laporan hasil kegiatan survei populasi dan habitat kuskus ... · daftar pohon yang diduga sebagai...
Post on 07-May-2019
256 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Maret 2018
Laporan Hasil Kegiatan Survei Populasi dan Habitat Kuskus di PT. WIJAYA SENTOSA,
Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat
Verifikasi Jenis dan Keanekaragaman
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
Oleh
Yohannes Wibisono, S.Hut. M.FES
Richard Gatot N. T. S.Hut, M.Si
Ir. Agustinus Kilmaskossu, M.Si
Permenas A. Dimomonmau, S.Hut
Freddy J Hutapea, S.Hut, M.FES
Marinus Rumawak, S.Hut
ii
DAFTAR ISI
No Hal
Lembar Pengesahan i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv
Daftar Lampiran iv
I Pendahuluan 1
II Rumusan Masalah 2
III Tujuan 2
IV Metodologi 2
IV.1 Waktu dan Lokasi 2
IV.2 Pengumpulan Data 3
IV.3 Alat dan Bahan 8
V Hasil dan Pembahasan 10
V.1 Survei dan Wawancara 10
V.2 Deskripsi Jenis 12
V.3 Habitat 25
VI Kesimpulan Rekomendasi 28
VII Rekomendasi 28
VIII Bias dan Keterbatasan 29
IX Ucapan Terimakasih 29
X Referensi 30
XI. Lampiran 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1 Peta lokasi penelitian beserta sebaran jalur pengamatan Kuskus di PT. Wijaya Sentosa
3
2 Ilustrasi pelaksanaan spotlighting dengan metode transek 5
3 Tim menentukan arah transek yang digunakan dalam survei
vegetasi dan populasi Kuskus. 6
4 Tim survei populasi Kuskus sebelum memulai masuk ke 2 transek
yang disiapkan. 6
5 Proses kegiatan wawancara dengan masyarakat di Kampung Simei 7
6 Wawancara dengan operator chain saw di Camp Produksi 7
7 Jalur transek ditandai dengan sebuah pita berwarna cerah setiap 20
meternya guna memudahkan tim survei malam dalam menentukan
arah dan titik.
8
8 Ilustrasi jenis Phalanger orientalis 12
9 Phalanger gymnotis yang ditemukan terkena jerat saat dilakukan pemeliharaan batas areal
14
10 Ilustrasi jenis Phalanger gymnotis 15
11 Peta persebaran Phalanger gymnotis di Papua dan sekitarnya 16
12 Ilustrasi jenis Spilocuscus maculatus maculatus 18
13 Ilustrasi jenis Spilocuscus maculatus goldei 19
14 Ilustrasi jenis Spilocuscus maculatus chrysorrhous 20
15 Ilustrasi jenis Spilocuscus rufoniger 21
16 Peta persebaran Spilocuscus rufoniger di Papua menurut (Leary et
al., 2016a) per 2008 22
17 Spilocuscus rufoniger betina yang tertangkap pasca kegiatan
penebangan 22
18 Spilocuscus rufoniger jantan yang sempat dipelihara masyarakat 22
19 Spilocuscus wilsoni muda 24
20 Peta persebaran Spilocuscus wilsoni 25
iv
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1 Tabel perjumpaan Kuskus 11
2 Daftar pohon yang diduga sebagai sumber pakan Kuskus di plot
KPPN
26
3 Daftar pohon yang diduga sebagai sumber pakan Kuskus di plot
RKT 2018 sebelum kegiatan penebangan.
26
4 Daftar pohon yang diduga sebagai sumber pakan Kuskus di
sempadan Sungai Wowor
27
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1 Tallysheet survei populasi Kuskus 31
2 Tallysheet data survei vegetasi 32
3 Daftar nama jenis yang ditemukan dalam plot survei vegetasi 33
4 Tabel rekap perbandingan jenis yang diduga menjadi pakan Kuskus 34
1
I. Pendahuluan
Kuskus, salah satu jenis mamalia berkantung yang umumnya hidup secara arboreal,
memiliki persebaran yang cukup luas di Papua. Populasi Kuskus tersebar mulai dari
hutan mangrove, hutan pantai dataran rendah hingga hutan pegunungan, dan dalam
beberapa catatan penelitian (Fatem & Sawen, 2007; Leary et al., 2016b; Leary et al.,
2016c), di kawasan peralihan dan ladang masyarakat. Lebih jauh, persebaran yang
luas ini juga menghasilkan variasi jenis kuskus. Tercatat beberapa jenis Kuskus yang
hidup di pulau utama New Guinea dan beberapa jenis endemik di beberapa pulau
yang ada di sekelilingnya.
Adalah Phalanger orientalis dan Spilocuscus maculatus, dua dari beberapa jenis
Kuskus yang memiliki sebaran terluas di wilayah Papua (Flannery, 1994).
Kemampuan adaptasi dan toleransi jenis tersebut terhadap lingkungan,
memungkinkannya dapat dijumpai di berbagai kondisi habitat, bahkan yang
terdegradasi sekalipun. Hal ini pula yang memungkinkan jenis-jenis tersebut masuk
dalam kategori Least Concern menurut IUCN Redlist. Namun demikian, jenis tersebut
masuk dalam jenis satwa yang dilindungi di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah
No. 7 tahun 1999. Khusus pada jenis S. maculatus, terdapat beberapa variasi jenis
yang kini telah dikategorikan sebagai sub-jenis dari S. maculatus.
Selain terdapat jenis Kuskus yang memiliki persebaran luas dan keterancaman
rendah, Papua juga memiliki jenis-jenis Kuskus yang memiliki status keterancaman
tinggi. Jenis-jenis yang memiliki status keterancaman tinggi ini umumnya memiliki
persebaran terbatas serta tingkat eksploitasi habitat dan populasi yang tinggi di alam.
Beberapa jenis Kuskus yang masuk dalam kategori keterancaman tinggi adalah
Kuskus Biak (Spilocuscus wilsoni) dan Kuskus Bohai (Spilocuscus rufoniger) (Aplin &
Helgen, 2016; Leary et al., 2016a). Persebaran populasi Kuskus Biak yang terbatas
pada hutan-hutan di Pulau Biak dan Supiori beserta pulau-pulau kecil disekitarnya
menyebabkan jenis ini mengalami tekanan yang besar akibat perburuan dan
deforestasi (Aplin & Helgen, 2016). Sementara itu, Kuskus Bohai dilaporkan
mengalami tekanan yang besar akibat tingginya deforestasi hutan dan perburuan
yang tidak terkontrol (Leary et al., 2016a). Kedua jenis tersebut telah masuk dalam
kategori Kritis (Criticallly Endangered) menurut IUCN Redlist.
Upaya perlindungan terhadap populasi dari jenis-jenis yang berada dalam kondisi
kritis dan terancam punah merupakan salah satu kehaRusan yang dilakukan oleh
pemegang kewenangan dan pemangku wilayah. Upaya perlindungan populasi dapat
dilakukan dengan cara menekan aktivitas perburuan dan perlindungan terhadap
habitat Kuskus. Perlindungan habitat Kuskus umumnya dilakukan dengan penetapan
wilayah konservasi khusus ataupun dengan melakukan perlindungan ekstra terhadap
kawasan bernilai konservasi tinggi di wilayah hutan produksi.
Hasil laporan berupa ringkasan publik penilaian nilai konservasi tinggi di areal
IUPHHK-HA PT. WIJAYA SENTOSA dan proposal permohonan asistensi dan
2
konsultasi konservasi satwa Kuskus dari PT. Wijaya Sentosa mengindikasikan
adanya keberadaan 2 jenis Kuskus yang memiliki status keterancaman tinggi.
Dokumen laporan tersebut menarik perhatian pihak BPPLHK Manokwari, terutama
para peneliti satwa liar, dimana dokumen tersebut melaporkan dugaan keberadaan 2
jenis satwa yang ditemukan diluar catatan persebaran alaminya. Disebutkan bahwa
terdapat potensi kehadiran Kuskus Bohai (S. rufoniger) dan Kuskus Biak (S. wilsoni)
di wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa. Sebagai tindak lanjut, BPPLHK Manokwari
melakukan kajian awal tentang potensi habitat secara umum dan merekomendasikan
survei populasi akan keragaman jenis Kuskus di area kerja PT. Wijaya Sentosa.
II. Rumusan Masalah
Hasil laporan berupa Ringkasan Publik Penilaian NKT di areal IUPHHK PT. Wijaya
Sentosa dan proposal kegiatan asistensi dari pihak manajemen perusahaan
menyebutkan akan keberadaan jenis – jenis Kuskus S. rufoniger dan S. wilsoni.
Apabila benar, hal ini merupakan catatan baru akan persebaran kedua jenis kuskus
tersebut, khususnya pada S. wilsoni yang memiliki tingkat endemisitas tinggi di pulau
Biak dan Supiori. Oleh karena itu, diperlukan upaya verifikasi dan survei keragaman
jenis populasi kuskus di wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa untuk memvalidasi
informasi yang dilaporkan sebelumnya.
III. Tujuan
Tujuan dari kegiatan survei ini diantaranya adalah:
1. Verifikasi keberadaan Kuskus Bohai (S. rufoniger) dan Kuskus Biak (S. wilsoni)
yang dilaporkan berpotensi ada dalam wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa.
2. Mengetahui jenis-jenis Kuskus yang ada dalam hutan wilayah kerja PT. Wijaya
Sentosa.
3. Mengetahui keragaman jenis – jenis pohon pakan dalam habitat Kuskus.
IV. Metodologi
IV.1 Waktu dan Lokasi
Kegiatan survei ini dilakukan selama dua pekan dengan rentang pengambilan data
antara 25 Januari s.d 4 Pebruari 2018, dengan total 8 hari pengamatan. Kegiatan
pengambilan data populasi dilakukan pada malam hari, terkecuali saat dilakukan
wawancara ke masyarakat dan operator chain saw. Sedangkan, pengambilan data
vegetasi dilakukan pada siang hari, bersamaan dengan pembuatan jalur transek yang
digunakan dalam survei populasi Kuskus.
Lokasi kegiatan survei dilakukan di wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa, Kabupaten
Teluk Wondama, Papua Barat. Dalam survei populasi Kuskus yang menggunakan
3
jalur transek, dipilih lokasi KPPN – Tegakan Benih, kawasan pra-tebangan 2018, dan
kawasan pasca tebangan 2013. Selain itu, dalam menggunakan teknik jelajah,
digunakan jalur pengamatan berupa jalan cabang, jalan sarad dan menyusur
sempadan sungai. Persebaran jalan sarad dan jalan cabang yang digunakan berada
dalam RKT tahun 2013, 2015 dan 2017.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian beserta sebaran jalur pengamatan Kuskus di PT. Wijaya Sentosa
Sumber : PT. Wijaya Sentosa
IV.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam upaya untuk mengetahui potensi keragaman jenis-jenis Kuskus di wilayah kerja
PT. Wijaya Sentosa, dilakukanlah pengambilan data dengan cara survei populasi dan
wawancara responden kunci. Survei populasi dilakukan dengan teknik spotlighting
(Ross & David, 2004; Snape et al., 2015) yang menggunakan transek dan jelajah.
Survei dilakukan dengan menggunakan 2 jalur transek yang telah ditetapkan, dengan
panjang masing-masing jalur sejauh 1 Km. Teknik jelajah dilakukan dengan cara
menyisir beberapa jalan cabang, jalan sarad dan menyusuri alur sungai. Panjang jalur
pada teknik jelajah cenderung bervariasi, mulai dari 1 s.d 1,5 Km.
4
Pada teknik penggunaan spotlight (lampu sorot), baik menggunakan jalur transek
ataupun jelajah, tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Briefing dan delineasi lokasi survei dengan titik start dan finish yang
telah ditentukan, dilanjutkan dengan pengecekan alat.
2. Pelaksanaan survei dengan menyusuri jalur/transek yang telah
ditetapkan, di awal transek dicatat kondisi cuaca, fase bulan, waktu
mulai, identitas transek dan jumlah personil.
3. Dua pengamat/observer (pemegang lampu sorot/spotlight)
mengarahkan lampu ke 2 sisi yang berbeda.
4. Penyusuran jalur transek dilakukan dengan kecepatan rendah, sekitar
6-8 Km/jam, dengan henti interval setiap 100 m selama 1 menit.
5. Ketika berjumpa dengan satwa, usahakan identifikasi dilakukan dengan
sesingkat mungkin.
6. Data perjumpaan dicatat dalam datasheet yang sudah persiapkan
(Lampiran 1).
7. Lama penyorotan satwa maksimal selama 4 menit. Kurangi kekuatan
lampu sorot bila memerlukan waktu yang lebih lama dalam perekaman
data.
8. Lakukan pencatatan perilaku secara ad libitum dan bila dimungkinkan,
identifikasi jenis vegetasi dimana satwa berada. Pencatatan dapat
dilakukan dalam lembar/ buku lain.
9. Lanjutkan survei bila perekaman data telah cukup
10. Pengakhiran survei dilakukan ketika titik koordinat akhir transek dicapai,
cuaca hujan, atau kondisi pengamat yang tidak memungkinkan.
5
Gambar 2. Ilustrasi pelaksanaan spotlighting dengan metode transek.
Dalam aplikasi survei, penggunaan jalur transek dalam survei kali ini tidak berhasil
mendeteksi keberadaan Kuskus di habitatnya. Selanjutnya, tim kami menggunakan
jalur-jalur yang telah ada sebagai jalur transek pengamatan. Jalur yang digunakan
berupa jalan-jalan sarad lama, jalan cabang, serta dengan mengikuti alur sungai yang
diperkirakan menjadi habitat Kuskus. Dalam survei populasi menggunakan jalur
transek, tim survei terbagi menjadi 2 tim dengan jarak antar jalur antara 50 s.d 100
meter dan panjang transek 1 Km. Sementara, saat survei menggunakan jalan cabang
ataupun jalan sarad, tim terbagi menjadi 4 tim kecil dengan jalur masing-masing
sejauh 1 s.d 1,5 Km
6
Gambar 3. Tim menentukan arah transek yang digunakan dalam survei vegetasi dan populasi Kuskus.
Gambar 4. Tim survei populasi Kuskus sebelum memulai masuk ke 2 transek yang disiapkan.
Wawancara
Teknik pengumpulan data melalui wawancara bertujuan untuk menggali informasi
terkait keberadaan populasi Kuskus dari berbagai narasumber yang disasar. Pada
penelitian kali ini, kami menggunakan wawancara tidak terstruktur dengan responden
kunci. Responden kunci yang digunakan dalam wawancara kali ini adalah kelompok
7
Gambar 5. Proses kegiatan wawancara dengan masyarakat di Kampung Simei
Gambar 6. Wawancara dengan operator chain saw di Camp Produksi
masyarakat yang memiliki pengalaman berburu Kuskus di hutan sekitar Kampung
Simei serta kelompok operator chain saw. Justifikasi dipilihnya kelompok operator
chain saw adalah berdasarkan keterangan dari pihak perusahaan dan staff pekerja.
Operator chain saw di bagian produksi adalah kelompok orang-orang yang sering
menjumpai Kuskus dalam kegiatan harian mereka. Berdasarkan informasi awal,
operator chain saw seringkali menjumpai di sekitar perairan dalam hal ini sempadan sungai dan disekitar mata air.
8
Habitat
Pengukuran habitat Kuskus dilakukan dengan melakukan survei vegetasi dengan
teknik petak disarangkan (nested sampling) menggunakan 2 jalur transek yang juga
digunakan sebagai jalur pengamatan malam. Dengan menggunakan jalur transek
yang masing-masing memiliki panjang 1 Km dan 50 petak untuk masing-masing jalur,
150 petak berhasil diperoleh. Khusus pada vegetasi tingkat pohon, dilakukan
pencatatan dengan beberapa parameter tambahan sebagaimana tercantum dalam
Tallysheet vegetasi (Lampiran 2).
Gambar 7. Jalur transek ditandai dengan sebuah pita berwarna cerah setiap 20 meternya guna memudahkan tim survei malam dalam menentukan arah dan titik.
III. 3 Alat dan Bahan
Bahan penelitian dalam penelitian ini adalah populasi Kuskus yang berada dalam
kawasan PT. Wijaya Sentosa, vegetasi penyusun habitat dan dokumentasi
pendukung dari berbagai pihak.
Alat yang digunakan dalam kegiatan survei ini adalah sebagai berikut.
1 Binokular
2 Kompas
3 GPS
9
4 Spotlight (lampu sorot)
5 Headlamp
6 Meteran (50m)
7 Jam Tangan
8 Batu Baterai
9 Sepatu boot
10 P3K Kit
11 Log Book
12 Tallysheet
13 Jas Hujan
14 PC / Laptop
15 Software GIS
16 Buku Panduan Identifikasi Mamalia
17 Tabel gambar jenis-jenis Kuskus 18 Alat perekam suara 19 APD
20 Kamera Kit 21 Pita Warna – Warni 22 Tali Tambang 23 Kantung Sampel 24 Gunting ranting 25 Mistar Logam 26 ATK
10
V. Hasil dan Pembahasan
V.1. Survei dan Wawancara
Hasil survei dan wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat 4 jenis
Kuskus di wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa. Diantaranya adalah:
1. Phalanger orientalis
2. Phalanger gymnotis
3. Spilocuscus maculatus maculatus
4. Spilocuscus rufoniger
Hasil wawancara dengan responden kunci dari masyarakat di Kampung Simei
menunjukkan bahwa masyarakat sesekali masih berburu Kuskus. Namun demikian,
masyarakat tidaklah menyediakan waktu tertentu untuk khusus berburu Kuskus. Pada
umumnya masyarakat berburu Kuskus di sela-sela waktu mereka mencari kulit kayu
Masoi ataupun Gaharu. Kegiatan berburu Kuskus sendiri lebih kearah pasif, dimana
masyarakat akan menembak atau memanah Kuskus bila tidak sengaja bertemu
didalam hutan. Dalam hal kegiatan berburu, kelompok masyarakat ini cenderung
untuk melakukan perburuan Rusa ataupun Babi Hutan yang memiliki jumlah daging
jauh lebih banyak daripada Kuskus. Perburuan Rusa ataupun Babi Hutan sendiri pun
lebih banyak menggunakan jerat yang dipasang pada lokasi-lokasi tertentu dimana
tidak terlalu dekat dengan Kampung.
Hasil wawancara dengan kelompok operator chain saw memberikan hasil yang tidak
jauh berbeda dengan kelompok dari masyarakat Kampung Simei. Beberapa operator
chain saw mampu mengidentifikasi beberapa jenis Kuskus yang memang kami jumpai
di hutan. Kelompok ini mengaku umumnya hanya menjumpai S. maculatus dan P.
orientalis. Kelompok operator chain saw cenderung bercerita secara terbuka akan
jenis yang sudah dan belum pernah dilihat. Dengan melihat gambar, mereka mengaku
belum pernah bertemu dengan Kuskus Biak yang memiliki ciri mata biru.
Dalam verifikasi jenis Kuskus, baik kelompok masyarakat maupun operator chain saw
tidak ada seorangpun yang berhasil mengidentifikasi Kuskus Biak (S. wilsoni).
Meskipun pada awalnya beberapa masyarakat mengaku pernah mendapatkan semua
jenis Kuskus yang ada dalam gambar yang kami tunjukkan, dimana Kuskus Biak
terdapat didalamnya. Namun, tidak ada seorangpun yang mampu memberikan
deskripsi Kuskus Biak yang dimaksud. Kelompok masyarakat tersebut cenderung
salah mengidentifikasi Kuskus Biak dengan jenis Kuskus totol biasa (S. maculatus).
Hal tersebut dapat dimungkinkan karena warna corak penampilan kedua Kuskus yang
hampir mirip, terlebih adanya tingkat variasi corak dan totol yang tinggi dari S.
maculatus. Lebih lanjut, tidak ada satupun anggota kelompok masyarakat yang
mengaku pernah mendapatkan Kuskus dengan mata berwarna biru, yang merupakan
salah satu penanda khas dari S. wilsoni.
11
Hasil wawancara dari kedua kelompok diatas menunjukkan bahwa masyarakat yang
beraktivitas dalam kawasan kerja PT. Wijaya Sentosa tidak pernah menjumpai
keberadaan populasi Kuskus Biak (S. wilsoni). Hal ini sejalan dengan keraguan tim
kami, mengingat persebaran alami Kuskus Biak yang bersifat endemik di Pulau Biak
dan Kepulauan Supiori (Aplin & Helgen, 2016; Helgen & Flannery, 2004).
Tabel 1. Tabel perjumpaan Kuskus
Jenis
Koordinat* Keterangan
S E
1 Phalanger orientalis 02º 39.626’ 134º 21.373 Jantan
2 Spilocuscus maculatus 02º 39.601’ 134º 21.219’ Betina
3 Spilocuscus maculatus 02º 39.608’ 134º 21.391 -
*Kuskus hanya dijumpai di jalur Mata Air
Survei yang menggunakan metode spotlighting pada jalur transek, jalur jalan sarad
dan alur sungai menjumpai 2 jenis Kuskus. Yaitu, P. orientalis dan S. maculatus yang
merupakan kedua jenis kuskus yang memiliki persebaran luas di Papua. Kedua jenis
tersebut dijumpai di alur sungai yang digunakan sebagai mata air di Camp Km 2. Hasil
survei yang tersaji pada Tabel 1, menunjukkan bahwa tidak dijumpai adanya
kehadiran Kuskus Bohai (S. rufoniger) ataupun Kuskus Biak (S. wilsoni). Namun
demikian, didapati Kuskus yang terdampak kegiatan penebangan dari wilayah
tebangan 2018, yakni di sekitar jalan Cempaka 6. Hasil identifikasi kami menunjukkan
bahwa Kuskus yang berhasil ditangkap dari area tebangan tersebut merupakan
Kuskus Bohai dewasa yang berkelamin betina.
Konfirmasi akan kebenaran jenis Kuskus Bohai (S. rufoniger) sebagai jenis yang
didapat dari lokasi tebangan dilakukan setelah melakukan pencocokan karakter
morfologi dengan buku panduan dari Flannery (1994), Serta dengan melakukan
pemeriksaan database ulang dengan pihak Pusat Studi Lingkungan Hidup UNIPA.
Dokumentasi yang diperoleh dari staff PT. Wijaya Sentosa, berupa foto Kuskus Bohai
berkelamin jantan (gambar 18), semakin menguatkan dugaan tim yang melakukan
pemeriksaan database untuk mengambil kesimpulan akan adanya Kuskus Bohai di
area PT. Wijaya Sentosa.
Dokumentasi yang diperoleh dari PT. Wijaya Sentosa juga menunjukkan bahwa telah
ditemukan insiden dimana ditemukan Kuskus Tanah (P. gymnotis) terjerat oleh alat
jerat yang umumnya digunakan untuk menjerat Babi Hutan ataupun Rusa (gambar 9).
Kuskus Tanah tersebut ditemukan oleh tim survei dari perusahaan yang sedang
melakukan pemeliharaan areal batas kerja. Oleh karena itu, kedepannya diperlukan
upaya pengawasan di area dimana menjadi habitat Kuskus, namun rentan terhadap
upaya perburuan.
12
Deskripsi Jenis
Phalanger orientalis (Pallas, 1766)
Nama lain: Kuskus Coklat Biasa / Kuskus Timur
Gambar 8. Ilustrasi jenis Phalanger orientalis
Sumber gambar: Flannery (1994)
Kuskus Coklat Biasa merupakan salah satu jenis Kuskus yang memiliki persebaran
cukup luas di Indonesia. Jenis ini tercatat tersebar mulai dari Pulau Timor, Wetar,
Kepulauan Maluku Misool, Batanta, Salawati, pulau besar New Guinea hingga
kepulauan Bismarck di sisi timur Papua Nugini (Flannery, 1995). Jenis ini diperkirakan
masih memiliki populasi yang cukup besar di berbagai kantung populasinya.
Kemampuan perilaku adaptasi jenis ini diperkirakan cukup baik. Jenis ini dilaporkan
mampu bertahan di berbagai tipe habitat mulai dari hutan primer, sekunder, daerah
peralihan, hutan tanaman, bahkan kawasan ladang tradisional (Norris & Musser,
2001; Pattiselanno, 2007).
13
Phalanger orientalis merupakan jenis yang sering kali tidak mudah diidentifikasi
karena penampilan morfologisnya cenderung bervariasi menurut wilayah
penyebarannya. Lebih jauh, antara jenis jantan, betina dan individu yang masih
berusia muda biasanya memiliki karakter warna yang berbeda. Tampilan warna
punggung (dorsal) betina dewasa umumnya abu-abu yang diperkaya warna hitam
yang tipis pada permukaan rambut sehingga menimbulkan efek warna abu-abu
kehitaman, sedangkan jenis jantan biasanya coklat keabuan sampai coklat susu.
Keduanya memiliki rambut pada permukaan perut (ventral) berwarna putih. Tekstur
rambut agak kasar namun umumnya rambut lebih tipis pada jantan. Keduanya
memiliki strip tengah dorsal berwarna hitam yang nampak dari dorsal kepala di
belakang jungur hingga pangkal ekor, dengan tampilan kuping yang menonjol dan
membedakannya dari jenis lain. Jenis ini umumnya memiliki kisaran panjang badan
(kepala dan badan) antara 390 – 470 mm, ekor 278 – 425 mm, kaki belakang 54 – 60
mm, kuping 24 – 29 mm dan berat tubuh pada umumnya antara 2 – 3 kg. Di Papua,
umumnya tersebar di Pesisir Utara dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 mdpl.
Jenis lainnya yang mirip adalah Phalanger intercastellanus / Kuskus Selatan Biasa,
namun adanya bercak warna putih di sekitar kuping dan tidak adanya warna putih
pada ujung ekor P. intercastellanus, merupakan ciri yang membedakan dari jenis P.
orientalis (Flannery, 1994)
Status perlindungan:
1. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
2. CITES : Appendix II
3. IUCN Red List : Least Concern (LC)
14
Phalanger gymnotis (Peters & Doria, 1875)
Nama lain: Kuskus Tanah / Kuskus Lubang Batu / Kuskus Abu - abu
Gambar 9. Phalanger gymnotis yang ditemukan terkena jerat saat dilakukan pemeliharaan batas areal.
Sumber foto: PT. Wijaya Sentosa
15
Gambar 10. Ilustrasi jenis Phalanger gymnotis Sumber gambar: Flannery (1994)
Phalanger gymnotis, yang dikenal juga sebagai Kuskus Tanah, banyak
menghabiskan waktunya di tanah. Jenis ini diketahui biasa membuat sarang di tanah
ataupun di daerah lubang batu dan gua-gua alami. Tergolong dalam satwa omnivora,
Kuskus Tanah aktif malam hari dan mencari makan hingga tajuk pohon. Jenis ini
memiliki perilaku yang sangat berbeda dengan perilaku Kuskus jenis lain. Kuskus
Tanah beristirahat / bersarang di daratan, menggunakan lubang – lubang di tanah
ataupun gua-gua alam (Flannery, 1995). Aktivitas dan perilakunya yang banyak
menghabiskan waktunya ke tanah inilah yang menyebabkan jenis ini rentan terhadap
perburuan, sebagaimana terlihat dalam gambar 4, terutama perburuan yang
melibatkan anjing. Namun demikian, jenis ini juga dilaporkan cukup toleran dan adaptif
terhadap berbagai kondisi habitat.
Phalanger gymnotis, dapat dengan jelas dibedakan dari jenis-jenis Phalanger lainnya
melalui keunikan pada permukaan bawah ekornya yang relatif lebih kasar
16
(menyerupai kertas ampelas) serta bentuk tutupan rambut di permukaan ekornya
yang berakhir secara menyolok dan diikuti bagian ekor telanjang (tidak tertutup
rambut). Bagian ekor telanjang berwarna coklat kehitaman tanpa ujung berwarna
putih. Rambut pada mantel dorsal biasanya tipis dan padat berwarna abu-abu metal,
namun seringkali bervariasi dari abu-abu terang hingga abu-abu kehitaman,
sedangkan bagian ventral berwarna putih hingga putih pucat. Bentuk kuping
menyolok dan gigi-gigi premolarnya relatif lebih besar (Flannery, 1994). Ukuran
tubuhnya relatif lebih besar jika dibandingkan dengan jenis Phalanger lainnya, bahkan
menempati urutan kedua setelah S. maculatus, dengan berat jantan dapat mencapai
hingga 5 kg (meskipun biasanya lebih kecil). Populasi Kuskus Tanah tercatat tersebar
di seluruh daratan utara New Guinea, dengan batas elevasi 2700 mdpl, Kepulauan
Aru, Yapen, Misool, dan Salawati. Jenis ini umumnya dijumpai di berbagai hutan
primer, sekunder, dan ladang masyarakat.
Gambar 11. Peta persebaran Phalanger gymnotis di Papua dan sekitarnya
Sumber gambar : Leary et al. (2016d)
Status perlindungan :
1. PP No. 7 Tahun 1999
2. CITES :
3. IUCN RedList : Least Concern (LC)
17
Spilocuscus maculatus
Kuskus Bertotol Biasa
Kuskus totol biasa merupakan salah satu jenis kuskus yang sering dijumpai. Tersebar
luas di wilayah Indonesia timur, jenis ini tercatat tersebar di bagian selatan Kepulauan
Maluku (Buru, Seram, Banda, dan Ambon), Kepulauan Aru, Kepulauan Kei, Misool,
Yapen, dan daratan utama New Guinea (Papua). Jenis ini juga tercatat mendiami
sebagian kecil dari tanjung Cape York di Australia bagian utara (Leary et al., 2016b).
S. maculatus merupakan jenis yang tersebar luas hampir pada semua zona hutan
dataran rendah di Papua, baik pada tipe vegetasi hutan primer maupun sekunder
hingga ketinggian sekitar 1200 - 1500 mdpl.
Spilocuscus maculatus memiliki banyak variasi dalam jenisnya, sehingga acapkali
dapat membingungkan pengamat dalam identifikasi jenis. Jantan memiliki mantel
berwarna dasar putih dengan totol coklat atau hitam, betina berwarna putih atau putih
pudar pada bagian kepala dan bahu, sedangkan ke bagian posterior berwarna coklat
atau hitam. Beberapa varian putih dari subspesies kecil pantai utara dapat
membingungkan dengan jantan dewasa dari jenis Kuskus Utara Biasa (P. orientalis),
namun warna mantelnya yang putih pucat, ukuran lebih kecil, kuping yang
tersembunyi dan tidak adanya strip dorsal pada Kuskus Bertotol merupakan ciri utama
yang membedakan. Ciri jantan dari jenis Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis)
juga dapat membingungkan dengan jantan S.maculatus chrysorrhous namun dapat
dibedakan berdasarkan bentuk dan pola totolnya, dimana totol pada Kuskus Waigeo
memiliki pola seperti bercak-bercak (spotting) hitam, sedangkan pada S.maculatus
chrysorrhous lebih menyerupai pola loreng. Dikarenakan tingginya variasi morfologis
jenis di sepanjang wilayah penyebarannya yang luas, maka saat ini dikenal beberapa
subspesies dari S. maculatus yaitu : S.maculatus maculatus ; S.maculatus goldei ;
S.maculatus chrysorrhous dan S.maculatus nudicaudatus. Dari empat subspesies
tersebut, tiga diantaranya tersebar di Papua, yaitu :
18
• S.maculatus maculatus (Desmarest, 1803)
Gambar 12. Ilustrasi jenis Spilocuscus maculatus maculatus Sumber gambar: Flannery, 1994
Tersebar di sepanjang Pesisir Utara Papua, Kep. Massau dan New Ireland. Tergolong
jenis berukuran relatif kecil, subspesies ini umumnya dapat mencapai berat dewasa
sekitar 3 – 4 kg, dorsal biasanya memiliki warna dasar putih pucat. Dorsal betina
dewasa biasanya tidak bertotol, dengan warna mantel coklat terang atau putih polos,
sedangkan jantan biasanya memiliki sedikit totol coklat terang (coklat kemerahan)
hingga coklat pekat. Keduanya memiliki warna ventral putih sampai putih pucat.
19
• S.maculatus goldei (Ramsay, 1876)
Gambar 13. Ilustrasi jenis Spilocuscus maculatus goldei Sumber gambar: Flannery, 1994
Tersebar di Pesisir Selatan ke Bagian Timur Papua. S maculatus goldei merupakan
subspesies dengan ukuran yang lebih besar. Subspesies ini juga memiliki pola warna
yang terbatas, jantan memiliki warna dorsal kepala kecoklatan dengan totol pada
bagian punggung berwarna kecoklatan atau abu-abu kehitaman, sedangkan betina
tidak bertotol dengan warna punggung abu-abu kehitaman yang lebih pekat ke arah
pangkal ekor.
• S.maculatus chrysorrhous (Temmick, 1824)
Tersebar di Pesisir Selatan hingga ke bagian Barat Papua serta pada beberapa
Kepulauan di Maluku. Subspesies ini memiliki komposisi warna yang lebih kaya
(beragam) dari pada kedua subspesies tersebut di atas, dengan ukuran tubuh yang
mirip dengan S. maculatus goldei. Jantan dan betina S. maculatus chrysorrhous
memiliki tampilan warna yang mirip dengan Kuskus Totol Hitam (S.rufoniger), namun
S. rufoniger biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dengan disertai
kehadiran gigi premolar-2 (gigi bulat kecil di rahang bagian depan) dan warna hitam
pekat pada punggung betina serta bentuk totol pada jantan, merupakan ciri yang
membedakan kedua jenis.
20
Gambar 14. Ilustrasi jenis Spilocuscus maculatus chrysorrhous
Sumber: Flannery, 1994
Status perlindungan jenis dibawah Spilocuscus maculatus:
1. PP No 7 Tahun 1999
2. CITES : Appendix II
3. IUCN Red List : Least Concern (LC)
Spilocuscus rufoniger (Zimara, 1937)
Kuskus Totol Hitam / Kuskus Bohai / Black-spotted Cuscus
Spilocuscus rufoniger, dikenal juga sebagai Kuskus Bohai, memiliki sebaran populasi
yang terbatas pada wilayah utara pulau New Guinea. Jenis ini umumnya dijumpai
pada hutan primer dataran rendah(Helgen & Flannery, 2004; Leary et al., 2016a).
Catatan dari Flannery (1994), mengungkapkan bahwa jenis ini termasuk jenis yang
cukup sulit dijumpai di alam, meskipun memiliki persebaran yang cukup luas
21
Gambar 15. Ilustrasi jenis Spilocuscus rufoniger
Sumber gambar : Flannery (1994)
Spilocuscus rufoniger (Kuskus Totol Hitam), merupakan jenis Kuskus yang berukuran
paling besar dari famili Phlangeridae, sekilas memiliki tampilan morfologi yang mirip
dengan jenis S.maculatus, namun dapat dibedakan melalui tutupan rambutnya yang
jarang / sangat tipis pada permukaan kaki dan tangan, jantan memiliki belang
berwarna hitam pekat di bagian tengah punggung ke arah pangkal ekor, sedangkan
totol pada bagian kepala hingga tengah punggung cenderung berwarna coklat terang
sampai coklat gelap. Betina berwarna polos tanpa totol namun dari permukaan kepala
hingga pangkal ekor terdapat pola warna coklat terang - coklat gelap - hingga hitam
yang semakin pekat pada bagian punggung di sekitar pangkal ekor. Bagian ventral
berwarna putih sampai putih pucat (putih kecoklatan) (Flannery, 1994). Jenis ini
memiliki ukuran yang relatif lebih besar. Pada usia dewasa, tercatat kisaran panjang
kepala-badan 583 – 640 mm, ekor 540 – 590 mm, kaki belakang 84 – 88 mm, 25 – 30
mm dengan berat tubuh sekitar 5,5 – 6,6 kg. Kuskus Totol Hitam diketahui sebagai
22
jenis yang jarang dijumpai, umumnya menempati areal hutan primer yang tidak
terganggu di pesisir utara Papua, mereka tersebar hingga ketinggian 1200 mdpl.
Gambar 16. Peta persebaran Spilocuscus rufoniger di Papua menurut Leary et al. (2016a) per 2008.
Gambar 17. Spilocuscus rufoniger betina yang tertangkap pasca kegiatan penebangan
Sumber photo: PT. Wijaya Sentosa
23
Gambar 18. Spilocuscus rufoniger jantan yang sempat dipelihara masyarakat
Sumber gambar : PT Wijaya Sentosa
Status Perlindungan Spilocuscus rufoniger:
1. PP No.7 Tahun 1999
2. CITES : -
3. IUCN Red List : Critically Endangered
24
Spilocuscus wilsoni (Helgen & Flannery, 2004)
Kuskus Biak / Blue-eyed Spotted Cuscus
Gambar 19. Spilocuscus wilsoni muda
Sumber Foto : Helgen & Flanery (2004)
Kuskus Biak merupakan salah satu jenis kuskus yang memiliki tingkat keterancaman
tinggi. Dengan tingkat endemisitas tinggi akibat tersebar terbatas pada Pulau Biak dan
Supiori, habitat jenis ini mengalami tekanan besar akibat pertumbuhan dan
perkembangan pembangunan di kedua pulau tersebut. Tingginya aktivitas perburuan
kuskus di daerah tersebut juga ikut meningkatkan intensitas keterancamannya (Aplin
& Helgen, 2016).
25
Gambar 20. Peta persebaran Spilocuscus wilsoni
Sumber gambar : Aplin & Helgen (2016)
Kuskus Biak adalah salah satu jenis Kuskus yang berukuran paling kecil diantara jenis
lain di marga Spilocuscus. Memiliki mantel berwarna putih kecoklatan seperti S.
maculatus maculatus, S. wilsoni memiliki ciri khas mata yang berwana biru kehijauan
(Helgen & Flannery, 2004). Dalam beberapa kesempatan, jenis ini dapat mudah
mengalami misidentifikasi dengan S. maculatus maculatus.
Status perlindungan:
1. PP No 7 Tahun 1999
2. CITES : -
3. IUCN Red List : Critically Endangered
Habitat
Hasil pengukuran vegetasi pada beberapa lokasi yang diduga sebagai habitat Kuskus
menemukan beberapa jenis yang diduga sebagai sumber pakan. Dari total 124 jenis
vegetasi yang dijumpai (Lampiran 3), 29 jenis vegetasi yang berpotensi sebagai
sumber pakan bagi Kuskus. Hasil komparasi antara Tabel 2 hingga Tabel 4
menunjukkan bahwa area KPPN memiliki jumlah variasi jenis pohon pakan yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan 2 area yang lain.
26
Tabel 2. Daftar pohon yang diduga sebagai sumber pakan Kuskus di plot KPPN
No Nama Jenis Famili K
(ind/ha) Keterangan**
1 Palaquium lobbianum Sapotaceae 0,50
2 Pimelodendron amboinicum Euphorbiaceae 18,00
3 Pometia pinnata Sapindaceae 13,00
4 Alstonia scholaris* Apocynaceae 2,00 Alstonia sp.
5 Intsia bijuga Fabaceae 0,50
6 Pometia acuminata* Sapindaceae 3,50 Pometia sp.
7 Syzygium versteegii Myrtaceae 2,50
8 Canarium hirsutum Burseraceae 11,50
9 Lithocarpus rufovillosus* Fagaceae 0,50 Lithocarpus sp.
10 Calophyllum inophyllum Clusiaceae 0,50
11 Ficus benjamina Moraceae 0,50
12 Artocarpus altilis* Moraceae 1,50 Artocarpus sp.
13 Elaeocarpus sphaericus Elaeocarpaceae 0,50 Elaeocarpus
14 Ficus altissima* Moraceae 0,50 Ficus sp.
15 Pometia coreacea* Sapindaceae 4,50 Pometia sp.
16 Palaquium amboinensis Sapotaceae 1,50
17 Ficus coonora* Moraceae 0,50 Ficus sp.
* kesamaan dalam level genus
** data survei perusahaan, cek silang dengan Wibisono & Utomo (2017), Lampiran 4.
Tabel 3. Daftar pohon yang diduga sebagai sumber pakan Kuskus di plot RKT 2018
sebelum kegiatan penebangan
No Nama Jenis Famili K
(ind/ha) Keterangan*
1 Aglaia argentea Meliaceae 2,50
2 Pometia acuminata* Sapindaceae 1,50 Pometia sp.
3 Lithocarpus rufovillosus* Fagaceae 9,00 Lithocarpus
4 Syzygium versteegii Myrtaceae 4,00
5 Canarium hirsutum Burseraceae 1,50
6 Aglaia argentata* Meliaceae 4,50 Aglaia sp.
7 Ficus benjamina Moraceae 1,00
8 Pimelodendron amboinicum Euphorbiaceae 4,50
9 Artocarpus cempedak Moraceae 0,50 Artocarpus sp
10 Aglaia speciosa* Meliaceae 0,50 Aglaia sp.
11 Intsia bijuga Fabaceae 1,00
12 Syzygium anomala* Myrtaceae 1,00 Syzygium sp.
* kesamaan dalam level genus
** data survei perusahaan, cek silang dengan Wibisono & Utomo (2017), Lampiran 4.
27
Tabel 4. . Daftar pohon yang diduga sebagai sumber pakan Kuskus di sempadan
Sungai Wowor
No Nama Jenis Famili K (ind/ha) Keterangan**
1 Pometia pinnata Sapindaceae 8,50
2 Palaquium lobbianum Sapotaceae 5,50
3 Lithocarpus rufovillosus* Fagaceae 1,50 Lithocarpus
4 Pimelodendron amboinicum Euphorbiaceae 13,50
5 Artocarpus altilis* Moraceae 1,00 Artocarpus sp.
6 Alstonia scholaris* Apocynaceae 1,00 Alstonia sp.
7 Ficus benjamina Moraceae 1,00
8 Pometia acuminata* Sapindaceae 3,00 Pometia sp.
9 Canarium hirsutum Burseraceae 2,00
10 Calophyllum inophyllum Clusiaceae 2,00
11 Syzygium versteegii Myrtaceae 1,50
12 Aglaia argentata* Meliaceae 0,50 Aglaia sp.
13 Elaeocarpus sphaericus* Elaeocarpaceae 0,50 Elaeocarpus sp.
* kesamaan dalam level genus
** data survei perusahaan, cek silang dengan Wibisono & Utomo (2017), Lampiran 4.
Hasil rekapitulasi data menunjukkan bahwa komposisi jenis dari tiap plot cukup
beragam. Namun demikian, analisis vegetasi untuk menentukan preferensi habitat
Kuskus tidak dapat dilakukan dikarenakan tidak dijumpainya Kuskus pada area
dimana dilakukan survei vegetasi. Lebih lanjut, plot dimana ditemukan Kuskus tidak
sempat dilakukan perekaman vegetasinya dikarenakan keterbatasan waktu saat
pengamatan. Kedepannya, disarankan bagi pihak peRusahan untuk melakukan
perekaman data vegetasi di berbagai kawasan lindungnya, dalam hal ini kawasan
NKT, guna memperkirakan daya dukung habitat yang menjadi shelter khusus bagi
satwa liar dilindungi.
Salah satu bentuk upaya perlindungan satwa dilindungi yang dapat dilakukan oleh
perusahaan diantaranya adalah dengan meningkatkan jumlah dan komposisi pohon
pakan bagi satwa Kuskus di daerah perlindungan ataupun area pasca penebangan
guna merehabilitasi habitat alaminya. Upaya penanaman jenis pakan, diantaranya
dari genus Pometia, Syzygium, Canarium dan Artocarpus, dirasa sebagai salah satu
opsi yang paling realistis guna menjaga kelestarian satwa Kuskus. Pertimbangan
pemilihan jenis pohon pakan pun hendaknya dengan mempertimbangkan periode
pembuahan tiap jenis, guna menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun.
28
VI. Kesimpulan
Hasil penelitian ini mengambil beberapa kesimpulan. Diantaranya,
1. Di dalam wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa ditemukan keberadaan Kuskus
Bohai (Spilocuscus rufoniger), namun tidak demikian dengan Kuskus Biak
(Spilocuscus wilsoni).
2. Terdapat 4 (empat) jenis Kuskus didalam wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa.
Yaitu, Phalanger orientalis, Phalanger gymnotis, Spilocuscus maculatus, dan
Spilocuscus rufoniger.
3. Terdapat 29 jenis vegetasi yang berpotensi sebagai pohon pakan bagi Kuskus
di wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa.
VII. Rekomendasi
1. Kawasan – kawasan yang memiliki nilai penting bagi Kuskus, seperti
sempadan sungai dan goa – goa alam, perlu terus dijaga dan dipelihara
kualitas tegakkannya guna menunjang populasi Kuskus. Hal ini terkait
dengan keberadaan Kuskus yang ternyata dijumpai di beberapa tempat
yang sebelumnya disebutkan diatas.
2. Diperlukan keberlanjutan komunikasi dan kolaborasi dengan
masyarakat guna menjaga kelestarian jenis kuskus yang ada dalam
wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa.
3. Perlu adanya upaya pengelolaan populasi Kuskus dengan cara
pencegahan kegiatan perburuan Kuskus dan pengelolaan habitat
melalui penanaman jenis-jenis pohon pakan Kuskus, baik di lokasi
perlindungan maupun di lokasi produksi. Pemilihan komposisi jenis
pohon pakan yang akan ditanam hendaknya juga mempertimbangkan
masa / periode pembuahan guna memastikan ketersediaan pakan
sepanjang tahun.
4. Terkait keberadaan Kuskus Bohai (S. rufoniger), yang memiliki status
Kritis (Critically Endangered) dari IUCN, maka kegiatan pengelolaan
populasinya sangat disarankan untuk melibatkan pihak-pihak yang
berkompeten dalam pengelolaan dan pengakajian akan tindakan yang
akan diperlukan. Lebih lanjut, diperlukan penanganan yang hati-hati bila
satwa tersebut terdampak oleh kegiatan produksi. Apabila ditemukan
Kuskus yang terdampak saat kegiatan penebangan, maka perlu
dilakukan observasi singkat terhadap kondisi fisiknya. Bila Kuskus
tersebut terindikasi dalam kondisi sehat, maka Kuskus tersebut perlu
segera dilepas kedalam hutan di mana satwa tersebut ditemukan.
Namun demikian, bila Kuskus tersebut mengalami luka ataupun terlihat
29
pasif akibat trauma, maka perlu adanya observasi lebih lanjut,
rehabilitasi bila diperlukan, dan pelepasan di daerah yang dirasa aman,
terutama di daerah perlindungan NKT. Pemilihan lokasi NKT yang akan
digunakan dalam kegiatan NKT perlu mempertimbangkan kondisi
keamanan, ketersediaan pohon pakan, serta kepadatan populasi
Kuskus yang ada dalam lokasi NKT. Kepadatan populasi Kuskus perlu
diperhatikan bila dalam NKT tersebut sebelumnya juga pernah
dilakukan pelepasan Kuskus.
5. Tindakan serupa di butir 4 juga perlu dilakukan terhadap Kuskus diluar
jenis Kuskus Bohai (S. rufoniger) selama satwa tersebut berada ataupun
bersumber dari wilayah kerja PT. Wijaya Sentosa. Setiap kejadian yang
melibatkan satwa dilindungi, terutama Kuskus, akibat kegiatan produksi
perlu untuk selalu didokumentasikan sebagai bentuk atensi terhadap
pengelolaan satwa liar dilindungi.
VIII. Bias dan Keterbatasan
Hasil penelitian ini tidak terlepas dari bias maupun batasan yang terkait cakupan
hasil analisa penelitian ini. Jumlah hari pengamatan yang terbatas dapat menjadi
salah satu sumber produksi bias dalam penelitian ini. Sedikitnya jumlah hari
pengamatan membuat terbatasnya luas area yang dapat tercover dalam penelitian
ini.
IX. Ucapan Terimakasih
Kegiatan penelitian ini tidak mungkin terselenggara tanpa bantuan banyak pihak.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala BPPLHK Manokwari dan pihak
PT. Wijaya Sentosa. Ucapan terimakasih pula kami sampaikan kepada Bapak M
Jasin dan Lourens Lengkong, Tunggul Anggoro, Ismail Eko Yuswantoro dan
rekan-rekan di Departemen Bina Hutan dan Lingkungan di PT. Wijaya Sentosa.
Ucapan terimaksih pula kami sampaikan kepada bapak Anton Sinery dari Pusat
Studi Lingkungan Hidup UNIPA serta dosen-dosen yang membantu dalam
pemeriksaaan jenis kuskus yang diperoleh.
30
X. Referensi
Aplin, K., & Helgen, K. (2016). Spilocuscus wilsoni. The IUCN Red List of Threatened Species 2016. Retrieved 23 February, 2017
Fatem, S., & Sawen, D. (2007). Jenis Kuskus di Pantai Utara Manokwari Papua. Biodiversitas, 8(2), 233-237.
Flannery, T. F. (1994). Possums of the world. A monograph of the Phalangeroidea. Chatswood. Flannery, T. F. (1995). Mammals of New Guinea: Chatswood, N.S.W : Reed : Australian Museum, 1995.
New ed. Helgen, K. M., & Flannery, T. F. (2004). Notes on the Phalangerid Marsupial Genus Spilocuscus, with
Description of a New Species from Papua, 825. Leary, T., Singadan, R., Menzies, J., Helgen, K., Allison, A., James, R., Flannery, T. F., Aplin, K., Dickman,
C. R., & Salas, L. (2016a). Spilocuscus rufoniger. The IUCN Red List of Threateened Species 2016. Retrieved 23 February, 2017
Leary, T., Singadan, R., Menzies, J., Helgen, K., Wright, D., Allison, A., Aplin, K., & R., D. C. (2016b). Spilocuscus maculatus.
Leary, T., Singadan, R., Menzies, J., Helgen, K., Wright, D., Allison, A., Aplin, K., Salas, L., & Dickman, C. (2016c). Phalanger vestitus. The IUCN Red List of Threatened Species 2016. Retrieved 15 March, 2017
Leary, T., Singadan, R., Menzies, J., Helgen, K., Wright, D., Allison, A., Salas, L., & Dickman, C. (2016d). Phalanger gymnotis. The IUCN Red List of Threatened Species 2016. from http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-2.RLTS.T16856A21951309.en
Norris, C. A., & Musser, G. G. (2001). Systematic Revision Within the Phalanger orientalis Complex (Diprotodontia, Phalangeridae): A Third Species of Lowland Gray Cuscus from New Guinea and Australia. American Museum of Natural History, 3356, 1-20.
Pattiselanno, F. (2007). Perburuan Kuskus (Phalangeridae) oleh Masyarakat Napan di Pulau Ratewi, Nabire, Papua. Biodiversitas, 8(4), 274 - 278.
Ross, L. G., & David, J. S. (2004). How effective is spotlighting for detecting the squirrel glider? Wildlife Research, 31(4), 443-449.
Saragih, E. W., Pattiselanno, F., & Sadsoeitoeboen, M. J. (2010). The diet of spotted cuscus (Spilocuscus maculatus) in natural and captivity habitat. Nusantara Bioscience, 2(2), 78 - 83.
Sinery, A. S. (2016). The population of spotted cuscus (Spilocuscus maculatus) and its habitat carrying capacity in Numfor Island, Papua, Indonesia. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity, 17(1), 315-321. doi: 10.13057/biodiv/d170143
Snape, M., Stevenson, B., & Evans, M. (2015). Arboreal Mammals Spotlight Survey 2014 (E. a. P. Directorate, Trans.). Canberra: ACT Government.
Wibisono, Y., & Utomo, P. M. (2017). Kajian Populasi dan Habitat Kuskus di Wilayah Kerja PT. WIJAYA SENTOSA Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Manokwari: Balai Penelitian dan Pengembangan Lingungan Hidup dan Kehutanan Manokwari.
31
Lampiran
Lampiran 1. Tallysheet survei populasi Kuskus
Lembar Data Survei dan Monitoring Satwa Arboreal Lembar:
Pengamat Kiri: Pengamat Kanan:
ID Transek:
Tanggal: Start Time: End Time:
% Tutupan Awan: Suhu:
Kecepatan Angin Presipitasi: Fase Bulan:
Spesies Jumlah No
Koordinat Sisi Obser
Jarak & Sudut
Posisi Keterangan
Keterangan:
Kecepatan Angin: Presipitasi: Fase Bulan:
0 – Sepoi-sepoi/ tidak ada 0 - Kering 0 – Bulan Baru
1 – Daun dan ranting bergesekan 1 – Gerimis 1 – Sabit (1/4)
2 – Cabang bergerak 2 – Hujan Ringan 2 – Separuh (1/2)
3 – Dahan bergerak 3 – Hujan Deras 3 – Hampir penuh (3/4)
4 – Seluruh pohon bergerak 4 - Purnama
Posisi
1. Tanah A. Dalam (tengah)
2. Banir / Atas akar B. Dahan
3. Batang C. Ranting
4. Tajuk Tengah D. Tajuk Luar
5. Tajuk Atas (Kanopi)
32
Lampiran 2. Tallysheet data survei vegetasi
Tanggal Arah Transek Koordinat Pencatat No Plot Keterangan Plot
No Jenis Diameter Tinggi
(m) TBBC
(m) Lebar
Tajuk (m) Keterangan
33
Lampiran 3. Daftar nama jenis yang ditemukan dalam plot survei vegetasi
No Species Family No Species Family
1 Abroma sp. Malvaceae 51 Garcinia dulcis Clusiaceae
2 Actinodaphne nitida Lauraceae 52 Garuga floribunda Burseraceae
3 Adenanthera pavonina Fabaceae 53 Gironniera sp. Cannabaceae
4 Aglaia argentata Meliaceae 54 Gmelina arborea Lamiaceae
5 Aglaia speciosa Meliaceae 55 Gnetum gnemon Gnetaceae
6 Alstonia macrophylla Apocynaceae 56 Gonocaryum pyriforme Cardiopteridaceae
7 Alstonia scholaris Apocynaceae 57 Gymnacranthera farquhariana Myristicaceae
8 Anthocephalus chinensis Rubiaceae 58 Haplolobus floribunda Burseraceae
9 Aquilaria filaria Thymelaeaceae 59 Haplolobus lanceolatus Burseraceae
10 Archidendron sp Fabaceae 60 Homalanthus sp. Euphorbiaceae
11 Artocarpus altilis Moraceae 61 Homalium foetidum Salicaceae
12 Artocarpus cempedak Moraceae 62 Hopea iriana Dipterocarpaceae
13 Baccaurea sp. Phyllanthaceae 63 Horsfieldia irya Myristicaceae
14 Blumeodendron discolor Pycnocomeae 64 Horsfieldia laevigata Myristicaceae
15 Buchanania arborescens Anacardiaceae 65 Horsfieldia silvestris Myristicaceae
16 Calophyllum costatum Clusiaceae 66 Intsia bijuga Fabaceae
17 Calophyllum inophyllum Clusiaceae 67 Intsia palembanica Fabaceae
18 Campnosperma sp. Anacardiaceae 68 Kingiodendron sp. Fabaceae
19 Cananga odorata Annonaceae 69 Knema orientalis Myristicaceae
20 Canarium asperum Burseraceae 70 Koordersiodendron pinnatum Myristicaceae
21 Canarium hirsutum Burseraceae 71 Leea zippeliana Vitaceae
22 Carallia brachiata Rhizophoraceae 72 Lepiniopsis ternatensis Apocynaceae
23 Celtis latifolia Cannabaceae 73 Lithocarpus rufovillosus Fagaceae
24 Celtis philippensis Cannabaceae 74 Litsea ampela Lauraceae
25 Cerbera floribunda Apocynaceae 75 Litsea ledermannii Lauraceae
26 Chionanthus macrocarpa Oleaceae 76 Litsea tuberculata Lauraceae
27 Chisocheton ceramicus Meliaceae 77 Lunasia amara Rutaceae
28 Chrysophyllum sp. Sapotaceae 78 Macaranga mappa Euphorbiaceae
29 Cryptocarya palmerensis Lauraceae 79 Macaranga mappa Euphorbiaceae
30 Diospyros hebecarpa Ebenaceae 80 Maniltoa browneoides Fabaceae
31 Diospyros papuana Ebenaceae 81 Mastixiodendron pachyclados Rubiaceae
32 Diospyros pilosanthera Ebenaceae 82 Myristica fatua Myristicaceae
33 Dracontomelon dao Anacardiaceae 83 Myristica gigantea Myristicaceae
34 Dracontomelon edule Anacardiaceae 84 Myristica tubiflora Myristicaceae
35 Dracontomelon mangiferum Anacardiaceae 85 Ochrosia glomerata Apocynaceae
36 Drypetes globosa Putranjivaceae 86 Octomeles sumatrana Tetramelaceae
37 Duabanga moluccana Lythraceae 87 Palaquium amboinensis Sapotaceae
38 Dysoxylum mollissimum Meliaceae 88 Palaquium lobbianum Sapotaceae
39 Elaeocarpus sphaericus Elaeocarpaceae 89 Parartocarpus sp. Moraceae
40 Elmerillia papuana Magnoliaceae 90 Paraserianthes falcataria Fabaceae
41 Endiandra acuminata Lauraceae 91 Pimelodendron amboinicum Euphorbiaceae
42 Endospermum medullosum Euphorbiaceae 92 Pisonia browneoides Nyctaginaceae
43 Euodia elleryana Rutaceae 93 Pisonia umbellifera Nyctaginaceae
44 Fagraea racemosa Gentianaceae 94 Planchonella anteridifera Sapotaceae
45 Ficus altissima Moraceae 95 Planchonia sp. Sapotaceae
46 Ficus benjamina Moraceae 96 Podocarpus amara Podocarpaceae
47 Ficus coonora Moraceae 97 Podocarpus blumei Podocarpaceae
48 Ficus hispida Moraceae 98 Polyalthia glauca Annonaceae
49 Ficus microcarpa Moraceae 99 Pometia acuminata Sapindaceae
50 Ficus nodosa Moraceae 100 Pometia coreacea Sapindaceae
34
No Species Family
101 Pometia pinnata Sapindaceae
102 Pterocarpus indicus Fabaceae
103 Pterocymbium beccari Malvaceae
104 Pterygota horsfieldii Malvaceae
105 Reinwardtiodendron celebicum Meliaceae
106 Rhus taitensis Anacardiaceae
107 Semecarpus papuanus Anacardiaceae
108 Spathiostemon javanensis Euphorbiaceae
109 Spondias cytherea Anacardiaceae
110 Sterculia parkinsonii Malvaceae
111 Sterculia shillinglawii Malvaceae
112 Syzygium anomala Myrtaceae
113 Syzygium sp. Myrtaceae
114 Syzygium versteegii Myrtaceae
115 Tabernaemontana sp Apocynaceae
116 Teijsmanniodendron bogoriense Lamiaceae
117 Terminalia canaliculata Combretaceae
118 Toona sp. Combretaceae
119 Urandra brasii Icacinaceae
120 Vatica rassak Dipterocarpaceae
121 Vitex pubescens Lamiaceae
122 Xanthomyrtus sp. Myrtaceae
123 Xanthostemon sp. Myrtaceae
124 Ziziphus sp. Rhamnaceae
Lampiran 4. Tabel Rekap perbandingan jenis yang diduga menjadi pakan Kuskus
Tim Survei PT.WS (2017)
Referensi
Sinery (2016) Flannery (1995) Saragih et al. (2010)
Callophyllum sp. Horsfieldia laevigata Ficus adoardu Ficus myriocarpa
Syzigium sp. Canarium hirsutum Ficus spp Ficus spp.
Terminalia catappa Palaquium amboinensis Lithocarpus Merremia peltata
Spondias pinnata Mallotus philipiensis Elaocarpus Syzigium sp.
Pometia pinata Palaquium lobianum Pometia sp. Soneratia griffithi
Aglaiea orgentea Aglaia sp. Aglaia sp. Ficus benjamina
Alstonia sp. Pimelodendron amboinicum Alstonia sp. Callophylum inophyllum
Artocarpus sp. Lepinopsis ternatensis Pipturus sp. Intsia bijuga
Rungia sp. Ficus paka
Mishocarpus Syzigium cf versteegii
*Physignatus lesueuri
**Rattus exulans
*Australian Water Dragon, ** Polinesian Rat
Sumber : Wibisono & Utomo (2017)
top related