laporan akhir penelitian unggulan fakultas studi
Post on 01-Oct-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS
Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya
Kabupaten Bogor
Ketua Tim Peneliti : Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT (2959-USAKTI)
Anggota Tim Peneliti : Dr. Ir. Adurrachman Asseggaf, MT (1091/USAKTI)
Mohammad Apriniyadi, S.Si, MSc. (3144/USAKTI)
M. Adimas Amri, ST, MT (3539/USAKTI)
Mahasiswa : Ruli Firmanda (072001900055)
Raizar Mahabbatan (072001700032)
ii
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS
Tahun Akademik 2020-2021
I. JUDUL PENELITIAN : Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin dan
Sekitarnya, Kabupaten Bogor
II ROAD MAP PENELITIAN
(Terlampir)
:
4 Bidang Unggulan : I. Green Energi II. Green Society
√ III.Green Urban
Environment
IV.Green Healthy
Life
Rumpun Penelitian √ A. Mitigasi
bencana Bangunan
& Lingkungan
B. Green Design
C. Green
Engineering
Technology
D. Livable
Space
E. Perilaku
Kesehatan
F.Diagnostik
G. Precision
Medicine
H. Obat, Suplemen &
Produk Biologi
II. KETUA PENELITI
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT
b. Pangkat/Golongan dan NIK : ASA/III-B/2959-USAKTI
c. NIDN : 0316097003
iii
d.
e.
Jurusan/Fakultas/Universitas
:
:
Teknik Geologi/FTKE/Universitas Trisakti
suhermandwi@trisakti.ac.id
III. ANGGOTA TIM PENELITI : 1. Nama : Dr. Ir. A. Asseggaf, MT
NIK : 1091
NIDN
:
:
0318095201
2. Nama : M. Apriniyadi, S.Si, MSc.
NIK : 3144
NIDN
:
:
0301048502
3. Nama : M. Adimas Amri, ST, MT
NIK : 3539
NIDN
:
:
0304089003
ANGGOTA MAHASISWA : 1. Nama : Ruli Firmanda
NIM : 072001900055
2. Nama : Raizar Mahabbatan
NIM : 072001700032
IV. WAKTU PENELITIAN : TA 2020 - 2021
Bulan/Tahun Mulai : Oktober/2020
Bulan/Tahun Selesai : Agustus/2021
V. BIAYA PENELITIAN :
a. Kontribusi Fakultas : Rp. 18.380.000
b. Kontribusi Lembaga Penelitian : Rp.
d. Kontribusi Badan-Badan Lain : Rp.
1. …………………………. : Rp.
2. …………………………. : Rp.
TOTAL BIAYA : Rp. 18.380.000
Direktur Lembaga Penelitian
(Dr. Astri Rinanti, MT)NIK : 2234 /USAKTI
(Dr. Astri Rinanti, MT)NIK : 2234 /USAKTI
v
IDENTITAS PENELITIAN
Judul Penelitian : Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin Dan Sekitarnya,
Kabupaten Bogor
Laboratorium yang digunakan : Lab. Geologi Teknik dan Lab. Geofisika, Teknik Geologi,
FTKE-Usakti
Nama Mitra : -
Alamat Mitra : -
Kontribusi Mitra : -
Topik PKM Terkait : Sosialisasi dan Edukasi sumberdaya geologi Daerah Depok
dan Sekitarnya bagi karyawan CV. Rumah kampung di
Sawangan Depok
Mata Kuliah Terkait : Geologi Tata Lingkungan dan Bencana Geologi
Target Tingkat Kesiapterapan
Teknologi (TkT)
: 1 – 2 tahun sudah banyak dibuat sumur resapan
Produk Inovasi : Peta sebaran akuifer
LUARAN PENELITIAN
Jenis Luaran Status Judul Tautan (URL)
1. Karya ilmiah di
Jurnal Nasional
*) - Sebaran Akuifer
Airtanah di Daerah
Rumpin dan
Sekitarnya,
Kabupaten Bogor,
Jawa Barat
2. Karya ilmiah di
Jurnal Internasional
*)
3. Hak Cipta Korelasi Data
Singkapan dan Hasil
Geolistrik di Daerah
Rumpin: Analisis
sebaran Akuifer
Airtanah Permukan
vi
Kedalaman 0 – 20
meter
4. Desain Industri
5. Potensi paten/Paten
sederhana
6. Buku *)
*) status draft atau submitted atau reviewed atau accepted atau published
RINGKASAN EKSEKUTIF
Geologi Daerah Tangerang termasuk didalamnya wilayah Rumpin sebagian besar dibentuk
oleh endapan permukaan Kuarter (Aluvium, Pematang Pantai, Kipas Aluvium dan Tufa
Banten) dan sebagian kecil (selatan) berupa batuan sedimen Tersier (Formasi Genteng dan
Formasi Serpong). Batas cekungan airtanah di permukaan diperkirakan terletak di sepanjang
aliran sungai Cidurian/Cibeureum (barat) dan Kali Pesanggrahan (timur), serta pada batas
singkapan batuan Tersier (selatan) yang lulus dan kedap airtanah. Permasalahan yang timbul
adalah bagaimana keterkaitan antara data permukaan (singkapan) dengan data bawah
permukaan (berdasarkan pendugaan data geolistrik) yang di validasi dengan data pemboran
menjadi suatu model sistem hidrogeologi di daerah penenilitan. Tujuan dari penelitian ini
adalah menentukan kondisi hidrogeologi dan karakteristik sebaran akuifer, serta menghitung
potensi air tanah di Daerah Rumpin dan sekitarnya berdasarkan data singkapan, data geologi
bawah permukaan dan data log bor.
Berdasarkan hasil penelitian, batas bagian bawah cekungan airtanah dapat berupa batuan yang
kompak ataupun lempung yang sangat tebal dan diperkirakan lebih dari kedalaman 100 meter.
Sistem hidrogeologi daerah Rumpin dan sekitarnya hasil dari data geolistrik, kemudian
divalidasi dengan data singkapan dipermukaan dan log bor, dapat dikelompokkan ke dalam
Akifer yang meliputi Kelompok Akifer Airtanah Bebas, mempunyai kisaran kedalaman 0 –
15 dan 15 – 45meter dengan 1 – 2 akifer yang tebalnya berkisar antara 2 – 7meter. Adapun
data Muka Air Tanah (MAT) dangkal/bebas (0 – 10 m) mempunyai kedalaman muka airtanah
berkisar antara 0 hingga –5 m (mts).
Hasil analisis geolistrik menunjukkan bahwa penyebaran lapisan akifer tidak merata dan ada
kesan bahwa akifer airtanah bebasnya dapat mencapai kedalaman 3 – 20 meter (mts). Sebaran
peta isoresistivitas dengan tahanan jenis pada kedalaman 3 – 20 meter terdapat potensi
airtanah segar. Adapun luaran yang dihasilkan nanti berupa Jurnal Nasional dan dua buah
HKI.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan ridho-Nya dalam
menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian berjudul “Studi Hidrogeologi Daerah
Rumpin Dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor” dengan tepat waktu. Pelaksanaan penelitian ini
ditujukan untuk menentukan kondisi hidrogeologi dan karakteristik sebaran akuifer, serta
menghitung potensi air tanah di Daerah Rumpin dan sekitarnya berdasarkan data singkapan,
data geologi bawah permukaan dan singkapan atau data log bor. Adapun luaran yang
dihasilkan dalam penelitian ini antara laian berupa satu publikasi yang masih dalam
pembuatan untuk di submitkan ke jurnal nasional dan pembuatan dua HKI.
Penyusunan hasil penelitian ini disajikan agar mudah untuk dipahami. Hasil analisis dan
pengolahan data ditujukan untuk memperkuat bukti interpretasi. Laporan penelitian dan
luaran penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan materi ajar dari Geologi Tata
Lingkungan.
Akhir kata penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak atas
dukungan moril dari teman- teman dosen prodi Teknik Geologi serta tim LEMLIT, Fakultas
dan Universitas yang telah memberi kesempatan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
Jakarta, 30 Juli 2021
Ketua Penelitian
Suherman Dwi Nuryana, S.T., M.T.
Nik. 2959/USAKTI
viii
DAFTAR ISI
Contents LAPORAN KEMAJUAN ...................................................................................................... ii
PENGESAHAN ..................................................................................................................... iv
IDENTITAS PENELITIAN .................................................................................................. v
LUARAN PENELITIAN....................................................................................................... v
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xi
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 3
1.4. Batasan Penelitian......................................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 4
2.1. Geologi Regional Daerah Penelitian ............................................................................ 5
2.2. Potensi Air Tanah ......................................................................................................... 8
2.2.1. Litologi Akuifer ..................................................................................................... 9
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 11
3.1. Roadmap Ketua Peneliti ............................................................................................. 11
3.2. Metode Penelitian ....................................................................................................... 11
3.3. Metode Analisis .......................................................................................................... 13
3.3.1. Data Singkapan dan Log Bor................................................................................ 13
3.3.2. Metode Geolistrik ................................................................................................. 13
3.3.3. Alat dan Bahan ..................................................................................................... 17
3.4. Indikator Capaian Penelitian ...................................................................................... 17
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 18
4.1. Data Lapangan ............................................................................................................ 18
4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian .......................................................................... 18
4.1.2. Geologi Daerah Penelitian .................................................................................... 19
4.1.3. Data Pengukuran Muka Air Tanah (MAT) .......................................................... 24
4.1.4. Data Log Bor ........................................................................................................ 25
4.1.5. Data Pengukuran Geolistrik Daerah Serpong ....................................................... 26
4.1.6. Data Pengukuran Geo Listrik Daerah Rumpin ..................................................... 32
4.2. Analisis Data............................................................................................................... 33
4.2.1. Cekungan Airtanah .............................................................................................. 33
ix
4.2.2. Sebaran Permukaan .............................................................................................. 33
4.2.1.1. Sebaran Bawah Permukaan........................................................................... 34
4.2.3. Cekungan Airtanah Tangerang ............................................................................ 34
4.2.4. Sistem Akifer Airtanah ........................................................................................ 34
4.2.4.1. Wilayah Serpong ........................................................................................... 35
4.2.4.2. Wilayah Rumpin ........................................................................................... 35
4.2.5. Kelompok Akifer ................................................................................................. 37
4.2.5.1. Wilayah Serpong ........................................................................................... 37
4.2.5.2. Wilayah Rumpin ........................................................................................... 38
4.2.6. Kondisi Airtanah .................................................................................................. 39
4.2. Sistem Hidrogeologi Daerah Rumpin Dan Sekitarnya ............................................... 40
BAB 5. KESIMPULAN ...................................................................................................... 45
BAB 6. RENCANA TINDAK LANJUT ........................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 47
LAMPIRAN.......................................................................................................................... 48
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis Konfigurasi Elektrode dan Faktor Geometri dalam Metoda Geolistrik ......... 16
Tabel 2. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) daerah penelitian. ....................................... 24
Tabel 3. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) permukaan (mata air danau) ...................... 24
Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 27
Tabel 5. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................. 28
Tabel 6. Data Hasil Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 29
Tabel 7. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................. 30
Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 30
Tabel 9. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................. 31
Tabel 10. Data Airtanah Wilayah Tangerang ....................................................................... 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Penelitian Daerah Rumpin dan Sekitarnya ................................................ 2
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Rumpin dan Sekitarnya ................................................ 5
Gambar 3. Kondisi airtanah regional pada daerah penelitian .................................................. 8
Gambar 4. Road map Penelitian ............................................................................................ 11
Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Pelaksanaan Penelitian .................................................... 12
Gambar 6. Letak Posisi Elektroda Konfigurasi Wenner-Schlumberger ................................ 14
Gambar 7. Pola aliran dan bidang ekipotensial ..................................................................... 15
Gambar 8. Konfigurasi Wenner ............................................................................................. 15
Gambar 9. Model Silinder...................................................................................................... 16
Gambar 10. 1 Set Alat Geolistrik ......................................................................................... 17
Gambar 11. Morfologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya ........................................................ 18
Gambar 12. Geologi Regional Kabupaten Tangerang ........................................................... 20
Gambar 13. Singkapan batupasir dan batugamping dengan sisipan batulempung, Formasi
Bojongmanik. ...................................................................................................... 21
Gambar 14. Singkapan Formasi Genteng, batupasir kasar pada bagian bawah dan batupasir
halus di bagian tengah serta tuf pada bagian atasnya .......................................... 21
Gambar 15. Singkapan Formasi Serpong, Perselingan Konglomerat, Batupasir dan
Batulempung pada beberapa tempat dijumpai arang tumbuhan ......................... 22
Gambar 16. Singkapan Tuff Banten ...................................................................................... 22
Gambar 17. Singkapan Kipas Aluvium Bogor (Qav). ........................................................... 23
Gambar 18. Singkapan Endapan dataran pantai .................................................................... 23
Gambar 19. Contoh sumur gali penduduk yang diukur MAT nya ........................................ 24
Gambar 20. Contoh mata air (danau) yang diukur MAT nya ................................................ 25
Gambar 21. Penampang litologi lintasan Utara - Selatan : A – A’ ........................................ 25
Gambar 22. Penampang Litologi Barat – Timur bagian Selatan, di daerah Rumpin : Lintasan
C – C’ .................................................................................................................. 26
Gambar 23. Penampang Resistivitas 2-D .............................................................................. 32
Gambar 24. Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Banten ........................................................ 33
Gambar 25. Data Singkapan di Daerah Rumpin .................................................................... 36
Gambar 26. Penampang litologi arah barat – timur di daerah Rumpin ................................. 37
Gambar 27. Penampang Geolistrik Daerah Serpong ............................................................. 38
Gambar 28. Penampang 2-D Geolistrik ................................................................................. 39
Gambar 29. Daerah Aliran Sungai Cisadane, lokasi Rumpin ............................................... 41
Gambar 30. Singakapan berlokasi didaerah Rumpin ............................................................. 41
Gambar 31. Daerah Aliran Sungai dan batasnya ................................................................... 43
Gambar 32. Aliran airtanah Dalam ........................................................................................ 44
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah Rumpin, merupakan daerah yang perkembangan wilayahnya sangat pesat, sehingga
dijadikan rencana untuk dikembangkan menjadi ibukota kabupaten baru. Dengan menjadi
ibukota kabupaten baru, daerah Rumpin akan menjadi wilayah pusat pertumbuhan baru,
ditunjang dengan wilayahnya yang strategis dekat dengan ibukota negara. Sehingga
diperlukan kajian seberapa daya dukung wilayah ini, bila mengalami perkembangan
kedepannya, baik daya dukung sumber daya bumi maupun kendala secara geologinya, untuk
mengantisipasi perkembangan wilayahnya yang akan terus berkembang, baik secara
ekonomi, industri maupun pertambahan penduduknya. Kajian hidrogeologi, merupakan
salah satu aspek untuk mengetahui sumber daya geologi di daerah Rumpin ini. Dengan
mengetahui kondisi hidrologi akan memberikan gambaran potensi air tanahnya, yang sangat
bermanfaat untuk mengantisipasi kebutuhan akan air tanah guna menunjang kemajuan
pembangunan di kawasan ini pada masa mendatang. Secara khusus kajian tentang
hidrogeologi daerah Rumpin ini belum pernah dilakukan. Hasil penelitian terbaru penulis
(nuryana, dkk., 2020) adalah tentang pendugaan struktur bawah permukaan pada bagian
tengah DAS Cisadane. yang mencakup daerah Rumpin dan sekitarnya. Daerah Rumpin yang
merupakan wilayah di tepi bagian barat sungai Cisadane sangat menarik untuk dikaji sistem
hidrogeologinya, apakah secara geologi sistem akuifernya menerus dipengaruhi oleh air dari
sungai Cisadane atau tidak menerus, karena akuifernya merupakan lensis dari endapan
pematang alluvial (Efendi, dkk., 1998) atau karena faktor lainnya, (Gambar 1.).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang (Rusmana dkk, 1991) dan Peta Geologi Lembar
Jakarta (Turkandi dkk, 1992) daerah Tangerang merupakan bagian dari Cekungan Jakarta
yang terisi oleh endapan Kuarter yang terletak secara tidak selaras di atas batuan dasar
berupa batuan sedimen Tersier (Martodjojo, 1984). Endapan Kuarter dibentuk oleh satuan
batuan berumur Plio-Pleistosen hingga Resen dengan litologi, berupa : endapan kipas
vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di selatan. Kemudian pada masa tersebut,
terjadi pula proses-proses diantaranya proses pengerosian batuan yang ada, pembentukan
alur sungai sedimen hasil erosi/hujan/banjir, perkembangan pantai, serta pengendapan laut.
2
Gambar 1. Lokasi Penelitian Daerah Rumpin dan Sekitarnya
Untuk pendugaan susunan batuan bawah permukaan secara vertikal maupun horizontal serta
perkiraan batuan pembawa air (akifer) dan interpretasi data secara horizontal dilakukan
pengambilan data lapangan dengan metode geolistrik. Data lapangan yang dihasilkan
merupakan data semu dari sifat kelistrikan batuan. Melalui pengolahan data akan diperoleh
sifat kelistrikan batuan vertikal sebenarnya. Interpretasi data lapangan akan menggambarkan
kondisi lapisan batuan bawah permukaan secara vertikal. Melalui sifat-sifat kelistrikan
batuan ini dapat di tafsirkan sebaran lapisan akuifernya. Dengan gabungan dat-data tersebut
menjadi menarik apakah sistem hidrogeologinya terdapat pada batuan yang berumur muda
pada endapan Kuarter atau pada batuan yang lebih tua ditemukan reservoir yang
mengandung air tanah dalam sebagai suatu sistem hidrogeologi di daerah Rumpin.
1.2. Perumusan Masalah
Kondisi geologi dan hidrogeologi bawah permukaan sangatlah komplek, karena itu
diperlukan berbagai data lapangan, berupa data singkapan, data geologi bawah permukaan
maupun data pemboran di daerah penelitian untuk mengetahui ketersediaan sumber daya
airtanah dan sebaran akuifernya untuk kemudian dianalisis sistem hidrogeologinya di daerah
penenlitian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka permasalahan yang timbul adalah
bagaimana keterkaitan antara data permukaan (singkapan) dengan data bawah permukaan
3
(berdasarkan pendugaan data geolistrik) yang di validasi dengan data pemboran menjadi suatu
model sistem hidrogeologi di daerah penenilitan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi hidrogeologi dan karakteristik sebaran
akuifer, serta menghitung potensi air tanah di Daerah Rumpin dan sekitarnya berdasarkan
data singkapan, data geologi bawah permukaan dan singkapan atau data log bor.
1.4. Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini hanya didasarkan pada data permukaan dengan pemetaan singkapan di
lapangan untuk kemudian dikorelasikan dengan data bawah permukaan hasil dari data
Geolistrik yang divalidasi dengan data singkapan atau data log bor untuk kemudian dibuat
model sistem hidrogeologinya.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukkan bagi pemerintah
daerah tentang kondisi dan sebaran air tanah di Daerah Rumpin serta memberikan bahan
masukkan bagi bahan kajian kuliah Geologi Tata Lingkungan tentang sistem akuifer air tanah
dan hidrologinya serta bahan kajian bagi mata kuliah Bencana Geologi, kaitan air tanah
dengan kondisi geologi bagi mitigasi bencana.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian tentang hidrogeologi dan air tanah yang merupakan sistem yang ada di kerak bumi
telah banyak dilakukan, proses kejadian, distribusi, dan pergerakan air di bawah permukaan
bumi sebagai interaksi geologis di kerak bumi merupakan lingkup dari kajian geohidrologi
(Tood, 2005). Hidrogeologi adalah subjek interdisipliner yang mencakup aspek hidrologi.
Hidrologi adalah ilmu yang mendiskusikan perairan Bumi, kemunculannya, sirkulasi, dan
distribusinya, sifat kimianya dan fisiknya, dan reaksinya dengan lingkungan, termasuk
hubungannya dengan makhluk hidup, (Hiscock, 2005).
Airtanah adalah air di bumi terutama yang memasok sumur dan mata air (Merriam Webster,
https://www.merriam-webster.com/dictionary/groundwater). Air tanah sangat dipengaruhi
oleh proses-proses geomorfologi pada masa lampau, dimana sejarah pembentukan dataran
pada suatu daerah berkaitan dengan hasil proses-proses geomorfologinya (Strahler dan
Strahler, 1983). Seiring dengan waktu geologi, aliran airtanah melalui lapisan batuan
penyusun akuifer akan menyebabkan berbagai proses yang mempengaruhi dinamika
karakteristik airtanah itu sendiri (Kodoatie, 1996). Air tanah sangatlah spesifik dan unik,
keberadaanya tidak menyebar secara merata sehingga untuk mengetahui keberadaan air tanah
tersebut perlu dilakukan penyelidikan geologi bawah permukaan (Waspodo, 2015).
Faktor lain yang mempengaruhi airtanah adalah kondisi lingkungan pengendapan saat
pembentukan batuan, susunan komposisi mineral batuan akuifer, proses dan pola pergerakan
airtanah di dalam akuifer (Maria, dkk., 2018). Lingkungan pengendapan sangat berhubungan
dengan sifat fisik batuannya, seperti ukuran butir sebagai hasil dari proses sedimentasi, yang
akan membentuk stratigrafi akuifer tertentu (Santosa, 2012). Air tanah terdapat pada lapisan
akuifer yang memiliki ciri-ciri tersusun atas batu pasir lempungan sampai batu pasir, dengan
mengetahui litologi lapisan tersebut maka dapat diduga sebaran dan ketebalan lapisan akuifer
(Saputra, 2016).
Proses pengendapan pada lingkungan tertentu, baik di sungai, danau, dan daerah laut dangkal
akan mempengaruhi karakteristik airtanah dan susunan stratigrafi akuifernya (Cartwright et
al., 2005). Stratigrafi akuifer ini dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya proses geomorfologi
masa lampau sehingga asal-usul akuifer serta bagaimana airtanah berada dalam akuifer atau
terjebak pada suatu lapisan batuan, yang merupakan faktor-faktor dalam proses pembentukan
akuifer dan karakteristik airtanah (Appelo dan Postma, 1994).
5
Proses pelepasan air tanah dari batuan kompak dapat terjadi melalui lubang air berupa rekahan
yang terlihat jelas dan umumnya berbeda dengan pelepasan air dari sedimen. Lubang air
tersebut juga kadang tertutup sedimen atau batuan yang berada jauh di dasar tampungan
sehingga tidak dapat terlihat langsung (Kresic & Stevanovic, 2009). Lubang air ini bisa keluar
melalui rekahan yang diakibatkan oleh adanya tektonik Tersier pada daerah DAS Cisadane,
berdasarkan interpretasi hasil gaya berat (Nuryana, dkk.,2020).
2.1. Geologi Regional Daerah Penelitian
Kondisi geologi daerah penenlitian berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang (Rusmana dkk,
1991) dan Peta Geologi Lembar Jakarta (Turkandi dkk, 1992) daerah Tangerang merupakan
bagian dari Cekungan Jakarta yang terisi oleh endapan Kuarter yang terletak secara tidak
selaras di atas batuan dasar berupa batuan sedimen Tersier (Martodjojo, 1984). Endapan
Kuarter dibentuk oleh satuan batuan berumur Plio-Pleistosen hingga Resen dengan litologi,
berupa : endapan kipas vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di selatan. Kemudian
pada masa tersebut, terjadi pula proses-proses diantaranya proses pengerosian batuan yang
ada, pembentukan alur sungai sedimen hasil erosi/hujan/banjir, perkembangan pantai, serta
pengendapan laut. Formasi batuan yang menyusun daerah Tangerang pada kala Miosen
Tengah – Holosen, berurutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 2):
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Rumpin dan Sekitarnya
6
1. Formasi Bojongmanik (Tmb)
Perselingan antara batupasir dan lempung pasiran dengan sisipan batugamping di bagian
bawah dan batupasir tufaan serta tuf di bagian atas. Batupasir, jenis grewake, kelabu kehijauan
bila segar, dan kelabu muda bila lapuk; mengandung banyak glaukonit. Lempung pasiran,
kelabu muda; agak padat; kadang-kadang gampingan. Tebal lapisan berkisar dari 10 - 30 cm.
Batugamping, kelabu; padat; berlapis dengan tebal 50 - 100 cm, mengandung fosil moluska
dan koral. Makin ke atas kadar tufnya makin tinggi, dan kemudian didapatkan tuf halus
berlapis dan tuf batuapung. Umumnya batuan ini berwarna kelabu muda, dan kuning
kecoklatan bila sudah lapuk. Tebalnya yang pasti tidak diketahui, namun diperkirakan
melebihi 800 m.
2. Formasi Genteng (Tpg)
Tuf berbatuapung, batupasir tufaan, konglomerat, breksi andesit dan sisipan lempung tufaan.
Tuf berbatuapung, putih sampai kelabu, berbutir halus sampai kasar; susunan menengah
sampai asam dan berlapis baik. dengan tebal lapisan 80-90 cm. Ditemukan juga tuf hablur,
mengandung kuarsa, mika. horenblenda, kaca, dan batuapung; sering disertai kepingan
andesit. Batupasir tufaan, kelabu kehijauan, mengandung glaukonil. berbutir menengah
sampai kasar, kadang-kadang diselingi lempung tufaan. Konglomerat. kelabu tua, agak padat;
komponennya terutama andesit, dengan masadasar pasir tufaan; berlapis baik, tebal lapisan
15-60 cm. Lempung tufaan. kelabu kehijauan; lunak; tebal lapisan 5-10 cm. Secara umum
satuan ini menunjukkan perlapisan bagus, struktur sedimen berupa perlapisan silang-siur dan
berusunan. Tebal formasi ini diperkirakan berkisar 800 - 1000 m. menindih takselaras
Formasi Bojongmanik (Tmb).
3. Tufa Banten (Qpvb)
Tuf, breksi batu-apung dan batupasir tufaan. Tuf terdiri dari tuf kaca, tuf kaca dan tufhablur.
Tuf kaca, kelabu; terdiri dari masadasar kaca halus dengan fenokris felspar, mineral mafik
dan sedikit kuarsa; bersusunan andesit; umumnya mengandung batuapung. Tuf sela, kelabu
gelap, terutama terdiri dari kepingan andesit dan batuapung serta sedikit felspar dan tuf halus
sebagai masadasar. Tuf hablur, kelabu pulih; tersusun dari felspar, mika, mineral mafik, kaca
dan sedikit kepingan andesit serta batuapung. Batupasir tufaan, putih kelabu, berbutir
menengah sampai kasar, agak padat, mengandung batuapung, Breksi batuapung,
7
berkomponen batuapung (5 - 10 cm); andesit dengan masadasar tuf berbutir halus sampai
kasar. Umur satuan ini diperkirakan Plistosen Awal bagian atas tebalnya diduga melebihi 200
m.
4. Formasi Serpong (Tpss)
Terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat, batulanau dan batulempung dengan sisa
tanaman, konglomerat batuapung dan tufa batuapung. Konglomerat berwarna hitam kebiruan
terdiri dari beraneka ragam komponen, yaitu andesit, basal, batu gamping dan rijang, kemas
terbuka, pemilahan sedang, komponen berukuran 7-12 cm, setempat sampai 30 cm,
membundar tanggung, berstruktur imbrikasi. Batupasir berwarna kelabu kehitaman, berbutir
halus-sedang, tebal lapisan 60-200 cm. Batulanau dan batulempung umumnya berwarna
kelabu kehitaman, mengandung sisa tanaman dan bekas galian binatang terdapat berselingan
dengan konglomerat dengan ketebalan bervariasi antara 50-300 m. Satuan ini tersebar
setempat-setempat di bagian selatan sekitar S. Cisadane,. Tebal formasi ini umumnya kurang
dari 100 m, berumur Pliosen Akhir.
5. Endapan Kipas Aluvium (Qav)
Terdiri dari tufa halus berlapis, tufa konglomeratan berselang seling dengan tufa pasiran dan
tufa batuapung. Tufa halus berwarna kelabu muda, berlapis tipis, pejal, tufa konglomeratan
dan tufa pasiran berwarna kelabu muda, pemilahan buruk, berbutir halus-kasar, membundar-
membundar tanggung, garis tengah 3-5 cm. Satuan ini membentuk morfologi kipas dengan
pola aliran "dischotomic". Tebal sekitar 300 meter, bahan pembentuknya berasal dari batuan
gunungapi muda di daratan tinggi Bogor, berumur Plistosen.
6. Endapan Aluvium Sungai (Qa)
Merupakan endapan material lepas terdiri dari kerakal, kerikil dan lempung yang proses
pengendapannya masih berlangsung sampai sekarang (Holosen). Satuan ini menghampar luas
di bagian utara dan sepanjang sungai-sungai utama Sebaran endapan sungai terlihat secara
baik di lembah K. Cisadane dan menempati hampir sepertiga daerah penyelidikan. Endapan
aluvial sungai terutama terdiri atas pasir dan kerikil bersusunan andesitan serta fragmen
batugamping, sebagai hasil rombakan (reworked) dari satuan batuan yang lebih tua.
8
Dari kondisi geologi ini, akan diketahui sebaran dari batuan yang merupakan reservoir air
tanah untuk digunakan sebagai analisis dari sistem hidrogeologi di daerah penelitian.
2.2. Potensi Air Tanah
Air bawah tanah atau airtanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air
(akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk di dalamnya mataair yang muncul secara
alamiah diatas permukaan tanah. Airtanah dipisahkan menjadi airtanah bebas (tak tertekan)
dan airtanah tertekan (Gambar 3).
• Airtanah bebas (tak tertekan) adalah airtanah yang terdapat pada akuifer yang pada bagian
bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air sedangkan bagian atasnya tidak ditutupi lapisan
kedap air melainkan oleh muka preatik yang bertertekan 1 (satu) atmosfir
• Airtanah tertekan adalah airtanah yang terdapat pada akuifer yang dibatasi lapisan kedap
air di bagian atas dan bagian bawahnya.
Komponen utama pembentuk airtanah adalah air hujan yang sebagian meresap ke dalam tanah
di daerah imbuhnya (recharge area) dan sebagian tersimpan di dalam akuifer serta sebagian
lagi keluar secara alamiah di daerah luah (discharge area).
Gambar 3. Kondisi airtanah regional pada daerah penelitian
9
2.2.1. Litologi Akuifer
Litologi akuifer di daerah penyelidikan terdiri Formasi Bojongmanik (Tmb); perselingan
antara batupasir dan lempung pasiran dengan sisipan batugamping di bagian bawah dan
batupasir tufaan serla lufdi bagian atas. Formasi Genteng (Tpg): tuf berbatuapung, batupasir
, konglomerat, breksi andesit dan sisipan lempung . Tufa Banten (Qpvb): tufa, breksi batu-
apung dan batupasir tufaan. Tufa terdiri dari tufa kaca, tufa kaca dan tufahablur. Formasi
Serpong (Tpss) yaitu dari perselingan batupasir, konglomerat, batulanau dan batulempung
dengan sisa tanaman, konglomerat batuapung dan tufa batuapung. Kipas Aluvium (Qav)
terdiri dari tufa halus berlapis, tufa konglomeratan berselang seling dengan tufa pasiran dan
tufa batuapung. Endapan Aluvium (Qa), merupakan endapan material lepas terdiri dari
kerakal, kerikil dan lempung yang proses pengendapannya masih berlangsung sampai
sekarang (Holosen).
Sistem Akuifer
Daerah penyelidikan terdiri dari beberapa jenis batuan yang masing-masing mempunyai
kesarangan dan kelulusan berbeda-beda, berdasarkan hal tersebut akuifer nya dapat
dipisahkan menjadi sistem akuifer, yakni sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar
butir, dan sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan rekahan.
a. Sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir
Akuifer ini disusun oleh material hasil pelapukan batuan dan endapan aluvial yang terdiri
atas: kerakal, kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Batuan akuifer ini bersifat lepas dengan
kesarangan dan kelulusan relatif tinggi. Penyebaran akuifer tersebut terdapat di daerah
dataran aluvial dan setempat-setempat pada daerah zona pelapukan batuan.
b. Sistem akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir
Terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat, batulanau dan batulempung dengan sisa
tanaman, konglomerat batuapung dan tufa batuapung, mempunyai kelulusan rendah.
Lapisan ini merupakan alas kelompok akuifer yang terdiri atas lapisan tufa batuapung,
tufa kuarter muda dan endapan aluvial sungai. Dari komposisi litologi lapisan tufa
batuapung dan tufa kuarter muda dapatlah disebutkan bahwa tufa berukuran butir pasir
mampu menyimpan dan meluluskan air secara baik (akuifer), sebaliknya tufa berukuran
butir halus dan lempung kurang meluluskan air (akuiklud). Endapan aluvial sungai yang
didominasi oleh pasir dan kerikil bersifat lepas, umumnya dapat bertindak sebagai akuifer
10
yang bagus. Hasil pendugaan geolistrik lebih jelas lagi memberikan gambaran mengenai
sistem akuifer di daerah penyelidikan. Dua jenis akuifer yakni akuifer tidak
tertekan (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer) dijumpai di daerah
ini, bertindak sebagai akuifer adalah tufa pasiran. Di antara akuifer tidak tertekan dan
akuifer tertekan dibatasi oleh lapisan penyekat (akuiklud) berupa tufa lempungan. Akuifer
tidak tertekan dijumpai pada kedalaman mencapai 25 m sedangkan akuifer tertekan
dijumpai mulai kedalaman 25 m sampai 75 m.
11
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Roadmap Ketua Peneliti
Gambar 4. Road map Penelitian
Topik penelitian tentang sistem hidrogeologi adalah bagian dari roadmap penelitian tentang
pengaturan tata ruang dan pengembangan wilayah berbasis kajian fisik geologi yang meliputi
ketersediaan sumber daya alam, sumber daya air, dan faktor kebencanaan. Dalam
pengembangan wilayah, parameter kajian fisik geologi sumber daya air, diperlukan studi
tentang hidrogeologi yang mencakup studi tentang sistem akuifer, ketersediaan air tanah serta
kualitasnya.
3.2. Metode Penelitian
Metodologi dalam penelitian ini meliputi berbagai tahapan penelitian, meliputi 2(dua) tahap:
1. Tahap Persiapan
Meliputi studi pustaka dari berbagai hasil penelitian terdahulu, sebagai data awal untuk
mengetahui kondisi di daerah penelitian.
2. Tahap Pengambilan Data Lapangan.
a. Dalam pengamatan lapangan ini meliputi pemetaan geologi dan pengamatan kondisi
hidrogeologinya. Pemetaan geologi berdasarkan data dasar dari Peta Geologi Regional
skala 1 : 100.000 Lembar Bogor (Efendi, dkk.,1998). Gambaran kondisi geologi di
daerah penelitian dapat dijadikan acuan untuk mengetahui karakterisitk lapisan
12
akuifer di daerah penelitian yang didukung oleh data singkapan hasil pengamatan di
lapangan.
b. Pengambilan Data Geolistrik
Pengambilan data geolistrik dilapangan, dilakukan untuk mengetahui variasi nilai
tahan jenis bawah permukaan dan penyebarannya secara lateral. Untuk kemudian
dibuat penampangnya. Nilai dari tahanan jenis ini menggambarkan lapisan batuan
tertentu, sehingga akan diperoleh gambaran sebaran dari lapisan batuan di bawah
permukaan serta interpretasi lapisan batuan yang berfungsi sebagai akuifer.
3. Tahap Pengolahan dan Interpretasi Data
Hasil dari data geolistrik ini kemudian dilakukan pengolahan datanya. Kemudian
dikorelasikan dengan data singkapan hasil dari pengamatan lapangan. Sehingga akan
diperoleh gambaran pendugaan urutan lapisan batuan secara lateral dan vertikal pada setiap
lokasi pengambilan data geolistrik. Sebaran dari lapisan batuan ini akan memberikan
gambaran adanya keterdapatan airtanah serta karakterisitik lapisan akuifer di daerah
penelitian.
4. Penyusunan Laporan
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, akan digunakan dalam memahami kondisi
hidrogeologinya.
Secara umum tahapan penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir penelitian, seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Pelaksanaan Penelitian
13
3.3. Metode Analisis
3.3.1. Data Singkapan dan Log Bor
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui sistem hidrogeologi daerah penelitian
adalah dengan data singkapan, dikorelasikan dengan data bawah permukaan hasil geolistrik
yang akan divalidasi dengan data singkapan atau log bor sehingga akan diketahui model sistem
hidrogeologi di daerah penelitian. Analisis singkapan berdasarkan data pengamatan di
lapangan.
3.3.2. Metode Geolistrik
Metode resistivitas adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk
mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam
batuan di bawah permukaan bumi (Souisa dkk, 2018). Metode resistivitas digunakan untuk
survei mineral batuan, gerakan tanah (longsor), intruisi air laut, limbah cair atau padat, panas
bumi, situs geologi dan lain sebagainya (Cornforth, 2004). Metode resistivitas umumnya
digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus
listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan beda potensial yang
terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Pada pengukuran geolistrik yang sebenarnya
medium tidak homogen dengan distribusi resistivitas sembarang. Pada kenyataannya, bumi
merupakan medium berlapis dengan masing-masing lapisan mempunyai nilai resistivitas
yang berbeda (Cornforth, 2004), (Souisa dkk, 2016).
Untuk menghitung resistivitas semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang
tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2 dan untuk menentukan kedalaman
maka jarak antara elektroda AM dan NB ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi
untuk n yang sama sampai pada elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda AM dan
NB ditingkatkan menjadi 3a, dan seterusnya (Sapulete dkk, 2012). Pada Gambar 6,
diperlihatkan kedudukan setiap elektroda berdampingan antara satu dengan yang lainnya di
mana jarak elektroda potensial (MN) diatur sekecil-kecilnya sehingga secara teoritis konstan
tetapi ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari
1/5 jarak AB.
14
Gambar 6. Letak Posisi Elektroda Konfigurasi Wenner-Schlumberger
(Souisa dkk, 2015 dan 2016)
Analisis metode Geolistik yang bertujuan untuk mengetahui Sebaran Akuifer Airtanah Bebas
ataupun tertekan pada Daerah Rumpin dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor. Metode geolistrik
resistivitas merupakan salah satu metode cukup banyak digunakan dalam dunia eksplorasi
khususnya eksplorasi air tanah karena resistivitas dari batuan sangat sensitive terhadap
kandungan airnya dimana bumi dianggap sebagai sebuah resistor. Metode geolistrik
resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari jenis metode geolistrik yang digunakan
untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di
dalam batuan di bawah permukaan bumi.
Metode ini umumunya digunakan untuk eksplorasi yang dangkal, sekitar 300 – 500 unutk
kedalaman, pada metode ini memiliki prinsip yaitu adanya listrik diinjeksikan ke alam bumi
melalui dua elektroda arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik, dapat diperoleh
variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur. Ilustrasi garis ekipotensial
yang terjadi akibat injeksi arus ditunjukkan pada dua titik arus yang berlawanan di permukaan
bumi dapat dilihat pada (Gambar 7).
Jika semakin besar jarak antar elektroda menyebabkan makin dalam tanah yang dapat diukur.
Terdapat eberapa konfigurasi untuk tahanan jenis dalam melakukan akuisisi data. Salah
satunya adalah dengan menggunakan konfigurasi Wenner. Konfigurasi Wenner ditunjukkan
pada Konsep perambatan listrik yang berlaku pada media homogen isotropis dengan
mengukur beda potensial antara dua titik yang terjadi akibat adanya aliran arus searah melalui
bawah permukaan (Gambar 8).
15
Gambar 7. Pola aliran dan bidang ekipotensial
Gambar 8. Konfigurasi Wenner
Dengan adanya konsep perambatan listrik yang berlaku pada media homogen isotropis
dengan mengukur adanya beda potensial antara dua titik yang terjadi akibat adanya aliran arus
searah melalui bawah permukaan. Dasar metoda tahanan jenis adalah hukum Ohm yang
pertama kali dicetuskan oleh George Simon Ohm. Dengan menformulasikan hubungan antara
tegangan dengan arus listrik pada tegangan jepit. Untuk media terbatas (selinder,balok)
berlaku: R= 𝛥 𝑉
𝐼
dengan R, 𝛥 =𝑉
𝐼 , dan I adalah tahanan listrik (ohm), beda potensial (volt), dan besar arus
listrik (Ampere). Pada balok atau selinder yang homogen maka besar tahanan listrik (Gambar
9) : R = 𝜌 𝐿
𝐴
Dengan L, A, dan ƥ adalah panjangsilinder (m), luas penampang (m2), dan hambatan jenis
spesifik (ohm-meter).
16
Gambar 9. Model Silinder
Satuan tahanan jenis dalam SI adalah Ohm-meter (mho). Sifat merambat arus listrik lebih
banyak memanfaat sifat daya hantar jenis listrik yang berbanding terbalik dengan tahanan
jenis.
Dengan ohm adalah daya hantar jenis listrik (konduktivitas) dalam satuan Siemens (S) per
meter atau S/m= 1 ohm-1m-1 atau disebut juga MHO/m.
Faktor Geometri dan Konfigurasi Elektroda
Pada metoda Eksplorasi Tahanan jenis ada beberapa konfigurasi elektrode atau susunan
elektrode arus dan potensial yang digunakan. Perbedaan letak elektrode potensial (M-N) dari
letak elektrode arus (A-B) akan mempengaruhi besar medan listrik yang diukur. Besar faktor
oleh perbedaan akibat letak titik pengamatan disebut Faktor Geometri (K).
Dengan masing-masing aturan atau konfigurasi elektrode memiliki nilai yang tetap.
Tabel 1. Jenis Konfigurasi Elektrode dan Faktor Geometri dalam Metoda Geolistrik
17
Dengan C1 dan C2 adalah elektrode-elektrode arus, P1 dan P2 elektrode-elektrode potensial,
a adalah spasi elektrode, adalah perbandingan jarak antara elektrode C1 dan C1 dengan spasi
‘a’, dan L adalah bentangan maksimum.
3.3.3. Alat dan Bahan
Secara umum alat geolistrik terdiri dari 4 elektroda. Dimana pembangkit arus untuk
meninjeksikan kedalam permukaan tenah berupa power supply. Power supply dari geolistrik
mengunakan teknik PWM (Pulse-width modulation) yaitu suatu teknik modulasi untuk
menaikan atau menurunkan suatu tegangan DC seperti, 1 Set Alat Geolistrik; 12 Elektroda; 1
Accu Mobil; 4 Set Kabel 100m ; Konektor; dan 2 Multimeter (Gambar 10).
Gambar 10. 1 Set Alat Geolistrik
3.4. Indikator Capaian Penelitian
Diperolehnya data keterdapatan airtanah serta karakterisitik lapisan akuifer di daerah
penelitian.
18
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Lapangan
4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian
Berdasarkan ketinggian, bentuk dan timbulan yang tercermin pada topografi dan kenampakan
lapangan, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi pada Gambar 11,
yakni:
Gambar 11. Morfologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya
A. Dataran Kipas Aluvium
Menempati bagian timur. Topografinya merupakan dataran bergelombang dengan
kemiringan lereng umumnya kurang dari 5 %, kecuali lembah-lembahnya mencapai 30 % dan
ketinggiannya antara 20-50 meter di atas muka laut. Batuan penyusunnya terdiri dari batupasir
tufaan, tufa berbatuapung dan breksi lahar yang umumnya telah lapuk lanjut menjadi lempung
lanauan dan lanau lempung
Satuan ini menempati sebagian besar daerah penyelidikan, melampar dari utara sampai
selatan. Bukit berbentuk tumpul dan timbulan yang ditampakkannya memberikan kesan
pebukitan bergelombang lemah. Di antara bukit-bukit tersebut kadang-kadang dipisahkan
oleh lembah sempit relatif datar yang merupakan daerah genangan pada musim hujan. Satuan
morfologi pebukitan dikontrol oleh satuan batuan yang menyusunnya berupa hasil gunungapi
kuarter.
19
B. Morfologi Dataran Vulkanik
Topografinya merupakan dataran bergelombang dengan kemiringan lerengnya kurang dari 5
%, kecuali lembah-lembahnya mencapai 30 %. Ketinggiannya berkisar antara 20-50 meter di
atas muka laut. Satuan geomorfologi ini terbentuk dari batupasir tufaan, endapan lahar dan
batupasir.
Sebaran morfologi ini dijumpai di sebelah utara daerah penyelidikan, melampar dari barat-
utara. Menampakkan medan yang relatif datar. Sebagaimana pada satuan pebukitan,
morfologi ini juga dikontrol oleh hasil gunungapi kuarter.
C. Morfologi Dataran Aluvial Sungai
Menempati bagian tengah daerah penyelidikan seluas 30 %. Satuan bentangalam ini
merupakan dataran bergelombang dengan kemiringan lereng umumnya kurang dari 5 %,
kecuali lembah-lembah sungainya mencapai 30 %, ketinggiannya antara 10-20 meter di atas
muka laut. Sungai dan alurnya mengarah selatan-utara, setempat membentuk pola dendritik,
tetapi secara umum berpola sejajar. Batuan pembentuknya terdiri dari endapan sedimen
berupa lempung lanauan, tufa dan batupasir tufaan.
Sebaran morfologi ini terutaraa menempati bantaran K. Cisadane dengan bentuk sebaran
sesuai dengan pola aliran sungainya. Ketinggiannya antara 10 - 30 m dengan kelerengan
kurang dari 0,5% sehingga menampakkan medan relatif datar. Sebagian besar dataran sungai
telah dibudidaya sebagai lahan pertanian berupa persawahan. Morfologi dataran sungai
disusun oleh endapan lepas berukuran butir pasir halus sampai kerikil.
4.1.2. Geologi Daerah Penelitian
Kabupaten Tangerang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan sebutan
Tangerang High (Suyitno dan Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk oleh batuan Tersier yang
memisahkan cekungan Jawa Barat Utara di bagian Barat dengan cekungan Sunda di bagian
timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan
normal yang berarah Utara-Selatan. Di bagian Timur patahan normal tersebut terbentuk
cekungan pengendapan yang disebut dengan Jakarta Sub Basin. Cekungan Jakarta tersebut
mempunyai ciri adanya endapan aluvial yang tebal, sedang cekungan di Barat Tangerang
High memiliki ciri endapan pantai dan delta. Struktur-struktur tersebut pada saat ini sulit
dijumpai di permukaan karena pada saat ini endapan Kuarter yang berumur lebih muda telah
menutupi lapisan batuan tersebut.
20
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang (Rusmana, dkk., 1982), Daerah Tangerang secara
umum terbentuk dari batuan sedimen dan vulkanik berumur Miosen Tengah-Plistosen, serta
endapan permukaan yang proses pengendapannya masih berlangsung sampai sekarang.
Batuan Tersier yang tersingkap di permukaan hanya dapat dijumpai di bagian Selatan
Kabupaten Tangerang yaitu di daerah Balaraja hingga Serpong, berupa lapisan batulempung
Formasi Genteng. Endapan Kuarter yang menutupi batuan tersebut berupa batuan Volkanik
yang berasal dari G. Gede-Pangrango dan G. Salak. Secara Lithostratigrafi batuan tersebut
dapat dipisahkan menjadi beberapa satuan batuan/formasi, yang berurutan dari tua ke muda
sebagai berikut (Gambar 12):
Gambar 12. Geologi Regional Kabupaten Tangerang
1. Formasi Bojongmanik.
Terdapat di bagian Selatan kabupaten dan berumur Miosen (12 - 5 juta tahun yang lalu).
Satuan batuan ini terdiri dari lapisan batulempung, batupasir kuarsaan, dan batupasir tufan.
Di bagian atas satuan ini dicirikan oleh lapisan batupasir tufan dengan sisipan lensa-lensa
batugamping, dan menunjukkan adanya lignit (gambar 13).
21
2. Formasi Genteng.
Terdapat di bagian Tenggara kabupaten dan berumur Pliosen (5 - 2 juta tahun yang lalu).
Satuan batuan ini terdiri dari lapisan batupasir halus tufan dan batulempung dengan sisipan
batuapung. Satuan ini dicirikan oleh banyaknya fosil kayu yang tersilisifikasi (Gambar 14).
3. Formasi Serpong.
Terdapat di bagian Tenggara Kabupaten Tangerang dan berumur Pliosen (5 - 2 juta tahun
yang lalu). Satuan batuan ini terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir, dan batulempung
(Turkandi,T., dkk.; 1992), pada beberapa tempat dijumpai fosil kayu (Gambar 15)
Gambar 13. Singkapan
batupasir dan batugamping
dengan sisipan
batulempung, Formasi
Bojongmanik.
Lokasi :
Sungai Cisadane
Gambar 14. Singkapan
Formasi Genteng, batupasir
kasar pada bagian bawah
dan batupasir halus di
bagian tengah serta tuf pada
bagian atasnya
Lokasi : S. Cisadane,
Serpong
22
4. Satuan Batuan Tuf Banten Atas / Tuf Banten.
Berada di bagian Baratdaya kabupaten dan berumur Plio - Pleistosen atau 2 juta tahun yang
lalu. Satuan ini terdiri dari lapisan tuf yang berasal dari letusan G. Rawa Danau. Tuf tersebut
menunjukkan keadaan yang lebih asam (pumice) dibandingkan dengan batuan volkanik yang
diendapkan sesudahnya. Pada bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan
kondisi pengendapan dari di atas permukaan air menjadi di bawah permukaan air (Gambar16).
5. Endapan Kipas Aluvial Volkanik Muda.
Satuan yang tersebar di bagian Tenggara Kabupaten Tangerang ini terdiri dari material
batupasir dan batulempung tufan, endapan lahar, dan konglomerat. Ukuran butiran pada
endapan kipas aluvial ini berubah menjadi semakin halus ke arah Utara. Satuan ini terbentuk
oleh material endapan volkanik yang berasal dari gunungapi di sebelah Selatan Kabupaten
Gambar 15. Singkapan
Formasi Serpong,
Perselingan Konglomerat,
Batupasir dan Batulempung
pada beberapa tempat
dijumpai arang tumbuhan
Lokasi : Puspitek Serpong
Gambar 16. Singkapan Tuff
Banten
Lokasi :
Sebelah utara Rumpin
23
Tangerang seperti G. Salak dan G. Gede/ Pangrango. Batuan ini diendapkan pada umur
Pleistosen (2 juta - 20.000 tahun yang lalu). Kipas aluvial volkanik tersebut terbentuk pada
saat gunungapi menghasilkan material volkanik dengan jumlah besar. Kemudian ketika
menjadi jenuh oleh air, tumpukan material tersebut bergerak ke bawah dan membentuk aliran
sungai. Ketika mencapai tempat yang datar material tersebut akan menyebar dan membentuk
bentuk endapan seperti kipas yang disebut dengan kipas alluvial (Gmbar 17).
6. Endapan Dataran Pantai.
Endapan batuan ini berasal dari material batuan yang terbawa oleh aliran sungai dan berumur
antara 20.000 tahun yang lalu hingga saat ini. Endapan tersebut tersusun oleh material
lempung, pasir, dan konglomerat. Endapan aluvial tersebut dapat membentuk endapan delta,
endapan rawa, endapan gosong pasir pantai, dan endapan sungai dengan bentuk meander atau
sungai teranyam.
Gambar 17. Singkapan
Kipas Aluvium Bogor
(Qav).
Lokasi :
Kp. Prumpung,
Jalan Raya Serpong, Parung
Gambar 18. Singkapan
Endapan dataran pantai
Lokasi :
Pinggir
Jalan Raya Rumpin
24
4.1.3. Data Pengukuran Muka Air Tanah (MAT)
Data sebaran Muka Air Tanah (MAT di daerah penelitian dari pengamatan tujuh buah sumur
gali, rata-rata mempunyai MAT 3,6 m dengan MAT terendah adalah 0,68 m dan MAT
terdalam 5,21 m, Tabel 2 dan Gambar 19. Adapun data MAT untuk air permukaan
mempunyai MAT 0,8 m dari permukaan pada Tabel 3 dan Gambar 20.
Tabel 2. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) daerah penelitian.
Gambar 19. Contoh sumur gali penduduk yang diukur MAT nya
Tabel 3. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) permukaan (mata air danau)
ᵒ ' '' ᵒ ' ''
1 106 38 14 6 26 54 119 2,18 80
2 106 38 31,2 6 27 41,5 99 5,5 92
3 106 37 49,8 6 27 50,7 98 1,67 92,3
4 106 39 12,9 6 27 7,9 90 7,8 90
5 106 39 2,2 6 26 32,4 63 5,21 90
6 106 37 14,6 6 26 32,3 117 0,68 120
7 106 37 22,4 6 26 20,4 79 2,4 100
LP Elevation (m) Depth (m) Diameter (cm)
MAT (Muka Air Tanah)
X (Longitude) ᵒE Y (Latitude) ᵒS
Coordinate (E S)
ᵒ ' '' ᵒ ' ''
1 106 36 54 6 26 28,5 128 0,83 98,6159
2 106 37 29 6 25 27,2 7476,915
3
Air Permukaan
LP
Coordinate (E S)
Elevation (m) Depth (m) Luasan (m2)X (Longitude) ᵒE Y (Latitude) ᵒS
25
Gambar 20. Contoh mata air (danau) yang diukur MAT nya
4.1.4. Data Log Bor
Penampang lintasan Utara – Selatan (A – A’), dibuat berdasarkan data delapan buah titik bor
(Gambar 21). Berdasarkan korelasi data log bor arah Utara – Selatan. Bagian Utara tertutup
oleh endapan Kuarter berupa aluvium dan lempung dengan pola sebaran terhampar luas
sepanjang Sungai Cisadane. Batuan Tersier terdapat di bagian Selatan, umumnya dibentuk
oleh batugamping yang ditutupi oleh batupasir dan breksi serta pada bagian bawah berubah
menjadi batulempung sisipan batugamping pada titik bor B15 dan B16. Pada bagian Utara
tidak dijumpai adanya batugamping (titik bor A1 – 09) yang kemungkinan disebabkan oleh
terdapatnya sesar berarah relatif Utara – Selatan.
Gambar 21. Penampang litologi lintasan Utara - Selatan : A – A’
26
Korelasi penampang Barat - Timur bagian Selatan (C – C’) (Gambar 22); pada bagian Barat
pada log bor A-18 terdapat litologi batulempung selang seling batugamping yang diperkirakan
bagian dari Formasi Bojongmanik yang tersingkap di daerah sekitar Rumpin yang berumur
Tersier yang tidak menerus ke bagian Timurnya yang diinterpretasikan sebagai adanya
struktur sesar. Pada log bor B-15 bagian atas sampai bawah tersusun oleh lempung tufaan, tuf
breksi, batupasir dan batulempung sisipan batugamping yang berumur Tersier dan tidak
menerus ke sebelah timurnya. Pada log bor B-8, tersusun oleh pasir konglomeratan, batupasir
dan batulempung
Gambar 22. Penampang Litologi Barat – Timur bagian Selatan, di daerah Rumpin : Lintasan
C – C’
4.1.5. Data Pengukuran Geolistrik Daerah Serpong
Di daerah Serpong telah dilakukan pengukuran geolistrik pada 3 lokasi terpilih, yaitu di lokasi
Regency Melati Mas (GL-12), lokasi Sektor 2 Bumi Serpong Damai (GL-13), dan lokasi
Sektor 11 Bumi Serpong Damai (GL-15). Pada lokasi pertama, karena keterbatasan area,
maka bentangan kabel geolistrik maksimum yang dapat digunakan adalah 150 meter.
Sedangkan pada lokasi kedua dan ketiga, karena lahan yang tersedia luas, maka bentangan
kabel yang digunakan dapat mencapai hingga 350 m dan 400 m.
27
1. Pada lokasi sekitar daerah Melati Mas (GL-12) pada Tabel 4, hasil analisa data
geolistrik menunjukkan adanya 5 lapisan pada Tabel 5, yaitu:
1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,667 meter.
2. Lapisan pasir lempungan dari 0,667 hingga 5,52 meter.
3. Lapisan pasir dari 5,52 hingga 16,7 meter.
4. Lapisan lempung dari 16,7 hingga 32,5 meter.
5. Lapisan pasir lempungan dari 32,5 meter hingga tidak diketahui.
Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Geolistrik
Regency Melati Mas
FORM DATA SOUNDING SCHLUMBERGER GL-12
NO AB/2 (m) MN/2 (m) k I (mA) V (mV) Rho (Ohm.m)
1 1 0.25 5.9 6 127.6 125.32
2 1.5 0.25 13.8 6 31.2 71.50
3 2 0.25 24.8 6 15.5 63.94
4 3 0.25 56.2 17 9 29.74
5 3 0.5 27.5 17 18.3 29.60
6 4 0.25 100.2 19 4.4 23.20
7 4 0.5 49.5 18 8.5 23.38
8 5 0.25 156.8 23 3.4 23.17
9 5 0.5 77.8 23 6.7 22.66
10 6 0.5 112.4 28 5.6 22.47
11 8 0.5 200.4 63 6.4 20.35
12 10 0.5 313.5 27 1.4 16.26
13 10 2 75.4 27 5.6 15.64
14 12 0.5 451.8 21 0.3 6.45
15 12 2 110.0 21 2.3 12.05
16 15 0.5 706.4 19 0.2 7.44
17 15 2 173.6 19 0.9 8.23
18 20 2 311.1 50 1.5 9.33
19 25 2 487.9 29 0.4 6.73
20 30 2 704.0 29 0.2 4.86
21 40 2 1254.0 60 0.4 8.36
22 40 8 301.7 55 1.8 9.87
23 50 2 1961.1 75 0.4 10.46
24 50 8 478.5 77 1.7 10.56
25 60 2 2825.4 62 0.2 9.11
26 60 8 694.6 60 0.8 9.26
27 80 8 1244.6 52 0.5 11.97
28 100 8 1951.7 45 0.2 8.67
29 100 20 754.3 45 0.5 8.38
30 125 8 3056.6 40 0.1 7.64
31 125 20 1196.3 41 0.3 8.75
32 150 8 4407.1 80 0.1 5.51
33 150 20 1736.4 80 0.4 8.68
28
Tabel 5. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik
No
( m)
Ketebalan/h (m)
Kedalaman/d (m)
Perkiraan Litologi
1 266 0,667 0,667 Soil
2 39,7 4,86 5,52 Pasir lempungan
3 4,34 11,2 16,7 Pasir
4 59,4 15,8 32,5 Lempung
5 0,0844 Pasir lempungan
1. Pada lokasi Sektor 2 Bumi Serpong Damai (GL-13) pada Tabel 6, hasil analisa data
geolistrik menunjukkan adanya 3 lapisan pada Tabel 7, yaitu:
1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,567 meter.
2. Lapisan pasir lempungan dari 0,567 hingga 5,9 meter.
3. Lapisan pasir dari 5,9 meter hingga tidak diketahui.
3. Pada lokasi Sektor 11 Bumi Serpong Damai (GL-15) pada Tabel 8, hasil analisa data
geolistrik menunjukkan adanya 5 lapisan pada Tabel 9, yaitu:
1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,5 meter.
2. Lapisan pasir lempungan dari 0,5 hingga 6,42 meter.
3. Lapisan konglomerat dari 6,42 hingga 51,7 meter.
4. Lapisan konglomerat dari 51,7 hingga 83,4 meter.
5. Lapisan pasir dari 83,4 meter hingga tidak diketahui.
29
Tabel 6. Data Hasil Pengukuran Geolistrik
Bumi Serpong Damai Sektor 2
FORM DATA SOUNDING SCHLUMBERGER GL-13
NO AB/2 (m) MN/2 (m) k I (mA) V (mV) Rho (Ohm.m)
1 1 0.25 5.9 7 233 196.15
2 1.5 0.25 13.8 5 57.9 159.23
3 2 0.25 24.8 5 25.3 125.24
4 3 0.25 56.2 7 15.5 124.40
5 3 0.5 27.5 7 25 98.21
6 4 0.25 100.2 17 18.7 110.20
7 4 0.5 49.5 7 12.7 89.81
8 5 0.25 156.8 22 8 57.00
9 5 0.5 77.8 22 23.7 83.80
10 6 0.5 112.4 34 27.1 89.56
11 8 0.5 200.4 29 11.5 79.45
12 10 0.5 313.5 26 5.3 63.91
13 10 2 75.4 27 25.1 70.12
14 12 0.5 451.8 30 3.3 49.70
15 12 2 110.0 31 14.7 52.16
16 15 0.5 706.4 34 1.6 33.24
17 15 2 173.6 34 7.7 39.33
18 20 2 311.1 43 3.7 26.77
19 25 2 487.9 83 3 17.64
20 30 2 704.0 59 1.4 16.71
21 40 2 1254.0 48 0.6 15.68
22 40 8 301.7 48 3.4 21.37
23 50 2 1961.1 55 0.6 21.39
24 50 8 478.5 56 1.5 12.82
25 60 2 2825.4 34 0.2 16.62
26 60 8 694.6 34 0.7 14.30
27 80 8 1244.6 23 0.2 10.82
28 100 8 1951.7 33 0.3 17.74
29 100 20 754.3 33 0.8 18.29
30 125 8 3056.6 48 0.2 12.74
31 125 20 1196.3 50 0.4 9.57
32 150 8 4407.1 32 0.1 13.77
33 150 20 1736.4 32 0.2 10.85
34 175 20 2374.8 52 0.2 9.13
35 200 20 3111.4 76 0.2 8.19
36 250 20 4879.3 42 0.1 11.62
37 300 20 7040.0 62 0.1 11.35
30
Tabel 7. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik
No
( m)
Ketebalan/h (m)
Kedalaman/d (m)
Perkiraan Litologi
1 215 0,567 0,567 Soil
2 79,8 5,33 5,9 Pasir lempungan
3 11,2 Pasir
Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Geolistrik
Bumi Serpong Damai Sektor 11
FORM DATA SOUNDING SCHLUMBERGER GL-15
NO AB/2 (m) MN/2 (m) k I (mA) V (mV) Rho (Ohm.m)
1 1 0.25 5.9 50 2220 261.64
2 1.5 0.25 13.8 6 88.4 202.58
3 2 0.25 24.8 5 31.1 153.95
4 3 0.25 56.2 5 11 123.59
5 3 0.5 27.5 5 23.7 130.35
6 4 0.25 100.2 16 20 125.22
7 4 0.5 49.5 4 8.7 107.66
8 5 0.25 156.8 25 19.1 119.76
9 5 0.5 77.8 25 38.5 119.79
10 6 0.5 112.4 28 29.2 117.17
11 8 0.5 200.4 26 13.8 106.34
12 10 0.5 313.5 22 6.4 91.20
13 10 2 75.4 42 47.3 84.95
14 12 0.5 451.8 57 9.6 76.09
15 12 2 110.0 57 36.8 71.02
16 15 0.5 706.4 55 4.5 57.79
17 15 2 173.6 55 17.1 53.99
31
Tabel 9. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik
18 20 2 311.1 48 5.3 34.36
19 25 2 487.9 47 2.6 26.99
20 30 2 704.0 44 1.2 19.20
21 40 2 1254.0 52 0.7 16.88
22 40 8 301.7 52 3.1 17.99
23 50 2 1961.1 57 0.6 20.64
24 50 8 478.5 56 2 17.09
25 60 2 2825.4 36 0.2 15.70
26 60 8 694.6 36 0.8 15.43
27 80 8 1244.6 22 0.3 16.97
28 100 8 1951.7 53 0.3 11.05
29 100 20 754.3 54 0.6 8.38
30 125 8 3056.6 178 0.4 6.87
31 125 20 1196.3 150 1 7.98
32 150 8 4407.1 106 0.2 8.32
33 150 20 1736.4 108 0.4 6.43
34 175 20 2374.8 136 0.4 6.98
35 200 20 3111.4 98 0.2 6.35
36 250 20 4879.3 106 0.2 9.21
37 300 20 7040.0 154 0.2 9.14
38 350 20 9593.6 120 0.2 15.99
39 400 20 12540.0 96 0.1 13.06
No
( m)
Ketebalan/h
(m)
Kedalaman/d
(m) Perkiraan Litologi
1 289 0,5 0,5 Soil
2 95,2 5,92 6,42 Pasir lempungan
3 16 45,3 51,7 Konglomerat
4 1,37 31,7 83,4 Pasir lempungan
5 1484 Pasir
32
4.1.6. Data Pengukuran Geo Listrik Daerah Rumpin
Pengukuran geolistrik di Daerah Rumpin dilakukan di pinggir jalan dekat El-Farm, karena
keterbatasan area, maka bentangan kabel geolistrik maksimum yang dapat digunakan adalah
140 meter, dengan jarak elektroda 3 meter. Hasil akuisisi data digunakan untuk menghitung
nilai resistivitas semu (ρa) dan tahapan selanjutnya diolah menggunakan software Res2-Dinv
untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya. Perolehan model penampang resistivitas
sebenarnya (true resistivity). Hasil pemodelan ini diperlihatkan dalam Gambar 23 yang
memperlihatkan bagian penampang citra anomali resistivitas.
Gambar 23. Penampang Resistivitas 2-D
Pada lokasi sekitar daerah Rumpin, hasil analisa data geolistrik menunjukkan adanya 5 lapisan
pada Tabel 5, yaitu:
1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,750 meter.
2. Lapisan pasir lempungan dari 0,750 hingga 3,82 meter.
3. Lapisan pasir dari 3,82 hingga 11,9 meter.
4. Lapisan lempung dari 11.9 hingga 17,2 meter.
5. Lapisan pasir lempungan dari 17,2 meter hingga tidak diketahui.
33
4.2. Analisis Data
4.2.1. Cekungan Airtanah
Berdasarkan kerangkan geologi dan hidrogeologi dapat diperoleh gambaran hipotetik
mengenai sebaran cekungan airtanah wilayah Tangerang, Provinsi Jawa Barat (Gambar 24).
1. Sebaran Permukaan.
2. Sebaran Daerah Permukaan.
Gambar 24. Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Banten
4.2.2. Sebaran Permukaan
Terletak di akhiran sungai yang ada dalam kawasan ini, penarikan batas cekungan merupakan
pemisah sebagai sumber resapan airtanah yang secara hipotetik masuk ke dalam cekungan
airtanah Kabupaten Tangerang dan yang tidak masuk. Bagian timur terletak di sebagian aliran
Sungai Cisadane, ke arah timur dibatasi oleh Endapan Kipas Aluvium (Qav) dengan formasi
Bojongmanik (Tmb), dan kemudian ke arah utara mengikuti alur sungai Angke -
Pesanggrahan. Bagian Selatan ke arah barat mengikuti kontak sebaran Batuan Gunungapi
34
(Qvst & Qvu), intrusi Batuan Beku (Tma & Tba) dengan batuan sedimen Formasi
Bojongmanik (Tmb). Sedangkan bagian barat mengikuti alur sungai Cibeureum.
4.2.1.1. Sebaran Bawah Permukaan
Akan mengikuti batas atau kontak antara satuan batuan yang tidak mampu mengalirkan
(kedap) dan yang mampu mengalirkan airtanah (permeabel).
Bagian selatan mempunyai batas mulai dari batas cekungannya ke arah utara akan berada di
atas (pada singkapan sedimen Tersier) dan kontak dengan Batuan Gunungapi, maka batasnya
akan berada di atas singkapan batuan sedimen Tersier yang bersifat kedap terhadap aliran
airtanah.
4.2.3. Cekungan Airtanah Tangerang
Berdasarkan Peta Geologi Airtanah dapat dilihat bahwa dalam wilayah Kabupaten Tangerang
(permukaan) tidak dapat dibuat batas sebaran cekungan airtanahnya secara administrasi)
tetapi pada bagian bawah (dalam) dapat diperkirakan bahwa batas cekungan airtanah akan
terletak pada kontak Endapan Sedimen Tersier Halus (Tmb) dengan batuan Sedimen Kasar
(Tpss dan Tpg).
4.2.4. Sistem Akifer Airtanah
Berdasarkan Peta Sebaran Cekungan Airtanah dapat dibuat peta Sebaran Tipologi Sistem
Akifer yang menghasilkan enam (6) buah tipologi yaitu :
1. Endapan Aluvial (Qa dan Qbr).
2. Gunungapi Muda (Qav, Qpvb dan Qpv).
3. Gunungapi Tua (Qv, Qvb, Qvl, Qvst dan Qva).
4. Batuan Sedimen Kasar (Tpss, Tpg, Tmrs).
5. Batuan Sedimen Halus (Tmbs, Tmbls & Tmbc).
6. Batuan Beku (Tma & Tba).
Sebaran ke arah dalam (bawah permukaan) umumnya merupakan batas yang berangsur atau
biasa disebut batas perubahan fasies suatu endapan dengan endapan yang lain. Secara umum
Kabupaten Tangerang mempunyai empat (4) tipologi Sistem Akifer, yaitu :
35
1. Endapan Aluvial (Qa dan Qbr).
2. Gunungapi Muda (Qav, Qpvb dan Qpv).
3. Gunungapi Tua (Qv, Qvb, Qvl, Qvst dan Qva).
4. Batuan Sedimen Kasar (Tpss, Tpg dan Tmrs).
Sedangkan pada bagian selatan batas wilayah Kabupaten Tangerang sangat memungkinkan
untuk diperolehnya Tipologi Sitem Akifer Batuan Sedimen Halus (Tmbs, Tmbl dan Tmbc).
4.2.4.1. Wilayah Serpong
Dalam wilayah Serpong secara dominan di permukaan akan mempunyai tipologi Sistem
Akifer Endapan Aluvial (Qa), Gunungapi Muda (Qav/Qpb) dan Batuan Sedimen Kasar (Tpss
dan Tpg), tetapi ke arah bawah permukaan diperkirakan dapat dijumpai adanya tipologi
Sistem Akifer (log bor – Serpong) Gunungapi Tua dan Batuan Sedimen Halus (Tmb). Pada
wilayah Serpong ini berdasarkan data geolistrik menunjukkan adanya 4 lapisan, yaitu:
1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,5 meter.
2. Lapisan pasir lempungan dari 0,5 hingga sekitar 7 meteran
3. Lapisan konglomerat dari 7 hingga 50 meteran
4. Lapisan pasir dari 50 meter hingga tidak diketahui
4.2.4.2. Wilayah Rumpin
Penampang tahanan jenis ini melintasi bagian barat daerah penelitian dari bagian selatan ke
bagian utara. Urutan lapisan dari atas ke bawah adalah sebagai berikut:
1. Tanah penutup, bertahanan jenis antara 100 - 300 Ohm-meter dengan ketebalan 0 -
0,75 meter.
2. Lapisan bertahanan jenis antara 30 - 116 Ohm-meter, dengan ketebalan 0,75 - 3,82
meter, diduga sebagai lapisan tufa pasiran/pasir lempungan.
3. Lapisan bertahanan jenis antara 5-15 Ohm-meter, dengan ketebalan 3,82 – 11,9 meter,
diduga sebagai tufa lempungan.
4. Lapisan bertahanan jenis antara 20 - 73 Ohm-meter, dengan ketebalan 11,9 – hingga
tidak diketahui, diduga sebagai lapisan pasir atau tufa pasiran. Pasir sedang-kasar
36
1. Data Singkapan
Gambar 25. Data Singkapan di Daerah Rumpin
2. Data Log Bor
Penampang Barat - Timur bagian Selatan Daerah Rumpin (Gambar 26), pada bagian barat
pada data log bor A-18 terdapat litologi batulempung selang seling batugamping yang
diperkirakan bagian dari Formasi Bojongmanik yang tersingkap di daerah sekitar Rumpin
yang berumur Tersier yang tidak menerus ke bagian Timurnya yang diinterpretasikan sebagai
adanya struktur sesar. Pada log bor B-15 bagian atas sampai bawah tersusun oleh lempung
tufaan, tuf breksi, batupasir dan batulempung sisipan batugamping yang berumur Tersier dan
Tanah lapukan: coklat-abu-abu
Tuf pasiran; pasir lempungan: coklat
sampai abu-abu, lunak
Tuf lempungan: abu-abu, halus, lunak
Tuf pasiran, pasir: abu-abu, sedang
sampai kasar, lunak, bagian bawah berupa
kerikil
Lempung abu-abu, kekerasan sedang
37
tidak menerus ke sebelah timurnya. Pada log bor B8, tersusun oleh pasir konglomeratan,
batupasir dan batulempung.
Gambar 26. Penampang litologi arah barat – timur di daerah Rumpin
4.2.5. Kelompok Akifer
Kelompok akifer mempunyai pengertian adalah kumpulan akifer yang terdapat pada
kedalaman tertentu, dibedakan atas dasar airtanah bebas/artesis dan dapat dipisahkan apabila
terdapat lapisan lempung yang tebalnya antara 5 – 10 meter. Untuk dapat melakukan
pembagian di atas harus didasarkan adanya data log-bor hasil pemboran, hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa Kabupaten Tangerang diperkirakan mempunyai 3 hingga 20 lapisan
akifer dengan kisaran tebal akifer 1 hingga 18 meter.
4.2.5.1. Wilayah Serpong
Wilayah Serpong mempunyai lapisan akifer lebih dari empat (4) buah dengan kisaran
ketebalan antara 5 hingga 15 meter (log bor – Serpong). Ada tiga (3) kelompok akifer, yaitu
0 – 14 meter, 14 – 90 meter dan 90 – 260 meter (Gambar 27).
• 0 – 14 meter; lapisan akifer dapat berasal dari pelapukan Endapan Aluvial (Qa) yang
umumnya mempunyai rasa airtanah segar.
38
• 14 – 90 meter; lapisan akifer hanya satu (1) buah dengan tebal 6 – 7 meter berasal dari
Endapan Gunungapi Muda/Batuan Sedimen Kasar (?) yang rasa airtanahnya segar
hingga payau.
• 90 – 260 meter; lapisan akifer dapat lebih dari dua (2) buah dengan tebal 5 hingga 15
meter berasal dari endapan Batuan Sedimen Halus (Tmb) yang rasa airtanahnya segar
hingga asin.
Korelasi litologi hasil pengukuran geolistrik di daerah Serpong ditunjukkan pada gambar
27 berdasarkan sebaran nilai resistivitynya.
Gambar 27. Penampang Geolistrik Daerah Serpong
4.2.5.2. Wilayah Rumpin
Wilayah Rumpin mempunyai lapisan akifer lebih dari empat (4) buah dengan kisaran
ketebalan antara 5 hingga 15 meter (data geolistrik, singkapan dan log bor ). Ada tiga (3)
kelompok akifer, yaitu 0 – 14 meter, 14 – 90 meter meter (Gambar 28).
• 0 – 14 meter; lapisan akifer dapat berasal dari pelapukan Endapan Aluvial (Qa) yang
umumnya mempunyai rasa airtanah segar.
• 14 – 90 meter; lapisan akifer hanya satu (1) buah dengan tebal 6 – 7 meter berasal dari
Endapan Gunungapi Muda/Batuan Sedimen Kasar (?) yang rasa airtanahnya segar.
39
Gambar 28. Penampang 2-D Geolistrik
Berdasarkan hasil pengolahan data true resistivity didapatkan pola perlapisan atau beberapa
susunan lapisan batuan yang diinterpretasi adanya tiga lapisan. Rincian dari hasil perhitungan
dan pengolahan data, secara umum dari tiap datum point pada penampang resistivitas
menunjukkan nilai resistivitas berkisar 5.0 – 127.0 Ώ.m (Tabel 1). Nilai resisistivitas ini
terbagi atas tiga zona resistivitas sebagai berikut:
1. Zona resistivitas rendah dengan nilai resistivitas < 24,8.0 Ώ..m diduga sebagai tanah,
lempung danlempung pasiran, umumnya bersifat lepas dan lembab berwarna coklat
hingga coklat-jingga. Material ini umumnya bersifat lepas/lapuk dan cukup berpori
sehingga dapat meloloskan air dengan tingkat rendah.
2. Zona resistivitas menengah dengan nilai resistivitas 24,8 – 60.0 Ώ.m diduga sebagai pasir,
pasir lempungan berbutir halus hingga kasar, lempungan dan kerikilan. Batuan ini terdapat
pada kedalaman dan ketebalan bervariasi. Material ini umumnya bersifat lepas/lapuk dan
cukup berpori/berongga sehingga dapat meloloskan air dengan tingkat tinggi.
3. Zona resistivitas tinggi dengan nilai resistivitas > 60.0 Ώ..m diduga sebagai batu lempung
pasiran berbutir halus hingga sedang dan batulempung yang kompak dan keras. Batuan
ini terdapat pada kedalaman dan ketebalan bervariasi. Material ini umumnya bersifat
kompak. Zona batuan ini umumnya bertindak sebagai batuan dasar (bedrock) dan batuan
penutup (overburden) yang dijumpai hampir di seluruh daerah survei.
4.2.6. Kondisi Airtanah
Secara umum kondisi airtanah bebas (0 – 30 meter) mempunyai kedalaman muka airtanah
berkisar antara –2,5 hingga –20 meter (dari permukaan tanah setempat/mts). Kerucut
penurunan muka airtanah (“Cone Depression”) berkembang di wilayah selatan-timur dari
40
Kabupaten Tangerang, yakni di sekitar Kecamatan Ciputat, Pondok Aren, Curug sampai
Kecamatan Balaraja yang terletak di bagian barat serta Rumpin.
Umumnya kondisi air tanah di daerah Tangerang mempunyai kedalaman muka airtanah –5
hingga –10 meter (mts), tidak dijumpai adanya pusat penurunan m.a.t tetapi terdapat pusat
discharge yang terletak di desa Julepang – Prigi Lama dan Jombang (Tabel 10). Kondisi fisik
airtanah umumnya bersifat rasa segar, pH 4,5 hingga 7,5 dengan dayahantar listrik 22 – 567
µS yang digunakan untuk minum/makan serta MCK.
Tabel 10. Data Airtanah Wilayah Tangerang
LOKASI DESA
DATA
KEGUNAAN
AIRTANAH M.A.T
(m, dmts)
FISIK AIRTANAH
pH Suhu
(0C)
Eh
(mV)
Ec
(µS)
1. Pakulonan -9,87 5,21 28 100 89,9 Mi, MCK
2. Pd. Jagung -8,20 7,54 29,5 -0,36 567 Mi, MCK
3. Lengkong Gudang -9,86 5,88 30 0,61 255 Mi, MCK
4. Babakan -10,40 5,55 29 0,80 40,6 Mi, MCK
5. Lengkong Karya -9,28 5,29 30 0,96 67,8 Mi, MCK
6. Jelupang -2,86 5,96 29 0,57 93,8 Mi, MCK
7. Lengkong Wetan -5,85 5,52 30,5 0,82 78,4 Mi, MCK
8. Rawa Buntu -9,59 6,10 32 0,49 78,9 Mi, MCK
9. Ciater -9,00 6,20 31 0,42 73,2 Mi, MCK
10. Setu,BSD sek.10 -9,06 5,46 29 0,87 22,4 Mi, MCK
11. Buaran -8,83 4,54 29 142 110,5 Mi, MCK
12. Babakan -8,53 4,83 28,5 124 140,8 MCK
4.2. Sistem Hidrogeologi Daerah Rumpin Dan Sekitarnya
Dengan kondisi Daerah Rumpin yang termasuk pada dataran bergelombang dan termasuk
dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) dari sungai Cisadane. Sungai Cisadane merupakan salah
satu sungai yang besar yang berada pada tanah pasundan, Pulau Jawa dan bermuara ke laut
Jawa. Sungai Cisadane yang berhulu pada lereng gunung Pangrango (Sub DAS Cisadane
Hulu), dan beberapa anak sungai yang berhulu pada Gunung Salak, melewati sisi barat
Kabupaten Bogor terus kearah Kabupaten Tangerang dan bermuara ke Tanjung Burung,
memiliki panjang sekitar 126 Km, pada bagian hilir sungai ini termasuk cukup lebar dan dapat
dilalui dengan kapal kecil (Gambar 29).
41
Gambar 29. Daerah Aliran Sungai Cisadane, lokasi Rumpin
Rumpin memiliki bentang dataran bergelombang yang tersebar di bagian barat yang meliputi
± 15% luas daerah penelitian, memiliki aliran sungai aliran relatif lurus, dengan litologi yang
terdapat termasuk dalam formasi genteng Satuan batuan ini terdiri dari lapisan batupasir halus
tufan dan batulempung dengan sisipan batuapung. Satuan ini dicirikan oleh banyaknya fosil
kayu yang tersilisifikasi. tapi dalam peta geologi teknik JABODETABEK termasuk dalam
satuan volkanik (Direktorat Geologi, 1970). Pada lapangan memiliki ciri berupa warna coklat
kemerahan, ukuran butir lempung sangat lunak. lempung pasiran sebagai hasil pelapukan
dari batuan penyusun Formasi Genteng, Gambar 30.
Gambar 30. Singakapan berlokasi didaerah Rumpin
42
Pada Daerah Rumpin memiliki alliran airtanah yang merupakan bagian dari DAS sungai
Cisadane, digunakan sebagai kebutuhan air untuk penduduk setempat. Adanya aliran alir
sungai merupakan hasil dari proses alam yang kompleks dan sedang berlangsung, pada daerah
aliran sungai (DAS) secara konseptual dapat dipergunakan sebagai salah satu tempat
penyimpanan airtanah atau reservoir airtanah, dan terdiri dari beberapa komponan yaitu
sebagai resapan/imbuhan, tempat penyimpanan atau aliran air keluar. Jika terjadi musim
kemarau maka akan mempengaruhi keluarnya air dari tempat penyimpanan dan dapat
memepengaruhi debit aliran air tersebut. Adanta Resapan atau recharge yang merupakan
suatu sistem yang tergantung pada curah hujan atau sumber air sekitarnyam, maka adanya
proses aliran dasar (baseflow) tersebut tidak dapat diabaikan sebagai kemampuan dari suatu
DAS.
Terdapatnya masalah kualitas air bersih, irigasi dan estimasi ketersediaan air di suatu kawasan
sungai. Maka perlu untuk , mengetahui koefisien imbuhan serta ketersediaan air saat musim
kemarau dapat terjaga, adanya perkiraan koefisien imbuhan (Recharge Coefisient) akan
menjadi salah satu cara untuk menjaga ketersediaan dan pengembangan sumber daya air
(SDA) di daerah aliran sungai. Dengan dapat diketahuinya nilai koefisien imbuhan
diharapkan dapat mengatur jumlah air yang dibutuhkan, sehingga pasokan air tetap tersedia
dan pembagian air pada saat musim kering dapat tepat sasaran.
Daerah Rumpin merupakan bagian Daerah Aliran Sungai dari sungai Cisadane, dan DAS
(daerah aliran sungai) dapat di artikan sebagai suatu wilayah yang meruopanan kesatuan
antara sungai dan anak sungainya. Dengan memiliki fungsi untuk menampung dan
menyimpan sefta mengalirkan air berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
dengan batas di darat yang merupakan pemisah antara punggunan dan di laut hingga darat
dibatasi oleh daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktifitas yang berada di daratan
Gambar 31.
43
Gambar 31. Daerah Aliran Sungai dan batasnya
Daerah aliran fungai mempunyai fungsi hidrologis yang sangat berpengaruh dalam kualitas
dan kuantitas air yang masuk ke aliran sungai. Fungsi hidrologis lainya akan menampung air
hujan disaat musim penghujan atau dengan kata lain curah hujan tinggi, dan tidak akan
mengalami kekeringan pada musim kemarau. DAS itu sendiri akan membentuk dan memiliki
anak sungai yang bercabang, dan membentuk anak sungau, unutk menghindari terjadinya
banjir dan kekeringan suatu sungai, maka dilakukan pengendalian terhadap beberapa
komponen yang akan menjadi parameter dalam fungsi hidrologis dari Daerah Aliran Sungai
pada wilayah tersebut. Komponen yang dimaksud adalah adanya debit aliran sungai termasuk
fluktuasi debit yang akan bergubungan dengan curah hujan dan berpengaruh pada konsidi
aliran sungai, adanya limpasan permukaan (surface run off) dan aliran dasar (base flow). dan
salah parameter yang perlu diketahui adalah adanya koefisien imbuhan (recharge coefisient)
yang akan dianggap sebagai ambang batas sumber airtanah yang tersimpan. Aliran dasar
merupakan komponen dari aliran air sungai yang terjadi akibat adanya pelepasan airtanah,
dengan menentukan besaran debit sungai pada musim kemarau. Dan keadaan ini dipengaruhi
dengan kuantitas presipitasi air hujan yang meresap dan akan menjadi imbuhan airtanah.
Koefisien imbuhan akan diketahui dengan tingkat kontribusi aliran dasar terhadap aliran
sungai (Gambar 32).
44
Gambar 32. Aliran airtanah Dalam
Batas Hidrologis
Terdapat 3 (tiga) daerah untuk pengelolaan sumberdaya air, yaitu Cekungan Airtanah (CAT),
Daerah Aliran Sungai (DAS) serta Wilayah Sungai (WS). Cekungan Airtanah pada suatu
wilayah dibatasi oleh batas hidrogeologi, dengan sema tempat untuk kejadian yang
berhubungan dengan hidrogeologi, seperti adaya proses imbuhanm pengaliran serta pelepasan
airtanah. Dan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak sungai lainya, dengan fungsi unutk menampung,
menyimpan serta mengalirkan air yang berasal dari curah hujan kedana, laut secara alami,
Pada daerah Rumpin wilayah yang termasuk dengan sistem hidrologi yang bisa dikatakan
masuk ke dalam sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai dari Cisadane. Denan adanya air tanah
yang dapat mengalir secara horizontal, serta adanya hubungan erat antara air sungai dengan
air tanah effulent) atau sebaliknya airtanah yang berasal dari rembesan air sungai (influent).
Rumpin merupakan daerah dengan memiliki tata guna lahan atau penggunaan lahan yang
cenderung mengalami perubahan dari mulai lahan kososng atau tidak terbangun hingga lahan
terbangun, dan semakin banyaknya tutupan lahan yang relatif kedap air serta banyaknya
perubahan dari kawasan hutan menjadi penggunaan lain seperti dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan penyerapan air hujan ke dlam tanah, hingga dapat mengakibatkan
banjir atau limpasan air permukaan.
Pada Daerah Aliran Sungai Cisadane hulu hingga adanya besaran imbuhan dapat dipakai
sebagai dasar untuk pengambilan airbawah tanah permukaan yang di izinkan di daerah atau
wilayah yag bersangkutan dan berbasis lingkungan agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan
airtanah tetap terjaga
45
BAB 5. KESIMPULAN
1. Batas bagian bawah cekungan airtanah dapat berupa batuan yang kompak ataupun
lempung yang sangat tebal dan diperkirakan antara 150 – 200 meter.
2. Sistem hidrogeologi daerah Rumpin dan sekitarnya dapat dikelompokkan ke dalam Akifer
yang meliputi Kelompok Akifer Airtanah Bebas, mempunyai kisaran kedalaman 0 – 15
dan 15 – 45 meter dengan 1 – 2 akifer yang tebalnya berkisar antara 2 – 7 meter.
3. Muka Air Tanah (MAT) dangkal/bebas (0 – 10 m) mempunyai kedalaman muka airtanah
berkisar antara 0 hingga –5 m (mts).
46
BAB 6. RENCANA TINDAK LANJUT
Untuk menindaklanjuti pelaksanaan penelitian yang belum sempurna akibat adanya
keterbatasan dana dan akses penggunaan data lapangan, maka sementara hanya dapat
memaksimalkan sebagian data lapangan dan hasil pengukuran satu line data geolistrik.
Penelitian lanjutan diperlukan untuk melengkapi data geolistrik pada lintasan lainnya untuk
hasil analisis yang lebih lengkap. Untuk luaran publikasi dan HKI dari penelitian ini masih
dalam proses.
47
DAFTAR PUSTAKA
Appelo, C. A. J., and Postma, D., 1994. Geochemistry, Groundwater and Pollution. A.A.
Balkema, Rotterdam, 536.p
Cartwright, I., dan Tamie R. Weaver., 2005. Hydrogeochemistry of the Goulburn
ValleyRegion of the Murray Basin Australia Implikations for Flow paths and Resource
Vulnerability. Hydrogeology Journal, [Official Journal of the International Association
of Hydrogeologists. SpringerVerlag, Berlin, Heidelberg]. 13(5-6), 752 – 770.
Efendi, A.C., Kusnama, dan Hermanto, B. 1998. Peta Geologi Regional Lembaran Bogor.
Skala 1: 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Fetter, C. W., 1994. Applied Hydrogeology Third Edition. New Jersey (US): Prentice Hall,
Englewood Cliffd.
Hiscok, K.M. (2005) Hydrogeology, Principles and Practice, Blackwell Science Ltd.
Kodoatie, R. J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit: Andi Offset. Yogyakarta.
Maria, R., Dkk., 2018. Hidrogeologi Dan Potensi Cadangan Airtanah Di Dataran Rendah
Indramayu. Jurnal Riset Geo. Tam. Vol. 28, No. 2, Desember 2018, 181-192
Merriam Webster, https://www.merriam-webster.com/dictionary/groundwater
Nuryana, S.D., dkk., 2020., Pendugaan Struktur Bawah Permukaan di Daerah Bagian
Tengah DAS Cisadane Dengan Menggunakan Data Gravity, Jogee, Vol. 1 No. 2., hal
77 – 86.
Santosa, L. W., 2012. Hidrostratigrafi Akuifer Sebagai Geoindikator Genesis Bentuk Lahan
di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum
Geografi. 26(2), 160 – 177.
Saputra, D. S., 2016. Perhitungan Potensi Air Tanah Di Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan. 1(3), 147-158.
Sutrisno, S., 1985. Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Cirebon 1: 250.000. Bandung (ID):
Direktorat Geologi Tata Lingkungan.
Strahler, N. A., dan Strahler, H. A., 1983. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons.
New York.
Todd, D. K., 1980. Groundwater Hydrology. New York: John Wiley & Sons.
Waspodo R. S. B., 2015. Eksplorasi Potensi Air Tanah Pada Kawasan Industri Air Mineral
Dalam Kemasan, Cemplang Bogor.Jurnal Keteknikan Petanian, 3 (2), 137-144
48
LAMPIRAN
1. Personalia tenaga pelaksana beserta kualifikasinya.
No Nama Kualifikasi
1 Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT Bidang ilmu Geologi Tata Lingkungan
dan Bencana Geologi
2 Dr. Ir. Abdurrachman Asseggaf, MT Bidang ilmu Hidrogeologi dan GTL
3 Mohammad Apriniyadi, S.Si, MSc. Bidang ilmu Geofisika
4 M. Adimas Amri, ST, MT Bidang ilmu Hidrogeologi dan Bencana
Geologi
5 Aldis Ladesta Operator Geolistrik Lab Geofisika
6 Nofriyadi Operator Lab GTL
2. Surat Kesediaan Mitra
-
3. Roadmap Penelitian Fakultas
49
4. Roadmap Penelitian Semua Anggota Peneliti
50
5. Artikel Ilmiah: Status proses pembuatan
6. Hak Kekayaan Intelektual (HKI): Hak Cipta draft
7. Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam Buku Bunga Rampai.
top related