manajemen lahan china
Post on 30-Dec-2014
83 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2. Maksud Dan Tujuan Penelitian..........................................................................................2
1.3. Ruang Lingkup Dan Batasan Penelitian.............................................................................2
1.4. Sistematika Penulisan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Pengertian 4
2.2. Model Kebijakan Publik 5
2.3. Hak Penguasaaan Atas Tanah 6
2.3.1 Penguasaaan Fisik Atas Tanah 6
2.3.2 Penguasaaan Yuridis Atas Tanah 6
BAB III METODE PENELITIAN 8
3.1. Metode Penelitian 8
3.2. Metode Kajian 8
3.3. Metode Pengumpulan Data 9
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 10
4.1. Sistem Pemerintahan di RRC 10
4.2. Kebijakan Manajemen Lahan di RRC 11
4.3. Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan dan Pendapatan Pemerintah Daerah 12
4.4. Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan dan Penggusuran Lahan 13
BAB V KESIMPULAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Proses Metode Kajian 9
ii
TUGAS PENYUSUNAN MAKALAH
MATA KULIAH MANAJEMEN ASET DAN PROPERTI
KEBIJAKAN MANAJEMEN KEPEMILIKAN LAHANStudi Kasus : Republik Rakyat Cina
MUHAMMAD AMIN CAKRAWIJAYA, ST
NIM 21010111400049
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2012
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cina merupakan salah satu negara yang dianggap berhasil dalam pertumbuhan
ekonomi dan wilayah yang berkembang pesat dalam beberapa dekade ini. Bahkan, dengan
model ekonomi pasar yang dijalankannya, diperkirakan pertumbuhan ekonomi negara Cina
pada tahun 2030 dapat menguasai 40% perekonomian dunia. Model ekonomi pasar
tersebut menjadi salah satu titik balik perubahan sistem yang dilakukan di cina, yang
sebelumnya menggunakan model ekonomi sosialis yang dianggap gagal meskipun sampai
dengan saat ini tetap digunakan dua pendekatan model ekonomi di cina pada beberapa
sektor.
Namun meskipun demikian, manajemen kepemilikan lahan di Cina masih
menggunakan pendekatan sosialis. Hal tersebut dilakukan sejak tahun 1978 dimana
pemerintah mengambil hak atas kepemilikan tanah di kota, serta memberlakukan Sistem
Kontrak Tanggung Jawab terhadap petani di wilayah perdesaan. Sistem kontrak tersebut
membagi kuota tanah terhadap petani oleh pemerintah. Hal tersebut juga tergambar dalam
peraturan perundang-undangannya yang menyebutkan “Tanah Rakyat Republik China
adalah milik negara. Pada tahap ini, maka diatur bahwa setiap lahan diperbolehkan untuk
dimanfaatkan namun tidak untuk dimiliki (sumber: http://erabaru.net; Yu Shan: 10
Desember 2011)
Manajemen kepemilikan tersebut dikatakan sebagai yang pertamakali di dunia dimana
pada suatu masa negara mengambil alih kepemilikan hak atas tanah. Dikatakan demikian
sebab sebelum tahun 1978, selama ribuan tahun baik pada era kaisar, pemerintah nasionalis
setelah feodalisme, maupun selama pemerintahan komunis sebelum tahun 1978, tanah
diakui sebagai milik pribadi. Dan manajemen kepemilikan lahan yang dilakukan
pemerintah cina tersebut ternyata memberikan dampak positif sekaligus negatif terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Adapun makalah ini adalah mencoba membedah
lebih lanjut manajemen kepemilikan lahan di cina beserta dampak yang ditimbulkannya
sehingga dapat menjadi pembelajaran terhadap perencanaan manajemen kepemilikan lahan
di Indonesia.
1
1.2. Maksud Dan Tujuan Penelitian
1.2.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penyusunan makalah ini adalah melakukan penelaahan secara umum
terhadap manajemen kepemilikan lahan di Negara Republik Rakyat Cina (RRC).
1.2.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi proses dan kebijakan
manajemen kepemilikan lahan di RRC.
1.3. Ruang Lingkup Dan Batasan Penelitian
1.4.1. Batasan Lokasi
Lokasi penelitian meliputi wilayah administratif negara Republik Rakyat Cina.
1.4.2. Batasan Substansi / Ruang Lingkup
Lingkup substansi kajian dalam pembahasan ini adalah :
1. Pembahasan terhadap manajemen kepemilikan lahan di RRC adalah dalam skala
yang general dengan mengesampingkan kasus-kasus khusus, dan
2. Makalah hanya dibuat berdasarkan data-data sekunder yang terdapat pada press
release yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga pemerintah RRC melalui
website resmi/media massa, hasil-hasil penelitian terkait, serta artikel, kajian, dan
hasil wawancara pada sumber-sumber media massa.
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah manajemen kepemilikan lahan dengan studi
kasus di negara Republik Rakyat Cina (RRC) ini terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai
berikut:
A. Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang dan rumusan permasalahan yang
memunculkan pertanyaan penelitian. Selain itu bab ini memuat maksud dan tujuan
penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penulisan.
2
B. Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka memuat dasar-dasar teori dan penelitian yang digunakan
sebagai referensi dasar penelaahan. Daftar pustaka tersebut dibagi dalam beberapa subbab
yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik topik-topik yang sama. Hal tersebut untuk
memudahkan pembaca menemukan dasar teori yang relevan yang digunakan dalam
penelitian.
C. Bab III Metode Pembahasan
Bab III Metode Pembahasan memuat metode yang digunakan, metode pengumpulan
data, serta langkah-langkah yang dilakukan.
D. Bab IV Pembahasan
Bab IV Pembahasan meliputi gambaran umum, sejarah manajemen kepemilikan lahan,
gambaran manajemen kepemilikan lahan saat ini, serta dampak-dampak yang ditimbulkan.
E. Bab V Kesimpulan
Meliputi kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan, berdasarkan penelaahan
dan identifikasi dampak yang dibahas dalam makalah ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Menurut Thomas R. Dye dalam Putrajaya (2010), kebijakan atau yang dalam hal ini
adalah kebijakan publik secara prinsip dapat diartikan sebagai “ Whatever government
choose to do or not to do “. Hal tersebut diperkuat oleh Hogwood dan Gunn dalam
Putrajaya (2010) yang menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan
pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Dan sebagai suatu
instrumen yang dibuat oleh pemerintah, kebijakan publik dapat berbentuk aturan-aturan
umum dan atau khusus baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan
tindakan yang merupakan keharusan, larangan dan atau kebolehan yang dilakukan untuk
mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dengan tujuan tertentu.
Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari kegiatan perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian
(controlling). Manajemen sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi dengan memanfaatkan
sumberdaya secara efektif dan efisien (Suwatno, 2003).
Sedangkan menurut Siswanto (2005), Manajemen diartikan sebagai ilmu dan seni
untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan. Manajemen sebagai suatu ilmu adalah
akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan atau kesatuan pengetahuan yang
terorganisasi. Selain itu manajemen sebagai suatu ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu
pendekatan (approach) terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor
ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh indera manusia. Dan
dalam ini, manajemen terkait dengan kebijakan terhadap publik.
Adapun terkait dengan hak milik atas tanah / lahan, Saleh (1985) memberikan
pengertian dimana hak milik atas tanah merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu
gugat yang juga memiliki fungsi sosial. Ini berarti hak atas tanah harus disesuaikan dengan
keadaan dan sifat haknya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Namun dalam
hal ini, tidak berarti bahwa kepentingan seorang pemilik akan terdesak sama sekali
melainkan harus seimbang.
4
Dan berdasarkan pengertian dan definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa manajemen kepemilikan lahan merupakan kebijakan terkait perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap aset-aset kepemilikan lahan yang
melekat padanya yaitu terkait dengan hak-hak penguasaan dan pemanfaatan atas lahan
yang dimiliki.
2.2. Model Kebijakan Publik
Kebijakan publik meliputi proses dan produk dari kebijakan itu sendiri. Proses
kebijakan publik terdiri dari tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan. Sedangkan produk dari kebijakan berupa pedoman dan peraturan
perundang-undangan dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Kebijakan publik atau
pemerintah pada prinsipnya berupa pedoman dan peraturan perundang-undangan yang
telah disahkan.
Dalam pelaksanannya, ada beberapa model pendekatan kebijakan publik:
1. Top-down approach
Model ini dikembangkan oleh Hogwood dan Gunn dimana kebijakan
diterapkan dengan pendekatan kontrol dan komando (The command and control
approach). Dalam pendekatan Top down, implementasi kebijakan yang dilakukan
tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil
dari tingkat pusat. Pendekatan Top Down bertitik tolak dari perspektif bahwa
keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat
kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokrat-
birokrat pada level bawahnya (Leo Agustino, 2006).
Dalam perkembangannya, kebijakan dengan pendekatan top down juga
dilakukan pada kebijakan-kebijakan publik. Pada beberapa dekade lalu, sebagian
besar kebijakan publik merupakan proses top-down akibat dari sentralisasi
pemerintahan. Namun saat ini pendekatan tersebut mulai ditinggalkan seiring
dengan perubahan politik yang terjadi. Meskipun demikian, proses top down tetap
dibutuhkan terutama pada kebijakan-kebijakan yang bersifat struktural.
2. Bottom-up approach
Berbeda halnya dengan pendekatan top-down, kebijakan yang menggunakan
pendekatan bottom-up mengandalkan aktor-aktor grass-root sebagai inisiator
5
kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang didesain dengan model bottom-up dapat
terlihat pada program-program PNPM Mandiri Perdesaan. Pada PNPM, program
dan kegiatan yang dibuat berdasarkan masukan dari masyarakat / stakeholder
terkait yang difasilitasi oleh seorang fasilitator sebagai seorang ahli. Fasilitator
tersebut mengarahkan ide dan konsep yang berkembang dalam prioritas-prioritas
dan bahasa program.
2.3. Hak Penguasaan Atas Tanah
2.3.1 Penguasaan Fisik Atas Tanah
Dalam Siswotomo (2010) penguasaan fisik atas tanah terkait dengan konsep yang
terkandung pada pengertian istilah hukum: occupation, possesion, seizin dan bezit. Adapun
pengertian occupation, possesion, seizin dan bezit adalah sebagai berikut:
1. Occupation
Tindakan atau proses dimana benda riil (misalnya tanah) dikuasai dan
dinikmati.
2. Possesion
Mengontrol (melakukan kendali secara fisik terhadap) suatu benda dengan
tujuan memiliki benda tersebut dan berbuat sesuatu atas benda itu kendali fisik
tersebut.
3. Seizin
Penguasaan atas benda riill dibawah klaim freehold estate atau hak untuk
menguasai dan menggunakan tanah milik raja dengan jangka waktu yang tidak
terbatas.
4. Bezit
Bezit diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu
benda, baik sendiri maupun melalui perantara orang lain, seolah-olah benda itu
miliknya sendiri.
2.3.2 Penguasaan Yuridis Atas Tanah
Penguasaan yuridis atas tanah dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan
umumnya memberi wewenang untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Namun ada
juga model penguasaan yang walaupun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang
6
dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain
yaitu:
1. ketika tanah disewakan, maka penyewalah yang menguasai tanah secara fisik; dan
2. ketika tanah dikuasai pihak lain tanpa hak (diokupasi).
Dimana dalam kondisi “(2)” tersebut, pemilik tanah berdasarkan penguasaan yuridisnya,
berhak untuk menuntut kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya.
Sedangkan dalam hal “(1)” penguasaan fisik itu akan kembali ketika hubungan sewa-
menyewa sudah berakhir. (Siswotomo, 2011)
7
BAB III
METODE PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian
Moleong (2006) dalam Cakrawijaya (2008) menyebutkan bahwa dalam sebuah
penelitian ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode penelitian yang didasarkan pada analisa
perhitungan secara statistikal. Sedangkan metode kualitatif adalah metode penelitian yang
analisanya didasarkan pada olah data, ditambah pengamatan, dan wawancara yang
outputnya berupa data diskriptif.
Pembahasan ini menggunakan metode kualitatif sederhana berdasarkan interpretasi
data-data sekunder yang terdapat pada press release yang dikeluarkan oleh
kementerian/lembaga pemerintah RRC melalui website resmi/media massa, hasil-hasil
penelitian terkait, serta artikel, kajian, dan hasil wawancara pada sumber-sumber media
massa dalam rangka mendapatkan analisa yang lebih mendalam mengenai realita yang
terjadi di lapangan. Metode kualitatif dipilih karena lebih mudah dalam melakukan
penyesuaian apabila dihadapkan pada kenyataan ganda, dan dapat menyajikan secara
langsung interpretasi peneliti serta peka lebih peka dan adaptif dengan berbagai pengaruh
yang terjadi terhadap pola, aspek, atau nilai yang dihadapi secara empirik (Moleong, 2006
dalam Cakrawijaya, 2008).
4.2. Metode Kajian
Metode kajian dalam kajian penelaahan terhadap manajemen kepemilikan lahan di
RRC meliputi 4 tahapan yang saling terkait yaitu diawali dengan pengumpulan data,
penelaahan data, analisa dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. Pengumpulan data
dilakukan dengan menghimpun data-data sekunder terkait dan dilakukan penelaahan
berdasarkan karakteristik data yang dimiliki. Setelah dilakukan penelaahan data,
selanjutnya dilakukan analisa dan pembahasan dengan mengacu terhadap data-data yang
telah dikumpulkan. Apabila terdapat kekurangan data pada saat dilakukan analisa, maka
dilakukan pengumpulan data kembali sesuai kebutuhan. Dan berdasarkan analisa serta
pembahasan tersebut, diangkat sebuah kesimpulan. Dan apabila dalam merumuskan
kesimpulan terdapat penelahaan atau data yang kurang maka proses dilaksanakan berulang.
8
Gambar 3.1 Diagram Proses Metode Kajian
4.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah
penelitian. Dengan metode yang tepat, diharapkan data yang diperoleh dapat mendukung
proses analisa sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih baik. Metode pengumpulan
data terkait dengan data yang diperlukan, sumber data, dan sumberdaya yang dimiliki.
Sedangkan penelitian ini sendiri akan menggunakan kedua jenis data tersebut untuk
mendukung penelitian.
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu data
sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia seperti
misalnya laporan-laporan, profil daerah dalam angka, data program dan kebijakan, dan
data lainnya yang umumnya disajikan dalam kurun waktu tertentu. Cara memperolehnya
pun bermacam-macam, yaitu dapat menggunakan media on-line apabila data yang
dibutuhkan telah ter up-load, atau mengumpulkan data yang ada dalam dokumentasi
instansi / lembaga / organisasi tertentu.
Mengingat terbatasnya kemampuan yang dimiliki, maka data yang digunakan hanya
meliputi data-data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber terkait baik media online
maupun media cetak, serta penelitian-penelitian terkait.
9
Pengumpulan Data
Penelahaan Data
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Sistem Pemerintahan di RRC
Republik Rakyat Cina (RRC) atau yang lebih sering disebut dengan ‘cina’
merupakan negara terbesar di daratan asia dengan bentuk pemerintahan demokrasi
komunis. Sedangkan kepala negaranya adalah seorang presiden, dengan kepala
pemerintahan seorang perdana menteri. Presiden tersebut dipilih oleh Konggres Rakyat
Nasional dengan masa jabatan 5 tahun, dan perdana menteri diusulkan oleh presiden
dengan persetujuan Konggres Rakyat Nasional. Dalam bidang politik dan pemerintahan,
Cina menerapkan kontrol yang ketat terhadap warganya.
Keberadaan Konggres Rakyat Nasional sebagai badan Legislatif menegaskan sistem
unikameral yang digunakan oleh sistem pemerintahan di Cina. Anggotanya merupakan
perwakilan dari wilayah, daerah, kota, dan provinsi untuk masa jabatan 5 tahun. Namun
anggota perwakilan tersebut merupakan orang-orang dari partai komunis.
Sedangkan lembaga yudikatifnya terdiri dari 4 komponen yaitu (1) lembaga
Pengadilan, (2) Lembaga Keamanan Administrasi Publik / Kepolisian (3) Lembaga
Kejaksaan, (4) Lembaga Tahanan / Penjara. Pengadilan Tinggi Rakyat merupakan badan
peradilan tertinggi yang berada dibawah naungan Standding Committee dari Konggres
Rakyat Cina. Sehingga dapat dikatakan bahwa Konggres Rakyat Cina mempunyai
kekuasaan yang besar dan penting.
Untuk lembaga eksekutifnya, terdiri dari beberapa menteri yang membantu presiden
dan kepala pemerintahan daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam
mengelola lahan yang ada. Dan dengan sistem pemerintahan yang sosialis, maka dapat
disimpulkan bahwa Cina menjalankan pemerintahan yang diktatur dengan pola top-down
yang sangat kuat, dimana negara juga mengatur/mengontrol penuh perekonomian dan
sumberdaya yang ada.
10
4.2. Kebijakan Manajemen Lahan di RRC
Republik Rakyat China merupakan negara terbesar ketiga di dunia dengan luas
wilayah sekitar 3,7 juta mil persegi. China juga merupakan sebuah negara yang
berpenduduk paling padat di dunia. Sekitar 85% penduduknya tinggal di wilayah pedesaan
dan 90% daripadanya menempati seperenam wilayah China. Dari seluruh luas wilayah
China, hanya 15% tanahnya yang cocok untuk pertanian. Hal tersebut menimbulkan
permasalahan tersendiri bagi Cina.
Ketika Mao Zedong memproklamirkan negara Republik Rakyat China pada tanggal
1 Oktober 1949, perekonomian China berada pada keadaan yang buruk. Perang China –
Jepang dan perang saudara menimbulkan inflasi mencapai 85.000%. Oleh sebab itu selama
beberapa tahun pertama kaum komunis memusatkan perhatian pada perbaikan pabrik-
pabrik, produksi, dan fasilitas-fasilitas transportasi serta mengendalikan inflasi dan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Setelah komunis berkuasa pada tahun 1949, maka diadakan kebijakan ekonomi
nasional yang didasarkan pada pembaruan agraria. Gurley (John G. Gurley, 1976:30)
mengkategorikan kebijakan ekonomi nasional menjadi: 1. masa landreform tahun 1949-
1952, 2. masa kolektivisasi-komunisasi tahun 1955-1959, 3. pembentukan modal (capital
formation) untuk pertanian tahun 1960-1972, serta 4. perubahan secara gradual dari nilai
tukar (terms of trade) di antara pertanian dan industri bagi kepentingan sektor pertanian
dan kaum tani (Darini, 2010)
Land-reform di bidang agraria tersebut dilakukan menggunakan peraturan 28 juni
1950 tentang hukum penertiban tanah. Dengan membagi penduduk cina dalam golongan
tuan tanah (pemilik banyak tanah tetapi tidak menggarapnya sendiri), petani kaya (pemilik
tanah/ lintah darat), petani menengah (pemilik tanah yang menggarapnya sendiri), dan
petani miskin, pemerintah membagi hak atas pemilikan dan pengelolaan tanah dengan
kuota-kuota yang telah ditetapkan. Hal tersebut dilakukan oleh partai komunis dalam
rangka menarik dukungan petani yang saat ini mencapai 70% jumlah penduduk. Namun
belakangan, sejak tahun 1978 hak atas pemilikan tanah dihapus dengan sisipan peraturan
pada konstitusinya yaitu semua tanah di RRC aadalah milik negara. Sedangkan petani
dberikan hak pengelolaan atas tanah melalui kontrak kerjasama.
Dengan munculnya peraturan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa kepemilikan
atas lahan untuk pribadi telah di hapus di Cina. Meskipun demikian, masih banyak persepsi
dan pemikiran yang berkembang pada masyarakat bahwa masyarakat perdesaan memiliki
11
hak atas tanahnya, sedangkan orang yang tinggal di kota tidak. Namun hal tersebut
dibantah oleh seorang ahli ekonomi dan ahli hubungan Cina, Cheng Xianong dalam sebuah
wawancara di Radio Sound of Hope yang dirilis di http://erabaru.net.
Namun perubahan status kepemilikan lahan dari lahan privat menjadi milik negara
berdasarkan konstitusi tersebut merujuk pada pemerintah daerah dan bukan pemerintah
pusat. Ini berarti bahwa lahan dalam yuridiksi pemerintah daerah menjadi milik pemerintah
daerah. Akibatnya pemerintah daerah bebas melakukan perencanaan dan pengelolaan
lahan. Sebab terkait dengan perubahan peraturan tersebut, masyarakat tidak diberikan
kompensasi sama sekali.
Maka pada saat ini yang ada hanyalah hak atas pengelolaan atau pemanfaatan lahan
yang telah diberikan. Hak atas pemanfaatan tersebut juga dilakukan menggunakan batas
tempo waktu. Seperti halnya apabila memiliki rumah, maka batas waktu tempo
penggunaannya adalah 70 tahun meskipun terkadang pemerintah tidak menaati waktu
tersebut. Misalnya adalah kegiatan revitalisasi lahan dimana sebagian lahan dihancurkan
untuk dibangun infrastruktur lain melalui peraturan dari kementerian konstruksi yang
menyebutkan bahwa semua rumah di Cina yang dibangun sebelum tahun 1995 berkualitas
buruk dan harus dirobohkan.
4.3. Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan dan Pendapatan Bagi Pemerintah
Perubahan kebijakan kepemilikan lahan tersebut memiliki dampak secara ekonomi
maupun sosial baik kepada pemerintah maupun masyarakat. Kebijakan perubahan
kepemilikan lahan tersebut digunakan oleh pemerintah untuk dijual kepada pihak real
estate dengan nilai lahan yang tinggi. Dengan margin yang tinggi antara kompensasi yang
dibayar terhadap masyarakat dan nilai penjualan lahan tersebut mengakibatkan tingginya
pendapatan pemerintah daerah. Hal tersebut mengakibatkan Beijing dan Shanghai dalam
beberapa tahun terakhir pendapatan daerahnya didominasi oleh penjualan tanah (50-60%).
Namun tidak hanya itu, penjualan tanah kepada pihak real estate yang menaikkan nilai
lahan juga memberikan keuntungan tidak langsung dalam bentuk naiknya nilai pajak.
Selain itu, ada keuntungan tidak langsung yang diperoleh oleh pemerintah. Yaitu
pengaturan lahan yang efisien untuk kepentingan daerah. Sempitnya lahan yang ada dapat
diatasi dengan pembangunan bangunan tinggi baik berupa rumah susun maupun
pemanfaatan lain yang sebelumnya tersebar. Dan dengan berkumpulnya kegiatan yang
sama dalam satu kawasan, maka juga didapatkan efisiensi pembangunan infrastruktur
12
dasar pendukungnya. Dan dengan pengembangan model Bank Tanah oleh Pemerintah
Cina tersebut menjamin pendapatan pemerintah dari sisi pajak dan pengembangan wilayah
akibat pengelolaan aset yang dilakukan.
4.4. Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan Dan Penggusuran Lahan
Dengan berpindahnya status kepemilikan atas lahan kepada pemerintah, maka
pemerintah berusaha memaksimalkan pengelolaannya untuk pengembangan ekonomi dan
wilayah. Akibatnya setiap lahan diupayakan agar mempunyai nilai dan diefisienkan.
Akibatnya, terjadi revitalisasi besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam
beberapa tahun terakhir terjadi penggusuran ‘illegal’ besar-besaran. Hal tersebut memicu
konflik sosial di masyarakat.
Pada praktek pembangunan Kota Beijing, menurut narasumber terkait dilakukan
pembongkaran terhadap bangunan-bangunan yang dianggap tidak layak, dan penghuni
diminta pindah sementara dilakukan pembongkaran dan pembangunan rumah tinggal
susun yang nantinya diberikan kepada warganya kembali dengan harga sewa dan hak
tinggal 70 tahun. Hak tinggal tersebut tidak dapat diwariskan dan dapat diambil setiap saat
oleh pemerintah. Sehingga apabila terdapat investor / penduduk yang membeli bangunan
yang seharusnya memiliki hak tinggal 70 tahun, tidak ada kompensasi apabila bangunan
tersebut diputuskan untuk dirobohkan meskipun belum 70 tahun dipakai.
13
BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Pada saat ini tidak ada kepemilikan lahan pribadi di Cina, adapun berdasarkan
perubahan konstitusi ditetapkan bahwa setiap tanah di Cina adalah milik negara.
2. Tidak ada kompensasi atas perubahan kepemilikan lahan yang dilakukan
3. Kepemilikan lahan yang penuh oleh Pemerintah menyebabkan proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang lebih mudah terhadap
penggunaan lahan.
4. Pembangunan oleh pemerintah terjamin dengan penguasaan atas tanah yang
dimiliki dan dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai manfaat sebesar-besarnya
dari lahan yang ada.
5. Berkaca pada sistem pemerintahan yang berbeda dengan di Indonesia, model
pembangungunan yang dilaksanakan di Cina tidak dapat dilakukan di Indonesia
dimana hak milik atas tanah diakui secara hukum.
14
DAFTAR PUSTAKA
Penelitian dan Makalah :
1. Cakrawijaya, M.A .2008. Tipologi Ruang Publik di Kauman Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik.Bandung : CV.Alfabeta
3. Darini, Ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. Universitas Negeri
Yogyakarta
4. Siswotomo. 2010. Permasalahan Kepemilikan Hak Atas Tanah.
5. Putrajaya, Geseng. 2010. Peran Positif Modal Sosial Nyambang Sebagai Alat
Untuk Mengatasi Peningkatan Kemiskinan Masyarakat Nelayan Pulau Lancang
Kel. Pulau Pari, Kec. Kep. Seribu Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Universitas
Indonesia.
6. Suwatno. 2003. Azaz-azaz Sumber Daya Manusia. Bandung : UPI Press
7. Bejo, Siswanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan
Administratif dan Operasional. Jakarta : Bumi Aksara
8. Al- Hadi, Syed Alwi Saleh. 1985. Adat Resam dan Adat Istiadat Melayu
Artikel online :
1. Yu Shan. 2011. Mengapa Rumah Digusur di China (1). Erabaru.net
2. Ministry of Land and Resources of the People’s Republic of China official Website
: www.mlr.gov.cn
3. Forum Manajemen. Berguru Dari Raksasa Negeri Timur : www.management-
update.org
15
top related