makalah rekling

18
ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG Disusun Oleh: Nama : Hana Nikma Ulya Program Studi : S-1 Teknik Kimia NIM : 21030113120050 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014

Upload: hana-nixma

Post on 28-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sampah di kota semarang

TRANSCRIPT

Page 1: makalah rekling

ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG

Disusun Oleh:

Nama : Hana Nikma Ulya

Program Studi : S-1 Teknik Kimia

NIM : 21030113120050

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

Page 2: makalah rekling

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Globalisasi merupakan interaksi antarnegara yang tidak dapat dihindari di era modern

ini. Globalisasi banyak membawa dampak positif bagi negara-negara di dunia dengan

terbukanya akses masuk dan keluar bagi suatu negara, baik itu berupa barang, jasa, maupun

informasi.

Arus kemajuan teknologi yang pesat di negara-negara maju juga ikut mempengaruhi

pola konsumsi negara-negara berkembang. Negara-negara maju sebagai produsen utama dari

produk teknologi memanfaatkan negara-negara berkembang sebagai sasaran pemasarannya.

Negara berkembang memiliki jumlah penduduk yang besar dan tingkat pendidikan yang

masih cukup rendah yang menjadi potensi utama dalam pemasaran produk teknologi. Hal ini

menyebabkan masyarakat di negara berkembang memiliki sifat konsumtif yang sulit

dikendalikan.

Limbah sisa hasil konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan kenaikan tingkat

konsumsi itu sendiri. Kementerian Lingkungan hidup mencatat rata-rata penduduk Indonesia

menghasilkan sekitar 2,5 liter sampah per hari atau 625 juta liter dari jumlah total penduduk

(Tempo, 2012). Sampah sebanyak ini tentunya memiliki dampak negatif bagi masyarakat.

Sampah sebagai bahan sisa akan menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga mengganggu

masyarakat sekitar. Selain itu, sampah dapat menjadi media pertumbuhan bagi berbagai

penyebab penyakit, seperti diare dan demam berdarah. Tumpukan sampah di berbagai tempat

juga mengurangi nilai estetika dari tempat tersebut sehingga kurang layak dipandang.

Semarang sebagai salah satu ibukota provinsi di Indonesia memiliki masalah yang

sama seperti kota-kota besar lain di Indonesia. Masalah sampah tidak akan selesai jika hanya

mengandalkan ketersediaan tempat penampungan sampah, dimana tempat penampungan

sampah akan berebut tempat dengan pemukiman penduduk. Oleh karena itu, diperlukan

metode pengolahan sampah yang tepat agar permasalahan sampah tidak lagi merugikan

masyarakat.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa saja masalah yang diakibatkan oleh sampah di Kota Semarang?

2. Apa dampak dari masalah sampah yang terjadi di Kota Semarang?

3. Bagaimana solusi yang tepat untuk menangani masalah sampah di Kota Semarang?

1

Page 3: makalah rekling

Tujuan

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis metode pengolahan

sampah yang tepat untuk kota Semarang. Ada pun tujuan khusus dari penulisan ini adalah:

1. Mengetahui masalah yang diakibatkan oleh sampah di Kota Semarang.

2. Mengetahui dampak dari masalah sampah di Kota Semarang.

3. Mengetahui solusi yang tepat dalam penanganan masalah sampah di Kota Semarang.

Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Kota

Semarang dalam mengambil kebijakan yang tepat dalam penanganan masalah sampah di

Kota Semarang.

2. Penanganan masalah sampah skala rumah tangga bagi masyarakat, khususnya bagi warga

Kota Semarang, sehingga mengurangi dampak negatif dari sampah.

3. Sebagai media perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi penulis, yaitu sebagai

sarana penyampaian gagasan serta pemikiran.

PEMBAHASAN

Pengertian Sampah

Menurut UU no 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia

dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sebagian dari sampah digolongkan sebagai

sampah spesifik, yaitu sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya

memerlukan pengelolaan khusus.

Dampak Masalah Sampah di Kota Semarang

Pengelolaan sampah terkait erat dengan peningkatan jumlah penduduk suatu wilayah,

dimana peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah timbulan sampah per

harinya. Penduduk Kota Semarang yang mencapai 1,7 juta orang tentulah menjadi

penyumbang terbesar dari sampah disamping dengan keberadaan industri dan instansi di Kota

Semarang. Apabila sampah dari penduduk kota ini tidak dikelola dengan baik, tentu saja akan

membawa banyak dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri.

2

Page 4: makalah rekling

Permasalahan lain muncul yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah yaitu

masih terdapat sampah rumah tangga yang berserakan. Sampah yang berasal dari rumah

tangga merupakan konstribusi yang paling besar untuk timbulan sampah, disamping itu

sampah rumah tangga merupakan sampah yang berbahaya karena dikategorikan sebagai

sampah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Kemudian masalah sampah yang menumpuk dan

berserakan di TPS, hal ini disebabkan karena volume sampah yang melebihi daya tampung

TPS. Apabila dibiarkan sampah tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal ini

berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah yang

tidak dikelola dengan baik dan ramah lingkungan.

Jumlah penduduk yang banyak seharusnya dapat menjadi potensi dalam penanganan

sampah sebagai operator dalam penanganan sampah. Hanya diperlukan kesadaran dari tiap

pribadi untuk ikut andil dalam pengelolaan sampah.

Masalah Sampah di Kota Semarang

Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, terletak antar garis 6o50’ –

7o10’ LS dan garis 109o50’ – 110o35’ BT dengan ketinggian antara 0,75 – 348 meter di atas

pemukaan laut. Secara adminisratif Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan dan 177

Kelurahan dengan luar keseluruhan 373,70 km2. Pengelolaan persampahan Kota Semarang

secara umum merupakan tanggung jawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang dibantu

oleh Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Pasar.

Berdasarkan data sumber timbulan sampah tahun 2010 diperoleh sumber timbulan

sampah terbanyak berasal dari kegiatan rumah tangga yaitu sebesar 3150 m3. Sarana akhir

proses pengelolaan sampah di Kota Semarang berupa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Jatibarang yang terletak di Jatibarang, Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen. TPA ini

berjarak 11,5 km dari pusat kota, 2 km dari pemukimam terdekat, dan 0,5 km dari

sungai/badan air terdekat. TPA Jatibarang menggunakan sistem controlled landfill dengan

kapasitas sebesar 1.419.074,62 m3.

Sampah, terutama di kota Semarang, menjadi masalah penting disebabkan oleh faktor-

faktor berikut:

1. Volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat

pembuangan sampah akhir atau TPA.

2. Lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain.

3

Page 5: makalah rekling

3. Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya.

Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari

pembususkannya. Oleh karena itu, selalu diperlukan perluasan areal TPA baru.

4. Sampah yang sudah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari

TPA karena berbagai pertimbangan.

5. Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering kali menjadi penyebab

distorsi dengan masyarakat setempat.

6. Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan.

7. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk

sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA.

Pengelolaan sampah merupakan masalah di dunia yang sulit dicari solusinya. Masalah

pengelolaan sampah yang terjadi di Kota Semarang antara lain:

1. Pengolahan sampah di TPA Jatibarang masih menggunakan controlled landfill system

akibat terbatasnya sarana dan prasarana.

2. Belum ada pengolahan sampah yang terintegrasi antara masyarakat, swasta, dan

pemerintah.

3. Cakupan pelayanan sampah masih terbatas di 132 kelurahan, sementara di dua

kecamatan, yaitu Kecamatan Gunungpati dan Mijen, belum tersentuh pengangkutan.

4. Pengelolaan sampah belum cost recovery karena penerimaan retribusi sampah belum bisa

menutup biaya operasional sementara subsidi APBD dalam pengelolaan sampah masih

terbatas.

5. Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaksanaan Perda kebersihan berupa pemberian

sanksi bagi pelanggar dan penghargaan bagi yang patuh.

6. Komposisi sampah didominasi sampah organik dengan kandungan air tinggi.

7. Sulitnya melakukan kerjasama antardaerah dalam pengelolaan sampah yang saling

menguntungkan.

8. Terbatasnya program kampanye dan edukasi persampahan sebagai sarana penyadaran

keterlibatan aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah.

9. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam penanganan sampah yang baik dan benar.

10. Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup perkotaan dan modern.

11. Belum dikembangkan dan dilaksanakannya pengelolaan sampah yang terintegrasi dan

berkelanjutan.

4

Page 6: makalah rekling

Pengelolaan Sampah

Menurut HR. Sudradjat, sampah kota secara sederhana diartikan sebagai sampah

organik maupun anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota

tersebut.

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Secara garis besar,

kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan

sampah, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Keterpaduan di sini adalah suatu

bentuk transformasi pendekatan ekosistem ke dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan.

(Undang-undang No 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah). Pengelolaan sampah

secara terpadu berarti bahwa dalam mengelola sampah harus diperhatikan segala aspek yang

terkait sebagai satu kesatuan yang terintegrasi.

Menurut Peraturan Daerah Kota Semarang no 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan

Sampah, pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga terdiri atas

pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan

pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali

sampah. Sedangkan penanganan sampah dilakukan dengan cara pewadahan dan pemilahan,

pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

Pemilahan sampah dilakukan dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik

dan anorganik di setiap rumah tangga, kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan

industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya. Pengumpulan

dilakukan sejak dari pemindahan sampah dari tempat sampah rumah tangga di TPS, TPST

dan/atau TPA dengan tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai jenis sampah. Pengangkutan

dilaksanakan dengan cara:

a. sampah rumah tangga ke TPS dan/atau TPST menjadi tanggung jawab lembaga pengelola

sampah yang dibentuk oleh RT/RW atau Kelurahan;

b. sampah dari TPS, TPST ke TPA menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah;

c. sampah kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, dari

sumber sampah sampai ke TPS, TPST dan/atau TPA menjadi tanggung jawab pengelola

kawasan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah; dan

d. sampah dari fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dari sumber sampah

dan/atau dari TPS, TPST sampai ke TPA, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

5

Page 7: makalah rekling

Pengolahan sebagaimana dilakukan dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan

jumlah sampah yang dilaksanakan di TPS, TPST dan di TPA. Pengolahan sampah

memanfaatkan kemajuan teknologi yang ramah lingkungan. Pemrosesan akhir sampah

dilakukan dengan pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan ke media

lingkungan secara aman.

Di luar negeri, terutama pada negara-negara di Eropa, pengelolaan sampah dimulai

dari skala rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong

sampah terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang serta warnanya dibedakan menurut jenis

sampahnya. Sampah organik diambil oleh truk yang kemudian akan dilakukan pencacahan

dan pencampuran dengan mikroba perombak bahan organik. Sedangkan sampah anorganik

dituangkan ke dalam tempat penampungan. Besi dipisahkan dengan menggunakan magnetic

separator, sedangkan material ringan dipisahkan dengan menggunakan teknik

sentrifugal/tromol berputar. Selanjutnya sampah diangkut ke ruang pengolahan (komposting).

Material anorganik yang masih bisa didaur ulang dipisahkan, sedangkan yang tidak bisa

didaur ulang dibakar menggunakan incinerator.

Solusi Penanganan Sampah di Kota Semarang

Upaya pemerintah dalam meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah

secara terpadu di Kampung Menoreh dilakukan dalam bentuk program 3R (reuse, reduce dan

recycle). Program 3R merupakan jembatan untuk mewujudkan pengelolaan sampah secara

terpadu karena selama ini pengelolaan sampah dilakukan secara konvensional yaitu

pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Pengelolaan sampah yang

selama ini dilakukan belum sampai pada tahap pengurangan dan pengolahan sampah sehingga

timbulan sampah yang dihasilkan belum dapat dikurangi. Dengan program 3R pengelolaan

sampah yang dilakukan lebih difokuskan pada tahap pengurangan dan pengolahan sampah,

sehingga pengelolaan sampah secara terpadu dapat diwujudkan.

Program 3R merupakan suatu metode pengelolaan sampah, dimana penangannya

dilakukan dengan pendekatan reduce, reuse dan recycle. Reduce yaitu segala aktifitas yang

mampu mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah, reuse yaitu kegiatan

penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain,

sedangkan recycle yaitu kegiatan mengolah sampah untuk dijadikan produk baru. Program 3R

merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan persampahan perkotaan

karena dapat mengurangi timbulan sampah langsung dari sumbernya dan ramah terhadap

6

Page 8: makalah rekling

lingkungan. Kegiatan ini juga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, misalnya dengan

mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos (composting), sampah anorganik seperti

plastik menjadi tas. Murtadho dan Gumbira (1988), sampah organik meliputi limbah padat

semi basah berupa bahanbahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian.

Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena

memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat

yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang

panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain.

Sesuai dengan Peraturan Daerah no 6 tahun 2012 pasal 28, pengolahan sampah

memanfaatkan kemajuan teknologi yang ramah lingkungan. Para pemerhati lingkungan di

dunia sudah mulai mencoba mencari alternatif untuk mengurangi volume sampah. Beberapa

teknologi yang telah ditemukan dalam upaya pengolahan sampah adalah incinerator dan

komposting.

1. Incinerator

Salah satu solusi dalam penanganan sampah berupa pembakaran adalah

menggunakan alat atau instalasi pembakar sampah (incinerator). Penggunaan alat

pembakar sampah (incinerator) selain dapat mengurangi dampak negatif proses

pembakaran (asap,asap, bau, radiasi panas), juga akan membuka kemnungkinan upaya

pemanfaatan energi panas hasil pembakaran sampah tersebut. Suhu yang dihasilkan pada

proses pembakaran dalam incinerator dapat mencapai 815-1095oC, berpotensi

dimanfaatkan untuk sterilisasi alat-alat kesehatan di rumah sakit, air hangat untuk mandi

atau kebutuhan lainya, serta proses pengeringan atau pemanasan bahan. Incinerator yang

telah beredar di masyarakat masih dalam kapasitas yang besar sehingga masih

memerlukan tempat penampungan yang besar sehingga masih cukup mengganggu

masyarakat sekitar. Karena hal tersebut menyebabkan masyarakat membakar sampah

secara bebas yang menyebabkan gangguan di masyarakat. Sehingga diharapkan dengan

adanya incinerator dengan kapasitas yang kecil permasalahan tersebut dapat teratasi.

Incinerator adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah baik

dalam bentuk padatan, cairan atau gas. Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk sampah

menjadi ukuran yang lebih kecil. Perubahan ukuran tersebut dapat mencapai 50-90% dari

volume sebelumnya. Selain itu alat pembakar sampah di beberapa negara juga dijadikan

sebagai pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi yang berasal dari pembakaran

sampah tersebut dikonversikan menjadi energi listrik.

7

Page 9: makalah rekling

Alat pembakar sampah (incinerator) terdiri dari 2 tipe berdasarkan metode

pembakarannya yaitu, tipe kontinyu dan tipe batch. Pada alat pembakar sampah tipe

kontiyu sampah diamsukkan terus menerus dan bergerak secara kontinyu dengan

melewati proses pembakaran dan pembuangan sisa pembakaran. Sedangkan pada tipe

batch, sampah dimasukkan hingga mencapai kapasitas dari alat pembakar tersebut dan

akan mengalami proses pembakaran hingga didapat sisa pembakaran dalam satu waktu.

2. Komposting

Kompos merupakan campuran pupuk dari bahan organik yang berasal dari

tanaman (jerami, batang jagung, kacang tanah, kedelai, sayuran, buah, sampah kota, dan

kelapa sawit) atau hewan atau keduanya yang telah melapuk sebagian dan dapat berisi

senyawa-senyawa lain, seperti abu dan kapur.

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena rasio

C/N bahan organik segar masih tinggi (jerami 50-70, dedaunan 50-60, kayukayuan

8

Page 10: makalah rekling

>400). Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik

sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerob (dengan oksigen) dan anaerob

(tanpa oksigen). Pada tahap awal dekomposisi berlangsung intensif, dihasilkan suhu

tinggi (65-70o C) dalam waktu pendek. Waktu pengomposan bervariasi tergantung bahan

dasar. Pengomposan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas

biologi mikroba dan mesofauna. Mikroorganisme pengurai membutuhkan hara N, P, dan

K untuk aktivitas metabolisme sel mikroba dekomposer. Proses dekomposisi

menghasilkan panas yang dapat mematikan benih gulma dan telur hama penyakit. Proses

pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan bioaktivator perombak bahan

organik, seperti Trichoderma sp.

Terdapat beberapa macam metode pembuatan kompos :

a. Metode Indore: Pengomposan dilakukan di dalam lubang, yang dibuat dekat

kandang ternak. Lubang berukuran kedalaman 1 m, lebar 1,5-2 m, panjang lubang

tergantung dari ketersediaan bahan. Bahan dasar yang digunakan adalah campuran

sisa/residu tanaman, kotoran ternak, urine ternak, abu bakaran kayu, dan air. Bahan

yang keras tidak boleh melebihi 10%. Semua bahan yang tersedia disusun menurut

lapisan-lapisan dengan ketebalan masing-masing 15 cm, dengan total ketebalan 1,0-

1,5 m. Setiap lapisan disiram urine ternak secara merata, kelembaban tumpukan

dijaga sekitar 90%. Pembalikan dilakukan 3 kali, yaitu pada 15, 30 dan 60 hari

setelah kompos mulai dibuat.

b. Metode Heap. Pengomposan dilakukan di permukaan tanah. Petak timbunan dibuat

berukuran lebar 2 m, panjang 2 m dan tinggi timbunan 1,5 m. Lapisan dasar pertama

adalah bahan yang kaya karbon setebal 15 cm (dedaunan, jerami, serbuk gergaji, dan

batang jagung), lapisan berikutnya adalah bahan yang kaya nitrogen setebal 10-15

cm (residu sisa tanaman, rumput segar, kotoran ternak, dan sampah organik).

Timbunan disusun hingga ketinggian 1,5 m. Kelembaban dijaga dengan

menambahkan air secukupnya. Pembalikan dilakukan setelah 6 dan 12 minggu

setelah proses pengomposan berlangsung.

c. Metode Berkeley. Bahan dasar yang digunakan adalah: dua bagian bahan organik

kaya selulosa dan satu bagian bahan organik kaya nitrogen dengan nilai rasio C/N

30:1. Bahan disusun berlapis-lapis hingga ketebalan berukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 m.

Setelah 2-3 hari proses pengomposan berjalan terbentuk suhu tinggi, secara berkala

9

Page 11: makalah rekling

kompos harus dibalik. Setelah hari ke-10, suhu mulai menurun dan bahan berubah

menjadi remah dan berwarna coklat gelap. Pengomposan selesai setelah 2 minggu.

d. Vermikompos. Memanfaatkan cacing sebagai perombak bahan organik. Kotoran

cacing yang disebut kascing kaya N, P, K, Ca, dan Mg yang tersedia bagi tanaman,

mengandung vitamin, enzim, dan mikroorganisme. Vermikompos dibuat dengan

menggunakan kotak dari papan kayu atau kotak plastik yang sudah tidak terpakai

atau dengan skala besar. Tiga tahap pembuatan vermikompos, (1) pengadaan bahan

organik, (2) perbanyakan cacing tanah, dan (3) proses pengomposan.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Kota Semarang memiliki berbagai permasalahan sampah terutama dalam proses

pengelolaannya yang dipengaruhi berbagai faktor.

2. Pengelolaan sampah yang buruk di Kota Semarang mengakibatkan berbagai dampak

negatif bagi lingkungan.

3. Terdapat berbagai alternatif solusi penanganan sampah untuk dapat diterapkan di Kota

Semarang.

Saran

Penggunaan sistem controlled landfill di TPA Kota Semarang sebaiknya segera diganti atau

dibarengi dengan alternatif pengolahan sampah seperti incinerasi atau komposting agar

volume sampah dapat segera tereduksi dan tidak menambah tingkat pencemaran lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, Dyah, Sri Budiastuti, M Masykuri. “Analisis Komposisi, Jumlah dan

Pengembangan Strategi Pengelolaan Sampah di Wilayah Pemerintah Kota

Semarang Berbasis Analisis SWOT”. Jurnal EKOSAINS Vol. IV no 2 Juni 2012

Peraturan Daerah Kota Semarang No 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah

Pradipta, Adia Nuraga Galih. 2011. “Desain dan Uji Kinerja Alat Pembakar Sampah

(Incinerator) Tipe Batch untuk Perkotaan Dilengkapi dengan Pemanas Air”. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Simanungkalit, RDM, dkk. 2009. “Teknik Pembuatan Kompos”. Departemen Pertanian:

Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

10