laporan k3l masaran ii
Post on 08-Dec-2015
251 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kegiatan
MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN KESEHATAN
KERJA DAN LINGKUNGAN DENGANHIRADC(Hazard
Identification Risk Assesment and Determining Controls)
DI PUSKESMAS MASARAN II KABUPATEN SRAGEN
Disusun oleh:
Kelompok 473
Dedy Tri Wijaya G99131029
Nurlailiyani G99131060
Setyowati G99131086
Pembimbing:
Sumardiyono, SKM, M.Kes
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DAN
LINGKUNGAN DENGAN HIRADC (Hazard Identification Risk Assasment
And Determining Control) DI PUSKESMAS MASARAN II KABUPATEN
SRAGEN
Disusun Oleh :Kelompok 473
Dedy Tri Wijaya G99131029
Nurlailiyani G99131060
Setyowati G99131086
Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Kepala Bagian IKM FKUNS
Dr. Ari Natalia Probandari, dr., MPH., PhD
NIP. 19751221 200501 2 001
Mengetahui,
Pembimbing K3L
Sumardiyono, SKM., M.Kes
NIP. 19650706 198803 1 002
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Masaran II.
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Ari Natalia Probandari, dr., MPH., PhD selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2. Sumardiyono, SKM., M.Kes. selaku Pembimbing K3L.
3. Seluruh staf Puskesmas Masaran II yang telah banyak membantu kami dalam
menjalani kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Penulis menyadari dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi perbaikan penulisan laporan ini. Semoga apa yang telah penulis
susun dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat menjadi bahan informasi
yang berguna.
Surakarta, 22 April 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan.................................................................................... 1
Kata Pengantar............................................................................................ 2
Daftar Isi....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah........................................................................... 5
C. Tujuan…………............................................................................... 5
D. Manfaat……….................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja................................... 7
B. Sumber Bahaya................................................................................. 7
C. Manajemen Risiko............................................................................ 13
BAB IIIMETODE PENGAMBILAN DATA
A. Sumber data…….............................................................................. 19
B. Tehnik Pengambilan Data .............................................................. 19
BAB IV HASIL OBSERVASI
A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Kebakkramat 1....................... 20
B. HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and Determining
Controls).......................................................................................... 21
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan………............................................................................. 28
B. Saran…………............................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga
dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan
yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Suma’mur,
2009).
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi.Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai.Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia
(Tarwaka, 2008).
Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 164
disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk
yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud
meliputi pekerja disektor formal dan informal dan berlaku bagi setiap orang
selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja
Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang
4
bertujuan untuk memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi
pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan
kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan serta penelitian di
bidang kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
termasuk pengendalian faktor risiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005).
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional
pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kota/kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan, dan
penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan
terkoordinasi. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-
orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien),
sehingga puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko
kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas
puskesmas tersebut mempunyai risiko tinggi karena sering kontak dengan
agen penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuh maupun tertusuk
jarum suntik bekas yang mungkin dapat berperan sebagai transmisi beberapa
penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS dan juga potensial sebagai media
penularan penyakit yang lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas puskesmas termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di puskesmas, tetapi juga
terhadap pasien maupun pengunjung puskesmas. Sehingga sudah seharusnya
pihak pengelola puskesmas menerapkan upaya-upaya K3 di puskesmas.
5
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
2. Apa saja sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan?
3. Bagaimana manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC (Hazard
Identification Risk Assesmen and Determining Controls)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
2. Untuk mengetahui sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja
dan lingkungan
3. Untuk mengetahui manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC
D. Manfaat
1. Bagi penulis
a. Dapat menambah pengetahuan mengenai keselamatan kesehatan kerja
dan lingkungan di Puskesmas Masaran II.
b. Dapat menambah pengetahuan mengenai manajemen risiko yang ada
di Puskesmas Masaran II.
2. Bagi instansi kesehatan/Puskesmas
Diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi
puskesmas dan sebagai bahan evaluasi khususnya mengenai manajemen
risiko di area Puskesmas Masaran II.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).
Menurut Suma’mur (2001) menyebutkan bahwa keselamatan kerja
merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman
tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Mathis dan Jackson (2002) mengartikan keselamatan yang merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang
terkait dengan pekerjaan, sedangkan kesehatan merujuk pada kondisi umum
fisik, mental, dan stabilitas emosi secara umum.
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki beberapa
tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang tersebut menimbang:
1. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup
dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula
keselamatannya.
3. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara
aman dan efisien.
4. Bahwa terhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk
membina norma-norma perlindungan kerja.
5. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-
Undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan
kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat.
7
Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara
lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain
di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
B. Sumber Bahaya
Bahaya merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau
berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit,
kematian, kematian kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi
operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008). Bahaya juga termasuk
kerusakan harta benda didalamnya yaitu kerusakan lingkungan, dalam
definisi bahaya ini adalah aspek lingkungan (Cipta Kridatama, 2010).
Sumber bahaya merupakan faktor penyebab kerja yang dapat
ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya berasal dari:
a. Manusia
Termasuk pekerjaan dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar
kecelakaan, kerugian atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang
terampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umumnya
menyebabkan kecelakaan dan kerugian (Bennet N. B Silalahi dan
Rumondang B. Silalahi, 1995).
b. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika
tidak digunakan sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat
tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada
perawatan atau pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar bagian
dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin (Syukri
Sahab, 1997).
8
c. Bahan
Menurut Syukri Sahab (1997) bahaya dari bahan meliputi berbagai
risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain:
1) Mudah terbakar
2) Mudah meledak
3) Menimbulkan energi
4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh
5) Menyebabkan kanker
6) Menyebabkan kelainan pada janin
7) Bersifat racun
8) Radioaktif
Penggunaan senyawa yang bersifat karsinogenik dalam industri
maupun laboratorium merupakan problem yang signifikan, baik karena
sifatnya yang berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam
penanganannya. Bahan kimia dapat menyebabkan kecelakaan melalui
pernafasan (seperti gas beracun), serapan pada kulit (cairan), atau bahkan
tertelan melalui mulut (padatan dan cairan) (Ratnasari, 2009).
Bahan kimia berbahaya dapat digolongkan ke dalam beberapa
kategori, yaitu, bahan kimia yang eksplosif (oksidator, logam aktif,
hidrida, alkil logam, senyawa tidak stabil secara termodinamika, gas yang
mudah terbakar, dan uap yang mudah terbakar). Bahan kimia yang
korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam organik kuat,
asam organik lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik). Bahan
kimia yang merusak paru-paru (asbes), bahan kimia beracun, dan bahan
kimia karsinogenik (memicu pertumbuhan sel kanker) dan teratogenik
(Ratnasari, 2009).
d. Proses
Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang
dipakai. Proses yang dilakukan dengan menggunakan peralatan
sederhana dan peralatan yang komplek/rumit mempunyai potensi bahaya
yang berbeda. Dalam suatu proses sering digunakan faktor tambahan
9
yang dapat memperbesar faktor risiko bahaya. Tingkat bahaya dari suatu
proses kegiatan tergantung pada teknologi yang digunakan (Syukri
Sahab, 1997).
e. Cara kerja
Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap diri sendiri maupun
disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain adalah cara kerja yang
mengakibatkan hamburan debu, serbuk logam, percikan api, dan
tumpahan bahan berbahaya (Ratnasari, 2009).
f. Lingkungan kerja
Terdiri atas:
1) Fisik
a) Temperatur
Kondisi tempat kerja yang terlalu panas dapat menyebabkan
cepat lelah, karena kehilangan cairan tubuh. Sedangkan jika suhu
yang terlalu dingin menyebabkan tenaga kerja mudah sakit,
karena daya tahan tubuh menurun.
b) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan atau suara
yang intensitasnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 85
dB selama 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Dengan kondisi
melebihi NAB secara tidak langsung akan mempengaruhi alat
pendengaran, gangguan komunikasi, konsentrasi dan gangguan
fisik.pada awalnya gangguan tersebut bersifat sementara tapi
kemudian berubah menjadi permanen.
c) Penerangan
Penerangan yang intensitasnya kurang memadai atau
menyilaukan akan menyebabkan kelelahan pada mata yang pada
akhirnya akan menyebabkan rasa kantuk dan hal ini dapat
menyebabkan kecelakaan.
d) Getaran yang berlebihan
e) Radiasi
10
2) Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak
dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian
pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen
antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering
adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh
karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit
dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.
Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan:
a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan
kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk
petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol
untuk petugas/tenaga kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung
tangan, jas laboratorium) dengan benar.
d. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3) Biologi
Lingkungan kerja pada pelayanan kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-
kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber
dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang
menyebar melalui kontak dengan darah dan sekret (misalnya HIV dan
Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil
11
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit
pelayanan kesehatan cukup tinggi.
Pencegahan:
a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang
kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk
memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup
kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan
yang benar.
d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa
bahan infeksius dan spesimen secara benar
e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan diri dari petugas.
4) Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi
yang setinggi-tingginya. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan
dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri
pinggang kerja (low back pain).
5) Psikologis
Gangguan psikologis dapat terjadi karena adanya pressure
ditempat kerja, hubungan kerja yang kurang harmonis. Gangguan ini
12
dapat berupa gangguan fisik (tekanan darah, eksim, dan sebagainya)
(Suma’mur, 2009).
C. Faktor Penyebab Penyakit Tenaga Kerja
Dalam ruang atau di tempat kerja, biasanya terdapat faktor-faktor
yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:
1. Golongan fisik
2. Golongan chemis
3. Golongan infeksi
4. Golongan fisiologis
5. Golongan mental-psikologis
Adapun penjelasan dari masing-masing bagian antara lain:
Dari masing-masing golongan diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Golongan Fisik
a) Suara : menimbulkan pekak atau tuli
b) Radiasi :
Sinar-sinar Ro atau radioaktif : menimbulkan penyakit susunan
darah dan kelainan-kelainan kulit
Sinar inframerah : katarak
Sinar ultraviolet : konjungtivitis photoelektrika
c) Suhu
Terlalu tinggi : heat stroke, heat cramps, hyperpyrexia
Terlalu rendah : frostbite
d) Tekanan yang tinggi: dapat menyebabkan caisson disease
e) Penerangan lampu yang kurang baik : menyebabkan kelainan pada
indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadi
kecelakaan.
2. Golongan Chemis
a) Debu: menyebabkan pneumoconiosis (silicosis, asbestosis, dan
lain-lain)
b) Uap: menyebabkan metal fume fever, dermatitis, atau keracunan
13
c) Gas : menyebabkan keracunan oleh CO, H2S, dan lain-lain
d) Larutan : menyebabkan dermatitis
e) Awan atau kabut: racun serangga, racun jamur, dan lain-lain yang
menimbulkan keracunan.
3. Golongan Infeksi
Misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja
penyamak kulit.
4. Golongan fisiologis
Disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap badan
kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan, dan lain-lain yang
kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun
perubahan fisik tubuh pekerja misalnya spasme muskulorum.
5. Golongan Mental Psikologis
Kerja yang terpaksa/dipaksakan yang tidak sesuai dengan
kemampuan, suasana kerja yang tidak menyenangkan, pikiran yang
senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau teman kerja
yang tidak sesuai, pekerjaan yang cenderung lebih mudah
menimbulkan kecelakaan. Terlihat pada hubungan kerja yang tidak
baik, atau misalnya keadaan membosankan monoton (Suriyasa, 2012).
D. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu budaya, proses dan struktur dalam
mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem
manajemen yang baik (Soehatman, 2010). Manajemen risiko erat
hubungannya dengan manajemen K3. Keberadaan risiko dalam kegiatan
suatu instansi kesehatan mendorong perlunya upaya keselamatan untuk
mengendalikan risiko yang ada. Dengan demikian manajemen risiko
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen K3 seperti dua sisi
mata uang.
Dalam sistem manajemen K3 yang berlaku secara global yaitu OHSAS
18001 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan
14
mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk melakukan
identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan
menetapkan pengendalian yang diperlukan. Berdasarkan AS/NZS 4360:2004
terdapat beberapa keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan jika
menetapkan manajemen risiko, antara lain:
1. Fewer surprise
Pengendalian kejadian yang tidak diinginkan dengan cara identifikasi dan
melakukan usaha untuk menurunkan probabilitas dan mengurangi efek
buruk. Suatu instansi telah mampu menghadapi kejadian tidak diinginkan
dengan perencanaan dan persiapan.
2. Exploitation of opportunity
Sikap pencarian kemungkinan akan meningkat jika seseorang memiliki
kepercayaan diri akan pengetahuan tentang risiko dan memiliki
kemampuan untuk mengendalikannya.
3. Improved planning
Akses terhadap informasi strategis tentang organisasi, proses serta
lingkungan membuka kesempatan untuk muncul ide baru dan
perencanaan yang lebih efektif. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam memperbesar opportunity, mengurangi hasil negatif
dan mencapai performa yang lebih baik.
4. Economy and efficiency
Keuntungan dalam hal ekonomi dan efisiensi akan tercapai dengan lebih
fokus pada sumber daya, perlindungan aset, dan menghindari biaya
kesalahan.
5. Improved stakeholder relationship
Manajemen risiko mendorong komunikasi antara organisasi dengan
stakeholder mengenai alasan pengambilan suatu keputusan sehingga
tercipta komunikasi dua arah.
6. Improved information for decision making
Manajemen risiko menyediakan informasi dan analisis akurat sebagai
penunjang pengambilan keputusan dalam hal investasi dan merger.
15
7. Enhanced reputation
Investor, pemberi dana, suppliers, dan pelanggan akan lebih tertarik
terhadap perusahaan yang telah dikenal melakukan manajemen risiko
dengan baik.
8. Director protection
Dengan manajemen risiko yang baik maka pekerja akan lebih hati-hati
dan waspada terhadap risiko, sehingga menghindarkan dari masalah.
9. Accountability, assurance and governance
Keuntungan dan kelangsungan akan diperoleh dengan melaksanakan dan
mendokumentasikan pendekatan yang dilaksanakan suatu instansi.
10. Personal wellbeing
Manajemen risiko terhadap risiko pribadi secara umum akan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pribadi.
Manajemen risiko menurut standar K3L, terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard
Identification (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko), dan
Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan
HIRADC. Pelaksanaan HIRADC dalam proses manajemen risiko di setiap
area pada hierarki pengendalian. Dengan cara:
a. Menguraikan kegiatan kerja yang melibatkan material, proses dan produk
yang dihasilkan dalam suatu instansi.
b. Menemukan titik-titik bahaya dan aspek lingkungan yang ada pada
kegiatan suatu instansi.
c. Menemukan dampak potensial akibat dari bahaya dan aspek lingkungan
dari kegiatan yang sedang berjalan.
d. Melakukan pengendalian terhadap dampak potensial yang teridentifikasi.
e. Menentukan nilai risiko yang tergolong risiko low, high dan very high.
f. Menentukan tingkat risiko tergolong diterima atau tidak diterima pada
semua bahaya yang telah dilakukan pengendalian awal.
Mempertahankan dan meningkatkan pengendalian terhadap bahaya yang
mempunyai tingkat risiko diterima.
16
g. Melakukan tindakan pengendalian lanjutan terhadap bahaya yang
mempunyai tingkat risiko tidak diterima sehingga nilai risikonya turun
menjadi tingkat risiko diterima (Cipta Kridatama, 2010).
Tahap-tahap manajemen risiko yang seharusnya dilaksanakan di
setiap instansi adalah sebagai berikut:
a. Inventarisasi Kegiatan Kerja
Proses awal Manajemen Risiko dilakukan dengan inventarisasi
pekerjaan. Tim HIRADC yang terlibat dalam inventarisasi kegiatan kerja
haruslah orang yang berpengalaman dan mengerti benar keadaan jenis
pekerjaan dan bahaya terkait. Tidak berhenti pada pekerjaan yang terkait
langsung dengan pekerjaan mereka, namun juga termasuk efek dan kondisi
fasilitas dan kegiatan pihak lain yang mungkin bersinggungan dengan
operasi mereka.
b. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan
untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai
penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin
timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Identifikasi bahaya adalah proses
untuk mengenali bahaya yang ada dan mengidentifikasi sifat-sifatnya
(Cipta Kridatama, 2010).
Identifikasi bahaya dilihat secara terpisah pada setiap kegiatan
kerja, mencakup bahaya terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan
kerja. Secara sistematis sumber bahaya bisa dibedakan menjadi dua yaitu
faktor bahaya dan potensi bahaya. Adapun macam faktor bahaya antara
lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, faktor
fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan potensi bahaya berasal dari
tindakan maupun kondisi yang tidak aman (Tarwaka, 2004).
c. Identifikasi Efek Bahaya
Efek bahaya mencakup dampak terhadap manusia, alat kerja dan
lingkungan kerja. Asumsi yang digunakan adalah asumsi terparah yang
17
mungkin terjadi sebagai akibat kecelakaan, namun tetap dalam batasan
yang logis dan realistis.
d. Penilaian Risiko
Komponen utama yang terdapat dalam manajemen risiko yang
dikeluarkan oleh AS/NZS 4360:2004 antara lain:
1. Komunikasi dan konsultasi
Melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan
internal maupun eksternal terkait dengan proses manajemen risiko
secara keseluruhan. Selain itu juga dilakukan tindak lanjut dari hasil
manajemen risiko yang telah dilakukan untuk langkah pengembangan.
2. Penetapan tujuan
Merupakan langkah awal aktivitas manajemen risiko, yang bertujuan
untuk menentukan parameter proses termasuk kriteria risiko yang akan
dilakukan penilaian. Hal yang dilakukan meliputi menetapkan strategi,
kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan
dilaksanakan.
3. Identifikasi risiko
Mengidentifikasi dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisa lebih lanjut.
Selain itu, risiko termasuk dalam bahaya yang harus diidentifikasi,
dapat dilihat secara terpisah pada setiap kegiatan kerja, mencakup
bahaya terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja.
4. Analisis risiko
Mengidentifikasi dan mengevaluasi pengendalian yang sudah ada.
Menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi,
kemudian menentukan tingkatan risiko yang ada.
Risiko adalah kombinasi dari :
1) Probability: Kemungkinan terjadinya insiden atau dampak yang
mengakibatkan cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja), kerusakan harta
benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh
suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.
18
2) Frequency: Keseringan kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau
aspek lingkungan.
3) Severity: Keparahan dari cidera, PAK (Penyakit Akibat Kerja),
kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang
disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau
aspek lingkungan (Cipta Kridatama, 2010).
Penilaian risiko dilakukan dengan mempertimbangkan 3 aspek penting
yaitu peluang (probability), keseringan (frequency) dan keparahan
(severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri,
artinya semakin tinggi nilai peluang, keseringan dan keparahan maka nilai
risikopun semakin tinggi.
1) Peluang (Probability)
Peluang terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu:
a. Siapa yang melakukan pekerjaan (jumlah pelaku dan
kompetensinya)
b. Serumit apakah pekerjaan yang dilakukan
c. Dimana pekerjaan dilakukan (kompleksitas tempat kerja)
d. Kapan pekerjaan dilakukan (jam-jam menurunnya stamina dan
konsentrasi)
e. Bagaimana pekerjaan dilakukan (ada tidaknya prosedur baku)
f. Berapa lama pekerjaan tersebut (durasi pekerjaan)
g. Seberapa sering aktivitas tersebut ada (keterulangan pekerjaan)
h. Seberapa banyak jumlah beban kerja tersebut
Hal-hal diatas akan memberikan kontribusi terhadap tinggi rendahnya
peluang terjadinya kecelakaan pada suatu aktivitas kerja.
2) Keseringan (frequency)
Frekuensi menunjukkan tinggi keseringan suatu bahaya atau
paparan yang terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi dapat
ditetapkan misalnya keseringan dalam durasi tahunan, bulanan,
mingguan dan harian.
19
3) Keparahan (severitas)
Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita
jika kecelakaan benar-benar terjadi baik terhadap manusia, property
dan lingkungan. Nilai severitas yang ditetapkan dapat berdasarkan
jenis cidera yang terjadi seberapa besar kerugian perusahaan, gangguan
kesehatan yang dialami pekerja, ada tidaknya kejadian pencemaran
lingkungan dan komplain dari masyarakat maupun tuntutan hukum
dari pemerintah.
e. Penggolongan Nilai Risiko
Setelah dilakukan penilaian risiko terhadap masing-masing bahaya
dari pekerjaan maka dilaksanakan penggolongan risiko berdasarkan nilai
kombinasi antara probability, frequency dan severity. Nilai risiko tersebut
akan mempengaruhi nilai tingkat risiko. Untuk nilai tingkat very high dan
high maka dikelompokkan dalam kriteria yang tidak dapat diterima (non
acceptable risk). Sedangkan tingkat risiko medium dan low
dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (acceptable risk) (Cipta
Kridatama, 2010).
f. Tindakan Pengendalian Risiko
Dalam melakukan pengendalian hal yang harus dilakukan adalah
memulai dari tindakan terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka dengan
menurunkan tingkat pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau
mudah. Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hierarki
Pengendalian (Hirearki of Control). Hirearki pengendalian risiko adalah
suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang
mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan
(Tarwaka, 2008). Adapun hirearki pengendalian adalah sebagai berikut:
1) Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau menghilangkan
metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan bahaya secara
keseluruhan. Efektifitas dari eliminasi ini adalah 100%, artinya dapat
menghilangkan bahaya sampai pada titik nol.
20
2) Subtitusi
Subtitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang
mempunyai nilai risiko yang tinggi dengan yang mempunyai risiko
lebih kecil.
3) Rekayasa Teknik
Rekayasa Teknik merupakan suatu pengendalian bahaya secara
teknik yang bisa diterapkan untuk mengurangi paparan bahaya yang
ada. Langkah yang dilakukan dalam tahap ini misalnya dengan
memberikan peredam kebisingan pada mesin, dipergunakan room
control, dan penggunaan ventilasi penghisap.
4) Administrasi
Pengendalian administrasi dengan mengurangi atau menghilangkan
kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi.
Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi paparan
terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran kerja
(job rotation), sistem ijin kerja atau hanya dengan menggunakan tanda
bahaya. Pengendalian administrasi tergantung pada perilaku manusia
untuk mencapai keberhasilan.
5) Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap
bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi
keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini
tergantung dari alat pelindung diri yang dikenakan itu sendiri, artinya
alat yang digunakan haruslah yang sesuai dengan potensi bahaya dan
jenis pekerjaan yang ada.
Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat
ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan tingkat
paling atas dari hirearki pengendalian. Jika tingkat paling atas tidak dapat
dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian selanjutnya,
demikian seterusnya. Akan tetapi mungkin juga dapat dilakukan upaya-
21
upaya gabungan dari pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat
pengendalian risiko yang diinginkan.
g. Sisa Risiko
Setelah ditentukan tindakan pengendalian yang layak, maka tim HIRADC
harus menganalisa ulang kembali risiko dari aktivitas kerja tersebut. Bila
setelah dilakukan pengendalian awal nilai risiko masih tinggi atau sangat
tinggi maka pengendaliannya digolongkan dalam kategori tidak diterima. Hal
ini yang dimaksud dengan sisa risiko dimana harus dilakukan pengendalian
lanjutan. Tujuan dari pengendalian lanjutan ini adalah agar tingkat risiko
suatu bahaya dengan kategori tidak diterima dapat turun menjadi bahaya
dengan kategori yang dapat diterima.
22
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA
A. Sumber Data
Sumber data yang digunakan yaitu data primer. Data primer yang
diperoleh dengan melakukan observasi langsung mengenai pelaksanaan
program keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Selain itu data primer
lainnya diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait di
Puskesmas Masaran II.
B. Tehnik Pengambilan Data
Dalam penulisan laporan ini seluruh data yang digunakan sebagai bahan
penulisan diperoleh melalui:
1. Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan metode yang digunakan dalam
mengambil keputusan penyelesaian masalah dan pengumpulan data
berdasarkan buku-buku yang memberikan gambaran secara umum.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data di lapangan
dan dari lembaga terkait untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dan
mencari keterangan-keterangan secara faktual serta mendapatkan
pembenaran terhadap keadaan dan program yang sedang berlangsung
sesuai yang diharapkan.
3. Wawancara
Metode tanya jawab langsung kepada pihak yang berkepentingan
dalam hal kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan.
23
BAB IV
HASIL OBSERVASI
A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Masaran II
Aktivitas kegiatan sehari-hari di Puskesmas Masaran II yang
berhubungan dengan k3 meliputi:
1. Pasien datang
Pasien datang langsung menuju ke bagian loket pendaftaran. Jika
pasien baru dibuatkan kartu pendaftaran yang baru, jika pasien lama
menunjukkan kartu berobat kepada petugas pendaftaran.
2. Menunggu antrian
Setelah mendaftarkan diri pada bagian loket, pasien menunggu
antrian di tempat duduk yang sudah disediakan sampai dipanggil oleh
salah satu petugas bagian poli.
3. Memasuki poliklinik
Apabila pasien sudah dipanggil oleh petugas poli maka segera
memasuki salah satu ruangan yaitu poli umum, poli KIA ataupun poli
gigi. Pasien akan diperiksa kemudian diberikan surat pengantar
laboratorium oleh dokter jika diperlukan pemeriksaan lab atau langsung
diberikan resep obat oleh dokter jika tidak diperlukan pemeriksaan
laboratorium.
4. Melakukan fisioterapi atau pemeriksaan laboratorium
Setelah dari poli pasien menuju ruang fisioterapi atau laboratorium
jika diperlukan. Pada saat pemeriksaan penunjang di laboratorium, pasien
membawa surat pengantar yang diberikan oleh dokter ke ruang
laboratorium. Di ruang laboratoium pasien diambil sampel spesimen yang
dibutuhkan.
5. Menebus resep di apotek
Setelah keluar dari poli pasien dipersilahkan menebus resep di
apotek puskesmas.
24
6. Pasien pulang
Gambar 1. Alur Pelayanan Puskesmas
B. HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and Determining
Controls)
Risiko adalah gabungan dari kemungkinan (frekuensi) dan akibat atau
konsekuensi dari terjadinya bahaya tersebut. Penilaian risiko adalah penilaian
menyeluruh untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan apakah risiko
dapat diterima. Manajemen risiko adalah pengelolaan risiko yang mencakup
identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko.
Manajemen risiko terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko.
a. Identifikasi Bahaya
1) Bahaya terpeleset dan terjatuh
25
PENDAFTARAN
POLI UMUM POLI GIGI POLI KIA
LABORATORIUM
FISIOTERAPI
OBAT
PULANG
a) Bersumber pada jalan di depan poli yang miring dan jalan
berundak yang tinggi. Jalan tersebut merupakan akses yang sering
dilewati oleh pasien, karyawan dan pengunjung lainnya. Bahkan
tempat ini sangat dekat dengan poli pelayanan kesehatan sehingga
sangat memungkinkan menyebabkan terpeleset ataupun terjatuh
pada pasien, karyawan maupun pengunjung lainnya yang kurang
berhati-hati.
b) Bersumber pada lantai kamar mandi yang agak licin serta tidak
terdapat pegangan. Hal ini dapat menyebabkan pasien terjatuh.
Mengingat banyaknya pasien geriatri dan anak-anak yang
mendatangi puskesmas.
2) Bahaya tertimpa internit dan kayu dari atap
Bersumber pada atap yang sudah mulai rapuh. Hal ini dikarenakan
usia bangunan yang sudah tua sehingga perlu dilakukan renovasi.
Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan pasien, karyawan
maupun pengunjung lainnya cidera.
3) Bahaya tersandung kabel yang berada di lantai
Bersumber kabel yang berserakan di lantai. Keadaan ini tampak pada
jalan menuju kamar mandi. Hal ini sangat memungkinkan petugas
maupun pasien tersandung akibat kabel yang berserakan..
4) Bahaya dinding pembatas pada lantai 2 yang terlalu rendah
Bersumber pada dinding pembatas di lantai 2 yang terlalu rendah. Hal
ini dapat memungkinkan apabila ada petugas yang tidak berhati-hati
dalam berjalan maupun berdiri didekat dindingnya tersebut dapat
menyebabkan terjatuh di lantai 1.
5) Bahaya perbedaan tinggi tiap anak tangga
Bersumber pada tangga yang menuju lantai 2. Dimana tiap-tiap anak
tangga tingginya berbeda-beda sehingga apabila petugas ataupun
pasien yang tidak berhati-hati atau terburu-buru dapat terjungkal
maupun tersandung sehingga dapat menyebabkan cidera ringan
maupun patah.
26
6) Bahaya pasien terjatuh dari tempat tidur
Bersumber pada tempat tidur pasien yang tidak ada pengaman
samping di IGD maupun bangsal. Hal ini dapat menyebabkan pasien
terjatuh dari tempat tidur terutama pasien anak dan geriatri.
7) Bahaya tempat pembuangan sampah medis yang kurang sesuai
Bersumber pada sampah medis (spuite) yang masih belum ada tempat
pembuangan khusus (dirigen). Hal ini dapat menyebabkan
penyebaran infeksi karena limbah spuite di buang di tempat sampah
umum.
8) Bahaya tabung oksigen yang tidak di ikat
Bersumber pada tabung oksigen yang tidak diikatkan pada tembok dan
diletakkan di lorong ruangan. Hal ini dapat memungkinkan tabung
jatuh dan membahayakan orang yang lewat di dekat tabung. Hal ini
dapat menyebabkan menyebabkan luka ringan sampai dengan patah
tulang ringan.
9) Penggunaan APD yang kurang optimal
Penggunaan APD yang kurang optimal terutama sarung tangan pada
saat tindakan medis. Hal ini dapat menyebabkan infeksi atau bahaya
bagi petugas yang melakukan imunisasi.
b. Penilaian Risiko
Manajemen risikoHazard Identification, Risk Assesment and
Determining Control (HIRADC) mempertimbangkan 2 aspek penting
yaitu peluang (probability) dan keparahan (severity). Keduanya
berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, artinya semakin tinggi
nilai peluang dan keparahan maka nilai risiko pun akan semakin tinggi.
27
Risiko : Peluang (Probability) X Keparahan (Severity)
1) Peluang (probability)
Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau
paparan. Nilai standar terjadinya peluang terjadinya kecelakaan yang
ditetapkan sesuai dengan tabel di bawah ini:
Tingkatan Kriteria Penjelasan
5 Hampir pasti akan terjadi
Suatu kejadian akan terjadi pada semua
kondisi/setiap kegiatan yang akan
dilakukan
4Cenderung untuk dapat
terjadi
Suatu kejadian mungkin akan terjadi
pada hampir semua kondisi
3 Mungkin dapat terjadiSuatu kejadian akan terjadi pada
beberapa kondisi tertentu
2 Kecil kemungkinan terjadi
Suatu kejadian mungkin terjadi pada
beberapa kondisi tertentu, namun kecil
kemungkinan terjadi
1 Sangat jarang terjadi
Suatu kejadian mungkin dapat terjadi
pada suatu kondisi yang khusus/luar
biasa/setelah bertahun-tahun
Tabel 1. Nilai Peluang
2) Keparahan (severity)
Severity menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika
kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property
maupun lingkungan. Nilai risiko akan mempengaruhi tingkat risiko.
Tingkatan Kriteria Penjelasan
1Tidak
Signifikan
Tidak ada cedera, tidak ada gangguan kesehatan,
kerugian material kecil.
28
2 Minor
Cedera ringan, memerlukan perawatan P3K, ada
gangguan kesehatan ringan, langsung dapat ditangani,
kerugian material sedang.
3 Sedang
Memerlukan perawatan medis, dan dapat ditangani
dengan bantuan pihak luar, hilang hari kerja, kerugian
material cukup besar.
4 Mayor
Cedera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi tubuh
secara total, memerlukan perawatan
medis/penanganan khusus, kerugian material besar.
5 Bencana
Menyebabkan kematian / fatal, bahan toksik dan
efeknya merusak, menyebabkan ketergantungan
perawatan medis yang intensif & khusus, kerugian
material sangat besar.
Tabel 2. Penggolongan Nilai Risiko
3) Matriks penilaian risiko
PROBABILITY/
PELUANG
SEVERITY/ DAMPAK
1 2 3 4 5
5 MEDIUM HIGH HIGH EXTRIM EXTRIM
4 MEDIUM MEDIUM HIGH HIGH EXTRIM
3 LOW MEDIUM MEDIUM HIGH HIGH
2 LOW LOW MEDIUM MEDIUM MEDIUM
1 LOW LOW LOW MEDIUM MEDIUM
Tabel 3. Matriks PenilaianRisiko
29
E : EXTRIM RISK, memerlukan penanganan /tindakan segera
H : HIGH RISK, memerlukan perhatian pihak senior manajemen
M : MEDIUM, harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait
L : LOW RISK, Kendalikan dengan prosedur rutin & inspeksi K3
Adapun hasil penilaian risiko dan penggolongan kriteria risiko
terhadap bahaya yang ada di puskesmas Kebakkramat 1 dapat dilihat
pada lampiran.
c. Pengendalian Risiko
1) Bahaya terpeleset dan terjatuh
a) Bersumber pada jalan di depan poli yang miring dan jalan berundak
yang tinggi di depan poli. Hal ini dapat menyebabkan luka ringan
sampai dengan patah tulang. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan
probability : 3, frequency : 3, severity : 2 dan tingkat risiko medium.
Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik dan
subtitusi.
Rekayasa Teknik
Pengendalian dengan cara rekayasa teknik yaitu dengan
pemasangan rambu peringatan untuk tidak melewati area
jalan yang licin dan berundak yang tinggi.
Subtitusi
Pengendalian secara subtitusi yaitu di ganti dengan
tangga yang berundak.
b) Bersumber pada lantai kamar mandi yang agak licin dan tidak
terdapat pegangan. Hal ini dapat menyebabkan menyebabkan luka
ringan sampai dengan patah tulang ringan. Penilaian risiko dari
bahaya ini dengan probability : 4, frequency : 3, severity : 2 dan
tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui
metode rekayasa teknik dan subtitusi.
30
Rekayasa Teknik
Pengendalian dengan cara rekayasa teknik yaitu
dengan pemasangan alat bantu berpegangan di kamar mandi.
Subtitusi
Pengendalian secara subtitusi yaitu membersihkan
lantai kamar mandi secara rutin.
Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya
terjatuh termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Hal ini
telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin a yang menyatakan “Mencegah
dan mengurangi kecelakaan”.
2) Bahaya tersandung kabel yang berada dilantai
Bersumber dari kabel yang terdpat di lantai di jalan menuju kamar
mandi.. Hal ini dapat menyebabkan hubungan arus pendek. Dampak
yang ditimbulkan dapat berupa luka ringan. Penilaian risiko dari
bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 3, severity : 1 dan
tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode
rekayasa teknik.
Rekayasa Teknik
Pengendalian dengan cara rekayas teknik yaitu dengan ditempelkan
di tembok.
Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya
tersandung kabel tersebut termasuk dalam kriteria risiko yang dapat
diterima.
3) Bahaya dinding pembatas pada lantai 2 yang terlalu rendah
Bersumber pada dinding pembatas di lantai 2 yang terlalu rendah. Hal
ini dapat memungkinkan apabila ada petugas yang tidak berhati-hati
dalam berjalan maupun berdiri didekat dindingnya tersebut dapat
31
menyebabkan terjatuh di lantai 1. Hal ini dapat menyebabkan
menyebabkan luka berat sampai dengan kematian. Penilaian risiko dari
bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 3, severity : 4 dan
tingkat risiko high. Pengendalian bahaya dilakukan melalui metode
rekayasa teknik.
Rekayasa Teknik
Pengendalian dengan cara rekayasa teknik yaitu dengan
meninggikan tembok pembatas.
Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya terjatuh
dari lantai 2 tersebut termasuk dalam kriteria risiko yang dapat
diterima.
4) Bahaya penyimpanan tabung oksigen
Bersumber pada tabung oksigen yang tidak diikatkan pada tembok dan
diletakkan di lorong ruangan. Hal ini dapat memungkinkan tabung
jatuh dan membahayakan orang yang lewat di dekat tabung. Hal ini
dapat menyebabkan menyebabkan luka ringan sampai dengan patah
tulang ringan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 4,
frequency : 3, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian
bahaya dilakukan melalui metode rekayasa teknik.
Rekayasa teknik
Pengendalian dengan cara mengikat tabung dengan dinding tembok
dan ditempatkan di lokasi yang jarang dilalui.
Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya tabung
oksigen termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
5) Bahaya pasien terjatuh dari tempat tidur
Bersumber pada tempat tidur pasien yang tidak ada pengaman
samping di IGD maupun bangsal. Hal ini dapat menyebabkan pasien
terjatuh dari tempat tidur terutama pasien anak dan geriatri. Hal ini
dapat menyebabkan menyebabkan luka ringan sampai dengan patah
32
tulang ringan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 4,
frequency : 3, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian
bahaya dilakukan melalui metode subtitusi dan rekayasa teknik.
Subtitusi
Pengendalian dengan cara mengganti tempat tidur yang sudah
dilengkapi pengaman samping.
Rekayasa teknik
Pengendalian dengan cara menambah pengaman samping pada
tempat tidur yang sudah ada.
Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya terjatuh
dari tempat tidur termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
6) Bahaya pembuangan limbah medis
Bersumber pada sampah medis (spuite) yang masih belum ada tempat
pembuangan khusus (dirigen). Hal ini dapat menyebabkan
penyebaran infeksi karena limbah spuite di buang di tempat sampah
umum. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 4,
frequency : 3, severity : 2 dan tingkat risiko medium. Pengendalian
bahaya dilakukan melalui metode subtitusi
Subtitusi
Pengendalian masalah dengan cara mengganti tempat pembuangan
spuite yaitu diganti dengan drigen.
7) Penggunaan APD yang kurang optimal
Penggunaan APD yang kurang optimal terutama sarung tangan pada
saat imunisasi. Hal ini dapat menyebabkan infeksi atau bahaya
tertusuk jarum bagi petugas yang melakukan imunisasi.Hal ini dapat
menyebabkan tertusuknya tangan tenaga kesehatan sehingga tertular
penyakit dari pasien. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan
probability: 3, severity: 3 dan tingkat risikomedium. Pengendalian
33
bahaya dilakukan melalui metode rekayasa tekhnik. Rekayasa teknik
meliputi :
1) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen
saat melakukan imunisasi
2) Edukasi kepada tenaga kesehatan tentang bahaya tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa handscoen saat
melakukan imunisasi
3) Membuat peraturan yang tegas mengenai penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya
tertusuk jarum termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Sumber bahaya yang terjadi dapat berasal dari manusia, peralatan,
bahan, proses, cara kerja dan lingkungan kerja.
Manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC terdiri dari 3
langkah pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko yang
mempertimbangkan 2 aspek penting yaitu peluang (probability) dan
keparahan (severitas) dan pengendalian risiko yang terdiri dari rekayasa
tehnik dan substitusi.
2 aspek penilaian risiko berbanding lurus dengan nilai risiko itu
sendiri, artinya semakin tinggi nilai peluang dan keparahan maka nilai risiko
pun akan semakin tinggi. Hasil dari penilaian risiko tersebut dapat dinilai
dengan menggunakan matriks penilaian risiko, dimana hasil extrim risk
memerlukan penanganan /tindakan segera, high riskmemerlukan perhatian
pihak senior manajemen, medium harus ditentukan tanggung jawab
manajemen terkait dan low risk memerlukan pengendalian dengan prosedur
rutin & inspeksi K3.
34
B. Saran
1. Perlu adanya tim khusus untuk menangani masalah manajemen risiko di
Puskesmas Masaran II.
2. Pengendalian risiko di Puskesmas Kebakkramat 1 dapat dilakukan
dengan rekayasa teknik dan substitusi. Pengendalian risiko dengan
rekayasa teknik berupa pemasangan rambu peringatan di tempat yang
licin agar tidak dilewati oleh pengunjung dan karyawan puskesmas.
Pengendalian risiko dengan substitusi berupa memperbaiki penampungan
air, membersihkan lumpur yang ada di halaman puskesmas dan
membersihkan lantai kamar mandi secara rutin untuk mengurangi bahaya
terpeleset dan jatuh, memperbaiki langit-langit yang berlubang sehingga
mengurangi bahaya tertimpa langit-langit, mengganti atau menambahkan
jumlah stop kontak dan juga memperbaiki stop kontak yang
bergantungan untuk mengurangi risiko bahaya konsleting maupun
kebakaran
3. Perlu waktu yang cukup panjang untuk melakukan manajemen risiko di
Puskesmas Masaran II dengan menggunakan HIRADC agar hasil dari
pengendalian risiko lebih maksimal sehingga dapat diterapkan sesuai
standar keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan.
4. Hasil HIRADC sebaiknya dijadikan acuan pembuatan program
keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan di Puskesmas Masaran II.
35
DAFTAR PUSTAKA
Australia Standard/New Zealand Standar (AS/NZS 4360:2004). Pedoman Umum:
Risk Management AS/NZS 4360:2004.
Australia Standard/New Zealand Standar (AS/NZS 4360:2004). Petunjuk Teknis:
Handbook, Risk Management Guidelines Companion to AS/NZS 4360:2004.
Cipta Kridatama. 2010. Prosedur Klasifikasi Bahaya Penilaian dan Pengendalian
Risiko. Jakarta: PT Cipta Kridatama.
Mathis, dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Salemba Empat.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT.
Remaja Rosda Karya, Bandung.
Nagara, Sheddy Tjandra. 2008. Kesekretarisan Jilid 1 untuk SMK kelas 1. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Ratnasari ST. 2009. Analisis Risiko Keselamatan Kerja. Jakarta: Salemba Empat.
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakya.
Suma’mur PK. 1993. Ergonomi untuk Produktifitas Kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Suma’mur. 2001. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV.
Haji Masagung.
Suma'mur 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta:
Sagung Seto.
Suriyasa P. 2012. Penyakit Akibat Kerja. Handout Kuliah FK UNS.
Syukri Sahab. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: Bima Sumber Daya Manusia.
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. UNIBA PRESS. Cetakan Pertama. Surakarta. Hal. 35; 97-
101.
Tarwaka. 2008. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Harapan Press, Surakarta.
Undang-undang No.1 tahun 1997 Tentang Tujuan Keselamatan Kerja.
36
Undang-Undang Keselamatan Kerja No 1 tahun 1970.
http:// prokum.esdm.go.id/ uu / 1970 / uu -01- 1970 .pdf (Diakses 3 April 2014).
DOKUMENTASI
Jalan di depan poliklinik yang terlalu tinggi serta
jalan menurun
Dinding pembatas di lantai 2 yang terlalu pendek
37
Kabel yang tergeletak di lantai Jarak tinggi antar anak tangga yang berbeda-beda
Langit-langit internit yang sudah rapuh Lantai kamar mandi yang licin dan tidak ada pegangan di kamar mandi
38
top related