moral yang
meliputi suara hati, harga diri seseorang, sikap empati terhadap orang lain,
perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Yang ketiga,
kompetensi yang dimiliki untuk mengaplikasikan keputusan dan perasaan
moral melalui tindakan konkret. Ketiga unsur ini saling bersinergi untuk
membentuk suatu habitus atau kebiasaan baik yang nantinya akan
memperkembangkan karakter anak didik dan mengikis karakter yang tidak
baik
3. Nilai-nilai Kekatolikan di dalam Pendidikan Karakter Kristiani tersebut
diterapkan di SMP Maria Immaculata melalui spititualitas Kristiani yang
diangkat seperti kemarsudirinian dengan Fransiskus Assisi dan Magdalena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Daemen yang menjadi teladan nilai dalam visi-misi sekolah serta kurikulum
yang digunakan. Nilai-nilai inilah yang nantinya digunakan untuk
membangun suasana hingga kegiatan sekolah diharapkan mengarahkan
siswa semakin mengalami kedewasaan iman. Mengingat kehadiran sekolah
sebagai suatu tempat di mana orang dengan berbagai budaya dan latar
belakang bertemu. Maka sekolah perlu mengajak siswanya untuk
menghargai dan menerima berbagai perbedaan yang ada. dan secara tidak
langsung siswa juga belajar arti keadilan. Untuk itu ada berbagai program
penunjang pendidikan karakter seperti pembinaan siswa sesuai jenjang
pendidikannya, berdasarkan tema-tema yang menjadi keprihatinan siswa
pada masing-masing tingkatan.
B. Saran
Berdasarkan realitas yang ada, penulis akan mengungkapkan beberapa saran
kepada pihak yang terkait supaya para guru dan karyawan di SMP Maria
Immaculata lebih memahami pendidikan kristiani dan memiliki konsekuensi sikap
dalam upaya mengembangkan pendidikan karakter kristiani di sekolah.
1. SMP Maria Immaculata agar dapat memberikan pembekalan dan
pendampingan bagi para guru dan karyawan supaya dapat lebih memahami
dan menghayati nilai-nilai serta bagaimana kemarsudirinian dapat sungguh
dihayati dalam pendidikan karakter kristiani.
2. Kepada para guru dan karyawan SMP Maria Immaculata Yogyakarta
supaya meningkatkan keteladanan dengan membangun gerakan bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
untuk mau terlibat sepenuhnya dalam upaya pendidikan karakter kristiani di
sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Archbishop J. Michael Miller CSB, The Holy See’s Teaching on Catholic Schools
(https://www.catholiceducation.org/en/education/catholic-
contributions/the-holy-sees-teaching-on-catholic-schools.html (diakses
pada Selasa, 5 Juni 2018, pukul 21.25 WIB)).
Doni Koesoema A. (2016). Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh.
Yogyakarta:Kanisius.
________________. (2016). Strategi Pendidikan Karakter:Revolusi Mental
dalam Lembaga Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.
________________. (2007).Pendidikan Karakter:Strategi Mendidik Anak Di
Zaman Sekarang. Jakarta:Grasindo.
EM. K. Kaswardi. (1993). Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000.
Jakarta:Grasindo.
KWI. (2004). Dokumen Konsili Vatikan II. Bogor:Grafika Mardi Yuana.
KWI. (1991). Ajaran Dan Pedoman Gereja Tentang Pendidikan Katolik.
Jakarta:Grasindo.
Lickona, Thomas. (2014). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik
Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung:Nusa Media
Moeleong, Lexy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Paul Suparno, SJ. (2015) . Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta:Kanisius
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan
Pendidikan Karakter.
Pemerintah Republik Indonesia (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa Tahun 2010-2025.
Tillman, Diane. (2004). Pendidikan Nilai untuk Anak Usia 8-14 Tahun.
Jakarta:Grasindo.
Undang-undang no.20 tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif.
Bandung;ALFABETA.
Yoseph Kristianto. 2018. Makalah Pendidikan Karakter Orang Muda Katolik Di
Zaman Now.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
Lampiran 1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
Lampiran 2 : Sejarah dn Visi Misi SMP Maria Immaculata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
Lampiran 3 : Program Kurikulum dan Pengembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(17)
Lampiran 4 : Transkrip Hasil Wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(25)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(29)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(30)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(31)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(32)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(33)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(34)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(36)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(37)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related