makalah sle sofia nuri
Post on 28-Nov-2015
71 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Lupus Eritematosus Sistemik
Oleh :
Sofia Nuri208.121.0056
Pembimbing :dr. Bondan, M.Kes, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
LAB IPD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KANJURUHAN KEPANJEN
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan
berkat-Nya panulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Lupus
Eritematosus Sistemik ”. Tujuan penulisan Makalah ini adalah guna memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kepanjen Malang
Penulis menyadari makalah ini masih memiliki kekurangan, untuk itu
kritik dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Malang, Agustus 2013
Penulis
BAB IPENDAHULUAN
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang
melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang
ringan sampai berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES,
karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan. Sampai saat ini penyebab
LES belum diketahui ada dugaan faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut
berperan pada patofisiologi LES.
Prevalensi bervariasi di tiap negara. Di Indonesia sampai saat ini pada
dekade terakhir terlihat adanya kenaikan kasus yang berobat di RSCM Jakarta.
Salah satu faktor adalah kewaspadaan dokter yang meningkat. Untuk peningkatan
ini perlu upaya penyebarluasan gambaran klinis kasus LES yang perlu diketahui
sehingga diagnosa lebih dini dan pengobatan yang lebih adekuat. Baron dkk
melaporkan keterlibatan ginjal lebih sering ditemukan pada LES dengan onset
usia kurang dari 18 tahun. Sedangkan penelitian Font dkk lesi diskoid dan
serositis lebih sering ditemukan sebagai manifestasi awal pasien LES laki-laki
sedangkan artritis lebih jarang. Samanta dkk pada penelitian di Asia dan kulit
putih di Inggris melaporkan kelainan ginjal lebih sering ditemukan pada populasi
di Asia. Wanita lebih sering terkena dibanding laki-laki dan umumnya pada
kelompok usia produktif.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Lupus Eritematosus Sistemik
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit otoimun yang ditandai
oleh produksi antibody terhadap komponen komponen inti sel yang berhubungan
dengan manifestasi klinis yang luas. LES terutama terjadi pada usia reproduksi
antara 15-40 tahun dengan rasio wanita dan laki laki 5 : 1, dengan demikian
terdapat peningkatan kejadian kehamilan dengan LES ini. Dari berbagai laporan
kejadian LES ini tertinggi didapatkan di negara Cina dan Asia Tenggara,
sedangkan di Indonesia, RS Dr Soetomo Surabaya melaporkan 166 penderita
dalam 1 tahun pada Mei 2003 sampai dengan April 2004 (Albar S, 1996;
Yuliasih, 2006).
1.2 Epidemologi Lupus Eritematosus Sistemik
Menurut laporan terbaru dari National Arthritis Data Working Group, sekitar
250.000 orang Amerika menderita lupus sistemik. Frekuensi dari SLE bervariasi
pada ras dan etnis, dengan tingkat lebih tinggi dilaporkan di antara orang kulit
hitam dan Hispanik. Prevalensi SLE adalah sekitar 40 per 100.000 orang kulit
putih di Rochester, Minnesota, dibanding 100 per 100.000 orang Hispanik di
Nogales, Arizona., prevalensi SLE di seluruh dunia bervariasi. Meskipun
prevalensi SLE tinggi pada orang hitam di Inggris, penyakit ini jarang dilaporkan
antara orang kulit hitam yang tinggal di Africa (Bartels C and Muller D, 2011).
1.3 Etiologi Lupus Eritematosus Sistemik
Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis Lupus
Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley’s Textbook of Rheumatology,
6th ed 2001) adalah sebagai berikut:
Definite: Ultraviolet B light
Probable Hormon sexrasio penderita wanita : pria = 9:1; rasio penderita menarche : menopause = 3:1
Possible Faktor diet Alfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L-
canavanine; Pristane atau bahan yang sama; Diet tinggi saturated fats
Faktor Infeksi DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri Faktor paparan dengan obat tertentu :
Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin; Methyldopa; D-Penicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF alfa; Interferon-gama
(Sumber: Harsono A dan Endaryanto A, 2011)
1.4 Patofisiologi Lupus Eritematosus Sistemik
Sampai saat ini belum jelas mekanisme terjadinya LES ini, interaksi antara
faktor lingkungan, genetik dan hormonal yang saling terkait akan menimbulkan
abnormalitas respon imun pada tubuh penderita LES. Beberapa faktor pencetus
yang dilaporkan menyebabkan kambuhnya LES adalah, stress fisik maupun
mental, infeksi, paparan ultraviolet dan obat-obatan. Obat-obatan yang diduga
mencetuskan LES adalah, procainamine, hidralasin, quidine dan sulfazalasine.
Pada LES ini sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi pada LES
ini adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan
partikel nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang
dikenali sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam otoantibodi pada
penderita LES. Peran antibodi antibodi ini dalam menimbulkan gejala klinis
belum jelas diketahui, beberapa ahli melaporkan kerusakan organ/sistem bisa
disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui pembentukan komplek imun.
Kompleks imun akan mengaktifasi sistem komplemen untuk melepaskan C3a dan
C5a yang merangsang sel basofil untuk membebaskan vasoaktif amin seperti
histamin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan
memudahkan mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun ini
akan terdeposit pada organ/sistem sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada
organ/sistem tersebut. Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel
sehingga akan memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang
menimbulkan manifestasi klinis LES tergantung dari organ atau sistem mana yang
terkena (Setyohadi B, 2003; Cunningham FG et al., 2005).
1.5. Diagnosa Lupus Eritematosus Sistemik
Penderita LES umumnya mengeluh lemah, demam, malaise, anoreksia dan
berat badan menurun. Pada penyakit yang sudah lanjut dan berbulan bulan sampai
tahunan barulah menunjukkan manifestasi klinis yang lebih spesifik dan lengkap
serta cenderung melibatkan multiorgan. Manifestasinya bisa ringan sampai berat
yang dapat mengancam jiwa.
Untuk menegakkan diagnosis LES hendaknya dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta penunjang diagnosis yang cermat sebab manifestasi LES
sangat luas, dan seringkali mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis LES dapat
ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium. American College of
Rheumatology (ACR) pada tahun 1982, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi
LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria saja maka diagnosis LES sudah dapat di
tegakkan. Kriteria tersebut adalah (Setyohadi B, 2003):
1. Ruam malar
2. Ruam Diskoid
3. Fotosensitifitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis
7. Kelainan ginjal, proteinuria persisten > 0,5 gram/hari
8. Kelainan nerologik, yaitu kejang kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik, atau lekopenia atau limfopenia
atau trombositopenia
10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif atau anti Sm
positif atau tes serologic untuk sifilis yang positip palsu
11. Antibodi antinuklear (ANA, anti nuclear antibody) positif.
Malar rash Fotosensitif
( Sumber: Sukmana N, 2011; Bartels C and Muller D, 2011)
1.6 Pemeriksaan Penunjang Lupus Eritematosus Sistemik
Laboratorium ANA - Skrining uji; sensitivitas 95%, bukan diagnostik tanpa gejala klinis Anti-dsDNA - spesifisitas tinggi; sensitivitas hanya 70% Anti-Sm - antibodi spesifik kebanyakan SLE; sensitivitas hanya 30-40% Anti-SSA (Ro) atau Anti-SSB (La) - tampak pada 15% pasien dengan SLE
dan penyakit jaringan ikat, seperti sindrom Sjögren; terkait dengan lupus neonatal
Anti-ribosom P - antibodi yang tidak umum, mungkin berkorelasi dengan cerebritis lupus
Anti-RNP - Termasuk anti-Sm, SSA, dan SSB dalam profil ENA Anticardiolipin - IgG / IgM varian diukur dengan (ELISA) di antara
antibodi antifosfolipid yang digunakan untuk menyaring sindrom antibodi antifosfolipid
Lupus antikoagulan - tes Multiple (misalnya, langsung Russell Viper Venom test) untuk untuk penyaringan inhibitor dalam kaskade pembekuan dalam sindrom antibodi antifosfolipid
uji Coombs - anemia Coombs tes positif untuk menunjukkan antibodi pada sel darah merah
Anti-histone – ANA antibody lupus induce obat tes laboratorium lain yang digunakan dalam diagnosis dari SLE adalah sebagai berikut:
Penanda inflamasi: tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) atau protein C-
Ruam Diskoid Oral ulcers
Small Vessel Vasculitis
Vasculitis
Livedo reticularis
reaktif (CRP), Level komplemen: level C3 dan C4 sering menurun pada pasien dengan
SLE aktif Hitung CBC dapat membantu untuk menyaring leukopenia, limfopenia,
anemia, dan trombositopenia, pemeriksaan urinalisa dan kreatinin mungkin berguna untuk skrining penyakit ginjal.
Hasil tes hati mungkin sedikit meningkat pada SLE akut atau sebagai respons terhadap terapi seperti azathioprine atau obat anti peradangan non-steroid (OAINS).
Level kreatinin kinase mungkin meningkat pada myositis atau overlap sindrom.
Rontgen Perubahan radiografi yang paling umum dalam SLE termasuk osteopenia
periarticular dan pembengkakan jaringan lunak. radiografi dan CT scan thorax dapat digunakan untuk memantau penyakit
paru interstisial dan untuk menilai pneumonitis, emboli paru, dan perdarahan alveolar.
Brain MRI / magnetic resonance angiography (MRA) digunakan untuk mengevaluasi lupus SSP, vaskulitis, atau stroke, walaupun temuan sering tidak spesifik.
Echocardiography digunakan untuk menilai efusi perikardial, hipertensi paru, atau verrucous Libman-Sacks endocarditis.
Histologi Biopsi ginjal digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan nefritis lupus,
untuk membantu dalam klasifikasi nefritis SLE, dan untuk menuntun keputusan terapeutik. WHO mengklasifikasikan nephritis lupus didasarkan pada mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan temuan immunofluorescence.
(Sumber: Bartels C and Muller D, 2011).
1.7 Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
1.7.1 Non Farmakologi Lupus Eritematosus Sistemik
a. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan
suplemen makanan dan obat tradisional.
b. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan.
Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar
matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock)
setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit
pada pasien LES.
1.7.2 Farmakologi Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksaan LES harus mencakup obat, diet, aktivitas yang melibatkan
banyak ahli. Alat pemantau pengobatan pasien LES adalah evaluasi klinis dan
laboratoris yang sering untuk menyesuaikan obat dan mengenali serta menangani
aktivitas penyakit. Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan
harus dilakukan selamanya. Tujuan pengobatan LES adalah mengontrol
manifestasi penyakit, sehingga dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa
eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat
menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:
a. Antiinflamasi non-steroid: untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri
sendi).
Contoh: Ibuprofen: dosis 400 mg/4-6 jam, 600 mg/6 jam, 800 mg/8 jam
b. Antimalaria: diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang
memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.
Contoh: Hydroxichloroquine, dosis 200-400 mg, 4x/hari
c. Kortikosteroid: dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam,
dermatitis, efusi pleura. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala
nefritis, SSP, dan anemi hemolitik.
Contoh: prednisolon dosis 0,5-1 mg/kg/hari untuk kondisi berat; 0,07-0,3
mg/kg/hari untuk kondisi tidak terlalu berat.
d. Obat imunosupresan/sitostatika: imunosupresan diberikan pada SLE dengan
keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan
kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.
Contoh: Methotrexate peroral/subkutan 10-25 mg sekali seminggu
e. Obat antihipertensi: atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif
(Fauci, 2009 et al.; Ogbru O and PharmD, 2008, anonymus, 2009).
1.8 Prognosa Lupus Eritematosus Sistemik
Studi di Eropa pada 1000 orang dengan SLE, 95 % menunjukan 10 years
survival, menurun menjadi 88 % pada pasien dengan nefropati. Rata-rata pasien
SLE meninggal pada umur 44 tahun. Penyebab terbesar kematian pasien SLE
adalah renal lupus, kemudian disusul dengan vaskuler disease (Manson J and
Rahman A, 2005).
1.9 Komplikasi Lupus Eritematosus Sistemik
Infeksi oportunistik dapat berkembang, sering terjadi pada pasien yang
menerima terapi obat imunosupresan secara kronik. Komplikasi yang lebih jarang
adalah osteonekrosis, terutama pada sendi panggul dan lutut setelah penggunaan
jangka panjang kortikosteroid dengan dosis tinggi. Yang lebih umum, penyakit
premature atherosclerotik dan infark miokard merupakan komplikasi dari
inflamasi kronik (Bartels C and Muller D, 2011).
BAB IIIPENUTUP
1. Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit otoimun yang ditandai
oleh produksi antibody terhadap komponen komponen inti sel yang
berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas
2. Sampai saat ini belum jelas mekanisme terjadinya LES ini, interaksi antara
faktor lingkungan, genetik dan hormonal yang saling terkait akan menimbulkan
abnormalitas respon imun pada tubuh penderita LES
3. Diagnosis LES dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
laboratorium. American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982,
mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4
kriteria saja maka diagnosis LES sudah dapat di tegakkan
4. Tujuan pengobatan LES adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga
dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus
mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Obat
obat yang direkomendasikan adalah: Antiinflamasi non-steroid, Antimalaria,
Obat imunosupresan/sitostatika, Obat antihipertensi: atasi hipertensi pada
nefritis lupus dengan agresif
5. Studi di Eropa pada 1000 orang dengan SLE, 95 % menunjukan 10 years
survival, menurun menjadi 88 % pada pasien dengan nefropati
6. Infeksi oportunistik dapat berkembang, sering terjadi pada pasien yang
menerima terapi obat imunosupresan secara kronik
7. Pasien pada kasus ini di diagnose SLE berdasarkan criteria diagnose telah
memenuhi 5 kriteria dari sebelas criteria yaitu: malar ras, fotosensitif, arthritis,
serositis, dan tes ANA (+).
8. Terapi yang diberikan pada pasien ini antara lain: NSAID, glukokortikoid
peroral, glukokortikoid topical, dan sunscreen.
DAFTAR PUSTAKA
Bartels C and Muller D. 2011. Systemic Lupus Erythematosus. www.medicinenet.com
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Coscalzo. 2009. Systemic Lupus Erythematosus. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th
edition. www.harrisonspractice.com.
Harsono A dan Endaryanto A. 2011. Lupus Eritematosus sistemik SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.
Isbagio H et al. 2006. Lupus Eritematosus Sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, p:1224-1231
ISO Indonesia Volume 43.Penerbit PT Isfi Penerbit.
Anonymus.2009.http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/lupus-eritematosus-sistemik.pdf
Manson J, Rahman A. 2005. Systemic Lupus Erythematosus. Orphanet encyclopedia. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-SLE.pdf
Ogbru O and PharmD, 2008. Systemik Lupus Erithematosus http://medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=6909
Setyohadi B. 2003. Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Temu lmiah Rematologi,;1548.
Yuliasih. 2006. Spektrum Klinik sistemik lupus eritematosus.Temu Ilmiah
Rematologi;62-8.
top related