materiality & risk concept · pdf filerisiko termasuk konsep fundamental yang harus...
Post on 04-Mar-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MATERIALITY & RISK CONCEPT
MAKALAH
MATA KULIAH : PEMERIKSAAN AKUNTANSI 1
Dibimbing oleh :
Bapak Martha Tona, SE., MSA
Disusun oleh kelompok 9:
1. PUTRI GITTA REISA (14310241)
2. ASMANING EMILIA A. (14310531)
3. FAUNDRIA MEGA P. (14310200)
4. TYAS PUTRI A. (14310254)
5. RIA RAMADHANY (14310253)
6. LUTHFIA PERMATA R. (14310373)
7. SITI ARNIKA (14310393)
JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAHARDHIKA
TAHUN 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perkembangannya, jasa profesi auditor semakin dibutuhkan
seiring dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang menggunakan informasi
yang terkandung dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak tersebut menuntut penyajian
laporan keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku dan juga dapat
dipercaya. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, digunakanlah jasa auditor
sebagai pihak yang secara independen memberikan penilaian terhadap laporan
keuangan yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Sebagai pihak yang dipercaya untuk memberikan penilaian secara
independen terhadap sebuah laporan keuangan perusahaan, auditor dituntut
melakukan pekerjaannya seprofesional mungkin dengan menghindari
terjadinya kesalahan dalam penilaian. Karena apabila terdapat kesalahan dalam
penilaian, maka akan berampak pada pihak-pihak yang menggunakan hasil
penilaian auditor sebagai dasar pengambilan keputusan.
Untuk meminimalisir tingkat kesalahan, auditor diharuskan
melakukan perencanaan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk dapat
memahami seluk beluk perusahaan yang akan diperiksa laporan keuangannya,
sehingga penilaian yang dihasilkan tepat guna dan terhindar dari kesalahan-
kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak terkait di kemudian hari.
Konsep-konsep dasar dalam auditing digunakan sebagai dasar
perencanaan audit. Diantara konsep-konsep yang ada, konsep materialitas dan
risiko termasuk konsep fundamental yang harus dipahami auditor dalam
merencanakan dan melakukan kegiatan audit. Konsep materialitas merupakan
dasar penerapan standar auditing terutama standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Dengan konsep ini, auditor menentukan standar hal-hal
yang tergolong material atau tidak material. Hal ini menjadi sangat penting
karena pendapat yang diberikan auditor merupakan pendapat terhadap hal-hal
yang bersifat material saja. Maka ruang lingkup pemeriksaan dan penentuan
pendapat yang akan diberikan, bergantung pada interprestasi dan pemahaman
auditor terhadap nilai-nilai yang termasuk dalam hal yang material ataupun
tidak material.
Sedangkan konsep risiko merupakan risiko yang terjadi dalam hal
auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Materialitas?
2. Apa saja penentuan materialitas dalam audit?
3. Apa saja pertimbangan awal tentang materialitas?
4. Bagaimana hubungan antara materialitas denga bukti audit?
5. Apakah salah saji yang dapat ditoleransi?
6. Apa saja tipe risiko?
7. Bagaimana cara mengevaluasi risiko?
8. Apa yang dimaksud pengujian pengendalian?
9. Apa yang di maksud pengujian substantif?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Materiality
2.1.1. Pengertian Materialitas.
Adalah Besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi
akuntansi yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya,
memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang
mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh
penghilangan atau salah saji tersebut.
Definisi mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan:
Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha
(perusahaan klien).
Infromasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan
pada laporan keuangan yang telah diaudit
2.1.2. Pertimbangan Awal Materialitas.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan
materialist pada dua tingkatan yaitu;
Tingkat Laporan Keuangan karena pendapatan auditor mengenai
kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Tingkat saldo rekening karena auditor melakukan verifikasi ats
saldo-saldo rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan
menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan.
2.1.3. Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan.
a. Meliputi besarnya salah saji minimum dalam suatu laporan
keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan
keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam membuat
pertimbangan awal tentang materialitas, auditor menentukan
tingkat materialitas awal keseluruhan untuk setiap jenis laporan
keuangan, sebagai contoh, auditor menaksir bahwa kekeliruan
sebesar Rp.1.000.000 untuk laporan rugi laba dan Rp.2.000.000
untuk neraca dipandang material. Dalam hal ini tidaklah tepat
apabila auditor menggunakan materialitas neraca dalam
perencanaan audit karena apabila salah saji neraca Rp. 2.000.000
mempengaruhi rugi-laba, maka laporan rugi-laba akan salah saji
material .Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan
perimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu
cara yang diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat pada
proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk
mencapai keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material. Auditor biasanya menggunakan
salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu
laporan keuangan. Aturan pengambilan keputusan ini dilakukan
karena :
(1). Laporan keuangan saling berhubungan.
(2). Sebagaian besar prosedur audit berhubungan dengan lebih dari
satu jenis laporan keuangan.
b. Pedoman Kuantitatif yaitu pada saat ini ada standar akuntansi
ataupun standar auditing yang berisi pedoman tentang pengukuran
materialitas secara kuantitatif. Contoh: berikut ini adalah pedoman
yang sering digunakan oleh kantor-kantor akuntan dala praktik:
5% sampai 10% dari laba bersih (10% untuk laba bersih kecil,
dan 5% untuk yang lebih besar).
½% sampai 1% dari total aktiva.
1% dari modal.
½% sampai 1% dari pendapatan kotor.
Persentase yang berbeda-beda berdasarkan total aktiva atau
pendapatan mana yang lebih besar.
c. Pertimbangan Kualitatif yaitu berhubungan dengan penyebab salah
saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material, bisa
menjadi material secara kualitatif.misalnya: apabila suatu salah
saji berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan
hukum oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam audit, akan
berakibat auditor menarik kesimpulan bahwa terdapat risiko
signifikan sebagai tambahan atas risiko untuk salah saji yang sama
tetapi tidak berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan
melawan hukum.
2.1.4. Materialitas Pada Tingkat Saldo Rekening.
Materialitas saldo rekening adalah minimum salah saji yang bisa ada
pada suatu saldo rekening yang dipandang sebagai salah saji material.
Salah saji sampai tingkat tersebut salah saji bisa diterima. Konsep
materialitas pada tingkat saldo rekening hendaknya tidak
dicampuradukkan dengan istilah saldo rekening yang material. Perlu
dipahami bahwa saldo rekening yang material menunjukkan besarnya
saldo sebuah rekening yang tercatat dalam pembukuan, sedangkan konsep
materialitas dengan jumlah salah saji yang bisa berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.
2.1.4. Pengalokasian Marerialitas Laporan Keuangan Ke Rekening-
rekening.
Apabila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan
keuangan dikuantifikasi maka taksiran awal materialitas untuk setiap
rekening bisa diperoleh dengan cara mengalokasikan materialitas laporan
keuangan ke masing-masing rekening rugi-laba juga berpengaruh
terhadap neraca, dank arena rekening neraca biasanya lebih sedikit, maka
auditor umumnya melakukan alokasi berdasarkan rekening-rekening
neraca. Contoh: Bagaimana auditor melakukan pengalokasian, Aktiva
PT.ABC terdiri dari:
REKENING SALDO %
Kas
Piutang Dagang
Persediaan
Aktiva Tetap
500.000
1.500.000
3.000.000
5.000.000
5
15
30
50
10.000.000 100
Auditor menduga terdapat sedikit salah saji dalam kas dan aktiva
tetap dan sejumlah salah saji dalam piutang dagang dan persediaan.
Berdasarkan pengalaman dimasa lalu dengan klien, Dengan asumsi
bahwa taksiran awal materialitas laporan keuangan adalah 1 % dari Total
aktiva atau Rp.100.000,-. maka auditor bisa membuat rencana
pengalokasikan sebagai berikut:
PENGALOKASIAN MATERIALITAS
REKENING RENCANA %
Kas
Piutang Dagang
Persediaan
Aktiva Tetap
5.000
15.000
30.000
50.000
5
15
30
50
100.000 100
2.1.5. Hubungan Antara Materialitas dengan Bukti Audit.
Materialitas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
pertimbangan auditor tentang kecukupan (jumlah yang dibutuhkan) bukti
audit.Dalam melakukan generailitas tentang hubungan ini, perbedaan
antara pengertian materialitas dengan saldo rekening material.
2.2. Menentukan dan Menggunakan Materialitas Dalam Audit
Materialitas adalah dasar untuk penilaian risiko (risk assessments) dan
penentuan luasnya prosedur audit. Materialitas akan digunakan antara lain
untuk :
1. Menentukan bidang-bidang laporan keuangan yang perlu di audit
2. Menetapkan konteks untuk strategi audit menyeluruh
3. Merencanakan sifat, waktu, dan luas prosedur audit spesifik
4. Menentukan materiaitas untuk golongan transaksi saldo akun atau
pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang
jumlahnya lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan mempengaruhi
keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pemakai berdasarkan laporan
keuangan tersebut.
Konsep materialitas dibagi menjadi 2 tingkat yaitu:
1. Tingkat Laporan Keuangan (Financial statement level)
Materialitas pada tingkat ini terdiri dari :
Materialitas Keseluruhan (Overall Materiality)
Materialitas Keseluruhan didasarkan atas apa yang layaknya
diharapkan berdampak terhadap terhadap keputusan yang dibuat
pengguna laporan keuangan. Jika auditor memperoleh informasi
yang menyebabkan ia menentukan angka materialitas yang
berbeda dari yang ditetapkannya semula, angka materialitas
semula seharusnya direvisi.
Overall Performance Materiality
Overall performance materiality ditetapkan lebih rendah dari
overall materiality. Performance materiality memungkinkan
auditor menanggapi penilaian risio tertentu (tanpa mengubah
overall materiality) dan menurunkan ke tingkat rendah yang
tepat (appropriately low level) probabilitas salah saji yang tidak
dikoreksi dan salah saji yang tidak terdeteksi secara agregat
(aggregate of uncorrected and undetected misstatement)
melampaui overall materiality. Performance materiality perlu
diubah berdasarkan temuan audit.
2. Account balance, class of transactions and disclosures level
Account balance, class of transactions and disclosures level dibagi
menjadi 2 :
Specific Materiality
Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau
disclosures tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebih
rendah dari overall materiality.
Specific Performance Materiality
Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari
specific materiality. Hal ini memungkinkan auditor menanggapi
penilaian risiko tertentu dan memperhitungkan kemungkinan
adanya salah saji yang tidak terdektesi dan salah saji yang tidak
material, yang secara agregat dapat berjumlah materiality.
2.2.1. Overall Materiality
Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan
(overall materiality) didasarkan pada kearifan professional auditor
mengenai jumlah terbesar salah saji dalam laporan keuangan tanpa
mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Jika
jumlah salah saji yang tidak dikoreksi (amount of uncorrected
misstatement), terpisah atau digabungkan, lebih besar dari overall
materiality yang ditetapkan untuk penugasan tersebut, maka laporan
keuangan disalahsajikan secara material.
Menurut SA 320, par 10, pada saat menetapkan strategi
audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Adapun beberapa contoh
overall materiality yaitu:
a. Laba dari operasi berlanjut: 3%7%
b. Pendapatan atau pengeluaran: 1%3%
c. Aset: 1%3%
d. Ekuitas: 3%5%
Ilustrasi Penghitungan Materialitas Pada Tingkat Laporan
Keuangan Secara Keseluruhan Kebijakan KAP, materialitas pada
tingkat laporan keuangan dihitung 2% dari jumlah asset:
Opsi 1, dihitung tanpa stratifikasi
Opsi 2, dihitung dengan stratifikasi
1. Rp. 200 miliar pertama, 1%
2. Rp. 300 miliar kedua, 0,6%
3. Kelebihannya, 0,4%
Opsi 3, dihitung berjenjang dengan stratifikasi
1. Rp. 200 miliar pertama, 1%
2. Rp. 300 miliar kedua, 1,5%
3. Kelebihannya, 2% Opsi 2
Misalkan, jumlah aset PT. Syahdan, Tbk IDR 907 miliar
Opsi 1
Materialitas pada tingkat laporan keuangan = 2% x IDR 907 miliar =
IDR 18,14 miliar
Opsi 2
Materialitas pada tingkat laporan keuangan = Jenjang
1 = Rp. 200 miliar x 1% = IDR 2 miliar; ditambah Jenjang 2 = IDR
300 miliar x 0,6% = IDR 1,8 miliar; ditambah Jenjang 3 = IDR 407
[907500] miliar x 0,4%
= IDR 1,63 miliar. Maka materiliatas pada tingkat laporan keuangan
adalah IDR [2 + 1,8 + 1,63] miliar =
IDR 5,43 miliar
Opsi 3
Materialitas pada tingkat laporan keuangan = Jenjang
1 = IDR 200 miliar x 1% = IR 2 miliar; ditambah Jenjang 2 = IDR
300 miliar x 1,5% = IDR 4,5 miliar; ditambah Jenjang 3 = IDR 407
miliar x 2% = IDR 8,14 miliar. Maka materialitas pada tingkat laporan
keuangan adalah IDR [2 + 4,5 + 8,14] miliar = IDR 14,64 miliar
2.2.2. Performance Materiality
Performance materiality (materialitas yang digunakan
dalam pelaksaan audit atau disingkat “materialitas pelaksanaan”)
digunakan auditor untuk menekan risiko sampai ke titik rendah
yang dapat diterima (appropriately low level). Yang ditekan adalah
risiko besarnya salah saji melampaui angka meterialitas. Dalam hal
ini salah saji yang dimaksud adalah akumulasi salah saji yang tidak
dikoreksi entitas dan salah saji yang tidak teridentifikasi oleh auditor
(accumulation of uncorrected and unidentified misstatement).
Menurut SA 320, par A.12, penentuan materialitas
pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang
sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan (kearifan)
professional. Penentuan ini dipengaruhi oleh:
1. Pemahaman auditor atas entitas, yang dimutakhirkan selama
pelaksanaan prosedur penilaian risiko
2. Sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam
audit sebelumnya serta harapan auditor berkaitan dengan
kesalahan penyajian dalam periode berjalan
Menurut SA 320, par 11, materialitas pelaksanaan
digunakan untuk sebagai berikut:
1. Menilai risiko kesalahan penyajian material
2. Menentukan sifat, saat, dan luar prosedur audit
lanjutan (further audit procedures)
Contoh menentukan performance materiality adalah
sebagai berikut:
60% (dari materialitas keseluruhan atau materialitas spesifik)
apabila risiko kesalahan penyajian material lebih tinggi
85% (dari materialitas keseluruhan atau materialitas spesifik)
apabila risiko kesalahan penyajian material lebih rendah
Performance materiality dapat ditetapkan menjadi :
Satu performance materiality untuk setiap area
Lebih dari performance materiality untuk masing masing
area, tergantung pada penilaian risikonya
Contoh dengan pemakaian satu performance materiality adalah
sebagai berikut:
1. Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material
secara keseluruhan tinggi, dan Tbk 60%
2. Performance materiality untuk risikorisiko kesalahan penyajian
material secara keseluruhan tinggi, tetapi nonTbk 70%
3. Performance materiality untuk risikorisiko kesalahan penyajian
material secara keseluruhan rendah 80%
Contoh dengan pemakaian lebih dari satu performance materiality
adalah sebagai berikut:
1. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi,
saldo akun, dan pengungkapan dengan risiko kesalahan
penyajian material tinggi 60%
2. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi,
saldo akun, dan pengungkapan dengan risiko kesalahan
penyajian material sedang 70%
3. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi,
saldo akun, dan pengungkapan dengan risiko kesalahan
penyajian material rendah 80%
Ilustrasi penghitungan performance materiality adalah sebagai
berikut:
Asumsi materialitas pada tingkat laporan
keuangan secara keseluruhan pada PT. Syahdan, Tbk
yang digunakan adalah IDR 18,14 miliar.
Contoh dengan pemakaian satu performance materiality :
PT. Syahdan adalah Tbk, performance materiality = IDR 18,14
miliar x 60% = IDR 10,88 miliar
Performance materiality ini akan diterapkan untuk seluruh area
audit
Contoh dengan pemakaian lebih dari satu performance materiality:
Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian
material tinggi – IDR 18,14 miliar x 60% = IDR 10,88 miliar
Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian
material sedang – IDR 18,14 miliar x 70% = IDR 12,70 miliar
Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian
material rendah – IDR 18,14 miliar x 80% = IDR 4,51 miliar
Ketiga performance materiality ini akan diterapkan pada setiap
area audit, tergantung pada hasil penilaian risiko kesalahan
penyajian material
Ada beberapa hal dimana salah saji yang lebih kecil dari angka
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan dapat
diperkirakan secara layak, akan mempengaruhi pengambil keputusan
oleh pemakai laporan keuangan.
Disclosures yang sensitive, seperti remunerasi manajemen dan
TCWG
Relatedparty transactions (transaksi istimewa)
Ketidakpatuhan terhadap perjanjian pinjaman, perikatan lainnya,
ketentuan perundangan, dan kewajiban pelaporan statute atau yang
dtetapkan regulator
Pengeluaran tertentu seperti illegal payments (suap, gratifikasi)
atau biaya eksekutif
Besarnya cadangan dan biaya eksplorasi dalam perusahaan
tambang
Besarnya biaya penelitian dan pengembangan dalam
perusahaan farmasi
Bisnis yang baru diakuisisi atau perluasan usaha
Kegiatan usaha yang dihentikan
Peristiwa luar biasa atau contingencies (seperti tuntutan hukum)
Perkenalan produk atau jasa baru
2.2.3. Specific Performance Materiality
Ini serupa dengan performance materiality yang dibahas
diatas, kecuali dalam hal ini performance materialitynya
berhubungan dengan penetapan angka materialitas yang spesifik.
Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari angka
specific materiality, untuk memastikan pekerjaan audit yang cukup,
dilaksanakan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang tepat,
probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi
melebihi specific materiality.
Karena angka materialitas ditentukan berdasar kearifan
professional (professional judgment), sangatlah penting faktorfaktor
dan angkaangka yang digunakan dalam materialitas pada berbagai
tingkat, didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi ini terjadi
selama:
Tahap perencanaan, ketika keputusan dibuat mengenai luasnya
pekerjaan audit yang harus dilaksanakan
Audit, jika berdasarkan temuan audit, diperlukan revisi atas
overall materiality atau performance materiality untuk jenis
transaksi, saldo akun atau disclosures tertentu.
2.3. Salah Saji Yang Dapat Ditoleransi
Perlu karena bahan bukti dikumpulkan berdasarkan segmen-segmen
daripada L/K secara keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor dalam
memutuskan jumlah bahan bukti yang cukup untuk dikumpulkan dalam
segmen tsb. sehingga akan meminimalisasi biaya audit.
Sebagian besar alokasi materialitas pada pos-pos neraca karena neraca
memiliki lebih sedikit komponen. Kesulitan pengalokasian materialitas
pada akun neraca :
1. Anggapan bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang
lain.
2. Perlunya mempertimbangkan apakah kekeliruan tsb. lebih saji atau
kurang saji.
3. Biaya audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk
tiap akun sulit diramalkan
Salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement) yaitu materialitas
yang dialokasikan dalam pertimbangan awal kepada saldo perkiraan.
Tolerable misstatement dapat melebihi materialitas dalam hal :
1. Kecil kemungkinan seluruh akun akan salah saji sejumlah tolerable
misstatement.
2. Kemungkinan bahwa sebagian akun terjadi lebih saji dan lainnya kurang
saji, berakibat efek nettonya menjadi lebih kecil dari nilai materialitas
total.
2.4. Tipe Risiko
2.4.1. Risiko Deteksi Terencana
Risiko deteksi terencana (planned detection risk) merupakan
ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal
mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji
yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada.
Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana ini yaitu
sebagai berikut :
1. Risiko ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat
dalam model. Risiko deteksi terencana hanya akan berubah jika
auditor melakukan perubahan pada salah satu dari ketiga faktor
lainnya tersebut.
2. Risiko ini menentukan nilai substantif yang direncanakan oleh
auditor untuk dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran
risiko deteksi terencana itu sendiri.
Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor
harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai
risiko deteksi yang berkurang ini.
2.4.2. Risko inheren
Risko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang
dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa
terdapat sejumlah salah saji yang material (kekeliruan atau kecurangan)
dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan dan
pengendalian intern yang ada. Dengan mengasumsikan tiadanya
pengendalian intern, maka risiko inheren ini dapat dinyatakan sebagai
kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji yang
material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern,
menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas
keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan menyimpulkan
bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. pengendalian intern diabaikan
dalam menetapkan dalam menetapkan nilai risiko inheren karena
pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah dalam model
risiko audit sebagai risiko pengendalian. Penilaian ini cenderung
didasarkan atas sejumlah diskusi yang telah dilakukan dengan pihak
manajemen, pemahaman yang dimiliki akan perusahaan, serta hasil-
hasil yang diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya.
Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta
dengan bukti audit yang direncanakan adalah sebagai berikut : risiko
inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi terencana serta
memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan
untuk suatu tingkat risiko inheren yang lebih tinggi dalam suatu area
audit tertentu, merupakan hal yang umum dilakukan pula untuk
menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak pengalaman untuk
melakukan audit pada area tersebut serta melakukan riview yang lebih
mendalam pada kertas kerja yang telah selesai dibuat. Sebagai contoh:
jika risiko inheren atas keusangan persediaan sanagt tinggi, maka
sangatlah masuk akal bila kantor akuntan publik memilih staf yang
berpengalaman untuk melakukan sejumlah tes yang lebih mendalam
atas keusangan persediaan ini dan melakukan review yang lebih cermat
atas hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.
2.4.3. Resiko pengendalian
Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang
digunakan oleh auditor untuk menilai adanya kemungkina bahwa
terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai salah saji yang
masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau
tidak terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien. Resiko
pengendalian ini memperhatikan 2 hal berikut:
1. penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien
efektif untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji.
2. kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada di
bawah nilai maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana
audit yang dibuatnya.
Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara
resiko inheren dan resiko pengendalian.
Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara
resiko pengendalian dan resiko deteksi terencana adalah saling
berlawanan, sementara hubungan antara resiko pengendalian dan bukti
substantif merupakan hubungan yang searah. Sebagai contoh, jika
auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern bersifat efektif,
maka nilai resiko deteksi terencana dapat meningkat sehingga jumlah
bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan akan turun. Auditor
dapat meningkatkan resiko deteksi terencana pada saat pengendalian
intern bersifat efektif karena pengendalian intern yang efektif akan
mengurangi kemungkinan hadirnya salah saji dalam laporan keuangan.
Sebelum auditor dapat menetapkan nilai resiko pengendalian
kurang dari 100 persen, auditor harus memahami pengendalian intern
yang ada, dan berdasarkan pemahaman itu, auditor melakukan evaluasi
tentang bagaimana seharusnya fungsi pengendalian intern tersebut,
serta melakukan uji atas efektifitas pengendalian intern tersebut. Hal
pertama dari semua ini adalah keharusan untuk memahami semua jenis
audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah penilaian resiko
pengendalian yang diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan
nilai atas resiko pengendalian supaya berada di bawah nilai maksimum.
2.4.4. Resiko akseptibilitas audit
Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan
ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan
bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang
material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit
wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan
untuk menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih
rendah, hal tersbut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat
keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak
mengandung salah saji yang material. Resiko nol berarti yakin sekali,
dan suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak
yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat
keyakinan, yaitu merupakan pelengkap dari resiko akseptibilitas
audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu dikurangi
resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko
akseptibilitas audit sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit
assurance sebesar 98 persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya
hubungan yang searah antara resiko akseptibilitas audit dan resiko
deteksi terencana, serta hubungan yang saling berlawanan antara
resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai
contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko
akseptibilitas audit, maka akan mengurangi pula resiko deteksi
terencana serta bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan
harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf
yang lebih berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan lebih
cermat bagi klien dengan tingkat resiko akseptibilitas audit yang
lebih rendah.
2.4.5. Resiko kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas
dan resiko ini biasanya di perhitungkan di luar dari model resiko
audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan praktek sangat
sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di
atas. Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang
dilakukan secara sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan
kecurangan pelaporan keuangan.
Untuk menilai resiko kecurangan, auditor
mengumpulkan informasi untuk menentukan luasnya keberadaan
kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko
kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik
kelompok maupun individual, kesempatan yang tercipta, dan
perilaku manajemen untuk membiarkan terjadinya tindakan
ketidakjujuran tersebut.
2.5. Evaluasi Resiko
Setelah auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bukti
audit, hasil-hasilnya dapat diyatakan dalam versi evaluasi model resiko audit.
SAS107 menyatakan model resiko audit untuk mengevaluasi hasil-hasil
audit sebagai ;
di mana:
AcAR = Achieved Audit Risk (risiko audit yang dicapai).
Ukuran risiko yang sudah diambil auditor bahwa suatu akun dalam
laporan disalahsajikan secara material setelah auditor mengumpulkan
bukti audit.
IR = Inherent Risk (risiko inheren).
Faktor risiko inheren yang sama yang dibahas dalam perencanaan
kecuali sudah direvisi karena ada informasi baru.
CR = Control Risk (risiko pengendalian).
Risiko pegendalian yang sama yang telah dibahas sebelumnya kecuali
sudah direvisi selama audit.
AcDR = Achieved Detection Risk (risiko deteksi yang dicapai).
Ukuran risiko bahawa bukti audit untuk suatu segmen tidak mendeteksi
salah saji yang melampaui salah saji yang dapat ditoleransi, jika salah
saji semacam itu memang ada. Auditor dapat mengurangi risiko deteksi
yang dicapai ini hanya dengan mengumpulkan bukti.
Berdasarkan riset, tidak tepat menggunakan rumus evaluasi ini
untuk benar-benar menghitung risiko audit yang dicapai sebagai mana yang
dinyatakan rumus di atas. Riset menununjukkan bahwa penggunaan rumus
ini dapat mengakibatkan risiko audit yang dicapai kurang saji. Namun,
hubungan yang ada dalam rumus itu valid dan harus digunakan dalam
praktik.
Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko
audit yang dicapai ke tingkat yang dapat diterima:
1. Mengurangi risiko inheren
2. Mengurangi risiko pengendalian
3. Mengurangi risiko deteksi yang dapat dicapai dengan meningkatkan
pengujian audit substantive
Penggabungan ketiga faktor tersebut secara subjektif untuk
mencapai tingkat risiko audit yang cukup rendah membutuhkan pertimbangan
profesional yang matang.
Model risiko audit merupakan model perencanaan, sehingga
penggunaannya terbatas pada mengevaluasi hasil audit saja.
Meskipun tidak ada kesulitan yang dihadapi oleh auditor dalam
mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa penilaian
setiap risiko sudah wajar atau lebih baik daripada yang diduga semula, auditor
tetap harus sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Penilaian awal atas
risiko pengendalian atau risiko inheren dapat ditetapkan terlalu rendah atau
risiko audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi.
Dalam keadaan seperti itu, auditor harus mengikuti pendekatan
dua langkah.
1. Auditor harus merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap
kebutuhan bukti, tanpa menggunakan model risiko audit.
2.6. Pengujian Pengendalian
Fungsi utama dari pemahaman auditor terhadap pengendalian
intern adalah untuk memperkirakan risiko pengendalian dalam setiap tujuan
audit berkait transaksi. Contohnya adalah memperkirakan tujuan ketepatan
untuk transaksi pendapatan adalah lemah dan untuk tujuan eksistensi adalah
sedang. Pengujian pengendalian dilakukan untuk menentukan kelayakan dari
rancangan dan efektifitas operasi dari pengendalian intern
khusus. Pengendalian intern ini dapat dengan cara manual atau terotomatisasi.
Pengujian pengendalian mencakup prosedur-prosedur audit dibawah ini:
a) Melakukan wawancara dengan pegawai yang tepat
b) Memeriksa dokumen, catatan-catatan, dan laporan-laporan
c) Mengamati kegiatan-kegiatan pengendalian
d) Melaksanakan kembali prosedur auditan
2.7. Pengujian Substantif
Pengujian substantif adalah prosedur-prosedur audit yang didesain
untuk menguji kesalahan dalam nilai rupiah yang mempengaruhi
langsung kebenaran dari saldo-saldo dalam laporan keuangan. Salah saji
(monetary misstatement) seperti itu adalah indikasi yang jelas dari salah saji
dari akunakun. Terdapat 3 (tiga) macam pengujian substantif yaitu :
(1) pengujian substantif atas transaksi,
(2) prosedur analitis,
(3) pengujian terinci atas saldo.
2.7.1. Pengujian substantif atas transaksi
Tujuan dari pengujian substantif atas transaksi adalah
untuk menentukan apakah semua tujuan audit berkaitan dengan
transaksi (transaction-related audit objectives) telah terpenuhi untuk
setiap kelas transaksi. Sebagai contoh auditor melakukan pengujian
substantif atas transaksi untuk menguji apakah transaksi yang dicatat
benar-benar ada dan transaksi yang ada semua telah dicatat.
Auditor juga melakukan pengujian ini untuk menentukan
apakah transaksi belanja telah dicatat dengan benar, transaksi belanja
telah dicatat pada periode laporan yang tepat, belanja telah
diklasifikasikan dengan benar dalam neraca, dan apakah belanja telah
diikhtisarkan dan diposting dengan benar ke buku besar. Jika auditor
merasa yakin bahwa transaksi-transaksi telah dicatat dan diposting
dengan benar, auditor dapat meyakini bahwa jumlah dalam buku besar
juga benar.
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam penerimaan
jenis laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Tanggung jawab auditor
adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan
penyajian yang material. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti-bukti
audit yang memadai yang harus dikumpulkan.
Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada
tingkat laporan keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan
Risiko audit juga digolongkan menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan
risiko audit individual. Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur (1)
risiko bawaan, yakni kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait, (2) risiko
pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi
yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur
pengendalian intern entitas dan (3) risiko deteksiadalah risiko sebagai akibat
auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu
asersi.
Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti
audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas
asersi individual atau kelompok asersi.
DAFTAR PUSTAKA
Http://inedwiy26.blogspot.co.id/2013/05/auditing-materialitas-dan-risiko-
audit.html?m=1
Http://adasemua.blogspot.co.id/2015/05/materialitas-dan-risiko-audit-by-
sani.html?m=1
Http://rudiirawantofeuh.blogspot.sg/2014/04/materialitas-risiko-audit-
strategi.html?m=1
Puradireja, kanaka dan Mulyadi.
Auditing, Edisi 5, Cetakan ke 1.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 1997.
Halim, Abdul MBA. Akuntansi, Edisi 2.
Yogyakarta:UPP AMP YKPN, 2001.
top related