makalah anemia karna infeksi necator
Post on 12-Aug-2015
54 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
PENDAHULUAN 2
STUDI KASUS 3
PEMBAHASAN 4
I. DASAR TEORI DEMAM 4
Patofisiologi demam 4
II. DASAR TEORI BATUK 4
A. Pengertian 4
B. Mekanisme 5
III. DASAR TEORI INFEKSI CACING TAMBANG 6
A. Daur hidup Necator americanus 6
B. Patologi dan gejala klinis 7
C. Diagnosis 8
D. Respon imun tubuh terhadap cacing 8
IV. KASUS 9
KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
1
PENDAHULUAN
Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah
perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing.
Cacing tambang merupakan salah satu cacing yang dapat menyebabkan kehilangan darah
bagi penderita sehingga sangat memungkinkan terjadinya anemia (anemia hipochrom micositer).
Terjadinya anemia diduga karena adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang
relatif sulit menutup akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai antikoagulan
sehingga darah sukar membeku.
Kebanyakan kasus kecacingan masih dapat ditanggulangi. Tingkat keparahan nfeksi kecacingan
dapat ditentukan dari keadaan imunitas hospes dan penatalaksaan yang dilakukan.
2
STUDI KASUS
Seorang anak perempuan usia 4 tahun, dibawa orangtuanya ke Klinik Kesehatan dengan
keluhan demam dan batuk selama 1 minggu. Menurut ibunya, anak tersebut sudah diberikan obat
batuk dan demam yang biasa dijual di warung, namun keluhan tidak hilang.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran baik, tanda vital normal, kecuali suhu
37,5ºC. pemeriksaan status generalis semuanya normal, hanya terlihat eritem dan papul pada
telapak kaki kanan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
- Hemoglobin : 11,5 gr/dl
- Eritrosit : 4,70 juta /mmk
- Leukosit : 13.000/mmk
- Trombosit : 278.000/mmk
Satu tahun kemudian ,anak tersebut dibawa orang tuanya ke klinik tumbuh kembang dengan keluhan pucat dan sering terlihat letih, lesu, dan lemah. Menurut ibunya, anak tersebut menurun nafsu makannya, dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya serta terlihat lebih kecil dibandingkan teman-temannya di sekolah. Dari anamnesa tambahan diketahui bahwa dalam setahun terakhir, anak tersebut masih sering demam disertai batuk. Karena masalah biaya, selama ini, orang tua anak tersebut hanya memberinya obat batuk sirup yang biasanya di beli di toko obat. Hasil pemeriksaan fisik di temukan tanda vital dalam batas normal, kesadaran baik, terlihat kurus dan pucat. Status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
- Hemoglobin : 4 gr/dl
- Eritrosit : 1,2 juta /mmk
- Leukosit : 15.400/mmk
- Basofil : 0
- Eusinofil : 10
- N.Batang : 3
- N.segmen : 60
- Limfosit : 20
- Monosit : 7
- Trombosit : 252.000/mmk
Hasil pemeriksaan tinja di temukan gambaran berikut :
3
PEMBAHASAN
DASAR TEORI DEMAM
Patofisiologi demam :
Suhu tubuh diregulasi oleh suatu inti dalam hipotalamus anterior yang berfungsi sebagai
termostat yang mengendalikan keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas. Demam
berkembang bila termostat digeser ke set yang lebih tinggi. Kehilangan panas tubuh melalui kulit
dikurangi dengan vasokonstriksi, sehingga dalam waktu singkat, sewaktu suhu meningkat, kulit
secara paradoks menjadi dingin. Saat pergeseran ini, secara klinis terlihat sebagai gemetar, yang
artinya suhu lingkungan mendadak diterjemahkan sebagai dingin.
IL-1, IL-6 dan TNF adalah mediator-mediator penting dari reaksi ini. Sitokin-sitokin ini
dihasilkan oleh leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme infeksi atau reaksi-
reaksi imunologis dan toksik, yang dilepaskan dalam sirkulasi. IL-1 dan IL-6 mempunyai efek
yang sama dalam menghasilkan reaksi fase akut, keduanya menghasilkan demam melalui
interaksi dengan reseptor-reseptor vaskuler dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan
aksi langsung dari sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi prostaglandin lokal
(PGE), informasi ini kemudian ditransmisi dari hipotalamus anterior ke posterior ke pusat
vasomotor, menyebabkan stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi pembuluh-pembuluh kulit,
mengurangi perspirasi dan timbul panas demam. Pirogen endogen yang diketahui mencakup
TNF, IL-1 dan IL-6. Mereka dilepaskan oleh monosit/makrofag dan sel-sel inang yang lain
dalam respons terhadap mikroba dan stimulasi pirogen lain.
DASAR TEORI BATUK
A. Pengertian
Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia, dan
suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas
tetap bersih dan terbuka dengan mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas serta mengeluarkan
4
benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas. Walaupun batuk dapat dilakukan
secara volunter, sebenarnya batuk merupakan sebuah refleks yang dipicu ketika terjadi
rangsangan di satu atau lebih reseptor batuk dalam sistem pernapasan. Adapun batuk dapat
dibedakan menjadi dua jenis batuk, yaitu batuk kering dan batuk produktif. Batuk kering terajdi
ketika terdapat adanya inflamasi di saluran pernapasan bagian atas. Pada batuk kering tidak
didapati adanya produksi sekret, namun ada persaan gatal sehingga timbul rangsangan atau
refleks untuk batuk. Pada batuk yang produktif, diproduksi lendir atau sekret sebagai respons
terhadap infeksi, atau kadang tidak terdapat sekret bila terjadi pembengkakan pada saluran
pernapasan karena infeksi.
B. Mekanisme
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf
non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di
dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Sedangkan
yang terletak di luar rongga toraks antara lain terdapat di saluran telinga, lambung, hilus, sinus
paranasalis, perikardial, dan diafragma. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-
cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan
daerah percabangan bronkus.
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat
pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut efferen nervus
vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis,
nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring,
trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme
batuk kemudian terjadi.
Mekanisme batuk dibagi menjadi empat fase, yaitu :
1. Fase Iritasi
Fase iritasi merupakan fase dimana terjadi iritasi pada salah satu saraf sensoris nervus
vagus (di laring, trakea, bronkus) atau terjadi rangsangan pada reseptor batuk di lapisan
faring, esofagus, rongga pleura, dan saluran telinga.
5
2. Fase Inspirasi
Pada tahap inspirasi, glotis terbuka karena kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea.
Iga bawah terfiksir akibat kontraksi otot thoraks, perut dan diafragma sehingga dimensi
lateral dada membesar. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya inspirasi yang cepat dan
dalam serta meningkatnya volume paru.
3. Fase Kompresi
Pada fase ini. Glotis tertutup selama 0,2 detik yang disebabkan oleh kontraksi otot
adduktor kartilago aritenoidea. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan intratoraks
sampai 300 cmH2O selama 0,5 detik setelah glotis menutup kembali. Pada saat tertentu
tidak perlu dilakukan penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi bisa meningkatkan
tekanan intratoraks tanpa menutup epiglotis.
4. Fase Ekspirasi
Pada fase terakhir batuk, epiglotis terbuka akibat kontraksi otot ekspirasi sehingga udara
banyak keluar dengan kecepatan tinggi dan disertai dengan pengeluaran benda-benda
asing.
DASAR TEORI INFEKSI CACING TAMBANG (Necator americanus)
Necator americanus merupakan cacing tambang dengan hospes definitif manusia, dan
berhabitat di dalam rongga usus halus manusia. Cacing ini banyak terdapat di daerah
khatulistiwa, pertambangan dan perkebunan. Bentuk dari cacing Necator americanus ini
tergolong kecil (0,8 - 1 cm).
A. Daur hidup Necator americanus
Daur hidup Necator americanus dimulai dari telur cacing yang keluar bersama dengan feses
manusia. Dalam satu sampai lima hari telur ini kemudian akan menetas mengeluarkan larva
rhabditiform yang dalam jangka waktu tiga hari akan berkembang menjadi larva filariform.
Larva filariform ini merupakan bentuk infektif dari cacing tambang dan merupakan larva yang
akan masuk kembali menembus kulit manusia. Setelah menembus kulit manusia, larva filariform
beredar dalam sirkulasi darah menuju jantung kanan melalui kapiler darah, lalu masuk ke paru.
6
Dari paru larva ini berjalan melalui bronkus, trakea, faring yang kemudian menimbulkan rasa
gatal dan menyebabkan terjadinya refleks batuk. Setelah terjadi refleks batuk larva ini kemudian
tertelan kembali dan masuk ke usus halus. Dalam usus halus inilah larva cacing tambang
berkembang menjadi dewasa dan bertelur. Kemudia telur keluar lagi bersama feses manusia dan
daur hidup berulang.
Bagian 1. Daur hidup Necator americanus
B. Patologi dan gejala klinis
Dalam infeksinya, Necator americanus menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang
spesifik, yang mengindikasikan terjadnya infeksi cacing tambang khususnya Necator americanus
pada seorang indifidu. Beberapa manifestasi klinis cacing tambang adalah :
1. Infeksi stadium larva
Perubahan kulit : (ground itch) yang timbul karena banyak larva filariform
yang sekaligus menembus kulit
Perubahan paru : pneumonitis ringan
2. Infeksi cacing dewasa
Infeksi akut
o Sakit perut
o Mual
o Muntah
o Diare
7
TELUR DALAM FESES
LARVA RHABDITIFORM
LAFVA FILARIFORM
(larva filariform menembus kulit)
(kapiler darah)
(jantung kanan)
(paru-paru)
(bronkus-trakea-faring)
(usus halus)
DEWASA
o Lemah o Pucat
Infeksi kronis
o Anemia defisiensi besi (anemia hipochrom micositer)
Gejala : pucat, edema muka dan kaki, Hb ≤ 5 gr/dl, cardiomegali (kadang).
C. Diagnosis
Diagnosis yang menentukan adanya infeksi cacing tambang Necator americanus pada suatu
individu dapat disimpulkan bila ditemukan data berikut :
o Telur dalam tinja segar
o Larva dalam tinja yang lama (>24 jam tanpa pengawet)
o Biakan tinja untuk medakan species isalnya dengan cara Hanada Mori
D. Respon imun tubuh terhadap cacing
Respons imunitas selaput lendir saluran cerna inang definitif terhadap infeksi cacing
nematoda dapat dibangkitkan oleh antigen cacing tersebut. Antigen ekskretori/sekretori dapat
memicu peningkatan respons sel T helper 2 (Th-2). Reaksi sel Th-2 dapat menggertak pelepasan
sitokin terutama interleukin (IL-3, IL-4, dan IL-5). IL-3 merangsang sel mast berdegranulasi
untuk melepaskan mediator peradangan, senyawa vasoaktif dan kemoatraktan yang berfungsi
untuk merekrut sel eosinofil. IL-5 merangsang aktivasi sel eosinofil untuk melepaskan mediator
kimia seperti enzim hidrolitik dan zat sitotoksik. Aktivasi sitokin yang dilepaskan oleh sel Th-2
merangsang proliferasi, hiperplasia, dan pelepasan mukus yang bersifat viscoelastic gel oleh sel
goblet. Mukus melindungi permukaan usus halus dari ancaman invasi, dan membatasi gerakan
cacing dengan cara menutupi kutikulanya.
8
KASUS
A. Pasien dan infeksi cacing tambang
Pada pemeriksaan tinja pasien ini ditemukan adanya telur cacing Necator
americanus dan beberapa manifestasi klinis yang condong mengarah ke manifestasi
klinis infeksi cacing Necator americanus. Beberapa contohnya adalah, kadar leukosit dan
eosinofil yang tinggi lebih dari nilai normal mengindikasikan adanya inflamasi dan
merupakan respon tubuh terhadap infeksi cacing yang ada. Kadar Hb yang rendah juga
mengarah ke manifestasi klinis infeksi cacing tambang yang berupa anemia defisiensi
besi (anemia hipochrom micositer). Selain itu, gejala-gejala fisik seperti pucat, lemah,
lesu, letih, dan berat badan dibawah normal juga memperkuat diagnosis yang mengarah
ke infeksi cacing tambang Necator americanus.
B. Penatalaksanaan pada pasien kecacingan
1. Edukasi
o Pemakaian alas kaki ketika berjalan-jalan di tanah
o Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
o Menjaga kebersihan diri
o Memperbaiki asupan gizi
2. Medika mentosa
o Pemberian obat :
o Pirantel pamoat 10 mg/kg berat badan
o mebendazol
9
KESIMPULAN
Kecacingan pada anak merupakan penyakit yang didapat karena orang tua yang kurang
edukatif. Gejala gejala pucat, lemah, letih, dan lesu pada pasien dan nilai eritrosit yand dibawah
normal menandakan bahwa pasien mengalami anemia defisiensi besi, ditambah lagi dengan
informasi bahwa keluarga pasien tergolong tidak mampu. Meningkatnya jumlah leukosit pada
darah dan kadar eosinophil yang tinggi juga menandakan bahwa telah terjadi suatu infeksi
terhadap cacing yang mengakibatkan terjadinya penarikan eosinophil sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap cacing.
Diagnosis sementara yang menyatakan adanya infeksi cacing Necator americanus
dilihat dari gejala gejala yang ada serta dari hasil pemeriksaan lab telah dikuatkan dengan
ditemukannya telur cacing Necator americanus pada pemeriksaan tinja pasien.
DAFTAR PUSTAKA
10
top related