laporan hasil penelitian hubungan pemberian asi …
Post on 05-Feb-2022
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ
LAPORAN HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF
DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BAYI USIA 0 - 6 BULAN DI
RSAL DR. MINTOHARJO TAHUN 2012
DISUSUN OLEH :
SARAH DIASIH NATALIYA 2010727181
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Penelitian, Agustus 2012
Sarah Diasih Nataliya
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BAYI USIA 0–6 BULAN DI RSAL DR. MINTOHARDJO TAHUN 2012.
VII BAB + 43 Halaman + 2 Tabel + 6 Lampiran
ABSTRAK
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia tanpa atau disertai oleh radang parenkim paru. ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dan Non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 – 6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 42 orang responden. Analisa dilakukan secara bertahap yaitu analisa univariat dengan menggunakan distribusi frekwensi dan analisa bivariat untuk mengetahui hubungan variabel indipendent dan variabel dependent. Berdasarkan hasil uji chi square,hasil penelitian yang diperoleh adalah ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian ISPA pada bayi dengan P value = 0,005 dengan α = 0,05 sehingga P < 0,05 maka H0 ditolak. Disarankan untuk tenaga kesehatan agar memberikan pendidikan kesehatan pengetahuan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian ASI.
Daftar Pustaka: 14 (2000-2011) Kata Kunci: ISPA, ASI, Bayi
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya serta
nikmat sehat, iman, ilmu dan waktu sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir
Riset Keperawatan yang berjudul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dan Non
Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0 - 6 Bulan Di Rsal Dr.
Mintohardjo Tahun 2012”. Selama penyusunan penelitian ini, saya tidak lepas
dari berbagai hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan semua
pihak, akhirnya saya dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah saya
mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1. Kepada seluruh keluarga besar Simanungkalit yang telah memberikan dukungan
doa dan semangat yang telah membatu dalam menyelesaikan tugas penelitian ini.
2. Michiko Umeda., S.Kp., M.Biomed., selaku pembimbing Riset Keperawatan
Anak yang penuh dengan kesabaran dan telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya.
3. Bapak Muhammad Hadi, SKM., M. Kep. selaku ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta dan pembimbing Metodologi Riset yang telah banyak memberikan
bimbingannya kepada saya.
4. Kepada Kepala Rumah Sakit AL Dr. Mintohardjo, Laksma (K) Adi Riyono,
SPKL. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Tahun 2012.
iii
5. Ibu Dra. Nadjah Halimun dan Mas Agus selaku kepala PERPUS dan Staf yang
telah membantu mencari buku sumber untuk pembuatan laporan hasil penelitian.
6. Seluruh teman-teman PSIK angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang telah memberikan dukungan dan rasa kebersamaan seperti keluarga
sendiri.
Dengan segenap kerendahan dan keterbatasan diri yang dimiliki, saya menyadari
bahwa ini jauh dari kesempurnaan karena saya adalah tempatnya bersalah dan
hanya Allah tempat kebenaran.
Besar harapan saya semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk diri saya sendiri
maupun bagi orang banyak.
Jakarta, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL PENELITIAN LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI .............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Masalah Penelitian .............................................................................. 3 C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................... 3 D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4 E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep ISPA ...................................................................................... 6 B. Konsep ASI ....................................................................................... 10 C. Penelitian Terkait ................................................................................ 17
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ................................................................................ 19 B. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 20 C. Definisi Operasional ............................................................................ 20
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ................................................................................. 23 B. Tempat Penelitian ................................................................................ 23 C. Waktu Penelitian ................................................................................. 23 D. Populasi dan Sampel............................................................................ 24 E. Alat dan Cara Pengumpulan Data ....................................................... 26 F. Etika Penelitian .................................................................................... 27 G. Pengolahan Data ................................................................................. 28 H. Analisa Data ....................................................................................... 29
BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat ................................................................................. 31 B. Analisa Bivariat .................................................................................. 33
BAB VI PEMBAHASAN 1. Analisa Univariat ................................................................................. 36 2. Analisa Bivariat ................................................................................... 39
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 41 B. Saran ................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran I : Lembar Persetujuan Peneliti
Lampiran II : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran III : Lembar kuesioner
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Table variabel independen dan dependent .......................................... 22
2. Tablel 5.1 distribusi karakteristik responden berdasarkan data demografi ........... 33
3. Tablel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel ................ 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau sering disebut ISPA adalah suatu penyakit
yang banyak diderita di kalangan masyarakat. Penyebab utama semua jenis ISPA
adalah infeksi bakteri dan Streptococcus pneumonia atau Haemophillus influenza
(Anonim, 2002). Hal ini bertolak belakang dengan situasi di negara maju, yang
penyebab utamanya adalah virus (WHO, 2003). Selain itu, lingkungan atau tempat
tinggal juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA yaitu
apabila luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni akan menyebabkan
kurangnya asupan oksigen dan memudahkan terjadinya penularan infeksi (Cahaya,
2005).
Menurut World Health Organization ± 13 juta anak balita di dunia meninggal
setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang,
dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2007). Berdasarkan data
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, prevalensi ISPA masih cukup tinggi
yaitu sebesar 0,76% pada bayi di Indonesia.
2
Di Jakarta pada tahun 2010, ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit
terbanyak yang terdapat di masyarakat (Dewi, 2012).Berdasarkan data fakultas
Kedokteran UI menyebutkan, ada sekitar 4 juta warga Indonesia yang menderita
penyakit ISPA pertahun, dan sekitar dua juta kematian pertahunnya, itu berarti ada
kematian dalam setiap 15 detik pada bayi dan anak dibawah umur 5 tahun (Suara
Pembaruan, 2011).
UNICEF memperkirakan bahwa pemberian Asi eksklusif sampai 6 bulan dapat
mencegah kematian 1,3 juta anak berusia dibawah 5 tahun.Penelitian Ghana (2004)
menunjukkan 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi
sejak hari pertama hari kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22% jika pemberian
ASI dimulai dalam 1 jam setelah kelahiran bayi (Anik,2009). American Academy of
Pediatrics (AAP) merekomendasikan ibu untuk memberi ASI eksklusif selama
sekurang-kurangnya 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 1 tahun (Costance,2010).
Menurut Utami (2009) pemberian asi eksklusif bagi bayi meningkatkan daya tahan
tubuh karena mengandung berbagai zat anti kekebalan bayi terutama selama minggu
pertama (4-6 hari) pada kolostrum sehingga akan lebih jarang sakit dan mengurangi
terjadinya diare, sakit telinga dan infeksi saluran pernapasan. Pendapat tersebut
diperkuat dengan penelitian Hausniati (2007), bahwa ASI memberikan kekebalan
maksimal dan paling baik pada tahun-tahun awal kehidupan yang dapat menunjang
kesehatan bayi, dimana pemberian asi eksklusif menurunkan resiko berbagai
penyakit salah satunya adalah ISPA.
3
Di RSAL dr. Mintohardjo didapatkan data bahwa kasus terbanyak pada tahun 2011
dari bulan Januari hingga Desember adalah kasus diare dengan angka kejadian 189
kasus dan yang kedua dengan kasus kejadian ispa pada bayi ± sebanyak 115 kasus,
dan yang ketiga adalah kejang demam sebanyak 44 kasus.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti hubungan pemberian asi
eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ispa pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL
dr. Mintohardjo.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas dan pentingnya pemberian ASI eksklusif pada
bayi, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut tentang
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6
bulan di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012.
C. Pertanyaan Peneliti
Apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian
ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012.
4
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif
dan non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Teridentifikasinya pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi
usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012.
2. Teridentifikasinya pemberian ASI non eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012.
3. Teridentifikasinya hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif
dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo
tahun 2012.
E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit
Manfaat yang diharapkan bagi Rumah Sakit dari penelitian ini adalah
mendukung ibu dalam memberikan ASI pada bayinya sehingga meningkatkan
sasaran mutu di RSAL dr. Mintohardjo.
5
2. Profesi keperawatan
Profesi Keperawatan dapat memberikan kontribusi sebagai pemberi layanan
asuhan keperawatan dalam memberikan pengetahuan dan pendidikan kesehatan
tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian
ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo.
3. Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dapat membantu mengembangkan Ilmu Keperawatan Anak dan
menjadi sumber data dasar bagi penelitian selanjutnya, khususnya tentang
hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA
pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo.
4. Peneliti
Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga kesehatan untuk mendukung program
pemerintah dalam menyukseskan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
Mampu mengaplikasikan ilmu yang didapat di perkuliahan yaitu mata kuliah
Riset Keperawatan, tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dan non
eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo.
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep ISPA
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia tanpa atau disertai oleh
radang parenkim paru (Alsagaff dan Muhty, 2002). Infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adnexsanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2005). ISPA adalah penyakit saluran
pernapasan akut dengan perhatian khusus pada radang paru (pneumonia) dan bukan
penyakit telinga dan tenggorokan (Widoyono, 2011).
1. Etiologi
Menurut Vietha (2009), etiologi ISPA adalah lebih dari 200 jenis bakteri, virus
dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain genus streptococus, Stafilococus,
hemafilus, bordetella, hokinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
mikrovirus, adnovirus, dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA ada-
6
7
lah influensa yang ada di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak – anak di bawah usia 2
tahun yang kecepatan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA. Beberapa
faktor lain yang diperkirakan berkontrubusi terhadap kejadian ISPA pada anak
adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan.
2. Klasifikasi ISPA
Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu:
a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: pneumonia berat dan
bukan pneumonia. pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat
(Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau
lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam
(Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan
tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Widoyono,
2011).
b. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas:
pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila
disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya
batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur,
8
yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Widoyono, 2011).
3. Gejala ISPA menurut (Widoyono, 2011)
Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria yang
digunakan adalah pola tatalaksana penderita ISPA pada balita, ditandai dengan
adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi
napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit
dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
(chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan
adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali permenit
atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke
dalam (severe chestindrawing).
Bukan pneumonia apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai
tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita
dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan
frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam. (Depkes, 2002)
9
Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang
dikelompokkan sebagai tanda bahaya :
a. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi
napas), demam.
b. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.
4. Penatalaksanaan dari ISPA menurut (Semltzer, 2001 ) adalah:
1. Medis.
a. Diet cair dan lunak selama tahap akut.
b. Untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukos yang antiboitik,
misal amoxilin, ampixilin.
c. Antistetik topikal sepertilidokain, orabase atau diklorin memberikan
tindakan peredaan nyeri oral.
2. Keperawatan.
a. Penyuluhan pada pasien tentang cara memutus infeksi.
b. Meningkatkan masukan cairan.
c. Menginstruksikan pada pasien untuk meningkatkan drainase seperti
antalasi uap.
Sedangkan penatalaksanaan ISPA menurut Depkes RI (2006):
a Untuk penatalaksanaan ISPA ringan atau pneumonia adalah jika anak
penderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan dirumah tidak
10
perlu dibawa ke dokter atau pskesmas. Dirumah dapat diberikan penurun
panas, akan tetapi jika dalam 2 hari gejala belom hilang anak harus segera
dibawa ke dokter atau puskesmas terdekat.
b Untuk penatalaksanaan ISPA yang tergolong sedang atau pneumonia
maka harus diperiksakan pelayanan kesehatan mendapatkan terapi obat.
Antibiotik untuk membunuh virus dan bakteri yang ada dan mendapatkan
terapi oksigen 2 sampai 4 liter/hari.
c Untuk penatalaksanaan ISPA yang tergolong berat atau pnemonia berat
harus dirawat dirumah sakitnatau puskesmas, karena perlu mendapatkan
perawatan dengan perawatan khusus seperti oksigen dan cairan infus.
B. Konsep ASI
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6
bulan,tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(PP No.33 Thn 2012 Bab I Pasal I Ayat 2). Pemberian ASI secara mutlak, penting
dilakukan,mengingat manfaat yang akan diperoleh si bayi. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO), hal ini untuk menghindari alergi dan menjamin kesehatan
bayi secara optimal.Karena di usia ini, bayi belum memiliki enzim pencernaan
sempurna untuk mencerna makanan atau minuman lain. Meski begitu, kebutuhan si
buah hati akan zat gizi akan terpenuhi jika mengkonsumsi ASI. ASI adalah satu
jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik,
psikologisosial maupun spiritual.
11
ASI mengandung nutrisi yang mencakup hampir 200 unsur zat makanan, hormon,
unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi (Hubertin, 2003). ASI
adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garam organik yang
disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi,
(Utami, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian ASI murni tanpa diberi tambahan
lain seperti cairan air putih, teh, madu, buah, maupun makanan tambahan seperti
bubur susu atau bubur saring, dan sebagainya sampai bayi usia 6 bulan (Suradi,
2006).
I. Manfaat ASI
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula.
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang
menyusui.
Manfaat ASI bagi bayi:
1. ASI merupakan sumber gizi sempurna ASI mengandung zat gizi berkualitas
tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi.
(Rulina, 2007).
2. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi sudah dibekali immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) yang didapat
dari ibunya melalui plasenta. ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang
mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan
12
jamur. Colostrum (cairan pertama yang mendahului ASI) mengandung zat
immunoglobulin 10 - 17 kali lebih banyak dari ASI (Cahyadi, 2007).
II. Komposisi ASI
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5 %, oleh karena itu bayi
yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada
ditempat yang suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna
bayi, sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang
dapat menyebabkan terjadinya diare dan infeksi saluran pernafasan pada bayi
yang mendapat susu formula.
a. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah
satu sumber untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hamper dua
kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula. Kadar
karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah
melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. (Badriul, 2008)
b. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI dan susu
formula terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih
banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi.,
sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih
13
sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya
30% dibanding susu formulayang mengandung protein ini dalam jumlah
yang tinggi (80%).
c. Lemak
Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian meningkat
Jumlahnya. Lemak ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi yang
terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada 5 menit pertama isapan akan
berbeda dengan 10 menit kemudian. Kadar lemak pada hari pertama berbeda
dengan hari kedua dan akan berubah menurut perkembangan bayi dan
kebutuhan energi yang dibutuhkan bayi.
Selain jumlahnya yang mencukupi, jenis lamak yang ada dalam ASI
mengandung lemak rantai panjang yang merupakan lemak kebutuhan sel
jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang
cukup tinggi. Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA (Docoso Hexsaconic
Acid) dan Acachidonid acid merupakan komponen penting untuk meilinasi.
Asam linoleat ada di dalam ASI dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak
ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI juga mengandung
enzim lipase yang mencerna lemak trigliserida menjadi digliserida, sehingga
sedikit lemak yang tidak diserap oleh sistem pencernaan bayi (Hubertin,
2004).
14
d. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah
tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan kalsium di dalam
ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan jumlahnya tidak dipengaruhi
oleh diit ibu. Garam organik yang terdapat di dalam ASI terutama adalah
kalsium, kalium, sedangkan kadar Cu, Fe, dan Mn yang merupakan bahan
untuk pembuat darah relatif sedikit. Ca dan P yang merupakan bahan
pembentuk tulang kadarnya dalam ASI cukup (Soetjiningsih, 1997).
e. Vitamin
Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai
faktor pembekuan. Kadar vitamin K di dalam ASI hanya seperempatnya
kadar dalam susu formula. Bayi yang hanya mendapat ASI berisiko untuk
mengalami perdarahan, walaupun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh
karena itu pada bayi baru lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya
dalam bentuk suntikan (Badriul, 2008).
Vitamin D
Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. hal ini
tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka
bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari.
Sehingga pemberian ASI eklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar
15
pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang
karena kekurangan vitamin K (Badriul, 2008).
Vitamin E
Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel
darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya
kekurangan darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI adalah kandungan
vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal
(Badriul, 2008).
Vitamin A
Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI
mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A, tetapi juga bahan
bakunya yaitu beta karoten (Badriul, 2008).
Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat,
vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh
terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup
tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folatmungkin
rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).
16
Akibat bila bayi tidak diberi ASI yaitu:
1) Bayi tidak memperoleh zat kekebalan tubuh, sehingga mudah mengalami
sakit. Bayi tidak mendapat makanan yang bergizi dan berkualitas tinggi
sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasannya serta rentang terhadap penyakit, khusus nya penyakit ISPA.
Akibat bila ASI diganti dengan susu formula
1) Kemungkinan terjadi pencemaran sehingga bayi mudah terserang infeksi,
misalnya: diare, batuk, pilek, radang tenggorokan, demam, dan sebagainya.
2) Kemungkinan terjadi kekeliruan pengenceran, sehingga beresiko yang
sangat tidak menguntungkan bayi, misalnya bayi susah buang air besar atau
mencret.
3) Bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang diberikan makanan pendamping
ASI mempunyai resiko 3-4 kali lebih besar terkena infeksi saluran nafas
atas (ISPA), (Ira, 2009)
ASI eksklusif merupakan keperluan yang amat penting bagi bayi. Pemerintah
Republik Indonesia (RI) menganjurkan para ibu memberi ASI eksklusif kepada
bayi sekurang- kurangnya 6 bulan. Bayi yang tidak pernah mendapat ASI
eksklusif dua kali lebih sering masuk rumah sakit dibanding yang mendapat
ASI eksklusif. Lama pemberian ASI juga berkaitan dengan resiko bayi
menderita ISPA. Dikatakan bahawa prevalensi berlaku ISPA pada bayi
berkurang dengan meningkatnya lama pemberian ASI. Pemberian MP-ASI
17
yang terlalu dini yaitu usia bayi kurang dari 4 bulan merupakan faktor risiko
terjadinya pneumonia aspirasi (Naim, 2001).
Menurut Utami (2009) pemberian ASI eksklusif bagi bayi meningkatkan daya
tahan tubuh karena mengandung berbagai zat anti kekebalan bayi terutama
selama minggu pertama (4-6 hari) pada kolostrum sehingga akan lebih jarang
sakit dan mengurangi terjadinya diare,sakit telinga dan infeksi saluran
pernapasan. Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Hausniati (2007),
dimana dalam penelitian disebutkan bahwa ASI memberikan kekebalan
maksimal dan paling baik pada tahun-tahun awal kehidupan yang dapat
menunjang kesehatan bayi . Pemberian ASI eksklusif menurunkan resiko
berbagai penyakit salah satunya adalah ISPA.
Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Abdullah (2003), dimana dalam
penelitian disebutkan bahwa pemberian ASI eksklusif yang cukup memberikan
efek tidak terjadinya penyakit ISPA pada bayi umur 0-6 bulan. Pemberian ASI
eksklusif sangat-sangat penting karena dapat mencegah terjadinya penyakit
ISPA.
C. Penelitian Terkait
a. Pemberian ASI terbukti efektif bagi perkembangan dan imunitas anak yang
dapat dilihat dari penelitian (Zizka dkk, 2007). Penelitian ASI eksklusif juga
dilakukan Abdullah (2003) di Jakarta didapatkan pemberian ASI cukup
memberikan efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada anak usia 0-4 bulan.
18
Pemberian ASI terbukti efektif dalam mencegah infeksi pada pernapasan dan
pencernaan.
b. Penelitian yang dilakukan oleh (Softic dkk, 2004), yaitu dengan
mengobservasi anak yang berusia 6 bulan yang ketika lahir memiliki BBLR
dan usia kelahiran kurang dari 37 minggu. Sebanyak 612 kuesioner
dibagikan dan didapat sebanyak 493 responden yang bersedia mengisi
kuesioner. Dari hasil kuesioner didapatkan sebanyak 395 anak
mengkonsumsi ASI eksklusif dan 98 anak mengkonsumsi susu formula.
Bahwa anak yang mengkonsumsi susu formula lebih rentan mengalami
infeksi pernapasan dan pencernaan (Aprillia, 2011).
19
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Dalam sebuah penelitian diperlukan suatu kerangka konsep yang dapat membantu
menyimpulkan dan mengintegrasikan sebuah kenyataan yang ada. Dari konsep yang
menjadi rujukan bagi peneliti dapat diturunkan suatu hubungan yang berkaitan erat
dan berkesinambungan, sehingga dapat dibentuk sebuah kerangka konsep sebagai
berikut :
Pemberian ASI
ASI eksklusif
Non eksklusif
Kejadian ISPA Pada Bayi
Independent
Dependent
19
Data Demografi
Umur
Jenis kelamin
20
Dalam kerangka konsep ini peneliti ingin mengetahui tentang hubungan pemberian
ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di
RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012.
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi.
2. Ada hubungan pemberian ASI non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi.
C. Definisi Operasional
Pada penelitian ini terdapat dua table yaitu tentang variabel independen dan
dependent. Variabel independen adalah hubungan pemberian ASI eksklusif dan non
eksklusif di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012. Sedangkan variabel dependent
adalah adanya kejadian ISPA pada bayi.
21
3. 1. Table variabel Independen dan Dependent
N
O
VARIABEL DEFINISI
OPERATIONAL
ALAT CARA
UKUR
HASIL SKALA
UKUR
1. Independent
Pemberian
ASI
- ASI
eksklusif
Pemberian ASI
murni tanpa diberi
tambahan lain
seperti cairan air
putih, teh, madu,
buah, maupun
makanan tambahan
seperti bubur susu
atau bubur saring,
dan sebagainya
sampai bayi usia 6
bulan
Kuesio
ner
Kuesioner
dalam
bentuk
pertanyaa
n/ tes dan
wawancar
a
Ordinal
0 = Non
Eksklusif
1 =
Eksklusf
- Non
eksklusif
Pemberian MP-ASI
pada bayi seperti
cairan air putih,
teh, madu, buah,
22
maupun makanan
tambahan seperti
bubur susu atau
bubur saring, dan
sebagainya
2. Dependent
Kejadian
ISPA pada
bayi usia 0 -
6 Bulan
Penyakit saluran
pernapasan akut
dengan perhatian
khusus pada radang
paru (pneumonia)
dan bukan penyakit
telinga dan
tenggorokan pada
bayi dengan adanya
gejala seperti
batuk, pilek, baik
disertai maupun
tidak disertai sesak
napas.
Kuesio
ner
Kuesioner
dalam
bentuk
pertanyaa
n/ tes dan
wawancar
a
0 = tidak
mengala
mi ISPA
1 =
mengala
mi ISPA
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menjelaskan metodologi penelitian diantaranya meliputi desain
penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data,
etika penelitian, pengolahan data, serta analisa data.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam
melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Desain penelitian yang
digunakan penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Pendekatan deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia
0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012.
B. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah di RSAL dr. Mintohardjo.
C. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juli tahun 2012 di RSAL dr.
Mintohardjo.
23
24
D. Populasi Dan Sampel
1. Populasi atau disebut juga dengan istilah universe atau keseluruhan, adalah
sekelompok individu atau obyek yang memiliki karakteristik yang sama (Imron
& munif, 2010). Populasi yang diambil sebagai subjek peneliti adalah bayi usia 0
– 6 yang mempunyai hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif
dengan kejadian ISPA di RSAL dr. Mintohardjo.
2. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sedangkan sampling
adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang ada
(Nursalam, 2003). Pengambilan sampel ini dilakukan secara purposive sampling
yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara
populasi sesuai dengan yang di kehendaki peneliti (Setiadi, 2007).
3. Kriteria sampel yang dipilih peneliti sebagai responden adalah ibu yang memiliki
bayi usia 0-6 bulan, mampu baca tulis, bersedia untuk diteliti, kooperatif, serta
telah terlebih dahulu bersedia dan menandatangani persetujuan menjadi
responden.
Untuk menentukan besar sampel yang peneliti ambil, berdasarkan teori yang
didapat dari (Budiarto, 2001) digunakan rumus:
25
Keterangan
n = perkiraan jumlah sampel
p = Proporsi penelitian, jika tidak diketahui
Z = Confidence interval untuk α = 0,1 maka Z = 1,64
q = 1- p (100% - p)
d = tingkat kesalahan yang dipilih 10% (0,1)
N = jumlah populasi 115
nk = sample dengan populasi di ketahui
n
n = 67
Jadi responden yang akan di ambil sebanyak 42 responden
n = z2 (p.q)
d2
n = 1,642 (0,5 . 0,5)
0,12
n = 2,68 0,25
0,01
n = 0,67
0,01
nk = n
1 + n
N
= 67
1+ 67
115
= 67
1,58
= 42 Responden
26
E. Alat Dan Cara Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Kuisoner di isi oleh responden. Adapun isi dari kuisioner ini tentang variabel
independent (ASI eksklusif dan non eksklusif) dan dependent ( kejadian ISPA
pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo).
Kuisioner ini di buat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep
yang ada terdiri dari:
a. Data demografi dari nomor 1 s/d 2 yaitu yang di isi dengan mengisi kotak
kosong dengan cara cek list (√) pada kotak yang tersedia.
b. Pertanyaan kuisioner dengan cara mengisi jawaban yang sesuai yaitu dari 1 s/d
10 pilihan tes tentang Pemberian ASI, sedangkan pernyataan nomor 11 s/d 15
mengenai variabel dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo tahun 2012.
Uji coba kuisioner
Proses uji coba kuisioner dilakukan terlebih dahulu oleh peneliti, pada
responden yang berbeda dengan karakteristik yang sama dan peneliti
melakukan uji coba pada 10 responden dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-
6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo dengan nilai Cronbach’s Alpha = 0.992
2. Cara Pengumpulan Data
Adapun prosedur pengumpulan data sebagai berikut:
a. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin berupa surat izin
penelitian dari pihak terkait, yaitu institusi PSIK FKK UMJ.
27
b. Menyerahkan surat izin penelitian dari institusi terkait ke RSAL dr. Mintoharjo.
c. Setelah mendapatkan persetujuan, kemudian peneliti mendatangi responden
untuk melakukan pendekatan pada responden serta memberikan penjelasan
tentang maksud dan tujuan dari penelitian, kemudian meminta kesediaan
responden dengan menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi
responden.
d. Mengobservasi dan mengkaji responden sebelum melakukan pengisian lembar
kuesioner.
e. Menyebarkan kuesioner setelah dilakukan intervensi kepada responden dan
menjelaskan cara mengisi kuesioner.
f. Setelah selesai, peneliti mengoreksi kelengkapan jawaban dari responden dan
apabila ada yang belum lengkap maka responden diminta untuk
melengkapinya.
g. Kuesioner yang telah diisi diambil dan dikumpulkan oleh peneliti sebagai
bahan selanjutnya untuk di analisa.
F. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan izin tertulis dari PSIK FKK
UMJ yang diserahkan kepada RSAL dr. Mintohardjo. Setelah mendapatkan
persetujuan, menurut Hidayat (2007) masalah etika yang harus diperhatikan yaitu:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut
28
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Anomity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
G. Pengolahan Data
Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data telah selesai. Data yang telah
terkumpul dalam bentuk kuesioner yang telah diisi secara lengkap oleh responden,
yang meliputi:
1. Editing
Pengecekan kuesioner tentang kelengkapan isian, kejelasan, relevansi, dan
konsistensi jawaban yang diberikan.
29
2. Coding
Merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Hal
ini untuk memudahkan pengelolahan data statistik.
3. Scoring
Untuk memberikan nilai dari jawaban kuesioner yang telah di kembalikan oleh
responden. Hal ini untuk memudahkan pengelolahan data secara statistik.
4. Processing
Proses data yang dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner ke paket
program komputer.
5. Clearing
Kegiatan pengecekan kembali yang telah dimasukkan untuk melihat ada tidaknya
kesalahan.
H. Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan dua tahap yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan untuk melihat distribusi frekwensi dari masing-masing
variabel independent dan dependent kemudian diintepretasikan.
2. Analisa Bivariat
Analisa ini menghubungkan setiap variabel dependent yang ada dalam konsep
penelitian dengan variabel independent, dengan tujuan untuk melihat apakah
hubungan yang terjadi memang bermakna secara statistik atau terjadi secara
kebetulan. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya
hubungan antara variabel independent dan variabel dependent serta jenis data
30
yang diteliti adalah katagorikal maka teknik analisa data yang dipergunakan
adalah uji Chi Square. Tingkat signifikan atau derajat kemaknaan yang dipilih
dalam penelitian ini adalah 5% (=0,05)
Keterangan:
Simbol O (Observed) = Nilai yang di dapat dari penelitian/objektif
Simbol E (Expected) = Nilai yang diharapkan
Simbol X2 = Nilai uji Chi Square atau distribusi kuesioner
X2= ∑ ( O – E )2
E
26
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian berhubungan dengan hubungan pemberian
ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 – 6 bulan di
RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik
variabel penelitian, dan dianalisis dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat.
A. Analisa Univariat
Analisa univariat menjelaskan secara deskriptif mengenai variabel-variabel
penelitian yang terdiri dari karakteristik responden, seperti: umur, jenis kelamin,
pemberian ASI dan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan yang dapat dilihat
pada tabel 5.1.
31
32
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi, Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dan Non Eksklusif Dengan
Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0 - 6 Bulan Di RSAL dr. Mintohardjo.
No. Variabel Kategori Frekuensi (%) n = 42
1. Umur ≤ 6 bulan > 6 bulan
42 (100%) 0 (0%)
2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
22 (52,4%) 20 (47,6%)
3. Pemberian ASI Non Eksklusif Eksklusif
28 (66,7%) 14 (33,3%)
4. Kejadian ISPA pada
Bayi
Tidak mengalami ISPA
Mengalami ISPA
20 (47,6%) 22 (52,4%)
Berdasarkan data pada tabel 5.1 diatas maka :
1. Dapat disimpulkan variabel umur terbanyak adalah kategori umur ≤ 6
bulan sebanyak 42 anak (100%).
2. Variabel jenis kelamin terbanyak adalah kategori laki-laki sebanyak 22
anak (52,4%).
3. Variabel pemberian ASI terbanyak adalah kategori Non Eksklusif
sebanyak 28 orang (66,7%).
4. Variabel kejadian ISPA pada bayi terbanyak adalah kategori tidak
mengalami ISPA sebanyak 20 anak (47,6%).
33
B. Analisa Bivariat
Pada analisa bivariat, peneliti ingin mengetahui hubungan dua variabel, yaitu
variabel independen (pemberian ASI) dengan variabel dependen (kejadian ISPA
pada bayi), kedua variabel ini bersifat kategorik, maka uji statistik yang digunakan
adalah uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan 5% yaitu 0,05.
Tabel 5.2
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dan Non Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0 - 6 Bulan Di
RSAL dr. Mintohardjo.
Variabel Independent
Variabel Dependent
Total OR
95 % CI
p
value
Kejadian ISPA Pada
Bayi
Tidak Mengalami
ISPA
Mengalami ISPA
N % N % N %
Pemberian ASI
Non Eksklusif
Eksklusif
2
20
14,3
71,4
12
8
85,7
28,6
14
28
100
100
15,000
2,722 –
82,668
0,002
34
C. Hubungan Antara Pemberian ASI Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia
0-6 Bulan Di RSAL dr. Mintohardjo.
Berdasarkan tabel 5.2 hasil analisis didapatkan variabel pemberian ASI yang
mengalami ISPA pada pemberian ASI non eksklusif sebanyak 12 anak (85,7%).
Hasil uji statistik p value 0,002 (α < 0,05), secara statistik dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara pemberian ASI non eksklusif dengan kejadian ISPA
pada bayi usia 0 - 6 bulan Di RSAL dr. Mintohardjo. Hasil analisis diperoleh
nilai Odds Ratio (OR) sebesar 15,000 artinya pemberian ASI non eksklusif
berpeluang sebesar 15,000 kali untuk terjadinya ISPA pada bayi Usia 0 - 6 Bulan
di RSAL dr. Mintohardjo dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.
35
BAB VI
PEMBAHASAAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dan
non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo. Adapun pembahasannya meliputi karakteristik responden berdasarkan
variabel penelitian, dan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo. Pada bab ini juga akan menjelaskan keterbatasan peneliti yang telah
dilaksanakan. Adapun keterbatasan yang peneliti temukan selama masalah penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Adanya keterbatasan waktu peneliti dalam penelitaian ini sehingga penelitian ini
tidak dapat selesai pada waktu yang sudah ditentukan.
2. Adanya keterbatasan peneliti untuk menemukan sumber-sumber data yang terkait
dengan penelitian ini.
3. Isi instrumen masih terbatas belum tergali secara sempurna pada penelitian ini.
4. Tempat penelitian hanya di lakukan di RSAL dr. Mintohardjo saja sehingga belum
dapat menggambarkan/membandingkan di rumah sakit lain.
35
36
A. Pembahasan
I. Analisa Univariat
a Karakteristik kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo berdasarkan umur. Hasil penelitian menunjukkan tingkat umur
responden yang paling banyak adalah umur ≤ 6 bulan sebanyak 42 orang
(100%) dari jumlah 42 responden yang dijadikan sampel.
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (PP No.33 Thn 2012 Bab I Pasal I Ayat 2). ASI eksklusif
merupakan keperluan yang amat penting bagi bayi. Pemerintah Republik
Indonesia (RI) menganjurkan para ibu memberi ASI eksklusif kepada bayi
sekurang- kurangnya 6 bulan. Bayi yang tidak pernah mendapat ASI
eksklusif dua kali lebih sering masuk rumah sakit dibanding yang mendapat
ASI eksklusif. Lama pemberian ASI juga berkaitan dengan resiko bayi
menderita ISPA (Naim, 2001).
b Karakteristik kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo berdasarkan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan jenis
kelamin responden yang paling banyak adalah laki-laki sebanyak 22 anak
(52,4%) dari jumlah 42 responden yang dijadikan sampel.
c Karakteristik kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo berdasarkan pemberian ASI. Hasil penelitian menunjukkan
37
pemberian ASI yang paling banyak adalah non eksklusif sebanyak 28 orang
(66,7%) dari jumlah 42 responden yang dijadikan sampel.
Menurut (Naim, 2001), Bayi yang tidak pernah mendapat ASI eksklusif dua
kali lebih sering masuk rumah sakit dibanding yang mendapat ASI eksklusif.
Lama pemberian ASI juga berkaitan dengan resiko bayi menderita ISPA.
Dikatakan bahawa prevalensi berlaku ISPA pada bayi berkurang dengan
meningkatnya lama pemberian ASI. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini
yaitu usia bayi kurang dari 4 bulan merupakan faktor risiko terjadinya
pneumonia aspirasi.
d Karakteristik kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo berdasarkan kejadian ISPA pada Bayi. Hasil penelitian
menunjukkan kejadian ISPA pada bayi yang paling banyak adalah
mengalami ISPA sebanyak 22 anak (52,4%) dari jumlah 42 responden yang
dijadikan sampel.
Menurut Utami (2009) pemberian ASI eksklusif bagi bayi meningkatkan
daya tahan tubuh karena mengandung berbagai zat anti kekebalan bayi
terutama selama minggu pertama (4-6 hari) pada kolostrum sehingga akan
lebih jarang sakit dan mengurangi terjadinya diare,sakit telinga dan infeksi
saluran pernapasan. Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Hausniati
(2007), dimana dalam penelitian disebutkan bahwa ASI memberikan
kekebalan maksimal dan paling baik pada tahun-tahun awal kehidupan yang
38
dapat menunjang kesehatan bayi . Pemberian ASI eksklusif menurunkan
resiko berbagai penyakit salah satunya adalah ISPA.
Akibat bila bayi tidak diberi ASI yaitu:
1) Bayi tidak memperoleh zat kekebalan tubuh, sehingga mudah mengalami
sakit. Bayi tidak mendapat makanan yang bergizi dan berkualitas tinggi
sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasannya serta rentang terhadap penyakit, khusus nya penyakit ISPA.
Akibat bila ASI diganti dengan susu formula
1) Kemungkinan terjadi pencemaran sehingga bayi mudah terserang infeksi,
misalnya: diare, batuk, pilek, radang tenggorokan, demam, dan sebagainya.
2) Kemungkinan terjadi kekeliruan pengenceran, sehingga beresiko yang
sangat tidak menguntungkan bayi, misalnya bayi susah buang air besar atau
mencret.
3) Bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang diberikan makanan pendamping
ASI mempunyai resiko 3-4 kali lebih besar terkena infeksi saluran nafas
atas /ISPA, (Ira, 2009).
39
II. Analisa Bivariat
Hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6
bulan di RSAL dr. Mintohardjo.
Hasil uji statistik p value 0,002, secara statistik dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara pemberian ASI dengan pemberian ASI eksklusif dan non
eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo.
ASI eksklusif merupakan keperluan yang amat penting bagi bayi. Pemerintah
Republik Indonesia (RI) menganjurkan para ibu memberi ASI eksklusif kepada
bayi sekurang- kurangnya 6 bulan. Bayi yang tidak pernah mendapat ASI
eksklusif dua kali lebih sering masuk rumah sakit dibanding yang mendapat ASI
eksklusif. Lama pemberian ASI juga berkaitan dengan resiko bayi menderita
ISPA. Dikatakan bahawa prevalensi berlaku ISPA pada bayi berkurang dengan
meningkatnya lama pemberian ASI. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini yaitu
usia bayi kurang dari 4 bulan merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia
aspirasi (Naim, 2001).
Menurut Utami (2009) pemberian ASI eksklusif bagi bayi meningkatkan daya
tahan tubuh karena mengandung berbagai zat anti kekebalan bayi terutama
selama minggu pertama (4-6 hari) pada kolostrum sehingga akan lebih jarang
sakit dan mengurangi terjadinya diare,sakit telinga dan infeksi saluran
pernapasan. Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Hausniati (2007),
40
dimana dalam penelitian disebutkan bahwa ASI memberikan kekebalan
maksimal dan paling baik pada tahun-tahun awal kehidupan yang dapat
menunjang kesehatan bayi . Pemberian ASI eksklusif menurunkan resiko
berbagai penyakit salah satunya adalah ISPA.
Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Abdullah (2003), dimana dalam
penelitian disebutkan bahwa pemberian ASI eksklusif yang cukup memberikan
efek tidak terjadinya penyakit ISPA pada bayi umur 0-6 bulan. Pemberian ASI
eksklusif sangat penting karena dapat mencegah terjadinya penyakit ISPA.
41
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Peneliti ingin memberikan kesimpulan dan saran dari penelitian tentang hubungan
pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6
bulan di RSAL dr. Mintohardjo. Adapun kesimpulannya meliputi karakteristik
responden, data hasil penelitian tentang kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di
RSAL dr. Mintohardjo.
A. Kesimpulan
Teridentifikasinya hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan
kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo.
1. Berdasarkan hasil penelitian terhadap umur adalah ≤ 6 bulan sebesar 42
anak (100%).
2. Berdasarkan hasil penelitian terhadap jenis kelamin adalah laki - laki
sebesar 22 anak (52,4%).
3. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemberian ASI adalah Non
eksklusif sebesar 28 anak (66,7%).
4. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kejadian ISPA pada bayi adalah
mengalami ISPA sebesar 22 orang (52,4%)
41
42
Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA
pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo. Hal tersebut dibuktikan
dengan hasil uji statistik p value 0,002, secara statistik dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan pemberian ASI non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia
0 - 6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo
B. Saran
1. Rumah Sakit dan Profesi Keperawatan
Diharapkan tenaga keperawatan dapat memberikan edukasi dan manfaat ASI
eksklusif untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terjangkit
dengan penyakit infeksi khususnya ISPA.
2. Pendidikan Keperawatan
Kepada Pendidikan Keperawatan sebagai masukan dan pengembangan Ilmu
Keperawatan Anak, khususnya tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dan
non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo dalam penatalaksanaan keperawatan.
3. Peneliti
Mampu mengaplikasikan ilmu yang didapat di perkuliahan yaitu mata kuliah
Riset Keperawatan, tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dan non
eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr.
Mintohardjo
DAFTAR PUSTAKA
Aprillia. (2011). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada bayi. FK Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Semarang.
Azwar. A. (2001). Manajemen laktasi. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Azwar. A (2003). Metode penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara
Cahaya, I. Nurmaini. 2005. Faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian ispa pada balita di perumnas mandala, kecamtan percut sei tuan, kabupaten deli serdang. Vol. 38 No. 3. Majalah kedokteran.
Dep. Kes RI. (2007). Profil kesehatan indonesia. Jakarta
Haryanto. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. Edisi 2. Jakarta.
Ira. (2009). Dampak makanan pendamping ASI usia 0-6 bulan. Di ambil pada tanggal 01 Juli 2012 di, http://kesehatan-keperawatan.blogspot.com/2009/05/dampak-makanan-pendamping-asi-usia-0-6.html
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo. W. (2008). Hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan upaya pencegahan ispa pada balita di puskesmas ngoresan surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Utami. (2000). Mengenal asi eksklusif. Jakarta: EGC
Smeltzer. S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8 vol. 1. Jakarta: EGC.
Vietha. (2009). Pengertian ispa dan askep. Diambil pada tanggal 19 Juli 2012 di Viethanurse.wordpress.com,online
Widoyono. (2011). Penyakit tropis epidimiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya. Edisi kedua. Erlangga.
Donna. L. W. dkk. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric. EGC.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITI
Responden yang saya hormati
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sarah Diasih Nataliya
NPM : 2010727181
Pembimbing Riset
Pembimbing I : Miciko Umeda., SKp., M. Biomed
Pembimbing II : Muhammad Hadi, SKM, M.Kep
Adalah mahasiswa PSIK FKK UMJ yang akan melakukan penelitian tentang hubungan
pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di
RSAL dr. Mintohardjo tahun 2012. Berdasarkan surat ini saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk
menandatangani lembar persetujuan dan mengisi identitas responden pada lembar observasi yang
nantinya akan saya jaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas kesediaanya dan partisipasi bapak/ibu, saya ucapkan terimakasih.
Jakarta, Juli 2012
Peneliti
Sarah Diasih Nataliya
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Dengan menandatangani lembar ini saya memberikan persetujuan untuk mengisi kuesioner dan
mengikuti penelitian tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan
kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di RSAL dr. Mintohardjo. Yang akan dilaksanakan oleh
peneliti :
Nama : Sarah Diasih Nataliya
NPM : 2010727181
Saya mengetahui bahwa saya akan menjadi bagian dari penelitian ini, dan saya mengetahui
sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi sesudah penelitian ini. Saya juga memberitahu bahwa
jawaban atas identitas saya bersifat sukarelawan dan tidak akan diberitahukan kepada siapapun.
Partisipasi saya untuk menjawab dan mengisi identitas ini tidak akan berakibat negatif bagi diri
saya, dan saya mengerti bahwa penelitian ini akan menjadi masukan untuk peningkatan
pelayanan rumah sakit dan sekaligus menambah pengetahuan saya.
Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini dan mengerti peran
serta saya,saya mengatakan secara sukarela berperan dalam penelitian ini.
Jakarta, Juli 2012
Responden
Lampiran 3
Lembar Kuisioner
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dan Non Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi
Usia 0-6 Bulan di RSAL dr. Mintohardjo Tahun 2012.
Nama Initial :
Nomor Responden :
Petunjuk Pengisian
1. Baca Kuisioner dengan teliti sebelum ibu menjawab pertanyaan berikut ini
2. Jawablah dengan benar dan jujur
3. Beri tanda cek list (√ ) pada sisi sebelah kiri jawaban yang yang menjadi pilihan ibu
4. Jika ibu ingin mengganti jawaban yang salah, beri tanda sama dengan ( = ), pada pilihan
yang sudah di jawab, kemudian beri tanda cek list (√ ) pada jawaban yang dianggap benar
Lampiran 4
A. Data Demografi
1. Pendidikan ibu
( ) SD ( ) SMU
( ) SMP ( ) Perguruan Tinggi
2. Pekerjaan
( ) PNS / TNI/ Polisi ( ) Wiraswasta
( ) Swasta ( ) Tidak bekerja
( ) lain – lain ..........
B. Data Bayi
3. Jenis kelamin anak :
4. Umur anak :
C. Data Pertanyaan Variabel
Petunjuk Pengisian Untuk pemberian ASI eksklusif, non eksklusif dan kejadian ISPA
pada bayi usia 0 – 6 bulan
1. Baca Kuisioner dengan teliti sebelum ibu menjawab pertanyaan
2. Amati pernyatan baik-baik dan beri tanda ceklist ( √ ) pada tempat yang disediakan,
yang paling sesuai dengan pilihan ibu.
3. Jika ibu ingin mengganti jawaban yang salah beri tanda silang (x), lalu beri tanda
ceklist ( √ ) pada jawaban yang dianggap benar
Lampiran 5
NO PERNYATAAN Ya Tidak
1 2
1. Riwayat pemberian ASI eksklusif
Apakah setelah bayi ibu lahir, ibu memberikan ASI
eksklusif pada bayi ibu
2. Apakah ibu selalu memberikan ASI eksklusif pada bayi
ibu
3. Apakah ibu memberi ASI kepada anak ibu sampai usia
6 bulan
4. Selama memberikan ASI eksklusif,apakah ada makanan
pendamping yang diberikan saat bayi usia < 6 bulan
5. Apakah saat ibu sibuk bekerja, ibu sempat memberikan
ASI kepada bayi ibu
6. Apakah saat malam hari ibu sempat memberikan ASI
eksklusif kepada bayi ibu
7. Apakah ibu sering memberikan makanan tambahan
yang diberikan kepada bayi seperti cairan lain, seperti:
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih
8. Apakah ibu sering memberikan susu formula pada bayi
saat berusia < 6 bulan
9. Apakah saat ibu sibuk bekerja, ibu memberikan MP –
ASI pada bayi saat usia < 6 bulan
10. Apakah saat malam hari ibu lebih sering memberikan
susu formula pada bayi ibu dibandingkan dengan ASI
Lampiran 6
NO PERNYATAAN Ya Tidak
1 2
1. Kajadian ISPA pada bayi usia 0 - 6 bulan
Apakah bayi ibu saat berusia antara 0 – 6 bulan pernah
terkena ISPA
2. Apakah bayi ibu pernah mengalami batuk, pilek
3. Apakah bayi ibu megalami batuk, pilek disertai dengan
sesak napas
4. Apakah saat mendapatkan ASI eksklusif anak ibu
pernah terkena ISPA
5. Apakah anak ibu sering megalami batuk, pilek disertai
dengan sesak napas saat berusia di bawah 6 bulan
top related