makna toleransi beragama dalam dalam film …
Post on 26-Nov-2021
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM DALAM FILM MUALLAF
KARYA YASMIN AHMAD
(KAJIAN ANALISIS SEMIOTIK MODEL ROLAND BARTHES)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh
GITHARAMA MAHARDHIKA
NIM 109051000181
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAKWAH DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H/2016M
i
ABSTRAK
Nama : Githarama Mahardhika
Judul : Makna Toleransi Beragama Dalam Dalam Film Muallaf
Karya Yasmin Ahmad (Kajian Analisis Semiotik Roland
Barthes)
Film adalah karya seni yang sarat dengan simbol-simbol yang di dalamnya
terkandung makna tertentu. Film merupakan salah satu media komunikasi massa
audiovisual yang mampu mempengaruhi jiwa manusia, dimana penontonnya
seakan menyaksikan langsung bahkan seolah-olah ikut terlibat pada peristiwa
yang terjadi dalam sebuah film. Film umumnya dibangun oleh banyak tanda,
tanda-tanda termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam
upaya mencapai efek yang diharapkan.
Studi ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan makna semiotik di
balik film Muallaf. Secara umum penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif untuk meneliti film ini. Metode kualiatif memungkinkan penulis
mengkaji film secara lebih mendalam untuk menggali makna yang tersirat dalam
berbagi simbol, kode, dan seluruh adegan yang hendak digunakan sebagai objek
penelitian.
Beberapa pertanyaan yang selanjutnya mengarahan penulis antara lain:
Bagaimana makna film Muallaf berdasarkan analisis semiotik Roland Barthes?
Bagaimana makna teks judul dari film Muallaf?
Penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan semiotik
yang dikembangkan oleh pemikir asal Perancis, Roland Barthes. Pendekatan
semiotik ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif,
konotatif, dan mitos. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan
signified dalam sign, dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna
konotatif adalah interaksi yang mucul ketika sign bertemu dengan perasaan atau
emosi pembaca atau pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi
subjektif atau intersubjektif. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes
adalah pengkodean makna makna dan nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer
atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap ilmiah.
Studi ini berangkat dari keyakinan penulis tentang kekayaan nilai-nilai
moral ke-Islaman dalam film ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa di dalam
film Muallaf terdapat adegan yang dengan jelas mengandung nilai moral Islami
yang menunjukan sikap toleransi antar agama. Nilai-nilai inilah yang akan penulis
gali lebih dalam dengan menggunakan pendekatan semiotik ala Roland Barthes.
Keyword: toleransi, nilai, agama.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan
limpahan Rahmat dan Kasih-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Puji serta syukur
peneliti panjatkan untuk petunjuk serta Ridha-Nya, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna Toleransi Beragama Dalam Film
Muallaf Karya Yasmin Ahmad (Kajian Analisis Semiotik Roland Barthes)”
sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penyusunan skripsi ini merupakan
tugas akhir peneliti sebagai persyaratan dalam menyelesaikan program studi di
jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari benar bahwa begitu
banyak dukungan dan perhatian yang peneliti dapatkan dari berbagai pihak
sehingga segala kesulitan dan hambatan dalam menyusun skipsi ini akhirnya
dapat dilalui. Ucapan terima kasih saja belum dirasakan cukup untuk membalas
dukungan-dukungan tersebut. Namun bagaimana pun, peneliti mengiringkan
terima kasih sedalam-dalamnya atas dukungan baik moril maupun materil selama
proses menyeselesaikan studi kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M. Ed, Ph. D selaku wakil Dekan bidang Akademik.
Dr. Roudhonah, MA. Selaku wakil Dekan bidang Administrasi Umum. Dr.
Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan.
iii
2. Drs. Masran, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan KPI, dan Pak
Ahmad Fatoni, S.Sos.I yang telah membantu dalam memberikan informasi
akademik dan penyusunan transkip nilai penulis. Bapak Noor Bekti, M.Si,
sebagai Dosen Penasihat Akademik KPI F angkatan 2009, yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi ini.
3. Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA dan Ibu Ade Rina Farida, M.Si. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat
kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen, serta para staf tata usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Secara khusus dan terutama adalah yang peneliti selalu cintai, kedua orang
tua, H. Djulasmana dan Siti Maesaroh yang telah begitu banyak dan tanpa
henti memberikan doa, dukungan dan pengorbanan kepada peneliti.
6. Keluarga dan adik peneliti, Drs. Dodi Suratman, Evi Soviah, dan Zulfikar
yang selalu menjadi inspirasi.
7. Teman-teman Taylor Swift Indonesia fanbase, Rizqi Ria, Achmad, Zulfikar,
Fransiskus, Aryani, Sasi Sudewo, Dion, Nurul Hardiyanti, Adhie Sathya,
Leonardus Rahadimas, Denis Antonius, Atisa Yunia, Revizka Nuraini,
Sheila Ariefa, Irene, Biella, Vanya, Athira, dan teman-teman Swifties
lainnya terima kasih atas kepercayaan dan kekeluargaan yang selama ini kita
bangun dan kerja keras untuk membangun organisasi ini.
8. Teman-teman seperjuangan KPI F angkatan 2009, yang telah melalui sebuah
masa penuh kenangan dengan peneliti selama menuntut pendidikan di UIN
iv
Syarif Hidayatullah Jakarta di antaranya, Aryo Bimo Lukito, Edy Laras
Kasman, Sukma Indrawan, Apriza Ramdan, Yunita, Silvi Arifyanti, Tri
Amirullah, Fahrizal, dan yang lainnya.
9. Teman-teman anggota KKN REAKSI dan seluruh warga Cipelang, terima
kasih atas kerja sama dan pengalamannya sebulan penuh disana.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, peneliti akan menerima segala kritik dan saran sehingga dapat menjadi
acuan pembelajaran peneliti. Akhirnya, peneliti berharap agar skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan sebagai bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya
dan pembaca pada umumnya.
Ciputat, 22 Juli 2016
Githarama Mahardhika
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................... 4
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 5
E. Metodologi Penelitian ............................................................... 6
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 12
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Tinjauan Umum Tentang Film .................................................. 14
1. Pengertian Film ............................................................. 14
2. Sejarah dan Perkembangan Film ................................... 18
3. Jenis Film....................................................................... 20
4. Unsur Pembuat Film....................................................... 22
5. Struktur dalam Film ...................................................... 23
6. Sinematografi ................................................................ 25
B. Tinjauan Umum Tentang Semiotik .......................................... 31
1. Konsep Semiotik ........................................................... 31
2. Konsep Semiotik Roland Barthes ................................. 34
C. Tinjauan Uum Tentang Toleransi ............................................. 42
vi
BAB III PROFIL FILM MUALLAF KARYA YASMIN AHMAD
A. Sekilas Tentang Film Muallaf ................................................... 43
B. Sinopsis Film Muallaf ............................................................... 45
C. Profil Yasmin Ahmad ............................................................... 46
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos……………………… .. 50
1. Malaysiasebagai “Bangsa yang Religius” ..................... 51
2. Rohani: Sosok Muslimah Ideal ..................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran .......................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 79
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta tanda Roland Barthes .................................................... 35
Gambar 2.2. The Orders of Significations ................................................ 37
Gambar 4.1. Rohana yang berbicara kepada brother Anthony mengenai
pekerjaan kakaknya .............................................................. 51
Gambar 4.2. Rohani yang sedang menanyakan info mengenai jurusan
kuliah di suatu kampus ......................................................... 53
Gambar 4.3. Ayah dan Ibu tiri Rohani dan Rohana yang sedang
berbicara dengan seorang fotografer .................................... 54
Gambar 4.4. Rohani yang sedang berbicara dengan brother Anthony
dan Brian di rumahnya ......................................................... 55
Gambar 4.5. Rohani yang sedang bertanya kepada adiknya Rohana
untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya .... 63
Gambar 4.6. Rohani membacakan Surat Al-Baqarah kepada pasien
rumah sakit. .......................................................................... 64
Gambar 4.7. Rohani, Rohana dan Brian yang sedang berdiskusi ............. 65
Gambar 4.8. Rohani yang sedang memeluk adiknya Rohana setelah
shalat berjamaah ................................................................... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi massa merupakan media yang sangat berpengaruh bagi
manusia. Kerjanya bagai jarum hipodermik atau teori peluru yang banyak
dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, di mana kegiatan mengirimkan pesan
sama halnya dengan tindakan menyuntikan obat yang dapat langusng merasuk ke
dalam jiwa penerima pesan.1 Medianya bisa berupa apa saja, salah satunya adalah
film.
Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan
dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap,
penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata,
juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas
ragamnya.2 Berkat unsur inilah, film merupakan salah satu bentuk seni alternatif
yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara seksama apa
yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik
ceritanya. Yang tak kalah pentingnya, film juga merupakan ekspresi dari sebuah
pernyataan kebudayaan.
Film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya ditayangkan untuk
dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis. Karakter psikologisnya
khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, seperti bahwa
1 Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina
Prakarsa, 2005), h.12. 2 Adi Pranajaya. Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta, BPSDM Citra Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail, 2000), h.6
2
film bersifat satu arah. Bahkan bila dibandingkan dengan jenis komunikasi massa
lainnya, film dianggap sebagai jenis yang paling efektif.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hassanudin, Anwar Arifin dan
Azwar Hasan mengatakan, bahwa dari sudut pandang teori komunikasi,
khususnya filmologi, diakui bahwa film sangat potensial untuk mempengaruhi
perilaku penonton. Hal ini disebabkan kekuatan dan keunikannya sebagai media
efektif yang mengantar pesan secara mengesankan. Kekuatan pengaruhnya,
mampu menggiring penonton pada situasi identifikasi optik dan identifikasi
psikologik.3
Film saat ini sudah menjadi keseharian dalam kehidupan modern umat
manusia di dunia. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
menonton film menjadi sangat mudah didapatkan. Setiap hari, bahkan setiap jam,
kita dapat menyaksikan berbagai film, baik melalui televisi, gedung-gedung
bioskop, VCD, DVD, BlueRay, hingga internet yang sudah banyak tersebar
dimana-mana. Bahkan kini telah hadir Indovision yang beberapa stasiun
televisinya hanya menyuguhkan film sebagai program acara setiap harinya. Oleh
karenanya saat ini sepertinya mustahil apabila film dipisahkan dari kehidupan
manusia, termasuk anak-anak sekalipun.
Namun menjadikan film sebagai mendia pendidikan, tentunya harus bisa
menyesuaikan bagaimana pesan pendidikan yang disampaikan, agar dapat
diterima oleh audiensnya tanpa terasa menggurui. Hal inilah yang telah dilakukan
oleh sutradara sekaligus penulis skenario kawakan asal negeri jiran Malaysia
3 Anwar Arifin dan Azwar Hasan, “Pemberdayaan Perfilman Indonesia. Suatu Upaya
Memahami Realitas Masyarakat Indonesia” dalam Apresiasi Film Indonesia 2 (Jakarta: Direktorat
Pembinaan Film dan Rekaman Video Departemen Penerangan RI, 1997), h. 74
3
bernama Yasmin Ahmad (Alm.). Beliau membuat sebuah film tentang bagaimana
indahnya sebuah multikulturalisme yang sangat memikat, yang mengandung nilai-
nilai toleransi agama dan ukhuwah islamiyah yang dibalut dengan kisah cinta dan
nilai-nilai kekeluargaan, yaitu Muallaf.
Kisah mengenai tiga jiwa yang menemukan kedamaian dalam beragama.
Tentang sepasang kakak beradik bernama Rohana dan Rohani yang bermasalah
dengan ayahnya di masa lalu. Dan seorang guru bernama Brian yang juga
mempunyai masalah dengan masa lalunya.
Film ini penting untuk diteliti, karena film ini mempunyai sisi dakwah dan
melibatkan Islam di dalamnya, dan juga pemahaman umum mengenai sikap
toleransi beragama dalam kehidupan multikultural. Film ini dikemas begitu
menarik, dengan alur cerita serta pengisahan konflik para tokoh yang begitu
memukau, hal inilah yang membuat film ini semakin bagus dan berkualitas.
Namun, sebuah film yang bagus dan berkualitas bukan hanya dilihat dari alur
ceritanya saja, tetapi harus mempunyai pesan moral maupun dakwah yang ingin
disampaikan kepada penonton. Melalui tanda-tanda, simbol dan ikon yang
terdapat di dalamnya. Film ini layak untuk ditonton, selain karena
sinematografinya yang sangat indah, penonton akan mendapatkan pelajaran
berharga dari film tersebut.
Ada kalanya, pesan moral pada sebuah film kurang diperhatikan oleh
penonton. Banyak di antara mereka hanya menikmati alur cerita dan visualisasi
film tersebut. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, suatu film dapat menjadi
inspirator bagi penontonnya. Bahkan kita dapat mengambil hikmah, serta
pelajaran berharga dari film tersebut. Dalam film Muallaf, banyak pesan moral
4
yang tersurat maupun tersirat di dalamnya. Dengan latar belakang tersebut, maka
peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna simbolis dan
pesan moral islami yang ingin disampaikan pada film Muallaf karya Yasmin
Ahmad.
Berdasarkan latar belakang film di atas, perlu adanya penelitian secara
mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami secara hermenetik,
semantik, simbolik, narasi, dan kebudayaan apa yang akan disampaikan dalam
sebuah film. Sebab dalam industri perfilman, khususnya bagi sang sutradara ada
pesan atau simbol-simbol yang ingin disampaikan untuk masyarakat luas lewat
film. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti bermaksud menyusun skripsi
dengan judul “Makna Toleransi Beragama Dalam Dalam Film Muallaf Karya
Yasmin Ahmad (Kajian Analisis Semiotik Roland Barthes)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan penulis di atas, maka
penulis membatasi penelitian pada pesan tanda atau simbol yang mengandung
aspek toleransi agama dan nilai-nilai ukhuwah islamiyah yang ada pada film
Muallaf karya Yasmin Ahmad. Menggunakan analisis semiotik model Roland
Barthes, karena menurut Barthes semua objek kultural dapat diolah secara
tekstual. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti bermacam-macam teks seperti
berita, film, fashion, fiksi, dan drama.4
4 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisi Wacana, Analisis Semiotik,
Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h.123
5
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada penelitian skripsi ini adalah:
“Bagaimana makna toleransi beragama dalam film Muallaf direpresentasikan
secara denotasi dan konotasi?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran dan rumusan permasalahan di atas, penelitian ini
secara spesifik bertujuan untuk mengathui makna (petanda) yang terdapat dalam
film Muallaf (penanda).
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, ditinjau dari segi akademis dan praktis
adalah sebagai berikut:
1. Segi Akademis
Di harapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan positif pada
khazanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media massa, khususnya
tentang penelitian analisis semiotika film Muallaf karya Yasmin Ahmad sebagai
media dakwah melalui media massa yaitu film.
2. Segi Praktis
Untuk menambah wawasan bagi para praktisi komunikasi dan dakwah
tentang pentingnya pemanfaatan segala bentuk media yang ada sebagai alat bantu
atau media dakwah. Juga setiap muslim agar bisa ikut berperan serta dan aktif
dalam pengembangan tugas dakwah tidak terkecuali para seniman sastra yang
mementingkan nilai toleransi beragama yang mengutamakan cinta kasih sayang
sebagai suatu kebersamaan yang indah dalam kehidupan multikultural. Dan juga
penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemikiran serta pengetahuan
6
mengenai simbol-simbol dan tanda-tanda dibalik sebuah film. Serta dapat
menghargai sineas-sineas film dan lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif, dimana hasil temuan akan dideskripsikan untuk kemudian ditinjau
kembali untuk dianalisis dari hasil pengamatan lapangan dan penelusuran pustaka.
Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih rinci terkait
dengan rumusan masalah. Metode deskriptif kualitatif adalah proses pencarian
data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang
menyeluruh (holistic).
2. Jenis Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu
data primer dan sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh
peneliti yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Penulis melakukan
observasi secara langsung dengan cara menonton film Muallaf. Ini merupakan
sasaran utama dalam penelitian ini, sedangkan data sekunder digunakan untuk
diaplikasikan guna mempertajam analisis data primer, yaitu sebagai pendukung
dan penguat data primer dalam penelitian.
a. Sumber Data Primer:
Yaitu data yang diperoleh dari hasil analisis semiotik tiap adegan yang
mengandung makna pesan toleransi beragama dan ukhuwah islamiyah
yang terdapat dalam film “Muallaf”. Dari hasil pengamatan tersebut
7
kemudian data dikumpulkan dan diolah sehingga dapat menunjang
penelitian ini. Data tersebut dapat berupa potongan film atau cuplikan
film, penggalan dialog antar tokoh, maupun cover dari film tersebut.
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang bersumber pada berbagai referensi literatur yang
mendukung data primer seperti buku, film, media internet, dan terbitan
lain yang ada relevansinya dengan masalah penelitian. Penulis juga
melakukan pencarian data-data tambahan melalui media intrernet
sebagai bahan pertimbangan lain dalam menunjang penelitian ini.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah film Muallaf karya Yasmin Ahmad. Dan objek
penelitian ini adalah beberapa scene dalam film Muallaf yang berkaitan dengan
rumusan masalah dalam penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Observasi atau Pengamatan, yaitu metode pertama yang digunakan
dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.5 Disini penulis membaca
dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol yang ada
pada film Muallaf. Setelah itu penulis mengutip kemudian mencatat
dialog-dialog ataupun paragraph yang mengandung pesan pada film ini
5 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-
1
8
untuk dijadikan sebagai codingsheet, yakni rangkaian pencatatan
lambang atau pesan secara sistematis untuk kemudian diberikan
interpretasi.
b. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan, buku-buku yang menunjang penulisan skripsi, internet
dan lain sebagainya.
Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil
pemilihan dialog, serta dokumentasi. Lalu mengolah hasil temuan atau data dan
meninjau kembali data yang telah terkumpul. Seluruh data tersebut nantinya akan
dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi pustaka yang
kemudian dianalisis.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotik yang bersifat kualitatif. Secara sederhana, semiotik adalah ilmu tentang
tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-
konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti. Semiotik adalah studi
tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik diinterpretasikan. Kajian ilmiah
mengenai pembentukan makna.6 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang
mempunyai concern dengan dunia simbol.
Semiotik memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan
menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis
semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan
6 James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan
Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Ke-1, h.232
9
dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia
mengulas cara-cara beragam unsur teks bekerja sama dan berinteraksi dengan
pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna.7
Metode ini memperkaya pemahaman kita terhadap teks, sebagai sebuah
metode, semiotik bersifat interpretative, dan konsekuensinya sangat subjektif.
Namun hal ini tidak mengurangi nilai semiotik karena semiotik adalah ilmu
tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks.8 Peneliti menggunakan
metode semiotik Roland Barthes. Di sini tanda dimaknai secara denotasi dan
konotasi tanpa mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh gambaran
atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh dan mencakup
permasalahan yang diteliti. Ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi
kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut
kemudian menjadi mitos.
Dalam proses penelitian, tahap pertama yang dilakukan adalah tahap
pemilihan tanda, yang dilakukan setelah peneliti mengamati secara keseluruhan
adegan dalm film tersebut. Peneliti akan mereduksi film Muallaf menjadi mimite-
mimite (sign) yang membentuknya. Proses pereduksian teks film hingga menjadi
mimite ini didasarkan pada tanda-tanda dominan yang merepresentasikan makna
toleransi antar umat beragama dan ukhuwah islamiyah dalam film tersebut.
Tahap kedua, yaitu tahap analisis tanda. Tahap ini difokuskan pada usaha
mengidentifikasi sistem penanda tingkat pertama dan tingkat kedua, serta
mengidentifikasi kode-kode sinematik dan tata bahasa film apa saja yang
digunakan dalam membentuk sistem penanda tersebut.
7 Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka,
2006), h. 77 8 Ibid, hal 76
10
Langkah selanjutnya, peneliti berusaha menentukan makna denotasi dan
konotasi film tersebut. Dalam tahap menentukan denotasi dan konotasi, yang
peneliti lakukan terlebih dahulu adalah tanda-tanda apa saja yang diidentifikasikan
sebagai sebuah nilai yang menngandung makna toleransi beragama dan ukhuwah
islamiyah yang terdapat dalam film Muallaf.
Satu persatu tanda tersebut dijabarkan dalam tahap denotasi. Dalam tahap
denotasi ini, peneliti menjelaskan apa saja yang menjadi penanda, petanda, dan
tanda dalam setiap tanda film tersebut. Yang merepresentasikan makna toleransi
beragama dan nilai-nilai ukhuwah islamiyah. Penjelasannya dijabarkan dalam
tabel visual berupa cut dari agedan, transkrip dialog, dan jenis-jenis shot.
Setelah tahap penentuan sistem pemaknaan tingkat pertama (denotasi),
peneliti melakukan analisis tanda. Disini peneliti memfokuskan pada shot, yaitu
shot yang menjelaskan situasi, kondisi, ekspresi para tokoh, dan lingkungan
sekitar.
Masuk pada tahap penentuan konotasi, peneliti melakukan pengamatan
pada bentuk konsep, dan penandaan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
identifikasi mitos nilai-nilai toleransi beragama. Bagi Barthes, mitos merupakan
cara berpikir suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara memahami beberapa aspek
dari realitas. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita
dalam suatu konteks buadaya tertentu. Berdasarkan analisis terhadap kedua tanda
dominan tersebut ditemukan makna-makna konotatif sebagai wujud dari sebuah
mitos.
11
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi, penulis berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh
CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi, penulis sudah mengadakan tinjauan
pustaka, ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti
tentang judul ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir
serupa, diantaranya yaitu:
A Mighty Heart disusun oleh Rizky Akmalsyah, mahasiswa Konsentrasi
Jurnalistik UIN Jakarta. NIM: 106051102939. Tahun 2010. Dalam penelitian
tersebut objek yang diteliti adalah film A Mighty Heart dengan menggunakan
metode semiotika Roland Barthes.
Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh Fikri Ghazali,
mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM: 106051003915.
Tahun: 2010. Dalam penelitian tersebut objeknya yang adalah setiap adegan yang
mengandung pesan moral dalam film “3 Doa 3 Cinta” dengan menggunakan
analisis semiotik Roland Barthes. Simbol-simbol itu pada film direpresentasikan
melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh film.
Analisis Semiotik Film Animasi Upin dan Ipin disusun oleh Akhmad
Bayhaki, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM:
105051001885. Tahun: 2009. Dalam penelitian tersebut objek nyang diteliti
adalah cerita dalam film animasi Upin dan Ipin dengan menggunakan metode
semiotika John Fiske.
12
Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Makna Toleransi Beragama Dalam
Film Muallaf Karya Yasmin Ahmad Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh
karena itu penulis menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes untuk
film Muallaf ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan
dalam penulisan ini maka penulis membagi sistematika penulisan dalam lima bab.
Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan
dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini berisikan tinjauan umum tentang film, seperti
sejarah dan perkembangannnya, klasifikasi dalam film, struktur
film, teknik pengambilan gambar, kemudian terdapat pula
tinjauan umum tentang pengertian semiotika, dan teori
semiotika Roland Barthes.
BAB III GAMBARAN UMUM FILM “MUALLAF”
Pada bab ini pembahasan spesifik di balik layar film Muallaf,
seperti profil sutradara film, profil para pemain film, pembuat
film, nominasi, penghargaan, dan sinopsis film Muallaf.
13
BAB IV ANALISIS SEMIOTIK FILM MUALLAF
Pada bab ini membahas makna denotasi, konotasi dan mitos
dalam film Muallaf.
BAB V PENUTUP
Penulis mengakhiri skripsi ini dengan beberapa kesimpulan
sekaligus berfungsi sebagai jawaban umum yang terdapat dalam
bab pendahuluan, serta diikuti dengan saran penulis dan juga
beberapa lampiran yang didapat oleh penulis.
14
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Tinjauan Umum Tentang Film
1. Pengertian Film
Film sebagai media informasi berfungsi menyampaikan berbagai macam
hal, baik berupa fakta maupun fiktif yang ceritanya merupakan refleksi dari
kehidupan masyarakat. Tingkah laku masyarakat yang terjadi secara langsung
dalam kehidupan sosial yang menjadi inspirasi bagi para pembuat film, untuk
dituangkan dalam sebuah karya.
Awalnya, film berupa pita film yang memang digunakan untuk
memproduksi sebuah gambar hidup. Namun dengan semakin majunya teknologi,
era digital pun melibas seluloid/pita film. Film dapat diproduksi dengan format
digital, disebarluaskan juga dalam bentuk digital. Film adalah gambar-hidup,
juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema.
Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal
dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = graph (tulisan = gambar = citra),
jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis
gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut
dengan kamera.1
Menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, “film adalah karya cipta seni
dan budaya yang merupakan media komunukasi massa pandang-dengar yang
dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid,
pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau
proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau
ditayangkan dengan sisten proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya”.2
1 Oleh Galih, http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html. Diakses tanggal pada
25 Juli 2014, jam 13:10 WIB 2UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman. Bab 1, Pasal 1 Ayat 1.
Departemen Penerangan RI.
15
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara fisik
adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang
akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).3
Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti seperti yang
secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala sesuatu yang
berkaitan dengan gambar hidup.
Pengertian film kini juga diartikan sebagai sebuah genre dalam kesenian.
Seni tari, seni musik, dan juga seni film. Karena didalam sebuah film atau
rekaman gambar bergerak, kita dapat menemukan berbagai jenis seni yang
direkam. Contoh dalam film ada seni artistik, dimana pengambilan gambarnya
harus indah, bagus dan enak dipandang. Film adalah sebuah karya mengandung
unsur keindahan dan membuat film juga dibutuhkan keahlian. Jadi, wajar saja bila
pengertian film sudah dikaitkan dengan seni.
Film berfungsi juga sebagai media komunikasi yang didalamnya
mengandung unsur pesan. Dalam film terdapat pesan-pesan tertentu seperti gaya
hidup, aktivitas beragama, pendidikan, dan kritik sosial. Fenomena sosial dan
budaya serta yang menggambarkan kehidupan dan perilaku sosial masyarakat
dewasa ini menjadi suatu kajian yang menarik, fenomena tersebut digambarkan
dalam sebuah film. Film merupakan sebuah produk kebudayaan yang dinilai
efektif untuk menyampaikan pesan serta merefleksikan realitas sosial.
Sebuah film merupakan gambaran realitas sosial yang terjadi di daerah
tempat film itu dibuat. Tetapi film bukannlah merupakan refleksi realitas
3 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan.
(Jakarta: Balai Pustaka, 1997).
16
masyarakat. Namun, film merupakan representasi dari realitas masyarakat. Dalam
pengertiannya sebagai refleksi dan realitas, film hanya sekedar „memindah‟
realitas ke layar, tanpa mengubah realitas tersebut. Pesan-pesan komunikasi dalam
sebuah film terwujud dalam alur cerita, adegan-adegan, dan misi-misi yang
dibawa film tersebut dan terangkum dalam bentuk drama, action, komedi, dan
horor. Cerita dalam film bisa berdasarkan kisah nyata atau riwayat hidup, atau pun
hanya sekedar rekayasa fiktif belaka. Cerita tersebut kemudian dikemas dengan
tujuan menghibur, memberi penerangan atau memasukan nilai-nilai tertentu,
sekaligus mengajarkan sesuatu kepada penontonnya.
Berikut merupakan definisi film yang dituturkan oleh H.A.W.Wijaya,
adalah:
Film merupakan teknik audio visual yang sangat efektif dalam
mempengaruhi penonton-penontonnya. Ini merupakan kombinasi
dari drama dengan panduan suara dan musik, serta drama dengan
panduan dari tingkah laku dan energi, karena dapat dinikmati
benar-benar oleh penontonnya, sekaligus dengan mata, telinga, dan
ruang yang remang-remang, antara gelap dan terang.4
Sedangkan menurut Van Zoest, “Bahwa film dibangun dengan tanda
semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama
dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.”5
Menurut Onong Uchjana, “Film adalah karya seni yang lahir dari suatu
kreatifitas orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya
4 H.A.W.Wijaya, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, 2002, hlm. 84 5 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung 2003, hlm. 128
17
seni, film terbukti mempunyai kemampuan kreatif. Ia mempunyai kesanggupan
untuk menciptakan realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas.6
Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar,
pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.
1. Layar yang luas atau lebar.
Kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film
yang luas, telah memberikan keleluasaan penonton untuk melihat
adegan-adegan yang disajikan dalam film.
2. Pengambilan gambar.
Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot
dalam film bioskopmemungkinkan dari jarak jauh, atau extreme long
shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan
menyentuh.
3. Konsentrasi penuh.
Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara di luar,
karena biadsanya ruangannya kedap suara.
4. Identifikasi psikologis.
Penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar,
kita mengidentifikasi pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam
film itu, sehingga seolah-olah kitalah yang sedang berperan. Gejala ini
menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologi.7
“Media film yang dimaksud adalah film yang di pertunjukan di gedung-
gedung-gedung bioskop. Film dalam prosesnya mempunyai fungsi dan sifat
mekanik atau nonelektronik, rekreasi, edukatif, persuasif aau non informatif.”8
6 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi Sosial Pembangunan, Universitas Terbuka, Jakarta,
1989, hlm. 271 7 Ibid
8 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003
18
2. Sejarah dan Perkembangan Film.
“Dialog haruslah menjadi satu suara di antara banyak suara, seperti sesuatu
yang keluar dari mulut orang-orang yang matanya bercerita secara visual,”
menurut Alfred Hitchcock (1899-1980).9
Foto bergerak pertama berhasil dibuat pada tahun 1877 oleh Eadweard
Muybridge, fotografer Inggris yang bekerja di California.10
Muybrigde yang juga
mahasiswa Stanford University mencoba membuat 16 foto atua frame kuda yang
sedang berlari. Dari ke-16 foto kuda yang berlari ini, Muybridge mengatur
sederetan kamera dengan benang tersambung pada kamera shutter. Ketika kuda
berlari, ia akan memutus benang secara berurutan dengan membuja masing-
masing kamera shutter. Hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi
foto bergerak pertama di dunia. Sekalipun pada saat itu teknologi perekam belum
ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari
kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali, agar
memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan. Sejarah mencatat
peristiwa itu pada tahun 1878, dari sinilah ide membuat film muncul.11
Sejak saat itu, banyak orang berbondong-bondong mulai membuat foto
bergerak dan bergulat untuk memperbaiki mesin proyektor. Marey salah satunya,
penemu asal Perancis yang mampu membuat foto bergerak (progresif), sehingga
dengan adanya kamera ini, teknologi film dan fotografi mengalami kemajuan
yang pesat.12
Selain itu, Thomas Alva Edison (1847-1931) “sang raja penemu”,
9 Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta, Jalasutram 2010, hlm.
133 10
Ibid, hlm. 133 11
“News Display” di akses pada 25 Juli 2014, jam 15:05 WIB, dari http://www.wikimu.com 12
Ibid.
19
juga sedang berkutat dalam pembuatan film sepanjang 15 detik yang merekam
salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Yang untuk pertama kalinya
mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888.13
Dan alat berbentuk
kotak ini dinamakan kinetoscope (alat untuk memproyeksikan gambar), dan orang
dapat mengintip melalui jendela kecilnya. Di dalamnya terdapat pita film enderos
sepanjang 17m, sehingga film yang sama dapat dilihat berulang kali. Penemuan
ini banyak digemari, sampai orang-orang rela mengantri untuk bisa
menikmatinya.14
Ketika itu di Perancis, Lumiere bersaudara yaitu sang kakak Auguste, dan
sang adik Louis (1862-1954), juga sedang berusaha keras menemukan film. Dan
pada tanggal 28 Desember 1895, Lumiere bersaudara akhirnya berhasil
menemukan dan mempertunjukan film mereka untuk pertama kalinya kepada
masyarakat Paris.15
Salah satu film pertama yang diputar, durasinya sangat
singkat, dan hanya bercerita tentang kereta api yang tiba di stasiun. Berlandaskan
hal ini, para ahli sejarah sepakat menetapkan, bahwa pertunjukan perdana
Lumiere bersaudara saat itu, dideklarasikan sebagai hari kelahiran dunia
perfilman.16
Kebanyakan sejarawan sinema menelusuri asal-usul film ke tahhun 1896,
ketika seorang pesulap asal Perancis, Georges Melies, membuat serangkaian film
yang mengeksplorasi potensi naratif dari medium baru ini. Tahun 1900, Alfred
13
Danesi. Pengantar Memahami Semotika Media, hlm. 133 14
Seeichi Konishi & Keiji Nakamura, Penemuan Film, Jakarta: Elek Media Komputindo,
2002, cet-1, hlm.21 15
“Sejarah Film” oleh Khairunissa, di akses pada 25 Juli 2014, jam 15:10 WIB, dari
http://blogiehaha.blogspot.com/2008/09/sejarah-film-dunia-lumiere-vs-melies.html 16
Seeichi Konishi, Penemuan Film, hlm.22
20
Dreyfus, seorang perwira militer Perancis, memfilmkan Cinderella dalam 20
adegan. Kemudian, ia juga membuat film A Trip to the Moon (1902), film
pendeknya ini menjadi terkenal dan dipertontonkan secara internasional.
Meskipun saat ini hanya dilihat untuk memuaskan rasa ingin tahu, ia tetaplah
menjadi penanda awal dari suatu bentuk seni yang saat itu belum dilahirkan.17
Masa keemasan film dimulai dari film animasi yang mendapatkan
polularitas. Walt Disney membuat film kartun animasi pertama yang
disingkronisasikan dengan suara, Streambot Willie (1982). Kemudian, siklus film
horror klasik, seperti Dracula (1931), Frankenstein (1931), dan The Mummy
(1932), yang melahirkan serangkaian sekuel dan perkembangan cerita yang
berlangsung sepanjang 1930-an.18
3. Jenis Film
Ada tiga jenis film yang umum dikenal, yaitu film fitur, film dokumenter,
dan film animasi yang secara umum dikenal sebagai film kartun.19
a. Film Fitur
Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa
narasi, yang dibuat dalam tiga tahap, yaitu tahap pra-produksi, tahap
produksi, dan tahap post-produksi. Tahap pra-produksi merupakan periode
ketika scenario diperoleh. Skenario bisa berupa adaptasi dari novel, cerita
pendek, atau karya lainnya. Tahap produksi merupakan masa
berlangsungnya pembuatan film berdasarkan skenario. Kemudian tahap
post-produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan
17
Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media, h.136 18
Ibid, hlm.141 19
Ibid, hlm.134
21
gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah
yang menyatu.
b. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan
situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaan
dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya.
Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert
Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of
actuality).” Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka
film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya)
mengenai kenyataan tersebut.
c. Film Animasi (Kartun)
Film kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan
utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan
utamanya adalah menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun yang
mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya.
Animasi merupakan teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi
gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Pada
masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan
bantuan komputer.
Dalam buku Komunikasi Massa, suatu pengantar, karya Elvinaro
Ardianto, menambahkan satu jenis film, yaitu film berita. Film berita atau
newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena
22
sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai
berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang
terpenting dalam film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.
4. Unsur Pembuat Film
Film memang dibentuk oleh banyak unsur (audio dan visual). Secara teori,
unsur-unsur audio visual dalam film dikategorikan ke dalam unsur naratif dan
unsur sinematik.20
Dua unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain untuk
membuat sebuah film.
Unsur naratif adalah materi atau bahan olahan, apabila dalam film yang
dimaksud unsur naratif adalah penceritaannya, sementara yang dimaksud unsur
sinematik adalah cara atau gaya seperti apa bahan olahan itu digarap.
Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya.
Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis
pembentuk film.21
Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:
a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera. Elemen
pentingnya, yaitu setting, tata cahaya, kostum, make up, akting, dan
pergerakan pemain.
b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta
hubungan kamera dengan objek yang diambil.
20
Bambang Supriadi. Artikel di akses pada 26 Juli 2014, jam 11:05 WIB, dari
http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html 21
Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008, hlm.1-2
23
c. Editing, yaitu proses pemilihan, penyambungan transisi sebuah gambar
(shot) ke gambar (shot) lainnya. Melalui editing struktur, ritme, serta
penekanan dramatic dibangun atau diciptakan.
d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengaran. Elemen-elemennya bisa dari dialog, music,
ataupun efek.
5. Struktur dalam Film
Struktur adalah blueprint; kerangka desain yang menyatukan berbagai
unsur film dan merepresentasikan jalan pikiran dari pembuat film.Struktur
terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi (action)`dan
ide menjadi suatu kesatuan yang utuh.Struktur yang baik adalah struktur yang
sederhana tapi penuh relief. Penyusunan pikiran dan perasaan si seniman film
ditentukan oleh faktor-faktor :22
a. Keutuhan (semua unsur dalam film mesti bertalian dengan subyek
utamanya.
b. Ketergabungan (harus berhubungan antar unsur, dan menunjukkan
kesimpulan).
c. Tekanan (tekanan akan menentukan posisi dari unit-unit utama dan
sampingan film).
d. Interes (berhubungan dengan “isi” dari setiap unit).
Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah.23
Dalam
struktur lahiriah, terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang membangun dan ecara
22 http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html. diposkan oleh Phyrman,
di akses tanggal 26 Juli 2014, jam 13.11 WIB. 23
Ibid
24
fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur sebagai berikut:24
a. Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak
kamera dikatifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering
diistilahkan satu kali take ( pengambilan gambar). Sementara shot setelah
film telah jadi ( pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian gambar utuh
yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot
biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Satu adegan bisa
berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang
dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.
b. Scene (adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya
terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita
terdiri dari 30-35 adegan.
c. Sequence (sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu
rangkaian peristiwa yang utuh. Atausequence adalah sebuah rangkaian
adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling
berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan bab atau
sekumpulan bab. Film cerita biasanya terdiri dari 8-15 sequence.
Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah unsur25
:
a. Eksposisi (keterangan tentang tempat, waktu, suasana, dan watak).
b. Point of attack (konfrontasi awal dari kekuatan-kekuatan yang saling
24 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 29-30 25
http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html, diposkan oleh Phyrman,
diakses tanggal 26 Juli 2014, jam 13.11 WIB
25
bertentangan).
c. Komplikasi (menuturkan keterlibatan-keterlibatan antar unsur
pendukung cerita).
d. Discovery (penemuan informasi-informasi baru dalam pertengahan
cerita).
e. Reversal (terjadinya komplikasi baru antar pendukung cerita).
f. Konflik (pembenturan antara kekuatan-kekuatan yang bententangan).
g. Rising Action ( pengungkapan-pengungkapan plot utama)
h. Krisis (timbul apabila komplikasi-komplikasi menurut keputusan
penting dari tokoh).
i. Kimaks (puncak paling tinggi dari semua ketegangan intensitas,
biasanya timbul bersamaan dengan krisis).
j. Falling Action (klimaks menurun dan menuju kesimpulan).
k. Kesimpulan (tahap semua pertanyaan dijawab, masalah utama
dipecahkan dan diatasi, dalam cerita tragedi disebut katarsis, dalam
komedi disebut happy end).
6. Sinematografi
Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinemathography
yang berasal dari bahasa latin kinema „gambar‟. Sinematografi sebagai ilmu
serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap
gambar dan menggabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar
yang dapat menyampaikan ide.26
26
ibid
26
Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah
tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahp inilah
unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi
menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film, framing, serta durasi gambar. Kamera
dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok
filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan
sebagainya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil
seperti seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, penggerakan
kamera dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah
objek diambil gambarnya oleh kamera.
Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu27
:
a. Extreme long shot
Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari
objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya
untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama
yang luas.
b. Long shot
Pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar
belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai establising
shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak
lebih dekat.
27 Himawan Pratista, Memahami Film, h.104-106.
27
c. Medium long shot
Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.
Tubuh fisik manusi dan lingkungan sekitar relatif seimbang.
d. Medium shot
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.
Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan
dalam frame.
e. Medium close-up
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok
tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan.
Adegan percakapan normal biasanya menggambarkan jarak medium close-
up.
f. Close-up
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek
kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan
jelas serta gestur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk
adegan dialog yang lebih intim. Close-up juga memperlihatkan detail
sebuah benda atau obyek.
g. Extreme close-up
Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetil bagian
dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari
sebuah objek.
28
Berdasarkan sudut pandang pengambilan gambar (camera angle)28
:
a. Bird Eye View
Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian tertentu, sehingga
memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-benda
lain yang tampak sedemikian kecil. Pengambilan gambar biasanya
menggunakan helicopter maupun dari gedung-gedung tinggi
b. High Angle
Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih
tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek
yang terkesan mengecil. Sudut pengambilan gambar tepat di atas objek
pengambilan, gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu lebih
kecil atau kerdil.
c. Low Angle
Menempatkan kamera lebih rendah dari objek atau objek lebih tinggi
dari kamera, sehingga objek terkesan membesar. Sudut pengambilan
gambar ini merupakan kebalikan dari high angle. Kesan yang ditimbulkan
dari sudut pandang ini yaitu keagungan atau kejayaan.
d. Eye Level
Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek,
tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada
hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.
e. Frog Level
28
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004) h. 46.
29
Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan
tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat
besar.
Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera)29
:
a. Pan
Pan merupakan singkatan dari kata panorama. Istilah panorama
digunakan karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas.
Pan adalah pergerakan kamera secara horisontal (kanan dan kiri) dengan
posisi statis.
b. Tilt
Gerakan kamera secara vertikal ke atas ke bawah, atau bawah ke atas
dengan kamera statis. Tilt Up jika kamera mengdongak dan Tilt Down jika
kamera mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan objek
yang tinggi atau raksasa.
c. Tracking
Tracking shot atau dolly shot merupakan pergerakan kamera akibat
perubahan posisi kamera secara horisontal. Kedudukan kamera di tripod
dan di atas landasan rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out
jika bergerak menjauh.
d. Crane shot
Crane Shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera
secara vertikal, horisontal atau kemana saja selama masih di atas
29
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 108-110.
30
permukaan tanah. Crane Shot umumnya menghasilkan efek high-angle
dan sering digunakan untuk menggambarkan situasi lansekap luas, seperti
kawasan kota, bangunan, area taman, dan sebagainya.
e. Zom In/Zoom Out
Kamera sergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan
tombol zooming yang ada di kamera.
f. Follow
Gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak.
g. Fading
Pergantian gambar secara perlahan. Fade In jika gambar muncul dan
Fade Out jika gambar menghilang, serta Cross Fade jika gambar 1 dan 2
saling menggantikan secara bersamaan.
h. Framing
Objek berada dalam framing shot. Frame In jika memasuki bingkai
dan Frame Out jika keluar bingkai.
31
B. Tinjauan Umum Tentang Semiotik
1. Konsep Semiotik
Kita bisa pikirkan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda
di dalam masyarakat. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi sosial,
dan dari sini menjadi bagian dari psikologi umum; saya akan
menyebutkannya sebagai semiologi (dari Bahasa Yunani semion
“tanda”). Semiologi akan menunjukan pelbagai hal yang membentuk
tanda, dan hokum apa yang mengaturnya.
—Ferdinand de Saussure (1857-1913).30
Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk kepada
makna yang sama. Istilah semiotika lebih lazim digunakan ilmuwan Amerika,
sedangkan „semiologi‟ sangat kental dengan nuansa Eropa yang mewarisi tradisi
linguistik Saussurean.31
Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.
Dalam kedua istilah tersebut tidak terdapat perbedaan yang substansif, ini
tergantung dimana istilah itu popular. Namun yang jelas, keduanya merupakan
ilmu yang mempelajari hubungan antara signs (tanda-tanda) berdasarkan kode-
kode tertentu. Tanda-tanda tersebut akan tampak pada perilaku komunikasi
manusia lewat bahasa, baik isyarat maupun lisan.
Semiotik merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut
“tanda”. Semiotik berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda.32
Semiotik (semiologi) telah menjadi alat analisis yang popular untuk
meneliti isi dari media massa dan telah banyak digunakan oleh para mahasiswa
30
Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media, h.33 31
Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Tewks Menuju Progretivitas
Makna. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h.23. 32
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama. (Malang: UIN
Malang Press, 2007), h.9
32
ilmu komunikasi dalam meneliti makna dari pesan yang termuat dalam media
massa.33
Semiotik pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat digabungkan dengan
mengkomunikasikan.Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.34
Jadi, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap
bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan tanda-
tanda.35
Artinya, semiotik mempalajari sistem, aturan-aturan, yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain, semiotika
mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta hubungan antara
komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.
Menurut John Fiske, studi semiotik dapat dibagi ke dalam bagian sebagai
berikut36
:
a. Tanda itu sendiri, hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,
dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang
menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa
dipahami dalam artian yang menggunakannya.
b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup
cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu
masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran
33
Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet.
Ke-1, h.100 34
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet-3, h.15 35
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.11. 36
Anthony Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas
Makna, h.27.
33
komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.
c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu, untuk
keberadaandan bentuknya sendiri.
Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik
adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure memusatkan perhatian pada sifat
dan perilaku tanda linguistik. Menurutnya, “definisi tanda linguistik merupakan
entitas dua sisi (dyad) yang berdifat arbitrer (berdasarkan kesepakatan). Sisi
pertama disebutnya dengan penanda (signifier), dan sisi kedua dari tanda yaitu sisi
yang diwakili secara material oleh penanda, disebut juga sebagai petanda
(signified)”.37
Tanda adalah hasil asosiasi antara signified (petanda) dan signifier
(penanda). Sebagai contoh, kata “laki-laki” (yang terdapat di pintu wc) adalah
tanda yang terdiri dari:
Penanda : kata “laki-laki”
Petanda : sebuah ruang wc yang digunakan hanya untuk manusia
berjenis kelamin laki-laki.38
Sementara itu, Charles Sanders Peirce, dikenal dengan teori segitiga
makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotik berangkat
dari tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda objek,
pengguna tanda (interpretant). Menurut Peirce, “salah satu bentuk tanda adalah
kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretant
adalah tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah
37
ST. Sunardi, Semiotika Nrgativa. (Yogyakarta: Kanal, 2002), h.155 38
Papilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h.46
34
tanda. Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang,
maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut”.39
2. Konsep Semiotik Roland Barthes.
Lahir di Cherbourg Perancis pada tahun 1915, dan dibesarkan di Bayonne,
kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis. Roland Barthes
dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikkan
model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia sangat popular seiring dengan
semakin seringnya analisis semiotika dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu.
Barthes memberikan perhatian pada persoalan-persoalan dalam teks sastra,
fotografi, iklan, film dan sebagainya. Pemikirannya adalah serpihan gagasan yang
multidimensi dan mengundang berbagai interpretasi. Karya-karya pokok Barthes,
antara lain: Le degree zero de I‟ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis”
(1953, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).40
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.“Barthes
menjelaskan apa yang di sebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang
dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh
Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia
bedakan dari dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama”.41
39
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h.15 40
Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Preogretivitas
Makna, h.34-35 41
Ahmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.21-22.
35
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang
memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi.
Barthes menggunakan istilah “orders of signification”. First order of
signification adalah denotasi. Sedangkan konotasi adalah second order of
signification. Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang
berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda
tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada
tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang
kemudian menjadi konotasi.42
Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana
tanda bekerja:
1. Signfier 2. Signfied
(penanda) (petanda)
3. Denotative Sign (tanda Denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF) (PETANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Gambar 2.1. Peta tanda Roland Barthes Sumber : Paul Cobley & Litza Janz, 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hlm.51.
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur
42
Pappilon Manurung, Editor: M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h.
56-57
36
material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga
diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.
Jadi, dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya
sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda
denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan
Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang
berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.43
Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang
menghadirkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.ia
menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan
dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan.39
Jadi, makna denotasi adalah makna pada apa yang tampak, makna yang
paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi dapat menghasilkan makna lapis
kedua yang bersifat implisit, tersembunyi. Dengan kata lain, denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap obyek, sementara konotasi adalah bagaimana
menggambarkan tanda tersebut.
43
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar, h.69
37
Reality Signs Culture
First Order Second Order
Gambar 2.2. The Orders of Signification
Sumber: Fiske, J. (1990:88) Introduction to Communication Studies.
Dalam gambar tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos.
Ini berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa
dikatakan sebagai ideology dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi
memiliki potensi untuk menjadi ideology yang bisa dikategorikan sebagai third
order of signification (istilah ini bukan dari Barthes), Barthes menyebut konsep
ini sebagai myth (mitos).44
Dalam konsep Barthes, “tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai
mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.” Mitos, dalam
44
Pappilon Manurung, Editor: M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h.
58-60
Denotasi Signifier
------------------
Signified
Konotasi
Mitos
Form
Conten
t
38
pemahaman semiotika Barthes adalah “pengkodean makna dan nilai-nilai sosial
sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.”45
Kata “mitos” berasal dari kata bahasa Yunani mythos yang arinya kata-
kata, wicara, kisah tentang para dewa. Ini bisa didefinisikan sebagai narasi yang di
dalam karakter-karakternya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk-makhluk
mistis, dengan plotnya adalah tentang asal-usul segala sesuatu atau tentang
peristiwa metafisis yang berlangsung di dalam kehidupan manusia.46
Mitos lahir melalui konotasi tahap kedua di mana rangkaian tanda yang
terkombinasikan sebagaimana dalam film disebut dengan teks akan membantu
pemaknaan tingkat kedua. Ide-ide dari Barthes banyak digunakan untuk
memahami realitas budaya media kontemporer yang dikonsumsi oleh manusia
setiap harinya seperti film, lagu, novel dan sebagainya.47
Mekanisme kerja mitos dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut
Barthes sebagai naturalisasi sejarah. Suatu mitos akan menampilkan gambaran
dunia yang seolah terberi begitu saja alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos
muncul ketika mitos tersebut menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan
membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat.
Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan tanda
yang dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya.Jadi,
mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek
tentang realitas atau gejala alam.48
45
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.23 46
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika, h.56 47
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, h.101 48
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam memahami Bahasa Agama, h.91
39
Kalau kita memperhatikan kerangka berpikir Barthes, kita pasti akan
menyimpulkan bahwa mitos adalah sejenis konotasi. Dari skema yang diberikan
Barthes, kita melihat bahwa sistem tanda tingkat pertama dijadikan signifier baru
bagi sistem tanda tingkat kedua. Dengan kata lain, tanda denotatif sebagai tanda
tingkat pertama yang terdiri atas penanda dan petanda, pada saat bersamaan tanda
denotatif juga menjadi penanda bagi tanda konotatif.
C. Tinjauan Umum Tentang Toleransi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata
“toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.49
Secara etimologi,
toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang
bertentangan dengan pendiriannya.50
Toleransi berarti endurance atau ketabahan, yang bukan hanya menunjuk
pada sikap membiarkan orang lain hidup di sekitar kita tanpa larangan dan
penganiayaan. Toleransi dalam artian seperti ini khususnya di bidang agama
menunjuk pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki dan memberlakukan
agama lain dengan penuh hormat dalam suatu dialog dengan orang lain secara
terus menerus tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat lain dalam dialog tersebut.51
49
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001) 50
Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama, www.google.com,
diakses tanggal 27 Juli 2014, jam 15.07 WIB 51
Victor I. Tanja. Pluralisme Agama dan Problematika Sosial. Diskursus Teologi Tentang
Isu-Isu Kontemporer. (Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO, 1998)
40
Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk
tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah
penganut agama-agama lain.
Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan
mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa,
warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.Ini semua
merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan
dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”52
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas
menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau
dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya
peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai
bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan
52
Al-Quran dan Terjemahannya, h.845
41
segala bentuk sistem, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan
untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan.
Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama, atau
mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, Al-
Qur‟an menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada sistem
keEsaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang
ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip
dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing
sehingga tidak perlu saling hujat menghujat.
Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali ridak
dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusian dan kedua belah
pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah: 8):
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.”53
Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur‟an
menjelaskan pada ayat terakhir surat Al-Kafirun.
53
Al-Quran dan Terjemahannya, h.924.
42
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
54
Ayat tersebut mengandung arti, agamamu khusus buatmu saja dan tidak
boleh dipaksakan kepadaku, dan agamaku khusus buatku dan aku tidak akan
memaksakannya kepadamu.
Dapat disimpulkan bahwa pernyataan “lakum diinukum wa liya diin”
merupakan manifesto qur‟anik tentang pentingnya saling mengahrgai, saling
menghormati (mutual respect) antar penganut agama-agama yang
beragam.Pernyataan ini pula mencerminkan bahwa keyakinan bukanlah sesuatu
yang dapat dipaksakan, keyakinan agama bukan wilayah negosiasi dan
kompromi, dan bergatung pada pilihan pribadi.55
54
Ibid, h.1112 55
Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama, (Jakarta: PSAP, 2006), h.58
43
BAB III
PROFIL FILM MUALLAF KARYA YASMIN AHMAD
A. Sekilas tentang film Muallaf
Setelah sukses dengan trilogi “Orked”, pada tahun 2009, sutradara
fenomenal asal negeri jiran Malaysia, Yasmin Ahmad, merilis sebuah karya film
yang berjudul “Muallaf”. Mengangkat tema toleransi beragama, “Muallaf” adalah
film yang sensitif, sedikit ofensif, dan agak „nakal‟. Film ini melakukan kritik
sosial secara subversif. Tapi menurut penulis, justru itulah kekuatan di film ini:
yakni keberanian.
Tipikal masyarakat Melayu yang direpresentasikan dalam film ini begitu
jelas meyiratkan keberanian Yasmin Ahmad dalam menyatakan sikapnya.
Gambaran sang Datuk, ayah dari tokoh utama di film ini, yang menganggap najis
air liur anjing, tapi tak merasa bersalah ketika bermabuk-mabukan atau pun
bermaksiat. Atau indahnya sebuah adegan two shots saat seorang kyai Melayu
dengan baju koko putih, dan seorang pendeta India dengan baju putih bersih
bersatu padu dalam sebuah adegan. Begitu juga opening film ini, dengan tulisan
Basmallah, yang di tampilkan dalam aksara Cina.
Pada film ini, Yasmin tidaklah menunjukan adanya pesan-pesan yang di
luar batas. Ia hanya menunjukan fenomena pluralitas agama yang sebenarnya.
Kita bisa bergaul dengan penganut agama lain, dan bahkan mempelajari agama
mereka, tapi dengan catatan tanpa meninggalkan hakikat agama kita sendiri,
apalagi mencampuradukannya dengan ajaran agama lain. Pesan pluralitas dalam
44
film ini bisa bersembunyi, misalnya dalam permainan kata dan nama “Siva” dan
“Rohani”.
Logika dalam film ini kuat. Alasan masa lalu yang menghantui tokoh
utama sungguh tajam. Ani yang digunduli kepalanya dan Brian yang ditelanjangi
di depan umum ketika kecil, menunjukan adanya rasa malu, dan akhirnya
menyimpan dendam kepada orang tua mereka. Dalam konteks ini, isu memaafkan
kepada orang yang telah menyakiti kita di masa lalu mencuat ke permukaan.
Kesediaan Sharifah Amani yang memerankan tokoh Rohani (Ani) untuk
digunduli habis kepalanya demi film ini pada saat filmnya dirilis menjadi
kontroversi di sebagian kalangan konservatif Malaysia. Karena adanya fatwa
haram bagi perempuan untuk menggunduli rambutnya.
Tapi harus diakui, inilah film Yasmin Ahmad yang paling sarat dengan
pesan dan penuh dialog, dan lebih berat dari trilogi Orked (Sepet - 2004, Gubra -
2006, dan Mukhsin - 2007; “Orked‟ adalah nama tokoh utama trilogi itu, yang
juga diperankan oleh Sharifah Amani). Mungkin karena adanya “beban misi”,
film ini juga lebih berat dan sensitif. Setelah isu pembaruan etnis dalam film-film
Yasmin terdahulunya, untuk pertama kalinya beliau mengangkat tema agama.
Tepatnya agama yang membawa damai, cinta dan cahaya kebenaran.
“Muallaf” memang sebuah film yang menarik. Film ini tidak berusaha
menggurui pada penonton mana ajaran agama yang baik dan mana yang jahat.
Lewat interaksi yang mengalir dari Ana, Ani serta Brian, kita akan melihat bahwa
terkadang ajaran agama yang kerap jadi simbol kebenaran paling hakiki bisa
menimbulkan efek lain berupa trauma mendalam bagi beberapa penganutnya.
45
Di ajang festival film, “Muallaf” sudah memenangkan penghargaan
bergengsi “Special Mention Best Asian-Middle Eastern Film” pada gelaran Tokyo
International Film Festival tahun 2008. Film ini juga telah diputar di berbagai
festival seperti; Locarno International Film Festival tahun 2008, Pusan
International Film Festival tahun 2008 serta Rialto Film Festival di Amsterdam.
B. Sinopsis Film Muallaf
Muallaf berarti beralih keyakinan dari agama lain menjadi seorang
Muslim. Namun siapa yang beralih keyakinan dalam film ini? Muallaf berpusat
pada tiga orang karakter: Rohani (diperankan oleh Sharifah Amani), Rohana
(Sharifah Aleysha, adik Amani), dan Brian (oleh Brian Yap). Brian adalah
pemuda Tionghoa yang menjadi guru di kota Ipoh dan menjaga jarak dengan
ibunya. Bahkan ia tak peduli dengan telepon dan kepedulian sang ibu, yang rindu
dan sayang padanya. Terutama sejak ayah Brian wafat.
Rohani dan Rohana adalah kakak-adik yang lari dari ayahnya dan tinggal
di sebuah rumah sahabat mendiang ibunya di Ipoh. Bersembunyi dari intaian sang
ayah, yang sudah punya istri lagi, Rohani bekerja sebagai pramusaji di klab
malam dan sering menganjurkan para pengunjung untuk tidak minum alkohol.
Rohana bersekolah di sebuah sekolah umum tingkat menengah pertama.
Keduanya taat beribadah, rajin membaca Qur'an, menghibur pasien koma non-
Muslim di rumah sakit (padahal mereka tak mengenalnya), serta senantiasa
memaafkan orang yang bersikap kasar kepada dua kakak-adik ini.
Kepribadian yang luhur inilah yang membuat Brian jatuh hati. Dari
seorang yang tak peduli dengan ibunya, ia mengikuti nasehat Rohani untuk
mengunjungi dan berbaikan dengannya. Rupanya Brian punya kenangan buruk
46
dengan mending ayahnya ketika kanak-kanak. Peristiwa kelam inilah yang
membuatnya tak lagi pergi ke gereja dan bermusuhan dengan ayahnya. Perlahan
Brian mempelajari isi Qur'an dan mengamati keduanya ketika sedang shalat
berjamaah.
Masalah mulai timbul ketika sang ayah berhasil melacak keberadaan
Rohani dan Rohana. Apa yang bisa mereka lakukan menghadapi sang Datuk?
Apakah cinta Brian bertepuk sebelah tangan? Mungkinkah Rohani menerimanya?
C. Profil Yasmin Ahmad
Yasmin Ahmad (7 Januari 1958-25 Juli 2009) adalah seorang sutradara
film, penulis, dan penulis naskah dari Malaysia, dan juga direktur eksekutif kreatif
di Leo Burnett Kuala Lumpur. Iklan TV dan film-filmnya terkenal di Malaysia
karena humornya, hati dan cinta yang melintasi hambatan lintas-budaya.
Khususnya dalam iklannya untuk Petronas, perusahaan minyak dan gas nasional.
Karya-karyanya telah memenangkan beberapa penghargaan baik di Malaysia
maupun internasional. Namun, di Malaysia sendiri, filmnya sangat kontroversial
karena menggambarkan peristiwa dan hubungan yang dilarang jika dilihat secara
konservatif, khususnya interpretasi garis keras terhadap Islam.
Yasmin lahir di Kampung Bukit Treh di Muar, Johor. Ia adalah lulusan
jurusan seni, dalam politik dan psikologi, dari Newcastle University di Inggris. Ia
pernah bekerja sebagai bankir trainee pada tahun 1982 selama dua minggu
kemudian bekerja untuk IBM sebagai perwakilan pemasaran, sementara bekerja
sampingan sebagai penyanyi blues dan pianis di malam hari. Yasmin memulai
karirnya di iklan sebagai copywriter di Ogilvy & Mather dan pada tahun 1993 ia
pindah ke Leo Burnett sebagai direktur kreatif bersama dengan Ali Mohammed,
47
sampai akhirnya menjadi direktur eksekutif kreatif di perusahaan cabang Kuala
Lumpur.
Film fitur panjang pertamanya adalah Rabun pada tahun 2002. Sedangkan
Mukhsin memenangkan sebuah penghargaan film fitur anak terbaik dan
disebutkan secara khusus oleh penghargaan juri anak-anak. Sebagian besar iklan
dan filmnya telah diputar di Berlin, San Francisco, dan Cannes Lions International
Advertising Festival. Filmnya pernah diputar dalam sebuah retrospektif khusus di
Festival Film Internasional ke-19 di Tokyo pada bulan Oktober 2006. Pada April
2007, retrospektif film-filmnya disponsori oleh Pusat Studi Asia Tenggara,
University of Hawaii, dan the Honolulu Academy of Arts.
Yasmin meninggal pada tahun 2009 setelah mengalami stroke dan
pendarahan di otak.
Penghargaan yang pernah diterima almarhum Yasmin Ahmad:
1. Crystal Bear-Special Mention, Generation Kplus-Best Feature Film for
Mukhsin, Berlin International Film Festival 2007
2. Best ASEAN Film for Mukhsin, Cinemanila International Film Festival
2007
3. Lino Brocka Award, Southeast Asia Competition for Talentime,
Cinemanila International Film Festival 2009
4. Grand Prix for Sepet, Créteil International Women‟s Film Festival 2005
5. Best Director and Best Screenplay for Talentime, Malaysian Film Festival
2009
6. Best Film and Best Screenplay for Gubra, Malaysian Film Festival 2006
48
7. Best Film and Best Original Screenplay for Sepet, Malaysian Film
Festival 2005
8. Asian Film-Special Contribution Award, Tokyo International Film
Festival 2009
9. Asian Film Award-Special Mention for Muallaf, Tokyo International Film
Festival 2008
10. Asian Film Award for Sepet, Tokyo International Film Festival 2005
11. Malaysia Video Awards for Best Director (1999) – Forgiving Petronas
commercial
12. Association of Accredited Advertising Agents Malaysia‟s Golden Kancil
Award for Best Advertising Agency (1999/2000)
13. Malaysia Video Awards silver award for Best Scriptwriting (2000)Yuzy
Petronas Road Safety Campaign
14. Malaysia Video Awards bronze award for Best Scriptwriting (2000)Vas
Dentures Celcom
49
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA FILM MUALLAF
Film merupakan salah satu jenis karya seni estetika yang memiliki kondisi
yang terus berkembang, dibuat oleh insan perfilman, memiliki proses yang
panjang dan banyak menyita waktu dan materi. Dari pengumpulan ide-ide-ide
cerita, proses pencarian dana, crew serta pemain.
Dari film tersebut banyak pesan moral yang dideskripsikan di dalamnya,
dan masing-masing penonton dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari apa
yang dilihatnya, karena pada kenyataannya, ide cerita dari sebuah film diangkat
dari realitas kehidupan yang ada. Tapi banyak juga film-film yang hanya
memberikan unsur hiburan bagi penikmatnya dan biasanya film tersebut hanya
diperuntukan untuk bisnis atau meraup keuntungan semata, tanpa melihat adanya
unsur-unsur yang dapat merugikan penonton. Contoh kecil yang yang dapat kita
saksikan di negeri kita tercinta ini, banyak film-film horror yang diproduksi oleh
beberapa production house yang diselipkan adegan-adegan tidak senonoh di
dalamnya.
Film dapat memiliki banyak arti, tergantung siapa yang “melihat” atau
bagaimana menikmatinya, bilamana dan dimana. Film merupakan karya seni yang
sarat dengan simbol-simbol yang bermakna. Simbol yang berfungsi memimpin
pemahaman subyek kepada obyek.
Dapat dikatakan dalam sebuah film memiliki maksud analisa makna (isi)
dari karya seni yang berkaitan dengan kesadaran terhadap subyek, bentuk,
material, teknik, dan sumber-sumber tertentu, misalnya makna dalam kaitannya
50
dengan sejarah sosial, atau hal-hal yang menjadi pusat perhatian penulis skenario,
sutradara, dan produser melalui interpretasi terhadap karyanya.
Di bawah ini merupakan upaya penulis mencoba menganalisa scene-scene
yang menggambarkan tentang pesan moral Islami dan toleransi beragama dan
juga yang berhubungan dengan cinta kasih terhadap sesama umat manusia dari
film Muallaf karya Yasmin Ahmad, dengan menggunakan analisis semiotik karya
Roland Barthes.
A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos
Film Muallaf karya Yasmin Ahmad adalah film dengan latar belakang
perbedaan etnis, budaya dan agama dalam sebuah cerita yang terangkai dalam
film ini. Sejak lama, latar belakang sosial, budaya dan agama yang beragam
menjadi bahan baku bagi kisah fiksi, termasuk film cerita yang berasal dari
Malaysia ini. Film ini menceritakan mengenai kisah cinta pada keluarga, cinta
pada sesama, cinta pada agama dan cinta pada Tuhan. Dengan menggunakan
analisis semiotik Roland Barthes penulis akan berusaha menguraikan makna
denotasi, konotasi dan mitos yang mengandung banyak tanda dalam film ini.
Cinta, dalam sebuah analisis semiotik, kini menjadi penanda (signifier).
Cinta merupakan aspek materialnya, sedang apa yang ditunjuknya atau
petandanya adalah apa yang diceritakan dalam film Muallaf ini. Penulis ingin
memulainya dengan cara demikian, sedemikian rupa hingga mampu menguraikan
apa yang tersirat dan apa yang tersurat dalam teks, atau film ini.
Istilah cinta, dalam Al-Quran disebut “hubb” atau “mahabbah”. Di dalam
Al-Quran berbicara tentang konsep-konsep cinta, seperti cinta Tuhan kepada
51
manusia dan cinta manusia kepada Tuhan, dan cinta manusia kepada sesamanya.1
Cinta manusia kepada Tuhannya bisa diwujudkan dengan mencintai mahluk-Nya,
yaitu selalu berbuat baik dan tidak berbuat buruk, apalagi hal-hal buruk yang
dapat merugikan orang banyak, seperti korupsi, dan terorisme.
1. Malaysia sebagai “Bangsa yang Religius”
Film ini berangkat dari pemahaman umum tentang bangsa Malaysia
sebagai sebagai “bangsa yang religius”. Di film ini terlihat shot gambar seorang
pendeta yang sekaligus pemuka agama dan kepala sekolah berpapasan dengan
seorang kyai, keduanya sama-sama menggunakan pakaian putih yang
menggambarkan simbol kesucian agama mereka masing-masing. Pada film ini,
digambarkan keadaan keluarga Rohani & Rohana, yang sangat kental ke-
Islamannya, serta keluarga Brian yang sangat taat menganut agama Katolik, ini
menggambarkan adanya sikap cinta manusia kepada Tuhannya.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
Medium
shot
Title: “She calls
herself a Muslim
but she works
nights at a pub.”
Gambar 4.1
Rohana yang berbicara kepada brother Anthony mengenai
1 Sudirman Tebba. Tafsir Indahnya Al-Quran, Nikmatnya Cinta. (Jakarta: Puskata Irvan, 2006), h.
5.
52
perkerjaan kakaknya.
Denotasi Konotasi
Rohana dan Rohani
yang sedang
berbincang dengan
Brother Anthony
ketika mereka
sampai di sekolah.
Rohana yang mengemukakan pendapatnya mengenai
kakaknya Rohani yang berkerja membanting tulang
sebagai pelayan di sebuah klub malam.
Mitosnya: Bekerja sebagai pelayan di sebuah klub malam
merupakan hal tabu apalagi bagi seorang muslim. Namun
hal ini Rohani lakukan karena adanya keterpaksaan atas
keadaan mereka. Hal tersebut dilakukannya untuk
menghindari ancaman bahaya dari ayahnya sendiri yang
bermaksud menculik Rohana. Tokoh Rohani dalam film
ini digambarkan sebagai sosok muslimah yang
menjunjung tinggi ajaran agama walaupun dia bekerja di
klub malam tapi dia tetap menjaga nilai-nilai keagamaan,
salah satunya adalah melarang pelanggan yang datang
untuk meminum minum bir atau alkohol yang
memabukkan.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
53
Medium
long
shot
Title: “Miss, you
guys don’t seem to
have courses on
Theology.”
Gambar 4.2
Rohani yang sedang menanyakan info mengenai jurusan
kuliah di suatu kampus
Denotasi Konotasi
Rohani yang
sedang berbincang
dengan seorang
resepsionis di suatu
kampus.
Gambar ini menjelaskan Rohani yang mengemukakan
pendapatnya mengenai ketidakhadirannya jurusan Teologi
di kampus tersebut kepada resepsionis.
Mitosnya: Tokoh Rohani di film ini digambarkan sebagai
seorang muslimah yang mempunyai kegigihan untuk
belajar agama dengan lebih giat lagi. Dan Teologi adalah
suatu ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan
hubungannya dengan manusia, baik berdasarkan
kebenaran wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal
murni. Maka tidaklah heran dalam ilustrasi gambar diatas,
salah satu jurusan kuliah yang ingin dia tempuh adalah
teologi.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
54
Medium
shot
Title: “Do you want
another beer?”
“No, thanks.”
Gambar 4.3
Ayah dan Ibu Tiri Rohani dan Rohana yang sedang
berbincang dengan seorang fotografer.
Denotasi Konotasi
Ayah Rohani yang
sedang menanyakan
apakah fotografer
tersebut ingin
meminum bir lagi
atau tidak.
Dalam gambar di atas Ayah Rohani yang seorang Datuk
di Malaysia menawarkan minuman bir kepada fotografer
yang mereka ajak berbincang. Namun ditolak oleh
fotografer tersebut.
Mitosnya: Meminum bir adalah perbuatan yang sangat
dilarang dalam Islam karena dapat memabukkan dan
menghilangkan kesadaran atau akal sehat. Sosok Ayah
Rohani dan Rohana dalam film ini digambarkan sebagai
seorang Datuk yang mempunyai jabatan dan dipandang
dengan reputasi yang tinggi oleh masyarakat, tapi di
kesehariannya beliau adalah seorang pemabuk berat. Hal
itu jugalah yang memicu Rohani dan Rohana untuk kabur
dari rumah mereka.
55
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
Title: “We need a
proper teacher to
guide us.”
Gambar 4.4
Rohani yang sedang berbicara dengan Brother Anthony
dan Brian di rumahnya.
Denotasi Konotasi
Rohani yang
sedang berbicara
kepada Brother
Anthony.
Pada gambar di atas Rohani mengemukakan pendapatnya
kepada Brother Anthony dan Brian mengenai
keinginannya untuk mendapatkan guru yang lebih baik
lagi.
Mitosnya: Tokoh Rohani di film ini digambarkan sebagai
sosok yang mempunyai keinginan kuat untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi. Maka tak
heran ketika dia mendapatkan kesempatan untuk
berdiskusi dengan Brother Anthony sang kepala sekolah
tempat adiknya menuntut ilmu, dia mengemukakan
pendapatnya mengenai keinginannya untuk mendapatkan
56
guru yang lebih baik lagi agar di bisa belajar agama lebih
dalam lagi.
Sebagai sistem denotatif, beberapa adegan di atas menggambarkan adanya
karakteristik Malaysia sebagai bangsa yang religius. Film ini memperlihatkan
bahwa pemahaman “Malaysia sebagai bangsa yang religius” masih mempunyai
dasar sosiologis yang sangat kuat, walaupun masih patut dipertanyakan
kebenarannya. Para tokoh dalam film Muallaf ini digambarkan sebagai orang-
orang yang menjalankan agama yang relatif moderat.
Dari hasil penelitian di atas, maka pembahasan untuk gambar 4.1 adalah
sosok Rohani yang digambarkan sebagai sosok muslimah yang taat akan ajaran
agama, namun karena adanya keterpaksaan akan keadaanya yang terancam
bahaya dan untuk menghindari intaian sang ayah, maka dia bekerja sebagai
pelayan di sebuah klub malam yang tentunya menjual minuman alkohol. Pada
adegan tersebut menggambarkan reaksi Rohana sang adik yang menunjukan
adanya ketidaksetujuan atas pilihan pekerjaan sang kakak tersebut. Rohana
mengemukakan pendapatnya kepada Brother Anthony, sang kepala sekolah
dimana tempat Rohana menuntut ilmu.
Sebagai sosok muslimah, tentunya pekerjaan Rohani tersebut adalah suatu
hal yang tabu untuk dijalankan karena produk semacam bir yang di jual di klub
malam tersebut sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa
bir dan minuman beralkohol lainnya yang memabukkan adalah haram untuk
dikonsumsi. Dan image yang buruk mengenai pekerjaan Rohani tersebut bisa saja
membawa dampak yang buruk juga bagi adiknya Rohana yang masih kecil dan
57
bersekolah. Pub atau klab malam tempat Rohani bekerja ini tentunya menjual
minuman beralkohol seperti bir dan sejenisnya yang sangat memabukkan. Namun
sebagai seorang sosok muslimah yang menjunjung tinggi ajaran agama, ketika
Rohani bekerja dia justru menganjurkan sang pelanggan untuk tidak meminum bir
karena dapat memabukkan dan menghilangkan akal sehat.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 90-91:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
58
Pada ayat ini Allah swt. menyebutkan alasan mengapa Dia mengharamkan
meminum khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebut-
Nya dalam ayat ini ada dua macam. Pertama karena dengan kedua perbuatan itu
setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci di antara sesama
manusia. Kedua karena perbuatan itu akan melalaikan mereka dari mengingat
Allah dan salat.
Pada ayat yang lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Artinya setanlah yang
membujuk-bujuk manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa
saling membenci antara mereka.
Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang-orang yang suka meminum
dan berjudi, tak dapat diingkari lagi kenyataan yang dialami oleh orang-orang
semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Dan
orang-orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Dan orang-orang yang
hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak layak,
atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya. Perbuatan dan
perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga timbullah
permusuhan antara mereka. Dan di samping itu, orang yang sedang mabuk
tentulah tidak ingat untuk melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia
melakukannya, tentu dengan cara yang tidak benar dan tidak khusyuk.
Gambar 4.2 tersebut menjelaskan sosok Rohani yang sedang berbincang
dengan resepsionis di sebuah kampus dan mengemukakan pendapatnya mengenai
ketidakhadirannya jurusan Teologi di kampus tersebut. Sebagai sarana
pendidikan, kehadiran kampus di tengah masyarakat menjadi hal yang sangat
59
penting sebagai tempat menimba ilmu. Tokoh Rohani dalam film ini digambarkan
sebagai sosok yang mempunyai kegigihan tinggi untuk belajar agama, maka
tidaklah heran salah satu ilmu yang ingin dia pelajari adalah Teologi.
Teologi dalam islam disebut ilmu al-tauhid dan ilmu kalam. Teologi
merupakan ilmu yang membahas tentang ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
Bagi setiap orang yang ingin mengetahui lebih mendalam tentang seluk beluk
agamanya, perlu untuk mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang
dianutnya. Seseorang yang mempelajari teologi akan merasa keyakinan-
keyakinannya lebih kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh peredaran
zaman. Karena dalam teologi atau ilmu kalam dibahas mengenai aliran-aliran
beserta ajaran, sekte-sekte, serta sejarah munculnya paham tersebut, yang semua
aliran tersebut berkembang setelah peninggalan Rasulullah SAW.
Pada Gambar 4.3 dijelaskan Ayah Rohani yang seorang Datuk sedang
menawarkan minuman bir kepada fotografer yang beliau suruh untuk memata-
matai Rohana dan Rohani. Ironisnya pada scene berikutnya ketika fotografer
tersebut kemudian bermaksud berjabat tangan dengan sang Datuk dan istrinya
sebagai tanda bahwa bisnis mereka telah selesai, mereka menolak untuk berjabat
tangan karena tangan fotografer tersebut terlebih dahulu memegang anjing
peliharaannya. Betapa salah satu scene yang kontroversialketika film-nya dirilis di
Malaysia. Sang Datuk tersebut menganggap najis ludah anjing, tapi sama sekali
tak merasa bersalah ketika melakukan perbuatan meminum bir dan bermaksiat. Di
kesehariannya beliau adalah seorang Datuk yang di pandang sebagai sosok yang
bermartabat di masyarakat. Tanpa mereka ketahui, ternyata beliau adalah seorang
60
pemabuk berat dan kerap kali ringan tangan. Hal itu pulalah yang memicu Rohani
dan Rohana untuk kabur dari rumah ayah mereka.
Di dalam kajian fiqh atau hukum Islam, anjing dimasukkan dalam kategori
hewan najis. Ini berakibat pada tidak bolehnya seorang muslim memelihara
anjing. Tetapi, larangan itu ditekankan pada niat pemeliharaan tanpa maksud atau
untuk hiburan. Sementara untuk hajat tertentu, terdapat ulama yang membolehkan
memelihara anjing.
Berdasarkan pendapat Imam Nawawi yang tertuang dalam kitab Al Majmu
Syarah Al Muadzab membolehkan umat Islam memelihara anjing dengan tujuan
untuk berburu, menjaga ternak, menjaga kebun, termasuk menjaga rumah. Selain
tujuan itu, maka dilarang memelihara anjing.
Dalam kitab tersebut, Imam Nawawi berkata:
"Nabi SAW memberikan keringanan pada anjing buruan dan anjing
penjaga ternak, dalam riwayat yang lain, anjing penjaga tanaman dan melarang
memelihara anjing dari selain tujuan itu. Para sahabat kami dan lainnya telah
sepakat bahwa haram memelihara anjing tanpa ada hajat (keperluan) seperti
memelihara anjing karena kagum dengan bentuknya atau karena untuk bangga-
banggaan, maka ini semua haram tanpa khilaf."
Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
"Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang
ternak dan anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya
sebanyak satu qirath (satu qirath sama seperti sebesar Gunung Uhud)."
61
Tetapi, dalam kitab Fathul Bari, ulama Ibnu Abdil Barr menyebut memelihara
anjing merupakan amalan makruh dan bukan haram. Dia berpendapat kata
'berkurang dari amalnya' dalam hadits Rasulullah itu tidak berarti mengharamkan
memelihara anjing, sehingga Ibnu Abdil Barr menghukumi makruh.
“Dan ucapan, 'Berkurang dari amalnya' maksudnya 'dari pahala
amalnya', ini mengisyaratkan bahwa menjadikannya (binatang peliharaan)
tidaklah haram, karena setiap yang menjadikannya dihukumi haram, maka
dilarang juga menjadikannya dalam keadaan apapun, sama ada pahalanya
berkurang ataupun tidak. Maka hal itu menunjukkan bahwa menjadikannyanya
hukumnya adalah makruh bukan haram."
Pendapat ini dibantah oleh Al Hafidz Ibnu Hajar. Dalam kitab Fathul Bari
pula, dia menyebut pendapat Ibnu Abdil Barr tidak lazim.
"Apa yang diklaim Ibnul Abdil Barr dari tidak haramnya hal itu dan
bersandar dengan apa yang telah ia sebutkan tadi, tidaklah lazim. Bahkan
berkemungkinan hukuman (kurang satu atau dua qirath) terjadi dengan tidak
mendapat taufiq untuk beramal pada kadar satu qirath daripada amalan-amalan
baiknya walau tidak memelihara anjing sekalipun. Dan berkemungkinan
memelihara anjing itu adalah haram, dan apa yang dikehendaki dengan
pengurangan ialah dosa yang terhasil dengan memelihara anjing adalah
bersamaan kadar satu atau dua qirath daripada pahala, maka pahala pemelihara
anjing berkurang pada kadar apa yang ditetapkan ke atasnya daripada dosa
kerana memeliharanya iaitu satu atau dua qirath."
62
Dari pendapat ini, para ulama menyatakan memelihara anjing hanya
dibolehkan apabila dimaksudkan untuk berburu, menjaga binatang ternak, kebun
dan rumah. Selain dari maksud yang disebutkan, maka memelihara anjing tidak
diperbolehkan, meski jika karena mengagumi jenis anjing itu.
Pada Gambar 4.4 di atas ketika Brother Anthony dan Brian mengunjungi
Rohani di rumahnya dia mengemukakan pendapatnya kepada Brother Anthony
dan Brian mengenai keinginannya untuk mendapatkan guru yang lebih baik lagi.
Sebagai film yang menceritakan proses pencarian jati diri kerohanian tokohnya, di
film ini menggambarkan tokoh Rohani sebagai sosok Muslimah yang mempunyai
keinginan dan motivasi yang kuat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik
lagi.
Maka tak heran ketika dia mendapatkan kesempatan untuk berdiskui
dengan Brother Anthony sang kepala sekolah tempat adiknya menuntut ilmu, dia
mengemukakan pendapatnya mengenai keinginannya untuk mendapatkan guru
yang lebih baik lagi agar di bisa belajar agama lebih dalam lagi.
63
2. Rohani: Sosok Muslimah Yang Ideal
Sharifah Amani, yang berperan menjadi Rohani dalam film Muallaf adalah
sosok muslimah yang ideal, ia sangat menyayangi kedua orang tuanya seperti
yang digambarkan oleh sutradara film ini. Rohani adalah sosok muslimah yang
tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, karena tidak diizinkan oleh
ayahnya. Dalam pelariannya dari kekangan sang ayah, Rohani bekerja sebagai
pelayan di sebuah pub malam. Namun di kesehariannya dia sering mengisi waktu
luangnya dengan aktif berdiskusi mengenai ilmu-ilmu Tauhid dan menjenguk
pasien yang koma di sebuah rumah sakit walaupun itu bukan saudaranya, dan
membacakan ayat suci Al-Quran disampingnya.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
Medium
shot
Title: “Do you
forgive anyone
who has hurt you
today?”
Gambar 4.5
Rohani yang sedang bertanya kepada adiknya Rohana
untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya.
Denotasi Konotasi
Rohani sedang Gambar ini menjelaskan Rohani yang bertanya kepada
64
bertanya kepada
adiknya untuk
memaafkan orang-
orang yang telah
menyakitinya hari
ini.
Rohana, setiap mereka akan tidur untuk memafkan orang-
orang yang telah dzalim kepada mereka dan
mendoakannya sebelum mereka tidur.
Mitosnya: Proses memaafkan bukanlah hal yang mudah
bagi kita sebagai umat manusia yang senantiasa
melakukan kesalahan. Baik yang disadari maupun secara
tidak sengaja kita lakukan. Pada visualisasi ini Rohani dan
Rohana melakukan suatu kebiasaan yang sangat unik dan
mulia. Mereka selalu memaafkan orang-orang yang telah
berbuat jahat kepada mereka dan membuang seluruh
dendam ataupun prasangka buruk atas apa yang mereka
alami. Dan mendoakan hidup mereka agar senantiasa
diberi kemudahan oleh Allah SWT.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
Medium
long shot
-
Gambar 4.6
Rohani membacakan Surat Al-Baqarah kepada pasien
rumah sakit.
65
Denotasi Konotasi
Rohani yang
sedang
membacakan surat
Al-Baqarah
kepada pasien di
sebuah rumah
sakit.
Gambar ini menjelaskan Rohani yang mengunjungi rumah
sakit secara berkala untuk menjenguk seorang pasien yang
bernama Mei-Ling dan tiap kali Rohani menjenguknya dia
selalu membacakan ayat suci Al-Quran di dekat Mei-Ling
Mitosnya: Tokoh Rohani seperti yang kita ketahui dari
awal adalah sosok yang religius. Kali ini dia mengunjungi
rumah sakit untuk menjenguk seorang pasien yang
dirawat karena korban kekerasan ayahnya sendiri.
Termotivasi atas tindakan kekerasan yang dialami oleh
ayahnya kepada Rohani, maka dia dengan berbaik hati
senantiasa menjenguk Mei-Ling, dan membacakan ayat
suci Al-Quran di dekatnya.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
Medium
Shoot
Title: “Wait, who
are the Sabians?”
Gambar 4.7
Rohani, Rohana dan Brian yang sedang berdiskusi.
66
Denotasi Konotasi
Brian yang sedang
bertanya kepada
Rohana dan
Rohani mengenai
kaum Sabians
Brian yang mengemukakan pertanyaannya mengenai
siapakah kaum Sabians kepada Rohani dan Rohana ketika
mereka sedang berdiskusi.
Mitosnya: Sosok Brian pada film ini digambarkan sebagai
sosok pemeluk agama Kristen yang kehilangan
kepercayaan kepada agamanya karena adanya suatu
kejadian trauma di masa lalunya. Namun semenjak
berkenalan dan berinteraksi dengan Rohani dan Rohana,
Brian mulai menunjukan adanya ketertarikan untuk
belajar agama Islam. Kaum Sabians sendiri di film ini
diartikan sebagai sosok kaum yang menganut ajaran Islam
dan Kristen, namun pada pembahasan translasi tertentu
diartikan sebagai Muallaf.
Shot Dialog/Suara/Teks Visual
Medium
Long
Shoot
-
Gambar 4.8
67
Rohani yang sedang memeluk adiknya Rohana setelah
shalat berjamaah.
Denotasi Konotasi
Rohani yang
sedang memeluk
Rohana setelah
mereka shalat
berjamaah.
Rohani memeluk adiknya Rohanan sesaat setelah mereka
shalat berjamaah dan Rohani membuka mukena yang dia
pakai.
Mitosnya: Pada visualisasi gambar tersebut
menggambarkan adanya cinta kasih sesama manusia,
dalam hal ini sang kakak beradik yakni Rohani dan
Rohana yang berpelukan setelah mereka shalat berjamaah.
Rohani yang setelah membuka mukenanya diperlihatkan
kepalanya yang baru dicukur habis rambutnya Hal ini
bukanlah tanpa suatu alasan, melainkan perbuatan
ayahnya sendiri yang temperamental yang secara paksa
menggunduli kepala Rohani karena dia tidak menuruti
keinginan Ibu Tirinya untuk menemaninya ke salon.
Larangan untuk menutup aurat sudah dijelaskan dalam Al-
Quran. Di film ini diperlihatkan bagaimana sosok Rohani
yang muslimah tapi tidak memakai jilbab, namun dia
masih sangat menjunjung tinggi nilai agama Islam yang
dia anut.
68
Tokoh Rohani yang hanya berpendidikan SMA, memiliki pandangan yang
luas terhadap keadaan sekitarnya, dan selalu bersikap kritis terhadap pandangan
keagaamannya, dan bersikap optimis dalam menjalani kesehariannya. Sangat
kontras dengan banyak film yang menjadikan sekolah sebagai sarana untuk
pencapaian kelas sosial. Walaupun belum melanjutkan pendidikannya ke jenjang
perguruan tinggi, di film ini Rohani digambarkan sebagai sosok yang sangat
optimis dalam mencapai cita-citanya agar dapat melanjutkan pendidikannya di
National University of Singapore.
Rohani merupakan sosok muslimah yang peduli dengan keadaan
sekitarnya. Orang muslim yang berpegang teguh pada petunjuk Islam akan
senantiasa berusaha untuk berbuat hal-hal yang dapat memberikan manfaat bagi
orang-orang masyarakatnya dan menghindarkan mereka dari hal-hal yang
menyakitkan.
Pada gambar 4.5 diatas Rohani berbicara kepada adiknya Rohana dan
mengajaknya untuk memaafkan orang-orang yang telah berbuat jahat kepada
mereka pada hari itu. Membuang segala prasangka dan dendam terhadap orang-
orang yang telah berbuat zalim serta mendoakannya agar senantiasa diberi
kemudahan dan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Kemudian mereka membaca
Ayat Kursi dan mendoakan orang-orang tersebut sebelum mereka tidur.
Hal ini jelas menggambarkan sosok Rohani dan Rohana yang mempunyai
kriteria sosok yang muslimah. Memaafkan adalah salah satu amalan yang sangat
mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan
orang lain kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk
membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya, adakalanya berupa
69
cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang sebuah kewajaran
bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang telah menyakitinya.
Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang
semisalnya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya.
Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, dalam bukunya yang berjudul
Jati Diri Muslim.2 Beberapa ciri jati diri muslim, antara lain:
1. Kewajiban orang muslim terhadap Rabb-Nya: Senantiasa mentaati
perintah Tuhannya, merasa bertanggung jawab pada
kepemimpinannya, senantiasa bertaubat, dan lain-lain.
2. Kewajiban orang muslim terhadap dirinya: Sederhana dalam makan
dan minum, banyak membaca doa, menuntut ilmu sepanjang hidup,
berpenampilan menarik, dan lain-lain.
3. Kewajiban orang muslim terhadap orang tuanya: Berbakti kepada
kedua orang tua, mengetahui kedudukan orang tua dan kewajiban
seorang anak kepada kedua orang tuanya, takut berbuat durhaka
kepada orang tua, dan lain-lain.
4. Kewajiban orang muslim terhadap kerabat dan keluarganya:
penghormatan Islam terhadap kaum kerabat, memahami silaturahmi
dalam pengertian luas, dan lain-lain.
2 Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi. Jati Diri Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999),
h.25
70
5. Kewajiban orang muslim terhadap saudara dan temannya: mencintai
saudara dan teman karena Allah SWT, bersikap toleran dan pemaaf
terhadap saudara dan teman, senantiasa berbuat baik, dan lain-lain.
6. Kewajiban orang muslim terhadap masyarakatnya: bersikap jujur,
berakhlak mulia, bersifat toleran, mengajak kepada kebenaran,
mendahulukan orang lain atas dirinya sendiri, melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi manusia dan mencegah kemudharatan terhadap
mereka, dan lain-lain.3
Orang muslim tidak akan pernah membiarkan waktu berlalu melainkan
untuk berbuat kebaikan, dan dia juga mengetahui bahwa berbuat kebaikan itu
akan mendatangkan keberuntungan, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT
dalam surat Al-Hajj ayat 774,
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembah
Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan, supaya kalian mendapat kemenangan.”
Diantara sifat Rohani sebagai seorang muslim yang paling menonjol
adalah berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidin). Banyak
ayat-ayat Al-Quran yang menempatkan keridhaan orang tua setelah keridhaan
3 Ibid, h.16
4 Ibid, h.224
71
Allah. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat An-Nisa ayat 36 dan
juga surat Al-Ankabut ayat 85:
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, Ibnu Sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”
”Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada dua ibu dan
bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Hanya kepadaKu-lah kembalimu, lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
5 Ibid, h.61
72
Berdasarkan hal tersebut, seorang muslim yang benar-benar menyadari
ajaran agamanya akan menjadi seorang yang paling berbakti dan berbuat baik
kepada orang tuanya daripada orang lain yang ada di dunia ini.
Seorang muslim yang menyadari hukum-hukum agamanya sangat toleran
dalam hubungan antar sesama manusia, karena dia mengetahui bahwa tidak ada
sifat toleran yang dapat memberikan kebaikan bagi seseorang di dunia dan di
akhirat6.
Pada gambar 4.6 Rohani membacakan ayat suci Al-Quran kepada pasien
rumah sakit bernama Mei-Ling yang sering dia jenguk beberapa hari sekali. Hal
itu dia lakukan karena termotivasi atas kejadian yang menimpanya atas perilaku
kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Di film dijelaskan bahwa Mei-
Ling juga adalah korban kekerasan orang tuanya dan dia ditinggalkan sendiri di
rumah sakit tanpa adanya satupun keluarga yang menjenguknya.
Pada gambar 4.7 di atas Rohani, Rohana dan Brian sedang berdiskusi
ketika mereka semua pergi sarapan. Diceritakan dalam film, bahwa sosok Rohani
dan Rohana adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Maka tak heran ketika ada
kesempatan untuk berdiskusi mereka sering melakukannya tanpa melihat tempat
dan waktu. Selalu ada topik yang menarik yang mereka bahas. Kali ini mengenai
kisah Kaum Sabians.
Sikap kepedulian dan rasa tanggung jawab Rohani terhadap adiknya dan
lingkungan sekitar dan kecintaannya terhadap sastra puisi dan ilmu teologi, serta
kehausannya akan belajar ilmu agama, yang jelas pada zaman sekarang hanya
6 Ibid, h.192
73
segelintir orang yang peduli akan hal tersebut. Serta sikap hormat dan
menghargai kepada kedua orang tua yang akhirnya ditampilkan diakhir film, dan
kepada Brian yang memiliki perbedaan keyakinan dengan Rohani, tidak membuat
Rohani membedakan perlakuannya terhadap Brian. Pemahaman Rohani sebagai
muslim mengenai perbedaan tidak harus dimusuhi namun sebaliknya kita harus
mengenalnya, dan harus menimbulkan sikap toleransi, ini menjadikan Rohani
sebagai sosok pemudi muslimah yang cinta terhadao Tuhannya, cinta terhadap
orang tuanya, dan cinta terhadap sesamanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tokoh Rohani yang digambarkan dalam film
ini, merupakan sosok pemudi muslimah yang ideal, yang ciri-ciri kemuslimannya
melekat pada diri Rohani, seperti berbakti kepada kedua orang tua, bermanfaat
kepada orang lain, taat beribadah, toleran dan sebagainya.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi yang telah dilakukan terhadap
film Muallaf, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Film Muallaf merupakan sebuah gambaran mengenai kehidupan yang
memiliki perbedaan agama, suku, budaya dan sosial. Pandangan
simplisitis yang mengatakan pandangan orang memiliki perbedaan
agama tidak mempunyai sikap toleransi, terbantahkan di film ini, jika
kita tidak menutup mata untuk memahami perbedaan-perbedaan yang
ada dengan sudut pandang positif. Kemajemukan agama di antara umat
manusia tidak terelakkan lagi, bahkan kemajemukan ini telah menjadi
hukum Tuhan (Sunatullah). Permasalahan cinta beda agama, dalam
film ini, pada akhirnya tidak begitu sampai ke jenjang pernikahan.
Sutradara lebih memilih penyelesaian jalan ceritanya diinterpretasikan
kepada penonton masing-masing. Sikap cinta manusia pada Tuhannya,
sangat diuji keimanannya, sampai mereka benar-benar yakin terhadap
keyakinannya masing-masing. Sikap cinta manusia terhadap Tuhannya
merupakan sebuah tanggung jawab, dan diperlukan perhatian dan
pemahaman yang mendalam.
2. Bangsa Malaysia sebagai bangsa yang relijius, yang terdiri dari
bermacam-macam agama, masyarakatnya perlu mempunyai sikap
75
toleransi beragama, agar terciptanya Malaysia yang damai. Apabila
terjadi perselisihan antar umat Islam dengan umat agama lain, umat
Islam dianjurkan mengadakan dialog untuk mencari titik temu. Ini
untuk membantu meringankan ketegangan yang kerap mewarnai
kehidupan umat beragama di Malaysia. Dan ini merupakan wujud
cinta kasih manusia terhadap sesamanya, yang menimbulkan
pemahaman dan saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
3. Ciri-ciri kemusliman yang melekat pada diri Rohani dalam film ini
seperti sikap toleran, bermanfaat kepada orang lain, berbakti kepada
orang tua, taat beribadah. Meskipun pada awalnya Rohani sempat
membantah ayahnya, namun pada akhirnya ia lebih mengutamakan
kepentingan keluarga dan lingkungan sekitar dibandingkan
kepentingan pribadinya. Seorang muslimah yang menyadari hukum-
hukum agamanya akan sangat toleran dalam menjalani hubungan
sesama manusia, karena dia mengetahui bahwa tidak ada sifat seperti
toleran yang dapat memberikan kebaikan bagi seorang di dunia dan di
akhirat. Ini memperlihatkan Rohani sebagai sosok muslimah yang
cinta terhadap Tuhannya, cinta terhadap orang tuanya, cinta terhadap
sesamanya.
4. Judul film Muallaf mengenai kisah pencarian jati diri dua kakak
beradik muslimah bernama Rohani dan Rohana, serta seorang pemuda
Kristen bernama Brian. Namun di antara dua orang yang salin
menyukai memiliki perbedaan latar belakang sosial, budaya dan agama
yang menjadi penghalang dalam merajut cinta kasih, perbedaan ini
76
mempengaruhi setiap keputusan yang akan diambil oleh mereka yan
pada akhirnya kembali kepada satu cinta. Membuat judul film yang
berlatar belakang pluralisme memang tidak mudah, maka dengan
menamakan film ini dengan judul yang mengandung referensi
seseorang yang baru masuk agama Islam, diharapkan dapat menarik
minat penonton.
Dengan demikian jelas, Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan
membenarkan para pemeluk agama-agama lain tersebut untuk menjalankan
ajaran-ajaran agamanya masing-masing. Disinilah terletak dasar ajaran Islam
mengenai tolerans beragama, dan di film ini juga telah digambarkan, bahwa
meskipun Rohani dan Brian tidak bersatu, tetapi mereka dan masing-masing
keluarganya, pada akhirnya menghargai agama-agama yang berbeda dengan
mereka. Dan di film ini juga diajarkan, bagaimana kita dalam mengambil sebuah
keputusan tidak boleh gegabah, harus berpikiran positif, harus menghormati orang
tua, serta harus memikirkan kepentingan keluargadan sekitar dibandingkan diri
sendiri.
B. Saran
Pada bagian ini, penulis ingin menyampaikan bahwa seharusnya pembuat
film memberikan ending yang lebih jelas lagi melalui scene-scene tambahan
diakhir film untuk meyakinkan penonton bahwa karakter Brian memang telah
melakukan proses Muallaf. Tidak adanya kejelasan ini akan membuat penonton
menjadi bingung mengenai pemecahan masalah yang sudah susah payah dibangun
pada film ini. Beberapa saran yang ingin penulis berikan adalah:
77
1. Untuk para muslimin dan muslimah, sikap toleran dan saling
menghargai bisa lebih membantu kita untuk membangun relasi sosial
di dalam masyarakat yang plural.
2. Dalam mengambil sebuah keputusan mengenai persoalan yang
menyangkut orang banyak terutama keluarga, hendaknya
mengutamakan kepentingan keluarga dan sekitar dibandinkan
mengutamakan pribadi, karena Ridha Allah adalah Ridha orang tua.
3. Saat menonton sebuah film, sebaiknya kita tidak bersikap pasif
terhadap apa yang disuguhkan di film tersebut. Tetapi bersikap kritis
dan menilai pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh
sutradaranya. Sehingga kita tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi
oleh sebuah film.
Dan pada intinya, Muallaf adalah sebuah film yang menarik. Film ini tidak
berusaha menggurui pada penonton mana ajaran yang baik dan mana ajaran yang
jahat. Lewat interaksi yang mengalir dari Rohani, Rohana serta Brian, kita bisa
melihat bahwa terkadang ajaran agama yang kerap menjadi simbol kebenaran
paling hakiki bisa menimbulkan efek lain berupa trauma mendalam bagi
penganutnya.
Tentu saja, keberhasilan terbesar Muallaf terletak ditangan dingin sang
sutradara alm. Yasmin Ahmad. Meski tidak banyak mengandalkan visualisasi
yang kompleks atau sinematografi yang rumit, akan tetapi, ia memilih konsep
bercerita yang mengalir berdasarkan karakterisasi dan plot. Plotnya sendiri
cenderung sederhana, sehingga karakterisasilah yang kemudian membuat Muallaf
78
berjaya. Yasmin sepertinya sudah fasih benar dengan apa yang akan
dilakukannya, sehingga narasi berjalan nyaris tanpa tergagap sama sekali.
Muallaf bisa dikatakan berhasil menaklukkan tantangannya, berbicara
dalam konteks yang “berat” namun dikemas dengan “ringan”, sehingga tetap
“renyah” untuk dinikmati penontonnya. Meski lebih banyak mengandalkan dialog
verbal, namun karena ditampilkan dengan bernas, maka jajaran dialog tersebut
justru mampu membentuk narasi deskripsi yang padat mengenai keberagamaan
dalam konteks masyarakat plural.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al- Hasyimi, Muhammad Ali Dr. Jati Diri Muslim. Penerjemah, M. Abdul
Ghoffar E.M. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1999. Cet. Ke-1.
Alwi, Audy Mirza, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke
Media Massa. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004.
Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan &
Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
Baidhawi, Zakiyuddin, Kredo Kebebasan Beragama. Jakarta: Pusat Studi Agama
dan Peradaban, 2006.
Danesi, Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra,
2010.
Freddy Susanto, Anthon, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju
Progresivitas Makna. Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Fromm, Erich. The Art Of Loving. Penerjemah: Syafi’I Alielha. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Gazalba, Sidi Drs. Islam & Perubahan Sosio Budaya, Kajian Islam tentang
Perubahan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983.
Gibran, Kahlil, Hikmah-hikmah Kehidupan .Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya,
1999.
Jumroni, ”Metode-metode Penelitian Komunikasi”. UIN Jakarta Press : 2006.
Cet. Ke-1.
Konishi, Seiichi & Keiji Nakamura, Penemuan Film,, Jakarta:Elex Media
Komputindo, 2002.
Lull, James, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj).
A. Setiawan Abadi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997.
Manurung, Pappilon. Editor M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi,
teori dan aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali, 2004.
Maliki, Zainuddin. Agama Rakyat Agama Penguasa, Konstruksi tentang Realitas
Agama dan Demokratisasi. Yogyakarta: Galang Press, 2000.
80
Morrisan, “Media Penyiaran : Strategi Mengelola Radio dan Televisi”. Tangerang
: Ramdina Prakarsa, 2005.
Muzakki, Akhmad, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama.
Malang: UIN-Malang Press, 2007.
Nasuhi, Hamid,dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan
Disertasi. Center for Quality Development and Assurance (CeQDA), UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi
Agama. Jakarta: PT RajaGrafindi, 1996.
Peldi, Elza Taher. Merayakan Kebebasan Beragama, Bunga Rampai 70 Tahun
Djohan Effendi. Jakarta: ICRP, 2009.
Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar. Jakarta BPSDM
CitraPusat Perfilman H. Usmar Ismail, 2000.
Pratista, Himawan, Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.
Santosa, Puji. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa,
1931.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, Pesan & Keserasian Al-Qur’an, Volume 3.
Tangerang: Lentera Hati, 2002.
Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
, Analisis Teks Media. Suatu pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Stokes, Jane. “How To Do Media and Cultural Studies”. Bandung : Mizan Media
Utama, 2006.
Sunardi, ST. Semiotika Negativa. Yogyakarta : Kanal, 2002.
Suparman, Usman. Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum
Perkawinan. Banten : Saudara, 1995.
Tanja, Victor I ,M.Th.,Ph.D. Pluralisme Agama dan Problema Sosial. Diskursus
Teologi Tentang Isu-Isu Kontemporer. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO,
1998.
81
Tebba, Sudirman. Tafsir Al-Qur’an, Nikmatnya Cinta. Jakarta: Pustaka irVan,
2006.
Yaqub, Ali Mustafa. Nikah Beda Agama, dalam Perspektif Al-Quran & Hadis.
Jakarta: Pustaka Darus-Sunnah, 2005.
SITUS :
http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html., oleh Galih. Diakses tanggal 25 Juli 2014, jam 13.10 WIB
http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html. diposkan oleh
Phyrman, di akses tanggal 26 Juli 2014, jam 13.11 WIB.
http://blogieehaha.blogspot.com/2008/09//sejarah-film-dunia-lumiere-vs-
melies.html., oleh Khairunissa. Diakses pada 25 Juli 2014, jam 15.10 WIB.
Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama, www.google.com, diakses tanggal 27 Juli 2014, jam 15.07 WIB.
Supriadi, Bambang. Artikel diakses pada 26 Juli 2014, jam 11.05 WIB dari
http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html
top related