makalah rekling
Post on 28-Dec-2015
36 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG
Disusun Oleh:
Nama : Hana Nikma Ulya
Program Studi : S-1 Teknik Kimia
NIM : 21030113120050
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Globalisasi merupakan interaksi antarnegara yang tidak dapat dihindari di era modern
ini. Globalisasi banyak membawa dampak positif bagi negara-negara di dunia dengan
terbukanya akses masuk dan keluar bagi suatu negara, baik itu berupa barang, jasa, maupun
informasi.
Arus kemajuan teknologi yang pesat di negara-negara maju juga ikut mempengaruhi
pola konsumsi negara-negara berkembang. Negara-negara maju sebagai produsen utama dari
produk teknologi memanfaatkan negara-negara berkembang sebagai sasaran pemasarannya.
Negara berkembang memiliki jumlah penduduk yang besar dan tingkat pendidikan yang
masih cukup rendah yang menjadi potensi utama dalam pemasaran produk teknologi. Hal ini
menyebabkan masyarakat di negara berkembang memiliki sifat konsumtif yang sulit
dikendalikan.
Limbah sisa hasil konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan kenaikan tingkat
konsumsi itu sendiri. Kementerian Lingkungan hidup mencatat rata-rata penduduk Indonesia
menghasilkan sekitar 2,5 liter sampah per hari atau 625 juta liter dari jumlah total penduduk
(Tempo, 2012). Sampah sebanyak ini tentunya memiliki dampak negatif bagi masyarakat.
Sampah sebagai bahan sisa akan menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga mengganggu
masyarakat sekitar. Selain itu, sampah dapat menjadi media pertumbuhan bagi berbagai
penyebab penyakit, seperti diare dan demam berdarah. Tumpukan sampah di berbagai tempat
juga mengurangi nilai estetika dari tempat tersebut sehingga kurang layak dipandang.
Semarang sebagai salah satu ibukota provinsi di Indonesia memiliki masalah yang
sama seperti kota-kota besar lain di Indonesia. Masalah sampah tidak akan selesai jika hanya
mengandalkan ketersediaan tempat penampungan sampah, dimana tempat penampungan
sampah akan berebut tempat dengan pemukiman penduduk. Oleh karena itu, diperlukan
metode pengolahan sampah yang tepat agar permasalahan sampah tidak lagi merugikan
masyarakat.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa saja masalah yang diakibatkan oleh sampah di Kota Semarang?
2. Apa dampak dari masalah sampah yang terjadi di Kota Semarang?
3. Bagaimana solusi yang tepat untuk menangani masalah sampah di Kota Semarang?
1
Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis metode pengolahan
sampah yang tepat untuk kota Semarang. Ada pun tujuan khusus dari penulisan ini adalah:
1. Mengetahui masalah yang diakibatkan oleh sampah di Kota Semarang.
2. Mengetahui dampak dari masalah sampah di Kota Semarang.
3. Mengetahui solusi yang tepat dalam penanganan masalah sampah di Kota Semarang.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Kota
Semarang dalam mengambil kebijakan yang tepat dalam penanganan masalah sampah di
Kota Semarang.
2. Penanganan masalah sampah skala rumah tangga bagi masyarakat, khususnya bagi warga
Kota Semarang, sehingga mengurangi dampak negatif dari sampah.
3. Sebagai media perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi penulis, yaitu sebagai
sarana penyampaian gagasan serta pemikiran.
PEMBAHASAN
Pengertian Sampah
Menurut UU no 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sebagian dari sampah digolongkan sebagai
sampah spesifik, yaitu sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
Dampak Masalah Sampah di Kota Semarang
Pengelolaan sampah terkait erat dengan peningkatan jumlah penduduk suatu wilayah,
dimana peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah timbulan sampah per
harinya. Penduduk Kota Semarang yang mencapai 1,7 juta orang tentulah menjadi
penyumbang terbesar dari sampah disamping dengan keberadaan industri dan instansi di Kota
Semarang. Apabila sampah dari penduduk kota ini tidak dikelola dengan baik, tentu saja akan
membawa banyak dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri.
2
Permasalahan lain muncul yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah yaitu
masih terdapat sampah rumah tangga yang berserakan. Sampah yang berasal dari rumah
tangga merupakan konstribusi yang paling besar untuk timbulan sampah, disamping itu
sampah rumah tangga merupakan sampah yang berbahaya karena dikategorikan sebagai
sampah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Kemudian masalah sampah yang menumpuk dan
berserakan di TPS, hal ini disebabkan karena volume sampah yang melebihi daya tampung
TPS. Apabila dibiarkan sampah tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal ini
berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah yang
tidak dikelola dengan baik dan ramah lingkungan.
Jumlah penduduk yang banyak seharusnya dapat menjadi potensi dalam penanganan
sampah sebagai operator dalam penanganan sampah. Hanya diperlukan kesadaran dari tiap
pribadi untuk ikut andil dalam pengelolaan sampah.
Masalah Sampah di Kota Semarang
Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, terletak antar garis 6o50’ –
7o10’ LS dan garis 109o50’ – 110o35’ BT dengan ketinggian antara 0,75 – 348 meter di atas
pemukaan laut. Secara adminisratif Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan dan 177
Kelurahan dengan luar keseluruhan 373,70 km2. Pengelolaan persampahan Kota Semarang
secara umum merupakan tanggung jawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang dibantu
oleh Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Pasar.
Berdasarkan data sumber timbulan sampah tahun 2010 diperoleh sumber timbulan
sampah terbanyak berasal dari kegiatan rumah tangga yaitu sebesar 3150 m3. Sarana akhir
proses pengelolaan sampah di Kota Semarang berupa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Jatibarang yang terletak di Jatibarang, Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen. TPA ini
berjarak 11,5 km dari pusat kota, 2 km dari pemukimam terdekat, dan 0,5 km dari
sungai/badan air terdekat. TPA Jatibarang menggunakan sistem controlled landfill dengan
kapasitas sebesar 1.419.074,62 m3.
Sampah, terutama di kota Semarang, menjadi masalah penting disebabkan oleh faktor-
faktor berikut:
1. Volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat
pembuangan sampah akhir atau TPA.
2. Lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain.
3
3. Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya.
Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari
pembususkannya. Oleh karena itu, selalu diperlukan perluasan areal TPA baru.
4. Sampah yang sudah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari
TPA karena berbagai pertimbangan.
5. Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering kali menjadi penyebab
distorsi dengan masyarakat setempat.
6. Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan.
7. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk
sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA.
Pengelolaan sampah merupakan masalah di dunia yang sulit dicari solusinya. Masalah
pengelolaan sampah yang terjadi di Kota Semarang antara lain:
1. Pengolahan sampah di TPA Jatibarang masih menggunakan controlled landfill system
akibat terbatasnya sarana dan prasarana.
2. Belum ada pengolahan sampah yang terintegrasi antara masyarakat, swasta, dan
pemerintah.
3. Cakupan pelayanan sampah masih terbatas di 132 kelurahan, sementara di dua
kecamatan, yaitu Kecamatan Gunungpati dan Mijen, belum tersentuh pengangkutan.
4. Pengelolaan sampah belum cost recovery karena penerimaan retribusi sampah belum bisa
menutup biaya operasional sementara subsidi APBD dalam pengelolaan sampah masih
terbatas.
5. Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaksanaan Perda kebersihan berupa pemberian
sanksi bagi pelanggar dan penghargaan bagi yang patuh.
6. Komposisi sampah didominasi sampah organik dengan kandungan air tinggi.
7. Sulitnya melakukan kerjasama antardaerah dalam pengelolaan sampah yang saling
menguntungkan.
8. Terbatasnya program kampanye dan edukasi persampahan sebagai sarana penyadaran
keterlibatan aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah.
9. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam penanganan sampah yang baik dan benar.
10. Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup perkotaan dan modern.
11. Belum dikembangkan dan dilaksanakannya pengelolaan sampah yang terintegrasi dan
berkelanjutan.
4
Pengelolaan Sampah
Menurut HR. Sudradjat, sampah kota secara sederhana diartikan sebagai sampah
organik maupun anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota
tersebut.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Secara garis besar,
kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan
sampah, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Keterpaduan di sini adalah suatu
bentuk transformasi pendekatan ekosistem ke dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan.
(Undang-undang No 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah). Pengelolaan sampah
secara terpadu berarti bahwa dalam mengelola sampah harus diperhatikan segala aspek yang
terkait sebagai satu kesatuan yang terintegrasi.
Menurut Peraturan Daerah Kota Semarang no 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah, pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga terdiri atas
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan penanganan sampah dilakukan dengan cara pewadahan dan pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Pemilahan sampah dilakukan dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik
dan anorganik di setiap rumah tangga, kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya. Pengumpulan
dilakukan sejak dari pemindahan sampah dari tempat sampah rumah tangga di TPS, TPST
dan/atau TPA dengan tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai jenis sampah. Pengangkutan
dilaksanakan dengan cara:
a. sampah rumah tangga ke TPS dan/atau TPST menjadi tanggung jawab lembaga pengelola
sampah yang dibentuk oleh RT/RW atau Kelurahan;
b. sampah dari TPS, TPST ke TPA menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah;
c. sampah kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, dari
sumber sampah sampai ke TPS, TPST dan/atau TPA menjadi tanggung jawab pengelola
kawasan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah; dan
d. sampah dari fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dari sumber sampah
dan/atau dari TPS, TPST sampai ke TPA, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
5
Pengolahan sebagaimana dilakukan dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah yang dilaksanakan di TPS, TPST dan di TPA. Pengolahan sampah
memanfaatkan kemajuan teknologi yang ramah lingkungan. Pemrosesan akhir sampah
dilakukan dengan pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan ke media
lingkungan secara aman.
Di luar negeri, terutama pada negara-negara di Eropa, pengelolaan sampah dimulai
dari skala rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong
sampah terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang serta warnanya dibedakan menurut jenis
sampahnya. Sampah organik diambil oleh truk yang kemudian akan dilakukan pencacahan
dan pencampuran dengan mikroba perombak bahan organik. Sedangkan sampah anorganik
dituangkan ke dalam tempat penampungan. Besi dipisahkan dengan menggunakan magnetic
separator, sedangkan material ringan dipisahkan dengan menggunakan teknik
sentrifugal/tromol berputar. Selanjutnya sampah diangkut ke ruang pengolahan (komposting).
Material anorganik yang masih bisa didaur ulang dipisahkan, sedangkan yang tidak bisa
didaur ulang dibakar menggunakan incinerator.
Solusi Penanganan Sampah di Kota Semarang
Upaya pemerintah dalam meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah
secara terpadu di Kampung Menoreh dilakukan dalam bentuk program 3R (reuse, reduce dan
recycle). Program 3R merupakan jembatan untuk mewujudkan pengelolaan sampah secara
terpadu karena selama ini pengelolaan sampah dilakukan secara konvensional yaitu
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Pengelolaan sampah yang
selama ini dilakukan belum sampai pada tahap pengurangan dan pengolahan sampah sehingga
timbulan sampah yang dihasilkan belum dapat dikurangi. Dengan program 3R pengelolaan
sampah yang dilakukan lebih difokuskan pada tahap pengurangan dan pengolahan sampah,
sehingga pengelolaan sampah secara terpadu dapat diwujudkan.
Program 3R merupakan suatu metode pengelolaan sampah, dimana penangannya
dilakukan dengan pendekatan reduce, reuse dan recycle. Reduce yaitu segala aktifitas yang
mampu mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah, reuse yaitu kegiatan
penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain,
sedangkan recycle yaitu kegiatan mengolah sampah untuk dijadikan produk baru. Program 3R
merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan persampahan perkotaan
karena dapat mengurangi timbulan sampah langsung dari sumbernya dan ramah terhadap
6
lingkungan. Kegiatan ini juga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, misalnya dengan
mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos (composting), sampah anorganik seperti
plastik menjadi tas. Murtadho dan Gumbira (1988), sampah organik meliputi limbah padat
semi basah berupa bahanbahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian.
Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena
memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat
yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang
panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain.
Sesuai dengan Peraturan Daerah no 6 tahun 2012 pasal 28, pengolahan sampah
memanfaatkan kemajuan teknologi yang ramah lingkungan. Para pemerhati lingkungan di
dunia sudah mulai mencoba mencari alternatif untuk mengurangi volume sampah. Beberapa
teknologi yang telah ditemukan dalam upaya pengolahan sampah adalah incinerator dan
komposting.
1. Incinerator
Salah satu solusi dalam penanganan sampah berupa pembakaran adalah
menggunakan alat atau instalasi pembakar sampah (incinerator). Penggunaan alat
pembakar sampah (incinerator) selain dapat mengurangi dampak negatif proses
pembakaran (asap,asap, bau, radiasi panas), juga akan membuka kemnungkinan upaya
pemanfaatan energi panas hasil pembakaran sampah tersebut. Suhu yang dihasilkan pada
proses pembakaran dalam incinerator dapat mencapai 815-1095oC, berpotensi
dimanfaatkan untuk sterilisasi alat-alat kesehatan di rumah sakit, air hangat untuk mandi
atau kebutuhan lainya, serta proses pengeringan atau pemanasan bahan. Incinerator yang
telah beredar di masyarakat masih dalam kapasitas yang besar sehingga masih
memerlukan tempat penampungan yang besar sehingga masih cukup mengganggu
masyarakat sekitar. Karena hal tersebut menyebabkan masyarakat membakar sampah
secara bebas yang menyebabkan gangguan di masyarakat. Sehingga diharapkan dengan
adanya incinerator dengan kapasitas yang kecil permasalahan tersebut dapat teratasi.
Incinerator adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah baik
dalam bentuk padatan, cairan atau gas. Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk sampah
menjadi ukuran yang lebih kecil. Perubahan ukuran tersebut dapat mencapai 50-90% dari
volume sebelumnya. Selain itu alat pembakar sampah di beberapa negara juga dijadikan
sebagai pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi yang berasal dari pembakaran
sampah tersebut dikonversikan menjadi energi listrik.
7
Alat pembakar sampah (incinerator) terdiri dari 2 tipe berdasarkan metode
pembakarannya yaitu, tipe kontinyu dan tipe batch. Pada alat pembakar sampah tipe
kontiyu sampah diamsukkan terus menerus dan bergerak secara kontinyu dengan
melewati proses pembakaran dan pembuangan sisa pembakaran. Sedangkan pada tipe
batch, sampah dimasukkan hingga mencapai kapasitas dari alat pembakar tersebut dan
akan mengalami proses pembakaran hingga didapat sisa pembakaran dalam satu waktu.
2. Komposting
Kompos merupakan campuran pupuk dari bahan organik yang berasal dari
tanaman (jerami, batang jagung, kacang tanah, kedelai, sayuran, buah, sampah kota, dan
kelapa sawit) atau hewan atau keduanya yang telah melapuk sebagian dan dapat berisi
senyawa-senyawa lain, seperti abu dan kapur.
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena rasio
C/N bahan organik segar masih tinggi (jerami 50-70, dedaunan 50-60, kayukayuan
8
>400). Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerob (dengan oksigen) dan anaerob
(tanpa oksigen). Pada tahap awal dekomposisi berlangsung intensif, dihasilkan suhu
tinggi (65-70o C) dalam waktu pendek. Waktu pengomposan bervariasi tergantung bahan
dasar. Pengomposan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas
biologi mikroba dan mesofauna. Mikroorganisme pengurai membutuhkan hara N, P, dan
K untuk aktivitas metabolisme sel mikroba dekomposer. Proses dekomposisi
menghasilkan panas yang dapat mematikan benih gulma dan telur hama penyakit. Proses
pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan bioaktivator perombak bahan
organik, seperti Trichoderma sp.
Terdapat beberapa macam metode pembuatan kompos :
a. Metode Indore: Pengomposan dilakukan di dalam lubang, yang dibuat dekat
kandang ternak. Lubang berukuran kedalaman 1 m, lebar 1,5-2 m, panjang lubang
tergantung dari ketersediaan bahan. Bahan dasar yang digunakan adalah campuran
sisa/residu tanaman, kotoran ternak, urine ternak, abu bakaran kayu, dan air. Bahan
yang keras tidak boleh melebihi 10%. Semua bahan yang tersedia disusun menurut
lapisan-lapisan dengan ketebalan masing-masing 15 cm, dengan total ketebalan 1,0-
1,5 m. Setiap lapisan disiram urine ternak secara merata, kelembaban tumpukan
dijaga sekitar 90%. Pembalikan dilakukan 3 kali, yaitu pada 15, 30 dan 60 hari
setelah kompos mulai dibuat.
b. Metode Heap. Pengomposan dilakukan di permukaan tanah. Petak timbunan dibuat
berukuran lebar 2 m, panjang 2 m dan tinggi timbunan 1,5 m. Lapisan dasar pertama
adalah bahan yang kaya karbon setebal 15 cm (dedaunan, jerami, serbuk gergaji, dan
batang jagung), lapisan berikutnya adalah bahan yang kaya nitrogen setebal 10-15
cm (residu sisa tanaman, rumput segar, kotoran ternak, dan sampah organik).
Timbunan disusun hingga ketinggian 1,5 m. Kelembaban dijaga dengan
menambahkan air secukupnya. Pembalikan dilakukan setelah 6 dan 12 minggu
setelah proses pengomposan berlangsung.
c. Metode Berkeley. Bahan dasar yang digunakan adalah: dua bagian bahan organik
kaya selulosa dan satu bagian bahan organik kaya nitrogen dengan nilai rasio C/N
30:1. Bahan disusun berlapis-lapis hingga ketebalan berukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 m.
Setelah 2-3 hari proses pengomposan berjalan terbentuk suhu tinggi, secara berkala
9
kompos harus dibalik. Setelah hari ke-10, suhu mulai menurun dan bahan berubah
menjadi remah dan berwarna coklat gelap. Pengomposan selesai setelah 2 minggu.
d. Vermikompos. Memanfaatkan cacing sebagai perombak bahan organik. Kotoran
cacing yang disebut kascing kaya N, P, K, Ca, dan Mg yang tersedia bagi tanaman,
mengandung vitamin, enzim, dan mikroorganisme. Vermikompos dibuat dengan
menggunakan kotak dari papan kayu atau kotak plastik yang sudah tidak terpakai
atau dengan skala besar. Tiga tahap pembuatan vermikompos, (1) pengadaan bahan
organik, (2) perbanyakan cacing tanah, dan (3) proses pengomposan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kota Semarang memiliki berbagai permasalahan sampah terutama dalam proses
pengelolaannya yang dipengaruhi berbagai faktor.
2. Pengelolaan sampah yang buruk di Kota Semarang mengakibatkan berbagai dampak
negatif bagi lingkungan.
3. Terdapat berbagai alternatif solusi penanganan sampah untuk dapat diterapkan di Kota
Semarang.
Saran
Penggunaan sistem controlled landfill di TPA Kota Semarang sebaiknya segera diganti atau
dibarengi dengan alternatif pengolahan sampah seperti incinerasi atau komposting agar
volume sampah dapat segera tereduksi dan tidak menambah tingkat pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, Dyah, Sri Budiastuti, M Masykuri. “Analisis Komposisi, Jumlah dan
Pengembangan Strategi Pengelolaan Sampah di Wilayah Pemerintah Kota
Semarang Berbasis Analisis SWOT”. Jurnal EKOSAINS Vol. IV no 2 Juni 2012
Peraturan Daerah Kota Semarang No 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Pradipta, Adia Nuraga Galih. 2011. “Desain dan Uji Kinerja Alat Pembakar Sampah
(Incinerator) Tipe Batch untuk Perkotaan Dilengkapi dengan Pemanas Air”. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Simanungkalit, RDM, dkk. 2009. “Teknik Pembuatan Kompos”. Departemen Pertanian:
Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
10
top related