membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan menggunakan model make a match
Post on 14-Jun-2015
9.857 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL MAKE A MATCH
Esthy Indra Imanistiti
1003743
A. Pendahuluan
Untuk mempelajari matematika secara mendalam, seseorang perlu
memahami pengetahuan dasar matematika atau disebut juga konsep matematika.
Sesuai dengan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) tahun 2006, bahwa konsep matematika sangat diperlukan oleh siswa
untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan matematika.
Dalam proses mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kepekaan dan usaha
seorang guru dalam menyampaikan materi. Kepekaan yang dimaksud adalah
bahwa guru harus peka terhadap karakteristik siswa, keadaan mental dan
emosional siswa pada saat belajar dikelas. Sedangkan usaha yang dimaksud sudah
sangatlah jelas yaitu bagaimana sorang guru mempersiapkan pembelajaran agar
dapat berjalan dengan baik dengan memperhatikan karakteristik, keadaan mental
dan emosional siswa.
Salah satunya adalah dalam proses pembelajaran mengenai pecahan.
Konsep dasar pecahan harus dimiliki siswa dan akan mempengaruhi konsep lain
yang lebih tinggi, karena materi tentang pecahan tidak hanya diberikan di sekolah
dasar akan tetapi terus berlanjut hingga sekolah tingkat pertama, tingkat
menengah dan bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Pada kenyataanya, dalam menyampaikan konsep pecahan bukanlah hal
yang mudah disampaikan bagi guru dan bukan hal yang mudah diterima oleh
siswa. Selain karena bentuk bilangan pecahan yang berbeda dengan bilangan
lainnya, masalah juga dipicu oleh kurangnya kemampuan guru berimprovisasi
dalam mengajar. Pembelajaran dengan model konvensional yang hanya
memberikan penjelasan yang terbatas mengenai pecahan, sehingga kurang mampu
memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Van de Walle (Wearne & Kouba, 2000) mengemukakan bahwa:
‘Pecahan selalu menjadi tantangan yang cukup berat bagi siswa, bahkan hingga middle grades (6-8 di A.S., Ed). Hasil dari tes NAEP secara konsisten telah menunjukan bahwa para siswa memiliki pemahaman yang sangat lemah terhadap konsep pecahan’.
Terbukti pada saat siswa dihadapkan pada permasalahan yang berbeda,
siswa tidak ingat tentang apa yang sudah dipelajarinya sehingga tidak mampu
memecahkan permasalahan tersebut. Jika masalah tersebut tidak cepat
diselesaikan maka, masalah-masalah baru akan bermunculan dikemudian hari.
Mengingat konsep pecahan di sekolah dasar merupakan titik awal pengetahuan
siswa dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pecahan di
tingkat selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Van de Walle (2006: 35)
bahwa,
“Kekurangan dalam pemahaman ini kemudian mengakibatkan kesulitan
dalam hal perhitungan dengan pecahan, konsep desimal dan persen, penggunaan
pecahan dalam pengukuran dan konsep rasio dan proporsi”.
Dengan melihat teori Perkembangan Kognitif Siswa menurut Jean Piaget
bahwa anak usia sekolah dasar berada dalam tahap operasional konkret. Dimana
proses penyampaian konsep akan mudah diterima siswa bila disajikan melalui hal-
hal yang konkret dan dekat dengan siswa. Yang sejalan dengan teori Discovery
Learning dari Jerome S. Bruner, bahwa ada tiga tahap pembelajaran dari mulai
memperkenalkan benda konkret, gambar dan mulai ke abstrak.
Maka dari itu, dalam proses penyampaian konsep pecahan ini diperlukan
model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD. Selain itu
penggunaan media konkret juga penting dalam membantu siswa untuk
menemukan konsep pecahan melalui kegiatan atau pengalaman yang
menyenangkan bagi siswa.
Pada tulisan ini akan difokuskan pada penggunaan model Make a Match
dalam membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas empat sekolah dasar
(SD). Dengan menggunakan metode ini, diharapkan siswa dapat memahami
konsep pecahan dengan baik melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang
menyenangkan.
B. Pembahasan
Materi pecahan mengenai membandingkan dan mengurutkan pecahan di
kelas empat bukanlah materi yang baru ditemui oleh siswa. Sesuai dengan KTSP
2006 siswa telah mempelajari membandingkan pecahan sederhana di kelas tiga.
Yang artinya bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal mengenai konsep
membandingkan. Meskipun demikian bukan berarti pembelajaran konsep
membandingkan dan mengurutkan pecahan dikelas empat terbebas dari masalah.
Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran membandingkan
dan menurutkan pecahan dikelas emapat yaitu, siswa beranggapan bahwa konsep
bilangan asli sama dengan konsep pecahan. Dimana siswa beranggapan bahwa
yang lebih besar itu adalah yang lebih banyak. Seperti yang diungkapkan oleh
Van De Walle (Mack, 1995) bahwa:
‘kecenderungan adalah mentransfer konsep bilangana-asli kedalam pecahan:
tujuh adalah lebih besar dari empat, sehingga sepertujuh seharusnya lebih besar
dari seperempat’
Selain itu masalah yang muncul adalah, bahwa siswa diperkenalkan
metode perkalian-silang dalam membandingkan pecahan. Metode perkalian silang
merupakan metode membandingkan pecahan secara abstrak. Guru dapat dengan
mudah memberi pengarahan kepada siswa mengenai perkalian silang ini dan
siswa dapat dengan mudah melakukannya. Namun, disisi lain siswa tidak
memahami konsep membandingkan yang sebenarnya. Yang artinya pembelajaran
menjadi tidak bermakna. Seperti yang diungkapkan oleh Van De Walle (2006: 46)
bahwa:
Ini khususnya terjadi pada metode perkalian silang. Jika siswa diajarkan aturan ini sebelum mereka memiliki kesempatan untuk berpikir tentang ukuran relatif dari berbagai pecahan, akan ada sedikit kesempatan bahwa mereka akan mengembangkan pengenalan tentang ukuran pecahan
Dari dua permasalah tersebut dapat terlihat bahwa, kurangnya kemampuan
berimprovisasi guru dalam mengajar menjadi alasan munculnya permasalahan
tersebut. Sebagai seorang guru sudah menjadi kewajiban untuk memcahkan
permasalahan yang muncul. Mengubah cara mengajar Matematika dengan
memperhatikan karakteristik dan keinginan siswa dalam proses pembelajaran.
Mengubah cara mengajar yang semula teacher center menjadi student center.
Seperti yang diungkapkan oleh Maulana (2006), bahwa “Matematika adalah
aktivitas manusia (human activity) dan oleh karenanya Matematika dapat kita
pelajari dengan baik bila disertai dengan mengerjakannya (doing mathematics)”.
Maka dari itu, penggunaan model pembelajaran dan media yang menarik
dalam proses pembelajaran materi membandingkan dan mengurutkan pecahan di
kelas empat sangat dibutuhkan. Tentunya dengan memperhatikan karakteristik
kognitif siswa SD masih dalam tahap operasional konkret. seperti yang
diungkapkan oleh Jean Piaget (Suryono dan Hariyanto, 2011: 86)
Sejalan dengan hal tersebut Jerome S. Bruner (Suryono dan Hariyanto,
2011: 89) dalam teori Discovery Learningnya, menyatakan bahwa “Pembelajar
harus melalui tiga tahapan pembelajaran yaitu, enactive, iconic dan symbolic”.
Dalam hal ini, siswa harus belajar melalui hal-hal yang konkret kemudian gambar
dan tahap final yaitu hal yang abstrak. Hal-hal yang disebut konkret tersebut
adalah segala sesuatu yang dapat dimanipulasi oleh siswa dan membantu siswa
dalam menemukan konsep.
Model yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep
membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas empat SD salah satunya
adalah model Make a Match yang diperkenalkan oleh Lorna Curran, 1994. Model
Make a Match atau Mencari Pasangan termasuk kedalam model pembelajaran
cooperative. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu
secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana
pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat
asik dan menyenangkan. Model Make a Match ini lebih mengarah kepada belajar
sambil bermain.
Media yang digunakan dalam model ini adalah berupa kartu soal dan kartu
jawaban. Dapat dilihat dibawah ini
Kartu soal Kartu jawaban
23
. . . . 35
>
Selain kartu soal dan kartu jawaban beperti diatas, media gambar pizza,
cake atau bangun datar seperti persegi panjang, lingkaran dan persegi yang terbuat
dari kertas manila, dan dapat dimanipulasi oleh siswa bisa digunakan sebagai
media pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Dalam proses pembelajaran sebelum masuk kedalam model Make a
Match, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen dan diminta untuk
mengerjakan LKS secara berkelompok dengan bantuan media gambar yang dapat
dimanipulasi oleh siswa. Siswa berdiskusi dengan temannya mengenai
membandingkan dan mengurutkan pecahan. Setelah selesai siswa bersama guru
melakukan tanya jawab mengenai hasil diskusi.
Setelah melakukan diskusi, siswa telah memiliki pengetahuan mengenai
membandingkan dan mengurutka pecahan. Meskipun kadarnya berbeda-beda.
Mungkin ada siswa yang dapat menangkap materi sebanyak 70%, 50% bahkan
mungkin hanya 30%. Tapi itu bukan merupakan masalah karena, setelah itu siswa
diajak untuk bermain “mencari pasangan” atau Make a Match, dimana siswa bisa
meningkatkan kemampuannya melalui permainan tersebut.
Masuk ke model Make a Match masing-masing siswa dibagi sebuah kartu,
ada yang mendapat katu soal dan kartu jawaban. Setiap siswa memikirkan
jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. Kemudian mereka mencari pasangan
kartu mereka secepat mungkin. Jika ada pasangan yang tidak cocok (salah
pasangan), guru dapat meminta siswa lain yang ingin menjadi relawan untuk
menjelaskan cara pengerjaanya didepan kelas. Setelah satu babak, kartu di kocok
dan dibagikan lagi. Usahakan setiap siswa selalu mendapatkan kartu yang
berbeda. Sebagai penguatan guru dapat memberikan bintang untuk 5 pasangan
pertama yang cocok. Setelah permainan berakhir siswa bersama guru melakukan
tanya jawab untuk menyamakan persepsi mengenai materi membandingkan dan
menyusun pecahan.
Dengan model pembelajaran seperti Make a Match, siswa dapat
meningkatkan kemampuannya dalam membandingkan dan meyusun pecahan
tanpa rasa jenuh dan bosan. Selain itu, model pembelajaran ini dapat
menumbuhkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika.
C. Recomendasi
Melihat permasalahan yang muncul dan kondisi siswa dalam pembelajaran
di sekolah, khususnya dalam pembelajaran mengenai membandingkan dan
mengrutkan pecahan di kelas empat SD, diperlukan suatu perubahan dalam
penyampaian materi tersebut. Yang awalnya teacher center harus dirubah menjadi
student center. Hal ini diperlukan dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman
siswa mengenai konsep atau materi membandingkan dan mengurutkan pecahan.
Salah satu tipe model pembelajaran cooperatif, Make a Match dapat
menjadi pilihan yang tepat untuk dapat menciptakan proses pembelajaran yang
interaktif, efektif dan menyenangkan. Yang tentunya harus ditunjang dengan
media konkret yang mendukung pembelajaran.
D. Daftar Pustaka
Burhan, Mustakim dan Astuty, Ari. (2008). Ayo Belajar Matematika untuk SD dan MI kelas IV. Jakarta: Pusat perbukuan Depdiknas
Dananjaya, Utomo. (2011). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia
Depdiknas. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta: BP. Dharma Bhakti
Suryono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Rosda
Van De Walle, J. (2006). Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan dan Pengajaran Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Nuriman,A (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Make a Match dengan Strategi Pencocokan Kartu Indeks dan Model Pembelajaran NHT dengan Strategi Bertukar Tempat Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siwa Kelas VIII Semester II Pokok Bahasan Prisma dan Limas Mts Negeri 1 Semarang. Skripsi Sarjana pada FPMIPA IKIP PGRI Semarang: tidak diterbitkan
top related