makalah keuangan
Post on 12-Jul-2016
152 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN
KEUANGAN DAERAH
DISUSUN OLEH :
EKA KURNIAWATI
25.0718
A1
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan
negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarkat adil, makmur dan
merata berdasrkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi terdiri atas
daerah-daerah kabupaten kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkanj efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 18A ayat (2) UUD RI 1945 mengamanatkan agar hubungan
keuangan,pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan UU.
Dengan demikian, UUD 1945 menjadi landasan filosofis dan landasan
konstitusional pembentukan UU tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjadi acuan bagi pemerintah
untuk mengatur dan menyelenggarakan program keuangan agar bisa dilaksanakan
tepat sasaran yakni menyentuh kebutuhan rakyat.
1.1 Konsep Keuangan Daerah
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan
daerah adalah “Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik
daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut”.Dari
uraian di atas, dapat diambil kata kunci dari keuangan daerah adalah hak dan
2
kewajiban. Hak merupakan hak daerah untuk mencari sumber pendapatan daerah
berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah atau sumber penerimaan lain-lain
yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang dalam rangka
melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah (Mamesah, 1995:5).
Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah
adalah kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonomi. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah
ini Pamudji dalam Kaho (2007:138-139) menegaskan:
“Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan
efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan
Dan keuangan inilah merupakan dalam satu dasar kriteria untuk mengetahui
secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.
Sementara itu, untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan
sendirinya daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula. Lains dalam
Kaho (2007:139-140) merinci ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh daerah
untuk memperoleh keuangannya, antara lain:
1) Daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah
direstui oleh Pemerintah Pusat;
2) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar
uang atau Bank atau melalui pemerintah pusat;
3) Daerah dapat ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang
dipungut daerah, misalnya sekian persen dari pendapatan sentral tersebut (melalui
bagi hasil);
4) Pemerintah daerah dapat menambah tarif pajak setral tertentu; dan
3
5) Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari
Pemerintah Pusat.
Dalam melaksanakan keuangan daerah perlu dibuatkan suatu perencanaan
agar seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dapat dikelola dengan baik. Bentuk
perencanaan keuangan daerah inilah yang dikenal dengan istilah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagaimana telah digariskan dalam
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. APBD adalah suatu rencana
keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.Seperti
halnya dalam kebijakan APBN, jika Pemerintah daerah menetapkan bahwa
kebijakan anggarannya bersifat ekspansif, artinya APBD akan diprioritaskan
untuk menstimulasi perekonomian daerah melalui pengeluaran pembangunan
(development budget). Sebaliknya, jika pemerintah daerah menetapkan kebijakan
APBD bersifat kontraksi, maka APBD kurang dapat diharapkan untuk
menggerakkan perekonomian daerah, karena anggaran pembangunan jumlahnya
relatif kecil dibandingkan dengan belanja rutin daerah (Saragih, 2003:82).
Menurut Mamesah (1995:16) APBD sebagai sarana atau alat utama dalam
menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, karena fungsi
APBD adalah sebagai berikut:
1) Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat dari daerah
yang bersangkutan;
2) Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi;
3) Memberikan isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah umumnya
dan kepala daerah khususnya, karena APBD itu menggambarkan seluruh
kebijaksanaan pemerintah daerah;
4) Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap
daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna; dan
4
5) Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah dalam batas-
batas tertentu.
Pengelolaan keuangan daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan
desentralisasi diatur secara mendetail dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 (yang kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan
desentralisasi daerah, pemerintah daerah berhak menyelenggarakan pengelolaan
keuangan daerah, yang komponen-komponennya sebagaimana tertuang dalam
struktur APBD antara lain terdiri dari:
1.2 Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan
Daerah bersumber dari:
1.2.1 Pendapatan Asli Daerah;
Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah
dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah (Widjaja,
1998:42). Definisi lain seperti dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004,
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-
sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan tentunya
pendapatan tersebut diperoleh dari hasil yang berada dalam wilayahnya sendiri.
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Sumber PAD antara lain terdiri
dari:
1) Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
Daerah kepada semua obyek pajak, seperti orang/badan, benda bergerak/tidak
bergerak;
5
2) Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan
dengan suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh Pemerintah Daerah secara langsung
dan nyata;
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN;
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat;
4) Lain-lain PAD yang sah, antara lain:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b) Jasa giro;
c) Pendapatan bunga;
d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
f) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing;
g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h) Pendapatan denda pajak;
i) Pendapatan denda retribusi;
6
j) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k) Pendapatan dari pengembalian;
l) Fasilitas sosial dan fasilitas umum;
m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Pemberian sumber PAD bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi
daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Menurut Mahi (2000:58), pendapatan asli daerah belum bisa diandalkan sebagai
sumber pembiayaan utama otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan oleh
beberapa hal berikut.
1) Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah.
2) Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah.
3) Kemampuan administrasi pemungutan di daerah masih rendah.
4) Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.
1.2.2 Dana Perimbangan
Dana Perimbangan dikeluarkan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan
fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.
Pasal 10, UU No. 33 Tahun 2004 mengatur tentang Dana Perimbangan yang
setiap tahun ditetapkan untuk menjadi hak Pemerintah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota terdiri dari:
7
1) Dana Bagi Hasil, bagian Daerah bersumber dari penerimaan pajak dan
penerimaan dari sumber daya alam;
a) Dana Bagi Hasil Pajak yang bersumber dari:
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
b) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari sumber daya alam,
berasal dari:
- kehutanan;
- pertambangan umum;
- perikanan;
- pertambangan minyak bumi;
- pertambangan gas bumi; dan
- pertambangan panas bumi.
Pembagian Dana Bagi Hasil dibagi menurut persentase yang berbeda-beda pada
setiap sumber Dana Bagi Hasil yang diatur dalam pasal 12 sampai dengan pasal
21.
2) Dana Alokasi Umum;
Besarnya Persentasi Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-
kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam
8
APBN. DAU tersebut dibagi atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal
adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Alokasi dasar
dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3) Dana Alokasi Khusus.
Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) ditetapkan setiap tahun dalam
APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan Daerah. Pemerintah menetapkan kriteria DAK
yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum
ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam
APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan dan karakteristik Daerah. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian
negara/departemen teknis.
1.2.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah bertujuan memberi
peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah. Lain-lain pendapatan daerah
yang sah ini terdiri atas:
1) Hibah, adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara
asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, badan/lembaga dalam
negeri/perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau
jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali dan
bersifat tidak mengikat.
2) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan
korban/kerusakan akibat bencana alam.
3) Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.
9
4) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah.
5) Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
1.2.4 Belanja
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, dan merupakan kewajiban daerah dalam
satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
daerah.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri atas belanja urusan wajib
dan belanja urusan pilihan. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
1) Pendidikan;
2) Kesehatan;
3) Pekerjaan umum;
4) Perumahan rakyat;
5) Penataan ruang;
6) Perencanaan pembangunan;
7) Perhubungan;
8) Lingkungan hidup;
9) Pertanahan;
10) Kependudukan dan catatan sipil;
11) Pemberdayaan perempuan;
10
12) Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
13) Sosial;
14) Tenaga kerja;
15) Koperasi dan usaha kecil menengah;
16) Penanaman modal;
17) Kebudayaan;
18) Pemuda dan oleh raga;
19) Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
20) Pemerintahan umum;
21) Kepegawaian;
22) Pemberdayaan masyarakat dan desa;
23) Statistik;
24) Arsip; dan
25) Komunikasi dan informatika.
Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup:
1) Pertanian;
2) Kehutanan;
3) Energi dan sumber daya mineral;
4) Pariwisata;
11
5) Kelautan dan perikanan;
6) Perdagangan;
7) Perindustrian; dan
8) Transmigrasi.
Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
organisasi pada masing-masing pemerintah daerah dan klasifikasi belanja menurut
program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah. Sedangkan belanja menurut kelompok belanja, terdiri dari:
1) Belanja tidak langsung. Kelompok belanja tidak langsung ini tidak
terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja
tidak langsung terbagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a) Belanja pegawai;
b) Bunga;
c) Subsidi;
d) Hibah;
e) Bantuan sosial;
f) Belanja bagi hasil;
g) Bantuan keuangan; dan
h) Belanja tidak terduga.
2) Belanja langsung. Kelompok belanja langsung merupakan belanja
yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
12
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang
terdiri atas:
a) Belanja pegawai;
b) Belanja barang dan jasa; dan
c) Belanja modal.
1.2.5 Pembiayaan
Pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk
memanfaatkan surplus.
Apabila APBD diperkirakan surplus diutamakan untuk membayar pokok utang,
penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah
pusat/pemerintah daerah lain, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan
sosial. Sementara itu, jika APBD diperkirakan defisit maka ditetapkan
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari
sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana
cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan
pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;
2) Penerimaan pinjaman Daerah;
13
Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka
penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah. Pinjaman Daerah bersumber dari:
a) Pemerintah;
b) Pemerintah Daerah lain;
c) Lembaga keuangan bank;
d) Lembaga keuangan bukan bank; dan
e) Masyarakat berupa Obligasi Daerah.
3) Penerimaan kembali pemberian pinjaman;
4) Pencairan dana cadangan daerah;
5) Penerimaan piutang; dan
6) Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan;
2) Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah;
3) Pembayaran pokok utang; dan
4) Pemberian pinjaman daerah.
Menurut Saragih (2003:82), apapun komposisi dari APBD suatu daerah
tentu harus disesuaikan dengan perkembangan keuangan pemerintah daerah yang
bersangkutan. Setiap daerah tidak harus memaksakan diri untuk menggenjot
pengeluaran tanpa diimbangi dengan kemampuan pendapatannya, khususnya
kapasitas PAD. Dikhawatirkan jika pemerintah daerah menetapkan kebijakan
14
defisit pada APBD-nya, maka sumber pembiayaan untuk menutupi sebagian atau
seluruh defisit anggaran berasal dari pinjaman atau utang.
Oleh sebab itu, masih menurut Saragih (2003:82), yang lebih aman adalah
tidak mendesain anggaran daerah yang ekspansif tanpa diimbangi dengan
kemampuan pendapatannya. Bisa-bisa keuangan pemerintah daerah bangkrut
hanya karena mengikuti ambisi untuk menggenjot pengeluaran, baik rutin maupun
pembangunan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan struktur APBD
yang baik adalah dengan memperkecil (didasari efisiensi dan efektivitas) belanja
rutin daerah pada pos-pos yang tidak perlu dan mendesak. Hal inilah yang
mendorong perubahan paradigma penganggaran dari yang berbasis line item
(tradisional) ke arah penganggaran berbasis kinerja. Artinya, penganggaran
berbais kinerja ini melihat penilaian kinerja lembaga berdasarkan besarnya dana
yang terserap dari suatu program atau kegiatan. Setiap rupiah yang dikeluarkan
harus dapat menghasilkan (yield) nilai tambah bagi perekonomian daerah atau
kemakmuran masyarakat yang diindikasikan melalui target yang bersifat
kuantitatif. Selanjutnya dalam proses penganggarannya, sistem ini juga
menghendaki dipertimbangkannya beberapa fungsi, yakni fungsi alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
15
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajban negara yag dapat di
nilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban.
Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan keuangan dari sisi objek,
subjek, proses, dan tujuan dijelaskan sebagai berikut. Pengertian keuangan dilihat
dairi susut pandang.
1) Objek : semua hak, kewajiban, negera yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijkan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik
yang berupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2) Subjek : seluruh objek keuangan di atas yang dimiliki negara dan/ atau
dikuasai pemerintah, negara/daerah dan badan lain yang ada kaitannya
dengan keuangan negara.
3) Proses : seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan
objek tersebut, di atas mulai dari pemurusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
4) Tujuan : seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkatian
dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek dalam rangka.
5) Penjelasan UU No. 17 tahun 2003 butir 3):”semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. (Pasal 1
huruf 1 UU No. 172003)
Dengan demikian pengertian keuangan negara meliputi hal-hal sebagai berikut:
16
1) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan pajak, mengeluarkan
dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman.
2) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintah negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
3) Penerimaan negara
4) Pengeluaran negara
5) Penerimaan negara
6) Pengeluaran daerah
7) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang
dapat di nilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/perusahaan negara.
8) Kekayaan pihak lain yang dkuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintah dan atau kepentingan umum.
9) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.
Bidang pegelolaan keuangan negara yang demikian luas dapat dikelompokkan
dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter dan sub
bidang penglolaan kekayaan negera yang dipisahkan.
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam
penyelenggaraan, pengelolaan kuangan negara perlu diselanggarakan secara
profesional, terbuka, dan tanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam undang-undang dasar.
Sesuai dengan amanat pasal 23 C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-
Undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam undang-undang dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang
meliputi baik asas-asas yang telah lama dekenal dalam pengelolaan keuangan
negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas
maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practice (penerapan kaidah-
kaidah yang baik) dalam pengelolaan kuangan negara, antara lain
17
2.2 PENGURUSAN KEUANGAN NEGARA
2.2.1 Hak-Hak Negara
Hak-hak negara dalam hal ini adalah segala hak atau usaha yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka mengisi kas negara. Hak-hak itu antara lain meliputi :
a) Hak Mencetak Uang
Pelaksanaan hak ini, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Pokok
Perbankan, diselanggarakan oleh Bank Indonesia, yang dalam hal ini
bertindak selaku Bank Sentral. Sedang proses pencetakan uangnya
dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik
Indonesia (Perum Peruri).
b) Hak Mengadakan Pinjaman
Hak pemeritah untuk mengadakan pinjaman ini meliputi baik pinjaman
dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Pinjaman dalam negeri dalam
hal ini dapat dibedakan atas pinjaman jangka panjang dan pinjaman jangka
pendek.
c) Hak Menarik Pajak
Penyelenggaraan negara tidak bisa dipisahkan dari penarika pajak.
Sehubngan dengan itu, pajak adalah sumber penerimaan negara yang
paling penting
d) Hak Menarik Iuran dan Pungutan
Berbeda dengan pajak, yang tidak memiliki hubungan lagsung dengan
barang atau jasa yang diterima masyarakat dari pemerintah, hak
pemerintah menarik iuran dan pungutan ini memiliki kaitan langsung
dengan barang atau jasa yang diberikan pemerintah kepada
2.2.2 Kewajiban Negara
Kewajiban-kewajiban negara, dalam garis besarnya, dapat dkelompokan
atas dua bentuk kewajiban sebagai berikut (a) Kewajiban menyelengarakan tugas-
tugas negara dan (b) kewajiban membayar tagihan-tagihan yang datang dari pihak
ke tiga. Kewajiban menyelengarakan tugas-tugas negara,secara
yuridis,sepenuhnya didasarkan atas amanat yang terkandung dalam pembukaan
18
Undang-undang dasar 1945 itu dapat di simpulkan, bahwa kewajiban-kewajiban
negara dalam hubungnya dengan penyelengaraan tugas-tugas negara,meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a. Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
c. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
Dalam pelaksanaanya, pelaksanaan kewajiban pemerintah bentuk pertama ini,
dapat dibedakan atas kewajiban-kewajiban pembangunan. Bila kewajiban-
kewajiban rutin dan kewajiban-kewajiban berkaitan dengan pelaksanaan tugas
sehari-hari pemerintah, maka kewajiban-kewajiban pembangunan berkaitan
dengan peranan pemerintah sebagai salah satu pelaksanaan pembangunan.
2.3 MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
1. Pendekatan Pengelolaan Keuangan Negara
Dari sisi obyek keuangan negara akan meliputi seluruh hal dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, di dalamnya termasuk
sebagi kebijakn dan kegiatan yang terselengara dalam bidang
fiskal,moneter dan atau pengelolaan kekayaan negara yang di pisahkan
Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi negara,dan pemerintah
pusat,pemerintah daerah,perusahaan negara/daerah,dan badan lain yang
ada kaitannya dengan keuangan negara.
Keuangan negara dari sisi proses mencakup seluruh rangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek diatas mulai dari
proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban.
Keuangan negara juga meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan
hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan atau penguasaan obyek
sebagaimana tersebut diatas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara, pendekatan terakhir ini dilihat dari sisi tujuan.
19
2.4 Pihak yang mengelola hak dan kewajiban negara
Bila dari segi pengertiannya keuangan negara meliputi hak negara
dan kewajiban negara, maka dilihat dari segi pihak yang mengelolanya,
keuangan negara dapat dikelompokkan kedalam dua bagian sebagai
berikut : (a). yang pengelolaannya dipisahkan dan , (b) yang dikelola
langsung oleh negara.
1. Pengelolaan terpisah
Komponen keuangan negara yang pengelolaannya
dipisahkan adalah komponen keuangan negara yang
pengelolaannya diserahkan kepada badan-badan usaha milik
negara dan lembaga-lembaga keuangan milik negara.
Perusahaan jawatan (Perjan) adalah perusahaan negara
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bersifat memberi pelayanan kepada masyarakat.
b. Statusnya berlainan dengn hukum public.
c. Modalnya merupakan bagian dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang dikelola oleh departemen yang
membawahinya.
Perusahaan Umum negara (Perum) adalah perusahaan negara
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bersifat melayani kepentingan umum, namun juga
diharapkan dapat memumpuk keuntungan.
b. Bersatus badan hukum dan di atur berdasarkan ketentuan
undang-undang No.19/1969.
c. Sampai tingkat tertentu menerima subsidi dari pemerintah.
d. Seluruh modalnya merupakan milik negara yang di ambil
dari kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi ke
dalam bentuk saham-saham.
Adapun perusahaan perseroan Negara (persero) adalah perusahaan
negara yang memiliki ciri sebagai berikut:
a. Bersifat mengejar keuntungan.
20
b. Bersatus badan hukum dan berbentuk perseroaan
terbatas.
c. Tidak menerima subsidi dan fasilitas dari pemerintah.
d. Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh
pemerintah serta terbagi ke dalam bentuk saham-saham.
2.5 ASAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam
penyelengaraan negara,pengelolaan keuangan negara perlu di selenggarakan
secara profesional,terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok
yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 .
Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas secara ringkas
dapat dikelompokan dalam sub bidang pengelolaan fiskal,sub bidang pengelolaan
moneter, dan sub bidang pengelolaaan kekayaan negara yang di pisahkan. Sub
bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi
a. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal
Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal ini meliputi
penyusunan Nota keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan
perubahanya, analisis kebijakan,evaluasi dan perkiraan perkembangan
ekonomi makro, pendapatan negara,belanja negara,pembiayaan,analisis
kebijakan,evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskaldalam rangka
kerjasama internasional dan regional.
b. Fungsi penganggaran
Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan,
serta perumusan standar, norma, pedoman, kriterian, prosedur dan pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang APBN.
c. Fungsi perbendaharaan
Perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standar, sistem dan
prosedur dibidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaraan negara,
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah
21
pusat dan faerah,kekayaan pihak lain ini meliputi kekayaan pihak lain ini
meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain.
d. Fungsi pengawasan keuangan
Sementara itu,bidang moneter meliputi sistem pembayaran,sistem lalu
lintas devisa, dan sistem nilai tukar.
2.6 PENGERTIAN PENGELUARAN NEGARA DAN FUNGSI
ANGGARAN
Pengeluaran negara adalah pengeluaran atau setiap pengunaan uang dan
sumber daya suatu negara untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah atau
negara dalam rangka menjalankan fungsinya mewujudkan kesejahteraan
rakyatnya
1. Fungsi negara dalam sistem kapitalisme
Sistem kapitalisme adalah suatu sistem di mana barang kapital dimiliki
oleh swasta atau perorangan yang digunakan untuk mencari laba
pemiliknya. Sistem kapitalisme, sistem ekologi.
2. fungsi negara berdasarkan sistem sosialisme
Menguasai segala bidang (bersifat omnipotent), tapi tidak berarti bahwa
di dalam sistem sosialisme tidak ada hak serta kebebasan individual.
3. fungsi negara menurut Richard A. Musgrive
a) allocation branch
b) distribution branch
c) stabilization branch
4. fungsi negara menurut John Stuart Mill
a) necessary function of government
b) optional function of government
5. fungsi negara menurut UUD 1945, yaitu:
a) melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia
b) memajukan kesejahteraan umum
22
c) mencerdaskan kehidupan bangsa
d) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
2.7 BENTUK – BENTUK ANGGARAN
Definisi anggaran berdarkan national commitee on governmental
accounting (NCGA), saat ini governmental accounting standards board (GASB),
sebagai berikut:
“... rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang
diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam
periode waktu tertentu”
Anggaran berfungsi sebagai berikut:
a) anggaran berdasarkan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.
b) anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa
mendatang.
c) anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit
kerja dan mekanisme kerja antar bawahan dan atasan.
d) anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja..
e) anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam
pencapaian visi organisasi.
f) anggaran merupakan instrumen politik.
g) anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.
2.8 Karakteristik anggaran sektor publik:
a) anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
b) anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.
c) anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai
sasaran yang ditetapkan.
d) usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi
dari penyusunan anggaran.
23
e) sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.
2.9 Prinsip anggaran sektor publik:
1. otorisasi oleh legislatif.
Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu
sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
2. komprehensif.
Menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Adanya dana non
budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.
3. keutuhan anggaran.
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum.
4. nondiscretionary appropriation.
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis,
efisien dan efektif.
5. periodik.
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, bisa bersifat tahunan maupun
multi tahunan.
6. akurat.
Estimasi anggaran tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi, yang dapat
dijadikan sebagai kantong – kantong pemborosan dan in efisiensi anggaran serta
dapat mengakibatkan munculnya understimate pendapatan dan over estimate
pengeluaran.
7. jelas.
Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat dan tidak
membingungkan.
8. diketahui publik.
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
24
2.10 JENIS ANGGARAN
1. anggaran operasional.
Digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari – hari dalam menjalankan
pemerintah seperti belanja rutin.
2. anggaran modal / investasi
Menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti
gedung, peralatan, kendaraan, perabot dan sebagainya biasanya dilakukan dengan
menggunakan pinjaman.
2.11 PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1. tahap persiapan anggaran
Dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia.
Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran
pendapatan secara lebih kuat. Jika anggaran diestimasi pada saat bersamaan
dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
2. tahap ratifikasi
Tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat.
Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga
harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition building yang
memadai. Integritas dan kesiapan mental sangat penting karena pimpinan
eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan
argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan – bantahan dari
pihak legislatif.
3. tahap implementasi / pelaksanaan anggaran.
Harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem
(informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen.
4. tahap pelaporan dan evaluasi
Terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung
dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka
25
diharapkan tahap budget, reporting and evaluation tidak akan menimbulkan
banyak masalah.
Tujuan proses penyusunan anggaran sektor publik:
a) membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi
antar bagian dan lingkungan pemerintah.
b) membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan
jasa publik melalui pemrioritasan.
c) memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
2.12 KEUANGAN DAERAH, RUANG LINGKUP DAN AZAS –
AZAS
Otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk
menyelenggarakan roda pemerintahan dan mengelola sumber – sumber keuangan.
Berdasarkan peraturan pemerintah pemerintah nomor 58 tahun 2005, pengertian
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah tersebut.
Istilah dalam keuangan daerah:
1. hak daerah adalah haku untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah
serta melakukan pinjaman. Berbagai pajak daerah dan retribusi daerah
selanjutnya menjadi bagian dari pendapatan daerah dalam rangka untuk
membiayai belanja daerah.
2. kewajiban daerah adalah kewajiban daerah untuk menyelenggarakan
urusan Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.
3. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat Daerah (DPRD) menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan pengertian diatas, ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
1. Hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman
26
2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan daerah
dan membayar tagihan pihak ketiga.
3. Penerimaan daerah
4. Pengeluaran daerah
5. Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Daerah
6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan/atau kepentingan umum.
Lebih lanjut Pengelolaan keuangan daerah yang dimaksud disini meliputi:
a. Asas umum pengelolaan keuangan daerah
b. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
c. Struktur APBD
d. Penyusunan APBD
e. Penetapan APBD
f. Pelaksanaan dan perubahan APBD
g. Penatausahaan keuangan daerah
h. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
i. Pengendalian dafisit dan penggunaan surplus APBD
j. Pengelolaan kas umum daerah
k. Pengelolaan piutang daerah
l. Pengelolaan investasi daerah
m. Pengelolaan barang milik daerah
n. Pengelolaan dana cadangan
o. Pengelolaan utang daerah
p. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah
q. Penyelesaian kerugian daerah
r. Pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah
s. Pengaturan pengelolaan keuangan daerah
27
Pengelolaan keuagan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah.
2.12.1Asas –asas Pengelolaan Keuangan Daerah
Berdasarkan pasal 4 ayat 1 PP No. 58 tahun 2005 asas pengelolaan
Keuangan Daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
a. Efisien yang dimaksud disini adalah pencapaian keluaran yang maksimum
dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk
mencapai keluaran tertentu
b. Ekonomis maksudnya adalah perolehan masukan dengan kualitas dan
kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah
c. Efektif adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah
ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil
d. Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
luasnya tentang keuangan daerah
e. Bertanggung jawab maksudnya adalah perwujudan kewajiban seseorang
atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan dipercayakan
kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
f. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya.
Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar
dan proposional.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah
dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pemberian
sumber PAD bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan
potensi Daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Menurut Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004, Sumber PAD antara lain terdiri dari:Hasil pajak
daerah,Hasil retribusi daerah,Hasil pengelolaan kekayaan daerah,Lain-lain PAD
yang sah, antara lain(Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan),
(Jasa giro),(Pendapatan bunga),Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah),
(Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah),(Penerimaan keuntungan
dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing),(Pendapatan denda atas
keterlambatan pelaksanaan pekerjaan),(Pendapatan denda pajak),(Pendapatan
denda retribusi),(Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan),(Pendapatan dari
pengembalian),(Fasilitas sosial dan fasilitas umum),(Pendapatan dari
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan),(Pendapatan dari angsuran/cicilan
penjualan).
29
3.2 Saran
Dalam perencanaan pembagunan yang tercermin dalam APBN & APBD
mempengaruhi rencana-rencana sector swasta dan menyakinkan lembaga-lembaga
lain mengenai apa yang akan ditempuh oleh Negara yang bersangkutan
(Indonesia) dimasa mendatang, serta yang lebih penting lagi adalah bahwa
pemerintah yang bersangkutan lebih efesien dalam mengambil keputusan dimasa
mendatang.
30
DAFTAR PUSTAKA
Hapsoro Dody, 2001, AKUNTANSI PEMERINTAHAN. Penerbit
Gunadarma, Yogyakarta.
Widjaja, Haw. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. Raja grafindo persada : Jakarta
Mardiasmo, 2004. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi : Yogyakarta
Suparmono, 1992. Keuangan Negara. BPFE : Yogyakarta
Suparmoko. 2005. Keungan Negara. BPFE : Yogyakarta
Sunarno, Siswanto. 2006. “Hukum pemerintah daerah di indonesia”. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Ahmad Yani. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.Deddy Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaran Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
31
top related