makalah farfis.docx
Post on 28-Nov-2015
21 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Daftar Isi...........................................................................................1
Kata Pengantar................................................................................2
BAB I Pendahuluan..........................................................................3
BAB II Pembahasan.........................................................................4
A. Pengertian Emulsi.................................................................4
B. Tipe-tipe emulsi.....................................................................7
C. Sifat fisik emulsi.....................................................................9
D. Cara pembuatan emulsi.........................................................10
E. Teori terbentuknya emulsi.....................................................11
F. Aplikasi emulsi bahan pangan...............................................13
BAB III Penutup................................................................................17
Kesimpulan.......................................................................................17
Daftar pustaka..................................................................................18
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah FARMASI FISIKA ini. Makalah ini bertemakan
“EMULSI”.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui emulsi, tipe-tipe emulsi,
emulgator dan hal-hal yang berkaitan dengan emulsi yang ada
hubungannya dengan farmasi fisika.
Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak atas terselesaiakannya makalah ini. Saya menyadari makalah yang
saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat
mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.
Makassar, 27 juni 2013
penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Tujuan pemakaian emulsi antara
lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air
maupun minyak dalam satu campuran.
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-
bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal). Fase
kontinu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar / pendukung) dari
emulsi tersebut (fase eksternal) dan Emulgator (zat yang digunakan dalam
kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai
fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 :
Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam
minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase
eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak
yang tersebar ke dalam air).
Emulsi merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang banyak
digunakan dalam industri dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya pada kosmetik yaitu krim, lotion, dan lain-lain, sedangkan dalam
pangan contohnya yaitu, susu, mentega dan lain-lain.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika
minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan
fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya,
jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak
atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut
emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan
bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan
kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal
yang memisah. Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau
lebih zat cair yang sebetulnya tidak dapat bercampur (immicible)
biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut
tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain
distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan).
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang
terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal).
Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar
(pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal) dan Emulgator (zat
yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Tujuan pemakaian emulsi
antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam
4
air maupun minyak dalam satu campuran, yaitu emulsi dalam
pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W serta emulsi untuk
pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O. Umumnya untuk
membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari
emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada
konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi
farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat).
Dalam formula pembuatan emulsi terdapat dua zat yang tidak
bercampur yang mempunyai fase minyak dalam air atau air dalam
minyak, biasanya yang stabilitasnya dipertahankan dengan emulgator
atau zat pengelmusi. Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen
yang ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi
dalam fase kontinue sampai batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi
(surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan
antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik
disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi
tegangan antarmuka antar fase, sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan emulgator biasanya
diperlukan 5% – 20% dari berat fase minyak. Zat pengemulsi adalah
PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria
(emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
5
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat
seperti putih.
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang
mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak
dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini,
kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat
terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan
perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal
yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim
stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase
internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam
minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat.
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat
dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena
akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan
kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan
agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi
yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin
akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada
kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan
meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran
tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim.
6
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan
sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase
eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan
daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau
bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi
ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam
seperti tragakan dan gom.
B. Tipe-tipe emulsi
Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya
dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya
mengandung kadar air yang kurang dari 10 – 25% dan
mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat
diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat
sulit bercampur/dicuci dengan air.
Pada fase ini bersifat non polar maka molekul – molekul
emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan oleh air. Akibatnya tegangan permukaan minyak
menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase
kontinu.
7
b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)
Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya
berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran
kecil didalam fase kontinyu yang berupa air. Emulsi tipe ini
umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 – 41%
sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan
air dan sangat mudah dicuci.
Pada fase ini bersifat polar maka molekul – molekul
emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh air
dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air
menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase
kontinue.
Cara membedakan tipe emulsi
a. Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan
air, Tipe W/O dapat diencerkan dengan minyak.
b. Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan
amaranth/metilen blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan
sudan III.
c. Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa
memisahkan emulsi karena fase internal dari emulsi tersebut
melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar dlm emulsimis :
air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal
8
pada permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat
refelsibel.
d. Konductifitas, dimana elektroda dicelup didalam cairan
emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian
sebaliknya.
C. Sifat-sifat fisik emulsi
1. Penampakan
Penampakan emulasi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh
ukuran pertikel emusi dan perbedaan indeksbias antara fase
terdispersidan medium terdispersi. Pada prinsipnya emulsi yang
tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias kedua
fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari
panjang gelombang cahaya sehingga terjadi refraksi.
2. Viskositas
Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi
adalah viskositas medium dispersi, persentase volume medium
dispersi, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta konsentrasi
emulsifier/stabilizer yang digunakan.
Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse,
maka makin tinggi viskositas emulsi. Demikian juga semakin kecil
ukuran partiker suatu emulsi, maka semakin tinggi viskositasnya
dan makian tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.
3. Dispersibilitas dan Daya Emulsi
9
Dispersibilitas atay daya larut suatu emulsi ditentukan oleh
medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, maka emulsinya
dapat diencerkan dengan air, sebaliknya bila medium dispersinya
lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak.
4. Ukuran Partkel Emulsi
Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis
dan total energy yang diperlukan pada waktu pembuatannya,
perbedaan vikositas antara fase terdispersi dan medium disperse,
tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama
penyimpanan.
D. Cara Pembuatan Emulsi
a) Metode gom basah
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai
berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air
seperti kuning telur dan metilselulosa. Metode ini dibuat dengan
terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu
ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang
kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian
sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.
b) Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada
pemakaian zat pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali
dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian
10
minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai
terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan
yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya
suatu emulsi yang baik.
c) Metode botol atau metode botol forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat
minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk
gom dimasukkan kedalam botol kering, ditambahkan 2 bagian air,
botol ditutup , kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat.
Tambahkan sedikit demi sedikit sambil dikocok.
E. Teori terbentuknya emulsi
Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari
sudut pandang yang berbeda
1. Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)
Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi
(berlainan jenis)). Daya kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada
permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air dan udara) akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan
gaya kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi
perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk
bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan penambahan
11
garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang
dengan penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun.
2. Teori Oriented Wedengane
Teori ini menjellaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan
adanya kelarutan selektif dari berbagai molekul emulgator,
Emulgator terbagi 2, yaitu Hidrofilik adalah bagian emulgator yg
suka pada air dan Lipofilik adalah bagian emulgator yg suka pd
minyak
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak
yang membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok
hidrofil & lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator mudah
larut dalam air & sebaliknya).
3. Teori Interpelasi film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak,
sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel
fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan tegabung
akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum, emulgator
Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse
Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup
semua permukaan partikel dengan segera.
12
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).
Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg
menyelubungi partikel sehingga terjadi tolak-menolak antara
partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah
satu dari ketiga cara berikut:
Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel
Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
F. Aplikasi Emulsi Bahan Pangan
a) YOGURT DAN TAHU SUSU
Tahu susu
Tahu susu terbuat dari susu. Tahu susu merupakan suatu
massa atau gumpalan yang diperoleh dari penggumpalan protein susu
dimana sebagian dari kandungan airnya dikeluarkan. Pembuatan tahu
susu lebih sederhana dibandingkan dengan tahu kedelai. Biasanya
susu yang digunakan dalam pembuatan tahu susu ini adalah susu
yang berkualitas kurang baik. Prinsip pembentukan tahu susu adalah
dengan menggumpalkan protein susu, dilakukan antara lain dengan
menambahkan asam ke dalam susu.
Kasein pada susu akan terkoagulasi dan membentuk tahu
apabila ditambahkan enzim proteolitik atau asam. Tahu yang terbentuk
dapat menjadi lunak atau keras tergantung dari jumlah kasein dan
kalsium yang terdapat di dalam susu. Kasein susu akan terkoagulasi
13
pada titik isoelektriknya yaitu pada pH 4,6. Koagulasi ini akan
menyebabkan gaya tolak menolak elektrostatik meningkat dan
memecah misela-misela.
Yogurt
Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah
dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan bakteri tertentu sampai
diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas. Pada pembuatan
yogurt, susu yang dihomogenisasi akan membentuk gel tahu yang
lebih cepat dengan konsisten yang lebih licin dan lunak dibandingkan
dengan susu yang tidak dihomogenisasikan.
Cara pembuatan yogurt adalah dengan mencampurkan 10,5%
susu tanpa lemak, 7% lemak susu, 12% sukrosa dan 3% biakan
campuran streptococcus lactis dan lactobacillus bulgaricus,
selanjutnya diinkubasi pada suhu 43 °C selama 18 jam. Emulsifier atau
stabilizer seperti gelatin akan memberikan hasil yang lebih baik tanpa
menghambat proses pengasaman.
b. KEJU
Keju adalah produk yang dibuat dari tahu susu sapi atau hewan
lainnya. Tahu tersebut diperoleh dengan mengkoagulasikan kasein
susu dengan suatu enzim (biasanya rannin) atau asam (biasanya
asam laktat). Tahapan pembuatan keju yaitu:
koagulasi susu oleh rennet,
pemecahan dadih dan pengeluaran whey (pemanasan),
14
pengepresan dadih,
penggaraman dan
pemeraman.
Proses homogenisasi susu hanya dilakukan pada pembuatan
keju lunak dengan maksud menyempurnakan daya olesannya serta
mereduksi kehilangan lemak didalam whey pada waktu tahunya
dipisahkan. Pada keju semi lunak dan keju keras tidak dilakukan
homogenisasi susu hal ini dikarenakan homogenisasi dapat
menyebabkan peningkatan luas permukaan lemak sehingga reaksi
lipofilik selama proses pematangan akan meningkat dan
mengakibatkan keju yang diperoleh mempunyai bau dan rasa yang
kurang enak.
Pada pembuatan keju, penambahan emulsifier merupakan
campuran garam-garam fosfat akan memberikan hasil yang lebih baik
(tekstur dan penampilannya) terutama pada keju-keju yang tidak
difermentasi seperti cottage cheese.
c. MENTEGA
Mentega merupakan emulsi air didalam minyak (w/o) dengan
kandungan 20% dari berat lemak. Bahan baku untuk membuat
mentega adalah lemak susu, biasanya dalam bentuk krim. Krim
dipisahkan dari susu dan mengandung 30-35% lemak. Sebelum di
proses lebih lanjut krim dipasteurisasi terlebih dahulu.
15
Pengocokan dapat dilakukan dengan sistem batch atau sistem
kontinyu yang menggunakan pengaduk mekanis dan dirancang untuk
mengubah sistem emulsi alamiah di dalam air dan tiap-tiap globula
tersebut dikelilingi oleh sutau membran fofpolipid yang mengandung
lechitin. Pengocokan ini akam memecah membran sehingga globula-
globula tersebut bertubrukan satu dengan yang lainnya, hasilnya
globula tersebut berkumpul bersama dan membentuk granula mentega
yang kecil, makin lama makin besar ukurannya dan akhirnya terpisah
dari fase air krim. Fase air terpisah disebut buttermilk.
Pada proses pengocokan terjadi pemecahan emulsi dan
granula-granula akan terbentuk pada 50 °F. Pada titik ini pengadukan
dihentikan dan buttermilk dikeluarkan dari wadah, keadaan emulsi
sudah berubah. Massa buttermilk merupakan komponen utama dan
merangkap 15% buttermilk didalamnya. Disini butterfat menjadi fase
kontinyu dan sisa buttermilk yang sebagian besar terdiri dari air dengan
terlarut laktosa, kasein dan padatan susu lainnya tersuspensi sebagai
butiran-butiran di dalam massa lemak. Hal ini terjadi setelah proses
pengocokan yang berlangsung 40 menit. Setelah itu massa mentega
dicuci dengan air bersih untuk mengeluarkan sisa-sisa buttermilknya,
kemudian sisa air pencuci dikeluarkan dan ditaburi garam. Kemudian
diteruskan dengan menyeragamkan dispersi garam dan memecah
butir-butir air sampai sekecil-kecilnya.
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
Adapun tipe-tipe emulsi yaitu minyak dalam air (M/A) dan air dalam
minyak (A/M). Emulsi merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi
yang banyak digunakan dalam industri dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya kosmetik dan bahan pangan.
Didalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan
campuran dua atau lebih bahan kimia yang tergolong ke dalam
emulsifier dan stabilizer. Tujuan dari penambahan emulsifier adalah
untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan
interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi.
Emulsi dapat dibuat dengan metode gom kering, metode gom
basah, dan metode botol berdasarkan pemambahan zat tambahan
yang sesuai.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Penerbit buku kedokteran EGC :
jakarta
2. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DEPKES RI :
jakarta
3. Anonim. http://blogkita.info/emulsi/.com. Diakses 27 juni 2013
18
MAKALAH
FARMASI FISIKA“EMULSI”
KELOMPOK III
YAYUK KERTIWIGIANI
EUGENIA NONA ODEL
ARMAH
FITRIANA JULIADARIH
DENNY
ROSITA
SUDARIYATMO
EKA SAFITRI PAGEWANG
AGNES NGORA
USMAN BUGIS
ALFIAN
NOVIYANTI
RUSDIADI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASIMAKASSAR
2013
19
top related