makalah material teknik bello
Post on 24-Jan-2016
468 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH
MATERIAL TEKNIK PENGUJIAN MATERIAL
Disusun oleh:
Bello Sofiono/03051281320020
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
Indralaya
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia –Nya
makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Material Teknik yang sedang kami pelajari juga karena kami menyadari bahwa pengetahuan
tentang logam sangat diperlukan oleh setiap orang yang memilih profesi di bidang keteknikan,
khususnya teknik mesin.
Kebutuhan tersebut perlu ditunjang dengan buku-buku yang relevan. Maka dari itu dalam
makalah ini kami mencoba mengangkat salah satu tema tentang Pengujian Logam.
Kami menyadari bahwa apa yang tersusun dalam makalah ini jauh dari apa yang
diharapkan secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan, kemampuan, pengetahuan,
dan pengalaman yang kami miliki. Maka dari itu, kritik, saran, bimbingan, dan petunjuk –
petunjuk dari semua pihak sangat kami harapkan guna kelengkapan dan penyempurnaan
makalah ini.
Penyusunan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, kami harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya
mahasiswa jurusan teknik mesin dan bagi perkembangan ilmu teknologi informasi.
Indralaya, April 2014
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................1
Daftar Isi......................................................................................................................2
BAB I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................4
BAB II: Pembahasan Masalah
2.1 Pengujian logam logam.........................................................................................5
BAB III: Penutup
3.1Kesimpulan.............................................................................................................27
3.2 Daftar Pustaka...................................................................................................................27
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia industri, terutama yang berhubungan dengan penelitian bahan dan
penggunaannya, maka dalam proses produksinya banyak hal atau criteria yang harus dipenuhi agar
material tersebut dapat digunakan dalam dunia industri. Untuk penggunaan sebagai bahan, sifat-sifat
khas dari material logam harus diketahui sebab logam tersebut akan digunakan untuk berbagai macam
keperluan dan keadaan. Sifat logam tersebut meliputi sifat mekanik, sifat thermal, sifat kimia,
kemampukerasan, kemampuan dimensi, dan lain sebagainya. Adapun dalam percobaan ini yang akan
diuji adalah sifat mekanik dari logam terutama sifat ketangguhannya. Dengan mengetahui tingkat
ketangguhan logam, maka tentunya kita dapat memperkirakan kemampuannya dalam menerima energi
tumbukan yang diberikan secara tiba-tiba sehingga dapat mematahkan suatu material.Untuk itulah
dilakukan pengujian impact pada material yang nantinya akan digunakan dalam konstruksi mesin.
Pengujian ini amat penting dalam menentukan ketahanan suatu material terhadap perpatahan,
berdasarkan energi yang diberiakan oleh tumbukan/pembebanan secara tiba-tiba pada suatu material.
Dahulu, untuk membuat rangka suatu jembatan, orang-orang hanya menggunakan material yang telah
tersedia. Umumnya mereka menggunakan material yang kuat dang etas sehingga mereka berpikiran
bahwa material yang paling baik digunakan untuk pembuatan rangka jembatan (yang mampu menahan
beban kejut dengan baik) adalah material yang kuat dang etas. Akan tetapi masih sering terjadi hal-al
yang buruk seperti jembatan yang roboh atau jembatan yang secara tiba-tiba bias patah. Oleh karena itu
untuk mengurangi dan menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk maka sebelum menentukan
material yang akan digunakan perlu diadakan suatu pengujian awal untuk mengetahui ketangguhan
material yang akan digunakan dalam menahan beban kejut sehingga diadakan pengujian impact test.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam makalah ini mengacu pada pengertian logam non ferro umum.
3
1. Apakah yang dimaksud dengan pengujian?
2. Apa saja jenis-jenis pengujian logam?
3. Bagaimana cara menguji logam?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengidentifikasi apa yang di
maksud pengujian logam. Dapat mengetahui macam-macam pengujian logam. Untuk
mengetahui jenis-jenis pengujian logam. Serta untuk mengetahui cara pengujian logam.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi pada pengujian logam.
2. Mengetahui pengaruh bentuk takikan terhadap laju perpatahan.
3. Mengetahui Jenis-jenis pengujian.
4
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Definisi creep adalah aliran plastis yang dialami material pada tegangan tetap. Meskipun
sebagian besar pengujian dilakukan dengan kondisi beban tetap, tersedia peralatan yang mampu
mengurangi pembebanan selama pengujian sebagai kompensasi terhadap pengurangan
penampang benda uji. Pada temperatur relatif tinggi, creep terhadi pada semua level tegangan,
tetapi pada temperatur tertentu laju creep bertambah dengan meningkatnya tegangan.
Pengukuran dimensi memerlukan kehati-hatian, karena dengan peningkatan temperatur
beberapa per sepuluh derajat sudah terjadi penggandaan laju creep. Kurva a pada Gambar
1 menampilkan karakteristik kurva creep dan setelah regangan seketika akibat
pembebanan tiba-tiba, proses creep dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu creep primer
atau creep transien, creep sekunder atau creep keadaan-stasioner dan creep tersier atau
creep dipercepat.
KURVA MULUR
Untuk menentukan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka pada benda tarik
dikenakan beban tetap sedang suhu benda uji dijaga tetap, regangan (perpanjangan) yang terjadi
ditentukan sebagai fungsi waktu. Waktu yang diperlukan dapat berbulan-bulan, bahkan
beberapa pengujian memerlukan waktu lebih dari 10 tahun.
Kurva A pada Gambar 2 merupakan bentuk kurva mulur ideal. Kemiringan pada kurva
(de/dt atau e) tersebut dinyatakan sebagai laju mulur. Mula-mula benda uji mengalami
perpanjangan sangat cepat, e0, kemudian laju mulur akan turun terhadap waktu hingga mencapai
keadaan hampir seimbang, dimana laju mulurnya mengalami perubahan yang kecil terhadap
waktu.
Dalam melakukan uji mulur rekayasa, biasanya beban uji dipertahankan konstan. Jadi
sejalan dengan memanjangnya benda uji serta mengecilnya luas penampang lintang, maka
tegangan sesumbu (uniaxial) bertambah besar.
Andrade menyatakan bahwa kurva mulur tegangan tetap merupakan superposisi dua buah
proses mulur yang berbeda yang terjadi setelah regangan mendadak yang dihasilkan oleh beban
5
yang dikenakan. Komponen pertama kurva mulur adalah kurva transien, dimana laju mulurnya
turun terhadap waktu. Komponen yang kedua adalah mulur viskos dengan laju mulur tetap.
Andrade mengajukan suatu persamaan empiris untuk menyatakan kurva mulur:
e = e0 (1 + bt1/3) e(kt)
dimana e adalah regangan selama waktu t dan b serta k merupakan konstanta. Mulur transien
yang dinyatakan oleh b dan persamaan (1) akan mempunyai harga sama bila k = 0. Konstanta k
menggambarkan perpanjangan tiap satuan panjang yang terjadi pada laju tetap. Suatu persamaan
yang lebih sesuai dibandingkan persamaan Andrade, walaupun pengujiannya dilakukan pada
jumlah bahan yang terbatas, dikemukakan oleh Garafalo.
e = e0 + et (1 – e – rt) + est
e0 = regangan yang terjadi segera setelah pembebanan
et = batas mulur transien
r = perbandingan antara laju mulur transien terhadap regangan mulur transien
es = laju mulur keadaan tunak (steady-state)
parameter rancangan yang paling penting yang dijabarkan dari kurva mulur adalah laju
mulur minimum. Biasanya digunakan 2 buah standar, yakni: (1) tegangan untuk menghasilkan
laju mulur 0,0001 persen tiap jam atau 1 % tiap 10.000 jam; atau (2) tegangan untuk
menghasilkan laju, mulur 0,00001 persen tiap jam atau 1 % tiap 100.000 jam (kira-kira 11 ½
tahun). Kriteria yang pertama cocok untuk paduan yang digunakan pada mesin jet, sedangkan
kriteria yang kedua digunakan bagi bahan untuk turbin-turbin uap dan peralatan yang sejenis.
PERUBAHAN STRUKTUR SELAMA MULUR
Jika gradien kurva mulur (Gambar 2) dipetakan terhadap regangan, akan diperoleh kurva
yang menghubungkan laju mulur terhadap regangan total (Gambar 4). Kurva ini secara dramatis
menggambarkan perubahan laju mulur besar yang terjadi selama uji mulur. Karena tegangan dan
suhu tetap, maka variasi laju mulur tersebut ditimbulkan oleh perubahan struktur internal bahan
dengan adanya regangan mulur dan waktu.
Logam-logam yang berada pada suhu tinggi mengalami sejumlah proses deformasi
sekunder. Proses ini terdiri atas pergelinciran ganda, pembentukan pita gelincir yang sangat
kasar, pita-pita tertekuk, pembentukan lipatan pada batas-batas butir, dan migrasi batas butir.
6
MEKANISME DEFORMASI MULUR
Mekanisme deformasi mulur utama dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Pergelinciran dislokasi – mencakup pergerakan dislokasi sepanjang bidang slip dan
melintasi hambatan oleh aktivasi termal. Mekanisme ini terjadi pada tegangan tinggi, s/G > 10-2.
- Mulur dislokasi – mencakup pergerakan dislokasi yang dapat melampaui habatan oleh
mekanisme termal meliputi difusi kekosongan atau interstisi. Terjadi pada 10-4 < s/G < 10-2.
- Mulur difusi – mencakup aliran kekosongan dan interstisi melalui kristal di bawah pengaruh
tegangan luar. Terjadi pada s/G < 10-4. Mulur Nabarro-Herring dan Mulur Coble termasuk dalam
kelompok ini.
- Gelincir batas butir – mencakup pergelinciran dari butir yang satu terhadap butir lainnya.
Pergelinciran Dislokasi
Mekanisme pergelinciran dislokasi bekerja pada level tegangan yang relatif tinggi untuk
deformasi mulur biasa. Laju mulur ditentukan oleh kecepatan gerak dislokasi melampaui
rintangan seperti endapan, atom larut dan dislokasi lainnya.
Mulur Dislokasi
Mulur dislokasi terjadi akibat pergelinciran dislokasi yang terjadi akibat pengaruh
difusi kekosongan. Kerangka dasar berbagai teori dicetuskan oleh Orawan dan Bailey yang
menyatakan bahwa laju mulur tunak mencerminkan antara faktor yang saling bersaingan yaitu:
lau pergeseran regangan h = s/e dan laju pemulihan termal hasil pengaturan kembali dan
peniadaan dislokasi, r = -s/t. Keadaan tunak tercapai bila laju pemulihan cukup besar dan
laju pergeseran regang cukup rendah sehingga tercapai keseimbangan antara kedua faktor ini.
Model fisis untuk mulur dislokasi harus dapat menentukan h dan r. Mekanisme yang
dikemukakan oleh Gituus memberikan hasil yang sesuai dengan percobaan. Gagasannya
didasarkan pada model pergerakan dislokasi oleh pengaruh tegangan dan difusi dalam jaringan
tiga dimensi (substruktur).
Mulur Difusi
Pada suhu tinggi dan tegangan yang relatif rendah, s/G < 10-4 mulur difusi merupakan
mekanisme pengendali. Nabarro dan Herring mengemukakan bahwa proses mulur dikendalikan
7
oleh difusi atom yang digerakkan oleh tegangan. Tegangan mengubah potensial kimia atom pada
permukaan butir dalam polikristal sedemikian sehingga ada aliran kekosongan (vacancies) dari
batas butir yang mengalami tegangan tarik ke batas butir yang mengalami tekanan. Bersamaan
dengan itu terjadi aliran atom dalam arah yang berlawanan, yang menyebabkan terjadinya
perpanjangan butir.
Pergelinciran Batas-Butir
Meskipun pergelinciran batas-butir tidak begitu besar pengaruhnya terhadap mulur tunak,
pergelinciran batas-butir penting memegang peran penting dalam tahap awal kepatahan
intergranular. Namun telah dibuktikan bahwa pergelinciran batas-butir harus ada untuk
mempertahankan kemuluran butir selama mekanisme alir difusi.
Pengujian lengkung merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang dilakukan
terhadap speciment dari bahan baik bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi atau
komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses pelengkungan dalam
pembentukan. Pelengkuan (bending) merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada
suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini
bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat
yang bersmaan. Gambar dibawah ini memperlihatkan prilaku bahan uji selama pembebanan
lengkung.
8
Sebagaimana prilaku bahan terhadap pembebanan, semua bahan akan mengalami
perubahan bentuk (deformasi) secara bertahap dari elastis menjadi plastis hingga akhirnya
mengalami kerusakan (patah). Dalam proses pembebanan lengkung dimana dua gaya bekerja
dengan jarak tertentu (1/2L) serta arah yang berlawanan bekerja secara beramaan (lihat gambar
10.32), maka Momen lengkung (Mb) itu akan bekerja dan ditahan oleh sumbu batang tersebut
atau sebagai momen tahanan lengkung (Wb). Dalam proses pengujian lengkung yang dilakukan
terhadap material sebagai bahan teknik memilki tujuan pengujian yang berbeda tergantung
kebutuhannya. Berdasarkan kepada kebutuhan tersebut makan pengujian lengkung dibedakan
menjadi 2, yakitu :
a. Pengujian lengkung beban dan
b. Pengujian lengkung perubahan bentuk.
Pengujian lengkung beban ialah pengujian lengkung yang bertujuan untuk mengetahui aspek-
aspek kemampuan bahan uji dalam dalam menerima pembebanan lengung, yakni :
· Kekuatan atau tegangan lengkung (b)
· Lenturan atau defleksi (f) Sudut yang terbentuk oleh lenturan atau sudut defleksi dan
· Elastisitas (E)
Uji lengkung dilaksanakan untuk memeriksa pipa saluran dan keutuhan mekanis dari material
las. Seperti tampak pada Gb. Uji Lengkung 1, ada dua jenis uji lengkung, yaitu: uji lengkung
kendali dan uji lengkung gulungan. Pada tiap-tiap jenis uji lengkung itu, sebuah spesimen
dalam bentuk dan ukuran tertentu dilengkungkan sampai radius bagian dalam tertentu dan sudut
9
lengkung tertentu, kemudian diperiksa keretakan dan kerusakannya. Uji lengkung pada rigi-rigi
las dilakukan untuk menentukan pipa saluran pada daerah pemanasan dan menilai keutuhan
mekanis pada daerah pengelasan, dan seringkali digunakan sebagai bagian dari uji kualifikasi
juru las. Tabel Uji Lengkung 1 menunjukkan jenis-jenis spesimen yang digunakan untuk uji
lengkung dan arah percontohan dari tiap-tiap spesimen. Uji lengkung dapat digolongkan menjadi
uji lengkung depan, uji lengkung bawah dan uji lengkung sisi sesuai dengan arah
pemberian tekanan pada spesimen, seperti terlihat pada Gb. Uji Lengkung 2
Tabel Uji Lengkung 1
Gb. Uji Lengkung 1
Gb. Uji Lengkung 2
Pengujian Lengkung Pada Logam Yang Di Las
10
Ada dua jenis pengujian lengkung pada material ini yaitu Transversal Bending dan
Longitudinal Bending.
1. Transversal Bending.
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan.
Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian transversal bending dibagi
menjadi tiga :
a. Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan Face Bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan
tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.1). Pengamatan dilakukan pada
permukaan las yang mengalami tegangan tarik. Apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak
di manakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fussion line (garis perbatasan WM dan
HAZ).
Gambar 5.1 Face Bend pada transversal Bending
b. Root Bend (Bending pada akar las)
Dikatakan Rote Bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan
dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.2). Pengamatan dilakukan pada akar las yang
mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,
apakah di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ)
11
Gambar 5.2 Root Bend pada transversal Bending
c. Side Bend ( Bending pada sisi las ).
Dikatakan Side Bend jika bending dilakukan sehingga sisi las (gambar 5.3). Pengujian ini
dilakukan jika ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan
pada sisi las tersebut, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,
apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Gambar 5. 3 Side Bend pada transversal Bending
2. Longitudinal Bending
Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah pengelasan
berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian longitudinal bending dibagi
menjadi dua :
12
a. Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan Face Bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan
tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.4). Pengamatan dilakukan pada
permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak
di manakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan
HAZ).
Gambar 5.4 Face Bend pada longitudinal Bending
b. Root Bend (Bending pada akar las)
Dikatakan Root Bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan
dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.5). Pengamatan dilakukan pada akar las yang
mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak di manakah letaknya,
apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Gambar 5.5 Root Band pada longitudinal Bending
Sejarah Pengujian Impak
13
Sejarah pengujian impak terjadi pada masa Perang Dunia ke 2, karena ketika itu banyak terjadi
fenomena patah getas yang terjadi pada daerah lasan kapal-kapal perang dan tanker-tanker.
Diantara fenomena patahan tersebut ada yang patah sebagian dan ada yang benar-benar patah
terbeah menjadi 2 bagian, fenomena patahan ini terjadi terutama pada saat musim dingin-ketika
diaut bebas ataupun ketika kapal sedang berabuh. Dan contoh yang sangat terkenal tentang
fenomena patahan getas adalah tragedi Kapal titanic yang melintasi samudera Atlantik. Dasar
pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari
suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.
Jenis-jenis metode uji impak Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis yaitu:
a. Metode Charpy merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada
tumpuan dengan posisi horizontal/ mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah
takikan.
b. Metode Izod merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada
tumpuan dengan posisi , dan arah pembebanan serah dengan arah takikan.
Pengujian impak yang dilakukan pada praktikum ini adalah sesuai dengan standar ASTM E 23
untuk metode Charpy dan Izzod. Metode Charpy banyak digunakan di Amerika sedangkan Izzod
digunakan di Eropa.
Patah Getas dan Patah Ulet
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan umum yaitu
a. Patah Ulet/ liat
Patah yang ditandai oleh deformasi plastis yang cukup besar, sebelum dan selama proses
penjalaran retak.
b. Patah Getas
Patah yang ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi,
Tanpa terjadi deformasi kasar, dan sedikit sekali terjadi deformasi mikro. Terdapat 3 faktor dasar
yang mendukung terjadinya patah dari benda ulet menjadi patah getas :
1. Keadaan tegangan 3 sumbu/ takikan.
14
2. Suhu yang rendah.
3. Laju regangan yang tinggi/ laju pembebanan yang cepat.
c. Patah Campuran
Merupakan gabungan dari patah ulet dan patah getas.
Ketangguhan bahan
Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada
daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab
ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja
di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :
1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan
distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan
energi impact yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan
kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impact yang dimiliki oleh suatu bahan
berdasarkan bentuk takikannya.
Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
a. Takikan segitiga
Memiliki energi impact yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan
karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.
b. Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada 2 titik
pada sudutnya.
c. Takikan Setengah lingkaran
Memiliki energi impact yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar pada setiap sisinya,
sehingga tidak mudah patah.
15
2. Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impact semakin kecil yang dibutuhkan untuk
mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material
akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
3. Temperatur
Semakin tinggi temperature dari specimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam
menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperature yang lebih
rendah. Namun temperature memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan
sendirinya.
4. Transisi ulet rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan
oleh system tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara
pengusiaannya
5. Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus
ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka
bahan akan ulet.
6. Perlakuan panas dan perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir benda
uji dan untuk menghaluskan butir.
7. Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
engerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada
temperature ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi
serta adanya pengukuran keuletan pada temperature rendah.
16
Deformasi Plastis
Suatu material dapat bertahan dari energy tekan di karenakan energy tekan tidak melebihi
energy material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri gaya tarik
atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energy tarik atau tekan di hilang kan benda
tersebut akan kembali k bentuk semula . contoh nya saja pada waktu kita maelakukan uji
tarik ,pada saat material yang kita uji di tarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu
tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik di hilangkan. Sedangkan
pada deformasi plastic material yang sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan
panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik di hilangkan.
Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield
strength) nah untuk deformasi elastis itu berada di bawah batas luluh sedangkan untuk deformasi
plastis berada/melewati batas luluh suatu material, di mana untuk setiap material memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana yield
strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah
< 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di
deformasi elastis tidak ada perubahan perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu
hilang. Secara sederhana deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe
yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha
melawan Fe yang kita tarik. Untuk deformasi plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai
inisiasinya adalah sudah putusnya ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir
yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat
tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan
struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis proporsioanal antara tegangan san
tegangan, nah ujung dari titik proporsioanl ini disebut sebagai yield point.setelah keluar dari
daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yg tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya
karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara
drastis, hal ini disebabkan ketika masih di daerah elastic, logam dapat menahan beban yg
diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi. sehingga
menghambat pergerakkan dari dislokasi.. sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik,
dislokasi sudah memotong batas butir
(danidwikw.2013)
17
Perpatahan Impak
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak
digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran
bidangbidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan
patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan
buram.Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperaturn transisi
bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan
temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan
bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas
(brittle).Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda
dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya
akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlahbahwa energi panas merupakan suatu
driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan
sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakandislokasi pada saat terjadi deformasi
kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itumaka pergerakan dislokasi mejadi relatif
sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besaruntuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada
temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan
dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah
dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.
b. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage)
pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan
yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
c. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan
di atas.
BAB III
PENUTUP
18
3.1 Kesimpulan
Dalam pembuatan makalah tentang Logam Non Ferro Umum ini, penulis menyimpulkan bahwa:
Secara umum dalam dunia pendidikan terutama bagi mereka yang mengambil jurusan teknik
mesin. Dalam pemaparannya, pengetahuan tentang logam sangat penting untuk mengetahui
kandungan-kandungan dan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu material bukan besi (non
Ferro). Dan juga untuk mengetahui sifat-sifat logam tersebut.
3.2 Daftar Pustaka
Mulyadi shaleh,Irfan, Amd. 2008. Pengetahuan Dasar Teknik Mesin.Martapura.
http://www.ilmukimia.org/2013/01/ikatan-logam.html (Diakses 12 april 2014).
http://agunganaxmesin.blogspot.com/ (Diakses 12 April 2014).
Sudjana, Hardí, 2008, Teknik Pengecoran Jilid 1 untuk SMK, Jakarta : Pusat perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, h. 12 – 25.
http://blog.ub.ac.id/muttaqient/2011/12/18/kelelahan-logam-fatigue/ (Diakses 12 april 2014)
19
top related