laporan praktikum labling
Post on 25-Oct-2015
277 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1. KEKERUHAN
A. Teori
Kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi, seperti
lempung, lumpur, zat organik, plankton dan zat-zat halus lainnya. Kekeruhan
merupakan sifat optis dari suatu larutan, artinya dipengaruhi oleh hamburan dan
absorbsi cahaya yang melewatinya.
Ada 3 metode pengukuran kekeruhan, yaitu:
1. Metode nefelometrik
2. Metode Hellige Turbidimetri
3. Metode visuil
Metode yang akan dibahas dibawah ini adalah metode nefelometrik. Metode
nefelometrik lebih sensitif dan dapat dipergunakan untuk segala tingkat kekeruhan.
B. Prinsip Percobaan
Prinsipnya adalah perbandingan antara intensitas cahaya yang dihamburkan
dari suatu sampel air dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suatu
larutan keruh standard pada kondisi yang sama.
Makin tinggi intensitas cahaya yang dihamburkan, maka makin tinggi pula tingkat
kekeruhannya.
Sebagai standar kekeruhan dipergunakan suspensi polimer formazin ( satuan
penentuan adalah Formazin Turbidity Unit ( FTU) ).
Kekeruhan dari suspensi standar tersebut hampir sama dengan skala
kekeruhan 40 unit Jackson (UKJ) (Jtu) yang diukur dengan “Candle turbidimeter”
( menggunakan nyala lilin ). Oleh karena itu pengukuran kekeruhan dengan skala
nefolometrik mempunyai nilai yang hampir sama dngan skala candle
turbidimeter.
Gangguannya adalah warna nyata yang mengganggu pemeriksaan kekeruhan,
sehingga menyebabkan absorpsi cahaya yang mempengaruhi penurunan nilai
kekeruhan. Tabung yang kurang sempurna kondisinya juga mempengaruhi
penentuan.
Faktor yang paling penting untuk menaikkan ketelitian penentuan kekeruhan
adalah, sampel yang representatip,terutama bila sampel mengandung banyak zat
tersuspensi. Walaupun penyimpangan baku bagi instrument sendiri amat baik
(1%),hasilnya analisa dapat menyimpang sampai 5%.
Selama penyimpangan zat tersuspensi mengendap bersama zat koloidal,
karena terjadi flokulasi sendiri, sifat-sifat zat padat tersebut berubah hingga
penentuan kekeruhan terpengaruh. Oleh karena itu, sampel dapat diawetkan
dengan menyimpan pada tempat yang gelap (untuk mencegah ganggang) paling
lama 2 hari.
C. Bahan dan Alat Analisis
1) Bahan
Air bebas kekeruhan:
Air suling sebaiknya disaring dengan filter membran yang mempunyai
ukuran pori < 1m.
Persediaan suspensi kekeruhan:
Larutan I
Gunakan labu takar 100 mL untuk menentukan 1 gram hidrazin sulfat
di dalam air suling dan diencerkan menjadi 100 mL.
Larutan II
Gunakan labu takar 100 mL untuk melarutkan 10 gram
heksametilentetramin di dalam air suling dan encerkan menjadi 100
mL.
Di dalam labu takar 100 mL, campurkan 5 ml ;larutan I dan 5 ml
larutan II. Diamkan 24 jam pada temperatur 25C sampai 3C,
kemudian encerkan menjadi 100 ml. Kekeruhan dari suspensi tersebut
adalah 100 Ftu atau Ntu.
Larutan dan suspensi tersebut harus dibuat segar setiap bulan.
Standard suspensi kekeruhan:
Encerkan 1 ml, 5 ml, 20 ml, 50 ml persediaan suspensi kekeruhan menjadi
100 ml dengan air bebas kekeruhan. Kekeruhan dari standard suspensi
tersebut adalah 4, 20, 40, 80, 200 Ntu atau Ftu. Siapkan standar suspensi
tersebut setiap minggu.
Pengenceran standard kekeruhan
Pengenceran standar kekeruhan menggunakan air bebas kekeruhan, disiapkan
setiap minggu. Biasanya beberapa standar kekeruhan yang lebih stabil
disediakan bersama peralatan turbiditimeter. Standar tersebut tahan beberapa
tahun tetapi harus dicek dengan larutan formazin tiap tahun.
2) Alat
a. Nefelometer
b. tabung gelas nefelometer untuk sampel air (harus bersih dan licin, tidak
ada garis-garis retak atau sidik jari).
c. 8 labu takar 100 mL (untuk persiapan standar formasin).
d. bermacam jenis pipet volumetric
D. Prosedur Percobaan
1. Kalibrasi turbidimeter :
Kalibrasi alat nefelometer dengan beberapa standar kekeruhan.
2. pengukuran kekeruhan :
Sampel dikocok, biarkan gelembung udara melepas, kemudian langsung baca
skala alat yang telah dikalibrasi.
3. Untuk mendapatkan hasil yang teliti maka harus dibuat duplikat setiap analisa.
2. pH
A. Teori
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi
(sebetulnya aktivitas) ion hydrogen H+. Ion hidrogen merupakan faktor utama
untuk mengerti reaksi kimia dalam ilmu teknik penyehatan karena:
- H+ selalu ada dalam keseimbangan dinamis dengan air atau H2O yang
membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan
masalah pencemaran air di mana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.
- H+ tidak hanya merupakan unsur molekul H2O saja tetapi juga merupakan
unsure banyak senyawa lain, hingga jumlah reaksi tanpa H+ dapat dikatakan
hanya sedikit saja.
Lewat aspek kimiawi, suasana air juga mempengaruhi beberapa hal lain,
misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi. Peranan ion hydrogen tidak penting
kalau zat pelarut bukan air melainkan molekul organis seperti alcohol.
Sebelum abad ke-19, asam dan basa dibedakan menurut rasanya (rasa asam
seperti rasa sabun). Pada abad ke-18 sudah diketahui bahwa semua asam
mengandung hydrogen H+ dan semua basa mengandung hidroksil OH-. Juga teori
ionisasi Arhenius (1887) asam dianggap sebagai suatu molekul yang dapat
memisahkan diri menjadi ion H+ dan sisa asam. Molekul yang memisah secara
total adalah asam kuat di mana semua ion H+ memang terpisah dan tersedia dalam
larutan (HCl, H2SO4, dan lain-lain); asam lemah tidak memisah secara penuh, dan
kadar ion H+ yang tersedia lebih sedikit (asam asetat, asam sitrat, dan lain-lain)
namun demikian teori praktis asam telah diperluas, yaitu juga yang dianggap
sebagai asam adalah semua senyawa yang bereaksi dengan H2O dan membuat H+
(berasal dari H2O). Misalnya tawas dalam air:
Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 + 3SO42- + 6H+
Al2(SO4)3 (aluminium sulfat) tidak mengandung ion H+, tetapi setelah
dilarutkan dalam air, larutan menjadi asam.
B. Prinsip Percobaan
Dalam air murni konsentrasi [ H+ ] sama dengan konsentrasi [ OH- ]. Atau [
H+]=[ OH- ] = 10-7
Keadaan ini dianggap sebagai keadaan netral karena tidak ada pengaruh dari
zat lain. Supaya pengelolaan data menjadi lebih sederhana konsentrasi ditulis
secara logaritmis, -log [ H+ ] = Ph; keadaan netral ditandai oleh pH=7. Tambahan
asam mengurangi nilai Ph, sedangkan tambahan basa menaikkannya. Nilai pH
dapat diikuti dan diperkirakan dengan indikator atau celupan selama suatu titrasi
asam basa, atau dengan pH meter bersama elektrodanya. Nama tekniknya
masing-masing adalah kolorimetri dan potensiometri.
Sifat dari cara kolorimetri dan potensiometri
- Kolorimetri
Sederhana, terutama kalau campuran indicator tersedia di dalam kertas
(kertas pH).
Untuk titrasi asam basa dan beberapa kegunaan lainnya cukup teliti.
Ketelitian: 0,1 … 0,5 satuan pH (kertas pH: 0,2 … 0,5 satuan pH)
Indikator harus disediakan sebagai bubuk atau larutan; biasanya tidak tahan
lama (beberapa minggu sampai beberapa bulan).
Sampel tidak boleh keruh atau berwarna karena perubahan warna akan
tidak jelas.
Selain dari kertas pH, cara kolometri tidak dapat dipakai untuk mengetahui
nilai pH: kolorimetri adalah hanya petunjuk perubahan nilai pH pada saat
perubahan warna warna terjadi.
- Potensiometri
Memerlukan pesawat (110/220V); untuk penggunaan di lapangan pesawat
yang memakai baterai cukup sederhana; pemeliharaan elektroda sangat
penting.
Lebih teliti.
Ketelitian: 0,01 … 0,1 satuan pH
pH meter harus distandarkan setiap hari dengan buffer yang tertentu;
elektroda harus disimpan di dalam cairan yang tertentu dan memerlukan isi
KCl jenuh.
Sabun dan minyak yang menempel pada elektroda mengganggu
pembacaan; pengukuran pH >10 terganggu oleh Na+.
Bukti skala pH lengkap
Kegiatan biologis, pengendapan, CaCO3, dan Mg(OH)3, pengaruh udara, semua
dapat merubah nilai pH suatu sampel. Oleh karena itu pH harus ditentukan segera
dengan waktu simpan kurang dari 2 jam.
C. Bahan dan Alat Analisis
pH meter terdiri dari 2 bagian : potensio atau mV-meter dan elektroda. Biasanya
elektroda adalah elektroda ganda yang terdiri dari :
Elektroda kaca : didalamnya ada larutan HCl atau buffer
tertentu dan elektroda besi intern.
Elektroda referensi : terdiri dari “half-cell”
Hg/Hg2Cl2 (kalomel) yang berhubungan dengan
larutan sampel dengan jembatan garam ( elektrolit )
KCl dan membrane.
D. Prosedur Percobaan
Metode Kolorimetri
Prinsip Kolorimetri
Indikator adalah sejenis molekul organik yang akan berwarna
dalam keadaan tertentu. Apabila keadaan berubah, warna indikator
akan ikut berubah. Ada indikator yang peka terhadap reaksi dengan
salah satu logam dan ada beberapa indikator yang peka terhadap nilai
pH. Kalau pH larutan lebih besar(larutan bersifat basa) dari nilai pH
yang ditentukan untuk sejenis indikator, warna basa akan terlihat,
sedangkan jika dibawah nilai pH tersebut warna asasm yang akan
terlihat. Antara daerah-daerah tersebut, ada daerah peralihan sepanjang
kira-kira 1,5 satuan pH.
Cara kerja
Indikator dapat tersedia sebagai larutan atau bubuk tergantung
pada dua hal yaitu tidak semua indikator dapat larut dengan mudah dan
banyak indikator kehilangan kadarnya dengan waktu karena pengaruh
oksidasi. Larutan dapat dibuat dengan air suling, etanol, metanol, dan
NaOH. Bubuk indikator harus dicampur dengan NaCl agar stabil.
Simpanlah larutan atau bubuk dalam botol kaca gelap. Larutan atau
campuran ini cukup stabil dan tahan untuk 1 bulan sampai 1 tahun.
Selama titrasi, sampel harus diaduk sedikit supaya larutan dan
titran bercampur. Jangan menambahkan terlalu banyak tetes atau bubuk
indikator karena perubahan warna kurang menjadi jelas.
Metode Potensiometri
Prinsip Kolorimetri
pH meter terdiri dari dua bagian yaitu potensio atau mV meter
dan elektroda. Elektroda ganda terdiri dari:
-Elektroda kaca.
Elektroda ini didalamnya terdapat larutan HCl dan elektroda
besi intern. Ion H+ dari larutan sampel menempel pada dinding
kaca elektroda hingga tegangan muncul antara sisi dinding kaca
tersebut.
-Elektroda Referensi
Elektroda ini terdiri dari half-cell yaitu Hg/Hg2Cl2 (Kalomel)
yang berhubungan dengan larutan sampel melalui jembatan
garam(elektrolit) KCl dan membran. Hubungan antar kalomel yang
terendam elektrolid didalam elektroda dengan larutan sampel
sangat penting sehingga membran harus basah dan bersih dan juga
cegahlah gelembung udara didalam elektrolit. Larutan KCl didalam
elektroda harus jenuh, maksudnya hablur KCl masih boleh berada
dalam larutannya, namun ada jenis elektoda lain yang
membutuhkan konsentrasi yang berbeda.
Tegangan yang diukur pH meter tergantung dari keadaan larutan
sampel disekitar elektroda kaca, dan diukur sebagai mV.
Nilai mV perlu distandartkan terhadap nilai pH yang sebenarnya
dalam larutan sampel. Larutan Buffer dengan kadar pH yang sudah
diketahui dapat digunakan untuk mendapatkan nilai mV standart
tersebut.
Cara kerja
- pH meter
Pesawat dihubungkan dengan elektroda kaca dan elektroda referensi. Pada pH meter
ada skala yang menyatakan hasil pengukuran beda potensial. Tombol pengatur dapat diputar
untuk memilih skala pH atau mV. Pesawat ini memerlukan 10-20 menit pemanasan sebelum
digunakan sehingga pesawat sebaiknya tetap dihidupkan selama mungkin. pH meter boleh
digunakan hanya bila elektroda terendam dalam larutan sampel atau buffer.
Dengan tombol koreksi suhu sistem pengukuran pH, dapat disesuaikan dengan suhu
yang ada dalam larutan sampel yang sedang diperiksa. Tombol standardisasi menyesuaikan
skala pH dengan mV. Karena hubungan mV-pH adalah linier, maka satu standardisasi skala
biasanya cukup ( yaitu pada pH 7 ). Standardisasi harus dilakukan setiap kali sebelum
melakukan analisa. Apabila banyak analisa sebaiknya standardisasi dilakukan setiap 4 jam
sekal. Tiap bulan titik nol potensiometer harus disesuaikan dengan mematikan pesawat dan
memutar skrup atau kontrol khusus sampai petunjuk sama dengan nol atau garis lain yang
tertentu.
-Elektroda
Setiap kali akan dimasukkan atau dikeluarkan pada sampel, elektroda harus dibilas
dengan sedikit air suling kemudian dikeringkan dengan tissu. Bila dinding keruh, membran
berubah warna, dan bekerjanya alat menjadi lambat, berarti ada kontaminasi dan elektrolit
harus diganti atau dibersihkan.
-Larutan Bufer
Timbang dengan teliti bahan kimia yang dibutuhkan, kemudian larutkan dengan air
suling ( mutu air suling sebagai daya hantar listrik harus <2 S/cm, dan pH antara 6 dan 7 )
sampai 1000ml di dalam labu takar. Larutan bufer sebaiknya disimpan dalam botol plastik
polietilen.
3. KOAGULASI –FLOKULASI dengan METODE JAR TEST
A. Teori
i. Koagulasi
Koagulasi adalah proses pembentukan koloid yang stabil menjadi tidak
stabil. Koagulasi bertujuan untuk membuat gumpalan-gumpalan yang lebih
besar dengan penambahan koagulan. Contoh bahan-bahan koagulan adalah
Al2SO4, Fe2Cl3, Fe2SO4,dll.
ii. Flokulasi
Flokulasi adalah transportasi partikel yang sudah tidak stabil hingga
menyebabkan kontak partikel sehingga partikel-partikel tersebut bergabung.
Flokulasi bertujuan untuk menghilangkan kekeruhan. Kekeruhan dapat
dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat
tertentu yang disebut flokulan. Flokulan tersebut antara lain tawas, garam Fe
(III) atau sesuatu polielektrolit organic. Selain pembubuhan flokulan
diperlukan juga pengadukan sampai terbentuk flok-flok. Flok-flok ini
mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut bertumbukan dan
akhirnya bersama-sama mengendap.
Untuk menentukan dosis yang optimal flokulan, koagulan dan nilai-nilai
parameter, dilakukan jar test. Jar test merupakan model sederhana proses koagulasi
dan flokulasi. Jar-test harus diuji pada tiap air yang di koagulasi dan harus diulang
dengan masing-masing perubahan yang signifikan pada kualitas air yang diberikan.
B. Prinsip Percobaan
Sesuatu larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid
dapat dianggap stabil jika:
1. Partikel-patikel kecil terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang
pendek.
2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu bergabung dan menjadi partikel
yang lebih besar dan berat.
Proses flokulasi terdiri dari tiga langkah:
1. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat, bila perlu juga pembubuhan bahan kimia
untuk koreksi pH.
2. Pengadukan lambat untuk membentuk flok-flok. Pengadukan yang terlalu cepat dapat
merusak flok yang telah terbentuk.
3. Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dan larutan melalui sedimentasi.
Proses flokulasi sangat dipengaruhi oleh beberapa factor antar lain kadar dan jenis
zat tersuspensi, pH larutan kadar dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan
dan adanya beberapa macam ion terlarut yang tertentu. Jar test dapat digunakan untuk
mengoptimalkan factor-faktor tersebut melalui percobaan dalam laboratorium.
Kesalahan –kesalahan yang terjadi pada pecobaan flokulasi disebabkan oleh:;
1. Sampel yang tidak representative untuk badan air yang diperiksa.
2. Sampel yang tidak diaduk menyebabkan zat tersuspensi yang berat tertinggal di
bawah.
3. Pembubuhan dosis tawas yang tidak teliti.
4. Perbedaan nilai pH.
5. Saat pembubuhan flokulan atau bahan pengatur pH kedalam tiap beker jar test tidak
bersamaan.
6. Pengambilan sampel yang telah diolah tidak bersamaan untuk masing-masing beker.
Waktu pengawetan sampel paling lambat 1 hari karena 1 hari dapat terjadi
flokulasi sendiri dari zat-zat tersuspensi tanapa pembubuhan flokulan sehingga sampel
sudah tidak berlaku.
Jar-test digunakan dengan menggunakan sebuah seri botol gelas yang bervolume 1
liter dam memiliki ukuran dan bentuk yang sama . umumnya 6 jar digunakan dengan
suatu alat pengaduk yang dikocok bersamaan. Isi dari tiap jar dengan daya input yang
sama. Tiap-tiap dari 6 jar di isi 1 L air dengan pH, kekeruhan, alkalinitas yang telah
ditetapkan sebelumnya, sebuah jar digunakan sebuah control, sementara 5 jar yang lain di
ukur dengan jumlah koagulan yang berbeda, pada nilai Ph yang berbeda sampai nilai
minimal sisa kekeruhan yang diperoleh.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat
1) alat Jar Test dengan 6 beker 1 ml
2) 6 beker 50 atau 100 ml untuk membubuhi pada saat yang sama larutan
tawas dan pereaksi lain
3) 7 beker 250 atau 500 ml (untuk persiapan analisa sampel hasil flokulasi
dari keenam beker Jar Test dan satu sampel air baku).
4) 1 pipet 100 ml tanpa penyempitan pada mulut, sampel juga dapat diambil
dengan sifon
5) Pipet-pipet.
6) Peralatan untuk analisa hasil flokulasi dan analisa air baku.
7) 2 buret, 2 beker 200 ml, 1 pipet 4 ml, 1 pipet 100 ml, 1 pH meter, jam.
Bahan
1) Larutan tawas (tergantung kadar yang dibutuhkan).
2) NaOH 0,1N dan HCl 0,1 N
D. Prosedur Percobaan
1) Mempersiapkan praktikum jar-test di laboratorium
2) Ambil sampel air sebanyak kurang lebih 10 liter per jar-test ( 6 beker per liter )
3) Bila diperlukan hitung jumlah asam basa untuk mencapai pH yang diinginkan
menurut prosedur
4) Encerkan tawas atau flokulan lain di dalam tabung reaksi atau beaker kecil
( kurang lebih 50 ml )
5) Tempatkan beker masing-masing pada tempatnya dan turunkan pengaduk
sampai kira-kira di tengah cairan. Untuk meratakan zat tersuspensi, aduklah
beberapa detik dengan kecepatan tinggi. Tambahkan asam/basa untuk
penyesuaian pH beberapa detik sebelum saat 0, yaitu saat permulaan proses
flokulasi.
6) Ikuti dan catat nilai ph karena merupakan parameter utama dalam proses
flokulasi.
7) Perhitungan nilai Ph di beker jar-test
Perhitungan
1. Pilih nilai Ph yang diinginkan, misal 7. Dengan kadar tawas yang makin tinggi, makin
banyak basa yang dibubuhkan. Daya pengasaman dianggap terdiri dari :
a. Alkaniti air mentah
b. Efek dari tawas sendiri
2. Tuangkan 100ml air baku dalam beker 200 ml dengan menggunakan buret titrasikan
dengan larutan HCl 10-1 N sampai nilai Ph yang diinginkan tercapai. Jumlah ml titran
yang diperlukan X. nilai Ph dimonitor denagn Ph meter.
3. Tuang kira-kira 100 ml air suling dalam beker 200 ml dan tambahkan denagn
menggunakan pipet, 5 mg Al dari larutan tawas pokok ke dalamnya. Titrasikan
larutan menggunakan buret 25 ml dengan NaOH 10-1 N sampai nilai pH yang
diinginkan. Nilai pH diikuti dengan pH meter. Setelah setiap pembubuhan tunggu
minimum 10 detik sampai petunjuk Ph meter cukup stabil.
4. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka harus dibuat duplikat setiap analisa
5. Di dalam salah satu beker jar-test berisi 1000 ml air baku dari Z mg Al.jadi
banyaknya sam/basa yang diperlukan dalm beker tersebutr :
ml NaOH 10-1 N yang diperlukan = Z.Y/5 – 10. X
4. BESI dengan METODE SPEKTROFOTOMETER
A. Teori
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap
tempat dibumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya,
besi yang ada di dalam air bersifat :
Terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri)
Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1µm) atau lebih besar seperti
Fe2O3, FeO, FeOOH, Fe(OH)3 dan sebagainya.
Tergantung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah
liat)
Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1mg/L, tetapi
didalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini
dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Pada air yang tidak
mengandung oksigen O2, seperti seringkali air tanah,besi berada sebagai Fe2+ yang
cukup terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+
teroksidasi menjadi Fe3+;Fe3+ ini sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya
dibawah beberapa µg/l ), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah
satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Demikian dalam air
sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis
berupa koloidal.
B. Prinsip Percobaan
Didihan dalam asam dan hidroksilamin serta penggabungannya dengan 1, 10-
fenantrolin akan mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang terlarut. Tiga molekul
fenantrolin bergabung dengan satu molekul Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna
orange-merah. Sistem warna tersebut mengikuti hukum Beer : sinar cahaya dengan
panjang gelombang yang tertentu yaitu 510nm, akan diserap (diabsorpsi) larutan
secara proporsional dengan jarak perjalanannya didalam larutan dan dengan kadar
kompleks yang berwarna orange-merah ini. Absorpsi tersebut dapat diukur melalui
alat spektrofotometer.
Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan bila pH antara 3
samapi 9. Sesuatu nilai absorbansi bersifat satu konsentrasi besi, dapat diketahui
dengan membandingkannya dengan 5 larutan standar referensi yang mengandung
kadar besi yang telah diketahui dan yang meliputi skala absorsi spektrofotometer.
Sianida, nitrit, dan polifosfat yang dapat mengganggu reaksi tersebut telah
dinetralkan kegiatannya karena didihan sampel.
Krom dan seng (kalau konsentrasinya 10 kali konsentrasi besi), kobalt, dan
tembaga (kalau > 5 mg/l) dan nikel (kalau > 2 mg/l) semuanya dapat mengganggu
walaupun keadaan tersebut hanya ditemui misalnya pada air limbah industri yang
mengandung logam tersebut ; gangguan ini dapat dihilangkan dengan menambah
hidroksilamin.
Bismut, kadmium, air raksa, molibdat, dan perak dapat mengendapkan
fenantrolin ; dalam kasus ini konsentrasi fenantrolin harus dinaikkan.
Warna (kalau > 5 mg Pt-Co/l) dan zat organis (kalau > 20 mg/l) juga
mengganggu. Supaya gangguan tersebut hilang maka sampel harus diuapkan dengan
hati-hati di dalam oven (550 0 C), kemudian didinginkan dan dilarutkan kembali
dengan asam pekat HNO3. Pembakara dalam furnace telah menguraikan dan
menghilangkan zat organis. Cawan yang akan dipakai, harus dibersihkan dahulu
dengan mendidihkannya selama 2 jam didalam larutan 1+1 HCl (yaitu 50 % HCl
pekat); awas pada uapnya yang bersifat asam dan racun.
Kekeruhan lebih tinggi dari 5Ntu juga dapat mempersulit pembacaan pada
pesawat. Juga debu dapat mengangkut besi, sehingga selama analisis larutan sampel
harus terlindung.
Penyimpangan yang dapat terjadi, dari harga yang sebenarnya dengan
menggunakan pengukuran spektrofotometri adalah ± 3 % atau minimum 3
mikrogram/liter.
Metoda pengumpulan, penyimpanan, dan pengawetan sampel hendaknya
dilaksanakan dengan benar. Botol plastik atau kaca sampel harus dibersihkan dahulu
dengan asam kemudian dibilas dengan air suling.
Selama pengangkutannya sampel tidak boleh dikocok supaya tidak
menyebabkan perubahan keadaan besi (dalam kasus jenis besi akan dibedakan).
Kalau jenis besi tidak akan dibedakan atara Fe2+. Fe3+ dan besi yang
dapat/tidak dapat disaring maka larangan tersebut tidak berlaku. Namun sebelum
analisa, botol sampel harus dikocok untuk meratakan unsur-unsur dalam sampel.
Besi alam sampel air ledeng yang tidak diambil secara tepat, dapat berasal dari
pipa atau keran telah berkarat. Maka, sebelum sampel diambil, air kran harus
dibiarkan mengalir beberapa saat.
Untuk pengawetan sampel, sampel harus diasamkan dengan larutan HNO3
sampai pH ≤ 2, agar supaya semua zat pada besi oksida dan besi hidroksida terlarut,
dan sampel dapat tahan sampai 6 bulan.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat-alat
a. (spektro) fotometer dengan sinar cahaya yang bersifat panjang gelombang kurang
lebih 510 nm; lebarnya sel 1 cm atau lebih ;
b. 7 labu takar 50 ml atau 100 ml, dan 7 erlnmeyer 125 ml (untuk 5 standar referensi,
1 blanko dan 1 sampel) ;
c. Bebrapa pipet dan 2 labu takar 100 ml dan 1 l ( untuk larutan reagen).
d. Gelas ukur 1 l serta 2 erlenmeyer 1 l ( untuk larutan reagen);
e. Pemanas bunsen atau listrik;
f. Cawan porselen kalau air sampel mengandung kadar zat organik yang tinggi
Reagen
Semua larutan harus disimpan di dalam botol yang tertutup dari kaca.
a. HCl pekat, p.a (pro analisa) :
Dengan kadar Fe ≈ 0.
b. Larutan hidroksilamin :
Larutan 10 g NH2OH.HCl dengan 100 ml air suling dalam labu takar 100 ml;
larutan tersebut tahan 4 bulan.
c. Bufer amonium asetat (pH ≈ 4,0):
d. Larutan fenantrolin :
Larutan 100mg/L, 10 – fenantrolin monohidrat (C1 2 H8 N2 H20) atau 118 mg/L 10-
fenantrolin. HCl dengan 80 ml air suling dalam labu takar 100ml. tambah 2 tetes
HCl pekat dan isilah labu takar dengan air suling sampai 100ml. 1ml reagen
tersebut cukup untuk 100 µgFe. Larutan tersebut tahan 4 bulan
e. Larutan induk Fe 50 mg Fe/L
Didalam labu takar 1 L yang berisi 50ml air suling, tambahkan dengan hati-hati
20ml asam H2SO4 pekat, kemudian larutkan kedalamnya 0.351 g Fe(NH4)2 (SO4)2
6H20 atau FeSO4 7H2O), tambahkan larutan kalium permanganat KmnO4 0,1 N
sedikit demi sedikit sampai semua Fe 2+ menjadi Fe3+ (yaitu sampai warna
merah muda tetap ada). Kemudian isi labu takar dengan air suling sampai 1 liter. 1
ml larutan mengandung 50µg Fe. Larutan ini tahan sampai 4 bulan. Kalau perlu
larutan ini harus diencerkan lagi. Endapan yang terbentuk adalah MnO2.
f. Larutan standar referensi Fe (larutan kerja) : larutan ini disiapkan dari larutan
induk Fe, pada hari / saat akan digunakan untuk analisa, karena larutan tersebut
tidak tahan lama. Larutan disiapkan dalam labu takar 100ml atau 50 ml. biasanya
5 larutan referensi disiapkan. Skala 5 larutan tersebut harus mencakup kadar Fe
dalam sampel yang akan diperiksa. Biasanya dipilih skala rendah (0,2;0,4;0,6;0,8;
dan 1 mg Fe/L) dengan spektrofotometer sel 5 cm, atau skala tinggi
(0,5;1;2;3;dan4 mg Fe/L) dengan sel 1cm yang biasa. Selama penentuan kadar Fe
dalam sampel, absorbansi sampael tersebut akan dibandingkan dalam alat
spektrofotometer dengan absoransi larutan referensi yang konsentrasi diketahui.
D. Prosedur Percobaan
1. Pembentukan warna pada larutan sampel:
o Aduklah sampel dengan baik, ambilah 100 atau 50ml tepat dan tuangkan
kedalam erlenmeyer 250 ml (atau125ml);
o Kalau sampel mengandung leih dari 4 mg/L, encerkan sampel dulu sampai
kadarnya antara 0,5 dan 4 Fe/L
o Tambahkan per 50ml sampel atau sampel yang sudah diencerkan, 2 ml
HCl pekat dan 1 ml larutan hidroksilamin.
o Tambahlah beberapa batu didih (kaca,porselin) dan panaskan sampai
mulai mendidih, teruskanlah pendidihan sampai volum menjadi kurang
lebih setengah volum awal, sekarang semua Fe telah terlarut. Kalau sampel
mengandung warna dan zat organis telah diolah sesuai, maka larutkan sisa
pemijaran ke dalam 2 ml HNO3 pekat dan 5 ml air suling.
o Dinginkanlah dan pindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 100 ml
(atau 50 ml), tambahkan per 50 ml sampel asli 50 ml bufer asetat serta 2
ml larutan fentrolin dan tambahkan air suling sampai 100ml (atau 50ml)
sekarang pH nya harus 2,9 sampai 3,5 agar supaya warna dapat terbentuk.
o Kocoklah larutan dan biarkanlah selama 10 sampai 15 menit sampai warna
orange-merah terbentuk.
2. Penyediaan larutan Fe referensi
Pindahkan dengan menggunakan pipet, larutan persediaan Fe masing-masing ke
dalam labu takar 50 ml atau 100ml sebesar volum yang diperlukan. Bagi skala
tinggi dengan sel 1 cm yang diperlukan. Bagi skala tinggi dengan sel 1 cm yang
diperlukan adalah 1ml,2ml,4ml,6ml,dan 8ml. tambahkan zat-zat kimia sama
seperti penambahan pada larutan sampel sesuai dengan kerja untuk pembentukan
warna pada butir 1 diatas.
3. Persiapan nol absorbansi dengan larutan blanko :
Blanko terdiri dari air suling yang mengandung semua zat-zat kimia yang sama ,
yang ditambahkan pada larutan sampel dan larutan Fe referensi, kecuali reagen
penyebab warna, yaitu larutan zat Fe sendiri. Perlu dikethaui bahwa dinding kaca
sel, air suling, reagen-eagen yang digunakan mempengaruhi pembacaan warna
pada larutan sampel dan larutan Fe referensi.
Peranan blanko adalah untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh ini agar
pembacaan warna pada larutan sampel dan larutan referensi benar-benar
mewakili. Selain di atas blanko juga dapat berupa sampel sendiri (bukan air
suling) dan mengandung zat-zat kimia yang ditambahkan sama seperti di atas
kecuali fenantrolin. Blanko yang berupa sampel sendiri ini digunakan untuk
mengimbangi pengaruh kekeruhan sampel.
Pesawat fotometer telah disiapkan, yaitu sudah minimum 30 menit hidup, “nol %”
transmitansi telah disesuaikan. Sel fotometer bersih dan baru dibilas.
Tuangkan larutan blanko di atas ke dalam sel, masukan dalam kamar sel dan
pesawat dapat dinolkan sebagai angka absorbansi blanko (lihat B.2.2), harus
diingat bahwa absorbansi nol sama dengan transmitansi 100%. Kalau fotometer
mempunyai 2 sinar (”double beam”), satu digunakan untuk larutan sampel/larutan
Fe referensi dan yang lainnya untuk blanko. Angka absorbansi sample/referensi
selalu dibandingkan dengan angka absorbansi blanko yang merupakan absorbansi
nol.
4. Penentuan grafik kalibrasi dari larutan Fe referensi : isilah sel spektrofotometer
dangan larutan Fe referensi, yang telah disiapkan sesuai butir A.2.3.2. di atas.
Masukan dalam kamar sel dan baca angka absorbansi masing-masing larutan Fe
referensi. Didapatkan 5 angka absorbansi larutan Fe referensi yang bebas
pengaruh. Grafik mg Fe/l versus angka absorbansi larutan Fe referensi dapat
digambarkan: garis tersebut harus linear dan melalui titik mula (0,0). Grafik ini
disebut grafik kalibrasi (Gambar 7.1) dan digunakan untuk menentukan kadar Fe
sample.
Kalau sample mengandung warna (misalnya > 5 mg (pt-Co/l) atau organis
(misalnya > 20 mg/l), gangguan tersebut harus dihilangkan lebih dahulu (lihat
A.1.3). Kalau sample keruh (misalnya > 5 Ntu atau Jtu),
5. sample tersebut harus disaring sebelum persiapan analisa, dengan filter membran
dengan pori 0,45 µm; air saringan yang jernih dapat mudah dianalisa. Cara lain :
gunakanlah sebagai blanko di samping sample (untuk menyesuaikan ”100%
transmitansi” atau ” absorbansi nol”) bukan air suling seperti pada butir 3 diatas,
tetapi air sample sendiri. Sample tersebut diolah seperti pada butir 1 dan
ditambahkan semua zat kimia kecuali fenantrolin; lalu tuangkan dalam sel
spektrofotometer dan pesawat dinolkan pada skala absorbansi tersebut.
6. Analisa jumlah zat besi dalam larutan sample : ukurlah absorbansi dan/atau
transmitansi larutan sample yang telah berwarna orange-merah tersebut dengan
metoda fotometris sama seperti larutan Fe referensi (lihat A.2.3.4). dengan
mengguanakan grafik kalibrasi dan angka absorbansi/transmitansi larutan sampel
dari pembacaan pada pesawat, maka kadar Fe larutan dapat ditentukan (Gambar
7.1).
7. Pada Gambar 7.2 di bawah dijelaskan skema penyedian larutan sample, larutan Fe
referensi dan larutan blanko yang dibutuhkan untuk analisa fotometris.
8. Konsentrasi besi antara 0,05 dan 4 mg Fe/l dapat ditentukan secara langsung dengan
pemakaian sel spektrofotometer dengan lebarnya 1 cm.
Konsentrasi lebih kecil dapat dipastikan melalui sel lebih lebar (dan sekaligus
jarak perjalanan sinar lebih panjang). Konsentrasi lebih tinggi daripada kira-kira 4
mg /l dapat ditentukan dengan pengenceran sampel sampai kadar yang dihasilkan
terletak pada skala yang masih dapat diukur oleh pesawat spektrofotometer.
9. Supaya hasil analisa cukup teliti, harus dibuat larutan duplikat bagi sample, dan harus
dilakukan pembacaan pada spektrofotometer dua kali untuk setiap penentuan angka
absorbansi.
PERHITUNGAN
mg/ Fe = µg Fe dalam 50 atau 100 ml volume terakhir
ml volume sampel
SPEKTROFOTOMETRI
A. Prinsip metoda spektrofotometri
Pada metode spektro (foto) metris, sampel menyerap radiasi (pemancaran)
elektromagnetis, yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga
misalnya berwarna biru karena larutan tersebut meyerap warna komplementer, yaitu kuning.
Semakin banyak molekul tembaga per satuan volume, semakin banyak cahaya kuning
diserap, semakin tua warna biru larutannya. Spektrometri memanfaatkan peristiwa ini.
Sebetulnya, semua larutan kecuali yang tidak berwarna, menyerap sinar cahaya dengan
panjang gelombang yang tertentu. Spektrum sinar cahaya tersebut dijelaskan pada gambar
7.3. Sinar cahaya yang ”putih” atai tidak berwarna merupakan campuran sinar yang
berwarna, yaitu yang bersifat satu panjang gelombang yang tertentu.
Pada abad ke-18 Bougeur dan Lambert menarik kesimpulan bahwa absorpsi sinar
tersebut mengikuti hukum geometris (eksponensial) yaitu : sinar cahaya masik lapisan I suatu
larutan (lihat gambar 7.4) dan misalnya 25% akan diserap oleh molekul larutan, dari tenaga
(intensitas) sinar awal prosentase sama akan diserap sehingga sisanya menjadi P = 0,75 Po x
0,75 = 0,56 Po. Dan seterusnya.
Pada tahun 1852 Beer mendapatkan bahwa hukum yang sama berlaku untuk pengaruh
konsentrasi bahan penyerap c terhadap absorpsi tersebut. Kedua hukum tersebut mempunyai
hubungan matematis yang dinyatakan oleh Beer, sebagai berikut :
T = P = 10-k.l.c T = transmitansi
Po
Atau log T = log P = - k.l.c
Po
Atau A = - log T = - log P = k.l.c
Po
Dimana A dinamakan absorbansi, dan k sebuah konstan yang tergantung dari sifat larutan.
Ternyata hanya absorbansi A berhubungan secara linear dengan konsentrasi c.
Pada pesawat spektrofotometer dapat dibaca baik absorbansi A sebagai askala
logaritmis maupun % transmitansi sebagai skala linear :
% T = P x 100%
Po
Dari persamaan :
A = 2 - log (%T) dan
%T = antilog (2 - A)
B. Prinsip pesawat spektrofotometer
Pesawat spektofotometer selalu terdiri dari lampu dengan sinar cahaya putih, sebuah
kisi untuk memilih salah satu dari panjang gelombang saja sekaligus menghindari yang lain
(”monokromator”), 1 atau 2 pemegang sel bagi sampel dan/atau blanko (kalau 2 pemegang
perlu pesawat sinar ganda atau ”double beam”), sebuah fotosel yang peka terhadap sinar
cahaya yang menembus sel larutan, serta elektronika yang perlu untuk membandingkan
berapa tenaga sinar cahaya tembus blanko yang tidak berwarna dengan berapa yang tembus
larutan yang berwarna (Gambar 7.5).
sel untuk diisi larutan sampel atau standar referensi atau blanko biasanya terbuat dari
kaca, pada pesawat khusus, yang dapat mengukur dengan lampu khusus (lampu air raksa)
sampai sinar ultra ungu, kaca biasa menyerap sinar ultra ungu. Lebarnya sel biasanya 1 cm
(yaitu jarak antara dinding sel); pesawat khusus mempunyai pemegang untuk sel dengan
lebarnya 2 dan 5 cm; Sel yang lebih lebar ini meningkatkan kepekaan analisa, karena
panjangnya perjalanan 1 (lihat Gambar 7.4) masing-masing 2 dan 5 kali lebih panjang.
B.1. Gangguan
Sidik jari, kotoran padat yang telah kering yang menempel pada dinding sel dapat
mengganggu pembuatan sinar juga gelembung udara dan lendir. Sel kadang-kadang harus
dibersihkan dengan asam yang pekat (teknis), menggunakan HCl, atau detergen (sabun),
kemudian dibilas dengan air suling. Pemegang sel juga harus dibersihkan.
B.2. Ketelitian
Penyimpangan yang dapat terjadi, dari harga yang sebenarnya dengan
menggunakan pengukuran spektrofotometri adalah ± 3 % atau minimum 3
mikrogram/liter.
PROSEDUR
Pesawat spektrofotometer biasanya memerlukan 3 langkah awal pengaturan sebelum
siap untuk digunakan. Langkah-langkah tersebut adalah :
(1) Nol mekanis : waktu mesin masih mati, petunjuk harus pada absorbansi ,
(transmitansi 0%); kalau tidak, dapatt disesuaikan melalui sekrup kecil di belakang
skala bacaan; ada juga pesawat yang tidak memerlukan pengaturan nol methode ini.
(2) Nol absorbansi : setelah mesin dihidupkan tunggu 15 menit agar mesin siap, sel berisi
blanko yang terdiri dari air suling; untuk jenis analisa yang tertentu blanko juga
mengandung beberapa reagen, seperti bagi analisa Fe. Blanko dimasukan dalam
kamar sel angka absorbansi dinolkan (atau transmitansi distel pada 100%).
(3) Absorbansi maksimum (nol transmitansu) : absorbansi harus disesuaikan pada
angkanya maksimum (atau transmitansi pada 0%) yaitu bila jalan sinar tertutup;
misalnya dengan memasukan badan hitam ke dalam kamar sel atau dengan pintu tutup
otomatis (yaitu : tertutup jika tidak ada sel pada kamarnya).
(4) Pesawat telah siap untuk menentukan angka absorbansi larutan (lihat cara kerja)
5. MANGAN dengan METODE PERSULFAT
1. Teori
Walaupun mangan di bumi umumnya hadir pada bentuk yang dapat larut dan bersifat
ion divalent karena absorbsi dari oksigen. ion heptavalen permanganat biasanya
mengoksidasi mangan karena bahan organiknya, mangan bervalensi tiga yang komplek,
sementara dari mangan quadrivalen harus dideteksi dengan sangat teliti untuk mengontrol
perlakuan dan untuk mencegah pembuangan mangan ke dalam satu sistem distribusi.
Ada bukti bahwa mangan terjadi di perairan permukaan sementara pada quadrivalen
dan pada mangan bervalensi tiga yang relatif stabil, kompleks dan dapat larut. Pada
kelebihan dari 1 mg / L, mangan menyebarkan noda.
Metode persulfat disesuaikan untuk penentuan rutin dari mangan karena perlakuan dari
contoh bukan diperlukan untuk mengatasi campur tangan klorid. Amoniak persulfat biasanya dipakai
sebagai pengoksidasi.Hal ini rentan terhadap pembusukan selama masa penyimpanan, untuk alasan
ini, pengoperasian secara rutin yang meliputi satu standar contoh dengan masing-masing setelan dari
contoh tersebut untuk memverifikasi potensi dari persulfat yang digunakan.
Gangguan klorid dapat diatasi dengan menambahkan Hg2 + untuk membentuk kompleks HgCl2
netral. Pada keseimbangan tetap dari HgCl2 kira-kira 1.7 x 1013, konsentrasi dari ion klorid menurun
ke taraf rendah, hal seperti ini tidak dapat mengurangi ion permanganat yang dibentuk.
Oksidasi dari mangan di valensi rendah ke permanganat oleh kehadiran dari Ag + sebagai satu
katalisator. Reaksi yang dilibatkan pada oksidasi :
Warna yang dihasilkan oleh ion permanganat stabil untuk beberapa jam, asalkan satu kualitas air
suling yang dipergunakan untuk penggunaan cairan harus layak guna melindungi contoh dari
pencemaran oleh debu dari atmosfer.
2. Prinsip Percobaan
Penentuan langsung dengan kepekaan bisa digunakan. Dari berbagai kiat kolorimetri,
cara persulfat lebih disukai karena penggunaan dari ion merkuri dapat mengontrol campur
tangan dari satu konsentrasi terbatas ion klorid.
Mangan mungkin berada pada satu bentuk yang dapat larut pada posisi netral ketika
terkumpul, tapi hal ini mengoksidasi ke satu kondisi oksidasi yang lebih tinggi dan
mengendap.
Menentukan mangan harus segera dilakukan setelah contoh terkumpul. Bila
penundaan tidak dapat terelakkan, total mangan dapat ditentukan kalau sampel diasamkan
ketika HNO3 ke pH <2.
Metode Persulfat
a. Prinsip :
Oksidasi Persulfat yang dapat larut mengombinasikan bentuk permanganat
yang dapat diselesaikan oleh keberadaan nitrat perak. Warna yang dihasilkan akan
stabil paling tidak 24 jam kalau jumlah persulfat yang ada berlebih dan bahan organik
tidak ada.
b. Pencampuran :
Sebanyak 0.1 gram klorid pada 50 ml dapat dicegah dari intervering dengan
menambahkan 1 gram merkuri sulfat, Statis bromida dan iodid akan bercampur.
Prosedur persulfat dapat dipergunakan untuk air yang dapat diminum yang memiliki
bahan organik dengan jumlah sedikit dan periode dari pemanasan ditingkatkan setelah
persulfat telah ditambahkan.
3. Alat dan Bahan Analisis
alat-alat perlengkapan kolorimetri:
a. spektrofotometer, untuk penggunaannya dengan menambahkan 525 nm penyediaan
alur cahaya dari 1 cm atau lebih panjang
b. saring pengukur cahaya, penyediaan alur cahaya dari 1 cm mempunyai saring hijau
transmitan maksimum mendekati 525 nm.
c. tabung nessler, ukuran 100ml, bentuk jangkung
bahan :
a. bahan reaksi khusus : larutkan 75 HgSO4 pada 400 ml HNO3 dan 200 ml air suling.
Tambahkan 200 ml asam fosfat (H3PO4 ) dan 35 mg perak nitrat(AgNO3 ) encerkan
solusi ke 1 L
b. amoniak persulfat, (NH4 )2S2O8 .
c. solusi mangan standar: persiapkan satu 0.1n kalium permanganat (KMnO4) dengan
melarutkan 3.2 gram KMnO4 air suling ke 1 L.
Timbang beberapa 100 – 200 mg dari Na2 C2O4 dan transfer ke 400 mL gelas beker.
Untuk masing-masing beker, tambahkan 100 mL air suling dan kocok untuk
melarutkan. Tambahkan 10 mL H2SO4 dan panaskan dengan cepat pada 90 - 95oC.
Mengkadar dengan cepat KMnO4 yang distandarkan,
KMnO4 normal =
Keterangan :
A = sampel titran (mL)
B = titran dalam keadaan kosong (mL)
d. Solusi mangan standar (bergantian) : larutkan 1000 g logam mangan (99. 8% min)
pada 10 mL HNO 3 . Lalu encerkan 10 mL dengan HCL 1 %; 1 mL = 1000 mg Mn.
Encerkan 10 mL ke 200 mL dengan air suling; 1 mL = 0.05 mg Mn.
e. Peroksida hidrogen, H2O2, 30%.
f. Asam sendawa, HNO3
g. asam belerang, H2SO4
h. Sodium nitrit: larutkan 5 g NaNO 2 pada 95 ml air suling.
i. oksalat sodium, Na2C2O4, standar primer
j. bisulfit sodium: Larutkan 10 g NaHSO3 pada 100 ml air suling.
4. Prosedur Percobaan
1. Prosedur Percobaan
a. Perlakuan untuk sampel: kalau satu sampel telah dipersiapkan sesuai dengan
percobaan untuk bahan organik kurang dan atau klorid berlebihan di bagian 3030 g,
pipet mengandung 0.05 - 2.0 mg Mn ke dalam satu botol 250 ml berbentuk kerucut.
Kalau perlu tambahkan air suling.
b. Pada sampel yang cocok tambahkan 5 mL bahan reaksi istimewa dan 1 tetes H2O2.
Tambahkan 1 g (NH4)2S2O8, bawakan ke satu air mendidih, dan didihkan sekitar 1 menit.
Jangan panaskan di tempat air. Jauhkan dari sumber panas, biarkan selama 1 menit, kemudian
dinginkan dibawah keran. Encerkan ke 100 mL dengan air suling yang terbebas dari unsur
dan campuran. Persiapkan larutan standar mengandung, 5. 00, . . . 1500 μ g Mn dengan
perlakuan berbagai jumlah solusi standar Mn pada cara yang sama.
c. Tabung perbandingan Nessler: Pergunakan larutan standar dan mengandung 5 sampai 100 μ
g Mn / 100 mL volume akhir. Bandingkan contoh dan standar yang terlihat.
d. Penentuan fotometrik: Pergunakan satu rangkaian standar dari 1500 μ g Mn / 100 mL volume
akhir. Buat pengukuran fotometrik satu lagi yang kosong air suling. Tabel berikut
memperlihatkan panjang alur cahaya sesuai dengan berbagai jumlah Mn pada 100 mL
volume akhir:
Tingkat Mn ( μg ) Panjang alur cahaya ( cm )
5 – 200 15
20 – 400 5
50 – 1000 2
100 – 1500 1
Persiapkan satu kurva kalibrasi dari konsentrasi mangan dengan absorbansi dari larutan
standar dan menentukan Mn pada contoh dari kurva.
e. Koreksi untuk kekeruhan atau warna bertentangan: Hindari filtrasi karena kemungkinan
akibat retensi beberapa permanganat pada kertas saring. Kalau perbandingan visual
digunakan, akibat dari kekeruhan hanyalah dapat ditaksir dan tidak ada koreksi yang dapat
dibuat untuk campuran ion warna. Ketika pengukuran fotometrik dibuat, pergunakan “
pemucatan berikut ”, yang juga dapat untuk mencampur warna: Secepat bacaan pengukur
cahaya yang telah dibuat, tambahkan 0.05 mL H2O2 secara langsung ke sampel pada sel
optis. Permanganat yang mempunyai warna pudar dan tidak ada gelembung yang tersisa.
Kurangi absorbansi dari absorbansi awal untuk memperoleh absorbansi yang berhubungan
dengan Mn.
2. Perhitungan
a. Ketika semua contoh asli dikira analisa:
b. Ketika sebagian contoh dicerna (100ml volume akhir) dikira analisa:
3. Ketepatan dan Penyimpangan
Salah satu contoh sintetik mengandung 120 μ g Mn / L, 500 μ g Al / L, 50 μ g CD /
L, 110 μ g Cr / L, 470 μ g Cu / L, 300 μ g Fe / L, 70 μ g Pb / L, 150 μ g Ag / L, dan 650 μ g
Seng / L di air suling diteliti dengan satu simpangan baku relatif dari relatif 26.3% dan satu
kesalahan dari 0%.
Satu contoh sintetik detik, serupa semua kecuali untuk 50 μ g Mn / L dan 1000 μ g Cu
/ L, diteliti dengan satu simpangan baku relatif dari relatif 50.3% dan satu kesalahan dari
7.2%.
6. KHLORIDA dengan METODE ARGENTOMETRIK MOHR
A. Teori
Cl- + Ag+ AgCl ( putih )
CrO42- + 2Ag+ Ag2CrO4 ( merah )
Klorida dalam suasana netral diendapkan AgNO3 membentuk AgCl ,
kelebihan sedikit Ag+ dengan adanya indikator K2CrO4 akan membentuk endapan
merah bata pada titik terakhir titrasi. Klorida berada dalam badan air alam ( air
permukaan seperti sungai , danau dsb ) dalam konsentrasi yang bervariasi ,
keberadaan klorida biasanya meningkat sebanding peningkatan mineral dalam air.
Daerah dataran tinggi dan pegunungan biasanya memiliki suplay air yang berkadar
klorida rendah.Sedangkan sungai dan air tanah biasanya mengandung klorida cukup
besar. Di laut / samudera terdapat residu hasil dari evaporasi parsial dari air tawar
yang mengalir kelaut sehingga kadar kloridanya sangat tinggi.
Klorida berada dalam perairan dengan berbagai cara, kemampuan melarutkan
klorida terlarut berasal dari lapisan tanah atas dan lapisan yang lebih dalam klorida
bisa masuk ke dalam sungai ( air tawar ) karenaa adanya pencampuran air sungai
dengan laut ketika banjir atau laut masuk ke darat karena intensitas air laut.
Disamping itu buangan manusia misalnya urine , mengandung klorida yang cukup
besar sebanding dengan konsumsi klorida yang terkandung dalam makanan dan air
minum. Beberapa industri juga berperan meningkatkan kadar klorida karenba limbah
yang dihasilkan.
Klorida dalam konsentrasi yang wajar tidak berbahaya bagi kesehatan
manusia. Pada konsentrasi sekitar 250 mg/l keberadaanya rasa asin pada air yang
sifatnya relatif / objektif pada setiap orang .Karena klorida biasanya dibatasi tidak
boleh lebih dari 250 mg/l dalam penyediaaan air minum di beberapa wilayah sumber
air yang menyuplai kebutuhan air berbagai keperluaan bisa mencapai 2000 mg/l
konsentrasi klorida tidak ada efek yang berarti , maka mereka beradaptasi dengan
kondisi.
B. Prinsip Percobaan
Penentuan kadar klorida ada beberapa cara metode salah satu yang sering
digunakan adalah metode Mohr ( Argentometri ). Metode Mohr menggunakan larutan
perak nitrat untuk titrasi menurut standar dan methods direkomendasikan larrutan
perak nitrat 0.0141 N (tiap mili liter sebanding dengan 0.5 mg ion klorida ). Larutan
perak nitrat bisa distandardkan lagi memakai standar larutan klorida yang disiapkan
dari sodium klorida murni .Dalam titrasi ion klorida ditambahkan dalam bentuk perak
klorida.
Ag+ + Cl- AgCl ( Ksp = 3 x 10-10 )
Titik akhir titrasi tidak bisa dideteksi dengan mata biasa tapi harus dengan
indikator yang bisa menunjukkan bahwa Ag+ ada dalam larutan indikator yang
biasanya dipakai adalah potasium kromat yang mensuplai ion kromat
Ag- + CrO42- Ag2CrO4 ( Ksp = 5 x 10-12 )
Beberapa perlakuan perlu dilakukan dalam penentuan kadar agar hasilnya akurat
yaitu:
Dengan sampel yang dianalisa harus dalam jumlah yang seragam sekitar 100 ml
sehingga konsentrasi ion yang dibutuhkan untuk indikator titik akhir titrasi cukup
konstan.
Ph harus normal atau berada diantara 7 sampai 8 karena Ag+ ditambahkan dalam
bentuk Ag pada Ph tinggi dan CrO42- dikonversi menjadi Cr2O7
2- pada Ph rendah.
Besarnya/jumlah indikator yang ditambahkan harus diketahui untuk memastikan
konsentrasi dari CrO42- bila tidak AgCrO4 akan terbentuk terlalu cepat atau sangat
lamban.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat:
Labu Erlenmeyer
Pipet tetes
Buret
Bahan :
Sampel air
Larutan HNO3 10 %
Larutan K2Cr2O4 5 %
Larutan AgNO3 0,1 N
1 gram MgO
D. Prosedur Percobaan
1. Memasukkan 100 ml sampel air ke dalam labu erlenmeyer.
2. Menambahkan 3 – 4 tetes HNO3 10 %.
3. Menambahkan 0.5 ml K2Cr2O4 5 %.
4. Menambahkan sedikit demi sedikit serbuk MgO sambil dikocok hingga warna
cairan berwarna kuning kehijauan ( 1 gr MgO ).
5. Menitrasi dengan larutan AgNO3 0,01 N sampai terjadi endapan merah bata.
7. ASIDITAS-ALKALINITAS dengan METODE TITRASI
A. Teori
Asiditas adalah hasil dari adanya asam lemah seperti H2PO4-, CO2, H2S, asam-
asam lemak, dan ion-ion logam asam, terutama Fe3+. Asiditas lebih sukar ditentukan
daripada alkalinitas, karena dua kontributor utamanya adalah CO2 dan H2S merupakan
larutan volatile yang segera hilang dari sampel.
Untuk asam kuat seperti H2SO4 dan HCl dalam air dikenal dengan istilah “asam
mineral bebas” (free mineral acid). “Acid Mineral Water” mengandung asam mineral
bebas dalam konsentrasi yang harus diperhitungkan.
Ada 2 cara untuk menentukan asiditas, yaitu:
1. asiditas total, ditentukan oleh titrasi dengan basa untuk mencapai titik akhir
fenolftalein
2. asam mineral bebas, ditentukan oleh titrasi dengan basa untuk mencapai titik akhir
metal orange.
Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan
yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk
menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan.
Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air. Secara khusus alkalinitas
sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion
bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion
tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion hydrogen sehingga menurunkan
kemasaman dan menaikkan pH. Alkalinitas optimal pda nilai 90-150 ppm. Alkalinitas
rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm. Dan jenis kapur yang digunakan
disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat Ph air
tinggi, serta disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya.
Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung
pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan :
1. Pengaruh system buffer dari alkalinitas;
2.Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organic. Sehingga alkalinitas
diukur sebagai factor kesuburan air.
Pada air buangan, khususnya dari industri, kadar alkalinitas yang tinggi menunjukkan
adanya senyawa garam dari asam lemah seperti asam asetat, propionate, amoniak dan
sulfite. Alkalinitas juga sebagai parameter pengontrol untuk anaerobic digestes dan
instalasi Lumpur aktif.
Asiditas dan alkalinitas sangat bergantung pada pH air. Pengawasan keabsahan data
dapat dilakukan ketentuan, yaitu:
1. asiditas sebagai H+ hanya ada dalam air pada pH <4,5;
2. asiditas sebagai CO2 hanya ada dalam air pada pH antara 4,5 – 8,3;
3. alkalinitas sebagai HCO3-, hanya ada dalam air pada pH 4,5 – 8,3;
4. alkalinitas sebagai CO32-, hanya ada dalam air pada pH >8,3;
5. alkalinitas sebagai hidroksida hanya ada dalam air pada pH lebih besar dari 10,5.
Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Metode seperti ini biasanya dilakukan di
laboratorium. Beberapa jenis titrasi yaitu :
1. titrasi asam basa
2. titrasi redoks
3. titrasi pengendapan
Pada percobaan asiditas alkalinitas, jenis titrasi yang digunakan adalah titrasi asam
basa.
B. Prinsip Percobaan
Alkalinitas dan asiditas ditetapkan melalui titrasi asam basa.Asam kuat seperti
asam sulfat dan asam klorida menetralkan zat-zat alkalinitas dan asiditas yang
merupakan zat basa sampai titik akhir titrasi kira-kira pada pH 8,3 dan pH 4,5 .
Titik akhir ini dapat ditentukan oleh:
1. Jenis indikator yang dipilih dimana warnanya berubah-ubah pada pH titik
akhir titrasi (pH ekuivalensi)
2. Perubahan nilai pH pada pH meter waktu titrasi asam basa dimana lengkungan
pada akhir ph vs volume asam memperlihatkan titik akhir titrasi / titik akhir
ekuivalensi.
Titrasi asam basa dipakai untuk menentukan normalitas asam / basa didalam
sampel, misalnya untuk larutan standart di laboratorium. Biasanya sebagai titran di
gunakan asam tertentu (HCL,H2SO4,CH3,COOH,dsb) atau basa tertentu
(NaOH,KOH,N2CO3,dsb)
Titrasi harus direncanakan sebelumnya agar :
Volume sampel cukup kecil (≤ 100ml) ; kalau terlalu besar perubahan warna
indikator kurang jelas, dan volume titran yang diperlukan terlalu banyak ;
Jumlah volume titran harus cukup, agar kesalahan relativ analisa sekecil-
kecilnya. Bila dimungkinkan volume titran ≥ 10 sampai 15 ml (untuk buret 25
atau 50 ml yang biasa)
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat
1. Buret 25 / 50 ml, dengan interval 0,1 ml
2. Labu takar 1000 ml
3. Tabung erlenmeyer 100 / 200 ml
4. Pipet takar 1 ml dan 10 ml, serta karet penghisap
5. Pengaduk magnetis, jika tersedia
Bahan
1. Larutan NaOH 0,1 N standart :
Larutan tersebut harus dibuat dari larutan NaOH 1 N standart primer yang telah
disediakan oleh suplier
2. Larutan H2SO4 pekat
3. Indikator metil orange / metil merah.
D. Prosedur Percobaan
Konsentrasi asam sulfat pekat dapat diperkirakan 17 – 18 M.
Dengan pipet 1 ml sebanyak 3 ml asam pekat dipindah ke labu takar 1 l
Pindahkan 10 ml larutan H2SO4 tersebut dengan pipet ke beker 100 ml. Tambah beberapa
tetes indikator ; warna yang bersifat asam (metil oranye: merah)
Isilah buret dengan NaOH 0,1 N
Aduklah erlenmeyer berisi larutan dan tambah tetes demi tetes larutan basa. Karena
konsentrasi asam dan basa hampir sama maka diperlukan 8 sampai 12 ml titran per 10 ml
sampel untuk mencapai titik ekuivalensi. Bila titik ekuivalensi sudah dekat (90 – 95 %)
pH mulai naik dan cairan mulai berubah warna ; dengan mengaduk, warna tersebut masih
dapat dihilangkan. Dari saat ini tetes titran harus ditambah sedikit mungkin. Pada titik
ekuivalensi pH naik dengan cepat sampai sekitar pH 9. Larutan bersifat basa dan warna
larutan berubah.
Volume titran dicatat. Untuk mendapatkan hasil yang teliti lakukanlah berulang kali
PERHITUNGAN
Kadar larutan H2SO4 yang terencer (NA) dapat dihitung dari :
NA . VA =NB . VB
VA = volume larutan asam
NB = kadar titran basa
VB = volum titran basa yang telah dipakai untuk mencapai titik ekuivalensi
8. KESADAHAN TOTAL
( KALSIUM & MAGNESIUM )
A. Teori
Kesadahan total yaitu jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang dapat ditentukan
melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka
terhadap semua kation tersebut. Kesadahan total tersebut dapat juga ditentukan
dengan menjumlah ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang dianalisa secara terpisah misalnya
dengan metoda AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometry) yang tidak akan
diuraikan disini karena mahalnya peralatan.
Kesadahan kalsium dan magnesium disebabkan oleh jumlah alkali yang
berlimpah dalam air alami. Penting bagi kita untuk mengetahui jumlah kesadahan
kalsium dan magnesium di dalam air. Misalnya, kita perlu mengetahui kesadahan
magnesium atau jumlah Mg2+ dalam air untuk mengkalkulasi jumlah kapur yang
dibutuhkan saat kita akan melakukan proses pelunakan menggunakankapur/ soda api.
Kesadahan kalsium dan magnesium dapat dihitung dengan rumus:
Kesadahan CaCo3
Saat penghitungan, kemungkinan salah satu data tidak tersedia. Hal ini dapat
diatasi dengan beberapa metode analisis yang memungkinkan pengukuran kesadahan
kalsium dan magnesium secara terpisah. Apabila kesadahan kalsium telah diketahui,
nilai kesadahan magnesium dapat dihitung dengan mengurangi angka kesadahan total
dengan kesadahan kalsium.
Kesadahan total – kesadahan kalsium = kesadahan magesium
Hasil dari penghitungan ini termasuk cukup akurat karena pada dasarnya,
kesadahan yang terdapat dalam air terdiri dari dua kation ini, kalsium dan magnesium.
(Sawyer, McCarty, Parkin, 2003)
Sumber dan Penyebab Kesadahan
Kesadahan disebabkan oleh kation logam multivalensi. Beberapa ion bisa
bereaksi dengan sabun untuk membentuk presipitasi dan bereaksi dengan anion
kemudian membentuk skala. Kation utama yang menyebabkan kesadahan adalah
divalen-divalen seperti kalsium, magnesium, stronsium, ferum dan mangan.
Alumunium dan ferit terkadang juga dianggap sebagai sumber kesadahan. Namun,
nilai kelarutan keduanya sangat terbatas dalam pH air alami sehingga konsentrasinya
dapat diabaikan. Kesadahan air biasanya disebabkan oleh kontak antara tanah dan
batuan. Pada umumnya, air sadah berada di wilayah yang memiliki lapisan
permukaan tanah yang tebal dan memiliki formasi batu kapur.
Manfaat Kesadahan Terhadap Kesehatan
Air sadah sebenarnya dapat dikonsumsi oleh masyarakat sebaik air yang tidak
mengandung kesadahan. Bahkan, terdapat beberapa bukti bahwa kalsium dan
magnesium dapat mencegah penyakit jantung. Namun untuk kebutuhan cuci pada
rumah tangga, penggunaan air sadah kurang memuaskan karena reaksinya dengan
sabun yang merugikan.
B. Prinsip Percobaan
Eriochrome Black T (Eriokrom Hiram T) adalah sejenis indikator yang
berwarna merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium
dan ion magnesium dengan pH 10 ,0 ± 0,1.
Sejenis molekul lain yaitu asam etilendiamintetraesetat dan garam-garam
natriumnya (EDTA), dapat membuat pasangan kimiawi ( chelated complex )
dengan ion-ion kesadahan dan beberapa jenis ion lain. Pasangan tersebut lebih kuat
daripada hubungan antara indikator dengan ion-ion kesadahan. Oleh karena itu pada
pH 10,larutan akan berubah menjadi biru yaitu disaat jumlah molekul EDTA
yang ditambahkan sebagai titran, sama (ekuivalen) dengan jumlah ion kesadahan
dalam sampel, dan molekul indikator terlepas dari ion kesadahan.
Perubahan semakin jelas bila pH tinggi, namun pH yang tinggi dapat
menyebabkan ion-ion kesadahan hilang dari larutan, karena terjadi pengendapan
Mg(OH)2 dan CaC03. Pada pH > 9,CaCO3 sudah mulai terbenruk sehingga titrasi
hares selesai dalam waktu 5 menit. Pembentukan Mg(OH)2 pada sampel air alam. (air
sungai, air tanah) belum terjadi pada pH 10.
Selain dari Ca 2+dan Mg2+ beberapa kation seperti Al3+, Fe3+dan
Fe2+,Mn2+ dan sebagainya juga bergabung dengan EDTA. Tetapi untuk air
leding,air sungai atau danau, konsentrasi ion-ion ini cukup rendah (konsen rang
dari beberapa mg/l) dan tidak mengganggu. Namun kadang-kadang air tanah dan air
buangan industri mengandung konsentrasi ion-ion tersebut lebih dari beberapa mg/I
di mana dalam kasus ini sesuatu inhibitor harus digunakan untuk menghilangkan
gangguan tersebut.
Kekeruhan juga mengurangi jelasnya warna sehingga sampel yang terlalu
keruh harus disaring dahulu. Pengendapan CaCO3 harus dicegah karena akan
mengurangi kadar kesadahan terlarut. Kalau kadar Ca2+ terlalu tinggi endapan
dapat muncul dalam waktu titrasi 5 menit, sehingga sampel harus diencerkan. Cara
lain adalah dengan pembubuhan asam terlebih dahulu serta pengadukan supaya
semua CO2 lenyap keudara untuk sementara dan pembenrukan CO3
2- pada pH 10
dihindarkan. Tambahan asam sampai pH larutan menjadi ± 3 ( cek dengan kertas
pH ) ; aduk 5 sampai 10 menit, kemudian tambahkan bufer untuk mengubah pH
menjadi 10,0 ± 0, 1. Cara seperti ini juga dapat dilakukan pada sampel dengan kadar
Ca2+ rendah, untuk mengurangi risiko gangguan.
Penyimpangan baku yang relatif adalah sekitar 2%, untuk seorang laboran
yang berpengalaman dan teliti. Sampel yang telah diencerkan dapat mempunyai
penyimpangan lebih tinggi karena kesalahan sistematis buret akan dikalikan
dengan faktor pengenceran. Aletoda melalui titrasi dengan EDTA ini dapat
menganalisa sekecil 5 mg/, kesadahan sebagai CaCO3; untuk kadar < 5 mg/l.
Ion Ca2+ dan Mg2+ tidak hilang selama pengawetan hanya dapat mengendap
sebagai CaCO3 dan Mg(OH)2 kalau pH terlalu tinggi ( >9 ). Bila sampel harus
disimpan lebih dari 2 hari, lebih baik diasamkan sampai pH ≤ 5 dahulu atau
diasamkan 1 jam sebelum analisa supaya semua endapan CaCO 3 dan lain-lain
terlarut kembali.
C. Bahan dan Alat Analisis
Bahan ( Reagen )
Larutan bufer pH 10,0 ± 0,1
.Larutkan 1,179 g garam di-natrium EDTA (dihidrat) p.a.* dan 780 mg
MgSO4.7H20 (magnesium sulfas) atau 644 MgC12.6H20 (magnesium klorida)
dalam ± 50 ml air suling. Tambahkan larutan ini pada 16,9 g NH4C1 dan 143 ml
NH40H pekat yang sudah berada dalam labu takar 250 ml, kocok dan encerkan
sampai menjadi 250 ml dengan air suling. Simpanlah larutan bufer ini di dalam botol
plastik; tutuplah dengan baik agar NH3 (amoniak) tidak dapat keluar dan CO2
(karbon dioksida) tidak dapat masuk. Larutan ini tahan selama I bulan. Pipet dengan
karet penghisap selalu digunakan untuk memindahkan 1 atau 2 m.1 larutan bufer ke
dalam sampel
Larutan standard EDTA (titran) 0,01 M :
Larutkan 3,723 g gram di-natrium EDTA (dihidrat) p.a. dalam air suling
dan encerkan dalam labu takar sampai menjadi 1 1. Dengan demikian 1 ml larutan
EDTA sesuai dengan 1 mg kesadahan yang dinvatakan sebagai CaCO3. Larutan
EDTA ini sebaiknya disimpan di botol plastik karcna EDTA dapat melarutkan
ion-ion Ca2+ dan A13+ pada dinding kaca biasa. Larutan EDTA harus
distandardkan dengan larutan standard primer Ca2+. Perlu diperhatikan bahwa
larutan EDTA ini dapat menua.
Larutan standard primer Ca 2+.
Tuangkan I g CaCO3 tanpa hidrat p.a. **ke dalam gelas erlenmeyer 500
ml Melalui corong yang ditempatkan di atas gelas erlenmeyer tuangkan sedikit demi
sedikit larutan 1 + 1 HCI (yaitu larutan yang terdiri dari setengah bagian HCI pekat
dan setengah bagian air suling yang telah dibuat lebih dahulu dalam gelas pengukur
100 ml). Tambahkan 200 ml air suling dan didihkan larutan tersebut di atas
pembakar bunsen selama beberapa menit supaya semua CO2 hilang, dinginkan
sebelum menambahkan beberapa tetes indikator metil merah. Bila warna kuning
muncul (pH > 6) tambahkan1 + 1 HCl sampai warna menjadi oranye. Bila warna
merah muncul (pH < 4) tambahkan 1 + 1 NH4 OH juga sampai warna menjadi
oranye. Warna orange menunjukkan pH larutan ± 5. Kadar larutan standard primer
Ca2+ tersebut adalah 400,44 mg Ca2+
Indikator campuran Eriochrome Black T dan NaCl
Campurkan 200 mg celupan Eriochrome Black T dengan 100 g NaCl ke-
mudian giling dalam mortir sampai menjadi bubuk harus. Simpan dalam botol
kaca tertutup dengan balk. Dengan demikian dapat bertahan sampai lebih dari 1
tahun. Bila berupa larutan, Indikator tidak sestabil.
Alat
a. Labu takar 250 ml ( untuk larutan bufer );
b. Botol plastik 250 ml ( untuk menyimoan larutan bufer );
a. Karel penghisap ( untuk larutan bufer dan HCl );
d, 2 labu takar 1 1 ( untuk larutan EDTA dan standard Ca2+);,
e. Botol plastik 11 ( untuk larutan EDTA );
f. Erlenmeyer 500 ml (untuk standard Ca2+ ); erlenmeyer 250 ml (untuk
menyiapkan sampel);
g. Corong ( untuk standard Ca2+)
h. Gelas ukur 100 ml ( untuk 1 + 1 HCI );
i. Pembakar bunsen atau pemanas listrik lengkap ( untuk standard Ca2+ );
j. Buret 25 atau 50 ml ( untuk titrasi dengan EDTA );
k. Pipet : 100 ml, 50 ml, 25 ml, 20 ml, 2 ml, 1 ml
l. Beker 100 ml bentuk tinggi ( untuk titrasi );
m.Mortir( untuk membuat bubuk indikator );
n. Botol tutup kaca ( untuk menyimpan indikator ).
D. Prosedur Percobaan
1. Dalam gelas erlenmeyer 250 ml, tuangkan sampel sebanyak kurang lebih
30 ml ( kalau perlu larutan sampel sudah diencerkan ) yang akan memerlu-
kan antara 3 sampai 15 ml titran EDTA. Dengan perkataan lain, sampel 30
ml ini harus mengandung sekitar 3 sampai 15 mg/1 kesadahan sebagai
CaCO3. Tambahkan beberapa tetes HCI pekat sampai pH menjadi ± 3
( cek dengan kertas pH ) dan kocoklah selama beberapa menit supaya CO2
terlarut lenyap ke udara.
2. Ambil sampel dari butir 1 di atas sebanyak 25 ml dan encerkan menjadi 50
ml dalam beker 100 ml bentuk tinggi. Tambahkan 1 sampai 2 ml larutan
bufer biasanya 1 ml sudah cukup untuk memberi nilai pH yang tetap yaitu
10 ±0,1. Tambahkan ± 0,15g bubuk campuran NaCl dan Eriochrome Black
T. Kemudian titrasikan dengan larutan EDTA. Titrasi harus dilakukan cukup
pelan dengan waktu tunggu beberapa detik antara dua penambahan titran,
namun titrasi harus selesai dalam waktu 5 menit di saat warna merah hilang
sama sekali menjadi biru. Selama titrasi larutan sampel harus diaduk
misalnya dengan pengaduk magnetis.
3. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka harus dibuat duplikat setiap
analisa.
PERHITUNGAN
Kesadahan (sebagai mg CaCO3/l)
dimana A = ml titran EDTA,
B = ml sampel (sebelum diencerkan),
1,0009= ekuivalensi antara 1 ml EDTA 0,01 M dan 1 mg kesadahan sebagai
CaCO3,
F = faktor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01 M menurut
standardisasi dengan CaCO,( f ≤ 1 ).
Atau : Kesadahan (mmol/t)
Catatan : bagi Ca2+ dan Mg2 + berlaku 50 mg/l, sebagai CaCO3 ≡1 mek/L
9. KALSIUM
A. Teori
Keberadaan kalsium dalam suplai air berasal dari batuan gypsum, dolomite
dan limestone. Kadar kalsium bervariasi mulai dari nol sampai beberapa ratus mg/L,
bergantung pada sumber dan kondisi airnya. Kalsium karbonat dalam konsentrasi
kecil dapat mencegah korosi pada pipa besi dengan membentuk lapisan pelindung
yang melapisi pipa tersebut. Sebagian besar kekeruhan air dikarenakan konsentrasi
kalsium. Beberapa metode yang digunakan untuk mengurangi kadar kalsium dan
materi pengeruh lainnya antara lain elektrodialisis, reverse osmosis, atau pertukaran
ion.
B. Prinsip Percobaan
Ion Ca2+ tidak hilang selama pengawetan hanya dapat mengendap sebagai
CaCo3, kalau pH terlalu tinggi lebih dari 9. Kalau sampel harus disimpan lebih dari 2
hari lebih baik diasamkan sampai pH ≤ 5 dahulu atau diasamkan 1 jam sebelum
analisa supaya endapan CaCo3 dan larutan lain terlarut kembali. Metode penyerapan
atom sering digunakan untuk menentukan kadar kalsium. Titrasi EDTA
(ethylenediaminetetracetic) digunakan untuk aplikasi kontrol dan rutin.
C. Bahan dan Alat Analisis
Bahan :
1. NaOH, 1N
2. Sodium Hidroksida, 1N
Alat :
1. Indikator Murexide (ammonium Purpurate)
2. Indikator Eriochrome blue black R
3. Titran standar EDTA, 0,01 M
4. Karet penghisap
5. Labu takar 1 liter
6. Botol plastik 1 liter
7. Erlenmeyer 500 ml dan 250 ml
8. Corong
9. Gelas ukur 100 ml
10. Pembakar bunsen atau pemanas listrik lengkap
11. Buret 25 ml atau 50 ml
12. Pipet 100 ml, 50 ml, 25 ml, 20 ml, 2 ml, dan 1 ml
13. Bekker 100 ml bentuk tinggi
14. Mortir
15. Botol tutup kaca
D. Prosedur Percobaan
1. Pretreatment pada sampel air polutan dan air buangan.
Titrasi dilakukan segera setelah penambahan alkali dan indicator, hal ini disebabkan
karena kadar pH yang tinggi yang digunakan dalam prosedur. Sample yang digunakan
bervolume 50.0 ml atau mendekati 50 ml agar kadar kalsium di dalamnya berkisar
antara 5-10 mg.
Dalam analisa kesadahan air bila kadar alkaliniti lebih dari 300 mg/l CaCO3 maka
harus diasamkan sampai pH ± 3. Atau dinetralisir dengan asam, lalu dididihkan
selama 1 menit dan didinginkan sebelum titrasi dimulai.
2. Sebelum titrasi dimulai tambahkan pula 2,0 ml larutan NaOH 1 N atau jumlah lain
yang cukup untuk mengubah pH sampel menjadi 12-13 kemudian dicek dengan kertas
pH.
3. Tambahkan 0,1-0,2 g indikator campuran dengan menggunakan ujung sendok reagen.
4. Titrasikan dengan larutan EDTA tetes demi tetes, diaduk terus dengan menggunakan
pengaduk magnetis sampai titik ekuivalensi tercapai di saat warna larutan sampel
berubah. Bila memakai indikator Murexid campuran, perlu penambahan sedikit
indikator, sesudah titik ekuivalensi tercapai untuk mencek apakah warna sudah tidak
berubah lagi.
Perubahan warna indikator adalah sebagai berikut :
Calcon : Bila bergabung dengan Ca2+ berwarna merah, lepas dari Ca2+ warna
berubah selama tambahan EDTA menjadi ungu dahulu kemudian biru tanpa
sisa merah atau ungu.
Murexid : Bila digabung dengan Ca2+ berwarna merah muda, lepas dari Ca2+
warna berubah menjadi ungu
5. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, maka harus dibuat duplikat untuk setiap analisa.
Perhitungan
Konsentrasi Ca2+ sebagai mg CaCo3 per liter =
Atau : konsentrasi Ca2+ sebagai mg/l =
Dimana : A = ml titran EDTA yang digunakan ,
B = ml sampel (sebelum diencerkan)
f = faktor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01 M menurut standardisasi
dengan CaCO3 (f ≤1).
Juga berlaku : 5 O mg /l sebagai CaCO3 ≡ 1 mek Ca2+/l
10. DESINFEKTAN/KHLOR AKTIF (SISA KHLOR) dengan
METODE IODOMETRI
A. Teori
A.1. Desinfektan
Disinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika
yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik
seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Desinfeksi dapat dilakukan melalui beberapa cara, namun cara yang
umum digunakan antara lain sebagai berikut ini :
1. Pemanasan
Air dipanaskan / dididihkan selama ( 15 – 20 ) menit . Dengan
pendidihan ini , bakteri patogen dapat mati ,dengan demikian air menjadi
sehat. Metoda ini umum di terapkan secara individual.
2. Pembubuh Kimia ( Desinfektan kimia )
Proses desinfeksi dengan metode ini adalah dengan mencampurkan
suatu zat kimia ( desinfektan ) ke dalam air kemudian membiarkan dalam
waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan kepada desinfektan untuk
berkontak dengan bakteri .
Bahan yang dipergunakan dalam proses desinfeksi disebut desinfektan .
Syarat – syarat desinfektan :
1. Dapat mematikan semua jenis organisme patogen dalam air.
2. Dapat membunuh kuman yang dimaksud dalam waktu singkat.
3. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah dalam operasinya.
4. Air tidak boleh menjadi toksik setelah disinfeksi.
5. Dosis diperhitungkan agar memiliki residu atau cadangan untuk mengatasi adanya
kontaminasi di dalam air.
Senyawa Klor dapat mematikan mikrorganisme dalam air. Karena oksigen
yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian
yang penting dari sel bakteri sehingga menjadi rusak.
Bermacam-macam zat kimia seperti ozon (O3), klor (Cl2), klor dioksida (ClO2)
dan proses fisik seperti penyinaran dengan ultraviolet, pemanasan, dan lain-lain,
digunakan untuk disinfeksi air. Dari bermacam-macam zat kimia yang disebutkan di
atas, klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih
mempunyai daya disinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya (residu klor).
Selain dapat membasmi bakteri dan mikroorganisme seperti amoeba, ganggang,
dan lain-lain, klor dapat mengoksidasi ion-ion logam seperti Fe2+, Mn2+, menjadi Fe3+,
Mn4+, dan memecah molekul organis seperti warna. Selama proses tersebut, klor sendiri
direduksi sampai menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya disinfeksi. Di
samping ini klor juga bereaksi dengan amoniak.
Klor berasal dari gas klor Cl2, NaOCl, Ca (OCl)2 (kaporit) atau larutan HOCl
(asam hipoklorit). Breakpoint chlorination (klorinasi titik retak) adalah jumlah klor
yang dibutuhkan sehingga :
a. Semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi
b. Amoniak hilang sebagai gas N2
c. Masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk
pembasmian kuman-kuman
B. Prinsip Percobaan
Untuk setiap unsur klor aktif seperti klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat
tersedia analisa-analisa khusus. Namun untuk praktikum biasa hanya klor aktif (residu)
ditentukan melalui suatu analisa ; klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat
didapatkan melalui grafik klorinasi breakpoint. Klor aktif dapat dianalisa melalui titrasi
iodometris atau melalui titrasi kolorimetris dengan DPD. Analisa idiometris agak
sederhana dan murah tetapi tidak sepeka metode DPD.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa klor itu
selain oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa klor bereaksi
dengan protoplasma.
Beberapa percobaan juga menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme
disebabkan reaksi kima antara asam hipochlorus dengan enzim pada sel bakteri
sehingga metabolismenya terganggu.
Faktor yang mempengaruhi efisensi desinfeksi adalah :
- waktu kontak
- Konsentrasi desinfektan
- Jumlah mikroorganisma
- pH
- Adanya senyawa lain dalam air.
Senyawa klor yang sering digunakan untuk proses desinfeksi adalah
Hipoklorit dari kalsium dan natrium. Kloramin, Klordioksida, dan senya komplek
dari klor.
Klor aktif (sisa klor) dengan metode iodometri
Klor aktif akan membebaskan iodine I2 dari larutan kaliumiodida KI jika pH < 8
(terbaik adalah pH < 3 atau 4), sesuai reaksi i dan ii. Sebagai indicator digunakan kanji
yang merubah warna sesuai larutan yang mengandung iodine menjadi biru. Untuk
menentukan jumlah klor aktif, iodine yang telah dibebaskan oleh klor aktif tersebut
dititrasikan dengan larutan standar natriumtiosulfat, sesuai rekasi iii. Titik akhir titrasi
dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari larutan. Asam asetik HAs (CH3COOH)
harus digunakan untuk menurunkan pH larutan sampai 3 atau 4.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam analisa ini adalah :
I. OCl- + 2 KI + 2 HAs I2 + 2 KAs + Cl- + 2 H2O
II. NH2Cl + 2 KI + 2 HAs I2 + KAs + KCl + NH4As
III. I2 + kanji warna biru
IV. I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Dengan demikian hubungan antara jumlah klor dan jumlah titran adalah sebagai berikut
Gangguan
Gangguan pada analisa klor aktif terutama disebabkan oleh ion logam yang
teroksidasi seperti Mn4+, Fe3+, dan sebagainya. Juga oleh zat-zat pereduksi seperti S2-
(sulfide), NO2- (nitrit), dan sebagainya.
Ketelitian
Batas kepekaan adalah kira-kira 20 µg Cl2 / l. Batas deteksi (konsentrasi
terendah) adalah 0,5 mg Cl2 / l. Hasil selalu sebagai mg Cl2 / l, walaupun juga
termasuk unsur-unsur klor aktif yang lain.
Pengawetan sampel
Klor tidak stabil bila terlarut dalam air, dan kadarnya akan turun dengan cepat.
Sinar matahari atau lampu, dan pengocokan sampel akan mempercepat penurunannya.
Oleh karena itu analisa klor aktif harus dilakukan paling lambat 2 jam setelah
pengambilan sampel.
Larutan dengan kadar klor yang lebih tinggi adalah lebih stabil, tetapi
sebaiknya disimpan di tempat gelap atau di botol kaca coklat.
C. Bahan dan Alat Analisis
a. Alat-alat
1 buret 25 ml : 1 mikrobiuret (untuk standarisasi dan titrasi klor)
2 labu takar 1 l ; 1 labu takar 0,5 l (untuk larutan standar)
2 beker 0,2 l, 0,5 l, dan 1 l; 1 gelas ukur 1 l (untuk pembuatan indicator dan
keperluan titrasi)
1 pipet 50 ml, 20 ml, 5 ml, 1 ml; 2 pipet 10 ml
mortir; botol kaca coklat; botol peniris (untuk indikator)
kertas pH
batang pengaduk kaca; karet penghisap; pengaduk magnetis serta magnetnya
b. Bahan ( Reagen )
asam asetik (glacial) yang pekat.
kalium iodida KI Kristal (hablur)
standar natrium tiosulfat Na2S2O3 0,1 N
Gunakan labu takar 1 liter untuk melarutkan 25 g Na2S2O3. 5 H2O; isi
dengan air suling sampai volume menjadi 1 liter, lalu tambahkan beberapa ml
kloroform CHCl3 supaya larutan stabil. Kemudian, awetkan larutan standar
tersebut selama minimum 2 minggu sebelum distandarkan dan dipakai untuk
pertama kali.
standarisasi larutan Na2S2O3 dengan metode kaliumdikromat (masa pakai
larutan Na2S2O3 adalah 24 jam sebelum perlu standarisasi lagi)
Larutkan 4,904 g K2Cr2O7 (tanpa H2O, yang sudah dikeringkan pada
suhu 1050C selama 2 jam) dalam 1 liter air suling. Larutan ini adalah
larutan 0,10 N K2Cr2O7. simpan larutan ini dalam botol kaca dengan tutup
kaca.
Siapkan kurang lebih 80 ml air suling dalam beker 0,2 liter kemudian
tambahkan 1 ml H2SO4 pekat, 0,10 N K2Cr2O7 di atas dan lebih kurang 1 g
KI, aduklah terus sambil menunggu selama 6 menit.
Titrasikan larutan tersebut dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning
hampir habis (iodide telah dibebaskan).
Tambahkan 1 ml larutan kanji, kemudian teruskan titrasi sampai warna
biru hilang pertama kali (warna biru akan keluar lagi setelah beberapa
menit), sehingga :
standar natriumtiosulfat 0,010 N dan 0,005 N
Dari larutan standar (pokok) natriumtiosulfat 0,1 N di dalam labu takar
0,5 l. 1 ml larutan titran 0,01 N sesuai dengan 354,5 µg klor sebagi Cl2.
Bila kadar klor terlalu rendah untuk ditentukan dengan larutan 0,010 N
maka digunakan standar natriumtiosulfat 0,005 N sebagai titran.
indikator kanji
5 g kanji dengan sedikti air suling digiling dalam mortir. Tuangkan ke
dalam 1 l air suling di dalam beker yang sedang mendidih (sterilisasi).
Diamkan semalam agar terjadi endapan dan supernatant yang akan digunakan
bebas dari kekeruhan. Tambahkan 4 g/l seng klorida (ZnCl) agar awet.
Kemudian simpan dalam botol peniris.
D. Prosedur Percobaan
Volume sampel dipilih sehingga volum titran yang dibutuhkan kurang dari 20 ml
Na2S2O3 0,010 N. bagi sampel dengan kadar klor 0,5 sampai 10 mg Cl2/l volumenya
diambil 500 ml; sampel dengan kadar klor > 10 mg spasi CL2/l, perlu volum < 500
ml.
Tuangkan 5 ml asam asetik (glacial) ke dalam sampel; adukalah agar pH merata
dalam larutan yaitu sekitar pH 3 sampai 4. Cek dengan kertas pH, lalu tambahkan
kurang lebih 1 g KI (warna kuning akan tampak). Aduklah terus.
Sampel kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,010 atau 0,005 N dengan buret biasa
atau mikroburet (agar lebih teliti) samapai warna kuning hampir hilang ( larutan bebas
dari iodine); tambahkan 1 ml kanji, sampel akan berwarna biru, dan lanjutkan titrasi
hingga warna biru hilang pada titik akhirtitrasi.
Pengaruh dari gangguan ditentukan melalui titrasi sebuah larutan blanko. Ke dalam
volume air suling sebanyak sampel di butir 1, tambahkan 5 ml asam asetik, kurang
lebih 1 g KI dan 1 ml larutan kanji. Kalau warna biru keluar, lakukanlah titrasi seperti
pada butir 3. Kalo warna biru tidak muncul, titrasikanlah dengan 0,0282 N larutan
iodine sampai warna biru keluar; lalu titrasikanlah seperti pada butir 3. Kalau dalam
kasus terakhir volume titran iodine adalah lebih besar daripada volum titran Na2S2O3,
maka nilai B (butir perhitungan) adalah negative.
Agar supaya analisa teliti, duplikst dibuat untuk setiap sampel.
Untuk praktikum
Volum sampel cukup 100 ml titrasi dapat dilakukan langsung di dalam botol reaksi..
Dianggap bahwa dalam larutan blanko tidak ada gangguan sehingga nilai B pada butir
perhitungan hampir sama nol. Namun cara tersebut kurang teliti untuk maksud riset.
Perhitungan
Klor aktif sebagai mg Cl2/l =
Keterangan :
A = ml titran Na2S2O3 untuk sampel
B = ml titran Na2S2O3 untuk blanko (bisa positif atau negatif)
N = normality larutan titran Na2S2O3
V = volume sampel (ml)
11.BREAKPOINT CHLORINATION (BPC)
A. Teori
Sebelum dikonsumsi, biasanya air baku membutuhkan suatu proses pengolahan
air. Sistem pengolahan air terdiri dari proses koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi
dan desinfeksi. Air yang telah disaring di unit filtrasi pada prinsipnya sudah
memenuhi standar kualitas tetapi untuk keperluan menghindari kontaminasi air oleh
mikroorganisme selama penyimpanan dan pendistribusian perlu dilakukan proses
desinfeksi. Desinfeksi yang umum digunakan adalah dengan cara klorinasi, walaupun
ada beberapa cara lain seperti dengan ozon dan ultra violet (UV) yang jarang
digunakan.
Keefektifan desinfektan dalam membunuh mikroorganisme tergantung pada
(AWWA, 1997) :
1. Jenis desinfektan yang digunakan
2. Konsentrasi residu desinfektan
3. Waktu dimana air kontak dengan desinfektan
4. Temperatur air
5. pH air, yang mempunyai pengaruh dalam mengnon-aktifkan apabila klorin
digunakan.
Sedangkan menurut Al-layla (1980), desinfektan yang digunakan dalam
desinfeksi haruslah :
1. Dapat mematikan semua jenis organisme patogen
2. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah
3. Tidak menyebabkan air menjadi toksik dan berasa
4. Dosis diperhitungkan agar terdapat residu untuk mengatasi adanya
kontaminan dalam bakteri.
1. KLORIN
Klor banyak digunakan karena mudah digunakan, murah, daya
desinfeksinya tahan lama, dapat memecah molekul organik. Biasanya Clor
dalam bentuk : padatan, cair, dan gas.
Bentuk senyawa klor :
Gas Cl2 : Chlorine
HOCl : asam hipochlorit (paling baik)
OCl - : ion hipoklorit
Senyawa amino
- Monochloramin (NH2Cl)
- Dichloramin (NHCl2)
- Trichloramin (NCl2)
Klorin merupakan senyawa yang paling sering digunakan sebagai
desinfektan. Sebagai oksidan klorin dipakai untuk mengoksidasi Fe dan Mn,
menghilangkan rasa, warna dan amonia nitrogen dalam air. Klorin yang digunakan
umumnya berupa gas klorin atau klorin cair atau senyawa klorin yang terdiri dari
CaOCl2 dan Ca(OCl)2. Klorin bereaksi dengan air pada pH 5 dan 6 akan
membentuk hypochlorous dan hydrochloric acids.
Cl2 + H2O HOCl + HCl
HOCl H + Cl-
Ca(OCl)2 + 2H2O Ca++ + H2O + 2OCl=
Senyawa klor dapat mematikan bakteri karena oksigen yang terbebaskan
dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting
dari sel bakteri sehingga rusak.
2. KLORINASI
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena
oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi
beberapa bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh
senyawa chlor, selain oleh oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh
langsung senyawa chlor yang bereaksi dengan protoplasma. Beberapa
Percoban menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan reaksi
kimia antara asam hipoklorus dengan enzim pada sel bakteri sehingga
metabolismenya terganggu.(Darmasetiawan, Martin, 2001)
Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfeksi adalah :
Waktu kontak
Konsentrasi desinfektan
Jumlah mikroorganisme
Temperatur air
PH
Adanya senyawa lain di dalam air
Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah
hipoclorit dari kalsium dan natrium, kloroamin, klor dioksida, dan senyawa
komplek dari klor.
Tabel 6.1. Senyawa Desinfektan Klor
Senyawa Mol equivalen klor Persen berat klor
Cl2
CaClOCl
Ca(OCl)2
NH2Cl
NHCl2
HOCl
Cl2
Cl2
2Cl2
Cl2
2Cl2
Cl2
100
56
99.2
138
165
135.4
NaOCl Cl2 95.4
Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik
maupun anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Klorinasi menggunakan
gas klor atau garam hipoklorit akan mengoksidasi ammonia membentuk
kloramin lanjutan dan akhirnya membentuk gas nitrogen dan asam
hidroklorik.
Reaksi gas klorin dengan air adalah sebagai berikut :
pH > 8
Cl2 + H2O HCl + HOCl H+ + OCl-
pH < 7
Asam hypochlorous akan bereaksi dengan ammonia dalam air memproduksi
monochloramine (NH2Cl), dichloramine (NHCl2), dan trichloramine (NCl3). Reaksi
ini tergantung pada pH, temperature, waktu reaksi, dan jumlah klor pada rasio
ammonia. Monochloramine dan dichloramine dibentuk pada pH antara 4,5 sampai
8,5. Pada pH sekitar 8,5, chloramines berbentuk monochloramine, pada pH dibawah
4,5 berbentuk trichloramine.
Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa
klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor
terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi “break point
chlorination”. Penambahan dosis klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang
sebanding dengan penambahan klor.(Darmasetiawan, Martin, 2001). Breakpoint
chlorination terjadi pada pH 7 sampai 8. Reaksi yang terjadi adalah :
Cl2 + H2O HOCl + HCl
NH4+ + HOCl NH2Cl + H2O + H+
2NH2Cl +HOCl N2 + 3HCl + H2O
Dari reaksi di atas diperoleh persamaan reaksi :
3Cl2 + 2NH4 + N2 + 6HCl + 2H+
Keuntungan dicapainya break point yaitu :
Senyawa ammonium teroksidir sempurna
Mematikan bakteri patogen secara sempurna
Mencegah pertumbuhan lumut
B. Prinsip Percobaan
Proses klorinasi dapat terjadi sebagai berikut :
a. Penambahan klor pada air yang mengandung senyawa nitrogen akan
membentuk senyawa kloramine yang disebut klor terikat. Pembentukan klor terikat
ini bergantung pada pH, pada pH normal klor terikat (NCl3) tidak akan terbentuk
kecuali jika break point telah terlampaui.
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O
NH2Cl + HOCl N HCl2 + H2O
NHCl2 + HOCl NCl2 + H2O
b. Pada air yang bebas senyawa organic akan terbentuk klor bebas yaitu
asam hipoklorus (HOCl) dan ion hipoklorit (OClˉ), yang berfungsi dalam proses
desinfeksi.
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Clˉ
HOCl H+ + OClˉ
Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl, adanya
OClˉ akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada pH < 5.
Dosis klorin yang dibubuhkan harus cukup untuk menghasilkan sisa klor
minimum 0,2 mg/l di akhir distribusi. (Kep Menkes RI No: 907 / MENKES / SK /
VII/2002). Sedangkan menurut Kawamura (1991), dosis pembubuhan klorin berkisar
antara 1 – 5 mg/l dengan sisa klorin di reservoir 0,5 mg/l dan di distribusi 0,2 – 0,3
mg/l. Klorinasi dapat dilakukan dengan penambahan kaporit sebagai sumber
klorinnya atau dengan gas Cl2.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat
a. 9 botol kaca (dengan tutup) 250 atau 500 ml; tutup sebaiknya dari dan
botol berwarna coklat (sebagai tempat reaksi disinfeksi)
b. Pipet 100 ml, dan bermacam – macam pipet lain sesuai keperluan
c. pH meter atau kertas pH;
d. jam
e. 2 labu takar 1 L (untuk larutan klor dan larutan sampel buatan)
f. Alat – alat yang diperlukan untuk analisa klor aktif
Bahan
a. larutan klor 0,840 mol/l CLO-; dapat berasal dari kaporit, NaOCl atau
garam lain. Bila kaporit yang digunakan, larutkan 60 gram Ca(OCl)2
dalam 1 liter air suling (0,120 mol/l).
b. larutan sampel buatan yang mengandung amoniak (untuk sebuah
praktikum saja): ke dalam labu takar 1 liter, tuangkan kira – kira 0,5 L air
leding (dianggap tidak mengandung amoniak), tambahkan 94,38 mg
(NH4)2 SO4 / L (kadar amoniak 1,4 mmol NH3/L atau 23,8 mg/l, kemudian
isi labu takar sampai 1 liter dengan air leding. Sebenarnya kadar NH3
tersebut agak tinggi dan mencerminkan badan air yang sangat tercemar.
Namun demikian grafik klorinasi menjadi lebih jelas.
D. Prosedur Percobaan
Sampel terdiri dari air sungai, air tanah, air leding dan sebagainya yang
komposisinya tidak diketahui. Untuk sebuah praktikum, sampel air segar dapat
diganti dengan sampel buatan dengan komposisinya telah tertentu seperti yang
telah disebutkan pada bahan poin b.
1. tuangkan 100 ml sampel masing-masing ke dalam 9 botol kaca
2. taksir jumlah klor yang harus dibubuhkan X (sebagai ClO ) untuk capai
breakpoint; dianggap X tergantung dari kadar NH3 saja : 23,8 mg NH3 atau 1,4
mmol NH3 memerlukan 1,,5 x 1,4 mmol ClO pada pH 7 (reaksi 4 dan 7), yaitu
2,5 ml dari sebuah larutan 0,42 mol Ca (OCl)2/l atau 0,84 mol OCl/l.
3. tambahkan jumlah klor tersebut ke dalam botol ke-1 sampai ke-7, masing-
masing sebesar 1/5 X,2/5 X,3/5 X, 4/5 X, 5/5 X, 6/5 X, 7/5 X, 8/5 X dan 10/5
X (X adalah taksiran jumlah klor di atas) kemudian tutuplah ke-7 botol
tersebut setelah dikocok.
4. diamkan selama 30 menit dan kemudian tentukan konsentrasi “klor aktif” dari
setiap botol .
5. gambarkan grafik breakpoint dengan klor aktif (MgCl2/l) vs. mol ClO yang
telah dibubuhkan.
Dari percobaan dengan sampel buatan juga dapat digambarkan suatu grafik
breakpoint klor aktif (MgCl2/l) vs. mol ClO/mol NH3 : absis adalah mol ClO
dari Ca(ClO)2/mol NH3 dan ordinat adalah klor aktif MgCl2/l.
6. dalam botol ke-8 dan ke-9 yang masing-masing telah berisi 100ml sampel,
tambahkan klor sebanyak yang dibutuhkan untuk mencapai breakpoint (titik
retak) sesuai grafik tadi. Diamkan botol ke-8 dengan waktu kontak 5 menit
dan tentukan konsentrasi “klor aktif”. Untuk botol ke-9 waktu kontak adalah
2 jam sebelum konsentrasi “klor aktif”. Evaluasikan sekarang pengaruh waktu
detensi 5,30 menit dan 2 jam terhadap breakpoint.
7. bandingkan hasil percobaan laboratorium yang telah dilaksanakan dengan
perhitungan secara teoritis.
12.ZAT PADAT dengan METODE GRAVIMETRI
A. Teori
Partikel-partikel zat padat memiliki sifat sebagai berikut :
1. Partikel-partikel yang menempati posisi yang tetap, jika artikel zat padat
menempati posisi yang teratur maka disebut kristal, dan Jika partikel zat padat
menempati posisi yang tidak teratur, maka disebut amorf.
2. Gaya tarik-menarik antar partikel sangat kuat, dan
3. Gerakan partikel hanya berupa getaran di sekitar posisi tetapnya.
Posisi partikel yang relaif tetap menyebabkan zat padat memiliki bentuk dan
volume tetap. Gerakan partikel yang hanya bergetar menyebabkan zat padat
tidak dapat mengalir. Contoh zat padat diantaranya adalah batu, kayu,gelas,
dan sebagainya.
B. Prinsip Percobaan
MEKANISME PEMBENTUKAN ENDAPAN:
Terbentuknya endapan dimulai dari terbentuknya larutan lewat jenuh (super
saturated solution). Nukleasi, sejumlah partikel (ion, atom atau molekul) membentuk
inti mikroskopik dari fasa padat, semakin tinggi derajat lewat jenuh, semakin besar
laju nukleasi. Pembentukan nukleasi dapat secara langsung atau dengan induksi
Proses pengendapan selanjutnya merupakan kompetisi antara nukleasi dan
PARTICLE GROWTH.
PARTICLE GROWTH: Begitu suatu situs nukleasi terbentuk, ion-ion lain
tertarik sehingga membentuk partikel besar yang dapat disaring
Apabila nukleasi yang lebih dominan maka partikel kecil yang banyak, bila
particle growth yang lebih dominan maka partikel besar yang dihasilkan. Jika
pengendapan terbentuk pada RSS relatif besar maka nukleasi merupakan mekanisme
utama sehingga endapan yang dihasilkan berupa partikel kecil
ENDAPAN KOLOID
Contoh:
AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3
AgCl cenderung membentuk endapan koloid
Pada awalnya hanya terdapat sangat sedikit Cl- bebas di dalam larutan disebabkan
Ag+ Berlebih Lapisan terluar dari endapan yang mengandung kedua ion cenderung
untuk menarik Ag+ ke lapisan primer
Ukuran koloid dapat ditingkatkan dg pemanasan, pengadukan dan penambahan
elektrolit Proses merubah koloid sehingga dapat disaring disebut koagulasi atau
aglomerasi
ENDAPAN KRISTALIN
PADATAN KRISTALIN DAPAT MENINGKAT DENGAN CARA:
1. Meminimasi Q gunakan larutan encer, penambahan reagen perlahan, pengadukan
2. Memaksimalisasi S pemanasan , pengaturan pH
3. Digestion menghasilkan endapan yg lbh murni dan mudah disaring
Metode analisis gravimetri adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada
pengukuran berat, yang melibatkan: pembentukan, isolasi dan pengukuran berat dari
suatu endapan.
C. Prosedur Percobaan
Kinerja Metode Gravimetri
• Relatif lambat
• Memerlukan sedikit peralatan (Neraca dan oven
• Tidak memerlukan kalibrasi ⇒ Hasil didasarkan pada berat molekul
• Akurasi 1-2 bagian per seribu
• Sensitivitas: analit > 1%
• Selektivitas: tidak terlalu spesifik
Cara Kerja
• Penyiapan larutan
• Pengendapan
• Pencernaan
• Penyaringan
• Pencucian
• Pengeringan / pemanggangan
• Penimbangan
• Perhitungan
o Penyiapan Larutan
pH sangat berpengaruh pada kelarutan endapan CaC2O4 insoluble pada pH
>C2O4 membentuk asam lemah pada pH<8-hidroksikuinolin (oksin)
mengendapkan sejumlah besar unsur, tetapi dengan pengontrolan pH, unsur-unsur
dapat diendapkan secara selektif
o Pengendapan
ENDAPAN YANG DIKEHENDAKI:
1.Mudah disaring dan dibersihkan dari pengotor
2.Memiliki kelarutan cukup rendah sehingga tidak ada analit yang terbuang
pada saat penyaringan dan pencucian
3.Tidak reaktif terhadap udara
4.Setelah dikeringkan atau dibakar, menghasilkan produk yang diketahui
komposisinya
AGEN PENGENDAP:
Agen pengendap spesifik: bereaksi hanya dengan satu spesi kimia (jarang)
Agen pengendap selektif: bereaksi dengan spesi tertentu
UKURAN PARTIKEL:
Endapan yang dapat disaring harus memiliki ukuran partikel yang cukup besar
Von Weimarn menemukan bahwa ukuran partikel endapan berbanding terbalik dengan
kelewat jenuhan relatif dari larutan
Dimana:
Q = konsentrasi spesi
S = kesetimbangan kelarutan
RSS dapat digunakan untuk memperkirakan/ mengontrol endapan yang terbentuk
Jika RSS >> endapan berbentuk koloid
Jika RSS << endapan berbentuk kristalin
PERHITUNGAN GRAVIMETRI
Perhitungan gravimetri secara sederhana merupakan pengembangan dari perhitungan
Stoikhiometri
Faktor stoikhiometri lebih didasarkan pada jumlah (dalam mol) analit yang terdapat dalam
endapan yang ditimbang
Setelah sampel berisi analit yang dikehendaki diperoleh, lakukan penimbangan
Tahap berikutnya, merubah sampel ke bentuk yang dapat ditimbang (dalam hal ini:
endapan) Bila endapan yang didapat adalah analit yang dikehendaki maka
% Analit = (berat Analit / berat sampel) x 100 %
Biasanya endapan yang didapat mengandung analit bersama dengan unsur lain. Untuk itu,
berat analit ditentukan dengan faktor gravimetri.
13.CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
A. Teori
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK)
adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organis yang ada didalam 1 liter sample air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang
secara alamiah dapat dioksidasika melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Oksigen Kimia permintaan dipergunakan seperti ukuran dari padanan oksigen
dari bahan organik isi suatu satu sample yang peka ke oksidasi oleh suatu oksidan
kimia kuat. Tes berguna untuk memonitor dan mengontrol setelah korelasi
didirikan. dichromate mengalir kembali dengan cara lmelewati prosedur yang
mempergunakan oxidants lain karena akibat unggul mengoxidasi kemampuan,
kegunaan untuk bermacam-macam contoh, dan kemudahan dari
manipulation.oxidation dari paling senyawa organik adalah 95 - 100% nilai
teoritis. pyreridine dan senyawa terkait melawan oxydation dan senyawa organik
mudah menguap dioxidasi hanya ke luas yang mereka tersisa di contanct dengan
oxidant. Amonia menyajikan pada sampah atau dibebaskan dari segala hal yang
mengandung nitrogen bahan organik, bukan dioxidasi pada konsentrasi
berpengaruh nyata absenceof satu ion klorid bebas.
B. Prinsip Analisa
Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan
K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Setelah itu Ag2SO4 ditambahkan
untuk mempercepat reaksi sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk
menghilangkan gangguan klorida dalam air buangan.
Selama reaksi yang berlangsung ±2 jam , uap direfluks dengan kondensator
agar zat organis volatil tidak hilang dan pastikan semua zat organis habis
teroksidasi.
Sesudah direfluks K2Cr2O7 masih harus tersisa dan digunakan untuk
menentukan berapa oksigen yang terpakai melalui titrasi dengan fero amonium
sulfat. Indikator untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu saat warna hijau-biru
larutan berubah menjadi coklat.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat- alat
a. alat refluks, terdiri dari gelas Erlenmeyer 250 ml dan kondensor liebig dengan
system ground glass join (sambungan kaca tergosok)
b. Batu didih, terbuat dari kaca atau porselen atau bahan lain.
c. Pemanas Listrik atau pembakar Bunsen
d. Biuret 50 ml, dapat yang semi atau otomatis jenis Pellet
e. Dispenser Volume 30ml (untuk membagikan H2SO4 pekat pada penyimpanan
sample)
f. Pipet 10ml,20 ml
g. 2 beker tinggi 200 ml, karet penghisap
h. 2 lampu takar 1 liter ; 1 labu takar 100 ml
Bahan-Bahan
a. Larutan standard kalium dikromat 0,250 N
b. Perak Sulfat ( bubuk Ag2SO4)
c. Asam sulfat ; spesifik gravity 1,84 , H2SO4 pekat
d. Reagen Asam Sulfat
e. Larutan standard Fero ammonium sulfat ( Titran) 0,10 N
f. Indikator Fenantrolin Fero Sulfat (Feroin)
g. Merkuri Sulfat ( HgSO4 bubuk atau kristal)
h. Asam Sulfamat
D. Prosedur Percobaan
Bila taksiran COD sample > 800 mg O2 / liter, maka sample harus di
encerkan dengan air suling hingga COD berada sekitar 50-800 mg O2/ liter. Bila
taksiran COD sudah berada disekitar angka-angka tersebut maka cara kerjanya
adalah sebagai berikut :
1. Pindahkan kurang lebih 0,4 gr HgSO4 ke dalam gelas Erlenmeyer COD 250
ml .
2. Masukan 5 atau 6 batu didih yang telah di bersihkan terlebih dahulu ke dalam
gelas Erlenmeyer tersebut.
3. Tambahkan larutan sample atau sample yang sudah di encerkan dengan air
suling, sebanyak 20 ml.
4. Tambahkan larutan K2Cr2O7 ) 0,25 N sebanyak 10 ml
5. Siapkan 30 ml reagen asam sulfat perak, pidahkan dengan menggunakan
dispenser sebanyak kurang lebih 5 ml reagen H2SO4 tersebut kedalam gelas
Erlenmeyer COD. Kocoklah perlahan untuk mencegaj penguapan, tetapi
larutan harus tercampur dan panasnya merata.
6. Alirkan air pendingin pada kondensor dan letakkan gelas Erlenmeyer COD di
bawah kondensor. Tuangkan sisa reagen H2SO4 dari butir 5, yaitu kurang
lebih 25 ml melalui kondensor ke dalam gelas Erlenmeyer COD ( gelas
Refluks) sedikit demi sedikit dengan menggunakan dispenser dan selama ini
goyangkan gelas refluks agar semua reagen dan sample tercampur.
7. Tempatkan kondensor dengan gelas Erlenmeyer COD (gelas refluks) di atas
pemanas Bunsen. Nyalakan alat pemanas dan rfluks larutan selama kurang
lebih 2 jam.
8. Biarkan gelas refluks dingin dahulu, kemudian bilaslah kondensor dengan air
suling sebanyak kira-kira 25-50 ml.
9. Lepaskan gelas Refluks dari kondensor, dinginkan larutan (untuk lebih cepat
gelas refluks dapat direndan dalam air) kemudian encerkan larutan yang telah
di refluks tadi sampai menjadi 2 kali jumlah larutan dalam gelas refluks
dengan air suling. Tambahan air suling kira- kira 150-200 ml. dinginkan lagi
sampai suhu ruangan.
10.Tambahkan 3-4 tetes indicator feroin.
11.Dikromat yang tersisa di dalam larutan sesudah di refluks, di titrasikan dengan
larutan standard fero ammonium sulfat 0,10 N sampai warna hijau biru
menjadi cokelat merah.
12.Blanko terdiri dari 20 ml air suling yang mengandung semua reagen yang
ditambahkan pada larutan sample. Refluks dengan cara yang sama seperti di
atas.
13.Untuk mendapatkan hasil yang teliti maka harus dibuat duplikat untuk setiap
sample.
14.NILAI PERMANGANAT
A. Teori
Permanganat adalah garam yang mengandung ion MnO4 sebagai kation,
biasanya kalium, berwarna ungu tua, untuk desinfektan. Nilai permanganate
adalah jumlah miligram kalium permanganat yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi organik dalam 1000 mL air pada kondisi mendidih. Permanganat
digunakan hanya untuk sampel yang mengandung besi. Ukuran konsentrasi besi
sampai beberapa ratus mg/L sebagai kandungan asam dalam air, mungkin dengan
penambahan 1 mL Potasium Fluoride ( KF ) dan azide, yang dilakukan pada akhir
titrasi yang dibuat segera setelah pengasaman.
B. Prinsip Percobaan
Prosedur ini tidak aktif untuk oksidasi sulfite, thiosulfate, polythionate
atau bahan organic dalam limbah. Kesalahan dengan sampel yang mengandung
0,25% dari volume limbah pabrik kertas ( sulfite pulp ) boleh terjadi hanya
dengan jumlah antara 7 sampai 8 mg DO/L.
C. Bahan dan Alat Analisis
Bahan
Larutan Mangan Sulfat
Reagen Alkali Iodida Azide
Asam Sulfat ( H2SO4 )
Standard Sodium thiosulfate
Larutan standard potassium bi-iodate
Larutan potassium fluoride
Larutan potassium permanganate
Larutan potassium oksalat
Alat
Buret
Erlenmeyer
Pipet Ukur ( 0,5 dan 5 mL )
Botol Winkler
D. Prosedur Percobaan
A. Ambil sampel 250-300 mL dalam botol, tambahkan 0,7 mL H2SO4 , 1 mL
larutan KMnO4 dan 1 mL larutan potassium klorida. Campurkan ketiga
larutn tersebut. Sebagai catatan untuk langkah pertama jangan
menambahkan lebih dari 0,7 mL larutan H2SO4. Kemudian tambahkan
secukupnya larutan KMnO4 sampai berwarna ungu kira-kira 5 menit.
Jika warna permanganate rusak dalam waktu singkat tambahkan larutan
KMnO4, tetapi tidak berlebihan.
B. Merubah warna permanganate dengan menambahkan 0,5-1 mL larutan
K2C2O4 kemudian dicampurkan. Letakkan dalam tempat gelap agar reaksi
berjalan dengan baik. Kelebihan oksalat menyebabkan hasil yang rendah,
maka ditambahkan secukupnya larutan K2C2O4 ( tidak lebih dari 0,5 mL )
untuk menghilangkan warna secara sempurna. Warna akan hilang dalam
waktu 2-10 menit.
C. Penambahan 1 mL larutan MnSO4 dan 3 mL reagen alkali iodide azide dan
biarkan sampai mengendap. Pengasaman 2mL konsentrasi H2SO4, ketika
0,7 mL asam, 1 mL larutan KF, 1 mL larutan KMnO4, 1 mL larutan
K2C2O4, 1mL larutan MnSO4, dan 3 mL alkali iodide azide ( atau total dari
reagen adalah 7,7 mL ) yang dimasukkan ke dalam botol berukuran 300
mL, diambil 200x300/(300-7,7)=205mL untuk titrasi.
Perhitungan ulang ini memiliki tingkat kesalahan yang kecil dikarenakan
larutan KMnO4 hampir jenuh karena DO dan 4 mL ini akan ditambahkan
0,008 mg oksigen ke botol BOD. Bagaimana pun juga, presisi untuk
metode ini ( standar deviasi 0,06 mL titrasi thiosulfat atau 0,012 mg DO ).
50% lebih besar dari kesalahan tersebut, maka dari itu penghitungan ulang
tidak dibutuhkan.
Ketika penambahan larutan KMnO4 digunakan secara rutin maka kita
gunakan larutan yang lebih pekat sehingga 1 mL akan mencukupi yang
dibutuhkan oleh permanganate.
15.OKSIGEN TERLARUT (DISSOLVED O2)
A. Teori
Adanya oksigen terlarut di dalam air adalah sangat penting untuk menunjang
kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kemampuan air untuk membersihkan
pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen
terlarut . Oksigen terlarut didalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa
tumbuh-tumbuhan air.
B. Prinsip Percobaan
Terlarutnya oksigen di dalam air tergantung pada temperatur , tekanan
barometric udara dan kadar mineral di dalam air .
ada 2 metoda yang banyak digunakan untuk analisa oksigen terlarut :
I. metoda titrasi dengan cara winkler
II. metoda elektrokimia dengan DO meter yang menggunakan sebuah elektroda
membran.
I. Analisis Oksigen Terlarut dengan Menggunakan Metode Titrasi Winkler
Prinsip analisa
Oksigen didalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke
dalam larutan pada keadaan alkalis sehingga terjadi endapan MnO2. dengan
penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan iodid yang
equivalen dengan oksigen terlarut iodin yang dibebaskan tersebut kemudian
dianalisa dengan metode titrasi iodometris yaitu dengan larutan standard tiosulfat
dengan indikator kanji.
MnSO4 + 2KOH ---- Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + 1/2O2 ---- MnO2 + H2O
MnO2 + KI +2H2O ---- Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2S2O32- ---- S4O6
- + 2I-
Metode tersebut dapat digunakan untuk sample air sungai dan air buangan.
ketelitian
penyimpangan baku sampai 20 mikrogram O2/liter pada sample air bersih
dan 60mg, 100mikrogr O2/liter pada sample air buangan masih diperkenankan
untuk analisa yang dilakukan dengan baik.
Pengambilan sample dan pengawetannya
Pengambilan sample secara baik dan representatif harus diperhatikan
sample air untuk keperluan analisa oksigen terlarut dituangkan dengan hati-
hati (mencegah masuknya udara) kedalam botol khusus, biasanya disebut
botol winkler . Botol tersebut mempunyai volume 250-300ml , memiliki lebar
sempit dengan tutup dari bahan gelas. Botol tersebut harus terisi penuh dengan
sample air , dan tidak boleh ada gelembung udara yang terperangkap
didalamnya. Analisa oksigen terlarut harus dikerjakan segera setelah
pengambilan sample . Apabila analisa terpaksa di tangguhkan maka sebagian
dari prosedur analisa harus dikerjakan lebih dulu, yaitu penambahan MnSO4
dan H2SO4 sedangkan langkah selanjutnya dapat ditangguhkan untuk beberapa
jam.
II. Analisa Oksigen Terlarut dengan DO-meter
Prinsip analisa
Pengukuran oksigen terlarut di dalam air dilakukan dengan metoda elektro
kimia yang pada prinsipnya menggunakan elektroda yang terdiri dari katoda
dan anoda yang terendam dalam larutan elektrolit (larutan garam).
Pada DO-Meter elektroda ini terdiri dari katoda Ag dan Anoda Pb atau Au.
Sistem elektroda ini dilindungi dsengan membran plastik tertentu yang bersifat
permieabel terhadap oksigen dan hanya O2 dapat menembus membran
tersebut. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam elektroda adalah sebagai berikut
Katoda : O2 + 2H2O + 4e- ----- 4OH-
Anoda : Pb + 2OH- ---- PbO + H2O + 2e-
Aliran listrik yang terjadi antara katoda dan anoda tergantung dari jumlah
oksigen yang tiba pada katoda. Difusi okesigen dari air ke elektroda yang
menembus membran sebanding secara linier terhadap konsentrasi oksigen
terlarut dalam sampel. Oksigen meter dapat digunakan baik di lapangan
maupun di laboratorium. Kalau di lapangan diperlukan DO-Meter yang
menggunakan batrei.
Aliran listrik tersebut disebabkan oleh perpindahan elektron. Namun masih
perlu di standarisasi aliran listrik tersebut terhadap kadar oksigen yang tertentu
dan diketahui. Paling teliti adalah standarisasi ganda (2x) : sekali pada air
yang mengandung 0 mg O2 perliter dan sekali pada air yang jenuh oksigen.
Standarisasi tunggal hanya pada air jenuh oksigen sehingga lebih cepat namun
tidak seteliti standarisasi ganda.
Gangguan
Beberapa gas yang terlarut dalam air juga dapat ikut menembus membran
sekaligus mempengaruhi pengukuran. Gangguan gas terlarut seperti CO2, CO,
H2 hanya kecil. Namun gangguan tidak dapat diabaikan jika H2S kurang dari
10 mg perliter, SO2 lebih dari 10 mg perliter CO2 lebih dari 1 gr perliter. Dan
bila ada gas klor gas NO, dan NO2 (namun jarang terjadi)
Ketelitian
Ketelitian tergantung pada mutu elektroda serta membrannya, DO-Meter
sendiri, dan ketelitian standarisasi. Ketelitian terbaik yang dapat dicapai oleh
misalnya meter WTW*) OXI Digi 88 yaitu dengan penyimpangan 2%
(standarisasi ganda) dan oleh meter YSI**) Dissolve Oxigen Meter 54 yaitu
dengan penyimpangan 5% (standarisasi tunggal) namun orang yang kurang
berpengalaman, dapat mencapai penyimpangan 5-10%.
C. Alat dan Bahan
METODE TITRASI WINKLER
1. Alat
Botol Winkler yang volumenya telah diketahui dengan penelitian kurang
lebih 0,1 ml lengkap dengan tutupnya ( tanpa tutup pasangannya volume
tidak tetap )
2 buret 25 atau 50 ml untuk titrasi tiosulfat
bermacam-macam pipet ; gelas arloji untuk menimbang beratnya gram
1 erlenmeyer 250 ml untuk standarisasi tiosulfat; 1 erlenmeyer 50 ml
5 labu takar 1L
2. Bahan
larutan mangan sulfat
larutan alkali-iodida-azida
indikator kanji (amilum) 0,5%
larutan tiosulfat 0,025 N
larutan kalium fluorida
METODE ELEKTROKIMIA dengan DO METER
Alat dan Bahan
a. Beker untuk sampel; sebaiknya botol winkler yang lehernya dapat ditutup
dengan badan elektroda waktu pengukuran
b. Kain basah atau botol plastik kecil yang berlubang untuk standarisasi 100%
pada udara atau botol winkler denga air suling, pompa aerasi dan 1 buah
keramik yang berpori (diffuser)
c. Botol winkler dan tablet WTW khusus (telah disediakan) atau natrium sulfit
(Na2SO3) untuk standarisasi angka nol.
D. Prosedur Percobaan
METODE TITRASI WINKLER
1. Ke dalam sampel yang sudah ada dalam botol winkler tambahkan dengan
pipet 2 ml larutan mangan sulfat dibawah permukaan cairan
2. Kemudian tambahkan 2 ml larutan alkali-iodida-azida dengan pipet yang lain.
Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya
udara dari luar, kemudian dikocok dengan membalik-balikkkan botol beberapa
kali.
3. Biarkan gumpalan mengendap selama 10 menit.
Bila proses pengendapan sudah sempurna, maka bagian larutan yang jernih
dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pipet; sebanyak kurang lebih 100
ml dipindahkna ke dalam erlenmeyer 500 ml.
4. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat pada sisa larutan yang mengendap dalam botol
winkler yang dialirka melalui dinding bagian dalam dari leher botol; kemudian
botol segera ditutp kembali.
5. Botol digoyangkan denga hati-hati sehingga semua endapan melarut. Seluruh
isi botol dituangkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 500 ml tadi dibutir
3
6. Iodine yang dihasilkan dari kegiatan tersebut kemudian di titrasi dengan
larutan tiosulfat 0,025 N sehingga terjadi warna coklat muda
7. Tambahkan indikator kanji 1-2 ml akan (timbul warna biru) titrasi dengan
tiosulfat dilanjutkan sehingga warna biru hilang pertama kali (setelah beberapa
menit akan timbul lagi).
8. Untuk menaikkan ketelitian analisa diharap membuat duplikat setiap analisa.
METODE ELEKTROKIMIA dengan DO METER
1. Persiapan Elektroda
Ruangan antara anoda/katoda dan membran terisi dengan elektrolit
(gelembung udara tidak boleh ada). Elektroda siap kalau membran serta
elektrolit telah dipasang dengan baik. Bila membran tidak dipakai, sebaiknya
membran WTW disimpan basah dan membran YSI disimpan lembab.
Waktu simpan demikian dapat sampai beberapa tahun namun sedikti
demi sediit elektrolit dapat menembus keluar membran hingga di dalam
elektroda kemasukan gelembung udara yang tidak diharapkan.
Elektrolit berada dalam ruangan kecil antara anoda/katoda dan membran.
Botol elektrolit khusus teklah disuplai bersama elektrodanya, dapat dibuat
seperti elektrodanya.
2. Pembersihan Anoda/Katoda
Jenis WTW : bukalah elektroda, bersihkan katoda dan elektroda
berkali0kaloi dengan air suling. Masukkan kepalanya ke dalam larutan perak
khusus sampai spiral perak terendam lalu bersohkan lagi dngna air suling.
Jangan sampai memegang spiral tersebut atau mengaturnya dengan pena glass
fiber.
Isilah elektroda kembali dengan elektrolitnya dan pasanglah membran
baru jenis YSI, bersihkan elektroda tersebut dengan kain atau kertas keras.
Bersihkan elektroda dengan Kcl beberapa kali, lalu pasanglah membran baru.
3. Standarisasi Elektroda
* standarisasi Tunggal
Cara 1 : standarisaasi terhadap udara. Membran elektroda dengan hati-
hati, lalu elektroda ditaruh di dalam kain basah atau dimasukkan ke
dalam botol plastik kecil yang berlubang dan diisi beberapa tetes air
suling. Perlu waktu pengukuran 10 menit. Tetes tersebut tidak boleh
kena membran
Cara 2 : botol winkler diisi air suling lalu diaerasikan dengan
menggunakan diffuser, kemudian pada pesawat WTW sesuaikanlah
tombol ”MBAR” untuk koreksi tekanan udara terhadap tekanan
barometik ruangan. Tombol ”slop” harus kira-kira ditengah sedangakn
skrup di sebelah kanan alat disesuaikan agar supaya bacaan adalah
sekitar 100% lalu bacaan diatur tetap pada 100% dengan memutar
tombol ”slop”. Lama pengukuran air atau elektroda harus digerakkan.
standarisasi Ganda
standarisasi pada angka ”nol” dulu. Ukurkan pada ”%
saturation”(persen kejenuhan). Masukkanlah elektroda ke dalam botol
winkler yang terisi air leding yang telah dihapuskan oksigennya dengan
tambahan tablet WTW khusus. Perlu waktu reaksi 2 jam. Larutan tersebut
di dalam botol tertutup berlaku selama 3 bulan, lalu kerjakan lah
standarisasi elektroda pada kejenuhan 100%. Standarisasi ganda lebih teliti
dibanding standarisasi tunggal. Kejenuhan oksigen serta kepekaan
elektroda berubah dengan suhu tegangan udara dan kadar garam dalam air.
4. Pengukuran Oksigen Terlarut
Masukkan elektroda cukup jauh ke dalam larutan (kurang lebih 4 cm di
bawah permukaannya) hingga juga sensor suhu telah terendam. Lalu perlu
aliran air pada membran elektroda : gerakkanlah elektroda (di dalam sungai
misalnya ke atas lalu ke bawah) atau aduklah larutan dengan pengaduk
magnetis. Kemudian bacalah hasil penentuan sebagao miligram O2 perliter
atau persen kejenuhan.
16.BOD
A. Teori
Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologic (KOB)
adalah suatu analisa empirik yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat
organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan
penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem pengolahan biologic bagi
air yang tercermar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau
sesuatu badan air dicemari oleh zat organis , bakteri dapat menghabiskan oksigen
terlarut, dalam air selama, proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian
ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk
pada air tersebut.
Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organis "biasa," yang berasal dari
sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pads umumnya di setiap air alam.
Jumlah bakteri ini tidak banyak di air jernih dan di air buangan industri yang
mengandung zat organis. Pada kasus ini pasti perlu ditambahkan benih bakteri. Untuk
oksidasi/penguraian zat organis yang khas, terutama di beberapa jenis air buangan
industri yang mengandung misalnya fenol, detergen, minyak dan sebagainya bakteri
harus diberikan "waktu penyesuaian" (adaptasi) beberapa hari melalui kontak dengan
air buangan tersebut, sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa BOD air
tersebut.
Sebaliknya beberapa zat organis maupun inorganic dapat bersifat ra -
cun terhadap bakteri (misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya) dan ha rus
dikurangi sampai batas yang diinginkan. Derajat keracunan ini juga da pat
diperkirakan melalui analisa BOD.
B. Prinsip Percobaan
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan
oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri
aerobik. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan
amoniak. Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut :
Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari di
mana 50 % reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100
% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir
beban pencemaran zat organis . Tentu saja, reaksi (1) juga berlangsung pada
badan air sungai, air danau maupun di instalasi pengolahan air buangan
yang menerima air buangan yang mengandung zat organis tersebut.
Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai simulasi (berbuat seolah-olah
terjadi) sesuatu proses biologis secara alamiah.
Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20° C
dan dilakukan selama 5 hari, hingga mempunyai istilah yang lengkap BOD
(angka 20 berarti temperatur inkubasi dan angka 5 menunjukkan lama waktu
inkubasi), namun di beberapa literatur terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2 hari
atau 20 hari*.
Demikian, jumlah zat organis yang ada di dalam air diukur melalui jumlah
oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi zat organis terse but. Karena
reaksi BOD dilakukan di dalam botol yang tertutup, maka jumlah oksigen yang
telah dipakai adalah perbedaan antara, kadar oksigen di dalam larutan pada saat t =
0 (biasanya barn ditambah oksigen dengan aerasi,
Di Asian Institute of Technology (Bangkok, Thailand) telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan tes
BOD yang lebih sesuai untuk daerah tropic seperti tes BOD selama 3 hari pada suhu 30° C. Temyata
BOD'o 1,15 (air sungai) sampai 1,05 (zat organis murni) kali BOD " (ref 6). Namun tes BOD ' 3 0 belum
menjadi standard.
hingga = 9 mg 02 /E, yaitu konsentrasi kejenuhan) dan kadarnya pada
t = 5 hari (konsentrasi sisa harus ->- 2 mg 02 j agar supaya hasil cukup teliti). Oleh
karena itu, semua sampel yang mengandung BOD > 6 mg 02 /f harus diencerkan
supaya syarat tersebut terpenuhi.
Gangguan
Ada 5 jenis gangguan yang umumnya terdapat pada analisa BOD aitu nitrifikasi, zat
beracun, kemasukan udara pada botolnya, kekurangan nutrient (garam) dan kekurangan
bakteri yang dibutuhkan proses tersebut.
Gangguan-gangguan tersebut akan diuraikan di bawah ini :
a. Proses nitrifikasi dapat mulai terjadi di dalam botol BOD setelah 2 sampai 10 hari : NH3
amoniak berubah menjadi NO3- )nitrat) lewat NO2- (nitrit) olh jenis bakteri tertentu.
b. Zat beracun dapat memperlambat pertumbuhan bakteri (yaitu memperlambat reaksi BOD)
bahkan membunuh organisme tersebut. Kalau zat tersebut memang sangat beracun hingga
bakteri-bakteri tidak bisa hidup same sekali atau sukar berkembang, maka hanya sebagian
jumlah bakteri akan aktip dalam oksidasi zat organis tersebut, hingga BOD yang
tercatat akan lebih rendah dari angka BOD sesuatu sampel yang tidak mengandung zat
beracun. Contoh zat beracun adalah Cr (VI) (bukan Cr (III) Hg, Pb, CN-- (sianida), clan
sebagainya, yang konsentrasinya melampaui sesuatu kadar yang tertentu (biasanya
sangat kecil). Kategori zat lain, seperti misalnya fenol dan bermacam-macam senyawa
organis asal minyak tanah, tidak beracun sekali; namun akan memperlambat
permulaan. proses BOD karena hanya sebagian kecil dari jumlah benih bakteri mampu
mengoksidasi zat organic tersebut hingga perkembangan populasi jenis bakteri khusus
yang diperlukan (cocok) menjadi terhambat. Kadang-kadang zat organic tersebut
memang dapat beracun terhadap beberapa jenis bakteri saja. Pada kasus ini, sebelum tes
BOD harus diadakan mass penyesuaian jenis-jenis bakteri terhadap racun (adaptasi).
c. Kemasukan (atau keluarnya) oksigen dari botol selama waktu inkubasi harus dicegah.
Botolnya harus ditutup dengan hati-hati (di atas tutup botol bisa diberi air (water seal);
gelembung udara tidak boleh berada dalam botol; gelembung udara dapat di keluarkan
dengan mengetuk botol. Juga ganggang dan lumut dapat menambah atau mengurangi
kadar oksigen secara tak teratur. Oleh karena itu pada waktu inkubasi botol BOD harus di
simpan di tempat gelap.
d. Nutrien merupakan salah satu syarat bagi kehidupan. bakteri-bakteri. Nutrien terbentuk dari
bermacam-macam garam (Fe, K, Mg, dan sebagainya). Biasanya sampel sendiri (air
buangan penduduk, air sungai) mengandung cukup nutrien, tetapi zat tersebut kadang-
kadang kurang dalam air buangan industri sebelum proses berlangsung. Karena kekurangan
nutrien tersebut sukar diduga, maka sebaiknya pada setiap botol BOD ditambah nutrien
secukupnya sebelum mass inkubasi, yaitu pada seat t = 0.
e. Karena benih dari bermacam-macam bakteri dapat kurang jumlahnya atau kurang cocok
bagi jenis air buangan yang akan dianalisa, maka cara pembenihan selalu harus
diikuti dengan baik, hingga menjamin jumlah populasi bakteri yang diperlukan
(cocok).
Catatan :
Kalau sampel BOD mengandung zat racun, pertumbuhan bakteri terhalai
(inhibisi) maka angka BOD rendah. Namun, hal ini tidak mempengaruhi an lisa COD
yang tidak tergantung dari pertumbuhan bakteri (lihat jugs Bab 5 "COD"). Oleh
karena itu perbandingan BOD5 /COD dapat menunjukkan ad nya gangguan tersebut
(analisa BOD dan COD saling melengkapi). 1
Cara lain untuk mendeteksi gangguan tersebut adalah pengenceran car pel
supaya dosis zat beracun dapat berada di bawah konsentrasi yang berb hays; memang
cara ini terbatas karena kadar oksigen terlarut dalam same terbatas, hingga
pengenceran maksimum yang diperbolehkan adalah kira-kira 10 kali.
Tabel menunjukkan nilai perbandingan angka BOD5 dengan COD untuk
beberapa jenis air dan air buangan.
Batas deteksi, ketelitian.
Hasil BOD5 diperbolehkan menyimpang dari harga yang sebenarnya sebes plus atau
min 5 %, untuk seseorang yang telah berpengalaman. Hasil antara dua laboratorium atau
lebih, dapat berbeda ± 10 %. Analisa BOD selalu akan, kurang tepat, namun demikian analisa
ini sangat penting karena mencerminkan proses alam yang hampir sama dengan kenyataan.
Penyimpangan disebabkan oleh adanya proses-proses mikrobiologis yang kurang dapat diatur
oleh manusia, serta kesulitan pads analisa zat oksigen yang terlarut dalam sampel. Apabila
sampel diencerkan maka ketelitian analisa zat oksigen terlarut semakin buruk.
Pengambilan dan pengawetan sampel .
Sampel BOD harus dilakukan/dimulai paling lama 2 jam setelah pengambilan sampelnya
(karena proses biologis terns berlangsung dalam botol sampel sehingga BOD akan turun secara
otomatis). Kalau hal ini tidak mungkin, sampel harus disimpan pads ± 4~C (kulkas atau
tabung isotermik/terisolasi yang pakai es biasa atau es CO2 kering) selama paling lama
24 jam. Sampel bisa disimpan lebih lama sebagai es di dalam freezer, tetapi ketelitian
analisa semakin buruk, hingga tidak merupakan anjuran.
C. Bahan dan Alat Analisis
1) Pipet Ukur (Measuring Pippete)
` Pipet ukur merupakan alat untuk memindahkan larutan dengan volume yang
diketahui. Tersedia berbagai macam ukuran kapasitas pipet ukur, diantaranya pipet
berukuran 1 ml, 5 ml dan 10 ml. Cara penggunaanya adalah cairan disedot dengan
pipet ukur dengan bantuan filler sampai dengan volume yang diingini. Volume yang
dipindahkan dikeluarkan menikuti skala yang tersedia (dilihat bahwa skala harus tepat
sejajar dengan mensikus cekung cairan) dengan cara menyamakan tekanan filler
dengan udara sekitar.
Untuk keperluan analisa BOD menggunakan DO meter dalam analisa oksigen
terlarut, pipet ukur digunakan untuk mengambil larutan sampel jika diperlukan
pengenceran untuk kemudian dipindahkan ke wadah yang diinginkan (tabung ukur,
Erlenmeyer, dll). Jika analisa oksigen terlarut dengan metode titrasi Winkler, pipet
digunakan untuk mengambil larutan seperti larutan mangan sulfat, alkali iodide azida,
dan asam sulfat pekat.
2) Silinder (tabung ukur/ gelas ukur/ Graduated Cylinder)
Bentuk: Berupa gelas yang agak tinggi dengan perincian tercantum pada dinding.
Volum tersedia: dari 10 ml – 2000ml. Bahan: terbuat dari kaca biasa atau plastik
sehingga tidak dapat dipanaskan.
Kegunaan: untuk memindah atau mengukur volum cairan dengan ketelitian
sedang. Di dalam analisa BOD, gelas ukur digunakan sebagai tempat larutan hasil
pengenceran.
Pada saat mengukur volume larutan, sebaiknya volume tersebut
ditentukan berdasarkan meniskus cekung larutan.
3) Gelas Arloji
Digunakan untuk menimbang berat suatu zat padat dalam pembuatan
reagen atau larutan jika analisa oksigen terlarut menggunakan titrasi Winkler.
4) Buret
Bentuk : sebuah tabung kaca bergaris yang mempunyai kran diujungnya untuk
mengeluarkan volume cairan tertentu dengan debit berupa tetes.
Volume tersedia: 25ml atau 50 ml dengan interval 0,1ml, satu tetes yang
keluar dari ujung buret ± setara dengan 0,03ml.
Cara penggunaan : bilas buret dua kali dengan cairan yang diisi ke dalam
buret, pengisian buret dilakukan dari atas dengan corong, gerakkan kran untuk
mengatur volume air buret ke gelas erlenmeyer. Ketika membaca buret, mata
harus tegak lurus dengan permukaan cairan dan dibaca pada meniskus cekung
cairan.
Di dalam analisa BOD, buret digunakan untuk melakukan titrasi jika
pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan metode Titrasi Winkler.
5) Erlenmeyer (Erlenmeyer Flask)
Bahan: terbuat dari kaca borosilikat yang tahan panas sehingga dinding yang
tipis untuk memudahkan pemindahan panas dan mengurangi tegangan termis.
Volum tersedia: 20-2000ml; skala volum yang tercantum pada dinding gelas
tidak teliti sama sekali dan merupakan petunjuk kasar saja.
Kegunaan: sebagai tempat titrasi digunakan gelas erlenmeyer yang lehernya
lebar, sehingga walau digoyangkan, titran tetap dapat menetes dengan mudah
ke dalamnya. Di dalam analisa DO, Erlenmeyer digunakan untuk standardisasi
tiosulfat.
6) Labu takar
Bentuk: pada dinding labu takar tercantum kode “ln” atau ‘TC’ = To Contain,
juga tercantum perincian sama seperti pada dinding pipet.
Volume tersedia: dari 20-2000 ml.
Kegunaan: untuk mengukur volum cairan yang tertentu atau untuk membuat
larutan atau pengenceran larutan dengan kadar yang tepat.
Cara menggunakan: sebelum digunakan, labu takar harus dibilas dahulu
dengan air suling, kemudian dibilas dua kali dengan jenis cairan yang akan
diisi ke dalam labu takar tersebut, volum cairan tepat sama dengan yang
tercantum pada dinding labu takar, bila meniskus cairan menyentuh tanda
garis leher labu takar.
7) Botol BOD (Winkler)
Bentuk: seperti botol biasa, dengan tutup pasangannya.
Volume tersedia: 250 ml-300 ml.
Bahan: terbuat dari kaca biasa atau kaca borosilikat.
Kegunaan: untuk analisa BOD dan oksigen terlarut.
Cara menggunakan: dasar tutup dibuat miring agar botol BOD dapat diisi
sampai penuh tanpa ada gelembung udara yang terperangkap di dalamnya.
Ada jenis botol yang dilengkapi water seal yaitu di sekitar mulut botol dan
atas tutup dapat diberi sedikit air suling guna mencegah masuknya udara.
8) Inkubator BOD
Inkubator BOD adalah inkubator yang khusus digunakan untuk analisa
BOD. Suhu yang disediakan adalah 20ºC dengan penyimpangan ±1ºC.
9) Dissolved Oxygen meter (alat pengukur oksigen terlarut)
Cara penggunaan: Sebelum digunakan, DO meter dikalibrasi dahulu
dengan mengukur kelembaban dengan meletakkan ujung alat di atas
permukaan aquadest, ukur DOnya dan hasil harus mendekati 100% dengan
penyimpangan ± 3%, setelah itu dilakukan pengecekan dengan menggunakan
larutan Natrium Tio sulfat yang diketahui konsentrasinya, hasil pengukuran
harus tepat dengan penyimpangan ±3%. Kemudian dikalibrasi lagi dengan
aquadest seperti tahan awal. Jika hasilnya baik, alat layak digunakan. Perlu
pengadukan dengan stirer atau alat digoyangkan pelan-pelan ke dalam sampel
agar larutan menjadi homogen. Setelah beberapa saat, angka digital akan
berjalan sampai keluar hasil yang konstan. Biasanya dinyatakan dalam mg/l.
D. Prosedur Percobaan
Alat-alat
a. Botol-botol inkubasi Winkler (terbuat dari kaca) 250 -- 320 ml di mana volumnya
diketahui dengan tepat, karena tercantum pads botolnya* botol tersebut dapat memakai
tutup khusus lingkar air (water seal), tetapi biasanya dasar tutupnya membentuk kerucut
supaya kelebihan air dan gelembung udara dapat dihilangkan dengan mudah;
a. Inkubator : suhu terjamin 20 ± 10 C; gelap;
a. 4 labu takar 1 liter; 3 labu takar 2 liter; bermacam-macam pipet; kalau tersedia, dispenser
otomatis;
b. Peralatan bagi analisa oksigen terlarut (lihat bagian B dan C Bab ini).
Reagen
a. Air suling : tidak boleh mengandung zat beracun, seperti Cr, C12 , dan sebagainya.
b. Larutan bufer fosfat
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi ± 500 ml air suling, 8,5 g KH2 PO4, 21,75 g
K, HPO4, 33,4 g Nat HPO4. 7 H2 0, dan 1,7 g NH4 Cl Kemudian encerkan dengan air suling
sampai menjadi 1,000 liter; sesuaikan pH-nya sampai pH 7,2 dengan asam HCI atau basa
NaOH 0,1 atau I N.
c. Larutan magnesium sulfat :
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi ± 500 ml air suling 22,5 g Mg SO4. 7H20
dan encerkan dengan air suling sampai menjadi 1,000 liter.
c. Larutan kalsium klorida
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi ± 500 ml air suling, 27,5 g CaC12 dan
encerkan dengan air suling sampai menjadi 1,000 liter.
c. Larutan feriklorida :
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi ± 500 ml air suling 0,25 g FeC13. 6 H20
dan encerkan dengan air suling sampai menjadi 1,000 liter. Larutan b sampai dengan e
harus diganti kalau endapan atau lumut telah muncul.
c. Larutan basa NaOH atau KOH, dan asam HCl atau 1-12 SO4 1 N untuk menetralkan sampel
air yang bersifat asam atau basa sampai pH-nya berkisar antara 7,0 dan 7,6.
d. Bubuk inhibitor nitrifikasi
N-Serve (Dow Chemicals), allyltio-ureum (ATU) (Merck) atau Nitrification Inhibitor
2533 (Hach Chem. Co).
e. B e n i h ( i n o c u l u m , s e e d ) : I Ambil ± 10 g tanah
yang subur, yang dapat ditanami, yang tidak mengandung zat beracun seperti pestisida;
demikian pH-nya antara 6 dan 7,5. Campur tanah tersebut dengan ± 100 ml air sampel yang
akan diperiksa (atau kalau BOD nya > 1000 mg/1, encerkan sampel lebih dahulu).
Simpan suspensi tersebut selama 1 hari pada temperatur 20° C dalam kubator gelap.
Saringlah suspensinya dengan kertas sating biasa, kira-kira 50 ml air saringan dipakai untuk
pembenihan. Air saringan tersebut me ngandung antara 10' sampai 109 organisms yang
hidup per ml. Benih tersebut berlaku selama beberapa jam, atau beberapa hari jika disimpan
kulkas.
Adaptasi : Kalau air sampel mengandung zat organis yang khusus dan "nonbiodegradable"
(sulit dipecah oleh bakteri), misalnya yang berasal dari industri kimia atau
petrokimia, maka inkubasi tanah harus diteruskan sampai 3,4 atau 5 hari supaya
bakteri-bakteri dapat menyesuaikan diri terhadap senyawa sampel tersebut.
Bakteri yang telah dapat menyesuaikan diri terhadap suatu jenis air buangan jugs
dapat ditemui pada lumpur saluran drainase, lumpur sungai dekat dengan pem
buangan air limbah tersebut, pads sebuah sistem pengolahan mikrobiologis (besar
maupun instalasi laboratorium) dan sebagainya. Lumpur atau air buangan
diambil lalu disaring tanpa inkubasi. Air saringan tersebut sudah mengandung be-
nih yang cocok bagi jenis air buangan tersebut.
i. Air pengencer (laruten kerja) :
Hitunglah berapa volum air pengencer yang dibutuhkan untuk melaksanakan sejumlah
analisa BOD yang direncanakan (lihat A.2.3). Tuangkanlah ke dalam botol atau jirigen
sebanyak liter air suling dan tambah per liternya, 1 ml dari masing-masing larutan b, c, d, e,
(dan j), serta kurang lebih 10 mg bubuk inhibitor nitrifikasi. Sesuaikan pH pads pH 7,0 ± 0,1.
Campuran dikocok lalu diaerasikan selama 1 jam (kalau volum > 10 1, diperlukan 2 jam).
Suhunya sebaiknya sekitar 20° C. 1 jam sebelum tes BOD dimulai, ditambah 1 ml larutan
benihan dari butir h. Air pengencer diganti setiap minggu.
j. Larutan Nat S03 (natrium sulfit) hanya untuk air yang mengandung senyawa klor aktip.
Cara kerja
1. Sampel yang bersifat,Asam atau basa harus dinetralkan sampai pads pH 7,0 ± 01 dengan
menggunakan asam atau basa.
1. Sampel yang diduga mengandung sisa klor aktip (yang dapat menghalangi proses
mikrobiologis) harus ditentukan konsentrasi klor aktipnya (lihat Bab 6). Per mol klor aktip
yang dikandung sampel, dibutuhkan satu mol zat pereduksi, seperti Nat S03, Nat S2 03 dan
sebagainya.
2. Sampel yang diduga, mengandung zat beracun : lihat A.1.3. Bab ini.
.4. Sampel yang mengandung oksigen yang melebihi kejenuhannya (terlalu jenuh), misalnya
lebih dari 9 mg 02 A pads 20° C, perlu diturunkan kadar oksigennya dengan cars
pengocokan. Keadaan tersebut dapat terjadi pads sampel yang ditumbuhi ganggang.
5. Pengenceran sampel :
Oleh karena jumlah oksigen dalam botol terbatas, maksimum 9 mg 02 /1 tersedia, dan
sebaiknya oksigen terlarut pads akhir mass inkubasi antara 3 dan 6 mg 02 A, maka sampel
perlu diencerkan.
Karena kadar BOD tidak diketahui terlebih dahulu, beberapa pengenceran harus
dicoba secara serempak agar supaya setelah inkubasi se-lama 5 hari paling sedikit 1 sampel masih
mengandung antara 3 dan 6 mg 02 /1. Dengan demikian analisa setiap sampel memerlukan :
- 3 pengenceran R, S dan T (atau lebih banyak kalau BOD sampel tidak dapat
ditaksir sama sekali).
- 1 blanko (untuk menentukan BOD air pengencer).
Ada 2 cara untuk menaksir pengenceran yang cocok :
a. Bila COD sampel telah diketahui, maka taksiran kadar BOD yang terdekat adalah
sebagai berikut (lihat taoel 10.1 untuk prinsipnya) .
R (rendah) sampel sedikit"oersifat "biodegradable"BOD 0,16 x COD;
R (rendah)
S (edang) sampel cukup bersifat "bioclegrable"
RODS (edang) 0,32 x COD,
T (inggi) sampel sangat bersifat "biodegrable"
BOD T(inggi) = 0,65 x COD,
Kemudian tentukan derajat pengenceran P sesuai dengan taksiran BOD seperti
tercantum dalam Tabel 10.2.
Tabel 10.2. Derajat pengenceran P sesuai jenis air baku untuk tes
BODs
b. Bila COD sampel tidak diketahui sebelumnya. Untuk.menaksir pengenceran P yang
cocok, lihat Tabel 10.2. Minimum diharapkan 3 derajat pengenceran. Misalnya, bila sampel
air sungai yang diduga tercermar oleh zat organs, maka taksiran BODnya berada sekitar
15 dan 60 mg 02 /liter sehingga dipilih P = 0,25; 0,125 dan 0,0625. Supaya pengambilan
sampel efisien, sebaiknya jumlah pengenceran cukup banyak hingga salah satu dari
pengenceran dapat memberikan hasil yang tepat; namun cara lebih terjamin adalah
dengan pemeriksaan COD lebih dahulu (lihat butir a).
Pemeriksaan COD tidak dapat dihindari kalau air buangan industri yang hendak diperiksa
tak dapat ditaksir lebih dahulu.
6. Dari cara pemilihan derajat pengenceran P, tiga atau lebih derajat pengenceran dipilih. Bila
salah satu derajat pengenceran adalah P = 0,25, maka 2 liter larutan sampel yang sudah
diencerkan harus disiapkan yang terdiri dari 500 ml sampel asli dan 1500 ml air pengencer
(Tabel 10.2.). 2 botol BOD diisi dengan larutan tersebut (larutan R), satu untuk analisa pads
saat t = 0, yaitu botol R, , dan yang satu lagi untuk analisa pads saat t = 5 hari yaitu botol R2 -
Pengenceran "S" yang berikutnya dibuat dengan memindahkan 1 liter larutan "R" ke
dalam labu takar 2 liter dan pengisiannya sampai penuh dengan 1 liter air pengencer. Dua
botol TOD diisi dengan larutan "S" ini. Larutan "T" dibuat dengan memindahkan 1 liter
larutan "S" ke dalam labu takar 2 liter, lalu diisi sampai penuh dengan air pengencer . (Kalau
jumlah pengenceran diinginkan lebih banyak, cara sama dapat diteruskan). Dua botol BOD
diisi dengan larutan "T" ini. Dua botol BOD diisi dengan air pengencer (larutan kerja) Berta
benihnya berlaku sebagai blanko. BODs blanko sdharusnya antara 0,5 dan 2 mg 02 It
7. Botol-botol BOD (sampel dan blanko) lalu disimpan dalam inkubator (suhu 20° C ± V C)
selama kira-kira 1 jam. Kalau suhu larutan tersebut sebelumnya lebih tinggi daripada 20° C,
maka akan terjadi penurunan volum dalam botol. Setelah 1 jam botol tersebut dibuka
sebentar lalu diisi dengan air pengencer sehingga di dalam botol tertutup tidak ada
gelembung udara.
8. Separuh dari jumlah botol-botol BOD tersebut lalu disimpan terns dalam inkubator (suhu
20*± 1°C) selama 5 hari. Separuhnya dikeluarkan untuk analisa oksigen terlarut.
9. Analisa oksigen terlarut (OT) dilakukan pada botol blanko 1, R1, S, dan T, pada saat t = 0
hari (setelah botol disimpan 1 jam dalam inkubator untuk mendapatkan suhu 20° C) dan
pada saat t = 5 hari. Baik cars elektrokimia dengan elektroda membran (cepat, tapi tidak
terlalu teliti) maupun dengan titrasi Winkler (teliti) dapat dipakai. Supaya hasilnya adalah
teliti setelah inkubasi, OT harus antara, 3 dan 6 mg 02 /f. Dengan demikian 1 analisa BOD
memerlukan paling sedikit 8 botol, yaitu :
Waktu analisa : t = 0 hari t = 5 hari
10. Juga kalau jumlah sampel BOD lebih banyak (yang memakai air pengencer yang sama), 2
blanko tersebut cukup. Supaya lebih teliti, duplikat blanko dapat dibuat.
Pengecekan ketelitian pelaksanaan analisa BOD.
Analisa BOD adalah penting dan bermanfaat, walaupun analisanya tidak sebegitu
mudah dan Bering dilaksanakan secara kurang teliti. Seorang laboran atau mahasiswa bare yang ingin
mengerjakan banyak analisa BOD, sebaiknya mengecek cara, kerjanya dengan metoda
pengecekan di bawah ini.
Larutan standard dibuat dengan melarutkan. pada ± 0,5 liter air suling di dalam labu takar
1 liter:
750 g glukosa, monohidrat ( BM = 198 )
750 g asam L — glutamik garam-Na monohidrat ( BM = 187)
1,21 g KH2 PO4
1,06 g K2 HPO4
0,10 g MgSO 4 . 7H2 O
0,01 g FeC13 . 6H2 O
0,10 g CaC12.
Tambahkan larutan NaOH atau H2 SO4 sampai pH = 7,0 ± 0,1, kemudian encerkan
dengan air suling sampai 1 liter. Larutan tersebut bersifat tetap dan mengandung kadar COD =
1270 mg 02 /liter (BOD5 = 0,65 x 1270 = 825 mg 02 /liter). Larutan standard ini masih harus
ditambah benih serta inhibitor nitrifikasi, supaya reaksi mikrobiologis berjalan secara, optimal.
Hasil pengecekan harus dalam batas lebih atau kurang 5 % dari angka BOD teoretis yang
disebut atas. Kalau tidak, berarti cara kerja di laboratorium serta persiapan benih, kurang
sempurna. Laboran (mahasiswa) masih harus menyempurnakan cara kerja yang telah
dilakukannya.
I. PERHITUNGAN
BOD5 20 = ( X O — X 5 ) - (Bo — B 5 ) (1 - P )
P
BODI sebagai mg O2/l,
Xo = OT (oksigen terlarut) sampel pads saat t = 0 (mg O2 /l);
X5 = OT sampel pada saat t=5hari (mg O2/1);
Bo = OT blanko pada saat t = 0 (mg O2/ l);
B 5 = OT blanko pada saat t=5 hari (mg O2/l);
P = derajat pengenceran.
17.NITRAT dengan METODE BRUCIN ASETAT
A. Teori
Pemeriksaan nitrat merupakan pemeriksaan yang agak sulit disebabkan karena
tata kerja relatif kompleks, karena adanya unsur pengganggu, dan karena terbatasnya
batas kadar dari berbagai teknik.
Sampel yang telah diuji berarti batas konsentrasinya telah diketahui yang mana berarti
pula metode pemeriksaannya sudah tertentu. Pengujian tersebut tidak berpengaruh
pada hasil yang akan didapat.
B. Prinsip Percobaan
Untuk kadar NO3-N 0,1 mg/liter , metode yang dipergunakan adalah metode
brucin. Dibuat lima sampel buatan yang tidak diketahui kandungan nitrat maupun
unsur lain, dilarutkan pada air suling kemudian dianalisa dengan cara brucin.
Pemeriksaan nitrat harus segera sesudah pengambilan sampel. Bila pemeriksaan
ditunda maka perlu pengawet 0,8 mg/L H2SO4 pekat dan dismpan di atas titik beku.
Sebelum diadakan pengujian maupun analisa hendaknya sampel dinetralkan dulu
pada Ph ±7.00.
Reaksi yang terjadi antara nitrat dengan brucin akan menghasilkan warna kuning yang
secara kolorimetri dapat dipakai untuk memperkirakan konsentrasi nitrat. Intensitas
warna tersebut diukur dengan panjang gelombang 410nm.
Kecepatan reaksi ion nitrat dengan brucin ditentukan oleh jumlah panas yang
dipindahkan. Menurut tata kerja panas diatur dengan penambahan reagen secara
beruntun dengan selang waktu tertentu pada suhu yang telah diketahui.
Kadar asam dan waktu reaksi dicari pada kondisi optimatum begitu juga stabilitas
warnanya. Metode yang dipakai untuk memeriksa air yang mengandung garam adalah
variasi antara pemeriksaan air biasa dan air laut.
Metode ini dipakai pada kadar 0,1-2 mg NO3-N/l pada kadar yang lebih tinggi
atau lebih rendah dari batas tersebut kepekaannya akan menurun. Batas yang paling
baik = 0,1-1 mg NO3-N/l.
Pengganggu adalah oksidator maupun reduktor kuat. Adanya oksidator dapat
diperiksa dengan penambahan ortotolidin seperti pada pemeriksaan sisa klor.
Gangguan yang disebabkan klor sisa dapat dihilangkan dengan penambahan sodium
arsenit ( sisa klor ≤ 5mg/l).
Tetapi sodium arsenit tersebut akan sedikit mengganggu jalannya
pemeriksaan. Ion ferro dan ferri maupun Mn bermartabat empat juga menimbulkan
gangguan, tetapi bila kadarnya lebih rendah dari 1 mg/l tidak berpengaruh. Begitu
juga gangguan yang disebabkan oleh nitrit yang mempunyai kadar > 0,5 mg/l tidak
berpengaruh. Begitu juga gagguan yang disebabkan oleh nitrit yang memiliki kadar >
0,5 mg NO3-N/l dapat dihilangkan dengan asam sulfanilat. Gangguan yang disebabkan
adanya klorida dapat dihilangkan dengan penambahan NaCl. Zat organic yang kadarnya
cukup tinggi seperti pada air buangan yang tidak diencerkan juga merupakan unsur
pengganggu.
METODEKadar NO3-N
kg/lNo. Lab
Deviasi
Standard
Relatif %
Kesalahan
relative %
Brucin
50
500
1000
1000
5000
50
50
17
17
50
66,7
14,4
5,5
7,9
15,4
7,6
0,6
6,0
0
4,5
C. Bahan dan Alat Analisis
1. Alat percobaan
Spektrofotometer
Tabung kimia
Pipet isi 5 ml dan 10 ml
Pipet ukur 5 ml
2. Bahan
Larutan sangga NH4OAc 1 M, pH 4,8. Timbang 77,00 gram
serbuk NH4-asetat p.a. ke dalam labu ukur 1 l. Tambahkan air
hingga sekitar 900 ml, tambahkan asam asetat glasial p.a. dan
kocok hingga pH 4,8. Impitkan dengan air bebas ion.
Larutan brusin 2 %. Timbang 2,000 g brucin ke dalam labu ukur
100 ml dan tambahkan larutan sangga NH4-asetat 1 M pH 4,8
hingga tanda tera, kocok.
Asam sulfat pekat p.a.
Standar Pokok 1.000 ppm N-NO3. Larutkan 7,218 g serbuk KNO3
p.a (kering 105oC) ke dalam labu 1 l. Larutkan dengan air bebas
ion sampai tanda tera.
Standar 100 ppm N-NO3. Pipet 10 ml larutan standar 1.000 ppm
N-NO3 ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan air bebas
ion sampai tanda garis.
Standar 5 ppm N-NO3. Pipet 5 ml larutan standar 100 ppm N-NO3
ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan air bebas ion
sampai tanda garis.
Deret standar 0-5 ppm N-NO3. Pipet standar 5 ppm N-NO3
sebanyak 0; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ml, masing-masing dimasukkan
ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 5 ml dengan air bebas ion.
Deret standar ini memiliki kepekatan: 0; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5
ppm N.
D. Prosedur Percobaan
Pipet 5,0 ml contoh air ke dalam tabung kimia. Ke dalam larutan
deret standar dan contoh, sambil dikocok tambahkan 0,5 ml larutan
brusin 2 % dan 5 ml larutan H2SO4 pekat, biarkan selama 1 jam
(sampai dingin) kemudian ukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 432 nm.
Perhitungan :
Kadar NO3 (m.e. l-1) = ppm kurva/bst x fp
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan
antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
Fp = faktor pengenceran (kalau ada)
bst = bobot setara N (14)
18.NITRIT
A. Teori
Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi, dengan tingkat oksidasi
+5. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses
oksidasi antara amoniak dan nitrat, yang dapat terjadi pada instalasi pengolahan air
buangan, air sungai, sistem drainase, dan sebagainya. Nitrit yang terdapat pada air
minum dapat berasal dari bahan inhibitor korosi yang dipakai di pabrik yang
mendapatkan air dari PAM. Nitrit ini sendiri dapat membahayakan bagi kesehatan
karena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga darah tersebut tidak
dapat mengangkut oksigen lagi. Nitrit juga dapat menimbulkan nitrosamin ( penyebab
kanker ) pada air buangan tertentu.
B. Prinsip Percobaan
Nitrit ( NO2 ) ditentukan secara kolorimetris dengan alat spektrofotometer. Pada
Ph 2 sampai 2,5 , nitrit berkaitan dengan hasil reaksi antara diazoasam sulfanilik dan
N-(1-naftil ) – etilendiamin dihidroklorida ( NED dihidroklorida ), maka akan
terbentuk celupan yang berwarna ungu kemerah-merahan. Warna tersebut mengikuti
hukum Beer-Lambert dan menyerap sinar dengan panjang gelombang 543 nm.
Metode kolorimetris tersebut sangat peka sehingga biasanya perlu pengenceran
sampel. Selain metode ini, tidak ada cara analisis lain yang dapat dianggap bersifat
baku.
Gangguan
NCl3 mengganggu warna reaksi murni, tetapi jarang ditemui dan dapat
dihilangkan dengan penambahan Na2S203 (natriumtiosulfat).
Kation-kation Fe3+, Pb2+,Hg2+,Ag2+,Sb3+,Au3+ dan Anion PtCl6 2- dan VO3 2- juga
mengganggu analisa karena dapat mengendap selama analisa; kation-kation tersebut
harus dihilangkan. Gangguan Fe3+ dapat dihilangkan dengan mereduksi Fe3+ dengan
zat pereduksi misalnya Na2S2O3 sampai menjadi Fe2+ atau dengan mengendapkan Fe3+
sebagai Fe(OH)3 pada Ph 7 yaitu dengan prosedur seperti flokulasi , sebelum analisa
nitrit dimulai.
Kation Cu2+ dapat mengurangi hasil analisa. Warna dan kekeruhan dapat
mengganggu prosedur fotometris, sehingga sampel tersebut harus disaring dahulu
dengan filter membran 0,45 um.
Ketelitian
Metoda kolorimetris tersebut sangat peka. Skala konsentrasi 5 sampai 50 ug/l
dapat ditentukan bila filter sinar berwarna hijau digunakan dalam fotometer
sederhana, serta lebar sel fotometer adalah 5 cm. pada panjang gelombang 543 nm
dan dengan sel biasa selebar 1 cm, konsentrasi antara 5 dan 180 ug/l dapat ditentukan.
Penyimpangan baku relatif yang dapat diharapkan adalah antara 2 sampai 5 % bila
analisa dalaksanakan secara teratur dan teliti.
Pengawetan Sampel
Karena NO2- dioksidasi dengan cepat oleh oksigen terlarut dan bakteri-bakteri
menjadi NO3-, penentuan Nitrit harus dilaksanakan segera setelah pengambilan
sampel. Untuk dapat menyimpan sampel selama paling lama 2 hari, bekukan pada -
20°C dalam freezer, atau tambahkan 40 mg Hg Cl2/I sampel dan didinginkan pada
4°C dalam kulkas.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat-alat
a. Spektrofotometer dengan lebar sel 1 cm atau lebih;
b. 5 labu takar 100 ml; 1 labu takar 250 ml; 2 labu takar 500 ml; 3 labu takar 1 l;
c. 1 erlenmeyer 250 ml (untuk standardisasi NO3-);
d. 1 gelas ukur 100 ml (untuk 1 + 1 H2SO4);
e. 2 beker 250 ml;
f. 1 buret 50 ml ; bemacam-macam pipet sesuai prosedur ;
g. Pemanas listrik (untuk standarisasi NO2-); termometer ;
h. Botol kaca 1 l yang berwarna coklat untuk menyimpan larutan ;
i. Alat-alat bagi standarisasi larutan KMnO4 :
1 buret 50 ml ; pemanas listrik ; 4 beker 400 ml; 1 labu takar 1 l ; dan termometer.
Reagen
a. Air suling bebas Nitrit (untuk semua air pengencer) :
b. Reagen sulfanilamida :
Di dalam labu takar 500 ml tambahkan 5 g sulfanilamida dalam ± 300 ml air suling
serta 50 ml HCl pekat; setelah larut, encerkan sampai 500 ml. larutan tersebut stabil
selama 6 bulan.
c. Larutan NED dihidroklorida :
Di dalam labu takar 500 ml tambahkan 500 mg N – (1- Naftil) – etilendiamin
dihidroklorida dan encerkan sampai 500 ml. simpan dalam botol kaca yang berwarna
coklat. Ganti larutan tersebut setiap bulan ; namun bila muncul warna coklat tua
sebelumnya larutan harus segera diganti.
d. Asam sulfat H2SO4 1+1 (hanya untuk standarisasi larutan induk NO2-):
Dalam gelas ukur 100 ml berisi 50 ml air suling, tambahkan dengan hati-hati 50 ml
H2SO4 pekat, selama penambahan ini gelas ukur didinginkan, misalnya di bawah kran
air leding.
e. Ferro amonium sulfat
0.05 M (0.05 N) : dilarutkan 19,607 gr Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O + 20 ml H2SO4 dalam air
dan diencerkan dalam 1000 ml.
f. Larutan natrium oksalat Na2C2O4 0,05 N. Ke dalam labu takar 1 liter ditambahkan
3,350 gr Na2C2O4 dan encerkan sampai 1 liter.
g. Larutan kalium permanganate KMnO4 0,05 N di dalam labu takar 1 liter tambahkan
1,6 gr KMnO4 dan larutkan dengan air suling sampai 1 liter dan simpan dalam botol
kaca berwarna coklat, selama paling sedikit satu minggu; pindahkan dengan
pipet,supernatant tanpa membawa endapan.
Standarkan larutan tsb dan lakukan sering sbb :
Ke dalam 2 beker 400 ml tanbahkan masing-masing ± 100 mg Na2C2O4 dan ke dalam
2 beker lain masing-masing 200 mg Na2C2O4. Tambahkan pada tiap beker masing-
masing 100 ml air suling; aduk sampai larut. Ke dalam beker 1 tambahkan 10 ml 1+1
H2SO4 dan panaskan diatas pemanas listrik pada suhu 90 oC; dengan buret 50 ml yang
berisi larutan KMnO4 0,05 N yang akan distandartkan, titrasikan dengan dengan cepat
larutan Na2C2O4; selama itu beker tetap dipanaskan pada suhu 85-95 oC., sampai
berwarna kemerah-merahan selama ± 1 menit, 100 µg Na2C2O4 membutuhkan ± 30
ml larutan titran. Ulangi ke dalam 3 beker lain.
Dengan demikian :
Normaliti KMnO4 =
Dimana a = ml titran bagi sample Na2C2O4
b = ml titran blanko
Lalu dirata-rata.
h. Larutan induk NO2
Pada umumnya bahan kimia NaNO2 kurang murni dan cepat teroksidasi.oleh O2.
maka jangan sampai terkontaminasi. Dan tiap minggunya distandartkan dengan
prosedur :
Untuk membuat larutan induk Nitrit, tanbahkan 1,232 gr NaNO2 ke dalam labu takar
1 liter dan encerkan sampai 1 liter. Tambahkan 1 ml CHCl3 sebagai bahan pengawet
dan kocoklah labu sebentar. Biarkan satu jam karena air dan CHCl3 tidak dapat
tercampur, namun Nitrit tetap larut dalam 1 liter; 1ml larutan induk Nitrit
mengandung µg NO2 dibawah lapisan CHCl3.
Standarisasi larutan induk Nitrit( tiap minggu) : kedalam Erlenmeyer 250 ml
tambahkan dengan pipet 50 ml standart 0,05 N KMnO4, 5 ml H2SO4 pekat dan 50 ml
larutan induk Nitrit. Bila larutan Nitrit ditambah, ujung pipet harus dibawah
permukaan yang sudah ada. Kemudian, kocok dengan hati-hati, dan diatas pemanas
listrik, panaskan dg suhu 70-80 oC. Hapus warna kemerah-merahan asal KMnO4
dengan menambah beberapa kali 10 ml larutan Na2C2O4 0,05 N; kelebihannya akan
dititrasi dengan larutan standart 0,05 N KMnO4, menggunakan buret 50 ml sampai
warna kemerah-merahan muncul kembali.
Dengan demikian :
a =
dimana a = mg NO2
b= jumlah ml KMnO4 sebagai titran
c= normaliti titran KMnO4
d= jumlah ml larutan Na2C2O4 yang ditambahkan
e= normality Na2C2O4
f= ml larutan induk Nitrit dipakai untuk titrasi (50 ml)
i. Larutan menengah Nitrit 0,05 gr NO2—N/l
Pindahkan larutan induk nitrit yang mengandung 0,25 gr NO2—N/l, sebanyak 50 ml
kedalam labu takar 250 ml dan encerkan dengan air suling hingga 250 ml. bila
konsentrasi larutan induk menyimpang dari kadar tersebut, hitung berapa volume
yang diperlukan untuk membentuk konsentrasi 0,05 gr NO2—N/l pada labu takar 250
ml. 1 ml larutan menengah mengandung 50 µg NO2—N.
j. Larutan standart Nitrit 0,5 mg NO2—N/l :
Kedalam labu takar 1 liter, pindahkan dengan memakai pipet 10 ml larutan menengah
nitrit dan encerkan dengan air suling sampai menjadi 1 liter. Ganti tiap harinya.
D. Prosedur Percobaan
1. Bila sample keruh (> 10 Ntu) atau mengandung warna (>10 mg Pt-Co /l), sampel
harus disaring dengan filter membran 0,45 µm.
2. Bila sampel mengandung > 180 µg NO2—N/l , sampel harus diencerkan hingga
konsentrasinya antara 20-150 µg NO2—N/l.
3. Ke dalam beker 150 ml tambahkan 50 ml sampel yang telah diencerkan pH nya
menjadi 7 ,lalu tambahkan 1 ml larutan sulfanilamida. Kocok dan biarkan bereaksi
selama 2-8 menit. Tambahkan 1 ml NED – dihidroklorida, biarkan bereaksi selama 10
– 120 menit.
4. Analisa Kolorimetris: Tentukan absorbansi larutan pada cara kerja ke 3 dengan
panjang gelombang 543 µm, dengan sel 1 cm. Dari larutan standard Nitrit 0,5 mg NO2
—N/l, dibuat 4 atau 5 larutan referensi kadar Nitrit, misalnya 5, 20, 50, 100 dan 150 µg
NO2—N/l. dalam 5 labu takar 100 ml.
5. Dibuat duplikat sample untuk tiap analisa
Perhitungan
mg NO2-N/l dalam sampel =
dimana a = µg NO2-N/l dalam volume 52 ml yang terakhir
19.AMONIUM dengan METODE NESSLER
A. Teori
Ammonia adalah bahan kimia dengan formula kimia NH3. Yang mempunyai
bentuk segi tiga. Titik leburnya ialah -75 °C dan titik didihnya ialah -33.7 °C. Pada
suhu dan tekanan yang tinggi, ammonia adalah gas yang tidak mempunyai warna dan
lebih ringan daripada udara. 10% larutan ammonia dalam air mempunyai pH 12.
Ammonia cair terkenal dengan sifat mudah larut. Ia dapat melarutkan logam
alkali dengan mudah untuk membentuk larutan yang berwarna dan dapat mengalirkan
elektrik dengan baik.
Ammonia dapat larut dalam air. Larutan ammonia dengan air mengandung
sedikit ammonium hidroksida (NH4OH). Ammonia tidak menyebabkan kebakaran,
dan tidak akan terbakar kecuali dicampur dengan oksigen. Nyala ammonia apabila
terbakar adalah hijau kekuningan. Dan meletup apabila dicampur dengan udara.
Ammonia dapat digunakan untuk pembersih, pemutih dan mengurangi bau busuk.
Larutan pembersih yang dijual kepada konsumen menggunakan larutan ammonia
hidroksida cair sebagai pembersih utama. Tetapi, dalam penggunaanya haruslah
berhati-hati karena penggunaan untuk jangka waktu yang lama dapat mengganggu
pernafasan.
Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak
sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25). Kandungan ammonia (NH4+) dalam
persyaratan kualitas air minum tidak diperbolehkan ada. Amonia dalam air dapat
menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap. Air yang mempunyai kandungan
ammonia yang melebihi batas persyaratan biasanya menunjukan pencemaran oleh
buangan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena kerja mikroba dan adanya siklus
notrogen didalam air. Nitrogen didalam cairan buangan dibedakan menjadi 4 bentuk,
yaitu : nitrogen organik, nitrogen ammonia, nitrogen nitrit, dan nitrogen ammonia.
Biasanya dalam cairan buangan dalam rumah tangga mempunyai kandungan
nitrogen antara 20-85 mg/ L dan lebih kurang 60% merupakan nitrogen ammonia,
sisanya nitrogen organik. Adanya siklus nitrogen dalam air, nitrogen organik dan
nitrogen ammonia pertama kali akan dirubah menjadi nitrit kemudian nitrat. Dalam
hal ini dikenal adanya istilah nitrifikasi.
Nitrifikasi adalah oksidasi ammonia menjadi nitrit oleh bakteri nitrosumonas dan
nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter, dimana keduanya merupakan bakteri
autrotop. Denitrifikasi adalah reduksi nitrat oleh bakteri heterotrop menjadi gas N2,
N2O, dan NO. sebagian besar menjadi gas N2.
B. Prinsip Percobaan
NH4+ dengan reagen Nessler akan menjadi warna kuning kecoklatan, dan
warna ini dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm.
Dihitung dengan deret standart yang telah diketahui kadarnya.
Dan dihitung secara regresi linier.
C. Bahan dan Alat Analisis
Alat
1 Spektrofotometer Serapan
2 pH
3 Alat penyuling.
4 Pipet ukur 1 dan 2 mL
5 Labu ukur 50 dan 100 mL.
6 Gelas ukur 50 100 mL.
7 Pipet volume 2,5,10 dan 25 mL.
8 Gelas piala 100 mL.
Bahan
Bahan kimia yang berkualitas p.a dan bahan lain yang digunakan dalam
pengujian ini terdiri atas :
1) Larutan induk ammonium 1000 mg/L
2) Larutan Nessler
3) Larutan penyangga borat
4) Larutan natrium hidroksida NaOH, 6N
5) Larutan asam sulfat H2SO4, 1N
6) Larutan asam borat 2 %
7) Kertas lakmus yang mempunyai kisaran pH 0-14
D. Prosedur Percobaan
Persiapan Contoh uji untuk Amonium
1) Sediakan contoh uji yang akan diambil sesuai dengan Metode Pengambilan
2) Ukur 100 mL contoh uji secara duplo dan masukkan ke dalam labu penyuling 500
mL.
3) Tambahkan 8,3 mL larutan penyangga borat.
4) Tepatkan pH menjadi 9,5 dengan penambahan larutan natrium hidroksida
menggunakan alat pH meter.
5) Hidupkan alat penyuling dan atur kecepatan penyulingan 6-10 mL/menit.
6) Tampung air sulingan ke dalam labu labu ukur 100 mL yang telah diisi larutan
asam borat sebanyak 30 mL atau sampai tidak mengandung amonia yang dapat
diketahui dengan kertas lakmus.
7) Encerkan menjadi 100 mL dengan penambahan air suling.
8) Contoh uji siap diuji.
Persiapan Pengujian
1) Pembuatan Larutan baku Amonium , NH4-N
Buat larutan baku amonium dengan tahapan sebagai berikut :
1) Pipet 0, 25, 50, 100, 250 µL larutan induk amonium dan masukkan masing-masing
ke dalam labu ukur 50 ml.
2) Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh kadar
amonium –N sebesar 0; 0,5; 1;2,5 dan 5 mg/L NH4-N.
Pembuatan Larutan Nessler
1) Larutkan 100 g HgI2 dan 70 g KI dengan 100 ml air suling di dalam gelas piala 250
mL
2) Tambahkan campuran ini dengan perlahan-lahan ke dalam labu ukur 1000 mL yang
berisi larutan 160 g NaOH dalam 500 mL air suling
3) Kocok dan tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera.
20.FOSFAT dengan METODE KHLORID TIMAH
A. Teori
Fosfat
Pospat terdapat dalam air atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organis. Ortofosfat adalah senyawa monomer seperti H2PO4- ,
HPO42-, dan PO4 3-, sedangkan poliposphat atau condensed phosphates merupakan
senyawa polimer seperti (PO3)6 3- atau heksametafosfat,P3O105- ( tripolifosfat) dan
P2O74- (pirofosfat). Fosfat organis adalah P yang terikat dengan senyawa-senyawa
organis sehingga tidak berada dalam larutan secara terlepas. Dalam air alam atau
buangan, fosfor P yang terlepas dan senyawa P selain yang disebutkan diatas hampir
tidak ditemui.
Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat calam bentuk terlarut, tersuspensi atau
terikat dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal
dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian ortofosfat berasal
dari bahan pupuk, yang masuk kedalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.
Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang
menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat seperti industriu pencucian,
industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk
( tinja) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlaru
melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi
pertumbuhannya.bermacam-macam jenis fosfat juga dipakai untuk penolahan anti
karat dan anrti kerak pada pemanas air.
B. Bahan dan Alat Analisis
1. Alat
-Tabung reaksi
-Pippet
-Gelas kimia
2. Bahan
-Indikator phenophthalein
-Larutan asam kuat
-Reagen amonium
-Larutan standar fosfat
-Reagen ekstraksi: benzena, isobutanol, amonium, larutan asam alkohol sulfur
C. Prosedur Percobaan
Perlakuan pendahuluan sampel
untuk 100ml sampel yang mengandung tidak lebih dari 200mikrogram dan
bebas dari warna dan kekentalan, ditambahkan 0,05ml indikator phenolptalien.
Apabila sampel berubah warna menjadi merah muda, ditambahkan larutan asam
kuat untuk menghilangkan warna.apabila lebih dari 0,25 ml yang diperlukan,
ambil sedikit sampel dan encerkan menjadi 100ml dengan menyuling air setelah
penghilangan warna merah muda pertama dengan asam.
Proses pewarnaan
Tambahkan, melalui pencampuran setelah dicampurkan masing-masing, 4ml
reagen molybdate 1 dan 0,5ml reagen stanous klorida 1. Bandingkan perubahan
warna dan intensitas warna yang ditentukan dari temperatur larutan terakhir,
setiap kenaikan 1 derajat celcius memproduksi sekitar kenaikan 1% pada warna
tersebut. Dari sini, pegang sampel, standart dan reagen dalam 2 derajat celcius
dari salah satunya dan pada temperatur antara 20-30 derajat celcius.
Pengukuran warna
Setelah 10 menit, tetapi sebelum 12 menit, gunakan interval yang sama untuk
semua tetapan, pengukuran warna fotometrikal pada 690 nanometer dan
bandingkan dengan kurva kalibrasi, menggunakan air suling kosong.
Panjang gelombang cahaya yang cocok untuk berbagai rentang konsentrasi
adalah sebagai berikut
Rata-rata (Mg/L) alur gelombang (cm)
0.3-2 0.5
0.1-1 2
0.007-0.2 10
selalu kosongkan reagen dan air suling. karena warna pada awalnya dan kemudian
berkembang semakin memudar. pertahankan kondisi waktu yang sama untuk
sampel dan standar. persiapkan satu standar dengan setiap rangkaian sample sekali
setiap hari dimana tes dilakukan.kurva kalibrasi dapat menyimpang dari garis
lurus di atas konsentrasi dari 0,3 ke 0,2 mg/l.
Ekstraksi
Ketika sensitifitas meningkat secara dikehendaki atau kaena gangguan yang
datang ekstrak fosfat sebagai berikut :
40ml sample di pipet, dan diencerkan sampai 125ml dan pisahkan. Tambah
50.0 ml isobutanol benzene terlarut dan 150 ml molybdate reagen II. Tutup
saluran pertama dan guncangkan dengan kuat kira-kira 15 s. jika endapan fosfat
muncul, keterlambatan akan meningkatkan konversi ke ortofosfat.lepas stper dan
ambil kembali 25ml lapisan organic terpisah menggunakan pipet. Pindahkan ke
botol dgn volum 50ml.tambahkan 15 sampai 16 ml H2SO2, enceran, aduk dan
tambahkan 0,5 ml reagen stannous klorit yg telah dicairkan.
Aduk dan encerkan denagn alcohol H2SO2 dan campur sepenuhnya. Setelah
10 menit, tetapi sebelum 30 menit baca pada 625 nanometer.siapkan dengan
membawa 40ml air suling melalui prosedur yang sama yang digunakan untuk
sampel. Baca konsentrasi fosfat dari sebuah survey kalibrasi yang disiapkan sesuai
standar yang telah diketahui melalui prosedur yang sama yang digunakan untuk
sampel.
Perhitungan
a. prosedur langsung
L
b. Prosedur ekstra:
Mg P/L
21.SULFAT dengan METODE SPEKTROFOTOMETER
A. Teori
Senyawa Sulfur adalah senyawa yang memang umum berada dalam badan air.
Ion sulfat biasanya bisa ditemukan dalam konsentrasi yang bervariasi dalam air.
Senyawa sulfur organik baik itu di alam bebas maupun keberadaannya sebagai
polutan umumnya terdapat di sistem perairan alam. Degradasi dari komponennnya
merupakan salah satu proses mikrobial yang sangat penting.
Kadang – kadang produk degradasi dari senyawa sulfur seperti oclimus dan
H2S toksik menyebabkan suatu masalah yang serius pada kualitas air.Diantaranya
adalah menyebabkan korosi dan bau yang diharapkan.Sulfat dalam kondisi anaerob
( biasanya dalam air buangan ) menghasilkan H2S yang berbau dan bersifat toksik :
S2+ + H2O H2S
(H2S ) yang kontak dengan udara ( O2 ) akan menghasilkan asam sulfat yang
dapat menyebabkan korosi pada perlengkapan misalnya :
O2 + H2S H2SO4
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990
bahwa kadar sulfat maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 400 mg/l untuk air
bersih maupun air minum. Dalam penyediaan air untuk umum, unsur ini perlu
diperhatikan karena pengaruhnya terhadap kesehatan. Sulfat bersifat iritasi bagi
saluran gastro-intertinal, bila dicampur dengan magnesium atau natrium. Jumlah
MgSO4 yang tidak terlalu besar sudah dapat menimbulkan diare. Sulfat pada boilers
menimbulkan endapan (hard scales), demikian pula pada heat exchangers.
Sulfat juga harus diperhatikan dalam penyediaan air untuk industri, karena air
yang mengandung unsur tersebut dalam jumlah yang cukup besar dapat
mengakibatkan timbulnya kerak yang keras pada ketel dan alat pengukur panas.
Sulfat juga merupakan suatu senyawa yang berhubungan dengan terjadinya
pengeroposan saluran air limbah di kota-kota, sebagaimana ditunjukkan pada
reaksi :
anaerobik
SO42- + bahan organik S2- + H2O + Pb2
Bakteri
S2- + 2H+ H2S
H2S + 2O2 H2SO4 (korosif)
H2SO4 merupakan asam kuat yang selanjutnya dapat bereaksi dengan bahan
dari pipa yang dipergunakan dan menimbulkan korosi. Terbentuknya H2S
menimbulkan masalah bau. Efek laktagit ditimbulkan pada konsentrasi 600 –
1000 mg/l. Apabila SO42- banyak bergabung dengan kation MgO- dan NaO akan
membentuk Na2SO4 atau MgSO4 yang dapat menimbulkan rasa mual.
Pada dasarnya sifat sulfur dan nitrogen hampir sama , Sulfur yang terkandung
dalam makhluk hidup adalah dalam bentuk tereduksi contohnya kelompok
hidrosulfat.Hal ini tidak berbeda dengan nitrogen yang sering berada dalam
bentuk tereduksi Nitrit dan Nitrat.
Ketika komponen / Senyawa sulfur organik didekomposisi oleh bakteri ,
terutama yang terjadi adalah sulfur bentuk tereduksi ( H2S ). Beberapa bakteri
dapat memproduksi unsur sulfur dari senyawa sulfur.Kelebihan O2 bisa
menyebabkan bakteri dapat merubah sulfur tereduksi menjadi sulfur teroksidasi.
Meskipun sulfur organik sering sekali berada di pasaran sebagai H2S , tetapi
bukan bagi H2S yang biasanya digunakan bakteri Desulfabrio dapat merubah
sulfat menjadi H2S.
Oksidasi biomassa oleh sulfat dengan media mikroba:
SO42- + 2 ( H2O ) + 2H+ H2S + 2CO2 + 2H2O
B. Bahan dan Alat Analisis
ALAT
Labu Erlenmeyer
Pipet gondok
Gelas ukur
Spektrofotometer
BAHAN
Reagen Buffer
BaCl2
Sampel air
C. Prosedur Percobaan
Memasukkan 100 ml sampel air ke dalam labu erlenmeyer
Menambahkan larutan buffer sulfat 2 ml
Menambahkan larutan 2 ml BaCl2 10 %
Dikocok dan didiamkan 5 menit
Jika ada endapan putih maka dinyatakan positif
Membaca hasil spektrofotometri dengan λ = 420 nm\
Mencatat konsentrasi SO42- dalam mg/l
22. SAMPAH
A. Teori
Minimisasi sampah dan pembuangan adalah bagian terpadu manajemen bahan
berbahaya. Disetujui oleh Komite Metode Standar 1994 dengan peraturan federal
mengenai penggunaan dan pembuangan bahan berbahaya sebelum pembelian,
penyimpanan, dan digunakan untuk analisis air dan air limbah. Pengelolaan yang tepat
bahan berbahaya akan mengurangi jumlah limbah berbahaya dan terkait biaya
pembuangan.
Minimisasi sampah atau pencegahan polusi di laboratorium adalah pendekatan
yang lebih disukai dalam pengelolaan limbah laboratorium. Minimisasi sampah
membuat arti ekonomi yang baik: itu mengurangi biaya dan kewajiban baik yang
terkait dengan pembuangan sampah. Generator limbah berbahaya itu juga merupakan
persyaratan peraturan.
Metode minimisasi sampah mencakup pengurangan sumber, daur ulang plastik,
dan reklamasi. Sumber pengurangan dapat dicapai melalui pembelian dan penggunaan
bahan kimia dalam jumlah yang lebih kecil.. Komersial laboratorium dan kimia
pengguna pada umumnya dapat kembali sampel atau bahan kimia yang belum dibuka
untuk pengirim atau pemasok untuk daur ulang atau pembuangan. Banyak pemasok
akan menerima kontainer bahan kimia yang belum dibuka.
Memperbaiki prosedur laboratorium, dokumentasi, akan meningkatkan kesadaran
minimisasi limbah dan praktik pembuangan yang tepat, dan memungkinkan bagian-
bagian yang berbeda dalam laboratorium untuk berbagi saham standar dan bahan
kimia. Evaluasi bahan berbahaya penyimpanan dan penggunaan potensi daerah untuk
penguapan, tumpahan, dan kebocoran. Memisahkan aliran limbah di mana mungkin
untuk menjaga menjadi sampah yang tidak berbahaya dari sampah berbahaya melalui
kontak dengan sampah berbahaya. Segregasi juga memfasilitasi memperlakukan dan
pembuangan.
Daur ulang / reklamasi memiliki potensi terbatas dalam sampah laboratorium.
Volume yang dihasilkan biasanya terlalu kecil untuk relamkasi ekonomis dan
persyaratan kemurnian sering terlalu besar. Namun, seringkali pelarut organik dapat
disuling dan dipulihkan untuk digunakan kembali dan merkuri dan perak dapat
dipulihkan.
B. Bahan dan Alat Analisis
- Material sampah (sampah laboratorium)a. Thermal treatment
- Autoclave- Timbangan analitis
b. Chemical treatment- pH meter- CN- (sianida)
c. Physical treatment- Centryfuge
- Filter-
d. Biological treatment- bioreaktor
C. Prosedur Percobaan
Metode pengolahan sampah termasuk thermal, chemical, physical, dan biological
treatment.
a. Thermal treatment: Thermal metode pengolahan dengan sterilisasi. Mereka
melibatkan penggunaan suhu tinggi untuk mengubah kimia, fisik, atau biologis
karakter atau komposisi sampah. Insinerasi sering digunakan untuk
menghancurkan pelarut organik dan lebih disukai untuk limbah infeksius,
meskipun sterilisasi melalui autoclaving dan / atau sinar ultraviolet 'juga mungkin
diperbolehkan. Periksa dengan pejabat departemen kesehatan setempat.
b. Chemical treatment : Metode meliputi reaksi kimia (oksidasi / reduksi,
netralisasi, pertukaran ion, memperbaiki reaksi kimia, fotolisis, koagulasi, curah
hujan) dari material sampah. Netralisasi sampah yang bersifat asam atau basa
yang paling umum adalah bentuk perawatan kimia.
Dasar netralisasi sampah korosif dibebaskan dari persyaratan perijinan RCRA
federal. Sampah sebelum dibuang ke pengolahan milik publik (POTW).
memastikan bahwa mereka tidak mengandung polutan (selain korosi) melebihi
batas yang ditetapkan oleh POTW. Oksidasi sianida untuk cyanate dengan kimia
yang kuat sapi-idant adalah contoh dari mengurangi toksisitas perawatan kimia.
c Physical treatment : Metode meliputi pemadatan, pemadatan, foto-induced
reaksi, penyulingan, flokulasi, sedimentasi, flotasi, aerasi. penyaringan,
sentrifugasi, reverse osmosis, ultrafiltrat ion, gravitasi penebalan, dan adsorpsi
karbon atau resin. Perawatan fisik umumnya mengurangi volume. atau mobilisasi
sampah.
d. Biological treatment: Metode termasuk menggunakan biosolids untuk
menghancurkan senyawa organik. kompos limbah organik yang kaya, dan
menggunakan bioreactors untuk mempromosikan dekomposisi. Perawatan
biologis biasanya adalah pada skala ekonomis yang lebih besar daripada yang
mungkin dalam kebanyakan sampah laboratorium.
TUGAS LABORATORIUM LINGKUNGAN
ANALISIS SIFAT AIR
top related