makalah kd 3 fix
Post on 25-Oct-2015
146 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA III
KONSEP DIRI
KELAS C
KELOMPOK 4
Agustina Melviani / 1206218852
Ashri Nafilah / 1206278706
Nana Nirmala / 1206218732
Ni Made K. Wardani / 1206218695
Santi / 1206218436
Tri Novia / 1206218606
Wulan Rachmawati / 1206218814
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami,
Kelompok 4, dapat menyelesaikan makalah yang memiliki topik Konsep Diri pada mata
kuliah Keperawatan Dewasa III. Penulisan ini dilakukan sebagai syarat pembelajaran mata
Keperawatan Dewasa III di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis
menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini dibutuhkan beberapa pihak yang turut
membantu dalam menyusun makalah sejak awal hingga selesai. Oleh karena itu, penulis ingin
memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Desi Pramujiwati selaku dosen pembimbing kelas C yang telah memberikan
waktu dan tenaga untuk membimbing kami.
2. Orang tua penulis yang telah mendo’akan agar penulis dapat menyeimbangkan waktu
dan memberikan dukungan.
3. Teman-teman seperjuangan sivitas akademika Universitas Indonesia atas kerja sama
dan bantuannya dalam pengerjaan makalah ini.
Kiranya makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran
Keperawatan Dewasa III. Selain itu, bermanfaat bagi mahasiswa untuk lebih memahami
pembelajaran pembuatan makalah.
Depok, September 2012
Penyusun
(Kelompok 4)
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................................................2
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................................3
1.1 Latar Belakang………………..…………………………………………………...…......3
1.2 Rumusan Masalah………………...……………………………………………..……..…3
1.3 Tujuan……………………….....………………………………………...……………….4
BAB 2. ISI..............................................................................................................................5
2.1 Definisi Konsep Diri…………..……………………………………………………..….5
2.2 Perkembangan Konsep Diri……………………….……………………………...……..5
2.3 Komponen Konsep Diri…………………………….………………...………………….7
2.4 Pola Konsep Diri yang Normal…………………..………………………..……………..7
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri…………...………………………..…………..8
2.6 Rentang Respons Konsep Diri…………………………………..……………………….11
2.7 Proses Keperawatan terkait Konsep Diri…………...……………...…………………….12
2.8 Konsep Berduka, Kehilangan, dan Kaitannya dengan Konsep Diri…………………..…14
BAB 3 PEMABAHASAN………..……...……………………………….…….…………....21
3.1 Pengkajian terkait Konsep Diri………………………………..………………………….21
3.2 Diagnosis terkait Konsep Diri………...……………………………………………..…...23
3.3 Perencanaan terkait Konsep Diri……………...……………………………………...…..29
3.4 Implementasi terkait Konsep Diri…………………………………………………..…….33
3.5 Evaluasi terkait Konsep Diri……………………………………………..……………….36
BAB 4 PENUTUP………………………………....………...………………………………..39
4.1 Kesimpulan…………………………………...…………...……………………………...39
4.2 Saran………………………………………...…………...……………………………….39
Daftar Pustaka…………………………………………………..…………………………….40
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan seseorang adalah konsep
diri. Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting jika kita berbicara
tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia,
sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan
aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk
berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya.
Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri
individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal
segala keberhasilan yang ada pada dirinya sangat banyak bergantung kepada cara
individu memandang kualitas kemampuan yang ia miliki. Pandangan dan sikap negatif
terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh
tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan, maka dari itu sangatlah penting
untuk seorang perawat memahami konsep diri. Memahami diri sendiri terlebih dahulu
baru bisa memahami klien.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa defenisi konsep diri ?
1.2.2. Bagaimana perkembangan konsep diri ?
1.2.3. Bagaimana pola konsep diri yang normal ?
1.2.4. Apa saja factor yang mempengaruhi konsep diri ?
1.2.5. Bagaimana rentang respons konsep diri ?
1.2.6. Bagaimana konsep berduka kehilangan dan kaitannya dengan konsep diri ?
1.2.7. Bagaimana proses keperawatan terkait konsep diri ?
1.2.8. Bagaimana asuhan keperawatan konsep diri melalui pendekatan proses
keperawatan jika diberikan kasus ?
3
1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui defenisi konsep diri
1.3.2. Mengetahui tentang perkembangan konsep diri
1.3.3 Mengetahui tentang pola konsep diri yang normal
1.3.4 Mengetahui factor yang mempengaruhi konsep diri
1.3.5 Mengetahui tentang rentang respons konsep diri
1.3.6 Mengetahui berduka kehilangan dan kaitannya dengan konsep diri
1.3.7 Mengetahui proses keperawatan terkait konsep diri
1.3.8 Mengetahui asuhan keperawatan konsep diri melalui pendekatan proses
keperawatan jika diberikan kasus
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konsep Diri
Menurut Gumawan (2006:46), konsep diri adalah persepsi (pandangan)
seseorang terhadap dirinya sendiri, yang terbentuk melalui pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan, dan mendapat pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting.
Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan keyakinan yang diketahui tentang
dirinya yang mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. ( Stuart,
Sundeen 1991 dalam Keliat,dkk.,2000). Sehingga konsep diri dapat diartikan sebagai
suatu pandangan, keyakinan terhadap citra diri kita dan bagaimana orang lain
memandang diri kita, yang terbentuk melalui pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan.
2.2 Perkembangan Konsep Diri
a. Bayi / Lahir – usia 1 tahun (percaya versus tidak percaya)
Atas dasar kepercayaan terhadap orang tuanya, bayi dapat mempercayai dirinya
sendiri, orang lain, dan dunia.
b. Toddler 1-3 tahun (percaya versus tidak percaya)
Merupakan masa bermain, berjalan, dan kesempatan untuk mempelajari apa yang
diinginkan orang tua dan masyarakat dari pilihan tersebut. Keterbatasan pilihan
dan atau hukuman yang berat menimbulkan perasaan malu dan ragu-ragu.
c. Prasekolah (Inisiatif vs kesalahan)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka
alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang
salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap
berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-
kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
5
d. Usia Sekolah (kerajinan vs inferioritas)
Anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga
semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus
memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Anak dapat
mengembangkan sikap rajin, namun jika anak tidak dapat meraih sukses karena
mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap
rendah diri. Peran orangtua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan
apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap
ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu
ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi
yakni kompetensi.
e. Remaja (identitas vs kekacauan identitas )
Lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau
sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jatidiri berlangsung. Apabila
seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik
maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja
bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan
identitas pada diri remaja tersebut.
f. Dewasa Awal (keintiman vs isolasi)
Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai
positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan
cinta secara luas dan universal (misal pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
g. Dewasa tengah (generatifitas vs stagnasi)
Harapan yang ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara
generatifitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian.
Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generational dan otoritisme. Generasional
merupakan interaksi yang terjalin baik antara orang-orang dewasa dengan para
penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang baik
antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturan-aturan atau
batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.
6
h. Usia senja (integritas vs keputusasaan)
Ini merupakan tahap yang sulit dilewati karena orang pada masa ini cenderung
melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan kembali hal-hal yang telah
terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Jika
dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam
segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan
di masa senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami
kegagalan maka akan timbul keputusasaan (Kozier, dkk., 2004; Poter dan Perry,
2009).
2.3 Komponen Konsep Diri
Menurut (Sunaryo, 2004), konsep diri memiliki lima komponen utama diantaranya
adalah:
a. Gambaran diri (body image)
Termasuk persepsi, perasaan masa lalu dan sekarang, tentang ukuran tubuh,
fungsil, penampilan dan potensi diri.
b. Ideal diri (self ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilaku yang harus dilakukan sesuai
dengansstandar , aaspirasi , tujuan, atau nilai yang ditetapkan.
c. Harga diri (self esteem)
Penilaian tentang nilai invidu dengan menganalisa kesesuaian perilaku dengan
ideal diri.
d. Peran diri (self role)
Seperangkat perilaku yang diharapkan oleh masyarakat tersebut.
e. Identitas diri (self identity)
Penilaian individu terhadap dirinya sebagai satu kesatuan yang utuh, berlanjut,
konsisten dan unik.
2.4 Pola Konsep Diri yang Normal
a. Citra tubuh
Sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi:
performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk tubuh.
7
b. Penampilan peran
Pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan individu berdasarkan
posisinya di masyarakat.
c. Ideal diri
Terkait dengan cita-cita, harapan dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan,
dan nilai yang ingin dicapai.
d. Identitas diri
Kesadaran atas pribadi diri sendiri yang bersumber dari pengamatan dan penilaian
e. Harga diri
Mengacu pada evaluasi diri secara menyeluruh terhadap diri sendiri dapat
dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri seseorang dan ideal
diri. (Keliat, dkk., 2000)
2.5 Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri
a. Perkembangan
Setiap tingkat perkembangan akan meciptakan pengalaman yang unik yang akan
mempengaruhi konsep diri individu tersebut. Penyeselaian masalah pada setiap
tingkat perkembangan adalah kunci dalam meningkatkan konsep diri yang positif
karena masalah yang belum diselesaikan pada tiap tingkat perkembangan akan
mempengaruhi perkembangan pada tingkat selanjutnya.
b. Keluarga, Budaya, Nilai dan Keyakinan
Individu tumbuh dipengaruhi oleh keluarga, budaya, nilai dan keyakinan.
Untuk menciptakan konsep diri yang kuat dan positif pada invidu adalah dengan
mengitegrasi budaya dan kepercayaan. Contohnya adalah seorang pemeluk agama
nasrani yang mengingatkan atau mempersilahkan teman dekatnya yang seorang
muslim untuk solat. Hal tersebut akan membuat individu tersebut memiliki
identitas dan harga diri yang kuat.
c. Stresor
Stresor konsep diri adalah perubahan yang nyata atau dapat diterima yang dapat
mengancam identitas, citra tubuh, atau penampilan peran (Potter dan Perry, 2005).
8
Kemampuan individu untuk menyeimbangkan tekanan berkaitan dengan jumlah
tekanan, lamanya tekanan, dan status kesehatan. Individu yang berhasil
menyeimbangkan tekanan dan menghadapi masalah maka akan mempengaruhi
konsep dirinya kearah yang positif. Sedangkan, kegagalan dalam menghadapi
masalah dan tekanan sering menyebabkan konsep diri yang negatif.
Stresor yang dapat mempengaruhi konsep diri berasal dari komponen
konsep diri, yaitu, stresor identitas, stresor citra tubuh, stresor harga diri, dan
stresor peran (Kozier et al, 2004). Stresor identitas biasanya rentan pada remaja
karena masa remaja adalah penyesuaian diri terhadap perubahan fisik, mental, dan
emosional yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa cemas. Orang dewasa
biasanya terkena stresor identitas pada hal penyeimbangan antara karir dan
keluarga (Potter dan Perry, 2005). Stresor citra tubuh adalah perubahan yang
terjadi pada penampilan, struktur, atau fungsi tubuh yang memerlukan
penyesuaian. Contoh stresor citra tubuh adalah kehilangan bagian tubuh seperti
amputasi, dan kehilangan fungsi tubuh seperti stroke. Stresor harga diri sangat
berpengaruh terhadap kemampuan adaptasi individu. Harga diri yang rendah saat
remaja akan menimbulkan konsekuensi yang signifikan saat dewasa, yaitu
kesehatan yang buruk, perilaku kriminal, dan keterbatasan ekonomi. Sedangkan
individu yang memiliki harga diri yang tinggi karena berhasil menghadapi stresor
maka lebih dapat bertahan dan beradaptasi dengan kebutuhan secara lebih baik.
Sepanjang kehidupan, seorang individu mengalami berbagai perubahan peran.
Perubahan peran ini dapat terjadi ketika kehilangan orang tersayang atau terdekat
seperti orang tua, kakak, adik, anak, suami/istri, atau teman dekat. Kehilangan
bisa berarti meninggal, pindah, menikah, atau bercerai. Transisi perubahan peran
dapat menyebabkan konflik (individu menyelesaikan dua peran secara simultan),
ambigu (terjadi pada masa remaja, yaitu bingung dan tidak yakin dengan apa yang
harus di kerjakan), ketegangan (frustasi, merasa tidak mampu dengan salah satu
peran), atau kelebihan peran (memiliki banyak peran atau tanggung jawab).
9
d. Sumber Daya
Individu memiliki sumber daya internal dan eksternal (Kozier, et al. 2004).
Sumber daya internal berarti berasal dari dalam diri individu tersebut seperti rasa
percaya diri dan harga diri. Sedangkan sumber daya eksternal berarti berasal dari
luar individu yang meliputi pendanaan, organisasi dan jaringan dukungan. Secara
umum, individu yang memiliki sumber daya yang besar akan memiliki konsep diri
yang lebih positif.
e. Riwayat Keberhasilan dan Kegagalan
Individu yang pernah atau mengalami keberhasilan akan memiliki konsep diri
yang positif dan kemungkinannya untuk terus berhasil adalah lebih besar.
Sedangkan individu yang pernah atau sering mengalami kegagalan akan
menumbuhkan konsep diri yang negative dengan menganggapan dirinya adalah
orang yang gagal.
f. Penyakit, Trauma, dan Operasi
Penyakit dan trauma juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi konsep diri.
Penyakit memiliki korelasi dengan stresor citra tubuh yang sudah dijelaskan pada
bagian stresor. Biasanya individu akan berespon terhadap penyakit dengan cara
menerima, menyangkal, menarik diri, dan depresi (Kozier, et al. 2004). Individu
yang memiliki konsep diri rendah akibat penyakit yang diderita biasanya sering
tidak dapat mengontrol situasi dan tidak merasakan manfaat pelayanan dan
mempengaruhi keputusan tentang pelayanan kesehatan.
g. Keadaan Fisik
Keadaan fisik seperti jenis kelamin, tinggi, berat, warna kulit dan
penampilan dapat mempengaruhi konsep diri. Seorang individu kulit hitam yang
tinggal di lingkungan orang-orang berkulit putih akan kesulitan dalam
membangun konsep diri yang positif. Sedangkan individu yang putih, tinggi,
menarik, memiliki tubuh yang proporsional tidak akan kesulitan membangun
konsep diri yang positif di lingkungannya.
10
h. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain,
belajar diri sendiri melalui cermin orang lain. Anak sangat dipengaruhi orang yang
dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh
orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan
sosialisasi.
2.6 Rentang Respons Konsep Diri
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. Ditandai
dengan citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realitas, konsep diri
yang positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan, hubungan
interpersonal yang dalam dan rasa identitas yang jelas
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun negatif dari
dirinya. Ciri-cirinya seperti mengungkapkan keinginan yang tinggi serta
menyadari hal-hal positif maupun negatif dari dirinya.
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain. Terdapat dua macam harga diri rendah
yaitu harga diri rendah situasional(perkembangan persepsi negatif tentang
harga diri sebagai respons terhadap situasi saat ini) dan harga diri rendah
kronis yaitu evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri atau kecakapan
diri yang berlangsung lama.
d. Kekacauan adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada
masa
11
dewasa yang harmonis. Ciri-cirinya antara lain sifat kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa, kerancuan
gender, tingkat kecemasan yang tinggi dan ketidakmampuan untuk empati
terhadap orang lain.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.
Despersonalisasi memiliki tanda dan gelaja seperti :
a. Afektif : kehilangan identitas diri, perasaan tidak aman, takut, malu, rasa
terisolasi yang kuat, ketidakmampuan mencari kesenangan atau perasaan
untuk mencapai sesuatu.
b. Perseptual : halusinasi pendengaran dan penglihatan, kebingungan tentang
seksualitas diri sendiri, kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain,
gangguan citra tubuh.
c. Kognitif : bingung , disorientasi waktu, gangguan berpikir, gangguan daya
ingat, gangguan penilaian.
d. Perilaku : emosi pasif dan tidak berespons, kurang spontanitas, kehilangan
kemampuan untuk memulai dan membuat keputusan, menarik diri secara
sosial.
2.7 Konsep Berduka, Kehilangan, dan Kaitannya dengan Konsep Diri
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Potter & Perry, 2005). Kehilangan terbagi menjadi dua bentuk, yaitu
kehilangan maturasional dan kehilangan situasional. Kehilangan maturasional dalam
Fundamental of Nursing oleh Potter-Perry, dijelaskan sebagai suatu bentuk
kehilangan wajar yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama
kalinya. Contohnya, seorang Ibu merasa kehilangan ketika anak perempuannya
meninggalkan rumah pada hari pertama sekolahnya. Kehilangan situasional adalah
bentuk kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dan bukan bagian dari pengalaman
yang diharapkan. Misalnya, kecelakaan mobil yang dialami seseorang menyebabkan
hilangnya bagian tubuh, pekerjaan, dan/atau kepercayaan diri.
12
Kehilangan juga dibagi menjadi dua tipe, rasa kehilangan aktual (actual
loss) dan rasa kehilangan yang dirasa (perceived losses). Kehilangan aktual atau nyata
terjadi ketika sesuatu yang menyebabkan rasa kehilangan adalah objek nyata, yang
seseorang atau orang lain dapat merasakan. Contohnya adalah kehilangan bagian
tubuh dan kematian anggota keluarga. Di sisi lain, kehilangan yang dirasa terjadi
ketika sesuatu yang menyebabkan rasa kehilangan itu tidak nyata. Contohnya
kehilangan kepercayaan, menurunnya harga diri, kehilangan rasa aman, dan
sebagainya.
Kehilangan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu :
a. Kehilangan objek atau barang, yang dapat disebabkan oleh pencurian atau
perusakan.
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal, bisa disebabkan oleh pindah rumah,
pindah tempat bekerja, atau pindah tempat perawatan di rumah sakit bagi
pasien.
c. Kehilangan orang terdekat yang dapat disebabkan karena perpisahan,
perpindahan, atau kematian.
d. Kehilangan aspek diri, misalnya bagian tubuh, pekerjaan, fungsi psikologis
atau fisiologis.
e. Kehilangan kehidupan misalnya kematian anggota keluarga, teman sejawat,
atau seseorang yang dicinta.
Kehilangan dapat mengakibatkan perilaku berduka. Berduka menurut
Hooyman dan Kramer (2006) merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan
yang dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus, berdasarkan
pengalaman personel, harapan budaya, dan kepercayan spiritual.
Tipe-tipe berduka terdiri dari berduka yang normal, berduka berkomplikasi,
berduka yang diantisipasi, dan berduka yang tidak lepas. Berduka yang normal adalah
berduka yang paling umum terjadi. Berduka berkomplikasi yaitu berduka yang
berkepanjangan dan kesulitan untuk bergerak maju setelah mengalami
kehilangan.
13
Berduka yang diantisipasi yaitu proses “membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan
aktual terjadi. Berduka yang tidak lepas biasanya karena hubungan orang yang
ditinggal dan yang meninggalkan, tidak didukung oleh lingkungan sosial, contohnya
pasangan gay.
Tahap-tahap berduka menurut Kübler-Ross terdiri atas lima, pertama
penyangkalan (denial), yaitu individu bersikap menyangkal atau menolak terhadap
apa yang baru saja terjadi. Kemudian tahap kemarahan (anger), yaitu marah hebat
terhadap Tuhan, orang lain, atau situasi. Kemudian terjadi tahap tawar-menawar
(bargaining), dimana individu menawar atau berjanji kepada Tuhan, orang yang
dicintai, ataupun diri sendiri bahwa ia akan berlaku baik jika kematian tidak terjadi.
Setelah sadar bahwa dirinya tidak mampu tawar-menawar, individu tersebut akan
merasa sedih, putus asa, dan kesepian yang berlebihan. Tahap ini disebut tahap
depresi (depression). Pada akhirnya, individu akan melewati tahap depresi dan masuk
ke tahap penerimaan (acceptance) meskipun lama waktunya tidak dapat ditentukan.
2.8 Proses Keperawatan Terkait Konsep Diri
2.8.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama proses keperawatan dan
meliputi pengumpulan, organisasi, dan analisis informasi (American Nurses
Association, 1994). Pengkajian harus meliputi perilaku sugestif yang
menunjukkan perubahan konsep diri atau harga diri, tekanan konsep diri
aktual dan potensial, dan pola koping. Mengumpulkan data pengkajian yang
komprehensif membutuhkan sintesis informasi yang kritis dari berbagai
sumber. Selain menggunakan pertanyaan langsung, perawat dapat
mengumpulkan banyak data tentang konsep diri melalui pengamatan perilaku
nonverbal klien dan memperhatikan isi pembicaraan klien. Fokus yang perlu
dikaji dari klien adalah sebagai berikut:
a. Perilaku
Pada pasien dengan masalah ansietas, perasaan yang dialami dapat
diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku
yang secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme
koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
14
b. Faktor predisposisi
Ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga sebelum menderita
sakit, yaitu pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap kesehatan.
Faktor predisposisi berkaitan dengan karakteristik individu yang
mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, hereditas, dan faktor
lingkungan.
c. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi pada gangguan ansietas berasal dari sumber eksternal
dan internal seperti ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari dan ancaman terhadap sistem diri seseorang
dapat membahayakan identitas, harga diri, dan integrasi fungsi sosial.
e. Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial,
intrapersonal, dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset
ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini.
e. Mekanisme koping
Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi
masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Mekanisme ini
seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara
realita.
15
2.8.2 Diagnosis
Pada fase ini dilakukan interpretasi dan membuat kepeutusan dari
semua data- data yamg telah dikumpulkan. Data tersebut merupakan
petunjuk untuk menentukan yang terjadi pada klien. Data tersebut harus di
atur dan di kumpulkan kedalam kategori yang sama untuk mengidentifikasi
hal-hal yang signifikan dan membuat keputusan atau penilaian tentang klien.
Diagnosa keperawatan yang biasanya menyangkut dengan konsep
diri, yaitu :
Cemas
Gangguan citra diri
Harga diri rendah kronik
Takut
Keputusasaan
Gangguan identitas pribadi
Ketidak berdayaan
Gangguan harga diri
Harga diri rendah situasional
Ketegangan peran pemberi layanan
Penampilan peran yang tidak efektif
Ketidaksiapan untuk meningkatkan konsep diri
Diagnosis tentang konsep diri ini saling berkaitan satu sama lain.
Biasanya klien menunujukan lebih dari satu diagnosisi keperawatan
sehingga membuat perawat harus mengumpulkan data sespesifik mungkin.
Pertimbangkan data dengan hati-hati agar tidak terkecoh dengan semua
gejala yang terlihat dari klien. Untuk membedakan diagnosis-diagnosis
tersebut, informasi tentang kejadian terbaru dalam kehidupan klien dan
bagaimana klien tersebut memandang dirinya sendiri pada masa lalu
memberikan arah diagnosis keperawatan yang cocok. Dan untuk
memvalisidasi diagnosis tersebut, bagikan pengamatan tersebut pada klien
dan izinkan klien tersebut menjelaskan presepsinya.
16
2.8.2 Perencanaan
Beberapa hal yang perlu dilakukan perawat ketika akan menyusun
perencanaan asuhan keperawatan antara lain, sintesis pengetahuan,
pengalaman, sikap berpikir kritis, dan memahami standar terkait rencana
perawatan (Potter, dan Perry., 2009).
1. Pengetahuan
a. Perawat memahami prinsip-prinsip perawatan untuk membangun
hubungan yang baik dan menjalin kepercayaan dengan klien.
b. Perawat memahami intervensi keperawatan untuk meningkatkan
kewaspadaan diri dan memfasilitasi perubahan konsep diri.
c. Perawat memahami dinamika keluarga klien.
2. Pengalaman
a. Perawat membangun hubungan dengan berbagai klien.
b. Perawat mengamati respons klien sebelumnya untuk membuat
intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan atau mendukung
konsep diri klien.
3. Sikap Berpikir Kritis
a. Perawat berpikir secara bebas, menggali berbagai pendekatan untuk
menyelesaikan masalah.
b. Perawat berpikir kreatif, berkeinginan untuk mencoba intervensi
yang unik.
c. Perawat menunjukkan ketekunan, karena perubahan konsep diri
biasanya terjadi secara perlahan.
4. Standar Perawatan
a. Perawat mempertahankan martabat dan identitas klien.
b. Perawat menunjukkan etika perawatan.
Setelah mempersiapkan kompetensi di atas, perawat kemudian
mulai menyusun perencanaan asuhan keperwatan. Langkah-langkah yang
dapat ditempuh perawat dalam menyusun sebuah perencanaan antara lain,
menetapkan tujuan dan hasil, menentukan prioritas, dan menyelenggarakan
perawatan kolaborasi (Perry, dan Potter., 2009).
17
1. Menetapkan Tujuan dan Hasil
Perawat bekerja secara kolaborasi dengan klien untuk menentukan
harapan yang ingin dicapai setelah perawatan. Dalam proses ini, selain
melibatkan klien, perawat juga harus melibatkan keluarga klien, dan praktisi
kesehatan mental, jika memungkinkan. Selanjutnya, perawat membuat
kriteria hasil dari tujuan yang telah dibuat sebelumnya.
2. Menentukan Prioritas
Penyusunan perencanaan asuhan keperawatan harus sesuai dengan
kebutuhan klien. Perawat harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan
klien mengalami gangguan konsep diri. Hal ini bertujuan untuk menciptakan
intervensi yang tepat guna agar dapat membantu klien beradaptasi dengan
stresor dan/atau meminimalkan stresor yang menyebabkan gangguan konsep
diri serta mendukung dan memperkuat metode koping.
2.8.3 Implementasi
Konsep diri merupakan kumpulan terintegrasi dari sikap yang disadari dan
tidak disadari serta persepsi tentang diri (Potter Perry., 2009). Pusat dari fase
implementasi adalah hubungan terapeutik antara klien dan perawat. Perawat
mengembangkan tujuan dan kriteria hasil, kemudian menetapkan intervensi yang
akan diberikan kepada klien guna mencapai tujuan untuk menciptakan konsep diri
yang sehat. Perawat sangat penting untuk bekerja sama dengan klien, keluarga,
atau orang terdekat dari klien. Sebagai contoh, perawat dapat memilih intervensi
yang tepat untuk pemulihan klien yang mengalami gangguan citra tubuh dengan
pendekatan keperawatan berkelanjutan yang membuat klien merasa lebih aman
dan kuat. Pemilihan pendekatan bervariasi sesuai tingkatan perawatan yang
dibutuhkan, antara lain:
1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah gaya hidup yang sehat, menciptakan lingkungan
sehat yang mendukung, mengorientasikan komunitas tindakan sehat dan
membangun kebijakan yang sehat (Pender, 1996). Bekerja sama dengan klien
dapat membantu klien mengembangkan perilaku gaya hidup yang sehat serta
mendukung konsep diri
18
yang positif. Perawat harus mengukur tindakan yang mendukung adaptasi
terhadap stresor seperti gizi, latihan, dan istirahat yang cukup. Menurunkan stresor
berperan dalam menciptakan konsep diri yang sehat. Sebagai contoh, seorang guru
muda di klinik mengeluhan tidak dapat tidur dan mengalami kecemasan. Dalam
mengumpulkan riwayat keperawatan, kaji praktik gaya hidup klien. Kemudian
data disatukan, ketika terdapat gangguan konsep diri, perawat lekas memilih
intervensi yang tepat untuk klien serta mengajarkan gaya hidup yang sehat untuk
menciptakan konsep diri yang sehat.
2. Perawatan Akut
Tindakan pada konsep diri seseorang biasanya menghasilkan kecemasan
atau ketakutan. Pada perawatan akut, biasanya klien memiliki lebih dari satu
stresor yang kemudian dapat meningkatkan stresor bagi keluarganya. Biasanya,
perawatan akut diberikan pada orang yang mengalami pra-operasi ataupun pasca-
operasi. Perawat harus menghadapi klien yang memerlukan adaptasi terhadap
perubahan citra tubuh akibat tindakan operasi atau perubahan fisik lainnya.
Kerena memenuhi semua kebutuhan ini merupakan hal yang sulit dilakukan pada
perawatan akut secara bersamaan, perawatan rumah menjadi hal yang penting.
Sebagai contoh, seorang klien yang harus diamputasi, membutuhkan perawatan
akut demi menciptakan konsep diri yang lebih sehat dan dapat menerima
perubahan citra tubuh tersebut.
3. Perawatan Pemulihan dan Berkelanjutan
Dalam ingkungan perawatan rumah (Home Care),perawat memiliki waktu
lebih banyak untuk bekerja dengan klien guna mencapai tujuan konsep diri yang
lebih baik. Intervensi dibuat untuk mencapai konsep diri yang lebih positif adalah
berdasarkan pikiran pertama kali yang dikembangkan klien dan kewaspadaan diri
terhadap masalah dan stresor, lalu bertindak menyelesaikan masalah dan
beradaptasi dengan stresor.
Tingkatkan kewaspadaan diri klien dengan memperbolehkan klien menggali
pikiran dan perasaan secara terbuka. Intervensi keperawatan yang paling utama
adalah menggunakan komunikasi untuk menjelaskan keinginan klien dan
keluarganya.terima pikiran dan perasaan klien, bantu klien untuk menjelaskan
hubungan dengan orang lain, dan bersikap empati. Dukung ekspresi diri, dan
dukung tanggung jawab dari
19
klien. Usaha suportif merupakan hal yang penting, karena dengan setiap
keberhasilan klien dapat mendukung usaha lainnya.
2.8.4 Evaluasi
Tahap terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Pemberian
asuhan keperawatan kepada klien memiliki tujuan untuk mencapai kesejahteraan
klien. Proses evaluasi sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah tujuan dan
hasil yang diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan telah tercapai. Hasil
yang diharapkan pada klien dengan gangguan konsep diri meliputi perilaku non
verbal yang menunjukkan konsep diri yang positif dan pernyataan penerimaan diri
terhadap perubahan atau fungsi (Potter.Perry, 2009). Pemikiran kritis dibutuhkan
demi mencapai keberhasilan evaluasi. Berikut model pemikiran kritis untuk
evaluasi konsep diri ( dalam Potter.Perry, Fundamental of Nursing, 2009).
20
Pengalaman
Mengawasi respons klien sebelumnya terhadap intervensi konsep diri
Pengetahuan
Perilaku yang menggambarkan kepercayaan diri
Karakteristik citra tubuh yang sehat dan positif
Evaluasi
Amati perilaku nonverbal klien Minta klien untuk berbagi pendapat dan ide Amati penampilan klien Tanyakan klien apakah harapannya telah
terpenuhi
Pengetahuan
Tunjukkan ketekunan untuk mendapatkan terapi yang berhasil jika klien mengalami perubahan citra tubuh yang permanen
Standar
Gunakan hasil yang diharapkan untuk mengevaluasi respons klien terhadap pelayanan
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian terkait Konsep Diri
Konsep Diri berkaitan dengan proses keperawatan, salah satunya adalah
pengkajian. Pengkajian yang menyeluruh meliputi pengkajian psikososial klien dan
keluarga atau orang pendukung karena hal ini memberikan petunjuk masalah aktual atau
potensial. Dalam mengkaji Konsep Diri klien, Perawat harus fokus pada setiap komponen
Konsep Diri, (a) Identitas Personal, (b) Citra Tubuh, (c) Performa Peran, (d) Harga Diri.
Identitas Personal, ketika Perawat melakukan pengkajian psikososial, informasi
yang dibutuhkan adalah identitas personal klien, salah satunya tentang siapa diri klien
menurut pandangan klien, apa yang disukainya, atau pun apa yang sedang dierjakannya.
Semua mengenai identitas personal klien.
Citra Tubuh, apabila ada indikasi gangguan citra tubuh, perawat harus mengkaji
klien secara hati-hati untuk kemungkinan masalah fungsi atau fisik. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh deformitas atau malfungsi aktual atau antisipasi. Selain respons yang
dinyatakan terhadap masalah, penting untuk mengkaji perilaku terkait. Salah satu bentuk
pertanyaan wawancara dapat berupa “apakah ada bagian tubuh anda yang inigin anda
ubah?” .
Performa Peran, perawat mengkaji kepuasan dan ketidakpuasan klien yang
berhubungan peran: peran keluarga, peran kerja, peran siswa, dan peran sosial. Peran
keluarga penting bagi individu karena hubungan anggota keluarga dekat. hubungan dapat
suportif dan menciptakan pertumbuhan atau sebaliknya, dapat menimbulkan tekanan yang
amat besar jika terdapat kekerasan atau penganiayaan.
Harga Diri, penting bagi Perawat untuk menentukan latar belakang budaya klien
terlebih dahulu agar tidak salah interpretasi terhadap perilaku tertentu. Setelah itu, baru
lah Perawat dapat mengajukan beberapa pertanyaan untuk menentukan harga diri klien.
Beberapa faktor pun bisa mempengaruhi proses pengkajian, antara lain :
21
1. perilaku koping, pengetahuan tentang bagaimana seorang klien menghadapi stresor
pada masa lalu akan memberikan gambaran tentang mekanisme koping yang dimiliki
klien
2. Orang-orang terdekat, mereka terkadang paham cara klien menghadapi stresor,cara
orang terdekat berbicara dan perilaku nonverbalnya dapat memberikan informasi
tentang jenis dukungan yang berguna bagi klien
3. harapan klien, bertanya kepada klien akan memberika Perawat informasi yang
berguna tentang kepercayaan dan sikap klien terhadap efikasi intervensi, dan potensi
untuk memodifikasi pendekatan keperawatan.
Sebelum melakukan pengkajian psikososial, seorang Perawat harus membina
hubungan saling percaya dan kerja sama dengan klien. Seperti misalnya menciptakan
lingkungan yang tenang dan mendukung privasi, duduk berhadapan dengan klien, dst.
Dalam mengumpulkan data pengkajian yang komprehensif membutuhkan sintesis
informasi yang kritis dari berbagai sumber. Selain dengan menggunakan pertanyaan
langsung, dapat pula melalui pengamatan perilaku non-verbal klien dan memperhatikan
isi pembicaraan klien. Penting bagi Perawat untuk mengidentifikasi setiap stresor yang
dapat memengaruhi aspek Konsep Diri.Ketika stresor teridentifikasi, perawat perlu
menentukan bagaimana persepsi klien terhadap stresor tersebut. Persepsi positif yang
berorientasi pada pertumbuhan terhadap kejadian yang penuh tekanan akan menguatkan
harga diri; persepsi negatif, putus asa, dan mudah menyerah menyebabkan penurunan
harga diri. Perawat juga harus mengidentifikasi strategi koping klien dan menentukan
apakah strategi ini efektif dengan mengajukan pertanyaan berikut kepada klien.
Dalam Kasus, kita bisa mulai mengkaji dengan berfokus pada komponen-
komponen Konsep Diri. Sebelum memulainya, binalah hubungan kerja sama dan saling
percaya dengan Ibu tersebut. Gunakan pula pedoman pengkajian psikososial lainnya,
seperti: pertahankan kontak mata; pertahankan kerahasiaan; dll. Setelah itu, Perawat
dapat melanjutkan untuk mengkaji data Identitas Personal. Dalam tahap ini, Perawat
mengajukan pertanyaan kepada klien, antara lain: “Apa yang Anda kerjakan dengan
baik?”,“Bagaimana latar belakang keluarga Anda?”,“Hal apa yang paling Anda tidak
sukai?”, “Bagaimana hubungan Anda dengan Suami?”. Lalu dilanjutkan dengan
wawancara pengkajian komponen yang kedua,
22
yaitu Citra Tubuh. Pertanyaan yang dapat diajukan antara lain, “Apakah ada bagian
tubuh Anda yang ingin Anda ubah?”, “Apakah Anda merasa berbeda atau inferior
terhadapa orang lain?”, dst. Selanjutnya dilanjutkan dengan wawancara pengkajian
komponen ketiga, yaitu Performa Peran. Disini Perawat mengkaji kepuasan dan
ketidakpuasan klien yang berhubungan dengan tanggung jawab dan hubungan peran:
peran keluarga, peran sosial. Pertanyaan yang diajukan, dapat berupa: “Bagaimana
hubungan Anda dengan Suami Anda?”, “Bagaimana hubungan Anda dengan Mertua
Anda?”, “Siapa yang paling penting dalam hidup Anda?”. Setelah itu, masuklah perawt
pada komponen Konsep Diri yang terakhir, yaitu Harga Diri. Perawat dapat mengajukan
beberapa pertanyaan, antara lain: “Apakah Anda puas dengan hidup Anda?”, “Apa yang
Anda rasakan mengenai diri Anda sendiri?”, “Apakah Anda mendapatkan apa yang
Anda inginkan?”. Semua itu adalah bentuk kajian yang dapat dilakukan Perawat untuk
menangani klien tersebut. Jawaban dari pertanyaan yang ditujukan kepada klien, akan
menggambarkan latar belakang budaya si klien, apakah klien menghindari kontak mata
saat menjawab, atau berbicara dengan ragu-ragu. Semua itu adalah gambaran untuk
menentukan latar belakang budaya klien.
3.2 Diagnosis terkait Konsep Diri
Diagnosis keperawatan saling berhubungan dengan konsep diri klien. Sering kali,
konsep diri klien membatasi perawat untuk melakukan intervensi sehingga perawatan
tidak berjalan seperti yang telah direncanakan. Contohnya, rendah diri. Saat membuat
diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan rendah diri bisa dimulai dari rendah diri
situasional dan rendah diri kronik. Rendah diri situasional terkadang disebabkan oleh rasa
kehilangan atau perubahan yang sangat signifikan. Karena itu, intervensi diberikan untuk
mencegah kondisi yang berkepanjangan. Rendah diri kronik adalah situasi jangka panjang
yang membutuhkan lebih banyak intervensi. Tujuan dari intervensi adalah untuk
mengajarkan klien perilaku atau kebiasaan baru demi mengubah perasaan mereka
terhadap diri mereka sendiri.
Rendah diri situasional adalah perasaan negatif mengenai diri sendiri sebagai
respon kehilangan atau perubahan dari seseorang yang sebelumnya berpikir positif
(NANDA, 2001). Karakteristik atau tanda-tanda klinis yang muncul pada diagnosis ini
adalah klien menunjukkan rasa ketidakmampuan, tidak berguna, dan ragu-ragu.
Sedangkan karakteristik minornya adalah selalu mengatakan ‘saya tidak bisa’ atau ‘saya
takut’ dalam menghadapi hal-hal baru, merasa bersalah dan takut akan kegagalan.
23
Rendah diri kronik adalah keadaan dimana seseorang memiliki pikiran negatif
mengenai dirinya sendiri dan sudah berlangsung lama. Karakteristik atau tanda-tanda
klinis yang mengacu pada diagnosis ini adalah pernyataan verbal negatif mengenai
dirinya sendiri, selalu menunjukkan rasa malu dan bersalah, menyatakan diri tidak bisa
melakukan sesuatu, selalu merasa ragu, penolakan terhadap umpan balik positif, dan
terbiasa mengatakan ‘saya tidak bisa’ terhadap pengalaman baru. Terdapat beberapa
karakteristik minor pada diagnosis ini tapi tidak selalu muncul pada klien, diantaranya:
1. Menghindari kontak mata dengan lawan bicara
2. Tidak peduli terhadap lingkungan sekitar (pasif)
3. Bimbang atau ragu-ragu
Diagnosis berikutnya terkait dengan konsep diri adalah peran kinerja tidak efektif.
Peran kinerja tidak efektif adalah kebiasaan atau ekspresi diri seseorang yang tidak sesuai
dengan lingkungan, norma, dan harapan. Karakteristik yang ditunjukkan adalah
penolakan peran (seorang anak menolak bahwa ia seorang kakak setelah mempunyai adik
baru), tidak bisa beradaptasi dengan situasi baru, pesimis, cemas atau depresi, berperan
ganda, dan tidak puas terhadap peran yang dimiliki.
Diagnosis berikutnya terkait dengan konsep diri adalah terganggunya citra tubuh.
Diagnosis ini mungkin terjadi saat klien memiliki perubahan dalam struktur maupun
fungsi tubuh, terutama saat perubahannya sangat besar. Karakteristik yang mengacu pada
diagnosis gangguan gambaran mengenai diri diantaranya:
1. Respon nonverbal terhadap perubahan yang dialami
2. Perasaan verbal terhadap perubahan struktur atau fungsi tubuh
3. Menghindari pengecekan tubuh
Banyak hal yang dapat menjadi faktor terjadinya gangguan citra diri, diantaranya:
amputasi pada salah satu bagian tubuh, operasi, kerusakan otak yang mempengaruhi
respon tubuh, perubahan gaya hidup, depresi, trauma, atau hal-hal yang terkait dengan
usia. Saat membuat diagnosis yang terkait dengan ganguan konsep diri perawat juga
harus memperhatikan karakteristik masing-masing diagnosis. Beberapa adalah diagnosis
yang sering terjadi selain yang disebutkan diatas: gangguan cemas, takut, rasa tidak ada
harapan, tidak berdaya, isolasi sosial, dan gangguan proses berpikir.
Diagnosis Terkait Kasus 2
Dalam kasus 2, diagnosis yang dapat diterapkan pada klien adalah:
24
1. Gangguan citra tubuh
Tuhan menciptakan manusia sebagai manusia dengan berbagai kesempurnaan.
Kesempurnaan yang diberikan tersebut akan memberikan sesuatu yang dapat dinilai
oleh orang lain baik itu secara fisik, sikap, maupun perbuatan. Fenomena seperti ini
akan menciptakan suatu value yang didapatkan dari individu tersebut. Individu
menciptakan sebuah nilai atau value yang baik tentunya individu tersebut harus dapat
membangun dirinya sendiri dengan hal yang baik dan sebaliknya. Untuk itu
diperlukannya sebuah pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap dirinya.
Potter dan Perry (2004) dalam bukunya Fundamental of Nursing edisi ke-4
menjelaskan bahwa konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan percampuran yang
kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri
dapat menentukan bagaimana individu bertindak dalam lingkungan. Jika dikaitkan
dengan dunia keperawatan konsep diri sangat membantu ketika seorang perawat akan
membangun keyakinan positif akan sebuah peningkatan kesehatan kepada klien.
Hubungan perawat dan klien yang baik dapat membantu klien dalam mendapatkan hal
tersebut.
Komponen dari konsep diri meliputi identitas diri, harga diri, citra tubuh, peran,
dan ideal diri yang memiliki pengertian yang berbeda. Citra tubuh sebagai salah satu
dari komponen konsep diri memiliki suatu nilai sendiri bagi individu. Gail W. Stuart
(1997) dalam bukunya Stuart & Sundeen’s Principles and Practice of Psychiatric
Nursing 6th edition: The concepts of one’s body is the central to the concept of self.
Dari pernyataan tersebut menjadi tanda tanya mengapa tubuh seseorang menjadi pusat
dari konsep dirinya? Jawabannya adalah karena tubuh yang diciptakan oleh Tuhan
merupakan sesuatu yang dapat dilihat baik dari ujung kepala sampai ujung kaki dan
merupakan materi yang sangat dijaga oleh setiap orang agar selalu terlihat sempurna.
Namun, bagaimana jika ternyata ada seseorang yang pada mulanya memiliki
tubuh yang ideal dan indah tiba tiba menjadi penderita anoreksia karena diet yang
berlebihan sehingga takut makan? Pada penderita anoreksia, mereka melihat dirinya
selalu gemuk sehingga takut makan. Lingkungan sekitar mereka berusaha untuk
menyadarkannya namun tak bisa. Hal ini nantinya akan menimbulkan dampak
negative bagi dirinya sendiri. Di sinilah dibutuhkannya seorang perawat yang
professional dalam
25
membantu menangani kasus semacam ini. Tugas seorang perawat di sini adalah
mengkaji faktor yang mempengaruhi konsep diri inidividu tersebut dalam kasus ini
adalah tentang bagaimana membangun kembali pencitraan yang baik dan benar
terhadap tubuhnya.
Faktor yang yang mempengaruhi konsep diri antara lain faktor penyebab, faktor
pencetus stressor, dan mekanisme koping. Di bawah ini merupakan penjelasan singkat
dari hal tersebut.
a. Faktor penyebab : faktor atau alasan yang pertama yang membuat masalah
tersebut.
b. Faktor pencetus: faktor sebelumnya yang terulang.
c. Stressor: pembuat stress. Dalam hal ini dalam pembuatan stressor yang berkaitan
dengan citra tubuh adalah perubahan dalam penampilan, struktur, atau fungsi
bagian tubuh diantaranya stroke, kebutaan, kolostomi, kehamilan, anoreksia,
amputasi, dll.
d. Mekanisme koping.
Menurut Lazarus (1985) koping merupakan koping merupakan suatu
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam mengatasi masalah internal
maupun eksternal dari seorang individu. Sedangkan mekanisme koping merupakan
suatu proses bagaimana cara individu (klien) dapat mengetasi bahkan keluar dari
stress dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku internal dan
eksternal di lingkungan. Untk mrnghadapi stressor, Sarafano (dalam Smet, 1994) ada
2 jenis koping, yaitu: 1) Emotional focus coping (untuk mengatur respon emosional
terhadap stres), dan 2) Problem focus coping (mengurangi stressor dengan cara
mempelajari cara-cara atau keterampilan). Penerapan akan mekanisme koping yang
dilakukan seorang perawat terhadap kliennya sangat berpengaruh bagi kondisi
perkembangan mental klien terebut. Sehingga perawat harus memberikan pemikiran-
pemikiran yang positif kepada klien yang diberikan asuhan keperawatan.
Penetuan penyebab dan mekanisme koping sangat mempengaruhi keberhasilan
seorang perawat dalam menangani kllien dengan citra tubuh yang turun. Sikap
perawat yag ikhlas dan peduli terhadap klien dengan masalah citra tubuh yang rendah
akan membuat hubungan antara klien-perawat dapat berjalan dengan baik sehingga
proses peningkatan status kesehatan akan berjalan dengan baik pula.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa citra tubuh merupakan salah satu dari
komponen konsep diri yang penting bagi seorang individu karena tubuh
26
merupakan bagian fisik yang dapat dengan mudah dilihat bentuk dan rupanya. Bagi
klien yang memiliki masalah terhadap citra tubuh maka skan menjadi tgas seorang
perawat dalam mangatasi masalah tersebut. Diharapakan seorang perawat dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi klien dengan masalah tersebut
sehingga klien tersebut dapat segera pulih dari masalah citra tubuhnya.
2. Ansietas
Gangguan ansietas memiliki banyak manifestasi, tetapi ada beberapa kategori dari
gangguan ansietas:gangguan panik dengan atau tanpa agora-fobia, gangguan fobia:
sosial atau spesifik, agorafobia tanpa gangguan panik, gangguan obsesif-
kompulsif(OCD), gangguan stress pasca trauma, gangguan stress akut, gangguan
ansietas umum, gangguan ansietas akibat kondisi medis, gangguan ansietas akibat zat.
3. Diare
Diare adalah pengeluaran feses lunak dan tidak bermassa.
Batasan karakteristik :
a. Subjektif
Nyeri abdomen, kram, urgensi.
b. Objektif
Sedikitnya sehari mengalami tiga kali deteksi dengan feses cair, bising usus
hiperaktif.
Faktor yang berhubungan :
1. Psikologis (Tingkat stress dan ansietas yang tinggi)
2. Situasional (efek samping obat, penyalahgunaan alcohol, kontaminan,
penggunaan obat pencahar, radiasi, racun, perjalanan, pemberian makanan
melalui selang)
3. Fisiologis ( proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorpsi, parasit).
Saran penggunaan:
Bedakan pengeluaran feses cair yang disertai impaksi fekal dari diare sejati.
Feses cair yang disertai impaksi biasanya terjadi secara tiba-tiba pada pasien yang
mengalami konstipasi kronis. Ketika impaksi terjadi, pada pemeriksaan rektum akan
ditemukan massa feses yang kering dank eras di rektum. Bedakan juga dengan
inkontinensia alur, yang tidak selalu dimanifestasikan dengan feses lunak atau tidak
bermassa. Alternatif diagnosis yang disarankan yaitu konstipasi, inkontinensia, alvi.
27
4. Keputusasaan
Keputusasaan adalah kondisi subjektif ketika individu melihat keterbatasan atau
ketiadaan alternatif atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi
energi untuk kepentingan individu.
Batasan karakteristik
a. Subjektif (tanda-tanda lisan, misalnya isi pembicaraan pesimis’ saya tidak bisa’,
menghela nafas)
b. Objektif (penurunan efek, penurunan pengungkapan verbal, kurang inisiatif,
kurang terlibat dalam perawatan, pasif, mengangkat bahu sebagai respon terhadap
pembicara, gangguan pola tidur.
Faktor yang berhubungan (pengabaian, kondisi fisik yang turun atau membaik,
stress jangka panjang, kehilangan keyakinan dalam nilai atau mukjizat, pembatasan
aktivitas dalam waktu lama yang menyebabkan isolasi, kurang dukungan sosial (non-
NANDA International). Alternatif diagnosis yang disarankan (ansietas kematian,
koping, ketidakefektifan, konflik pengambilan keputusan, kegagalan tubuh kembang
orang dewasa, ketidakberdayaan).
5. Pengambilan keputusan, kesiapan untuk meningkatkan
Definisi : pola pemilihan rangkaian tindakan yang mencukupi untuk memenuhi tujuan
jangka pendek dan jangka panjang yang berhubungan dengan kesehatan dan dapat
ditingkatkan.
Saran penggunaan :
a. Peran perawat adalah membantu klien membuat keputusan yang logis dan
berdasarkan informasi dengan memberikan informasi serta bantuan. Perawat
seharusnya tidak mencoba memengaruhi klien untuk memutuskan dengan cara
tertentu.
b. Jangan berangapan bahwa klien yang menghadapi keputusan yang serius, bahkan
mengenai hidup dan mati, mengalami konflik, keputusan tersebut, pada
kenyataanya mudah pada beberapa kasus.
28
Alternatif Diagnosis yang disarankan :
Koping, kesiapan untuk meningkatkan proses keluarga, kesiapan untuk meningkatkan
keberdayaan, kesiapan untuk meningkatkan.
3.3 Perencanaan terkait Konsep Diri
Perawat berperan penting untuk melaksanakan proses keperawatan dengan baik.
Dalam hal tersebut, perawat dituntut untuk memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri
perawat dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian
perawat terhadap dirinya. Dengan konsep diri yang positif maka perawat lebih optimis,
penuh percaya diri, selalu bersikap positif, mampu menghargai dirinya dan orang lain.
Sehingga, perawat diharapkan juga mampu dengan baik dalam menangani klien dengan
gangguan konsep diri, misalnya karena citra tubuh, harga diri, dan lain-lain. Berikut akan
dijelaskan secara umum mengenai proses keperawatan klien dengan gangguan konsep diri
dari pengkajian hingga evaluasi. Oleh karena itu, dalam tulisan kali ini akan difokuskan
pembahasan mengenai perencanaan keperawatan terkait konsep diri.
Tahap proses keperawatan setelah menegakan diagnosis keperawatan adalah
rencana tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan atau intervensi
keperawatan adalah Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat, klien, dan
keluargnya harus merencanakan perawatan yang diarahkan untuk membantu klien meraih
kembali atau mempertahankan konsep dirinya. Perencanaan tindakan keperawatan terdiri
dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. (Townsend,
1998). Tahap perencanaan keperawatan yaitu : Menentukan prioritas sesuai diagnose
keperawatan, menentukan tujuan atau hasil dari asuhan keperawatan untuk tiap diagnosa,
memilih langkah tindakan keperawatan yang spesifik.
Diagnosa 1 : gangguan citra tubuh
Tujuan : gangguan citra tubuh berkurang
Kriteria hasil : ganguan citra tubuh berkurang, yang di buktikan oleh selalu menunjukkan
adaptasi dengan ketunadayaan fisik, penyesuaian psikososial, perubahan hidup, citra
tubuh positif, tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan anak, dan Harga diri
positif.
Rencana tindakan keperawatan :
29
1. Bimbingan Antisipasi : mempersiapkan pasien terhadap kritis perkembangan atau
krisis situasional.
2. Peningkatan citra tubuh : meningkatkan presepsi sadar dan tak sadar pasien serta
sikap terhadap tubuh pasien.
3. Peningkatan koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup.
4. Peningkatan perkembangan remaja : memfasilitasi pertumbuhan fisik, kognitif, sosial,
dan emosional individual selama masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa.
5. Peningkatan perkembangan anak : memfasilitasi atau member penyuluhan orang tua-
pengasuh untuk memfasilitasi pertumbuhan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
kognitif, sosial, dan emosional anak usia prasekolah dan anak usia sekolah.
6. Edukasi orang tua : Remaja : membantu orang tua untuk memahami dan membantu
anak-anak remaja mereka.
7. Edukasi orang tua : childbearing family : membantu orang tua untuk memahami dan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anak
toddler, anak prasekolah, atau anak usia sekolah mereka.
8. Identitas Risiko : menganalisis faktor risiko potensial, menetapkan risiko kesehatan,
dan memprioritaskan strategi menurunkan risiko untuk individu atau kelompok.
9. Peningkatan Harga Diri : membantu pasien untuk meningkatkan penilaian personal
terhadap harga diri.
Diagnosa 2 : Ansietas
Tujuan : ansietas berkurang
Kriteria Hasil :
1. Ansietas hanya ringan sampai sedang.
2. Selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas
3. konsentrasi
Rencana Tindakan Keperawatan :
1. Bimbingan antisipasi : mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan krisis
perkembangan atau situasional.
30
2. Penurunan ansietas : meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau
perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan
tidak jelas.
3. Teknik menenangkan diri : meredakan kecemasan pada pasien yang mengalami
distress akut.
4. Peningkatan koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup.
5. Dukungan emosi : memberikan penenangan, penerimaan dan bantuan atau dukungan
selama masa stress.
Diagnosa 3. : Diare
(Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare).
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :Nafsu makan meningkat, BB meningkat atau normal
Rencana tindakan keperawatan :
1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin)
Rasional : Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan saluran usus.
2. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan atau vitamin (A)
Rasional : Mengandung zat yang diperlukan untuk proses pertumbuhan
Diagnosis 4 : keputusasaan
Tujuan : Menampilkan perilaku yang dapat menurunkan perasaan keputusasaan.
31
Kriteria hasil : Keputusaan akan berkurang dibuktikan dengan konsistensi pengendalian
diri terhadap depresi, tingkat depresi, adanya harapan, keseimbangan alam perasaan,
energy psikomotor, ungkapan kepuasan terhadap kualitas hidup, dan keinginan untuk
hidup.
Rencana Tindakan Keperawatan :
1. Peningkatan koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan atau ancaman yang mengganggu pemenuhan tuntutan dan peran dalam
kehidupan.
2. Konseling : menggunakan proses bantuan interaktif yang berfokus pada kebutuhan,
masalah atau perasaan pasien dan orang terdekatnya untuk meningkatkan atau
mendukung koping, penyelesaian masalah, dan hubungan interpersonal.
3. Manajemen alam perasaan : memberikan keamanan, stabilisasi, pemulihan, dan
pemeliharaan kepada pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan baik depresi
maupun peningkatan alam perasaan.
4. Dukungan pengambilan keputusan : memberikan informasi dan dukungan bagi pasien
yang membuat keputusan mengenai perawatan kesehatannya.
5. Penumbuhan harapan : memfasilitasi perkembangan cara pandang yang positif
terhadap situasi tertentu.
6. Promosi daya tahan : membantu individu, keluarga, dan komunitas dalam
mengembangkan, menggunakan dan memperkuat faktor protektif yang dapat
digunakan dalam berkoping menghadapi stressor lingkungan dan sosial.
7. Bantuan modifikasi- diri : member penguatan terhadap perubahan diri sendiri yang
dimulai oleh pasien untuk mencapai tujuan penting individu.
8. Fasilitasi perkembangan spiritual : memfasilitasi pertumbuhan dalam kapasitas pasien
untuk mengidentifikasi, berhubungan dengan, dan mencari sumber makna, tujuan,
kenyamanan, kekuatamn, dan harapan dalam hidupnya.
9. Klarifikasi nilai : membantu individu untuk mengklarifikasi nilainya sendiri untuk
memfasilitasi pengambilan keputusan yang efektif.
Diagnosa 5 : Pengambilan Keputusan, Kesiapan untuk meningkatkan
Tujuan : dapat meningkatkan analisis manfaat – risiko dari keputusan yang diambil.
32
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi informasi yang relevan, memahami kontradiksi dengan
keinginan orang lain, mengetahui implikasi legal yang relevan, menimbang dan memilih
diantara alternatif yang ada, mengidentifikasi sumber-sumber yang penting untuk
mendukung masing-masing alternatif.
Rencana tindakan keperawatan :
1. Pelatihan asertivitas : membantu dalam mengungkapkan secara efektif perasaan,
kebutuhan, dan pikiran dengan menghargai hak orang lain.
2. Dukungan untuk mengambil keputusan : memberikan informasi dan dukungan kepada
pasien yang membuat keputusan mengenai perawatan kesehatan.
3. Fasilitas pembelajaran : meningkatkan kemampuan untuk memproses dan memahami
informasi.
4. Penetapan tujuan bersama : bekerja sama dengan pasien untuk mengidentifikasi dan
membuat prioritas tujuan perawatan, kemudian membuat perencanaan untuk
mencapai tujuan tersebut.
5. Peningkatan kesadaran diri : membantu pasien untuk menggali dan memahami
pikiran, perasaan, memotivasi, dan perilaku pasien.
6. Pengurangan ansietas : menimbulkan rasa cemas , ngeri, firasat, atau kesulitan yang
berhubungan dengan perkiraan sumber bahaya yang tidak teridentifikasi.
7. Teknik penenangan : menurunkan ansietas pada pasien yang mengalami distres akut.
8. Peningkatan koping : membantu pasien berdaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan, atau ancaman yang mengganggu pemenuhan tuntutan hidup dan peran.
9. Kehadiran : bersama dengan yang lain , baik secara fisik maupun psikologis selama di
butuhkan.
10. Peningkatan kenyamanan : meningkatkan perasaan fisik dan psikologis pasien.
3.3 Implementasi dalam Proses Keperawatan terkait Konsep Diri
Proses keperawatan adalah suatu metode penyelesaian masalah yang sistematik
untuk memerikan asuhan keperawatan secara individu kepada klien, mulai dari tahap
pengkajian, pembuatan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi
(Hamid 2001). Menurut Yura dan Walsh (1978), “ proses keperawatan merupakan
inti dan sari dari
33
keperawatan”. Performa peran merupakan salah satu komponen dari konsep diri. Dalam
performa peran tersebut terdapat konflik peran dimana konflik peran itu muncul dari
harapan yang bertentangan atau tidak cocok. Dalam konflik interpersonal, individu
memiliki harapan yang berbeda mengenai peran tertentu. Dalam kasus, harapan mertua
pasien yang sangat mengharapkan cucu tetapi sang menantu akan menjalankan operasi
pengangkatan rahim. Konflik peran dapat menimbulkan ketegangan, penurunan harga
diri, dan rasa malu apabila kebutuhan akan pencapaian, kemandirian, dan rekognisi tidak
terpenuhi.
Pada tahap implementasi, perawat juga perlu mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi.
Sebelum mengimplementasikan tindakan keperawatan kepada pasien, terdapat tiga fase
pertama proses keperawatan yang menjadi dasar tindakan tindakan keperawatan tersebut,
yaitu pengkajian, diagnosis, dan perencanaan. Ketika mengimplementasikan tindakan
keperawatan, perawat terus mengkaji kembali klien pada setiap kontak, dengan
mengumpulkan data tentang masalah baru yang mungkin muncul. Seperti dalam kasus,
kondisi kesehatan pasien yang bertekanan darah tinggi (150/100mmHg), nadi yang
cenderung cepat bila dalam keadaan normal (110X/menit), dan pernapasan yang kurang
normal (25X/menit). Hal-hal seperti inilah yang perawat perlu pertimbangkan dalam
mengimplementasikan tindakan keperawatan pada pasien tersebut, agar pasien merasa
lebih nyaman, dihargai dan diperhatikan kondisi mental dan psikisnya. Perawat harus
memiliki kepekaan dari tanda-tanda vital yang dihasilkan menunjukkan bahwa kondisi
diri pasien sedang dalam keadaan stress atau tertekan mengenai keputusannya untuk
menjalani operasi pengangkatan rahim dan apa hasil yang akan terjadi bagi dirinya serta
orang-orang yang bersamanya.
Agar berhasil mengimplementasikan rencana asuhan, perawat memerlukan
keterampilan kognitif, interpersonal, dan teknis yang masing-masing dari keterampilan
tersebut digunakan dalam berbagai situasi dan kondisi pasien tersebut. Pada kasus ini,
keterampilan kognitif dari perawat harus benar-benar tajam karena menyangkut
penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan kreativitas. Kondisi
pasien yang bersuami sebagai anak tunggal dan mertuanya yang ingin memiliki cucu,
harus benar-benar dipertimbangkan, agar masing-masing individu yang terkait benar-
benar dapat memahami benar tujuan dari rencana asuhan keperawatan yang akan
diterima pasien serta kebutuhan
34
pasien dapat terpebuhi.
Perawat dapat membantu pasien dalam mengambil keputusan dengan
mempertimbangan segala aspek kondisi pasien serta keluarganya sehingga dapat
meringankan masalah pasien tersebut. Pada keterampilan interpersonal, keefektifan
tindakan perawat sangat bergantung pada kemampuan perawat untuk berkomunikasi
dengan pasien. Keterampilan interpersonal diperlukan untuk semua aktivitas
keperawatan, seperti merawat, memberi kenyamanan, melakukan advokasi, merujuk,
memberi konseling, dan mendukung. Agar mampu dalam keterampilan interpersonal,
perawat harus memiliki kesadaran diri dan kepekaan terhadap pasien tersebut.
Dalam dimensi konsep diri, terdapat dimensi pemahaman diri dan pengaharapan
diri, dimana pasien memiliki pengetahuan mengenai dirinya sendiri serta memiliki
harapan-harapan yang realistis atau tidak realistis. Oleh karena itu, selain melakukan
implementasi yang terbaik bagi kondisi tubuh pasien namun juga perlu memperhatikan
kondisi mental dari pasien tersebut. Perawat yang memahami perbedaan dimensi pada
dirinya sendiri lebih mampu memahami kebutuhan, keinginan, perasaan dan konflik pada
pasien tersebut. Perawat yang merasa positif mengenai diri mereka sendiri mungkin lebih
untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan dalam
keterampilan teknis adalah keterampilan ‘manual’ yang juga disebut keterampilan dalam
mengerjakan tugas, prosedur, atau psikomotor. Istilah psikomotor mencangkup
komponen interpersonal, misalnya pentingnya untuk berkomunikasi dengan pasien. Dari
kasus ini untuk mengimplementasikan konsep diri dengan cara proses keperawatan,
dalam menangani kasus ini yang dilakukan sebagai berikut.
1. Membantu pasien dalam menolong dirinya untuk mengurangi kecemasannya
a. Tindakan otomatis
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Memberikan obat penenang kepada pasien sesuai dengan anjuran dokter
Persiapkan pasien untuk melaksanakan tindakan
b. Tindakan terencana
Mengistirahatkan pasien sampai kondisi keadaan dari pasien stabil
Observasi tanda- tanda vital beberapa menit sekali
Lakukan pemeriksaan EKG secara rutin
2. Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari- hari
35
a. Tindakan otmatis
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
b. Tindakan terencana
Observasi tanda- tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari- hari:
Nutrisi,kebersihan pasien, dan kenyamanan pasien
Lakukan mobilisasi fisik setelah kondisi stabil seperti mengantar pasien ke
kamar mandi atau pasien sendang ingin membuang air kecil atau besar.
Pada intinya, dalam mengimplementasikan tindakan keperawatan pada pasien
yang memiliki konflik seperti ini, perawat perlu memperhatikan faktor perkembangan
dari pasien tersebut, dibutuhkan lingkungan yang suportif dan penuh kasih sayang guna
meningkatkan konsep diri pasien. Implementasi untuk meningkatkan konsep diri yang
positif termasuk membantu pasien mengidentifikasi area kekuatan dengan membina
hubungan teraupetik dan membantu pasien mengevaluasi diri mereka sendiri dan
membuat perubahan perilaku agar lebih rileks. Perawat juga dapat menggali pengalaman-
pengalaman positif dari pasien sebelumnya jika memiliki konflik yang sama sehingga
dapat memberi pengetahuan serta masukan positif bagi pasien.
3.4 Evaluasi Keperawatan Terkait Konsep Diri
Dalam proses keperawatan konsep diri seorang klien juga mempengaruhi proses
penyembuhannya. Proses keperawatan ini meliputi proses pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pada proses evaluasi gunakan
pemikiran kritis untuk mengevaluasi keberhasilan klien dalam mencapai setiap tujuan dan
hasil yang diharapkan serta terapkan pengetahuan tentang perilaku dan karakteristik
konsep diri yang sehat ketika meninjau ulang prilaku aktual klien. Hal ini akan membantu
untuk menentukan apakah hasil telah tercapai.
Hasil yang diharapkan pada klien dengan gangguan konsep diri meliputi prilaku
nonverbal yang mengidentifikasi konsep diri yang positif, pernyataan tentang penerimaan
diri dan penerimaan terhadap perubahan penampilan dan fungsi. Indikator kunci dari
konsep
36
diri klien adalah perilaku non verbal. Dalam proses mengevaluasi tindakan-tindakan yang
kita lakukan adalah amati prilaku nonverbal klien, minta klien untuk berbagi pendapat
dan ide, amati penampilan klien serta tanyakan apakah harapannya telah terpenuhi.
Evaluasi klien dengan salah satu diagnosis keperawatan konsep diri dapat
mengambil beberapa pendekatan seperti laporan klien yang subjektif dari kemajuan dan
hasil pengukuran yang diharapkan. Evaluasi terhadap diri sendiri disebut juga dengan
self-esteem, yang mana akan menentukan seberapa jauh seseorang menyukai dirinya.
Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya gambaran seseorang
seharusnya ia menjadi, maka akan mnyebabkan harga diri yang rendah. Sebaliknya bila
seseorang berada dalam standart dan harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri, yang
menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakan dan tujuannya, maka ia akan memiliki harga
diri yang tinggi. Dalam mengevaluasi, ada beberapa metode yang dapat digunakan,
metode pertama yaitu mengintervensi klien secara logis dengan menanyakan kepada
klien apakah klien merasa lebih baik tentang dirinya sendiri, metode kedua dengan
membandingkan prilaku klien dengan hasil kesehatan yang diharapkan. Asumsi dengan
metode evaluasi ini adalah bahwa perilaku klien yang berubah menunjukkan perubahan
dalam harga dirinya . walaupun perilaku berubah tetapi mereka tidak dapat menunjukkan
perubahan dalam harga dirinya. Metode ketiga evaluasi dengan menggunakan skala
penilaian, metode ini mungkin merupakan metode yang paling tepat untuk mengukur
kemajuan dalam meningkatkan harga diri . Namun , efektifitasnya tergantung pada
validitasnya data yang ada. Tetapi apapun metode evaluasi yang digunakan, hal yang
paling penting adalah mendokumentasikan setiap hasil dari asuhan keperawatan.
Evaluasi keperawatan konsep diri menggunakan kriteria evaluasi objektif. Hasil
yang diinginkan untuk klien dengan ganguan konsep diri dapat mencakup pernyataan
penerimaan diri dan penerimaan terhadap perubahan dalam penampilan atau fungsi. Sikap
positif yang diberikan klien akan menunjukan bahwa proses keperawatan yang telah
diberikan memberikan hasil yang memuaskan. Evaluasi terhadap masalah konsep diri
secara umum dapat dinilai dari kemampuan untuk menerima diri, menghargai diri,
melakukan peran yang sesuai, dan mampu menunjukkan identitas diri.
37
Dari kasus ini untuk evaluasi konsep diri dengan cara proses keperawatan yaitu,
dengan menanyakan kepada pasien apakah harapannya telah terpenuhi. Menanyakan
perasaan pasien setelah melakukan pengangkatan rahim dan apakah hasilnya memuaskan.
Ada juga cara dari rumah sakit dalam melakukan evaluasi misalnya diberiikan kuisioner
kepada pasien dimana ketika pasien dari awal masuk sampai selesai melakukan
pengobatan dilakukan penilaian, agar bisa dilihat perkembangan dari pasiennya.
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Konsep diri diartikan sebagai suatu pandangan, keyakinan terhadap citra diri kita
dan bagaimana orang lain memandang diri kita, yang terbentuk melalui pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan. Komponen konsep diri itu adalah gambaran diri (body
image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas
diri (self identity). Inividu yang normal, memiliki citra tubuh, penampilan peran, ideal
diri, identitas diri, dan harga diri yang positif. Konsep diri ini bisa terjadi karena adanya
interaksi sosial serta pengalaman individu sendiri.
Faktor yang mempengaruhi konsep diri ini adalah orang lain, keluarga,
kelompok tempat tinggal, budaya, pengalaman, stressor, usia, kkeadaan sakit dan trauma.
Seangkan konsep kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Pada proses keperawatan, dalam pengkajian
perawat perlu mengkaji perilaku, faktor predisposisi, presipitasi, dan sumber koping. Pada
perencanaan, perawat harus menetapkan tujuan dan menentukan prioritas dan nantinya
harus mengimplementasikannya pada intervensi. Sedangkan pada proses evaluasi untuk
menilai apakah tujuan keperawatan sudah tercapai atau belum.
4.2 Saran
Perawat diharapkan mampu mengembalikan konsep diri klien yang terganggu
dengan memperhatikan gambaran diri (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self
esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity) sehingga nantinya klien
dapat memiliki citra tubuh, penampilan peran, ideal diri, identitas diri, dan harga diri yang
positif. Perawat dalam proses keperawatan diperlukan untuk berpikir kritis dalam
mengkaji hingga evaluasi, untuk menentukan apakah tujuan dari proses keperawatan
sudah tercapai atau belum.
39
DAFTAR PUSTAKA
Potter, P.A. dan Perry A.G, (2010). Fundamental Keperawatan Ed. 7 Vol.2. Jakarta: Salemba
Medika
Stuart G.W. dan Sundeen S.J., (1995). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Ed. 5.
St. Louis: Mosby
Harkreader H, Hogan M., Dkk. (2004). Fundamental Of Nursing : Caring And Clinical
Judgement. Canada: Sauders Elsevier
Kozier, Barbara dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, &
Praktik, Ed. 7, Vol. 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Barbara, Kozier. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik,
Ed. 7, Vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Videbeck, Sheila L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kuliah umum oleh ibu Dra. Junaiti Sahar, M.App.Sc., PhD pada tanggal 4 September 2013
tentang Promosi Kesehatan.
DeLaune, S.C. and Ladner, P.K. (2002). Fundamental of Nursing: Standards and Practice.
2nd edition. The United States of Amerika: Delmar/Thomson Learning.
Judith, H. (1987). Comprehensive Psychiatric Nursing. The United States of America:
Delmar.
Potter, P.A, and Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and
Practice. 4th edition. (Terj. Yasmin Asih et al.). Jakarta: EGC.
Rasmun. (2004). Stres, Koping, dan Adaptasi. Jakarta: Sagung Seto.
Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Stuart & Sundeen’s Principles and Practice of
Psychiatric Nursing. 6th edition. St. Louis: Mosby.
Ahyar. (2010). Konsep Diri dan Mekanisme Koping Dalam Aplikasi Keperawatan. www.e-
psikologi.com . Diakses pada 14 September 2011. Pk. 22.15 wib.
40
Siscawaty, E. (2011). Pesan Iklan Materialistik Membentuk Citra Tubuh Wanita Secara
Negatif. www.faktailmiah.com . Diakses pada 15 September 2011. Pk. 09.00 wib.
Craven, F, R., & Hirnle, C, J. (2003). Fundamental of Nursing: Human Health and Function
4th edition. Washington: Lippincott Williams & Wilkins.
Harkreader, H., Hogan, M. A., & Thobaben, M. (2007). Fundamental of Nursing: Caring and
Clinical Judgement. Canada: Elsevier.
Wilkinson, J. M., & Ahren, N. R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 .
Jakarta: EGC .
Kozier, B., et al. (2004). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 7 th Ed.
New Jersey: Pearson Education.
Ana, Keliat Budi. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi II. Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. (2000). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,
Jakarta : EGC.
Stuart, Gail W. & Michele T. Laraia. (2005). Psychiatric of Nursing, edisi 8. USA : Elsevier
Mosby.
Hamid, Achir Yani S,dkk. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dan Direktorat Pelayanan
Keperawatan.
Mustikasari,dkk. (2011). Konsep Diri Pada Klien Dewasa (Power Point).
Carpenito, Lynda Juall dan Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Carpeito Lynda.(2002). Diagnosis Keperawatan : Aplikasi Pada praktik Klinis, Ed 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wong, Donna L., Dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediaktrik. Jakarta: EGC
Harkreader, Helen, dkk. (2007). Fundamentals of Nursing: Caring and Clinical Judgment.
Missouri: Saunders Elsevier.
Townsend, Mary C. (2005). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing, 3rd edition.
Philadelphia: F. A. Davis Company.
Label klasifikasi intervensi dari Bulechek G. M., Butcher H.K., dan Dochterman J.M. (2008).
Nursing Interventions Classification (NIC) ed. 5, St. Louis : Mosby.
Label klasifikasi hasil dari Moorhead S. Et al. (2008) .Nursing Outcomes Classification (NOC),
ed. 4, St. Louis : Mosby.
Stuart, Gail. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Mi Ja Kim, Gertrude, Audrey. (2005). Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta: EGC
Direktorat Pelayanan Keperawatan. (2000). Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: Deparetemen Kesehatan RI
top related